FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PEMANIS SINTETIS SIKLAMAT BERLEBIH PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR NEGERI KELURAHAN PONDOK BENDA, KELURAHAN PAMULANG BARAT DAN KELURAHAN PAMULANG TIMUR TAHUN 2015
SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: NURUL FAJRIATI PRAPTIKA PUTRI 1111101000073
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, November 2015 Nama : Nurul Fajriati Praptika Putri
NIM : 1111101000073
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Negeri Wilayah Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 (xi +164 halaman, 3 gambar, 19 tabel, 5 lampiran)
ABSTRAK Siklamat merupakan pemanis sintetis yang tidak memiliki nilai kalori dan memiliki rasa manis 30-80 kali lipat dibanding pemanis alami. Penggunaan siklamat dalam pangan di sejumlah negara telah dilarang, namun di Indonesia masih diperbolehkan dengan batas maksimal yang berbeda pada setiap jenis pangan. Akan tetapi, laporan BPOM tahun 2011 menunjukkan bahwa 10,73% pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di Indonesia memiliki kandungan siklamat melebihi batas maksimal yang ditentukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah di sekolah dasar wilayah pondok benda, pamulang barat dan pamulang timur, yang dilaksanakan Agustus-Oktober 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional study. Sampel penelitian adalah para pedagang PJAS sejumlah 76 sampel yang diambil dengan teknik purposive sampling. Analisisis data terdiri dari analisis univariat dan bivariat menggunakan uji statistik chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 51,3% PJAS memiliki kandungan siklamat melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. Selain itu, sebanyak 36 responden (47,4%) memiliki tingkat pengetahuan rendah, 35 orang responden (46,1%) memiliki sikap positif terhadap siklamat, 30 responden (39,5%) percaya manfaat siklamat, 21 responden (27,6%) menilai penggunaan siklamat penting, 52 responden (68,4%) beranggapan ketersediaan siklamat memadai, 39 responden (51,3%) memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat dan 35 responden (45,5%) dipengaruhi pedagang lain dalam menggunakan siklamat. Faktor yang berhubungan dengan penggunaan siklamat berlebih adalah ketersediaan siklamat (pValue= 0,048) dan akses mendapatkan siklamat (pValue= 0,038). Adapun variabel yang tidak berhubungan antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai dan peran pedagang PJAS lain. Peneliti menyarankan pemerintah untuk meningkatkan pengawasan terhadap kualitas PJAS secara rutin dan meningkatkan pasokan pemanis alami. Pemerintah
juga perlu mempertegas pemberian sanksi hukum bagi para pedagang PJAS yang menggunakan siklamat berlebih dalam PJAS yang mereka jual. Selain itu, pihak sekolah sebaiknya memberikan sosialisasi pangan jajanan yang aman dan sehat bagi para siswa dan orang tua. Kata Kunci : Pangan jajanan anak sekolah, Perilaku, Siklamat, Pengetahuan, Sikap, Kepercayaan, Nilai, Ketersediaan, Akses, Peran Pedagang PJAS lain. Daftar Bacaan : 99 (1984 – 2015)
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM ENVIRONMENTAL HEALTH MAJOR Undergraduate Thesis, November 2015 Name : Nurul Fajriati Praptika Putri
1111101000073
FACTORS THAT RELATED TO THE EXCESSIVE USE OF CYCLAMATE ARTIFICIAL SWEETENER ON SCHOOL-FOODS THAT SOLD AROUND STATE PRIMARY SCHOOL AT PONDOK BENDA, PAMULANG BARAT AND PAMULANG TIMUR 2015 (xi +164 pages, 3 pictures, 19 tables, 5 attachments)
ABSTRACT Cyclamate is an artificial sweetener which doesn’t has calorie and sweeter 30-80 times than natural sweetener. The use of cyclamate in foods and beverages has been banned at several countries, but Indonesia still give permittion to use cyclamate with maximum limit according to the food type. However, Indonesian food and drugs control agency in 2011 reports that 10% school-foods that sold around elementary school contain cyclamate over the limit. Therefore, this research aims to determine the factors associated with excessive use of cyclamate on school-foods that sold around state primary school at Pondok Benda, Pamulang Barat and Pamulang Timur. This research carried out in August-October 2015. This is an quantitative research with cross sectional study. Sample of this research is sellers of school-food around state elementary school at Pondok Benda, Pamulang Barat and Pamulang Timur which amounts to 76 peoples. Samples selected by purposive sampling method. Data analysis consisted of univariate and bivariate analysis using the chi square test. The results showed that 51,3% of school foods that sold around elementary school at Pondok Benda, Pamulang Barat and Pamulang Timur contain cyclamate exceed the maximum allowed. Besides that, 36 respondents (47.4%) had a low level of knowledge, 35 respondents (46.1%) have a positive attitude towards cyclamate, 30 respondents (39.5%) believe the benefits of cyclamate, 21 respondents (27,6%) assess that the use of cyclamate is important, 52 respondents (68.4%) considered that the availability of cyclamate is adequate, 39 respondents (51.3%) have easy access to getting cyclamate and 35 respondents (45,5%) are influenced other sellers in the use of cyclamate. Factors that related with excessive use of cyclamate are availability of cyclamate (pValue= 0,048) and access to get cyclamate (pValue= 0,038). The variables those are not related with excessive use of cyclamate are knowledges, attitudes, beliefs, values and influence of another school-food sellers. Researcher recommend the government to improve surveillance of the school-food quality and increase the supply of natural sweetener as well as reduce the circulation of cyclamate. The Government also
needs to reinforce the legal sanctions for traders who use cyclamate excessive way in school-food. In addition, the schools should provide socializations about safety and healthy street food for students and their parents. Keywords : Cyclamate, School-food, Behaviour, Knowledges, Attitudes, Beliefs, Values, Availability, Access, Influence of Another School-Food Sellers. Reference
: 99 (1984 – 2015)
i
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis turut mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ayah Suprapto dan mama Rumiati serta Sakti yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan laporan ini. 2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. Ela Laelasari SKM, M.Kes dan Ibu Yuli Amran, MKM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membantu dan membimbing penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.
iv
6. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM dan Dra. Raiyan, MKM, Apt selaku penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan demi perbaikan skripsi ini. 7. Bapak Azib Rasyidi yang telah banyak membantu penulis selama menyelesaikan masa perkuliahan 8. Teman-teman kesayangan (Amel, Deis, Nunuy dan Farah), jamaah kesling 2011(Ika, Shela, Tika, Alifia, Ila, Eka, Almen, Ibnu, Feela, Pewe, Onoy, Chandra, Awal, Sarjeng, Ukhfiya, Ayu, Niken, Betti, Rachmatika, Hari, Efri, Rois dan Ikoh) serta kesling 2012 yang selalu memberikan semangat dan dukungan moral kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 9. Seluruh anggota Kesmas UIN 2011 yang telah banyak membantu penulis dari awal hingga akhir perkuliahan. 10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan lapang dada akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacannya.
Ciputat, Desember 2015 Penulis
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi BAB I : PENDAHULUAN ....................................................................................1 A. Latar Belakang ..................................................................................................1 B. Rumusan Masalah .............................................................................................7 C. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................8 D. Tujuan Penelitian ............................................................................................10 1. Tujuan Umum ...............................................................................................10 2. Tujuan Khusus ..............................................................................................10 E. Manfaat Penelitian ..........................................................................................13 1. Bagi Sekolah .................................................................................................13 2. Bagi Instansi Pemerintah ..............................................................................13 3. Bagi Peneliti Lain .........................................................................................13 F. Ruang Lingkup ................................................................................................14 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................15 A. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ............................................................15 1. Definisi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)............................................15 2. Kelompok Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)........................................16 3. Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) .........................17 4. Pengawasan Kulitas Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ........................20 B. Keamanan Pangan ...........................................................................................21 C. Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) ........................................22 D. Bahan Tambahan Pangan (BTP) .....................................................................23 1. Definisi Bahan Tambahan Pangan................................................................23 2. Fungsi Bahan Tambahan Pangan..................................................................24 3. Jenis Bahan Tambahan Pangan ....................................................................25
vi
E. Bahan Tambahan Pangan Pemanis .................................................................26 1. Pemanis Alami ..............................................................................................27 2. Pemanis Sintetis ............................................................................................27 F. Siklamat ..........................................................................................................28 1. Definisi Siklamat ..........................................................................................28 2. Manfaat Siklamat ..........................................................................................29 3. Regulasi ........................................................................................................31 4. Dampak Penggunaan Siklamat Berlebih Bagi Kesehatan ............................32 G. Perilaku ...........................................................................................................34 1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) ...................................................35 2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) ..........................................................44 3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)............................................................46 H. Pedagang Pangan ............................................................................................47 I. Kerangka Teori ...............................................................................................49 BAB III : KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ................51 A. Kerangka Konsep ............................................................................................51 B. Definisi Operasional .......................................................................................54 C. Hipotesis .........................................................................................................57 BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN ............................................................59 A. Desain Penelitian ............................................................................................59 B. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................................59 C. Populasi ...........................................................................................................59 D. Sampel.............................................................................................................60 E. Pengumpulan Data ..........................................................................................61 1. Sumber Data .................................................................................................62 2. Instrumen Penelitian .....................................................................................62 F. Validitas dan Reliabilitas ................................................................................67 A. Uji Validitas ..................................................................................................68 B. Uji Reliabilitas ..............................................................................................69 G. Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................70 1. Pengolahan Data ...........................................................................................70 2. Analisis Data .................................................................................................71
vii
BAB V : HASIL PENELITIAN ............................................................................73 A. Analisis Univariat ...........................................................................................73 1. Gambaran Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) .....................................................................73 2. Distribusi Pengetahuan Pedagang Mengenai Siklamat ................................73 3. Distribusi Sikap Pedagang terhadap Penggunaan Siklamat Berlebih...........74 4. Distribusi Tingkat Kepercayaan Pedagang terhadap Siklamat.....................75 5. Distribusi Nilai terhadap Siklamat ...............................................................76 6. Distribusi Ketersediaan Siklamat .................................................................76 7. Distribusi Akses Mendapatkan Siklamat ......................................................77 8. Distribusi Peran Pedagang PJAS Lain ..........................................................78 B. Analisis Bivariat ..............................................................................................78 1. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih .........................................................................................79 2. Hubungan Antara Sikap dengan Penggunaan Siklamat Berlebih ................80 3. Hubungan Antara Kepercayaan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih .....81 4. Hubungan Antara Nilai dengan Penggunaan Siklamat Berlebih ..................82 5. Hubungan Antara Ketersediaan Siklamat dengan Penggunaan Siklamat Berlebih.........................................................................................................84 6. Hubungan Antara Akses Mendapatkan Siklamat dengan Penggunaan Siklamat Berlebih .........................................................................................85 7. Hubungan Antara Peran Pedagang Lain dengan Penggunaan Siklama Berlebih.........................................................................................................86 BAB VI : PEMBAHASAN....................................................................................88 A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................88 B. Penggunaan Siklamat Berlebih Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) 88 C. Pengetahuan dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ............................................................91 D. Sikap dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ........................................................................95 E. Kepercayaan dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ............................................................98
viii
F. Nilai dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ......................................................................102 G. Ketersediaan Siklamat dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ..................................105 H. Akses Mendapatkan Siklamat dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ...................108 I. Peran Pedagang PJAS Lain dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) ..................................112 BAB VII : SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................116 A. SIMPULAN ..................................................................................................116 B. SARAN .........................................................................................................118 1. Bagi Sekolah ...............................................................................................118 2. Bagi Institusi Pemerintah ............................................................................118 3. Bagi Peneliti Lain .......................................................................................118 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................120 LAMPIRAN .........................................................................................................128
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bentuk Molekul Kimia Siklamat........................................................29 Gambar 2.2 Kerangka Teori ...................................................................................49 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ...............................................................................53
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Batas Maksimum Penggunaan Siklamat Berdasarkan Kategori Pangan32 Tabel 3.1 Definisi Operasional ..............................................................................54 Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ...............................................68 Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ............................................70
Tabel 5.1 Gambaran Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ........................................................................................................................73
Tabel 5.2 Distribusi Tingkat Pengetahuan Pedagang terhadap Penggunaan Pemanis Sintetis Siklamat Berlebih pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ....74
Tabel 5.3 Distribusi Sikap Pedagang terhadap Penggunaan Siklamat pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Wilayah Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015.................................................................................75
Tabel 5.4 Distribusi Tingkat Kepercayaan Pedagang terhadap Siklamat pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015.................................................................................75
Tabel 5.5 Distribusi Nilai terhadap Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015..................................................................................................76
Tabel 5.6 Distribusi Ketersediaan Siklamat Bagi Pedagang PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ............................................................................................................77
xi
Tabel 5.7 Distribusi Akses Mendapatkan Siklamat Bagi Pedagang PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015..................................................................................................77
Tabel 5.8Distribusi Peran Pedagang PJAS Lain Terhadap Penggunaan Siklamat pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ..........................................................................78
Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ............................................................................................................79
Tabel 5.10 Hubungan Sikap dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ........................................................................................................................80
Tabel 5.11 Hubungan Kepercayaan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ............................................................................................................81
Tabel 5.12 Hubungan Nilai dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ........................................................................................................................83
Tabel 5.13 Hubungan Ketersediaan Siklamat dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015.................................................................................84
Tabel 5.14 Hubungan Akses dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 ........................................................................................................................85
xii
Tabel 5.15 Hubungan Peran Pedagang PJAS Lain dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015.................................................................................86
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner ..........................................................................................128
Lampiran 2 Hasil Uji Kuantitatif Siklamat ..........................................................135
Lampiran 3 Output Uji Validitas dan Reliabilitas ...............................................139
Lampiran 4 Output Analisis Data Penelitian .......................................................141
Lampiran 5 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ....................................................157
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu bagian yang penting bagi kesehatan manusia, mengingat pangan merupakan salah satu media transmisi yang dapat memindahkan agent penyakit dari lingkungan ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan penyakit berbasis makanan (food borne disease) (Achmadi, 2011). Aspek pangan yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah aspek keamanan. Keamanan pangan menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan pasal 1 ayat 5 adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran kimia, biologis dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. Pencemaran kimiawi dalam pangan dapat terjadi melalui penggunaan bahan tambahan pangan yang berbahaya dan melebihi batas maksimal yang diperbolehkan (Kemenkes, 2011). Salah satu jenis bahan tambahan pangan yang sering dipergunakan melebihi batas maksimal yang diperbolehkan adalah siklamat. Penggunaan siklamat sebagai pemanis sintetis dalam pangan tidak boleh melebihi batas maksimum yang diizinkan pemerintah. Penggunaan siklamat berlebihan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Pengaruh
1
2
jangka pendek dari konsumsi siklamat berlebih dapat menimbulkan gelajagejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau kesulitan buang air besar (Kemenkes, 2011). Konsumsi siklamat dalam jangka panjang dapat menyebabkan metabolisme siklamat menjadi senyawa cyclohexilamine. Senyawa cyclohexylamine adalah senyawa bersifat toksik karena dapat menimbulkan gangguan kardiovaskular dan terhentinya perkembangan testis (Nollet, 2004). Selain itu, senyawa cyclohexilamine dapat menyebabkan ketidaksuburan dan keguguran janin (Duslo, 2011). Paparan senyawa ini berulang-ulang juga dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (NJDH, 2010). Berdasarkan hasil uji laboratorium pada hewan uji, pemberian siklamat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, limpa dan menyebabkan kerusakan genetik (BPOM, 2008). Siklamat sebagai pemanis sintetis umumnya sudah tidak digunakan di sejumlah negara. Penggunaan siklamat sudah dilarang penggunaannya di Amerika pada tahun 1970 karena produk degradasinya bersifat karsinogenik (Saparinto & Hidayati, 2006). Selain itu, di Jepang dan beberapa negara ASEAN penggunaan siklamat juga sudah dilarang terkait keamanan penggunaannya (Cahanar & Suhanda, 2006). Akan tetapi, di Indonesia penggunaan siklamat sebagai pemanis sintetis dalam pangan masih diperbolehkan. Penggunaan siklamat sebagai pemanis sintetis dalam pangan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis.
3
Regulasi mengenai penggunaan pemanis sintetis siklamat tidak menjamin para pedagang pangan untuk tidak menggunakan siklamat secara berlebih. Hasil survey nasional yang dilakukan oleh BPOM tahun 2011 menunjukkan bahwa sebanyak 10,73 % pangan jajanan di Indonesia memiliki kandungan siklamat yang tidak memenuhi syarat karena berada dalam konsentrasi yang melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Selain itu, hasil penelitian Wariyah (2013) menunjukkan bahwa sebanyak 8% pangan jajanan anak sekolah di wilayah Kulonprogo, DIY mengandung pemanis buatan siklamat yang melebihi batas penggunaan. Hasil penelitian Noriko dkk (2011) juga menyatakan bahwa 50% pangan jajanan di SDN Telaga Murni 03 dan Tambun 04 Kabupaten Bekasi memiliki kandungan siklamat yang berlebih. Penggunaan siklamat dalam pangan jajanan juga ditemukan di wilayah Kota Tangerang Selatan. Data dari Profil Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 menunjukkan bahwa 16% pangan jajanan anak sekolah di wilayah Tangerang Selatan belum memenuhi syarat kesehatan karena penggunaan bahan tambahan pangan yang melebihi batas maksimal yang dipersyaratkan, termasuk siklamat. Selain itu, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan April 2015 diketahui bahwa sebanyak tiga dari lima sampel PJAS berupa minuman es yang dijajakan di lima sekolah dasar negeri di wilayah Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur memiliki kandungan siklamat berlebih dengan dosis masing-masing 338,5 mg/kg, 276 mg/kg dan 290,8 mg/kg, dimana kadar siklamat tersebut melebihi batas maksimal penggunaan siklamat yang diperbolehkan dalam minuman es
4
(250 mg/kg). Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa masih banyak terdapat penggunaan siklamat dalam pangan secara berlebih dan tidak sesuai dengan regulasi, khususnya dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mengandung siklamat berlebih dapat menimbulkan dampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa yang mengkonsumsinya. Pangan dengan nilai nutrisi yang buruk karena cemaran bahan kimia berbahaya bila dikonsumsi oleh anak usia sekolah dasar dapat menurunkan kualitas fisik dan kecerdasannya sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidupnya di masa dewasa (Supartini, 2002). Hal tersebut dikarenakan usia sekolah dasar merupakan tahapan yang amat penting dalam perkembangan pribadi seseorang dan memegang peranan penting yang akan menentukan kepribadian seseorang saat dewasa (Anshoriy & Pembayun, 2008). Oleh karena itu, pangan jajanan yang biasa dikonsumsi oleh para siswa sekolah dasar harus diawasi mutu, kualitas dan keamanannya agar tidak membahayakan pertumbuhan dan perkembangan para siswa, termasuk kadar penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Akan tetapi, PJAS yang berada di wilayah Sekolah Dasar (SD) banyak mengandung bahan tambahan pangan (BTP) dalam konsentrasi yang melebihi batas yang diizinkan, termasuk siklamat. Hal tersebut dikarenakan siswa SD memiliki pengetahuan yang masih rendah mengenai keamanan pangan jajanan yang mereka konsumsi, sehingga mereka cenderung bebas dalam membeli pangan jajanan tanpa mempertimbangkan bahaya dari pangan jajanan yang tercemar siklamat berlebih. Akibatnya, para pedagang pangan jajanan pada umumnya merasa bebas untuk menggunakan bahan
5
tambahan pangan seperti siklamat dalam konsentrasi yang tinggi tanpa khawatir PJAS yang mereka jual akan dihindari oleh para siswa (Anwar & Khomsan, 2009). Berdasarkan Rencana Strategis Kota Tangerang Selatan 2011-2016, Kelurahan Pondok Benda dan Kelurahan Pamulang Barat merupakan salah satu pusat lingkungan pengembangan pendidikan di Kota Tangerang Selatan. Sebagai lokasi pengembangan pendidikan, semua aspek yang menunjang pendidikan tentu perlu diperhatikan agar usaha pengembangan pendidikan mencapai hasil maksimal, termasuk aspek pangan jajanan. Akan tetapi, hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa masih terdapat pedagang pangan jajanan anak sekolah di kelurahan Pondok Benda dan Kelurahan Pamulang Barat yang menggunakan siklamat berlebih pada pangan jajanan dan dapat memberi dampak negatif bagi kesehatan para siswa yanng mengkonsumsinya. Penggunaan siklamat berlebih pada PJAS tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pengetahuan pedagang pangan jajanan yang kurang mengenai keamanan pangan jajanan anak sekolah dan sikap positif pedagang pangan jajanan terhadap penggunaan siklamat dalam pangan jajanan yang diproduksinya dapat mempengaruhi pedagang pangan untuk menggunakan siklamat dalam pangan yang mereka produksi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwaningsih dkk (2010) yang dilakukan pada penjual makanan jajanan berupa es lilin di kelurahan Srondol, Kota Semarang, diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan pedagang es lilin dengan kadar natrium siklamat dalam es lilin yang diproduksinya (p=0,00), dan ada hubungan yang nyata antara sikap pedagang es lilin dengan kadar natrium
6
siklamat dalam es lilin yang diproduksinya (p=0,00). Selain itu, penelitian yang dilakukan Wariyah dan Dewi (2013) pada PJAS di wilayah Kulonprogo, Yogyakarta menemukan hasil bahwa terdapat korelasi antara faktor pengetahuan pedagang yang kurang dengan penggunaan siklamat pada PJAS. Faktor lain yang mempengaruhi penggunaan siklamat adalah adanya kepercayaan
bahwa
siklamat
mempunyai
beberapa
kelebihan
yang
mengungguli pemanis murni, yaitu tidak menyebabkan peningkatan gula darah sehingga aman bagi penderita diabetes, tidak menyebabkan kenaikan berat badan, dan tidak menimbulkan kerusakan gigi seperti yang terjadi pada kelebihan konsumsi pemanis alami (Vasudevan dkk, 2013). Selain itu, ketersediaan siklamat yang memadai banyak dijual di pasar tradisional tanpa merk dengan akses yang mudah dalam mendapatkannya turut menjadi penyebab penggunaannya dalam pangan (Apriadji, 2007). Peran pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lain juga merupakan faktor yang menyebabkan penggunaan siklamat berlebih, karena pada umumnya para pedagang pangan mudah mendapatkan informasi mengenai penggunaan siklamat dari teman sesama pedagang pangan (Saparinto & Hidayati, 2006). Berdasarkan fakta-fakta mengenai penggunaan siklamat berlebih dan tidak sesuai dengan batas maksimal yang diperbolehkan pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) tersebut, timbul ketertarikan untuk melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tahun 2015.
7
B. Rumusan Masalah Siklamat merupakan pemanis sintetis yang banyak digunakan oleh pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis, penggunaan siklamat pada pangan memiliki batas maksimal yang berbeda sesuai dengan masing-masing jenis pangan. Akan tetapi, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti diketahui bahwa tiga dari lima PJAS di Kelurahan Pamulang Barat dan Pamulang Timur masih menggunakan siklamat dalam jumlah yang melebihi batas maksimal sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan penggunaan siklamat berlebih tersebut antara lain pengetahuan pedagang yang rendah mengenai siklamat, sikap positif pedagang mengenai penggunaan siklamat berlebih, kepercayaan terhadap manfaat siklamat, nilai mengenai penggunaan siklamat, ketersediaan siklamat yang memadai di pasaran, kemudahan akses dalam mendapatkan siklamat serta peran pedagang PJAS lain yang memberi pengaruh bagi pedagang PJAS untuk menggunakan siklamat. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan pemanis sintetis siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tahun 2015.
8
C. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
2.
Bagaimana tingkat pengetahuan pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) mengenai siklamat di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
3.
Bagaimana sikap pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) mengenai siklamat di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur mengenai penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)?
4.
Bagaimana tingkat kepercayaan pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) terhadap manfaat siklamat di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
5.
Bagaimana nilai pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) terhadap penggunaan siklamat di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
6. Bagaimana gambaran ketersediaan siklamat menurut pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 7. Bagaimana akses dalam mendapatkan siklamat pada pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
9
8. Bagaimana pengaruh pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) lain terhadap penggunaan siklamat di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 9. Bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 10. Bagaimana hubungan antara sikap dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 11. Bagaimana hubungan antara kepercayaan dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 12. Bagaimana hubungan antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 13. Bagaimana hubungan antara ketersediaan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
10
14. Bagaimana hubungan antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur? 15. Bagaimana hubungan antara peran pedagang PJAS lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tahun 2015.
2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran penggunaan siklamat yang melebihi batas maksimal sesuai Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur.
11
b. Diketahuinya tingkat pengetahuan mengenai siklamat pada pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. c. Diketahuinya sikap pedagang terhadap penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. d. Diketahuinya kepercayaan terhadap manfaat siklamat pada pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. e. Diketahuinya nilai terhadap penggunaan siklamat pada pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. f. Diketahuinya ketersediaan siklamat menurut pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. g. Diketahuinya akses pedagang dalam mendapatkan siklamat yang digunakan secara berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur.
12
h. Diketahuinya peran pedagang PJAS lain terhadap penggunaan siklamat berlebih pada pedagang Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. i. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. j. Diketahuinya hubungan antara sikap dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. k. Diketahuinya hubungan antara kepercayaan dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. l. Diketahuinya hubungan antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. m. Diketahuinya
hubungan
antara
ketersediaan
siklamat
dengan
penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur.
13
n. Diketahuinya hubungan antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. o. Diketahuinya hubungan antara peran pedagang PJAS lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Sekolah Sebagai masukan bagi sekolah untuk melakukan pengawasan terhadap pangan jajanan yang dikonsumsi oleh para siswa untuk menghindari dampak buruk bagi kesehatan yang ditimbulkan dari pangan jajanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. 2. Bagi Instansi Pemerintah Sebagai masukan bagi pemerintah setempat untuk lebih memperhatikan dan memperketat regulasi mengenai aspek kesehatan dari makanan jajanan yang dijual di wilayah sekolah dasar yang kemudian dijadikan sebagai acuan melakukan intervensi kepada para pedagang. 3. Bagi Peneliti Lain Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya demi pengembangan ilmu pengetahuan.
14
F. Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2015. Sampel penelitian ini adalah pedagang PJAS yang menggunakan pemanis di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur yang diambil dengan teknik sampel jenuh. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross sectional. Kandungan siklamat diidentifikasi melalui uji laboratorium menggunakan metode gravimetri. Variabel independen berupa faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, ketersediaan siklamat, akses mendapatkan siklamat dan peran pedagang PJAS lain didapatkan melalui kuesioner.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) 1. Definisi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman (UU No. 18 tahun 2012). Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) didefiniskan sebagai pangan siap saji yang ditemui di lingkungan sekolah dan secara rutin dikonsumsi oleh sebagian besar anak sekolah (Kemenkes RI, 2011). Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) memegang peranan strategis menjadi salah satu penyumbang sumber asupan gizi bagi anak-anak saat disekolah (Kemenkes RI, 2011). Selain itu, berdasarkan hasil Survei Ekonomi Sosial Nasional (SUSENAS) tahun 2004 diketahui bahwa pengeluaran keluarga untuk pangan jajanan di Indonesia mencapai 18.84% perkapita perminggu dari total pengeluaran untuk makanan dan minuman atau 10.36% dari total pengeluaran keluarga (BPOM RI, 2006).
15
16
Kontribusi pangan jajanan terhadap pemenuhan gizi juga dilaporkan cukup penting. Berdasarkan hasil Kegiatan Monitoring dan Verifikasi Profil Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nasional yang dilakukan BPOM pada tahun 2008 diketahui bahwa total konsumsi pangan jajanan sekolah bagi para siswa adalah sebesar 239,87 gr/kap/hari yang mengandung 384 kkal dan 9,4 gram protein. Hasil survey tersebut juga menunjukkan bahwa pangan jajanan menyumbang 3,1% energi dan 27,4% protein dari konsumsi pangan harian siswa (BPOM RI, 2009). Saat ini jajan menjadi salah satu “kebutuhan primer” bagi anak-anak saat disekolah, bahkan setiap pagi sang anak selalu rutin minta uang jajan dan selalu disisipkan oleh orangtuanya sebelum berangkat ke sekolah (Kemenkes RI, 2011).
2. Kelompok Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Pangan jajanan anak sekolah (PJAS) umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori (Kemenkes RI, 2011) : a. Makanan utama PJAS yang termasuk dalam kelompok makanan utama misalnya nasi goreng, nasi soto, mie bakso, mie ayam, gado-gado, siomay, dan sejenisnya. b. Penganan atau kue-kue PJAS yang termasuk kelompok penganan antara lain tahu goreng, cilok, martabak telur, apem, keripik, jelly, dan sejenisnya.
17
c. Minuman dan Buah-Buahan PJAS yang termasuk kelompok minuman misalnya es campur, es sirup, es teh, es mambo, dan sejenisnya. Sedangkan PJAS yang termasuk kelompok buah-buahan adalah rujak, pepaya potong, melon potong, dan sejenisnya.
3. Masalah Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Pangan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia, tetapi pangan juga dapat menjadi sumber pengganggu kesehatan, bila pangan yang dikonsumsi tidak aman. Masalah keamanan pangan jajanan yang sering ditemui di lingkungan sekolah diantaranya disebabkan karena produk pangan olahan di lingkungan sekolah yang tercemar bahan berbahaya (bahaya mikrobiologis dan kimia), pangan siap saji di lingkungan sekolah belum memenuhi syarat higienitas, dan donasi pangan yang bermasalah. Terjadinya masalah tersebut dikarenakan tata cara penanganan pangan yang mengabaikan kaidah-kaidah keamanan pangan. Kesalahan tersebut bisa dijumpai pada berbagai aspek mulai dari bahan baku, penanganan (proses produksi, penyimpanan dan penyajian) serta tata cara distribusinya. Selain itu, faktor ketidaktahuan konsumen, dalam hal ini anakanak sekolah dan guru, akan tingkat keamanan pangan jajanan juga menyebabkan masalah keamanan pangan (BPOM RI, 2006). Kemungkinan potensi bahaya yang timbul dalam PJAS antara lain bahaya fisik, bahaya kimia, dan bahaya biologis, yang bila dikonsumsi manusia, dapat menimbulkan gangguan terhadap kesehatan. Bahaya tersebut
18
dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu dari pekerja, makanan, peralatan, proses pembersihan dan dari rambut, kuku, perhiasan, serangga mati, batu atau kerikil, potongan ranting atau kayu, pecahan gelas atau kaca, potongan plastik dan potongan kaleng yang dapat mencederai secara fisik. Benda asing lainnya dapat menjadi pembawa mikroba berbahaya ke dalam pangan dan menyebabkan keracunan pangan (Kemenkes RI, 2011). Bahaya fisik, kimia dan biologis tersebut dapat terjadi melalui cara-cara sebagai berikut (Kemenkes, 2011) : a. Bahaya fisik dapat terjadi apabila pangan dijual di tempat terbuka dan tidak disimpan dalam wadah tertutup, penjual mengenakan perhiasan tangan, dan penjual menangani makanan dan bahan pangan dengan ceroboh. b. Bahaya kimia dapat terjadi karena penggunaan bahan berbahaya yang memang tidak boleh digunakan pada makanan, yang hingga saat ini masih kerap terjadi. Bahan berbahaya tersebut adalah penggunaan boraks dan formalin sebagai pengawet makanan, penggunaan pewarna tekstil, rhodamin (merah) dan methanil yellow (kuning) agar makanan menjadi lebih menarik. Selain itu masih ditemukannya penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) yang melebihi batas yang diijinkan. Penggunaan bahan-bahan tersebut masih sering dilakukan oleh pedagang-pedagang kecil yang memang mereka belum tahu atau sudah tahu bahayanya namun lebih memilih yang harganya lebih murah. Bahaya kimia lainnya misalnya cairan pembersih, pestisida, cat, minyak, komponen kimia dari peralatan atau kemasan yang lepas dan masuk ke dalam pangan. Logam berat masuk
19
melalui air yang tercemar, kertas koran yang digunakan untuk mengemas pangan dan asap kendaraan bermotor. c. Bahaya mikrobiologi dapat disebabkan Bahaya mikrobiologi dapat disebabkan
oleh
mikroba
dan
binatang.
Mikroba
lebih
sering
menyebabkan keracunan pangan dibandingkan bahan kimia (termasuk racun alami) dan bahan asing (cemaran fisik). Sebagian mikroba tersebut tidak berbahaya dan bahkan beberapa di antaranya dapat digunakan untuk membuat produk pangan seperti yoghurt dan tempe. Tetapi, banyak juga mikroba yang dapat menyebabkan infeksi dan intoksikasi pada manusia dan hewan. Pangan menjadi beracun karena tercemar oleh mikroba tertentu
dan
mikroba
tersebut
menghasilkan
racun
yang
dapat
membahayakan konsumen. Jenis mikroba penyebab keracunan pangan adalah virus, parasit, kapang dan bakteri.
Pangan jajanan anak sekolah belum seluruhnya memenuhi persyaratan kesehatan. Hasil pengawasan kualitas PJAS nasional yang dilakukan oleh BPOM pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebanyak 19,21% PJAS dari 15.917 sampel yang diuji tidak memenuhi syarat (TMS). Penyebab sampel yang tidak memenuhi syarat dikarenakan menggunakan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan, menggunakan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimal, mengandung cemaran logam berat melebihi batas maksimal dan kualitas mikrobiologis yang tidak memenuhi syarat (Kemenkes, 2011).
20
4. Pengawasan Kualitas Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Peraturan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 6 tahun 2014, nomor 73 tahun 2014, nomor 41 tahun 2014 dan nomor 81 tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) menyebutkan bahwa pangan jajanan sebagai bagian dari kegiatan UKS/M perlu diperhatikan dan diawasi mutu serta kualitasnya. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Tim Pembina UKS/M, baik ditingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan serta Tim Pelaksana UKS/M yang berkedudukan di sekolah. Pemerintah Daerah (Pemda) berperan membantu pembiayaan pengadaan fasilitas kantin sekolah dan membuat peraturan-peraturan untuk menunjang keamanan pangan di Sekolah Dasar, seperti pembentukan Tim Pembina UKS, design bangunan fisik dan lingkungan warung sekolah yang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mewujudkan usaha kesehatan sekolah. Tim UKS Puskesmas yang terdiri dari Promosi Kesehatan, Tenaga Pelaksana Gizi/TPG, Tenaga Kesehatan Lingkungan/Kesling berperan untuk turut membantu memberikan pengarahan dalam hal menentukan makanan jajanan sekolah yang bernilai gizi dan aman dikonsumsi selama berada di sekolah dan mengawasi para penjaja/penjual agar menjual makanan yang memenuhi syarat kesehatan (Kemenkes, 2011). Tim pelaksana UKS/M yang berkedudukan di sekolah, berperan mengkoordinir semua kegiatan yang berhubungan dengan keamanan pangan di sekolah. Keamanan pangan di sekolah yang dimulai dari siapa yang boleh
21
menjadi penjaja makanan disekolah (perizinan berjualan di sekolah) serta menyediakan lokasi dan fasilitas lingkungan yang bersih. Selain itu, tim pelaksana UKS/M di sekolah berperan dalam memberikan pendidikan, bimbingan dan pengarahan kepada peserta didik agar dapat memilih dan membeli serta mengonsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi dan aman dikonsumsi, serta mengawasi para penjaja agar menjual makanan dan minuman yang telah memenuhi syarat kesehatan (Kemenkes, 2011).
B. Keamanan Pangan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Kemanan, Mutu dan Gizi Pangan, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Keamanan pangan muncul sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan berkembangnya peradaban manusia dan kemajuan ilmu dan teknologi, sehingga diperlukan suatu sistem dalam mengawasi pangan sejak diproduksi, diolah, ditangani, diangkut, disimpan dan didistribusikan serta dihidangkan kepada konsumen. Toksisitas mikrobiologik dan toksisitas kimiawi terhadap bahan pangan dapat terjadi pada rantai penanganan pangan dari mulai saat pra-panen, pascapanen/pengolahan sampai saat produk pangan didistribusikan dan dikonsumsi (Seto, 2001). Keamanan pangan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya perhatian terhadap hal ini telah sering
22
mengakibatkan
terjadinya
dampak
berupa
penurunan
kesehatan
konsumennya, mulai dari keracunan makanan akibat tidak higienisnya proses penyiapan dan penyajian sampai resiko munculnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan tambahan (food additive) yang berbahaya bagi kesehatan (Syah, 2005).
C. Penyakit Bawaan Makanan (Food Borne Disease) Penyakit bawaan makanan adalah suatu gejala penyakit yang terjadi akibat mengkonsumsi mikroorganisme atau toksin baik yang berasal dari tumbuhan, bahan kimia, kuman maupun binatang (Chandra, 2007). Penyakit bawaan makanan diakibatkan oleh konsumsi bahan makanan yang terkontaminasi dengan mikroorganisme atau bahan kimia. Kontaminasi makanan dapat terjadi pada setiap tahap proses produksi pangan dan dari pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air, tanah atau udara (WHO, 2015). Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan membebani. Penyakit tersebut menelan banyak korban dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan khususnya di kalangan bayi, anak, lansia dan orang-orang yang kekebalan tubuhnya terganggu (WHO, 2000). Presentasi klinis yang paling umum dari penyakit bawaan makanan berbentuk gejala gastrointestinal. Akan tetapi, penyakit tersebut juga dapat berbentuk gangguan neurologis, ginekologi, imunologi dan gejala lainnya. Kegagalan multiorgan dan bahkan kanker dapat timbul akibat dari konsumsi
23
bahan makanan yang terkontaminasi, sehingga menyebabkan kecacatan dan kematian (WHO, 2015).
D. Bahan Tambahan Pangan (BTP) 1. Definisi Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan (BTP) adalah segala substansi yang sengaja ditambahkan untuk mempertahankan atau memperbaiki tampilan, tekstur, rasa dan memperbaiki nilai gizi dari makanan tersebut serta untuk mencegah pembusukan yang disebabkan oleh bakteri. Bahan-bahan yang termasuk dalam bahan tambahan pangan adalah segala substansi yang digunakan dalam proses manufaktur, pengolahan, persiapan, pengemasan, pengangkutan atau penjagaan kualitas makanan (Vries, 1997). Sedangkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuakn, pengepakan, pengemasan,
penyimpanan
menghasilkan
atau
dan/atau
diharapkan
pengangkutan
menghasilkan
suatu
pangan komponen
untuk atau
mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah agar produk olahan yang dihasilkan mempunyai tampilan menarik, rasa yang enak, konsistensi yang bagus dan tidak mudah rusak (Suyanti, 2010). Penggunaan bahan tambahan pangan yang diizinkan dalam produk pangan dapat dibenarkan.
24
Akan tetapi, penggunaan bahan tambahan pangan secara berlebih sehingga melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena dapat merugikan atau membayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi pangan tersebut (Saliswijaya, 2004).
2. Fungsi Bahan Tambahan Pangan Terdapat empat fungsi utama bahan tambahan pangan (IFAC, 2013) yaitu : a. Untuk memberikan nutrisi pada makanan. Beberapa bahan tambahan pangan berfungsi untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas gizi makanan. Misalnya, penambahan yodium garam telah berkontribusi pada penghapusan virtual gondok sederhana. Penambahan Vitamin D untuk susu dan produk susu lainnya telah dilakukan hal yang sama sehubungan dengan rakhitis. Niacin dalam roti, tepung jagung dan sereal telah membantu menghilangkan pellagra, penyakit yang ditandai dengan sistem dan kulit gangguan saraf pusat. b. Untuk menjaga kualitas produk dan kesegaran. Makanan segar tidak dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama. Makanan tersebut dapat cepat memburuk, menjadi tengik dan merusak. Bahan tambahan pangan menunda kerusakan signifikan dan mencegah pembusukan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme, bakteri dan ragi dan juga oleh oksidasi (oksigen di udara bersentuhan dengan makanan).
25
c. Untuk membantu dalam pengolahan dan persiapan makanan Bahan tambahan pangan digunakan untuk mempertahankan kualitas yang diinginkan tertentu yang terkait dengan berbagai makanan. Sebagai contoh, pektin yang berasal dari kulit jeruk digunakan dalam jeli untuk mempertahankan ketebalan yang diinginkan. d. Untuk memperbaiki penampilan makanan Mayoritas bahan tambahan pangan paling sering digunakan untuk tujuan ini. Makanan yang tampak menarik bagi indera kita akan meningkatkan selera. Bahan tambahan pangan seperti agen penyedap, zat pewarna dan pemanis digunakan agar pangan terlihat dan terasa enak.
3. Jenis Bahan Tambahan Pangan Pada umumnya, bahan tambahan pangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar (Winarno, 1984) : a. Aditif disengaja Merupakan zat aditif yang diberikan dengan sengaja dan memiliki maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman atau kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa serta tujuan lainnya. b. Aditif tidak disengaja Merupakan zat aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah yang sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.
26
Apabila dilihat dari asalnya, aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain sebagainya. Zat aditif dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat serupa benar dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat metabolismenya seperti misalnya β-karoten, asam askorbat, dan lain-lain. Pada umumnya bahan sintetik mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun
demikian
ada
kelemahannya
yaitu
sering
terjadi
ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogenik yang dapat merangsang terjadi kanker pada hewan atau manusia (Winarno, 1984).
E. Bahan Tambahan Pangan Pemanis Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis, pemanis (sweetener) adalah bahan tambahan pangan berupa pemanis alami dan pemanis buatan yang memberikan rasa manis pada produk pangan. Pemanis ada yang memiliki nutrisi seperti gula alkohol dan poliol, atau yang tidak memiliki nutrisi seperti pemanis sintetis. Pemanis sintetis tidak merubah besaran, kekentalan atau tekstur dari makanan dan minuman. Pemanis yang tidak memiliki nutrisi harus dicampur dengan pemanis yang memiliki nutrisi yang diperbolehkan penggunaannya (Smith, 1991).
27
1. Pemanis Alami Pemanis alami adalah pemanis yang berasal dari ekstrak suatu produk alami tanpa suatu perubahan kimia selama proses produksi atau ekstraksi. Beberapa contoh pemanis alami yang sering dikonsumsi antara lain (Partana, 2008) : a. Gula Pasir (gula tebu) Gula pasir merupakan pemanis yang sering digunakan terutama di kalangan rumah tangga. Gula pasir berasal dari tanaman tebu yang telah cukup umur untuk diolah dan selanjutnya diambil sarinya. Sari tebu tersebut kemudian dikristalisasi sehingga menjadi gula pasir. Kadar sukrosa dalam tebu kurang lebih 6-20 %. b. Gula kelapa Gula kelapa terbuat dari nira yang diperoleh dari pelepah pohon kelapa yang selanjutnya dipanaskan hingga menjadi cairan kental. c. Pemanis alami lainnya Pemanis alami lain yang sering dipergunakan adalah madu yang berasal dari lebah, buah bit, fruktosa dan glukosa. Pemanis alami jarang dipergunakan dalam proses produksi oleh industri kerena menyebabkan biaya produksi menjadi lebih tinggi (Nuraini, 2007).
2. Pemanis Sintetis Pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, namun kalori yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada gula (Winarno,
28
1997). Pemanis sintetis sering ditambah ke dalam pangan sebagai pengganti gula karena memiliki kelebihan dibanding pemanis alami karena beberapa alasan (BPOM, 2002) : a. Rasanya lebih manis. b. Membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis. c. Tidak mengandung kalori atau mengandung kalori yang jauh lebih rendah sehingga cocok untuk penderita penyakit gula (diabetes). d. Harganya lebih murah.
Penggunaan pemanis sintetis perlu diwaspadai karena dalam takaran yang berlebih dapat menimbulkan efek samping yang merugikan kesehatan manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa jenis pemanis sintetis berpotensi menyebabkan tumor dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan batas-batas yang disebut Acceptable Daily Intake (ADI) atau kebutuhan per orang per hari terhadap penggunaan pemanis sintetis dalam pangan (Kemendikbud, 2014).
F. Siklamat 1. Definisi Siklamat Siklamat adalah pemanis non-kalori. Memiliki rasa manis 30 kali lebih manis dibanding sukrosa (CCC, 2015). Siklamat pertama kali disintesis tahun 1973 oleh Michael Sveda dari Abbot Laboratories, Chicago. Siklamat digunakan sebagai pemanis sejak pertengahan tahun 1950, dan menjadi
29
pemanis yang paling dominan digunakan pada tahun 1960 dalam bentuk garam natrium dan kalsium (Smith, 1991). Siklamat tidak memberikan after-taste seperti halnya sakarin. Meskipun demikian, rasa manis yang dihasilkan oleh siklamat tidak terlalu baik (smooth) jika dibandingkan dengan sakarin. Siklamat diperjual belikan dalam bentuk garam Na atau Ca-nya. Siklamat memiliki nama dagang yang dikenal sebagai Assugrin, Sucaryl, Sugar Twin dan Weight Watchers (Kemendikbud, 2014).
Gambar 2.1 Bentuk molekul kimia natrium siklamat (Sumber : Makfoeld et al, 2002)
Siklamat merupakan produk kimia sintetis yang tidak terdapat di alam. Siklamat disintesis dari sikloheksilamine yang berasal dari sulfonasi dari berbagai bahan kimia yang diikuti dengan netralisasi oleh hidroksida (Branen et al, 2002).
2. Kelebihan Siklamat dibanding Pemanis Alami Seperti pemanis rendah kalori lainnya, siklamat bermanfaat untuk mengontrol berat badan, mengelola diabetes, atau membantu mencegah kerusakan gigi. Siklamat, baik dalam bentuk natrium siklamat atau kalsium siklamat, stabil dan larut dalam air. Siklamat digunakan sebagai pemanis dalam minuman diet dan makanan rendah kalori lainnya. Selain itu, siklamat
30
berguna sebagai penambah rasa. Stabilitas panas, tingkat kemanisan yang tinggi dan keunggulan teknologi lainnya juga membuat siklamat digunakan bagi banyak sediaan farmasi dan perlengkapan mandi (CCC, 2015). Ketika siklamat dikombinasikan dengan pemanis rendah kalori lainnya, hasil efek sinergis dari kedua pemanis tersebut akan menghasilkan kombinasi rasa manis yang biasanya akan diharapkan dari jumlah pemanis individu. Selain itu, aftertaste yang kadang-kadang disebabkan oleh
penggunaan
pemanis tunggal dapat ditutupi dengan menggabungkan dua jenis pemanis. Misalnya, campuran dari sepuluh bagian siklamat dan satu bagian sakarin adalah kombinasi yang banyak digunakan dalam makanan dan minuman. Siklamat dapat berfungsi sebagai pelengkap yang sangat baik untuk pemanis rendah kalori lain yang tersedia. Sifat pemanis sinergis unik ini memungkinkan lebih banyak jenis produk rendah kalori dengan rasa yang baik. Siklamat stabil dalam panas dan dingin serta memiliki umur simpan yang baik. Kelarutannya dalam
cairan memungkinkan pemanis ini lebih
banyak digunakan dalam minuman (Sumawinata, 2004). Pedagang pangan pada umumnya lebih memilih untuk menggunakan siklamat dibanding pemanis alami karena memiliki tingkat kemanisan tiga puluh kali lipat dibanding pemanis alami sehingga pemakaian sedikit sudah menimbulkan rasa manis, tidak memiliki nilai kalori sehingga tidak meningkatkan kandungan gula darah dan tidak menyebabkan rasa pahit seperti kebanyakan pemanis buatan lainnya (Lanywati, 2001).
31
3. Regulasi Siklamat disahkan sebagai bahan tambahan pangan oleh Food Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada tahun 1949. Akan tetapi, kemudian siklamat dilarang penggunaannya di Amerika Serikat tahun 1970 karena diketahui berisiko menimbulkan kejadian tumor pada hewan uji (Smith, 1991). Organisasi Kesehatan Dunia Food and Agriculture Organization's Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) melegalkan penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan dengan nilai Acceptable Daily Intake atau konsumsi harian yang dapat diterima sebesar 11 mg/kg (CCC, 2015). Di Indonesia, penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan makanan pemanis sintetis diatur dan diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, disebutkan bahwa bahan tambahan pangan termasuk pemanis sintetik hanya boleh digunakan dengan tidak melebihi batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan. Batas maksimum penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis. Batas maksimum penggunaan siklamat berbeda pada setiap kategori pangan. Batas maksimum penggunaan siklamat pada setiap kategori pangan berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis adalah sebagai berikut.
32
Tabel 2.1 Batas Maksimum Penggunaan Siklamat Berdasarkan Kategori Pangan Batas Maksimum (mg/kg) sebagai Kategori Pangan asam siklamat Minuman berbasis susu yang berperisa dan/atau difermentasi. Contohnya susu coklat, eggnog, minuman yoghurt, minuman berbasis whey. Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya puding, yoghurt berperisa atau yoghurt dengan buah). Makanan pencuci mulut berbasis lemak tidak termasuk makanan pencuci mulut berbasis susu.
250
250 (Dihitung terhadap produk siap konsumsi) 250 (Dihitung terhadap produk siap konsumsi)
Es untuk dimakan (edible ice), termasuk sherbet dan sorbet.
250
Buah dalam kemasan (pasteurisasi/sterilisasi).
250
Kembang gula/permen meliputi kembang gula / permen keras dan lunak, nougat dan lain-lain. Kembang gula karet / permen karet.
500 2000
Produk cokelat analog/pengganti cokelat.
500
Gula dan sirup lainnya (misalnya sirup mapel, xilosa, gula hias). serta gula untuk hiasan kue (contohnya kristal gula berwarna untuk kukis). Selai, jelly, marmalad.
500
1000
Olesan berbasis kakao, termasuk isian (filling)
500
Sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis
4. Dampak Penggunaan Siklamat Berlebih Bagi Kesehatan Penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan tidak boleh melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, batas maksimum konsumsi siklamat harian (Acceptable Daily Intake) menurut Organisasi Kesehatan Dunia Food and Agriculture Organization's Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) adalah sebesar 11 mg/kg. Penggunaan siklamat secara berlebih dapat menyebabkan
33
gangguan kesehatan. Bakteri organik dalam saluran gastrointestinal dapat mengubah siklamat yang dikonsumsi menjadi senyawa cyclohexilamine yang lebih toksik dibanding siklamat itu sendiri (Lu, 1995). Dampak kesehatan yang ditimbulkan oleh senyawa sikloheksilamin antara lain : a. Efek testikular Sejumlah studi toksikologi telah menunjukkan bahwa testis tikus merupakan organ yang paling sensitif terhadap sikloheksilamin, dan efek ini yang digunakan oleh JECFA dan lembaga lainnya sebagai dasar untuk menentukan Acceptable Daily Intake (ADI) dari siklamat (Nabors, 2001). Senyawa sikloheksilamin dalam tubuh dalam menyebabkan atropi (penghentian pertumbuhan) testikular (Lu, 1995). b. Efek kardiovaskular Sebuah studi mengungkapkan bahwa sebanyak 0,1% siklamat yang dikonsumsi akan bermetabolisme menjadi sikloheksilamin dalam urin. Sebagian senyawa sikloheksilamin akan mengendap di dalam plasma darah dan meningkatkan tekanan darah (Nabors, 2001). c. Kerusakan Hati dan Ginjal Paparan siklamat dan sikloheksilamin secara berulang-ulang dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal ((NJDH, 2010). d. Kerusakan organ Berdasarkan hasil uji laboratorium pada hewan uji, pemberian siklamat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, limpa dan menyebabkan kerusakan genetik (BPOM, 2008).
34
G. Perilaku Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku seseorang dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Menurut Green (2005) tiga kategori umum faktor yang mempengaruhi perilaku individu adalah sebagai berikut: a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) Faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai-nilai. b. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) Faktor-faktor pemungkin adalah faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi kinerja dari suatu tindakan oleh individu atau organisasi. Faktor
pemungkin
terdiri
dari
ketersediaan,
aksesibilitas
dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan serta regulasi pemerintah. c. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors) Faktor-faktor penguat adalah konsekuensi dari tindakan yang menentukan apakah seseorang menerima umpan balik positif atau negatif dan didukung secara sosial. Contoh faktor penguat adalah sikap dan perilaku dari keluarga, petugas kesehatan serta orang sekitar.
35
1. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) a. Pengetahuan Tingkat
pengetahuan
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempermudah perilaku sesorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khusunya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2002). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Efendi & Makhfudli, 2009). Menurut Rogers (1974) sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni (Notoatmodjo, 2007): 1)
Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti megnetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2)
Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
3)
Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
4)
Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
36
5)
Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmodjo, 2010): 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat memori yang sebelumnya telah diamati. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan. Ketidaktahuan pedagang pangan jajanan anak sekolah tentang bahaya penggunaan siklamat berlebih dapat diketahui dengan melihat apakah pedagang masih menggunakan siklamat secara berlebih dan jawaban mereka mengenai bahaya penggunaan siklamat secara berlebih sebagai pemanis sintetis dalam pangan jajanan anak sekolah. 2. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan secara benar. Seseorang dinyatakan telah memahami bahaya penggunaan siklamat berlebih apabila dapat menjelaskan secara efek kesehatan yang ditimbulkan terhadap kesehatan jika mengonsumsi makanan yang menggunakan siklamat sebagai pemanis sintetis dengan dosis berlebih. 3. Aplikasi (application)
37
Aplikasi diartikan apabila orang telah memahami objek dapat mengaplikasikan prinsip yang diketahuinya tersebut pada situasi sebenarnya. Seseorang pedagang pangan pada tingkat aplikasi dapat menerapkan teori dengan memperhatikan dan tidak menggunakan sebagai siklamat pada produk pangan jajanan yang diproduksinya melebihi dosis yang diperbolehkan pemerintah. 4. Analisis (analysis) Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. 5. Sintesis (syntesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Seseorang pada tingkatan ini diharapkan mampu menghubungkan teori tentang penggunaan siklamat sebagai pemanis sintetis dalam pangan jajanan anak sekolah dan efek buruk bagi kesehatan jika mengonsumsi pangan jajanan yang mengandung siklamat dalam dosis yang melebihi batas maksimal yang diperbolehkan. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan
38
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam tingkat ini seseorang dapat melakukan penilaian terhadap bahaya keberadaan siklamat berlebih dalam pengan jajanan anak sekolah (PJAS) dan tidak menggunakannya.
Salah satu faktor penyebab penggunaan siklamat yang melebihi batas maksimum adalah pengetahuan pedagang pangan yang kurang mengenai
keamanan
pangan
jajanan
anak
sekolah.
Kurangnya
pengetahuan tentang bahaya penggunaan bahan tambahan pangan menyebabkan para pedagang makanan menggunakan bahan tambahan pangan secara berlebih (Yuliani, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwaningsih dkk (2010) yang dilakukan pada penjual makanan jajanan berupa es lilin di kelurahan Srondol, Kota Semarang, diketahui bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan pedagang es lilin dengan kadar natrium siklamat berlebih dalam es lilin yang diproduksinya (p=0,00). Cara untuk mengukur pengetahuan seseorang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis melalui angket dan kuesioner. Indikator
pengetahuan
kesehatan
seseorang
adalah
“tingginya
pengetahuan” responden tentang kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden tentang variabel-variabel atau komponen-komponen kesehatan (Notoatmodjo, 2010).
39
b. Sikap Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku
yang
tertutup
tersebut
(Sunaryo,
2002).
Sikap
menggambarkan suka atau tidak suka sesorang terhadap suatu objek dan membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain (Notoatmodjo, 2010). Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakukan dengan pola-pola tertentu terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Notoadmodjo (2010), sikap juga merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baiktidak baik, dan sebagainya). Sikap dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif merupakan kecenderungan tindakan individu untuk mendekati, menyenangi atau mengharapkan objek tersebut. Sedangkan sikap negatif merupakan kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, menolak atau tidak menyukai objek tersebut (Kasemin, 2003). Sikap yang positif maupun negatif terhadap suatu hal atau objek belum tentu akan diwujudkan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan sikapnya tersebut (Purnawanto, 2010). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (Efendi & Makhfudli, 2009).
40
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, yakni sebagai berikut (Notoatmodjo, 2007) : a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap kesehatan dapat dilihat dari kesadaran dan perhatian orang itu terhadap promosi-promosi terutama mengenai makanan yang sehat. b. Menanggapi atau merespon (responding) Menanggapi
yakni
memberikan
jawaban
apabila
ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu usaha untuk mengerjakan tugas yang diberikan atau menjawab pertanyaan. Misalnya sikap seseorang menyikapi penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah. c. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai. d. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap penggunaan siklamat berlebih memiliki kecenderungan untuk menggunakan siklamat berlebih. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Purwaningsih dkk (2010) yang dilakukan pada penjual makanan jajanan berupa es lilin di kelurahan
41
Srondol, Kota Semarang, diketahui bahwa terdapat hubungan antara sikap pedagang es lilin dengan kadar natrium siklamat berlebih dalam es lilin yang diproduksinya (p=0,00). Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan. Pertanyaan secara langsung dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju”dan “tidak setuju” terhadap pertanyaanpertanyaan mengenai objek tertentu. Pengukuran sikap menurut skala Lickert dapat dilakukan dengan melakukan pemberian skor pada setiap jawaban sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010): 5 = Sangat setuju 4 = Setuju 3= Biasa saja 2 = Tidak setuju 1 = Sangat tidak setuju
c. Kepercayaan Kepercayan adalah suatu keyakinan bahwa fenomena atau objek benar atau nyata (WHO, 2000). Agama, kepercayaan dan kebenaran adalah kata-kata yang digunakan untuk mengungkapkan atau menyiratkan kepercayaan. Pernyataan kepercayaan berorientasi kesehatan contohnya adalah pernyataan seperti “saya tidak percaya bahwa obat dapat bekerja” atau “olahraga tidak akan memberi efek apapun”. Kepercayaan sesorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap
42
penting dapat menimbulkan keyakinan positif pada diri seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Kepercayaan masyarakat terhadap suatu objek mempengaruhi perilaku terhadap objek tersebut. (Green & Kreuter, 2005). Kepercayaan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Kepercayaan adalah hal-hal yang diyakini seseorang dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya yang memengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari (Martono & Joewana, 2006). Kepercayaan seseorang mengenai suatu hal dapat dipengaruhi lingkungan sekitarnya karena manusia bersifat sistem terbuka yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya (Suhaemi, 2002).Biasanya kepercayaan diterima tanpa bukti bahwa kepercayaan tersebut terbukti kebenarannya (WHO, 2000). Kepercayaan terhadap suatu produk akan mendorong konsumen untuk menggunakan produk tersebut (Ramdan, 2009). Salah satu faktor yang mendasari masyarakat untuk menggunakan siklamat adalah adanya kepercayaan bahwa siklamat mempunyai beberapa kelebihan yang mengungguli pemanis murni seperti tidak menyebabkan peningkatan gula darah sehingga aman bagi penderita diabetes, tidak menyebabkan kenaikan berat badan, dan tidak menimbulkan kerusakan gigi seperti yang terjadi pada kelebihan konsumsi pemanis alami (Vasudevan, 2013).
d. Nilai Nilai dapat diartikan sebagai hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Hidayat, 2007). Nilai tak hanya dijadikan rujukan untuk
43
bersikap dan berbuat dalam masyarakat, tetapi juga dijadikan sebagai ukuran benar tidaknya suatu fenomena perbuatan dalam masyarakat itu sendiri. Apabila ada suatu fenomena sosial yang bertentangan dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, maka perbuatan tersebut dinyatakan bertentangan dengan sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, dan akan mendapatkan penolakan dari masyarakat tersebut (Hakim, 2012). Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuai dengan tuntutan hati nuraninya sehingga menjadi pertimbangan terhadap suatu tindakan untuk mengambil keputusan
berperilaku
mengarahkan
perilaku
(Suhaemi, dan
2002).
pertimbangan
Nilai
pada
seseorang,
hakikatnya tetapi
tidak
menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar (Soeroso, 2006). Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan (Narwoko & Suyanto, 2004). Nilai yang berlaku di dalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Nilai-nilai tersebut, ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). Nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan dianut serta dijadikan sebagai acuan dasar individu dan masyarakat dalam menentukan sesuatu yang dipandang baik, benar, bernilai maupun berharga (Hakim, 2012).
44
2. Faktor Pemungkin (Enabling Factor) a. Ketersediaan Fasilitas Ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor pemungkin yang menyebabkan suatu perubahan perilaku. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan sumber daya sangat dipengaruhi oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan fasilitas
tersebut
dapat
memenuhi
kebutuhan
masyarakat
yang
memerlukannya (Effendy, 1997). Sebagai salah satu unsur utama dalam kegiatan produksi, ketersediaan sumber daya merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi para pemiliki usaha. Ketersediaan sumber daya yang memadai dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan pedagang akan sumber daya yang dibutuhkan (Herjanto, 2008). Ketersediaan bahan tambahan pangan dapat mempengaruhi perilaku penggunaannya dalam masyarakat. Semakin banyak bahan tambahan pangan yang tersedia dapat menjadi faktor pendorong yang semakin memudahkan seseorang dalam menggunakan bahan tambahan pangan tertentu (WHO, 2000). Salah satu bahan tambahan pangan yang ketersediaannya memadai adalah siklamat, karena siklamat banyak dijual di pasar tradisional tanpa merk (Apriadji, 2007).
45
b. Akses Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, sehingga menentukan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Aksesibilitas dapat diartikan sebagai suatu konsep yang menggabungkan antara sistem transportasi secara geografis dengan sistem jaringan transportasi sehingga menimbulkan zona-zona dan jarak geografis yang akan mudah dihubungkan oleh penyediaan sarana dan prasarana angkutan (Black, 1981). Faktor jarak bukan satu-satunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas (Miro, 2004). Terlebih, kemajuan teknologi yang membuat transportasi semakin mudah mengakibatkan terjadinya percepatan arus perpindahan dari satu tempat ke tempat lain (Sitompul, 2004). Kemudahan
akses
dalam
mendapatkan
suatu
produk
mempengaruhi keputusan untuk membeli dan menggunakan produk tersebut, karena konsumen pada dasarnya menyukai produk yang mudah didapat dan hanya memerlukan sedikit usaha untuk mendapatkannya (Irmawati, 2014). Kemudahan akses dalam mendapatkan siklamat sebagai bahan tambahan pangan pemanis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan siklamat pada pedagang pangan (BPOM, 2012). Terlebih, pemanis buatan sakarin dan siklamat sangat mudah didapatkan dan dijual bebas di pasaran (Kemenkes, 2011).
46
c. Komitmen Pemerintah Komitmen pemerintah mengenai penggunaan siklamat tertuang dalam regulasi yang mengatur batas maksimum penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Batas maksimum penggunaan siklamat sebagai bahan tambahan pangan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis. Selain itu, pemerintah melalui BPOM melakukan intensifikasi pengawasan pangan jajanan anak sekolah setiap tahunnya melalui sampling dan pengujian laboratorium serta penindaklanjutan pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang terbukti memiliki kandungan siklamat berlebih (BPOM, 2013).
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) a. Peran Pedagang Lain Teman terkadang menjadi bagian penting dari faktor-faktor yang memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu melakukan perilaku sehat, tetapi tidak melakukannya karena pengaruh dari teman (Notoatmodjo, 2010). Hal yang sama juga terjadi pada perilaku penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Salah satu faktor yang mendorong penggunaan siklamat pada pedagang pangan adalah karena adanya pengaruh dari pedagang lain yang menggunakan siklamat (BPOM, 2012).
47
b. Peran Petugas Kesehatan Peran
petugas
kesehatan
melalui
kegiatan
pengawasan
dan
pengendalian terkait penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) merupakan faktor yang penting. Tanpa adanya pengawasan oleh petugas kesehatan, industri dan pengolah makanan cenderung menggunakan bahan pengawet yang berbahaya dan melebihi standar maksimal yang dipersyaratkan. Penggunaan bahan berbahaya tersebut dapat disebabkan oleh ketidaktahuan tentang dampak bahan pengawet dalam bentuk keracunan kronis akibat dosis kecil yang kumulatif atau keracunan akut dalam dosis besar (Hartati, 2007).
H. Pedagang Pedagang adalah setiap orang yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari, baik berupa bahan pokok kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan tambahan yang diperoleh dari orang lain atau diproduksi sendiri (Purwosutjipto, 1999). Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa pedagang pangan merupakan setiap orang yang melakukan perniagaan pangan sebagai pekerjaan sehari-hari, baik pangan yang diperoleh dari orang lain maupun pangan yang diproduksi sendiri. Idealnya bila semua pedagang pangan yang memproduksi sendiri pangan yang dijualnya menerapkan perundangan dan peraturan yang berlaku tentang keamanan pangan, tentu tidak ada pangan yang tidak aman yang beredar atau diperdagangkan, dan tidak ada korban keracunan pangan. Akan tetapi, lebih dari 70% makanan jajanan dihasilkan oleh industri rumahan dengan
48
penanganan secara tradisional. Dalam proses peroduksi pangan jajanan, kebanyakan pedagang makanan kurang atau tidak menyadari dan memahami sepenuhnya arti kebersihan dan keamanan pangan. Hal tersebut mengakibatkan masih banyak pangan jajanan yang tidak aman dikonsumsi sehingga menyebabkan penyakit atau keracunan makanan (Saparinto & Hidayati, 2006).
49
I.
Kerangka Teori
FAKTOR PREDISPOSISI (PREDISPOSING) Pengetahuan Sikap Kepercayaan Nilai
FAKTOR PEMUNGKIN (ENABLING) Ketersediaan Siklamat Akses Mendapatkan Siklamat Komitmen Pemerintah
FAKTOR PENGUAT (REINFORCING) Peran Pedagang PJAS Lain Peran Petugas Kesehatan
Gambar 2.2 Kerangka Teori Sumber : Green & Kreuter (2005)
Keterangan
:
Tidak Diteliti Diteliti
Penggunaan Siklamat berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
50
Salah satu sumber pencemaran zat kimia pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) disebabkan oleh penggunaan bahan tambahan pangan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. Bahan tambahan pangan yang sering dipergunakan secara berlebih dalam Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) adalah siklamat (Kemenkes, 2011) . Perilaku menurun Green & Kreuter (2005) dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor pemungkin (enabling) dan faktor penguat (reinforcing). Dari paparan tersebut maka dibentuk suatu kerangka teori seperti diatas.
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Berdasarkan teori yang dijelaskan pada bab sebelumnya, diketahui bahwa penggunaan zat kimia berupa bahan tambahan pangan (BTP) berlebih dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan (food borne disease). Salah satu bahan tambahan pangan yang banyak dipergunakan secara berlebih dan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan pemerintah adalah pemanis sintetis jenis siklamat. Penelitian
ini
difokuskan
untuk
meneliti
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan perilaku penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri yang berada di wilayah Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, ketersediaan siklamat, akses mendapatkan siklamat serta peran pedagang PJAS lain. Adapun variabel lain yang tidak diteliti disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
51
52
a. Variabel Komitmen Pemerintah Variabel ini tidak diteliti karena pemerintah telah menerapkan batas maksimum penggunaan siklamat dalam pangan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menjaga mutu pangan dari cemaran siklamat berlebih. Pemerintah juga telah melakukan sosialisasi mengenai regulasi ini kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik maupun sosialisasi secara langsung sehingga idealnya seluruh pedagang telah mengetahui regulasi mengenai penggunaan siklamat tersebut, sehingga dikhawatirkan variabel ini akan menghasilkan data yang homogen. Selain itu, persepsi para pedagang mengenai komitmen pemerintah juga telah tergambar dalam variabel pengetahuan melalui pertanyaan seputar regulasi batas maksimum penggunaan siklamat dalam pangan. Oleh karena itu, variabel komitmen pemerintah tidak termasuk dalam variabel yang diteliti.
b. Variabel Peran Petugas Kesehatan Variabel ini tidak diteliti karena petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan setempat bertanggung jawab dalam menjaga mutu dan kualitas pangan jajanan anak sekolah (PJAS), termasuk keberadaan siklamat melalui kegiatan pemeriksaan keamanan dan kualitas pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang harus dilakukan secara rutin setiap tahun. Kegiatan pemeriksaan
kualitas pangan ini idealnya dilakukan terhadap seluruh
pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Oleh karena itu, variabel ini tidak diteliti karena dikhawatirkan akan menghasilkan data yang homogen.
53
Berdasarkan paparan tersebut, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Variabel Independen
Variabel Dependen
- Pengetahuan - Sikap
Penggunaan Siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
- Kepercayaan - Nilai - Ketersediaan Siklamat - Akses Mendapatkan Siklamat - Peran
Pedagang
PJAS Lain
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
54
B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Variabel Dependen 1.
Penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
Wujud dari sikap yang berupa kegiatan atau aktivitas penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksi pedagang.
Uji laboratorium menggunakan metode gravimetri.
Neraca Analitik
1 = Berlebih (kadar siklamat > Ordinal batas maksimal yang diizinkan pada masing-masing jenis pangan). 2 =Tidak berlebih (kadar siklamat ≤ batas maksimal yang diizinkan pada masing-masing jenis pangan). (Peraturan Kepala BPOM No. 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis).
Variabel Independen 2.
Pengetahuan
Pemahaman dan kemampuan Wawancara responden dalam menjawab pertanyaan mengenai siklamat dan bahaya penggunaannya secara berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS)
Kuesioner
1 = Rendah (jumlah skor < nilai rata-rata skor seluruh responden). 2 = Tinggi (jumlah skor ≥ nilai rata-rata (mean) skor seluruh responden).
Ordinal
55
No.
Variabel
3.
Sikap
4.
Kepercayaan
5.
6.
Nilai.
Ketersediaan siklamat.
Definisi
Cara Ukur
yang dijual. Respon yang ditunjukkan Wawancara responden mengenai penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dijual.
Alat Ukur Kuesioner
Keyakinan yang ditunjukkan Wawancara responden bahwa siklamat menghasilkan manfaat yang lebih baik dan lebih sehat dibanding pemanis alami.
Kuesioner
Pernyataan responden mengenai Wawancara pentingnya penggunaan siklamat dalam pangan berupa kebiasaan menggunakan siklamat, kebiasaan menyimpan cadangan siklamat dan merasa kurang bila pangan tidak diberi siklamat.
Kuesioner
Keberadaan siklamat di pasaran Wawancara yang sesuai dengan kebutuhan pembeli, ditinjau dari pemenuhan kebutuhan pembeli
Kuesioner
Hasil Ukur 1. Positif (Jumlah skor < nilai tengah (median) skor seluruh responden). 2. Negatif (Jawaban benar ≥ nilai tengah (median) skor seluruh responden). 1 = Percaya (Jumlah skor < nilai tengah (median) skor seluruh responden)
Skala Ukur Ordinal
Ordinal
2 = Tidak Percaya (jumlah skor ≥ nilai tengah (median) skor seluruh responden) 1 = Penting (Jumlah skor < nilai tengah (median) skor seluruh responden)
Ordinal
2 = Tidak Penting (Jumlah skor ≥ nilai tengah (median) skor seluruh responden)
1 = Memadai (Jumlah skor ≥ nilai tengah (median) skor seluruh responden).
Ordinal
56
No.
7.
8.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
terhadap siklamat, kuantitas pembelian siklamat yang tidak dibatasi dan adanya toko lain yang menjual siklamat bila persediaan siklamat di salah satu toko habis. Akses Mendapatkan Kemudahan responden dalam Wawancara mendapatkan siklamat dari Siklamat tempat tinggal responden ke toko yang menjual siklamat ditinjau dari jarak dan fasilitas transportasi yang tersedia. Peran Pedagang Perilaku pedagang PJAS lain Wawancara yang mempengaruhi keputusan PJAS lain. responden untuk menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
2 = Tidak Memadai (Jumlah skor < nilai tengah (median) skor seluruh responden).
Kuesioner
1 = Mudah Didapat (Jumlah skor ≥ nilai tengah (median) skor seluruh responden).
Ordinal
2 = Sukar Didapat (Jumlah skor < nilai tengah (median) skor seluruh responden) . Kuesioner
1 = Dipengaruhi (Jumlah skor ≥ nilai tengah (median) skor seluruh responden) 2 = Tidak Dipengaruhi (Jumlah skor < nilai tengah (median) skor seluruh responden).
Ordinal
57
C. Hipotesis Penelitian ini memiliki hipotesis sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan antara pengetahuan pedagang
dengan penggunaan
siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. 2. Terdapat hubungan antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. 3. Terdapat hubungan antara kepercayaan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. 4. Terdapat hubungan antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. 5. Terdapat hubungan antara ketersediaan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. 6. Terdapat hubungan antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar
58
negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. 7. Terdapat hubungan antara peran pedagang PJAS lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian merupakan penelitian survey analitik dengan pendekatan studi cross sectional dimana pengukuran variabel dependen dan variabel independen dilakukan secara bersamaan (Chandra, 2006). Desain ini dianggap sesuai, terkait dengan kadar siklamat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang harus segera dilakukan pengujian laboratorium untuk mempertahankan kualitas sampel pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2015 di sekolah dasar negeri yang berada di wilayah Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur.
C. Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek yang akan diteliti (Wasis, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang menjual pangan bercita rasa manis di sebelas sekolah dasar negeri di Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti
59
60
diketahui bahwa terdapat 91 pedagang PJAS bercita rasa manis yang menjajakan dagangannya di sebelas sekolah dasar negeri tersebut.
D. Sampel Sampel adalah subunit populasi yang oleh peneliti dipandang dapat mewakili populasi target (Danim, 2002). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan suatu kriteria tertentu yang ditentukan oleh peneliti sendiri (Notoatmodjo, 2010). Adapun kriteria pedagang PJAS bercita rasa manis yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah pedagang PJAS bercita rasa manis yang membuat sendiri pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang dijajakannya. Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus penelitian bivariat berikut (Budijanto, 2007).
√
√
Dimana : n
= Jumlah sampel yang dibutuhkan = Derajat kemaknaan 5% = 1,96
Z1-
= Kekuatan uji 80%
P1
= Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya yang beresiko (memiliki pengetahuan
61
rendah dan menggunakan siklamat berlebih = 28,1%). P2
= Proporsi responden pada variabel penelitian sebelumnya
yang
tidak
beresiko
(memiliki
pengetahuan tinggi dan menggunakan siklamat berlebih = 51,1%) P
= (P1 + P2) / 2 = 0,396
(Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Purwaningsih, 2007)
√
√
69,867
dibulatkan menjadi 70
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah sebanyak 70 sampel. Jumlah sampel minimal tersebut mendekati jumlah pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) bercita rasa manis yang memenuhi kriteria untuk dijadikan sampel, yaitu sebanyak 76 orang. Oleh karena itu, seluruh pedagang PJAS bercita rasa manis dijadikan sampel sehingga jumlah sample pada penelitian ini adalah sebanyak 76 sampel.
E. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan pengujian laboratorium. Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data terkait
62
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, akses serta peran pedagang PJAS lain. Sedangkan pengujian laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang menjadi sampel.
1. Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer yang terdiri dari data mengenai pengetahuan responden mengenai bahaya siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), sikap responden mengenai keberadaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah, kepercayaan responden mengenai manfaat siklamt, nilai terhadap penggunaan siklamat, ketersediaan siklamat, akses mendapatkan siklamat, peran pedagang PJAS lain dan perilaku penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Data mengenai pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, ketersediaan siklamat, akses dan peran pedagang PJAS lain didapatkan melalui kuesioner. Sedangkan data mengenai perilaku penggunaan siklamat berlebih didapatkan melalui uji laboratorium pada sampel pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menentukan kadar siklamat yang terkandung di dalamnya menggunakan metode gravimetri.
2. Instrumen Penelitian a. Kuesioner Kuesioner yang digunakan terdiri dari beberapa item pertanyaan yang menyangkut data identitas responden, pengetahuan dan sikap responden. Kuesioner ini diadopsi dan dimodifikasi dari penelitian Mandasari (2010)
63
mengenai Pengetahuan dan Sikap Pedagang Es Krim Tentang Penggunaan Pemanis Buatan Di Beberapa Pasar Kota Medan Tahun 2010 serta Ariani (2012) menganai Hubungan Antara Faktor Individu dan Lingkungan dengan Konsumsi Minuman Ringan Berpemanis Pada Siswa/I SMA Negeri 1 Bekasi Tahun 2012. 1. Pengetahuan Pertanyaan mengenai variabel pengetahuan terdapat pada no B1B9. Tingkat pengetahuan responden dikatakan “Tinggi” jika jawaban benar responden lebih dari atau sama dengan dari nilai rata-rata (mean) jumlah skor keseluruhan dan
dikatakan “rendah” jika jumlah skor
responden lebih kecil dari nilai rata-rata jumlah skor keseluruhan. 2. Sikap Pertanyaan mengenai variabel sikap terdapat pada no C1-C10. Variabel sikap dikatakan positif atau mendukung penggunaan siklamat berlebih jika jumlah skor responden lebih kecil dari nilai tengah (median) skor keseluruhan dan
dikatakan negatif atau tidak mendukung
penggunaan siklamat berlebih jika jumlah skor responden lebih besar atau sama dengan nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan. 3. Kepercayaan Pertanyaan mengenai variabel kepercayaan terdapat pada nomor D1-D3. Responden dikatakan memiliki kepercayaan terhadap manfaat siklamat apabila jumlah skor responden lebih kecil dari nilai tengah (median)skor keseluruhan dan
dikatakan percaya
terhadap manfaat
64
siklamat jika jumlah skor responden lebih besar atau sama dengan nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan. 4. Nilai Dalam kuesioner, pertanyaan mengenai variabel nilai terdapat dalam pertanyaan E1 sampai E4. Responden menilai bahwa siklamat penting apabila jumlah skor responden lebih kecil dari nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan dan
dikatakan tidak penting jika
jumlah skor responden lebih besar atau sama dengan nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan. 5. Ketersediaan Siklamat Pertanyaan megenai ketersediaan siklamat terdapat pada nomor F1 sampai F4. Ketersediaan siklamat dikatakan memadai apabila jumlah skor responden lebih besar atau sama dengan nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan dan dikatakan tidak memadai apabila jumlah skor responden lebih kecil dari nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan. 6. Akses Pertanyaan mengenai variabel akses terdapat pada nomor G1-G4. Responden memiliki akses yang mudah dalam mendapatkan siklamat apabila jumlah skor respondenlebih besar atau sama dengan nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan, sedangkan jika jumlah skor responden lebih kecil dari nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan maka responden dinyatakan sukar untuk mendapatkan siklamat.
65
7. Peran Pedagang PJAS lain Pertanyaan mengenai variabel peran pedagang PJAS lain terdapat pada nomor H1-H3. Responden dikatakan tidak dipengaruhi oleh pedagang PJAS lain dalam penggunaan siklamat apabila jumlah skor responden lebih besar atau sama dengan nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan dan dikatakan dipengaruhi oleh pedagang PJAS lain dalam penggunaan siklamat jika jumlah skor responden lebih kecil dari nilai tengah (median) jumlah skor keseluruhan.
b. Neraca Analitik Neraca analitik digunakan untuk memperoleh data pada variabel penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah melalui uji laboratorium. Neraca analitik digunakan untuk menimbang kadar siklamat di dalam sampel pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Penentuan kadar siklamat dilakukan menggunakan uji gravimetri. Gravimetri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif suatu zat atau komponen dengan cara mengukur berat komponen dalam keadaan murni (Khopkar, 1990). Langkah-langkah
pengujian
siklamat
menggunakan
metode
gravimetri berdasarkan SNI 01-2893-1994 tentang cara uji pemanis buatan adalah sebagai berikut. a. Alat - Tabung reaksi - Beaker glass
66
- Corong kaca - Gelas ukur - Penghitung waktu (jam, stopwatch, dll). - Kertas saring Whatman 42 - Hotplate stirrer - Penjepit tabung reaksi - Oven - Cawan Petri - Neraca Analitik
b. Bahan -
Spesimen pangan
-
Larutan BaCl2 10%
-
Larutan HCl Pekat
-
Larutan NaNO2 10%
-
Aquades
c. Cara Kerja 1. 10 gr spesimen pangan dan 100 ml aquadest diaduk selama 15 menit. 2. Campuran tersebut kemudian disaring menggunakan kertas saring 3. Tambahkan 10 ml HClp dan larutan BaCl2 10% dan aduk. 4.
Biarkan selama 30 menit, jika terjadi endapan disaring.
5. Tambahkan 10 ml NaNO2 10% lalu aduk.
67
6. Panaskan diatas hotplate selama 2 jam. Bila terjadi endapan, maka spesimen positif mengandung siklamat. 7. Saring spesimen yang mengandung endapan menggunakan kertas saring Whatman 42 yang sudah ditimbang. 8. Keringkan kertas saring menggunakan oven selama 2 jam pada suhu 200ºC lalu dinginkan. 9. Timbang kembali kertas saring yang telah dikeringkan. Hitung kadar siklamat dengan cara massa kertas saring sebelum dikeringkan dikurangi massa kertas saring setelah dikeringkan.
F. Validitas dan Reliabilitas Sebelum instrument / alat ukur digunakan untuk mengumpulkan data penelitian, perlu dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari kevalidan dan reliabilitas alat ukur tersebut. Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu alat ukur. Tinggi rendahnya validitas alat ukur menunjukkan sejauh mana data yang trekumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud. Sedangkan reliabilitas menunjuk bahwa suatu alat ukur cukup dapat dipercaya untuk digunkana sebagai alat pengumpul data karena alat ukur tersebut sudah baik dan tidak memiliki sifat tendesius atau mengarahkan responden untuk memilih jawaban tertentu (Rangkuti, 2002). Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan terhadap 30 responden diluar sampel penelitian yang memiliki karakteristik serupa dengan sampel yang diamati (Pella & Inayati, 2011).
68
1.
Uji Validitas Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor totalnya. Hasil pengujian validitas dapat dilihat pada kolom corrected item-total correlation dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Bila nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument tersebut valid (Hastono, 2011). Responden dalam uji validitas instrumen penelitian ini berjumlah 30 responden
sehingga didapatkan
nilai R tabel adalah 0,3610.
Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai r hitung dari setiap pertanyaan lebih besar daripada nilai r tabel, sehingga seluruh pertanyaan dalam instrumen penelitian ini dinyatakan valid. Hasil pengujian validitas instrumen penelitian tertera pada tabel berikut.
Variabel
B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 C1 C2 C3
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Corrected Item- Total Keterangan Correlation Pengetahuan 0,752 Valid 0,577 Valid 0,469 Valid 0,617 Valid 0,473 Valid 0,458 Valid 0,550 Valid 0,728 Valid 0,564 Valid Sikap 0,642 Valid 0,428 Valid 0,615 Valid
69
Variabel C4 C5 C6 C7 C8 C9 C10 D1 D2 D3 E1 E2 E3 E4 F1 F2 F3 G2 G3 G4 H1 H2 H3 2.
Corrected Item- Total Keterangan Correlation 0,693 Valid 0,736 Valid 0,593 Valid 0,724 Valid 0,773 Valid 0,484 Valid 0,477 Valid Kepercayaan 0,540 Valid 0,547 Valid 0,561 Valid Nilai 0,578 Valid 0,671 Valid 0,647 Valid 0,734 Valid Ketersediaan 0,565 Valid 0,671 Valid 0,554 Valid Akses 0,470 Valid 0,635 Valid 0,710 Valid Peran Pedagang PJAS Lain 0,702 Valid 0,762 Valid 0,710 Valid
Uji Reliabilitas Uji reliabilitas pada penelitian ini dilakukan dengan cara melihat nilai r pada kolom Cronbach’s alpha. Jika nilai r hitung lebih besar dari pada r tabel (r hitung > r tabel) maka dapat dikatakan instrument tersebut reliabel (Hastono, 2001). Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha lebih besar dibandingkan nilai r tabel (0,3610) sehingga instrumen penelitian dinyatakan reliabel. Hasil perhitungan uji reliabilitas instrumen penelitian tertera pada tabel berikut.
70
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian Cronbach’s Alpha Jumlah Keterangan Pertanyaan 0,956 35 Reliabel
G. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data a. Kode (Coding) Tahapan ini dilakukan dengan cara memberikan kode pada setiap jawaban dari kuesioner yang dikumpulkan untuk memudahkan proses pemasukan dan pengolahan data selanjutnya. b. Menyunting Data (Data Editing) Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kelengkapan data dan jawaban responden, sebelum data dimasukkan ke perangkat lunak untuk diolah. c. Data Entry Data entry merupakan kegiatan memasukan data yang telah terkumpul kedalam perangkat lunak komputer yang telah disiapkan. d. Cleaning Data Pengecekkan kembali
data
yang telah
dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam menentukan jumlah skor dari jawaban responden, sehingga data tersebut siap diolah dan dianalisis.
71
2. Analisis Data Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis univariat dan analisis bivariat sebagai berikut: a. Univariat Analisis univariat yang akan dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pada masing-masing variabel yang telah diteliti. Data akan disampaikan dalam bentuk distribusi frekuensi menurut masing-masing variabel yang akan diteliti. Analisis univariat dilakukan pada variabel pengetahuan pedagang PJAS terkait siklamat, variabel sikap pedagang PJAS terkait penggunaan siklamat berlebih pada PJAS, variabel kepercayaan pedagang mengenai manfaat siklamat, variabel nilai yang dianut pedagang PJAS mengenai penggunaan siklamat, variabel ketersediaan siklamat, variabel akses mendapatkan siklamat, variabel peran pedagang PJAS lain dan variabel penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
b. Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen
dengan
variabel
dependen.Varibel
independen
yang
dimaksud adalah variabel pengetahuan pedagang, sikap pedagang, kepercayaan pedagang, akses serta peran pedagang PJAS lain. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji chi square. Uji chi square merupakan uji yang dilakukan dimana kedua variabel yang dihubungkan adalah data kategorik.
72
Untuk melihat hasil kemaknaan dinyatakan dalam p value dengan tingkat kemaknaan (α) 5% (0,05). Ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut (Hastono, 2001): a. Bila nilai p value < 0,05 berarti terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang diteliti. b.
Bila nilai p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yang diteliti.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat 1. Gambaran Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Hasil identifikasi penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.1 Gambaran Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Jumlah (N) Persentase (%) Padat 1 1,3 Berlebih Cair 38 50 Padat 30 39,4 Tidak Cair 7 9,2 berlebih 76 100 Total
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di Sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur yang menggunakan siklamat berlebih lebih banyak jumlahnya (51,3%) dibanding yang tidak menggunakan siklamat berlebih. Diantara pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang menggunakan siklamat berlebih, lebih
73
74
banyak pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang berbentuk cair (50%) dibanding pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang berbentuk padat.
2.
Distribusi Pengetahuan Pedagang Mengenai Siklamat Distribusi pengetahuan pedagang terhadap penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.2 Distribusi Pengetahuan Pedagang PJAS mengenai Siklamat di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Tingkat Pengetahuan Jumlah (N) Persentase (%) Rendah 36 47,4 Tinggi 40 52,6 Total 76 100
Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.2 tersebut diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai siklamat lebih banyak jumlahnya (52,6%) dibanding responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai siklamat.
3.
Distribusi Sikap Pedagang terhadap Penggunaan Siklamat Berlebih Distribusi sikap pedagang terhadap penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut.
75
Tabel 5.3 Distribusi Sikap Pedagang terhadap Penggunaan Siklamat pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Sikap Jumlah (N) Persentase (%) Positif 35 46,1 Negatif 41 53,9 Total 76 100 Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.3 tersebut diketahui bahwa responden yang memiliki sikap negatif terhadap penggunaan siklamat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak jumlahnya (53,9%) dibanding responden yang memiliki sikap positif terhadap penggunaan siklamat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
4.
Distribusi Tingkat Kepercayaan Pedagang terhadap Siklamat Distribusi tingkat kepercayaan pedagang terhadap siklamat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar wilayah Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.4 Distribusi Kepercayaan Pedagang terhadap Siklamat pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Tingkat Kepercayaan Jumlah (N) Persentase (%) Percaya 30 39,5 Tidak Percaya 46 60,5 Total 76 100 Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.4 tersebut diketahui bahwa responden yang tidak percaya bahwa siklamat
76
lebih bermanfaat daripada pemanis alami lebih banyak (60,5%) dibanding responden yang percaya bahwa siklamat lebih bermanfaat daripada pemanis alami.
5.
Distribusi Nilai terhadap Penggunaan Siklamat Berlebih Distribusi nilai terhadap penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.5 Distribusi Nilai terhadap Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Kategori Nilai Jumlah (N) Persentase (%) Penting 21 27,6 Tidak Penting 55 72,4 Total 76 100 Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.5 tersebut diketahui bahwa responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak jumlahnya (72,4%) dibanding responden yang menilai penting penggunaan siklamat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS).
6.
Distribusi Ketersediaan Siklamat Distribusi ketersediaan siklamat bagi pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda,
77
Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut.
Tabel 5.6 Distribusi Ketersediaan Siklamat Bagi Pedagang PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Tingkat Ketersediaan Jumlah (N) Persentase (%) Memadai 52 68,4 Tidak Memadai 24 31,6 Total 76 100 Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.6 tersebut diketahui bahwa responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat memadai lebih banyak jumlahnya (68,4%) dibanding responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat siklamat tidak memadai.
7.
Distribusi Akses Mendapatkan Siklamat Distribusi akses mendapatkan siklamat bagi pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut.
Tabel 5.7 Distribusi Akses Mendapatkan Siklamat Bagi Pedagang PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Kategori Akses Jumlah (N) Persentase (%) Mudah 39 51,3 Sukar 37 48,7 Total 76 100
78
Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.7 tersebut diketahui bahwa responden yang memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat lebih banyak jumlahnya (51,3%) dibanding responden yang memiliki akses sukar dalam mendapatkan siklamat.
8.
Distribusi Peran Pedagang PJAS Lain Distribusi peran pedagang lain terhadap penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Distribusi Peran Pedagang PJAS Lain Terhadap Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di Sekolah Dasar Negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Kategori Pengaruh Jumlah (N) Persentase (%) Dipengaruhi 35 46,1 Tidak Dipengaruhi 41 53,9 76 100 Total Berdasarkan perhitungan statistik yang terlihat pada tabel 5.8 tersebut diketahui bahwa responden yang tidak dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat lebih banyak jumlahnya (53,9%) dibanding responden yang dipengaruhi pedagang PJAS lain.
B. Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan tahap lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan
79
variabel
dependen.
Analisis
hubungan
antara
pengetahuan,
sikap,
kepercayaan, nilai, ketersediaan, akses dan pengaruh pedagang lain dengan penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dilakukan menggunakan uji Chi-square.
1. Hubungan Antara Pengetahuan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.9 Hubungan Pengetahuan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Total Tidak OR Pengetahuan Berlebih Pvalue Berlebih (95% CI) N % N % N % Rendah 15 41,7 21 58,3 36 100 0,476 Tinggi 24 60 16 48,7 40 100 0,168 (0,191-1,190) 39 51,3 37 42,4 76 100 Total Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.9, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), lebih banyak responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai siklamat (60%) dibanding responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai siklamat. Nilai pValue sebesar 0,168. Hasil ini menunjukkan pvalue > 0,05 yang berarti pada α=5% (0,05) tidak terdapat hubungan yang bermakna
80
antara tingkat pengetahuan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 0,476 yang berarti bahwa responden yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai siklamat memiliki kecenderungan untuk menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 0,476 kali dibanding responden yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai siklamat.
2.
Hubungan Antara Sikap dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara sikap dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.10 Hubungan Sikap dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Total Tidak OR Sikap Berlebih pValue Berlebih (95% CI) N % N % N % Positif 16 45,7 19 54,3 35 100 0,659 (0,266 – 1,632) Negatif 23 56,1 18 43,9 41 100 0,49 39 51,3 37 48,7 76 100 Total
Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.10 tersebut, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih, lebih banyak yang memiliki sikap negatif terhadap penggunaan siklamat (56,1%) dibanding responden yang memiliki sikap positif terhadap penggunaan siklamat.
81
Nilai pValue sebesar 0,49. Hasil ini menunjukkan nilai pvalue > 0,05 yang berarti pada
α=5% (0,05) tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 0,659 yang berarti bahwa responden yang memiliki sikap positif terhadap penggunaan siklamat memiliki kecenderungan untuk menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 0,659 kali dibanding responden yang memiliki sikap negatif mengenai penggunaan siklamat.
3.
Hubungan Antara Kepercayaan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara kepercayaan dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.11 Hubungan Kepercayaan dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Total Tidak P OR Kepercayaan Berlebih Berlebih Value (95% CI) N % N % N % Percaya 13 43,3 17 56,7 30 100 0,588 Tidak Percaya 26 56,5 20 43,5 46 100 0,348 (0,233 – 1,488) 39 51,3 37 48,7 76 100 Total Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.11 tersebut, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan
82
siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), lebih banyak yang tidak percaya bahwa siklamat lebih baik daripada pemanis alami (56,5%) dibanding responden yang percaya bahwa siklamat lebih baik daripada pemanis alami. Nilai pValue sebesar 0,348. Hasil ini menunjukkan pvalue > 0,05 yang berarti pada α=5% (0,05) tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 0,588 yang berarti bahwa responden yang percaya
siklamat
lebih
baik
daripada
pemanis
alami
memiliki
kecenderungan untuk menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 0,588 kali dibanding responden yang tidak percaya siklamat lebih baik daripada pemanis alami.
4.
Hubungan Antara Nilai dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut.
83
Tabel 5.12 Hubungan Nilai dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Total Tidak pValue OR Nilai Berlebih Berlebih (95% CI) N % N % N % Penting 9 42,9 12 57,1 21 100 0,625 (0,227 – 1,723) Tidak 30 54,5 25 45,5 55 100 0,445 Penting 39 51,3 37 48,7 76 100 Total
Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.12 tersebut, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), lebih banyak responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat (54,5%) dibanding responden yang menilai penting penggunaan siklamat. Nilai pValue sebesar 0,445. Hasil ini menunjukkan nilai pvalue > 0,05 yang berarti pada
α=5% (0,05) tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 0,625 yang berarti bahwa responden yang menilai penting
penggunaan
siklamat
memiliki
kecenderungan
untuk
menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 0,625 kali dibanding responden menilai tidak penting penggunaan siklamat.
84
5.
Hubungan Antara Ketersediaan Siklamat dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara ketersediaan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.13 Hubungan Ketersediaan Siklamat dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat OR Total Tidak P Ketersediaan Berlebih (95% Berlebih Value CI) N % N % N % Memadai 31 59,6 21 40,4 52 100 2,952 (1,072– Tidak 8 33,3 16 66,7 24 100 0,048 8,134) Memadai 39 51,3 37 48,7 76 100 Total Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.13 tersebut, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), lebih banyak responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat memadai (59,6%) dibanding responden yang beranggapan bahwa ketersediaan siklamat tidak memadai. Nilai pValue sebesar 0,048. Hasil ini menunjukkan nilai pvalue < 0,05 yang berarti pada α=5% (0,05) terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 2,952 yang berarti bahwa responden yang
85
berpendapat
bahwa
ketersediaan
siklamat
memadai
memiliki
kecenderungan untuk menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 2,952 kali dibanding responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat tidak memadai.
6.
Hubungan Antara Akses Mendapatkan Siklamat dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut. Tabel 5.14 Hubungan Akses dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Total Tidak P OR Akses Berlebih Berlebih Value (95% CI) N % N % N % Mudah 25 64,1 14 35,9 39 100 2,934 Sukar 14 37,8 23 62,2 46 100 0,038 (1,155 - 7,454) 39 51,3 37 48,7 76 100 Total Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.14 tersebut, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), lebih banyak responden yang memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat (64,1%) dibanding responden yang memiliki akses sukar dalam mendapatkan siklamat.
86
Nilai pValue sebesar 0,038. Hasil ini menunjukkan nilai pvalue < 0,05 yang berarti pada α=5% (0,05) terdapat hubungan yang bermakna antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 2,934 yang berarti bahwa responden yang memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat memiliki kecenderungan untuk menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 2,934 kali dibanding responden yang memiliki akses sukar dalam mendapatkan siklamat.
7.
Hubungan Antara Peran Pedagang PJAS Lain dengan Penggunaan Siklamat Berlebih Hubungan antara peran pedagang PJAS lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur tertera pada tabel berikut Tabel 5.15 Hubungan Peran Pedagang PJAS Lain dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada PJAS di SDN Kelurahan Pondok Benda, Pamulang Barat dan Pamulang Timur Tahun 2015 Penggunaan Siklamat Peran OR Total Tidak P Pedagang Berlebih (95% Berlebih Value Lain CI) N % N % N % Dipengaruhi 17 48,6 18 51,4 35 100 0,816 (0,330 – Tidak 22 53,7 19 46,3 41 100 0,818 2,013) Dipengaruhi 39 51,3 37 48,7 76 100 Total
87
Berdasarkan hasil analisa statistik seperti yang tertera pada tabel 5.15 tersebut, diketahui bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS), responden yang tidak dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat lebih banyak jumlahnya (53,7%) dibanding responden yang dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat. Nilai pValue sebesar 0,818. Hasil ini menunjukkan nilai pvalue > 0,05 yang berarti pada
α=5% (0,05) tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara peran pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Analisis statistik juga menunjukkan nilai odds ratio (OR) sebesar 0,816 yang berarti bahwa responden yang dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk
menggunakan
siklamat
memiliki
kecenderungan
untuk
menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) 0,816 kali dibanding responden yang tidak dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu data pada variabel independen tidak dapat diperoleh melalui kegiatan observasi dan hanya diperoleh melalui kuesioner yang diisi sendiri oleh responden. Hal tersebut memungkinkan terjadinya bias informasi karena peneliti tidak dapat menilai kejujuran responden dalam melakukan pengisian kuesioner.
B. Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Penggunaan siklamat di Indonesia diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis. Regulasi tersebut menjelaskan bahwa siklamat dapat dipergunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan dan minuman dengan memperhatikan batas maksimal yang diperbolehkan. Makanan pencuci mulut berbasis buah, kue, dan es memiliki batas maksimal siklamat 250 mg/kg. Sedangkan permen dan kembang gula memiliki batas maksimal 500 mg/kg (BPOM, 2014). Hasil penelitian menunjukkan pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di Sekolah dasar negeri Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur yang menggunakan siklamat
88
89
berlebih lebih banyak jumlahnya (51,3%) dibanding yang tidak menggunakan siklamat berlebih
(48,7%). Hasil
tersebut
membuktikan pernyataan
Kemenkes (2011) bahwa pangan jajanan anak sekolah (PJAS) banyak tercemar bahan tambahan kimia, salah satunya siklamat berlebih. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Wariyah (2013) yang juga menunjukkan bahwa sebanyak 8% pangan jajanan anak sekolah di wilayah Kulonprogo, DIY mengandung pemanis buatan siklamat yang melebihi batas penggunaan. Selain itu, penelitian Meirina dkk (2012) juga menunjukkan bahwa 57,1% pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di wilayah MTs Syarif Hidayah Kecamatan Doro Kabupaten Pekalongan juga positif mengandung siklamat. Penggunaan siklamat yang dilakukan 51,3% responden pada umumnya dikarenakan para pedagang pangan jajanan berusaha untuk mengurangi biaya produksi sehingga harga jual pangan jajanan yang mereka tawarkan terjangkau bagi para siswa sekolah dasar. Beberapa orang responden secara spontan mengatakan bahwa siklamat dapat mengurangi biaya operasional yang mereka keluarkan untuk produksi pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini sesuai dengan pernyataan Cahanar & Suhanda (2006) yang menyatakan bahwa harga siklamat lebih murah dibanding gula putih alami sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Selain itu, penggunaan siklamat dilakukan karena siklamat paling mudah larut dalam air dibanding pemanis sintetis lain. Hal ini terlihat dalam hasil studi ini yang menunjukkan bahwa pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang menggunakan siklamat lebih banyak berasal dari jenis minuman (89,2%) dibanding makanan. Hasil ini
90
juga
sekaligus
membenarkan
pernyataan
Sumawinata
(2004)
yang
menyatakan bahwa siklamat banyak dipergunakan dalam pangan yang memiliki bahan baku air karena paling mudah larut dalam air. Alasan lain yang mendorong penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) adalah rasanya yang lebih manis dibanding pemanis alami. Sebanyak 46% responden setuju bahwa siklamat jauh lebih manis dibanding pemanis alami. Alasan ini sekaligus membenarkan pernyataan Lanywati (2001) yang mengatakan bahwa para pedagang pangan lebih memilih untuk menggunakan siklamat dibanding pemanis alami karena memiliki tingkat kemanisan tiga puluh kali lipat dibanding pemanis alami sehingga pemakaian sedikit sudah menimbulkan rasa manis, tidak memiliki nilai kalori sehingga tidak meningkatkan kandungan gula darah dan tidak menyebabkan rasa pahit seperti kebanyakan pemanis buatan lainnya. Maraknya penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah, pihak sekolah maupun orang tua siswa. Hal tersebut dikarenakan konsumsi siklamat berlebih dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Bakteri organik dalam saluran gastrointestinal dapat mengubah siklamat yang dikonsumsi menjadi senyawa cyclohexilamine (Lu, 1995). Senyawa cyclohexylamine adalah senyawa bersifat toksik karena dapat menimbulkan gangguan kardiovaskular dan terhentinya perkembangan testis (Nollet, 2004). Selain itu, senyawa cyclohexilamine dapat menyebabkan ketidaksuburan dan keguguran janin (Duslo, 2011). Paparan senyawa ini berulang-ulang juga dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal (NJDH, 2010). Berdasarkan hasil uji laboratorium
91
pada hewan uji, pemberian siklamat dalam dosis tinggi dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, limpa dan menyebabkan kerusakan genetik (BPOM, 2008). Langkah yang dapat dilakukan aparat pemerintah dan dinas kesehatan setempat untuk mengantisipasi bahaya konsumsi pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mengandung siklamat berlebih di wilayah Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur adalah dengan memperketat pengawasan terhadap kualitas dan keamanan pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Pihak sekolah berperan dalam memberikan edukasi bagi pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dan melakukan pemeriksaan mutu dan keamanan PJAS secara berkala. Sedangkan orang tua berperan dalam mengawasi kebiasaan jajan anak, mengarahkan dan memberikan pemahaman terhadap anak dalam memilih pangan jajanan yang aman dan bergizi.
C. Pengetahuan dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Tingkat pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempermudah perilaku sesorang (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori khusunya mata dan telinga terhadap objek tertentu (Sunaryo, 2002). Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
92
lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Efendi & Makhfudli, 2009). Pertanyaan mengenai variabel pengetahuan diukur menggunakan kuesioner melalui 8 buah pertanyaan tentang pengertian, regulasi dan dampak penggunaan siklamat bila dilakukan secara berlebih. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai siklamat lebih banyak jumlahnya (52,6%) dibanding responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah mengenai siklamat. Sebanyak 46 responden (60,5%) telah mengetahui bahwa siklamat merupakan pemanis buatan yang diperbolehkan penggunaannya dengan batas maksimal yang telah ditetapkan pemerintah, meskipun mereka belum mengetahui secara pasti berapa batas maksimal penggunaan siklamat dalam makanan dan minuman. Selain itu, 53 responden (69,7%) juga mengetahui bahwa penggunaan siklamat berlebih dapat menimbulkan gangguan kesehatan dalam jangka waktu yang panjang (kronis) meskipun mereka belum mengetahui secara spesifik jenis gangguan kesehatan yang terjadi akibat konsumsi siklamat berlebih. Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil penelitian tersebut tidak membuktikan teori Green dan Kreuter (2005) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang. Penelitian Larasati (2007) juga mendukung hasil studi ini dengan menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
93
pengetahuan pedagang dengan penggunaan siklamat dalam sirup tanpa merk di Semarang. Salah satu faktor yang menyebabkan tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih adalah ketidaksesuaian antara pengetahuan responden dengan perilaku yang ditunjukkan. Menurut Yuliani (2007), kurangnya pengetahuan tentang bahaya penggunaan bahan tambahan pangan menyebabkan para pedagang makanan menggunakan bahan tambahan pangan secara berlebih. Akan tetapi, penelitian ini menunjukkan hasil yang bertentangan dengan pernyataan tersebut. Hasil tersebut didukung dengan hasil analisa tabel silang yang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksi, lebih banyak responden (60%) yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai siklamat dibanding responden yang memiliki pengetahuan yang rendah mengenai siklamat. Hasil penelitian ini membuktikan pernyataan Sarwono (2007) yang mengatakan bahwa pengetahuan yang positif atau tinggi tidak selamanya akan diikuti dengan praktik yang sesuai. Penggunaan siklamat berlebih yang dilakukan oleh responden dengan tingkat pengetahuan yang tinggi pada umumnya dikarenakan adanya manfaat finansial yang mereka dapatkan dari penggunaan siklamat juga dapat mendorong responden dengan tingkat pengetahuan yang tinggi untuk menggunakan siklamat secara berlebihan dalam pangan jajanan yang mereka produksi. Sebanyak 32 responden (42,1%) menyatakan sikap setuju bahwa penggunaan siklamat dapat mengurangi biaya operasional dibanding
94
penggunaan gula murni. Selain itu, ketidakpedulian pedagang akan dampak kesehatan yang terjadi bila konsumen mengkonsumsi pangan yang mengandung siklamat berlebih. Salah satu responden secara spontan mengatakan bahwa dampak kesehatan akibat mengkonsumsi pangan jajanan yang mengandung siklamat berlebih menjadi urusan konsumen, bukan merupakan tanggung jawab para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Faktor lain yang menyebabkan penggunaan siklamat berlebih oleh pedagang dengan pengetahuan yang tinggi mengenai siklamat adalah akses yang mudah dalam mendapatkan siklamat dan ketersediaannya yang memadai turut mempengaruhi perilaku penggunaan siklamat berlebih yang dilakukan
responden.
Sebanyak
61,7%
responden
mengaku
bahwa
ketersediaan siklamat memadai dan dapat mereka peroleh setiap saat ketika dibutuhkan. Akses yang mereka miliki dalam mendapatkan siklamat juga tergolong mudah. Sebanyak 64,1% responden yang menggunakan siklamat berlebih mengaku mudah mendapatkan siklamat. Akses yang mudah dan ketersediaan siklamat semakin mempermudah para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menggunakannya secara berlebih. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk meningkatkan kepedulian pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) terhadap bahaya konsumsi siklamat berlebih pada konsumen mereka. Pemerintah melalui dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya perlu meningkatkan pengawasan mengenai mutu dan kualitas pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang beredar. Selain itu, perlu pemerintah perlu mempertegas pemberian sanksi
95
bagi para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang masih menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksinya.
D. Sikap dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Sikap adalah respons tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat intern maupun ekstern sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut (Sunaryo, 2002). Sikap menggambarkan suka atau tidak suka sesorang terhadap suatu objek dan membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini mengukur sikap responden menggunakan kuesioner dengan pernyataan negatif yang diberi jawaban sangat setuju, setuju, biasa saja, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Variabel sikap dikelompokkan menjadi dua, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang memiliki sikap negatif mengenai penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak jumlahnya (53,9%) dibanding responden yang memiliki sikap positif mengenai penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Purwaningsih (2010) yang mengemukakan bahwa sebagian besar pedagang es lilin di Kelurahan Srondol Wetan dan Pedalangan (64%) tidak mendukung penggunaan pemanis sintetis berlebih pada pangan yang dijualnya. Selain itu, hasil penelitian ini
96
juga didukung oleh penelitian Novita dan Adriyani (2013) juga menunjukkan bahwa 53% pedagang jajanan di SDN Pucang I dan IV Sidoarjo tidak mendukung penggunaan pemanis sintetis berlebih pada pangan yang dijualnya. Sikap terhadap suatu objek akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap objek tersebut. Kasemin (2003) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap suatu objek cenderung untuk tidak setuju, menjauhi, menghindari, membenci, menolak atau tidak menyukai objek tersebut. Seseorang yang memiliki sikap negatif terhadap penggunaan siklamat berlebih memiliki kecenderungan untuk menghindari penggunaan siklamat berlebih. Akan tetapi, hasil penelitian ini tidak membuktikan pernyataan tersebut. Analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat berlebih, lebih banyak yang memiliki sikap negatif terhadap siklamat berlebih (56,1%) dibanding responden yang memiliki sikap positif terhadap siklamat berlebih. Ketidaksesuaian antara sikap negatif responden dengan perilaku penggunaan siklamat berlebih tersebut membuktikan pernyataan Purnawanto (2010) yang mengatakan bahwa sikap yang positif maupun negatif terhadap suatu hal atau objek belum tentu akan diwujudkan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan sikapnya tersebut. Selain itu, hasil ini juga membuktikan pernyataan Efendi & Makhfudli (2009) yang mengatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Penggunaan siklamat berlebih yang lebih banyak dilakukan oleh responden dengan sikap negatif terhadap penggunaan siklamat dalam
97
penelitian ini menyebabkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Larasati (2007) yang juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat dalam sirup tanpa merk di Semarang. Sikap negatif responden terhadap siklamat berlebih yang tidak diwujudkan dalam perilaku yang sesuai dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang menyebabkan responden yang memiliki sikap negatif namun tetap menggunakan siklamat berlebih adalah adanya pengaruh dari orang lain. Salah satu responden sempat mengatakan kepada penulis bahwa ia menggunakan siklamat karena ayahnya menggunakan bahan baku ini sebelumnya. Selain itu, responden lainnya mengatakan bahwa pemilik toko bahan kue yang menjual siklamat sering menawarkan siklamat kepada para pedagang pangan. Faktor lain yang menyebabkan responden dengan sikap negatif tetap menggunakan siklamat berlebih adalah ketidaktahuan mereka secara pasti mengenai batas maksimal siklamat dalam makanan dan minuman. Sebanyak 71 orang responden (93,4%) tidak mengetahui secara pasti berapa kadar maksimal siklamat dalam makanan dan minuman meskipun mereka mengetahui bahwa siklamat boleh dipergunakan dalam makanan dan minuman dengan batas tertentu. Selain itu, manfaat finansial dari penggunaan siklamat mendorong para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menggunakan siklamat diabnding pemanis alami. Seperti yang telah
98
dijelaskan sebelumnya, pemanis alami yang disubstitusi dengan siklamat dapat mengurangi biaya produksi pangan. Cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan sikap negatif terhadap penggunaan siklamat menjadi suatu perbuatan yang nyata adalah dengan sosialisasi mengenai kadar maksimal siklamat yang diperbolehkan dalam pangan kepada para pedagang pangan jajanan anak sekolah. Selain itu, kegiatan promosi kesehatan dengan teknik pendidik sebaya (peer education) juga dapat dilakukan agar para pedagang pangan dapat saling mengingatkan untuk tidak terpengaruh pihak lain yang menawarkan penggunaan siklamat sebagai bahan baku pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mereka produksi
E. Kepercayaan dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Kepercayaan merupakan keyakinan bahwa suatu fenomena atau objek benar atau nyata (WHO, 2000). Kepercayaan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Kepercayaan adalah hal-hal yang diyakini seseorang dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya yang memengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari (Martono & Joewana, 2006). Biasanya kepercayaan diterima tanpa bukti bahwa kepercayaan tersebut terbukti kebenarannya (WHO, 2000). Kepercayaan dalam penelitian ini diukur dengan tiga buah pertanyaan seputar mitos bahwa penggunaan siklamat lebih baik dibanding pemanis
99
alami menggunaan pilihan percaya atau tidak percaya. Pernyataan yang digunakan adalah siklamat lebih baik dibanding pemanis alami karena tidak menyebabkan kenaikan gula darah, dapat membantu mengontrol berat badan (diet) dan lebih baik untuk kesehatan gigi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden yang tidak percaya siklamat lebih baik dibanding pemanis alami jumlahnya lebih banyak (60,5%) dibanding responden yang percaya siklamat lebih baik dibanding pemanis alami. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih ada responden yang mempercayai manfaat siklamat yang lebih baik dibanding pemanis alami meskipun jumlahnya lebih sedikit dibanding yang tidak percaya bahwa siklamat yang lebih baik dibanding pemanis alami. Oleh karena itu, dapat dikatakan hasil ini membuktikan pernyataan dari Calorie Control Council (2015) yang menyebutkan bahwa sebagian masyarakat percaya bahwa siklamat lebih baik dan lebih bermanfaat dibanding pemanis alami karena tidak menyebabkan kenaikan gula darah sehingga cocok untuk penderita diabetes, cocok untuk menjaga berat badan bagi orang yang sedang diet karena tidak memiliki nilai kalori sehingga tidak menyebabkan kenaikan berat badan dan tidak menyebabkan kerusakan gigi seperti pemanis alami pada umumnya. Pedagang tidak percaya siklamat lebih baik dibanding pemanis alami seperti yang terlihat dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh tingkat pengetahuan sebagian besar responden yang juga tinggi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, responden dengan tingkat
pengetahuan tinggi
mengenai siklamat lebih banyak jumlahnya (52,6%) dibanding responden
100
yang mempunyai pengetahuan rendah. Kepercayaan berhubungan dengan dunia pemikiran dan praktek dengan dunia perilaku sehingga kepercayaan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan gagasan (Parekh, 2008). Oleh karena itu, pengetahuan yang tinggi mengenai bahaya penggunaan siklamat berlebih pada sebagian besar responden akan mempengaruhi tingkat kepercayaan responden sehingga responden tidak percaya bahwa siklamat membawa manfaat lebih baik dibanding penggunaan pemanis alami. Faktor lain yang dapat menyebabkan responden tidak percaya bahwa siklamat lebih baik dibanding pemanis alami adalah kepercayaan responden yang dipengaruhi oleh sesama pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Menurut Suhaemi (2002), kepercayaan seseorang mengenai suatu hal dapat dipengaruhi lingkungan sekitarnya karena manusia bersifat sistem terbuka yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang tidak percaya bahwa penggunaan siklamat lebih baik dibanding pemanis alami dapat mempengaruhi para pedagang lain sehingga pedagang lain juga memiliki anggapan bahwa siklamat tidak lebih baik dibanding pemanis alami sehingga memiliki kepercayaan serupa mengenai penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat, lebih banyak yang tidak percaya bahwa siklamat lebih baik daripada pemanis alami (56,5%) dibanding responden yang percaya bahwa siklamat lebih baik daripada pemanis alami. Hasil ini bertentangan dengan pernyataan Ramdan (2009) bahwa kepercayaan terhadap
101
suatu produk akan mendorong konsumen untuk menggunakan produk tersebut. Selain itu, hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil ini juga tidak membuktikan pernyataan Green & Kreuter (2005) yang menyebutkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap suatu objek mempengaruhi perilaku terhadap objek tersebut. Meskipun tidak mempercayai manfaat siklamat, namun responden lebih banyak yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal tersebut dapat terjadi karena para pedagang pangan merasakan manfaat finansial dari penggunaan siklamat dalam proses produksi pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Keadaan tersebut diperparah dengan kenyataan bahwa siklamat mudah didapatkan di pasaran dengan jumlah yang sangat memadai. Penulis sempat melakukan observasi untuk mengetahui kemudahan
mendapatkan
siklamat
dengan
mendatangi
toko
yang
menyediakan bahan baku kue di sekitar pasar tradisional serta Kelurahan Pamulang Barat dan Pondok Benda dan bertanya apakah toko-toko tersebut menjual siklamat. Berdasarkan observasi tersebut diketahui bahwa siklamat dapat dengan mudah diperoleh di toko kue yang banyak terdapat di sekitar pemukiman penduduk maupun pasar tradisional. Pemerintah perlu menanggulangi maraknya penggunaan siklamat dengan melakukan penyediaan bahan baku pemanis alami bagi para pedagang pangan jajanan dengan harga yang relatif terjangkau. Hal tersebut dimaksudkan agar para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) tidak berminat untuk
102
menggunaan siklamat secara berlebih demi mendapat keuntungan finansial. Langkah tersebut diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan bagi para siswa sekolah dasar akibat konsumsi siklamat berlebih dari pangan jajanan yang mereka konsumsi.
F. Nilai dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar (Soeroso, 2006). Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan (Narwoko & Suyanto, 2004). Pengukuran mengenai nilai terhadap penggunaan siklamat dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu penting dan tidak penting. Pengukuran nilai dilakukan menggunaan empat buah pertanyaan mengenai kepentingan penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) menurut responden. Penilaian penting terhadap penggunaan siklamat dapat diwujudkan dalam tindakan menggunakan siklamat dalam pangan yang diproduksinya, menyimpan cadangan siklamat dan merasa suatu kesalahan atau kekurangan bila tidak menggunakan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksi.
103
Hasil penelitian menunujukkan bahwa responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat lebih banyak jumlahnya (72,4%) dibanding responden yang menilai penting penggunaan siklamat. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pernyataan Praja (2015) yang mengatakan bahwa bahan tambahan pangan kimiawi, seperti siklamat dinilai penting bagi sebagian besar industri pangan karena dapat memberi keuntungan maksimal dalam proses produksi makanan atau minuman. Hasil analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat, lebih banyak responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat (54,5%) dibanding responden yang menilai penting penggunaan siklamat. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil penelitian ini berlawanan dengan pernyataan Suhaemi (2002) yang mengatakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuai dengan tuntutan hati nuraninya sehingga menjadi pertimbangan terhadap suatu tindakan untuk mengambil keputusan berperilaku. Seseorang yang menilai tidak penting terhadap penggunaan siklamat seharusnya menghindari penggunaanya, akan tetapi hasil penelitian ini menunjukkan hasil sebaliknya karena responden yang menilai tidak penting penggunaan siklamat justru sebagian besar menggunakannya secara berlebih. Penggunaan siklamat berlebih yang tidak berhubungan dengan penilaian pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) menunjukkan bahwa siklamat
104
bukan merupakan bahan baku yang diutamakan oleh pedagang dalam produksi pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden yang menilai tidak penting penggunaan pemanis sintetis sikalamat beranggapan bahwa mereka tidak merasakan suatu hal yang janggal apabila tidak menggunakan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Penggunaan siklamat dinilai tidak penting oleh sebagian besar responden. Akan tetapi, sebagian besar responden yang menganggap tidak penting penggunaan siklamat tersebut menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksinya. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk mendapatkan produk yang memiliki cita rasa manis sesuai dengan keinginan konsumen namun tetap dapat menekan biaya produksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, siklamat merupakan pemanis sintetis yang memiliki tingkat kemanisan 30-80 kali dibanding pemanis alami. Penggunaan pemanis sintetis ini meskipun dalam jumlah sedikit sudah menimbulkan rasa manis sehingga dapat menekan biaya produksi (Lanywati, 2001). Hal tersebut terlihat dalam hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebanyak 26 responden (34,2%) menyatakan sikap setuju bahwa siklamat dapat membuat biaya produksi menjadi lebih murah. Selain itu siklamat yang tidak meninggalkan rasa pahit membuat pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih memilih siklamat dibanding pemanis sintetis lainnya. Penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dapat membahayakan kesehatan para konsumen yang sebagian besar
105
merupakan anak usia sekolah. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah antisipasi dalam meningkatkan kesadaran pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menghindari penggunaan siklamat berlebih. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan promosi kesehatan melalui petugas kesehatan, pendidik sebaya dan TOT (training of trainer). Selain itu, dinas kesehatan setempat juga perlu melakukan pemeriksaan laboratorium kandungan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) secara rutin untuk menghindari kemungkinan konsumsi siklamat oleh para siswa sekolah dasar.
G. Ketersediaan Siklamat dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Ketersediaan fasilitas merupakan salah satu faktor pemungkin yang menyebabkan suatu perubahan perilaku. Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin terjadinya perilaku, masih diperlukan sarana atau fasilitas untuk memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2010). Ketersediaan fasilitas sangat dipengaruhi oleh lokasi, dapat dijangkau oleh masyarakat atau tidak, serta kecukupan fasilitas tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukannya (Effendy, 1997). Ketersediaan siklamat dalam penelitian ini diukur menggunakan empat buah pertanyaan dalam kuesioner seputar jumlah siklamat yang tersedia di toko dimana para responden biasa membeli siklamat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat memadai lebih banyak jumlahnya (67,1%) dibanding
106
responden yang memiliki persepsi bahwa ketersediaan siklamat siklamat tidak memadai (32,9%). Hasil tersebut menggambarkan bahwa siklamat mudah didapatkan oleh para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di wilayah Kelurahan Pondok Benda, Kelurahan Pamulang Barat dan Kelurahan Pamulang Timur. Sebanyak 45 responden (59,2%) mengaku biasa mendapatkan dan menemukan siklamat di toko kue yang berlokasi di sekitar tempat tinggal mereka. Hasil ini mendukung pernyataan Apriadji (2007) bahwa siklamat banyak dijual di pasar tradisional tanpa merk dengan nama “gula biang”. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Lestari (2012) melalui kegiatan observasi yang menyatakan bahwa pemanis buatan yang berada di Pasar Gubug Kota Semarang tersedia dalam jumlah yang sangat banyak sekali. Hasil analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat, lebih banyak responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat memadai (60,8%) dibanding responden yang berpendapat bahwa ketersediaan siklamat tidak memadai (32%). Hasil tersebut didukung dengan uji statistik chi square yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil penelitian tersebut membuktikan teori yang dikeluarkan WHO (2002) yang mengungkapkan bahwa semakin banyak bahan tambahan pangan yang tersedia dapat menjadi faktor pendorong yang semakin memudahkan seseorang dalam menggunakan bahan tambahan pangan tertentu, termasuk dalam hal ini bahan tambahan pangan berupa siklamat.
107
Hubungan
antara
ketersediaan
siklamat
yang memadai
dengan
penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dapat terjadi karena pemanis merupakan salah satu bahan baku utama dalam kegiatan produksi pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang bercita rasa manis. Beberapa alasan finansial mendorong para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menggunakan siklamat sebagai pengganti pemanis alami dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksinya. Ketersediaan bahan baku yang memadai dapat mempermudah seorang pedagang pangan untuk memproduksi pangan yang hendak dijajakan. Semakin banyak bahan baku yang tersedia dalam suatu proses produksi, maka semakin mudah seorang pedagang menggunakannya dalam proses produksi. Semakin banyak bahan tambahan pangan yang tersedia dapat menjadi faktor pendorong yang semakin memudahkan seseorang dalam menggunakan bahan tambahan pangan tertentu, termasuk siklamat (WHO, 2000). Oleh karena itu, tersedianya siklamat yang memadai memberi pengaruh kepada para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menggunakannya dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mereka produksi. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) pada umunya mengetahui bahwa siklamat tersedia di toko yang menyediakan bahan baku pembuatan kue berdasarkan informasi yang diberikan oleh pemilik toko. Beberapa orang responden sempat mengatakan kepada penulis bahwa pemilik toko tempat mereka membeli bahan baku PJAS seringkali memberitahu bahwa toko mereka menyediakan siklamat yang mereka kenal dengan gula biang dan
108
menawarkannya kepada para penjual pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Akan tetapi, meskipun mereka mengetahui bahwa ketersediaan siklamat banyak ditemui di pasaran, tidak semua pedagang PJAS membeli siklamat sebagai bahan baku pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mereka jual. Menurut Kasali (2005), sebagian dari industri pangan berskala kecil tidak terpengaruh untuk menggunakan bahan tambahan pangan berbahaya untuk mempertahankan citra mereka di hadapan konsumen sehingga mereka dapat mempertahankan target konsumen dari produk yang dihasilkan. Pemerintah sebagai lembaga yang berwenang dalam peredaran bahan baku produksi pangan perlu menerapkan langkah untuk mengantisipasi banyaknya pedagang yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan jajanan
anak
sekolah
(PJAS).
Cara
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengantisipasi bahaya siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah adalah dengan membatasi produksi dan pasokan siklamat di pasaran. Pemerintah juga perlu memperbanyak pasokan pemanis alami dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang baik. Ketersediaan pemanis alami yang lebih banyak dibanding siklamat diharapkan dapat mengurangi penggunaan siklamat yang dilakukan oleh para pedagang pangan.
H. Akses Mendapatkan Siklamat dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan yang berinteraksi satu sama lain, sehingga menentukan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Aksesibilitas dapat
109
diartikan sebagai suatu konsep yang menggabungkan antara sistem transportasi secara geografis dengan sistem jaringan transportasi sehingga menimbulkan zona-zona dan jarak geografis yang akan mudah dihubungkan oleh penyediaan sarana dan prasarana angkutan (Black, 1981). Pengukuran akses mendapatkan siklamat dalam penelitian ini dilakukan menggunakan kuesioner mengenai pendapat responden mengenai kemudahan dalam menemukan lokasi penjualan siklamat beserta jaraknya dari tempat tinggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat lebih banyak (51,3%) dibanding responden yang memiliki akses sukar dalam mendapatkan siklamat (48,7%). Hasil ini membuktikan pernyataan Kemenkes (2011) bahwa pemanis buatan sakarin dan siklamat sangat mudah didapatkan dan dijual bebas di pasaran. Kemudahan para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dalam mendapatkan siklamat salah satunya dikarenakan kemudahan sarana transportasi. Untuk menuju tempat penjualan siklamat pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dapat menggunakan kendaraan pribadi. Seperti dikatehui, sebagian besar penduduk Indonesia telah memiliki kendaraan pribadi masing-masing, terlebih di wilayah Pamulang Barat yang notabene merupakan daerah perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 83,4% responden mengaku menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju tempat penjualan siklamat yang mereka gunakan. Selain itu, akses mendapatkan siklamat juga dapat diperoleh melalui sarana transportasi umum yang banyak terdapat di wilayah Kecamatan Pamulang.
110
Sebanyak 67% responden mengaku bahwa jarak tempat tinggal mereka dengan lokasi membeli siklamat lebih dari 500 meter. Akan tetapi, mereka berpendapat bahwa aksessibilitas mereka mendapatkan siklamat tergolong mudah. Hal tersebut dikarenakan kemudahan transportasi yang berasal dari kendaraan pribadi maupun umum. Kondisi ini membuat faktor jarak bukan satu-satunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas (Miro, 2004). Terlebih, kemajuan teknologi yang membuat transportasi semakin mudah mengakibatkan terjadinya percepatan arus perpindahan dari satu tempat ke tempat lain (Sitompul, 2004). Percepatan teknologi tersebut turut mempengaruhi kemudahan para pedagang pangan dalam mendapatkan siklamat. Hasil analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat, lebih banyak responden yang memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat (64,1%) dibanding responden yang memiliki akses sukar dalam mendapatkan siklamat (37,8%). Uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil ini membuktikan pernyataan Irmawati (2014) bahwa kemudahan akses dalam mendapatkan suatu produk mempengaruhi keputusan untuk membeli dan menggunakan produk tersebut, karena konsumen pada dasarnya menyukai produk yang mudah didapat dan hanya memerlukan sedikit usaha untuk mendapatkannya. Mudahnya akses mendapatkan siklamat secara otomatis mempermudah para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menggunakannya dalam pangan jajanan
111
yang mereka produksi. Penelitian ini didukung oleh penelitian Lestari (2011) yang menyatakan bahwa penjual jamu gendong yang dijual di pasar gubug menjual jamu gendong yang menggunakan siklamat karena mudahnya mendapatkan siklamat. Kemudahan akses dalam mendapatkan siklamat dapat mendorong para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk menggunakannya sebagai bahan baku pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mereka produksi. Hal tersebut dikarenakan para pedagang membutuhkan pemanis sebagai bahan baku pangan jajanan yang mereka produksi. Penggunaan pemanis alami dapat menyebabkan biaya produksi meningkat, sehingga para pedagang perlu bahan baku lain pengganti pemanis alami. Keberadaan siklamat yang mudah didapat tentu merupakan sebuah peluang besar bagi para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hal tersebut terlihat dari pernyataan salah satu responden yang mengatakan bahwa siklamat yang mudah didapat merupakan salah satu alasan kuat bagi para pedagang pangan untuk menggunakannya dalam pangan yang mereka produksi. Pemerintah perlu membatasi akses para pedagang pangan dengan siklamat. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberi lisensi dan persayaratan khusus bagi setiap orang atau badan usaha yang menjual siklamat agar tidak setiap orang dengan mudah menjual siklamat. Dengan cara tersebut maka diharapkan penjual siklamat tidak terlalu banyak dan memiliki jarak yang berdekatan. Selain itu, pembelian siklamat juga perlu dibatasi agar tidak menimbulkan resiko penjualan kembali (reseller) oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
112
I.
Peran Pedagang PJAS Lain dan Hubungannya dengan Penggunaan Siklamat Berlebih pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Faktor lingkungan yang mendorong perilaku seseorang adalah kerabat, teman sejawat maupun lingkungan sekitar lainnya. Lingkungan kerja, termasuk teman sejawat merupakan elemen organisasi yang mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan perilaku individu. Pengukuran variabel peran pedagang PJAS lain dilakukan dengan tiga buah pertanyaan dalam kuesioner seputar peran pedagang PJAS lain dalam mengenal siklamat, ajakan pedagang PJAS lain dan informasi kadar siklamat yang diperbolehkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden (50%) dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat dan sebagian lainnya (50%) tidak dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat dalam pangan jajanan yang diproduksinya. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) tidak seluruhnya mengenal siklamat dari rekan sesama pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil ini membuktikan pernyataan Kemenkes (2011) yang mengatakan pengetahuan terhadap suatu objek tidak hanya berasal dari lingkungan, akan tetapi media juga turut berperan dalam mengenalkan masyarakat terhadap suatu objek yang dapat mempengaruhi perilaku individu (Kemenkes, 2011). Hasil analisa tabel silang menunjukkan bahwa diantara responden yang menggunakan siklamat, lebih banyak responden yang tidak dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat (55,3%) dibanding
113
responden yang dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat (47,4%). Selain itu, hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran pedagang PJAS lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Hasil ini bertentangan dengan teori dari BPOM (2012) yang mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang mendorong penggunaan bahan tambahan pangan pada pedagang pangan adalah karena adanya pengaruh dari pedagang lain yang menggunakan bahan tambahan pangan tersebut. Peran pedagang PJAS lain yang tidak berhubungan dengan perilaku penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dikarenakan tidak semua pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) mengenal siklamat dari rekan sesama pedagang PJAS. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa sebanyak 78% responden mengaku tidak memperoleh informasi mengenai siklamat dari pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lain. Informasi mengenai siklamat di kalangan pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) tidak hanya berasal dari sesama pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Informasi dapat pula berasal dari media massa, lingkungan lain atau pengaruh keluarga. Sebanyak 49% responden mengaku mengetahui siklamat atau yang mereka kenal dengan nama gula biang dari pemilik toko tempat mereka membeli bahan baku pangan jajanan. Selain itu, sebanyak 28% responden mengaku mengenal siklamat karena informasi dari orang tua atau keluarganya yang juga memiliki profesi sebagai pedagang pangan jajanan.
114
Penggunaan siklamat dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang diproduksi oleh pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang mengenal siklamat dari orang tua atau keluarganya merupakan suatu hal yang lumrah. Hal tersebut dikarenakan keluarga merupakan tempat dimana seseorang pertama kali melakukan interaksi dengan orang lain. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam pembentukan watak seseorang. Keadaan keluarga akan sangat mempengaruhi perilaku orang yang menjadi anggota keluarga tersebut (Sugiharsono, et. al, 2008). Media berperan dalam
menumbuhkan pengetahuan masyarakat yang
dapat mempengaruhi perilaku individu (Kemenkes, 2011). Salah satu sumber yang dapat mengenalkan siklamat pada masyarakat adalah media massa, terutama media elektronik berupa internet. Dewasa ini, media online melalui internet bukan merupakan suatu hal yang asing bagi masyarakat. Hampir seluruh lapisan masyarakat saat ini dapat menggunakan internet karena akses yang semakin mudah. Para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) juga berpotensi untuk mengenal siklamat
dari media online karena
banyaknya iklan penjualan siklamat yang terpasang melalui media internet, sehingga semakin memudahkan para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) untuk mengenal dan memperoleh siklamat sebagai bahan baku pangan jajanan yang mereka produksi. Penggunaan siklamat berlebih dalam pangan jajanan anak sekolah (PJAS) perlu dikendalikan. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberi kesadaran kepada pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) bahwa penggunaan siklamat berlebih merupakan suatu tindakan yang merugikan
115
konsumen melalui kegiatan penyuluhan kepada para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS). Selain itu, para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) dianjurkan untuk tidak memperkenalkan siklamat kepada keluarganya, teman sesama pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) maupun rekan lainnya.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang menggunakan siklamat berlebih (51,3%). 2. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi mengenai siklamat (52,6%). 3. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang memiliki sikap negatif terhadap penggunaan siklamat berlebih (53,9%). 4. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang tidak percaya manfaat siklamat (60,5%). 5. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang menilai tidak penting penggunaan siklamat (72,4%). 6. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang beranggapan bahwa ketersediaan siklamat siklamat memadai (68,4%). 7. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang memiliki akses mudah dalam mendapatkan siklamat (51,3%). 8. Pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lebih banyak yang tidak dipengaruhi pedagang PJAS lain untuk menggunakan siklamat (46,1%).
116
117
9. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (pValue = 0,168). 10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (pValue= 0,49). 11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kepercayaan pedagang dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (pValue= 0,348). 12. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara nilai dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (pValue= 0,445). 13. Terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (pValue= 0,048). 14. Terdapat hubungan yang bermakna antara akses mendapatkan siklamat dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) (pValue= 0,038). 15. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara peran pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) lain dengan penggunaan siklamat berlebih pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS) ) (pValue= 0,818).
118
B. SARAN 1. Bagi Sekolah a. Memperketat pengawasan dan memantau secara berkala kualitas pangan jajanan anak sekolah (PJAS) di wilayah sekolah masing-masing. b. Memberi penyuluhan dan sosialisasi kepada orangtua dan siswa untuk lebih cermat dalam memilih pangan jajanan anak sekolah (PJAS) guna menghindari bahaya konsumsi siklamat berlebih oleh para siswa. c. Melakukan penyaringan (screening) sehingga pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang berjualan di sekitar sekolah hanyalah pedagang yang telah memenuhi persyaratan keamanan pangan sehingga tidak berbahaya bila dikonsumsi para siswa..
2. Bagi Instansi Pemerintah a. Memperketat pengawasan terhadap peredaran dan kualitas pangan jajanan anak sekolah (PJAS). b. Menyediakan pasokan pemanis alami yang lebih memadai dengan harga yang terjangkau. c. Mempertegas pemberian sanksi bagi para pedagang pangan jajanan anak sekolah (PJAS) yang menggunakan siklamat berlebih dalam pangan yang mereka produksi.
3. Bagi Peneliti Lain a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan perilaku penggunaan siklamat berlebih.
119
b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melihat perilaku penggunaan siklamat berlebih pada jenis makanan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta : Rajawali Press Anshoriy, Nasruddin & GKR Pembayun. 2008. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan. Yogyakarta : LkiS Anwar, Faisal & Ali Khomsan. 2009. Makanan Tepat, Badan Sehat. Jakarta:Hikmah Apriadji, Wied Harry. 2007. Cake dan Kue Manis Tanpa Gula, Tanpa Pewarna Sintetis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Badan Keamanan Pangan Bangka. 2014. Pentingnya Keamanan Pangan Segar. Bangka : Bidang Ketahanan Pangan Subbid Konsumsi dan Keamanan Pangan. Diakses dari http://bkp.bangka.go.id/donlot/pentingnya.pdf tanggal 12 Mei 2015 pukul 21.50 WIB Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2006. Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah. Diakses dari http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/berita/146/KEAMANANPANGAN-JAJANAN-ANAK-SEKOLAH--PJAS-.html tanggal 13 Mei 2015 pukul 20.32 WIB Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2008. Kajian Keamanan Bahan Tambahan Pangan. Dikutip dari www2.pom.go.id/nonpublic/makanan/standard/News1.html tanggal 2 Mei 2014 pukul 4.52 WIB Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2002. Materi Penyuluhan Keamanan Pangan Bagi Penyuluh Keamanan Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta : Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Direktorat Surveilans dan Penyuluhan Kemanan Pangan BPOM RI Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2012. Laporan Tahunan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Tahun 2011. Jakarta : BPOM RI Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). 2014. Sehat Duniaku Menuju Generasi Emas yang Sehat dan Berkualitas. Dikutip dari http://www.pom.go.id/new/index.php/view/pers/225/Sehat-Duniaku-MenujuGenerasi-Emas---yang-Sehat-dan-Berkualitas.html tanggal 1 Mei 2015 pukul 4:48 WIB
120
121
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan. 2011. Rencana Strategis Pembangunan Kota Tangerang Selatan 2011-2016. Tangerang Selatan : Bappedal Kota Tangerang Selatan Badan Standarisasi Nasional. 1994. SNI 01-2893-1994 tentang Cara Uji Pemanis Buatan. Jakarta : Badan Standarisasi Nasional Bere, E et al. 2006. Determinants of Adolescents’s soft drink Consumption. Journal of Public Health (Online) Vol. 11 No. 1. Dikutip dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov tanggal 1 Juli 2015 Bintarto, R. 1989. Interaksi Kota Desa dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia Black, J.A. 1981. Urban Transporting Planning : Theory and Practice. London : Cromm Helm Budijanto, Didik. 2007. Populasi, Sampling dan Besar Sampel. Jakarta : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Callahan, Joan R. 2011. 50 Health Scares That Fizzled. California : ABC-CLIO, LLC Calorie Control Council (CCC). 2015. Cyclamate. Diakses dari http://www.caloriecontrol.org/sweeteners-and-lite/sugarsubstitutes/cyclamate#Regulatory-Status tanggal 30 Agustus 2015 pukul 13.23 WIB Cahanar, P. & Irwan Suhanda. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta : Kompas Chandra, Budiman. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : EGC Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : EGC Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 2009. Sistem Keamanan Pangan Terpadu : Pangan Jajanan Anak Sekolah. Jakarta : BPOM RI Damayanti, Diana. 2011. Makanan Anak Usia Sekolah : Tips Memberi Makan Anak Usia Sekolah plus 25 Resep Praktis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Danim, Sudarwan. 2002. Riset Keperawatan : Sejarah dan Metodologi. Jakarta : EGC Duslo. 2011. GPS Safe Summary : Cyclohexylamine. Dikutip dari www.duslo.sk/sites/default/files/gps_cha.pdf tanggal 2 Mei 2015 pukul 02.05 Efendi, Ferrry & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunnitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
122
Effendy, Nasrul. 1997. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Fuad, M; Christine H. Nurlela; Sugiarto; Paulus; Y.E.F. 2006. Pengantar Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Green, Lawrence W & Marshall Kreuter. 2005. Health Program Planning : an Educational and Ecological Approach 4th edition. New York : McGraw-Hill Habsah. 2012. Gambaran Pengetahuan Pedagang Mi Basah Terhadap Perilaku Penambahan Boraks dan Formalin pada Mi Basah di Kantin-Kantin Universitas X Depok Tahun 2012. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia Hakim, Lukman. 2012. Internalisasi Nilai-Nilai Agama Islam Dalam Pembentukan Sikap dan Perilaku Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu AlMuttaqin Kota Tasikmalaya. Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim vol. 10 No.1-2012. Universitas Pendidikan Indonesia. Hastono, S. P. 2001. Modul Analisis Data. Jakarta : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hartati, Hendri. 2007. Analisis Manajemen Pengawasan dan Pengendalian Penyalahgunaan Formalin di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 2, No. 2, Oktober 2007. Herjanto, Eddy. 2008. Manajemen Operasi. Jakarta : Grasindo International Food Additional Council. 2013. Food Additives Booklet. Diakses dari http://www.foodadditives.org/pdf/Food_Additives_Booklet.pdf tanggal 13 Mei 2015 Irmawati, L.1. 2015. Manajemen Pemasaran di Rumah Sakit : Buku Ajar Pedoman Praktis S1 Administrasi Rumah Sakit. Kediri : Institut Ilmu Kesehatan University Press Kasdu, Dini. 2004. Anak Cerdas. Jakarta : Puspa Swara Kasali, Rhenald. 2005. Sembilan Fenomena Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Kasemin, Kasiyanto. 2003. Analisis Wacana Pencabutan TAP MPRS/XXV/1966. Yogyakarta: LKiS Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2011. Jejaring Informasi Pangan dan Gizi. Volume XVII No.2 tahun 2011. Diakses dari http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/11/LEMBARINFORMASI-NO-2-2011.pdf tanggal 13 Mei 2015 pukul 20.37 WIB
123
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2011. Pedoman Kemanan Pangan di Sekolah Dasar. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2011. Hati-hati Jangan Jajan Sembarangan. Diakses dari http://www.gizikia.depkes.go.id/837/ tanggal 15 Desember 2015 pukul 14.30 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Dasar Proses Pengolahan Hasil Pertanian dan Perikanan. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press Lanywati, Endang. 2001. Diabetes Mellitus. Yogyakarta : Kanisius Larasati, Marissa. 2007. Hubungan Keberadaan Sakarin dan Siklamat pada Sirup Tanpa Merk dengan Pengetahuan, Sikap dan Tingkat Pendidikan Pedagang Es di Pasar Johar Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Lestari, Dewi. 2011. Analisis Adanya Kandungan Pemanis Buatan (Sakarin dan Siklamat)pada Jamu Gendong di Pasar Gubug Grobogan. Skripsi. Semarang : Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Liliweri, Alo. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta : LkiS Makfoeld, Djarir dkk. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta : Kanisius Martono, L.H & Satya Joewana. 2006. Modul Latihan Pemulihan Pecandu Narkoba Berbasisi Masyarakat. Jakarta : Balai Pustaka Maulana, Heri D. J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC Miro, Fedel. 2004. Perencanaan Transportasi. Jakarta : Erlangga Mulyatiningsih, Rudi. 2004. Bimbingan Pribadi-Sosial, Belajar dan Karir : Petunjuk Praktis Diri Sendiri. Jakarta : Grasindo Nabors, Lyn O’Brien. 2001. Alternative Sweeteners Third Edition. New York : Marcel Dekker Narwoko, J Dwi & Bagong Suyanto. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta : Kencana Media Grup New Jersey Department of Health (NJDH). 2010. Cyclamate: Hazardous Substance Fact. Trenton : New Jersey Department of Health
124
Nollet, Leo M.L. 2004. Handbook of Food Analysis : Second Edition. New York : Marcell Decker Noriko, Nita, Eka Pratiwi, Angelia Yulita dan Dewi Elfidasari. 2011. Studi Kasus Terhadap Zat Pewarna, Pemanis Buatan dan Formalin pada Jajanan Anak di SDN Telaga Murni 03 dan Tambun 04 Kabupaten Bekasi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi Vol.1 No.2, September 2011 Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Novita, Santi & Retno Adriyani. 2013. Tingkat Pengetahuan dan Sikap Pedagang Jajanan tentang Pemakaian Natrium Siklamat dan Rhodamin B. Jurnal Promosi Kesehatan Vol.1 No. 2 Desember 2013: 192-200 Nuraini, Heny. 2007. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal. Jakarta : Qultum Media Parekh, Bhikhu. 2008. Rethinking Multiculturalism : Keberagaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta : Kanisius Partana, Crys Fajar. 2008. Seri IPA Kimia 2. Jakarta : Quadra Pella, Darmin Ahmad & Afifah Inayati. 2011. Talent Management. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Peraturan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 6 tahun 2014, nomor 73 tahun 2014, nomor 41 tahun 2014 dan nomor 81 tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 4 tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Kemanan, Mutu dan Gizi Pangan
125
Praja, Denny Indra. 2015. Zat Aditif Makanan : Manfaat dan Bahayanya. Yogyakarta : Garudhawaca Purnawanto, Budy. 2010. Manajemen SDM Berbasis Proses: Pola Pikir Baru Mengelola SDM pada Era Knowledge Economy. Jakarta : Grasindo Purwaningsih, Retno; Rahayu Astuti & Trixie Salawati. 2010. Penggunaan Natrium Siklamat pada Es Lilin Berdasarkan Pengetahuan dan Sikap Pedagang di Kelurahan Srondol Wetan dan Pedalangan Kota Semarang. Jurnal Pangan dan Gizi Vol. 01 Nomor 02 Tahun 2010 Purwosutjipto, H.M.N. 1999. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 Pengetahuan Dasar Hukum Dagang. Jakarta : Djambatan Ramdan, Anton. 2009. Membongkar Jaringan Bisnis Yahudi di Indonesia. Jakarta : Media Islamika Rangkuti, Freddy. 2002. The Power of Brands : Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Mereka + Analisis Kasus dengan SPSS. Jakarta : Gramedia pustaka Utama Saliswijaya, Aan Dani. 2004. Himpunan Peraturan Tentang Class Action. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Saparinto, Cahyo & Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius Sarwono, Sarlito Wirawan. 1997. Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : Balai Pustaka Seto, Sagung. 2001. Pangan dan Gizi. Bogor : Penerbit Institut Pertanian Bogor Press Simamora, Bilson. 2000. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Sitompul, Einar M. 2004. Gereja Menyikapi Peubahan. Jakarta : BPK Gunung Mulia Smith, James. 1991. Food Additive User’s Handbook. London : Blackie and Son Soeroso, Andreas. 2006. Sosiologi SMA Kelas X. Jakarta : Yudhistira Sugiharsono, I. Wayan Legawa, Teguh Dalyono. 2008. Contextual Learning Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
126
Sugiharto, B & Agus Rachmat. 2000. Wajah Baru Etika dan Agama. Yogyakarta : Kanisius Suhaemi, Mimin Emi. 2002. Etika Keperawatan : Aplikasi pada Praktik. Jakarta : EGC Sukmadinata, N.S. 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Sumawinata, Narlan. 2004. Senarai Istilah Kedokteran Gigi. Jakarta : EGC Sunaryo. 2002. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC Suyanti. 2010. Panduan Mengolah 20 Jenis Buah. Jakarta : Penebar Swadaya Syah, Dahrul. 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor : Penerbit Institut Pertanian Bogor Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : Imperial Bahakti Utama Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 Tentang Pangan Vries, John De. 1996. Food Safety and Toxicity. Heerlen : Open University of Netherland Vasudevan, D.M, Sreekumari S dan Kannan Vaidyanathan. 2013. Textbook of Biochemistry for Medical Students : Seven Edition. New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers Wariyah, Chatarina & Sri Hartati Candra Dewi. 2013. Penggunaan Pengawet dan Pemanis Buatan pada Pangan Janjanan Anak Sekolah (PJAS) di Wilayah Kabupaten Kulonprogo-DIY. Jurnal Agritech Vol.33 Nomor 2, Mei 2013 Wasis. 2006. Pedomen Riset Praktis untuk Profesi Perawat. Jakarta : EGC Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama World Health Organization (WHO). 2000. Food Borne Disease : a Focus for Health Education. Geneva : World Health Organization World Health Organization (WHO). 2015. Food Borne Disease. Diakses dari http://www.who.int/topics/foodborne_diseases/en/ tanggal 15 Mei 2015 pukul 12.06 WIB Yuliani, Sri. 2007. Formalin dan Masalahnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol.29 No.5 Tahun 2007. Jakarta : Balai Besar
127
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Depatemen Pertanian Republik Indonesia
128
LAMPIRAN 1
KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN PEMANIS SINTETIS SIKLAMAT BERLEBIH PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR NEGERI KELURAHAN PONDOK BENDA, KELURAHAN PAMULANG BARAT DAN KELURAHAN PAMULANG TIMUR TAHUN 2015 LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN
Assalamualaikum Wr.Wb Saya Nurul Fajriatipratika Putri mahasiswa Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan
penelitian
BERHUBUNGAN
mengenai
DENGAN
FAKTOR-FAKTOR
PENGGUNAAN
PEMANIS
YANG SINTETIS
SINKLAMAT BERLEBIH PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) DI SEKOLAH DASAR NEGERI KELURAHAN PONDOK BENDA, KELURAHAN PAMULANG BARAT DAN KELURAHAN PAMULANG TIMUR TAHUN 2015. Saya berharap bapak/ibu bersedia menjadi responden penelitian saya dengan menjawab pertanyaan yang ada di kuesioner ini. Tidak ada jawaban yang benar maupun salah dalam setiap jawaban yang anda berikan.Informasi yang anda berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika anda bersedia dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Responden
(...........................)
129
Nomor r
A. Identitas Responden A.1
Nama
A.3
Lokasi Berjualan
A.2
Nomor Telpon
B. Pengetahuan Berilah tanda silang (√) pada salah satu pilihan jawaban di bawah! No.
Pertanyaan
B.1
Gula biang adalah pemanis buatan yang lebih manis
Jawaban
30 kali lipat daripada gula biasa. 1. Benar
[
]
[
]
[
]
[
]
2. Salah 3. Tidak Tahu B.2
Gula biang dipakai untuk orang yang terkena penyakit kencing manis supaya gula darahnya tidak naik. 1. Benar 2. Salah 3. Tidak Tahu
B.3
Apakah gula biang boleh dipakai dalam makanan dan minuman? 1. Boleh 2. Tidak Boleh 3. Tidak tahu.
B.4
Apakah pemakaian gula biang harus dibatasi? 1. Tidak (Bebas) 2. Ya
130
3. Tidak tahu. B.5
Apakah anda tahu batas maksimal pemakaian gula biang dalam makanan dan minuman? 1. Tahu (Tulis jumlahnya ......)
[
]
[
]
[
]
[
]
[
]
2. Tidak tahu B.6
Kelebihan gula biang daripada gula murni adalah rasanya lebih manis, tidak ada rasa pahit dan harganya lebih murah. 1. Benar 2. Salah 3. Tidak Tahu
B.7
Berapa lama waktu terjadinya penyakit kalau banyak mengkonsumsi gula biang? 1. Cepat (Langsung sakit) 2. Lama (bertahun-tahun) 3. Tidak Tahu
B.8
Mandul, penyakit jantung, penyakit hati dan penyakit ginjal adalah penyakit yang muncul karena banyak makan gula biang. 1. Benar 2. Salah 3. Tidak Tahu
B.9
Tidak ada manfaat gula biang bagi badan kita, yang ada hanya penyakit. 1. Benar 2. Salah 3. Tidak Tahu
C. Sikap Berilah tanda chekclist (√) pada salah satu pilihan jawaban berikut ! No.
Pertanyaan
Sangat Setuju
Setuju
Biasa
Tidak
Sangat
Saja
Setuju
Tidak
131
Setuju C.1
Gula biang lebih baik dari gula murni karena lebih manis dari gula murni dan cocok dengan makanan
dingin
atau
panas.. C.2
Gula
biang
harganya
lebih murah dibanding gula murni. C.3
Menggunakan
gula
biang
pada
makanan/minuman lebih hemat
daripada
gula
murni. C.4
Menggunakan biang
dalam
gula jumlah
banyak pada makanan jajanan diperbolehkan. C.5
Penggunaan gula biang dalam jumlah banyak tidak
menimbulkan
penyakit. C.6
Memakai tidak
gula usah
biang diatur
batasnya. C.7
Konsumsi
gula
biang
berguna bagi tubuh. C.8
Memakai
gula
biang
dalam jumlah banyak pada
makanan jajanan
tidak
membahayakan
132
pertumbuhan
dan
kecerdasan para siswa. C.9
Penggunaan gula biang pada makanan jajanan lebih
aman
daripada
penggunaan gula murni. C.10 Penggunaan gula biang dalam pangan jajanan anak sekolah tidak perlu dicampur gula murni.
D. Kepercayaan Berilah tanda chekclist (√) pada salah satu kolom jawaban yang anda pilih dari setiap penyataan berikut ! No.
Pertanyaan
Percaya
Tidak Percaya
D.1
Gula biang lebih sehat daripada gula murni karena tidak menyebabkan penyakit kencing manis.
D.2
Gula biang cocok untuk diet karena tidak membuat gemuk.
D.3
Gula biang tidak membuat sakit gigi.
E. Nilai Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi anda pada pernyataan berikut! (E.1) Anda sering memakai gula biang dalam membuat makanan dan minuman. a. Ya b. Tidak
133
(E.2) Anda punya cadangan gula biang (stock) di rumah. a. Ya b. Tidak (E.3) Anda merasa kalau memakai gula biasa dalam makanan rasanya kurang manis. a. Ya b. Tidak (E.4) Bila tidak menggunakan gula biang dalam makanan/minuman manis, anda merasa ada sesuatu yang kurang. a. Ya b. Tidak
F. Ketersediaan Gula biang Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi anda pada pertanyaan berikut! (F.1) Apakah toko yang menjual gula biang membatasi jumlah pembelian? a.
Ya
b.
Tidak
(F.2) Apakah menurut anda banyak jumlah toko yang menjual gula biang di sekitar tempat tinggal anda? a.
Ya
b.
Tidak
(F.3) Apakah menurut anda jumlah gula biang di pasaran dapat mencukupi kebutuhan pembeli? a. Ya b. Tidak
G. Akses Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi anda pada pertanyaan berikut! (G.1) Dimana anda biasa menemukan gula biang ? a. Pasar
134
b. Warung c. Lainnya (sebutkan) ........................................ (G.2) Apakah menurut anda tempat yang menjual gula biang mudah dicari? a. Mudah b. Susah (G.3) Berapa kira-kira jarak antara rumah anda dengan tempat membeli gula biang ? a. Tidak lebih dari 2 kilometer c. Lebih dari 2 kilometer (G.4) Bagaimana cara anda pergi ke tempat yang menjual gula biang? a. Naik angkutan umum / kendaraan pribadi b. Jalan kaki
H. Peran Pedagang PJAS Lain Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi anda pada pertanyaan berikut! (H.1) Apakah anda mengenal gula biang dari pedagang lain? a. Ya b. Tidak (H.2) Apakah pedagang itu pernah memberi tahu berapa batas gula biang yang boleh dipakai dalam makanan? a. Ya b. Tidak (H.3) Apakah pedagang itu pernah mengajak anda memakai gula biang dalam jajanan yang anda jual? a. Ya b. Tidak
TERIMA KASIH :)
135
LAMPIRAN 2
HASIL UJI KUANTITATIF PEMANIS SINTETIS SIKLAMAT PADA PANGAN JAJANAN ANAK SEKOLAH (PJAS) DI KELURAHAN PONDOK BENDA, KELURAHAN PAMULANG BARAT DAN KELURAHAN PAMULANG TIMUR TAHUN 2015
Padat No.
1
Roti isi
SDN Parakan 1 dan 2
Batas Kadar Maksimum Siklamat yang (mg/kg) Diizinkan (mg/kg) 500 0
2
Pisang coklat
SDN Parakan 1 dan 2
500
10
3
Kue leker
500
170
4
Pisang coklat
500
0
5
Crepes
500
0
6
Gulali
500
70
7
Martabak
500
70
8
Selai roti isi
SDN Pondok Benda 1, 4&5 SDN Pondok Benda 2, 3&6 SDN Pondok Benda 2, 3&6 SDN Pondok Benda 2, 3&6 SDN Pondok Benda 2, 3&6 SDN Pamulang 1
1000
0
9
Kue cubit
SDN Pamulang 1
500
0
10
Kue lumpur
SDN Pamulang 1
500
0
11
Pisang coklat
SDN Pamulang 1
500
0
12
Gulali
500
620
500
20
1000
0
1000
180
13 14 15
Jenis PJAS
Lokasi
SDN Pamulang Permai Pisang keju SDN Pamulang Permai Kue leker selai SDN Pamulang strawberry Permai Selai roti bakar SDN Pamulang
Keterangan
Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak
136
16
Martabak mini
Permai SDN Pamulang 2
500
0
17
Kue pancong
SDN Pamulang 2
500
0
18
Kue coklat
SDN Pamulang 2
500
180
19
Kue ape
SDN Pamulang Barat
500
30
20
Klepon
SDN Pamulang Barat
500
0
21
Pisang coklat
SDN Pamulang Barat
500
0
22
Gulali
SDN Pamulang Barat
500
30
23
Kue putu
SDN Pamulang Timur 1 dan 2 Martabak selai SDN Pamulang blueberry Timur 1 dan 2 Kue cubit coklat SDN Pamulang Indah
500
0
1000
0
500
80
Martabak coklat Kue leker
mini SDN Pamulang Indah
500
120
SDN Pamulang Indah
500
0
250
420
29
Es selendang SDN Pamulang Indah mayang Crepes SDN Pamulang Indah
500
0
30
Gulali
500
0
31
Kue laba-laba
500
0
Batas Maksimum yang Diizinkan (mg/kg) 250 250 250 250 250 250
Kadar Siklamat (mg/kg)
24 25 26 27 28
S SDN Pamulang Timur 3 SDN Pamulang Timur 3
Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih Tidak Berlebih
Cair No.
Jenis PJAS
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Es mambo Es teh Es campur Es potong Es sirup Es
Lokasi
SDN Parakan 1 dan 2 SDN Parakan 1 dan 2 SDN Parakan 1 dan 2 SDN Parakan 1 dan 2 SDN Parakan 1 dan 2 SDN Pondok Benda 1, 4 &
250 330 360 970 530 800
Keterangan (Berlebih / Tidak Berlebih) Tidak Berlebih Tidak Berlebih Berlebih Berlebih Berlebih Berlebih
137
No.
Jenis PJAS
7.
selendang mayang Es doger
8. 9.
Es susu coklat Es potong
10.
Es teh
11.
Es teh
12.
Es susu coklat Es kue
13. 14. 15. 16. 17.
Es susu kocok Es mambo
32.
Es teh Es susu coklat Es goyang Es oyen Jus apel Es campur Es susu kedelai Es doger Agar-agar Milkshake Es podeng Es cincau Es lilin Agar-agar Es teh Es serut sirup Es teh manis
33.
Es
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Lokasi
Batas Maksimum yang Diizinkan (mg/kg)
Kadar Siklamat (mg/kg)
Keterangan (Berlebih / Tidak Berlebih)
SDN Pondok Benda 1, 4 & 5 SDN Pondok Benda 1, 4 & 5 SDN Pondok Benda 1, 4 & 5 SDN Pondok Benda 1, 4 & 5 SDN Pondok Benda 2, 3 & 6 SDN Pondok Benda 2, 3 & 6 SDN Pondok Benda 2, 3 & 6 SDN Pondok Benda 2, 3 & 6 SDN Pondok Benda 2, 3 & 6 SDN Pamulang 1 SDN Pamulang 1
250
350
Berlebih
250
620
Berlebih
250
400
Berlebih
250
440
Berlebih
250
183
Tidak Berlebih
250
330
Berlebih
250
360
Berlebih
250
800
Berlebih
250
380
Berlebih
250 250
320 280
Berlebih Berlebih
SDN Pamulang 1 SDN Pamulang Permai SDN Pamulang Permai SDN Pamulang Permai SDN Pamulang Permai
250 250 250 250 250
470 400 280 270 300
Berlebih Berlebih Berlebih Berlebih Berlebih
SDN Pamulang 2 SDN Pamulang 2 SDN Pamulang 2 SDN Pamulang 2 SDN Pamulang 2 SDN Pamulang Barat SDN Pamulang Barat SDN Pamulang Barat SDN Pamulang Barat
250 1000 250 250 250 250 1000 250 250
360 1328 150 360 410 260 0 320 250
Berlebih Berlebih Tidak Berlebih Berlebih Berlebih Berlebih Tidak Berlebih Berlebih Tidak Berlebih
250
350
Berlebih
250
220
Tidak Berlebih
5
SDN Pamulang Timur 1 dan 2 buah SDN Pamulang Timur 1
138
No.
34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
Jenis PJAS
segar Es capucino cincau Es dawet ayu Agar-agar
Lokasi
dan 2 SDN Pamulang Timur 1 dan 2 SDN Pamulang Timur 1 dan 2 SDN Pamulang Timur 1 dan 2 Es potong SDN Pamulang Timur 1 dan 2 Es cendol SDN Pamulang Indah Es susu SDN Pamulang Tengah campur Es teh manis SDN Pamulang Tengah Es susu SDN Pamulang Tengah kedelai Agar-agar SDN Pamulang Tengah Es potong SDN Pamulang Timur 3 Es teh manis SDN Pamulang Timur 3 Es mambo SDN Pamulang Timur 3
Batas Maksimum yang Diizinkan (mg/kg)
Kadar Siklamat (mg/kg)
Keterangan (Berlebih / Tidak Berlebih)
250
0
Tidak Berlebih
250
310
Berlebih
1000
0
Tidak Berlebih
250
340
Berlebih
250 250
450 320
Berlebih Berlebih
250 250
340 300
Berlebih Berlebih
1000 250 250 250
0 420 270 410
Tidak Berlebih Berlebih Berlebih Berlebih
139
LAMPIRAN 3 OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items
.956
N of Items .958
35
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Scale
Corrected
Squared
Cronbach's
Variance if
Item-Total
Multiple
Alpha if Item
Correlation
Correlation
Deleted
Item Deleted Item Deleted B1
63.30
136.493
.752
.
.953
B2
63.40
138.662
.577
.
.955
B3
63.23
139.840
.469
.
.955
B4
63.23
138.116
.617
.
.954
B5
63.30
139.734
.473
.
.955
B6
63.37
139.964
.458
.
.955
B7
63.33
138.851
.550
.
.955
B8
63.33
136.782
.728
.
.954
B9
63.27
138.685
.564
.
.955
C1
62.07
134.892
.642
.
.954
C2
62.03
138.378
.428
.
.956
C3
62.10
137.679
.615
.
.954
140
C4
62.13
136.533
.693
.
.954
C5
62.10
135.128
.736
.
.953
C6
62.07
137.237
.593
.
.955
C7
62.03
132.999
.724
.
.954
C8
62.20
136.441
.773
.
.953
C9
62.13
136.533
.484
.
.956
C10
62.10
137.334
.477
.
.956
D1
63.23
139.013
.540
.
.955
D2
63.37
138.930
.547
.
.955
D3
63.30
138.700
.561
.
.955
E1
63.20
138.648
.578
.
.955
E2
63.23
137.495
.671
.
.954
E3
63.23
137.771
.647
.
.954
E4
63.30
136.700
.734
.
.954
F1
63.40
138.800
.565
.
.955
F2
63.23
137.495
.671
.
.954
F3
63.20
138.924
.554
.
.955
G2
63.27
139.789
.470
.
.955
G3
63.27
137.857
.635
.
.954
G4
63.30
136.976
.710
.
.954
H1
63.37
137.137
.702
.
.954
H2
63.23
136.461
.762
.
.953
H3
63.33
136.989
.710
.
.954
141
LAMPIRAN 4 OUPUT ANALISIS DATA PENELITIAN
Statistics Pengetahuan N
Valid
76
Missing Mean
1 11.29
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Pengetahuan
.111
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.062
Statistic .968
df
Sig. 76
.085
142
Statistics
Sikap N
Valid
76
Missing
1
Mean
34.14
Median
35.00
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Sikap
.151
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
a. Lilliefors Significance Correction
.000
Statistic .894
df
Sig. 76
.000
143
KategoriSikap Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
Positif
35
45.5
46.1
46.1
Negatif
41
53.2
53.9
100.0
Total
76
98.7
100.0
1
1.3
77
100.0
System
Total
Statistics Kepercayaan N
Valid
76
Missing
1
Mean
4.74
Median
5.00
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Kepercayaan
df
.224
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
a. Lilliefors Significance Correction
TingkatKepercayaan
Statistic .816
df
Sig. 76
.000
144
Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
Percaya
30
39.0
39.5
39.5
Tidak Percaya
46
59.7
60.5
100.0
Total
76
98.7
100.0
1
1.3
77
100.0
System
Total
Statistics Nilai N
Valid
76
Missing
1
Mean
5.91
Median
6.00
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Nilai
.185
Df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
a. Lilliefors Significance Correction
.000
Statistic .874
df
Sig. 76
.001
145
KategoriNilai Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
penting
21
27.3
27.6
27.6
Tidak Penting
55
71.4
72.4
100.0
Total
76
98.7
100.0
1
1.3
77
100.0
System
Total
Statistics Ketersediaan N
Valid
76
Missing
1
Mean
5.03
Median
5.00
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Ketersediaan
.249
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .852
df
Sig. 76
.000
146
KategoriKetersediaan Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
Memadai
52
67.5
68.4
68.4
Tidak Memadai
24
31.2
31.6
100.0
Total
76
98.7
100.0
1
1.3
77
100.0
System
Total
Statistics Akses N
Valid
76
Missing
1
Mean
4.53
Median
5.00
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Akses
.185
Df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
a. Lilliefors Significance Correction
.000
Statistic .870
df
Sig. 76
.000
147
KategoriAkses Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
Mudah
39
50.6
51.3
51.3
Sukar
37
48.1
48.7
100.0
Total
76
98.7
100.0
1
1.3
77
100.0
System
Total
Statistics Pengaruh_Teman N
Valid Missing
76 1
Mean
3.71
Median
4.00
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Pengaruh_Teman
.177
a. Lilliefors Significance Correction
df
Shapiro-Wilk
Sig. 76
.000
Statistic .856
df
Sig. 76
.000
148
PeranTeman Cumulative Frequency Valid
Missing
Percent
Valid Percent
Percent
Dipengaruhi
35
45.5
46.1
46.1
Tidak Dipengaruhi
41
53.2
53.9
100.0
Total
76
98.7
100.0
1
1.3
77
100.0
System
Total
Tingkat_Pengetahuan * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih Tingkat_Pengetahuan
Rendah
Count % within Tingkat_Pengetahuan
Tidak Berlebih
Total
15
21
36
41.7%
58.3%
100.0%
149
% within Status_Siklamat Tinggi
56.8%
47.4%
24
16
40
60.0%
40.0%
100.0%
61.5%
43.2%
52.6%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within Tingkat_Pengetahuan % within Status_Siklamat
Total
38.5%
Count % within Tingkat_Pengetahuan % within Status_Siklamat
KategoriSikap * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih KategoriSikap
Positif
Count
Tidak Berlebih
Total
16
19
35
% within KategoriSikap
45.7%
54.3%
100.0%
% within Status_Siklamat
41.0%
51.4%
46.1%
150
Negatif
Total
Count
23
18
41
% within KategoriSikap
56.1%
43.9%
100.0%
% within Status_Siklamat
59.0%
48.6%
53.9%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within KategoriSikap % within Status_Siklamat
TingkatKepercayaan * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih TingkatKepercayaan
Percaya
Count % within TingkatKepercayaan % within Status_Siklamat
Tidak Berlebih
Total
13
17
30
43.3%
56.7%
100.0%
33.3%
45.9%
39.5%
151
Tidak Percaya
Count % within TingkatKepercayaan % within Status_Siklamat
Total
26
20
46
56.5%
43.5%
100.0%
66.7%
54.1%
60.5%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count % within TingkatKepercayaan % within Status_Siklamat
KategoriNilai * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih KategoriNilai
penting
Count % within KategoriNilai
Tidak Berlebih
Total
9
12
21
42.9%
57.1%
100.0%
152
% within Status_Siklamat Tidak Penting
Total
23.1%
32.4%
27.6%
30
25
55
% within KategoriNilai
54.5%
45.5%
100.0%
% within Status_Siklamat
76.9%
67.6%
72.4%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count % within KategoriNilai % within Status_Siklamat
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.362
.429
1
.512
.833
1
.362
.831 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.445
Linear-by-Linear Association
.820
b
N of Valid Cases
1
.365
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,22. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for KategoriNilai (penting / Tidak Penting) For cohort Status_Siklamat = Berlebih For cohort Status_Siklamat = Tidak Berlebih N of Valid Cases
Lower
Upper
.625
.227
1.723
.786
.453
1.361
1.257
.786
2.012
76
.256
153
KategoriKetersediaan * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih KategoriKetersediaan
Memadai
Count
21
52
59.6%
40.4%
100.0%
79.5%
56.8%
68.4%
8
16
24
33.3%
66.7%
100.0%
20.5%
43.2%
31.6%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
KategoriKetersediaan % within Status_Siklamat Count % within KategoriKetersediaan % within Status_Siklamat Total
Count % within KategoriKetersediaan % within Status_Siklamat
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df a
1
.033
3.549
1
.060
4.601
1
.032
4.540 b
Likelihood Ratio Fisher's Exact Test
.048
Linear-by-Linear Association
4.481
b
N of Valid Cases
1
.034
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,68. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Total
31
% within
Tidak Memadai
Tidak Berlebih
Upper
.029
154
Odds Ratio for KategoriKetersediaan
2.952
1.072
8.134
1.788
.973
3.286
.606
.392
.936
(Memadai / Tidak Memadai) For cohort Status_Siklamat = Berlebih For cohort Status_Siklamat = Tidak Berlebih N of Valid Cases
76
KategoriAkses * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih KategoriAkses
Mudah
Sukar
Total
Count
Tidak Berlebih
Total
25
14
39
% within KategoriAkses
64.1%
35.9%
100.0%
% within Status_Siklamat
64.1%
37.8%
51.3%
14
23
37
% within KategoriAkses
37.8%
62.2%
100.0%
% within Status_Siklamat
35.9%
62.2%
48.7%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count % within KategoriAkses % within Status_Siklamat
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.022
4.244
1
.039
5.304
1
.021
5.243 b
df
Asymp. Sig. (2-
155
Fisher's Exact Test
.038
Linear-by-Linear Association
5.174
b
N of Valid Cases
1
.019
.023
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,01. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for KategoriAkses (Mudah /
2.934
1.155
7.454
1.694
1.053
2.724
.577
.354
.942
Sukar) For cohort Status_Siklamat = Berlebih For cohort Status_Siklamat = Tidak Berlebih N of Valid Cases
76
PeranTeman * Status_Siklamat Crosstabulation Status_Siklamat Berlebih PeranTeman
Dipengaruhi
Tidak Dipengaruhi
Total
Count
Tidak Berlebih
Total
17
18
35
% within PeranTeman
48.6%
51.4%
100.0%
% within Status_Siklamat
43.6%
48.6%
46.1%
22
19
41
% within PeranTeman
53.7%
46.3%
100.0%
% within Status_Siklamat
56.4%
51.4%
53.9%
39
37
76
51.3%
48.7%
100.0%
100.0%
100.0%
100.0%
Count
Count % within PeranTeman % within Status_Siklamat
156
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.658
.045
1
.832
.196
1
.658
.196 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.818
Linear-by-Linear Association
.193
b
N of Valid Cases
1
.660
76
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,04. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for PeranTeman (Dipengaruhi / Tidak
.816
.330
2.013
.905
.581
1.411
1.110
.700
1.759
Dipengaruhi) For cohort Status_Siklamat = Berlebih For cohort Status_Siklamat = Tidak Berlebih N of Valid Cases
76
.416
157
LAMPIRAN 5 DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN
158
159
160
161
162
163
164
``