Pengembangan model rantai pasok produk mudah rusak dengan mempertimbangkan kualitas Ika Sartika Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri Kampus IPDN Jl. Ampera Raya Cilandak Timur Jakarta 12560 Telepon: +6221 021 7815980 Fax: +6221 021 7815980
Abstract The main process of manufacturing supply chain is flow of goods from raw material supplier to finished goods customer. In this flow of goods, transportation is very important with minimized cost as performance indicator. Another phenomenon can be seen that time is less sensitif to product quality, it means that delivery delay doesn’t lead to quality decreased. In perishable product supply chain, time is very sensitif to product quality. The delivery delay can cause product value is decreased even zero. So, maximized value is become important performance indicator. To maintain perishable product’s quality is needed technological effort that can decrease the rate of deteriorate. It’s consequencies to rise supply chain cost, so the research question are how related tranportation and packaging technologies to quality and stakeholder’s profit, and then can be tried effective policy intervention to increase supply chain performance. The earlier researches about perishable products focus on time or cost as performance indicator. The relationship of those peformance indicators with quality was lack. This paper tries to fill the gap through the proof of relationship between quality, cost (price), and delivery. In this paper, fish supply chain was explored as an example of perishable product while demonstrating the interaction between quality, cost and delivery using dynamic simulation modeling in fish supply chain. The first step of modeling was the understanding about real system, and then the creating of conceptual model that shows interaction among stakeholder in fish supply chain. These interactions became input to create subsystem and causal loop diagram which was necessary in simulation. Before running simulation, model formulation was done that consist of flow diagram and mathematics formulation created as simulation input. From the dynamic simulation can be concluded that the replacement of transportation mode and packaging are proven can maintain product quality so it still can be accepted by customers. This is seen from quality value at supply chain party after transportation mode and packaging replacement tends better, at least the same with the beginning condition, it means no quality reduction. But, in the same time, the replacement of transportation mode and packaging lead to supply chain total cost increasement, especially at distributor. So, the replacement of transportation mode and packaging implementation with the aim to maintain product quality should be done as soon as possible before the rising of new technology that is more economic. Intervention can be done through the providing of tranportation medium and infrastructure that are adequate, although in implementing there is a delay. Keywords: delivery, perishable product, policy, price, quality, supply chain
1. Pendahuluan Konsep manajemen rantai pasok merupakan terobosan terbaru untuk banyak perusahaan/organisasi dalam upaya untuk mengintegrasikan proses bisnis diantara mitra mereka. Konsep ini dianut untuk meningkatkan keunggulan beberapa perusahaan/organisasi dalam rangka meningkatkan efektivitas organisasi dan memperoleh tujuan perusahaan seperti meningkatkan nilai pelanggan, utilisasi sumber yang lebih baik, dan meningkatkan profitabilitas [1].
1
Rantai pasok merupakan sekumpulan tiga atau lebih entitas (organisasi maupun individual) yang secara langsung terlibat dalam aliran hulu dan hilir dari produk, jasa, keuangan dan atau informasi dari suatu sumber ke konsumen [2]. Para pelaku usaha dalam suatu rantai pasok harus mampu menyampaikan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dari segi kualitas (mutu), kuantitas, harga, waktu dan tempat yang tepat. Penelitian ilmiah tentang rantai pasok masih didominasi oleh peneliti-peneliti dari negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa [3]. Dengan demikian kasus yang dibahas juga sebagian besar berasal dari negara-negara maju tersebut. Masih sedikit kasus yang diambil dari negara-negara berkembang seperti Indonesia. Disamping itu penelitian tentang rantai pasok sebagian besar menggunakan industri manufaktur sebagai studi kasus atau pun responden. Masih sedikit yang membahas rantai pasok produk mudah rusak, seperti ikan laut atau sayuran, Padahal produk-produk mudah rusak memerlukan penanganan khusus sebelum tiba di konsumen. Produk-produk mudah rusak adalah semua jenis produk yang mengalami perubahan secara fisik yang dapat mempengaruhi umur hidupnya baik tetap atau pun acak, dan menjadi kadaluwarsa ketika nilai ekonomisnya turun pada saat tiba di konsumen [4]. Dalam rantai pasok industri manufaktur aliran bahan mentah mengalir dari pemasok sebagai input untuk proses manufaktur. Ada kalanya masuk gudang bahan baku terlebih dahulu untuk menunggu giliran diproses di bagian produksi. Setelah selesai diproduksi masuk gudang barang jadi untuk menunggu proses distribusi. Dalam aliran produk ini peranan transportasi sangat penting, sehingga perusahaan akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja transportasi tersebut. Ukuran kinerja yang banyak digunakan adalah meminimunkan biaya transportasi. Dalam aliran produk ini juga waktu hanya berpengaruh terhadap biaya, artinya mempercepat waktu pengiriman berarti memperbaiki fasilitas transportasi yang dimiliki sehingga biaya transportasi menjadi tinggi pula. Tidak ada kendala waktu yang akan menyebabkan kualitas barang menjadi turun, artinya keterlambatan pengiriman tidak menyebabkan kualitas produk menjadi turun. Sedangkan dalam rantai pasok produk mudah rusak waktu sangat berperan penting, karena kelambatan tiba di konsumen akan menyebabkan nilai ekonomis produk tersebut berkurang bahkan hilang. Karena sifatnya yang mudah rusak maka untuk mempertahankan kualitas produk-produk mudah rusak diperlukan upaya-upaya teknologis yang ditujukan untuk menahan laju kerusakan produk-produk tersebut. Upaya-upaya teknologis itu terutama dalam proses penyimpanan dan pengangkutan (transportasi) produk-produk tersebut. Disamping kemasan yang harus dirancang supaya produk tetap terjaga kualitasnya, di sisi lain waktu pengangkutan (transportasi) juga harus diupayakan secepat mungkin supaya produk tiba di konsumen dalam kondisi yang masih dalam batas toleransi pemakaian, artinya produk tersebut masih mempunyai nilai ekonomis. Dalam hal ini pemilihan moda transportasi menjadi hal yang tidak dapat dihindari lagi supaya produk tiba di konsumen tepat waktu (on time delivery). Makin baik dan cepat moda transportasi yang digunakan makin besar biaya yang harus dikeluarkan. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa ada kaitan yang erat antara kualitas, waktu, dan biaya dalam menangani produk-produk mudah rusak. Terdapat trade off diantara ketiga variabel tersebut. Untuk memaksimalkan kualitas produk-produk mudah rusak maka waktu pengiriman harus secepat mungkin dengan teknik kemasan yang dapat menjaga kesegaran produk. Konsekuensinya adalah biaya yang dikeluarkan menjadi tinggi. Hal ini akan menyebabkan pengurangan terhadap profit yang diperoleh setiap mitra rantai pasok. Trade off antara kualitas, harga jual, biaya, dan keuntungan dapat dilihat pada Gambar 1. Dari penjelasan di atas maka yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah peningkatan harga jual akibat penggunaan teknologi rantai pasok untuk mempertahankan kualitas produk sebanding dengan peningkatan biaya yang dikeluarkan? Atau dengan kata lain: Apakah keuntungan bisa meningkat akibat penggunaan teknologi rantai pasok yang digunakan untuk mempertahankan kualitas produk? (2) Bagaimana kebijakan yang relatif efektif untuk memaksimalkan nilai (value) setiap mitra pada rantai pasok produk mudah rusak dengan biaya yang minimal?
2
Adapun tujuan penelitian yang selanjutnya akan memberi arah dalam pembahasan lebih lanjut adalah: (1) Memodelkan pengaruh penggantian moda transportasi dan kemasan terhadap kualitas dalam rantai pasok produk mudah rusak. (2) Memodelkan pengaruh penggantian moda transportasi dan kemasan terhadap biaya total dan keuntungan dalam rantai pasok produk mudah rusak. (3) Mensimulasikan intervensi kebijakan untuk meningkatkan kinerja rantai pasok produk mudah rusak. 2.
Tinjauan Literatur
Beberapa penelitian tentang produk-produk mudah rusak diantaranya membahas pemilihan moda transportasi dalam rantai pasok pisang di Amerika Latin dengan menitikberatkan pada pengurangan waktu [5]. Selanjutnya penelitian tentang pengaruh e-commerce terhadap rantai pasok ikan segar di Jepang dengan harapan bisa mempercepat proses transaksi antara penjual dan pembeli [6]. Penelitian berikutnya adalah perancangan pengendalian persediaan untuk produk-produk yang mudah rusak (perishable products) dengan cara meminimumkan biaya [4]. Dilanjutkan dengan penelaahan tentang evolusi rantai pasok sayuran di Cina dengan berbagai alternatif rantai dengan tujuan untuk mempercepat pengiriman sayuran ke konsumen [7]. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada pola kerjasama yang dilakukan dalam rantai pasok tersebut. Tahun berikutnya, muncul penelitian tentang pengembangan model biaya total rantai pasok gandum di India [8]. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa yang diteliti adalah interaksi antara komponen biaya dalam rantai pasok gandum di India. Kemudian pengembangan metodologi yang inovatif untuk menerapkan teknik perbaikan rantai nilai mulai dari peternakan sampai ke konsumen pada rantai pasok daging babi dengan cara menghitung total waktunya [9]. Dari uraian di atas terlihat bahwa sebagian besar penelitian hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi dalam kinerja rantai pasok, seperti biaya atau waktu. Belum terlihat adanya interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu sebagai kinerja rantai pasok, padahal dalam kenyataannya terdapat tarik menarik yang cukup kuat antara kualitas, biaya, dan waktu pada kinerja rantai pasok produk mudah rusak. Artinya, untuk mendapatkan produk yang berkualitas baik dan diterima tepat waktu pastilah membutuhkan biaya besar, sebaliknya dengan biaya minim, sudah dapat dipastikan bahwa kualitas produk tidak dapat maksimal, demikian juga dengan waktu penyerahan kepada konsumen pastilah akan mengalami kelambatan. Sehingga penelitian yang memperlihatkan interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu untuk produk mudah rusak menjadi penting untuk dilakukan. Penelitian ilmiah tentang rantai pasok produk mudah rusak di Indonesia juga masih sangat terbatas. Beberapa yang ditemukan membahas hal-hal yang bersifat teknis dan hanya berorientasi pada produk tertentu, seperti: Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan [10], serta Nilai Tambah pada Produk-produk Perikanan [11]; atau yang berorientasi klaster industri yang bersifat lebih makro, seperti: Membangun Kerjasama Usaha PenangkapanPengolahan Ikan [12], serta Perancangan Klaster Industri Perikanan Berbasis Komoditas Unggulan dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Rantai Nilai [13]. Sebagian besar penelitian hanya menitikberatkan pada salah satu dimensi kualitas, biaya atau waktu, masih jarang ditemukan yang membahas interaksi ketiga variabel tersebut. Penelitian lain tentang produk-produk mudah rusak lainnya adalah penentuan harga jual dengan tingkat diskon tertentu [14]. Penelitian ini didasari oleh sifat produk mudah rusak yang mengalami penurunan kualitas seiring dengan berubahnya waktu sehingga perlu dirancang harga jual dengan tingkat diskon tertentu jika produk sudah mulai menurun kualitasnya. Harga jual yang diusulkan dapat menghasilkan profit yang lebih besar dibanding dengan kondisi sebelumnya. Selanjutnya perancangan pengendalian persediaan yaitu menentukan titik pemesanan kembali untuk produk yang memiliki waktu kadaluwarsa dan faktor diskon [15]. Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan suatu pendalaman tentang kinerja rantai pasok yang melibatkan ketiga dimensi yaitu kualitas, biaya dan waktu dengan memaksimalkan nilai (value) yang diperoleh para stakeholder dan meminimalkan biaya rantai pasok, sehingga pada gilirannya akan ditemukan intervensi yang paling cocok untuk meningkatkan kinerja rantai pasok baik pada masing-masing mitra dalam rantai pasok atau pun dari pihak ketiga (pemerintah) dalam bentuk kebijakan. 3.
Metodologi
Ada empat langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian di atas, yaitu: definisi masalah, model konseptual, formulasi model, dan analisis model. Sedangkan rantai pasok yang akan dibahas dapat dilihat pada Gambar 2. Teknologi Rantai Pasok adalah moda transportasi dan kemasan yang digunakan untuk mendistribusikan 3
ikan laut segar mulai dari nelayan sampai ke konsumen dalam dan luar negeri, sehingga teknologi yang digunakan di nelayan tidak diperhitungkan. Definisi Masalah Ikan laut merupakan produk yang mudah rusak, artinya tingkat kesegaran ikan sangat menentukan nilai ikan tersebut, sehingga ikan yang mati nilai ekonomisnya akan turun. Oleh karena itu ikan laut memerlukan penanganan serius sejak ditangkap dari laut sampai ke konsumen. Fenomena penurunan kualitas ikan laut secara empiris dari waktu ke waktu, setelah diuji akan membentuk sebuah grafik eksponensial yang bisa didekati dengan persamaan : Kualitas (t) = Kualitas Awal e-t/T........................................................................................................................(1) t: waktu aktivitas T: waktu busuk Penurunan kualitas ini analog dengan kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme terhadap produk dalam kurun waktu yang relatif pendek. Secara grafis dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa kualitas ikan di nelayan akan berbeda dengan kualitas ikan di TPI, bakul, dan distributor serta konsumen karena ada proses pengangkutan antar mitra dan penyimpanan di masingmasing mitra rantai pasok. Untuk menjaga kualitas ikan supaya mendekati kualitas awal dibutuhkan upaya-upaya teknologis dalam proses penyimpanan dan pengangkutan. Upaya-upaya teknologis ini akan menyebabkan penambahan biaya secara keseluruhan. Di sisi lain, upaya-upaya teknologis ini diharapkan dapat menjaga kualitas ikan seperti kualitas awal dengan harapan harga ikan bisa menyamai harga ikan kualitas awal. Untuk tingkat penjualan yang sama, harga jual yang tinggi bisa meningkatkan hasil penjualan dan melebihi pertambahan biaya akibat upaya-upaya teknologis tadi, sehingga keuntungan setiap mitra dalam rantai pasok bisa meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, maka masalah yang paling penting untuk dicari pemecahannya adalah: Apakah peningkatan harga jual akibat penggunaan teknologi rantai pasok untuk mempertahankan kualitas produk sebanding dengan peningkatan biaya yang dikeluarkan? Atau dengan kata lain: Apakah keuntungan bisa meningkat akibat penggunaan teknologi rantai pasok untuk mempertahankan kualitas produk? Dengan demikian dapat dicari kebijakan pemerintah yang relatif efektif untuk memaksimalkan nilai (value) setiap mitra pada rantai pasok produk mudah rusak dengan biaya yang minimal. Model Konseptual Pada dasarnya kualitas ikan laut dari waktu ke waktu akan mengalami penurunan sebagai akibat adanya waktu aktivitas yang dihabiskan di setiap mitra, disamping itu juga dipengaruhi oleh waktu busuk ikan laut, yaitu waktu yang dapat menyebabkan ikan membusuk dibiarkan di udara terbuka tanpa ada perlakuan khusus. Semakin lama waktu aktivitas dan waktu busuk maka penurunan kualitas akan semakin besar. Penurunan kualitas akan menyebabkan kualitas turun, sebaliknya kualitas yang ada akan cenderung memperbesar potensi penurunan kualitas. Dengan demikian penurunan kualitas bersama-sama dengan kualitas akan membentuk lingkar umpan balik negatif. Penggunaan teknologi rantai pasok diharapkan dapat mempertahankan kualitas ikan melalui dua cara, yaitu: (1) memperbesar waktu busuk, artinya waktu busuk ikan dibuat lebih lama melalui teknologi penyimpanan dan atau kemasan, dan (2) mempercepat waktu aktivitas, yaitu dengan cara mengganti moda transportasi dengan kapasitas dan kecepatan yang lebih baik. Kualitas dapat dipertahankan yang diakibatkan oleh penggunaan teknologi rantai pasok akan sangat tergantung pada kebijakan pendukung yang ditetapkan oleh pemerintah, yang biasanya efektivitas kebijakan tersebut akan mengalami penundaan (delay). Makin cepat delay kebijakan maka peningkatan kualitas akan cepat terjadi. Penggunaan teknologi untuk mempertahankan kualitas ikan akan menyebabkan biaya tambahan menjadi lebih besar, yang secara langsung dapat mempengaruhi biaya total rantai pasok. Biaya total ini juga dipengaruhi oleh 4
waktu aktivitas, karena ada beberapa komponen biaya yang tergantung pada lamanya waktu aktivitas. Makin lama waktu aktivitas, maka biaya total akan semakin besar. Biaya total juga akan mempengaruhi biaya satuan bersamasama dengan jumlah ikan yang ada di setiap mitra rantai pasok. Semakin banyak jumlah ikan yang ditangani maka biaya satuan semakin kecil dan waktu aktivitas semakin lama. Sementara itu semakin baik kualitas ikan maka harga jual juga akan semakin baik. Harga jual per satuan bersamasama dengan biaya satuan akan mempengaruhi margin atau potensi keuntungan yang ada di setiap mitra rantai pasok. Semakin besar biaya satuan maka margin atau potensi keuntungan di setiap mitra rantai pasok akan semakin kecil, sebaliknya semakin besar harga jual maka margin atau potensi keuntungan di setiap mitra rantai pasok akan semakin besar. Diagram sebab akibat dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan batasan model dapat dilihat pada Tabel 1. Pengumpulan Data Responden dalam penelitian ini diantaranya adalah staf di PT ASI Pudjiastuti, para nelayan yang langsung menjual ikannya kepada PT ASI Pudjiastuti, para nelayan yang menjual ikannya di TPI, bakul yang ikut lelang di TPI dan menjual ikannya kepada PT ASI Pudjiastuti, beberapa supermarket di Jakarta, petugas lelang di TPI, serta staf Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ciamis. Ada pun jenis data yang dikumpulkan dapat dibagi ke dalam kelompok: – data numerik, data jumlah penjualan, harga ikan maksimum, waktu setiap aktivitas, serta biaya-biaya – data tertulis, berbagai rujukan yang digunakan dalam pemodelan, seperti data sekunder, jurnal penelitian, serta buku-buku dengan tema yang relevan dengan penelitian – model mental merupakan kaidah yang melandasi pembuatan struktur model. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: – Wawancara; data numerik dan model mental – Observasi; proses distribusi dalam rantai pasok ikan laut segar mulai dari nelayan sampai ke konsumen – Studi Dokumentasi; data sekunder, laporan penelitian Formulasi Model Dalam formulasi model dikembangkan empat submodel, yaitu: • Submodel Pasokan Ikan (Gambar 5) • Submodel Aliran Distribusi dan Kualitas Ikan (Gambar 6) • Submodel Waktu dan Biaya di Setiap Mitra Rantai Pasok (Gambar 7) • Submodel Harga, Biaya, serta Potensi Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok (Gambar 8) Berdasarkan Gambar 5 dapat ditentukan persamaan rate untuk menghitung laju penangkapan ikan, yaitu: - Lj_tangkap_nel = Jml_Nelayan_aktif*Jml_tangkap_nel*Fr_Wkt/Fr_kap……………………………….(2) - Lj_tangkap_nel_lain = Jml_tangkap_nel_lain*Jml_nel*melaut_lainnya*30/1000………………………. (3) - Lj_tangkap_nel_luar = Jml_Nelayan_luar_aktif*Jml_tangkap_nel_lr*Fr_Wkt/Fr_kap…………………..(4) Selanjutnya mengacu pada Gambar 6, maka persamaan rate untuk kualitas ikan di nelayan dan waktu transaksi nelayan adalah: - Out_kua1_nel = EXP(-Wkt_trans_di_nel/Wkt_bsuk)…………………………………………………….(5) - Wkt_trans_di_nel=Wkt_angkut_nel+Wkt_bongr_muat_nel+Wkt_simpan_nel+Wkt_tangkap_nel……....(6) Submodel pada Gambar 7 menjelaskan tentang komponen waktu dan biaya yang mempunyai kontribusi terhadap waktu dan biaya total di nelayan, TPI, bakul, distributor, konsumen dalam negeri, dan konsumen luar negeri yang ditimbulkan oleh adanya proses yang terjadi di setiap mitra nelayan. Waktu di nelayan terdiri atas waktu tangkap, waktu simpan, waktu bongkar muat dan waktu angkut. Persamaanpersamaan untuk mencari waktu di nelayan adalah sebagai berikut: Wkt_angkut_nel = (Jml_ikan_nelayan/Fr_kap_angkut)*(Jrk_nel_ke_tpi/Fr_Kec_moda_nel))*Nil_jln_nk/ Jml_Nelayan_aktif………………………………………………………………………………………... (7) Wkt_bongr_muat_nel = Jml_ikan_nelayan*Fr_wkt_bongk_muat_nel*Alat_Angkut_nel/Jml_Nelayan_aktif…………………….(8) 5
Wkt_simpan_nel = IF(Jml_ikan_nelayan<=50,Fr_simpan_nel/10*Alat_simpan_nel,2* Fr_simpan_nel/10)…………………………………………………………………………………………(9) Wkt_tangkap_nel = Fr_tangk1……………………………………………………………………………(10) Wkt_trans_di_nel = Wkt_angkut_nel+Wkt_bongr_muat_nel+Wkt_simpan_nel+Wkt_tangkap_nel……(11)
Sedangkan biaya-biaya di nelayan terdiri atas biaya tangkap, biaya simpan, biaya bongkar muat, biaya angkut, dan biaya lain-lain. Persamaan-persamaan untuk mencari biaya di nelayan adalah sebagai berikut: By_angkut_nel = Tarif_angkut_nel*Wkt_angkut_nel……………………………………………………(12) By_bongkar_muat_nel = Jml_ikan_nelayan*Fr_by_bongk_muat_nel*Fr_alat_bongkar_muat_nel…….(13) By_lain_lain_nel = Fr_by_lain_nel*by_trans_nel………………………………………………………..(14) By_Simpan_nel = (Fr_by_simpan_nel*Jenis_Kemasan_nel*Fas_simpan_nel)*Wkt_simpan_nel……...(15) By_tangkap_nel = Jml_ikan_nelayan*Fr_by_tangkap_nel………………………………………………(16) by_trans_nel = By_angkut_nel+By_bongkar_muat_nel+By_Simpan_nel+By_tangkap_nel……………(17) Sementara itu, harga dan kualitas (Gambar 8) akan tergantung pada harga dan kualitas pada mitra sebelumnya, sehingga persamaannya menjadi: Harga(j) Harga(j) Kualitas(j) Kualitas(i) Harga(i)
= (kualitas (j)/kualitas (i))*harga(i)......................................................................................(18) : harga ikan laut di mitra yang bersangkutan : kualitas ikan laut di mitra yang bersangkutan : kualitas ikan laut di mitra sebelumnya : harga ikan laut di mitra sebelumnya
Metode Analisis Analisis terhadap model dilakukan dengan cara verifikasi dan validasi model. Verifikasi model dilakukan dengan cara menguji struktur model melalui diskusi dengan para pelaku dalam rantai pasok ikan laut serta para ahli (pakar) yang relevan. Sedangkan validasi model dilakukan untuk mengukur tingkat kesalahan dengan menggunakan Root Mean Square Persen Error (RMSPE), yaitu rata-rata akar kuadrat dari proporsi perbedaan nilai prediksi model dengan data observasi, semakin kecil nilai RMSPE, maka model semakin valid. n
( i 1
RMSPE
Y1i - Y21 2 ) Y21 ………………………………………………………….(19) n
Selanjutnya dicari nilai proporsi bias dan nilai proporsi varians dengan menggunakan persamaan di bawah ini. •
Proporsi bias (UM)
( Y1 - Y 2 ) 2 n
n(Y
1i
UM •
- Y2i ) 2
i 1
…………………………………………………………..(20)
n
Proporsi Varians (Us)
(S1 - S2 ) 2 n
(Y
1i
US
- Y2i ) 2
i 1
n
…………………………………………………………..(21)
Pengujian statistik dilakukan terhadap variabel penangkapan ikan nelayan luar, jumlah ikan di nelayan, jumlah ikan di TPI, jumlah ikan di bakul, serta jumlah nelayan binaan dengan menggunakan persamaan RMSPE, proporsi bias dan proporsi varians. Hasil pengujian secara lengkap disajikan dalam Tabel 2. 6
Dari hasil analisis terlihat bahwa semua variabel yang divalidasi mempunyai nilai RMSPE, proporsi bias, proporsi varians yang kecil serta nilai proporsi kovarians yang besar artinya nilai aktual mempunyai siklus yang sama dengan hasil simulasi, dan model dapat dikatakan valid karena mempunyai tingkat kesalahan yang kecil. Analisis selanjutnya berdasarkan metode simulasi dengan menggunakan program komputer Powersim Constructor Version 2.5d. Skenario yang dikembangkan: Skenario 1: mengganti moda transportasi alternatif 1 di sebagian mitra rantai pasok (Nelayan, TPI dan Bakul). Skenario 2: mengganti moda transportasi alternatif 1 di sebagian mitra rantai pasok (Distributor). Skenario 3: mengganti moda transportasi alternatif 1 di semua mitra rantai pasok. Skenario 4: mengganti moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Nelayan, TPI dan Bakul). Skenario 5: mengganti moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Distributor). Skenario 6: mengganti moda transportasi alternatif 2 di semua mitra rantai pasok. Skenario 7: Skenario 3 ditambah mengganti kemasan yang digunakan dalam proses pengiriman dari distributor ke konsumen. Skenario 8: Skenario 6 ditambah mengganti kemasan yang digunakan dalam proses pengiriman dari distributor ke konsumen. Jenis moda transportasi alternatif 1 dan 2 yang digunakan di setiap mitra rantai pasok bisa dilihat pada Tabel 3. 4.
Hasil dan Pembahasan
Perilaku Kualitas di Setiap Mitra Rantai Pasok Kualitas awal di setiap mitra rantai pasok sebelum peggantian moda transportasi dan kemasan diperlihatkan pada Gambar 9 dan Tabel 4. Sementara itu Gambar 10 dan Tabel 5 memperlihatkan kualitas ikan laut di setiap mitra rantai pasok setelah penggantian moda transportasi dan penggantian kemasan. Dari kedua kondisi tersebut terlihat bahwa penerapan skenario 2 dan 5 tidak mengubah nilai kualitas ikan di nelayan, TPI, dan bakul, artinya nilai kualitas ikan besarannya tetap seperti kondisi semula (tanpa penggantian moda transportasi dan kemasan). Hal ini memperlihatkan bahwa nelayan, TPI, dan bakul memiliki karakteristik yang sama yaitu nilai kualitas tidak sensitif terhadap penggantian moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Nelayan, TPI dan Bakul) serta terhadap penggantian moda transportasi alternatif 2 di sebagian mitra rantai pasok (Distributor). Artinya penggantian moda transportasi alternatif 2 di setiap mitra rantai pasok tidak menyebabkan kualitas ikan menjadi lebih baik, sehingga penggunaan moda transportasi alternatif 2 ini tidak disarankan untuk dilakukan. Perilaku Biaya dan Harga Rantai Pasok Gambar 11 menunjukkan perilaku biaya dan harga untuk pengiriman ke konsumen dalam dan luar negeri pada kondisi awal (tanpa penggantian moda transportasi dan kemasan). Dari gambar tersebut terlihat bahwa untuk proses distribusi ikan laut segar ke konsumen dalam negeri dan konsumen luar negeri masih terdapat selisih yang cukup besar antara harga dan biaya, artinya masih terdapat potensi keuntungan rantai pasok. Sedangkan Gambar 12 memperlihatkan perilaku harga dan biaya untuk pengiriman ke konsumen luar negeri setelah penggantian moda transportasi dan kemasan. Berdasarkan hasil simulasi terlihat bahwa penerapan skenario 2, 7, dan 8 memperlihatkan selisih yang negatif antara harga dan biaya, artinya biaya yang dikeluarkan untuk penerapan ketiga skenario ini jauh melebihi harga jual, sehingga penerapan ketiga skenario ini tidak dianjurkan. Hal ini berlaku untuk pengiriman ke konsumen dalam dan luar negeri. Untuk lebih jelasnya, biaya, harga, serta selisih sebelum dan setelah penggantian moda transportasi dan kemasan untuk pengiriman ke konsumen luar negeri dapat dilihat pada Tabel 6. Dari tabel tersebut terlihat bahwa skenario yang memiliki selisih negatif tidak dianjurkan untuk digunakan. 7
Perilaku Biaya dan Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok Perilaku pengaruh penggantian moda transportasi dan kemasan terhadap kualitas, biaya, serta keuntungan yang telah diuraikan pada bagian terdahulu memperlihatkan kondisi totalitas dalam rantai pasok. Hal ini belum bisa memperlihatkan perilaku-perilaku yang terjadi pada setiap mitra dalam rantai pasok akibat adanya penggantian moda transportasi dan kemasan tersebut. Uraian berikut ini akan memperjelas profil masing-masing mitra dalam rantai pasok ikan laut sehingga bisa dijadikan sebagai input untuk penetapan kebijakan. Penggantian moda transportasi mitra rantai pasok berarti mitra rantai pasok dibebani biaya untuk mengganti moda transportasi yang digunakan dengan harapan dapat memperkecil waktu angkut dan mempertahankan kualitas ikan. Perubahan nilai biaya dan keuntungan di setiap mitra sebagai akibat penggantian moda transportasi dan kemasan dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Peningkatan biaya di nelayan, TPI dan bakul akibat penggantian moda transportasi tidak berbeda secara nyata. Peningkatan biaya yang sangat besar terjadi di distributor untuk penerapan skenario 2, 7, dan 8. Peningkatan biaya ini disebabkan karena penggantian moda transportasi di distributor dari mobil pick up menjadi mobil box atau truk, dari pesawat biasa menjadi pesawat komersil atau pesawat khusus, serta penggantian kemasan kering menjadi kemasan basah atau kemasan khusus dengan bahan pelindung. Peningkatan keuntungan hampir tidak terlihat di setiap mitra rantai pasok, malah cenderung rugi jika distributor disamping mengganti moda transportasi juga mengganti kemasan. Hal ini terlihat pada penerapan skenario 7 dan 8 (Tabel 8). Implementasi Kebijakan Penggantian moda transportasi di setiap mitra rantai pasok serta penggantian kemasan di distributor perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang relevan. Intervensi kebijakan sebaiknya difokuskan pada mitra yang mempunyai penambahan biaya paling besar serta penambahan keuntungan paling kecil, misalnya melalui kebijakan tarif angkutan berdasarkan kategori mitra rantai pasok. Disamping itu, penggunaan teknologi dengan tujuan untuk menjaga kualitas akan sia-sia jika tidak didukung dengan kelengkapan sarana dan prasarana transportasi. Khusus untuk pengiriman produk ke luar negeri, pemerintah sebaiknya mengeluarkan kebijakan tarif, rute, dan frekuensi yang pada dasarnya dapat membantu distributor untuk mengirimkan produknya secepat mungkin sehingga kualitas masih dapat terjaga dengan baik. Disamping itu perlu dibuat kebijakan tentang bahan-bahan yang diperbolehkan digunakan dalam kemasan produk yang ramah lingkungan dan tidak berbahaya, terutama untuk pengiriman produk ke luar negeri. Penerapan semua kebijakan di atas perlu pengujian baik secara teoritis atau pun empiris supaya hasilnya tidak salah sasaran, sehingga tidak terjadi lagi salah kebijakan yang mengakibatkan kondisi lebih buruk lagi. Disamping itu semua kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik jika manajemen rantai pasok sudah berjalan dengan baik, artinya proses distribusi ikan laut dikelola secara profesional secara terintegrasi, tidak terpisah-pisah di masingmasing mitra rantai pasok, sehingga tidak ada mitra yang merasa dirugikan. Implementasi kebijakan akan mempengaruhi waktu aktivitas, sehingga penuruan kualitas dapat dikurangi, walaupun pada dasarnya pelaksanaannya akan mengalami penundaan. Model implementasi kebijakan dengan adanya penundaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Dari gambar tersebut terlihat bahwa setelah tahun tertentu, yaitu saat penundaan kebijakan dilewati, waktu aktivitas berkurang dan kualitas akan lebih baik lagi. Pencapaian yang lebih baik ditunjukkan oleh kurva S yang menunjukkan upaya untuk mencapai kondisi lebih baik (Gambar 14), yang menunjukkan implementasi kebijakan dengan penundaan 3 tahun, artinya kondisi pencapaian kualitas yang lebih baik akan terjadi setelah tahun ke tiga dari penggantian moda transportasi dan kemasan.
5.
Kesimpulan
Model yang dihasilkan dalam tulisan ini memperlihatkan interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu dalam rantai pasok produk mudah rusak. Lebih spesifik lagi model yang dihasilkan memperlihatkan pengaruh penggunaan teknologi rantai pasok yang terdiri atas moda transportasi dan kemasan terhadap kinerja rantai pasok produk mudah rusak, yang meliputi kualitas, biaya, serta keuntungan di setiap mitra rantai pasok. Pemodelan rantai pasok 8
yang sudah banyak dilakukan sedikit sekali yang mengkaitkan kinerja rantai pasok dengan kualitas. Sementara dalam tulisan ini kualitas merupakan ukuran kinerja paling utama dalam rantai pasok mudah rusak, sehingga perlu dibangun struktur model yang mengkaitkan kualitas dengan teknologi rantai pasok sebagai pemicu untuk mempertahankan produk supaya tetap berada dalam kualitas yang diinginkan. Hasil penelitian ini memberi alur baru dalam penghitungan biaya rantai pasok, yaitu perhitungan biaya rantai pasok dalam tulisan ini sudah dikaitkan dengan kualitas produk. Sementara itu dalam penelitian-penelitian sebelumnya biaya rantai pasok hanya diperhitungkan berdasarkan biaya transaksi, biaya produksi, biaya simpan, biaya logistik, serta biaya pembelian [16], atau biaya di masing-masing rantai pasok [8]. Penelitian ini mencoba menggabungkan biaya-biaya yang terjadi di setiap mitra rantai pasok dengan biaya akibat penggunaan teknologi transportasi untuk menjaga kualitas produk. Penggunaan teknologi rantai pasok berpengaruh langsung terhadap waktu busuk dan waktu aktivitas, artinya penggunaan teknologi rantai pasok ini bisa mengurangi waktu aktivitas karena perubahan moda transportasi atau memperpanjang waktu busuk dengan menggunakan teknologi kemasan atau penyimpanan. Sementara itu penggunaan teknologi rantai pasok juga akan mengakibatkan penambahan biaya, sehingga terlihat interaksi antara kualitas, biaya, dan waktu. Struktur model kualitas, biaya, dan waktu yang dihasilkan berlaku umum dan dapat diterapkan untuk produkproduk mudah rusak lainnya dengan terlebih dahulu melakukan beberapa penyesuaian yang berkaitan dengan mitra rantai pasok yang terlibat serta input data sesuai kondisi objek penelitian. Demikian juga dengan alternatif kebijakan yang disarankan dalam tulisan ini, dapat diterapkan untuk meningkatkan kinerja rantai pasok produk mudah rusak lainnya, karena pada dasarnya rantai pasok produk mudah rusak mempunyai karakteristik yang sama yaitu sensitif terhadap waktu. Oleh karena itu semua alternatif kebijakan diarahkan untuk mengurangi waktu penyerahan dengan harapan kualitas produk masih bisa diterima oleh konsumen. Secara khusus bisa disimpulkan sebagai berikut: (1)
(2)
(3)
6.
Penggantian moda transportasi dan kemasan terbukti dapat menjaga kualitas produk sehingga masih bisa diterima oleh konsumen. Hal ini terlihat dari nilai kualitas di setiap mitra rantai pasok setelah penggantian moda transportasi dan kemasan cenderung lebih baik, minimal sama dengan kondisi awal, dalam arti tidak terjadi penurunan kualitas. Penggantian moda transportasi dan kemasan berakibat pada naiknya biaya total rantai pasok, yang paling terasa pengaruhnya adalah di distributor. Hal ini terlihat dari penambahan biaya terbesar terjadi di distributor hampir untuk semua skenario yang diterapkan. Sedangkan pengaruhnya terhadap keuntungan di setiap mitra rantai pasok tidak terlihat secara signifikan. Hal ini terlihat dari nilai keuntungan yang relatif tidak berubah atau tetap seperti kondisi semula. Bahkan untuk penerapan skenario tertentu, distributor mengalami kerugian karena biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi tidak sebanding dengan kenaikan harga akibat kualitas dapat dipertahankan. Penambahan biaya terutama diakibatkan oleh penggantian kemasan di distributor. Implementasi penggantian moda transportasi dan penggantian kemasan di distributor dengan tujuan untuk menjaga kualitas produk sebaiknya dilakukan sesegera mungkin sebelum muncul teknologi baru yang lebih ekonomis. Intervensi bisa dilakukan melalui penyiapan sarana dan prasarana transportasi yang memadai, walaupun dalam pelaksanaannya pasti ada penundaan atau delay. Rekomendasi
Rekomendasi pertama adalah mengidentifikasi jenis-jenis teknologi yang dapat digunakan untuk memperkecil waktu aktivitas serta menahan laju penurunan kualitas, sehingga bisa dilakukan pengujian yang lebih lengkap. Rekomendasi selanjutnya adalah proses pengangkutan yang terintegrasi mulai dari hulu ke hilir. Hal ini harus didukung dengan kebijakan frekuensi dan rute penerbangan yang memudahkan proses pengiriman ke luar negeri. Disamping itu perbaikan infrastruktur jalan sangat dibutuhkan untuk mendukung kebijakan ini.
9
Direkomendasikan juga supaya penundaan kebijakan dapat dipercepat sehingga kualitas produk dapat terjaga sampai tiba di konsumen, yang akhirnya dapat mengurangi jumlah produk yang rusak dan tidak mempunyai nilai ekonomis lagi. Penelitian lanjutan yang bersifat memperbaiki, melengkapi, atau pun melanjutkan bisa dilakukan dengan cara: Penelitian lanjutan untuk mencari teknologi yang sesuai dan murah untuk diterapkan pada rantai pasok mudah rusak. Perlu dikaji lebih jauh tentang pemotongan rantai pasok sehingga lebih efisien dan kinerjanya lebih meningkat. Eksplorasi lebih jauh terhadap model dalam tulisan ini yang merupakan model awal, sehingga model yang dihasilkan bisa lebih mewakili sistem nyatanya dan dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Penambahan skenario berdasarkan perspektif lain selain penggantian moda transportasi dan penggantian kemasan sehingga bisa diimplementasikan kebijakan yang dianggap efektif. Perancangan tindak lanjut untuk setiap alternatif kebijakan yang direkomendasikan di atas, baik pengujian secara teoritis atau pun secara empiris sehingga dihasilkan kebijakan yang tepat sasaran dalam rangka meningkatkan kinerja rantai pasok produk mudah rusak secara keseluruhan 7.
Daftar Pustaka
[1] Lai, Kee-hung (2004), ‘Service capability and performance of logistics service providers’, Transportation Research Part E 40, pp. 385-399. [2] Mentzer et al. (2001), ‘Defining Supply Chain Management’, Journal of Business Logistics, Volume 22 No. 2. [3] Sachan, Amit & Datta, Subhash (2005), ‘Review of supply chain management and logistics research’, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 35, No. 9/10, Academic Research Library pp. 664. [4] Huq et al. (2005), ‘Modelling the influence of multiple expiration dates on revenue generation in the supply chain’, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 35, No. 3, pp. 152-160. [5] Lagoudis et al. (2002), ‘Defining a conceptual model for high-speed vessels’, International Journal of Transport Management 1, pp. 69-78. [6] Watanabe, Kazunari (2002), ‘The Impact of e-commerce on the Japanese Raw Fish Supply Chain’, Northwestern University, Chicago, Illinois. [7] Zhang et al. (2004), ‘The Evolution of Chinese Vegetable Supply Chain’, Project VEGSYS Report. [8] Sachan et al. (2005), ‘Developing Indian Grain Supply Chain Cost Model: a system dynamics approach’, International Journal of Productivity and Performance Management, Vol. 54, No. 3, pp. 187-205. [9] Taylor, David H. (2005), ‘Value chain analysis: an approach to supply chain improvement in agri-food chains’, International Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 35, No. 10, pp. 744-761. [10] Irianto, H.E., dan Soesilo, I. (2007), ‘Dukungan Teknologi Penyediaan Produk Perikanan’, Makalah Seminar Nasional Hari Pangan Sedunia, Auditorium II Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Bogor. [11] Soesilo, I. (2001), ’Nilai Tambah Pada Produk-produk Perikanan, Teknologi 166. [12] Surya, A. (2006) : Membangun Kerjasama Usaha Penangkapan – Pengolahan Ikan, Sosialisasi Klaster Industri Pengolahan Ikan. [13] Siregar dkk. (2007), ‘Perancangan Klaster Industri Perikanan Berbasis Komoditas Unggulan dengan Menggunakan Pendekatan Sistem Rantai Nilai’, Laporan Penelitian Hibah Bersaing, Institut Teknologi Bandung. [14] Rizky, F. (2009): Perancangan Decission Support System Untuk Menentukan Harga Barang Yang Bersifat Perishable (Studi Kasus PT Bornita Citra Prima), Skripsi, Jurusan Teknik ITS, Surabaya. [15] Wulandari, C. (2009): Penentuan Kuantitas Optimal dan Titik Pemesanan Kembali Pada Model Pengendalian Persediaan Untuk Barang Yang Memiliki Waktu Kadaluwarsa dan Faktor Diskon, Skripsi, Jurusan Teknik ITS, Surabaya. [16] Kim, Soo Wook, (2003), ‘An Investigation of Information Technology Investments on Buyer-Supplier Relationship and Supply Chain Dynamics’, Dissertation, Michigan State University.
10
Appendices Tabel 1 Batasan Model VARIABEL ENDOGEN
VARIABEL EKSOGEN
DI LUAR BATAS MODEL
Subsistem Distribusi Tiap Mitra Rantai Pasok Penjualan ikan
Fraksi waktu angkut
Ketersediaan ikan luar daerah
Pelelangan ikan
Fraksi waktu simpan
Penanganan ikan sortiran
Jumlah ikan di setiap mitra
Fraksi waktu bongkar muat
Pengangkutan
Fraksi waktu melaut
Penyortiran ikan
Fraksi biaya angkut
Kualitas ikan
Fraksi biaya simpan
Harga ikan
Fraksi biaya bongkar muat
Pendapatan
Tarif retribusi
Keuntungan
Jarak antar mitra
Waktu melaut
Alat angkut
Waktu bongkar muat
Kualitas jalan
Waktu simpan
Jenis kemasan
Waktu angkut
Moda transportasi
Biaya angkut
Kebijakan pemerintah
Biaya simpan Biaya bongkar muat Biaya retribusi
Sumber: Hasil observasi
Tabel 2 Analisis Kesalahan Model No.
1 2 3 4 5
Variabel
Penangkapan ikan Nel. Luar Jumlah ikan di Nelayan Jumlah ikan di TPI Jumlah ikan di bakul Jumlah Nelayan Binaan
RMSPE (%) 0.311 0.140 0.313 0.152 0.129
Statistik Ketidaksamaan UM -0.002 -0.010 0.014 -0.176 0.046
Sumber: Hasil perhitungan
11
US 0.000 0.295 0.068 0.031 0.124
UC 1.002 0.715 0.918 1.145 0.829
Tabel 3 Jenis Moda Transportasi yang Digunakan di Setiap Mitra Rantai Pasok Pengiriman Antar Mitra Nelayan ke TPI
Moda Transportasi Awal Manual : kecepatan 5 km/jam, kapasitas 5 kg., tarif Rp. 500,-/kg.
TPI ke Bakul
TPI ke Distributor
Bakul ke Distributor
Distributor ke Konsumen Dalam Negeri
Distributor ke Konsumen Luar Negeri
Alternatif 1 Alternatif 2
Becak : kecepatan 10 km/jam, kapasitas 30 kg., tarif Rp. 500,-/kg.
Alternatif 1
Becak : kecepatan 10 km/jam, kapasitas 30 kg., tarif Rp. 500,-/kg.
Alternatif 1
Becak : kecepatan 10 km/jam, kapasitas 30 kg., tarif Rp. 500,-/kg.
Alternatif 1
Mobil pick up : kecepatan 60 km/jam, kapasitas 500 kg., tarif Rp. 1.500,-/kg. pesawat : kecepatan 600 km/jam, kapasitas 1.500 kg., tarif Rp. 15.000,/kg.
Alternatif 1
Alternatif 2
Alternatif 2
Alternatif 2
Alternatif 2 Alternatif 1 Alternatif 2
Moda Transportasi Pengganti Gerobak roda 4: kecepatan 5 km/jam, kapasitas 80 kg., tarif Rp. 500,-/kg. Gerobak roda 2 : kecepatan 5 km/jam, kapasitas 30 kg., tarif Rp. 200,-/kg. Mobil pick up : kecepatan 40 km/jam, kapasitas 500 kg., tarif Rp. 1.000,-/kg. Motor gerobak : kecepatan 30 km/jam, kapasitas 300 kg., tarif Rp. 600,-/kg. Mobil pick up : kecepatan 40 km/jam, kapasitas 500 kg., tarif Rp. 1.000,-/kg. Motor gerobak : kecepatan 30 km/jam, kapasitas 300 kg., tarif Rp. 600,-/kg. Mobil pick up : kecepatan 40 km/jam, kapasitas 500 kg., tarif Rp. 1.000,-/kg. Motor gerobak : kecepatan 30 km/jam, kapasitas 300 kg., tarif Rp. 600,-/kg Mobil box : kecepatan 80 km/jam, kapasitas 1.500 kg., tarif Rp. 2.000,-/kg. Mobil truk : kecepatan 80 km/jam, kapasitas 3.500 kg., tarif Rp. 3.500,-/kg. Pesawat komersil : kecepatan 800 km/jam, kapasitas 3.000 kg., tarif Rp. 25.000,-/kg.. Pesawat Khusus : kecepatan 800 km/jam, kapasitas 5.000 kg., tarif Rp. 32.000,-/kg.
Sumber: Hasil Wawancara Tabel 4 Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Kondisi Awal Mitra Rantai Pasok Nelayan
Kualitas
TPI
0,760
Bakul
0,728
Distributor
0,643
Konsumen Dalam Negeri
0,470
Konsumen Luar Negeri
0,539
0,833
Sumber: Hasil Simulasi
12
Tabel 5 Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Sebelum dan Sesudah Penggantian Moda Transportasi dan Kemasan Mitra Rantai Pasok
Kua Awal
Kua SK-1
Kua SK-2
Kua SK-3
Kua SK-4
Kua SK-5
Kua SK-6
Kua SK-7
Kua SK-8
Nelayan
0,833
0,837
0,833
0,837
0,837
0,833
0,837
0,837
0,837
TPI
0,760
0,764
0,760
0,764
0,764
0,760
0,764
0,764
0,764
Bakul
0,728
0,732
0,728
0,732
0,732
0,728
0,732
0,732
0,732
Distributor
0,643
0,647
0,658
0,647
0,646
0,647
0,647
0,662
0,662
Konsumen Dalam Negeri
0,470
0,470
0,550
0,537
0,470
0,551
0,551
0,55
0,564
Konsumen Luar Negeri
0,539
0,539
0,575
0,562
0,539
0,567
0,567
0,575
0,580
Sumber: Hasil Simulasi
Tabel 6 Biaya dan Harga Rantai Pasok Untuk Konsumen Luar Negeri No Skenario 1 Skenario Awal 2 Skenario 1 3 Skenario 2 4 Skenario 3 5 Skenario 4 6 Skenario 5 7 Skenario 6 8 Skenario 7 9 Skenario 8 Sumber: Hasil Simulasi
Harga 45.830,30 45.830,30 48.869,30 45.830,30 48.869,30 45.830,30 45.830,30 48.869,30 45.830,30
Biaya 40.773,50 40.666,10 59.238,30 35.069,10 42.645,40 34.882,30 34.822,30 64.067,50 61.746,90
Selisih 5.056,80 5.164,20 -10.369,00 10.761,20 6.223,90 10.948,00 11.008,00 -15.198,20 -15.916,60
Tabel 7 Peningkatan Biaya di Setiap Mitra Rantai Pasok (Rp.) No
Skenario
Nelayan
TPI
Bakul
Distributo r
Kons DN
Kons LN
1
Skenario Awal
7.001
3.870
1.377
7.370
21.263
12.802
2
Skenario 1
6.908
3.870
1.363
7.370
21.263
12.802
3
Skenario 2
7.001
3.870
1.377
20.951
24.104
18.035
4
Skenario 3
6.908
3.870
1.363
7.365
15.635
12.802
5
Skenario 4
6.908
3.870
1.363
7.370
21.263
12.802
6
Skenario 5
7.001
3.870
1.377
7.364
15.299
9.102
7
Skenario 6
6.908
3.870
1.363
7.364
15.299
9.102
8
Skenario 7
6.908
3.870
1.363
20.951
29.239
23.170
6.908
3.870
1.363
20.951
20.005
22.688
9 Skenario 8 Sumber: Hasil Simulasi
13
Tabel 8 Peningkatan Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok (Rp.) No
Skenario
Nelayan
TPI
Bakul
Distributor
Kons DN
Kons LN
1
Skenario Awal
62.276
60.534
60.335
48.788
12.937
11.785
2
Skenario 1
62.726
60.862
60.713
49.108
13.043
11.891
3
Skenario 2
62.276
60.534
60.335
39.478
2.005
3.288
4
Skenario 3
62.726
60.862
60.713
49.129
16.330
13.667
5
Skenario 4
62.686
60.826
60.677
49.076
14.786
17.385
6
Skenario 5
62.276
60.534
60.276
48.812
16.224
13.827
7
Skenario 6
62.686
60.826
62.686
49.101
16.330
13.933
8
Skenario 7
62.726
60.862
62.276
39.807
(3.373)
(2.090)
62.686
60.826
62.686
39.778
(4.922)
(7.319)
9 Skenario 8 Sumber: Hasil Simulasi
+
Teknologi rantai pasok: jaringan, moda, rute, kemasan, penyimpanan
Penambahan Biaya
+ Biaya Lainnya
Kualitas Profit + -
+
+
Biaya
Harga Jual
+
Gambar 1 Trade off Antara Kualitas, Harga Jual, Biaya, dan Keuntungan
Nelayan
Nelayan
Teknologi Rantai Pasok
Agen Pelelangan
Ekspor Konsumen luar negeri
Distributor
Pengecer Konsumen dalam negeri
Bakul
Gambar 2 Rantai Pasok Ikan Laut Segar
14
Gambar 3 Kualitas Fungsi Dari Waktu
Implementasi Kebijakan Waktu Busuk -
Penggunaan Teknologi Rantai Pasok: moda transportasi dan kemasan
+
-
Kualitas -
+
+ Penurunan Kualitas
Waktu Aktivitas +
+ Penambahan Biaya
Jumlah ikan
Harga Jual
+ Margin/Potensi Keuntungan
+ +
Biaya Total
Biaya Satuan +
Gambar 4 Diagram Sebab Akibat
15
-
Gambar 5 Sub Model Pasokan Ikan
Gambar 6 Submodel Aliran Distribusi dan Kualitas Ikan
16
Gambar 7 Submodel Waktu dan Biaya di Setiap Mitra Rantai Pasok
Gambar 8 Submodel Harga, Biaya, serta Potensi Keuntungan di Setiap Mitra Rantai Pasok
Gambar 9 Perilaku Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Kondisi Awal
17
Gambar 10 Perilaku Kualitas Ikan di Setiap Mitra Rantai Pasok Setelah Penggantian Moda Transportasi dan Kemasan
Gambar 11 Perilaku Harga dan Biaya Rantai Pasok Untuk Pengiriman ke Konsumen Dalam Negeri dan Konsumen Luar Negeri Pada Kondisi Awal
18
Gambar 12 Perilaku Harga dan Biaya Rantai Pasok Untuk Pengiriman ke Konsumen Luar Negeri Setelah Penggantian Moda Transportasi dan Kemasan
19
Gambar 13
Gambar 14
Model Implementasi Kebijakan
Kurva S Pencapaian Nilai Kualitas Yang Diinginkan Setelah Penundaan Implementasi Kebijakan Tiga Tahun
20