Pengertian Gen Pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Hunt Morgan, ahli Genetika dan Embriologi Amerika Serikat (1911), yang mengatakan bahwa substansi hereditas yang dinamakan gen terdapat dalam lokus, di dalam kromosom. Menurut W. Johansen, gen merupakan unit terkecil dari suatu makhluk hidup yang mengandung substansi hereditas, terdapat di dalam lokus gen. Gen terdiri dari protein dan asam nukleat (DNA dan RNA), berukuran antara 4 – 8 m (mikron). Sifat-Sifat Gen Gen mempunyai sifat-sifat sebagai berikut. a. Mengandung informasi genetik. b. Tiap gen mempunyai tugas dan fungsi berbeda. c. Pada waktu pembelahan mitosis dan meiosis dapat mengadakan duplikasi. d. Ditentukan oleh susunan kombinasi basa nitrogen. e. Sebagai zarah yang terdapat dalam kromosom. Fungsi Gen Fungsi gen antara lain: a. Menyampaikan informasi kepada generasi berikutnya. b. Sebagai penentu sifat yang diturunkan. c. Mengatur perkembangan dan metabolisme. Simbol-Simbol Gen a. Gen dominan, yaitu gen yang menutupi ekspresi gen lain, sehingga sifat yang dibawanya terekspresikan pada turunannya (suatu individu) dan biasanya dinyatakan dalam huruf besar, misalnya A. b. Gen resesif, yaitu gen yang terkalahkan (tertutupi) oleh gen lain (gen dominan) sehingga sifat yang dibawanya tidak terekspresikan pada keturunannya. c. Gen heterozigot , yaitu dua gen yang merupakan perpaduan dari sel sperma (A) dan sel telur (a). d. Gen homozigot, dominan, yaitu dua gen dominan yang merupakan perpaduan dari sel kelamin jantan dan sel kelamin betina, misalnya genotipe AA. e. Gen homozigot resesif, yaitu dua gen resesif yang merupakan hasil perpaduan dua sel kelamin. Misalnya aa. f. Kromosom homolog, yaitu kromosom yang berasal dari induk betina berbentuk serupa dengan kromosom yang berasal dari induk jantan. g. Fenotipe, yaitu sifat-sifat keturunan pada F1, F2, dan F3 yang dapat dilihat, seperti tinggi, rendah, warna, dan bentuk. h. Genotipe, yaitu sifat-sifat keturunan yang tidak dapat dilihat, misalnya AA, Aa, dan aa.
PENURUNAN SIFAT (HEREDITAS) Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti. Peneliti yang paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia. Pada tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas. Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsipprinsip dasar pewarisan melalui percobaan yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang. Penelitian Mendel menghasilkan hukum Mendel I dan II. Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan satu sifat beda, dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada generasi berikutnya. Persilangan ini untuk membuktikan hukum Mendel I yang menyatakan bahwa pasangan alel pada proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum Mendel I disebut juga dengan hukum segregasi. Mendel melanjutkan persilangan dengan menyilangkan tanaman dengan dua sifat beda, misalnya warna bunga dan ukuran tanaman. Persilangan dihibrid juga merupakan bukti berlakunya hukum Mendel II berupa pengelompokkan gen secara bebas saat pembentukkan gamet. Persilangan dengan dua sifat beda yang lain juga memiliki perbandingan fenotip F2 sama, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Berdasarkan penjelasan pada persilangan monohibrid dan dihibrid tampak adanya hubungan antara jumlah sifat beda, macam gamet, genotip, dan fenotip beserta perbandingannya. Persilangan monohibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu 1 : 2 : 1 merupakan bukti berlakunya hukum Mendel I yang dikenal dengan nama Hukum Pemisahan Gen yang Sealel (The Law of Segregation of Allelic Genes). Sedangkan persilangan dihibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 merupakan bukti berlakunya Hukum Mendel II yang disebut Hukum Pengelompokkan Gen secara Bebas (The Law Independent Assortment of Genes). Dengan mengikuti secara saksama hasil percobaan Mendel,baik pada persilangan monohibrid maupun dihibrid maka secara sederhana dapat kita simpulkan bahwa gen itu diwariskan dari induk atau orang tua kepada keturunannya melalui gamet. Persilangan monohibrida adalah persilangan sederhana yang hanya memperhatikan satu sifat atau tanda beda. Sedangkan persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu dengan dua tanda beda. Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara bebas dan dihasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. kenyataannya, seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya.
Alel/gen dominan dan resesif pada orang tua (1, P), anak (2, F1) dan cucu (3, F2) menurut Mendel. Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya “Percobaan mengenai Persilangan Tanaman”. Hukum ini terdiri dari dua bagian: 1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan 2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel. Alel/gen dominan dan resesif pada orang tua (1, P), anak (2, F1) dan cucu (3, F2)menurut Mendel. Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya “Percobaan mengenai Persilangan Tanaman”. Hukum ini terdiri dari dua bagian: 1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan 2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Hukum Segregasi (Hukum Mendel I)
Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s (buntut panjang) pada generasi F2. Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari induknya. Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok: 1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan (nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R). 2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah). 3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif (s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk pada turunannya. Hukum Asortasi Bebas (Hukum Mendel II) Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi. Seperti nampak pada Gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww
(secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat 3 iniperbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1. Kalau contoh pada Gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya. Pada Gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb). Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4. Perbandingan detail mengenai genotipe
Fragile X syndrome Fragile X-syndrome (FXS), juga dikenal sebagaisindrom Martin-Bell, merupakan salah satu penyakit genetik yang umum. Sindrom ini merupakan 30% dari semua kasus retardasi mental, fisik dan tingkah laku. FXS merupakan suatu penyakit monogen kromosom X-linked sebagai akibat dari mutasi dinamis ekson 1 di dalam gen FMR-1 (Fragile Xlinked Mental Retardation type 1) yang terdapat di lokus q273 dari lengan panjang kromosom X. Perubahan ini menyebabkan penambahan pengulangan trinukleotida sitosin-guaninguanin (CGG). Pada individu sehat mempunyai 6 sampai 54 pengulangan triplet „CGG‟. Penyakit genetik yang berhubungan dengan FXS dibedakan menjadi dua macam tergantung pada banyaknya triplet „CGG‟: yaitu permutasi (PM) dan mutasi komplit (CM). Individu dengan PM mempunyai pengulangan antara 55 sampai 200, sedangkan individu CM mempunyai pengulangan lebih dari 200 „CGG‟. Mutasi gen FMR1 memacu hypermethylation pada daerah genomik, dan mencegah produksi mRNA, yang menghentikan sementara produksi FMRP (Fragile X Mental Retardation Protein) yang penting untuk perkembangan saraf dan produksi jaringan ikat di dalam fetus. Suatu kekurangan atau ketidakhadiran dari FMRP menyebabkan terjadinya FXS. Insiden FXS bervariasi, antara 2000-5000 individu (tanpa membedakan jenis kelamin atau membedakan PM dan CM). Patogenesis Patogenesis ataupun dasar mekanisme genetik dari kelainan ini belum jelasdiketahui.Sindroma fragile X merupakan suatu keadaan unik dimana terjadi
transmisi genetik MR secara terikat kromosom X (X linked),sehingga laki-laki yang terkena mengalami fragilitas pada bagian distal kromosom X. Fragilitas ini tampak dengan frekuensi tinggi bila sel dikultur pada media dengan defisiensi timidin, dan frekuensinyabertambah bila pada media tersebut ditambahkan 5-fluorodeoxiuridin yang merupakan suatu timidilat sintetase inhibitor. Sindroma fragile X memperlihatkan pola herediter X linked, dimana tidak pernah terjadi transmisi dari laki-laki ke laki-laki.Tetapi berlainan dengan penyakit lain yang diturunkan secara X linked resesif,pada sindroma ini baik laki-laki maupun wanita dapat mengalami kelainan klinik. Juga terdapat pola transmisi yang tidak biasa bila diobservasi pada suatu keluarga besar, di mana gen ini akan ditransmisikan dari laki-laki asimptomatik kepada anak perempuannya yang asimptomatik, dan kemudian pada generasi ketiga baru timbul gejala. Pola ini tidak sesuai untuk kelainan X linked, dimana biasanya fenotip akan manifest pada laki-laki yang membawa gen mutan. Pola ini dikenal sebagai“Sherman paradox”. Dasar dari Sherman paradox dan fragilitas kromosom X telah menjadi jelas sejak gen penyebab sindroma fragile X berhasil diklon. Gen ini adalah FMR-1 (fragile X mental retardation-1) yang diekspresikan dengan level yang tinggi pada neuron. Gen FMR-1 terletak pada regio promoter (pada regio5‟ UTRs) di mana triplet basa “CGG” berulang beberapa kali (antara 5 sampai 50 kali pada populasi umum). Pengulangan dalam range yang normal tidak mempunyai pengaruh terhadap ekspresi FMR-1 ataupun efek fenotipik. Pengulangan ini lambatlaun bertambah dalam beberapa generasi dan secara progresif menjadi tidak stabil, mungkin oleh karena adanya slippage (duplikasiinakurat yang timbul pada pengulangan identik yang terlalu banyak). Jadi transisi dari alel natural menjadi alel mutan terjadi melalui tahap intermediate yang disebut premutasi. Pada keadaan premutasi, jumlahpengulangan ini meningkat sebanyak 50-200 pengulangan.Hal ini terjadi pada wanita pembawa sifat atau laki-laki yang asimptomatik (“Normal Transmitting Male” = NTM). Elongasi dari > 50 pengulangan dapat secara mendadak mengagenerasi. Perubahan besaratau mutasi penuh ini akan menghentikan promoter dan menghentikan produksi gen. Pada individu dengan mutasi penuh, tampak daerah yang fragil pada daerah Xq27.3. Individu dengan pengulangan masif triplet CGG sampai > 200 kali disertai penekanan ekspresi gen FMR-1 ini jika laki-laki akan menderita RM, sedangkan wanita dapat bersifat sebaga pembawa sifat ataupun menderita RM dengan derajat lebih ringan. Sherman paradox dapat dijelaskan dengan mekanisme transisi dari melalui premutasi tadi. Alel premutasi bersifat tidak stabil dan dapat mengalami ekspansi menjadi mutasi penuh pada generasi berikutnya, dimana ekspansi menjadi mutasi penuh ini tidak terjadi pada laki-laki. Jadi Sherman paradox dijelaskan dengan adanya premutasi pada laki-laki asimptomatik yang meneruskannya ke-pada anak-anak perempuannya, yang kemudian menurunkan mutasi penuh kepada beberapa individu dari keturunannya.Walaupun mutasi gen FMR-1 diketahui berhubungan dengan kelainan neurobehavioral spesifik, tetapi fungsi dari produk gen tersebut yaitu FMRP(FMR Protein) belum jelas diketahui. Dikatakan bahwa FMRP terdapat dalam jumlah banyak pada neuron dari otak mamalia normal, sehingga diduga berperan penting dalam perkembangan
dan fungsi otak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa FMRP berhubungan dengan jumlah dan panjang dendrit neuron hipokampus. Binatang dengan FMRP yang jumlahnya sedikit ternyata neuron hipokampusnya memiliki hubungan sinaptik yang lebih sedikit daripada kontrol Walaupun ekspansi CGG merupakan basis sindroma fragile X pada sebagian besar individu,Albright et al 1994; De Graaff et al 1996; Mannermaa etal 1996 menyatakan ada jenis mutasi lain yang dapat terjadi walaupun jarang, yaitu delesi genFMR-1.
Gambaran Klinik. Gambaran klinis yang tipikal dari sindroma fragile X adalah retardasi mental. “Developmental milestone” terlambat, termasukmotorik kasar dan bahasa. Skor IQ pada lakilaki yang terkena biasanya kurang dari 70. Selain itu terdapat kelainanbehaviour yang dapat mirip/berupa autism atau Attention Deficit Disorder (ADD), dan kelainan somatik. Sebagian penderita sindroma fragile-X tidak memperlihatkan abnormalitas fisik yang nyata, terutama pada masa kanak-kanak dini. Kelainan somatik tipikal pada laki-laki dengan sindroma fragile X adalah berupa wajah yang panjang dengan telinga yang besar dan “floopy”, serta dagu dan dahi yang menonjol, bibir bawah yang menonjol. (Lihatgambar 2). Terdapat pula makroorkidism tanpa adanya buktidisfungsi endokrin. Makroorkidism dan gambaran fisik lainnya sulit dikenali pada anak laki-laki pre-pubertas. Beratlahir biasanya normal, tetapi lingkar kepala dan tingginya cenderung diatas rata-rata. Sekitar 10% pasien memiliki lingkar kepala melebihi persentil 97 dan sindroma ini merupakan penyebab tersering gigantisme serebral. 2000; Swaiman, 1999). Sekitar 20% laki-laki dengan kromosom fragile-X adalah asimptomatik, dan 30% karier wanita mengalami kelainan ringan. Laki-laki asimptomatik dapat menurunkan kromosom abnormal kepada anak wanitanya, yang biasanya juga asimptomatik. Anak dari wanita tersebut, baik laki-laki maupun wanita, dapat simptomatik. Wanita dengan mutasi penuh fragile X dapat pula memperlihatkan gangguan kognisi. Frekuensi gangguan kognisi pada wanita dengan mutasi penuh adalah sekitar 50%. Hal ini mungkin disebabkan fenomena inaktivasi kromosom X. Bila kromosom X yang mengandung mutasi fragile X mengalami inaktivasi, maka efek fenotipenya dapat berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Kelainan neurologis pada sindroma ini berupa gangguan perkembangan bahasa dan hiperaktivitas; gangguan perkembangan motorik tampak pada 20% laki-laki. Bangkitan epilepsi terdapat pada 25-40% lakilaki. Bangkitan dapat berupa motorik major atau bangkitan parsial kompleks dan biasanya memberi respons baik terhadap obat antiepilepsi. Gejala neuro-logis ini tidak berhubungan dengan derajat RM. Fenotipe perilaku yang khas pada sindroma ini adalah autisme. Penderita sindroma ini sering menampakkan kurangnya kontak mata, “tactile defensiveness”, beberapa perilaku repetitive yang stereotipi disertai gangguan sosialisasi. Hampir semua laki-laki FRAXA memperlihatkan perilaku autistik, tetapi hanya sebagian yang memenuhi semua kriteria diagnotik autisme, baik disertai RM maupun tidak disertai RM. Gangguan perilaku lain yang sering tampak adalah sindroma hiperaktivitas, dengan ataupuntanpa autisme. Tes profil kognitif pada sindroma fragile X memperlihatkan hasil yang hampir serupa dengan hasil tes pada kasus-kasus “high-functioning
autism”. Gangguan perilaku yang sama dijumpai pada wanita pembawa sifat, tetapi dengan derajat yang lebih ringan. Sebagian kecil wanita FRAXA mengalami “full-blown autism” dengan fenotipe perilaku yang khas. Gambaran klinis lainnya memperlihatkan adanya abnormalitas struktur elastin dan displasia jaringan elastin,yaitu berupa hiperekstensibilitas sendi jari, kaki datar, dilatasi arku aorta dan prolaps katup mitral. Secara klinis, kita perlu mengenal ciri-ciri fenotipe yang merupakan prediktor adanya sindroma fragile X ini, yaitu: IQ kurang dari 70, riwayat keluarga yang sesuai untuk kelainan X-linked, wajah panjang,telinga besar, defisit atensi, perilaku autistik. Individu dengan sindroma fragile X sering dijumpai mempunyai anomali kromosom lainnya, sehingga test untuk menentukan fragile X perlu dilakukan bersamaan dengan analisis sitogenetik lainnya. Daptar pustaka Anonin.2012.Genetika dan Hukum Mendel(pdf).http://staf.unila.ac.id/gnugroho/file/2012/09/ Genetika dan hukum mendel.pdf