Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang Gerry Anggian Gunawan1, I Gede Agus Widyadana2, Herry Christian Palit3
Abstract: Pisang Mas (Musa acuminata colla) is one of important commodities in East Java. Previous study showed that there are two different supply chain models at Lumajang and at Malang. In these paper, we combine different supply chain models and considers the effect of price on customer demand. This model is simulated using Vensim PLE software. The result shows that demand is affected by price change. This model is sensitive to price with percentage of 12,4% in retail and 13,04% in traditional market. Keywords: Supply chain management, dynamic system, simulation, Musa Acuminata cola, Vensim PLE
Pendahuluan Aliran suatu produk mulai produsen hingga konsumen pada saat ini dituntut untuk lebih cepat dalam pendistribusian, memiliki kualitas produk lebih baik, serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan pendistribusian barang yang baik melalui struktur rantai pasok yang baik pula. Perancangan jaringan rantai pasok dapat dilakukan untuk semua komoditas, termasuk buah pisang Mas (Musa acuminata colla). Pisang Mas termasuk ke dalam komoditas fresh fruits and vegetables atau buah segar merupkan produk yang menuntut kesegaran hingga ke tangan end customer. Menurut Setiawan, dkk [4], rantai pasok buah segar perlu ditangani secara khusus dalam pendistribusiannya karena termasuk ke dalam fresh product yang rentan terjadi kerusakan. Ray [2] menyatakan bahwa pendistribusian produk buah segar atau sayuran memiliki resiko kerusakan yang dampaknya akan ditanggung oleh pihak retailer atau tahap akhir dalam jaringan rantai pasok. Produk yang berupa fresh product berpeluang mengalami penurunan kualitas dalam setiap tahap dalam jaringan rantai pasok Jalur rantai pasok pisang Mas di Jawa Timur terbagi menjadi 2 jalur, yaitu berasal dari Lumajang dan Malang (Sanada, dkk [3]). Jalur rantai pasok pisang Mas yang pertama yaitu dimulai dari petani dan jalur rantai pasok berikutnya yaitu berasal dari perkebunan besar. Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Industri, Universitas Kristen Petra. Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya 60236. E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] 1,2,3
183
Pisang Mas yang diproduksi oleh petani berlokasi di Lumajang, sedangkan perkebunan besar yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara XII berlokasi di Malang, Jawa Timur. Hasil dari penelitian tersebut yaitu kedua model rantai pasok memberikan dampak yang berbeda terhadap setiap pelaku bisnis di masing-masing jalur rantai pasok. Perbandingan untuk kedua model rantai pasok pisang Mas di Jawa Timur dapat dilihat dari performance yang dihasilkan, yang meliputi pendapatan penjualan, lost sales, oversupply dan prosentase ketersediaan produk. Hasil penelitian Sanada, dkk [3] mengenai model rantai pasok pisang Mas sebelumnya, menyatakan bahwa petani di Lumajang lebih baik dalam hal pendapatan penjualan, lost sales dan tingkat ketersediaan. Hasil produksi perkebunan besar di Malang tidak sebaik rantai pasok petani Lumajang karena pasokan yang dimiliki perkebunan lebih rendah dari pasokan pisang Mas dari Lumajang. Penelitian tersebut juga diasumsikan bahwa harga beli end customer/masyarakat independen terhadap jumlah permintaan terhadap pisang Mas, yang artinya harga beli berapapun jumlahnya tidak akan mempengaruhi jumlah permintaan. Penelitian ini akan menggabungkan dua model rantai pasok pisang Mas sebelumya menjadi satu model baru. Model rantai pasok gabungan pisang Mas yang akan dibuat juga memperhitungkan variabel harga beli masyarakat terhadap kuantitas permintaan pisang Mas. Simulasi rantai pasok pada penelitian ini menggunakan software Vensim PLE yang merupakan simulator untuk sistem dinamis. Model rantai pasok yang dihasilkan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja setiap pelaku bisnis maupun secara kaseluruhan. Penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
bagaimana sensitivitas harga jual terhadap jumlah permintaan pisang Mas. Penggambaran model rantai pasok ini terbatas pada wilayah Lumajang, Malang, dan Surabaya.
pisang mas dari perkebunan besar sehingga terbentuk 1 jaringan rantai pasok yang saling terkait.
Metode Penelitian
Bab hasil dan pembahasan berisi analisa model rantai pasok yang dibangun beserta output yang dihasilkan dari simulasi sistem dinamis. Berikut merupakan perancangan model rantai pasok pisang Mas di Lumajang dan Malang.
Pembahasan mengenai langkah-langkah dalam penyelesaian permasalahan serta metode apa saja yang digunakan pada penelitian ini dijabarkan dalam bab metode penelitian. Pengembagan model rantai pasok pisang Mas ini diawali dengan mempelajari model dan causal loop yang telah ada sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan causal loop baru untuk mempermudah pembuatan model rantai pasok pisang Mas. Penelitian dilanjutkan dengan membangun model rantai pasok berdasarkan causal loop yang telah dirancang sebelumnya. Causal loop ini merupakan pengembangan dari studi yang dilakukan sebelumnya mengenai pisang Mas. Langkah yang terakhir setelah menyusun model rantai pasok yaitu menganalisa hasil simulasi dan menarik kesimpulan.
Sistem Dinamis dan Causal Loop Menurut Daellenbach & McNickle [1], sistem dinamis merupakan kondisi di mana perilaku dari sistem berubah-ubah secara kontinu/berkelanjutan dalam suatu waktu tertentu. Penggambaran sistem dinamis melalui bentuk diagram dapat dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram untuk mengetahui perilaku dari suatu sistem yang kompleks. Causal loop diagram menggambarkan hubungan sebab akibat dari beberapa aspek, entiti, maupun variabel. Hubungan yang terjadi antar 2 entiti semisal A dan B saling berpengaruh dan merubah nilai dari salah satu entiti, maka diberi penghubung anak panah. Sistem dinamis dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif (Setiawan, [4]). Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan causal loop diagram dan pendekatan kuantitatif dilakukan melalui simulasi dengan bantuan komputer. Simulasi dalam riset operasi digunakan untuk mengeksplor perilaku dinamis dari operasi yang kompleks (Daellenbach & McNickle [1]). Penyusunan Model dengan VENSIM PLE Aktivitas yang dilakukan setelah memahami model dan causal loop pada tahap sebelumnya yaitu pembuatan model rantai pasok pisang Mas gabungan dari jalur petani dan perkebunan besar. Jalur rantai pasok pisang mas yang berasal dari petani akan digabungkan dengan jalur rantai pasok
184
Hasil dan Pembahasan
Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas Causal loop diagram ditandai dengan adanya tanda “+” dan “–“ untuk 2 variabel yang saling terhubung. Tanda “+” menggambarkan hubungan yang berdampak positif jika salah satu variabel ditingkatkan nilainya dan sebaliknya akan berdampak negatif jika salah satu variabel ditingkatkan nilainya. Causal loop model rantai pasok pisang Mas Lumajang dan Malang dapat dilihat pada Gambar 1. Pelaku bisnis yang terlibat dalam di dalam rantai pasok secara keseluruhan meliputi petani di Lumajang dan perkebunan di Malang, distributor, pasar yang terdiri dari retail, grosir buah, serta pedagang buah eceran. Perusahaan yang berperan sebagai distributor yaitu PT Sewu Segar Nusantara atau dikenal dengan PT SSN. Pemilihan Retail yang dipilih sebagai tempat untuk memasarkan pisang Mas kepada end customer yaitu PT Carrefour. Adanya mekanisme effecot of price and demand pada penelitian ini membutuhkan lebih dari 1 retail di samping PT Carrefour sebagai pembanding harga jual pisang Mas kepada end customer. Pasar selain retail yang dijadikan sebagai penjual pisang ke end customer yaitu grosir buah (toko buah) dan pengecer (pedagang buah di pasar tradisional). Performansi atau kinerja yang diukur dari rantai pasok, dimodelkan dengan variabel respon yang meliputi pendapatan penjualan, lost sales, oversupply serta ketersediaan terhadap pada setiap pelaku bisnis. Input Data Data yang digunakan dalam model mengacu pada studi pisang Mas sebelumnya dan juga hasil wawancara serta data sekunder yang berasal dari SUSENAS (Survey Sosial dan Ekonomi Nasional). Jumlah permintaan konsumen Surabaya terhadap buah pisang untuk setiap minggu yaitu sebesar 12.230 kg hingga 13.000 kg (SUSENAS, [5]). Permintaan masyarakat Surabaya terhadap pisang ini akan ditampung ke dalam dummy retail setelah
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190 retail, grosir & pengecer demand riil pasar
reject rate pasar tingkat persediaan pasar
ketersediaan pasar +
+ + + supply pasar ke konsumen
+ -
-
lost sales pasar
oversupply pasar + supply ke pasar +
+
+ +
selling price pasar + +
+ pendapatan penjualan pasar -
profit margin pasar
demand riil pasar ke distributor + ukuran order minimum pasar ke pemasok buying price pasar + Distributor (PT SSN)
+
ketersediaan distributor +
-
+ supply dari distributor yang dapat dipenuhi untuk pasar +
lost sales distributor
tingkat persediaan + siap kirim
tingkat persediaan belum siap kirim
-
+
+ tingkat oversupply distributor
reject rate distributor +
selling price + + distributor
demand riil distributor ke perkebunan
profit margin distributor
+
+ Demand riil distributor ke kelompok tani
+ Pendapatan penjualan distributor -
+ Petani dan kelompok tani,
supply ke distributor
Buying price distributor +
+
+ Demand riil pedagang pengumpul ke kelompok tani
Perkebunan besar
+
+
+ + pendapatan penjualan perkebunan
profit margin petani
-
+ -
+
selling price petani +
Supply ke kelompok tani+
biaya produksi pisang per kg
pendapatan petani dari pasar lokal +
+
Ketersediaan petani +
kapasitas produksi perkebunan
Profit margin kelompok tani
+ + pendapatan penjualan petani + +
+ lost sales petani
hasil panen perkebunan
Oversupply + perkebunan
Selling price kelompok tani + +
Buying price kelompok tani +
lost sales kelompok tani
+ Demand riil kelompok tani ke petani
-
-
Selling price + perkebunan
Biaya produksi per kg
+
Ketersediaan kelompok tani
pendapatan penjualan + ke kelompok tani +
+
+
-
Reject rate perkebunan
Ketersediaan perkebunan
Profit margin perkebunan
supply ke distributor dari kel. tani
+
- + + Lost sales perkebunan
+
hasil panen
supply ke pasar + lokal -
reject rate petani
Gambar 1. Causal Loop Rantai Pasok Pisang Mas Lumajang dan Malang Selling price trigger 0 0 Demand elasticity 0 0
Selling price change 0 0
Pisang tak terserap retail
Effect demand price 0 0
Demand riil retail 00
<Time>
Supply retail Surabaya ke konsumen 0 0 <Time> <Time> Ketersediaan Retail Surabaya 0 0
pendapatan retail 00
Selling price trigger
Pendapatan penjualan retail Surabaya 0 0
Demand elasticity
Selling price change
Lost sales retail lost sales retail 0 0 Surabaya 0 0
ketersediaan retail 0 0
Effect demand price
Demand riil retail Selling price retail Surabaya 0 0
Oversupply retail Surabaya 00 Oversupply retail 00 Demand riil retail Surabaya 0 0
<Time>
Supply retail Surabaya ke konsumen <Time>
Profit margin retail Surabaya 0 0
<Time>
pendapatan retail
<Time> Persediaan retail Surabaya 0 0
Reject rate retail Surabaya 0 0
Ketersediaan Retail Surabaya
Supply distributor untuk retail Surabaya 0 0
lost sales retail
ketersediaan retail
Reject rate pengecer Surabaya
Lost sales retail Surabaya Selling price retail Surabaya
Ketersediaan grosir Surabaya
Oversupply retail Demand riil retail ke APP Seroja
Profit margin retail Surabaya
Reject rate processing
Persediaan retail Surabaya
Supply dari APP Seroja ke retail
Supply distributor untuk retail Surabaya
Ukuran order minimum pasar Surabaya
Demand riil retail ke distributor
Ketersediaan APP
Akumulasi ketersediaan distributor
Reject rate grosir Surabaya
Supply dari distributor yang dipenuhi
Selling price APP Seroja
<Time>
Profit margin APP Seroja
Oversupply APP Seroja
Persediaan distributor siap kirim
Oversupply APP
Selling price pengecer Surabaya
Buying price pengecer Surabaya Selling price grosir Surabaya
Supply distributor ke retail
Profit margin grosir Surabaya Oversupply grosir Buying price grosir Surabaya
Oversupply grosir Surabaya <Time>
Profit margin distributor untuk retail Reject rate distributor
Akum. oversupply distributor
<Time>
Persediaan distributor belum siap kirim
Buying price APP Seroja
Pendapatan pengecer
Pendapatan penjualan grosir Surabaya
Supply distributor untuk grosir Surabaya
Lost sales APP
selling price distributor untuk retail
Oversupply distributor
Supply distributor ke grosir
Selling price distributor untuk grosir
Penawaran harga lelang dari distributor
Profit margin distributor untuk grosir
<Time> Pendapatan penjualan distributor
Lost sales distributor terhadap retail
Akum. lost sales distributor
Pendapatan distributor
Buying price distributor dari kelompok tani
Lost sales distributor terhadap grosir
Buying Price Distributor
Demand riil distributor ke perkebunan
Lost sales distributor
<Time>
Buying price distributor dari lelang perkebunan
Harga lelang minimum Supply dari perkebunan ke distributor <Time>
<Time>
Demand riil distributor dan APP Seroja ke kelompok tani
Oversupply Kel. tani
Oversupply kelompk tani
Pendapatan penjualan kelompok tani
Reject rate kel. tani Ketersediaan kelompok tani
buying price kelompok tani
Lost sales kelompok tani
Pisang tak terserap kel.tani
Selling price perkebunan
Pendapatan kebun
Ketersediaan kebun
Konstanta harga perkebunan
<Time> Hasil panen perkebunan siap kirim
<Time>
Konstanta harga petani
Lost sales kel. Tani
Profit margin petani
<Time> Selling price petani
Ketersediaan kel. Tani
Pendapatan penjualan perkebunan
Profit margin kelompok tani Ketersediaan Perkebunan
Supply dari kelompok tani ke distributor dan APP Seroja
<Time>
<Time>
Selling price kelompok tani Pendapatan kel. Tani
Lost sales perkebunan
Lost sales kebun
Konstanta hasil panen perkebunan Reject rate
Profit margin perkebunan
Biaya produksi per kg kebun
<Time> Demand riil kelompok tani ke petani Akum. ketersediaan petani Ketersediaan petani
Pendapatan petani
<Time>
Konstanta hasil panen petani Oversupply Petani
Oversupply kebun
Oversupply perkebunan
<Time> <Time>
Lost sales petani
Hasil panen petani
Akum. lost sales petani
Selling price petani ke pasar lokal
Profit margin petani ke pasar lokal
Hasil panen perkebunan
Biaya produksi per kg petani Pisang tak terserap petani
Supply dari petani ke kelompok tani
<Time> Overupply petani
Pendapatan penjualan petani
Supply ke pasar lokal
Reject rate hasil panen
Pendapatan petani dari penjualan ke pasar lokal
Gambar 2. Model Rantai Pasok Pisang Mas Kombinasi Lumajang dan Malang
185
Lost sales pengecer Surabaya
<Time>
Demand riil grosir ke distributor
Demand riil pasar ke distributor
ketersediaan distributor
Persediaan APP Seroja
Lost sales pengecer
Pendapatan penjualan pengecer Surabaya
Persediaan grosir Surabaya
<Time>
<Time> Lost sales APP Seroja
Selling price change pengecer
<Time>
Demand riil grosir Surabaya
Pendapatan grosir Pendapatan APP
Demand elasticity pengecer Demand riil pengecer Surabaya
<Time>
Supply grosir Surabaya ke pengecer Surabaya
Lost sales grosir Surabaya Lost sales grosir
Buying price retail Surabaya
Pendapatan penjualan APP Seroja
Demand riil pengecer
Oversupply pengecer Surabaya Oversupply pengecer
Selling price trigger pengecer
<Time>
<Time> Reject rate retail Surabaya
<Time> Ketersediaan APP Seroja
Ketersediaan grosir
Ketersediaan pengecer Surabaya
Ketersediaan pengecer
Supply pengecer Surabaya ke konsumen
<Time>
<Time> <Time>
Persediaan pengecer Surabaya
<Time>
Oversupply retail Surabaya Demand riil retail Surabaya
Buying price retail Surabaya 0 0
Pendapatan penjualan retail Surabaya
Pisnag tak terserap perkebunan
Profit margin pengecer Surabaya
Effect price demand pengecer
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
dikurangi dengan permintaan retail PT Carrefour di model rantai pasok. Jumlah permintaan pisang yang tertampung di dummy retail yaitu berkisar antara 9.430 kg hingga 9.500 kg per minggu untuk memenuhi jumlah konsumsi pisang masyarakat Surabaya. Data untuk input model dapat dilihat pada Tabel 1 hingga Tabel 3. Tabel 1. Hasil Panen dan Demand Rill Perkebunan dan Petani Variabel Hasil panen Demand riil retail Surabaya Demand riil pengecer Surabaya Hasil panen petani Demand riil retail dummy
Jenis Distribusi Distribusi uniform Distribusi uniform
Input Distribusi (kg)
Distribusi uniform
Nilai minimum: 1.200 Nilai maksimum: 1.500
Distribusi uniform
Nilai minimum: 7.700 Nilai maksimum: 8.800 Nilai minimum: 9.430 Nilai maksimum: 9.500
Distribusi uniform
Nilai minimum: 1.000 Nilai maksimum: 2.000 Nilai minimum: 2.800 Nilai maksimum: 3.500
Reject rate perkebunan Reject rate distributor Reject rate retail Reject rate grosir Reject rate pengecer Reject rate petani Reject rate processing
Jenis Distribusi Distribusi uniform Distribusi uniform Distribusi uniform Distribusi uniform Distribusi uniform Distribusi uniform Distribusi uniform
Variabel Profit margin petani Profit margin kelompok tani Profit margin APP Seroja Profit margin Distribusi retail uniform Profit margin Distribusi uniform grosir
Input Simulasi 200% 20% 20% Nilai minimum: 3% Nilai maksimum: 5%
Profit margin pengecer
Nilai minimum: 18% Nilai maksimum: 22%
Distribusi uniform
Nilai minimum: 18% Nilai maksimum: 22%
Reject rate pada Tabel 2 merupakan variabel yang bersifat keputusan, sehingga besarnya reject rate berbeda-beda dan ditentukan oleh kebijakan pelaku bisnis terkait. Data distribusi reject rate dari seluruh rantai pasok pada Tabel 2 menunjukkan perbedaan yang menandakan bahwa keputusan setiap pelaku bisnis mematok reject rate memang murni keputusan sendiri. Tabel 3 menunjukkan biaya produksi dari setiap produsen dan profit margin yang ditentukan oleh setiap pelaku bisnis. Distribusi yang digunakan yaitu uniform karena informasi yang didaptkan dari narasumber terbatas pada nilai maksimum dan minimum.
Tabel 2. Reject Rate Rantai Pasok Variabel
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai Pasok (Sambungan)
Input Distribusi
Pengembangan Model
Nilai minimum: 0,8% Nilai maksimum: 1,2% Nilai minimum: 1% Nilai maksimum: 3% Nilai minimum: 2% Nilai maksimum: 3% Nilai minimum: 5% Nilai maksimum: 7% Nilai minimum: 5% Nilai maksimum: 7% Nilai minimum: 3% Nilai maksimum: 5% Nilai minimum: 1% Nilai maksimum: 3%
Model rantai pasok pisang Mas ini telah digabungkan antara 2 produsen pisang Mas di Lumajang dan Malang dan juga telah ditambahkan pelaku bisnis baru dalam rantai pasok, yaitu APP Seroja sebagai distributor. Alur pendistribusian rantai pasok ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 3. Biaya Produksi dan Profit Margin Rantai Pasok Variabel Biaya produksi per kg Profit margin perkebunan Profit margin distributor untuk retail Profit margin distributor untuk grosir Biaya produksi per kg petani Profit margin petani ke pasar lokal
Input Simulasi Rp 1.375,00 300% 100%
Gambar 3. Alur Distribusi Pisang Mas Kombinasi Lumajang dan Malang Model rantai pasok pisang Mas yang telah dibangun berdasarkan causal loop yang telah dibuat, dapat dilihat pada Gambar 2. Pelaku bisnis yang terlibat di dalam rantai pasok pisang Mas memiliki perbedaan dibandingkan model rantai pasok pisang Mas
80% Rp 1.250,00 50%
186
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
yang pernah digambarkan pada penelitian sebelumnya. Adanya APP Seroja dalam rantai pasok, menjadikan distributor PT SSN memiliki pesaing baru dalam hal pendistribusian pisang Mas. Perancangan model rantai pasok 1 ini menghubungkan APP Seroja selaku distributor ke retail langsung di daerah Surabaya. Pembagian supply dari kelompok tani dibagi menjadi 2, yaitu ke APP Seroja dan ke distributor PT SSN. Proporsi pembagian supply pisang mas yaitu dilakukan sebanyak 2 truk yang masing-masing berbobot 4,4 ton untuk pengiriman pisang Mas ke PT SSN dan APP Seroja setiap minggunya. Perancangan model rantai pasok pisang Mas ini juga menggunakan mekanisme perubahan harga terhadap permintaan, sehingga dapat mengetahui seberapa besar perubahan kinerja rantai pasok jika harga jual dan demand berubah. Model ini menggunakan dummy retail untuk menampung jumlah permintaan pisang Mas Surabaya.
Lost sales yang dihasilkan setiap pelaku bisnis dapat dilihat pada Gambar 5. PT SSN dan petani adalah pelaku bisnis yang memiliki kerugian terbesar akibat tidak dapat memenuhi semua permintaan yang ada. Petani dan PT SSN memiliki jumlah pasokan yang lebih kecil dari permintaan yang diterima, sehingga mengalami kerugian. Solusi untuk kedua pelaku bisnis ini yaitu menambah jumlah pasokan yang berasal dari pelaku bisnis sebelumnya.
Gambar 5. Lost Sales Rantai Pasok Pisang Mas
Hasil Simulasi Hasil dari simulasi dijabarkan sesuai dengan parameter pengukuran kinerja yang terdiri dari pendapatan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Keuntungan terbesar pada pendapatan penjualan yang dihasilkan dari perancangan model ini didapatkan oleh distributor PT SSN yang diikuti oleh petani dengan keuntungan terbesar kedua yang dihasilkan. Keuntungan besar yang dihasilkan oleh distributor ini disebabkan oleh profit margin yang ditetapkan lebih besar daripada profit margin yang ditetapkan oleh APP Seroja. Profit margin yang diterapkan oleh distributor yaitu sebesar 80% untuk penjualan kepada grosir dan 100% kepada retail, sementara APP Seroja mematok profit margin 20%. Gambar 4 menunjukkan perbandingan pendapatan yang diterima oleh setiap pelaku bisnis. Petani dan PT SSN memiliki pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan semua pelaku bisnis yang terlibat.
Gambar 4. Pendapatan Penjualan Rantai Pasok Pisang Mas
187
Gambar 6. Oversupply Rantai Pasok Pisang Mas Kinerja rantai pasok pisang Mas jika dilihat dari sisi oversupply, didapatkan bahwa grosir dan APP seroja yang mengalami oversupply terbesar jika dibandingkan pelaku bisnis yan lain. Hal ini dikarenakan kedua pelaku bisnis tersebut memiliki supply yang besar dan juga reject rate yang tinggi. Reject rate yang tinggi ini ada untuk mengakomodasi banyaknya pisang Mas yang rusak atau matang sebelum waktunya sehingga tidak dapat dijual ke end customer. Oversupply dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 7. Ketersediaan Rantai Pasok Pisang Mas
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
Parameter pengukuran yang terakhir dari simulasi rantai pasok pisang Mas yang dijalankan yaitu tingkat ketersediaan. Tingkat ketersediaan dapat dilihat pada Gambar 7. Perkebunan memiliki ratarata ketersediaan pisang Mas yang terkecil, sebesar 48,8%. Ketersediaan yang berada di bawah 50% ini terjadi karena pasokan di perkebunan lebih kecil daripada permintaan yang diterimanya. Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan perkebunan di Malang terhadap pisang Mas masih kurang. Tingkat ketersediaan pelaku bisnis lain dikatakan cukup baik karena mendekati 100%.
silkan supply pisang yang terserap di tahap petani dan kelompok tani. Tingkat serapan berubah menjadi tidak terserap di petani dan kelompok tani ketika perubahan harga jual di retail dinaikkan menjadi Rp 19.125,00 dan harga jual pengecer menjadi Rp 17.250,00. Prosentase perubahan harga di retail yaitu sebesar 12,42% dan 13,04% untuk perubahan harga di pengecer guna mencapai perubahan kondisi serapan pisang. Perubahan harga ini juga berdampak pada perubahan permintaan di retail dan pengecer. Perubahan permintaan dapat dilihat pada Tabel 3.
Dari keseluruhan kinerja rantai pasok pisang Mas, dapat dilihat bahwa pelaku bisnis yang paling besar keuntungannya yaitu distributor PT SSN, sedangkan pelaku bisnis yang paling sedikit menderita kerugian akibat lost sales yaitu grosir. Oversupply terkecil dari keseluruhan rantai pasok yaitu perkebunan karena memiliki tingkat supply yang rendah dan juga reject rate paling rendah jika dibandingkan dengan reject rate pelaku bisnis lain. Model rantai pasok pisang Mas yang dirancang ini, didapatkan bahwa hanya perkebunan PTPN XII di Malang saja yang memiliki rata-rata tingkat ketersediaan paling rendah dan berada di bawah 50%. Solusi yang dapat diterapkan untuk perkebunan yaitu mengurangi permintaan atau membatasi permintaan hingga pasokan yang dimiliki bertambah, mengingat perkebunan PTPN XII baru 2 tahun merintis usaha. Rekapitulasi kinerja rantai pasok secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Perubahan Permintaan Sebelum dan Sesudah Harga Dinaikkan
Tabel 4. Rekapitulasi Kinerja Rantai Pasok Pisang Mas Pelaku Bisnis
3,000
3,000
Kg/Week
Kg/Week
4,000
2,000
2,000
1,000
1,000 0
0
0
0
4
8
12
16
Demand riil pengecer Surabaya : run1 Demand riil retail Surabaya : run1
20
24 28 32 Time (Week)
36
40
44
48
4
8
12
16
52
20
24 28 32 Time (Week)
36
40
44
48
52
Demand riil pengecer Surabaya : run1 Demand riil retail Surabaya : run1
Hal yang sebaliknya juga dilakukan terhadap perkebunan, di mana harga diubah untuk mengubah status pisang menjadi tidak terserap dari kondisi awalnya yang terserap. Hasil yang didapatkan setelah merubah harga jual di retail sebesar Rp 90.000,00 dan pengecer sebesar Rp 80.000,00 per kg tetap tidak mengubah kondisi pisang di perkebunan akibat demand yang masih lebih tinggi dari supply perkebunan. Upaya peningkatan harga tersebut bertujuan untuk mengurangi demand, sehingga dapat merubah tingkat serapan pisang di tahap produsen.
Simpulan
Parameter Pengukuran Pendapatan Penjualan (Rp) 3.353.630.000
Lost Sales (Rp)
Oversupply (Rp)
942.442.000
123.916.000
Ketersediaan (%) 0,779381
902.948.000
286.096.000
23.770.100
0,75939
321.584.000
337.524.000
2.905.760
0,487908
746.461.000
14.326.500
322.750.000
0,981169
4.695.760.000
1.067.880.000
119.747.000
1
137.838.000
9.352.990
364.886.000
0,936457
152.602.000
21.864.200
10.778.000
0,87468
Retail
973.139.000
20.590.800
20.590.800
0,979279
Supply Chain
11.283.962.00 0
2.700.076.490
989.343.660
0,849783
Petani Kelompok Tani Perkebunan APP Seroja Dist. PT SSN Grosir Pengecer
Selected Variables
Selected Variables 4,000
Model yang dirancang pada penelitian ini merupakan penggabungan jalur rantai pasok pisang Mas di Lumajang dan Malang serta penambahan APP Seroja sebagai distributor. Parameter pengukuran kinerja rantai pasok yaitu pendapatan penjualan, lost sales, oversupply, dan ketersediaan. Pengukuran terhadap tingkat serapan pisang juga ditambahkan dalam simulasi, namun hanya ada di tahap produsen pisang untuk mengetahui tingkat serapan pisang setelah proses pemanenan.
Pengujian Sensitivitas Model rantai pasok ini memiliki tingkat harga jual awal di retail yaitu sebesar Rp 16.750,00 dan harga jual di tingkat pengecer yaitu sebesar Rp 15.000,00. Konfigurasi harga sedemikian rupa telah mengha-
188
Pisang Mas pada petani, kelompok tani, dan perkebunan terserap seluruhnya oleh pasar. Hasil pengujian sensitivitas perubahan harga jual terhadap permintaan yaitu permintaan akan berubah seiring peningkatan atau penurunan harga jual. Peningkatan permintaan dipicu oleh penurunan harga jual dan sebaliknya. Kebijakan pemilihan model yang paling optimal ditentukan oleh kepentingan dari setiap pelaku bisnis. Hal ini dikarenakan hasil
Gunawan, et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / Jurnal Titra, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183190
rantai pasok keseluruhan merupakan akumulasi dari pengukuran kinerja dalam model tersebut. Daftar Pustaka
3.
4.
1.
McNickle, Donald C. & Daellenbach, Hans G. 2005. Management Science: Decision Making Through System Thinking. New York: Palgrave Macmillan. 2. Ray, Rajesh. 2010. Supply Chain Management for Retailing. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited.
189
5.
Sanada, Wilson, Widyadana, Gede Agus, & Palit, Herry Christian. Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Jawa Timur. Jurnal Titra Vol. 2, No. 1 (Januari 2014): 17-24. Setiawan, Thea Callista, Tjondrokusumo, Garry, Suseno, Valencia, Christnawan, Dandy Lonata, Purnomo, Monica, Budiman, Fenny Suryanita. 2013 Rantai Pasok Buah Pepaya di Jawa Timur. Unpublished research, Universitas Kristen Petra, Surabaya. Survey Sosial Ekonomi dan Nasional. 2010. Tingkat Konsumsi Pisang di Jawa Timur. Retrieved June 27, 2014 From Badan Pusat Statistik Jawa Timur.
Gunawan., et al. / Pengembangan Model Rantai Pasok Pisang Mas di Lumajang dan Malang / JTI, Vol. 2, No. 2, Juni 2014, pp. 183-190
190