ANALISIS POLIMORFISME GEN NRAMP-1 (Natural Resistance Associated Macrophage Protein-1) LOKUS 3’UTR TERHADAP SUSEPTIBILITAS INDIVIDU PENDERITA KUSTA DI KOTA MAKASSAR Faiqah Umar1
ABSTRAK Penyakit Lepra (kusta) merupakan penyakit granuloma yang terutama mempengaruhi kulit dan sistem saraf tepi, disebabkan olehMycobacterium leprae.Secara umum terdapat dua macam tipe penyakitlepra yaitu tipe PB dan MB.Gen NRAMP-1 adalah gen yang berperan dalam regulasi resistensi dan suseptibilitas terhadap infeksi patogen intraseluler. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan polimorfisme gen NRAMP-1 3’UTR pada penderita kusta dan orang normal; dan melihat hubungan antara polimorfisme gen NRAMP-1 3’UTR dengan suseptibilitas individu dan titer antibodi pada penderita kusta. Dilakukan analisis dengan menggunakan metode PCR-RFLP (Polimerase Chain ReactionRestriction Fragment Length Polymorphism) terhadap 40 pasien penderita kusta (20 pasien tipe Pausibasili/PB dan 20 pasien tipe Multibasili/MB) dari RS Tajuddin Chalid, Makassar, serta 20 orang sehat sebagai kontrol.Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 sampel penderita kusta tipe MB, terdapat 1 sampel penderita yang mengalami mutasi (5%). Pada tipe PB (n=20) tidak ditemukan mutasi, sedang pada orang normal (n=20) diperoleh 1 sampel mengalami mutasi (5%). Dapat dikatakan bahwa tidak ada asosiasi antara gen NRAMP-1 3’UTR dengan suseptibilitas invidu pada penderita kusta dan hubungannya dengan titer antibodi pada tipe kusta Multibasili (MB) (p=0,200), serta tidak terdapat perbedaan polimorfisme gen NRAMP-1 3’UTR pada penderita kusta dan orang normal. Kata kunci: Polimorfisme Gen, suseptibilitas, Mycobacterium leprae, NRAMP-1, Lokus 3’UTR.
PENDAHULUAN Penyakit kusta sering disebut penyakit Hansen merupakan infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis), dan mata, yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (Britton, and Lockwood, 2004). Mycobacterium leprae merupakan bakteri tahan asam, bersifat aerobik, gram positif, berbentuk tongkat dan dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan ciri khas Mycobacteria, bersifat parasit intraseluler, dan belum dapat ditumbuhkan pada medium sintetik (Jawetz, et al, 2005; McMurray, 1996). Di Indonesia, penderita kusta terdapat hampir di seluruh daerah dengan penyebaran yangtidak merata.Di Indonesia bagian timur, angka penderita kusta lebih tinggi.Penderita kusta 90% tinggal diantara keluarga mereka dan hanya beberapa persen yang tinggal di rumah sakit kusta, koloni penampungan atau perkampungan kusta.Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengharapkan tercapainya target eliminasi kusta pada akhir tahun 2010 (Sjamsoe, 2003).Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah 1
Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
1
mengeluarkan strategi global untuk terus berupaya menurunkan beban penyakit kusta dalam: ”Enhanced global strategy for futher reducing the disease burden due to leprosy 2011 – 2015”; dimana target yang ditentukan adalah penurunan sebesar 35% angka cacat kusta pada akhir tahun 2015 berdasarkan data tahun 2010. Dengan demikian, tahun 2010 merupakan tonggak penentuan pencapaian target tersebut. Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, status nutrisi, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Faktor genetik juga memegang peranan penting terhadap kontrol susceptibility penyakit oleh patogen intraseluler (Esther, et al, 2004; Elena, et al, 2006; Philippe, et al, 1981; Silvia, et al, 1995). Natural resistance associated macrophage protein-1 (Nramp-1) merupakan kandidat gen yang berperan dalam regulasi resistensi dan susceptibility terhadap Salmonella typhimurium, Leishmania donovani, Mycobacterium bovisBCG, dan pertama kali diisolasi dari tikus (Ellen, et al, 2001; Jenefer, et al, 2003). Homolog gen Nramp-1 (NRAMP-1) ditemukan pada manusia berlokasi pada kromosom 2q35, terdapat 3 lokus gen NRAMP-1 yaitu D543N, 3’ UTR, dan INT4. Kaitan antara gen NRAMP-1 dengan penyakit tuberkulosis telah banyak diteliti, namun informasi mengenai peranan NRAMP-1 terhadap susceptibility penyakit kusta masih terbatas.NRAMP-1 berkaitan dengan resistensi alami terhadap infeksi patogen intraseluler. Protein NRAMP-1 terlokalisasi pada late endosom/lisosom dari makrofag dan mengantarkan kation divalent pada fagosom yang bergantung pada gradien pH, yang kemudian mengarah kepada penurunan proses replikasi DNA dan rantai respirasi mikroorganisme. Namun mekanisme yang akurat dari fungsi NRAMP-1 belum diketahui jelas (Samantha dan Philippe, 2000; Bryan dan Matthias, 2004; Yaniv dan Nathan, 2006; Courville, et al, 2006).Beberapa bukti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara polimorfisme NRAMP-1 bagian 3’ UTR (Un-translated Region) dengan resistensi atau susceptibility pada penderita kusta. Pada penelitian lain menunjukkan bahwa lokus 3’-UTR menunjukkan kaitan polimorfisme dengan tipe penyakit lepra, tetapi tidak menunjukkan hasil yang sama pada penderita lepra di Afrika (Meisner, et al, 2001). Di sebelah utara Malawi, kandidat gen yang diteliti menunjukkan tidak ada asosiasi antara gen NRAMP-1 dengan penderita lepra (Fitness, et al, 2004). Studi lain menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara polimorfisme gen NRAMP-1 dengan tipe penyakit pada penderita kusta (Perpetuo, et al. 2007). Hatta, et al, 2010, dalam penelitiannya menemukan asosiasi antara polimorfisme gen NRAMP-1 INT4 dengan tipe PB (Paucibasili) pada penderita lepra, tetapi tidak ditemukan pada tipe MB (Multibasili). Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian terhadap penderita kusta di Makassar dengan menganalisis gen NRAMP-1 3’UTR dan hubungannya dengan susceptibility individu penderita kusta METODOLOGI A. Bahan dan Metode
Sampel dalam penelitian ini adalah sampel darah, reitz serum, dan usap hidung penderita lepra masing- masing 20 sampel untuk tipe PB dan 20 sampel untuk tipe MB serta sampel darah orang normal 20 sampel. 1. Pewarnaan Zhiel-Nielsen
Dilakukan pada sampel reitz serum yaitu dengan melekatkan sampel di atas kaca benda, difiksasi, kemudian ditetesi Carbol Fuchsin 0,3% yang
2
diuapkan, lalu didinginkan selama 5 menit. Dibilas dan ditetesi Alkohol asam 3% sampai warna Carbol Fuchsin luntur/pucat.Dibilas dan ditambahkan Methylen Blue 0,3% sebagai warna latar.Sampel diamati dibawah mikroskop. 2. Tes Lateral Flow Serum penderita lepra sebanyak ± 5 µl diletakkan pada sumur ML-Flow, kemudian ditambahkan larutan buffer secukupnya. Dibiarkan selama beberapa menit sampai terbentuk garis kontrol berwarna merah pada line testdancontrol test.Skala positifitas dimulai dari +1 sampai +4. 3. Ektraksi DNA dari swab hidung dengan Enzym Proteinase K Memotong ujung swab dan menyisakan cotton woll, kemudian ditrasnfer pada sarsstedt vial. Menambahkan 100 µl lysis buffer yang terdiri dari 100 µM Tris-HCl pH 8,5, 0,05% Tween 20, proteinase K 1 mg/ml. Lysis buffer dibuat dari dua larutan stok, keduanya dibuat dalam 200 µl cairan pada suhu -20˚C. Larutan stok pertama terdiri dari proteinase K 10 mg/ml dalam tris HCl pH 8,5, dan larutan stok kedua terdiri dari 0,5% Tween 20, mix stok larutan pertama dan 100 µl stok kedua dengan 800 µl air destilasi untuk mendapatkan larutan buffer lysis. Menambahkan 40 µl cairan parafin, dan diinkubasi pada suhu 60˚C selama 18 jam. Setelah itu, diinkubasi lagi pada suhu 97 derajat C selama 15 menit. Kemudian membuat 1 : 12,5 dilusi sampel untuk tes PCR. Dilusi dibuat dengan menambahkan 115 µl air destilasi pada vial, ditransfer 10 µl sampel yang telah disiapkan pada air destilasi, dan dihomogenkan. Sampel siap di PCR. 4. Deteksi DNA dari Swab Nasal dengan Teknik PCR Membuat PCR mix dengan memasukkan 2,5µl MgCl 2, 2µl dNTPs, 0,5µl Taq DNA polimerase, 2,5µl 10X buffer, 14µl destilated water, primer forward (S13) dan primer reverse (S62) Ampli Taq GOLD (Applied Biosystem, Foster City, California) sebanyak 0,5µl ke dalam tabung PCR. Ekstraksi DNA dari sampel swab nasal sebanyak 2,5µl untuk amplifikasi dengan menggunakan mesin PCR (Hybaid Omm-E, England) dengan program 35 kali siklus sebagai berikut : 94˚C selama 2 menit untuk denaturasi, 60˚C selama 2 menit untuk annealing, dan 72˚C selama 3 menit untuk elongasi.Hasil amplifikasi PCR kemudian dielektroforesis pada gel agarosa 2%. 5. Ekstraksi DNA dari Darah dengan Metode Boom (Hatta, et.al., 2002) Sampel darah utuh 100 μl dimasukkan ke dalam 900 μl larutan L6 yang terdiri dari 120 gram Guanidium thyocianate (GuSCN) dalam 100 ml 0.1 M Tris HCl, pH 6.4; 22 ml 0.2 M EDTA pH 8.0 dan 2.6 gram Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 50 mM Tris HCl, 5 M GuSCN, 20 mM EDTA, 0.1 % Triton X-100. Selanjutnya diputar dengan kecepatan 12.000 rpm dan diambil sedimennya. Menambahkan diatom 20 μl yang terdiri dari suspensi diatom yang terdiri dari 50 ml H2O dan 500 μl dari 32 % (w/v) Celite (diatom). Kemudian dilakuan vortex dan disentrifuse di dalam tabung eppendorf 1.5 ml dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit.Supernatan dibuang dan sedimen dicuci dengan larutan L2 yang terdiri dari 120 gram GuSCN dalam 100 ml 0.1 M Tris HCl, pH 6.4, yaitu dengan menambahkan 900 µl larutan L2. Selanjutnya divortex dan disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit, pencucian diulangi sebanyak 2 kali dengan menggunakan larutan L2 dan dilanjutkan dengan etanol 70 % dan aseton.Hasilnya kemudian dipanaskan dalam waterbath pada suhu 56C selama 10 menit dan ditambahkan 60 μl larutan TE yang terdiri dari 1 mM EDTA dalam 10 mM Tris HCL pH 8.0, kemudian dilakukan vortex
3
dan dilanjutkan sentrifus dengan kecepatan 12.000 rpm selama 30 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf yang baru. Kemudian ditambahkan kembali 40 μl larutan TE ke dalam sedimen dan diinkubasi selama 10 menit pada suhu 56C . Vortex dan sentrifus ulang selama 30 menit pada kecepatan 12.000 rpm dan diambil supernatannya. Supernatan dari proses ini akan mendapat hasil ektraksi DNA. Sampel disimpan pada suhu 20C untuk dilakukan analisa PCR. 6. Metode PCR-RFLP Pembuatan PCR mix 22,5 dimasukan dalam tabung terdiri dari 2,5 µl 10X buffer, 0,5 µl 10X Enzim Taq DNA polymerase Ampli Taq GOLD, 2 μl MgCl2, 2μl dNTPs, pure destilasi water 13,5 µl, 1 µl primer forward(5’GCATCTCCCCAATTCATGGT-3’) dan 1 µl primer reverse (5’ AACTGTCCCACTCTATCCTG-3’) 3’-UTR dari gen NRAMP-1. Kemudian dihomogenkan dengan divortex ± 5 detik, selanjutnya disiapkan tabung PCR 0,5 ml (sesuai dengan jumlah sampel yang akan diamplifikasi). Tabung PCR kemudian ditambahkan 2,5 µl sampel ekstrak DNA dan selanjutnya dilakukan amplifikasi dengan menggunakan mesin PCR (DNA Thermal Cycler) (Hybaid Omm-E, England). Proses amplifikasi dilakukan sebanyak 35 siklus dan setiap siklus terdiri dari denaturasi pada 94 C selama 45 detik, annealing pada suhu 57 C selama 45 detik dan ekstending pada suhu 72 C selama 45 detik ( Astec, Fukuoka, Jepang). Hasil produk amplifikasi ini diambil sebanyak 4 µl produk DNA yang digunakan untuk mencampur dengan campuran 16 µl enzim restriksi (0,5 µl NEB buffer, 0,5 µl enzim restriksi (Fok I) dan 7 µl aquades dalam tabung PCR kemudian divortex hingga homogen. Campuran dimasukan pada tabung tube kecil kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 1 x 24 jam di ruangan. Hasil pemotongan dari campuran tersebut dan sisa hasil produk PCR dilewatkan melalui elektroforesis gel agarose 2%.Elektroforesis dengan menambahkan campuran 17 μl amplikon RE (DNA ditambah enzim restriksi) dengan 3 μl cairan ”Blue juice loading dye ke dalam lubang sumur gel dan diantarai campuran amplikon SRE (DNA sebelum ditambah enzim restriksi). Kemudian marker 100 bp dimasukan pada sumur gel lubang pertama sebagai penanda. Selanjutnya sumur gel lubang terakhir dimasukan campuran kontrol negatif yaitu aquadest. Gel gel diamati di atas UV Transilluminator dengan melihat pita (band) DNA yang terbentuk lalu hasilnya disimpan. Hasil positif jika pada pita DNA terjadi pemotongan dan negatif jika tidak terdapat potongan pada pita DNA. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian terhadap 40 sampel dari penderita lepra. Hasil penelitian sebagai berikut :
Gambar 1.1. Hasil pengamatan mikroskopik setelah pewarnaan ZN.
4
Tabel 1.1. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap tipe kusta Pausibasili (PB) Multibasili (MB) n % n % ZN Negatif 20 100% 11 55% +1 0 0% 2 10% +2 0 0% 2 10% +3 0 0% 1 5% +4 0 0% 4 20% Lateral Flow Negatif +1 +2 +3 PCR Swab Nasal Negatif Positif
20 0 0 0
100% 0% 0% 0%
12 5 2 1
60% 25% 10% 5%
20 0
100% 0%
8 12
40% 80%
Tabel 1.2. Distribusi polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR pada penderita lepradan orang normal Pausibasili (PB) Multibasili (MB) Normal n % n % n % Gen NRAMP Mutasi Normal Total
0 20
0% 100%
1 19
20
5% 95% 20
1 19
5% 95% 20
Gambar 1.2. Hasil elektroforesis produk PCR-RFLP pada kelompok penderita Lepra
5
Gambar 1.3. Hasil elektroforesis produk PCR-RFLP pada kelompok Orang Normal
Tabel 1.3. Distribusi hubungan antara polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’UTR dengan titer antibodi penderita lepra Uji serologi Lateral Flow Total p Negatif Positif n % n % n % Gen NRAMP-1 Mutasi Normal
0 32
0% 100%
1 7
12,5% 87,5%
1 39
2,5% 97,5%
0,2
B. Pembahasan Pada penelitian ini, terdapat 3 parameter uji yaitu pewarnaan ZN, uji lateral flow, dan PCR. Untuk uji PCR dilakukan dua kali yaitu untuk sampel dari swab nasal dan sampel darah yang diekstraksi untuk melihat polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR. Range umur responden dalam penelitian ini, berkisar antara 5 sampai 72 tahun. Dengan rata-rata umur responden 21-49 tahun. Umumnya penyakit lepra banyak ditemukan pada orang dewasa disebabkan karena masa inkubasi kuman M.leprae di dalam tubuh penderita setelah infeksi awal sampai menunjukkan gejala klinis berkisar 5-7 tahun (Amiruddin, 2001). Namun sebagian teori menyebutkan bahwa, masa inkubasi dapat berkisar 6 bulan sampai 40 tahun, atau lebih lama, tergantung dari individu tersebut (Bhat, et al, 2007). Menurut teori, diagnosis dan klasifikasi penyakit lepra di lapangan, secara klasik didasarkan pada timbulnya gejala klinis dan deteksi terhadap basil tahan asam pada irisan lesi kulit. Belum ditemukan tes spesifik dan sensitif yang mampu mendeteksi gejala asimptomatik dari penyakit kusta dan kemungkinan perkembangan infeksinya (Annemeike, 2006). Namun secara umum, penegakan diagnosis dilakukan melalui pewarnaan basil tahan asam. Seperti yang terlihat pada gambar 1. hasil pemeriksaan ZN pada penderita lepra tipe PB tidak ditemukan adanya basil tahan asam. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas sistem imun dari sel host, sehingga mempengaruhi bentuk klinis penyakit kusta. Imun seluler yang kuat dan humoral yang lemah menyebabkan manifestasi klinis ringan pada penyakit, dengan indeks bakteri dalam tubuh yang rendah. Untuk penderita kusta tipe MB, ditemukan basil tahan asam pada 9 sampel, dengan nilai positifitas paling banyak +4 (20%). Angka positif yang ditunjukkan mengindikasikan jumlah basil yang ditemukan per lapangan pandang. Respon humoral tinggi dengan ketiadaan sistem imun seluler menyebabkan
6
manifestasi lepra tipe MB/LL, dengan lesi yang menyebar di permukaan kulit dan kadar bakteri yang tinggi (Walker and Lockwood, 2006). Hasil uji lateral flow pada penderita lepra tipe PB negatif, yang berarti bahwa aktifitas imun humoral secara relatif absen karena jumlah bakteri dalam tubuh rendah dan meningkat kadarnya pada penderita kusta berat (MB). Hal ini sejalan dengan hasil yang ditemukan pada penderita lepra tipe MB yaitu 8 sampel yang menunjukkan hasil positif. Tes lateral flow didasarkan pada deteksi antibodi IgM terhadap PGL-1 (Phenolic Glycolipid-1) yang merupakan antigen permukaan spesifik pada basil lepra (Annemieke and Tom, 2006). Keberadaan antibodi terhadap PGL-1 memiliki korelasi dengan jumlah bakteri pada penderita kusta (Klatser, P., R., et al., 1989). Telah ditunjukkan bahwa PGL-1 dapat digunakan untuk mengklasifikasikan tipe penyakit kusta dan tujuan pengobatannya (Buhrer-Sekula, et al., 2001). Untuk penegasan terhadap hasil pemeriksaan ZN, maka dilakukan uji PCR terhadap sampel swab nasal. Tujuan dilakukan pemeriksaan swab pada nasal, didasarkan pada proses penularan basil M.leprae melalui saluran pernapasan dan kulit dari penderita lepra tipe MB. Selain itu, disebutkan pula bahwa basil kusta umum menginfeksi saraf perifer, kulit, membran mukus pada saluran pernapasan atas, karena wilayah tersebut cenderung memiliki suhu yang lebih rendah (Bhat, et al., 2007). Sampel positif sebanyak 12 sampel (n=40), sedangkan pada hasil pemeriksaan ZN hanya mampu mendeteksi 9 sampel yang positif (n=40). Hal ini menunjukkan sensitivitas dan spesifitas diagnosis dengan teknik PCR lebih tinggi. Pada Tabel 1 dapat dilihat adanya korelasi antara hasil pemeriksaan ZN, lateral flow, dan PCR swab nasal yang positif. Untuk mendeteksi polimorfisme pada gen NRAMP-1 3’-UTR, maka dilakukan uji PCR RFLP. Metode PCR RFLP merupakan proses pemotongan pita DNA sampel dengan menggunakan enzim restriksi yang mengenali wilayah tertentu pada pita DNA. Sebelumnya, dilakukan amplifikasi terhadap sampel DNA, sehingga saat dielektroforesis pada gel agarosa, maka akan terbentuk satu pola pita dengan panjang DNA 244 bp. Kemudian sampel DNA yang telah di PCR tersebut, ditambahkan enzim restriksi. Enzim restriksi yang digunakan adalah enzim Fok1, yang khusus memotong di wilayah G^GATG (9N) dan CCATC (13N), maka pada saat elektoforesis akan terbentuk 2 pita (band) dengan panjang DNA untuk gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR sebesar 186 bp dan 58 bp. Pada hasil terlihat bahwa pada 20 sampel PB tidak ditemukan adanya mutasi/normal, yang berarti bahwa pita DNA mengalami pemotongan oleh enzim Fok1 (186+58bp). Sedangkan pada penderita kusta tipe MB ditemukan 1 sampel yang mengalami mutasi dari 20 sampel, dengan persentasi 5%. Pada gen NRAMP-1 lokus 3’UTR, tipe mutasi yang terjadi yaitu delesi (lampiran 8) yang menyebabkan hilangnya basa nitrogen TGTG yang mengkodekan asam amino cystein (UGU) atau valin (GUG), menyebabkan basa nitrogen bergeser dan daerah yang dikenali oleh enzim Fok1 tidak ditemukan, sehingga pita DNA tidak terpotong (240 bp). Sampel DNA yang menunjukkan mutasi adalah sampel nomor 11, dimana dari hasil pemeriksaan laboratorium, diperoleh hasil pemeriksaan ZN +2, hasil uji lateral flow +2, dan hasil PCR swab nasal positif. Basil M. leprae termasuk basil intraseluler, maka sistem imunitas seluler sangat berperan terutama dalam menghambat infeksi taraf dini, sedangkan sistem imunitas humoral hampir tidak berperan bahkan menimbulkan reaksi kompleks imun (ENL).Sistem imunitas seluler yang penting ialah sel-sel mononuklear yang terdiri dari monosit/makrofag dan limfosit (sel-T, B dan null), sedangkan yang berperan terutama sel monosit/makrofag dan sel limfosit-T. Basil lepra hidup di dalam
7
makrofag, bila sel-sel mononuklear berfungsi baik, maka sel-T akan mengeluarkan limfokin yang mengaktifkan sistem enzim makrofag yang dapat menghancurkan basil lepra (Tjokronegoro, dkk, 1973). Namun bila makrofag tidak bekerja dengan baik, disebabkan karena adanya mutasi pada gen yang mengekspresikan protein dalam makrofag, maka efektivitas makrofag menurun. Mikroba intraseluler dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri di dalam makrofag/fagosit dan sel host, sehingga tidak dapat dijangkau oleh antibodi (Andrew, et al., 2007). Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR pada penderita kusta tipe PB dan MB. Pada tabel 3, merupakan tabel distribusi hubungan antara polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR dengan titer antibodi pada penderita kusta tipe MB. Dapat dilihat bahwa dari 8 sampel yang memiliki hasil uji lateral flow positif, hanya 1 (n=20) yang mengalami mutasi pada gen NRAMP-1 lokus 3’UTR. Jika dihubungkan dengan Fisher’s Exact Test antara polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR dengan titer antibodi pada penderita kusta, maka nilai p=0,200 (p≤0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR dengan titer antibodi. Gen NRAMP-1 merupakan salah satu kandidat gen yang memiliki asosiasi dengan penyakit kusta yang secara parsial diwariskan (Vonderbroght, et al., 2007). Gen NRAMP-1 mengekspresikan protein NRAMP-1 yang berperan dalam proses maturasi fagosom/makrofag, fusi membran fagosom dengan lisosom untuk membentuk fagolisosomal yang memfagositosis patogen intraseluler, mengatur transpor ion metal divalent yang penting untuk respirasi patogen intraseluler. Sehingga secara tidak langsung berkaitan dengan aktivitas respon imun seluler. Apabila tidak terjadi mutasi/polimorfisme gen-gen yang bekerja pada makrofag, maka aktivitas seluler berjalan normal. Kelemahan penelitian ini adalah pada jumlah sampel yang sedikit yaitu 40 sampel, sehingga tidak cukup signifikan menunjukkan susceptibility dan polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’UTR pada penderita kusta tipe multibasili dan pausibasili. KESIMPULAN 1. 2. 3.
Tidak ada perbedaan bermakna antara polimorfisme gen NRAMP-1 3’UTR pada penderita kusta (tipe PB dan MB) dengan orang normal. Ditemukan 1(5%) dari 20 sampel penderita kusta tipe MB yang mengalami mutasi. Tidak terdapat hubungan antara polimorfisme gen NRAMP-1 lokus 3’-UTR dengan titer antibodi pada penderita kusta yaitu p=0,200.
8
DAFTAR PUSTAKA Annemieke Geluk and Tom H., N., Ottenhoff, 2006, HLA and Leprosy in The Pre and Postgenomic Eras; Human Immunology 67:439-445. Amiruddin, M. D., 2001. Penyakit Kusta, Bagian Ilmu Penyakit KUlit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar. Abel L., Demenais F., 1988, Detection Of Major Genes for Susceptibility to Leprosy and Its Subtypes in Carribean Island. Am J Hum Genet 42: 25666. Andrew H., Abbas K., Lichtman Shiv, Abdul Pinai, 2007, Cellular and Molecular Immunology 6th Edition, Sounders, Elsevier Inc Baratawidjaja, K., Garna, 2004, Imunologi Dasar Edisi ke 6, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Britton WJ, Lockwood DNJ., 2004, Leprosy. Lancet;363:1209–19. Bryan M., Matthias AH., 2004, SLC11 Family of H+ Coupled Metal ion Transporters NRAMP1 and DMT1.Eur J Physiol 447:571-9. Buhrer-Sekula, S., M. G. Cunha, N. T. Foss, L. Oskam, W. R. Faber, and P. R. Klatser. 2001, Dipstick assay to identify leprosy patients who have anincreased risk of relapse. Trop. Med. Int. Health 6:317–323. Buhrer-Sekula, S., E. N. Sarno, L. Oskam, S. Koop, I. Wichers, J. A. Nery, L. M. Vieira, H. J. de Matos, W. R. Faber, and P. R. Klatser. 2000, Use ofML dipstick as a tool to classify leprosy patients. Int. J. Lepr. Other Mycobact.Dis. 68:456–463. Bhat R, Sharma VK, Deka RC., 2007, Otorhinolaryngologic manifestations of leprosy. Int J Dermatol. Jun ;46(6):600-6. Chakravarti MR., Vogel F., 1973, A twin Study Leprosy, Stuttgart; George Thiene :1-123. Cellier M., Shustik C., Dalton W., et al., 1997. Expression of the human NRAMP1 in professional primary phagocytes studies in blood cells and in HL-60 promyelocytic leukemia. J Leukoc Biol: 61(1):96-105. Campbell, N.A., Reece. J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi Jilid 1 Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta Courville P, Chaloupka R, Cellier MFM., 2006, Recent progress in structurefunction analyses of Nramp proton-dependent metal-ion transporters. Biochem Cell Biol; 84: 960-78. Cole ST, Eiglmeier K, Parkhill J, James KD, Thomson NR, et al., 2001: Massive gene decay in the leprosy bacillus. Nature 409:1007. Cho, S. N., R. V. Cellona, T. T. Fajardo, Jr., R. M. Abalos, E. C. dela Cruz, G. P. Walsh, J. D. Kim, and P. J. Brennan.,1991, Detection of phenolicglycolipid-I antigen and antibody in sera from new and relapsed lepromatouspatients treated with various drug regimens. Int. J. Lepr. Other Mycobact.Dis. 59:25–31 Ciechanover A. The ubiquitin proteolytic system.Neurology 2006;66(Suppl. 1):1– 13. Djainan S., et al., 1998, Profil penderita kusta di kecamatan Serang Kabupaten Rembang; Buletin Penelitian Kesehatan 26. Departemen Kesehatan RI Dirjen P2M dan PLP, 1996, Buku pedoman pemberantasan penyakit kusta, Jakarta.
9
ISOLASI MIKROORGANISME PENGHASIL SENYAWA ANTI MIKROBA DARI MAKANAN TRADISIONAL ACEH FERMENTASI PLIEK U Maisya Zahra Al Banna2
ABSTRAK Pliek u merupakan salah satu makanan atau bumbu khas dari Aceh yang merupakan hasil dari fermentasi kelapa. Pliek u oleh masyarakat Aceh dimanfaatkan sebagai obat luka, penurun panas, dan sakit perut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi bakteri penghasil senyawa antimikroba dari makanan fermentasi tradisional khas Aceh pliek u dan mengkaji aktivitas senyawa yang dihasilkan. Isolat mikroba yang diperoleh akan diuji tantang oleh bakteri uji Bacillus subtilis , Staphylococcus aureus, Micrococcus luteus, Bacillus subtilis, Candida albicans, Candida tropicalis, dan Escherichia coli. Hasil menunjukkan enam belas isolat yang berhasil diisolasi dari makanan tradisional pliek u memiliki aktivitas antimikroba berspektrum luas. Empat isolat bakteri yaitu P21, P22, P29, dan P30 memiliki aktivitas penghambatan yang terbaik terhadap strain uji. Kata kunci : pliek u, antimikroba PENDAHULUAN Salah satu kekayaan Indonesia adalah dari segi keragaman makanan tradisional, banyak makanan tradisional tersebut merupakan hasil makanan yang difermentasikan oleh mikroba. Makanan tersebut dikenal dengan istilah makanan fermentasi. Scott & Sullivan (2008) menyatakan bahwa makanan fermentasi telah meningkatkan hubungan manusia terhadap mikroba. Campbell-Platt (1987) mendefinisikan makanan fermentasi sebagai makanan yang mengalami proses tindakan mikroorganisme atau enzim sehingga terjadi perubahan biokimia yang signifikan terhadap makanan tersebut. Namun dalam mikrobiologi istilah fermentasi menggambarkan suatu bentuk metabolisme mikroba yang menghasilkan energi dari substrat organik, biasanya karbohidrat, dan mengalami oksidasi tidak sempurna, dimana bahan organik bertindak sebagai akseptor elektron (Adams, 1990). Scott & Sullivan (2008) menambahkan bahwa terdapat 2 kingdom dalam ekosistem fermentasi yaitu fungi dan bakteri. Pada umumnya fungi seperti yeast telah memproduksi minuman beralkohol dan kapang ditemukan pada keju, sedangkan bakteri menghasilkan asam laktat. Aguirre & Collins (1993) menjelaskan Bakteri asam laktat (LAB) adalah mikroorganisme yang paling sering digunakan untuk pengawetan makanan. Hal tersebut terkait dengan keamanan aktivitas metaboliknya saat tumbuh pada makanan mengandung gula untuk produksi asam organik dan metabolit lainnya. Namun, terdapat juga banyak jenis makanan fermentasi di mana dalam proses dan produk akhirnya
2
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia makassar
10
menggunakan enzim dan mikroorganisme indigenous yang berasal dari lingkungan tempat fermentasi atau bahan mentahnya. Umumnya, terjadi peningkatan yang signifikan dalam fraksi larutan dari makanan selama fermentasi. Kuantitas serta kualitas dari makanan tersebut seperti nilai biologis, dan vitamin terlarutnya umumnya meningkat, sedangkan faktor antinutritional menunjukkan penurunan selama fermentasi (Paredes-López & Harry, 1988). Selain itu mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi juga memiliki aktivitas antimikroba, sehingga mikroorganisme yang merugikan dan tidak berguna dalam proses fermentasi yang diinginkan dihambat pertumbuhannya. Penghambatan ini dapat dikarenakan suasana asam yang terjadi selama fermentasi, atau oleh enzim proteolitik atau senyawa metabolit lainnya. Sehingga fermentasi merupakan salah satu cara yang banyak digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai gizi ataupun untuk penyimpanan makanan. Salah satu makanan hasil fermentasi yang terdapat di Indonesia adalah pliek u. Pliek u merupakan salah satu makanan atau bumbu khas dari Aceh yang merupakan hasil dari fermentasi kelapa. Dalam pengolahannya melibatkan banyak tahap fermentasi dimana pada tiap tahapnya melibatkan mikroorganisme yang berbeda-beda. Secara tradisional minyak pliek u oleh masyarakat Aceh dimanfaatkan sebagai obat luka, penurun panas, dan sakit perut (Nurliana et al. 2009), namun informasi mengenai kandungan senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh mikroba indigenus makanan tersebut belum tersedia. METODOLOGI A. Bahan, Media, dan Isolat Bakteri patogen Bahan yang digunakan adalah pliek u yang merupakan makanan hasil fermentasi dari Aceh. Bakteri uji yang digunakan adalah Bacillus subtilis (koleksi Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, PAU, IPB), Staphylococcus aureus, Micrococcus luteus, Bacillus subtilis, Candida albicans, Candida tropicalis, dan Escherichia coli patogen (koleksi LIPI). Media yang digunakan untuk mengisolasi mikroba yang ada pada pliek u adalah Nutrien Agar (NA) (beef ekstrak 3 g, pepton 5 g, agar 7,5 g, dan 1 L aquades). Bakteri patogen ditumbuhkan pada media Muller Hinton (MH) (beef ekstrak 2 g, casamino acid 17,5 g, starch 1,5 g, agar 17 g, dan aquades 1 L) dan khusus untuk B. subtilis ditumbuhkan pada media Tripton Glukosa Yeast broth (TGY) (tripton 5 g, yeast ekstrak 5 g, glukosa 1 g, K2HPO4 1 g, dan aquades 1 L). Bakteri patogen tanaman ditumbuhkan pada media Luria Broth (tripton 10 g, yeast ekstrak 5 g, NaCl 5 g, dan aquades 1 L). B. Isolasi Mikroba Penghasil Senyawa Antimikroba dari Makanan Fermentasi Pliek U Mikroba penghasil senyawa antimikrob diisolasi dengan metode cawan sebar. Sebanyak 5 gram pliek u dimasukan ke dalam 50 ml air steril dan diratakan dengan shaker dengan kecepatan 150 rpm selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pengenceran bertingkat hingga pengenceran 105. Selanjutnya suspensi pliek u dicawankan pada media NA. Cawan-cawan yang telah diinokulasi diinkubasi selama 48 jam. Koloni-koloni bakteri yang secara morfologi berbeda dimurnikan pada media NA. Untuk mendapatkan kelompok Bacillus sp sebelum disebar di cawan, suspensi pliek u dipanaskan pada suhu 80 °C selama 15 menit.
11
C. Skrining Mikroba Penghasil Senyawa Antimikrob Uji Antimikroba Isolat-Isolat Bakteri Terhadap Bakteri Uji Pemilihan mikroba potensial berdasarkan aktivitas antagonisme yang dimiliki terhadap bakteri patogen yang diujikan. Pengujian dilakukan menggunakan metode totol dan difusi agar. Bakteri patogen yang diujikan ditumbuhkan pada media cair yaitu MH broth untuk S. aureus, M. luteus, C. albicans, C.tropicalis, dan E. coli dan TGY broth untuk B. subtilis semalaman dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 37 °C,. Sebanyak 100 µl suspensi bakteri uji disebar pada media NA. Dengan menggunakan tusuk gigi steril, bakteri hasil isolasi digoreskan pada media yang telah dinokulasi bakteri uji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu ruang selama 48 jam dan diamati apakah membentuk zona hambat terhadap bakteri uji. Metode lainnya adalah dengan menggunakan difusi agar. Prinsip dari metode ini adalah senyawa-senyawa metabolit yang dihasilkan oleh bakteri dapat berdifusi pada agar. Media yang digunakan adalah lapis ganda. Pada lapisan pertama menggunakan agar padat dan lapisan kedua menggunakan agar semi padat. Kultur bakteri uji disebar pada lapisan kedua dengan metode cawan tuang. Setelah media padat, dibuat lubang dan diisi dengan kultur bakteri antagonis. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam dan diamati zona hambat yang terbentuk disekitar lubang. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebanyak 43 isolat bakteri telah berhasil diisolasi dari makanan tradisional Pliek u (Gambar 1). Berdasarkan hasil uji daya hambat terhadap beberapa strain uji seperti E. coli, M. luteus, B. subtilis, S. aureus, C. albicans, dan C. tropicalis, didapatkan 16 isolat bakteri mampu menghasilkan senyawa antimikrob (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Isolat-isolat bakteri yang berhasil diisolasi dari pliek u
a.
12
B. subtilis
C. albicans
S. aureus
C. albicans
E. coli
C. tropicalis
E. coli
C. tropicalis
S. aureus
M. luteus
b Gambar 2.2. a. Isolat-isolat yang berpotensi menghasilkan senyawa antimikrob b. Hasil uji antagonisme isolat-isolat bakteri dari Pliek u terhadap strain uji menggunakan metode totol. Empat isolat (P1, P9, P18, dan P25) bakteri memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa antimikroba yang berspektrum sempit, yaitu menghambat C. albicans untuk P1 dan P25, sedangkan P9 dan P18 masing-masing menghambat S. aureus dan B. subtilis. Sedangkan 5 isolat bakteri menunjukkan aktivitas penghambatan berspektrum luas. Isolat P21 dan P22 mampu menghambat hampir semua strain uji kecuali E. coli (Tabel 2). Isolat P4 mampu menghambat bakteri gram positif maupun cendawan C. albicans, sedangkan isolat P16, P29, dan P30 mampu menghambat baik bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif (Gambar 3). Meskipun memiliki aktivitas antimikroba, isolat-isolat bakteri tersebut tidak diamati morfologi koloninya, juga tidak dilakukan pewarnaan gram dalam ini. Ekstraksi senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat-isolat berpotensi tersebut perlu dilakukan dalam eksplorasi senyawa antimikrob baru dari makanan
13
tradisional pliek u. Ekstraksi senyawa antimikrob yang dihasilkan kultur isolat bakteri berpotensi dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut nonpolar seperti etil asetat (Lippert et al. 2003), heksana atau n-butanol hingga pelarut polar seperti etanol maupun metanol. Tabel 2.1. Hasil Pengujian Aktivitas Antimikroba Isolat Bakteri Isolat Bakteri Uji E. coli S. aureus M. luteus B. subtilis C. albicans C. tropicalis P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 P38 P39
+ + + + -
+ + + + + + + + + + -
+ + + + + -
+ + + + + + + -
14
+ + + + + + + + -
+ + + + + -
P40 P41 P42 P43
-
-
-
-
-
-
Gambar 2.3. Hasil Uji Antagonis P29 dan P30 Dengan Metode Difusi Agar. Secara tradisional minyak pliek u oleh masyarakat Aceh dimanfaatkan sebagai obat luka, penurun panas, dan sakit perut (Nurliana et al. 2009), namun informasi mengenai kandungan senyawa antimikrob terutama yang dihasilkan oleh mikroba indigenus makanan tersebut belum tersedia. Minyak pliek u dan ekstrak kasar dari makanan tersebut telah dilaporkan oleh Nurliana et al. (2009) memiliki aktivitas antimikroba. Ekstrak etanol dari pliek u memiliki aktivitas dalam menghambat bakteri gram positif maupun khamir C. albicans. Terdapat dugaan bahwa senyawa metabolit yang didapatkan dari makanan tersebut dihasilkan selama proses fermentasi oleh mikroba indigenus Nurliana et al. (2009). Berbagai upaya dalam mengeksplorasi keragaman mikroba dari makanan fermentasi tradisional saat ini sedang dilakukan di hampir setiap negara. Klay raung et al. (2008) telah mengisolasi bakteri asam laktat dari nham dan miang yang merupakan makanan tradisional Thailand hasil fermentasi. Isolat-isolat bakteri tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang umumnya menjadi patogen di saluran pencernaan manusia. Hingga saat ini belum ada laporan mengenai keragaman mikroorganisme indigenus Pliek u, isolasi mikroba indigenus pliek u yang telah dilakukan dalam ini merupakan langkah awal dalam mengeksplorasi keragaman mikroorganisme dari makanan tradisional Aceh tersebut, sekaligus untuk mengekplorasi potensi senyawa antimikroba baru dari mikroorganisme indigenus pliek u. Berbagai jenis bakteri yang terdapat pada pliek u selain berperan dalam proses fermentasi makanan tersebut juga dapat dimanfaatkan sebagai probiotik yang diharapkan mampu memberikan efek baik bagi kesehatan saluran pencernaan.
15
KESIMPULAN Enam belas isolat yang berhasil diisolasi dari makanan tradisional pliek u memiliki aktivitas antimikroba berspektrum luas. Empat isolat bakteri yaitu P21, P22, P29, dan P30 memiliki aktivitas penghambatan yang terbaik terhadap strain uji.
DAFTAR PUSTAKA Adams MR. 1990. Topical aspects of fermented foods. Trends in Food Sci. & Tech. 1: 141-144. Aguirre M & Collins MD. 1993. Lactic acid bacteria and human clinical infection. J. Appl. Bacteriology 75: 95-107. Campbell-Platt G. 1987. Fermented foods of the world - a dictionary and guide. London, Butterworths. ISBN: 0-407-00313-4 Klayraung S, Viernstein H, Sirithunyalug J, Siriporn O. 2008. Probiotic properties of lactobacilli isolated from Thai traditional food. Sci Pharm 76: 485-503 Lippert H, Brinkmeyer R, Mulhaupt T, Iken K. 2003. Antimicrobial activity in sub-arctic marine invertebrates. Polar Biol 26: 591-600. Nurliana, Sudarwanto M, Sudirman LI, Sanjaya AW. 2009. Prospek makanan tradisional Aceh sebagai makanan kesehatan: deteksi awal aktivitas antimikrob minyak Pliek u dan ekstrak kasar dari Pliek u. Forum Pascasarjana 31:1. Paredes-López O & Harry GI (1988): Food biotechnology review: traditional solid-state fermentations of plant raw materials - application, nutritional significance and future prospects. Crit. Rev. Food Sci.and Nutri. 27, 159187. Scott R, WC Sullivan. 2008. Ecology of fermented foods. J Human ecology review. Vol 15. No. 1, 25-31.
16
ANALISIS KADAR VITAMIN A WORTEL (Daucus carrota) LOKAL DAN IMPOR YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR Hasria Alang3
ABSTRAK The research about “The Analysis of different in the level of Vitamin A from local and import Carrots (Daucus carrota) that circulating in the city of Makassar has been done. This research was an experimental study conducted and held in February at Large Hall in Sout Sulawesi Propincy. Sampling was carried out two take places, local Carrots from some tradisional markets and import Carrots from supermarkets in Makassar. The result of the research when analyzed by spectrofotometry UV-VIS at the maximum wavelength indicates that the average levels of the Vitamin A in the local Carrots is 357,5 ug/g dan import carrots is 1496,4 ug/g Key words: Spectrofotometry UV-VIS, Vitamin A, Carrots PENDAHULUAN Bahan makanan dan hasil pertanian umumnya, berfungsi sebagai sumber penyediaan gizi dan tenaga gerak atau biokalori.Makanan tidak hanya sekedar pemuas selera, tetapi yang paling penting adalah nilai gizinya.Tubuh manusia membutuhkan berbagai macam zat, misalnya protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, dan lain-lain (Sudiatama, 1996). Vitamin merupakan senyawa yang paling penting bagi kehidupan manusia, aktif secara fisiologis, yang tidak dapat diubah oleh tubuh. Tetapi diperlukan untuk memelihara aktifitas berbagai proses metabolik dan integritas berbagai selaput membran (Nasoetion,A. 2007). Vitamin A selain berguna dalam proses pertumbuhan tubuh dan kesehatan gigi juga membantu dalam proses penglihatan. Vitamin A dalam dosis yang tinggi efektif dalam penyembuhan banyak kelainan-kelainan pada kulit. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan hilangnya selera makan sehingga menyebabkan pertumbuhan terhambat dan lemahnya kekebalan disertai dengan menurunnya ketahanan terhadap infeksi dan bila kekurangan vitamin A pada anak-anak dapat menyebabkan rabun senja (Linder., C. 1952). Vitamin A yang terdapat dalam tanaman termasuk dalam kelompok karotenoid yang akan diubah menjadi vitamin A pada proses metabolisme tubuh setelah dikonsumsi oleh manusia atau hewan (Karyadi, D. 1991). Sumber-sumber vitamin A adalah minyak ikan, hati, mentega, wortel, sawi putih, keju, sayuran hijau, dan buah-buahan warna kuning (Karyadi. D, 1991). Sifat vitamin A dalah larut dalam lemak atau minyak.Viamin A stabil terhadap panas,asam dan alkali tetapisangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi. Rumus molekul kimia untuk vitamin A adalah C20H30O (Soejarwo, 2000).
3
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
17
Wortel merupakan salah satu tanaman holtikultura yang banyak diminati oleh berbagai kalangan masyarakat. Tanaman wortel memiliki berbagai macam manfaat antara lain sebagai bahan makanan, bahan obat-obatan dan bahan kosmetika. wortel yang segar banyak mengandung air, protein, karbohidrat, lemak serat, nutisi anti kanker dan vitamin (Betakarotin,B1, dan C) (Soelarso, 2009). Terdapat beberapa varietas wortel yang terkenal diantaranya adalah wortel lokal dan wortel impor. Wortel lokal memiliki bentuk dan ukuran yang kecilkecil, daging halus serta rasanya manis, warna kulitnya oranye tua dan memiliki aroma yang khas dan memiliki daya simpan selama enam hari saja karena wortel impor di simpan di tempat terbuka yang suhunya tidak teratur. Sedangkan wortl impor memiliki ukuran yang lebih besar, selalu terlihat lebih segar, kulit mulus dan licin, dan berwarna oranye terang. Wortel jenis ini banyak beredar di swalayan, penjualannya di simpan pada suhu tertentu sehingga dapat bertahan selama enam minggu. Wortel impor cenderung memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan wortel local. Pengukuran kadar Vitamin A pada kedua sampel (wortel lokal dan wortel impor) menggunakan Spektrofotometer. Penelitian yang telah dilakukan oleh Anonim (1981) menunjukan bahwa kandungan rata-rata vitamin A pada wortel adalah 12.000 SI. Hal inilah yang menjadi alasan bagi kami sehingga perlu adanya penelitian untuk mendeteksi perbedaan kandungan wortel local dan impor yang beredar dikota Makassar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi mengenai perbedaan kadar kandungan vitamin A kedua jenis wortel tersebut (local dan impor) sehingga lebih teliti dalam memilih menu unuk kebutuhan gizi dan juga sebagai masukan bagi para petani guna meningkatkan produksi pertanian terhadap tanaman wortel dan sebagai bahan informasi bagi istansi khususnya Dinas Pertanian untuk mengembangkan tanaman wortel. METODOLOGI Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen melalui pendekatan deskriptif yang dilakukan pada bulan Juni 2014 di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel wortel lokal dilakukan di beberapa pasar tradisional dan pengambilan wortel impor dilakukan di swalayan kota Makassar. Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 5 gr untuk selanjutnya diekstraksi dengan aseton selama 30 menit kemudian disaring untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Filtrat kemudian dievaporasi dalam evaporator sampai volume 10 ml lalu disaponifikasi dengan KOH sebanyak 3 ml dan didiamkan selama semalam. 3 Hasil saponifikasi kemudian diektraksi dengan petroleum eter kemudian dimasukan kecorong pisah dan ditambahkan petroleum eter sampai fase jernih kemudian di tampung masing-masing ekstrak, kemudian diencerkan lagi. Ektrak yang sudah diencerkan ditambah petroleum eter dalam labu ukur 25 ml. Dari ekstrak ini dipipet 0,1 ml dan dicukupkan volumenya sampai 10 ml dengan petroleum untuk diukur serapanya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Tekhnik analisa data Kadar vitamin dihitung dengan cara memasukkan data serapan contoh ke dalam kurva baku sprktrofotometri.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tabel. 3.1 Hasil penelitian No Hasil Pemeriksaa Jenis Sampel Vitamin A 1 Wortel local 357,5 ug/g 2 Wortel impor 1496,4 ug/g B. Pembahasan Pada penelitian ini digunakan sampel berupa wortel (Daucus carrota) dengan varietas lokal yang diperoleh dari pasar tradisional dan import yang diperoleh dari swalayan yang ada di kota Makassar. Pada analisis yang dilakukan dengan spektrofotometri, sampel diekstraksi dengan aseton yang berfungsi untuk menarik senyawa-senyawa organik, kemudian ekstrak aseton dievaporasi dalam evaporator, yang berfungsi untuk mengubah sebagian atau keseluruhan dalam sebuah pelarut dari bentuk cair menjadi uap. Hasil ekstrasi kemudian disaponifikkasi untuk mereaksikan lemak atau minyak secara sempurna dan ditambah KOH dengan tujuan untuk melepaskan ikatan eternya. Lapisan sabun yang terbentuk akan terlepas pada waktu diekstraksi kembali dengan petroleum eter. Petroleum eter merupakan salah satu senyawa hidrokarbon bersifat mudah menguap dan berwarna jernih. Ektrak yang sudah diencerkan ditambah petroleum eter dalam labu ukur untuk diukur serapannya menggunakan spektrofotometer (pengukuran energy cahaya oleh suatu system kimia pada panjang gelombang tertentu). Wortel sangat kaya akan serat, antioksidan dan mineral serta vitamin. Karakteristik dari warna orange terang pada wortel berasal dari betakaroten yang akan berubah menjadi vitamin A pada tubuh kita. Vitamin A stabil terhadap panas, asam dan alkalin tetapi sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak pada suhu tinggi. Sifat vitamin A adalah larut dalam lemak atau minyak. Sifat larut dalam lemak merupakan sifat yang paling menguntungkan karena sebagian besar kerusakan akibat radikal bebas terjadi di membran sel dan lipoprotein yang terbuat dari molekul-molekul lemak. Kebutuhan vitamin A pada diet ukur dalam satuan internasional (UI = Internasional Unit) kebutuhan sehari- hari vitamin A, yaitu : Anak – anak : (2.000 – 3.300 UI) Pria dewasa : (5000 IU) Wanita dewasa: (4.000 IU) Wanita hamil : (5.000 IU) Menurut Rukmana (1995) bahwa wortel memilik kandungan vitamin A 120 ug/gr. Sedangkan hasil analisis vitamin A yang telah kami lakukan bahwa pada wortel diperoleh adanya perbedaan yang nyata dari wortel lokal dan impor tersebut, dimana diperoleh kadar rata-rata vitamin A pada wortel lokal 357,5 ug/g dan pada wortel impor 1496,4 ug/g. Kardjati (2005) menyatakan bahwa kebutuhan vitamin A perhari untuk balita adalah hanya 250 ug, dan dewasa 600-700 ug. Artinya dengan mengkonsumsi wortel lokal saja, maka pemenuhan akan kebutuhan vitamin A dapat terpenuhi. Karena makanan kita sehari-hari seperti labu kuning, tomat, 19
bayam, papaya, susu dan telur juga merupakan sumber vitamin A. Selain itu, kelebihan vitamin A (hipertainosis) juga memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan. Bagi orang dewasa bahwa kelebihan vitamin A 50.000 UI setiap hari dpat menyebabkan kulit kering dan bercak-bercak, rambut rontok, sakit tulang dan persendian, sakit kepala dan pembesaran hati, sedangkan bagi bayi bila kelebihan vitamin A 16.500-60.000 maka dalam waktu 12 minggu kemudian bayi akan keracunan (Poedjadi, 1994). Secara visual terlihat perbedaan yang nyata antara wortel local dan wortel impor. Pada wortel lokal memiliki ukuran yang kecil-kecil, warna kulitnya oranye tua, rasanya manis serta memiliki aroma yang khas, memiliki daya simpan yang lebih pendek yaitu sekitar enam hari. Sedangkan wortel impor memiliki ukuran yang besar, warna kulitnya oranye terang, mulus bersih dan licin dan memiliki rasa yang sangat manis, bertahan selama enam minggu dan Jenis wortel ini banyak ditemukan di swalayan-swalayan. Menurut Achmad (2008) bahwa wortel impor yg beredar di pasaran Indonesia ternyata adalah barang yang tidak layak di negeri pengimpor, sehingga di impor ke negara lain seperti Indonesia. Bahkan untuk terlihat tetap segar dan memberikan rasa renyah ketika dikonsumsi, wortel dilapisi lapisan lilin/parafin yang juga berfungsi sebagai pengawet. Selain itu, kulit wortel yang tipis serta pori-pori yang besar, memungkinkan zat pelapis tersebut (lilin) dapat bermigrasi ke bagian dalam wortel. Data lain juga menunjukkan pada bulan April-Agustus 2007 di berbagai pasar buah tradisional dan swalayan di wilayah Bogor menunjukkan bahwa buah-buahan impor mengandung formalin dan pestisida. Formalin ditemukan pada buah apel, durian, pear, wortel, dan lengkeng, baik pada kulit maupun daging buah dengan konsentrasi antara 0,10-122,11 ppm dan tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi ini juga terjadi di Makassar. Bahan makanan yang mengandung pengawet seperti lilin ataupun formalin sangat tidak dianjurkan. Karena tidak baik untuk kesehatan. Adanya bahan pengawet tersebut pada bahan makanan dapat menimbulkan berbagai efek. Efek yang ditimbulkan oleh kandungan zat-zat beracun dalam tubuh manusia ada yang dapat bereaksi sangat cepat dan apapula yang berjalan lambat. Reaksi sangat cepat yaitu akan menimbulkan keracunan tiba-tiba sesaat kita mengkonsumsi bahan makanan tersebut. Umumnya hal ini disertai mual, muntah, rasa perih yang hebat, koma, kejang bahkan kematian. Reaksi yang berjalan lambat yaitu tidak menimbulkan hal-hal yang aneh dan berbahaya sesaat kita selesai mengkonsumsinya. Namun demikian, lamakelamaan zat yang terkandung dalam makanan tersebut akan tertimbun dalam tubuh dan menimbulkan berbagai reaksi berbahaya yang secara perlahan-lahan menggerogoti dan merusak sel-sel tubuh. Setelah tiba waktunya, muncullah berbagai jenis penyakit berbahaya, seperti kanker, ginjal, hati, jantung, stroke, gangguan saluran pencernaan, susunan syaraf pusat, gangguan otak, limpa, atau pankreas. Penyakit ini dapat timbul beberapa tahun kemudian setelah seseorang mengkonsumsi buah atau sayuran yang mengandung zat berbahaya tersebut Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disarankan untuk mengkonsumsi wortel lokal, selain harganya murah dan mudah diperoleh, wortel lokal tidak mengandung bahan pengawet sehingga lebih aman untuk kesehatan. Sedangkan pada wortel import mengandung bahan pengawet tidak bagus untuk kesehatan
20
karena dapat menyebabkan kanker dan gangguan kesehatan lainnya. Wortel lokal sangat bagus untuk dikonsumsi, selain harganya murah dan mudah didapat, wortel lokal tidak mengandung bahan pengawet sehingga bagus untuk kesehatan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada wortel lokal dan impor dan, maka dapat disimpulkan bahwa hasil analisis dengan spektrofotometri terdapat kandungan rata-rata vitamin A pada wortel (Daucus carrota) lokal 357,5 ug/g dan impor 1496,4 ug/g. B. Saran Diharapkan kepada masyarakat Indonesia, agar lebih mencintai produk lokal dan tidak bergantung kepada produk impor karena produk lokal seperti wortel juga mengandung Vitamin A yang cukup tinggi sehingga hanya dengan mengkonsumsi wortel dalam jumlah yang banyak atau mengkonsumsi berbagai sumber Vitamin A, maka kebutuhan akan vitamin A akan terpenuhi. DAFTAR PUSTAKA Achmad. 2008. Pengawetan Buah dan Sayuran Segar. Jakarta : Dian Rakyat Anonim. 1981. Daftar komposisi-komposisi makanan, Direktorat Gizi Depertemen Kesehatan Republik Indinesia. Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2007 Kardjati, 2005. Pengembangan Konsumsi Pangan & Gizi. Jakarta: Persatuan Ahli Gizi Indonesia Karyadi, D. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir Vitamin. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Linder.C. 1952. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta : Universitas Indonesia Press Nasoetion,A. 2007. Vitamin dan Pengetahuan Gizi Mutakhir. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Poedjadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Soejarwo, 2000.Prinsip Ilmu Gizi dan Vitamin.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Soelarso. 2009. Soelasro. R.B, 2009. Budidaya Wortel. Jogjakarta : Kanisius Sudiatama. 1996.Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Dian Rakyat, Jakarta Timur.
21
STUDI KUALITAS AIR BERDASARKAN KEBERADAAN ESCHERICHIA COLI DI BENDUNGAN BILIBILI SEBAGAI SUMBER AIR BAKU PDAM GOWA DAN MAKASSAR Yusniar Rasjid4
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa nilai MPN bakteri Escherichia coli pada air di bendungan Bilibili dan bagaimana kualitas air di bendungan Bilibili. Untuk melihat MPN pada air dibendungan Bilibili dilakukan uji penduga dan uji penguat . Media yang digunakan untuk uji penduga adalah Laktosa broth. Media yang digunakan dalam uji penguat adalah BGLB (Briliant green laktose broth). Nilai MPN/ml air dibagian hulu Bendungan Bilibili adalah > 240 Coliform (E. coli) artinya untuk air pada hulu Bendungan Bilibili mengandung lebih dari 240 koloni bakteri Esscherchia coli per mililiter. Sedangkan nilaqi MPN/ml pada air dibagian hilir Bendungan Bilibili adalah 240 Coliform artinya untuk air pada hilir Bendungan Bilibili mengandung 240 koloni bakteri Esscherchia coli per mililiter. Kualitas air bendungan Bilibili pada sampel yang diambil pada hulu dan hilir bendungan Bilibili menunjukkan kualitas air bersih kelas C yaitu kategori air jelek karena mengandung bakteri koliform ≥ 240 koloni bakteri yang dipengaruhi oleh tempat pengambilan sampel yang dekat dengan pemukiman warga dan beberapa rumah makan yang sekaligus digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, yang memungkinkan bakteri koliform tumbuh lebih cepat. Kata kunci : Nilai MPN Air Bendungan Bilibili, Escherichia coli
PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan kehidupan di bumi, air merupakan salah satu elemen dasar yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup. Kelangsungan hidup manusia sebagian besar membutuhkan air seperti: mandi, mencuci, minum dan lain-lain, sehingga sifat-sifat dan bakteri toksik yang ada pada badan air perlu diketahui. Apabila zat-zat atau bakteri-bakteri yang ada dalam badan air terakumulasi di dalam tubuh, maka sangat berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup terutama manusia. Salah satu parameter dalam air adalah keberadaan bakteri dalam air tersebut, karena apabila bakteri-bakteri tersebut tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dapat bersifat patogen. Dari sekian banyak jenis bakteri yang terdapat dalam air, bakteri Escherichia coli atau yang lebih sering disebut dengan E-coli adalah salah satu indikator terhadap air. Bakteri Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang paling banyak terdapat pada air sungai. Menurut Badley (1974) yang dikutip oleh Soesetyono, beberapa penyakit yang berhubungan dengan air, dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu: pertama, penyakit yang penyebarannya melalui persediaan air yang 4
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
22
terkontaminasi oleh mikroorganisme patogen dari kotoran manusia atau hewan yang sakit. Kedua, penyakit yang dapat dipindahkan ke orang lain melalui air atau peyebarannya langsung dari feses atau lewat makanan yang kotor. Ketiga, penyakit yang dikembangkan oleh binatang yang berperan sebagai perantara dari mikroorganisme patogen yang hidupnya di dalam air, dan keempat adalah penyakit yang dipindahkan serangga yang siklus hidupnya di dalam air atau tergantung pada air. Penetapan syarat-syarat dan pengawasan kualitas air dimaksudkan untuk mendidik masyarakat agar senantiasa menjaga kualitas atau mutu air sehingga terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh air. Masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air di Indonesia meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan dan berbahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air (Effendi, 2003). Bendungan Bilibili merupakan bendungan terbesar di Sulawesi Selatan, terletak di Kabupaten Gowa sekitar 30 kilometer ke arah Timur Kota Makassar. Bendungan dengan waduk 40.428 hektar ini menjadi sumber air baku bagi Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Gowa dan Makassar. Beberapa permasalahan yang ditemukan di Bendungan Bilibili yang merupakan sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM) Gowa dan Makassar adalah bila hujan lumpur eks longsor di kaki Gunung Bawakaraeng mengalir masuk ke waduk Bilibili hingga air baku menjadi keruh, keberadaan bendungan Bilibili yang dekat dengan pemukiman warga, dan pencemaran air yang disebabkan oleh sampah-sampah yang berserakan di sekitar Bendungan Bilibili. (Anonimus, 2008). Di sekitar Bendungan Bilibili juga terdapat dua peternakan besar, kemungkinan hal itu akan berpengaruh pada air di Bendungan Bilibili karena selama musim hujan air membawa limbah dari kotoran hewan dan manusia meresap ke dalam tanah atau mengalir dalam sumber air sehingga memungkinkan adanya bakteri yang bersifat patogen pada air di Bendungan Bilibili. Menurut Tarigan (1988) pencemaran air memungkinkan adanya bakteri patogen dan zatzat yang bersifat racun. Oleh karena itu perlu diketahui kualitas air di Bendungan Bilibili yang merupakan sumber air baku bagi Perusahan Daerah Air Minum (PDAM) Gowa dan Makassar. Berdasarkan berbagai permasalahan di atas, maka yang menjadi telaah utama dalam penelitian ini adalah Studi Kualitas Air Berdasarkan Keberadaan Escherichia coli Di Bendungan Bilibili Sebagai Sumber Air Baku PDAM Gowa dan Makassar. METODOLOGI Pada penelitian ini sampel air diambil dari Bendungan Bilibili Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Pengambilan sampel air didasarkan pada ada tidaknya perbedaan konsentrasi bakteri pada air di hulu dan di hilir Bendungan Bilibili.. Sampel air diambil sebanyak ±250 ml, kemudian diuji secara bakteriologis air di laboratorium STIKIP-PI Makassar.
23
A. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain: botol, tabung reaksi, cawan petri, gelas benda, spoit, ose, bunsen, gelas ukur, erlenmeyer, mikroskop cahaya, tabung durham, autoklaf, inkubator, dan laminair flow. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: sampel air, akuades, alkohol, media LB, media BGLB, media EMBA, kapas, kertas tisu, kertas label, aluminium voil, larutan Kristal violet, larutan mordan, dan safranin. B. Disain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dilakukan melalui pendekatan deskriptif yaitu melalui uji Coliform dengan menggunakan metode MPN. Sampel air Bendungan Bilibili Uji MPN
Inkubasi
Tabung Durham menghasilkan gelembung
Metode MPN Gambar 4.1. Skema Disain Penelitian
C. Prosedur Penelitian 1. Cara Pengambilan Sampel Sebelum melakukan pengambilan sampel, terlebih dahulu melakukan persiapan terhadap botol-botol yang digunakan sebagai penampung air sampel. Botol yang digunakan sebagai penampung air sampel setidaknya bisa menampung air ± sebanyak 250 ml dan botol yang dijadikan tempat penampung air sampel harus benar-benar steril agar tidak terkontaminasi bakteri lain. Adapun cara pengambilan sampel air, antara lain: a. Membuka penutup botol b. Botol dipegang pada bagian agak bawah, dicelupkan ke dalam air sampai ±20 cm dengan mulut botol menghadap keatas bilamana ada aliran air, mulut botol harus menghadap arah datangnya aliran air tersebut. c. Setelah mencapai ±250 ml botol diangkat dan ditutup dengan rapat.
24
2. Cara Kerja a. Uji penduga (Presumptive test) Media biakan yang digunakan untuk uji penduga adalah media LB (Lactosa broth). Prosedur dalam uji penduga, antara lain: 1) 13 gr LB dilarutkan dalam 100 ml aquades dan dihomogenkan. 2) Disterilkan di dalam autoclave. 3) Dimasukan dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham sebanyak 9 ml LB. Tabel 4.1. Tabel uji coba Jumlah sampel per Jumlah tabung + Jumlah medium per tabung (LB) tabung tabung Durham
10 ml
5
9 ml
1.0 ml
1
9 ml
0.1 ml
1
9 ml
4) Dikocok secara perlahan untuk menghomogenkan sampel air dan media Laktosa broth, kemudian diinkubasi pada suhu 35⁰ C selama 24 jam. 5) Sesudah 24 jam diinkubasi lakukan pengamatan. Pada masing-masing tabung akan timbul gas yang merupakan hasil positif. b. Uji penguat (Confirmed test) Media yang digunakan untuk Uji penguat adalah media BGLB. Uji penguat dilakukan dengan menggunakan prosedur sebagai berikut: 1. 4 gr BGLB dilarutkan dalam 100 ml aquades kemudian dihomogenkan 2. Disterilkan dalam autoclave. 3. Masukan masing-masing 5 ml BGLB ke dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham dan ditambahkan 1 ml dari sampel yang positif. 4. Diinkubasi selama 24 jam kemudian amati perubahan warna yang terbentuk. c. Uji lengkap ( completed tes) Media yang digunakan pada uji lengkap adalah media EMBA. Prosedur pada uji lengkap adalah: 1. 15 gr EMBA dilarutkan dalam 500 ml aquades kemudian dihomogenkan. 2. Disterilkan dalam autoclave. 3. Tuang ke dalam cawan petri, biarkan memadat. 4. Ambil 1 ose dari tabung yang berisi BGLB yang positif kemudian tanam pada medium EMBA dengan cara goresan kuadran. 5. Inkubasi dalam incubator selama 24 jam. Setelah diinkubasi diamati pertumbuhan koloni. d. Pewarnaan gram Pewarnaan gram dilakukan untuk melihat apakah isolat yang tumbuh merupakan bakteri Escherichia coli. Prosedur dalam pewarnaan gram, antara lain: 1. Mengambil 1 ose sampel dari medium EMBA, diletakkan di atas gelas benda dan dibuat apusan setipis mungkin kemudian difiksasi di atas bunsen.
25
2. Diteteskan larutan Kristal violet di atas sampel dan dibiarkan 2-3 menit, setelah itu gelas obyek dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 3. Diteteskan larutan mordan di atas sampel dan dibiarkan 2-3 menit, setelah itu gelas obyek dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 4. Diteteskan alkohol di atas sampel dan dibiarkan 2-3 menit, setelah itu gelas obyek dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. 5. Diteteskan safranin di atas sampel dan dibiarkan 2-3 menit, setelah itu gelas obyek dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan, kemudian diamati di bawah mikroskop. Koloni yang berwarna merah menunjukan positif E-coli D. Analisa Data Analisis data bersifat deskriptif. Data yang didapatkan berupa suatu perhitungan untuk menghitung jumlah bakteri pada sampel air terutama untuk mendeteksi adanya bakteri Coliform yang merupakan kontaminan air di Bendungan Bilibili dengan metode MPN. Tabel 4.2. Tabel MPN Seri 7 10 ml 1.0 ml 0.1 ml MPN/100 ML 10 Ml 1 Ml 0.1 mL MPN 5 5 5 5 5 4 4 4 4 3 3 3 2 2 2 1 1 1 0 0 0
1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 -
1 0 1 O 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -
Rumus :
𝐍𝐢𝐥𝐚𝐢 𝐌𝐏𝐍/𝟏𝟎𝟎𝐦𝐥
> 240 240 96 38 16 21 20 15 16 12 8.8 9.2 7.6 5.0 5.1 4.4 2.2 2.2 >2.0 2.0 2.2
Nilai MPN/ ml= 𝟏𝟎𝟎 Sumber: Fardiaz. S, 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU.IPB
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium STIKIP-PI Makassar yaitu meneliti tentang kualitas air di Bendungan Bilibili berdasarkan keberadaan Escherichia coli yang pengambilan sampelnya dari dua titik yaitu bagian hulu dan hilir dan dilakukan melalui metode MPN yang terdiri dari tiga tahap, yaitu: uji penduga, uji penguat, dan uji lengkap, adalah sebagai berikut: A. Hasil uji penduga (Presumptive test) Media yang digunakan untuk uji penduga adalah Laktosa broth. Untuk pembuatan medium Laktosa broth diperlukan 13 gram Laktosa broth kemudian dilarutkan dalam 1000 ml aquades. Uji penduga yang menggunakan Laktosa broth merupakan uji awal dalam metode MPN. Pada uji penduga reaksi positif ditandai adanya gelembung atau gas di dalam tabung reaksi yang berisi tabung durham. Tabung durham digunakan untuk menangkap gas akibat fermentasi laktosa menjadi asam dan gas. Pada uji penduga perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah tabung yang positif .
Gambar 4.2. Hasil uji penduga menggunakan tabung durham menunjukkan adanya gelembung gas Hasil uji penduga dapat diamati pada tabel berikut: 1. Hasil penelitian pada bagian hulu Bendungan Bilibili Tabel 4.3. Hasil uji penduga bagian hulu Bendungan Bilibili Pengenceran Kombinasi MPN MPN/100 ML (Tabel MPN Seri 7) 10 ml
5
10¯¹ ml
1
10¯² ml
1
>240
Nilai MPN/ML >240
Tabel 4.3 menunjukan bahwa pada pengenceran 10 ml untuk bagian hulu Bendungan Bilibili yang menggunakan 5 tabung reaksi yang masing-masing 27
berisi tabung durham semuanya positif, untuk pengenceran 10¯¹ dan 10¯² juga hasilya positif yang ditandai timbulnya kekeruhan dan gelembung pada tabung reaksi. Kombinasi MPN 5 1 1 artinya untuk pengenceran 10 ml ada 5 tabung yang hasilnya positif, pengenceran 10¯¹ ada 1 tabung yang positif, dan pada pengenceran 10¯² juga satu tabung reaksi yang hasilnya positif. MPN /100 ml > 240 artinya jumlah tabung yang positif untuk kombinasi 5 1 1 dapat dilihat pada tabel MPN seri 7 yaitu >240 koloni bakteri. Nilai MPN/ml untuk air di bagian hulu Bendungan Bilibili adalah: Rumus: Nilai MPN/ML = Nilai MPN/100 ML 100 Nilai MPN/ ML = >240 X 100 = >240 Coliform 100 Jadi, nilai MPN/ ml untuk air di bagian hulu Bendungan Bilibili adalah >240 Coliform. 2. Hasil penelitian pada bagian hilir Bendungan Bilibili Tabel 4.4. Hasil uji penduga bagian hilir Bendungan Bilibili Pengenceran Kombinasi MPN MPN/100 ML (Tabel MPN Seri 7) 10 ml
5
10¯¹ ml
1
10¯² ml
0
240
Nilai MPN/ML 240
Tabel 4.4 menunjukan hasil pengamatan pada bagian hilir Bendungan Bilibili. Untuk pengenceran 10 ml yang menggunakan 5 tabung reaksi yang di dalamnya berisi tabung durham dan pengenceran 10¯¹ yang terdiri dari 1 tabung reaksi yang berisi tabung durham hasilnya positif adanya coliform ditandai adanya kekeruhan dan gelembung pada tabung reaksi. Timbulnya gelembung pada tabung reaksi karena bakteri coliform memiliki kemampuan untuk memfermentasi laktosa. Untuk pengenceran 10¯² tidak ditemukan adanya gelembung pada tabung reaksi. Hal ini menunjukan bahwa pada pengenceran 10¯² untuk bagian hilir Bendungan Bilibili hasilnya negatif adanya coliform. Kombinasi MPN 5 1 0 pada tabel 4.2 maksudnya adalah untuk pengenceran 10 ml, kelima tabung reaksi yang berisi tabung durham hasilnya positif, begitu pula untuk pengenceran 10¯¹ untuk 1 tabung yang berisi tabung durham hasilnya positif adanya coliform. Angka nol pada kombinasi MPN 10¯² menunjukan hasil yang negatif. Nilai MPN/ ml untuk air di bagian hilir Bendungan Bilibili adalah: Rumus: Nilai MPN/ML = Nilai MPN/100 ML 100 Nilai MPN/ ML = 240 X 100 = 240 Coliform 100 Jadi, nilai MPN/ml untuk air di bagian hilir Bendungan Bilibili adalah 240 Coliform Hasil pengamatan pada uji penduga menunjukan adanya perbedaan konsentrasi bakteri coliform yang mengkontaminasi air di bagian hulu dan hilir Bendungan Bilbili. Perbedaan tersebut belum diketahui pasti penyebabnya tetapi 28
berdasarkan hasil pengamatan penulis, perbedaan konsentrasi bakteri coliform di hilir dan di hulu Bendungan Bilibili disebabkan karena pada bagian hulu tempat saya mengambil sampel ada beberapa rumah makan yang sangat dekat dengan air dan limbahnya langsung dibuang ke dalam air sehingga memungkinkan bakteri Coliform untuk bertumbuh lebih cepat. Sedangkan pada bagian hilir lebih sedikit nilai MPN Coliformnya karena jarak pemukiman warga dengan bagian hilir Bendungan Bilibili lumayan jauh. B. Hasil uji penguat (Confirmed test)
Gambar 4.3 Hasil uji penguat yang menunjukkan gas disebabkan oleh kuman koliform Tabung yang memperlihatkan gas pada uji penduga dilanjutkan dengan uji penguat. Uji penguat dilakukan untuk menegaskan bahwa gas yang terbentuk disebabkan oleh kuman koliform dan bukan karena kerja sama beberapa spesies sehingga menghasilkan gas. Media yang digunakan dalam uji penguat adalah BGLB (Briliant green laktose broth). C. Kualitas Air Kualitas air bendungan Bilibili pada sampel yang diambil pada hulu dan hilir bendungan Bilibili menunjukkan kualitas air bersih kelas C sesuai SK. Dirjen PPM dan PPL dan SK JUKLAK PKA tahun 2001/2002 yaitu kategori air jelek karena mengandung bakteri koliform ≥ 240 koloni bakteri yang dipengaruhi oleh tempat pengambilan sampel yang dekat dengan pemukiman warga dan beberapa rumah makan yang sekaligus digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, yang memungkinkan bakteri koliform tumbuh lebih cepat. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Nilai MPN/ml air dibagian hulu Bendungan Bilibili adalah > 240 Coliform (E. coli) artinya untuk air pada hulu Bendungan Bilibili mengandung lebih dari 240 koloni bakteri Esscherchia coli per mililiter. Sedangkan nilaqi
29
MPN/ml pada air dibagian hilir Bendungan Bilibili adalah 240 Coliform artinya untuk air pada hilir Bendungan Bilibili mengandung 240 koloni bakteri Esscherchia coli per mililiter. 2. Kualitas air bendungan Bilibili pada sampel yang diambil pada hulu dan hilir bendungan Bilibili menunjukkan kualitas air bersih kelas C yaitu kategori air jelek karena mengandung bakteri koliform ≥ 240 koloni bakteri yang dipengaruhi oleh tempat pengambilan sampel yang dekat dengan pemukiman warga dan beberapa rumah makan yang sekaligus digunakan sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga, yang memungkinkan bakteri koliform tumbuh lebih cepat. B. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan bakteri koliform atau bakteri lain pada air di bendungan Bilibili dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekitar yang menggunakan air bendungan yang sudah terkontaminasi limbah rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA Kusnaedi. 2004. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor Untuk Air Minum. Jakarta: Puspa Swara. Lee Soesetyono. H, 1980. Peran Air Dalam Hubungan Dengan Penularan Penyakit. Majalah Kesehatan Masyarakat Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air, Yogyakarta: Kanisius. P 17 Dwidjoseputro. D, 1987. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang Pelczar, M.J dan E. C. S. Chan. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta Kelly. F. C. et al, 1951. Mikrobiologi, Edition 2. Apleeton Century-Crofts, New York. P 379-380 Deni. 2000. Uji Penurunan Surfaktan Dengan Menggunakan Fotokatalis Titaniumdioksida. Skripsi. Universitas Negeri Semarang Djide N, 2013. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Hasanudin. Makassar Fardiaz. S, 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU. IPB
30
PEMERIKSAAN KUALITAS PERAIRAN BERDASARKAN ANALISA BIODIVERSITAS FITOPLANKTON (Studi Kasus Pada Pembuangan Limbah Cair Hasil Buangan PT. KIMA Makassar) Muh Sri Yusal & Ahmad Hasyim 5 ABSTRAK Fitoplankton merupakan tumbuhan akuatik yang bebas melayang dan hanyut dalam badan air serta mampu berfotosintesis yang menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya.Keanekaragaman fitoplankton dalam suatu ekosistem perairan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan akibat pengaruh pencemaran. Keanekaragaman yang tinggi (jumlah spesies) menunjukkan kondisi lingkungan yang lebih baik, sebaliknya dengan keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies) menunjukkan kondisi lingkungan yang buruk. Penelitian ini bertujuan untuk (1). Mengetahui biodiversitas fitoplankton yang terdapat pada saluran pembuangan limbah cair hasil olahan PT. KIMA Makassar; (2). Mengetahui kualitas perairan dan tingkat pencemaran pada saluran pembuangan limbah cair hasil olahan PT. KIMA Makassar. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan dan identifikasi di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komposisi jenis yang ditemukan sebanyak 9 jenis, yang diwakili oleh 3 divisi yaitu Chrysophyta, Bacillariophyta, Ochrophyta. Kepadatan tertinggi fitoplankton adalah pada jenis Chaetoceros sp 3366,66 individu/l sedangkan kepadatan terendah ditemukan pada jenis Skeletonema sp sebesar 391,46 individu/l. Nilai indeks dominansi berkisar 0.2995–0.5635; nilai indeks keseragaman berkisar 0, 2878-0,3976. Sedangkan Indeks diversitas fitoplankton berkisar antara 0.6472–0.8107. Hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut tercemar berat. Kata Kunci: Fitoplankton, biodiversitas, Kualitas Perairan
PENDAHULUAN Aktivitas yang terjadi di sepanjang daerah aliran sungai atau saluran perairan dapat menyebabkan terbentuknya karakteristik tersendiri bagi suatu ekosistem. Pembuangan yang berasal dari limbah industri akan menyebabkan terjadinya perubahan ekosistem dan struktur komunitas/populasi organisme yang hidup diperairan tersebut. Organisme yang mampu menyesuaikan diri terus berkembang jika didukung ketersediaan makanan yang banyak, namun bagi organisme yang mempunyai daya adaptasi yang rendah tidak dapat bertahan dan akan terseleksi oleh perubahan keadaan lingkungan. Pembuangan limbah kedalam suatu sistem air akan memberikan pengaruh pada badan air sehingga mengganggu aktivitas berbagai organisme yang hidup pada perairan tersebut. Salah satu organisme yang hidup adalah planktonik, suatu organisme yang pergerakannya mengikuti arus. Fitoplankton, meskipun tidak 5
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
31
dikenal oleh sebagian masyarakat namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam ekosistem perairan di mana plankton merupakan produsen utama selain tumbuhan air lainnya didalam rantai makanan diperairan karena kemampuannya untuk proses fotosintesis (Nybakken, 1992). Kepadatan fitoplankton suatu perairan dapat memberi informasi tentang tentang kesuburan perairan, yang dalam hal ini merupakan ukuran kemampuan suatu perairan dalam menampung atau mendukung kehidupan organisme perairan tersebut dengan demikian tinggi rendahnya produktifitas suatu perairan juga ditentukan oleh banyaknya plankton diperairan tersebut. Keanekaragaman fitoplankton dalam suatu ekosistem perairan dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi perairan akibat pengaruh pencemaran. Keanekaragaman yang tinggi (jumlah spesies) menunjukkan kondisi lingkungan yang lebih baik, sebaliknya dengan keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies) menunjukkan kondisi lingkungan yang buruk (Nontji, 2002). Salah satu industri yang memanfaatkan sungai sebagai tempat pembuangan akhir air limbah setelah pengolah adalah PT. KIMA (Kawasan Industri Makassar). Perusahaan ini menyediakan lahan dan berbagai fasilitas lain bagi investor yang ingin menanamkan modal dan membuka suatu usaha industri. Hingga saat ini PT. KIMA Makassar telah menampung sejumlah 127 industri yang bergerak dalam bidang usaha yang tentu saja menghasilkan berbagai macam limbah dalam proses. Dalam menanggulangi dampak pencemaran limbah industri tersebut, PT. KIMA Makassar mengadakan pengolahan limbah air atau Waste Water Treatment Plant (WWTP) yang berperan dalam mengolah limbah cair yang dihasilkan oleh industri-industri yang berada dalam lingkungan PT. KIMA Makassar. Hasil dari pengolahan tersebut disalurkan melalui saluran yang bermuara pada anak Sungai Tallo. Melihat besarnya kemungkinan aliran sungai tersebut mencemari anak Sungai Tallo maka di adakan penelitian untuk mengetahui biodiversitas fitoplankton sebagai indikator pencemaran air pada saluran pembuangan limbah cair hasil olahan PT. KIMA Makassar . METODOLOGI A. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi pada saluran pembuangan limbah cair hasil olahan PT. KIMA Makassar yang bermuara pada anak Sungai Tallo yang berlangsung pada bulan Januari sampai Agustus 2013. 2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian adalah: Plankton-Net no 25, Botol sampel, Ember plastik, Termometer, Salinometer, pH meter, Titrasi winkler, Secchi disck, Mikroskop Binokuler, Buku Identifikasi Plankton, SRC (Sedwigck-Rafter), Pipet skala, Perahu motor, Sampel air berisi fitoplankton, Alkohol 10%, Formalin 2 %, Kertas label, Tissue roll, 3. Pengambilan sampel Pengambilan sampel di lakukan secara acak dengan menggunakan Plankton-Net no.25 dengan menyaring air sebanyak kurang lebih 100 liter. Hasil saringan ditampung kedalam botol sampel yang diberi alkohol 10% dan formalin
32
2% kemudian diberi label sesuai stasiun pengambilan untuk setiap stasiun, pengambilan sampel di lakukan siang hari sebanyak 2 kali dengan interval waktu 1 minggu. 4. Pengukuran parameter lingkungan Sebagai data penunjang bersamaan dengan pengambilan sampel di lakukan juga pengukuran beberapa parameter lingkungan yaitu suhu air, kandungan O2 terlarut , salinitas air dan kecerahan air. 5. Pengamatan dan Identifikasi Sampel Pengamatan sampel di lakukan dengan melakukan mikroskop dan perhitungan secara kuantitatif dengan menggunakan SRC yang bervolume 2 ml. Identifikasi sampel fitoplankton dilakukan di laboratorium dengan menggunakan buku Davis C.C, Michigan State. B. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang diambil dalam penelitian adalah data primer. Teknik pengambilan data pada masing masing jenis data dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan dan laboratorium. C. Teknik Analisis Data Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Plankton/m3 (N) = T X P X V X 1 L p v W Dimana; N : Kuantitas plankton (Plankter/liter) L : Jumlah kotak SCR perlapang (0,01 m) T : Total kotak SCR = 1000 P : Jumlah plankton yang teramati p : Jumlah kotak SCR yang teramati = 200 V : Volume contoh plankton dalam botol = 100 ml v : Volume contoh plankton dalam SCR = 1 ml W : Volume air yang disaring dengan plankton net =10 ltr 1. Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks keanekaragaman “Diversity Index” (H’) merupakan indeks ekologi yang menggambarkan/melukiskan keadaaan populasi organisme secara matematis agar mempermudah dalam menganalisis informasi jumlah individu masingmasing jenis pada suatu komunitas. Menghitung nilai keanekaragaman jenis digunakan indeks Shannon-Wiener dalam Fachrul (2007) sebagai berikut : s
H= -
pi ln pi i 1
Dimana: H= indeks Keanekaragaman ni Pi= , N N=jumlah total individu seluruh jenis ni=jumlah individu tiap jenis
33
Penilaian tingkat keanekaragaman jenis berdasarkan Indeks Keanekaragaman Shanon Wiener (Lee et al, 1975 dalam Fachrul, 2007) adalah sebagai berikut: H’ < 1,0 = Keanekaragaman sangat rendah 1,0 ≤ H’ ≤ 1,59 = Keanekaragaman rendah 1,6 ≤ H’ ≤ 2,0 = Keanekaragaman sedang H’ > 2,0 = Keanekaragaman tinggi Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat pencemaran suatu perairan atau penentuan kualitas perairan suatu daerah atau wilayah. Dasar penilaian kualitas air berdasarkan nilai indeks keanekaragaman dapat dilihat dalam Tabel berikut: Tabel 5.1. Kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman ShannonWiener (Odum, 1994):
Nilai >2,0 1.6-2.0 1.0 - 1.59 <1,0
Indeks Kualitas Air Tidak Tercemar Tercemar Ringan Tercemar Sedang Tercemar Berat
2. Indeks Keseragaman (E) Keseragaman adalah komposisi jumlah individu dalam setiap genus yang terdapat dalam komunitas. Indeks keseragaman (Evenness index) yang digunakan berdasarkan fungsi Shannon-Wiener untuk mengetahui sebaran tiap jenis makrozoobentos dalam luasan area pengamatan (Fachrul, 2007). Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1. Semakin kecil nilai indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai indeks keseragaman, maka populasi menunjukkan keseragaman, yang berarti bahwa jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata. Indeks keseragaman dihitung dengan menggunakan rumus Hilis Eveness Index (Krebs, 1989): H E= ln S Dimana: E= indeks keseragaman H’= indeks keanekaragaman S= jumlah spesies atau jenis Nilai keseragaman suatu populasi akan berkisar antara 0 - 1 dengan kreteria: E > 0,6 keseragaman tinggi; 0,4 < E < 0,6 keseragaman sedang; E < 0,4 keseragaman rendah (Brower et al, 1990 dalam Wijayanti, 2007).
34
3. Indeks Dominansi (C) Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai famili yang mendominansi dalam suatu komunitas. indeks dominansi digunakan rumus Simpson Simpson Index of Dominance sebagai berikut (Krebs, 1989):
D
nini 1
N N 1 Dimana, D= indeks dominansi Simpson ni= jumlah individu tiap jenis N= jumlah total individu seluruh jenis Dengan kriteria : Apabila nilai C mendekati 0 (nol) = Tidak ada jenis yang mendominansi Apabila nilai C mendekati 1 (nol) = Ada jenis yang mendominansi Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan, maka nilai indeks dominansinya mendekati nol. HASIL dan PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Fitoplankton Komposisi jenis dengan persentase Plankton yang ditemukan Pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar, dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2. Komposisi jenis dan persentase plankton yang ditemukan Pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar Divisi/Filum (Persentase) Chrysophyta (33 %) Bacillariophyta (56 %)
Ochrophyta (11 %) 100 %
Kelas
Jenis Plankton
Bacillariophyceae
Cyclotella sp
Bacillariophyceae
Chaetoceros sp Rhizosolenia sp Pleurosigma sp Coscinodiscus sp Skeletonema sp Planktonella sp
Coscinodiscophyceae
9 Jenis
Pada Tabel 5.2 tersebut memperlihatkan divisi Bacillariophyta mendominasi di aliran air pada saluran pembuangan yaitu sebanyak 5 jenis dari 9 jenis yang ditemukan atau dengan persentase 56 %. Kemudian dari divisi Chrysophyta 1 jenis (11 %), divisi Ochrophyta 1 jenis (11 %). Banyaknya jenis plankton yang ditemukan dari phylum Bacillariophyta disebabkan oleh karena
35
Diatome mempunyai sifat kosmopolit atau tahan terhadap kondisi ekstrim, mudah beradaptasi dan daya reproduksinya yang tinggi.
Komposis Jenis Fitoplankton Perphylum Ochoriphyta 11% Chrisophyta 33%
Bacillariophyta 56%
Gambar 5.1. Grafik persentase (%) jenis plankton tiap divisi/filum Pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar 1. Kepadatan Fitoplankton Hasil perhitungan kepadatan selama penelitian menunjukkan bahwa kepadatan fitoplankton tertinggi diperoleh pada jenis Chaetoceros sp yaitu 3366,66 individu/liter. Sedangkan kepadatan terendah pada jenis Skeletonema sp adalah 583,332 individu per/liter. Tinggi rendahnya nilai rata-rata kepadatan plankton tergantung pada banyak sedikitnya jumlah individu tiap spesies. Jika jumlah individu tiap spesies banyak maka nilai kepadatannya tinggi, sebaliknya jika jumlah individu tiap spesies sedikit maka nilai kepadatannya juga rendah. Penyebaran fitoplankton di dalam suatu perairan dipengaruhi oleh angin, aliran sungai yang masuk atau arus kedalaman perairan up welling, variasi unsur nutrien, aktivitas grazing dan adanya pencampuran aliran air. 2. Indeks Dominansi plankton Nilai indeks dominasi plankton pada Saluran Pembuangan Limbah Cair hasil olahan PT. KIMA Makassar dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3.Indeks Dominasi Plankton Pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar Indeks Dominasi Plankton Stasiun Jumlah Rata-rata % Minggu I Minggu II I 0.241701 0.249777 0.491478 0.3665895 9.90917224 II 0.237655 0.26689 0.504545 0.3711 10.03109423 III 0.190556 0.217798 0.408354 0.299455 8.094479446 IV 0.137655 0.26689 0.404545 0.3711 8.03109423 IV 0.218608 0.243864 0.462472 0.34054 9.205035917 Stasiun Indeks Dominasi Jumlah Rata-rata %
36
V VI Jumlah
Plankton Minggu I Minggu II 0.232247 0.252016 0.468108 0.1908984 2.988875 1.4212434
0.484263 1.0590064 4.4101184
0.358255 0.5635572 3.6994967
9.683884838 53.07633333 100
Dari table 5.3 diperoleh rata-rata nilai indeks dominasi plankton berkisar antara 0.2995–0.5635 Nilai tertinggi yaitu 1.0590064 (56.07 %) diperoleh pada stasiun V dan nilai terendah yaitu 0.404545 (8.03 %) diperoleh pada stasiun IV. Menurut Odum (1996), bahwa nilai indeks dominasi berkisar dari 0-1. Nilai indeks dominasi mendekati nol (0) berarti tidak ada yang mendominasi pada daerah tersebut dan nilai yang mendekati satu (1) berarti ada yang mendominasi. Dari kisaran nilai rata-rata indeks dominasi yang diperoleh pada minggu I dan minggu II mendekati nol (0), berarti tidak ada yang mendominasi pada saluran tersebut, dengan demikian tidak ada jenis-jenis yang mengendalikan daerah perairan tersebut. 3. Indeks Diversitas plankton Nilai indeks diversitas plankton pada saluran pembuangan hasil pengolahan limbah cair di PT. KIMA Makassar dapat dilihat pada tabel 5.4. Tabel 5.4. Indeks Diversitas Plankton pada Saluran Hasil Olahan PT KIMA Makassar Diversitas Plankton Stasiun Jumlah Minggu I Minggu II I 0.654359 0.644173 1.298532 II 0.662167 0.632421 1.294588 III 0.749135 0.717464 1.466599 IV 0.720665 0.690751 1.411416 V 0.665372 0.644775 1.310147 VI 0.87368 0.747728 1.621408 Jumlah 4.325378 4.077312 8.40269
Pembuangan Limbah Cair Rata-rata
%
0.649266 0.647294 0.7332995 0.705708 0.6550735 0.810704 4.201345
15.4537654 15.40682805 17.45392249 16.79719233 15.59199494 19.29629678 100
Berdasarkan Tabel 5.4 kriteria derajat pencemaran menurut indeks diversitas Shannon-Wienner, maka pada saluran pembuangan limbah cair di PT. KIMA Makassar telah mengalami pencemaran berat karena rata-rata nilai indeks diversitasnya <1,0. Rendahnya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang tidak seimbang karena tidak ada jenis fitoplankton tertentu yang dominan dalam suatu komunitas. Ekosistem yang tidak seimbang akan mempengaruhi pakan alami sehingga jika pakan alami tidak tersedia maka kelangsungan hidup larva organisme akan terancam. Banyaknya spesies yang terdapat dalam suatu perairan akan menyebabkan semakin besar pula keanekaragamannya dan nilai ini sangat bergantung pada jumlah individu masing-masing spesies. Kemampuan fitoplankton bervariasi dalam memanfaatkan unsur hara, sehingga memungkinkan terjadi pertumbuhan fitoplankton yang aktif, namun diikuti oleh keanekaragaman yang rendah karena 37
adanya beberapa spesies yang bereaksi secara langsung dan memperlihatkan pertumbuhan yang tepat. 4. Indeks Keseragaman Tabel 5.5. Indeks keseragaman spesies pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar Indeks Keseragaman Spesies Stasiun Minggu I Minggu II I 0.297812 0.293176 II 0.301365 0.287827 III 0.340946 0.326532 IV 0.327989 0.314374 V 0.302824 0.29345 VI 0.397629 0.340305 Nilai indeks keseragaman (E) menunjukkan tingkat tersebut keseragaman organisme yang berada di suatu ekosistem yang berhubungan dengan jumlah individu dari masing-masing jenis dan berkaitan dengan kestabilan kondisi lingkungan. Dari tabel 4 menunjukkan nilai indeks keseragaman (E): 0, 2878-0,3976 yang menunjukkan bahwa nilai tersbut mendekati nol (0), berarti organisme pada perairan tersebut tidak seragam disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak stabil, serta penyebaran jumlah individu tidak sama dan tidak ada kecenderungan terjadi dominasi oleh satu spesies. B. Nilai Parameter Lingkungan Nilai beberapa parameter lingkungan yang di ukur selama penelitian dapat dilihat pada tabel 5 di bawah: Tabel 5.6. Hasil pengukuran beberapa parameter lingkungan selama penelitian Pada Saluran Pembuangan Limbah cair hasil Olahan PT. KIMA Makassar No Parameter Stasiun 1. 2. 3. 4. 5.
0
Suhu ( C) Salinitas (ppt) pH DO (ppm) Kecerahan (cm)
I 28.3 25-26 7.75 2.9 25.0
II 28.3 27-28 7.74 3.2 19.0
III 29.7 27-28 7.84 4.2 19.0
IV 28.4 30-31 7.82 1.3 19.0
V 28.5 28-29 7.86 4.8 18.0
VI 29.4 31-32 8.29 4.5 21.1
1. Suhu Kisaran suhu yang diperoleh ke-6 stasiun penelitian adalah antata 280C 290C. Menurut sachlan (1972) bahwa plankton akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada suhu 200C -300C. Shetty et al menyatakan bahwa kehidupan plankton membutuhkan suhu berkisar antara 260C-350C. Jika suhu naik maka laju metabolisme hewan air juga naik sehingga kebutuhan O2 terlarut juga naik. Kebutuhan O2 terlarut bagi organisme perairan akan meningkat dua kali lipat
38
dengan adanya kenaikan suhu 100C. Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa kisaran suhu yang diperoleh selama penelitian dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. 2. Salinitas Keadaan salinitas yang diperoleh adalah berkisar antara 25 ppt - 32 ppt. Sachlan (1972) menyatakan bahwa salinitas berpengaruh pada kehidupan dan perkembangan plankton. Plankton akan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas 0 ppt - 25 ppt. Pada salinitas 0 - 10 ppt akan ditemukan plankton air tawar, salinitas 20 ppt akan ditemukan plankton air laut dan pada salinitas 10 ppt - 20 ppt akan ditemukan plankton air tawar dan air laut. Dengan demikian kandungan salinitas di stasiun penelitian sangat mendukung kehidupan jenis plankton yang hidup di sekitarnya. Tingginya salinitas yang terukur selama penelitian disebabkan oleh musim yaitu musim kemarau, yang menyebabkan air sangat surut akibat evaporasi yang terjadi tanpa diimbangi presipitasi. 3. pH Derajat keasaman (PH) merupakan faktor lingkungan yang cukup penting karena mempengaruhi susunan jenis dan proses-proses hidup organisme yang ada di dalamnya sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk menyatakan baik buruknya suatu perairan sebagai media lingkungan hidup, walaupun baik buruknya suatu perairan masih tergantung pada faktor-faktor lain. Dalam kehidupan organisme perairan, derajat keasaman (pH) menentukan terlarutnya beberapa zat. Nilai derajat keasaman ini akan mempunyai produktifitas suatu perairan. Air yang bersifat basa atau netral cenderung lebih produktif di bandingkan dengan air yang bersifat asam. Hasil pengukuran terhadap pH pada saluran pembuangan limbah cair hasil olahan PT. KIMA Makassar diperoleh berkisar antara 7.74 - 8.29. Benarjea (1967) menyatakan bahwa perairan dengan pH antara 5.5 – 6.5 termasuk perairan yang tidak produktif, pH antara 6.5 – 7.5 termasuk perairan yang produktif dan pH 7.5 – 8.5 mempunyai produktivitas yang sangat tinggi sedangkan perairan dengan pH >8.5 dikategorikan sebagai perairan yang juga produktif. Derajat keasaman (pH) merupakan faktor lingkungan yang cukup penting untuk mempengaruhi susunan jenis dan proses-proses hidup organisme. Dari kisaran pH yang terukur menunjukan bahwa perairan pada saluran tersebut dikategorikan perairan yang produktif. 4. Oksigen Terlarut (DO) Kandungan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 1.3 - 4.8 ppm. Kandungan oksigen terlarut dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain suhu, kemampuan difusi O2 dari atmosfir ke perairan, aktivitas organisme air dan dekomposisi bahan-bahan organik tersebut. Menurut Koesbiono (1981), kandungan oksigen terlarut minimum 2 ppm sudah cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Jadi, pada stasiun I dan IV, kandungan oksigen terlarut tidak cukup untuk mendukung kelangsungan hidup organisme yang ada pada stasiun tersebut secara normal.
39
5. Kecerahan Kecerahan air yang diperoleh selama penelitian berkisar antara 18 -25 cm. Warna air yang tidak normal biasanya merupakan indikasi terjadinya pencemaran air. Kekeruhan menunjukan sifat optis air, yang mengakibatkan pembiasan cahaya ke dalam air. Kekeruhan ini terjadi karena adanya bahan yang terapung dan terurainya zat tertentu, seperti bahan organik jasad renik, lumpur tanah liat dan benda lain yang melayang atau terapung dan sangat halus. Adanya bahan-bahan yang melayang (“suspended matter”) dan tingginya nilai kekeruhan dipermukaan air dekat pantai menyebabkan penetrasi cahaya akan berkurang. Selanjutnya Boyd (1979) menyatakan bahwa kekeruhan karena lumpur akan membatasi penetrasi cahaya matahari hingga kedalaman sekitar 30 cm, sehingga mengganggu pertumbuhan fitoplankton. Kekeruhan dapat disebabkan oleh suspensi partikel yang secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan organisme perairan. Nilai kecerahan yang diperoleh selama penelitian tergolong rendah tapi dianggap masih dapat mendukung kehidupan fitoplankton yang hidup di sekitarnya. Menurut Santoso (2007) yang menyatakan bahwa kecerahan suatu perairan sangat menentukan sejauh mana cahaya matahari dapat menembus suatu perairan dan sampai kedalaman berapa proses fotosintesis dapat berlangsung sempurna. Kecerahan yang mendukung adalah apabila pinggan seichi disk mencapai 20-40 cm dari permukaan. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis fitoplankton selama penelitian pada Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Komposisi jenis yang ditemukan sebanyak 9 jenis, yang diwakili oleh 3 divisi yaitu Chrysophyta, Bacillariophyta, Ochrophyta. Kepadatan tertinggi fitoplankton adalah pada jenis Chaetoceros sp 3366,66 individu/l sedangkan kepadatan terendah ditemukan pada jenis Temora sp sebesar 391,46 individu/l. Indeks diversitas fitoplankton berkisar antara 0.647294–0.810704. Hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut tercemar berat. 2. Kualitas perairan saluran pembuangan limbah cair hasil olahan PT. KIMA Makassar dikategorikan sebagai perairan yang tercemar untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan organisme di sekitarnhya. B. Saran Perlu dilakukan penelitian secara periodik mengenai biodiversitas phytoplankton di sepanjang Saluran Pembuangan Limbah Cair Hasil Olahan PT. KIMA Makassar untuk mengetahui perubahan yang terjadi di saluran pembuangan limbah PT. KIMA Makassar dan sekitarnya. DAFTAR PUSTAKA Boyd, CE and . Lickkeppler. 1979. Water Quality Management For Pond Fish Culture. International Center For Agriculture Experiment Auburn University, Alabama. Devis, C. C, 1955. The Marine and The Freshwater Plankton, Michigan state Univ, Press, Chicago.
40
Elyazar, N., M.S. Mahendra & I.N. Wardi, 2000. Dampak aktivitas masyarakat terhadap tingkat pencemaran air laut di Pantai Kuta Kabupaten Badung serta upaya pelestarian lingkungan. Hutabarat S dan Stewart M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. Barus, T. A. 2004. Faktor-Faktor Lingkungan Abiotik Dan Keanekaragaman Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba. Journal Mahasiswa Dan Lingkungan XI: 61-70. Dahuri, R., et. all., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, R., 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT . Pradnya Paramita. Jakarta. Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumberdaya Hayati Lingkungan Perairan. Kanysius. Yogyakarta. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta Krebs, C.J., 1989. Ecological Methodology, University of British Colombia, New York
41
ANALISIS TINGKAT KEASAMAN (pH ) AIR HUJAN DI KOTA MAKASSAR Eka Apriyanti6 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Tingkat keasaman air hujan di Wilayah Kota Makassar, (2) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bertujuan membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu. Pengambilan sampel dilakukan secara purpossive pada enam stasiun yakni: Alauddin, Kima, Karebosi, Pantai Losari, Veteran, dan Bantimurung (Maros) sebagai pembanding. Selanjutnya sampel diukur dengan menggunakan pH meter digital. Data penelitian ini diperoleh dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi dan pengamatan langsung dilokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari pustaka dan literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hujan di wilayah Kota Makassar belum tergolong dalam kategori hujan asam, dan rentang pH antara 6,25-7,83, tetapi terdapat dibeberapa wilayah Kota Makassar dengan tingkat keasaman air hujan mencapai 6. Hal ini diduga karena adanya aktivitas transportasi, industri, udara, arah angin, gedung dan penataan kota yang kurang baik, ini berpengaruh terhadap tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar. Kata Kunci: Tingkat keasaman (pH), Air hujan
PENDAHULUAN Masalah hujan asam tidak hanya meningkat sejalan dengan pertumbuhan Ilmu Pengetahun dan Teknologi (IPTEK), perkembangan proses industrialisasi dan sistem transportasi, tetapi telah berkembang menjadi masalah yang lebih luas sehubungan dengan meningkatnya tuntutan kualitas yang fungsional. Penggunaan cerobong asap yang tinggi untuk mengurangi polusi lokal berkontribusi dalam penyebaran hujan asam, karena emisi gas yang dikeluarkannya akan masuk ke sirkulasi udara normal di tiap regional yang memiliki jangkauan lebih luas. Seringkali hujan asam terjadi di daerah yang jauh dari lokasi sumbernya, dimana daerah-daerah tertentu yang cenderung memperoleh lebih banyak curah hujan seperti di daerah pegunungan, karena tingginya curahhujannya . Dampak perkembangan teknologi dan kemajuan industri tersebut banyak menimbulkan masalah penurunan kualitas daya dukung lingkungan yang pada akhirnya merusak badan lingkungan itu sendiri atau melewati ambang batas tertentu. Istilah hujan asam pertama kali digunakan Robert Angus Smith pada tahun 1972, ia menguraikan tentang keadaan di Manchester, sebuah kawasan industri di bagian utara Inggris. Hujan asam ini pada dasarnya merupakan bagian dari peristiwa terjadinya deposisi asam. Hal ini bisa terjadi di daerah perkotaan, karena 6
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
42
adanya pencemaran udara dari lalu lintas yang berat/padat dan daerah yang langsung terkena udara yang tercemar dari pabrik. Hujan asam disebabkan oleh belerang (sulfur) yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil serta nitrogen di udara yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan keasaman tanah dan air permukaan yang berbahaya bagi ekosistem (Laras, 2006: 3). Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (2010), hujan asam karena proses industri telah menjadi masalah yang penting di beberapa Negara, seperti Republik Rakyat Cina, Eropa Barat, Rusia dan negara-negara lain, termasuk Indonesia. Demikian halnya seperti Kota Makassar merupakan daerah yang tingkat populasi kendaraanya sangat padat, dan aktivitas udara di beberapa tempat, sehingga keberdaan zat-zat polutan ini di udara tentu akan berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan kimia yang terjadi di dalamnya. Salah satu dampaknya ialah berpotensi menimbulkan hujan asam di wilayah Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar. METODOLOGI A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang bersifat deskriptif untuk membuat pencandraan (deskriptif) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerah tertentu. B. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah air hujan yang turun pada beberapa titik pengamatan di wilayah Kota Makassar serta satu titik pengamatan sebagai pembanding Bantimurung (Maros).Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan cara purpossive sampling, dimana sampel diambil berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun titik sampling yang dipilih dalam penelitian ini yaitu terdapat pada 6 stasiun penelitian, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3.1 berikut: Tabel 6.1. Deskripsi Lingkungan Lokasi penelitian No Stasiun Deskripsi Lingkungan 1 Alauddin Daerah ini merupakan jalan protokol yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor 2 Kima Daerah ini merupakan kawasan industri 3 Karebosi Daerah ini merupakan jalan poros untuk akses semua jenis kendaraan bermotor 4 Veteran Daerah yang padat kendaraan dan
43
merupakan pusat perbengkelan 5 6
Pantai Losari Maros (pembanding)
Sebagai daerah pariwisata Daerah yang masih terbilang alami dan dikelilingi olehgunung
Sumber: Data Primer 2013 C. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Makassar, dengan membagi titik atau lokasi penelitian yang telah ditentukan. D. Penentuan Tingkat Keasaman Air Hujan Tingkat keasaman dan mutu air hujan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 bahwa yang tergolong dalam hujan asam adalah hujan dengan pH dibawah 5,6. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pencatatan Stasiun meteorologi Maritim Paotere, secara ratarata kelembaban udara sekitar 77 persen, temperatur udara sekitar 26,2˚ C29,3˚ C, dan rata-rata kecepatan angin 5,2 knot. Pola curah hujan rata-rata Kota Makassar antara lain dipengaruhi oleh letak Geogrfis, yang berdasarkan pada kontur hujan di Sulawesi Selatan atau tepatnya di sebelah barat Kota Makassar. Tingginya curah hujan Kota Makassar setiap bulan harus dipahami dengan situasi kota yang terletak dipinggir pantai sebuah semenanjung Sulawesi Selatan yang di tengahnya terdapat barisan bukit. A. Hasil Penelitian 1. Sifat Asam Air Hujan di Kota Makassar Makassar saat ini merupakan kota yang berkembang, maka segala bentuk kegiatan manusia terutama dalam bidang industri dan transportasi ini merupakan kontribusi terbesar dalam proses pencemaran udara. Dengan adanya emisi di udara maka kecenderungan terjadinya deposit asam yang sangat besar, karena emisi di udara ini berkaitan erat dengan air hujan sehingga terbentuk hujan asam. Hujan asam didefinisikan sebagai hujan dengan pH dibawah 5,6 dan hujan secara alami di bawah 6. Pada kondisi hujan asam dapat menyebabkan reproduksi beberapa jenis plankton terhambat, sementara pH 6 atau lebih tinggi akan membantu proses reproduksi atau pertumbuhan populasi plankton tersebut (Darmono, 2008: 17). Kecenderungan pH air hujan rata-rata di wilayah Kota Makassar yang diwakili oleh 5 lokasi dengan 3 kali pengamatan seperti ditunjukkan oleh Gambar 6.1.
44
pH1
pH2
pH3
pH (rataan)
8.0
pH
7.5 7.0 6.5 6.0 5.5
AL
KB
KM
PL
VT
pH1
7.11
6.89
6.84
7.13
7.78
pH2
7.29
6.42
7.5
7.25
7.83
pH3
7.5
7.2
6.3
6.25
7.51
pH (rataan)
7.3
6.8366
6.88
6.8766 7.7066
BM
7.8 7.8
Gambar 6.1. Tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar dan Maros AL, KB, KM, PL, VT dan BM masing-masing secara beruntut menunjukkan Lokasi: Alauddin, Karebosi, Kimia, Veteran, dan Bantimurung (sebagai pembanding). Dari data pengukuran pH air hujan selama satu bulan yang dilakukan sebanyak tiga kali pengujian untuk tiap lokasi, seperti di tunjukkan grafik diatas, bahwa hasil yang didapatpun diketahui bahwa pH air hujan di Kota Makassar berkisar 6,25-7,83, sementara pH air hujan pada lokasi pembanding Bantimururng (BM) adalah 7,8. Tingkat keasaman air hujan di Kota Makassar menunjukkan kecenderungan yang bervariasi untuk setiap lokasi. Hal tersebut di diduga dipengaruhi oleh aktivitas transportasi, kegiatan industri, dan iklim lokal yakni arah angin. Berdasarkan hasil analisis ini menunnjukkan bahwa hujan di Kota Makassar belum tergolong hujan asam, walaupun di beberapa lokasi menunjukkan air hujannya pada level (pH<7). Tabel 6.2. Tingkat Keasaman Air Hujan Pada Beberapa Lokasi Di Wilayah Kota Makassar Yang Diwakili Oleh 5 Lokasi Dengan 3 Kali Pengamatan Seperti Ditunjukkan Oleh Tabel 3 Pengukuran Pengukuran Pengukuran Lokasi pH Rataan I II III Alauddin 7,11 7,29 7,5 7,3 Karebosi 6,89 6,42 7,2 6,84 Kima 6,84 7,5 6,3 6,88 Pantai Losari 7,13 7,25 6,25 6,88 Veteran 7,78 7,83 7,51 7,7 Bantimurung 7,8 7,8 Sumber: Data Primer, 2013 Dari data tabel 6.2 menunjukan pH air hujan di tiap lokasi menunjukkan hasil yang berbeda, berdasarkan hasil analisa pH air hujan yang dilakukan sebanyak tiga kali pengujian untuk tiap lokasi, hasil yang didapatpun diketahui 45
bahwa pH air hujan di Kota Makassar berkisar 6,25-7,83, sementara pH air hujan pada lokasi pembanding Bantimururng (BM) adalah 7,8. Tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar menunjukkan kecenderungan yang bervariasi untuk setiap lokasi. Hal tersebut di diduga dipengaruhi oleh iklim lokal, transportasi, dan kegiatan industri.Berdasarkan hasil analisis ini menunnjukkan bahwa hujan di wilyah Kota Makassar belum tergolong hujan asam. 2. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Keasaman Air Hujan a. Pengaruh Jenis Kegiatan Terhadap Tingkat Keasaman Air Hujan Dari hasil penelitian dibeberapa lokasi penelitian, pengukuran volume kendaraan dibeberapa wilayah di Kota Makassar, diperoleh sebagian ruas jalan raya yang banyak dilalui kendaraan bermotor dan berbagai jenis kegiatan dalam kota yang meliputi kegiatan sektoral seperti pemukiman, komersial, dan industri, hal ini berpengaruh terhadap tingkat keasaman air hujan, karena merupakan sektor potensial dalam mencemari udara kota, dapat dilihat pada 4 lokasi penelitian diruas jalan wilayah Kota Makassar pagi dan sore, dan PT. Kima merupakan pusat industri di Kota Makassar, volume kendaraan seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 6.3. Tabel 6.3. Lokasi Penelitian pada Ruas Jalan Raya di Kota Makassar Tiap 1 Jam Sibuk Pagi dan Sore Jumlah Kendaraan Yang Lewat (Unit) Lokasi Pagi Sore Alauddin 14382 14430 Karebosi 15116 13400 Kima 2602 3420 Pantai losari 5230 6510 Veteran 13913 13400 Total Rata-rata 51243 51160 Sumber: Data Primer, Februari 2013 b. Pengaruh Arah Angin Terhadap Sifat Asam Air Hujan Angin merupakan salah satu unsur cuaca dan iklim. Angin adalah udara yang bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi ke daerah bertekanan udara rendah. Berat atau ringannya suatu pencemaran udara di suatu wilayah sangat bergantung pada iklim lokal, topografi, kepadatan penduduk, gedung, banyaknya industri yang berlokasi di wilayah tersebut, penggunaan bahan bakar dalam industri, suhu udara panas di lokasi, dan kesibukan transportasi. Dari data pengukuran pH air hujan selama satu bulan yang dilakukan sebanyak tiga kali pengujian untuk tiap lokasi, hasil yang yang didapatpun diketahui bahwa arah angin di wilayah Kota Makassar untuk tiap lokasi sangat signifikan, sehingga kondisi tersebut dapat mempengaruhi sifat asam air hujan di wilayah ini. Dari hasil penelitian air hujan di wilayah Kota Makassar yang diwakili oleh 5 lokasi penelitian,dan Bantimurung (sebagai pembanding). Arah angin di Kota Makassar dapat dilihat seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 6.4, 6.5 dan 6.6.
46
Tabel 6.4. Pengaruh Arah Angin Terhadap Sifat Asam Air Hujan Pada Beberapa Lokasi di Wilayah Kota Makassar Tanggal 01 Februari 2013 No.
Lokasi
Waktu Pengukuran
1
Alauddin
09:30
2
Karebosi
06:45
3
Kima
08:30
4
Pantai Losari
05:25
5
Veteran
06:15
Arah dan Kec. Angin Timur Laut 0,8 m/dt
Suhu
pH
28˚ C
7.11
Timur Laut 0,8 m/dt
28˚ C
6.89
Barat Daya 1,5 m/dt Timur Laut 0,8 m/dt Timur 2,8 m/dt
27˚ C
6.84
28˚C
7.13
26˚C
7.78
Sumber: Data Primer, Februari 2013 Tabel 6.5. Pengaruh Arah Angin Terhadap Sifat Asam Air Hujan Pada Beberapa Lokasi di Wilayah Kota Makassar Tanggal 16 Februari 2013 No.
Lokasi
Waktu Pengukuran
1
Alauddin
10:30
2
Karebosi
04:45
3
Kima
10:20
4
Pantai Losari
02:54
5
Veteran
03:00
Arah dan Kec. Angin Barat Laut 3,0 m/dt Barat Laut 3,0 m/dt Timur 2,1 m/dt Barat Daya 4,1 m/dt Barat Daya 4,1 m/dt
Suhu
pH
32˚ C
7.29
32˚ C
6.42
25˚ C
7.50
31˚ C
7.25
31˚ C
7.83
Sumber: Data Primer, Februari 2013 Tabel 6.6. Pengaruh Arah Angin Terhadap Sifat Asam Air Hujan Pada Beberapa Lokasi di Wilayah Kota Makassar Tanggal 28 Februari 2013 No.
Lokasi
1
Alauddin
2
Karebosi
3
Kima
4
Pantai Losari
5
Veteran
6
Maros (Bantimurung)
Waktu Pengukuran 08:30 09:30 09:58 12:30 12:45 02:45
Sumber: Data Primer, Februari 2011
47
Arah dan Kec. Angin Timur 1,5 m/dt Timur 1,5 m/dt Timur Laut 1,0 m/dt Barat Daya 3,6 m/dt Barat Daya 3,6 m/dt Timur Laut 2,2 m/dt
Suhu 28˚ C 25˚ C 28˚ C 26˚ C 26˚ C 25˚ C
pH 7.50 7.20 6.30 6.25 7.51 7.80
c. Pencemaran Udara Permasalahan lingkungan yang kerap mengancam kota-kota besar seperti Makassar, saat ini adalah pencemaran udara terutama yang bersumber dari emisi kendaraan bermotor. Sebagai wilayah dengan kepadatan penduduk dan intensitas ekonomi yang cukup tinggi sekaligus sebagai pusat kegiatan industri seperti Makassar membutuhkan suatu moda transportasi. Keputusan Mentri Negara Lingkungan Hidup No. KEP – 45/MENLH/10/1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. Kep – 107/KABAPEDAL/11/1997 Tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Indeks Standar Pencemar Udara. Parameter indeks standar pencemar udara sebagaimana dimaksud dalam kepmen LH diatas, meliputi: 1) Partikulat (PM 10); 2) Karbon Monoksida (CO); 3) Sulfur Dioksida (SO2); 4) Nitrogen dioksida (NO2); 5) Ozon (O3). Di daerah perkotaan yang ramai seperti Kota Makassar, gas pencemar berasal dari asap kendaraan, gas buangan pabrik, pembangkit tenaga listrik, asap rokok, sangat erat dengan aktivitas manusia, gas pencemar tersebut yang menyebabkan polusi udara karena kandungan bahan kimia (Darmono, 2008: 128129, 138-153). B. Pembahasan Dari hasil penelitian yang di lakukan selama satu bulan diperoleh sebagian wilayah di Kota Makassar yang padat dan banyak dilalui transportasi, contohnya seperti di Jl. Alauddin volume kendaraan relatif tinggi, dan pH air hujan di lokasi ini rendah yaitu pada level 7,3, sementara angin berada pada posisi barat laut. Berbeda dengan daerah pantai losari dan karebosi tingkat keasaman air hujan tinggi, dengan derajat keasaman pH mencapai 6,84 di Karebosi, dan pH 6,88 di Pantai Losari. Hal ini di sebabkan oleh faktor arah angin dan kepadatan lalu lintas di daerah sekitarnya, arah angin berada pada posisi barat daya, arah angin di daerah pantai losari yaitu dari barat daya, hal ini merupakan kontribusi gas dari kendaraan bermotor pada lokasi di posisi timur laut yang relatif tinggi. Pada lokasi Jl. Veteran, yang merupakan daerah padat kendaraan dan merupakan pusat perbengkelan, diperoleh pH air hujan pada level 7,7. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor arah dan kecepatan angin, dimana kecepatan angin pada wilayah ini relatif lebih kencang dibanding dengan lokasi pengambilan sampel yang lain, yakni sebesar 4,1 m/dt. Kecepatan arah angin dapat mempengaruhi polutan yang terdapat di udara dimana proses pengenceran polutan akan berlangsung lebih cepat ataupun polutan akan terbawa oleh angin ke wilayah lainnya. Berbeda dengan Kima yang merupakan pusat industri di Makassar, tingkat keasaman air hujan yaitu pada level 6,88 dan yang dominan adalah kontribusi gas polutan yang berasal dari aktivitas industri dan faktor arah angin. Bantimurung (Maros) sebagai pembanding merupakan daerah yang terbilang alami dan lingkungannya masih memenuhi konsep ekologis yang cukup untuk meminimalisasi adanya pencemaran polutan di udara. Sifat dan karakter
48
ekologisnya dapat diklasifikasikan dari beberapa jenis tumbuhan, tanaman, dan vegetasi endemik yang mampu mereduksi jenis polutan di daerah tersebut. Maka, setelah dilaksanakan penelitian, dapat diketahui bahwa air hujan di wilayah Kota Makassar belum tergolong dalam kategori hujan asam, yakni dengan rentang pH antara 6,25-7,83. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat Keasaman air hujan di Kota Makassar bervariasi ditiap stasiun atau lokasi penelitian yakni arah angin, kepadatan arus transportasi, aktivitas industri, serta penataan ruang wilayah yang kurang baik, sehingga Salah satu dampaknya ialah berpotensi menimbulkan hujan asam di wilayah Kota Makassar. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar pada tahun 2013, Maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Setelah dilaksanakan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa air hujan di wilayah Kota Makassar belum tergolong dalam kategori hujan asam, dengan rentang pH antara 6,25-7,83. 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar antara lain: aktivitas transportasi, industri, udara, arah angin, serta tata kota. B. Saran Dari hasil penelitian penentuan tingkat keasaman (pH) air hujan di Kota Makassar, maka disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Diharapkan bagi masyarakat ikut berperan dalam menurunkan atau membatasi faktor-faktor penyebab terjadinya hujan asam agar tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar tetap dalam kondisi normal. 2. Disarankan bagi pemerintah agar dapat mengambil suatu kebijakan yaitu upaya pencegahan dan/atau pengendalian penanggulangan pencemaran udara serta pemulihan mutu udara agar berada pada batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor dan dari buang gas industri, yang sifatnya dapat mengendalikan tingkat keasaman air hujan di wilayah Kota Makassar. 3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan agar tidak melakukan aktivitas yang dapat menunjang terjadinya hujan asam, dan mengakibatkan kualitas daya dukung lingkungan menurun, seperti pencemaran udara kota. DAFTAR PUSTAKA Ariffin.(2003). Dasar Klimatologi. Unit Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas.Brawijaya. Malang. pp. 196. Ansari. (2008). “Konsep Dasar Klimatologi”, Pelatihan Pemanfaatan Informasi Iklim.Vol. 9.PP. 123-142.
49
Aljabaro, R. (2007), ”Tugas Akhir Institut Teknologi Bandung”, Estimasi Curah Hujan Menggunakan data Satelit Geostasioner, Vol. 20. PP. 51-58. Benyamin, L.(1994), Dasar-Dasar Klimatologi, Jakarta, Raja Grafindo, pp. 124126. Darmono, (2008). Lingkungan Hidup Dan Pencemaran, Hubungannya Dengan Nam et.al. (2001),“Hujan Asam”,Penyebab dan Proses Pembentukan Hujan Asa m.Vol. 1. PP. 10-16. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun (1999), “ Pengendalian Pencemaran Udara” Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun (2009),“Tentang Pemanfaatan Air Hujan”. Soekidjo Notoatmodjo, (2002), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rinekacipta. PP. 48-70. Suharsimi Arikunto. (2002), Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta. PP. 112. Singarimbun, (1989), Metode Penelitian Survey, Jakarta, Lp3es. PP. 57 Stoker dan Seager dalam Srikandi Fardiaz, (1992), Polusi Air dan Udara, Bogor, Kansius (Anggota IKAPI). PP. 110-112. Stoker dan Seager dalam Srikandi Fardiaz, (1992), Polusi Air dan Udara, Bogor, Kansius (Anggota IKAPI): 104-105).
50
POLA DISTRIBUSI BENIH PADI BERSERTIFIKAT MELALUI KEMITRAAN DI KECAMATAN KAHU KABUPATEN BONE Nur Aslindawati7 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis sumber daya alam dan manusia penunjang pola distribusi benih padi bersertifikat ditingkat petani. (2) mengidentifikasi factor pendukung dan penghambat pola distribusi benih padi bersertifikat ditingkat petani. (3) menganalisis tingkat pendapatan dan efesiensi dalam penggunaan pola distribusi benih bersertifikat ditingkat petani dan (4) mekanisme pelaksanaan kemitraan antara petani padi dengan pengusaha / pedagang benih padi. Penelitian ini dilaksanakan di sentra pengembangan padi Kecamatan Kahu Kabupaten Bone. Pengambilan sampel menggunakan teknik acak berstruktur stratifikasi dengan mengambil 10 % atau 20 orang petani padi. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam dan manusia dapat meningkatkan pendapatan petani padi di Kabupaten Bone. Usahatani padi yang melakukan pola distribusi benih padi bersertifikat melalui kemitraan Rp. 15,660.000 per hektar dengan R/C Ratio 5,07 Sedangkan usahatani padi yang tidak melakukan pola distribusi benih padi bersertifikat dengan kemitraan dengan pedagang / pengusaha memberikan keuntungan sebesar Rp. 14.000.000 per hektar dengan R/C Ratio 3,60. Kata kunci : Distribusi, Benih ,Kemitraan PENDAHULUAN Dalam upaya untuk meningkatkan produksi pangan terutama padi pemerintah melalui Depertemen Pertanian melepas Varietas unggul baru, Pelepasan Varietas tersebut di usulkan oleh pemulia tanaman yang ada pada Badan Litbang Pertanian, Badan Tenaga Nuklir, Perguruan Tinggi maupun Swasta. Varietas yang dilepas memiliki keunggulan yang lebih baik di banding varietas yang telah dilepas sebelumnya dalam hal :potensi hasil, rasa nasi, tahan terhadap hama / penyakit. Yang proses produksi benih bina harus melalui proses sertifikasi dan apabila akan di edarkan harus di beri label ( Anonim 1995 ). Penggunaan benih bersertifikat dari Varietas unggul merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan produksi padi, oleh karena itu bagi petani dalam melakukan kegiatan usaha tani merupakan syarat mutlak dalam meningkatkan hasil dan kwalitas produksi benih unggul bersertifikat akan memperoleh beberapa keuntungan antara lain, dapat meningkatkan produksi persatuan luas dan waktu, disamping dapat meningkatkan mutu hasil yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Memperhatikan kondisi pasar, terdapat pangsa pasar benih padi bersertifikat yang cukup potensial, dan bertitik tolak dari beberapa hal tersebut 7
Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
51
maka areal penangkaran dirasa perlu dikembangkan dan diperlukan beberapa strategi yang tepat guna melaksanakan kegiatan penangkaran benih padi. Pola distribusi benih bersertifikat perlu di tata dengan baik untuk memperlancar/mempermudah petani mendapatkan benih bersertifikat sesuai kebutuhan dan selerah Varietas yang diinginkan pengembangan usahataninya. Ketersediaan saluran-saluran distribusi yang dekat para petani serta kesanggupan pelayanannya dengan baik, akan membantu peningkatan pogram penyediaan benih-benih bersertifikat, bahwa benih tersebut penyediaannya mencukupi dan serta muda diperoleh jika mereka perlukan (Ance,G.Kartasaputra.2003). Benih padi bersertifikat di Kabupaten Bone merupakan sarana produksi terpenting pertama dari sarana produksi lainnya, yang dibutuhkan oleh petani. Untuk itu pemenuhan ketersediaan dan pendistribusian benih perlu ada dukungan dari dinas terkait yaitu melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Oleh karena itu pembinaan Kelompok tani penangkar untuk memperoduksi benih dengan mitra BUMN dalam hal ini PT. Sang Hiyang Seri dan PT. Pertani untuk memperbanyak benih bersertifikat untuk membantu penyediaan benih disesuaikan kebutuhan dan Varietas yang diinginkan petani. Penangkaran benih yang dilakukan di Kabupaten Bone belum sesuai apa yang diharapkan, dimana penangkar belum mampu memproduksi benih bersertifikat siap salur ke petani, tapi masih melalui mitra BUMN sebagai penghasil benih untuk diolah kembali untuk menjadi Benih Bersertifikat melalui Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB), yang pembinaan lapangannya diawasi oleh Pengawas Benih Tanaman yang ada di Kabupaten, . Bantuan Benih Bersertifikat yang diberikan oleh Pemerintah Pusat melalui Dinas Pertanian Tanaman Pangan kadang petani tidak bisa menyelesaikan masalah karena disamping Varietas yang disediakan tidak disenangi juga jumlahnya sedikit. Untuk dapat melihat perkembangan Luas tanam dan distribusi Benih Bersertifikat dari tahun ketahun mengalami peningkatan. Jelasnya dapat dilihat pada table 7.1. Tabel 7.1. Perkembangan Luas Tanam dan Dan Penggunaan Benih Padi Bersertifikat di Kabupaten Bone 2010. No
Tahun
Luas Tanam ( Ha )
Benih Bersertifikat ( Berlabel ) ( Ton )
Benih Tidak Bersertifikat (Berlabel ) ( Ton )
1
2006
104.057
1.363
2.800
2
2007
154.875
1.995
3
2008
145.075
2.264
4.198 3.539
4
2009
122.177
4.104
5
2010
167.528
5.642
.049 571
Sumber : BPSB TPH Kabupaten Bone 2010.
Tabel 7.1 menunjukkan bahwa penggunaan benih masih sangat kecil dibanding luas areal yang ada. Kondisi seperti yang diuraikan diatas
52
menggambarkan bahwa Kabupaten Bone dalam upaya pendistribusian benih bersertifikat perlu mendapat perhatian, dengan suatu alternatif kebijakan untuk menanggulangi masalah yang dihadapi oleh petani selama ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi sumberdaya alam dan manusia menunjang pola distribusi benih padi bersertifikat ditingkat petani, mengkaji faktor pendukung dan penghambat pola distribusi benih padi bersertifikat melalui kemitraan dengan produsen/pengusaha benih di Kabupaten Bone, dan menganalisis perbedaan pendapatan usahatani padi yang melakukan dan tidak melakukan pola distribusi benih padi bersertifikat melalui kemitraan di Kabupaten Bone. METODOLOGI A. Metode Pengambilan Data Metode pengambilan data dilakukan dengan mengambil data sekunder dan primer yang sebelumnya di lakukan observasi awal. 1. Data Primer Data primer yakni data yang diperoleh dengan cara wawancara dengan responden dengan menggunakan quisioner, informasi mengenai karakteristik responden menggunakan : - Umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, luas garapan, jumlah tanggungan, keluarga. - Jenis dan jumlah sarana produksi yang digunakan, biaya yang dikeluarkan, jumlah produksi dan pendapatan. - Perlakuan terhadap fungsi-fungsi pemasaran. - Saluran pemasaran, margin pemasaran 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain (external data), beberapa data informasi dari dukomen, laporan atau langsung dari instansi terkait seperti : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultu, Pusat Statistik, Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Kantor Bupati Kabupaten Bone. B. Metode Penelitian Metode dalam penelitian ini dilakukan dengan cara bertahap sebagai berikut: 1. Tahap pertama, dipilih satu wilayah Kecamatan secara sengaja yakni Kecamatan Kahu Kabupaten Bone dengan pertimbangan bahwa Kecamatan tersebut merupakan wilayah sentra pengembangan penangkaran benih padi yang melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan dengan swasta. 2. Tahap kedua, pada kecamatan tersebut dipilih empat desa/ yang termasuk desa pengembangan penangkaran benih padi yaitu Desa Cenranae, Desa Sanrego, Desa Palakka dan Desa Biru. 3. Tahap ketiga, pada keempat desa tersebut dilakukan pemilihan petani responden sebagai unit analisis tingkat petani dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang antara lain 20 orang petani padi yang melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan dan 20 orang petani padi yang tidak melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan, antara lain 10 orang petani di desa cenranae, masing masing 5 petani yang melakukan pola
53
distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan dan 5 orang petani padi tidak melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan. 14 orang petani di desa sanrego, masing masing 7 petani yang melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan dan 7 orang petani padi tidak melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan. 10 orang petani di desa Palakka, masing masing 5 petani yang melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan dan 5 orang petani padi tidak melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan 6 orang petani di desa Biru masing masing 3 petani yang melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan dan 3 orang petani padi tidak melakukan pola distribusi benih bersertifikat melalui kemitraan. masing – masing 10 % dari 250 petani padi yang dipilih secara acak. 4. Tahap keempat mencari dan memilih penyuluh pertanian dan tokoh masyarakat serta pengusaha/pedagang masing – masing satu pada masing – masing desa yang telah melakukan pola distribusi benih dengan pengusaha benih untuk mendapatkan imformasi. C. Pengolahan dan Analisis Data Sebagaimana permasalahan dan tujuan penelitian ini seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, maka yang digunakan metode analisis, sebagai berikut: 1. Menggunakan metode analisa pendapatan dengan rumus sebagai berikut: a, Pendapatan Π = TR – TC, dimana : (Soekartawi, 1990) Π = Pendapatan TR = Total revenue TC = Total cost b. Nisba biaya dan pendapatan ( R/C ratio )
R/C =
Penerimaan Kotor Biaya Produksi
2. Menggunakan metode analisa deskriptif, tentang pendekatan kemitraan, yang mencakup : kelembagaan, produksi/teknologi, pembiayaan, pemasaran dan sumberdaya manusia. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pola Distribusi Benih padi Bersertifikat Dalam memproduksi benih bersertifikat, petani ( penangkar ) melakukan aktifitas dilokasi terpilih dengan bekerjasama/bermitra dengan PT. Sang Hiyang Seri (SHS) secara formal, harus melibatkan dan disetujui oleh BPSB, Dalam bekerjasama/bermitra PT.SHS menyediakan benih jenis BP sekaligus melakukan pembinaan dan pengawasan, sedangkan petani menyediakan sarana produksi dan tenaga kerja. Harga jual hasil yang diterima petani 10 % diatas harga gabah yang berlaku di pasar. Setelah jadi benih BR, kemudian benih ini diteruskan ke distributor yang telah ditunjuk. Masing-masing distributor mempunyai agen subdistributor yang berkedudukan ditingkat Kecamatan. Dari agen ini selanjutnya didistribusikan ke kios-kios/pengecer. Petani sebagai konsumen benih pada umumnya membeli dari kios ke pengecer.
54
Di Kabopaten Bone harga pembelian gabah calon benih kering sawah (CBKS) pada petani penangkar yang bermitra BUMN yaitu PT.SHS atau PT Pertani dengan harga Rp 3000/kg ,harga jual dipabrik Rp 5.850/kg, sedangkan harga dipedagang penyalur atau distributor Rp 6,000 / kg, sementara harga jual oleh pedagang pengecer mencapai Rp 6.150/kg – Rp 6.300/kg. Dengan demikian marjin keuntungan distributor dan pengecer masing-masing Rp 150 /kg dan Rp 100 – Rp 250/kg. Sementara hasil penelitian menunjukkan marjin keuntungan yang di terima PT.SHS tanpa subsidi, distributor dan agen sebesar Rp 100/kg, benih yang diperdagangkan atau sekitar 3,4 % terhadap harga eceran atau 4,2 % terhadap biaya produksi. Sedangkan marjin keuntungan yang diperoleh ditingkat pengecer dua kali dari pelaku lainnya ( Rp 200/kg ) marjin ke untungan relative tinggi namun volume benih yang dijual kecil. B. Analisis Biaya Dan Pendapatan Petani Responden Usahatani Padi Yang Melakukan Dan Tidak Pola Distribusi Melalui Kemitraan Benih Padi Bersertifikat. Untuk mengetahui seberapa besar pendapatan petani padi yang melakukan dan tidak melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih padi bersertifikat, diadakan analisa pendapatan dan nisba biaya ( R/C ratio ). Analisis pendapatan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah menganalisis pendapatan petani padi yang melakukan dan tidak melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih padi persertifikat. Tabel 7.2. Pendapatan petani padi yang melakukan pola distribusi melalui kemitraan adalah sebagai berikut :benih padi persertifikat. NO I II
)III
Uraian Produksi Biaya Variable A. Benih B. Pupuk - Urea - ZA - SP.36 - NPK C. Tenaga kerja - Teraktor - Tanam - Panen D. Obat-obatan Biaya Tetap C. Penyusutan Alat D. PBB Pendapatan I - (II + III) R/C Ratio
Fisik (ton kg/ ltr) 6,500
Harga satuan ( Rp ) 3.000
Nilai ( Rp ) 19.600.000.
25 1.270 250 100 250 100
10.000
250.000
1.600 1.400 2.000 2.300
400.000 140.000 500.000 230.000
1 5 5 2
1,000.000 50.000 50.000 60.000
1.000.000 250.000 250.000 120.000
1 1 ha
500.000 200.000
500.000 200.000
19.500.000 19.500.000
3.840.000 3.840.000
15.660.000 5,07
Sumber : Data primer setelah diolah, 2011 Dari hasil perhitungan dan nisba biaya diatas menunjukkan bahwa pendapatan petani padi yang melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat adalah signifikan dimana setiap penambahan modal sebanyak Rp 100 akan menghasilkan Rp 507 dengan R/C Ratio 5,07 ternyata lebih besar dari satu 55
( >1 ) sehingga usahatani padi yang dilakukan petani yang melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat adalah menguntungkan. Tabel 7.3. Pendapatan petani padi yang tidak melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih padi persertifikat. NO I II
Uraian Produksi Biaya Variable A. Benih B. Pupuk - Urea - ZA - SP.36 - NPK C. Tenaga kerja - Teraktor - Tanam - Panen D. Obat-obatan
III
Fisik (ton kg/ ltr) 5.000
Harga satuan ( Rp) 2800
30
6.500
325.000
200 50 150 50
1.600 1.400 2.000 2.300
320.000 70.000 300.000 115.000
1 5 5 3
1.000.000 50.000 50.000 60.000
1 1 ha 14.000.000 14.000.000
300.000 200.000 3.389.000 3.389.000
Biaya Tetap E. Penyusutan Alat F. PBB Pendapatan I - (II + III) R/C Ratio
Nilai (Rp) 14.000.000
1.000.000 250.000 250.000 180.000 300.000 200.000 10.611.000 4,13
Sumber : Data primer setelah diolah, 2011 Dari hasil perhitungan dan nisba biaya diatas menunjukkan bahwa pendapatan petani padi yang tidak melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat adalah signifikan, dimana setiap penambahan modal sebanyak Rp 100 akan menghasilkan Rp 413 dengan R/C Ratio 4,13 ternyata lebih besar dari satu ( >1 ) sehingga usahatani padi yang dilakukan petani yang tidak melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat adalah menguntungkan. Tabel 7.4.Pendapatan Per Hektar Petani Padi Melakukan dan Tidak melakukan Pola Distribusi Melalui Kemitraan Benih Bersertifikat.Kecamatan Kahu Kabupaten Bone 2011. No 1 2
Uraian melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat tidak melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat Selisih
TR 19.500.000
TC 3.840.000
Π ( Rp ) 15.660.000
14.000.000
3.389.250
10.611.000
5.500000
451.000
5.049.000
Sumber : Data primer diolah 2011. Berdasarkan tabel 7.4 menunjukkan bahwa petani melakukan pola distribusi melalui kemitraan benih bersertifikat mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp 5.049.000 setiap hektar permusim.
56
C. Faktor Penghambat dan Pendukung Pelaksanaan Petani Padi Yang Melakukan Dan Tidak Melakukan Pola Distribusi Benih Bersertifikat Melalui Kemitraan. 1. Faktor pendukung petani yang melakukan pola kemitraan a. Petani padi memperoleh kemudahan dalam pemasaran hasil. b. Hasil produksi dapat meningkat c. Harga yang diperolrh dengan menjual keperusahaan lebih tinggi dari harga pasar d. Dapat mengambil benih kwalitas baik dengan mencicil dan dapat mengembalikannya jika benih tidak baik e. Karena diajak teman atau ketua kelompo Dari uraian mekanisme pelaksanaan pola distribusi melalui kemitraan, memberikan suatu gambaran strategi usaha yang dilakukan oleh dua pihak untuk meraih keuntungan bersama dengan perinsip saling membutuhkan.Pada usahatani padi subsistem hulu petani padi membutuhkan bantuan modal dan pengusaha/pedagang benih padi membutuhkan hasil produksi padi atau bahan baku dari petani padi. Dalam usahatani padi subsistem hulu petani padi menjadi kuat sedangkan dalam usahatani subsistem hilir pedagang / pengusaha benih padi juga menjadi kuat. Petani padi kuat karena input terpenuhi, produksinya meningkat, kepastian pasar dan pendapatan meningkat sedangkan pengusaha menjadi kuat karena kepastian pembelian hasil produksi padi, biaya operasional berkurang, pendapatan meningkat dan investasi bertambah. 2. Faktor penghambat petani padi melakukan pola distribusi benih melalui kemitraan. a. Kendala teknis Petani padi pembayaran atas pembelian benih petani oleh BUMN yaitu PT.SHS dan PT. Pertani yang disebabkan perubahan rencana dan realisasi b. Kendala tidak jadinya pembelian oleh perusahaan, yang berarti adanya pelanggaran yang telah disepakati antara penangkar dengan perusahaan walaupun petani merasa dirugikan karena panennya tidak jadi. c. Sering terjadi keterlambatan pengambilan gabah calon benih yang telah dipanen sehingga gabah menjadi rusak dan harganya turun.. Persepsi petani padi yang tidak melakukan pola distribusi benih melalui kemitraan dengan pengusaha / pedagang benih padi. Untuk mengetahui persepsi petani padi tentang alasan, dan saran – saran tersebut, didalam wawancara dengan petani padi yang tidak melakukan pola distribusi benih melalui kemitraan dengan pengusaha/pedagang benih sebagai informasi kunci adalah: . 1. Petani bebas menjual produksinya kepada pengusaha / pedagang. 2. Petani tidak mau terikat kepada pengusaha / pedagang . 3. Petani sudah nampu membiayai usaha taninya. 4. Petani tidak punya lahan hanya sebagai penggarap. 5. Petani takut berutang. Petani bebas menjual produksinya kepada pengusaha / pedagang. 6. Petani tidak mau terikat kepada pengusaha / pedagang . 7. Petani sudah nampu membiayai usaha taninya. 8. Petani tidak punya lahan hanya sebagai penggarap. 9. Petani takut berutang.
57
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: terdapat perbedaan pendapatan petani padi yang melakukan pola distribusi benih padi bersertifikat melalui pola kemitraan yaitu Rp 15.660.000 dengan R/C ratio 5,07 sedangkan petani padi yang tidak melakukan pola distribusi benih padi bersertifikat melalui pola kemitraanyaitu Rp 10.611.000 dengan R/C Ratio 4.13. Factor pendukung petani melaksanakan pola kemitraan adalah benih dapat diperoleh dengan sistim ansuran dan benih bila rusak dapat dikembalikan dan harga lebih tinggi jika menjual ke perusahaan, sedangkan hambatan seringnya terjadi keterlambatan gabah calon benih yang telah dipanen sehingga gabah rusak dan harganya turun akibat terlambatnya realisasi pembelian PT>SHS dan PT.Pertani. DAFTAR PUSTAKA AAK, 1990. Budidaya Tanaman Padi Departemen Pertanian, 1992. UndangUndang Republik Indonesia No. 12 Tentang Sistem Budidaya Tanaman, Jakarta. Anonim, 1995. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta 30 desember 1995. Untuk Penelitian.Alpabeta,Bandung. Ance.G.Kartasapoerto,2003.Teknologi Benih.PT.RINEKA PUTRA,Jakarta Bina Produksi,2008. Petunjuk Teknis Pelayanan kegiatan Kultivar dan Sertifikasi Depertemen Pertanian,1992. Undang-Undang Republik Indonesia NO.12 Tentang Sistrm Budidaya Tanaman,Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 1993. Pedoman Teknis Produksi, Penyalur dan Penyimpanan Benih Padi dan Palawija, Direktorat Bina Produksi Padi dan Palawija. Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 1993. Cara Produksi Benih Padi, Direktora Bina Produksi Padi dan Palawija, Jakarta. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura,1999. Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Direktorat Bina Perbenihan,Jakarta. Dinast Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2003. Pengembangan Sistim dan Agribisnis Perbenihan, Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan. Dinast Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2008, Petunjuk Teknis pelayanan Kegiatan Kultivar dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan Propinsi Sulawesi Selatan. Lita Sutopo,2002.Teknologi Benih. Edisi Revisi Cet 5, Jakarta, PT.Raja Grapindo persada. 2002. Masyumi, 1993. The Power Of Partnership. Sadjad,S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Gramedia Widia Sarana Indonesia Jakarta. Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Edisi Revisi, Cetakan Kedelapan PT. Grafinda Persada. Jakarta. Sugiyono, 1998.Statistik Non Parametris Untuk Penelitian. Alfabata, Bandung.
58
PENGARUH LOCUS OF CONTROL DAN NEED FOR ACHIEVEMENT TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA MELALUI HASIL BELAJAR (Studi Kasus pada Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang) Musdalifah8
ABSTRAK Penelitian ini merupakan jenis penelitian asosiatif kausalitas yang bersifat ex-post factodengan menggunakan teknik analisis jalur (path analysis).Penelitian ini dilakukan di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dengan jumlah populasi terbatas berjumlah 278 mahasiswa. Selanjutnya teknik pengambilan sampel dilaksanakan dengan caraproportional random sampling, sehingga diperoleh sampel 164 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM, 2) locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM, 3) need for achievement tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM, 4) need for achievement tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM, 5) hasil belajarberpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM, 6) locus of controlberpengaruh tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui hasil belajar, 7) need for achievement tidak berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui hasil belajar. Dalam penelitian ini, variasi locus of control, need for achievement, dan hasil belajarmampu menjelaskan variasi intensi berwirausaha sebesar 63,4% dan selebihnya 36,6% dijelaskan oleh variabel diluar model penelitian.Sejalan dengan temuan hasil penelitian yang telah dikemukakan, maka dalam upaya peningkatan intensi berwirausaha, disarankan untuk memahami pentingnya menumbuhkan dan mengoptimalkan karakteristik mahasiswa yang berorientasi locus of control sebagai salah satu faktor internal dalam proses belajar mata kuliah kewirausahaan sehingga dapat mengubah mindset mahasiswa dari job seeker menjadi job creator. Kata kunci:Locus of control, need for achievement, hasil belajar dan intensi berwirausaha PENDAHULUAN Krisis global telah menciptakan multi crisis effect yang membuat banyaknya perusahaan melakukan perampingan organisasi dalam bentuk Pemutusan Hak Kerja (PHK) secara sepihak dan dampaknya adalah meningkatnya jumlah pengangguran terdidik, baik itu lulusan sarjana, SMA dan sederajatnya ataupun yang belum mengenyam pendidikan formal. Namun, berdasarkan dari laporan BPS (Badan Pusat Statistik), dikatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka di Indonesia telah mengalami penurunan dari 6,80% pada Februari 2012 menjadi 8
Program Studi Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
59
6,32% pada Februari 2012. Akan tetapi, pemerintah harus tetap membuat langkah dan upaya yang cerdas untuk mengatasi tingkat pengangguran terdidik yang tidak hanya berorientasi mencari kerja tetapi menciptakan lapangan kerja. Menurut Winarno (06 Januari 2012), salah satu dosen mata kuliah kewirausahaan mengatakan bahwa tingkat intensi berwirausaha yang dimiliki oleh mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi masih relatife rendah.Hal ini didukung oleh hasil observasi yang dilakukan dengan melihat berbagai faktor, seperti rendahnya tingkat keseriusan mahasiswa dalam mengikuti mata kuliah kewirausahaan, kurangnya tanggapan balik yang diberikan mahasiswa ketika berbicara tentang pemilihan karir berwirausaha kedepannya serta ketidaksungguhan dalam mengaplikasikan praktek berwirausaha.Fakta di atas menjadi salah satu alasan untuk mengetahui lebih lanjut tentang intensi berwirausaha mahasiswa di Jurusan Manajemen. Berdasarkan uraian di atas, penelitin menaruh perhatian untuk menguji pengaruh locus of control dan need for achievement terhadap intensi kewirausahaan melalui hasil belajar pada mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Fishbein dan Ajzen dalam Wijaya (2007) menyatakan bahwa intensi merupakan prediktor sukses dari perilaku karena ia menjembatani sikap dan perilaku. Intensi dipandang sebagai ubahan yang paling dekat dari individu untuk melakukan perilaku, maka dengan demikian intensi dapat dipandang sebagai hal yang khusus dari keyakinan yang obyeknya selalu individu dan atribusinya selalu perilaku. Selanjutnya, kegiatan berwirausaha tentu saja tidak luput dari menghadapi resiko bisnis. MenurutRotterdalam Gurol (2006) mengatakan bahwa individu bervariasi dalambanyakhal dan bertanggung jawab pada pribadidalam memahami danmenerimaperilaku serta konsekuensinya.Koh, Riipinen,Hansemark dalam Gurol (2006) bahwa individudenganlocus of controleksternalpercayapada situasi di luar kendalimerekasepertikeberuntungan,nasib danorangmempengaruhi kinerja merekadi berbagaikegiatan.Individu denganlocus of controlinternal percaya bahwa merekasecara pribadimengendalikan peristiwadan konsekuensidalam hidup mereka. Menurut Gurol (2006) hal ini diyakini bahwapengusahamemiliki locus of controlinternal sehingga pengusahaselalu mencaripeluang baru dan percaya pada kemampuannyauntuk mengendalikanperistiwa dalam kehidupan mereka.Sebagai contoh,Giladdalam Gurol (2006),bisa menggunakanlocus of controluntukmembedakanpemilik bisnis yang suksesdan tidak sukses. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter dalam Raffiany (2009) yakni seorang ahli teori pembelajaran social (social learning theory).Pilihan dibuat oleh seseorang dari berbagai macam potensi perilaku yang ada. Seseorang akan belajar dalam membuat suatu keputusan berdasarkan potensi yang ada dalam dirinya dan juga berdasarkan kesempatan yang ada. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personality) yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib sendiri. Teori McCelland dalam Alma (2007: 96) menjelaskan bahwa tingkah laku yang berorientasi kepada prestasi (achievement, oriented behaviour) yang didefinisikan sebagai tingkah laku yang diarahkan terhadap tercapainya standard ofexcellent. Menurut teori tersebut, seseorang yang mempunyai need for achievement yang tinggi selalu mempunyai pola pikir tertentu, ketika
60
iamerencanakan untuk melaksanakan sesuatu, maka akan mempertimbangkan apakah pekerjaan yang akan dilakukan itu cukup menantang atau tidak. McClelland dalam Indarti (2008) menegaskan bahwa kebutuhan akan prestasi sebagai salah satu karakteristik kepribadian seseorang yang akan mendorong seseorang untuk memiliki intensi berwirausaha. Berdasarkan dari penelitian Zain (2010) membuktikan bahwa salah satu factor yang mempengaruhi intensi kewirausahaan seseorang adalah need for achievement. Namun, tidak menutup kemungkinan need for achievement bisa juga tidak berpengaruh pada intensi kewirausahaan, hal ini dapat dilihat pada penelitian Scapinello dalam Indarti etal. (2008), menunjukkan bahwa seseorang dengan tingkat kebutuhan akan prestasi yang tinggi kurang dapat menerima kegagalan daripada mereka dengan kebutuhan akan prestasi yang rendah. Menurut Winkel dalam Rangga (2006), belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar dan hasil belajar tidak dapat terlihat langsung, tanpa seseorang melakukan sesuatu yang memperlihatkan hasil belajar tersebut melalui prestasi belajar. Jadi dalam prestasi akan terlihat hasil belajar. Hasil belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu pencapaian tingkat keberhasilan dari usaha yang telah dilakukan. Bila dikaitkan dengan konsep belajar maka pengertiannya akan mengarah pada suatu yang dicapai dalam belajar. Senada dengan itu Degeng dalam Armiati (2010) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan indikator tentang nilai dan hasil yang diinginkan.Pengetahuan tentang kewirausahaan juga diperoleh melalui belajar. Seorang wirausaha disamping perlu memiliki keterampilan, maka perlu juga didukung oleh pengetahuan kewirausahaan yang cukup. Namun, dalam kajian ini pengetahuan kewirausahaan hanya dibatasi dari kegiatan perkuliahan saja. METODOLOGI A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian asosiatif kausalitas yang bersifat Ex-post Facto.Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh antar variable locus of control dan need for achievement terhadap intensi kewirausahaan melalui hasil belajar dengan ruang lingkup pengujiannya adalah mahasiswa. B. Populasi dan Sampel Penelitian ini dilakukan di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang dengan jumlah populasi terbatas adalah mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi yang telah menempuh mata kuliah kewirausahaan tahun 2011/2012 yang berjumlah 278 mahasiswa.Selanjutnya teknik pengambilan sampel dilaksanakan dengan caraproportional random sampling sehingga sampelnya adalah 164 mahasiswa. C. Variabel Penelitian Variabel penelitian ini terdiri dari (1) variabel bebas, yaitu locus of control dan need for achievementyang diprediksi sebagai sebab yang mempengaruhi variabel terikat, (2) variabel moderator yaitu hasil belajar yang diprediksi memberi pengaruh untuk mengubah hubungan variabel bebas dan variabel
61
tergantung dan (3) variabel terikat (variabel kritis), yaitu intensi berwirausaha yang diprediksi akan muncul sebagai sebagai akibat dari variabel bebas. D. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur (path analysis). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Tahapan analisis yang pertama adalah mengidentifikasi pengaruh variabel locus of control dan need for achievement terhadap hasil belajar Tabel 8.1. Hasil Analisis Regresi Pengaruh X1 dan X2 terhadap Z Coefficients
a
Standardized Coefficients
Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error
Beta
64.430
2.941
LOC
.501
.095
Nach
.091
.083
t
Sig.
21.904
.000
.428
5.270
.000
.088
1.089
.278
a. Dependent Variable: Hasil_belajar
Tahapan analisis yang kedua adalah mengidentifikasi pengaruh variabel locus of control, need for achievement dan hasil belajar terhadap intensi berwirausaha. Tabel 8.2. Hasil Analisis Regresi X1, X2 dan Z terhadap Y Coefficients Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
a.
Std. Error
-14.937
5.151
LOC
.580
.090
Nach
.104
Hasil_belajar
.366
a
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
-2.900
.004
.447
6.416
.000
.074
.092
1.420
.158
.069
.331
5.294
.000
Dependent Variable: Intensi_Berwirausaha
Adapun hasil pengujian hipotesisnya yaitu. a) Hipotesis 1: H01 = locus of controltidak berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM. Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diketahui thitung 6,416 > ttabel 1,96 dan sig. 0.000 < α 0.05. Dengan demikian, H0 ditolak artinya locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM. b) Hipotesis 2: H02 = locus of control tidakberpengaruh signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM.. Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diketahui thitung 5,270 > ttabel 1,96 dan sig. t 0.000 < α 0.05. Dengan 62
demikian, H0 ditolak artinya locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM. c) Hipotesis 3: H03 = need for achievement tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM.Berdasarkan Tabel 4.11 di atas diketahui t hitung 1,420 < ttabel 1,96 dan sig. 0.158 > α 0.05. Dengan demikian, H0 diterima artinya need for achievement tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM. d) Hipotesis 4: H04 = need for achievement tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM.Berdasarkan Tabel 4.11 di atas diketahui t hitung 1,089 < ttabel 1,96 dan sig. t 0,278 > α 0.05. Dengan demikian, H0 diterima artinya need for achievement tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM. e) Hipotesis 5: H05 = hasil belajartidakberpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM.Berdasarkan Tabel 4.12 di atas diketahui t hitung 5,294 > ttabel 1,96 dan sig. 0.000 < α 0.05. Dengan demikian, H0 ditolak artinya hasil belajar berpengaruh secara signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen FE UM. Berdasarkan hasil analisis jalur dan uji hipotesis di atas dapat dibuat model dekomposisi pengaruh kausal antarvariabel sebagai berikut. Tabel 8.3. Ringkasan Hasil Analisis Pengaruh Antar Variabel Pengaruh Variabel
Pengaruh Kausal Langsung
X1 X1 Z X2 X2
Y Z Y Y Z
0.447 0.428 0.331 0.092 0.088
Tidak Langsung 0,142 -
Total
Sig.
Kesimpulan
0.589 -
0.000 0.000 0.000 0.158 0.278
H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak H0 diterima H0 diterima
(Sumber: Data Diolah, 2012) B. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung antara locus of control terhadap intensi berwirausaha melalui hasil belajar. Dari hasil analisis tersebut, dapat diartikan bahwa hasil belajar bertindak sebagai variabel moderating atau penguat yakni variabel yang terletak di antara variabel locus of control dan intensi berwirausaha sehingga variabel hasil belajar memperkuat pengaruh locus of control terhadap intensi berwirausaha. Besarnya koefisien pengaruh tidak langsung dari locus of control terhadap intensi berwirausaha melalui hasil belajar adalah 0,142 dan besar pengaruh langsung locus of control terhadap intensi berwirausaha adalah 0,447, sementara dilihat dari pengaruh totalnya adalah 0,589 atau 58,9%, hal ini menunjukkan bahwa locus of control yang dimiliki mahasiswa membuat intensi berwirausaha menjadi semakin kuat, terutama setelah memperoleh hasil belajar. Seseorang dengan locus of control internal, ketika dihadapkan pada pemilihan karir, dirinya akan berusaha melakukan eksplorasi berupa pencarian 63
informasi tentang karir, serta berusaha mengenali kemampuan yang dimilikinya, sehingga dirinya mampu memperoleh informasi yang akurat, yang bisa digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan berwirausaha. Hal sesuai dengan Lachman dalam Aji (2010), bahwa individu dengan locus of control internal, mempunyai usaha yang lebih besar untuk memperoleh informasi dari lingkungan. Secara garis besar, untuk meningkatkan locus of controldan hasil belajar terhadap intensi berwirausaha dapat dilakukan beberapa hal diantaranya seorang pendidik harus kreatif dalam menyajikan kuliah kewirausahaan secara terstruktur dan unsur kurikulum yang didesain sedemikian rupa untuk dijadikan acuan dalam penyelenggaraan perkuliahan mahasiswa dapat memacu kemampuan wirausaha mahasiswa sehingga berdampak positif terhadap hasil belajar dan intensi berwirausaha. Meskipun seseorang itu dimotivasi oleh orang-orang yang ada dilingkungan sekitarnya, namun tanpa adanya kemauan dalam diri untuk mengubah pandangannya tentang realita kehidupan bahwa berwirausaha dapat membantu menumbuhkan stabilitas nasional terutama pertumbuhan ekonomi, maka intensi untuk berwirausaha tidak akan terwujud. Pada umumnya, pandangan masyarakat masih dominan bahwa seseorang harus berlomba-lomba menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil. Oleh karena itu, perlu adanya suatu program yang dapat memicu kesadaran seseorang tentang perlunya berwirausaha untuk masa depan. Menurut PERPRES No. 8 Tahun 2012 bahwa Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) merupakan kerangka perjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi. Program tersebut bertujuan untuk mengubah mindset mahasiswa dari pencari kerja menjadi pencipta kerja. Selain itu, program yang dapat mendorong mahasiswa dalam membentuk intensi berwirausaha adalah kuliah kerja nyata-usaha, dimana mahasiswa sebagai calon wirausahawan dibekali kemampuan, keterampilan, keahlianmanajemen, adopsi inovasi teknologi, keahlian mengelolakeuangan/modal maupun keahlian pemasaranmelalui pengalaman langsung dalam dunia usaha.Kuliah kerja nyatausaha (KKN) yang diaplikasi pada kegiatan usaha UKM iniakan sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk lebih yakin akan kemampuan dalam dirinya dalam mengenal praktik kewirausahaan secara langsung.Hasil penelitian Sutabri dalam Siswoyo (2009), mengatakan bahwa ada 3 faktor dominan dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitu faktor kesempatan, faktor kebebasan, dan faktor kepuasan hidup. Ketiga faktor itulah yang membuat mereka menjadi wirausahawan. Menurut Siswoyo (2009), bahwa penelitian ini sangat membantu pihak perguruan tinggi dalam memberikan informasi kepada para mahasiswanya, bahwa menjadi wirausahawan akan mendapatkan beberapa kesempatan, kebebasan dan kepuasan hidup. Berdasarkan dari beberapa pengujian hipotesis dari penelitian ini, terdapat jalur yang tidak signifikan sehingga pengaruh tidak langsung antara need for achievement terhadap intensi berwirausahamelalui hasil belajar tidak dapat diinterpretasikan sehingga dapat dikatakan bahwa need for achievement bukanlah variabel yang baik untuk menjelaskan intensi berwirausaha melalui hasil belajar. Need for achievement yang diperoleh mahasiswa tidak membuat intensi
64
berwirausaha menjadi semakin kuat, walaupun mahasiswa telah memiliki hasil belajar yang baik. Hal ini diduga karena beberapa hal, seperti faktor eksternal yang lebih dominan mempengaruhi intensi berwirausaha, dilihat dari karakteristik responden jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, seperti yang telah dipaparkan bahwa hasil penelitian Sarwoko (2011) mengatakan bahwa kemampuan menghadapi resiko bisnis lebih tinggi dalam diri laki-laki dibandingkan perempuan. Namun, dalam penelitian Sarwoko tidak dijelaskan lebih rinci hal-hal yang menyebabkan adanya perbedaan kemampuan berwirausaha yang dimiliki laki-laki dan perempuan. Hal ini juga diperkuat oleh teori yang dikemukakan Alma (2007: 47), bahwa terdapat beberapa perbedaan antara wanita wirausaha dan pria wirausaha yaitu wanita memiliki medium level of self confidence sedangkan kaum pria self confidencenya lebih tinggi dari kebanyakan wanita. Menurut Alma (2007: 44), bahwa ada beberapa hal yang menghambat wanita berwirausaha yaitu (1) faktor kewanitaan, dimana sebagai ibu rumaht tangga ada masa hamil, menyusui, tentu akan mengganggu jalannya bisnis, (2) faktor sosial budaya, dimana wanita bertanggungjawab penuh dalam urusan rumah tangga dan jalannya bisnis yang dilakukan oleh wanita tidak sebebas yang dilakukan laki-laki, (3) faktor emosional yang dimiliki wanita, disamping menguntungkan juga bisa merugikan. Misalnya dalam pengambilan keputusan, karena ada faktor emosional, maka keputusan yang diambil akan kehilangan rasionalitasnya. Dalam hasil penelitian Ariani (2006), McCelland mengatakan sendiri bahwa sebenarnya individu dengan need for achievement tinggi tidak menghendaki penyusunan tugas yang sulit seperti yang dijabarkan dalam Steers (1975) dan Chapman (2001). Hal ini disebabkan mereka yang memiliki need for achievement tinggi justru menginginkan suatu standar pencapaian yang menunjukkan bahwa pekerjaan mereka telah mencapai sasaran. Sasaran yang sulit dan tidak dapat dicapai dengan mudah justru membuat individu dengan need for achievement yang tinggi frustasi karena nampak jauh dari sasaran, yang berarti mereka tidak dapat melakukan tugas dengan baik. Dalam McCelland’s Need Theory diungkapkan bahwa need for achievement berarti keinginan untuk mencapai sesuatu. Individu yang memiliki need for achievement tinggi akan lebih memilih tugas yang membutuhkan keahlian sedang dan jelas ukuran pencapaiannya (Steers, 1996). Hal ini didukung oleh Chacko (1990) yang menyatakan bahwa individu dengan need for achievement tinggi untuk mengerjakan tugas yang tingkat kesulitannya sedang dan berhasil dengan baik. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa salah satu kendala yang membuat mahasiswa tidak tertarik untuk memulai usaha diperkirakan karena mereka merasa tidak termotivasi bahwa dirinya mampu melakukan hal tersebut danadanya indikasi keraguan dalam diri mahasiswa terhadap need for achievementyang mereka miliki. Salah satu hal yang dapat menyebabkan ketidakteratrikan itu adalah kurangnya dukungan dari orang-orang disekitarnya atau tingginya keinginan untuk menjadi pencari kerja. Selain itu, dari beberapa penelitian yang menyatakan bahwa seseorang dengan need for achievement yang tinggi lebih memilih pekerjaan yang sedang-sedang saja dengan sasaran pencapaian yang jelas (Steers, 1996). Selain itu, dalam hal belajar, terkadang seseorang harus berhadapan dengan tugas-tugas yang sulit untuk dipecahkan sehingga membutuhkan koordinasi dengan orang-orang yang berkompeten dengan
65
hal tersebut. Berdasarkan dari temuan ini, sehingga dapat dilihat bahwa pada akhirnya hasil belajar menjadi variabel yang kurang tepat sebagai variabel perantara antara need for achievement dan intensi berwirausaha. Diduga ada variabel lain yang lebih tepat untuk menjadi variabel perantara sehingga dapat memberikan pengaruh yang lebih kuat dan positif terhadap intensi berwirausaha. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut (1) locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.(2) locus of control berpengaruh positif dan signifikan terhadap hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (3) need for achievement tidak berpengaruh signifikan terhadap intensi berwirausaha Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (4) Need for achievement tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar Mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (5) hasil belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berwirausaha mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (6) locus of control berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui hasil belajar mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. (7) need for achievement tidak berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui hasil belajar. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti mengemukakan beberapa saran kepada pihak yang berkepentingan yaitu (1) kepada dosen Fakultas Ekonomi khususnya di Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang disarankan untuk merancang kurikulum yang diarahkan untuk membentuk locus of control internal mahasiswa, (2) kepada mahasiswa sebagai calon wirausahawan perlu dibekali kemampuan, keterampilan, keahlianmanajemen, adopsi inovasi teknologi, maupun keahlian pemasaranmelalui pengalaman langsung dalam dunia usaha. (3) pengaplikasian program yang dapat membentuk kesadaran dalam diri mahasiswa agar memacu mereka untuk berwirausaha seperti (1) feasibility studies, (2) games and competitions, (3) membuat testimoni dengan mendatangkan wirausahawan sukses (guest lecturer),(4) study visit. DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior.Organizational Behavior and Human Decision Proces. 50: 179-211 Aji, R. 2010. Hubungan Antara Locus Of Control Internal dengan Kematangan Karir pada Siswa Kelas XII SMKN 4 Purworejo. Jurnal Psikologi, (Online): 1-21, (http://eprints.undip.ac.id), diakses 10 Februari 2012. Alma, B. 2007.Kewirausahaan untuk Mahasiswa dan Umum. Edisi Revisi. Bandung : Alfabeta. Alwisol. 2011. Psikologi Kepribadian. Edisi Revisi. Malang : UMM Press.
66
Ariani, W. 2008. Need for Achievement dalam Kinerja Individu: Tinjauan Konseptual. Jurnal Ekonomi. 5(1): 106-115 Armiati.2010. Pengaruh Efikasi Diri dan Hasil Belajar terhadap Minat Mahasiswa Membuka Usaha Melalui Motivasi Berwirausaha di Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Padang.Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs UM. Berita Resmi Statistik Nomor No. 74/11/Th. XIV tentang Keadaan Ketenagakerjaan. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. (Online), (http://www.bps.go.id), diakses 10 Februari 2012 Chacko, H.E. 1990. Methods of Upward Influence, Motivational Needs, and Administrators Perception of Their Supervisors Leadership Style. Group and Organizational Studies. 15 (3): 236-265 Cooper R, D and Schindler, P. S. 2003. Business Research Method: Eight Edition. United States: McGraw Hills Companies Degeng, I.N.S. 2001. Kumpulan Bahan Pembelajaran, Menuju Pribadi Unggul Lewat Perbaikan Kualitas Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Malang: UM Press. Indarti, Ndan Rostiani, R. 2008.Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Jurnal Ekonomika dan Bisnis Indonesia, 23 (4): 1-27. Jaya, E.D dan Rahmat, I. 2005. Burnout yang Ditinjau dari Locus of Control Internal dan Eksternal. Majalah Kedokteran Nusantara, 38 (3): 213-218. Fakultas Ekonomi. 2011. Katalog Fakultas Ekonomi. Malang: The Learning University. Krueger, N. F. dan A. L. Carsrud, 1993. Entrepreneurial Intentions: Applying The TheoryOf Planned Behavior. Entrepreneurship & Regional Development. 5 (4): 315-330. Sengupta, S dan Debnath, S. 1994. Need for Achievement and Entrepreneurial Success: A Study of Entrepreneurs in Two Rural Industries in West Bengal.Journal of Entrepreneurship.3(2): 191-203 Sopah, D. 2000. Pengaruh Model Pembelajaran dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar.Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. 5 (022): 121-137 Steers, R.M, Potter. L.W dan Bigley, G.A. 1996. Motivation and Leadership at Work sixth edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Weiner, B, and Twenge. J.M. 1992. It’s Beyond My Control. A Cross Temporal Metaanalysis of Integrasing Externality in Locus of Control Personality and Social. Journal Psycology Review. 81(3): 308-319. Wijaya, T.2007. Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha (Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta).Jurnal Ekonomi Manajemen. 9(2): 117-128 Yamin, S dan Kurniawan, H. 2009. SPSS Complete: Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Software SPSS. Jakarta: Salemba Infotek Zain, Z. M, et.all. 2010. Entrepreunership Intention Among Malaysian Businness Students. Canadian Sosial Science. 6 (3): 34-44 Zulkaida, A. 2007. Pengaruh Locus of Control dan Efikasi Diri Terhadap Kematangan Karir Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil. 2(ISSN : 1858 - 2559): 1-6
67
EFEK MENULIS PENGALAMAN EMOSIONAL TERHADAP STRES PADA PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN Nur Rahmi Hasyim 9
ABSTRACT Stress isexperienced by all people, no body but prison residents, have experience changes of life withthe pressurefrom environmentthataffectingmental health.Therefore need psychological assistence through writing experience emotional. The research goal to want effect of writing emotional experience ameans ofpsychologicalassistancethrough thewritingof everydayemotional experiences. This studyaims to determinethe effect ofwritingto stresstheemotionalexperience ofprisonresidents. Methods ofresearch usingexperimentalpre-test post-test controlgroupdesignwithparticipants in prison of Malang. The instrument usedis thestress scale. Dataanalysisusing aparametrictechnique.Dataanalysisusing paired sample t-test. The results showedvaluesof sum t = 6.818 and significant 0.000. Under thesecond testshowsthe research hypothesisis accepted,whichmeans writingan emotional experiencehas asignificant effectof stress on theresidents ofcorrectional institutions. Keywords: writing exprerience emotional, stress PENDAHULUAN Manusia adalah individu yang senantiasa dinamis dalam berpikir dan berperilaku.Dalam kedinamisan tersebut melahirkan kepribadian utuh, yang dipengaruhi oleh lingkungan, sebagai faktor pendukung terbentuknya sebuah pikiran dan perilaku positif atau negatif. Dikatakan positif jika mampu berkembang berkontribusi dan sesuai dengan norma masyarakat, dan dikatakan negatif jika stagnan dan keluar dari norma masyarakat. Perilaku kriminal tergolong perilaku yang keluar dari norma masyarakat dan bisa dilakukan oleh siapa saja yang berujung menjadi penghuni lapas. Data statistik (BPS,2010) terkait tindak pidana di Indonesia dari tahun 2007-2009 meningkat 2,5% setiap tahunnya. Sedangkan untuk daerah Malang dari tahun 2009-2010 meningkat 61% yaitu dari 1.278 kasus-2.057 kasus.Kriminalitas bisa dilakukan oleh siapa saja tidak terkecuali laki-laki dan perempuan (Mauer, et al, 1999). Tersangkutnya individu dalam kasus kriminal apalagi jika pertama kali masuk Lapas, secara tidak langsung akan berpengaruh pada psikologisnya yaitu menjadi stress. Cooke, Baldwin,& Howison (2008) menjabarkan beberapa kehilangan yang dialami penghuni lapas dan dampaknya yaitu (1) kehilangan kendali memilih hidup yang dijalani bahkan melakukan fungsi dasar seperti mencuci,tidur,dan sebagainya. Dampaknya putus asa, frustasi, bingung, dan agitasi. (2) kehilangan keluarga terdekat seperti suami dan anak. (3) kurangnya stimulasi kegiatan sehari-hari karena kegiatan di lapas cenderung rutin dan 9
Alumni Program Pascasarjana Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
68
monoton, sehingga berdampak pada cara berfikir/intelegensi. (4) kehilangan panutan terutama penghuni yang masih berusia muda. Menurut Pujileksono (2012) Lapas bisa merusak pribadi dan nilai moral dan menimbulkan kehilangan lain yaitu kehilangan harta pribadi, kehilangan jati diri, kehilangan otonomi serta individualitasnya karena setiap tindakan dan rutinitasnya selalu dikontrol. Hukuman penjara juga menempati urutan keempat dalam skala urutan pengalaman hidup yang menimbulkan stress (Holmes dan Rahe,1967). Masalah lain yang dihadapi para penghuni lapas mulai dari masalah fisik seperti penyakit menular, kesehatan mental, dan penyalahgunaan zat (Watson,Stimpson & Hostick,2003), perkelahian antar penghuni, perbedaan budaya, penyimpangan seksual, pemerkosaan, kekerasan yang melakukannya dengan imbalan pada narapidana laki-laki dan perempuan (Hensley,Tewksbury & Castle,2003), mengalami ketakutan dalam menghadapi rezim penjara, kehilangan peran pelindung, hilangnya identitas terhormat, takut meninggal di penjara, dan takut pulang ke rumah (Crawley & Sparks,2006). Selain itu faktor yang berhubungan dengan sisi relasional dan situasional seperti kesehatan, hubungan intim yang disfungsional, rasa bersalah, trauma, khawatir terhadap anak, serta ketidakmampuan ekonomi (Arditti & Few,2008) juga berpengaruh. Dalam jurnal of psychiatry (Butler et al,2005) ditemukan bahwa 61% perempuan cenderung mengalami posttraumatic stress disorder dibanding laki-laki yang hanya sekitar 39%. Data statistik menunjukkan bahwa Lapas di Indonesia seperti Lapas Lowokwaru di Malang yang mempunyai daya tampung 940 penghuni ternyata dihuni ±1500 orang, kelebihan kapasitas (over capacity) ini beresiko memunculkan masalah-masalah sosial seperti kekerasan, pemerasan, dan suap (Pujileksono,2012). Pada umumnya, kegiatan rutinitas di Lapas Indonesia hanya sekedar kegiatan pengalihan agar para penghuni lapas tidak stress sekaligus memberikan keterampilan fisik.namun kegiatan penanganan yang menyentuh aspek psikologis dan menjadi hobi serta dijadikan treatment belum ada. Kebanyakan treatment hanya bersifat konseling individu, padahal ada begitu banyak kegiatan sehari-hari yang bisa dijadikan sarana bantuan psikologis dan salah satunya menulis pengalaman emosional (Pennebaker et al,1988; Pennebaker,1997; Esterling & Antoni,1994; Smyth et al,1999; King & Miner,2000; Richards et al,2000; Smyth et al,2001; Gidron et al,2002; Stroebe et al, 2002; Graf,2004; Koopman et al,2005; Alex,2006; Mackenzie et al,2007; Wardhani,2007; Qonitatin et al,2011). Menulis pengalaman emosional merupakan kegiatan menuangkan pengalaman traumatis atau pengalaman emosi yang dianggap luar biasa dalam bentuk tulisan (Pennebaker,1997). Menulis sebagai aktivitas yang membuat seseorang berfikir tentang peristiwa yang dialami dan proses emosional yang terjadi saat itu. Menuliskan peristiwa-peristiwa yang penuh dengan tekanan bisa membantu memahami dan mengurangi dampak penyebab stres terhadap kesehatan fisik karena memperkuat sel-sel kekebalan tubuh yang disebut Tlymphocytes (Booth, Petrie, et al. In press), serta menurunkan afek negatif dan meningkatkan afek positif terkait situasi penuh tekanan (Paez & Gonzales,1999). Menulis juga mampu menyingkirkan hambatan mental dan memungkinkan untuk menggunakan semua daya otak untuk memahami diri, orang lain, dan dunia sekitar dengan lebih baik.
69
Menulis pengalaman emosional menjadi self-report bagi individu, karena dari menulis tersebut individu bisa semakin mengenal siapa dirinya (Pennebaker, 1997), menurunkan simptom-simptom kecemasan dan depresi (Graf,2004), menurunkan depresi ringan pada mahasiswa (Qonitatin,et al,2011), menurunkan depresi berat seperti pada penderita NAPZA (Purwandari & Hadi, 2005), menulis pengalaman emosional dan menulis sejarah hidup bisa mengurangi stress pada siswa dan populasi klinis (Mackenzie, Wiprzycka, Hasher & Goldstein, 2007). Namun, jika dikaitkan dengan kesehatan narapidana hasilnya tidak signifikan (Richards, Beal, Seagal, Pennebaker,2000). Berangkat dari fakta dan penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam Efek Menulis Pengalaman Emosional Terhadap Stress Pada penghuni lapas. METODOLOGI Desain penelitian yang digunakan adalah pre-test post-test control group design yang bertujuan untuk membandingkan efek perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (Azwar,2001). Hal ini dapat digambarkan dalam bagan 9.1. Bagan 9.1 Desain Penelitian Pengukuran (O1) Pengukuran (O2) Pengukuran (O2)
Manipulasi (X) Pengukuran (O2) Tidak Ada Manipulasi (-)
Sampel dalam penelitian ini adalah penghuni Lapas di Malang berjumlah 36 orang, sudah menjalani hukuman maksimal 6 bulan, serta bisa membaca dan menulis. Kemudian diberi skala stress yang nantinya akan diambil beberapa orang sebagai kelompok eksperimen dan kontrol. Kelompok eksperimen diminta untuk menuliskan narasi pengalaman emosional yang terjadi setiap hari hari selama 1 pekan secara detail, dan kelompok kontrol tidak melakukan apa-apa. Kelompok eksperimen diberi instruksi “Selama 1 pekan tiap hari, saya minta anda menuliskan pengalaman-pengalaman yang anda alami saat di lapas dan dirasa sangat membekas baik itu berupa perasaan, pikiran terkait masalah emosi anda. Saya harap anda mengeluarkan pikiran maupun perasaan yang anda alami tentang atau saat kejadian tersebut. Pengalaman-pengalaman tersebut tentang kondisi anda selama di penjara termasuk seperti apa yang anda rasakan (kecewa ,sedih ,marah, senang, bahagia, gelisah, bingung, dan lain-lain), bagaimana hubungan anda saat ini dengan keluarga, teman, pasangan, petugas lapas, kegiatan apa yang anda jalani, kejadian apa saja yang terjadi pada hari itu, dan apa yang diharapkan selama di lapas. Anda bisa menuliskan pengalaman yang sama tiap hari atau pengalaman yang berbeda setiap harinya. Jika ada sesuatu yang ingin anda diskusikan terkait tema tulisan boleh anda tanyakan langsung pada saya.Saat anda menuliskannya tulislah sedetail-detailnya tanpa mempedulikan susunan kata atau ejaan, tanda baca, tata bahasa.Tulislah sebanyak yang anda inginkan sampai anda merasakan kepuasan setelah menulisnya.Silahkan anda menulis kapan dan dimana pun anda rasa bebas untuk mengungkapkan emosi melalui tulisan. Saya sarankan anda memilih posisi yang nyaman dan bebas dari cahaya, bau, dan suara yang 70
mengganggu.”.Analisa data dalam penelitian ini menggunakan paired sample ttest HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan pre-test, diperoleh mean rank pada kelompok eksperimen sebesar 19,88 dan pada kelompok kontrol sebesar 17,40. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata stres kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Namun, setelah perlakuan diberikan mean rank pada kelompok eksperimen sebesar 13,38 dan pada kelompok kontrol sebesar 22,60. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rata-rata stres kelompok kontrol lebih tinggi dibanding kelompok eksperimen. 1. Uji Hipotesis Dari hasil analisa pre-test diperoleh mean kelompok eksperimen sebesar 110.12 dan standar deviasi sebesar 9.330, mean pre-test kelompok kontrol sebesar 106.69 dan standar deviasi 16.003. hal ini menunjukkan bahwa mean kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol yang berarti stress kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol. Sedangkan hasil dari posttest diperoleh mean kelompok eksperimen sebesar 92.44 dan standar deviasi sebesar 14.231, mean post-test pada kelompok kontrol sebesar 107.38 dan standar deviasi sebesar 13.808. Hal ini menunjukkan bahwa mean post-test kelompok kontrol yang lebih tinggi dibanding kelompok eksperimen yang berarti stres kelompok kontrol cenderung meningkat dibanding kelompok eksperimen. Mean pre-test post-test kelompok penelitian dapat dilihat pada tabel 9.1. Tabel 9.1: Mean pre-post test kelompok penelitian Kelompok Kontrol Kelompok Eksperimen Mean Skor Mean Skor Mean Skor Mean Skor pre-test post-test pre-test post-test 106.69 107.38 110.12 92.44 Hasil analisis t-test post-test kelompok eksperimen diperoleh taraf signifikasi 0.000 yang berarti ada perbedaan antara pre-test dan post-test setelah pemberian perlakuan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi lebih besar 0.05.Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yang berarti ada perbedaan penurunan tingkat stres pada kelompok eksperimen sebelum dan sesudah diberikan perlakuan menulis pengalaman emosional.Adapun hasil analisa post-test kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel 9.2. Tabel 9.2: Hasil Analisa Data Pre-Post dan Post-Test Kelompok Eksperimen Mean Mean N T p Ket Kesimpulan pre-test Post-test Sig < Terdapat 16 110.12 92.44 6.830 0.000 0.05 perbedaan Hasil analisis t-test post-test kelompok kontrol diperoleh taraf signifikasi 0.294 yang berarti tidak ada perbedaan antara pre-test dan post-test dalam jangka
71
waktu 1 pekan yang ditunjukkan dengan nilai signifikasi lebih besar 0.05.hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak yang berarti tidak ada perbedaan penurunan tingkat stres pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan perlakuan menulis pengalaman emosional. Adapun hasil analisa post-test kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel 9.3. Tabel 9.3: Hasil Analisa Data Pre-Post dan Post-Test Kelompok Kontrol Mean Mean N t p Ket Kesimpulan pre-test post-test Sig > Tidak ada 20 106.69 107.38 1.079 0.294 0.05 perbedaan Perbedaan hasil antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada grafik 1
Grafik Pre-test Post-test Kelompok Penelitian
pre-test post-test
eksperimen
kontrol
Kelompok Penelitian Gambar 9.1 Pre-test Post-test kelompok penelitian Dari gambar 9.1 terlihat hasil pre-test stres kelompok eksperimen lebih tinggi dibanding kelompok kontrol, sedangkan dari hasil post-test stres kelompok eksperimen terlihat lebih rendah dibanding kelompok kontrol.hal ini menunjukkan bahwa ada penurunan tingkat stres yang signifikan pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan dibanding kelompok kontrol. Data tersebut juga didukung dari hasil evaluasi eksperimen yang diberikan kepada kelompok eksperimen sesudah perlakuan yang dapat dilihat pada tabel 9.4 Tabel 9.4: Form Evaluasi Partisipan Pernyataan Persentase Tingkat % Seberapa pribadi tulisan tentang pengalaman Sangat pribadi 43,75% emosional Pribadi 43,75% Tidak pribadi 12,5% Sebelum kegiatan menulis sering cerita pada orang Tidak pernah 43,75% lain Pernah 18,75% Kadang-kadang 31,25% Sering 6,25%
72
Berapa banyak pikiran dan perasaan yang dituliskan
Sangat banyak Banyak Sedikit Sering menahan diri untuk tidak cerita ke orang lain Sangat sering Sering Tidak pernah Seberapa besar keinginan untuk cerita ke orang lain Sangat besar sebelum kegiatan menulis Tidak ingin Seberapa sulit menuliskan pengalaman emosional Sangat sulit Sulit Tidak sulit Pentingnya kegiatan menulis Sangat penting Penting Sebelum kegiatan menulis merasa tertekan Ya Tidak Saat ini merasa senang Senang Tidak senang Manfaat kegiatan menulis pengalaman emosional Sangat bermanfaat Cukup bermanfaat Akan melanjutkan kegiatan menulis untuk seterusnya Ya Tidak
37,5% 43,75% 18,75% 25% 43,75% 31,25% 56,25% 43,75% 25% 31,25% 43,75% 37,5% 62,5% 43,75% 62,5% 87,5% 6,25% 25% 75% 87,5% 12,5%
B. Pembahasan Sehubungan dengan hasil analisis t-test efek menulis pengalaman emosional terhadap stres pada penghuni lapas, menunjukkan bahwa hipotesis yang telah dirumuskan diterima, yang artinya kegiatan menulis pengalaman emosional memiliki efek menurunkan stres pada penghuni lapas. Hal ini dapat dilihat pada tabel analisa data post-test pada kolom signifikan yaitu sebesar 0.002 < p 0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan sesudah diberikan perlakuan menulis pengalaman emosional. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Richards, Beal, Seagal, Pennebaker (2000) terkait kegiatan menulis pengalaman emosional yang tidak berpengaruh terhadap kesehatan mental narapidana karena berhubungan dengan kepercayaan pada orang lain untuk membaca pengalaman-pengalaman tersebut. Efek menurunkan simptom-simptom gangguan mental dari menulis banyak dikaji dari berbagai teori, salah satunya yaitu teori inhibisi psikosomatis (Riordan,1996; Pennebaker,1997). Teori ini menjelaskan bahwa pikiran, perasaan, atau perilaku seseorang yang direpresi khususnya pada hal-hal yang trauma atau menyusahkan merupakan bentuk kerja fisiologis dan psikologis. Menggambarkan suatu peristiwa atau pengalaman melalui tulisan merupakan proses kognitif yang nantinya memperoleh kontrol sehingga mengurangi inhibisi. Dari hasil wawancara setelah menulis, seluruh subyek merasakan perubahan sedikit demi sedikit setelah menulis, meskipun awalnya merasa bingung apa yang akan dituliskan. Saat menuliskan pengalaman tersebut merasakan gejolak emosi sedih dan tertekan sampai mengeluarkan airmata tapi setelahnya merasa lega. Senada dengan penelitian Gray (2004) yang menyatakan bahwa saat menulis seseorang memperoleh keuntungan fisik dan psikologis
73
setelah mengungkapkan rahasia pribadi. Ekspresi emosi yang terjadi dapat meningkatkan kemampuan mengatasi peristiwa kehidupan yang menekan, termasuk dapat meningkatkan insight dan self-understanding, resolusi kognitif, dan melihat pengalaman dengan cara yang berbeda. terjadi perenungan terhadap peristiwa sehingga membangkitkan kembali perasaan dan pikiran negatif. Subyek yang mengikuti kegiatan menulis menunjukkan pelepasan emosi negatif sebagai bentuk katarsis. Pelepasan emosi-emosi negatif yang dialami individu membuat individu memperoleh self-understanding, insight, melihat pengalaman saat ini dengan cara yang berbeda dan efeknya menurunkan simptomsimptom yang mengganggu dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis sehingga mengurangi stres (Smyth’s,1996). Dengan adanya wawancara terkait pengalaman emosional tersebut membuat subyek mengekspresikan masalah dan perasaannya pada orang lain yang mengerti dirinya sehingga menambah perasaan lega yang lebih banyak setelah kegiatan menulis. Selain itu ditemukan beberapa faktor lain penyumbang stres yang bisa dikaitkan dengan menulis pengalaman emosional yaitu dari segi latar belakang pendidikan, status pernikahan, dan lama pidana. Umumnya penghuni lapas sebagian besar berlatar belakang pendidikan SMA/SMK sebesar 39%, SMP sebesar 25%, SD sebesar 25%, dan Sarjana sebesar 11%. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kriminal cenderung dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan rendah. Perbedaan tingkat pendidikan ini menghasilkan tulisan yang berbeda pula, dimana pada subyek yang latar belakang pendidikan sarjana mempunyai rencana konkrit apa yang akan dilakukan nanti setelah keluar dari lapas dengan keterampilan yang diperoleh saat di lapas, sedangkan yang berlatar belakang pendidikan dibawah sarjana belum mempunyai rencana konkrit setelah keluar dari lapas. Status pernikahan juga menjadi penyumbang terbesar terkait stres para penghuni lapas.Sebanyak 42% penghuni lapas masih berstatus lajang, sebanyak 44% penghuni lapas berstatus menikah, 8% berstatus cerai, dan 3% berstatus janda. Penghuni lapas yang sudah berstatus menikah cenderung mengalami 74ias74s karena mempunyai tanggungjawab atas keluarga yang ditinggalkan. Pada penghuni lapas yang berstatus lajang/bujang belum mempunyai tanggungjawab yang besar terhadap orang lain, begitupula pada penghuni lapas yang berstatus cerai ataupun janda yang tanggungjawabnya hanya pada diri sendiri. Sebagian besar isi tulisan pengalaman emosional penghuni lapas yang berstatus menikah atau lajang berkisar pada kerinduan dan kekhawatiran terhadap keluarga dan pasangan, terutama anak serta pekerjaan apa yang dilakukan setelah keluar dari lapas dengan status mantan terpidana. Para subyek merasa dengan menulis mereka 74ias meluapkan kerinduannya pada keluarga, atau orang yang dikasihi sehingga merasa tenang dan akhirnya berefek mengobati psikologis terkait kehilangan seseorang yang dikasihi (Stroebe et al, 2002). Melihat efek positif dari hasil eksperimen ini tidak menutup kemungkinan jika kegiatan menulis pengalaman emosional bisa diterapkan pada siapapun, tua atau muda, lembaga pembinaan, lembaga pendidikan pemerintah atau swasta, sehingga menjadi salah satu alternatif bantuan psikologis bagi mereka yang membutuhkannya.
74
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Ada hubungan yang signifikan antara menulis pengalaman emosional terhadap stres pada penghuni lapas. B. Saran 1. Bagi subyek penelitian diharapkan penelitian ini dapat memberikan alternatif bantuan psikologis untuk meringankan gangguan psikologis 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan meneliti lebih lanjut hal-hal yang mungkin memiliki keterkaitan seperti latar belakang keluarga, variasi dalam tema menulis, dan sebagainya DAFTAR PUSTAKA Butler, T., Allnut, S., Cain, D., Owens, D., & Muller, C. (2005). Mental Disorder In The New South Wales Prisoner Population. Australian and New Zealand Journal of Psychiatry , 407-413Cooke, D. J., Baldwin, P. J., & Howison, J. (2008). Menyingkap Dunia Gelap Penjara. Jakarta: Gramedia. Holmes, T. H., & Rahe, R. H. (1967). Social Readjustment Rating Scale (SRRS). Journal of Psychosomatic , 11, 213-218. Hensley, C., Tewksbury, R., & Castle, T. (2003). Characteristics of Prison Sexual Assault Targets in Male Oklahoma. Journal of Interpersonal Violence , 18 (6), 595-606. Koopman, C., Ismailji, T., Holmes, D., Classen, C. C., Palesh, O., & Wales, T. (2005). The effects of expressive writing on pain, depression, and posttraumatic disorder symptoms in survivors of inmate partner violence. Journal of Health Psychology, 10, 211-221. Latipun.(2004). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press Pujileksono, S. (2012).Total Negotiated Order Di Lembaga Pemasyarakatan: Studi fenomenologi tentang pengalaman petugas dan narapidana dalam negotiated order di lembaga pemasyarakatan klas I Lowokwaru Malang. Disertasi. Universitas Airlangga Pennebaker, J. W. (1997). Writing about emotional experiences as a therapeutic process.Journal Psychological Science, 8, 162-166. Pennebaker. J. W., Kiecolt-Glaser. J.,& Glaser. R. (1988). Disclosure of traumas and immune function: Health implications for psychoteraphy. Journal of Consulting and Clinical Psychology,56, 239-245. Petrie, K. J., Booth, R. J., et al. (1995). Disclosure of trauma and immune response to a hepatitis B vaccination program.Journal of Consulting and Clinical Psychology,63, 782-792. Purwandari, E. & Hadi, S. (2005). Pengaruh menulis pengalaman emosional terhadap memori otobiografi dan depresi pada remaja yang menjalani rehabilitasi NAPZA. Jurnal Sosiosains, 18, 193-208 Qonitatin, N., Widyawati, S., Asih, G. Y. (2011).Pengaruh katarsis dalam menulis ekspresif sebagai intervensi depresi ringan pada mahasiswa.Jurnal Psikologi Undip, 9, 21-32
75
PENGARUH KEPRIBADIAN DAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL TERHADAP KOMITMEN ORGANISASIONAL PADA BADAN LINGKUNGANAN HIDUP PROVINSI SULAWESI SELATAN Ahmad Syaekhu10
ABSTRAK Salah satu sumber daya organisasi yang memiliki peran penting dalam mencapai tujuannya adalah sumber daya manusia baik itu pada sektor swasta maupun sektor publik. Keadaan ini menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel kepribadian (Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness) dan komunikasi interpersonal memberi pengaruh terhadap komitmen organisasional pada kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. 2) Mengetahui, di antara variabel Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness, dan komunikasi interpersonal, variabel manakah yang dominan yang mempengaruhi komitmen Organisasional pada kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis linear berganda yang didukung pula dengan analisis deskrptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) terdapat pengaruh positif dan signifikan antara variabel kepribadian (Neuroticism, Extraversion, Openness to Experience, Agreeableness, Conscientiousness) dan komunikasi interpersonal terhadap komitmen organisasional pada kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. 2) Variabel yang paling dominan memberi pengaruh terhadap komitmen organisasional pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan adalah variabel Conscientiousness. 3) Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) dengan nilai R2 sebesar 0.735, ini menunjukkan bahwa variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi variabel dependent sebesar 73.5%. Sementara 26.5% dari variabel Dependent dipengaruhi oleh lainnya yang tidak termasuk dalam variabel penelitian. 4) Hasil uji serempak dan uji parsial menjelaskan bahwa baik secara bersama-sama maupun secara parsial semua variabel Independent mempengaruhi variabel Dependent. Kata Kunci: Kepribadian, Komitmen Organisasional
PENDAHULUAN Dalam rangka persaingan organisasi harus memiliki sumber daya yang tangguh. Sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan organisasi tidak dapat di lihat sebagai bagian yang berdiri sendiri,tetapi harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tangguh membentuk suatu senergi. Salah satu sumber daya organisasi yang memiliki peran penting dalam mencapai tujuannya adalah sumber daya manusia baik itu pada sektor swasta maupun sektor publik. Sumber manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal 10
Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sawerigading Makassar
76
perasaan,keinginan,keterampilan,pengetahuan,dorongan,daya dan karya. Keadaan ini menjadikan sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka perusahaan harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan yang dimiliki secara optimal. Karyawan yang bekerja dalam sebuah organisasi sebaiknya diperlakukan sebaik-baiknya, agar karyawan mempunyai kinerja yang baik dan tujuan organisasi dapat tercapai. Manajer atau pimpinan seharusnya juga mengetahui kemampuan yang dimiliki karyawan dan kebutuhan– kebutuhan yang diperlukan sebagai pendukung dalam bekerja sehingga kinerja karyawan bagus dan pekerjaan dapat diselesaikan lebih efektif dan efisien, (Alwisol. 2005). Sebuah organisasi harus mempunyai komunikasi yang efektif. Setiap karyawan harus mempunyai komunikasi efektif dalam kesehariannya menjalankan tugas. Komunikasi tidak efektif akan memberikan dampak negatif pada organisasi, khususnya komunikasi interpersonal yang memberikan kontribusi terhadap besarnya tingkat komitmen seorang karyawan pada organisasinya. Komunikasi interpersonal yang mampu terjalin dengan baik akan memubuhkan rasa emosionalitas (kekeluargaan) sesama karyawan sehingga rasa saling memiliki dalam sebuah organisasi itu semakin besar (Ardana, dkk, 2012). Namun jika komunikasi itu tidak berjalan secara efektif justru akan menimbulkan pertengkaran, saling iri, saling menjatuhkan dan dampak negatif lainnya (Bangun, 2012). Seperti yang terjadi pada salah satu instansi pemerintah, komunikasi interpersonal tidak terjadi secara efektif mengakibatkan perselisihan berkelanjutan sesama karyawan, saling tuding sehingga tercipta lingkungan kerja yang tidak nyaman. Lingkungan kerja yang tidak nyaman mengakibatkan rendahnya komitmen organisasi sehingga beberapa karyawan mengharapkan pemindahan (mutasi) (Budyatna dkk, 2011). Setiap karyawan pada sebuah organisasi memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda. Seorang manajer harus mampu memberikan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian setiap individu, pemberian pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahlian karyawan akan memberikan dampak negatif kepada organisasi (Dessler, 2010). Ketidak pahaman seorang karyawan akan tugas yang diberikan akan membuat tugas tersebut terbengkalai atau mungkin saja terselesaiakan tetapi tidak efektif dan efisien. Namun, seorang karyawan bisa saja menempati posisi yang tidak sesuai dengan keahliannya dengan syarat diberikan pelatihan dan bimbingan yang mungkin cukup lama dan memakan biaya (Iriantara, 2008). Selain itu, manajer juga harus membuat dan memberikan job description yang jelas kepada setiap karyawan agar tidak terjadi penumpukan beban kerja pada satu karyawan saja. Pemberian job description juga memperlihatkan tanggung jawab dari masing-masing karyawan, selanjutnya hal ini akan memberi pengaruh terhadap besarnya komitmen seorang karyawan pada organisasinya (Ivancevich dkk, 2007). Gordon W Alport yang menyatakan bahwa kepribadian itu adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai system psiko-fisik yang menentukan caranya yang uunik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Teori Model Lima Besar Kepribadian dan Komponen dari Model Lima Besar yang dikembangkan oleh Costa dan Mc Grae. Teori komunikasi interpersonal yang dikemukakan oleh Tubs & Moss yang mengatakan bahwa
77
komunikasi interpersonal bersifat diadik, mencakup semua jenis hubungan manusia mulai dari hubungan yang paling singkat dan biasa yang seringkali diwarnai oleh kesan pertama, hingga hubungan yang paling mendalam dan langgeng. Teori komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Allen & Mayer yang merefleksikan komitmen organisasi kedalam tiga komponen yaitu Affective Commitment, Continuance Commitment, dan Normative Commitment, faktorfaktor komitmen organisasi. Sedangkan studi empirik yang dikaji dalam penelitian ini adalah Pengaruh Kepribadian terhadap Motivasi Kerja melalui Komitmen Karyawan Transportasi di PT. Kingston Malang. Pengaruh Motivasi, Kepribadian dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Guru MAN II Padang Sidimpuan oleh Raisah Surakti (Jarvis., 2000). Pengaruh Masa Kerja, Trait Kepribadian, Kepuasan Kerja dan Iklim Psikologis terhadap Komitmen Dosen pada Universitas Indonesia. Hubungan antara Kepribadian (The Big Five Factor Personality) dengan Organizational Citizenship Behaviour padaKaryawan oleh Trimuji Ingarianti. Pengaruh Kualitas Komunikasi Interpersonal terhadap Komitmen Organisasional melalui Stres Kerja (Studi pada Karyawan PT. Rodasakti Suryaraya Malang (Luthans., 2006). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Antar Pegawai terhadap Komitmen Organisasi Pegawai di PT. ASPEN (Persero) Cabang Malang. The Influence of Interpersonal Communication on Secondary School Teacher Job Satisfaction and Commitment in Ogi State. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel kepribadian terhadap komitmen organisasional pada kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. METODOLOGI A. Rancangan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pengaruh kepribadian karyawan dan komunikasi interpersonal antar pegawai terhadap komitmen organisasi pada kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional yang bermaksud mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada komponen-komponen kepribadian dan komunikasi interpersonal sebagai variabel independen terhadap komitmen organisasional sebagai variabel dependen. B. Populasi dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan Sebanyak 206 orang. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2012). Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin memperlajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang di ambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel yang di ambil dari populasi harus
78
betul-betul representatif (mewakili). Pada penelitian ini, peneliti menentukan jumlah sampel dengan menggunakan Rumus Slovin sebagai berikut :
206 1 + 206 (0,01)2 201,842 dibulatkan menjadi 202 dimana n : jumlah sampel N: jumlah populasi e : batas toleransi kesalahan (error tolerance) C. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini maka penulis menggunakan metode Teknik pengamatan langsung (field research) yaitu metode pengumpulan data melalui observasi lapangan dan pembagian kuisioner kepada setiap karyawan, dan Metode Library Research, yaitu metode pengumpulan data berupa data-data sekunder yang dapat diperoleh dengan mereview buku-buku, beberapa jurnal penelitian dan berbagai artikel-artikel untuk menunjang kajian hasil penelitian dan dapat membantu dalam perumusan instrumen penelitian. D. Teknik Analisis Data Setelah data-data primer penelitian dikumpulkan beserta beberapa datadata penunjang lainnya yang diperoleh dari instansi terkait dengan komponen kerja perusahaan, maka dilakukan input dan editing data yang berupa kuesioner. Data lalu kemudian di input dan dianalisis berikut metode 79tatist kuesioner yang digunakan untuk kemudian menjadi item-item 79tatisti yang dapat dianalisis secara 79tatistic. Analisis 79tatistic yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear ganda dengan menggunakan program 79tatistic SPSS. Analisis regresi linear ganda digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu perubahan kejadian beberapa 79tatisti X secara bersamaan terhadap kejadian 79tatisti Y. Dalam penelitian ini analisis regresi linear ganda berperan sebagai teknik 79tatistic yang digunakan untuk mengukur ada tidaknya pengaruh kepribadian karyawan dan komunikasi interpersonal terhadap komitmen organisasi pada Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Dari tabel 1 terlihat bahwa, akan diperoleh persamaan regresi linear berganda yaitu Y = 3,596 + 0,046 X1 + 0,051 X2 + 0,055 X3 + 0,032 X4 + 0,043 X5 + 0,045 X6 + 2,528 a= 3,596; artinya apabila X1, X2, X3 , X4, X5, X6 = 0, maka nilai Y= 3,596. b1 = 0,046; artinya apabila kenaikan X2, X3 , X4, X5, X6 konstan, maka kenaikan X1 sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan Y sebesar 0,046. b2 = 0,051; artinya apabila kenaikan X1, X3 , X4, X5, X6 konstan,
79
maka kenaikan X2 sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan Y sebesar 0,051. b3 = 0,055 artinya apabila kenaikan X1, dan X2 X4 X5 X6 konstan, maka kenaikan X3 sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan Y sebesar 0,055. b4 = 0,032 artinya apabila kenaikan X1, X2, X3, X5, X6 konstan, maka kenaikan X4 sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan Y sebesar 0,032. b5 = 0,043 artinya apabila kenaikan X1, X2, X3, X4, X6 konstan, maka kenaikan X5 sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan Y sebesar 0,043. b6 = 0,045 artinya apabila kenaikan X1, X2, X3, X4, X5 konstan, maka kenaikan X6 sebesar 1 satuan akan menyebabkan kenaikan Y sebesar 0,045. Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi berkisar dari 0-1 (0%-100%). Semakin mendekati nilai 0 maka variabel bebas dianggap hanya memiliki pengaruh simultan yang kecil terhadap variabel terikat, sedangkan semakin mendekati nilai 1 maka variabel bebas dianggap memiliki pengaruh yang besar terhadap variabel terikat. Berdasarkan tabel 2 dilihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat menghasilkan nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,885 berarti seluruh variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, dan X6,) dalam penelitian ini mempunyai hubungan positif dan kuat terhadap variabel terikat (Y) sebesar 88,5%, sisanya sebesar 11,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Sedangkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,735 berarti seluruh variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, dan X6,) dalam penelitian ini mempunyai kontibusi secara bersama-sama sebesar 73,5% terhadap variabel terikatnya yakni komitmen (Y). Sisanya sebesar 26,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak masuk dalam penelitian ini. Berdasarkan tabel 3 dilihat bahwa Fhitung sebesar 6,057, sedangkan nilai Ftabel distribusi dengan tingkat kesalahan 5% adalah sebesar 2,18. Hal ini berarti Fhitung > Ftabel (6,057 > 2,18). Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, dan X6,) secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel terikat (Y). Maka penulis menyimpulkan hipotesis penelitian ini yang menyatakan bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikatnya terbukti dan dapat diterima. Variabel X1 (Extraversion), Nilai thitung untuk variabel ini sebesar 2,584 dengan signifikansi 0,000. Nilai ttabel untuk model regresi diatas adalah 1,98027. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (0,000) < nilai α 5% (0,05) dan nilai thitung (2,548) > ttabel (1,98027). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Extraversion (X1) berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi (Y). Variabel X2 (Agreeableness), Nilai thitung untuk variabel ini sebesar 2,645 dengan signifikansi 0,005. Nilai ttabel untuk model regresi diatas adalah 1,98027. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (0,005) < nilai α 5% (0,05) dan nilai thitung (2,645) > ttabel (1,98027). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Agreeableness (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi (Y). Variabel X3 (Conscientiousness), Nilai thitung untuk variabel ini sebesar 3,764 dengan signifikansi 0,006. Nilai ttabel untuk model regresi diatas adalah 1,98027. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (0,006) < nilai α 5% (0,05) dan nilai thitung (3,764) > ttabel (1,98027). Sehingga dapat
80
disimpulkan bahwa variabel Conscientiousness (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi (Y). Variabel X4 (Neuroticism), Nilai thitung untuk variabel ini sebesar 3,473 dengan signifikansi 0,001. Nilai ttabel untuk model regresi diatas adalah 1,98027. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (0,001) < nilai α 5% (0,05) dan nilai thitung (3,473) > ttabel (1,98027). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Neuroticism (X4) berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi (Y). Variabel X5 (Openness To Experience), Nilai thitung untuk variabel ini sebesar 3,564 dengan signifikansi 0,002. Nilai ttabel untuk model regresi diatas adalah 1,98027. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (0,002) < nilai α 5% (0,05) dan nilai thitung (3,564) > ttabel (1,98027). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Openness To Experience (X5) berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi (Y). Variabel X6 (Interpersonal Communication), Nilai thitung untuk variabel ini sebesar 2,581 dengan signifikansi 0,003. Nilai ttabel untuk model regresi diatas adalah 1,98027. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi (0,002) < nilai α 5% (0,05) dan nilai thitung (2,581) > ttabel (1,98027). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel Interpersonal Communication (X6) berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi (Y). B. Pembahasan Pada penelitian ini terlihat bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi Komitmen Organisasi (Y) adalah variabel Conscientiousness (X3) dengan nilai terhitung yang paling besar (3,764). Dengan demikian hipotesis pada penelitian ini yang menyatakan dugaan bahwa variabel Conscientiousness (X3) merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap komitmen organisasi (Y) terbukti dan dapat diterima. Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui normal tidaknya masingmasing variabel penelitian. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji One Sample Kolmogorof-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikansi 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 0,05 atau 5%. Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linier atau tidak secara signifikan. Pengujian pada SPSS dengan menggunakan Test For Linieritas pada taraf signifikan 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikan kurang dari 0,05. pengolahan data untuk uji linearitas dengan menggunakan Software SPSS 21, maka diperoleh hasil sig dari pengolahan data antara variabel terikat terhadap masing-masing variabel bebas nya lebih kecil dibanding 0,05. Hal ini membuktikan bahwasanya variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu komitmen organisasi memiliki hubungan yang linear terhadap masing-masing variabel bebasnya. Uji Multikoliniearitas dilakukan untuk menghindari kebiasan dalam proses keputusan mengenai pengaruh parsial atau terpisah dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Syarat berlakunya model regresi berganda adalah variabel bebas tidak memiliki hubungan sempurna atau mengandung multikoliniearitas terhadap variabel terikatnya. Deteksi terhadap ada atau tidaknya
81
multikoliniearitas adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada model regresi dan membandingkan besarnya terhadap nilai tolerance. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual untuk semua pengamatan dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedastisitas. Untuk mengetahui gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplot model tersebut. Model yang bebas dari heteroskedastisitas memiliki grafik scatterplot dengan pola titik yang menyebar di atas dan di bawah sumbu Y. KESIMPULAN Variabel Extraversi (X1) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.046 dengan tingkat signifikansi 0.005 yang artinya variabel ini memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasi (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Variabel Agreeableness (X2) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.051 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.006 yang artinya variabel ini memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Komitmen Organisasi (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Variabel Conscientiousness (X3) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.055 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000 yang artinya variabel ini memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Komitmen Organisasi (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Variabel Conscientiousness (X4) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.032 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.001 yang artinya variabel ini memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Komitmen Organisasi (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Variabel Neuroticism (X5) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.043 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.002 yang artinya variabel ini memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Komitmen Organisasi (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Variabel Openness to Experience (X6) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0.045 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.003 yang artinya variabel ini memiliki pengaruh positif signifikan terhadap Komitmen Organisasi (Y) dengan tingkat kepercayaan sebesar 99%. Pimpinan Kantor Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi sealatn sebagai memberikan pendelegasian tugas (job description) yang jelas pada masing-masing karyawannya. Ketidak jelasan job description tiap individu mengakibatkan tumpang tindih pekerjaan dan adanya pengangguran terselubung pada instansi tersebut. DAFTAR PUSTAKA Alwisol. (2005). Psikologi Kepribadian. Ed. Revisi. UMM Press : Malang Ardana, I Komang, NiWayan, Mujiati, I Wayan Mudiartha Utama. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Graha Ilmu : Yogyakarta Bangun, Wilson. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Erlangga : Jakarta Budyatna, Muhammad dan Leila M.G. (2011). Teori Komunikasi AntarPribadi. Kencana: Jakarta Dessler, Gary. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan oleh Paramita Rahayu. Jilid I Ed 10. Indeks : Jakarta Barat Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan oleh Paramita Rahayu. Jilid 2 Ed 10. Indeks : Jakarta Barat
82
Iriantara, Yosal. (2008). Komunikasi AntarPribadi. Ed. 2. Universitas Terbuka, Departemen Pendidikan Nasional : Jakarta Ivancevich, John. Robert Konopaske dan Michael T Matteson. (2007). Perilaku dan Manajemen Organisasi. Terjemahan Oleh Gina Gania. Jilid I Ed 7. Erlangga : Jakarta Jarvis, Matt. (2000). Teori-teori Psikologi : Pendekatan Modern untuk Memahami Perilaku, Perasaan, dan Pikiran Manusia. Terjemahan oleh SPATeamwork. 2007. Bandung : Nusamedia & Nuansa Luthans, Fred. (2006). Perilaku Organisasi. Terjemahan Oleh Vivin Andika Yuwono, Shekar Purwanti, Arie P, dan Winong Rosari. Ed 10. ANDI : Yogyakarta Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Alfabeta : Bandung Sutrisno, Edy. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Kencana : Jakarta
83
ANALISIS PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PENGGUNA JASA TAKSI BOSOWA MAKASSAR H a r t i n i11 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan jasa taksi terhadap kepuasan konsumen Taksi Bosowa Makassar yang beroperasi di Kota Makassar. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna jasa Taksi Bosowa Makassar, yaitu sebanyak 75 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara angket, observasi, dan dokumentasi.Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan membagikan kuesioner pada responden pengguna jasa taksi Bosowa Makassar yang ditujukan kepada 75 responden yang dipilih secara acak untuk mengisi kuesioner tersebut. Metode ini dipilih karena pelanggan Taksi Bosowa Makassar dengan karakteristik yang bervariasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan (X) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen (Y) yang dtunjukkan oleh variabel kualitas pelayanan sebesar thitung= 2.201 lebih kecil dari ttabel= 2.067 (2.201 > 2.067). Dengan demikian kualitas pelayanan jasa berpengaruh terhadap kepuasan konsumen secara signifikan. Kata kunci: Kepuasan Konsumen, Kualitas Layanan
PENDAHULUAN Usaha transportasi di Indonesia belakangan ini sedang mengalami peningkatan. Kegiatan ekonomi di bidang transportasi ini merupakan suatu prospek yang sangat baik. Berdasarkan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan pemerintah pusat, membuat aktivitas pelayanan yang harus ditangani oleh pemerintah daerah, disisi lain juga mengakibatkan interaksi antara pemerintah setempat dengan masyarakat semakin tinggi. Semakin kuatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang ditangani oleh pemerintah dan pihak swasta. Dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan ekonomi transportasi memegang peran penting. Salah satu sarana yang dapat membangun pertumbuhan ekonomi pada suatu bangsa adalah transportasi. Fungsi transportasi adalah untuk mengangkut penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat yang lain. Perusahan Taksi Bosowa Makassar merupakan salah satu perusahaan yang mendukung berkembang dan majunya laju pertumbuhan ekonomi Kota Makassar melalui transportasi yang dioperasionalkan. Lalu lintas memegang peranan penting dalam menciptakan sebuah kondisi agar manusia dapat membuka ruang gerak dengan berbagai kegiatan usahanya sehingga dapat berjalan dengan lancar. Keadaan tersebut merupakan salah satu fungsi lalu lintas sebagai ruang gerak masyarakat dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa pelayanan system transportasi perkotaan dipakai sebagai suatu usaha dalam mencapai tujuan dari transportasi sebagai suatu sistem yang dapat memperlancar 11
Jurusan Pendidikan Ekonomi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
84
laju kegiatan masyarakat dengan mudah, cepat, nyaman, aman, dan terjamin kualitas mutunya. Makassar merupakan salah satu kota yang mengalami kemajuan dalam pembangunan ekonomi, hal ini menyebabkan timbulnya dampak mobilitas masyarakat semakin tinggi. Adanya jasa transportasi angkutan taksi dapat menunjang kegiatan masyarakat dan dapat mempermudah pergerakan masyarakat untuk menempuh suatu jarak yang dapat tiba pada tempat tujuan sesuai waktu yang diharapkan. Hal ini membuka peluang bagi perusahaan jasa angkutan taksi untuk melayani kebutuhan masyarakat akan jasa transportasi sehingga dapat merebut persaingan pasar. Menurut Kotler (2000), pelayanan adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak yang lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak bewujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Dikaitkan pelayanan yang bersifat publik, maka biaya pelayanan publik diartikan sebagai tata cara pembayaran ditetapkan oleh organisasi jasa angkutan tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Gronroos (1990) yang menyatakan bahwa pelayanan adalah sesuatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen. Sedangkan unsur pelayanan adalah faktor yang terdapat dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat sebagai variabel penyusunan indeks kepuasan masyarakat untuk mengetahui kualitas unit pelayanan tersebut. Ciri pokok pelayanan jasa adalah tidak kasat mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahan penyelenggara pelayanan. Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua yaitu: (1) pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik, (2) pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi pusat. (Yamit, 2005). METODOLOGI A. Objek Penelitian Adapun Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah para pelanggan yang menggunakan jasa Taksi Bosowa Makassar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2013. B. Data dan Variabel Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data hasil kuesioner yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi, dan diantara data tersebut berhubungan.kualitas pelayanan jasa Taksi Bosowa Makassar sebagai variabel bebas (simbol X) dan kepuasan konsumen Taksi Bosowa di Kota Makassar sebagai variabel terikat (simbol Y). C. Populasi dan Sampel Adapun Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengguna jasa taksi Taksi Bosowa Makassar, yaitu sebanyak 75 orang. Metode ini dipilih karena pelanggan Taksi Bosowa Makassar dengan karakteristik yang bervariasi.
85
D. Metode Pengumpulan Data Teknis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Angket Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden berkaitan dengan kualitas pelayanan jasa taksi Taksi Bosowa Makassar, dan kepuasaan konsumen penggunaan taksi. 2. Teknik observasi Teknik observasi merupakan observasi langsung di lapangan dengan menggunakan lembar observasi untuk melengkapi data yang tidak terwakili melalui wawancara atau angket sesuai dengan tujuan dari penelitian. 3. Dokumentasi, untuk melengkapi data pengukuran variabel penelitian yang diperoleh dari Taksi Bosowa Makassar. 4. Wawancara, yaitu tanya jawab langsung dengan pegawai atau pihak-pihak yang berkompeten untuk memberikan data atau informasi sehubungan dengan penelitian yang dilakukan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Taksi Bosowa Makassar merupakan perusahaan yang memberikan solusi berkendara kepada masyarakat dalam hal pelayanan transportasi darat di kota Makassar. A. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin pengguna didominasi oleh penumpang wanita yaitu sebanyak 50 orang sedangkan pria hanya 25 orang. B. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Hasil kuesioner menyatakan bahwa jumlah penumpang Taksi Bosowa Makassar terbanyak adalah yang berusia 25-34 tahun sebanyak 31 orang, kemudian secara berurutan yang berusia 35-44 tahun sebanyak 20 orang, usia 4554 tahun sebanyak 14 orang, dan terakhir lebih dari 55 tahun sebanyak 10 orang. C. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Latar belakang pendidikan responden penumpang Taksi Bosowa Makassar memiliki jenjang pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini membuktikan semakin banyaknya penumpang yang berlatar belakang pendidikan Sarjana S1 yaitu sebanyak 33 orang dan 22 Akademi (D1/D2/D3). Sedangkan SMA sebanyak 13 orang dan sebanyak 7 orang dengan latar belakang pendidikan S2. D. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden berdasarkan jenis pekerjaan terdiri dari Mahasiswa 27%, Swasta 50%, Pegawai Negeri 23%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan responden yang terbanyak adalah Swasta, diikuti Pegawai Negeri, dan terendah adalah Mahasiswa. Hasil Validitas dan reliabilitas dalam analisis data untuk menguji apakah suatu alat ukur atau instrument penelitian. Uji validitas digunakan untuk
86
mengukur apa yang hendak diukur dan uji reabilitas digunakan untuk melihat konsistensi pengukuran. Dengan menggunakan uji-t dalam melihat pengaruh kualitas pelayanan (X) terhadap kepuasan konsumen (Y) menunjukan kualitas pelayanan (X) memiliki yang signifikan terhadap kepuasan konsumen (Y). Hasil uji untuk variabel kualitas pelayanan sebesar thitung= 2.201 lebih kecil dari ttabel= 2.067 (2.201 > 2.067). Dengan demikian kualitas pelayanan jasa berpengaruh terhadap kepuasan konsumen secara signifikan. Zeithaml dan Bitner (2000:75) menjelaskan bahwa kepuasan adalah respon atau tanggapan konsumen mengenai pemenuhan kebutuhan. Kepuasan merupakan penilaian mengenai ciri atau keistimewaan produk atau jasa, atau produk itu sendiri, yang menyediakan tingkat kesenangan konsumen berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi konsumen. Untuk mencapai kebutuhan dan keinginan para konsumen maka pihak penyedia jasa taksi harus menjaga komitmen dengan mengutamakan kenyamanan konsumen dengan pelayanan yang sebaik mungkin. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori tersebut di atas yang menunjukan bahwa 14,1% kepuasan konsumen dipengaruhi oleh kualitas pelayanan, yang diukur dengan tangible, responsiveness, assurance, reability, dan empaty dengan dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai dasar bagi perusahaan untuk lebih meningkatkan jasa layanannya. Fakta yang ada bahwa persaingan jasa taksi di Kota Makassar sangat ketat maka pihak Taksi Bosowa Makassar harus mengidentifikasi apa yang paling dibutuhkan para pelanggan, dengan memberikan pelayanan yang maksimal untuk meningkatkan kepuasan pelanggan. Skor menunjukan bahwa untuk skor 1 (tidak puas) dengan nilai 3 (1.5%), untuk skor 2 (kurang puas) dengan nilai 25 (13.2%), untuk skor 3 (cukup puas) dengan nilai 54 (28.4%), untuik skor 4 (puas) dengan nilai 71 (37.4%), untuk skor 5 (sangat puas) dengan nilai 37 (19.5%). Dengan demikian, dapat disimpulkan sebagian besar responden memberikan tanggapan puas terhadap kepuasaan konsumen yang diberikan oleh Taksi Bosowa Makassar dengan nilai tertinggi 71 atau 37.4%. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini ditunjukan dengan hasil perhitungan t hitung=2.201> ttabel= 2.067 (2.201>2.067) atau sig t 0.045<0.05, besarnya konstribusi variabel kualitas pelayanan terhadap (X) terhadap kepuasan konsumen (Y) sebesar 14.1 %, variabel lain yang mempengaruhi di luar variabel penelitian ini sebesar 85.9 %. 2. Taksi Bosowa Makassar di Kota Makassar dalam memberikan pelayanan kepada para pelanggannya berada dalam kategori baik. Penyedia jasa layanan Taksi Bosowa Makassar selalu berusaha meningkatkan kualitas layanannya.
87
B. Saran Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan dalam penelitian ini, maka peneliti perlu memberikan saran sebagai berikut: 1. Konsumen Pengguna atau konsumen dapat memilih dan menggunakan jasa taksi yang mutu pelayanannya mampu memuaskan para konsumen. Penilaian atau pendapat dari konsumen yang tidak puas akan layanan yang diberikan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi Taksi Bosowa Makassar untuk meningkatkan kualitas layanannya. 2. Taksi Bosowa Makassar Penelitian ini berkaitan dengan perilaku konsumen khususnya pengaruh kualitas jasa/pelayanan terhadap kepuasan konsumen/pelanggan diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan sesrta bahan evaluasi bagi Taksi Bosowa Makassar dalam menjalankan aktivitasnya di bidang transportasi untuk meningkatkan layanannya secara lebih baik agar pengguna atau pelanggan puas terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Untuk peneliti selanjutnya dapat dijadikan sebagai rujukan dalam melakukan penelitian mengenai kualitas jasa/pelayanan (service quality) untuk dapat lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKA Abustan, 1992. Metode Pengumpulan Data. Ujung Pandang. Puslit. Arif Tiro Muhammad & Ilyas Baharuddin, 2007. Statistika Terapan Untuk Ilmu Ekonomi dan Ilmu Sosial, Edisi Ke- II. Makassar. Andira Publishbe Collins & Melaughlin, 1996. Marketing Principles and Perspektif. Mc. Graw Hill Ferdinad, 2006. Metode Penelitian Manejemen : Pedoman Penelitian untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan Desertasi, Bp Undip, Semarang. Goronsroos . 1990. Environmental Analisis Of Transportation System .New York: Jhon Willey Dan Sons. James.G. Barnes, 2003 Secret Of Costumer Relationship Management, Alih Bahasa Andreas Winardi Yogyakarta Penerbit Andi. Kotler. 2000. Marketing Management, The Milenium Edition. Prentince Hall, Inch, New Jersey. Sermanu, 2003. Materi Penelitian Structural Equation Modeling (Permodelan Persamaan Structural) Diktat Kuliah Lembaga Penelitian UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Wijaya, Toni. 2011. Manajemen Kualitas Jasa. Jakarta. Indeks. Widodo, Dkk, 1990. Indicator Ekonomi.Yogyakarta. Kanisius. Yamit, Zulian, 2005. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta. Ekonosia Condong Catur. Yasid, 2003. Pemasaran Jasa Konsep dan Implementasi. Yogyakarta. Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Yadianto . 2003. Kamus umum bahasa Indonesia. Bandung: M 2 S.
88
PENGARUH MINAT BELAJAR MATEMATIKA DAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMA NEGERI DI KOTA MAKASSAR Andi Syukriani12 ABSTRAK Minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar tergolong tinggi. Fasilitas belajar siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar tergolong lengkap. Prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar. Terdapat pengaruh positif yang signifikan fasilitas belajar matematika dan minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar secara sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar. Terdapat pengaruh positif yang signifikan fasilitas belajar terhadap minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar. Terdapat pengaruh tidak langsung fasilitas belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar melalui minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar Kata Kunci: Minat belajar matematika, fasilitas belajar, prestasi belajar matematika PENDAHULUAN Mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat adalah tujuan pemerintah yang selalu diupayakan untuk meningkatan mutu pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan, seperti program wajib belajar 9 tahun sebagai kebijakan nasional pada tahun 1994. Selain itu, peningkatan mutu pendidikan melalui penyempurnaan kurikulum dari tahun ke tahun, pengadaan buku-buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran baik secara regional maupun nasional. Gambaran tentang upaya yang telah dilakukan pemerintah memberikan keyakinan bahwa tentunya tujuan pendidikan nasional akan terwujud jika prestasi belajar matematika siswa dapat meningkat. Karena matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah yang sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan kemampuan logis, sistematis, dan kritis dalam diri peserta didik. Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan peserta didik untuk menunjang keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tingggi. Bahkan matematika diperlukan oleh semua kalangan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah, peserta didik perlu memiliki pengetahuan matematika yang cukup untuk menghadapi masa depan. Menyadari pentingnya peranan matematika, maka prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan haruslah meningkat. Tetapi kenyataannya, prestasi belajar matematika yang dicapai oleh siswa di Indonesia masih dinyatakan rendah bahkan sangat rendah. Rendahnya hasil belajar matematika siswa dapat dilihat dari beberapa indikator, sebagai contoh, prestasi belajar matematika di Sekolah Menengah 12
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
89
Pertama (SMP), Sekolah Menegah Atas (SMA) dan juga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ditunjukkan dengan hasil Ujian Nasional (UN) dari tahun ketahun hasilnya belum menggembirakan jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain. Selain itu, pada tingkat internasional, hasil tes The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 1999 yang dikoordinir oleh The International for Evaluation of Education Achievement (IEA) siswa Indonesia berada diperingkat 34 dari 38 negara peserta untuk penguasaan matematika. Pada TIMSS 2003 pada peringkat 34 dari 45. Skor ratarata yang diperoleh siswa-siswa Indonesia adalah 411. Skor ini masih jauh di bawah skor rata-rata internasional yaitu 467 (Syaban, 2008). Kita perlu sadari bahwa walaupun berbagai upaya telah dilakukan dalam meningkatkan prestasi belajar matematika siswa tetapi tidak akan berarti bila peserta didik tidak bersungguh-sungguh di dalam kegiatan belajarnya. Kesungguhan peserta didik dalam belajar sangat ditentukan oleh berbagai faktor. Hal ini disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya (Slameto, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa) dan faktor eksternal (faktor yang berasal dari luar diri siswa) perlu diperhatikan dan ditingkatkan dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika siswa minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar. Penulis memandang perlu melakukan suatu pengkajian secara sistematis tentang faktor-faktor yang bersumber dari dalam dan luar diri siswa, yang secara teoretis faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika siswa. Pengkajian ini dimaksudkan sebagai langkah awal untuk memperoleh informasi yang akurat, agar selanjutnya dapat ditentukan langkah-langkah yang tepat dalam usaha peningkatan prestasi belajar matematika siswa dengan membenahi faktor-faktor yang berpengaruh itu. Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar sebaikbaiknya karena tidak ada daya tarik. Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar kurang menghasilkan prestasi belajar yang rendah (Dalyono, 2007). Pencapaian prestasi belajar juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar yang mendukung kegiatan belajar siswa, dan waktu belajar yang digunakan siswa adalah faktor-faktor yang dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa jika faktor-faktor tersebut digunakan secara efektif. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas belajar turut mempengaruhi prestasi belajar siswa (Syah, 2003:153-154). Dua variabel yang dipilih, yaitu minat belajar matematika dan fasilitas belajar sebagai faktor-faktor internal dan eksternal yang ada pada siswa yang akan diselidiki bagaimana pengaruhnya secara langsung baik secara sendiri-sendiri maupun pengaruh tidak langsung kedua terhadap prestasi belajar matematika. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna dalam
90
upaya meningkatkan prestasi belajar matematika pada setiap jenjang pendidikan, khususnya di sekolah menengah atas. METODOLOGI Populasi penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri di Kota Makassar tahun ajaran 2008/2009. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Dinas P dan K Kota Makassar, diperoleh jumlah SMA Negeri yang ada di Kota Makassar sebanyak 22 sekolah dengan jumlah keseluruhan siswa dari masingmasing sekolah tersebut khususnya kelas X adalah 5.864 siswa. Metode pengambilan sampel yang digunakan untuk memperoleh sampel acak dan dapat merepresentasikan karakteristik populasi sesuai tujuan penelitian ini adalah teknik sampling rambang berstrata (Stratified random sampling). Populasi yang ada dikelompokkan berdasarkan strata baik, sedang dan kurang. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Dinas P dan K, jumlah siswa dari sekolah yang tergolong sekolah kategori baik adalah 1.389 siswa, kategori sedang adalah 2.200 siswa dan kategori kurang adalah 2.275 siswa. Pengambilan sampel untuk setiap kategori dilakukan dengan menggunakan metode cochran seperti pada rumus di bawah ini : Nz2 2 p(1 p) .........................( Sugiyono, 2007:87) n ( N 1)d 2 z2 2 p(1 p) n = Jumlah responden N = Ukuran populasi p = Proporsi siswa pada sekolah kategori (baik, sedang dan kurang) d = Deviasi 10% 2 z 2 = Nilai distribusi z untuk = 10%
Karena masing-masing sampel untuk kategori sekolah harus proporsional sesuai dengan populasi. Sehingga pengambilan anggota sampel dalam penelitian ini sebanyak 348 siswa. Masing-masing untuk jumlah siswa dari sekolah kategori baik, sedang dan kurang adalah 90 siswa, 115 siswa, 143 siswa. Proporsi ini sesuai dengan proporsi dari metode Cochran, sehingga banyaknya anggota sampel 348 dianggap dapat mewakili banyaknya anggota populasi. Pemilihan sekolah untuk memenuhi proporsi dari masing-masing kategori sekolah. Sekolah yang diambil sebagai sampel penelitian adalah SMA Negeri 2 Makassar, SMA Negeri 3 Makassar, SMA Negeri 9 Makassar, SMA Negeri 10 Makassar, SMA Negeri 11 Makassar dan SMA Negeri 14 Makassar. Sekolah ini yang dapat mewakili setiap kelompok SMA dengan kategori baik, sedang dan kurang. Definisi operasional dalam penelitian tiap variabel sebagai berikut: 1. Minat belajar matematika (X1) adalah keinginan yang besar terhadap belajar matematika dan rasa lebih suka belajar matematika tanpa ada yang menyuruh. Indikator-indikator yang terkait dengan minat belajar matematika adalah (Djaali, 2007:122): 1.) Perasaan ingin tahu adalah rasa atau keadaan batin siswa ingin mengerti matematika (Depdikbud, 1995). 2) Perasaan ingin mempelajari adalah rasa atau keadaan batin siswa ingin belajar dengan sungguh-sungguh/mendalami/menelaah/menyelidiki matematika (Depdikbud, 1995). 91
3) Perasaan mengagumi atau ingin memiliki adalah rasa atau keadaan batin siswa kagum akan matematika atau ingin memiliki sesuatu yang berkaitan dengan matematika (Depdikbud, 1995). 2. Fasilitas belajar (X2) adalah semua kebutuhan yang diperlukan oleh peserta didik dalam rangka untuk memudahkan, melancarkan dan menunjang kegiatan belajar. Indikator-indikator yang terkait dengan fasilitas belajar adalah (Ramadhan, 2008): 1) Ruang (kamar) belajar 2) Alat tulis menulis 3) Buku-buku penunjang 4) Perabot belajar 5) Alat penerangan listrik 3. Prestasi belajar (Y3) adalah adalah tingkat penguasaan pengetahuan atau keterampilan berupa skor tes prestasi belajar matematika berdasarkan pencapaian kompetensi sesuai dengan KTSP SMA/MA 2006 pada tahun ajaran 2008/2009. Masing-masing indikator untuk tiap-tiap variabel yang diajukan kepada responden melalui skala penilaian. Dalam penelitian ini menggunakan pernyataan yang nantinya akan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial atau disebut sebagai variabel penelitian (dalam Sugiyono, 2007). Pada penelitian ini menggunakan Skala Likert 10-titik. Skala Likert 10-titik diambil sebagai patokan pada semua butir pernyataan dalam skala penilian. Oleh karena itu, dalam Skala Likert 10-titik ini, responden akan diberikan butir pernyataan dengan pilihan penilian diri responden antara nilai 1 sampai 10. Angka 1 sampai 10 ini merupakan skor nilai dari penilaian diri responden yang memiliki arti sebagai berikut : 1 berarti Sangat Tidak Sesuai (STS) dengan keadaan diri responden 10 berarti Sangat Sesuai (SS) dengan keadaan diri responden Untuk memperoleh skor prestasi belajar matematika, disusun alat ukur berupa tes yang berbentuk tes obyektif pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban. Pemilihan bentuk tes obyektif dimaksudkan untuk memudahkan penilaian. Dari kelima alternatif jawaban untuk masing-masing butir tes, salah satu diantaranya adalah jawaban yang benar (kunci) dengan skor 1 dan yang lainnya adalah pengecoh (salah) dengan skor 0. Menganalisis data hasil penelitian menggunakan teknik statistika deskriptif dan inferensial. Statistika deskriptif dimaksudkan untuk memberi gambaran alami data sampel dari variabel penelitian, yaitu berupa mean, median, modus, standar deviasi, variansi, skewness, kurtosis, range, minimum, maksimum, dan analisis prosentase. Statistika inferensial dimaksudkan untuk analisis dan validasi model pengukuran yang diusulkan serta pengujian hipotesis. Oleh karena itu digunakan teknik analisis SEM dengan menggunakan paket program AMOS (Analysis Of Moment Structure) versi 6.0 dan SPSS versi 15.0.
92
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan berbagai pertimbangan atas kelayakan ukuran sampel berdasarkan Hoelter, Ding, dkk., Bentler dan Chou, dan Anderson dan Gerbing (Kusnendi, 2008), maka populasi diputuskan sebanyak 331 responden. Untuk keperluan verifikasi model dan pengujian hipotesis, SEM memiliki berbagai asumsi sebagaimana pada metode statistika multivariat. Pengecekan asumsi yang diperlukan dalam SEM adalah kecukupan informasi (overidentified), linearitas, normalitas variabel dependen, dan multikolinearitas. Asumsi-asumsi tersebut memenuhi berdasarkan penggunaan SEM. Data deskriptif dari masingmasing variabel disajikan pada tabel 12.1 berikut: Tabel 12.1 Hasil analisis deskriptif masing-masing variabel Fasilitas Belajar Minat Belajar Statistik (X1) Matematika (X2) 62.958 47.335 Mean 64 48 Median 61 42 Modus Standar 12.231 10.093 Deviasi 149.586 101.872 Variansi -1.219 -0.38 Skewness 2.54 -0.219 Kurtosis 71 49 Range 9 19 Minimum 80 68 Maksimum Sampel: 331 Tabel 12.2. Estimasi koefisien regresi Regression Weight Fasilitas_Belajar Minat Belajar_(X2) <--(X1) Prestasi Fasilitas_Belajar <--Belajar_Matematika (Y) (X1) Prestasi Belajar_Matematika (Y)
<---
Minat Belajar_(X2)
Prestasi Belajar Matematika (Y) 3.9819 4 4 2.43951 5.951 0.552 0.038 11 0 11
Estimate
S.E.
C.R.
0.254
0.06
4.231
0
0.014
0.011
1.27
0.102
0.027
0.015
1.729
0.042
A. Variabel fasilitas belajar (X1) Hasil pengujian overall model fit menunjukkan nilai P-hitung lebih besar dari 0,05 dan nilai RMSEA lebih kecil dari 0,08 serta nilai CFI lebih besar dari 0,90. Ini artinya model pengukuran fasilitas belajar yang diusulkan fit dengan data. Hasil uji kebermaknaan (pada tabel 12.3) terhadap masing-masing koefisien bobot faktor menunjukkan seluruhnya signifikan pada tingkat kesalahan 5% dengan nilai estimasi koefisien bobot faktor yang distandarkan (standardized) semuanya lebih besar dari nilai minimal yang direkomendasikan sebesar 0,40. Hal
93
P
tersebut mengandung arti bahwa masing-masing indikator memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai dalam mengukur fasilitas belajar. Tabel 12.3. Hasil analisis validitas konvergen dan reliabilitas untuk variabel fasilitas belajar (X 2 ) Item X21 X22 X23 X24 X25 X27 X28 X29
Loading Estimasi S.E C.R P Cronbach alpha 0.411 1.231 0.177 6.965 0.000 0.814 0.604 1.457 0.133 10.915 0.000 0.654 1.274 0.107 11.885 0.000 0.648 1.294 0.11 11.733 0.000 0.543 1.295 0.135 9.618 0.000 0.440 1.184 0.157 7.547 0.000 0.768 1.686 0.115 14.701 0.000 0.631 1.022 0.089 11.526 0.000
Menurut reliabilitas konstruk pada tabel 12.3, hasil estimasi menunjukkan bahwa konstruk fasilitas belajar (X 2 ) signifikan dengan tingkat konsistensi internal (cronbach alpha) sebesar 0.814 > 0,70. Berdasarkan tabel 12.1., rata-rata total skor yang diperoleh dari 331 62,958 x 100% 78,698% responden sebesar 62,958 berarti sebesar 78,698% 80 dari skor maksimal. Perolehan nilai skor rata-rata sebesar 78,698% tersebut tergolong tinggi, hal ini menunjukkan bahwa secara umum fasilitas belajar tergolong tinggi. Dari pengolahan data diperoleh ukuran tendensi sentral yang lain seperti median sebesar 64, modus sebesar 61, standar deviasi (simpangan baku) sebesar 12,231, variansi sebesar 149,586, skewness sebesar -1,219, dan kurtosis sebesar 2,540. Data hasil penelitian selanjutnya disajikan dalam daftar distribusi frekuensi dengan 5 kategori. Kecenderungan penyebaran distribusi frekuensi skor fasilitas belajar seperti pada Tabel 11.4 di bawah ini: Tabel 12.4. Distribusi frekuensi, persentase, dan kategori untuk variabel fasilitas belajar Interval Kategori Frekuensi Persen (%) 8 - 22,4 Sangat Kurang 4 1.21 22,5 - 36,8 Kurang 7 2.11 36,9 - 51,2 Sedang 39 11.78 51,3 - 65,6 Lengkap 126 38.07 65,7 - 80 Sangat Lengkap 155 46.83 331 100 Jumlah Berdasarkan table 12.4., diperoleh deskripsi bahwa fasilitas belajar berada pada kategori sangat lengkap sebesar 46,83%; yang berada pada kategori lengkap sebesar 38,07%; yang berada pada kategori sedang sebesar 11,78%; yang berada
94
pada kategori kurang sebesar 2,11%; dan yang berada pada kategori sangat kurang sebesar 1,21%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa fasilitas belajar pada kategori sangat lengkap lebih besar dibandingkan fasilitas belajar pada kategori lainnya. B. Variabel minat belajar matematika (X 2 ) Hasil pengujian overall model fit menunjukkan nilai P-hitung lebih besar dari 0,05 dan nilai RMSEA lebih kecil dari 0,08 serta nilai CFI lebih besar dari 0,90. Ini artinya model pengukuran minat belajar matematika yang diusulkan fit dengan data. Hasil uji kebermaknaan (pada tabel 5) terhadap masing-masing koefisien bobot faktor menunjukkan seluruhnya signifikan pada tingkat kesalahan 5% dengan nilai estimasi koefisien bobot faktor yang distandarkan (standardized) semuanya lebih besar dari nilai minimal yang direkomendasikan sebesar 0,40. Hal tersebut mengandung arti bahwa masing-masing indikator memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai dalam mengukur variabel minat belajar matematika. Tabel 12.5. Hasil analisis validitas konvergen dan reliabilitas untuk variabel minat belajar matematika (Y 2 ) Item Y21 Y23 Y25 Y26 Y27 Y28 Y29
Loading Estimasi S.E C.R P 0.549 0.999 0.099 10.077 0.000 0.513 1.397 0.152 9.193 0.000 0.621 1.257 0.108 11.594 0.000 0.838 1.766 0.102 17.358 0.000 0.573 1.11 0.107 10.369 0.000 0.782 1.547 0.098 15.748 0.000 0.526 1.051 0.11 9.591 0.000
Cronbach alpha 0.811
Menurut reliabilitas konstruk pada tabel 12.5, hasil estimasi menunjukkan bahwa konstruk minat belajar matematika (Y 2 ) signifikan dengan tingkat konsistensi internal (cronbach alpha) sebesar 0.811 > 0,70. Berdasarkan tabel 12.1., rata-rata total skor yang diperoleh dari 331 62,958 x 100% 78,698% responden sebesar 62,958 berarti sebesar 78,698% 80 dari skor maksimal. Perolehan nilai skor rata-rata sebesar 78,698% tersebut tergolong tinggi, hal ini menunjukkan bahwa secara umum fasilitas belajar tergolong tinggi. Dari pengolahan data diperoleh ukuran tendensi sentral yang lain seperti median sebesar 64, modus sebesar 61, standar deviasi (simpangan baku) sebesar 12,231, variansi sebesar 149,586, skewness sebesar -1,219, dan kurtosis sebesar 2,540. Data hasil penelitian selanjutnya disajikan dalam daftar distribusi frekuensi dengan 5 kategori. Kecenderungan penyebaran distribusi frekuensi skor fasilitas belajar seperti pada tabel 12.6:
95
Tabel 12.6. Distribusi frekuensi, persentase, dan kategori untuk variabel fasilitas belajar Interval Kategori Frekuensi Persen (%) 8 - 22,4 Sangat Kurang 4 1.21 22,5 - 36,8 Kurang 7 2.11 36,9 - 51,2 Sedang 39 11.78 51,3 - 65,6 Lengkap 126 38.07 65,7 - 80 Sangat Lengkap 155 46.83 331 100 Jumlah Berdasarkan tabel 12.6, diperoleh deskripsi bahwa fasilitas belajar berada pada kategori sangat lengkap sebesar 46,83%; yang berada pada kategori lengkap sebesar 38,07%; yang berada pada kategori sedang sebesar 11,78%; yang berada pada kategori kurang sebesar 2,11%; dan yang berada pada kategori sangat kurang sebesar 1,21%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa fasilitas belajar pada kategori sangat lengkap lebih besar dibandingkan fasilitas belajar pada kategori lainnya. C. Variabel prestasi belajar matematika (Y) Hasil pengujian overall model fit menunjukkan nilai P-hitung lebih besar dari 0,05 dan nilai RMSEA lebih kecil dari 0,08 serta nilai CFI lebih besar dari 0,90. Ini artinya model pengukuran prestasi belajar matematika (Y 3 ) yang diusulkan fit dengan data. Hasil uji kebermaknaan (pada tabel 12. 7) terhadap masing-masing koefisien bobot faktor menunjukkan seluruhnya signifikan pada tingkat kesalahan 5% dengan nilai estimasi koefisien bobot faktor yang distandarkan (standardized) semuanya lebih besar dari nilai minimal yang direkomendasikan sebesar 0,40. Hal tersebut mengandung arti bahwa masing-masing indikator memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai dalam mengukur variabel prestasi belajar matematika (Y). Tabel 12.7. Hasil analisis validitas konvergen dan reliabilitas untuk variabel prestasi belajar matematika (Y) Item Loading Estimasi S.E C.R P Cronbach alpha Y31 0.518 0.25 0.027 9.087 0.000 0.653 Y33 0.609 0.267 0.026 10.383 0.000 Y34 0.469 0.233 0.03 7.761 0.000 Y37 0.432 0.2 0.027 7.393 0.000 Y38 0.418 0.139 0.02 7.111 0.000 Y310 0.546 0.264 0.028 9.609 0.000 Y312 0.511 0.255 0.03 8.437 0.000 Y313 0.467 0.231 0.029 7.999 0.000 Y314 0.439 0.211 0.028 7.498 0.000 Y315 0.552 0.273 0.031 8.884 0.000 Y317 0.438 0.201 0.027 7.486 0.000
96
Menurut reliabilitas konstruk pada tabel 12.7, hasil estimasi menunjukkan bahwa tingkat konsistensi internal (cronbach alpha) sebesar 0.653 < 0,70. Menurut beberapa ahli, hal ini masih dapat dikatakan tingkat reliabilitas konstruk prestasi belajar matematika (Y 3 ) yang memadai. Rata-rata total skor pada tabel 12.1 yang diperoleh dari 331 responden 3,98 x 100% 24,88% dari skor sebesar 3,98 berarti sebesar 24,88% 16 maksimal. Perolehan nilai skor rata-rata sebesar 24,88% tersebut tergolong tinggi, hal ini menunjukkan bahwa secara umum prestasi belajar matematika tergolong tinggi. Dari pengolahan data diperoleh ukuran tendensi sentral yang lain seperti median sebesar 4, modus sebesar 4, standar deviasi (simpangan baku) sebesar 2,44, variansi sebesar 5,95, skewness sebesar 0,552, dan kurtosis sebesar 0,038. Data hasil penelitian selanjutnya disajikan dalam daftar distribusi frekuensi dengan 5 kategori. Kecenderungan penyebaran distribusi frekuensi skor prestasi belajar matematika seperti pada Tabel 12.8 ini: Tabel 12.8. Distribusi frekuensi, persentase, dan kategori untuk variabel prestasi belajar matematika Interval Kategori Frekuensi Persen (%) 0 - 3,2 Sangat Kurang 140 42.3 3,3 - 6,4 Kurang 142 42.9 6,5 - 9,6 Sedang 41 12.39 9,7 - 12,8 Tinggi 8 2.42 12,9 - 16 Sangat Tinggi 0 0 331 100 Jumlah Berdasarkan tabel 12.8, diperoleh deskripsi bahwa prestasi belajar matematika berada pada kategori sangat tinggi sebesar 0%; yang berada pada kategori tingg sebesar 2,42%; yang berada pada kategori sedang sebesar 12,39%; yang berada pada kategori kurang sebesar 42,90%; dan yang berada pada kategori sangat kurang sebesar 42,3%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa prestasi belajar matematika pada kategori kurang lebih besar dibandingkan prestasi belajar matematika pada kategori lainnya. D. Pengujian Hipotesis 1. H1 menyatakan bahwa ada pengaruh langsung yang positif dan signifikan dari fasilitas belajar (X2) terhadap minat belajar matematika (Y2) pada taraf signifikansi 0,05. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 12.2., diperoleh hasil estimasi ˆ 0,254 yang positif dengan nilai p = 0.000 < 0,05 yang signifikan. Ini berarti bahwa H0 ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Jadi ada pengaruh positif dan signifikan fasilitas belajar (X1) terhadap minat belajar matematika (X2) pada taraf signifikansi 0,05. 2. H1 menyatakan bahwa ada pengaruh langsung yang positif dan signifikan dari fasilitas belajar (X1) terhadap prestasi belajar matematika (Y) pada taraf signifikansi 0,05. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 12.2., diperoleh hasil estimasi ˆ 0,014 yang positif dengan nilai p = 0.102 > 0,05 yang tidak
97
signifikan. Ini berarti bahwa H0 diterima pada taraf signifikansi 0,05. Jadi ada pengaruh positif dan tidak signifikan fasilitas belajar (X 1) terhadap prestasi belajar matematika (Y) pada taraf signifikansi 0,05. 3. H1 menyatakan bahwa ada pengaruh langsung yang positif dan signifikan dari minat belajar matematika (X2) terhadap prestasi belajar matematika (Y) pada taraf signifikansi 0,05. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 12.2., diperoleh hasil estimasi ˆ 0,027 yang positif dengan nilai p = 0.042 < 0,05 yang signifikan. Ini berarti bahwa H0 ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Jadi ada pengaruh positif dan signifikan minat belajar matematika (X 2) terhadap prestasi belajar matematika (Y) pada taraf signifikansi 0,05. 4. H1 menyatakan bahwa ada pengaruh tidak langsung yang positif dan signifikan dari fasilitas belajar (X1) melalui minat belajar matematika (X2) terhadap prestasi belajar matematika (Y) pada taraf signifikansi 0,05. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 12.2., diperoleh hasil estimasi 0,007 yang positif dengan nilai p = 0,024 < 0,05 yang signifikan. Ini berarti bahwa H0 ditolak pada taraf signifikansi 0,05. Jadi ada pengaruh positif dan signifikan dari fasilitas belajar (X2) melalui minat belajar matematika (Y2) terhadap prestasi belajar matematika (Y) pada taraf signifikansi 0,05. KESIMPULAN 1. Minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar tergolong tinggi. Fasilitas belajar siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar tergolong lengkap. Prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar tergolong tinggi. 2. Terdapat pengaruh positif yang signifikan fasilitas belajar matematika dan minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar secara sendiri-sendiri terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar. 3. Terdapat pengaruh positif yang signifikan fasilitas belajar terhadap minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar. 4. Terdapat pengaruh tidak langsung fasilitas belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar melalui minat belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri di kota Makassar DAFTAR PUSTAKA Dalyono, 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Depdikbud. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Semiawan, Conny R. 2002. Pendidikan Keluarga dalam Era Global. Jakarta: Prenhallindo. Slameto. 2007. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, N. 2008. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
98
KAJIAN KEPADATAN PEMUKIMAN TERHADAP TEKANAN LINGKUNGAN SOSIAL MASYARAKAT DI KELURAHAN BASTIONG TALANGAME KOTA TERNATE SELATAN Jumaris, Tamrin Robo & Idhar Haerullah13 ABSTRAK Kota Ternate merupakan salah satu kota kepulauan di Propinsi Maluku Utara dan menjadi pusat perdagangan bagi kota-kota kepulauan disekitarnya. Di kota Ternate terdapat pelabuhan utama yang menjadi salah satu pintu masuk aktivitas roda perekonomian di Propinsi Maluku Utara. Kota Ternate menjadi pusat daya tarik penduduk yang bermukim di daerah kepulauan sekitarnya untuk datang beraktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Kota Ternate mengalami kepadatan penduduk karena selain penduduk asli banyak juga penduduk pendatang yang tinggal di Kota Ternate. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif, yang bertempat di kawasan permukiman Kelurahan Bastiong Talangame. Subjek penelitian ini adalah masyarakat yang mengalami tekanan lingkungan sosial dengan jumlah 88 responden sebagi sampel dari 12 RT. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara, kuisioner dan observasi secara langsung di Permukiman Kelurahan Bastiong Talangame. Hasil wawancara dengan 88 responden dengan menjawab 10 pertanyaan dan kriteria tertinggi sebanyak 380 responden atau sekitar 86,36 % memilih option kurang baik. ini menunjukan tekanan lingkungan sosial di permukiman Kelurahan Bastiong Talangame sangat tinggi dan berdampak pada timbulnya kekurangan ketersediaan lahan, kebutuhan udara besih, kerusakan lingkungan, dan kebutuhan air bersih. Kata Kunci: Kepadatan Permukiman, Tekanan Lingkungan Sosial.
PENDAHULUAN Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (Andini,2013). Permukiman sebagai suatu lingkungan, dengan manusia sebagai penghuni rumah dan berbagai kebutuhan yang melekat padanya.Pengaruh lingkungan eksternal, misalnya, kekacauan hubungan sosial dan keluarga, konflik sosial dan budaya, bencana alam, perpindahan tempat tinggal (Silondae, 2010). Menyebabkan daya dukung lingkungan yang tidak matematis sifatnya karena perkembangan daerah atau kota selalu dipermasalahkan adalah kualitas perumahan dan fasilitas permukiman yang memadai atau layak huni. Demikian lingkungan memiliki keterbatasan, jika pemanfaatan dan populasi yang dapat didukung oleh lingkungan telah melewati batas kemampuannya, akan terjadi berbagai ketimpangan. Fenomena seperti ini menandai telah terjadinya tekanan 13
Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Khairun, Ternate, Maluku Utara, Indonesia
99
lingkungan.Indikator terjadinya tekanan lingkungan adalah timbulnya perasaan tidak enak, tidak nyaman, kehilangan orientasi atau kehilangan keterikatan dengan suatu tempat tertentu (Parera, dkk. 2010). Dengan mendapatkan gambaran mengenai tekanan lingkungan dan psikologis yang dialami keluarga, hal ini dapat dikaitkan dengan kesejahteraan subjektif yang lebih berdasarkan kepada kepuasan akan kehidupan. Lingkungan tempat tinggal yang berbeda juga akan berpengaruh terhadap kondisi internal keluarga. Karakteristik keluarga yang tinggal di wilayah perkotaan akan berbeda dengan karakteristik keluarga di wilayah perdesaan. Wilayah perkotaan, dengan berbagai perubahan yang terjadi baik fisik maupun sosial (Andini,2013), membuat keluarga semakin terpapar dengan permasalahan.Permasalahan ini berdampak pada tekanan yang dirasakan oleh keluarga, baik sosial maupun psikologisnya. Berbeda dengan wilayah pedesaan, dimana keluarga lebih sedikit menghadapi perubahan dari lingkungan, karena karakter masyarakatnya yang relatif statis (Parera A R, 2010). Berkaitan dengan kesejahteraan subjektifnya, keluarga dengan tekanan lingkungan sosial yang semakin tinggi diduga akan memiliki kesejahteraan subjektif yang rendah. Hal ini dikarenakan tekanan lingkungan sosial yang dihadapi menyebabkan kepuasan akan kehidupan semakin rendah. Apabila dilihat berdasarkan perbedaan wilayah permukiman padat, maka kesejahteraan subjektif keluarga di wilayah permukiman yang tidak padat akan lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga di wilayah permukiman padat (Silondae,2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai Kajian Kepadatan Permukiman Terhadap Tekanan Lingkungan Sosial Masyarakat di Kelurahan Bastiong Talangame Kecamatan Kota Ternate Selatan dengan tujuan untuk mengetahu berbagai macam permasalahan yang terjadi pada kepadatan permukiman di Kota Ternate khususnya Kelurahan Bastiong Talangame, METODOLOGI Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantilatif.Tipe penelitian dengan menggunakan tipe deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berupaya untuk memberikan gambaran mengenai suatu fenomena secara terperinci dan memusatkan perhatian pada masalah yang bersifat aktual, yang pada akhirnya memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena yang diteliti.Lokasi penelitian ini dilakuan di Kelurahan Bastiong Talangame, Kecamatan Kota Ternate Selatan, Kota Ternate.Teknik pengumpulan data melalu dokumen, wawancara dan observasi.Teknik analisi data digunakan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Teknik pemeriksaan keabsahan data dengan membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen, membandingkan pendapat satu orang dengan orang lain. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kepadatan Permukiman Terhadap Tekanan Lingkungan Sosial Masyarakat di Kelurahan Bastiong Talangame Permukiman di Kelurahan Bastiong Talangamen tergolong padat karena dari hasi data yang diperoleh di kelurahan menunjukan angka penduduk 3.724 jiwa atau 771 KK, dengan luas permukiman 0,084.323 KM2 dan pendapat dari
100
pada responden sebanyak 88 sampel menujukan bahwa pemukiman di Kelurahan Bastiong Talangame mengalami tekanan lingkungan sosial. Tabel 13.1. Hasil Akhir Olahan Jawaban Responden Tekanan Lingkungan Sosial Jawaban Jumlah No Soal SB B KB TB STB F % 1 2 7 30 40 9 217 49,31 2 2 3 38 39 6 220 50 3 3 3 27 39 8 149 33,86 4 2 4 37 28 7 199 45,22 5 2 2 49 28 6 227 51,13 6 1 2 46 37 2 103 23,40 7 1 2 37 43 5 215 48,40 8 1 2 41 40 4 220 50 9 2 2 40 33 10 199 45,22 10 1 2 35 40 10 213 48,40 Jumlah 17 29 380 367 67 1962 100% Presenta 6,59 86,36 83,40 15,22 3,86% 44,59% se % % % % Sumber. Data primer, 2 dan 6 Oktober 2013 Berdasatkan tabel 13.1 diatas pada hasil olahan responden dengan jumlah 10 pertanyaan dan masing – masing mempunyai kriteria yaitu SB atau sanyat baik, kriteria B atau baik, kriteria KB atau kurang baik, kriteria TB atau tidak baik dan kriteria STB atau sangat tidak baik. Dari kelima kriteria ini masingmasing memiliki skor SB skor 5, B skor 4, KB skor 3, TB skor 2 dan STB skor 1.Dengan skor ini dapat di ketahui jawaban atau pendapat sesponden sebagi sampel seluruh masyarakat di Kelurahan Bastiong Talangame. Dari presentase pertanyaan pertama dalam tingkat tekanan lingkungan sosial yaitu, yang menjawab SB (sangat baik) 2 orang, baik 7 orang, kurang baik, 30 orang, tidak baik 40 orang, dan sangat tidak baik 9 orang. Jadi hasil presentasinya 49,31% tingkat tekanan lingkunan sosial sangat tinggi di Permukiman Bastiong Talangame. Lebih jelas dapat digambarkan pada grafik 13.1.
Skor Jawaban Responden
40
40
30
20 2
9
7
P, KE-1
0 SB
B KB TB STB kriteria jawaban
Gambar 13.1. Grafik tingkat tekanan lingkungan 101
Skor Jawaban Responden
Dari presentase pertanyaan kedua kenyamanan hidup lingkungan sosial sekitar, yaitu yang menjabap sangat baik 2 orang, baik 3 orang, kurang baik 38 orang, tidak baik 39 orang dan sangat tidak baik 6 orang. Jadi hasil presntase 50% tingkat kenyamanan hidup sangat menurun, karena padatnya permukiman Bastiong Talangame sangat berdampak pada kenyamanan hidup warga.Secara jelas dapat dilihat pada gambar 13.2. 38
40
39
20 3
2
6
P, KE-2
0 SB
B
KB TB STB Kriteria Jawaban
Gambar 13.2. Grafik kenyaman hidup lingkungan sosial.
Skor Jawaban Responden
Dari presntase pertanyaan ketiga tekanan lingkungan sosial yaitu, responden menjawab dengan kriteria sangat baik 3 orang, baik 3 orang, kurang baik 27 orang, tidak baik 39 orang dan sangat tidak baik 8 orang. Dengan jawaban responden sesuai kriteria sebanyak 33,86% ini dapat diketahu lingkunag kelurahan bastiong sangat tertekan karena beban permukiman tidak mendukung dengan volume lahan yang tidak berimbang. Lebih jelas digambarkan pada grafik 13.3: 38
40
39
20 3
3
SB
B
8
P,KE-3
0 KB
TB SBT
Kriteria Jawaban
Gambar 13.3. Grafik tekanan lingkungan sosial Presentase pertanyaan keempat pengaruh kepadatan permukiman terhadap tekanan lingkungan sosial yaitu, dengan tanggapan jawaban responden sangat baik 2 orang, baik 4 orang, kurang baik 37 orang, tidak baik 28 orang, dan sangat tidak baik 7 orang, dalam perolehan peresentase sebesar 45,22% dengan bukti jawaban responden dan presntase diperoleh sangat tinggi maka kepadatan permukiman sangat lah berpengaru terhadap tekanan lingkungan sosial. Lebih jelas dapat digambarka pada grafik 13.4:
102
Skor Jawaban Responden
37
40
28
P, KE-4
20
2
4
SB
B
7
0 KB
TB SBT
Kriteria Jawaban
Gambar 13.4. Grafik pengaruh kepadatan permukiman terhadap tekanan lingkungan sosial.
Skor Jawaban Responden
Dari presentase pertanyaan kelima kondesi tekanan lingkunan sosial yaitu, tanggapan responden sangat baik 2 orang, baik 2 orang, kurang baik 49 orang, tidak baik 28 orang, dan sangat tidak baik 6 orang dari kelima kriteria dengan pertanyaan tentang tekanan lingkungan sosial mempunyai nilai presntase sebesar 51,13% dengan presentase kriteria kurang baik dan tidak baik pada sebakin meningkat, maka terlihat jelas tekanan lingkungan sosial di Permukiman Kelurahan Bastiong Talangame sangatlah berdampak pada masyarakat setempat. Lebih jelas dapat dapat digambarkan pada grafik 13.5: 60
49
40
28
20 2
2
SB
B
6
P, KE- 5
0 KB
TB
STB
Kriteria Jawaban
Gambar 13.5. Grafik kondesi tekanan lingkunan sosial Dari presentase pertanyaan keenam tentang dampak kepdatan permukiman yaitu, tanggapan jawaban responden sangat baik 1 orang, baik 2 orang, kurang baik 46 orang, tidak baik 37 orang dan sangat tidak baik 2 orang dengan presntase jawaban responden sebesar 23,40%. Kepadatan permukiman hampir menjacai 50% hal ini menunjukan areal permukiman Bastiong Talangame sudah sangat padat, dengan kepdatan ini berdampak negative pada lingkungan sosial maupun lingkungan fisik lainnya. Hasil presntase lebih jelas dapat digambarkan pada grafik 13.6:
103
Skor Jawaban Responden
60
46
40 20
37 P, KE - 6
1
2
2
SB
B
KB TB STB
0
Kriteria Jawaban
Gambar 13.6. Grafik dampak kepdatan permukiman
Skor Jawaban Responden
Dari presentase pertanyaan ketujuh tentang keadaan kesehatan diareal padat permukiman yaitu, responden menjawab kriteria pertanyaan sangat baik 1 orang, baik 2 orang, kurang baik 37 orang, tidak baik 43 orang dan sangat tidak baik 5 orang. Presntase responden dari kelima kriteria dalam soal ini memperoleh 48,40% dengan presentase yang tinggi menujukan keseharian masyarakat di areal permukiman padat Bastiong Talangame sangat terganggu atau tidak stabil karena berpengaruh dengan berbagai macam factor yang ditimbulkan akibat padatnya permukiman di Kelurahan Bastiong Talangame. Lebih jelas lagi presntasenya dapat dilihat pada gambar garafik 4.7 dibawa ini:
60 37
40
43
20 1
2
5
SB
B
KB TB STB
P,KE - 7
0
Kriteria Jawaban
Gambar 13.7. Grafik tentang keadaan kesehatan diareal padat permukiman Presentase pertanyaan kedelapan tentang dampak kepadatan permukiman terhadap tekanan lingkungan sosial yaitu, tangapan dan jawaban sresponden sesuai kriteria sangat baik 1 orang, baik 2 orang, kurang baik 41 orang, tidak baik 40 orang, dan snagat tidak baik 4 orang. Presentase dari semua krteria memperoleh persentase sebesar 50 %, hal ini sangat jelas kepadatan permukiman di Kelurahan bastiong sangat berdampak pada tekanan lingkunan, karena dari 88 responden sebagai sampel masyarakat Kelurahan Bastiong Talangame dan 50% menjawap sangat berdampak. Lebih jelas dapat di buktikan pada gambar grafik 13.8:
104
Skor Jawaban Responden
60
41 40
40 20
P, KE - 8 1
2
4
SB
B
KB TB STB
0
Kriteria Jawaban
Gambar 13.8. Grafik dampak kepadatan permukiman terhadap tekanan lingkungan social
Skor Jawaban Responden
Dari presentase pertanya kesembilan tentang tekanan lingkungan di permukiman Bastiong Talangame yang terus bertambah yaitu, responden menjawab sesuai kriteia sangat baik 2 orang, baik 2 orang, kurang baik 40 orang, tidak baik 33 orang dan sangat tidak baik 10 orang. Presentase yang diperoleh dari pertanyaan ini sebesar 45,22 %, dengan perolehan presentase hampi 50% hal ini sangat tidak disetuju oleh masyarakat Kelurahan Bastiong Talangame bila tekanan lingkunag ini terus bertambah dan berdampak negative yang lebih parah lagi. Lebih jelas dapat digambarkan pada grafik 13.9: 40 40
33
20
10 2
2
P,KE - 9
0 SB B KB TI STB Kriteria Jawaban
Gambar 13.9. Grafik tekanan lingkungan di permukiman Bastiong Talangame Dari presntase pertanyaan kesepuluh tentang dampak negative tekanan lingkungan sosila lebih besar yaitu, respnden mejawab dengan krteria sangat baik 1 orang, baik 2 orang, kurang baik 35 orang, tidak baik 40 orang dan sangat tidak baik 10 orang. Dengan presntase yang diperoleh dari semua krteria pertnyaan ini sebesar 48,40 %, dengan presntase yang mencapai hamper 50 % dari masyarakat Kelurahan Bastiong Talangame, sangatlah pasti tanggapan masrakat tidak baik terhadap tekanan lingkungan sosial maupun lingkungan fisik ini. Lebih jelas dapat digambarkan pada grafik 13.10 dibawah ini:
105
Skor Jawaban Responden
40
35
40 20
10 1
2
SB
B
P, KE - 10
0 KB TB STB
Kriteria Jawaban
Gambar 13.10. Grafik dampak negative tekanan lingkungan sosila lebih besar B. Dampak kepadatan permukiman di Kelurahan Bastiong Talangame Dampak kepadatan permukiman yaitu berdampak pada lingkungan sekitar makin banyak penduduk dan permukiman terus bertambah di Kelurahan Bastiong Talangame maka, hal ini sangat membutuhkan lahan untuk pembangunan jika, lahan untuk pembangunan dibangun tidak sesuai dengan volume lahan maka dapat menimbulkan dampak yang negatif seperti tekanan lingkungan sosial. Karena sempitnya lahan terbuka dan terjadinya banyak pencemaran, maka masyarakat di Kelurahan Bastiong Talangame tidak merasa nyaman, tertekan dan mengalami gangguan kesehatan. Pesatnya pertambahan penduduk mengakibatkan makin besar kepadatan penduduk.Jumlah penduduk yang bertambah dengan luas lahan tetap menyebabkan peningkatan kepadatan penduduk.Akibatnya, makin besar perbandingan antara jumlah penduduk dan luas lahan.Pada akhirnya, lahan untuk perumahan makin sulit didapat.Itulah sebabnya di Kelurahan Bastiong Talangame yang sangat padat penduduknya, kita lihat banyak yang mendirikan bangunan tidak resmi, bahkan ada pula yang membuat tempat tinggal sementara dari plastik atau dari karton di pinggir sungai atau di pinggiran pelabuhan. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kepadatan permukiman sangatlah berdampak pada tekanan lingkungan sosial hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan 88 responden dengan 10 pertanyaan yaitu sebanyak 380 atau 86,36 % menjawab kurang baik, ini menunjukan tekanan lingkungan sosial di permukiman Kelurahan Bastiong Talangame sangat tinggi dan dapat berdampak negatif pada lingkungan fisik yang lain jika tidak diantisipasi oleh pihak pemerintah maupun masyarakat setempat. DAFTAR PUSTAKA Andini I, 2013.Sikap dan Peran Pemerintah Kota Surabaya Terhadap Perbaikan Daerah Kumuh di Kelurahan Tanah Kalikedinding Kota Surabaya.Jurnal Ilmiah. Program Studai Ilmu Adnimistrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga. Vol. 1, No. 1, Januari 2013. Anonymous, 1992. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992 tentang “Perumahan dan Permukiman”.
106
Altman, 1975.Kepadatan Permukiman, Jakarta : Rineka Cipta. Parera A R, Satijanti P dan Purwadio H, 2010. Dampak Permukiman Baru Pada Perkembangan Wilayah Sekitar Desa Soya Kecematan Sirimau Kota Ambon.Jurnal Ilmiah. Program Studi Arsitektur, FTSP ITS, Surabaya Indonesia. Vol 3, No. 2.Maret 2010.
107
EFEKTIVITAS EKSTRAK METANOL BUAH KAWISTA (LIMONIA ACIDISSIMA) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP STAPHYLOCOCCUS AUREUS DAN ESCHERICHIA COLI Adriani14 ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenai efektivitas Ekstrak Metanol Buah Kawista (Limonia acidissima) sebagai antibakeri terhadap Escherichia colidan Staphylococcus aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak metanol buah Kawista terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013.Metode yang digunakan adalah difusi agar untuk melihat zona hambat yang terbentuk.Ekstrak metanol buah kawista dibuat pada konsentrasi 1%, 3%, 5%, 7% dan 9% b/v, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1x24 jam.Kontrol positif berupa Amoksilin dan kontrol negatif berupa aquadest steril.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah Kawista dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji dandiameter zona hambat terbesar ditemukan pada konsentrasi 9% untuk setiap bakteri uji.Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak buah kawista efektif digunakan sebagai antibakteri terhadap pertumbuhan Escherichia colidanStaphylococcus aureus Kata Kunci : Ekstrak metanol, Buah Kawista (Limonia acidissima), Escherichia coli,Staphylococcus aureus PENDAHULUAN Pemanfaatan bahan alam sebagai bahan obat tradisional akhir-akhir ini telah banyak dilakukan.Hal ini didasari bahwa penggunaan obat tradisional (herbal) memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat kimia sintetis.Sebagai negara dengan biodiversitas yang tinggi, maka tidaklah mengherankan apabila Indonesia memiliki berbagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional.Namun kebanyakan khasiat dari suatu tanaman obat belum dikenal secara luas oleh masyarakat.Salah satu contohnya adalah tanaman Kawista. Kawista merupakan tanaman dari family Rutaceae dan tergolong tanaman langka.Berasal dari India Selatan kemudian menyebar ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Buahnya banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan minuman, obat diare, asma dan disentri, tonik untuk lever dan jantung (Janeja, 2005).Kulit kayunya dapat digunakan sebagai obat penghenti menstruasi yang berlebihn, gangguan hati, mual dan mengobati gigitan serangga (Anonim).Adapun kandungan kimia dari buah kawista adalah flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin, tannin, beberapa jenis koumarin dan derivate tiramin (Pradhan et al, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pradhan et al (2012) memperlihatkan adanya aktivitas antikanker ekstrak buah kawista terhadap sel kanker payudara.Thakur et al (2010) dalam Dewi (2013) menambahkan bahwa buah kawista memiliki antioksidan yang cukup tinggi. Daun kawista dilaporkan 14
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Pembangunan Indonesia Makassar
108
berperan dalam aktivitas hepatoprotektif sedangkan buahnya mengandung komponen antifungi berupa psoralene, xanthotoxin dan osthenol (Rubinstein et al, 1990 dan Saima et al, 2000 dalam Pradhan et al, 2012). Ekstrak methanol buah dan ekstrak air dari daun kawista memperlihatkan adanya aktivitas antidiabetes pada hewan uji (Joshi et al, 2009 dalam Vijayvargia, 2014).Selain itu ekstrak buah kawista bersifat larvasida terhadap udang (Dewi, 2013).Ekstrak etanol dan ekstrak aseton dari daun kawista bersifat antibakteri berspektrum luas terhadap bakteri uji dan sebagai larvasida pada nyamuk (Panda, 2013; Vijayvargia, 2014) METODOLOGI A. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalahalat gelas laboratorium, inkubator, jangka sorong, rotatavavor, seperangkat alat refluks, oven, inkubator dan jangka sorong. B. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, methanol 70%, medium NA, medium MHA, buah kawista, biakan murni Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, amoksilin C. Prosedur kerja 1. Penyiapan alat Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu untuk mempermudah dalam pengerjaan.Alat gelas dicuci bersih kemudian disterilkan menggunakan oven pada suhu 1800C, tekanan 2 atm selama 2 jam. Alat berupa ose disterilkan dengan cara dipijarkan di atas nyala api. 2. Pengambilan dan pengolahan sampel Sampel berupa buah kawista (Limodia acidissima) diperoleh dari Kab. Bima Nusa Tenggara Barat. Sampel selanjutnya dicuci bersih, dikupas dan daging buahnya dipotong kecil kecil. Kemudian diangin-anginkan sampai kering untuk selanjutnya dibuat serbuk dengan derajat halus 4/18. 3. Ekstraksi sampel dengan metode refluks Sebanyak 500 gram serbuk simplisia buah kawista ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan selanjutnya direndam dengan cairan penyari berupa methanol sampai 2/3 dari volume labu.labu alas bulat kemudian dipasang kuat pada statif dan ditempatkan di atas waterbath.Aliran air dan pemanas dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 4 jam maka dilakukan penyaringan, filtrate yang terbentuk ditampung sementara ampas yang tersisa ditambahkan kembali dengan pelarut dan dilakukan ekstraksi kembali. Proses ekstraksi berlangsung 3-4 jam. Filtrat yang terbentuk selanjutnya dipekatkan mengguakan rotavavor sehingga diperoleh ekstrak methanol kental dan selanjutnya dikeringkan di atas waterbatch. 4. Pembuatan larutan uji Ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi dibuat dalam beberapa konsentrasi yaitu 1%, 3%, 5%, 7% dan 9% b/v. Untuk ekstrak 1% dibuat dengan cara
109
menimbang ekstrak metanol buah kawista sebanyak 1 gram, disuspensikan dengan air suling steril hingga 100 ml.Cara yang sama dilakukan untuk pembuatan ekstrak konsentrasi 3%, 5%, 7% dan 9%, dimana ekstrak metanol buah Kawista ditimbang masing-masing sebanyak 3 gr, 5 gr, 7 gr dan 9 gr kemudian disuspensikan dengan aquades sebanyak 100 ml. 5. Pengujian antimikroba ekstrak metanol Sebanyak 5 ml medium Mueller Hinton Agar (MHA) dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan memadat sebagai base layer. Sebanyak 0,2 µl suspense bakteri uji dicampurkan dengan 10 ml medium MHA dan dituang secara aseptis di atas permukaan medium yang telah memadat sebagai seed layer. Pencadang diletakkan pada permukaan medium dengan jarak 2-3 cm dari pinggir cawan petri. Selanjutnya pencadang diisi dengan larutan uji, kontrol positif (amoksilin) dan kontrol negative (aquades) masing-masing sebanyak 0,2 µl. Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C selama 1x24 jam.Hasil positif ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar pencadang yang selanjutnya diukur diameternya menggunakan jangka sorong. 6. Analisis data Data yang diperoleh selanjutnya diuji secara statistik menggunakan uji T.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 14.1: hasil pengukuran rata-rata diameter zona hambatekstrak methanol terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Rata-rata diameter hambatan (mm) Konsenstrasi ekstrak metanol Escherichia coli Staphylococcus aureus 1%
13,10
13,00
3%
13,45
13,69
5%
13,75
13,93
7%
14,09
14,00
9%
15,25
14,16
Kontrol (+)
13,10
14,1
Kontrol (-)
0
0
110
diameter zona hambat (mm)
15.5 15 14.5 14 13.5 13 12.5 12 1%
3%
5% 7% Konsentrasi (%)
9%
Diameter zona hambat (mm)
Gambar 14.1 Hasil analisis regresi polynomial ekstrak methanol terhadap Escherichia coli
14.4 14.2 14 13.8 13.6 13.4 13.2 13 12.8 12.6 12.4
Konsentrasi (%) 1
3
5
7
9
Gambar 14.2 Hasil analisis regresi polynomial ekstrak methanol terhadap Staphylococcus aureus
D E
C B
F A
Keterangan gambar : Zona hambat ekstrak metanol terhadap pertumbuhan Escherichia coli (kiri) dan Staphylococcus aureus (kanan). (A)konsentrasi 1%, (B)konsentrasi 3%, (C)konsentrasi 5%, (D)konsentrasi 7%, (E)konsentrasi 9%, (F)kontrol positif, (G)kontrol negatif
Gambar 14.3 Hasil pengujian ekstrak methanol terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus 111
B. Pembahasan Dari hasil penelitian diketahui ekstrak metanol buah kawista mampu menghambat pertumbuhan bakteri uji dalam hal ini Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Untuk bakteri Escherichia coli, ekstrak metanol yang paling besar diameter zona hambatnya adalah konsentrasi 9% dimana zona hambat yang terbentuk sebesar 15,25 mm dan lebih besar daripada zona hambat kontrol yang hanya 13,10 mm. Hal yang sama ditunjukkan oleh ekstrak metanol buah kawista yang diujikan pada Staphylococcus aureus. Dari tabel diatas diketahui bahwa konsentrasi terbesar yaitu 9% mampu menghasilkan diameter zona hambat yang terbesar diantara semua konsentrasi yaitu 14,16 mm lebih besar daripada kontrol. Adanya zona hambat yang terbentuk menandakan bahwa buah kawista mengandung senyawa yang bersifat sebagai antimikroba. Semakin besar konsentrasi ekstrak maka semakin besar pula zat aktif yang terkandung didalamnya. Besar diameter hambatan menunjukkan bahwa ekstrak methanol buah kawista memiliki kemampuan penghambatan yang tinggi terhadap pertumbuhan bakteri (Arora dan Bhardawaj, 1997). Hal senada juga dikemukakan oleh Pan et al (2009) bahwa terdapat 3 kategori dalam menentukan sensitivitas suatu antibiotik terhadap bakteri uji yaitu sensitivitas lemah (0-3 mm), sensitivitas sedang (3-6 mm) dan sensitifitas kuat ( ˃ 6 mm). Diameter zona hambat yang dihasilkan oleh bakteri Escherichia coli lebih besar dibandingkan dengan Staphylococcus aureus. Hal ini disebabkan karena perbedaan komponen dinding sel kedua bakteri tersebut. E. coli tergolong bakteri gram negatif dengan komponen peptidoglikan yang sedikit sedangkan Staphylococcus aureus tergolong bakteri gram positif dengan komponen peptidoglikan yang banyak (Fardiaz, 1992). Hal ini menyebabkan dinding sel E.coli lebih cepat rusak akibat senyawa antimikroba daripada Staphylococcus aureus. Menurut Volk and Wheeler (1993) dalam Fatiqin (2009) banyak faktor yang mempengaruhi kerja suatu antibakteri terhadap suatu patogen diantaranya waktu, suhu dan kadar medium di sekelilingnya. Kandungan kimia dari buah kawista adalah flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin, tannin, beberapa jenis koumarin dan derivate tiramin (Pradhan et al, 2012).Saponin adalah senyawa turunan dari terpenoid, merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membrane sehingga terjadi hemolysis sel pada bakteri.Golongan senyawa ini mengandung polisakarida sehingga dapat menembus membrane sel bakteri dan menyebabkan kerusakan pada sel (Nimah, 2012). Alkaloid juga dapat berperan sebagai antibakteri karena kemampuannya merusak dinding sel melalui penghambatan sintesis dinding sel bakteri (Lamothe, 2009 dalam Nimah, 2012).Senyawa tanin dapat berfungsi sebagai agen antimikroba alami pada tumbuhan (Ismarani, 2012).Tannin mampu mengganggu sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna dan menyebabkan bakteri mati (Safera, 2005 dalam Sari, 2011). Selain itu tannin mampu menginaktivasi adhesin sel mikroba yang terdapat pada permukaan sel dan menyebabkan kerusakan pada dinding sel (Naim, 2004 dalam Sari, 2011) Senyawa flavonoid juga efektif dalam menghambat pertumbuhan
112
virus, bakteri dan jamur (Khunaifi, 2010). Flavonoid mampu mengikat protein sehingga mengganggu proses metabolism bakteri (Ganiswara, 1995) Dari hasil perhitungan statistik dengan menggunakan Uji T menunjukkan bahwa pada taraf kemaknaan 0,05 dan daftar kepercayaan (DK) 4 (n 1 + n2 - 2), (1-α/2) sehingga thitung = 0,11 < ttabel = 3,18, artinya Ha ditolak. Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan bermakna atau signifikan antara pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli terhadap ekstrak metanol buah Kawista KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak methanol dari buah kawista efektif digunakan sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus B. SARAN Sebaiknya dilakukan pengujian menggunakan beberapa jenis pelarut terhadap batang, daun maupun buah dari tanaman kawista untuk melihat potensinya sebagai antifungi dan antibakteri DAFTAR PUSTAKA Anonim.Prospek perbanyakan buah Kawista secara in vitro.Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. www.http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/wr325105.pdf Arora, D.S. dan Bhardwaj, 1997. Antibacterial Activity Of Some Medicinal Plants. Geo. Bios, 24, 127-131 Ganiswara, S.G., 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4, FKUI, Jakarta Ismarani, 2012. Potensi Senyawa Tanin Dalam Menunjang Produksi Ramah Lingkungan. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah. Vol.3 No.2 Nimah, Shofiatun, Ma’ruf Farid dan Trianto, Agus, 2012. Uji Bioaktivitas Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) Terhadap BakteriPseudomonas aeroginosa dan Bacillus cereus. Jurnal Perikanan Vol.1 No.2 Panda, N, Patro VJ, Jena BK, Panda BK. Evaluation of phytochemical and antimicrobial activity of ethanolic extract of Limonia acidissima L. leaves. Int J herbal 1, 22-27. Pradhan, D.,Tripathy, G., dan Patanaik, S. 2012. Anticancer activity of Limonia acidissima Linn (Rutacea) fruits extracts on human breast cancer cell lines. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 11(3):413-419 Sari, Puspita, F. dan Sari Muktiana, 2011. Ekstraksi Zat Aktif Antimikroba Dari Tanaman Yodium (Jatropha multifida Linn) Sebagai Bahan Baku Alternatif Antibiotik Alami. Jurusan Tehnik Kimia, Universitas Diponegoro. Semarang Vijayvargia P., and Vijayvergia, R., 2014. A Review omLimonia acidissima l; Multipotential medicinal plant. Article no 36, pages 36, pages 191-195
113