PENGGUNAAN DATA HASIL PENGUJIAN UNTUK MENINGKATKAN PENGATURAN KEAMANAN PANGAN : STUDI KASUS SIKLAMAT PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH
SURATMONO NRP F 2520050075
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis : Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan : Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah adalah karya saya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Jakarta, Juni 2009
Suratmono NRP F 2520050075
ii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
iii
ABSTRACT Food School Children is one of the most concerned commodities by The National Agency for National Drug and Food Control (NADFC) because the strategic roles of the food in school children consumption pattern. Therefore, many facts and data are recorded by NADFC recently in regards to the use of additives for school food children, especially the use of cyclamates. The aim of this thesis is to formulate important factors on the regulation of cyclamates. The outcome of the study is a synthetic framework of the important factors, in regards to make a better policy. Nationally or in four selected provinces, the most common food school children found containing cyclamates above permitted level were edible ices (es mambo, lollypop, coconut ice, etc.). Besides that, there was similarity in food school children profile, not only in a national scale but also in four provinces, where the most dominant food school children containing cyclamates were edible ices, beverages, and jelly. Based on the study of the price of food school children, it was shown that the price of food school children influenced the type and quality of available food school children, and it was proven that low price food school children tended to contain cyclamates above permitted level whereas high price food school children do not contain cyclamates or contain cyclamates below the maximum level. Moreover, the excessive use of cyclamates aimed to lower food production cost and to meet the demand of school children who commonly have low amount of pocket money. From the pocket money study, it was shown that the higher school children pocket money, the better quality of food school children sold, in terms of the food did not contain cyclamates and or contained cyclamates below the permitted level. This showed that the characteristics of school children, in this case pocket money and purchasing power, have negative relationship with the use of cyclamates above the permitted level. The study showed that the high price of sugar in market may encourage food vendors to use cyclamates, especially particular food vendors such as those who sold bajigur, es dawet, coconut ice, etc. The expensive sugar influenced the particular food vendors to use cyclamates rather than sugar. Among 81 food school children vendors, all of them stated never obtained warning from the government about their food processing practices. Only nine respondents stated they did. Among 17 food school children vendor respondents, only nine vendors mentioned seeing information about the dosage of cyclamates use on its label, so that many respondents just guessing the dosage without knowing the adverse effects of excessive exposure of cyclamates. The study showed that 92% of 132 elementary school student respondents mentioned that they obtained food safety extension, and generally the respondents only obtained it from their teachers (73,48%). Based on the study of the food school children consumption frequency, 65% respondents stated that they purchase school food children every day, 28% respondents had frequency 3 – 5 times a week purchasing school food children, and only 7% of them only had frequency 1 – 2 times a week. This showed that the frequency of school children consuming food school children was high. If this phenomenon is related to the commonly use of cyclamates above permitted level, then the possibility of cyclamates exposure on Indonesian school children is predicted to be high.
iv
RINGKASAN SURATMONO. Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan; Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah. Dibimbing oleh DAHRUL SYAH dan HARSI DEWANTARI KUSUMANIGRUM. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) merupakan salah satu jenis makanan yang mendapat perhatian khusus dari Badan POM. Hal ini tidak terlepas dari perannya yang strategis dalam pola konsumsi anak-anak. Oleh karena itu sangat banyak data dan fakta yang telah direkam oleh Badan POM dalam kurun waktu terakhir, salah satu komponen yang banyak dianalisis adalah Bahan Tambahan Pangan (BTP) termasuk siklamat. Penulisan tesis ini bertujuan untuk merumuskan beberapa faktor penting untuk pengaturan keamanan pangan siklamat. Luaran penelitian ini berupa kerangka sintesis faktor-faktor penting tersebut dalam rangka melahirkan kebijakan yang lebih baik. Secara khusus kajian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan a. Bagaimana ketaatan pelaksanaan petunjuk teknis dalam rangka menghasilkan data analisis siklamat dalam PJAS; b. Apa PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat; c. Bagaimana keragaman pencapaian MS (memenuhi syarat) dan TMS (tidak memenuhi syarat) dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan dan Keputusan Kepala Badan POM; d. Bagaimana kaitan antara kondisi sosial ekonomi yang diwakili oleh besarnya uang jajan dengan konsumsi PJAS; e. Apa motif-motif penggunaan siklamat dalam PJAS oleh pedagang atau produsen. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, kajian ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu (a) Pendalaman data hasil pengujian beserta petunjuk teknisnya, (b) Pendalaman pelaku yang dipilih secara purposif dan (c) Penarikan butir-butir penting untuk pengaturan keamanan pangan yang lebih baik. Secara umum ditemukan adanya variasi dalam ketaatan untuk mengikuti petunjuk teknis sampling PJAS. Dari 26 propnsi hanya 12 propinsi yang mengikuti syarat √n untuk jumlah SD yang terpilih. Selain itu berdasarkan lokasi SD yang dipilih terdapat keraguan dalam pemilihan secara acak terhadap SD tersebut. Dan propinsi yang memenuhi syarat jumlah SD dipilih 4 propinsi untuk pendalaman yaitu NTB, DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu. Secara nasional maupun di 4 propinsi terpilih, PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007 adalah jenis es ( Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa, dsb.). Selain itu terdapat kesamaan profil PJAS baik secara nasional maupun di 4 propinsi terpilih, PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat adalah jenis es (mambo, lolipop, kelapa, minuman beraroma buah dsb,), sirop/jely dan agar. Adanya dua aturan yang berbeda mengenai pemanis buatan menyebabkan adanya perbedaan kriteria MS dan TMS. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan jenis produk yang menggunakan siklamat. Pendalaman lanjutan terhadap produsen dan konsumen dilakukan secara purposif di 2 SD dengan karakteristik yang berbeda yaitu di SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara. Berdasarkan hasil kajian harga PJAS menunjukkan bahwa harga jual PJAS yang dijajakan di masing-masing sekolah berpengaruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa PJAS dengan harga murah
v
menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan, sementara PJAS dengan harga jual tinggi tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas. Selain itu penggunaan siklamat melebihi batas juga untuk menekan biaya produksi, dan untuk menyesuaikan daya beli anak SD yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah. Dari hasil kajian terhadap uang saku anak sekolah dasar menunjukkan bahwa semakin tinggi uang jajan anak sekolah maka semakin baik kualitas keamanan PJAS yang dijajakan dalam hal ini PJAS yang dijajakan tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Hal ini juga terbukti bahwa karakteristik murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas. Hasil kajian menunjukkan bahwa tingginya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet, es kelapa dan produk lain. Dengan harga gula yang mahal sangat mempengaruhi para pedagang jenis tertentu tersebut untuk menggunakan siklamat secara berlebih selain menggunakan gula. Dari 81 responden pedagang PJAS semuanya menyatakan tidak pernah mendapatkan teguran dari pemerintah setempat mengenai praktek pengolahan pangan yang dilakukannya, meskipun terdapat 9 responden yang menyatakan memperoleh pembinaan. Dari 17 responden pedagang PJAS yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut, sehingga memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebanyak 92 % dari 132 responden murid sekolah dasar menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan, dan umumnya responden murid sekolah dasar memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %). Berdasarkan hasil kajian terhadap frekuensi jajan responden murid sekolah dasar menunjukkan bahwa 65 % responden murid sekolah dasar umumnya jajan setiap hari, 28 % jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan paparan anak sekolah mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap anak sekolah di Indonesia diprediksi tinggi. Berdasarkan kajian ini dapat disimpulkan bahwa (a) masih diperlukan peningkatan ketaatan dalam memenuhi petunjuk teknis sampling PJAS, (b) perlu perhatian khusus terhadap SD yang yang uang jajan rata-rata siswanya rendah, (c) perlu pembinaan dan penyuluhan kepada para produsen/penjaja PJAS khususnya dalam takaran penggunaan siklamat pada PJAS.
vi
PENGGUNAAN DATA HASIL PENGUJIAN UNTUK MENINGKATKAN PENGATURAN KEAMANAN PANGAN; STUDI KASUS SIKLAMAT PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH.
SURATMONO NRP F 2520050075
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
vii
Judul Tugas Akhir : Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan Pangan; Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah Nama : Suratmono NRP : F 2520050075
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum (Anggota)
Dr.Ir. Dahrul Syah (Ketua)
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Lilis Nuraida, MSc
Prof.Dr.Ir.H.Khairil Anwar Notodipuro,MS
Tanggal ujian :
Tanggal lulus :
viii
PRAKATA
Segala puji kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tesis berjudul Penggunaan Data Hasil Pengujian Untuk Meningkatkan Pengaturan Keamanan
Pangan : Studi Kasus Siklamat Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan.
Penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Dahrul Syah dan Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan tesis ini hingga selesai. 2. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana. 3. Ir.Tien Gartini, MSi, selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah memberikan dukungan selama penyelesaian tesis ini. 4. Drs. Sukiman Said Umar, Apt. selaku mantan Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan yang telah memberikan kesempatan dan memberikan dukungan selama penulis melanjutkan sekolah. 5. Rekan-rekan di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan dan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama penyelesaian tesis ini. 6. Mbak Tika, sebagai asisten koordinator program studi pascasarjana teknologi pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang komisi dan memberikan dukungan semangat untuk penyelesaian tesis ini. 7. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penyelesaian studi. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Jakarta, Juni 2009
Suratmono
ix
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Wonosari pada tanggal 28 Juli 1958 sebagai anak kedua dari Bapak Sastro Murtono dan Ibu Yumani. Tahun 1976, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta dan pada tahun 1977 diterima melanjutkan sekolah di Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penulis menyelesaikan program Sarjana Biologi pada tahun 1985. Sejak tahun 1989, penulis bekerja di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor dengan biaya dari Badan POM.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI
xi - xv
I. PENDAHULUAN....................................................................................
1–3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
4
A PEMANIS BUATAN SIKLAMAT ...............................................
5 – 12
A.1. Sifat Fisikokimia ......................................................................
6
A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi ..........................................
6–7
A.3. Toksisitas pada Hewan Percobaan ...........................................
7–9
A.4. Penggunaan dan Manfaat Pemanis Siklamat ...........................
9 – 11
B REGULASI SIKLAMAT ................................................................
11 – 12
B.1. Regulasi Siklamat di Berbagai Negara ...................................
11
B.2. Regulasi Siklamat di Indonesia ................................................
11 – 12
B.3. Peraturan Pelabelan di Indonesia .............................................
12
III. METODOLOGI ........................................................................................
13 – 18
A TAHAPAN KAJIAN DAN ANALISA DATA.................................
13 – 16
B TEMPAT DAN WAKTU KAJIAN..................................................
16
C
17 – 18
RANCANGAN KAJIAN.................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
19
A DATA HASIL PENGUJIAN PJAS 2006…………………………
19 – 21
B PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PERATURAN YANG
21 – 28
BERLAKU ....................................................................................... C
PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PJAS DI 4 PROPINSI
28 – 37
TERPILIH ......................................................................................... D KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PENGGUNAAN ...............
37
SIKLAMAT ...................................................................................... D.1. Karakteristik Pedagang / Penjaja ............................................
38 – 40
D.2. Motivasi penggunaan siklamat ..............................................
40 – 43
D.3. Profil pangan jajanan anak sekolah yang dijajakan ...............
43 – 45
D.4. Profil Penggunaan siklamat oleh Pedagang/Penjaja PJAS ....
45 – 46
xi
Halaman E. KARAKTERISTIK KONSUMEN / MURID ..............................
46
E.1. Profil Murid Sekolah ..........................................................
46 – 47
E.2. Kondisi dan Kebiasaan Murid...............................................
47 – 48
E.3. Persepsi anak sekolah mengenai Keamanan Pangan Tempat PJAS........................................................................
49 – 51
E.4. Penyebaran Informasi Keamanan Pangan Kepada Anak Sekolah.................................................................................
51 – 52
F. PERBANDINGAN REGULASI DI BERBAGAI NEGARA.....
53
G. ASPEK REGULASI YANG OPTIMAL ....................................
54 – 55
H. SINTESIS UNTUK PENGATURAN.........................................
55 – 61
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...............................................
62 – 65
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
66 – 67
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ Petunjuk Teknis Sampling Produk Pangan Jajanan Anak Sekolah .....
69 – 76
Profil Penggunaan Siklamat Pada 3 Jenis PJAS Tahun 2006-2007....
77 - 78
Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan Data Statistik Depdiknas......................................................................
79
Rekap SD Tempat Sampling PJAS Tahun 2006 – 2007......................
80 – 81
Kuisioner Untuk Murid Sekolah Dasar................................................
82 – 84
Kuisioner Untuk Pedagang PJAS.........................................................
85 - 88
Hitungan Biaya Produksi Es Puter.......................................................
89
Hitungan Biaya Produksi Bajigur.........................................................
90
Hitungan Biaya Produksi Es Kelapa....................................................
90
Hitungan Biaya Produksi Es Dawet.....................................................
91
Hitungan Biaya Produksi Agar-agar...................................................
91
Hitungan Biaya Produksi Es Teh.........................................................
92
Perbandingan Hitungan Biaya Produksi Menurut Jenis PJAS.............
92
Keputusan Ka Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 Tentang
93 -103
Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan
xii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Perbandingan SD yang disampling dengan jumlah SD berdasarkan data statistik Depdiknas ........................................
19 - 20
Tabel 2. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan ke dua aturan..............................................................
22
Tabel 3. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat peng gunaan siklamat baik nasional maupun 4 propisi terpilih.......
25
Tabel 4. Perbandingan PJAS yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat..............................................................................
26
Tabel 5. Persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas 2006 – 2007...........................................................................
28
Tabel 6. Perbandingan jumlah responden keuntungan pedagang PJAS berdasarkan omset porsi dan pendapatan............................... Tabel 7. Sumber air yang digunakan untuk memproduksi PJAS..........
29 40
Tabel 8. Perbandingan hitungan biaya produksi dan harga jual PJAS menggunakan siklamat dan tanpa siklamat............................. Tabel 9. Profil PJAS yang dijajakan di SD dengan strata berbeda ........
41 43 - 44
Tabel 10. Jenis jajanan penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada responden................................................................................
51
Tabel 11. Perbandingan regulasi siklamat di berbagai negara ...............
53
Tabel 12. Matrik kontribusi kajian..........................................................
60 – 61
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Plot lokasi sekolah dasar dan sekolah dasar yang terpilih untuk kegiatan pengawasan PJAS......................................
14
Gambar 2. Pengambilan sampel dari pedagang PJAS..........................
14
Gambar 3. Bagan alur penelitian...........................................................
18
Gambar 4. Grafik persentase produk yang menggunakan siklamat di seluruh Indonesia tahun 2004 - 2007...................................
23
Gambar 5. Profil penggunaan siklamat pada PJAS seluruh Indonesia tahun 2006- 2007.................................................................
26
Gambar 6 a dan b. Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) di seluruh Indonesia 2006 – 2007................................................................................
27
Gambar 7. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di 4 propinsi terpilih 2006 – 2007..........................................................
30
Gambar 8 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di 4 propinsi terpilih 2006 –2007............................
30
Gambar 9. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Yogyakarta 2006 –2007....................................................
31
Gambar 10 a dan b Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Yogyakarta 2006 –2007......................................
32
Gambar 11. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Mataram 2006 –2007..................................................
33
Gambar 11 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Mataram 2006 –2007.........................................
34
Gambar 12. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Jakarta 2006 –2007.............................................
35
Gambar 13 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Jakarta 2006 –2007.............................................
35
Gambar 14. Profil PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Bengkulu 2006 –2007...................................................
36
xiv
Gambar 15 a dan b. Proporsi PJAS menggunakan siklamat melebihi batas di Bengkulu 2006 –2007.........................................
37
Gambar 16. Jumlah penjaja berdasarkan jenis PJAS yang di jual ,,,,,,,
38
Gambar 17. Persentase pedagang berdasarkan tempat penjualan PJAS
39
Gambar 18. Persentase tempat dimana pedagang memperoleh Siklamat............................................................................
45
Gambar 19. Grafik jumlah responden berdasarkan uang jajan.............
46
Gambar 20. Grafik jumlah responden berdasarkan frekuensi jajan dalam seminggu................................................................
48
Gambar 21. Grafik jumlah responden berdasarkan alasan membeli Jajanan ..............................................................................
48
Gambar 22. Grafik jumlah tempat responden jajan di sekolah...........
49
Gambar 23. Kondisi tempat berjualan dan cara penyajian pangan.....
50
Gambar 24, Jumlah responden berdasarkan terjadinya gangguan Kesehatan setelah mengonsumsi pangan jajanan............
50
Gambar 25, Grafik jumlah responden berdasarkan informasi keamanan pangan..................................................................
52
Gambar 26. Grafik jumlah jawaban responden berdasarkan instansi yang memberikan penyuluhan keamanan pangan............
52
xv
BAB. I PENDAHULUAN Salah satu aspek keamanan pangan adalah jaminan bahwa pangan yang dikonsumsi memenuhi standar dan persyaratan penggunaan bahan tambahan pangan. Salah satunya adalah bahwa penggunaan siklamat pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) tidak boleh melebihi batas maksimum yang diizinkan. Untuk melindungi konsumen dari penggunaan siklamat pada pangan, Pemerintah Indonesia telah mengatur penggunaan bahan tambahan pangan, dan salah satunya diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Per/Menkes/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, dimana didalamnya diatur mengena i penggunaan siklamat dalam pangan. Dikaitkan dengan aspek sosial ekonomi, studi ini diharapkan dapat diketahui dampak dari penerapan peraturan mengenai siklamat pada PJAS di Indonesia, dan untuk mengetahui dampak positip negatip bagi produsen maupun konsumen, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan/regulasi lebih lanjut. Selain itu karakteristik sosial ekonomi konsumen antara lain dapat diketahui melalui hitungan pengeluaran PJAS. PJAS adalah salah satu contoh komoditas pangan yang sangat banyak digemari oleh anak-anak sekolah karena citarasanya, praktis, mudah dan cepat diperoleh, serta harga terjangkau (Maskar, 2007). Dibalik kelebihan ini pangan jajanan anak sekolah mempunyai masalah besar dalam aspek keamanan pangan (food safety), yang salah satunya adalah penggunaan siklamat pada jajanan anak sekolah dengan kadar melebihi batas maksimum yang diizinkan. Pada tahun 1969, FDA melarang penggunaan siklamat dalam produk pangan, karena
siklamat sering dicampur dengan sakarin, dan ketika
diberikan pada hewan percobaan terlihat ada indikasi menyebabkan kanker, meskipun hasil penelitian ulang tidak terbukti (Syah, et al 2005), namun sampai saat ini FDA masih menunda pengaturan siklamat. Siklamat dapat dimetabolisme menjadi sikloheksilamin, suatu senyawa yang dilaporkan lebih toksik dari siklamat sendiri. Pada percobaan menggunakan tikus dan anjing,
1
sikloheksilamin dilaporkan menyebabkan atropi testis dan mengganggu spermatogenesis (Renwick, 1986). Hasil survey di Malang oleh Badan POM tahun 2004, terkait dengan paparan siklamat dalam PJAS adalah 2,4 kali lipat dari ADI yang berlaku di Indonesia (11 mg/kg/BB). Selain itu kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007) Di berbagai negara, sampai saat ini siklamat masih tetap diizinkan, terutama sebagai kombinasi dengan pemanis buatan lain. Lebih dari
50
negara di dunia, telah melakukan kajian secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk list sweetener yang diizinkan. Meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat, namun beberapa negara membatasinya. Beberapa negara juga tidak me mbolehkan penggunaan siklamat pada pangan seperti Kanada, Jepang, Singapura, Philipina, Malaysia, India, USA, UK dll. Banyak faktor yang menjadi penyebab dipakainya siklamat secara melebihi batas. Penyebab-penyebab ini dapat ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, termasuk infrastruktur yang masih lemah. Beberapa penyebab ini mewujud dalam bentuk rendahnya penerapan cara produksi yang baik, lemahnya regulasi dan pengawasan, rendahnya permodalan penjaja PJAS, serta rendahnya pengetahuan penjaja dan konsumen tentang keamanan pangan. Disamping itu kecenderungan naiknya harga gula dunia memicu para produsen pangan beralih menggunakan siklamat yang harganya relatif murah. Di Indonesia saat ini terdapat 2 (dua) regulasi utama yang berbeda terkait dengan penggunaan siklamat yaitu Permenkes No. 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan dan SK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan (tahun 2004). Hal pokok yang berbeda pada kedua peraturan tersebut adalah untuk 722/88 penggunaan siklamat hanya dibatasi untuk makanan kalori rendah, sedangkan untuk 4547/2004 tidak dibatasi hanya untuk makanan kalori rendah. Adanya kesimpang-siuran peraturan mengenai
2
pemanis buatan tersebut dapat menyebabkan peningkatan penggunaan siklamat pada PJAS di Indonesia. Oleh karena itu untuk menggali lebih dalam terhadap semua faktor yang menjadi hambatan tersebut di atas, maka diperlukan kajian secara mendalam terutama dari dimensi keamanan, regulasi, dan aspek sosial ekonomi. Kajian ini dilakukan untuk menyusun tugas akhir sebagai prasyarat penyelesaian studi pada program magister profesi teknologi pangan pada Program Studi Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Tujuan penulisan tesis ini untuk merumuskan beberapa faktor penting untuk pengaturan keamanan pangan siklamat. Luaran penelitian ini berupa kerangka sintesis faktor- faktor penting tersebut dalam rangka melahirkan kebijakan yang lebih baik. Secara khusus kajian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan terkait dengan penggunaan siklamat dalam Jajanan Anak Sekolah sebagai berikut : a. Bagaimana ketaatan pelaksanaan petunjuk teknis sampling PJAS dalam rangka menghasilkan data analisis sikla mat dalam PJAS ; b. Apa PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat ; c. Bagaimana keragaman pencapaian MS (memenuhi syarat) dan TMS (tidak memenuhi syarat) dengan adamya Peraturan Menteri Kesehatan dan Keputusan Kepala Badan POM ; d. Bagaimana kaitan antara kondisi sosial ekonomi yang diwakili oleh besarnya uang jajan dengan konsumsi PJAS ; e. Apa motif- motif penggunaan siklamat dalam PJAS oleh pedagang atau produsen.
3
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Pangan jajanan yang banyak dijajakan oleh pedagang kaki lima baik yang statis maupun pedagang keliling yang dalam bahasa Inggris disebut street food, yang menurut FAO didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan/atau dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (FAO, 1997). Di banyak negara terutama negara berkembang termasuk Indonesia pangan jajanan mempunyai kontribusi ya ng besar dari sektor informal dalam menunjang perekonomian terutama untuk golongan tertentu. Meningkatnya pangan jajanan yang begitu pesat disebabkan karena peningkatan populasi penduduk,
perubahan
keadaan
sosio
ekonomi,
peningkatan
angka
pengangguran, urbanisasi, dan turisme. Selain itu pangan jajanan
dapat
mejawab tantangan masyarakat terhadap makanan yang murah, mudah, menarik, bervariasi, dan umumnya mempunyai citarasa lezat, serta terkadang dijadikan sebagai “habitual food” (FAO, 1997). Anak-anak sekolah umumnya setiap hari menghabiskan ¼ waktunya di sekolah Sebuah penelitian yang dilakukan tahun 2004 di Jakarta menemukan bahwa uang jajan anak sekolah rata-rata sekarang berkisar antara Rp 2000 – Rp 4000 per hari. Bahkan ada yang mencapai Rp 7000. dan hanya sekitar 5% anak-anak tersebut membawa bekal dari rumah. Karenanya mereka lebih terpapar pada makanan jajanan kaki lima dan mempunyai kemampuan untuk membeli makanan tersebut. Menariknya, makanan jajanan kaki lima menyumbang asupan energi bagi anak sekolah sebanyak 36%, protein 29% dan zat besi 52%(3), sehingga pangan jajanan mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan berperan dalam prestasi belajar anak sekolah. ( Maskar, 2004). Dibalik kelebihan tersebut, pangan jajanan anak sekolah mempunyai masalah besar terhadap keamanan pangan (food safety). Berdasarkan data pengawasan tahun 2006 yang dilakukan Badan POM di 478 Sekolah Dasar yang tersebar di seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa dari 2903 contoh
4
PJAS yang dianalisis, 1069 contoh diantaranya adalah produk Es (es sirop, es mambo, es loypop, dsb), sirop jely, agar, dan minuman ringan, dimana 458 ( 42,84 %) contoh diantaranya mengandung siklamat melebihi batas penggunaan yang diizinkan (BPOM, 2006).
A. PEMANIS BUATAN SIKLAMAT Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
722/Per/Menkes/V/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, pengertian pemanis
buatan
adalah
bahan
tambahan
makanan
yang
dapat
menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Ada tiga kelompok pemanis manis dalam pangan yang biasa dikonsumsi masyarakat baik langsung maupun tidak langsung , yaitu : pemanis berkalori; pemanis rendah kalori; dan pemanis non kalori. Pemanis buatan atau pemanis sintetis merupakan senyawa yang memberikan persepsi rasa manis tetapi tidak (atau hanya sedikit) mempunyai nilai gizi (non-nutritive sweeteners). Pemanis buatan sering ditambahkan ke dalam makanan dan minuman sebagai pengganti gula murni karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan pemanis alami, selain rasanya lebih manis dan harganya lebih murah, pemanis buatan juga dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes). Siklamat adalah merupakan salah satu contoh pemanis non kalori, dimana pemanis non kalori umumnya dibuat dari bahan-bahan kimia atau sintetis, namun ada yang dibuat dari bahan alami meskipun dalam jumlah terbatas. Pemanis non kalori (siklamat) banyak digunakan bagi dunia usaha dalam produk pangan karena sangat menguntungkan, karena dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam menghasilkan rasa manis, dimana tingkat kemanisan siklamat 30 kali gula ( Dahrul, et al 2005), selain itu siklamat juga termasuk pemanis buatan nonkalori yang telah digunakan lebih 50 negara. Pada tahun 1969, FDA melarang penggunaan siklamat dalam produk pangan. Pasalnya siklamat sering dicampur dengan sakarin,
5
dan ketika diberikan pada hewan percobaan terlihat ada indikasi menyebabkab kanker. Namun setelah dilakukan penelitian toksikologi lebih lanjut oleh World Health Organization (WHO), tidak ada bukti siklamat bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker, akhirnya pelarangan tersebut dicabut kembali. A.1. Sifat Fisikokimia Siklamat atau asam sikloheksilsulfamat (CAS-No.100-88-9) memiliki struktur molekul sebagai berikut :
NH O S O OH
Dengan rumus kimia C6 H13NO3 S memiliki massa molekul relatif (Mr) 179,24 g / mol, merupakan senyawa polar dengan nilai logaritma koefisien partisi oktanol – air (Log P), menurut hasil perhitungan dengan program ChemDraw, sebesar 0,35, memiliki kelarutan dalam air 200 g / L, mengalami penguraian pada suhu 265 °C. Sebagai pemanis digunakan juga garam natrium – dan kalsium – sikloheksilsulfamat ( Wikipedia , 2005 ) A.2. Stabilitas dan Reaktivitas Kimiawi Berdasarkan evaluasi Keamanan Pemanis Siklamat oleh Emran, 2007 disampaikan bahwa Siklamat tahan terhadap pemanasan sehingga cocok digunakan pada produk makanan yang harus dimasak pada proses pengolahan. Ikatan antara atom S dan N pada siklamat merupakan ikatan amida, tepatnya amida sulfonat, sehingga disamping keasaman atom H yang terikat pada gugus sulfonat, atom yang terikat pada atom N juga bersifat asam, berdasarkan prinsip NH asiditas. Secara kimiawi ikatan amida tersebut dapat diputus dengan reaksi hidrolisis dengan katalisis asam maupun basa disertai pemanasan, menghasilkan sulfat dan sikloheksilamin. Ikatan amida tersebut lebih
6
stabil dari ikatan ester, sehingga reaksi hidrolisis tersebut juga lebih sulit dilakukan dari pada hidrolisis ester. Namun demikian, pada saluran pencernaan, dengan bantuan mikroba, reaksi hidroslisis dapat terjadi pada suhu tubuh manusia.
A.3. Toksisitas pada hewan percobaan Siklamat dapat dimetabolisme menjadi sikloheksilamin, suatu senyawa yang dilaporkan lebih toksik dari siklamat sendiri (Renwick AG.1986).
Pada
sikloheksilamin
percobaan dilaporkan
menggunakan menyebabkan
tikus atropi
dan testis
anjing, dan
mengganggu spermatogenesis. Penelitian yang dilakukan oleh Takayama melalui hasil uji toksisitas jangka panjang selama 24 tahun dengan menggunakan hewan percobaan kera menunjukkan terjadinya adenocarcinoma pada kolon, carcinoma hepatoselular metastatik, dan adenocarcinoma papilar pada prostat, pada kera yang diberi siklamat. Namun demikian Takayama menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti mengenai karsinogenisitas siklamat karena tumor yang teramati pada hewan percobaan terjadi pada jaringan yang berbeda dan pada frekuensi yang lazim teramati pada kera. Selain itu tidak dilaporkan
menggunakan tikus yang menjadi dasar pelarangan
penggunaan siklamat di Amerika Serikat (Takayama, 2000). Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assesment Commitee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA the Scientific Commitee for Foods of the European Union, dan WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik ( Weichrauch dan Diehl, 2004 ). JECFA menetapkan jumlah batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari (acceptable daily intake = ADI) sebesar 11 mg/kg BB. Indonesia juga menetapkan nilai ADI untuk siklamat sebesar 11 mg/kg. Namun demikian berdasarkan survey paparan yang dilakukan Badan POM di Malang terhadap total 72 responden murid sekolah dasar, menunjukkan asupan harian siklamat sebesar 26,4
7
mg/kg/BB/hari yang berasal dari produk minuman dan snack. Paparan tersebut telah melampaui nilai ADI (11 mg/kgBB/hari) sebesar 2,4 kali. Walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum direview oleh pakar independen, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia diprediksi cukup tinggi. (Emran, 2007). Menurut data dari INCHEM (1999) didapatkan data karsinogen dari binatang yaitu sodium siklamat yang diuji dengan cara oral dalam dua percobaan pada me ncit, salah satu kelompok untuk penelitian multigenerasi, dan dalam tiga penelitian dalam tikus. Tidak ada hubungan peningkatan tumor yang terjadi. Sodium siklamat juga diuji secara oral dalam percobaan lain pada tikus, mencit, hamster dan monyet, tetapi hasilnya tidak dapat di evaluasi karena banyak data yang tidak lengkap. Pada pertemuan itu juga didapatkan evaluasi bahwa tidak cukup kejadian karsinogenitas pada manusia serta tidak cukup percobaan pada binatang yang menyatakan karsinogenitas pada siklamat. Data Calorie Control Counsil menyebutkan bahwa percobaan dengan
siklamat
dosis
yang
tinggi
pada
hewan
percobaan
memperlihatkan bahwa siklamat tidak menyebabkan kanker. Lebih dari 70 penelitian mencakup percobaan mutagenisitas dengan grup yang komprehens iv dengan menggabungkan sedikitnya sepuluh perbedaan methodologis memperlihatkan bahwa siklamat tidak mutagenik. Penelitian pada manusia tidak ditemukan peningkatan risiko kanker, walaupun subyek secara nyata mengkonsumsi siklamat seperti sakarin setiap tahunnya. Tahun 2006 Dematos, dkk. meneliti efek sodium siklamat pada placenta tikus dengan Morphometrik study. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek sodium siklamat pada placenta tikus pada priode embriogenesis. Sodium siklamat diberikan secara intraperitonial dengan dosis 60 mg/kg BB selama sepuluh sampai empat puluh hari masa kehamilan.Sebagai kontrol diberikan larutan saline dengan route yang sama dengan perlakuan. Pada hari ke
8
20 masa kehamilan, 10 fetus (lima ekor dari tiap-tiap kelompok) yang dipilih secara acak . Cara cariometry dipilih untuk evaluasi parameter nuclear dari sel dalam lapisan deciduous dan spongy serta chorionic villi dalam placenta tikus. Ternyata didapatkan hasil bahwa : Perkembangan
fetus
dan
masing- masing
placenta
berkurangu
dibandingkan dengan kontrol, selain itu panjang umbilical-cord diperoleh lebih pendek dibandingkan dengan kontrol. Untuk lapisan deciduous tidak terpengaruh, lapisan spongy placental ditemukan pengaruhnya terutama dalam hal parameter diameter mayor, rata-rata diameter, perimeter, area, volume, volume/rasio area dan eccentricity. Pengaruh pada chorionic villi berdasarkan parameter rata-rata diameter, area, volume dan volume/area rasio. Pada tahun 2000, European Commission menyimpulkan bahwa data epidemiologi baru yang menyatakan bahwa siklamat tidak ada indikasi yang membahayakan untuk mempengaruhi reproduksi manusia baik dalam bentuk siklamat sebagai bahan tambahan pangan maupun terpapar dalam bentuk sikloheksamin. Berdasarkan hasil perkiraan potensi paparan makro siklamat di Indonesia, paparan siklamat masih dibawah nilai ADI. Namun demikian, berdasarkan hasil survey langsung dilapangan di salah satu daerah, walaupun belum mewakili seluruh daerah di Indonesia serta hasil survey tersebut belum di review oleh pakar independen, serta kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007) A.4. Penggunaan dan manfaat Pemanis Siklamat Penggunaan siklamat sebagai pemanis buatan, terkait langsung dengan sejarah penggunaan sakarin sebagai pemanis buatan pertama. Sakarin pertama kali disintesis tahun 1879 oleh Remsen dan Fahlberg dan merupakan senyawa kimia pertama yang digunakan sebagai pemanis buatan. Selama perang dunia I dan II banyak digunakan
9
karena biaya produksinya yang murah. Namun demikian, walaupun sakarin memiliki kemanisan yang jauh lebih kuat dari gula, ternyata memiliki after taste yang pahit. Pada tahun 1950-an after taste yang ditimbulkan sakarin dapat diatasi dengan ditemukannya siklamat. Siklamat memiliki rasa yang lebih baik dari sakarin dan pada penggunaannya kedua pemanis tersebut sering dicampur. Karena karakteristik rasanya yang mirip dengan gula, siklamat bukan hanya digunakan sebagai table top sweetener tetapi juga digunakan dalam produk minuman ringan (Weihrauch dan Diehl, 2004). Pada tahun 1970 FDA melarang penggunaan siklamat di Amerika Serikat setelah menurut studi yang dilakukan oleh Wagner (Wagner, 1970), siklamat dilaporkan me ningkatkan terjadinya insiden kanker kandung kemih pada binatang percobaan (tikus). Evaluasi lanjutan yang dilakukan oleh the Cancer Assessment Committee of the Center for Food Safety dan Applied Nutrition of the FDA, the Scientific Committee for Foods of the European Union, dan oleh WHO menyimpulkan bahwa siklamat tidak bersifat karsinogenik (Weihrauch dan Diehl, 2004). Seperti pemanis non kalori lainnya, siklamat bermanfaat untuk mengontrol berat badan, mengendalikan diabetes, atau membantu mencegah kerusakan gigi. Siklamat, baik dalam bentuk natrium siklamat atau kalsium siklamat, stabil dan larut dalam air. Siklamat digunakan table top sweetener dalam makanan diet dan dalam makanan rendah kalori lainnya. Selain itu siklamat berguna sebagai pengua t rasa ( flavor enhancer ). Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya membuat siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa preparat farmasi dan toiletries. Bila siklamat dikombinasi dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan efek sinergis – memberi rasa manis lebih besar dibandingkan digunakan secara tunggal. Selain itu, after taste yang timbul dari penggunaan tunggal dapat ditutupi dengan penggunaan kombinasi
10
pemanis. Contohnya campuran 10 bagian siklamat dan 1 bagian sakarin sudah digunakan secara luas pada makanan dan minuman sejak tahun 1960.
B. REGULASI SIKLAMAT B.1. Regulasi Siklamat di berbagai negara Di berbagai negara, sampai saat ini siklamat masih tetap diizinkan, terutama sebagai kombinasi dengan pemanis buatan lain. Lebih dari 50 negara di dunia, telah melakukan kajian secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk list sweetener yang diizinkan. Meskipun banyak kajian ilmiah membuktikan keamanan siklamat, namun beberapa negara membatasinya. Kontroversi mengenai siklamat berdasarkan pada satu penelitian yang menemukan tumor kandung kemih pada beberapa tikus yang diberi makan siklamat dosis tinggi. Dengan alasan inilah USA melarang siklamat pada tahun 1970 dan beberapa negara membatasi penggunaannya. Sejak 1970, kajian terbaru dilakukan dan beberapa negara mempertimbangkan kembali penggunaan siklamat. B.2. Regulasi Siklamat di Indonesia Sesuai
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
722/Per/Menkes/V1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahwa pemanis siklamat pengaturannya hanya boleh digunakan bagi makanan berkalori rendah meliputi : Permen Karet (500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Permen (1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Saus (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Es krim dan sejenisnya (2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Es Lilin (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Jem dan Jeli (2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Ringan (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuman Yoghurt (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuman Ringan fermentasi (500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat). Berdasarkan kajia n dan penelitiannya, JECFA menetapkan jumlah
11
batas maksimum konsumsi siklamat dalam satu hari
(
acceptable daily intake = ADI ) sebesar 11 mg/kg BB. B.3. Peraturan Pelabelan di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, dalam penjelasannya antara lain bahwa pangan yang mengandung bahan tambahan pangan golongan antioksidan, pemanis buatan, pengawet, pewarna, dan penguat rasa harus dicantumkan pula nama bahan tambahan pangan, dan nomo r indek khusus untuk pewarna. Selain itu pada label sediaan pemanis buatan dan pangan yang mengandung pemanis buatan mencantumkan tulisan yang menyatakan bahwa pangan tersebut untuk penderita diabetes dan atau orang yang membutuhkan pangan yang berkalori rendah, dan juga harus mencantumkan tulisan mengandung gula dan pemanis buatan, jika pangan tersebut selain mengandung pemanis buatan juga mengandung gula. Menurut SK Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, bahwa penggunaan siklamat pada produk pangan tidak dibatasi hanya pada produk pangan berkalori rendah, melainkan diizinkan untuk pangan lain pada umumnya.
12
BAB. III METODOLOGI A. TAHAPAN KAJIAN Tahapan kajian penelitian ini dilakukan seperti terlihat pada Gambar 3. bagan alir penelitian dengan uraian dibawah ini. 1. Pengumpulan data sekunder pengawasan PJAS. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data-data hasil laporan Pengawasan PJAS dari Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dari tahun 2004
sampai
dengan tahun 2007, yang dihimpun melalui Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM. 2. Seleksi data sekunder , pemilihan data sekunder ditentukan sesuai kriteria yang ditetapkan berdasarkan Petunjuk Teknis Sampling PJAS dari Badan POM tahun 2006 (Lampiran 1), antara lain yaitu : a. PJAS yang sering dan diduga mengandung Bahan Tambahan Pangan terlarang/cemaran. b. Sebagai tindak lanjut karena adanya kasus /masalah dari suatu produk PJAS yang terbukti tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil sampling tahun sebelumnya. c. PJAS yang sangat diminati anak-anak sekolah. d. PJAS yang produsennya berada di Wilayah Balai Besar/Balai POM di ibu kota propinsi yang bersangkutan dengan skala kelas menengah ke bawah. e. PJAS yang peredarannya luas 3. Untuk menarik sampel pangan jajanan anak sekolah yang dijual di sekitar sekolah dapat digambarkan seperti terlihat dalam gambar 2 sebagai berikut :
13
Gambar 1 :
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Plot lokasi sekolah dasar dan sekolah dasar yang terpilih untuk kegiatan
pengawasan
PJAS Keterangan : .
= Sekolah dasar = Sekolah dasar yang terpilih untuk intervensi
a. Inventarisasi lokasi seluruh sekolah dasar yang terdapat di sekitar ibukota propinsi. b. Lokasi seluruh sekolah dasar yang telah diinventarisasi diplotkan pada peta ibukota propinsi sehingga tergambar penyebarannya. c. Menentukan jumlah sekolah dasar yang akan dijadikan lokasi untuk kegiatan sampling pangan jajanan anak sekolah, yaitu dihitung sama dengan v n, dimana n = jumlah seluruh sekolah dasar yang tedapat di ibukota. Contoh: Atas dasar inventarisasi, diketahui jumlah sekolah dasar di seluruh ibukota propinsi adalah 100 buah, maka jumlah sekolah dasar yang harus diambil sebagai sampel sekolah dalam kegiatan sampling ini adalah v 100= 10 buah. Pada diagram di atas, secara acak 10 sekolah dasar ditetapkan sebagai sampel sekolah dasar yang masuk dalam kegiatan sampling. Penyebaran kesepuluh sekolah dasar tersebut diupayakan merata di seluruh ibukota. 12 pedagang pangan jajanan per sekolah dasar: • Minuman berwarna merah • Es berwarna merah • Sirop berwarna merah • Mie • Baso • Snak (tahu si, cilok, dsb)
Sekolah Dasar
Gambar 2. Pengambilan Sampel dari Pedagang PJAS
14
Keterangan:
Dari setiap sekolah dasar dipilih sebanyak 12
pedagang jajanan yang menjual minuman, es, dan sirop berwarna merah, serta pedagang jajanan yang menjual mie, baso, dan snak yang terbuat dari bahan tepung seperti tepung terigu, tepung beras, tapioka, atau sagu. Selanjutnya setiap jenis pangan yang dijual diambil 2 sampel dari 2 pedagang yang berbeda, sehingga ada 12 sampel pangan dari setiap sekolah. a.
Memilih sekolah-sekolah dasar sejumlah yang ditetapkan pada butir 3 c di atas pada peta lokasi sekolah-sekolah dasar tersebut di atas, sedemikian rupa sehingga lokasi sekolah-sekolah dasar yang terpilih itu tersebar merata di seluruh ibukota propinsi.
b.
Melakukan survey awal untuk melihat apakah pedagang yang mejajakan pangannya di sekitar sekolah-sekolah dasar itu cukup banyak jumlahnya dan cukup beragam jenis pangan yang dijajakannya.
Jenis pangan yang akan diambil sampelnya
adalah minuman, sirop atau jeli-jeli dan agar-agar serta es berwarna merah, snak seperti bakwan, tahu isi, cilok, serta mie dan baso. Jika di sekitar sekolah dasar yang diukunjungi tidak terdapat cukup banyak pedagang yang berjualan, maka lokasi sampel ini dapat diganti dengan lokasi sekolah dasar lainnya yang berdekatan. c.
Mengambil enam jenis produk pangan yang dijajakan untuk dijadikan sampel surveilan, yaitu tiga dari kelompok minuman yang berwarna merah untuk pengujian rhodamin B dan kadar pemanis buatan (misalnya minuman, es, sirop, jeli-jeli, agaragar), dan tiga dari kelompok lainnya (misalnya mie, baso, bakwan atau tahu isi) untuk pengujian bahan kimia yang dilarang digunakan dalam pangan seperti boraks dan formalin. Enam jenis sampel diambil dari dari beberapa pedagang jajanan, minimum dua padagang atau pengrajin yang berbeda.
4. Identifikasi produk dan daerah yang paling bermasalah mengenai keragaman penggunaan siklamat pada jajanan anak sekolah antar
15
propinsi dengan
70 % (cut-off) produk terbanyak menggunakan
siklamat 5. Penetapan produk dan lokasi yang dijadikan obyek kajian Kriteria penetapan tempat sampling adalah : •
Provinsi dimana berdasarkan hasil evaluasi menunjukkan tingkat kesesuaian yang tinggi antara petujuk teknis prioritas sampling jajanan anak sekolah yang dikeluarkan Badan POM tahun 2006.
•
Kesuaian antara jumlah Sekolah Dasar yang dijadikan sasaran sampling apakah telah sesuai dengan akar n, dimana n adalah jumlah SD di Kota ibu kota Provinsi berdasarkan data dari Depdiknas. (Lampiran 7).
•
Penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada jajanan anak sekolah dengan 70 % produk terbanyak menggunakan siklamat.
6. Wawancara pendalaman
data
dan
informasi
untuk
menjawab
pertanyaan terkait karakteristik sosial ekonomi konsumen dan pedagang 7. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data sekunder maupun wawancara, dengan menggunakan metode SPSS 8. Sintesis butir-butir penting terkait denga n pengaturan keamanan pangan `di Indonesia khususnya siklamat. 9. Penyusunan hasil kajian untuk kontribusi dalam kebijakan penggunaan siklamat PJAS di Indonesia.
B. TEMPAT DAN WAKTU KAJIAN Kajian dilaksanakan di Jakarta, untuk pengambilan data sekunder dilakukan di 26 ibu kota propinsi di sejumlah sekolah dasar melalui laporan hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah pada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan 2006 - 2007, dan untuk data primer dilakukan di Bengkulu, Jakarta, Yogyakarta, dan Mataram yang diharapkan dapat merepresentasikan gambaran permasalahan jajanan anak sekolah di Indonesia. Waktu pengkajian dilakukan pada bulan November 2007 – April 2008.
16
C. RANCANGAN KAJIAN DAN ANALISIS DATA Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 13. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh SPSS, Inc. sejak tahun 1968 dan telah mengalami perkembangan hingga versi terbarunya, yakni versi 16. Perangkat lunak ini merupakan perangkat yang umumnya digunakan untuk menganalisis data. Banyak pengujian statistik yang terdapat di dalam sotware tersebut, diantaranya fasilitas untuk pengolahan data statistik nonparametrik (Chi-square, Mann-Whitney, Mc Nemar Ttest) dan untuk pengolahan data regresi baik linear maupun multi linear. Data kuesioner yang terkumpul terlebih dahulu akan dientrikan ke dalam SPSS ini, kemudian dianalisis berdasarkan parameter yang telah ditentukan. Misalnya, analisis regresi linear akan digunakan untuk mengetahui korelasi antara tingkat perekonomian produsen dengan penggunaan pemanis buatan dsb., sehingga dapat menjawab hipotesahipotesa yang telah dikemukakan.
17
Data-data Hasil Laporan Pengawasan PJAS
Kriteria menurut Juknis BPOM
Tidak sesuai Juknis Sampling BPOM
Tidak dipakai
Ya Identifikasi produk dan daerah yang paling bermasalah
Penetapan Lokasi kajian
Karakter Konsumen, Pedagang
Pendalaman Data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik social ekonomi konsumen (murid sekolah) dan pedagang
Analisis data Kuesioner dengan Program SPSS
Sintesis Butir-butir Penting
Regulasi pembanding di berbagai negara
Rekomendasi
Gambar 3. bagan alir penelitian
18
BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. DATA HASIL PENGUJIAN PJAS 2006 Semua hasil pengumpulan data sekunder pengujian PJAS ditabulasikan menur ut profil penggunaan siklamat pada PJAS dan perbandingan jumlah SD yang disampling dengan jumlah SD berdasarkan data statistik Departemen Pendidikan Nasional. Hasil tabulasi ini dievaluasi berdasarkan kesesuaian antara kriteria yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis Sampling PJAS Badan POM
dengan pelaksanaan di lapang yang dilakukan oleh masing- masing
Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia. Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dalam penetapan jumlah SD yang memenuhi kriteria tersebut ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Perbandingan SD Yang Disampling Dengan Jumlah SD Berdasarkan Data Statistik Depdiknas 2006 No
Nama Balai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Aceh Medan Padang Pekanbaru Jambi Palembang Bengkulu B. Lampung Jakarta Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Pontianak Palangkaraya Banjarmasin Samarinda Manado Palu Makassar Kendari
Jumlah SD yg di sampling 8 9 27 45 15 8 28 17 18 54 27 15 39 15 11 25 14 10 6 17 9
Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n 119 788 413 233 248 410 96 240 4163 923 694 225 934 195 118 281 216 259 155 443 119
Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = vn 11 28 20 15 15 20 10 15 64 30 26 15 30 14 11 17 14 16 12 21 11
19
No 22 23 24 25 26
Nama Balai Denpasar Mataram Kupang Ambon Jayapura JUMLAH
Jumlah SD yg di sampling 14 12 12 14 6 475
Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n 209 114 115 181 100 11991
Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = vn 14 11 11 14 10 486
Dari tabel di atas terlihat dari 26 Bala i Besar/Balai POM hanya 17 Balai Besar/Balai POM yang memenuhi kriteria seperti terlihat dalam tabel 1 tersebut di atas. Evaluasi terhadap kriteria lain yaitu mengenai jumlah dan jenis PJAS yang diuji dari sekolah terpilih dengan fokus pengujian siklamat pada PJAS
menunjukkan, dari segi jumlah contoh yang diuji terdapat 4
propinsi yaitu NAD, Jawa Barat, Kalbar, dan Kalsel yang jumlah contohnya kurang dari 20 contoh dan tidak sebanding dengan jumlah SD yang dijadikan lokasi sampling, sehingga datanya dianggap kurang mewakili. Berdasarkan jenis PJAS yang paling sering menggunakan siklamat menur ut kriteria yang telah disebutkan dalam Juknis Sampling PJAS Badan POM meliputi jenis minuman berwarna merah, es (es mambo, es lolipop, es mimuman beraroma buah, es kelapa dsb), dan sirop, agar/jely, menunjukkan seluruh Balai Besar/Balai POM melakukan pengujian jenis PJAS es dan sejenisnya. Untuk jenis minuman berwarna merah hanya 17 propinsi yang melakukan pengujian siklamat pada jenis PJAS es. Sedangkan untuk jenis sirop, agar/jelly terdapat 2 propinsi yang sama sekali tidak melakukan pengujian siklamat, dan terdapat 10 propinsi yang jumlah contohnya kurang dari 10 contoh (lampiran 2 a dan b). Mengingat keterbatasan data-data yang ada maka kajian ini merupakan studi kasus penggunaan siklamat pada PJAS tahun 2006-2007, diharapkan hasil kajian dapat digunakan untuk perbaikan pengaturan keamanan pangan. Dengan data-data tersebut dapat ditentukan lokasi (propinsi) yang dijadikan obyek pendalaman terhadap produsen/penjaja PJAS dan konsumen dalam hal ini murid sekolah dasar, dipilih propinsi yang selain memenuhi kriteria tersebut di atas yaitu kesesuaian jumlah SD yang harus dijadikan
20
sasaran pengambilan contoh dan jumlah contoh yang di uji , juga mempertimbangkan persentase penggunaan siklamat yang tidak memenuhi syarat lebih 70 % dengan alasan bahwa di propinsi yang bersangkutan PJAS yang dijajakan masih mempunyai masalah besar terhadap penggunaan siklamat. Kecuali untuk DKI Jakarta meskipun tidak memenuhi kriteria di atas tetap dijadikan obyek untuk pendalaman dengan pertimbangan bahwa DKI Jakarta
mudah
dijangkau
khususnya
dalam
pendalaman
terhadap
produsen/penjaja PJAS maupun konsumen (murid sekolah dasar). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas maka ditetapkan 4 propinsi terpilih yang dijadikan obyek pendalaman yaitu NTB, DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu.
B. PENGGUNAAN SIKLAMAT DALAM PERATURAN YANG BERLAKU.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/Per/Menkes/V/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, pemanis siklamat hanya boleh digunakan bagi makanan berkalori rendah meliputi : Permen Karet ( 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Permen ( 1 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Saus ( 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Es krim dan sejenisnya ( 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Es Lilin ( 3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Jem dan Jeli ( 2 g/kg dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Ringan (3 g/kg) dihitung sebagai asam siklamat ); Minuman Yoghurt (3 g/kg dihitung sebagai asam siklamat); Minuma n Ringan fermentasi ( 500 mg/kg dihitung sebagai asam siklamat ). Sementara itu berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor
HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, penggunaan siklamat pada produk pangan tidak dibatasi hanya pada produk pangan berkalori rendah, melainkan diizinkan untuk pangan lain pada umumnya, kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Adanya perbedaan dua aturan tersebut menyebabkan adanya perbedaan kriteria dalam penentuan produk menggunakan siklamat yang
21
memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat seperti terlihat dalam Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Kriteria memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat berdasarkan kedua aturan Pengaturan Permenkes 722/88
Kriteria memenuhi syarat • Hanya produk kalori rendah
Kriteria tidak memenuhi syarat • Jika produk kalori rendah
yang boleh pakai siklamat
ditemukan positip siklamat,
dan takaran sesuai aturan
tapi label tidak menuliskan
• Label harus memenuhi syarat
ketentuan label untuk produk
ketentuan label produk
mengandung pemanis Jika
mengandung pemanis buatan
produk kalori rendah menggunakan siklamat melebihi batas
SK Ka Badan POM
• Tidak terbatas produk
• Hanya produk mengguna-
No.HK.00.05.5.1.45
kalori rendah atau dg batas
kan siklamat dengan
47 Tahun 2004
penggunaan sesuai takaran
kadar yang melebihi batas, berdasarkan setiap jenis pangan
Denga n mulai diberlakukannya Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, diduga semakin banyak jenis pangan yang menggunakan siklamat. Hipotesis ya ng diuji adalah adanya dua peraturan perundangan yang berbeda mengenai pemanis buatan menyebabkan peningkatan penggunaan siklamat yang melebihi batas dalam PJAS di Indonesia. Data yang di analisis adalah data hasil pengawasan terhadap PJAS yang dilakukan oleh Badan POM dari tahun 2004 – 2007 di seluruh Indonesia. Selanjutnya untuk studi pendalaman dipilih propinsi yang berdasarkan hasil pengujian terhadap penggunaan siklamat pada PJAS
mencapai 70 % (cut-off) produk
menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan. Berdasarkan kriteria tersebut maka dipilih 4 propinsi yaitu Bengkulu, DKI Jakarta, DIY, dan NTB.
22
Gambar 4. Grafik persentase produk yang menggunakan siklamat di seluruh Indonesia Tahun 2004 - 2007 40
36.53
35 29.66
30 25
persentase nasional
20
15.78
15 10
9.22 9.03
13.36
15.89
9.32 n pembagi adl jml total PJAS yg disampling
5 0
2004
2005
2006
70
66.47
60
40
54.55 42.28
41.17
30 20
2007
79.74
80
50
42.88
18.21
2004
persentase nasional persentase 4 prop
26.14
n pembagi adl jml PJAS yg diuji siklamat
10 0
persentase 4 prop
2005
2006
2007
Dari gambar di atas terlihat dengan adanya 2 versi n pembagi merupakan bukti bahwa ada peningkatan jumlah produk yang menggunakan siklamat melebihi batas, dimana untuk versi n pembagi adalah jumlah PJAS yang di uji siklamat, persentase kenaikan dari tahun 2004 ke 2005 naik sebesar 7,93 %, dari tahun 2005 ke 2006 naik sebesar 16,70 %, dan dari tahun 2006 ke 2007 naik sebesar 0,60 %. Sedangkan persentase produk yang
23
menggunakan siklamat melebihi batas, secara nasional pada tahun 2004 sebesar 18,21 %, tahun 2005 26,14 %, tahun 2006 42,28 %, dan tahun 2007 sebesar 42,88 %. Peningkatan yang signifikan juga terlihat di 4 propinsi yaitu 41,17 % pada tahun 2004 menjadi 54,55 % pada tahun 2005, dan dari 54,55 % pada tahun 2005 menjadi 79,74 % pada tahun 2006, meskipun pada tahun 2007 terjadi penurunan dari 79,74 % pada tahun 2006 menjadi 67,66 % pada tahun 2007. Hal ini diduga akibat karena pemberlakuan Surat Keputusan Kepala Badan POM No.HK. 00. 05. 5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, yang mulai diberlakukan tahun 2005, sehingga yang semula aturan penggunaan siklamat hanya terbatas untuk pangan kalori rendah, setelah adanya Surat Keputusan Kepala Badan POM tersebut, penggunaan siklamat tidak hanya terbatas pada produk pangan kalori rendah melainkan untuk semua jenis pangan termasuk pangan jajanan anak sekolah (PJAS), kecuali kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Aspek lain yang menarik untuk diikuti adalah perubahan persentase yang tidak memenuhi syarat (TMS). Kriteria memenuhi syarat (MS) dan tidak memenuhi syarat (TMS) berdasarkan kedua aturan disajikan seperti pada Tabel 2 tersebut di atas. Kriteria ya ng berbeda dapat berdampak pada penentuan memenuhi syarat (MS) maupun tidak memenuhi syarat (TMS) suatu produk. Sebagai contoh sebuah produk PJAS (Minuman Ringan) yang menggunakan siklamat, sepanjang kadar siklamat yang ada dalam minuman ringan tersebut tidak melebihi batas maksimum yang diizinkan maka berdasarkan aturan baru tersebut, minuman ringan tersebut dikatakan memenuhi syarat. Sebaliknya mengacu Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, dalam kasus ini minuman ringan (PJAS) adalah tidak termasuk sebagai produk pangan kalori rendah meskipun kadar yang digunakan masih dibawah ambang batas yang diizinkan maka minuman ringan tersebut berdasarkan Permenkes 722/88 dikatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam hal penggunaan siklamat.
24
Dengan kriteria tersebut di atas persentase tidak memenuhi syarat (TMS) untuk PJAS baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih disajikan dalam Tabel 3 sebagai berikut Tabel 3. Persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat penggunaan siklamat baik nasional maupun gabungan 4 propinsi terpilih
Minuman Es(Mambo, Lolipop,dsb) Sirop, Jely,agar JUMLAH
2004 2005 Nasional Propinsi Nasional Propinsi (%) (%) (%) (%) 1,04 2,95 4,26 12,78
2006 Nasional Propinsi (%) (%) 5, 17 8,50
2007 Nasional Propinsi (%) (%) 6,93 7,29
14,54
34.98
19,67
38,49
28,06
62,09
27,65
50,61
2,63
3,24
2,21
3,28
9,05
9,15
8,30
9,76
18,21
41,17
26,14
54.55
42,28
79,74
42,88
67,66
Sesuai dengan kriteria yang ditetapkan pada Petunjuk Teknis Sampling PJAS tahun 2006 yang diterbitkan oleh Badan POM; yang dikatagorikan sebagai minuman adalah minuman ya ng berwarna merah; sedangkan minuman yang tidak berwarna merah yang umumnya disajikan dengan es masuk dalam katagori Es; selain itu jenis-jenis es seperti es mambo, es cendol, es lolipop, es aroma buah, es teh, es kelapa termasuk es sirop juga dikatagorikan sebagai jenis Es ; Sedangkan untuk katagori sirop masih dalam kondisi belum dicairkan baik dengan air maupun dengan es. Mengingat adanya perbedaan kriteria memenuhi syarat (MS) tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat dalam PJAS
dan
seperti
yang sudah diuraikan di atas, maka bahasan selanjutnya difokuskan pada tahun 2006-2007 dengan pertimbangan bahwa selain adanya perbedaan regulasi, juga karena petunjuk teknis sampling yang dipakai BPOM untuk tahun 2006-2007 sama. Berdasarkan jenis PJAS tahun 2006 - 2007 yang diambil dari para penjaja di lingkungan Sekolah Dasar, PJAS yang menggunakan siklamat dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis seperti terlihat tabel 4 di bawah ini.
25
Tabel 4. Perbandingan PJAS yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat
2006
2007
Memenuhi Syarat Penggunaan Siklamat 2006 2007
234
254
176
178
58
76
558
597
258
294
300
303
Sirop, Jelly, Agar
277
245
183
154
94
91
TOTAL
1069
1096
617
626
452
470
Jenis pangan
Minuman
Jumlah PJAS Yang Diuji Siklamat
Tidak Memenuhi Syarat Penggunaan Siklamat 2006 2007
Es(Mambo, lolipop,dsb)
Secara nasional data hasil pengawasan BPOM pada tahun 2006, dari 1069 yang diuji kandungan siklamatnya untuk jenis es (es mambo, lolipop, dsb.), jeli/agar-agar, dan minuman, 452 (42,28 %) contoh diantaranya menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Sedangkan pada tahun 2007 dari 1096 yang diuji kandungan siklamatnya, 470 (42,88 %) contoh diantaranya menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan seperti terlihat pada gambar 5 di bawah ini. 700 600
617
626
500 400
452
470
MS
300
TMS
200 100 0 Tahun 2006 Tahun 2007
`
Gambar 5. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2006 -2007
26
Persentase tidak memenuhi syarat (TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2006 – 2007 terlihat dalam Gambar 6 a dan b di bawah ini.
TMS 42.28%
TMS 42.88% MS 57.12%
MS 57.72%
Gambar 6 a. Persentase tidak memenuhi syarat
Gambar 6 b. Persentase tidak memenuhi syarat (TMS)
(TMS) dan memenuhi syarat (MS) penggunaan
dan memenuhi syarat (MS) penggunaan siklamat pada
siklamat pada PJAS di seluruh Indonesia Tahun
PJAS di seluruh Indonesia Tahun 2007
2006
Data di atas menunjukkan bahwa secara nasional jenis produk PJAS yang paling banyak meggunakan siklamat melebihi batas adalah Es (Es Mambo, Lolipop, dsb.) sebanyak 300 (28,06 %) Tahun 2006 dan 303 (27,65 %) Tahun 2007 (BPOM, 2006-2007). Banyaknya penggunaan siklamat pada produk-produk tersebut, hal ini diduga antara lain karena daya beli masyarakat (murid SD) rendah, harga gula relatif mahal dibanding apabila menggunakan siklamat, karena alasan ekonomi dimana pedagang PJAS ingin mendapatkan keuntungan lebih, dan karena ketidaktahuan pedagang bahwa penggunaan siklamat secara berlebih akan berdampak buruk terhadap kesehatan serta rendahnya tingkat pendidikan para penjaja. Hal ini didukung dari hasil pengujian di PPOMN bahwa produk-produk yang dijajakan pada sekolah dasar dengan daya beli rendah didasarkan pada uang saku yang rendah dan harga jual PJAS yang murah ternyata produk-produk dimaksud hasilnya menunjukkan adanya penggunaan siklamat secara melebihi batas dibanding dengan PJAS yang dijual di sekolah dengan daya beli lebih tinggi dan produk dijual dengan
27
harga 4 x lipat dari harga yang dijual di SD strata rendah dan hasil uji terhadap siklamat negatip. Rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/timbangan juga memicu penggunaan siklamat berlebih, dimana 21
responden (pedagang) tidak ada satupun yang menggunakan
takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula.
C. PENGGUNAAN
SIKLAMAT
DALAM
PJAS
DI
4
PROPINSI
TERPILIH Diantara 4 propinsi terpilih
terdapat variasi dalam hal tidak
memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat secara melebihi batas dalam PJAS seperti Tabel 5 di bawah ini. Pada propinsi DIY dan NTB persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS tahun 2007 cenderung terjadi penurunan dibandingkan tahun 2006, namun masih relatif tinggi yaitu DIY 50 % (2007) dan NTB 40.54 % (2007) Sedangkan propinsi DKI Jakarta dan Bengkulu persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS tahun 2007 cenderung terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2006 yaitu DKI Jakarta 92,85 % (2007) dan Bengkulu 93,61 % (2007). Tabel 5. Persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas 2006 - 2007 Jenis PJAS Minuman Es (Mambo, Lolipop, dsb). Sirup, Jely, Agar
DI Y (%) 2006 2007 22,73 -
DKI Jakarta (%) 2006 2007 14,29 28,57
NTB (%) 2006 2007 5,41
Bengkulu (%) 2006 2007 -
27,27
37,50
47,62
35,71
76,00
32,43
85,71
87,23
13,64 63,64
12,50 50,00
14,29 76,72
28,57 92,85
76,00
2,70 40,54
7,94 93,65
6,38 93,61
Dari tabel terlihat di beberapa propinsi tidak ditemukan adanya persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada jenis minuman ( - ), hal ini disebabkan karena beberapa alasan yaitu untuk propinsi bengkulu bahwa minuman (selain warna merah) seperti es teh, es beraroma buah sudah termasuk dalam sampling jenis es sementara untuk minuman berwarna merah
28
hanya diuji untuk parameter rhodamin-B sehingga dalam tabel untuk minuman tampak kosong ( - ); untuk NTB memang tahun 2006 untuk jenis minuman (warna merah) tidak diuji siklamat, dan untuk jenis sirop, jely, dan agar hasil uji siklamat memenuhi syarat; sedangkan untuk DIY pada tahun 2007 untuk jenis minuman (warna merah) juga memenuhi syarat penggunaan siklamat. Dari uraian dan tabel tersebut terlihat bahwa keragaman antar propinsi masih sulit dijelaskan. Hal ini terkait dengan keadaan sosial ekonomi dan program-program tentang keamanan pangan PJAS yang dilaksanakan di masing- masing daerah. Untuk DIY dan NTB dapat terjadi karena di kedua propinsi tersebut ada program-program pembinaan PJAS yang dilakukan secara terpadu antar stakeholder dengan membentuk jejaring pengawasan keamanan pangan, jejaring intelijen pangan dan jejaring promosi keamanan pangan yang didukung oleh komitmen Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/ Kota baik program maupun anggaran. Sementara itu untuk propinsi DKI Jakarta dan Bengkulu belum tampak secara signifikan adanya program-program terpadu terkait dengan pembinaan PJAS seperti halnya yang dilakukan di NTB dan DIY. Kompleksitas khusus untuk propinsi DKI Jakarta ditinjau dari aspek sosial ekonomi jelas akan berpengaruh terhadap kondisi tingkat keamanan PJAS dibandingkan dengan propinsi NTB dan DIY. Profil penggunaan siklamat pada PJAS
di gabungan 4 propinsi
terpilih menunjukkan bahwa persentase tidak memenuhi syarat (TMS) penggunaan siklamat dalam PJAS secara melebihi batas yang diizinkan antara tahun 2006 – 2007, ada kecenderungan menurun, yaitu tahun 2006 terdapat 122 (79,74%) contoh dan tahun 2007 113 (67,66 %) contoh seperti terlihat dalam gambar 6 di bawah ini. Walaupun cenderung menurun yaitu sebesar 12,08 % namun persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS masih tinggi yaitu sebesar 67,66 %, dan diharapkan dalam 4 (empat) tahun kedepan persentase penggunaan siklamat melebihi batas pada PJAS dapat ditekan menjadi kurang dari 10 % melalui berbagai upaya yang harus dilakukan secara terpadu oleh stakeholder.
29
140 122
120
113 100 80 60 54 40
31
20
Memenuhi Syarat 0
Tahun 2006 Tahun 2007
Tidak memenuhi syarat
Gambar 7. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di 4 propinsi terpilih 2006 – 2007
Adapun proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 20062007 di 4 propinsi terpilih seperti terlihat dalam Gambar 8a dan b.
Minuman 8.50%
MS
Minuman 6.10%
MS 20.26%
33.54%
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 9.76%
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 9.15%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 62.09%
N=153 MS = Memenuhi Syarat
Gambar 8a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamatmelebihi batas maksimal di 4 propinsi terpilih tahun 2006
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 50.61%
N=167 MS = Memenuhi Syarat
Gambar 8b. Proporsi PJAS mengggunakan Siklamat melebihi batas maksimal di 4 propinsi terpilih tahun 2007
Jenis produk yang paling banyak menggunakan siklamat melebihi batas maksimal di 4 propinsi terpilih jenis Es (Es Mambo, Lolipop, dsb.) sebanyak 62,09 % (2006) dan 50,61 % (2007). Besarnya persentase penyimpangan penggunaan siklamat secara melebihi batas yang diizinkan perlu menjadi perhatian kita, mengingat hasil survey di Malang oleh Badan POM tahun 2004, terkait dengan paparan siklamat dalam PJAS adalah 2,4 kali lipat dari ADI yang berlaku di Indonesia (11 mg/kg/BB). Selain itu kecenderungan asupan siklamat di berbagai negara, paparan siklamat untuk anak-anak di Indonesia dapat diprediksi cukup tinggi ( Emran, 2007).
30
Data di atas menunjukkan bahwa jenis pangan yang paling banyak mengandung siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan adalah jenis Es. Yang dimaksud es disini adalah selain es mambo dan lolipop juga termasuk semua minuman ringan (selain yang berwarna merah) yang dijual menggunakan es seperti es kelapa, es cendol, es teh, es beraroma buah dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena jenis PJAS es bahan baku utamanya selain air adalah gula, dan karena harga gula relatif mahal dmungkinkan untuk dilakukan penggunaan pemanis siklamat baik sebagai tambahan rasa manis maupun sebagai pengganti gula
sehingga umumnya jenis PJAS es
ditemukan menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan. Keadaan sosial ekonomi seperti kondisi daya beli masyarakat, tingkat ekonomi pedagang atau produsen PJAS, perilaku konsumen dan pedagang, serta program-program tentang keamanan pangan PJAS yang dilaksanakan di masing- masing daerah dapat mempengaruhi profil penggunaan siklamat dalam PJAS. Sebagai gambaran untuk 4 propinsi terpilih (Bengkulu, DKI Jakarta, DI Yogyakarta dan NTB)
persentase penyimpangan dalam penggunaan
siklamat juga sangat bervariasi untuk masing- masing propinsi. Di Yogyakarta persentase penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (47,61 %) menunjukkan penurunan sebesar 15,54 %
dibandingkan
tahun 2006 (63,15 %) seperti terlihat pada gambar 9 di bawah ini 25 22
20
20
15 12
MS
10
TMS
7
5 0 Tahun 2006 Tahun 2007
Gambar 9 Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Yogyakarta tahun 2006-2007
31
Seperti telah diuraikan sebelumnya, bahwa profil penggunaan siklamat pada PJAS untuk masing- masing propinsi bervariasi karena adanya perbedaan program-program pembinaan terkait dengan PJAS dan kondisi sosial ekonomi di setiap propinsi. Untuk DIY penurunan persentase penggunaan siklamat yang tidak memenuhi syarat sebesar 15,54 % karena di Yogyakarta ada kegiatan terpadu yang dilakukan antar instansi seperti Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Balai Besar POM, dengan melibatkan sekolah-sekolah, serta dilakukan kegiatan monitoring secara rutin terhadap PJAS. Yang jelas pemerintah daerah setempat telah memberikan perhatian khusus terhadap PJAS melalui program-program peningkatan keamanan PJAS seperti penyuluhan, promosi di sekolah-sekolah, dan monitoring secara berkala. Adapun proporsi penggunaan siklamat pada masing- masing jenis PJAS adalah seperti terlihat pada gambar 10 a dan b di bawah ini. Di Propinsi NTB, persentase penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (40,54 %) menunjukkan penurunan sebesar 35,46 % dibandingkan tahun
2006 (76 %) seperti terlihat pada gambar 6
dibawah ini. Kondisi di NTB jauh lebih baik dibandingkan dengan propinsi lainnya seperti DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu sehingga persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas penurunannya relatif tinggi.
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 21.43%
Sirop, Jelly, Agaragar, dsb 6.82%
Minuman 0.00%
Minuman 35.71%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 42.86%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 93.18%
N = 28
Gambar 10 a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat
Gambar 10 b. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat
melebihi batas maksimal di Yogyakarta tahun 2006
melebihi batas maksimal di Yogyakarta tahun 2007
32
Di NTB program-program terhadap peningkatan keamanan pangan relatif baik. Hal ini didukung adanya komitmen pemerintah daerah setempat terhadap keamanan pangan cukup tinggi yang diindikasikan dengan diterbitkannya berbagai kebijakan baik melalui SK Gubernur maupun dalam bentuk Peraturan Daerah. Demikian juga keterpaduan antar instansi dalam melaksanakan program peningkatan keamanan pangan sudah mulai berjalan dengan didukung kepemimpinan (leadership) Kepala Balai Besar POM Mataram yang secara proaktif melakukan inisiasi dalam upaya peningkatan keamanan pangan di NTB. 25 22
20
19
15
15
MS
10
TMS 6
5 0 Tahun 2006 Tahun 2007
Gambar 11. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Mataram tahun 2006-2007.
Jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 di Mataram juga memiliki kesamaan apabila dibandingkan dengan jenis yang ada di propinsi lain yaitu minuman, es (lolipop, mambo, minuman beraroma buah, es kelapa dsb), sirop,jely dan agar seperti terlihat dalam Gambar 11 a dan b di bawah ini.
33
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 0.00%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 100.00%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 80.00%
Sirop, Jelly, Agaragar, dsb 6.67%
Minuman 0.00% Minuman 13.33%
Gambar 11 a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Mataram tahun 2006
Gambar 11 b. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Mataram tahun 2007
Di Propinsi DKI Jakarta, persentase penyimpangan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (92,85 %) menunjukkan peningkatan sebesar 16,66 % dibandingkan tahun
2006
(76,19 %) seperti terlihat pada gambar 12 dibawah ini. Persentase ini sangat tinggi apabila dibandingkan dengan profil PJAS dalam penggunaan siklamat di NTB dan DIY. DKI Jakarta mempunyai kompleksitas yang tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Kompleksitas yang ada antara lain meliputi cakupan pembinaan terhadap para penjaja PJAS yang luas, jumlah instansi pembina tidak sebanding dengan jumlah dan sebaran para penjaja PJAS yang harus dibina, merupakan wilayah padat penduduk dengan penduduk “urban” yang paling besar di Indonesia.
Hal ini akan menyulitkan bagi instansi pembina
dalam melakukan upaya- upaya peningkatan keamanan pangan termasuk PJAS. Besarnya cakupan terkait dengan peningkatan keamanan PJAS melalui pembinaan di DKI Jakarta menambah kesulitan dalam melakukan upaya pembinaan yang harus dilakukan pemerintah daerah yang mempunyai sumber daya terbatas, dan upaya pembinaan serta pengawasan yang selama ini dilakukan jauh dari ideal baik tenaga maupun dana.
34
30 26
25 20 16
15
MS TMS
10 5
5 2
0 Tahun 2006
Tahun 2007
Gambar 12. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Jakarta tahun 2006-2007
Meskipun proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 20062007 di DKI Jakarta juga hampir sama dengan 3 propinsi lainnya seperti terlihat dalam Gambar 13 a dan b di bawah ini, namun persentasenya menujukkan adanya perbedaan. Minuman 30.77%
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 18.75%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 62.50%
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 30.77%
Minuman 18.75%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 38.46%
Gambar 13 a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Jakarta tahun 2006
Gambar 13 b. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Jakarta tahun 2007
Di Propinsi Bengkulu, persentase penyimpangan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan, pada tahun 2007 (93,61 %) menunjukkan penurunan sebesar 0,04 % dibandingkan tahun 2006 ( 93,65 %) seperti terlihat pada gambar 8 dibawah ini. Meskipun kompleksitasnya tidak sesulit dibanding dengan
propinsi
DKI
Jakarta,
namun persentase
penurunanannya di tahun 2007 sangat kecil yaitu sebesar 0,04 % dan
35
persentase PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan sangat tinggi sebesar yaitu 93,61 %. 60
59
50 44
40 30
MS TMS
20 10 4 3
0 Tahun 2006
Tahun 2007
Gambar 14. Profil penggunaan siklamat pada PJAS di Bengkulu tahun 20062007 Tingginya persentase PJAS yang tidak memenuhi syarat di Bengkulu dapat diduga disebabkan karena program-program peningkatan keamanan pangan di Bengkulu tidak sebaik yang dilakukan di propinsi NTB dan DIY. Demikian juga komitmen pemerintah daerah setempat tidak sebagus di NTB yang sudah menerbitkan berbagai kebijakan yang dituangkan melalui SK Gubernur atau Peraturan Daerah. Di propinsi Bengkulu proporsi untuk masing- masing jenis jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan pada tahun 2006-2007 , menunjukkan bahwa jenis es (lolipop, mambo, kelapa, minuman beraroma buah dll) adalah yang paling banyak , selanj utnya jenis sirop, jely, agar, dan paling sedikit adalah jenis minuman (warna merah) seperti terlihat dalam Gambar 15 a dan b di bawah ini.
36
Sirop, Jelly, Agar-agar, dsb 8.47%
Sirop, Jelly, Agaragar, dsb 6.82%
Minuman 0.00%
Minuman 0.00%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 93.18%
Es (Es Mambo, lolipop, dsb) 91.53%
Gambar 15 a. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun
Gambar 15 b. Proporsi PJAS mengggunakan siklamat melebihi batas maksimal di Bengkulu tahun
2006
2007
Berdasarkan uraian dan data-data tersebut di atas
dapat dilihat
bahwa baik skala nasional maupun di 4 propinsi terpilih terdapat adanya kesamaan profil PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007, dan dapat disimpulkan bahwa baik secara nasional, gabungan 4 propinsi terpilih, maupun di masing- masing propinsi terpilih, jenis PJAS yang paling banyak menggunakan siklamat adalah jenis es ( Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa, Es Cendol dsb.). D. KARAKTERISTIK DAN MOTIVASI PENGGUNAAN SIKLAMAT Setelah penetapan produk yang dijadikan obyek penelitian ditetapkan, maka dari jenis jajanan tersebut dilakukan pendalaman data melalui wawancara terkait dengan produk dan lokasi terpilih untuk memperoleh datadata baik dari aspek sosial dan ekonomi, meliputi : hitungan biaya produksi; proses
produksi;
konsumen/permintaan
pasar;
dan
lingkungan
sosial/budaya/ekonomi, maupun aspek keamanan pangan. Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah kawasan sekolah yang menjadi tempat jual beli jajanan anak sekolah yang menggunakan siklamat berdasarkan data hasil pengawasan pangan jajanan anak sekolah dari BPOM tahun 2007 di empat provinsi yang telah ditetapkan (lampiran 4). Hal-hal yang diasumsikan mempengaruhi pemilihan PJAS yang dikonsumsi oleh anak sekolah dalam penelitian ini adalah : Murid sekolah (konsumen) dan Pedagang. Informasi yang dikumpulkan dari murid dan
37
pedagang antara lain adalah informasi yang terkait dengan pemahaman mengenai keamanan, perilaku, dan informasi dari aspek ekonomi, sosial, dan budaya, dengan menggunakan kuisioner (lampiran 5 dan 6). Pendalaman data dan informasi untuk menjawab hipotesa mengenai karakteristik sosial ekonomi konsumen (murid sekolah) dan pedagang melalui wawancara dengan quesioner. Analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil pengumpulan data sekunder maupun wawancara, digunakan metode SPSS. D.1. Karakteristik pedagang/penjaja PJAS Dari 81 responden pedagang/penjaja PJAS yang menjawab, pedagang yang menyediakan PJAS berupa makanan dan minuman sebanyak (37), menyediakan makanan sebanyak (31), dan yang menyediakan minuman sebanyak (13) responden (penjaja) seperti terlihak dalam gambar 16 di bawah ini. Jumlah Pangan Jajanan Anak Sekolah Berdasarkan Jenisnya
Makanan; 31 Makanan dan Minuman; 37
Minuman; 13
Gambar 16. Jumlah penjaja berdasarkan jenis PJAS yang dijual Dari 81 responden pedagang/penjaja PJAS yang menjawab, 58 responden melengkapi karakteristik jumlah porsi yang di jual dengan pendapatan kotor dan bersih Sebanyak 43 responden memilki omzet kurang dari 50 porsi dengan pendapatan kotor kurang dari Rp.100.000,-, 14 responden memiliki omzet antara 50 – 100 porsi dengan pendapatan kotor antara Rp.100.000,- - Rp. 300.000,- dan hanya 1 responden memiliki omzet lebih dari 100 porsi dengan pendapatan kotor lebih dari Rp.300.000,-.
38
Dari 58 responden tersebut, 43 responden memiliki pendapatan bersih kurang dari Rp. 50.000,- , 14 responden memiliki pendapatan bersih antara Rp.50.000,- - Rp. 100.000,- , dan 1 responden memiliki pendapatan bersih lebih dari Rp.100.000,- seperti terlihat pada tabel 6. Tabel 6. Perbandingan jumlah responden keuntungan pedagang PJAS berdasarkan omset porsi dan pendapatan. Jumlah Porsi < 50 50 – 100 > 100 Total
Jumlah
43 14 1 58
Pendapatan Kotor (Rp)
Pendapatan Bersih (Rp)
< 100.000 100.000 – 300.000 > 300.000
< 50.000 50.000 -100.000 > 100.000
Catatan: nilai tengah (median dari masing-masing parameter adalah ”kategori < 50 porsi”; ”< 100.000”; dan ” 50.000”
Salah satu upaya penekanan produksi terlihat dengan banyaknya pedagang memasak / memproduksi sendiri PJAS yang akan dijual, yaitu sebanyak 76 % dari total n = 58 responden yang menjawab. Selain itu tempat produksi PJAS umumnya dilakukan di rumah pedagang (69 % dari 76 respoden yang menjawab) dan memproduksi di tempat jualan (35% dari 77 respoden menjawab seperti terlihat Gambar 17. PERBANDINGAN PRESENTASE PEDAGANG PEMBUAT PJAS BERDASARKAN TEMPAT PEMBUATAN
% RESPONDEN
80% 60% 40% 20% 0% Buat Sendiri
Buat di rumah
Buat di tempat jualan
Gambar 17. Persentase pedagang berdasarkan tempat pembuatan PJAS
Salah satu contoh penanganan pangan yang berisiko menyebabkan pangan tidak aman adalah perolehan air sebagai salah satu bahan baku utama produksi PJAS. Persentase responden pedagang PJAS yang berproduksi di rumah menggunakan air sumur (55%) lebih tinggi dari responden pengguna air PDAM (48%). Di lain pihak, masih terdapat responden produsen PJAS di tempat jualan menggunakan air yang di
39
bawa dari rumah (37% dari 27 responden) yang tidak jelas sumbernya seperti terlihat Tabel 7. Tabel 7. Sumber air yang digunakan untuk memproduksi PJAS Asal air Jml responden Ya Tidak Persentase yang menjawab Ya Produsen PJAS di rumah - PDAM 52 25 27 48 - Sumur 51 28 23 55 Produsen PJAS di tempat jualan - Bawa dr rumah 27 10 17 37 - Keran Sekolah 27 13 14 48 Dalam hal ini, air yang berasal dari PDAM dianggap lebih aman daripada air sumur, yang memiliki risiko lebih tinggi terkontaminasi dari lingkungan. Sedangkan, air keran sekolah lebih aman dari air yang di bawa dari rumah yang tidak jelas asalnya, apakah dari PDAM, sumur, sungai atau sumber lainnya. Hal tersebut menunjukkan salah satu contoh kecil perilaku produsen pangan PJAS yang menyebabkan risiko keamanan pangan pada PJAS tinggi, misalnya menyebabkan tingginya cemaran mikroba pada produk PJAS. Untuk mengurangi risiko keamanan pangan terkait dengan penggunaan air harus diupayakan agar air yang digunakan selalu dimasak terlebih dahulu sampai mendidih sebelum digunakan untuk produksi. D.2. Motivasi penggunaan siklamat berlebih
Dari
81
responden
pedagang/penjaja
PJAS
semuanya
menyatakan tidak pernah mendapatkan teguran dari pemerintah setempat mengenai praktek pengolahan pangan yang dilakukannya, dan hanya 9 responden yang menyatakan memperoleh pembinaan. Pembinaan dilakukan oleh Badan POM/Depkes (5 orang), Puskesmas ( 2 orang), Dinkes (1 orang), Kantor Kecamatan (1 orang), sisanya dari PKK (5 orang), pihak sekolah (1 orang). ( catatan 1 responden bisa memperoleh pembinaan lebih dari satu instansi/institusi).
40
Minimnya pembinaan dan lemahnya pengawasan terhadap pedagang/ penjaja PJAS seperti yang diuraikan di atas dapat memotivasi pedagang PJAS untuk tetap menggunakan pemanis siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Penggunaan pemanis siklamat pada produk PJAS seperti yang telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan karena produk-produk tersebut, selain air, bahan baku utamanya adalah gula, dan mengingat harga gula relatif lebih mahal sehingga perlu penambahan
pemanis
siklamat menjadi alternatif yang lebih ekonomis. Selain omset dagang yang sedikit, mahalnya harga bahan baku dapat menyebabkan sedikitnya pendapatan yang pedagang peroleh. Hal tersebut dapat memicu pedagang untuk menggunakan bahan tambahan pangan sehingga dapat menekan ongkos produksi. Secara umum jika penggunaannya tidak dikendalikan akan berdampak pada penggunaan secara melebihi batas yang diizinkan, mengingat pemanis siklamat mempunyai fungsi ganda sebagai bahan tambahan pangan (BTP) yaitu selain sebagai pemanis, juga sebagai penguat rasa (flavor enhancer). Sifat siklamat yang stabil terhadap panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keuntungan teknologi lainnya menjadikan siklamat digunakan sebagai senyawa perisa yang baik pada beberapa produk farmasi dan toileteries. Keuntungan lainnya bila siklamat dikombinasikan dengan pemanis non kalori lainnya akan menghasilkan
efek
sinergis
memberi
manis
yang
lebih
besar
dibandingkan digunakan secara tunggal. Hal ini terbukti dari hasil uji yang dilakukan Badan POM bahwa penggunaan pemanis siklamat umumnya dikombinasikan dengan pemanis sakarin. Namun sayangnya penggunaan siklamat pada tataran yang paling rendah seperti yang dilakukan para penjaja jajanan anak sekolah tidak diikuti dengan menerapkan cara produksi pangan yang baik sehingga penggunaannya tidak mengikuti takaran yang sesuai dengan aturan yang berlaku (BPOM, 2005).
41
Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah, dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula. Berdasarkan
hitungan
biaya produksi yang dilakukan secara mendalam terhadap proses produksi untuk 3 jenis PJAS yang menggunakan siklamat yaitu Es, Sirop/Jelly dan agar-agar, serta minuman di DKI Jakarta diperoleh hitungan biaya produksi seperti terlihat dalam tabel 8 dibawah ini. Hal tersebut bisa disebabkan berbagai faktor antara lain rendahnya tingkat pendidikan/pengetahuan, dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/ timbangan, dimana dari ke 21 responden yang menjawab tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Berdasarkan pendidikan
penjaja
PJAS,
dari
78
responden
yang
menyatakan 28,21 % (22) berpendidikan SD, 28,21 %
tingkat menjawab
(22) SLTP,
21,79 % (17) tidak tamat SD, 16,67 % (13) SLTA, 3,85 % (3) D1/D2, dan 1,28 % (1) D3. Hasil wawancara secara mendalam terhadap para pedagang yang menggunakan
siklamat
dan
terkait
hitungan
biaya
produksi,
menunjukkan bahwa selain untuk menekan biaya produksi juga untuk menyesuaikan daya beli anak sekolah dasar yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah. Tingginya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet dan produk lain yang menggunakan gula merah sebagai pemanis. Dengan harga gula pada saat ini mencapai Rp.9000,-/kg. sangat mempengaruhi para pedagang jenis tertentu tersebut untuk menggunakan siklamat selain menggunakan gula.
42
Tabel 8. Perbandingan hitungan biaya produksi dan harga jual PJAS menggunakan siklamat dan tanpa siklamat Biaya produksi Menggunakan siklamat & gula (Rp) 54500,-/130 porsi
500 - 1000,-
Biaya produksi menggunakan gula (Rp) 71900,-/120 porsi
1500-2000,-
Es Krim Puter Es Dawet
86500,-/140 cone
1000,-
128750,-/90 cup
2500,-
40100,-/80 porsi
1000 -1500
89850,-/70 porsi
2000-2500,-
Es Kelapa
46950/80 porsi
1000,-
56900,-/60 porsi
2000,-
Es Teh
18800,-/90 porsi
500-1000,-
22500,-/75 porsi
1500 -2000
Agar-agar
11750,-/40 porsi
1000,-
24750,-/50 porsi
2000,-
Jenis PJAS Bajigur
Harga Jual (Rp)
Harga Jual (Rp)
D.3. Profil Pangan Jajanan Anak Sekolah yang dijajakan Hasil wawancara responden murid sekolah dasar
di wilayah
Jakarta Selatan dan Jakarta Utara dengan strata Sekolah yang berbeda yaitu SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading menunjukkan bahwa pada Sekolah dimana uang saku anak sekolah diatas Rp.5000,- maka jenis jajanan yang dijajakan berbeda dengan jenis jajanan yang di jajakan di Sekolah dimana uang saku kurang dari Rp.3000,-. Hal tersebut berpengaruh terhadap harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa jenis PJAS yang dikonsumsi responden di SDN 03
dengan SDI Al-Azhar baik dari segi
harga maupun asal produk dihasilkan berbeda seperti terlihat pada Tabel 9 . Tabel 9. Profil PJAS yang dijajakan di SD dengan strata berbeda SD NEGERI 03 PONDOK PINANG Jenis PJAS yang dijual Es Teh Mount
Tea
500,-
Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu) 34
1000,-
30
500,-
23
Harga (Rp)
SDI AL-AZHAR KELAPA GADING Jenis PJAS Yang dijual
Harga (Rp)
AMDK (Botol) *
2000,-
Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu) 24
Teh Botol *
2500,-
19
3000,-
12
(Cup) * Es
beraroma
buah (leci,jeruk,dll)
Coca Cola/Fanta *
43
SD NEGERI 03 PONDOK PINANG Jenis PJAS yang dijual
Harga (Rp)
AMDK (Cup) *
500,-
Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu) 18
Es Susu
1000,-
Es Kelapa
SDI AL-AZHAR KELAPA GADING
Fruit Tea *
2500,-
Jumlah Murid yang membeli (dlm semiggu) 10
13
Susu Tetrapack *
3000,-
6
1000,-
12
Lemon Tea *
2500,-
6
Cola Cola
1000,-
12
Es Doger
1000,-
9
2000,-
4
Es Buah
2500,-
6
Es beraroma buah Es Teh
2000,-
4
Fruit Tea *
2500,-
5
Nutrisari*
2000,-
3
2500,-
2
MountTea *
1000,-
2
2500,-
1
POP Ice *
1000,-
1
Coca Cola Sprite * Teh Botol*
/
Jenis PJAS Yang dijual
Harga (Rp)
Catatan : * produk dihasilkan oleh industri besar dengan nomor MD.
Dari uraian dan tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa pada sekolah dengan strata ekonomi rendah (berdasarkan uang saku anak sekolah) untuk jenis PJAS yang sama, harga PJAS yang dijajakan lebih murah jika dibandingkan dengan harga PJAS di sekolah dengan strata ekonomi lebih tinggi. Dari 36 responden dengan uang saku di atas Rp.5000,-, 33 responden diantaranya adalah responden dari SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara. Sebaliknya 25 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- Rp.3000,- semuanya berasal dari SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan. Selain itu harga PJAS murah berpengaruh terhadap kualitas PJAS yang dijajakan dalam hal ini penggunaan siklamat secara berlebih, dimana PJAS dengan harga murah terbukti menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang di izinkan, sementara untuk jenis PJAS sama dengan harga lebih tinggi terbukti tidak menggunakan siklamat. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian oleh Pusat Pengujian Obat dan Makanan Badan POM terhadap terhadap 2 jenis minuman yaitu es teh dan minuman beraroma buah menunjukkan bahwa minuman es teh dan minuman beraroma buah berasal dari SD Negeri 03 Pondok Pinang menggunakan siklamat melebihi batas, sementara untuk minuman berasal dari SD Al-Azhar Kelapa Gading tidak menggunakan siklamat. Hal ini juga membuktikan bahwa karakteristik
44
murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas.
D.4. Profil Penggunaan Siklamat oleh Pedagang Jajanan Anak Sekolah Siklamat masih banyak digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang berfungsi sebagai pemanis pada PJAS. Sebanyak 11 (28%) dari 40 responden menyatakan menggunakan siklamat dalam memproduksi pangan jajanannya. Namun
sebanyak 7 responden dari 11 responden yang
menyatakan menggunakan siklamat tidak mengetahui istilah siklamat. Siklamat dikenal oleh pedagang melalui nama dagangnya, misalnya di Nusa Tenggara Barat dan DKI Jakarta, istilah siklamat dikenal dengan “Sari Manis”. Sebanyak 46 % responden dari 11 responden yang menjawab menyatakan memperoleh siklamat dari pasar tradisional, 36 % dari warung , dan sisanya dari tempat lainnya di toko roti dan toko makanan. Umumnya siklamat dijual dengan kisaran harga Rupiah 1000,- – 1500,- per bungkus yang berisi 25 gram siklamat seperti terlihat Gambar 18 di bawah ini.
Gambar 18. Presentase tempat dimana pedagang PJAS memperoleh siklamat Umumnya responden tidak mengetahui takaran penggunaan siklamat. Dari 18 responden yang menjawab hanya 2 responden yang menyatakan mengetahui takaran penggunaan siklamat. Hal tersebut juga
45
diperkuat dengan jawaban responden mengenai takaran siklamat yang umumnya berbeda dan hanya menggunakan Ukuran Rumah Tangga (URT) dengan berbagai takaran sebagai berikut : seujung sendok teh siklamat = 0,74 gram; setengah sendok teh siklamat = 1,67 gram; sesendok teh siklamat = 5,61 gram dan sebungkus siklamat = 25 gram, dengan cara menimbang masing- masing URT tersebut di PPOMN BPOM. Tidak semua label BTP mencantumkan takaran penggunaan, dari 17 responden yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut. Selain itu kurangnya pembinaan dari institusi terkait serta tidak adanya upaya peneguran mengenai takaran siklamat, dapat memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih.
E. KARAKTERISTIK KONSUMEN / MURID
E.1. Profil Murid Sekolah Berdasarkan uang jajan responden menunjukkan bahwa umumnya responden memiliki uang jajan di kisaran Rp 1000 – 5000,- dan > Rp 5000,-. Dari 132 responden, 46 (34,85 %) responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,-, 42 (31,82 %) responden mempunyai uang saku diatas Rp 5000,- (lima ribu rupiah), 40 (30,30 %) dengan uang saku Rp.3000,- - Rp.5000,-, dan 4 (3,03 % ) dengan uang saku Rp.1000,-seperti terlihat dalam Gambar 19.
Gambar 19. Grafik jumlah responden berdasarkan uang jajan.
46
Khusus untuk wilayah DKI Jakarta, dilakukan pembandingan uang saku antara murid SD di sekolah dengan strata ya ng berbeda yaitu SD Islam Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara dan SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan. . Dari 36 responden dengan uang saku di atas Rp.5000,-, 33 responden diantaranya adalah responden dari SD Islam AlAzhar Kelapa Gading Jakarta Utara. Sebaliknya 25 responden dengan uang saku antara Rp.1000,- - Rp.3000,- semuanya berasal dari SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan. E.2. Kondisi dan Kebiasaan Murid Perbedaan profil penggunaan siklamat di 4 propinsi terpilih yang telah diuraikan tersebut di atas bisa disebabkan oleh karena perbedaan karakteristik sosial ekonomi di masing- masing propinsi, sehingga PJAS yang termasuk dalam 3 jenis ( Es, Sirop/Jelly/ Agar dan Minuman) yang dijajakan oleh para pedagang di masing- masing propinsi berbeda, akibatnya profilnya menjadi bervariasi. Selain itu kondisi dari konsumen /murid sekolah dasar juga sangat menentukan jenis PJAS yang dijajakan, Hal ini terbukti dari hasil pendalaman yang dilakukan di wilayah DKI Jakarta dengan membandingkan responden murid di SD Negeri 03 Pondok Pinang Pagi Jakarta Selatan dengan SD Al-Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara dikaitkan dengan uang saku, dimana besarnya uang saku mempunyai keterkaitan terhadap PJAS yang dijual. Berdasarkan frequensi jajan responden menunjukkan bahwa 65 % responden umumnya jajan setiap hari, 28 % jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Gambar 20.
47
Gambar 20. Grafik jumlah responden berdasarkan frekuensi jajan dalam seminggu.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
frekuensi
anak
sekolah
mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap murid sekolah dasar di Indonesia diprediksi tinggi. Responden membeli jajan dengan berbagai alasan, antara lain : enak 69,70 % , murah 25,76 %, bergizi 16,66 %, warna 3,03 % dan alasan lainnya, yaitu tidak ada tempat jajan lagi 0,76 %. Gambar 21.
Gambar 21. Grafik jumlah responden berdasarkan alasan membeli jajanan.
48
E.3. Persepsi Anak Sekolah Mengenai Keamanan Pangan Tempat PJAS Kantin sekolah menjadi lokasi jajan terbanyak yang dikunjungi responden murid sekolah dasar dibandingkan dengan pedagang keliling, dari 132 responden murid sekolah dasar, 91 (68,93 %) jajan di kantin sekolah dan 41 (31,06 %) jajan di pedagang keliling seperti terlihat Gambar 22.
Gambar 22 Grafik jumlah tempat responden jajan di sekolah. Dengan kondisi tersebut menunjukkan bahwa kantin sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan makanan selama di sekolah, mengingat terdapat 91 % anak sekolah yang jajan di Kantin Sekolah, dan jika dikaitkan dengan upaya pembinaan dalam rangka peningkatan keamanan PJAS, Kantin Sekolah lebih mudah jika dibandingkan pembinaan kepada pedagang keliling. Sebanyak 49 % (29 siswa) menjawab kondisi lokasi memperoleh jajanan kurang bersih. Selain itu, banyak pedagang jajanan yang menyajikan PJAS tanpa menggunakan penutup seperti terlihat Gambar 23 di bawah ini.
49
Gambar 23. Kondisi tempat berjualan dan cara penyajian pangan
Gambar tersebut mencerminkan praktek higiene dan sanitasi tempat jajan anak sekolah kurang bersih, dan memungkinkan terjadinya kontaminasi silang dari lingkungan terhadap PJAS, karena PJAS dijajakan dalam kondisi wadah terbuka sebesar 44 % . Kondisi kurang bersih dan kotor tempat berjualan PJAS tersebut didukung dengan pernyataan responden yang menyebutkan pernah mengalami gangguan
kesehatan setelah mengkonsumsi PJAS,
terutama pangan siap saji. Dari 132 responden sebanyak 66 % menyatakan pernah mengalami gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi PJAS seperti terlihat Gambar 24 di bawah ini.
Gambar 24. Jumlah responden berdasarkan terjadinya gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi pangan jajanan.
50
PJAS yang mereka konsumsi sebelum terkena penyakit akibat pangan diantaranya : makanan siap saji (49), minuman siap saji (28), makanan olahan (8), minuman olaha n (7), dan lainnya (1). Buruknya praktek produksi dan penyajian pangan siap saji sering menjadi penyebab timbulnya penyakit akibat pangan. Pangan jajanan yang mereka konsumsi sebelum terkena penyakit akibat pangan diantaranya : (1) makanan siap saji, (2) minuman siap saji, (3) makanan olahan, (4) minuman olahan, dan (5) lainnya seperti terlihat Tabel 10. Tabel 10. Jenis jajanan penyebab timbulnya gangguan kesehatan pada responden. (n = 132)
Jenis Jajanan
Jumlah
Minuman siap saji
28
Minuman olahan
7
Makanan siap saji
49
Makanan olahan Lainnya
8 1
Contoh Jajanan air minum, es, es yang mengandung sari manis, es teh, es yang manis- mains Es marimas mangga, es mariteh, fruitea,pop ice baso saos, cimol, mie, KFC, buah, gorengan,nuget Sosis, roti, mie instant, permen jajanan yang mengandung sari manis
Buruknya praktek produksi dan penyajian pangan siap saji sering menjadi penyebab timbulnya penyakit akibat pangan. Terdapat dua aspek utama penyebab penyakit akibat pangan jajanan anak sekolah adalah kontaminasi silang dan penggunaan bahan tambahan pangan atau bahan berbahaya. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran konsumen, dalam hal ini adalah murid sekolah dasar, akan pentingnya keamanan pangan menjadi salah satu hal yang penting sebagai salah satu bentuk pengawasan keamanan pangan oleh konsumen (murid sekolah).
E.4. Penyebaran Informasi Keamanan Pangan kepada Anak Sekolah. Sebanyak 92 % dari 132 responden menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan.
Umumnya, responden
memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %). Gambar 25.
51
Gambar 25. Grafik jumlah responden berdasarkan informasi keamanan pangan Adapun Instansi teknis yang paling banyak memberikan penyuluhan keamanan lainnya (masing- masing 3,03 %). Hal ini menggambarkan minimnya penyebaran informasi dari instansi teknis kepada konsumen murid sekolah seperti terlihat pada Gambar 26.
Gambar 26. Jumlah jawaban responden berdasarkan instansi yang memberikan penyuluhan keamanan pangan Dari data dan uraian tersebut di atas, maka peran guru sekolah menjadi sangat penting bagi peningkatan keamanan pangan PJAS, kaitannya dengan pemberian informasi/ penyuluhan mengenai keamanan PJAS kepada murid – murid sekolah dan pembinaan kantin sehat sekolah tentunya dengan melibatkan instansi berwenang seperti Dinas Kesehatan setempat, Badan POM, dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
52
F. PERBANDINGAN REGULASI DI BERBAGAI NEGARA
Berdasarkan berbagai sumber, lebih
dari 50 negara di dunia telah
mengkaji siklamat secara ilmiah dan menyimpulkan bahwa siklamat aman digunakan dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai penggunaan. Di Eropa, siklamat termasuk dalam list sweetener yang diizinkan. Beberapa negara membatasi
penggunaan
siklamat,
meskipun
banyak
kajian
ilmiah
membuktikan keamanan siklamat. Berikut ini adalah tabel 11 perbandingan regulasi siklamat di berbagai negara. Tabel 11. Perbandingan regulasi siklamat berbagai negara Butir-butir Penting Regulasi Badan Otoritas
Jenis pangan yg boleh menggunakan siklamat Sayur dan buah steril komersial dalam kemasan hermetis Sayur dan buah “spreads” termasuk jam, “chutneys ” dan produk terkait Sugar convectionery Tabletop sweeteners Jus buah dan sayur Minuman beraroma Mixed foods Belum mengatur
Kadar maksimum yang diizinkan 1350 mg/kg
250 mg/l 250 mg/kg 500 – 1600 mg/kg
INDIA
Minuman non alkohol Produk desert dan sejenis Konfektioneri Belum mengatur
Jepang
Belum mengatur
Korea Selatan
Termasuk yang diizinkan Belum mengatur
Australia
Canada EFSA
Malaysia Pakistan
1000 mg/kg
2000 mg/kg GMP 400 mg/kg 350 mg/kg 1600 mg/kg
tidak
Philipina
Hanya untuk pemakaian diet Belum mengatur
Singapore
Belum mengatur
US- FDA
Termasuk yang dilarang
53
G. ASPEK REGULASI YANG OPTIMAL
Dari uraian tersebut di atas meskipun berbagai negara menetapkan bahwa siklamat aman untuk digunakan dalam produk pangan, namun melihat kenyataan di lapang bahwa telah terjadi kecenderungan peningkatan penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah yang melebihi batas. Peningkatan jumlah penggunaan siklamat dalam PJAS tidak diikuti dengan praktek cara produksi yang baik sehingga kadar siklamat dalam PJAS melebihi batas maksimal yang diizinkan. Hal
tersebut
terbukti
dengan
rendahnya
tingkat
pendidikan/
pengetahuan yang umumnya adalah SD bahkan tidak tamat dan terbatasnya peralatan khususnya alat takar/timbangan, dari 21 responden (pedagang) tidak ada satupun yang menggunakan takaran secara akurat akibatnya banyak produk yang dihasilkan menggunakan siklamat melebihi batas maksimal yang diizinkan. Selain itu karena alasan ekonomi dari para penjaja jajanan anak sekolah dapat memicu penggunaan siklamat yang berlebih guna menekan seminim mungkin penggunaan gula. Oleh
karena
itu
meskipun
siklamat
aman,
namun
apabila
penggunaannya tidak dikendalikan secara baik, dan mengingat konsumsi PJAS oleh anak-anak cukup tinggi maka sebelum melakukan regulasi mengenai penggunaan siklamat dalam PJAS perlu dilakukan kajian secara khusus mengenai studi paparan siklamat yang digunakan dalam PJAS untuk anak sekolah secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama dari aspek sosial dan ekonomi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan regulasi secara optimal adalah bagaimana melakukan pengaturan terhadap penggunaan siklamat agar tidak boleh sembarangan digunakan dalam PJAS. Dari dua aturan sebelumnya yaitu Permenkes 722/1988 bahwa penggunaan siklamat hanya diizinkan pada produk pangan kalori rendah, sedangkan berdasarkan SK Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan tahun 2005, bahwa pennggunaan siklamat diizinkan untuk semua produk pangan
54
kecuali untuk produk pangan tertentu untuk dikonsums kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Opsi yang dianggap paling optimal adalah sebelum melakukan regulasi terhadap penggunaan siklamat khususnya pada Pangan Jajanan Anak Sekolah, perlu di lakukan kajian analisis risiko secara menyeluruh dan hasilnya diharapkan dapat digunakan dalam penetapan kebijakan lebih lanjut terhadap penggunaan siklamat dalam PJAS. Selain pertimbangan ekonomi juga sangat penting bagi pemerintah mengingat Indonesia memiliki industri siklamat terbesar setelah China, dan merupakan salah satu pengekspor siklamat ke berbagai negara. Setelah semua data dari berbagai aspek lengkap, kemudian disusun Roadmap
untuk
memformulasikan
strategi
kebijakan
publik
dalam
meningkatkan keamanan jajanan anak sekolah di Indonesia terhadap penggunaan siklamat. Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan terkait dengan penggunaan siklamat dalam produk pangan di Indonesia, bahwa pemanis siklamat masih diizinkan penggunaannya di berbagai negara, sehingga baik dari aspek keamanan maupun perbandingan regulasi dari berbagai negara, siklamat masih tetap dapat digunakan sebagai pemanis di Indonesia. Meskipun demikian mengingat banyaknya penyimpangan yang terjadi dalam penggunaan siklamat pada PJAS di Indonesia, dan kecenderungan konsumsi untuk jenis tersebut terus meningkat dari tahun ke tahun, maka perlu kajian berbasis analisa risiko sehingga hasilnya bisa digunakan dalam menetapkan regulasi khususnya menyangkut penggunaan siklamat dalam jajanan anak sekolah di Indonesia.
H. SINTESIS UNTUK PENGATURAN
Hasil dari beberapa kajian dalam tulisan ini dikontribusikan dalam kebijakan penggunaan siklamat pada PJAS, antara lain: 1) kontribusi hasil kajian terhadap pengingkatan pengaturan keamanan pangan di Indonesia; 2) kontribusi hasil kajian profil keragaman penggunaan siklamat di setiap daerah dalam membangun program-program peningkatan keamanan pangan jajanan
55
anak sekolah (PJAS); 3) kontribusi hasil kajian harga dan produksi dalam membangun strategi law enforcement dan penyuluhan; 4) kontribusi hasil kajian terhadap uang jajan dalam pembinaan kant in sehat sekolah; 5) kontribusi hasil kajian motivasi penggunaan siklamat oleh pedagang dikaitkan dengan pembinaan dan penyuluhan. 1. Kontribusi hasil kajian terhadap pengaturan siklamat di Indonesia. Hasil kajian data pengawasan Badan POM tahun 2004 – 2007 menunjukkan bahwa adanya pemberlakuan Surat Keputusan Kepala Badan POM No.HK.00.05.5.1.4547 Tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, yang mulai diberlakukan tahun 2005, penggunaan siklamat pada pangan termasuk PJAS meningkat. Semula sesuai Permenkes 722/88 aturan penggunaan siklamat hanya terbatas untuk pangan kalori rendah, setelah adanya
Surat Keputusan Kepala Badan POM tersebut,
penggunaan
siklamat tidak hanya terbatas pada produk pangan kalori rendah melainkan untuk semua jenis pangan termasuk pangan jajanan anak sekolah (PJAS), kecuali produk pangan olahan tertentu yang diperuntukan untuk kelompok tertentu meliputi bayi, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Untuk itu dengan hasil ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal untuk melakukan kajian lebih lanjut secara mendalam terkait dengan penggunaan siklamat pada PJAS, mengingat data-data yang tersedia dalam penulisan masih sangat terbatas baik secara statistik maupun secara teknis, sebelum penetapan kebijakan lebih lanjut. 2. Kontribusi hasil kajian profil keragaman penggunaan siklamat di setiap daerah dalam membangun program-program peningkatan keamanan pangan Hasil
kajian
menunjukkan
bahwa
program-program
peningkatan
keamanan pangan yang berbeda menyebabkan profil penggunaan siklamat secara berlebih yang berbeda di setiap daerah, semakin baik penerapan program peningkatan keamanan PJAS secara terpadu maka profil penggunaan s iklamat secara melebihi batas semakin menurun (berkurang). Dengan demikian perlu dikembangkan program-program peningkatan
56
keamanan PJAS secara terpadu antar instansi terkait baik Pusat maupun daerah dan diterapkan secara terpadu dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten/ Kota 3. Kontribusi hasil kajian harga dan produksi dalam membangun strategi law enforcement dan penyuluhan Berdasarkan hasil kajian harga PJAS menunjukkan bahwa harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah berpengaruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa PJAS dengan harga murah menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan, sementara PJAS dengan harga jual tinggi tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas. Selain itu penggunaan siklamat melebihi batas juga untuk menekan biaya produksi, dan untuk menyesuaikan daya beli anak sekolah dasar yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah. Dengan hasil tersebut agar PJAS yang dijajakan menggunakan siklamat sesuai aturan, maka dalam penyusunan roadmap perlu dimasukkan upaya peningkatan daya beli masyarakat (murid sekolah) misalnya melalui pemberian subsidi harga gula bagi para penjaja PJAS, sehingga harga jual PJAS baik yang menggunakan siklamat maupun tanpa siklamat tidak berbeda jauh. Juga pentingnya pemberian “reward and punishment” dimana bagi penjaja atau pengelola kantin yang terbukti tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas wajib diberikan penghargaan, misalnya stikerisasi pada gerobak atau warung yang bersangkutan atau penghargaan lain yang dapat memotivasi para pedagang untuk menggunakan siklamat sesuai aturan, dan tentunya diberikan sanksi kepada para penjaja/pengelola kantin jika terbukti menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan melalui law enforcement. 4. Kontribusi hasil kajian terhadap uang jajan dalam pembinaan kantin sehat sekolah Dari hasil kajian terhadap uang saku anak sekolah dasar menunjukkan bahwa semakin tinggi uang jajan anak sekolah maka semakin baik kualitas keamanan PJAS yang dijajakan dalam hal ini PJAS yang dijajakan tidak
57
menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Hal ini juga terbukti bahwa karakteristik murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas. Oleh karena itu menjadi sangat penting bahwa pembinaan kantin sehat sekolah diperlukan, dalam hal ini perlu adanya subsidi harga gula bagi pengelola kantin agar PJAS dapat dijajakan dengan harga murah tanpa menggunakan siklamat. 5. Kontribusi hasil kajian motivasi penggunaan siklamat oleh pedagang dikaitkan dengan pembinaan dan penyuluhan Hasil kajian menunjukkan bahwa mahalnya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet, es kelapa dan produk lain. Selain itu pedagang PJAS juga menggunakan siklamat secara berlebih karena ketidak tahuan dan atau rendahnya tingkat pengetahuan mengenai keama nan pangan. Atas dasar ini bagaimana melakukan penyuluhan kepada para pedagang untuk meningkatkan pengetahuan tentang keamanan pangan sehingga sadar bahwa penggunaan siklamat secara berlebih dapat merugikan kesehatan anak sekolah. Disamping itu dapat juga diberikan pembinaan melalui praktek penerapan cara
produksi pangan yang baik, termasuk pengadaan alat takar /
timbangan sehingga kalaupun menggunakan siklamat kadarnya sesuai aturan yang diizinkan. 6. Hasil kajian terkait teguran pemerintah terhadap pelanggar Dengan tiadanya teguran (law enforcement) dari pemerintah terkesan bahwa pemerintah membiarkan terhadap pelanggaran yang dilakukan para penjaja dan seolah melegitimasi penjaja yang melakukan kesalahan menggunakan siklamat melebihi batas. Untuk itu law enforcement sangat diperlukan untuk menimbulkan efek jera bagi para pelanggar terkait dengan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan.
58
7. Penyebaran informasi keamanan pangan bagi anak sekolah Hasil kajian menunjukkan bahwa sebanyak 92 % dari 132 responden murid sekolah dasar menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan, dan umumnya responden memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %). Dari hasil ini terlihat betapa pentingnya peran Guru dilibatkan sebagai ujung tombak untuk berkontribusi dalam peningkatan keamanan PJAS, misalnya melalui Bimbingan Teknis bagi para guru dikaitkan dengan Kantin Sehat Sekolah. 8. Hasil kajian mengenai label sediaan pemanis siklamat Tidak semua label BTP dalam hal ini adalah sediaan pemanis siklamat mencantumkan takaran penggunaan, dari 17 responden yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut, sehingga memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih. Oleh karena itu perlu upaya agar para produsen siklamat tentunya termasuk "repacker” untuk meme nuhi ketentuan pemerintah mengenai kewajiban pencantuman informasi takaran penggunaan pada label kemasan sediaan pemanis buatan. 9. Berdasarkan hasil kajian terhadap frekuensi jajan responden (murid sekolah) menunjukkan bahwa 65 % responden umumnya jajan setiap hari, 28 % jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan paparan anak sekolah mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap murid sekolah dasar di Indonesia diprediksi tinggi. Untuk menguatkan prediksi tersebut, perlu adanya kajian secara komprehensif mengenai paparan siklamat yang digunakan PJAS terhadap anak sekolah, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan penggunaan siklamat.
59
Dari hasil tersebut dapat disusun kontribusi kajian terkait dengan peningkatan pengaturan keamanan pangan khususnya penggunaan siklamat pada PJA dengan melakukan sintesis kebijakan, dengan mempertimbangkan berbagai hasil kajian. Dari hasil pembahasan tersebut di atas terdapat empat hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan roadmap terkait dengan penggunaan siklmat dalam PJAS yaitu 1) Regulator (Pemerintah); 2) Konsumen ( murid SD); 3) Penjaja PJAS/ Penelola Kantin Sekolah; dan 4) Produsen siklamat. Dari ke empat hal ini disusun roadmap seperti Tabel 11 sebagai berikut : Tabel 12. Matrik kontribusi kajian Kondisi
Upaya
Upaya
Upaya
Upaya
Kondisi yang
saat ini
2009
2010
2011
2012
diinginkan
Law
Penyusunan
Sosialisasi
Penegakan
Penegakan
Tingkat
enforcement
Pedoman
kepada
hukum secara
hukum
kepatuhan
lemah
pembinaan dan
stakeholder
tegas
secara tegas
produsen
pengawasan
pembina PJAS
meningkat (90
PJAS
%)
>42 % PJAS
Pembinaan dan
Penyusunan
Penetapan
Sosialisasi
Kurang dari 10
TMS
penyuluhan
Raperda untuk
PERDA di
dan Law
% PJAS
mengguna
PJAS
masing-masing
enforcement
menggunakan
kan siklamat
masing-masing
di
Kab/Kota
siklamat
Kab/Kota
berlebih
Penyuluhan
Peningkatan
Peningkatan
Informasi sam-
terbatas
cakupan
cakupan
pai pada sasar-
/sasaran
/sasaran
an dg jumlah
penyuluhan
penyuluhan
lebih banyak
Label/Penan
KIE di media
KIE di media
Penerapan
Penerapan
Label kemasan
daan BTP
dan kerjasama
dan kerjasama
pencantuman
pencantuman
siklamat 100 %
(siklamat)
dengan
dengan
label secara
label secara
mengikuti
tidak benar
produsen serta
produsen serta
benar oleh
benar oleh
aturan
penjual
penjual
industri
industri
siklamat
siklamat
siklamat
siklamat
Pengetahuan
Sosialisasi dan
Sosialisasi dan
Sosialisasi dan
Sosialisasi
50 % penjaja
tentang
Penyuluhan
Penyuluhan
Penyuluhan
dan
dan konsumen
Penyuluhan
mengetahui
bahaya
60
Kondisi
Upaya
Upaya
Upaya
Upaya
Kondisi yang
saat ini
2009
2010
2011
2012
diinginkan
penggunaan
bahaya
siklamat
penggunaan
berlebih
siklamat
rendah
berlebih
Daya beli
Pembinaan
Pembinaan
Pembinaan
Pembinaan
Daya beli anak
anak SD
Kantin Sehat
Kantin Sehat
Kantin Sehat
Kantin Sehat
SD meningkat
rendah
dan Penjaja
dan Penjaja
dan Penjaja
dan Penjaja
sehingga PJAS
PJAS dengan
PJAS dengan
PJAS dengan
PJAS dengan
yg bermutu
subsidi harga
subsidi harga
subsidi harga
subsidi harga
yang dibeli
gula
gula
gula
gula
Takaran
Pemberian
Pemberian
Pemberian
Pemberian
Semua
penggunaan
bantuan sarana
bantuan sarana
bantuan sarana
bantuan
industri/penjaja
siklamat pd
dan pelatihan
dan pelatihan
dan pelatihan
sarana dan
PJAS yg diberi
pelatihan
sarana
PJAS tdk akurat
menggunakan siklamat sesuai aturan
Penerapan
Penyuluhan
Penyuluhan
Penyuluhan
Penyuluhan
90 % penjaja
CPPB
dan Pelatihan
dan Pelatihan
dan Pelatihan
dan Pelatihan
PJAS
industri
menerapkan
PJAS
CPPB IRT
kurang Biaya
Mengupayakan
Mengupayakan
Mengupayakan
Mengupayak
Penjaja/industri
produksi
agar harga gula
agar harga gula
agar harga gula
an agar harga
PJAS
PJAS dg
dg siklamat
dg siklamat
dg siklamat
gula dg
memakai gula
gula >
bedanya tidak
bedanya tidak
bedanya tidak
siklamat
saja, jika pakai
dibanding
terlalu jauh
terlalu jauh
terlalu jauh
bedanya
siklamat dalam
dg siklamat
atau subsidi
atau subsidi
atau subsidi
tidak terlalu
takaran benar
harga gula
harga gula
harga gula
jauh atau
hanya
subsidi harga gula
61
BAB. V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan Secara umum ditemukan adanya variasi dalam ketaatan untuk mengikuti petunjuk teknis sampling PJAS. Dari 26 propnsi hanya 12 propinsi yang mengikuti syarat vn untuk jumlah SD yang terpilih. Selain itu berdasarkan lokasi SD yang dipilih terdapat keraguan dalam pemilihan secara acak terhadap SD tersebut, dan propinsi yang memenuhi syarat jumlah SD dipilih 4 propinsi untuk pendalaman yaitu NTB, DIY, DKI Jakarta, dan Bengkulu. Secara nasional maupun di 4 propinsi terpilih, PJAS yang banyak menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan baik 2006 maupun 2007 adalah jenis es (Es Mambo, Lolipop, Es Kelapa,
dsb.). Selain itu terdapat
kesamaan profil PJAS baik secara nasional maupun di 4 propinsi terpilih, PJAS yang paling dominan menggunakan siklamat adalah jenis es (mambo, lolipop, kelapa, minuman beraroma buah dsb,), sirop/jely dan agar. Adanya dua aturan yang berbeda mengenai pemanis buatan menyebabkan adanya perbedaan kriteria MS dan TMS. Hal ini berdampak langsung pada peningkatan jenis produk yang menggunakan siklamat. Pendalaman lanjutan terhadap produsen dan konsumen dilakukan secara purposif di 2 SD dengan karakteristik yang berbeda yaitu di SDN 03 Pondok Pinang Jakarta Selatan dan SD Islam Al- Azhar Kelapa Gading Jakarta Utara, dan berdasarkan hasil kajian harga PJAS menunjukkan bahwa harga jual PJAS yang dijajakan di masing- masing sekolah berpenga ruh terhadap jenis dan kualitas PJAS yang dijajakan, dan terbukti bahwa PJAS dengan harga murah menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan, sementara PJAS dengan harga jual tinggi tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas. Selain itu penggunaan siklamat melebihi batas juga untuk menekan biaya produksi, dan untuk menyesuaikan daya beli anak SD yang umumnya mempunyai uang saku sangat rendah. Berdasarkan uang saku anak sekolah dasar menunjukkan bahwa semakin tinggi uang jajan anak sekolah maka semakin baik kualitas keamanan PJAS yang
62
dijajakan dalam hal ini PJAS yang dijajakan tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan. Hal ini juga terbukti bahwa karakteristik murid sekolah dalam hal ini uang saku dan daya beli anak sekolah berkaitan dengan penggunaan siklamat pada PJAS secara melebihi batas. Pendalaman di popinsi NTB, DIY, dan DKI Jakarta terhadap murid SD menunjukkan bahwa sebanyak 92 % dari 132 responden murid sekolah dasar menyatakan pernah memperoleh penyuluhan keamanan pangan, dan umumnya responden murid sekolah dasar memperoleh penyuluhan keamanan pangan hanya dari guru di sekolahnya (73,48 %). Berdasarkan frekuensi jajan responden murid sekolah dasar menunjukkan bahwa 65 % responden murid sekolah dasar umumnya jajan setiap hari,
28 %
jajan 3 – 5 kali seminggu, dan 7 % hanya jajan 1 – 2 kali dalam seminggu. Hal ini menunjukkan paparan anak sekolah mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka kemungkinan paparan siklamat terhadap anak sekolah di Indonesia diprediksi tinggi. Frekuensi anak sekolah dasar mengkonsumsi PJAS terlihat tinggi, sehingga jika dikaitkan dengan PJAS yang menggunakan siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, maka besar kemungkinan paparan siklamat terhadap murid sekolah dasar di Indonesia diprediksi tinggi. Berdasarkan pendalaman di propinsi NTB, DIY, dan DKI Jakarta terhadap para produsen/penjaja PJAS, dari 81 responden pedagang PJAS semuanya menyatakan tidak pernah mendapatkan teguran dari pemerintah setempat mengenai praktek pengolahan pangan yang dilakukannya, meskipun terdapat 9 responden yang menyatakan memperoleh pembinaan. Dari 17 responden pedagang PJAS yang menjawab, hanya 9 orang yang menyatakan melihat informasi mengenai takaran penggunaan siklamat di kemasan BTP tersebut, sehingga memicu pedagang untuk mengira-ngira takaran siklamat tanpa mengetahui efek buruk yang dihasilkan apabila siklamat terkonsumsi secara berlebih.
63
Dengan tingginya harga gula di pasaran juga dapat memicu para pedagang untuk menggunakan siklamat, terutama untuk para pedagang jenis PJAS tertentu seperti bajigur, es dawet, es kelapa dan produk lain. Dengan harga gula yang mahal sangat mempengaruhi para pedagang jenis tertentu tersebut untuk menggunakan siklamat secara berlebih selain menggunakan gula. Pedagang mempunyai berbagai motivasi untuk tetap menggunakan pemanis siklamat melebihi batas maksimum yang diizinkan, antara lain untuk menekan biaya produksi, mahalnya harga gula, rendahnya pengetahuan, minimnya peralatan, minimnya pembinaan dan lemahnya pengawasan terhadap pedagang PJAS, dan untuk menyesuai kan daya beli anak sekolah dasar . Meskipun siklamat aman, namun apabila penggunaannya tidak dikendalikan secara baik dan mengingat konsumsi PJAS oleh anak-anak SD cukup tinggi, maka perlu dilakukan kebijakan secara optimal khususnya penggunaan siklamat untuk PJAS dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama dari aspek sosial dan ekonomi. Rekomendasi
1.
Perlu dikembangkan program-program peningkatan keamanan PJAS secara terpadu antar instansi terkait baik Pusat maup un daerah dan diterapkan secara terpadu antar instansi terkait dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Kota.
2.
Perlu upaya peningkatan daya beli masyarakat (murid sekolah) misalnya melalui pemberian subsidi harga gula bagi para penjaja PJAS maupun pengelola kantin.
3.
Pentingnya pemberian “reward and punishment” dimana bagi penjaja atau pengelola kantin yang terbukti tidak menggunakan siklamat dan atau tidak menggunakan siklamat melebihi batas wajib diberikan penghargaan, misalnya stikerisasi pada gerobak atau warung yang bersangkutan atau penghargaan lain yang dapat memotivasi para pedagang untuk menggunakan siklamat sesuai aturan, dan tentunya diberikan sanksi kepada para penjaja/pengelola kantin jika terbukti menggunakan siklamat melebihi batas yang diizinkan melalui law enforcement.
64
4.
Kegiatan penyuluhan secara terus menerus kepada para pedagang untuk meningkatkan kesadarannya sehingga sadar bahwa penggunaan siklamat secara berlebih dapat merugikan kesehatan anak sekolah perlu terus ditingkatkan.
5.
Perlu pembinaan secara terus menerus melalui praktek penerapan cara produksi pangan yang baik, termasuk pengadaan alat takar / timbangan sehingga kalaupun menggunakan siklamat kadarnya sesuai aturan yang diizinkan.
6.
Law enforcement /penegakan hukum sangat diperlukan untuk menimbulkan efek jera bagi para pelanggar terkait dengan penggunaan siklamat melebihi batas yang diizinkan.
7.
Perlu dilibatkannya peran Guru sebagai ujung tombak untuk berkontribusi dalam peningkatan keamanan PJAS, misalnya melalui Bimbingan Teknis bagi para guru dikaitkan dengan Kantin Sehat Sekolah, agar guru mempunyai pengetahuan yang handal mengenai keamanan pangan.
8.
Perlu adanya kajian secara komprehensif mengenai paparan siklamat yang digunakan PJAS terhadap anak sekolah, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan dalam penggunaan siklamat.
65
DAFTAR PUSTAKA
IARC
Summary
&
Evaluation,
Volume
22,
1990
Cyclamate
http://www.inchem.org/ documents/iarc/vol22/cyclamates.html IARC
Summary
&
Evaluation,
Supplement7,
1987
Cyclamate
http://www.inchem.org /documents/iarc/suppl7/cyclamates.html Wikipedia, Cyclamate, 2005 http://en.wikipedia.org/wiki/Cyclamate Depdiknas, 2006, Nomor Pokok Sekolah Nasional (NSPN) - DEPDIKNAS Statistik http://www.pedatiweb.depdiknas.go.id [Depkes RI]Departemen Kesehatan RI.1992. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan [Badan POM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI 2005. Peraturan Pemerintah Nomiror 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan [Depkes RI] Departemen Kesehatan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan [Ditjen PDN] Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. 1999. UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Departemen Perindustrian dan Perdagangan RI. [Ditjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1992.Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Bidang Makanan. Edisi
II
Jilid
II.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.722/Per/Menkes/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan [Dit Insert Pangan] Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. 2004. Laporan Hasil Pengawasan Makanan Jajanan Anak Sekolah. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. BPOM [Badan POM] Surat Keputusan Badan POM Nomor HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan
66
[Dit Insert Pangan] Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan 2005. Laporan Hasil Pengawasan Makanan Jajanan Anak Sekolah, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM. [Dit Insert Pangan] Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. 2006. Laporan Hasil Pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM. Dahrul Syah, et. al. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Emran Kartasasmita, Dr.rer.nat.M.Si., Apoteker, 2007 Evaluasi Keamanan Pemanis Siklamat Berdasarkan Pendekatan Analisis Risiko, Sub kelompok Analisis dan Keamanan Makanan Kelompok Keilmuan Farmakokimia Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB). FAO. 1997. Street Foods. Report of an FAO technical meeting on street foods, Calcutta, 6-9 November 1995. FAO Food and Nutrition paper 63. Rome: FAO. Kantor Menteri Negara Pangan dan Holtikultura. 1999. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Maskar DH. 2004. Assessment of illegal food additives intake from street food among primary school children in selected area of Jakarta. Thesis. SEAMEO-TROPMED RCCN University of Indonesia. Renwick AG, The metabolism of intense sweeteners. Xenobiotica 1986; 16:1057- 1071 Sekretariat Jenderal Jejaring Intelijen Pangan. Badan POM Juli 2005. Food Watch Sistem Keamanan Pangan Terpadu. Takayama, S., et al, Long Term Toxicity and Carcinogenicity Study of Cyclamate
in
Nonhuman
Primates,
TOXICOLOGICAL
SCIENCES 53, 2000, 33-39 Weihrauch W.R. and V. Diehl, Artificial sweeteners – do they bear a carcinogenic risk ?, Annals of Oncology 15: 1460-1465, 2004 Wagner, M.W. , Cyclamate acceptance. Science 1970; 168; 1605 `
67
LAMPIRAN
.
68
Lampiran 2 a PROFIL PENGGUNAAN SIKLAMAT PADA 3 JENIS PJAS TAHUN 2006 Minuman merah No
Nama Balai
Jumlah SD
Es (Es mambo, dll)
TMS Siklamat
Sirop, Jelly, Agar-agar,dsb
TMS Siklamat
Jml sampel
Jml
%
Jml sampel
8
0
0
0
6
6
Jml
TMS Siklamat
Total 3 jenis PJAS TMS Siklamat
Jml sampel
Jml
%
Jml sampel
100
0
0
0
6
6
%
Jml
% 100
1
Aceh
2
Medan
9
18
12
66.67
18
18
100
18
18
100
54
48
88.89
3
Padang
27
27
3
11.11
52
49
94.23
17
12
70.59
96
64
66.67
4
Pekanbaru
45
0
0
0
30
0
0
8
0
0
38
0
0
5
Jambi
15
0
0
0
24
4
16.67
1
0
0
25
4
16
6
Palembang
8
1
1
100
24
14
58.33
9
7
77.78
34
22
64.71
7
Bengkulu
28
0
0
0
58
54
93.1
5
5
100
63
59
93.65
8
Bandar Lampung
18
2
1
50
58
42
72.41
30
21
70
90
64
71.11 76.19
9
Jakarta
17
3
3
100
15
10
66.67
3
3
100
21
16
10
Bandung
54
4
0
0
2
0
0
3
0
0
9
0
11
Semarang
27
7
3
42.86
37
20
54.05
32
11
34.38
76
34
44.74
12
Yogyakarta
15
13
10
76.92
19
12
63.16
12
0
0
44
22
50
13
Surabaya
39
73
0
0
4
0
0
24
0
0
101
0
0
14
Pontianak
15
0
0
0
13
4
30.77
1
1
100
14
5
35.71
15
Palangkaraya
11
8
3
37.5
7
4
57.14
6
4
66.67
21
11
52.38
16
Banjarmasin
25
0
0
0
16
6
37.5
3
0
0
19
6
31.58
62.5
14
5
35.71
45
23
51.11
0
0
0
0
9
0
40
12
3
25
30
9
30
94.12
4
3
75
25
23
92
0
17
Samarinda
14
15
8
53.33
16
10
18
Manado
10
0
0
0
9
0
19
Palu
6
8
2
25
10
4
20
Makassar
17
4
4
100
17
16
21
Kendari
9
0
0
0
15
0
0
12
0
0
27
0
0
22
Denpasar
14
27
0
0
25
0
0
25
0
0
77
0
0
0
23
Mataram
12
0
0
0
24
19
79.17
1
0
0
25
19
76
24
Kupang
12
20
8
40
24
4
16.67
22
0
0
66
12
18.18
25
Ambon
14
3
0
0
23
4
17.39
5
1
20
31
5
16.13
26
Jayapura
6
1
0
0
12
0
0
10
0
0
23
0
0
Jumlah
475
234
58
24.79
558
300
277
94
33.94
1069
452
28.06
42.28
77
Lampiran 2 b PROFIL PENGGUNAAN SIKLAMAT PADA 3 JENIS PJAS TAHUN 2007 Minuman merah No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Nama Balai
Jumlah SD
Jml sampel
TMS Siklamat Jml %
Es (Es mambo, dll) Jml sampel
TMS Siklamat
Sirop, Jelly, Agaragar,dsb
Jml sampel
TMS Siklamat
Total 3 jenis PJAS Jml sampel
TMS Siklamat
Jml
%
Jml
%
Jml
%
Banda Aceh Medan Padang Pekanbaru Jambi Palembang Bengkulu Bandar Lampung Jakarta Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Mataram Pontianak Palangkaraya Samarinda Banjarmasin Manado Makassar Palu Kendari Kupang Ambon Jayapura
9 9 27 99 14 29 10 17 13 68 26 14 25 14 13 45 7 17 18 11 29 11 9 11 16 33
0 18 10 4 2 10 0 5 8 25 14 1 82 26 3 24 1 2 0 0 6 12 0 0 0 1
0 4 7 0 0 6 0 4 7 17 11 0 5 0 2 3 0 0 0 0 5 5 0 0 0 0
0 22.22 70 0 0 60 0 80 87.5 68 78.57 0 6.098 0 66.67 12.5 0 0 0 0 83.33 41.67 0 0 0 0
2 18 54 22 15 10 44 47 12 27 22 45 32 27 32 0 4 2 13 16 14 17 36 69 7 10
0 9 50 0 2 3 41 42 10 19 19 21 1 0 12 0 0 0 0 4 11 4 16 32 7 0
0 50 92.59 0 13.33 30 93.18 89.36 83.33 70.37 86.36 46.67 3.125 0 37.5 0 0 0 0 25 78.57 23.53 44.44 46.38 100 0
1 18 4 20 0 6 3 4 8 19 15 9 14 15 2 0 11 35 9 2 13 13 0 6 5 13
1 2 2 0 0 1 3 4 8 15 12 5 0 0 1 0 1 18 0 2 5 5 0 1 5 0
100 11.11 50 0 0 16.67 100 100 100 78.95 80 55.56 0 0 50 0 9.091 51.43 0 100 38.46 38.46 0 16.67 100 0
3 54 68 46 17 26 47 56 28 71 51 55 128 68 37 24 16 39 22 18 33 42 36 75 12 24
1 15 59
33.33 27.78 86.76
0 2 10 44 50 25 51 42 26 6 0 15 3 1 18 0 6 21 14 16 33 12 0
0 11.76 38.46 93.62 89.29 89.29 71.83 82.35 47.27 4.688 0 40.54 12.5 6.25 46.15 0 33.33 63.64 33.33 44.44 44 100 0
Jumlah
574
254
76
29.92
597
303
27.65
245
91
37.14
1096
470
42.88
78
Lampiran 3
PERBANDINGAN SD YANG DISAMPLING DENGAN JUMLAH SD BERDASARKAN DATA STATISTIK DEPDIKNAS 2006
No
Nama Balai
8
Jml SD di Kota Ibu Kota Prop (Depdiknas) = n 119
Jumlah SD Yg seharusnya di Sampling = √n 11
Jumlah SD yg di sampling
1
Aceh
2
Medan
9
788
28
3
Padang
27
413
20
4
Pekanbaru
45
233
15
5
Jambi
15
248
15
6
Palembang
8
410
20
7
Bengkulu
28
96
10
8
Bandar Lampung
17
240
15
9
Jakarta
18
4163
64
10
Bandung
54
923
30
11
Semarang
27
694
26
12
Yogyakarta
15
225
15
13
Surabaya
39
934
30
14
Pontianak
15
195
14
15
Palangkaraya
11
118
11
16
Banjarmasin
25
281
17
17
Samarinda
14
216
14
18
Manado
10
259
16
19
Palu
6
155
12
20
Makassar
17
443
21
21
Kendari
9
119
11
22
Denpasar
14
209
14
23
Mataram
12
114
11
24
Kupang
12
115
11
25
Ambon
14
181
14
26
Jayapura
6
100
10
JUMLAH
475
11991
486
79
Lampiran 4
REKAP SD (TEMPAT SAMPLING) PJAS 2006-2007 TAHUN 2006 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Bengkulu SD 42 Taman Remaja Bengkulu SD 60 Lingkar Timur Bengkulu SD St. Carolous Bengkulu SDN 13 Bengkulu SDN 15 SKIP Bengkulu SDN 18 Bengkulu SDN 20 Bengkulu SDN 23 Lingkar Barat Bengkulu SDN 27 Bengkulu SDN 29 Bengkulu SDN 35 Lingkar Barat Bengkulu SDN 38 Bengkulu SDN 4 Bengkulu SDN 41 Bengkulu SDN 44 BTN Bengkulu SDN 5 Kota Bengkulu SDN 58 Bengkulu SDN 74 Bengkulu SDN 75 Bengkulu SDN 82 Hibrida Bengkulu SDN 87 Perundam Bengkulu SDN 9 Bengkulu SDN 99 Lingkar Barat Bengkulu TK Bayangkara PU
TAHUN 2007 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Yogyakarta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SD Bopkri Gondolayu SD Kanisius SD Muhamadiyah 3 SD Muhamadiyah Purwodiningratan SD Muhamadiyah Suronatan SDN Demangan SDN Keputran I SDN Lempuyangwangi SDN Ngupasan SDN Pingit SDN Tegalrejo I SDN Tegalrejo II SDN Ungaran
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Bengkulu SDN 38 Bengkulu SDN 33 Bengkulu SDN 27 Bengkulu SDN 26 Bengkulu SDN 07 Bengkulu SDN 13 Bengkulu SDN 20 Bengkulu SDN 60 Bengkulu SDN 74 Bengkulu SDN 87 Bengkulu
Yogyakarta SDN Badran, Badran Jetis SDN Bangirejo I & II SD Kanisius Kota Baru SD Muhammadiah Bausasran SD Rejowinangun I Kota Gede SD Penembahan, Mantrigawen Lor SD Penembahan, Yogyakarta SD Netral, Jl. Dagen GT I/219 SD Pujokusuman SD Suryodiningratan, Jl. Pugeran 21 SD Ngabean KH.A.Dahlan SD Pangudiluhur, Jl. Senopati SD Puropakualaman
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Mataram SDN 2 Mataram SDN 2 Cakranegara SDN 16 Cakranegara SDN 26 Cakranegara SDN 28 Cakranegara SDN 50 Cakranegara SDN 2 Grimax Indah SDN 17 Ampenan MI Nurul Jannah
1 2 3 4 5 6 7 8
Jakarta SD 01,02,04,19 Pagi SD 01-04 Petamburan SD 09 Pagi Sunter SD Gema Nurani Pondok Ungu SD Jati 06 & 011 SD Mardi Yuana SD Swasta T. Harapan Baru SDN 01 Pagi Gunung Sahari
9 10 11 12 13 14 15
SDN 1 Cibuluh Kota Bogor SDN 2 kt Tangerang SDN 2 Serang SDN Neglasari, Bogor SDN Pondok Cina 1 SDN Serua IV Pamulang SDN Tugu IV
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mataram SDN 31 Kota Mataram SDN 1 Cakranegara SDN 21 Cakranegara SDN 5 Mataram SDN 16 Cakranegara SDK Aletheia Ampenan SDN 35 Ampenan SDN 29 Cakranegara, SDN 23 Cakranegara, SDN 1 Ampenan Kota Mataram SDN 12 Cakranegara, Mataram SDN 23 Ampenan Kota Mataram
Jakarta SDN 1 Puspanegara SDN 7 & 10 Jatiwaringin Bekasi SD 6 & 9 pagi Cipinang Elok Jaktim SD 5 & 6 Pagi Tebet Barat SDN Tebet Timur 07/13 Pagi SDN 07 pagi/09 petang JT JB SDN 01Pg Jt Pulo JB SDN 07 pagi/08 petang Sunter Agung SDN 01-08 K. Bawang Tanjung Priok Jakut SDN Kampung Bali 1 Pagi SDN 03 Pagi Pondok Pinang
81
Lampiran 5 KUESIONER (untuk MURID) PENGGUNAAN DATA HASIL PENGUJIAN UNTUK MENINGKATKAN PENGATURAN KEAMANAN PANGAN; STUDI KASUS SIKLAMAT PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH Petunjuk pengisian: -
beri tanda (√) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat
-
jawab dengan singkat dan jelas pertanyaan yang berupa isian
Identitas SD Nama SD
:
Alamat SD
:
Kabupaten/Kota
:
Propinsi
:
Telepon
:
Status SD
:
Negeri
Swasta
Identitas Pencacah Nama Pencacah
:
Waktu Pencacahan
: Hari ................... Jam .......... Tgl : ...../ ...... / .......
Identitas Siswa Nama Siswa
:
Jenis Kelamin
:
Usia Siswa
: ........ tahun
Tinggi Badan
: ............ cm
Berat Badan
: ............ kg
Laki-Laki
Perempuan ....... bulan
82
1. Berapa uang saku Anda setiap harinya? kurang dari Rp.1.000
Rp.3.000-Rp 5.000
Rp.1.000-Rp.3.000
lebih dari Rp.5.000
Lain-lain sebutkan .................. 2. Seberapa sering dalam seminggu Anda jajan di sekolah? 1-2 kali
setiap hari
3-5 kali 3. Berapa uang saku yang Anda jajakan untuk membeli jajanan di Sekolah? Kurang dari Rp.1.000
Rp. 3.000-Rp 5.000
Rp. 3.000-Rp.5.000
lebih dari Rp.5.000
Lain-lain sebutkan ................ 4. Alasan apa Anda mengkonsumsi makanan jajanan? Harga murah
Nilai gizinya tinggi
Rasanya enak
Warnanya menarik
lainnya, sebutkan .......................................................... 5. dimana Anda membeli makanan atau minuman jajanan di sekolah? Kantin Sekolah
Pedagang Keliling di Sekolah
6. Menurut Anda bagaimana kondisi tempat berjualan di lingkungan sekolah Anda? bersih
kurang bersih
kotor
7. Bagaimana pedagang menyajikan makanan atau minuman yang mereka jual? dalam wadah terbuka
dalam wadah tertutup
lainnya, sebutkan........................................................... 8. Pernahkah Anda mengalami gangguan kesehatan setelah menkonsumsi makanan atau minuman yang Anda beli di sekitar lingkungan sekolah pernah
tidak pernah
9. Jika pernah, makanan atau minuman apa yang waktu itu Anda beli? Sebutkan ................................................................................
83
10. Berapa kali Anda membeli makanan/minuman yang Anda sebutkan seperti pada nomor 9 tersebut diatas? Setiap hari 2 kali dalam seminggu 3 kali dalam seminggu 4 kali dalam seminggu Lebih dari 4 kali dalam seminggu 11. Alasan (motivasi) apa yang Anda membeli jajanan di sekolah? Karena ajakan teman Karena disekolah tidak ada Karena Uang saku terbatas Alasan lainnya, sebutkan .......................................................... 12. Jika Anda menjawab Ya, bagaimana reaksi Anda ? tidak peduli berusaha untuk mengurangi konsumsi makanan/minuman yang menambahkan zat kimia 13. Apakah Sekolah termasuk berada dalam lingkungan sekolah (amati saja) : Elite
lingkungan menengah
lingkungan kumuh
14. Menurut Anda , bagaimana harga makanan/minuman yang anda beli di Murah
Standar
Mahal
15. Pernahkah Anda mendapatkan informasi atau penyuluhan mengenai keamanan pangan, khususnya terkait dengan pangan jajanan ? Pernah
Tidak Pernah
16. Jika pernah, dari instansi mana yang melakukan penyuluhan ? BPOM Dinkes Diknas Guru Lain-lain sebutkan ............................................
84
Lampiran 6 KUESIONER (untuk PEDAGANG) PENGGUNAAN DATA HASIL PENGUJIAN UNTUK MENINGKATKAN PENGATURAN KEAMANAN PANGAN; STUDI KASUS SIKLAMAT PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH Petunjuk pengisian: -
beri tanda (√) pada pilihan jawaban yang anda anggap paling tepat
-
jawab dengan singkat dan jelas pertanyaan yang berupa isian
Identitas SD Nama SD
:
Alamat SD
:
Kabupaten/Kota
:
Propinsi
:
Telepon
:
Status SD
:
Lingkungan Sekolah :
Negeri
Swasta
Elite
Menengah
Kumuh
Identitas Pencacah Nama Pencacah
:
Waktu Pencacahan
: Hari ................... Jam .......... Tgl : ...../ ...... / .......
Identitas Pedagang Nama Pedagang
:
Jenis Kelamin
:
Usia Pedagang
:
Kurang dari 20 tahun
Laki-Laki
20-35 tahun
Perempuan
Lebih dari 35 tahun
Pendidikan Pedagang : Tidak Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
D1/D2
Akademi/D3
Universitas/S1
85
1. Jenis makanan/minuman yang anda jual? ……………………. 2. Sudah berapa lama Anda menjadi pedagang di sekolah ini? Kurang dari 2 tahun
2-5 tahun
> 5 tahun
3. Apakah menjadi pedagang di sekolah ini merupakan pekerjaan utama Anda? Ya
Tidak
4. Jika tidak, apakah pekerjaan utama Anda? ........................................... 5. Berapa harga jual minuman/makanan yang Anda jual untuk setiap porsi ? .............................................................................. sebutkan kira-kira ukurannya : gelas / plastik berapa ml (mililiter) ............................................... 6. Berapa porsi makanan/minuman yang dapat Anda jual setiap harinya? kurang dari 50 porsi
50-100 porsi
> 100 porsi
7. Berapa pendapatan kotor yang bisa Anda peroleh setiap harinya? kurang dari Rp. 100.000
Rp. 100.000-Rp. 300.000
> Rp. 300.000
8. Berapa laba bersih yang bisa Anda peroleh setiap harinya? kurang dari Rp. 50.000
Rp. 50.000-Rp. 100.000
> Rp. 100.000
9. Apakah Anda membuat sendiri makanan/minuman yang akan Anda jual? ya
tidak
10. Jika ya, dimana Anda membuat makanan/minuman yang akan Anda jual? di rumah
di tempat berjualan
lainnya, sebutkan.................................................. 11. Jika pembuatannya di rumah, berasal dari mana air yang digunakan untuk membuat makanan/minuman? PDAM
sungai
sumur
lainnya, sebutkan......................................
12. Jika di tempat berjualan, berasal dari mana air yang digunakan untuk membuat makanan/minuman? membawa dari rumah
dari kran sekolah
lainnya, sebutkan......................................
86
13. Dimana Anda membeli bahan baku untuk pembuatan makanan/minuman? pasar tradisional
swalayan
warung
lainnya, sebutkan......................................
14. Apakah Anda pernah mendengar istilah Bahan Tambahan Pangan (BTP), khususnya siklamat? Ya
tidak
15. Jika ya, apakah Anda menggunakannya untuk membuat makanan/minuman yang akan Anda jual? ya
tidak
16. Dimana anda membeli Bahan Tambahan Pangan (BTP), khususnya siklamat? pasar tradisional
swalayan
warung
lainnya, sebutkan......................................
17. Apakah Bahan Tambahan Pangan (BTP), khususnya siklamat yang anda beli menggunakan label ? ya
tidak
18. Jika ya apakah dalam label disebutkan aturan / takaran penggunaan ? ya
tidak.
19. Tahukah Anda, bahwa menggunakan siklamat ada aturan/takaran penggunaannya ? Tahu
Tidak tahu.
20. Jika tahu, Berapa gram biasanya Anda menambahkannya dalam makanan/minuman yang Anda jual?............................... (berapa takarannya? dengan apa?) 21. Berapa harga siklamat per bungkus? Rp............... ...... dan untuk ukuran berapa siklamat tersebut dijual? ............. gram 22. Apakah Anda mengetahui bahaya penggunaan siklamat yang melebihi batas maksimum yang diijinkan? ya
tidak
87
23. Jika iya, apa reaksi Anda? mengurangi jumlah siklamat yang ditambahkan dalam makanan/minuman tidak peduli menghentikan penggunaan menggunakan BTP lain, sebutkan ................................ 24. Apakah kondisi lingkungan tempat berjualan bersih? ya
tidak
25. Apakah Anda pernah mengikuti pembinaan mengenai masalah keamanan pangan termasuk dalam hal penggunaan BTP dari instansi terkait? pernah
tidak pernah
26. Jika pernah, instansi mana yang melakukan pembinaan tersebut? Badan POM/Depkes
Universitas
Swasta Lainnya, sebutkan............................................................ 27. Pernahkah Anda di tegur oleh petugas karena menggunakan Siklamat melebihi aturan yang diizinkan ? Perrnah
Tidak Pernah
88
Lampiran 7
HITUNGAN BIAYA PRODUKSI ES PUTER Es Puter tanpa siklamat (10 ltr)
Komposisi Bahan
Harga satuan (Rp)
Kelapa 8 bh
4000,-
Garam krosok 8 kg
1000,-
Es Balok ½ Gula Pasir 2,5 kg Vanilli 6 sachet Susu Krimer 1 klg
24000,6500,300,-
Es Puter dengan siklamat (10 ltr) Biaya
Komposisi Bahan
(Rp) 32000,- Kelapa 8 bh
Harga satuan (Rp)
Biaya (Rp)
4000,-
32000,-
1000,-
8000,-
12000,- Es Balok ½
24000,
12000,-
16250,- Gula Pasir 2 kg
6500,-
13000,-
18000,- Vanilli pasta cair ½
2000,-
1000,-
8000,- Garam krosok 8 kg
8000,-
8000,-
-
-
-
10000,-
10000,-
-
-
-
Tepung Hunkwe 2
3000,-
6000,-
-
-
-
Daun Pandan 1 ikat
500,-
Buah
Cup gelas /100 bh
13000,-
500,- Daun Pandan 1 ikat 13000,- Cone /100 bh
500,-
500,-
12000,-
12000,-
Sendok /100 bh
2000,-
2000,- Sendok /100 bh
2000,-
2000,-
Elpiji/minyak
3000,-
3000,- Minyak
4000,-
4000,-
2000,-
2000,-
Sari Manis 14 gr 1 bks
Total Biaya Produksi Harga jual/Cup Jml produksi 80-90 cup
86500,-
128750,2500,-
Harga jual/ Cone
1000,-
Jml produksi 120 – 140 cone
89
Lampiran 8 HITUNGAN BIAYA PRODUKSI BAJIGUR Bajigur tanpa siklamat ( 20 ltr)
Komposisi Bahan
Harga satuan (Rp)
Bajigur dengan siklamat ( 20 ltr)
Biaya (Rp)
Komposisi Bahan
Harga satuan (Rp)
Biaya (Rp)
Kelapa 4 bh
4000,-
16000 Kelapa 4 bh
4000,-
16000
Gula Merah 4 kg
9000,-
36000 Gula Merah 2 kg
9000,-
18000
Vanilli 4 sachet
300,-
1200 Vanilli 4 sachet
300,-
1200
2000,-
1000
4800 Arang Batok 1 kantong
7500,-
7500
Es Batu 8 kantong @ 1 kg
600,-
4800
3000,-
3000
300,-
3000
Arang Batok 1 kantong
7500,-
Es Batu 8 kantong @ 1 kg
600,-
Kantong Plastik 1 pak
3000,-
Sedotan 10 pak
300,-
7500
3000
Sari Manis 1/2 bks @ 25 gram
3000 Kantong Plastik 1 p Sedotan 10 pak
Total Biaya Produksi Jumlah porsi : 100 -120
71500 1500-2000
54500 Jumlah porsi : 130 -135
500 1000
HITUNGAN BIAYA PRODUKSI ES KELAPA Es Kelapa tanpa siklamat Es Kelapa dengan siklamat Biaya Biaya Harga Harga (Rp) (Rp) Komposisi Bahan satuan Komposisi Bahan satuan (Rp) (Rp) Kelapa Muda 6 bh
4,000
24000 Kelapa Muda 6 bh
4000,-
24000
Gula Pasir 3 kg
6500
19500 Gula Pasir 1,5 kg
6500,-
9750
Vanili 4 sachet
300
1200 Vanili 2 sachet
300,-
600
Es Batu 6 kantong
700
4200 Es Batu 8 kantong
700,-
5600
2000,-
1000
3000,-
3000
3000
3000
Sari Manis 1/2 bks @ 25 gram
Jeruk Nipis
2000
2000
Kantong Plastik
3000
3000 Kantong Plastik
Sedotan 1 pak
300
Total Biaya Produksi 60 Porsi
3000 Sedotan 1 pak 56900
2000
46950 80 porsi
1000
90
Lampiran 9 HITUNGAN BIAYA PRODUKSI ES DAWET Es Dawet tanpa siklamat
Komposisi Bahan
Harga satuan (Rp)
Es Dawet dengan siklamat Biaya
Harga satuan (Rp)
Komposisi Bahan
(Rp)
Biaya (Rp)
Tepung Beras 3/4 kg
8000
6000 Tepung Beras 3/4 kg
8000
6000
Tepung Sagu 1/2 kg
4500
2750 Tepung Kanji 1/2 kg
4000
2000
Gula Merah 4 kg
9000
36000 Gula Merah 1,5 kg
9000
13500
Kelapa 5 bh (8 lt santan)
4000
20000
2000
2000
2000
1000
600
600
Daun Pandan 1 ikat
500
Es Batu 8 kantong
700
Sari Manis 1 bks @ 25 gram
500 Pasta 1/2 5600 Es Batu 10 kantong
Air isi ulang 1 galon
4000
4000 Kelapa 4 bh ( 8 ltr santan)
4000
16000
Minyak Tanah
8000
8000 Minyak Tanah
8000
8000
Kantong Plastik
4000
4000 Kantong Plastik
4000
4000
Sedotan
3000
3000 Sedotan
3000
3000
Total Biaya Produksi 65 - 70 Porsi
89850 2000 2500
56100 10001500
75 - 80 Porsi
HITUNGAN BIAYA PRODUKSI AGAR-AGAR Agar-agar tanpa siklamat
Komposisi Bahan
Harga satuan (Rp)
Agar-agar dengan siklamat Biaya
Komposisi Bahan
(Rp)
Air 5 liter
Biaya (Rp)
Air 3 liter
Tepung Agar 5 bks
3000,-
Gula Pasir 3/4 kg
6500,-
15000 Tepung Agar 2 bks
1000 Pewarna
Mangkok Plastik 50 bh
4000
Total Biaya Produksi
24750 2000,-
3000,-
6000
4750 Gula Pasir 10 Sendok
Pewarna
Jumlah porsi : 50
Harga satuan (Rp)
750 1000
Mangkok Plastik 50 bh
4000 11750
Jumlah porsi : 40
1000,-
91
Lampiran 10 HITUNGAN BIAYA PRODUKSI ES TEH Es Teh tanpa siklamat Harga Biaya Komposisi Bahan satuan (Rp) (Rp)
Es teh dengan siklamat Harga Biaya Komposisi Bahan satuan (Rp) (Rp)
Gula pasir 1,5 kg
6500,-
9750 Gula pasir 1 kg
Te h 1 bks
4000,-
4000 Te h 1 bks
Es Batu 8 kantong
600,-
Minyak Tanah
6500
4000
4800 Es Batu 8 kantong
600,-
4800
4000 Gas
3000
Sari Manis 1/2 ST Total Biaya Produksi Jumlah porsi : 70-75
6500
1000,-
500
22550 1500-2000
18800 Jumlah porsi : 80 -90
500 - 1000
Tabel 7 PERBANDINGAN HITUNGAN BIAYA PRODUKSI MENURUT JENIS PJAS
Bajigur
Biaya produksi Menggunakan siklamat & gula (Rp) 54500,-/130 porsi
500 - 1000,-
71900,-/120 porsi
1500-2000,-
Es Krim Puter
86500,-/140 cone
1000,-
128750,-/90 cup
2500,-
Es Dawet
40100,-/80 porsi
1000 -1500
89850,-/70 porsi
2000-2500,-
Es Kelapa
46950/80 porsi
1000,-
56900,-/60 porsi
2000,-
Es Teh
18800,-/90 porsi
500-1000,-
22500,-/75 porsi
1500 -2000
Agar-agar
11750,-/40 porsi
1000,-
24750,-/50 porsi
2000,-
Jenis bahan
Harga Jual (Rp)
Biaya produksi menggunakan gula (Rp)
Harga Jual (Rp)
92