MAKALAH SEMINAR NASIONAL PERPAJAKAN
PENINGKATAN INTELEKTUALITAS DAN INTEGRITAS SDM BIDANG PERPAJAKAN GUNA MENUNJANG PEMBANGUNANA BANGSA
Oleh: Eman Sukanto
Disampaikan dalam acara: Seminar Nasional Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang 5 Juli 2010
Pendahuluan Kualitas Sumber Daya Manusia bidang perpajakan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan & kemajuan suatu bangsa. Jika SDM ini terisi oleh orang-orang berkompeten, berintegritas tinggi dan disiplin menjalankan tugasnya maka penerimaan negara akan sangat besar dan tentu dapat digunakan sebesarbesarnya untuk kemakmuran rakyat dan kemajuan banagsa. SDM bidang perpajakan bekerja di sektor mana saja. Mulai dari pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Bea Cukai, Dispenda, bendaharawan, karyawan bagian pajak di perusahaan swasta, termasuk konsultan pajak sekalipun. Namun demikian, jika membicarakan pajak, dari seluruh SDM yg terkait dengan perpajakan, yang paling disorot masyarakat adalah kinerja pegawai Direktorat Jendral Pajak, karena sebagian besar penerimaan negara dikelola dan bermuara di bagian ini. Reformasi dan Perubahan Kualitas Pelayanan Sejak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang biasa disebut modernisasi. Jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistim administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistim informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak. Namun demikian, secanggih apapun struktur, sistim, teknologi informasi, metode dan standard operating procedure suatu organisasi, semua itu tidak akan dapat berjalan optimal tanpa didukung SDM yang profesional dan beritegritas. Sebagai orang pengajar dan praktisi yang ikut berkecimpung & praktek dalam dunia usaha kami memberi apresiasi yang setinggi-tingginya kepada instansi terkait. Saat ini, dalam urusan perpajakan kita dilayani sangat ramah oleh petugas Account Representatif dari KPP, terutama yang muda-muda, mereka seperti konsultan modern yang ramah, cerdas, hangat dan sangat familier dengan isu-isu perpajakan dan teknologi informasi. Jika kita datang ke kantor pajak, suasana kantor bersih dan sejuk, antrian begitu tertib, dan pelayanan yg cukup cepat. Perbandingan Tarif Pajak Sesuai dengan UU PPh nomor 36 tahun 2008, di Indonesia banyak sekali perubahan di bidang pajak penghasilan. Jika dikaitkan dengan dunia usaha, banyak pajak yang tarifnya turun, diantaranya PPh Badan saat ini menjadi 25%, itupun masih dipotong 50% untuk omset dibawah 50 milyar. Pajak penghasilan atas jasa juga turun dimana kebanyakan “hanya” dikenakan 2%, dan masih banyak lagi. Sedangkan PPN masih dipatok 10% (bandingkan dengan tariff negara lain dibawah ini): Perbandingan Tarif PPN di berbagai negara: 1. Inggris 17,5% 2. Hungaria 25%
3. 4. 5. 6. 7. 8.
China 17% Uni Eropa (rata-rata) 19,5% Asia (rata-rata) 10,8% Australia 10% Argentina 21% Indonesia 10%
Berdasar data di atas, sebenarnya tarif pajak di Indonesia tergolong kompetitif. Namun pengawasan dan sistem kontrolnya belum maksimal, sehingga banyak perusahaana yang lolos tidak membayar pajak. Pajak: Antara Kontribusi, Kewajiban, dan Perputaran Ekonomi Target kontribusi pajak dalam struktur penerimaan negara akan terus dioptimalkan. Pada 2013, pemasukan uang negara dari pajak ditargetkan menembus angka Rp 1.000 triliun. Untuk mengejar target tersebut, dibutuhkan upaya ekstra, minimal penerimaan Ditjen Pajak harus tumbuh rata-rata 19,7 persen per tahun. Sistem pajak yang baik tidak saja meningkatkan penerimaan pemerintah, tetapi juga meningkatkan pembangunan negara. Sistem pajak yang adil , akan memberikan keadilan kepada para pembayarnya dan keuangan negara. Jadi, jika terlalu banyak menarik pajak, akan menyebabkan ketidakadilan terhadap hak-hak rakyat, dan jika terlalu sedikit, berarti tidak adil terhadap keuangan negara. Para pembayar pajak juga perlu diberi kesadaran bahwa membayar pajak secara langsung ataupun tidak langsung berguna bagi pelayanan-pelayanan yang mereka peroleh dari negara, seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan keamanan, pembangunan jalan dan prasarana pendukung, pasokan air bersih, kebersihan lingkungan, sistem pertanian, dan pelayanan publik lainnya. Sistem pajak yang tidak efisien, tidak adil, dan korup akan mengurangi kemampuan pemerintah meningkatkan penerimaan pajak, sehingga akan mempengaruhi tingkat perekonomian suatu negara. Perekonomian yang makmur dalam sebuah negara, akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih tinggi dengan tarif pajak yang lebih rendah, sementara perekonomian yang mengalami depresi akan menghasilkan penerimaan pajak yang lebih rendah dengan tarif pajak yang lebih tinggi.
Pelaku Usaha: Penerapan Tax Plan, bukan Tax Evasion (Pengelakan) Menurut perspektif perusahaan, tujuan utama manajemen pajak adalah untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar sekaligus meminimalisasi beban pembayaran pajak. Perencanaan perpajakan yg benar hakekatnya tidak dimaksudkan untuk mengelak dari kewajiban perpajakan ( tax evasion ) yg melanggar hukum, karena cara ini biasanya akan kontra produktif dikemudian hari dimana perusahaan akan membayar cost yang lebih besar belum juga reputasi nama. Tetapi dalam praktiknya terkadang sulit membedakan antara cara-cara yang tidak melanggar dan yang melanggar. Hal ini karena beberapa bahkan banyak peraturan perpajakan yang bisa ditafsirkan berbeda. Beda penafsiran antara wajib pajak dengan fiskus (tax office) sering terjdi karena undang-undang tidak mengatur sampai detil. Dari sekian banyak kepentingan Wajib Pajak untuk meminimumkan kewajiban pembayaran pajaknya, bisa dirangkum menjadi tujuh alasan yang melatarbelakangi, yakni: a. Peraturan pajak yg dikeluarkan regulator, b. Besar kecilnya pajak terutang, c. Biaya untuk bernegosiasi, d. Besar kecilnya resiko deteksi, e. Berat atau ringan sanksi yg diberikan,
f. Moral Wajib Pajak. g. Strategi Keuangan Tidak ada regulasi pajak yang sempurna, dan karena itulah muncul ide melakukan strategi dan perencanaan pajak. Peraturan pajak yang dikeluarkan pemerintah suatu negara pada dasarnya untuk mengatur kebijakan fiscal dan mendukung kebijakan moneter. Ibarat sebuah balon, peraturan baru untuk mendukung dan menggairahkan sector tertentu, akan mengakibatkan “loop hole” yang bisa dimanfaatkan perusahaan untuk menghindari pajak. Di negara maju yang system perpajakan relatif tertib dan hukum pajaknya ditegakkan, makin sulit untuk menghindari pajak. Sedangkan di negara belum maju termasuk Indonesia, penegkan hukum pajaknya belum kuat, jadi lebih mudah melakukan tax avasion. Namun kita semua harus yakin secara bertahap Indonesia akan lebih tertib, sehingga yang dilakukan adalah Tax Plan yang sah, sedangkan penghindaran pajak yang illegal akan ditinggalkan. Fraud dan Pencegahannya Menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud adalah: “Perbuatan-perbuatan yang
melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain”. Sedangkan segitiga kecurangan (Fraud Trianggle) dapat
Pressure
Incentives or pressures on management or other employees to materially misstate the financial statements.
THE
FRAUD TRIANGLE
Opportunity
Circumstances that provide an opportunity to carry out a material Misstatement in financial statement.
Rationalization
Attitude that allows an individual 0r situation in which an individual is able to rationalize committing a dishonest act
internationally.
Pengelompokan kecurangan menjadi tiga hal, yaitu: 1. Kecurangan Laporan Keuangan Kecurangan ini didefinisikan sebagai kecurangan oleh manajemen yang merugikan stakeholders khususnya investor, kreditor atau otoritas perpajakan. 2. Penyalahgunaan Aset Kecurangan ini terbagi dalam kecurangan kas dan kecurangan non kas. Kecurangan non kas sangat sering terjadi pada persediaan.
3. Korupsi Kecurangan ini dapat dibedakan ke dalam pertentangan kepentingan ( conflict of interest), suap (bribery), pemberian ilegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion). 1. Conflict Of Interest. Pertentangan kepentingan (conflict of intrest) terjadi saat pegawai memiliki kepentingan ekonomis perorangan yang bertentangan dengan kepentingan organisasi atau entitas usaha. 2. Illegal Gratuity. Pemberian hadiah dari pihak yang diuntungkan kepada pegawai yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan. 3. Bribery. Suap dapat didefinisikan sebagai penawaran, pemberian atau penerimaan segala sesuatu yang memiliki niat untuk mempengaruhi aktivitas atau keputusan seseorang. Termasuk didalamnya adalah unsur mark-up yang dikembalikan dalam bentuk komisi (kickback). 4. Economic extortion. Pemerasan yang dilakukan satu pihak kepada pihak lain. Tindakan preventif diantaranya: 1. Memberi kesejahteraan yang layak kepada pegawai 2. Menjaga kualitas SDM dengan pembekalan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. 3. Memperkuat pengawasan dari atasan maupun dari rekan kerja 4. Memperkuat struktur internal control 5. Menerapkan standar prosudur kerja secara konsisten 6. Memperkuat posisi internal audit 7. Membentuk Komite Audit 8. Menerapkan system risk management 9. Tidak memberikan pekerjaan dari awal sampai akhir kepada satu bagian. 10. Memperkuat instrument anggaran sebagai pengendali organisasi 11. Memperkuat penerapan kode etik Tindakan detektif terdiri dari: 1. Memperbaiki dan menerapkan system tindak lanjut dari pengaduan. 2. Melaporkan transaksi-transaksi khusus diluar standar prosedur baku 3. Mendalami fraud auditing bagi anggota internal audit 4. Memantau gejala-gejala fraud sejak dini, tetapi tidak melanggar aturan social maupun aturan kerja. 5. Berpartisipasi dalam gerakan moral Tindakan represif dapat dilakukan dengan cara: 1. Melakukan investigative audit jika diperlukan 2. Jika bukti mendukung, perlu dilanjutkan ke proses berikutnya. Teguran, peringatan, PHK atau diteruskan ke aparat berwenang. 3. Penyitaan barang bukti, dokumen-dokumen, bahkan kekayaan jika terbukti kekayaan tersebut hasil korupsi perusahaan Belajar dari Kasus Beberapa Negara Terkisah, Klaus Zumwinkel, Direktur Perusahaan Pos Jerman, dikenal sebagai sosok yang bersih. Klaus dikesankan sebagai pemimpin yang tidak terlalu mementingkan kekayaan, melainkan lebih mengutamakan keberhasilan memimpin perusahaan. Ia punya relasi luas di kalangan politik, sekaligus amat memperhatikan
nasib para bawahannya. Tapi citra "bersih dan jujur" itu pupus dalam sekejap ketika petugas kejaksaan menggerebek rumahnya. Aparat hukum itu menuding Klaus terlibat skandal penggelapan pajak dan pelarian dana pribadi ke Bank LGT di Lichtenstein. Bahkan, bersama dia, pada Februari 2008 itu, Kejaksaan Jerman menggeledah rumah ratusan tokoh dan orang kaya lainnya dalam kasus serupa. Menurut catatan harian Deutsche Welle, akibat ulah para pengemplang pajak itu, pemerintah dirugikan sekitar 3,4 milyar euro atau sekitar US$ 5 milyar. Yang menarik adalah cara tim penyelidik kejaksaan Jerman mendapatkan bukti ihwal kecurangan para tokoh dan orang kaya tersebut. Dikabarkan, pada 2006, dinas intelijen Jerman kedatangan seseorang yang menawarkan DVD berisi data Bank LGT. Di situ tertera daftar nama nasabah, berikut laporan rekening bank dan korespondensi dengan para nasabah warga Jerman. Dari pertemuan rahasia itu, dinas intelijen Departemen Keuangan dan Kejaksaan Jerman sepakat bahwa informasi itu sangat berharga. Ketiga lembaga itu pun memutuskan bersedia membeli DVD tersebut seharga US$ 7 juta. Dana ini disisihkan dari anggaran dinas intelijen. Belakangan dicurigai, DVD itu kemungkinan besar berisi data curian. Walau demikian, pihak kejaksaan tidak peduli. Menurut para penegak hukum di sana, yang penting data itu benar dan dapat digunakan di pengadilan. Malah ada yang menyebutnya sebagai investasi yang baik. Sebab, berkat DVD itu, Pemerintah Jerman bisa memperoleh kembali milyaran euro pajak yang digelapkan. Forum Ekonomi Dunia yang berlangsung selama lima hari di Davos, Swiss, rupanya jadi tempat "curhat". Setidaknya hal itu dilakukan Presiden Doris Leuthard pada hari terakhir pertemuan yang membahas situasi mutakhir perekonomian dunia ini. Doris yang merangkap sebagai Menteri Perekonomian Swiss memperingatkan soal penggunaan data ilegal nasabah perbankan. Terutama untuk menjerat para pengemplang pajak yang membenamkan duitnya di Swiss. "Secara umum bisa dibilang, kami yakin bahwa para pemimpin negara menghadapi kesulitan untuk memutuskan penggunaan data ilegal itu," katanya, seperti dikutip AFP. Pernyataan itu muncul setelah beredar kabar bahwa Pemerintah Jerman sedang gencar memburu para penggelap pajak yang menyimpan duit di perbankan Swiss. Masalah mencuat karena otoritas pajak Jerman dituding berusaha memperoleh secara ilegal data para nasabah. Data ihwal 1.500 nasabah bank di Swiss itu konon ditawarkan seorang "pembocor" dengan imbalan 2,5 juta euro atau setara dengan US$ 3,5 juta. Pemerintah Jerman sendiri dikabarkan tengah mempertimbangkan tawaran sang pembocor. Maklum, kerugian yang dipikul pemerintah akibat penggelapan pajak itu sangat besar: 200 juta euro. Hal ini tersirat pada ucapan Kanselir Angela Merkel ketika menanggapi isu itu. "Tujuan kami jelas, bagaimanapun harus memperoleh data itu. Setiap orang yang punya nalar tahu bahwa penggelapan pajak harus diungkap," ujarnya, seperti dikutip The Washington Post. Namun pernyataan Merkel kemudian diperhalus juru bicara Kementerian Keuangan, Michael Fuchs. Ia menegaskan, Pemerintah Jerman tidak berniat membayar sepeser pun untuk memperoleh data itu. Walau demikian, ini yang dikhawatirkan Swiss, pembelian data serupa pernah dilakoni Jerman ketika berusaha menjerat para pengemplang pajak yang menyimpan dana di LGT Bank, Lichtenstein.
Tak pelak lagi, kasus pembocoran data nasabah itu menambah masalah yang sedang merundung perbankan di "negeri arloji" itu. Terutama masalah berkepanjangan yang dialami bank terbesar di sana, UBS, dengan otoritas pajak Amerika Serikat alias Internal Revenue Service (IRS). Genap setahun yang lalu, melalui Departeman Kehakiman, IRS menuntut agar UBS membuka data rekening sejumlah besar nasabah yang berasal dari Amerika. Ketika itu, otoritas pajak Amerika itu tengah mengincar sekitar 52.000 warga kaya yang ditengarai berusaha mengemplang pajak dan membenamkan dana di UBS. Tuntutan ini muncul hanya beberapa jam setelah otoritas Swiss dan Amerika berhasil menyelesaikan sengketa sejenis yang melibatkana 255 nasabah UBS. Sengketa itu berawal dari dugaan penggelapan pajak oleh 255 orang kaya Amerika yang membenamkan dana di UBS. Sementara kasus ini masih bergulir di pengadilan, Departemen Kehakiman Amerika Serikat menuntut UBS menyerahkan data para nasabah curang tersebut. UBS menolak karena menurut undang-undang perbankan negeri itu, data tidak bisa diberikan sebelum pengadilan memvonis mereka bersalah. Kasus itu terus bergulir selama hampir satu tahun. Akhirnya otoritas Swiss dan Amerika mengambil jalan tengah: menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Solusinya, UBS berkewajiban membayar kerugian plus denda pajak yang dibebankan kepada 255 nasabah Amerikanya itu. Nilainya sekitar US$ 780 juta. Di lain pihak, bank itu terlepas dari tuntutan untuk membuka data rekening nasabahnya. Kasus IRS versus UBS itu memang menyita perhatian berbagai pihak. Ada yang menganggapnya sebagai preseden yang diperkirakan bakal diikuti bank dan lembaga keuangan lainnya di Swiss bila diburu kasus pajak nasabah dari Amerika. "Ini merupakan bagian dari langkah umum ke arah transparansi yang lebih besar," ujar Stephanie Jarret dari Firma Hukum Baker & McKenzie, yang bermarkas di Chicago. Selain itu, keberhasilan otoritas pajak Amerika menekan UBS kemungkinan juga bakal diikuti banyak pihak. ''Sukses yang dicapai otoritas pajak Amerika akan mendorong otoritas pajak negara-negara lain menempuh strategi serupa,'' kata seorang pakar hukum pajak di Merril Lynch, seperti dikutip International Herald Tribune. Saran Masukan untuk Perguruan Tinggi 1.
Diharapkan memperbanyak kajian tentang perpajakan di Indonesia. Misalnya mendorong mahasiswa membuat skripsi/thesis perbandingan pajak antara Indonesia dengan negara-negara lain, hubungan tarif pajak dengan penjualan sektor industri tertentu, potensi pajak di regional tertentu, dsb. 2. Mengajarkan mahasiswa dalam kelas simulasi-simulasi kasus perpajakan, simulasi penerimaan negara dari sektor pajak, simulasi penerapan kebijakan fiscal-moneter yang terkait perpajakan dengan acuan teori balon, dsb agar mahasiswa dapat menyelami kondisi realitas dan tidak bosan belajar mata kuliah perpajakan.
3. Mewajibkan setiap dosen minimal 1 kali dalam satu tahun membuat tulisan/kajian mengenai perpajakan (baik pajak pusat maupun daerah) dan hasilnya dikirim ke DJP atau Kanwil Pajak atau Pemda sebagai wujud Tri Dharma PT. 4. Mengajarkan mahasiswa sejak dini dalam hal profesionalisme & integritas. Supaya nanti kalau terjun ke bidang perpajakan akan menjadi SDM yg berkualitas yang memahami peran dan fungsinya. Masukan untuk DJP 1.
Memberikan pelayanan yang lebih maksimal lagi serta memberi kemudahan-kemudahan kepada wajib pajak supaya WP lebih senang & semangat dalam membayar & melaporkan pajaknya. 2. Memberikan support bagi penelitian dan kajian-kajian perpajakan yg dilakukan akademisi atau team gabungan akademisi dan pelaku usaha sehingga akan terjalin simbiosis mutualisme antara DJP dengan Perguruan Tinggi dalam menghasilkan kajian yang lebih mendalam, lebih luas dan mudah diaplikasikan. 3. Memanfaatkan teknologi informasi dalam membantu meningkatkan kualitas & integritas pegawai. Masukan untuk Pelaku Usaha 1.
Menggunakan tax strategy / tax plan untuk efisiensi pajak perusahaan yang tidak melanggar regulasi perpajakan . 2. Melaporkan pajak dan membayar dengan tepat waktu. 3. Memanfaatkan peran account representative sebagai sarana untuk berbagi ilmu, tanya jawab teknis perpajakan, dan membantu memecahkan permasalahan kesulitan bidang perrpajakan. Masukan untuk Pengguna Uang Pajak / Pemberi Layanan Publik 1.
Jadikan uang pajak sebagai amanah yang penggunaannya untuk kesejahteraan dan pelayanan masyarakat secara maksimal. 2. Tidak menggunakan uang pajak untuk kepentingan pribadi atau golongan. 3. Memberikan pelayanan publik secara profesional tanpa membedakan status. Hilangkan kesan “kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah, sesulit apapun kalau ada tips akan jadi mudah” SELAMAT BERSEMINAR Referensi: 1. Harian Republika Juni 2010 2. Harian Kompas Februari 201 0 3. Pajakonline.co 4. www.pajak.go.id 5. Bisnis Indonesia 6. Harian Jawa Pos