ISSN : 2302-0318 Jurnal Teknik Industri – Universitas Bung Hatta, Vol. 4 No. 1, pp. 19 - 26, Juni 2015
PENGEMBANGAN MODEL PERSEDIAAN SINGLE VENDOR MULTI BUYER DENGAN KEBIJAKAN PENGIRIMAN Riska Wulan Merdiani, Intan Berlianty, Puryani Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Industri Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta Email:
[email protected]
ABSTRAK Banyak pemasok yang memiliki lebih dari satu distributor. Pemasok dan distributornya pasti menginginkan total biaya persediaannya minimal, untuk itu perusahaan dapat melakukan kebijakan produksi dan persediaan untuk item yang akan diproduksi dan disuplai oleh perusahaan yang terkoordinasi diantara kedua belah pihak tersebut. Dalam penelitian ini pengembangan model berdasarkan pegembangan oleh Hans (2005), dan Lu Lu (1995). Pengembangan model persediaan single vendor multi buyer dengan kebijakan pengiriman ini bertujuan untuk memperoleh frekuensi pengiriman yang optimal, sehingga dapat meminimumkan biaya simpan vendor dan biaya pembelian buyer. Apabila biaya simpan vendor dan biaya pembelian buyer minimum maka total biaya persediaan gabungan vendor dan buyer akan menjadi minimum. Dari contoh numerik analisis model yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengembangan model ini dapat diterapkan dalam perusahaan yang mempunyai distributor lebih dari satu dan dapat meminimasi total biaya persediaan gabungan vendor dan buyer. Kata kunci : single vendor multi buyer, kebijakan pengiriman, minimasi biaya persediaan gabungan
ABSTRAK Many suppliers have more than one distributor. Suppliers and distributors would want a minimum total inventory cost. For that reason, the company can make production and inventory policies for the item to be manufactured and supplied by the company that coordinated between the two sides. This research developed models based on by Hans (2005) and Lu Lu (1995) development models. Development of single vendor multi buyer inventory model with shipment policy aims to obtain an optimal delivery frequency, so that can minimized vendor savings cost and buyer purchasing costs. If the vendor saving cost and buyer purchases cost minimum, then the combined total inventory cost of vendor and buyer will be minimum. Model had been analyzed by numerical samples and it can be concluded that the development of this model can be applied in companies with more than one distributor and can minimize the combined total inventory cost of vendor and buyer. Kata kunci : single vendor multi buyer, delivery policy, minimized combined total inventory cost
1. PENDAHULUAN Setiap perusahaan menginginkan total biaya persediaannya minimal, untuk itu perusahaan dapat melakukan kebijakan produksi dan persediaan untuk item yang akan diproduksi, tujuannya tidak hanya meminimumkan total biaya persediaan perusahaan tetapi sekaligus meminimumkan total biaya gabungan antara perusahaan dan distributor. Definisi persediaan menurut Kusuma (2002) adalah sumber daya menganggur (idle resource). Persediaan dimaksudkan untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan, langkanya pasokan dan waktu tunggu barang yang dipesan (lead time). Persediaan didefinisikan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Persediaan dapat berbentuk
19
ISSN : 2302-0318
Merdiani, dkk bahan baku yang disimpan untuk diproses, komponen yang diproses, bahan dalam proses pada proses manufaktur dan barang jadi yang disimpan untuk dijual. Persediaan memegang peran yang penting agar perusahaan dapat berjalan dengan baik (Kusuma,2002). Model Baneerje (1986) mengembangkan model persediaan single vendor single buyer yang membantu menentukan ukuran lot gabungan yang optimal antara single vendor dan single buyer (joint economic lot size) dengan mengasumsikan vendor mengetahui secara jelas biaya dari buyer, tetapi model ini belum menerapkan kebijakan pengiriman. Lu lu (1995) mengembangkan model persediaan single vendor multi buyer. Model ini dikembangkan dari model Baneerje (single vendor single buyer) yang bertujuan untuk meminimumkan total biaya persediaan dari sebuah perusahaan dan distributornya yang saling terkoordinasi dan bekerjasama dengan jumlah pengiriman kepada distributornya adalah sama setiap pengiriman. Hans (2005) mengembangkan model yang sudah dikembangkan oleh Baneerje (single vendor single buyer) dengan menambahkan kebijakan pengiriman sehingga dapat meminimasi total biaya gabungan antara perusahaan dan distibutornya yang lebih dari satu. PT Tropica Nucifera Industry (PT TNI) memproduksi nata de coco yang mempunyai lebih dari satu distributor, karena itu PT TNI membutuhkan sebuah kebijakan pengiriman agar nata de coco yang sudah diproduksi tidak terlalu lama disimpan di lemari pendingin, jika nata de coca terlalu lama disimpan maka biaya simpan PT TM akan menjadi besar, selain itu dengan kebijakan pengiriman maka semua distributor PT TNI akan menerima barang tepat waktu. Berdasarkan keadaan ini akan dikembangkan model persediaan single vendor multi buyer dengan kebijakan pengiriman yang dlkembangkan dari suatu model persediaan berdasarkan Lu Lu (1995) yaitu model single vendor multi buyer yang meminimumkan total biaya persediaan dari perusahaan dan distributor yang saling terkoordinasi dan bekerjasama, tetapi model ini belum ada kebijakan pengiriman yang dibutuhkan oleh perusahaan sehingga model ini akan digabungkan dengan model Hans (2005) yaitu model single vendor single buyer dengan kebijakan pengiriman. Sehingga model persediaan single vendor multi buyer dengan kebijakan pengiriman ini dapat diaplikasikan pada PT Tropica Nucifera Industiy sebagai contoh numerik. 2. PENGEMBANGAN MODEL 2.1. Permasalahan Didalam dunia usaha salah satu peran SCM adalah mengaplikasikan bagaimana suatu jaringan kegiatan produksi dan distribusi dari suatu pekerjaan dapat bekerja bersama-sama untuk memenuhi tuntutan konsumen (Watabene,200l). Tujuan utama SCM yaitu penyerahan atau pengiriman produk secara tepat waktu untuk mengurangi waktu dan biaya dalam pemenuhan kebutuhan, memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi, serta pengelolaan manajemen persediaan yang baik antara perusahaan dan distributor. Perusahaan yang bekerjasama dengan distributomya sering menghadapi masalah tentang persediaan kedua belah pihak. Untuk itu diperlukan suatu kebijakan produksi dan persediaan untuk item yang akan diproduksi dan disuplai oleh perusahaan yang terkoordinasi diantara kedua belah pihak. Lu Lu (1995) menjelaskan tentang model persediaan single vendor multi buyer. Model ini bertujuan untuk meminimumkan total biaya persediaan dari sebuah perusahaan dan distributornya yang saling terkoordinasi dan bekerjasama dengan jumlah pengiriman kepada distributornya adalah sama pada setiap pengiriman. Sehingga kelemahan model ini adalah tidak adanya kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan sehingga total biaya persediaan menjadi besar. Model Hans (2005) membantu menentukan ukuran lot gabungan yang optimal antara single vendor dan buyer (joint economic lot size) dengan mengasumsikan perusahaan mengetahui secana jelas biaya dari distributor dengan menambahkan kebijakan pengiriman yang tepat agar dapat meminimasi total biaya gabungan antara perusahaan dan
20
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta
ISSN : 2302-0318
JTI-UBH, 4(1), pp. 19 - 26 , Juni 2015 distributor. Kelemahan dari model ini adalah hanya menghitung satu distributor saja dan pemesanan oleh distnibutor selalu sama. Kenyataannya di dunia usaha suatu perusahaan pasti menginginkan total biaya persediaannya minimal dan kebanyakan perusahaan memiliki lebih dari satu distributor. Seperti pada PT Tropica Nucifera Industry (PT TNI) yang memproduksi nata de coco mempunyai lebih dari satu distributor. Meninjau permasalahan yang ada maka diperlukan model persediaan single vendor multi buyer dengan kebijakan pengiriman yang ditetapkan oleh perusahaan agar dapat meminimasi total biaya persediaan gabungan antara vendor dan buyer. Perbedaan model persediaan yang lama dengan pengembangan model yang baru dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Pengembangan Model Persediaan dengan Model Persediaan yang Sudah Ada. Model/ Keterangan Lu Lu Hans Pengembangan (1995) (2005) model Jumlah pemenuhan item Single pemasok Single pemasok Single pemasok Jumlah item Single item Single item Single item Jumlah pengiriman setiap Sama Sama Bervariasi order Kebijakan pengiriman Multi shipment policy Single shipment Single shipment policy policy Jumlah buyer Multi buyer Single buyer Multi buyer
2.2. Karakteristik Model yang Diusulkan Penelitian ini mengembangkan model persediaan single vendor multi buyer dengan melakukan kebijakan dalam pengiriman, adapun karakteristik model persediaan ini yaitu item yang diproduksi hanya satu jenis dan vendor mempunyai lebih dari satu buyer. Periode pengiriman untuk semua buyer dilakukan secara bersama-sama dan dengan satu alat angkut yang sama. Hal mi bertujuan untuk meminimasi biaya penyimpanan sehingga total biaya persediaan yang dikeluarkan perusahaan (vendor) minimum, juga meminimasi biaya transportasi oleh distributor (buyer) sehingga total biaya gabungan vendor dan buyer menjadi minimum per tahunnya. Asumsi yang digunakan adalah untuk tingkat permintaan masing-masing bahan baku adalah tetap dan diketahui dengan pasti (data deterministik), lead time tetap, kekurangan bahan baku (stockout) tidak akan terjadi dan kapasitas mesin pengangkut memenuhi untuk melakukan pengiriman secara bersama-sama dengan jumlah pengiriman sesuai dengan pesanan. Adapun tujuan penelitian pengembangan model ini adalah untuk meminimasi total biaya yang dikeluarkan oleh vendor ataupun buyer pertahunnya dan total biaya persediaan gabungan keduanya. 2.3. Pengembangan Model Dengan menggunakan kebijakan pengiriman yang ditetapkan oleh perusahaan dengan jumlah item yang dikirim sesuai dengan permintaan distributor. Sehingga perusahaan harus menghitung secara cermat biaya produksinya. 1. Biaya produksi vendor dapat dihitung dengan rumus (1)
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta
21
ISSN : 2302-0318
Merdiani, dkk 2. Interval waktu set up (T) T=√
(2)
3. Kuantitas lot produksi (Q) (3) 4. Frekuensi pengiriman optimum untuk buyer (C) Frekuensi pengiriman optimum untuk single buyer oleh Hans (2005) dihitung dengan rumus: *
+
(4)
Dari frekuensi pengiriman optimum untuk single buyer, model Hans (2005) dilakukan modifikasi untuk multi buyer dengan cara menjumlahkan seluruh biaya pesan dan permintaan. Untuk single buyer biaya pesan dinotasikan dengan A, untuk multi buyer menjadi Ai dan jumlah permintaan untuk single buyer dinotasikan dengan D, sehingga untuk multi buyer menjadi Di. Oleh karena itu frekuensi pengiriman optimal untuk multi buyer menjadi : ∑
√
∑
∑
(5)
5. Biaya pesan buyer dapat dihitung dengan mengalikan banyaknya buyer dengan biaya angkut dan kuantitas pengiriman dalam satu bulan (kebijakan yang diberikan oleh perusahaan) (6) Sehingga apabila buyer lebih dan satu maka biaya pesan buyer dapat dihitung dengan rumus Ai =∑
(7)
6. Dan biaya simpan buyer diperoleh biaya pesan yang dikalikan jumlah permintaan perbulan dan dibagi dengan jumlah permintaan per bulan. ∑ ∑
(8)
7. Untuk menentukan kebijakan pengiriman dibutuhkan penentuan waktu pengiriman yang optimal. Selang waktu pengiriman optimal untuk single buyer: √
22
(9)
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta
ISSN : 2302-0318
JTI-UBH, 4(1), pp. 19 - 26 , Juni 2015 Sehingga untuk multi buyer seluruh permintaan, biaya pesan dan biaya simpan buyer dijumlahkan maka selang waktu pengiriman untuk multi buyer dapat dihitung dengan rurnus: ∑
= √
(10)
8. Total biaya persediaan vendor (TRCv) Total biaya persediaan vendor dihitung dari biaya pesan bahan baku, biaya simpan dan biaya transportasi. Dengan kebijakan pengiriman yang diterapkan oleh vendor maka perhitungan biaya pemesanan bahan baku (O) untuk satu buyer (11) Sehingga untuk multi buyer menjadi ∑
(12)
Biaya simpan bahan baku (S) dihitung dengan rumus: ∑
[( )
(
)
∑
]
(13)
Biaya pembelian bahan baku (P) untuk satu buyer *
+
(14)
Biaya pembelian bahan baku (P) untuk buyer-i menjadi c2
∑
(
)
(15)
Maka Total Biaya Persediaan Vendor menjadi: ∑
(
∑ ∑
[( )
∑
]
)
(16)
9. Total Biaya Persediaan Buyer (TRCB(Q*B) Menentukan total biaya pembelian buyer dan vendor, biaya pembelian (Pb) diperoleh dari banyaknya permintaan item (D) dikalikan dengan biaya pembelian buyer per ton (Cb) . Sehingga apabila buyer lebih dari satu maka total biaya pembelian adalah b
∑
(17)
Menentukan total biaya pemesanan buyer dan vendor, biaya pemesanan (Ob) diperoleh dari biaya pesan per periode (Ai) dikalikan dengan frekuensi pemesanan yang didapat dan jumlah pemesanan per periode (Qb) dibagi dengan kuantitas pengiriman optimal (C). Maka apabila buyer lebih dari satu menjadi
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta
23
ISSN : 2302-0318
Merdiani, dkk b
∑
(18)
Sehingga total biaya persediaan ∑ B
(19)
B i
Untuk mendapatkan total biaya persediaan yang minimal , dapat dilakukan dengan cara menderivasikan total biaya dengan jumlah pemesanan (Qbi) dan disamakan nol. Sehingga Total Biaya Persediaan Buyer (TRCB(Q*B) menjadi B
*B
∑
√
(20)
10. Total biaya gabungan vendor dan buyer (TRCg) Total biaya gabungan ml diperoleh dan penjumlahan total biaya vendor dan total biaya buyer. ∑
(
∑ ∑
)
[( ) √
∑
∑
] (21)
2.4. Algoritma model persediaan single vendor multi buyer dengan kebijakan pengiriman Langkah-langkah berikut ini untuk menentukan total biaya gabungan vendor dan buyer setelah diterapkan kebijakan pengiriman oleh vendor. Langkah 1. Tentukan permintaan pada masing - masing buyer-i (Di) dimana i =1,2...n, biaya set up (S), dan biaya pembelian bahan baku (Pc). Langkah 2. Tentukan rata- rata produksi vendor (P), biaya simpan vendor (Hv) dan biaya produksi vendor (Cv) Langkah 3. Hitung kuantitas lot produksi vendor (Q) dan interval waktu set up (T) Langkah 4. Tentukan kuantitas pengiriman optimal (C) per periode lalu hitung biaya pesan buyer-i (Ai) Langkah 5. Hitung total biaya simpan buyer-i (HBi) dan tentukan selang waktu pengiriman yang optimal (ni) Langkah 6. Hitung total biaya vendor (TRCv) Langkah 7. Tentukan kuantitas pesanan optimal buyer-i (QBi) dan total biaya buyer-i (TRCBi) Langkah 8. Menghitung total biaya gabungan vendor dan buyer (TRCg).
3. CONTOH NUMERIK DAN ANALISIS 3.1. Contoh Numerik PT. Tropica Nucifera Industry (PT. TNI) menghasilkan produk berupa nata de coco sedangkan produk lain seperti VCO (Virgin Coconut Oil), kosmetik, briket arang tepung, dan liquid smoke diproduksi oleh pusat-pusat pengolahan kelapa terpadu yang dibina oleh PT TNI Sedangkan PT TNI bertugas memasarkan produk - produk tersebut. PT TNI hanya memproduksi nata de coco dan bekerja sama dengan beberapa perusahaan yang bergerak dalam industri makanan, yang mengolah nata de coco menjadi makanan kaleng atau makanan lain.
24
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta
ISSN : 2302-0318
JTI-UBH, 4(1), pp. 19 - 26 , Juni 2015
dikarenakan PT. TNI menginginkan agar dapat selalu meminimasi total biaya persediaannya. Berdasarkan permasalahan yang ada maka diperlukan model persediaan single vendor multi buyer dengan kebijakan pengiriman yang ditetapkan oleh perusahaan (vendor) agar dapat meminimasi total biaya persediaan tidak hanya persedian vendor tetapi juga total biaya gabungan antara vendor dan buyer dengan jumlah pengiriman per ton tergantung permintaan dan distributor (buyer). Contoh numerik dari pengembangan model persediaan ini, dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan adalah data permintaan nata de coco selama satu tahun oleh 2 distributor yaitu PT. Agrino Food (buyer 1) dan PT. Konang (buyer 2), data produksi PT. TNI selama satu tahun dan dari perusahaan diketahui biaya pembelian bahan baku (Pc) sebesar Rp 2.083.333,- dan suku bunga sebesar Rp 7,83%. Dari data-data yang telah dikumpulkan dapat dilakukan langkah-langkah untuk menentukan biaya persediaan gabungan dengan model yang telah dikembangkan. Dari perhitungan yang dilakukan didapatkan hasil, biaya set up sebesar Rp 256.000,- ; biaya tambahan vendor (Cv) dengan biaya pembelian bahan baku sudah ditetapkan oleh perusahaan Rp 505,-/ton ; interval waktu set up sebanyak 3x per bulan ; kuantitas lot produksi vendor (Qv) adalah 6 ; frekuensi pengiriman optimum ke buyer adalah 0,4 bulan sekali pengiriman ; biaya pesan buyer untuk sekali order sebesar Rp 424.000,- ; biaya simpan buyer untuk sekali pengiriman adalah Rp 848.000,- sehingga apabila dalam satu bulan terjadi 2x pengiriman maka biaya simpan buyer menjadi sebesar Rp 1.696.000,- dan selang waktu antara pengiriman pertama dan kedua adalah 16 hari ; total biaya persediaan vendor sebesar Rp 2.193.111,- ; total biaya persediaan untuk 2 buyer sebesar Rp 4.223.006,- sehingga biaya gabungan vendor dan buyer sebesar Rp 6.416.117,-. Hasil dari pengembangan model persediaan ini akan dibandingkan dengan hasil perhitungan biaya persediaan untuk model yang sekarang ini digunakan oleh perusahaan. Hasil kuantitatif dari model persediaan yang sekarang ini diterapkan oleh perusahaan adalah jumlah permintaan buyer sebesar 62 ton ; rata-rata produksi per bulan sebesar 106 ton ; biaya simpan buyer adalah Rp 6.264,- per ton ; total biaya persediaan vendor Rp 2.508.323,sehingga total biaya persediaan gabungan vendor dan buyer sebesar Rp 7.876.691,3.2 Analisa Hasil Berdasarkan contoh numerik di atas dengan menerapkannya pada PT Tropica Nucifera Industry (PT TNI) total biaya persediaan gabungan untuk vendor dan buyer dengan model yang sudah dikembangkan mendapatkan hasil sebesar Rp 6.416.117,- sedangkan total biaya persediaan gabungan vendor dan buyer dengan model yang diterapkan perusahaan mendapatkan hasil sebesar Rp 7.876.691 ,-. Selisih model baru dan model perusahaan untuk vendor sebesar Rp 315.212,- dan untuk buyer-i sebesar Rp 1.145.362,-. Sedangkan selisih biaya persediaan gabungan antara model lama dan model baru sebesar Rp 1.460.574,-. Sehingga dengan menggunakan model baru dapat menghemat biaya sebesar Rp 1.460.574,-. Hal ini disebabkan karena pada pengembangan model baru menggunakan kebijakan pengiriman sehingga dapat meminimasi biaya simpan vendor dan biaya pembelian buyer. Dengan menggunakan kebijakan pengiriman maka vendor harus menentukan berapa kali dalam sebulan akan mengirim barang ke buyer sehingga biaya simpan barang di gudang tidak terlalu lama dan buyer dapat meminimalkan biaya pesan dan biaya pembeliannya. Kebijakan tersebut yaitu dengan dicarinya nilai C (kuantitas pengiriman optimal) yang dilakukan oleh vendor, selain itu vendor juga harus menentukan selang waktu pengiriman apabila dalam sebulan dilakukan pengiriman lebih dari satu kali. Sehingga penginiman yang dilakukan akan selalu tepat waktu dan waktu pengirimannya akan sama setiap periode.
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta
25
ISSN : 2302-0318
Merdiani, dkk 4. KESIMPULAN Dalam penelitian ini telah dikembangkan model persediaan single vendor dengan kebijakan pengiriman oleh vendor yang diterapkan pada PT Tropica Nucifera Industry (PT TNI). Berdasarkan contoh numerik dapat disimpulkan bahwa: a) Model yang dikembangkan dapat diterapkan dalam perusahaan single vendor multi buyer b) Biaya transportasi dapat diminimasi dengan melakukan pengiriman secara bersamasama dan dengan satu alat angkut yang sama. c) Pengembangan ini dapat meminimasi total biaya persediaan gabungan antara vendor dan buyer dengan menggunakan kebijakan pengiriman. d) Untuk peneitian selanjutnya apabila perusahaan bersedia menerapkan quantity discount maka dapat ditambahkan quantity discount oleh vendor agar biaya persediaan dapat lebih minimal.
5. DAFTAR PUSTAKA Hans, J., 2005, A Single Vendor Single Buyer Inventoy Model With Shipment Policy, http//www.google.com, diakses 3 Oktober 2009. Indrajit, R.Eko dan R. Djokopranoto.,2002, Konsep Manajemen Supply Chain: Cara Baru Memandang Mata Rantai Persediaan Barang, Gasindo, Jakarta. Lu, L,,1995, A One Vendor Multi Buyer Integrated Inventory Model, European Journal of Operational Research, http//www.google.com, diakses 3 Oktober 2009. Nasution, A.H dan Prasetyawan.,2008, Perencanaan Dan Pengendalian Produksi, Gama Widya, Jakarta. Rangkuti, F.,2002, Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Ristono, A.,2008, Manajemen Persediaan, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sucky, E.,2002, A Single Buyer — Single Supplier Bargaining Problem with symetric Information Theoritical Approach and Software implementation, European Journal of Operational Research, vol.186, http//www.google.com , diakses 1 mei 2009. Sutapa, N dan Fransiska.,2005, Model Matematis Persediaan Terintegrasi Antara Suatu Perusahaan dan Disfrìbutornya http/Iwww.petra.com, diakses 15 Oktober 2009. Yamit, Z.,2003, Manajemen Persediaan, Ekonisia, Yogyakarta Zabidi, 2001, Supply Chain Management: Teknik Terbaru dalam Mengelola Aliran Materiat/Produk dan Informasi dalam Memenangkan Persaingan. http//www.google.com, diakses 2 Juli 2009.
26
Jurusan Teknik Industri - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Bung Hatta