PERMODELAN RANTAI PASOK DUA ESELON DENGAN MEMPERTIMBANGKAN DISKON BIAYA TRANSPORTASI DAN KELAYAKAN KONSOLIDASI Abdul Muid1, Ahmad Rusdiansyah 2, Nani Kurniati3 Magister Teknik Industri- Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 email : 1
[email protected], 2
[email protected], 3
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini adalah pengembangan model dari penelitian tentang suatu model heuristik dari rantai pasok multi eselon dengan diskon biaya transportasi dari Hill dan Galbreth (2008) serta penelitian tentang problem pengiriman dan pengepakan terintegrasi dari Attanasio (2007). Dalam model Hill dan Galbreth, model yang dikembangkan adalah model yang mengakomodasi diskon biaya transportasi berdasarkan volume total dari barang yang dikirim secara keseluruhan. Model pengepakan dan pengiriman adalah suatu model yang mengakomodasi konsolidasi pengiriman dari beberapa order dalam suatu kendaraan yang sama berdasarkan kendala berat, volume dan waktu deadline dari suatu order. Penelitian ini mengembangkan suatu model rantai pasok yang terdiri dari satu pabrik, satu crossdock dan multiretailer. Pengiriman order produk tunggal dari pabrik ke crossdock menggunakan prinsip truckload, sedangkan pengiriman dari crossdock ke retailer dimungkinkan dua pilihan yaitu konsolidasi pengiriman dengan prinsip truckload serta pilihan pengiriman dengan less than truckload (LTL) carrier yang menawarkan tarif diskon berdasarkan berat order yang dikirim. Implementasi model dengan suatu contoh numerik menunjukkan bahwa nilai fungsi tujuan yang optimal dipengaruhi oleh kapasitas kendaraan yang digunakan untuk mengkonsolidasikan pengiriman dari crossdock ke retailer, tarif LTL carrier, tarif biaya simpan, serta alternatif ketersediaan pengiriman dari crossdock ke retailer. Kata kunci: rantai pasok, konsolidasi, diskon, truckload, less than truckload
ABSTRACT This research develops two previous researches. Both of the researches are a heuristic for multiechelon supply chain with transportation cost discounts by Hill and Galbreth (2008) and the integrated shipment dispatching and packaging problem by Attanasio (2007). In the model of Hill and Galbreth, the model developed is a model considers the transportation cost discounts based on the total volume of goods delivered as a whole. The integrated shipment dispatching and packaging model is a model considers the consolidation of delivery of some orders in a similar vehicle based on the weight, volume and time deadlines of each order constraints. This study develops a supply chain model consisting of one plant, one crossdock and multiretailer. The single product deliver from factory to crossdock using principles truckload, while shipping from the crossdock to retailer have two choices delivery. The first choice is delivering by truckload with consolidation possibility and the second is Less Than Truckload (LTL) shipping carriers that offer discounted rates based on weight of order sent. Implementation of this model with a numerical example shows that the value of the optimal objective function is influenced by the capacity of vehicles used to consolidate the delivery from crossdock to retailers, LTL carrier fares, inventory costs, and the availability of alternative delivery from crossdock to retailers. Keywords: supply chain, consolidation, discount, truckload, less than truckload
1
1 Latar Belakang Masalah 1.1 Pendahuluan Rantai pasok adalah suatu rangkaian yang terdiri dari pemasok, pabrikan, transporter, gudang, pengecer dan konsumen. Setiap elemen rantai pasok baik secara langsung maupun tidak langsung bekontribusi terhadap pemenuh-an kebutuhan / keperluan konsumen. Pemenuhan kebutuhan konsumen oleh setiap perusahaan dalam rantai pasok meliputi fungsi – fungsi pengembangan produk, pemasaran, produksi, distribusi, keuangan dan pelayanan konsumen (Chopra dan Meindl, 2007). Komplek-sitas persoalan rantai pasok ditentukan oleh kompleksitas dari beberapa hal, diantaranya adalah jumlah pemasok, jumlah pabrik, jumlah gudang, jumlah pengecer, serta mekanisme yang berlaku dalam setiap elemen rantai pasok maupun yang berlaku dalam interaksi antar elemen tersebut. Manajemen rantai pasok sebagai suatu strategi bisnis merupakan pende-katan baru yang mendapat banyak perhatian pada dewasa ini. Minimasi biaya merupakan salah satu sasaran atau tujuan yang ingin dicapai dalam manajemen rantai pasok. Biaya tidak lagi diukur dan diminimisasi berdasarkan pada kepentingan masing-masing elemen rantai pasok, tetapi dilakukan secara menyeluruh yang pada gilirannya akan meminimalkan biaya pada masing-masing perusahaan yang menjadi anggota rantai pasok dalam jangka panjang (The Council of Logistics Management dalam Pujawan, 2005). Manajemen yang berusaha meminimalkan biaya perusahaan secara mandiri tanpa mempertimbangkan biaya pada rantai pasok secara keseluruhan dapat mengakibatkan biaya rantai pasok yang membengkak sehingga menurunkan tingkat kompetitif dari rantai pasok secara keseluruhan. Transportasi merupakan aspek yang sangat penting dalam rantai pasok. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa transportasi mengambil porsi sepertiga sampai dua pertiga dari biaya logistik (Ballou, 2004). Sementara itu, menurut chopra dan Meindl (2007), logistik memegang peranan sekitar 21 % dari seluruh biaya dalam perusahaan manufaktur. Hal ini cukup menjadi alasan mengapa transportasi menjadi fokus perhatian dalam banyak pembahasan tentang rantai pasok. Konsolidasi merupa-kan hal yang seringkali harus dipertimbangkan dalam persoalan transportasi, dimana barang yang harus dikirim ke beberapa tujuan
dikonsolidasikan dalam satu kendaraan untuk tujuan menghemat biaya. Berbagai permodelan biaya transportasi telah dilakukan dalam peneli-tian – penelitian rantai pasok, hal tersebut dilakukan untuk mencari model yang tepat dalam menggambarkan perilaku biaya tansportasi suatu rantai pasok. Pemodelan tersebut tidak hanya akan mempengaruhi akurasi model dalam menggambarkan persoalan rantai pasok, tetapi sekaligus akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam menyelesaikan problem rantai pasok. Penelitian – penelitian tentang rantai pasok telah banyak dilakukan dengan menggunakan berbagai model yang berbeda terhadap perilaku biaya transportasi yang berlaku pada rantai pasok. Ng dkk. (2001) dan LeBlanc dkk. (2004) dalam Hill dan Galbreth (2008) memodelkan biaya transportasi dengan mengasumsikan biaya transportasi seba-gai fungsi linier dari volume produk. Hill dan Galbreth (2008) mengutip Leenders dkk (2002) mengatakan bahwa pendekat-an ini dapat dibenarkan apabila biaya transporasi sepenuhnya dikendalikan oleh pemasok dan dimanivestasikan sebagai bagian dari harga produk. Biaya juga dapat diasumsikan bersifat tetap (fixed cost) dan dimasukkan menjadi bagian dari biaya pesan (order cost). Kedua asumsi tersebut menghasilkan model yang seder-hana tetapi seringkali tidak akurat, terutama untuk pengiriman menggunakan kendaraan dengan beban tidak penuh / less than truckload (LTL) (Carter dan Ferrin, 1996) dalam Hill dan Galbreth (2008). Bohman (2006) dalam Hill dan Galbreth (2008) menjelaskan bahwa pengiriman dengan berat antara 500 sampai 1000 pound akan lebih mahal hampir 8.5% setiap pound-nya dibanding-kan dengan pengiriman di bawah 500 pound. Semakin berat barang yang dikirim, selisih ini mendekati 22%. Carter dkk. (1995), Carter dan Ferrin (1996), Chan dkk. (2002), serta Croxton dkk. (2003) dalam Hill dan Galbreth (2008) memodelkan biaya transportasi dalam rantai pasok dengan menggunakan pendekatan all-unit trans-portaton cost discounts structure. Hill dan Galbreth (2008) memodelkan rantai pasok dua eselon dengan biaya pengiriman LTL menggunakan fungsi biaya diskon pada semua unit / all-unit transportaton cost discounts structure. Model rantai pasok tersebut direpresentasikan dengan Mixed Integer Linear Programing (MILP) dan disederhanakan dengan
2
pendekatan geometri linier. Attanasio dkk. (2007) memodelkan konsolidasi transportasi dari pengiriman barang dari suatu pabrik ke beberapa pabrik tujuan. Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan biaya transportasi yang minimum dengan mempertimbangkan kelayakan konsoli-dasi dilihat dari kapasitas kendaraan yang digunakan. Konsolidasi memungkinkan memaksimalkan utilitas kendaraan yang digunakan untuk mengirimkan barang dari pabrik ke beberapa pabrik tujuan. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa usulan thesis ini membahas tentang permodelan rantai pasok seperti yang telah dilakukan oleh Hill dan Galbreth (2008) dikombinasikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Attanasio dkk. (2007) yang membahas tentang permodelan konsolidasi pengiriman. Dengan kata lain, usulan thesis ini memodelkan rantai pasok dua tahap dengan mempertimbangkan allunit transportaton cost discounts structure yang dimodelkan dengan Modified all unit discount (MAUD) dan disimplifikasi dengan geometri linier dengan mempertimbangkan konsolidasi pengi-riman ke para pengecer. 1.2 Rumusan Masalah a. Bagaimana membuat model rantai pasok dua tahap dengan all-unit transportaton cost discounts structure yang mempertimbangkan konsolidasi pengiriman ke para pengecer. b. Bagaimana pengaruh kelayakan konsolidasi pada biaya transportasi pada rantai pasok. c. Faktor – faktor apa saja yang berpengaruh terhadap biaya rantai pasok dua tahap dengan all-unit transportaton cost discounts structure yang mempertimbangkan konsolidasi pengiriman ke para pengecer. 1.3 Batasan dan Asumsi a. Perencanan hanya dilakukan sekali pada awal periode selama periode perencanaan. b. Biaya pemesanan ke shipper tidak dimasukkan dalam model karena tidak berpengaruh terhadap penentuan biaya transportasi yang dapat diterima. c. Biaya yang terjadi pada crossdock tidak dipertimbangkan. d. Lokasi anggota rantai pasok terletak dalam satu zone tarif. e. Perubahan kapasitas kendaraan adalah penambahan kapasitas angkut kendaraan bukan penambahan jumlah kendaraan
1.4 Tujuan Penelitian a. Membuat model supply chain yang mengakomodasi all-unit transporta-tion cost discounts structure yang mempertimbangkan kelayakan konso-lidasi pengiriman ke para pengecer. b. Mengetahui pengaruh konsolidasi terhadap biaya rantai pasok. c. Mengetahui faktor – faktor yang berpengaruh terhadap rantai pasok yang mengakomodasi all-unit transportaton cost discounts structure dengan mempertimbangkan kelayakan konsolidasi pada pengiriman ke tingkat pengecer. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan tingkat kompetitif rantai pasok dengan membuat model rantai pasok yang meminimisasi biaya secara tepat. b. Berkontribusi memperkaya penelitian tentang permodelan rantai pasok. c. Mampu melakukan kalkulasi minimasi rantai pasok secara tepat yang mengakomodasi all-unit transportaton cost discounts structure dengan mempertimbangkan kelayakan konsolidasi. d. Mampu melakukan perhitungan konsolidasi pengiriman dari cross dock ke tingkat pengecer. 2 Landasan Teori 2.1 All Units Quantity Discounts Structure Kenyataan dari tarif transportasi yang sering ada adalah adanya perbedaan tarif (diskon) untuk semua unit yang didasarkan pada volume material yang dikirimkan. Semakin besara volume material yang dikirimkan akan semakin kecil tarif transportasi yang dibebankan pada setiap unit materialnya. Sehingga total biaya transportasi tidak hanya ditentukan oleh volume material yang dikirimkan, tetapi juga pada perbedaan tarif per unit materialnya. Penelititian-penelitian terkini su-dah banyak yang mengakomodasi model tarif yang mengunakan pendekatan All Units Quantity Discounts Structure tersebut. Akan tetapi, untuk mengakomodasi hal seperti ini serta untuk memperoleh hasil estimasi serta kualitas kebijakan yang lebih representaif terhadap biaya material yang sesunggunya, model yang dihasilkan akan lebih komplek dibandingkan dengan model yang menganggap struktur biaya transportasi per unit materialnya bersifat tetap.
3
Ilustrasi tentang pendekatan All Units Quantity Discounts Structure terlihat pada gambar 2.1 (Ghiani, G., dkk., 2004).
Chan dkk membuat suatu model yang mengikuti Modified all-unit discount (MAUD) function yang digunakan untuk merepresentasika persoalan biaya transportasi yang mengadopsi all-unit discount cost structure sebagaimana diilustrasikan pada gambar 2.2. Hill dan Galbreth (2008) menggunakan pendekatan geometri linier untuk menyederhanakan fungsi Modified all-unit discount (MAUD) untuk mereduksi variabel biner dalam model MILP yang diperoleh dalam penelitian-nya sebagaimana diilustrasikan dalam gambar 2.3.
Gambar 2.1 All Units Quantity Discounts Structure (Ghiani, G. dkk., 2004)
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memodelkan biaya transportasi, diantaranya adalah menggunakan pendekatan all-unit discount cost structure (Carter dkk., 1995; Carter dan Ferrin, 1996; Chan dkk., 2002; Croxton dkk., 2003) dengan formulasi sebagai berikut:
jika 0 c jika G (Q ) = α1Q jika α Q jika i α n Q jika
Q = 0,
0 < Q < y1 , y1 ≤ Q < y 2 , .......... 2.1 y i ≤ Q < yi +1 , y n ≤ Q,
Dimana: G(Q) : Total biaya transportasi sebagai fungsi dari volume barang yang dipindahkan / diangkut. Q : Volume barang yang dipindahkan c : Fix cost untuk volume pengi-riman antara 0 dan y1 αi : Tarif transportasi per volume untuk pengiriman antara yi dan yi+1. 2.2 Modified All-Unit Function
Discounts (MAUD)
Gambar 2.2 Fungsi Modified all-unit (MAUD) (Hill dan Galbreth, 2008)
discount
Gambar 2.3 Pendekatan geometri linier (Hill dan Galbreth, 2008)
2.3 Konsolidasi Konsolidasi atau penggabungan meliputi perencanaan pada level strategis dan operasional. Pada level strategis, carrier harus memutuskan produk apa yang akan diangkut dan titik asal-tujuan mana yang akan dilayani. Karena itu, jumlah depo yang digunakan dan titik lokasinya harus ditentukan. Pada level operasional, keputusan yang penting adalah desain network dari sistem transportasi (service network), termasuk didalamnya menentukan karakteristik (frekuensi dan jumlah) rute yang dikunjungi, pengaturan rute kendaraan, kebijakan operasional yang diterapkan di tiap depo, jenis dan karakteristik armada yang dimiliki, dan pengaturan kembali muatan kosong , dan sebagainya. Konsolidasi dapat ditempuh dengan 3 cara: a. Pertama, pengiriman dalam jumlah kecil yang harus diangkut dalam jarak yang relatif panjang dapat dikon-solidasikan dengan menggunakan armada angkut dengan kapasitas yang lebih besar dan kapasitas kendaraan yang lebih kecil untuk pengiriman jangka pendek. b. Kedua, LTL pick-up dan delivery pada lokasi yang berbeda-beda dapat dilayani
4
dengan menggunakan kenda-raan yang sama dengan rute multi-stop. c. Ketiga, jadwal pengiriman dapat disesuaikan lebih awal maupun lebih lambat dari yang semula dijadwalkan untuk menggabungkan pesanan konsumen dalam satu pengiriman dalam jumlah besar dibandingkan dengan beberapa kali pengiriman dalam jumlah lebih kecil dengan frekuensi lebih sering. Salah satu bentuk inovasi di bidang transportasi logistik adalah strategi konsolidasi pengiriman (shipping consolidation), yaitu menggabungkan pengiriman beberapa order dalam satu pengiriman dengan mengunakan kendara-an yang sama ke beberapa tujuan tertentu (Attanasio dkk,2007). Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan kendaraan pada armada transportasi jarak jauh (Long Haul Transportation) yang menerapkan jasa Full Truckload (FTL). Biaya sewa / penggunaan kendaraan FTL dikenakan berdasarkan penggunaan kapasitas kenda-raan secara penuh. Dengan demikian, pengguna jasa harus mengirimkan pro-duknya dengan jumlah sebesar kapasitas truk tersebut sehingga dapat memperoleh keuntungan dari skala ekonomis.
Gambar 2.4 Pengiriman (Nurwidiana, 2007)
tanpa
konsolidasi
Gambar 2.5 Pengiriman (Nurwidiana, 2007)
dengan
konsolidasi
Kendaraan yang digunakan dalam konsolidasi mempunyai kapasitas yang bervariasi, dengan fixed cost yang bervariasi pula, sehingga tiap rute mempunyai kapasitas dan fixed cost yang bervariasi. Untuk melakukan konsolidasi harus dipertimbangkan : a. Spesifikasi kendaraan : Kapasitas maksimal kendaraan (berat dan volume), biaya per jarak tempuh. b. Spesifkasi order : Berat dan volume order, jarak antara buyer dengan vendor dan jarak antara buyer dengan buyer. Konsolidasi dilakukan dengan : a. Memilih order buyer yang akan dikonsolidasi pengirimannya. b. Menentukan jenis kendaraan yang akan digunakan (dengan memperhati-kan kapasitas kendaraan). Menentukan urutan pengiriman yang optimal untuk meminimalkan biaya total pengiriman produk. 3 Metodologi Penelitian 3.1 Kerangka Penelitian Penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Hill dan Galbreth (2008) dan penelitian yang dilakukan oleh Attanasio (2007). Hill dan Galbreth mengembangkan suatu heuristik penyelesaian persoalan rantai pasok yang mengadopsi all-unit transportaton cost discounts structure agar diperoleh penyelesaian yang lebih baik. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode heuristik yang dikembangkan memungkinkan model matematis yang diperoleh dapat diselesaikan dengan waktu penyelesaian (time consuming) yang lebih baik dengan tanpa mengabaikan akurasi dari penyelesaian. Sedangkan Attanasio mengembangkan suatu model yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan shipment dan packing secara terintegrasi. Penelitian ini mengikuti sebagian besar tahapan penelitian yang dilakukan oleh Hill dan Galbreth. Secara garis besar, tahapan dalam penelitian ini di bagi dalam dua tahap. Pertama, penyusunan model MILP dari persoalan rantai pasok dua eselon dua tahap dengan mempertimbang diskon biaya transportasi (allunit transportaton cost discounts structure ) dan kelayakan konsolidasi dengan menggunakan model Modified all-unit discount (MAUD).
5
Tahap kedua adalah implementasi pendekatan geometri linear pada model MILP yang telah diperoleh untuk menyederhanakan model dengan cara mengurangi variabel keputusan.
βr P Pr V h rkxb
Gambar 3.1 Tahapan permodelan MILP
Selanjutnya akan dilakukan running program yang dibuat dengan software Lingo dalam beberapa skenario untuk memperoleh gambaran bagaimana perilaku model terhadap perubahan berbagai parameter dalam model. Kerangka metodologi penelitian yang digunakan dalam thesis ini dan hubungannya dengan dua penelitian sebelumnya digambarkan dalam diagram di atas. 3.2 Tahap Penyusunan Model Mix Integer Linear Programming (MILP) Model MILP dari persoalan rantai pasok dengan MAUD (Modified all-unit discount ) adalah: Parameter: j Indek periode pengiriman k Indek periode permintaan / order x Indek lokasi pengecer b Indek permintaan / order oleh pengecer a Indek segmen Modified all-unit discount (MAUD). r Indek rute pengiriman dengan TL2 T Horison perencanaan B Jumlah pengecer R Total rute pengiriman yang mungkin Cxa Quantity maksimum pengiriman dari cross-dock ke lokasi retailer x pada tarif segmen a, yang disediakan oleh carrier berdasarkan pada daftar tarif (unit). Sxa Slope cost / variable cost (segmen genap) atau fixed cost (segmen ganjil) dari segmen a dari fungsi biaya pengiriman (the shipping cost function) untuk pengiriman dari cross-dock ke lokasi retailer x (dollars). mkxb Quantity permintaan / order oleh retaler b di lokasi x pada periode k β Fixed cost untuk setiap pengiriman TL1 dari pabrik ke cross-dock (dollars)
dkxb N
Fixed cost untuk setiap pengiriman TL2 dari crossdock ke lokasi pengecer (dollars) Kapasitas TL1 (unit) Kapasitas TL2 yang melewati rute r (unit) Kapasitas Cross-dock per periode (unit) Biaya simpan per unit per periode (dollar/unit/periode) Release time / waktu dimana order pengecer b lokasi x periode k mulai dikirim (hari) dalam satu kota / lokasi dan dalam satu periode / hari dimungkinkan terdapat multi order dari retailer multiretailer Deadline waktu order pengecer b yang ada di lokasi x periode k diterima (hari) Jumlah lokasi pengecer
Variabel Keputusan: Fjxa [0, 1] - Variabel yang mengindikasikan ada tidaknya pengiriman ke lokasi pengecer x pada periode j pada Modified all-unit discount (MAUD) segmen a Hj Variabel integer yang mengindikasikan jumlah pengiriman dari pabrik ke crossdock pada periode j Djkxa Quantity pengiriman pada periode j dari cross-dock ke lokasi pengecer x untuk permintaan periode k pada Modified allunit discount (MAUD) segmen a (unit). Xjkrxb Variabel biner, bernilai 1 jika permintaan / order b lokasi pengecer x dikirim pada periode j untuk permintaan periode k dengan menggunakan LTL carrier¸ 0 jika sebaliknya (LTL atau carrier) Rj Quantity pengiriman pada periode j dari pabrik ke cross-dock (unit) Yrj Variabel integer jumlah truk yang beroperasi pada rute r pada hari j Xjkrxb Variabel biner, bernilai 1 jika permintaan / order b lokasi pengecer x dibebankan pada rute r yang dimulai pada periode j untuk permintaan periode k dengan menggunakan LTL carrier¸ 0 jika sebaliknya Djkrxb Quantity pengiriman / order b lokasi pengecer x periode k yang dikirim pada periode j melalui rute r (unit). Fungsi Tujuan: Min {Biaya pengiriman dari pabrik ke crossdock selama periode perencanaan dengan TL + Biaya pengiriman dengan konsolidasi dari crossdock ke pengecer selama periode perencanaan dengan
6
kendaraan yang lebih kecil + Biaya pengiriman dengan carrier dari crossdock ke pengecer dengan All-unit discount structure + Biaya simpan di pengecer}. Min∑H j β+ ∑∑βrYrj + ∑∑∑∑Djkrb(k − j)h + r∈R j
j
∑∑ ∑F x
a ganjil
j
j k≥ j r
b
S + ∑ ∑DjkxaSxa +∑Djkxa(k − j)h 3.1 k ≥ j a genap a
jxa xa
Fungsi Kendala: Kendala Permintaan:
∑∑∑ D j≤k r
jkrxb
+ ∑∑ Djkxa = mkxb, ∀k, x. ...... 3.2
b
j ≤k a
Kendala Jaminan Aliran Barang Seimbang: Rj = Djkrxb + Djkxa , ∀j. ..
∑∑∑∑ x
∑∑∑
r k≥ j b
k≥ j x
3.3
a
Kendala Kapasitas Cross-dock: R j ≤ V ∀j. ............................................
3.4
Kendala Pengiriman TL1: R j ≤ H j P ∀j. ........................................
3.5
Kendala Pengiriman LTL dan TL kecil:
C x ( a−1) F jxa ≤ ∑ D jkxa ≤ C xa F jxa ∀j , a, x. ..
3.6
Kendala jumlah pengiriman TL1: H j ∈{0,1, 2,...} ∀j , ............................
3.7
k≥ j
Kendala pembebanan suatu order pada TL2: X jkrxb ∈{0,1,} ............................................. 3.8 Kendala jumlah kendaraan pada pengiriman rute r pada TL2: Yrj ∈{0,1,3,....} ........................................... 3.9 Kendala ada tidaknya pengiriman ke pengecer dengan LTL carrier pada suatu periode dan zone tertentu: F jxa ∈{0,1} ∀j , x, a, ........................... 3.10 Kendala pengiriman dengan carrier ke pengecer hanya mengikuti satu tarif: F jxa ≤1 ∀j, x. ................................. 3.11
∑ a
Kendala berat total yang diangkut tiap rute: mkxb X jkrxb ≤ Pr Yrj , ∀j, r .. 3.12
∑
x:dx ≤ j ≤ DX − τxr , ix∈ Nr
Kendala ada tidaknya pembebanan suatu order pada LTL carrier kirim: Xjkxb ∈{0, 1}, x∈X, r∈R, j = 1,...,T ........ 3.13 Kendala bahwa suatu order hanya dikirim satu kali (indivisible): X jkrxb + X jkxb =1, ∀k , b .. 3.14
∑∑∑ j
x
r
∑∑ j
Kendala integer: Yrj ≥ 0, integer, r∈R, j = 1,....,T.................... 3.15 Kendala deadline: rkxb + τ’rkxb >dkxb x∈X ............................ 3.16 3.3 Model Mix Integer Linear Programming (MILP) dengan Pendekatan Geometri Linier Model MILP dari persoalan rantai pasok dengan MAUD (Modified all-unit discount) dengan pendekatan geometri linier adalah: Parameter: j Indek periode pengiriman k Indek periode permintaan / order x Indek lokasi pengecer b Indek permintaan / order oleh pengecer r Indek rute pengiriman dengan TL2 K Horison perencanaan B Jumlah pengecer R Total rute pengiriman yang mungkin C Quantity maksimum pengiriman dari cross-dock ke lokasi retailer x yang disediakan oleh carrier Biaya tetap (fixed cost) dari fungsi biaya Lx pengiriman dengan pendekatan geometri linier Biaya variabel (slope) dari fungsi biaya Sx pengiriman dengan pendekatan geometri linier mkxb Quantity permintaan / order oleh retailer b di lokasi x pada periode k (sebagai ganti dari qk dalam penelitian Attanasio) (satu retailer satu order) β Fixed cost untuk setiap pengiriman TL1 dari pabrik ke cross-dock (dollars) βr Fixed cost untuk setiap pengiriman TL2 dari crossdock ke lokasi pengecer (dollars) P Kapasitas TL (unit) Pr Kapasitas LTL yang melewati rute r (unit) V Kapasitas Cross-dock per periode (unit) h Biaya simpan per unit per periode (dollar/unit/periode) rkxb Release time / waktu dimana order pengecer b lokasi x periode k mulai dikirim (hari) dkxb Deadline waktu order pengecer b yang ada di lokasi x periode k diterima (hari) Nr Jumlah lokasi pengecer yang disinggahi pada rute r dan Nr ⊆ N N Jumlah lokasi pengecer
x
7
Variabel Keputusan: Fjxb [0, 1] - Variabel biner yang mengindikasikan ada tidaknya pengiriman order b ke lokasi pengecer x pada periode j dengan menggunakan carrier Hj Variabel integer yang mengindikasikan jumlah pengiriman dari pabrik ke crossdock pada periode j dengan TL (TL1) Djkxb Quantity pengiriman order b pada periode j dari cross-dock ke lokasi pengecer x untuk permintaan periode k dengan menggunakan LTLcarrier. Xjkrxb Variabel biner, bernilai 1 jika permintaan / order b lokasi pengecer x dikirim pada periode j untuk permintaan periode k dengan menggunakan LTL carrier¸ 0 jika sebaliknya (LTL atau carrier) Rj Quantity pengiriman pada periode j dari pabrik ke cross-dock (unit) Yrj Variabel integer jumlah truk yang beroperasi pada rute r pada hari j dengan TL (TL2) Xjkrxb Variabel biner, bernilai 1 jika permintaan / order b lokasi pengecer x dibebankan pada rute r yang dimulai pada periode j untuk permintaan periode k dengan menggunakan TL (TL2)¸ 0 jika sebaliknya (LTL atau carrier) Djkrxb Quantity pengiriman order b lokasi pengecer x periode k yang dikirim pada periode j melalui rute r (unit). Fungsi Tujuan: Min {Biaya pengiriman dari pabrik ke crossdock selama periode perencanaan dengan TL + Biaya pengiriman dengan konsolidasi dari crossdock ke pengecer selama periode perencanaan dengan kendaraan yang lebih kecil + Biaya pengiriman dengan carrier dari crossdock ke pengecer dengan All-unit discount structure + Biaya simpan di pengecer}.
Min∑H j β+ ∑∑βrYrj + ∑∑∑∑Djkrb(k − j)h + r∈R j
j
j k≥ j r
b
Fjx Lx + ∑{D jkxSx + Djkx (k − j)h} ....... 3.17 ∑∑ x j k≥ j Fungsi Kendala: Kendala Permintaan:
∑ ∑∑ D j ≤k
r
b
jkrxb
+ ∑ D jkx = mkxb , ∀k , x. .. 3.18 j ≤k
Kendala Jaminan Aliran Barang Seimbang: Rj = D jkrxb + D jkx , ∀j. .. 3.19
∑ ∑∑∑
∑∑
r k≥ j b
x
k≥ j x
Kendala Kapasitas Cross-dock: R j ≤ V ∀j. ............................................. 3.20
Kendala Pengiriman TL1: R j ≤ H j P ∀j. ........................................ 3.21 Kendala Pengiriman LTL dan TL kecil: D jkx ≤ CF jx ∀j , a, x. ............ 3.22
∑ k≥ j
Kendala jumlah pengiriman TL1: H j ∈{0,1, 2,...} ∀j , ..................... 3.23 Kendala ada tidaknya TL2: X jkrxb ∈{0,1,} ............................................. 3.24 Kendala jumlah kendaraan pada pengiriman rute r pada TL2: Yrj ∈{0,1,3,....} ............................................ 3.25 Kendala ada tidaknya pengiriman ke pengecer dengan carrier pada suatu periode untuk zone tertentu:: Fjxb ∈{0,1} ∀j, x , b, ............................. 3.26 Kendala ada tidaknya pembebanan order pada TL2 kirim: Xjkrxb ∈{0, 1}, x∈X, r∈R, j
∑∑∑ j
x
r
∑∑ j
x
Kendala berat total yang diangkut tiap rute: mkxb X jkrxb ≤ Pr Yrj , ∀j , r ... 3.30
∑
x:dx ≤ j ≤ DX − τxr , ix∈ Nr
Kendala integer: Yrj ≥ 0, integer, r∈R, j = 1,....,T.................... 3.31 Kendala deadline: rkxb + τ’rkxb >dkxb x∈X ............................ 3.32 4 Analisis dan Pembahasan 4.1 Contoh Numerik Contoh numerik mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Hill dan Galbreth (2008) serta penelitian Attanasio (2007). Data permintaan diambil sejumlah data yang berasal dari penelitian Attansio seperti tertera dalam tabel 4.1. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa terdapat 8 retailer (customer) yang
8
Tabel 4.1 Data order
Order (b) 1 2 3 4 5 6 7 8
Customer location Ancona Marseille Ancona Marseille Marseille Marseille Marseille Marseille
Release time 12 June 11 June 12 June 11 June 11 June 11 June 11 June 12 June
Deadline 15 June 15 June 16 June 16 June 16 June 16 June 16 June 3 July
Weight (mkxb) 242.65 207.34 102.54 19.05 19.59 35.23 61.54 15.44 703.38
Pengiriman order dari crossdock yang terletak di Bari (Italia) dimungkinkan untuk dikirim dengan menggunakan kendaraan dengan prinsip truckload yang mempunyai kapasitas (Pr) 350. Biaya yang dibebankan untuk setiap rute disajikan dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa tidak semua order dapat dikirim melalui setiap rute. Order dapan dikirim hanya melalui kendaraan yang melalui rute yang menyinggahi kota dimana order berasal. Rute 1 hanya mengunjungi kota Ancona, rute 2 hanya mengunjungi kota Marseille dan rute 3 mengunjungi kota Ancona dan Marseille. Rute tidak mempersoalkan urutan kota yang dilalui.
yang besar dengan prinsip truckload yang mempunyai kapasitas (P) 5,000 adalah sebesar USD 8,000. Kapasitas crossdock per hari (V) adalah 50,000, sedangkan biaya simpan per unit barang per hari di retailer (h) sebesar 0.25. Semua retailer diasumsikan terletak dalam satu zone tarif (x) yang dimiliki oleh jasa LTL carrier. Tarif yang digunakan sebagai ilustrasi adalah tarif DHL untuk zone singapore yang berguna untuk menghitung biaya tetap dan biaya variabel sebagai pendekatan linier yang akan digunakan dalam model MILP. Biaya kirim suatu barang hanya ditentukan oleh berat dari barang yang dikirim dengan tujuan manapun asal masih dalam zone tersebut. Kapasitas barang yang dapat dikirim dengan LTL carrier (C) ini dapat dilihat dari batas maksimum dari tarif. Kapasitas LTL carrier yang berlaku untuk zone ini dibuat sedemikian rupa sehingga kasus dalam penelitian Attanasio (2007) dapat diakomodasi yaitu 500. Daftar tarif untuk zone ini dapat dilihat pada Gambar 4.1. Perhitungan biaya variabel dan biaya tetap pengiriman order dengan menggunakan salah satu tarif dari suatu 3PL untuk pengiriman yang berasal dari Singapore zone A (lampiran) dengan menggunakan pendekatan geometri linier adalah sebagai berikut: 190 185 180 175 170
Harga (SGD)
masing-masing mempunyai satu order dengan waktu deadline tertentu. Permintaan 1, 3 dan 8, barng yang diorder siap dikirimn pada hari ke 2, sedangkan order yang lain sudah siap dikirim pada hari 1. Deadline order (k) adalah hari ke 5, 6 dan 23 untuk setiap order yang bersesuaian seperti diperlihatkan dalam tabel 4.1. Deadline dari order 1 dan 2 adalah hari ke 5. Deadline dari order 3, 4, 5, 6 dan 7 adalah hari ke 6 sedangkan deadline order ke 8 adalah hari ke 23. Periode pengiiriman (j) yang direncanakan adalah periode (hari) ke 1 dan 2.
80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15
Tabel 4.2 Daftar rute
10 5
Rute 1 2 3
Keterangan Bari–Ancona Bari–Marseille Bari–Ancona–Marseille
Fixed Cost (USD) 640 1,280 1,328
Dalam contoh ini, lokasi pabrik tidak ditentukan tetapi biaya kirim (β) dari pabrik ke crossdock yang berada di Bari untuk sekali pengiriman dengan menggunakan kendaraan
0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
17,5
18,0
18,5
19,0
19,5
20,0
17,1
25,0
33,1
41,0
49,1
61,5
71,8
85,6
175,6
176,6
181,5
186,4
191,3
196,2
Berat
Gambar 4.1 Tarif LTL carrier
Misal : L1 = Luasan daerah tarif dengan pendekatan All-unit discount L2 = Luasan daerah tarif dengan pendekatan geometri linier L1 = 2,574.75
9
L2 = (20 x t1) + 0.5 (20 x (196.2 – t1)) = 20t1 + 0.5 (3924 – 20t1) = 10t1 + 1962 L1 = L2 10t1 + 1962 = 2,574.75 t1 = SGD 61.275 = $36.765 Biaya tetap (Lx) Variable cost (Sx)
= slope = y/x = (196.2 – 61.275) / 20 = 134.925/20 = SGD 6.74625 = $ 4.04775
Dengan demikian biaya tetap (Lx) untuk fungsi tarif Modified all units discount (MAUD) untuk zone ini adalah USD 36.765, sedangkan biaya variabel (Sx) untuk setiap unit pengiriman adalah USD 4.048. 4.2 Perilaku Rantai Pasok Hasil running program terhadap contoh numerik yang telah diberikan menunjukkan perilaku rantai pasok sebagai berikut: 4.2.1 Biaya Total fungsi tujuan yang optimal adalah USD 11,167.96 dengan struktur yang terdiri dari: o Total biaya inbound: Biaya dari pabrik ke crossdock USD 8,000.00 o Total biaya outbound sebesar USD 3.167,96 yang terdiri dari: − Biaya truckload dari crossdock ke retailer USD 1,920.00 − Biaya simpan di retailer yang timbul karena pengiriman truckload sebesar USD 453.85 − Biaya LTL carrier dari crossdock ke ratailer USD 591.46 − Biaya simpan di retailer yang timbul karena pengiriman LTL carrier sebesar USD 453.85 8.000,00 8.000,00 7.000,00 6.000,00 5.000,00 4.000,00
1.920,00
3.000,00
453,85
2.000,00
591,46
202,65
1.000,00 0,00 TL1COST
TL2COST
HOLDTL2COST
LTLCOST
HOLDLTLCOST
Struktur biaya rantai pasok dengan ilustrasi contoh numerik di atas dapat dilihat pada gambar 4.2. Komposisi sruktur biaya rantai pasok dengan contoh numerik di atas dalam bentuk persentase dapat dilihat pada gambar 4.3. Prosentase ini menunjukkan bahwa order yang ada kapasitasnya jauh lebih kecil dibandingkan degan kapasitas pengiriman truckload dari pabrik ke crossdock sehingga biaya inbound mencapai 72% dari seluruh biaya rantai pasok dibandingkan dengan biaya outbound yang hanya 82%. HOLDTL2COST 4%
LTLCOST 5%
HOLDLTLCOST 2%
TL2COST 17%
TL1COST 72%
Gambar 4.3 Prosentase struktur biaya rantai pasok dengan contoh numerik
4.2.2 Penjadualan Biaya yang timbul dalam rantai pasok merupakan konseuensi keputusan penjadwalan / skedul pengiriman baik inbound maupun outbound. Jadwal pengiriman order untuk contoh di atas adalah sebagai berikut (Gambar 4.4): o Pengiriman inbound dari pabrik ke crossdock. Sekali pengiriman pada periode 2 dengan kapasitas 703.38. o Pengiriman outbound dari crossdock ke retailer, terdiri dari: a. Pengiriman dengan truckload, yang terdiri dari: − Order 1 dikirim dengan truckload melalui rute 1 pada periode 2 dengan berat 242.65. − Order 2, 5, 6 dan 7 dikonsolidasi dalam pengiriman dengan truckload melalui rute 2 pada periode 2 dengan total berat order . b. Pengiriman dengan LTL carrier. Order 3, 4 dan 8 dikirim dengan menggunakan jasa LTL carrier dengan total berat order 323.70.
Gambar 4.2 Struktur biaya rantai pasok dengan contoh numerik
10
Total biaya Outbound 3.198,31
3.167,96
3.200,00 3.100,00 3.000,00 2.900,00 2.800,00 2.700,00 2.600,00 2.500,00 2.400,00
2.675,77
Skenario awal Kap TL2 naik 10% Kap TL2 turun 10%
Gambar 4.4 Jadwal pengiriman order pada rantai pasok dengan contoh numerik
4.2.3 Perilaku rantai pasok dengan perubahan kapasitas TL2 Perbandingan kenaikan dan penurunan total biaya, baik yang terjadi pada seluruh rantai pasok maupun yang terjadi pada sisi outbound tidak proporsional dengan kenaikan maupun penurunan kapasitas TL2 (Gambar 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8). Ketidakproporsionalan perubahan ini dapat dipahami mengingat kompleksitas persoalan rantai pasok dimana terjadinya permintaan bersifat diskrit serta adanya variasi berat / volume permintaan. Fungsi tujuan
11.200,00 11.100,00 11.000,00 10.900,00 10.800,00 10.700,00 10.600,00 10.500,00 10.400,00
11.198,30
11.167,96
10.675,77
Skenario awal
Kapasitas TL naik 10%
Kapasitas TL turun 10%
Gambar 4.5 Perubahan fungsi tujuan karena penurunan dan peningkatan kapasitas TL2 10%
Gambar 4.7 Perubahan total biaya outbound karena penurunan dan peningkatan kapasitas TL2 10% 0,1554 0,1600 0,1400 0,1200 0,1000 0,0800 0,0600 0,0400 0,0096
0,0200 -
Penurunan total biaya Peningkatan total biaya outbound karena kap outbound karena kap TL2 turun 10% TL2 naik 10%
Gambar 4.8 Persentase perubahan total biaya outbound karena penurunan dan peningkatan kapasitas TL2 10%
Gambar 4.9 menunjukkan variasi perubahan struktur biaya outbound yang terjadi karena peningkatan dan penurunan kapasitas TL2 sebesar 10% dalam satu gambar. Penurunan kapasitas TL2 menyebabkan perubahan pada seluruh struktur biaya outbound. Peningkatan kapasitas TL2 tidak menyebabkan perubahan biaya truckload dari crossdock ke retailer sedangkan struktur biaya lainnya mengalami perubahan Skenario awal
0,0441 0,0450 0,0400 0,0350 0,0300 0,0250 0,0200 0,0150 0,0100 0,0050 0,0000
Kap TL2 naik 10%
Kap TL2 turun 10%
2.500,00 1.920,00 2.000,00
1.920,00
1.901,80
1.500,00 1.000,00 0,0027
500,00 Penurunan fungsi tujuan Kenaikan fungsi tujuan karena kap TL naik 10% karena kap TL turun 10%
591,46 181,99
0,00 TL2COST
Gambar 4.6 Persentase perubahan fungsi tujuan karena penurunan dan peningkatan kapasitas TL2 10%
474,52
575,44 640 453,85
HOLDTL2COST
99,27 LTLCOST
202,65 81,06 HOLDLTLCOST
Gambar 4.9 Perubahan struktur biaya outbound karena penurunan dan peningkatan kapasitas TL2 10%
11
Perubahan struktur biaya pada saat terjadi kenaikan kapasitas kendaraan TL2 10% di atas terjadi karena perubahan skedul pengiriman order pada sisi outbound sebagai berikut (Gambar 4.10): - Order yang dikirim dengan LTL carrier order 3, 4, dan 8, sekarang menjadi hanya order 8. - Order 1 yang sebelumnya dikirim dengan TL2 melalui rute 1, sekarang dikonsolidasikan dengan order 3 melalui rute yang sama.
b
c
d
Order-order lain yang dikonsolidasikan dengan TL2 melalui rute 2 adalah order 2, 4, 5, 6 dan 7, dimana sebelumnya adalah order 2, 5, 6 dan 7. e
Gambar 4.12 Rute dan skedul pengiriman dengan kenaikan kapasitas TL2 10%
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa dengan penurunan kapasitas kendaraan, maka skedul pengiriman semua order dilakukan pada periode 2. Order yang dikirim dengan menggunakan TL2 rute 1 hanyalah order 1, sedangkan lainnya dikirim dengan menggunakan LTL carrier pada periode 2.
Gambar 11 Rute dan skedul pengiriman dengan kenaikan kapasitas kendaraan TL2 10%
5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan a Fungsi tujuan dipengaruhi oleh kapasitas kendaraan konsolidasi, tarif
LTL carrier, tarif biaya simpan, serta alternatif keterse-diaan pengiriman. Peningkatan kapasitas kendara-an mengakibatkan pengurangan nilai fungsi tujuan yang optimal, demikian juga sebaliknya Kenaikan tarif LTL carrier menyebabkan meningkatnya ni-lai fungsi tujuan yang optimal, demikian juga sebaliknya Kenaikan biaya simpan menyebabkan kenaikan fungsi tujuan melalui peningkatan total biaya simpan baik yang ditimbulkan pengiriman melalui konsolidasi maupun melalui LTL carrier, demikian juga sebaliknya Pembatasan alternatif pengirim-an order dengan maniadakan pilihan konsolidasi akan mena-ikkan nilai fungsi tujuan melalui peningkatan biaya perngiriman dengan LTL carrier. Demikian juga sebaliknya.
5.2 Saran a Persoalan yang lebih komplek dengan peningkatan jumlah zone, order dan retailer yang banyak serta perlu diuji coba untuk mengetahui perilaku model yang lebih luas . b Pengembangan model masih sangat terbuka dengan menambah kompleksitas rantai pasok 6 Daftar Pustaka Attanasio, A. dkk. (2007), “Integrated Shipment Dispatching and Packing Problems: A Case Study”, Journal Math Model Algorithm, Vol. 6, hal. 77-85. Ballou, R.H. (2004), Business Logistics / Supply Chain Management. 5th edition, Prentice Hall. Bohman, R. (2006), “Smart Ways You can Cut LTL Costs”, Logistics Management, Vol. 45, No. 10, hal. 37–40. Burwell, T.H. dkk. (1997), “Economic Lot Size Model For Price-Dependent Demand Under Quantity and Freight Discounts”, International Journal of Production Economics, Vol. 48, hal. 141–155. Carter, J.R. dkk. (1995). “The Effect of LessThantruckload Rates on The Purchase Order Lot Size Decision”, Transportation Journal, Vol. 34, No. 3, hal. 35–44.
12
Carter, J.R., dan Ferrin, B. (1996), “Transportation Costs and Inventory Management: Why Transportation Costs Matter”, Production and Inventory Management Journal, Vol. 37, No. 3, hal. 58–62. Chan, L.M. dkk. (2002), “Effective ZeroInventory-Ordering Policies for The Single Warehouse Multiretailer Problem with Piecewise Linear Cost Structures”, Management Science, Vol. 48, No. 11, hal. 1446–1460. Clark, A.R., dan Clark, S.J. (2000), “RollingHorizon Lot-Sizing when Set-Up Times are Sequence-Dependent”, International Journal of Production Research, Vol. 38, No. 10, hal. 2287–2307. Copra, S. dan Meindl, P. (2007), Supply Chain Management, 3rd ed., Pearson Education, Upper Saddle River, New Jersey. Croxton, K.L. dkk. (2003), “Models and Methods For Merge-In-Transit Operations”, Transportation Science, Vol. 37, No. 1, hal. 1–22. Diaby, M., dan Martel, A. (1993), “Dynamic Lot Sizing for Multiechelon Distribution Systems with Purchasing and Transportation Price Discounts”, Operations Research, Vol. 41, No. 1, hal. 48–59. Ertogral, K. dkk. (2007), “Production and Shipment Lot Sizing in A Vendor–Buyer Supply Chain with Transportation Cost”, European Journal of Operational Research, Vol. 176, hal 1592–1606. Fisher, M.L. (1997), “What is The Right Supply Chain for Your Product?”, Harvard Business Review, Vol. 75, No. 2, hal. 105– 116. Garg, M. dan Cole, S.J. (2006), “Models and Algorithms for The Design of Survivable Multicommodity Flownetworks with General Failure Scenarios”. Omega, Vol. 36, hal. 1057 – 1071. Ghiani, G. etc. (2004), Introductionto Logistics Systems Planning and Control, John Wiley & Sons Ltd., England. Hill, J. dan Galbreth, M. (2008), “A Heuristic for Single – Warehouse Multi Retailer Supply Chains with All-Unit Transportation Cost Discounts”, European Journal of Operational Research, Vol. 187, hal. 473482.
LeBlanc, L. dkk. (2004), “Nu-Kote’s Spreadsheet Linear Programming Models for Optimizing Transportation”, Interfaces, Vol. 34, No. 2, hal. 139–149. Leenders, M. dkk (2002). Purchasing and Supply Management, 12th ed. McGraw-Hill, New York. Ng, C.T. dkk. (2001), “Coordinated Replenishments with Alternative Supply Sources in Two-Level Supply Chains”, International Journal of Production Economics, Vo. 73, hal. 227–240. Nurwidiana (2007), “Pengembangan Model dan Algoritma Common Replenishment Epoch untuk Koordinasi Rantai Pasok dengan Mempertimbangkan Kelayakan Konsolidasi Pengiriman”, Thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Russell, R.M. dan Krajewski, L.J. (1991), “Optimal Purchase and Transportation Cost Lot SizingfFor A Single Item”, Decision Sciences, Vol. 22, hal 940–951. Russell, R.M. dan Krajewski, L.J. (1992), “Coordinated Replenishments from A Common Supplier”, Decisions Sciences, Vol. 23, hal. 610–632. Sumner, M. (2005), Enterprise Resource Planning. 1st Edition, Prentice Hall. Swenseth, S. dan Godfrey, M. (2002), “Incorporating Transportation Costs into Inventory Replenishment Decisions”, International Journal of Production Economics, Vol. 77, hal. 113–130. Tersine, R.J. dan Barman, S. (1991), “Economic Inventory / Transport Lot Sizing with Quantity and Freight Rate Discounts”, Decision Sciences, Vol. 22, hal. 1171–1179. Thomas, D.J. dan Griffin, P.M. (1996), “Coordinated Supply Chain Management”, European Journal of Operational Research, Vol. 94, hal. 1–15. Vroblefski, M. dkk. (2000), “Efficient LotSizing Under Differential Transportation Cost Structure for Serially Distributed Warehouses”, European Journal of Operational Research, Vol. 127, hal. 574– 593.
13