Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN PEMASOK TUNGGAL-PEMBELI TUNGGAL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DISKON KUANTITAS PEMBELIAN DAN DISKON KUANTITAS PENGIRIMAN Kartika Winingsih1, Wakhid Ahmad Jauhari 2, Azizah Aisyati 3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126 Telp. 0271-6322110 Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2,3
ABSTRAK Pengelolaan persediaan merupakan salah satu komponen terpenting dalam supply chain. Pengelolaan persediaan seringkali dilakukan secara independent sehingga menimbulkan kerugian salah satu pihak. Kerugian terjadi akibat pembeli melakukan pemesanan dalam jumlah yang optimal bagi sistem persediaannya sehingga pihak lain khususnya pemasok harus menanggung biaya persediaan yang tinggi. Oleh karena itu, dikembangkan model persediaan Joint Economic Lots Size (JELS) yang menggabungkan pemasok dan pembeli bersama-sama agar ukuran produksi dan ukuran pesan lebih proporsional bagi kedua belah pihak Model JELS dalam penelitian ini dikembangkan untuk pemasok tunggal-pembeli tunggal dengan mempertimbangkan diskon kuantitas pembelian dan diskon kuantitas pengiriman. Diskon kuantitas pembelian adalah diskon yang diberikan pemasok ketika jumlah pembelian produk melebihi batas yang ditetapkan, sedangkan diskon kuantitas pengiriman adalah diskon yang diberikan shipper ketika jumlah pengiriman melebihi batas yang ditetapkan. Kedua kebijakan diskon diberikan berdasarkan kebijakan incremental discount. Permintaan dalam model ini berdistribusi normal dan saat terjadi shortage, pembeli membayar biaya backorder. Tujuan dari model ini adalah meminimasi total biaya persediaan gabungan. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa perubahan skema diskon biaya pembelian dan biaya pengiriman berdasarkan kebijakan incremental discount memberikan penghematan yang kecil terhadap total biaya persediaan gabungan. Kata kunci: diskon pembelian, diskon pengiriman, incremental, JELS PENDAHULUAN Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir (Pujawan, 2005). Jaringan perusahaan tersebut mencangkup pihak-pihak yang terlibat dalam supply chain. Dari keterlibatan ini dapat dilakukan optimalisasi pengelolaan persediaan dalam menentukan ukuran lot yang optimal. Jika penentuan ukuran lot dilakukan terpisah, maka penentuan ukuran lot pesan dan ukuran lot produksi hanya mempertimbangkan kepentingan salah satu pihak sehingga dapat memberikan kerugian pihak lainnya (Arvianto dkk, 2010). Hal inilah yang mendorong munculnya penelitian yang mengintegrasikan pihakpihak dalam supply chain. Model persediaan yang mengintegrasikan pihak-pihak dalam supplay chain adalah Joint Economic Lot Size (JELS). Model ini dikembangkan pertama kali oleh Goyal (1976) untuk pemasok tunggal dan pembeli tunggal. Selanjutnya dilakukan beberapa penelitian dari model Goyal (1976), antara lain: Banerjee (1986), Goyal (1988), Aderohunmu dkk (1995), dan Pujawan dan Kingsman (2002) dengan mempertimbangkan beberapa asumsi yang terkait. Pada penelitian sebelumnya masih menggunakan asumsi permintaan yang tetap dari waktu ke waktu yang tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan, maka dilakukanlah penelitian model JELS yang mempertimbangkan permintaan stokastik. Salah satu penelitian tentang permintaan stokastik dilakukan oleh Jauhari dkk (2011). Dalam model tersebut biaya transportasi ditentukan untuk setiap pengiriman tanpa mempertimbangkan jumlah produk yang dikirim. Biaya transportasi pada model Jauhari dkk (2011) dikembangkan oleh Fitriyani (2013) menjadi biaya transportasi dengan mempertimbangkan jumlah produk yang dikirim. Untuk setiap unit produk yang dikirim akan dibebankan biaya transportasi. Biaya transportasi untuk produk yang dikirim diberikan oleh shipper dengan mempertimbangkan diskon kuantitas pengiriman. Diskon kuantitas pengiriman adalah diskon yang diberikan ketika jumlah pengiriman melebihi batas yang ditetapkan. Ketentuan diskon
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
kuantitas pengiriman diberikan dengan menerapkan kebijakan incremental discount. Incremental discount merupakan diskon yang diberikan untuk unit tertentu dalam range tertentu. Namun dalam model persediaan Fitriyani (2013) belum mengakomodasi adanya diskon kuantitas pembelian. Diskon kuantitas pembelian adalah diskon yang diberikan pemasok ketika jumlah pembelian produk melebihi batas yang ditetapkan. Penerapan salah satu diskon dalam model persediaan tidak dapat merefleksikan keputusan akhir dalam perencanaan persediaan sehingga perlu dikembangkan model persediaan yang mengintegrasikan diskon kuantitas pembelian dan diskon kuantitas pengiriman (Darwish, 2007). Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dikembangkan model persediaan JELS stokastik pada kasus pemasok tunggal-pembeli tunggal dengan mempertimbangkan diskon kuantitas pembelian dan diskon kuantitas pengiriman. STUDI LITERATUR Model persediaan yang mengintegrasikan pemasok dan pembeli secara bersama-sama atau yang sering disebut sebagai model Joint Economic Lot Size (JELS) telah mendapat perhatian bagi para peneliti. Pada dasarnya model JELS bertujuan untuk mengurangi total biaya dalam sistem melalui sinkronisasi kepentingan dari kedua belah pihak yaitu pemasok dan pembeli. Goyal (1976) merupakan peneliti pertama yang mengembangkan model JELS untuk pemasok-pembeli tunggal dengan menetapkan interval pemesanan optimal terlebih dahulu. Banerjee (1986) mengembangkan model Goyal (1976) dengan mengasumsikan bahwa pemasok memproduksi lot dalam jumlah yang tetap dan dilakukan berdasarkan kebijakan lot for lot. Model Banerjee (1986) kemudian dikritisi oleh Goyal (1988) dengan menyatakan bahwa untuk kebijakan lot for lot, pengiriman pertama hanya dapat dilakukan setelah seluruh batch sudah selesai diproduksi. Maka Goyal (1988) mengembangkan model dengan menetapkan sejumlah kelipatan integer dari lot pemesanan pembeli untuk jumlah produksi pemasok. Aderohunmu dkk (1995) menyatakan bahwa penurunan biaya total persediaan dapat dilakukan dengan co-operative batching policy yang didasarkan pada pertukaran informasi biaya antara pembeli dan pemasok. Dari model tersebut terbukti mampu memberikan penghematan yang lebih besar pada total biaya persediaan dibandingkan dengan model Banerjee (1986) dan Goyal (1988). Penelitian tentang kebijakan model lot streaming dan model tanpa lot streaming antara pemasok dan pembeli dikembangkan oleh Punjawan dan Kingsman (2002). Hasil dari penelitian menunjukkan model yang memperbolehkan pemasok melakukan proses pengiriman tanpa menunggu seluruh batch selesai diproduksi (lot streaming) menghasilkan biaya persediaan yang lebih kecil dibandingkan model tanpa lot streaming. Selanjutnya model Punjawan dan Kingsman (2002) dikembangkan oleh Ben-Daya dan Hariga (2004) dan Jauhari (2011) untuk permintaan yang stokastik. Selain itu, dikembangkan pula model JELS yang mempertimbangkan diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian bersama-sama. Tersine dan Barman (1991) mengembangkan model persediaan single-stage dengan mempertimbangkan diskon kuantitas pengiriman berdasarkan berat produk yang dikirim saat diterapkan diskon kuantitas pembelian. Model tersebut mengasumsikan permintaan yang deterministik dan konstan. Selanjutnya Burwell (1997) mengembangkan model Tersine dan Barman (1991) dengan permintaan yang dipengaruhi harga (price sensitive demand). Model persediaan single-stage untuk permintaan stokastik dan mempertimbangkan adanya shortage dikembangkan oleh Darwish (2007). Ada beberapa kombinasi dari diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian yaitu all-weight discount, incremental discount dan penggabungan all-weight discount dan incremental discount. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan penghematan sebesar 17,15% dari total biaya persediaan ketika mengintegrasikan diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian bersama-sama. DISKRIPSI MODEL Pada model yang dikembangkan terdapat tiga pelaku yang terlibat yaitu pemasok sebagai pihak yang memproduksi produk, pembeli sebagai pihak yang menjual produk ke konsumen akhir, dan shipper sebagai pihak yang mengirimkan produk dari pemasok ke pembeli. Hubungan pemasok, pembeli dan shipper dalam model ini ditunjukkan dalam gambar 1.
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
σ Gambar 1. Hubungan Pemasok, Pembeli dan Shipper
Pembeli melakukan pemesanan produk sejumlah q kepada pemasok dengan biaya pembelian tiap unit Ve. Permintaan pembeli ini bersifat probabilistik dan berdistribusi normal dengan rata D dan standar deviasi σ Untuk memenuhi permintaan pembeli, pemasok memproduksi mq dengan rata-rata produksi P dan harga pokok tiap unit U. Asumsi yang digunakan adalah rata-rata produksi pemasok lebih besar daripada permintaan (P>D). Kemudian produk yang dipesan pembeli dikirim shipper dengan dibebankan biaya transportasi tiap unit Fe. Waktu yang dibutuhkan shipper untuk mengirim produk Tt. Setiap pemasok melakukan produksi sejumlah mq dibebankan biaya setup produksi K. Setelah jumlah produk mencapai mq, pemasok menghentikan proses produksi dan hanya melakukan proses pengiriman. Pengiriman produk ke pembeli dapat dilakukan tanpa menunggu seluruh batch selesai diproduksi. Dalam melakukan proses pemesanan produk dengan jumlah yang sama sebesar q dibebankan biaya setiap kali pemesanan sebesar A.q Waktu yang dibutuhkan pembeli untuk memesan produk sama dengan waktu untuk pengiriman, yaitu P + Ts . Jika selama waktu tersbut terjadi kekurangan stock maka pembeli menanggung biaya backorder. Selain itu, pembeli juga mengelola persediaannya secara periodik dengan waktu in transit Tt yang nilainya lebih kecil daripada waktu setup produksi dan waktu transportasi (Ts). Waktu in-transit Tt merupakan hasil perkalian antara fraksi waktu in-transit (α) dan waktu setup produksi dan waktu trasportasi (Ts). Profil persediaan pemasok-pembeli ditunjukkan dalam gambar 2.
Gambar 2. Profil Persediaan Pemasok dan Pembeli
Dalam model ini, pembeli membayar biaya transportasi (Yj) untuk setiap berat produk dan biaya pembelian (Vn) setiap unit produk. Dari pembayaran yang dilakukan, pembeli diberikan diskon untuk kuantitas pengiriman dari perusahaan pengirim dan diskon kuantitas pembelian dari pemasok. Ketentuan diskon kuantitas pengiriman dari shipper ditunjukkan dalam tabel 1, sedangkan diskon kuantitas pembelian dari pemasok ditunjukkan dalam tabel 2.
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
j 0 1 . . . J
ISBN: 978-602-70259-2-9
Tabel 1. Ketentuan Diskon Kuantitas Pengiriman W (Berat Produk) Yj (Biaya Transportasi) 0 < W < X1 Y0 X1 < W < X2 Y1 . . . . . . W > XJ YJ
Dari tabel 1 terlihat bahwa W adalah berat pengiriman dan XJ adalah berat pengiriman dimana terjadi freight rate-breakpoint dengan ketentuan X1< X2 < ...< XJ. Biaya transportasi YJ diberlakukan untuk pengiriman dengan berat produk W yang berada dalam interval Xj dan Xj+1 dengan Y0 >Y1> ···>YJ. Untuk mengkonversi ketentuan satuan berat menjadi unit, digunakan formulasi sebagai berikut : (1) X qJ = J w dimana qJ merupakan ukuran lot saat terjadi freight rate-breakpoint setelah dikonversi dan w adalah berat satu unit produk. Oleh karena itu, biaya transportasi per unit yang berlaku sebelum breakpoint j+1 dinyatakan sebagai Fj= wYj. N 0 1 . . . N
Tabel 2. Ketentuan Diskon Kuantitas Pembelian Q (Jumlah Pembelian) Vn (Biaya Pembelian) 0 < Q < Z1 V0 Z1 < Q < Z2 V1 . . . . . . VN Q > ZN
Dari tabel 2 terlihat Q adalah jumlah pemesanan dan zN merupakan jumlah pembelian dimana terjadi price rate-breakpoint dengan ketentuan z1 < z2 < ... < zN. Ongkos pembelian VN diberlakukan untuk pembelian jumlah produk Q yang berada dalam interval zn dan zn+1 dengan V0 > V1 > ··· > VN. Tabel 3. Ketentuan Penggabungan Diskon Kuantitas Pengiriman dan Pembelian E Q (Jumlah Produk) Se (Biaya Gabungan) 0 0 < Q < q1 S0 1 q1 < Q < q2 S1 . . . . . . . . . E Q > qE SE
Dari tabel 3, terlihat Q adalah jumlah produk dan qE merupakan jumlah barang dimana terjadi ratebreakpoint gabungan dengan ketentuan q1
S1>···> SE. Biaya gabungan (SE) merupakan penjumlahan antara biaya transportasi (Fj) dan biaya pembelian (Vn). Ketentuan masing-masing biaya transportasi (Fj) dan biaya pembelian (Vn) untuk rate-breakpoint gabungan mengacu pada tabel 1 dan tabel 2. Selain itu, terdapat dua jenis biaya simpan yang dibebankan pada pembeli, yakni biaya simpan intransit dan biaya simpan in-house. Biaya simpan in-transit merupakan biaya simpan yang dibayar oleh pembeli selama lot yang dipesan masih berada dalam perjalanan. Nilai dari biaya simpan in-transit ini hanya tergantung dari biaya pembelian produk. Sedangkan biaya simpan in-house merupakan biaya simpan yang dibayar oleh pembeli selama lot yang dipesan sudah sampai ke gudang pembeli. Nilai dari biaya simpan in-house tergantung dari biaya pembelian produk dan biaya transportasi. FORMULASI MODEL Tujuan fungsi dari model ini adalah minimasi total biaya persediaan gabungan antara pembeli (TCBe) dan pemasok (TCv). Biaya persediaan pembeli terdiri dari biaya pesan produk, biaya transportasi, biaya simpan in-transit, biaya simpan in-house, dan biaya backorder. Biaya persediaan pembeli adalah : TC
Be
(m , q, k ) =
F q R DA + D e + F e − e e q q q
V q H + D e + V e − e e q q
f TR α T s +
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
H Vq f H e + Ve − e e q q
Fq Re + + Fe − e e q q
q D + kσ q + Ts + πσψ ( k ) q + Ts P P q 2
(2)
Biaya persediaan pemasok terdiri dari biaya setup produksi dan biaya simpan pemasok yang ditunjukkan sebagai berikut : (3) DK q D TC
V
=
mq
+
2
f vU ( m − 1) − ( m − 2 ) P
Formulasi biaya persediaan gabungan didapatkan dengan menggabungkan persamaan (2) dan (3) seperti berikut : TC e ( m , q , k ) =
F q R DA + D e + F e − e e q q q
H e V q f H + Ve − e e q q D q πσ
q P
R + e + F e q
+ T sψ ( k ) +
DK mq
+
V q H + D e + V e − e e q q F q q − e e + kσ q q 2
f TR α T s +
P
+ Ts +
q D f vU ( m − 1) − ( m − 2 ) 2 P
(4)
Dimana
ψ ( k ) = { f s (k ) − k [1 − F s ( k ) ]} Berdasarkan persamaan (5) maka biaya persediaan gabungan di persamaan (4) menjadi : TC e ( m , q , k ) =
F q R DA + D e + F e − e e q q q
V q H + D e + V e − e e q q Feq e q q − + kσ q 2
(5)
f TR α T s +
H e R V q f H + V e − e e + e + F e + Ts P q q q D DK q D πσ q + T s { f s (k ) − k [1 − F s ( k ) ]} + + f v U ( m − 1) − ( m − 2 ) P 2 mq P q
+
(6)
Penurunan pertama persamaan (6) terhadap k dan q sama dengan nol dilakukan untuk mendapatkan solusi optimal dari incremental discount. { f H (H e + V e q − V e q e + R e + F e q − F e q e )} (7) F s ( k ) = 1 −
D π
K f (R − F q + He − Ve qe )kσ q 2DA + (Re − Fe qe ) + (He − Veqe ) ftrαTs + + πσψ(k ) + H e e e P + Ts m D q* = Dσπfs (k ) D f H (Ve + Fe ) + + fvU (m − 1) − (m − 2) P Pq q + Ts P
(8)
NOTASI Notasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : D : rata-rata permintaan dalam satu satuan waktu (unit/tahun) σ : standar deviasi permintaan dalam satu satuan waktu (unit/tahun) P : rata-rata produksi dalam satu satuan waktu (unit/tahun) K : biaya setup dalam satu kali produksi ($) Tt : waktu in-transit (tahun) Ts : waktu setup produksi dan waktu transportasi (tahun) A :biaya pesan yang dibebankan pada pembeli tiap satu kali pemesanan sebesar q ($) qe : nilai unit breakpoint dalam kategori level diskon ke-l (unit) Ve : biaya pembelian dalam kategori level diskon ke-e dari pemasok ke pembeli untuk setiap satu unit produk (purchase cost, $) Fe : biaya transportasi dalam kategori level diskon ke-e dari pemasok ke pembeli untuk setiap satu unit produk (freight cost, $) Re : biaya tambahan pada pembeli untuk biaya transportasi karena kebijakan incremental discount ($) He : biaya tambahan pada pembeli untuk biaya pembelian karena kebijakan incremental discount ($) π : biaya backorder per unit ($) U : biaya pokok pembuatan produk pada pemasok ($) : total biaya persediaan pembeli di level diskon e tahunan ($/tahun) TCBe
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
TCv TCe fs(k) Fs(k) fTR fh fv α m q k
ISBN: 978-602-70259-2-9
: total biaya persediaan pemasok tahunan ($/tahun) : total biaya persediaan gabungan tahunan ($/tahun) : probability density function untuk distribusi normal standar : cumulative distribution function untuk distribusi normal standar : fraksi biaya simpan in-transit pembeli ($/$/tahun) : fraksi biaya simpan in-house pembeli ($/$/tahun) : fraksi biaya simpan pemasok ($/$/tahun) : fraksi waktu in-transit : jumlah produksi pemasok (bil, integer positif) : jumlah pesan atau jumlah pengiriman produk (unit) : safety factor
ALGORITMA PENCARIAN SOLUSI Algoritma untuk mencari solusi optimal model incremental discount dikembangkan dengan software Matlab 2007b sebagai berikut : * Langkah 1 : Set m = 1 dan TC ( q m −1 , k m −1 *, ( m − 1) ) = ∞ kemudian lakukan ketentuan diskon pembelian dan diskon dalam satuan berat menjadi satuan unit. Untuk tiap tingkat harga e = 0,1,2,3,…,E lakukan langkah berikut : Langkah 2 : a. Hitung Se yang merupakan penjumlahan antara biaya pembelian per unit dengan biaya pengiriman per unit. b. Hitung Re yang merupakan biaya tambahan setiap melakukan pengiriman sesuai kebijakan incremental. c. Hitung He yang merupakan biaya tambahan setiap melakukan pembelian sesuai kebijakan incremental. d. Hitunglah q optimal awal dengan persamaan berikut : (9) K q* =
2 D A + (Re − Fe qe ) + (H e − Ve qe ) f trT t+ m D f H (Ve + Fe ) + f vU ( m − 1) − (m − 2) P
e. Dengan q yang diperoleh, subtitusikan di persamaan (6) untuk memperoleh k f. Setelah memperoleh k, maka subtitusikan k ke persamaan (7) sehingga didapatkan q* baru g. Ulangi langkah c-d hingga tidak ada perubahan pada q dan k Langkah 3 : Lakukan cek feasibilitas untuk q optimal (q*) yang telah didapatkan di langkah sebelumnya dengan ketentuan : a. Untuk E = 0,1,2,..,E-1 • Jika qe < qe* < qe+1 maka tetapkan qe* dan ke* yang didapat di langkah sebelumnya sebagai solusi optimal yang feasible • Jika qe* > qe+1 maka tingkat harga e tidak feasible untuk solusi yang didapatkan, sehingga tetapkan TC ( q m* , k m *, m ) = ∞. • Jika qe* < qe maka tetapkan qe sebagai solusi optimal yang feasible dan hitunglah ke dengan persamaan (4.35) b. Untuk e = E • Jika qe* > qE, maka tetapkan qe* dan ke* yang didapat di langkah sebelumnya sebagai solusi optimal yang feasible • Jika qe* < qE maka tetapkan qE sebagai solusi optimal yang feasible dan hitunglah kJ dengan persamaan (6) Langkah 4 : Hitunglah TCj ( q m* , k m *, m ) yang feasible dengan persamaan (5) sesuai solusi yang didapat di langkah 2. Langkah 5 : Tetapkan TC ( q m* , k m *, m ) = Min e=0,1,2,...,E TCe ( q m* , k m *, m ) Langkah 6 : Tetapkan tingkat harga yang memberikan total biaya minimal sebagai tingkat harga optimal (Vm*), (Fm*), qm* dan km* pada tingkat harga tersebut sebagai solusi optimal dengan jumlah produksi = m. Langkah 7 : Jika TC ( q m* , k m *, m ) ≤ TC ( q m* −1 , k m −1 *, m − 1 ) ulangi langkah 1-5 dengan m = m + 1. Jika tidak, maka lanjutkan ke langkah 8.
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
Langkah 8 : Tetapkan TC ( q m* , k m *, m ) = TC ( q m* −1 , k m −1 *, m − 1 ) dan (qm*, km*, m*, Vm* dan Fm*) sebagai kandidat solusi optimal. CONTOH NUMERIK Berikut merupakan parameter numerik yang akan diselesaikan dengan model ini : Tabel 4. Parameter Numerik Parameter Nilai Permintaan (D) 1000 unit/tahun 4 unit/tahun Standar deviasi ( σ ) Rata-rata produksi (P) 3200 unit/tahun Biaya setup peroduksi (K) $250/setup Biaya pesan (A) $50/pemesanan $10/unit Biaya backorder ( π ) Biaya pokok pembuatan produk (U) $1,5/unit Fraksi biaya simpan in-transit (fTR) 0,15 $/$/tahun Fraksi biaya simpan in-house (fh) 0,55 $/$/tahun Fraksi biaya simpan pemasok (fv) 0,08 $/$/tahun Fraksi waktu in-transit (α) 0,3 /tahun Waktu in-transit (Tt) 1 bulan Waktu setup produksi dan waktu transportasi (Ts) 42 hari
Diskon kuantitas pegiriman untuk berat tiap produk sebeesar 1kg ditunjukkan dari dalam tabel 4 , diskon kuantitas pembelian ditunjukkan dalam tabel 5 dan penggabungan diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian ditunjukkan dalam tabel 6. J 0 1 2 3
Tabel 5. Ketentuan Diskon Kuantitas Pengiriman Contoh Numerik W (Berat Produk) Yj (Biaya Transportasi) 0 < W < 450 $1.5 450 < W < 550 $1.2 550 < W < 600 $0.9 W > 600 $0.6
N 0 1 2
Tabel 6. Ketentuan Diskon Kuantitas Pembelian Contoh Numerik Q (Jumlah Pembelian) Vn (Biaya Pembelian) 0 < Q < 500 $5 500 < Q < 750 $3.5 Q > 750 $2
e 0 1 2 3 4 5
Tabel 7. Ketentuan Penggabungan Diskon Contoh Numerik Qe (Jumlah Pembelian) Sm (Biaya Gabungan) 0 < Q < 450 $6.5 450 < Q < 500 $6.2 500 < Q < 550 $4.7 550 < Q < 600 $4.4 600 < Q < 750 $4.1 Q > 750 $2.6
Hasil yang didapatkan dari contoh numerik penggabungan diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian model incremental discount ditunjukkan dalam tabel 7. Tabel 8. Hasil Solusi Contoh Numerik Parameter Hasil m optimal 7 q optimal 450 k optimal 0,9909 F optimal 1,2 V optimal 5 Safety Stock 12,5265 Total Biaya Persediaan Pembeli $ 2.509,972 Total Biaya Persediaan Pemasok $ 246,797 Total Biaya Persediaan Gabungan $ 2.756,769
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
Perubahan skema diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian berdasarkan kebijakan incremental terhadap biaya total persediaan gabungan ditunjukkan pada tabel 9. Hasil dari perubahan skema diskon ditunjukkan pada tabel 10. e 0 1 2 3 4 5
Qe (Jumlah Pembelian) 0 < Q < 450 450 < Q < 500 500 < Q < 550 550 < Q < 600 600 < Q < 750 Q > 750
Tabel 9. Skema Perubahan Diskon Yj (Biaya Transportasi) Vn (Biaya Pembelian) $1.5 $5 $1.5 - δ $5 $1.5 - δ $5 - 1,25 Ᾱ $1.5 - 2δ $5 - 1,25 Ᾱ $1.5 - 3δ $5 - 1,25 Ᾱ $1.5 - 3δ $5 - 1,5 Ᾱ
Sm (Biaya Gabungan) $6.5 $6.5 - δ $6.5 - δ - 1,25 Ᾱ $6.5 - 2δ - 1,25 Ᾱ $6.5 - 3δ - 1,25 Ᾱ $6.5 - 3δ - 1,5 Ᾱ
Tabel 10. Hasil Perubahan Skema Diskon
δ/Ᾱ
m
F
V
q
k
Safety Stock
0,05 0,15 0,25 0,35 0,45
7 7 7 7 4
1,45 1,35 1,35 1,35 0,15
5 5 5 5 4,3250
450 450 450 450 750
0,9909 0,9909 0,9909 0,9909 0,6925
12,5265 12,5265 12,5265 12,5265 10,2341
Biaya Biaya Pembeli ($) Pemasok ($) 2509,972 246,797 2509,972 246,797 2509,972 246,797 2509,972 246,797 2484,951 240,208
Penghematan Biaya Gabungan ($) (%) 2756,769 0% 2756,769 0% 2756,769 0% 2756,769 0% 2725,159 1,15%
1%
Penghematan (%)
1% 1% 1% 1% 0% 0% 0% 0,05
0,15
0,25
0,35
0,45
Nilai δ / Ᾱ
Gambar 3. Penghematan Perubahan Skema Diskon Dari tabel 10 terlihat bahwa penambahan δ dan Ᾱ sebesar $0,05-$0,35 tidak membuat nilai q bertambah. Hal ini disebabkan oleh nilai q berada di rate-breakpoint gabungan yang sama yaitu di level diskon pertama. Akibatnya penghematan yang terjadi tidak ada karena nilai total biaya persediaan gabungan yang sama. Namun, jika penambahan δ dan Ᾱ sebesar $0,45 akan terjadi peningkatan nilai q akibat rate-breakpoint gabungan berada pada level diskon kelima. Peningkatan nilai q akan menyebabkan pemasok mengurangi nilai kelipatan produksi m dan pembeli mengurangi safety stock. Adanya pengurangan nilai m akan mengurangi total biaya persediaan pemasok, sedangkan adanya penambahan nilai δ dan Ᾱ akan mengurangi total biaya persediaan pembeli. Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pembeli seharusnya tidak melakukan pembelian dalam jumlah yang banyak jika pengurangan diskon kurang dari $0,45 seperti yang terlihat di gambar 3. KESIMPULAN Dalam penelitian ini dikembangkan model persediaan pemasok tunggal dan pembeli tunggal yang menggabungkan diskon kuantitas pengiriman dan diskon kuantitas pembelian berdasarkan kebijakan incremental diskon. Algoritma pencarian solusi disediakan untuk menemukan solusi optimal yang bisa meminimasi total biaya persediaan gabungan. Hasil dari contoh numerik menunjukkan bahwa penambahan diskon kuantitas pembelian dan diskon kuantitas pengiriman berdasarkan kebijakan incremental memberikan penghematan yang kecil pada total biaya persediaan gabungan. DAFTAR PUSTAKA Aderohunmu, R., Ayodele, M., Bryson, N. (1995). Joint Vendor–Buyer Policy in JIT Manufacturing. Journal of the OR Society. Vol. 46, hal. 375–385. Arvianto, A., Hartini, H., Pardiyana, O. (2010). Evaluasi Kebijakan Strategi Bisnis Menggunakan Model Joint Economic Lot Size (JELS) dengan Permintaan Probabilistik (Studi Kasus di PT. Semarang Autocamp Manufactuting Indonesia). Jati Undip, Vol. V , No 2, hal. 85-96
Seminar Nasional IDEC 2014 Surakarta, Mei 2014
ISBN: 978-602-70259-2-9
Banerjee, A. (1986). A Joint Economic Lot Size Model For Purchaser and Vendor. Decision Science, Vol. 17, No.3, hal. 292–311. Ben-Daya, M. dan Hariga, M. (2004). Integrated Single Vendor Single Buyer Model with Stochastic Demand and Variable Lead Time. International Journal of Production Economic, Vol. 92, hal.7580. Burwell, T.H., Dave, D.S., Fitzpatric, K.E., Roy, M.R. (1997). Economic lot size model for price dependent demand under quantity and freight discounts. International Journal of Production Economics , Vol.48,No.2, hal. 141–155. Darwish, M.A. (2007). Joint determination of order quantity and reorder point of continuous review model under quantity and freight rate discounts. Journal of Computers & Operations Research, Vol. 35, hal. 3902 -3917. Fitriyani, A. R. (2013). Inventory Decisions in Vendor-Buyer System with Freight Cost. Proceeding of Industrial Engineering and Servise Science, Vol.1, No.2. Goyal, S.K. (1976). An Integrated Inventory Model for A Single Supplier – Single Customer Problem. International Journal of Production Research, Vol. 15, hal.107-111. Goyal, S.K. (1988). A Joint Economic-Lot-Size Model for Purchaser and Vendor : A Comment. Decision Sciences. Vol. 19, hal. 236-241. Jauhari, W.A., Pujawan, I.N., Wiratno, S.E. dan Priyandari, Y. (2011). Integrated inventory model for single vendor–single buyer with probabilistic demand. Int. J.Operational Research, Vol. 11, No. 2, hal.160–178. Pujawan, I.N., dan Kingsman, Brian G. (2002). Joint Optimisation and Timing Synchronisation in A Buyer Supplier Inventory System. International Journal of Operations and Quantitative Management, Vol. 8, hal. 93-110. Pujawan, I.N. (2005). Supply Chain Management. Surabaya : Guna Widya. Tersine R.J., Barman S. (1991). Economic inventory/transport lot sizing with quantity and freight rate discounts. Decision Sciences. Vol. 22, hal. 1171–1179.