SIMULASI KOORDINASI SUPPLY CHAIN PISANG DI JAWA TIMUR: STUDI KASUS PISANG MAS DARI LUMAJANG
Niniet Indah Arvitrida, I Nyoman Pujawan, dan Hari Supriyanto Jurusan Teknik Industri - Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Abstrak Salah satu komoditas Indonesia yang memiliki potensi besar namun selama ini masih sedikit diperhatikan adalah pisang (Musa sp.). Sampai saat ini, pelaku-pelaku bisnis pada supply chain pisang masih bersifat independen satu sama lain dalam menentukan keputusan jumlah order dan pemenuhan order. Bisnis pisang juga memiliki faktor ketidakpastian dalam menghadapi supply dan demand. Disamping itu, pisang memiliki karakteristik mudah busuk sehingga masa jualnya sangat dibatasi oleh usia pisang itu sendiri. Untuk meningkatkan performansi supply chain pisang, diperlukan inovasi melalui koordinasi yang lebih baik antar pelaku bisnis dengan menggunakan pendekatan supply chain management. Dalam penelitian ini dilakukan pengembangan model dan eksperimen terhadap beberapa skenario dengan menggunakan simulasi sistem dinamik untuk mengevaluasi pengaruh koordinasi terhadap kinerja supply chain pisang di Jawa Timur. Ukuran performansi yang dievaluasi dalam eksperimen adalah pendapatan penjualan, oversupply, lost sales, dan ketersediaan. Dari hasil eksperimen dapat ditarik kesimpulan bahwa kombinasi koordinasi pada sisi hulu dan hilir menghasilkan performansi supply chain terbaik dari segi pendapatan penjualan. Eksperimen juga menunjukkan bahwa koordinasi dalam supply chain mampu meningkatkan performansi supply chain secara total, meskipun selalu terdapat satu atau beberapa pelaku bisnis yang mengalami penurunan pada ukuran performansi yang sama. Disamping itu, juga diketahui bahwa rencana pemerintah untuk melakukan peningkatan jumlah pasokan dari sisi hulu akan membawa manfaat yang lebih besar apabila hal tersebut direalisasikan dengan kondisi dimana terdapat koordinasi dalam supply chain. Kata kunci : supply chain pisang, koordinasi, simulasi sistem dinamik
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Salah satu komoditas Indonesia yang memiliki potensi besar namun selama ini masih sedikit diperhatikan adalah buah pisang. Pisang (Musa sp.) merupakan komoditas buah yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia (Dimyati, 2007; Purwadaria, 2006). Pisang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia dan memiliki kecendrungan meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data Biro Pusat Statistik (www.bps.go.id), pada tahun 2005 Indonesia menghasilkan lebih dari 5 juta ton pisang. Dilihat dari nilai kotor produksi dunia, pisang juga menempati urutan ke-empat untuk bahan pangan dunia yang paling penting untuk diperhatikan setelah beras, gandum, dan jagung (Arias dkk, 2003). Namun sayangnya potensi tersebut selama ini masih hanya menjadi keunggulan komparatif dan belum mampu dikembangkan sebagai keunggulan kompetitif (Kasijadi, 2006). Buah pisang juga memiliki banyak manfaat kesehatan, dengan demikian pisang juga merupakan salah satu bahan pangan yang mampu meningkatkan gizi masyarakat. Seperti bisnis komoditas pada umumnya, pelaku-pelaku pada supply chain pisang kebanyakan bertindak relatif independen antara satu dengan lainnya. Sebagai akibatnya, setiap pelaku bertindak berdasarkan informasi lokal yang mereka miliki yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya distorsi informasi di sepanjang supply chain. Distorsi informasi tersebut menyebabkan pemenuhan permintaan pasar menjadi kurang efektif. Di sisi lain, supply chain management modern menginginkan koordinasi dan
1
integrasi informasi ada di sepanjang supply chain. Hubungan yang diinginkan tidak lagi sekedar hubungan transaksional, tetapi lebih mengarah ke mutual relationship. Selain itu, bisnis pisang juga memiliki faktor ketidakpastian (uncertainty) dalam menghadapi demand, delay akibat perlakuan pasca panen, pengemasan, penyimpanan, dan transportasi. Hal tersebut menyebabkan kurang teraturnya proses supply pisang di sepanjang supply chain sehingga sering terjadi ketimpangan antara supply dan demand yang dapat merugikan petani maupun pelanggan. Disamping itu, pisang sebagai bahan pangan memiliki karakteristik umur yang terbatas (perishable), sehingga masa jual pisang sangat dibatasi oleh usia pisang itu sendiri. Sebagai studi kasus, dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap supply chain pisang Mas (Musa acuminata paradisiaca) di Jawa Timur, khususnya di sentra produksi Lumajang. Hal tersebut berdasarkan rekomendasi dari Dinas Pertanian yang menyatakan bahwa pisang Mas dari Lumajang merupakan varietas unggulan di Jawa Timur dan memiliki potensi besar untuk ekspor. Disamping itu, berdasarkan data penjualan dari beberapa ritel modern menunjukkan bahwa penjualan pisang Mas menempati urutan ke pertama terhadap beberapa pisang domestik lainnya. 1.2 Perumusan Masalah, Tujuan dan Kontribusi Sampai saat ini sebenarnya sudah terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai supply chain pisang, antara lain Singgih dan Woods (2004) menjelaskan perbedaan supply chain pisang antara Indonesia dan Australia sebagai akibat adanya perbedaan budaya, dan Setyadjit, et al. (2004) yang menguraikan batasan-batasan dalam pengembangan industri pisang di Indonesia. Namun sepanjang pengetahuan kami, masih belum terdapat penelitian yang berkonsentrasi terhadap pengaruh koordinasi dan information integration pada supply chain pisang. Disamping itu, sebagian besar penelitian mengenai supply chain di bidang agribisnis masih bersifat eksploratif menggunakan pendekatan kualitatif. Masih belum banyak penelitian yang mencoba mengungkap perilaku supply chain pisang pada berbagai skenario yang antara lainnya bisa dilakukan dengan pendekatan simulasi. Sistem supply chain pisang merupakan fungsi dari waktu, dimana kondisi sistem dapat berubah setiap saat dalam menghadapi demand dan delay yang bersifat stokastik dan situasi yang uncertain. Oleh karena itu simulasi yang paling tepat digunakan dalam penelitian ini adalah simulasi sistem dinamik yang dikembangkan oleh Forrester (1961). Melalui model simulasi yang dibangun, hubungan antar komponen yang berinteraksi pada supply chain pisang bisa diamati dan berbagai skenario bisa dievaluasi untuk nantinya bisa dijadikan bahan untuk rekomendasi kebijakan yang sebaiknya diimplementasikan untuk meningkatkan kinerja supply chain pisang di Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pengembangan model dan eksperimen untuk mengevaluasi pengaruh koordinasi terhadap kinerja supply chain pisang. Secara singkat, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah merancang skenario koordinasi supply chain pisang untuk memperoleh performansi supply chain yang lebih baik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat dokumentasi mengenai konfigurasi supply chain pisang di Indonesia khususnya pisang Mas untuk wilayah Jawa Timur beserta mekanisme yang terjadi di dalamnya. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menghasilkan evaluasi terhadap supply chain saat ini untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam sistem tersebut (existing system) dari perspektif supply chain management (SCM), serta menghasilkan beberapa skenario yang dapat meningkatkan performansi supply chain pisang dengan
2
menggunakan konsep koordinasi sekaligus melakukan evaluasi untuk membandingkan skenario-skenario yang diusulkan. Sedangkan manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang supply chain komoditas hortikultura di Indonesia dan pisang khususnya serta mendokumentasikan pengetahuan tentang cara-cara yang lebih inovatif dalam mengelola supply chain komoditas hortikultura khususnya pisang; (2) memperoleh skenario alternatif untuk memperbaiki kinerja supply chain pisang dalam meningkatkan daya saing agribisnis Indonesia; (3) pada akhirnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani-petani kecil melalui agribisnis improvement dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas tinggi dan menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia serta membangun ketahanan pangan nasional dengan mengintegrasikan pertanian pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. 1.3 Batasan dan Asumsi Penelitian ini hanya dibatasi untuk pisang yang dikonsumsi secara segar atau tanpa diolah terlebih dahulu. Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola penjualan pisang Mas secara agregat mengikuti pola penjualan dari beberapa ritel yang disurvey dalam penelitian ini. Selain itu, estimasi penjualan yang dilakukan oleh ritel dan distributor besar diasumsikan mampu mewakili demand riil di tingkat end consumer. 2. Metode Penelitian Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini. (1) Studi Pendahuluan Mengenai Supply chain Pisang di Jawa Timur Tahap ini merupakan tahapan yang paling kritis. Pada tahap ini dilakukan studi literatur lanjutan dan studi lapangan yang dilakukan secara paralel untuk memperoleh pemahaman yang baik mengenai supply chain pisang di Jawa Timur. Selain studi literatur lanjutan, juga dilakukan pengumpulan data dan informasi sekunder di beberapa dinas terkait yaitu Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur, Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang, Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Timur, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur. Informasi sekunder juga diperoleh melalui interview dan brainstorming dengan para ahli di bidang pangan, hortikultura, dan perdagangan dengan akademisi yang berkonsentrasi di bidang agribisnis. Studi lapangan dilakukan melalui beberapa kali brainstorming dengan pihakpihak yang dianggap memiliki pengalaman parsial tentang supply chain pisang, terutama untuk beberapa wilayah Jawa Timur, yaitu dengan beberapa orang petani, koordinator Kelompok Tani, pedagang pengumpul, distributor besar (PT Sewu Segar Nusantara), serta pedagang pasar tradisional dan manajer ritel di Surabaya. Dalam penelitian ini dilakukan survey terhadap sentra produksi pisang representatif di Lumajang, desa Senduro. Lokasi pengamatan tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan dari pihak Dinas Pertanian baik di wilayah Propinsi Jawa Timur maupun Dinas Pertanian Lumajang. (2) Pemetaan Konfigurasi dan Mekanisme Supply Chain Pisang Saat Ini Konfigurasi supply chain menyangkut struktur yang menggambarkan pihak-pihak yang terlibat pada supply chain pisang beserta area geografis, kerangka waktu dan teknologi informasi yang digunakan. Struktur tersebut berkaitan dengan aliran material, uang, informasi serta aktivitas yang terjadi di sepanjang supply chain pisang tersebut.
3
Oleh karena itu, selain melakukan identifikasi pelaku supply chain yang terlibat, dalam konfigurasi ini juga dilakukan identifikasi detil mengenai tahapan proses yang terjadi di sepanjang supply chain. Untuk melakukan pemetaan ini diperlukan hasil dari studi pendahuluan yang komprehensif. (3) Pengembangan Model dan Evaluasi Sesuai dengan metodologi pengembangan model sistem dinamik yang dikembangkan di MIT, maka perumusan masalah dan tujuan penelitian harus digunakan sebagai petunjuk arah karena model harus dikembangkan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian. Pengembangan model tersebut mengikuti tahapan berikut (1) penyusunan influence diagram, (2) pengembangan model simulasi dengan Vensim 5 Professional, dan (3) verifikasi dan validasi model, dengan menggunakan uji konfirmasi struktur, uji parameter (SyntheSim), dan uji konsistensi dimensi (check unit). (4) Pengembangan skenario alternatif Adapun skenario alternatif yang diusulkan dalam penelitian ini secara garis besar ada dua kategori. Yang pertama adalah koordinasi waktu dan kuantitas panen di sisi hulu, yaitu menghaluskan pola pasokan petani dan Kelompok Tani, dan yang kedua adalah koordinasi di sisi hilir untuk mengintegrasikan ukuran order yang lebih pasti, dengan menggunakan sistem konsinyasi dengan konsep model persediaan Newsboy. (5) Eksperimen dan analisa hasil. Eksperimen dilakukan baik untuk sistem saat ini (existing condition) maupun skenario alternatif. Skenario terbaik dalam penelitian ini adalah skenario koordinasi yang memberikan pendapatan penjualan paling tinggi. Sedangkan ukuran performansi lainnya (oversupply, lost sales, dan ketersediaan) digunakan sebagai bagian dari analisa mengenai pengaruh faktor koordinasi. 3. Hasil dan Diskusi Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa pisang Mas yang didistribusikan di Jawa Timur telah memenuhi standar kualitas yang ditentukan oleh Dinas Pertanian. Pisang telah diperlakukan sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) di sepanjang supply chain. Salah satu hal penting yang menjadikan pisang Mas Lumajang berkualitas tinggi adalah karena petani pisang Lumajang sudah lebih maju dari petani hortikultura lainnya dan telah terkoordinasi ke dalam kelompok-kelompok petani. Kelompok tersebut, yang lebih dikenal dengan sebutan Kelompok Tani, merupakan hasil pembinaan Dinas Pertanian setempat. Dengan adanya Kelompok Tani tersebut, maka pisang yang baru dipanen oleh petani individu akan dibawa ke tempat processing Kelompok Tani sebelum pisang tersebut didistribusikan. Disamping petani dan Kelompok Tani, terdapat pedagang pengumpul yang berperan sebagai penghubung antara Kelompok Tani dengan distributor besar. Distributor besar selalu menyampaikan pesanannya ke pedagang pengumpul tersebut, namun dalam proses pengiriman Kelompok Tani melakukan pengiriman langsung ke distributor besar tanpa melalui pedagang pengumpul terlebih dahulu. Sedangkan untuk distributor besar, hampir seluruh pisang Mas dari Lumajang didistribusikan melalui sebuah distributor besar bernama PT Sewu Segar Nusantara (PT SSN). Oleh karena itu sebagian besar pisang Mas Lumajang dikonsumsi oleh masyarakat yang berada di kota-kota besar di Indonesia melalui ritel modern dan pasar tradisional yang termasuk dalam jaringan pemasaran PT SSN tersebut. Meskipun sudah lebih maju dari supply chain pisang lainnya, tersebut hubungan antar pelaku yang terjalin di sepanjang supply chain pisang Mas tersebut masih bersifat
4
independen satu sama lain. Hal tersebut menyebabkan mekanisme interaksi antar pelaku bisnis terutama yang berkaitan dengan proses pemesanan dan pemenuhan pesanan masih berdasarkan kepentingan bisnis individu. Gambar 1, 2, dan 3 merupakan konfigurasi yang diperoleh dari studi pendahuluan. Berdasarkan konfigurasi tersebut, maka dibangun model simulasi sistem dinamik dengan bantuan software Vensim 5 Professional. Adapun causal loop atau influence diagram dari sistem supply chain pisang Mas dapat dilihat pada gambar 4, dimana variabel yang berada di dalam kotak merupakan variabel keputusan, yaitu variabel yang akan dilakukan perubahan nilai atau interaksinya sesuai dengan alternatif skenario. Sedangkan tabel 1 menunjukkan skenario koordinasi yang dieksperimenkan dalam penelitian ini.
Gambar 1 Peta mekanisme order dan pemenuhan order di sepanjang supply chain pisang Tabel 1 Rancangan eksperimen untuk skenario koordinasi Koordinasi Panen (Petani dan Kelompok Tani) Tanpa Koordinasi -1 minggu 3 kali pasok-
Koordinasi Panen 1 -1 minggu 5 kali pasok(Skenario 1.1) Koordinasi Panen 2 -1 minggu 7 kali pasok(Skenario 1.2)
Koordinasi Dengan Distributor (PT SSN) Tanpa Koordinasi (Existing 100%) Koordinasi Bersama Ritel (Skenario 2.1) Koordinasi Bersama Grosir (Skenario 2.2) Koordinasi Bersama Ritel & Grosir (Skenario 2.3) Tanpa Koordinasi (Existing di sisi hilir) Koordinasi Bersama Ritel (Skenario 2.1) Koordinasi Bersama Grosir (Skenario 2.2) Koordinasi Bersama Ritel & Grosir (Skenario 2.3) Tanpa Koordinasi (Existing di sisi hilir) Koordinasi Bersama Ritel (Skenario 2.1) Koordinasi Bersama Grosir (Skenario 2.2) Koordinasi Bersama Ritel & Grosir (Skenario 2.3)
3.1 Analisa Performansi Supply Chain: Tanpa dan Dengan Koordinasi Berdasarkan hasil eksperimen terhadap keseluruhan skenario, diketahui bahwa skenario koordinasi supply chain yang terbaik ditinjau dari segi pendapatan penjualan diperoleh pada kombinasi koordinasi pada sisi hulu dan hilir. Sedangkan kombinasi koordinasi hulu dan hilir yang menghasilkan pendapatan penjualan tertinggi diperoleh pada kombinasi skenario koordinasi panen 1.1 (dengan pengiriman pasokan sebanyak lima kali dalam seminggu) dengan skenario 2.3 (koordinasi distributor besar bersama ritel modern dan grosir buah tradisional). Sedangkan bila dilakukan rekapitulasi untuk kondisi koordinasi yang lebih umum lagi (tabel 2), diketahui bahwa koordinasi di sisi hulu dan hilir memiliki peningkatan pendapatan penjualan supply chain yang tertinggi dibandingkan dengan kondisi koordinasi lainnya. Koordinasi sisi hilir (dengan hulu eksisting atau tanpa koordinasi)
5
ternyata memberikan performansi terbaik dari segi oversupply yang paling minimum. Sedangkan untuk ukuran performansi lainnya, yaitu lost sales hilir terendah sekaligus ketersediaan hilir tertinggi diperoleh pada koodinasi sisi hulu dengan hilir eksisting, meskipun nilai lost sales dan ketersediaan hilir pada skenario tersebut berbeda sangat tipis dengan skenario koordinasi hulu dan hilir. Dengan demikian diketahui bahwa koordinasi hulu dan hilir memberikan performansi supply chain yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi lainnya khususnya ditinjau dari segi pendapatan penjualan. Tabel 2 Performansi rata-rata supply chain untuk berbagai macam kondisi koordinasi Kondisi Performansi Rata-Rata Supply Chain Pendapatan Penjualan (Rp) Oversupply (Rp) Lost Sales Hilir SC (Rp) Ketersediaan Hilir SC (%)
Tanpa Koordinasi Sama Sekali 2.295.460.000,00 25.380.422,36 5.958.000.000,00 18,92%
Koordinasi Sisi Koordinasi Sisi Hulu, Hilir Eksisting Hilir, Hulu Eksisting 2.316.381.401,82 43.289.899,88 5.832.000.000,00 20,79%
2.313.605.920,46 21.584.724,78 5.890.666.666,67 19,91%
Koordinasi Hulu dan Hilir 2.318.311.863,50 40.853.079,09 5.832.666.666,67 20,78%
Tabel 3 Performansi rata-rata supply chain dengan dan tanpa koordinasi Kondisi Performansi Rata-Rata Supply Chain Pendapatan Penjualan SC (Rp) Oversupply SC (Rp) Lost Sales Hilir SC (Rp) Ketersediaan Hilir SC (%)
Tanpa Koordinasi Sama Sekali 2.295.460.000,00 25.380.422,36 5.958.000.000,00 18,92%
Terdapat Koordinasi Dalam Supply Chain 2.316.677.431,46 33.041.131,69 5.848.363.636,36 20,53%
Bila pada tabel 2 menunjukkan performansi rata-rata untuk masing-masing kondisi koordinasi, tabel 3 menunjukkan perbandingan performansi rata-rata antara kondisi eksisting tanpa koordinasi dengan kondisi yang mengandung unsur koordinasi secara lebih umum. Dalam tabel 3 tampak bahwa dengan melakukan koordinasi antar pelaku bisnis dalam supply chain memberikan peningkatan untuk sebagian besar performansi supply chain. Dengan melakukan simulasi selama 7 bulan atau 212 hari, diperoleh peningkatan pendapatan supply chain rata-rata sebesar Rp. 21.217.431,46, yakni dari Rp. 2.295.460.000,00 menjadi Rp. 2.316.677.431,46. Lost sales mengalami penurunan serta ketersediaan rata-rata supply chain meningkat dari eksisting. Meskipun pada ketiga performansi lainnya upaya koordinasi memberikan performansi yang lebih baik, namun hal tersebut tidak berlaku untuk oversupply. Oversupply pada supply chain yang terkoordinasi lebih tinggi dari kondisi eksisting. 3.2 Efek Penambahan Volume Pasokan Baik seluruh pelaku bisnis maupun pemerintah menyadari bahwa jumlah pasokan pisang Mas Lumajang pada saat ini masih jauh dari tingkat permintaan yang ada di pasar. Oleh karena itu, dengan bantuan pemerintah pada saat ini telah dibuka lahan baru seluas 100 ha untuk meningkatkan produksi pisang Mas di Lumajang. Selain itu, pemerintah juga memiliki rencana untuk membuka lahan baru lagi seluas 20 ha. Dengan demikian pada tahun depan diharapkan kapasitas produksi dapat meningkat sekitar dua kali lipat dari kapasitas sekarang. Untuk mengetahui pengaruh penambahan jumlah pasokan tersebut terhadap performansi supply chain, maka dalam penelitian ini dilakukan evaluasi untuk beberapa kondisi, yaitu terhadap kondisi eksisting (tanpa koordinasi di sisi hulu dan hilir) dan terhadap salah satu kondisi koordinasi dalam tabel 1.
6
supply ke PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, P ENGECER) + +
tingkat pers ediaan PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
demand PASAR SURABAYA yang terpenuhi (per RITEL, GROSIR, P ENGECER)
+
-
-
+ masa jual buah di PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
+
tingkat oversupply PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
-
demand riil PASAR SURABAYA (per RITEL, PENGECER)
+
ketersediaan PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
-
+ +
fraksi ukuran order PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER) +
-
lost sales PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
inventory coverage PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
ukuran order PASAR SURABAYA ke pemasok (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
-
-
+
harga jual PASAR SURABAYA (p er RITEL, GROSIR, PENGECER)
+
pendapatan penjualan PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, P ENGECER)
+ +
+
+
ukuran order minimum PASAR SURABAYA ke pemas ok (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
+
marjin keuntungan PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, PENGECER)
harga beli PASAR SURABAYA (per RITEL, GROSIR, P ENGECER)
PASAR SURABAYA (RITEL, GROSIR BUAH,PENGECER)
+
+ porsi supply untuk masing-masing RITEL dan GROSIR
+
- -
ketersediaan DISTRIBUTOR
+ -
-
target DISTRIBUTOR
dikirim ke DISTRIBUTOR lain +
tingkat persediaan pisang + belum siap kirim DISTRIBUTOR
tingkat persediaan pisang + siap kirim DISTRIBUTOR +
porsi supply ke DISTRIBUTOR lain + + + order DISTRIBUTOR ke PEDAGANG PENGUMPUL
+
lama proses ripening + tingkat oversupply DISTRIBUTOR
supply ke DISTRIBUTOR +
+ rentang waktu antar proses ripening
masa jual buah di DISTRIBUTOR
marjin keuntungan DISTRIBUTOR +
+
lost sales DISTRIBUTOR
-
DISTRIBUTOR BESAR (PT SSN)
demand DIS TRIBUTOR yang terpenuhi untuk PASAR SURABAYA +
harga jual DISTRIBUTOR +
pendapatan penjualan + DISTRIBUTOR harga beli DISTRIBUTOR
-
hasil panen total KELOMPOK TANI 1 s/d 7 +
lost sales PEDAGANG PENGUMPUL, KELOMPOK TANI, PETANI marjin keuntungan PEDAGANG PENGUMPUL
+
reject rate (dipasok ke pasar lokal)
marjin keuntungan KELOMPOK TANI
biaya transportasi KELOMPOK TANI ke distributor
harga jual ke DISTRIBUTOR + +
+
-
+
-
pendapatan PEDAGANG PENGUMPUL -
+
+
pendapatan masing-masing -KELOMPOK TANI 1 s/d 7 marjin keuntungan PETANI
hasil panen masing-masing KELOMPOK TANI 1 s /d 7
+
harga dari KELOMPOK TANI +
-
+ harga dari PETANI
-
+ +
+ pendapatan PETANI anggota KELOMPOK TANI 1 s/d 7 + -
jadwal panen (frekue nsi) masing-masing KELOMPOK TANI
harga jual ke pasar lokal
biaya produksi per kg
kapasitas produksi masing-masing KELOMPOK TANI 1 s/d 7
PEDAGANG PENGUMPUL, KELOMPOK TANI, PETANI
+ ketersediaan PEDAGANG PENGUMPUL, KELOMPOK TANI, PETANI
Gambar 2 Influence diagram sistem supply chain pisang di Jawa Timur
Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa peningkatan jumlah pasokan ternyata mampu meningkatkan pendapatan supply chain, menurunkan lost sales di sisi hilir dan meningkatkan ketersediaan rata-rata di sisi hilir. Namun, selain peningkatan performansi, ternyata peningkatan jumlah pasokan juga meningkatkan jumlah oversupply di sepanjang supply chain. Hal tersebut terjadi baik untuk kondisi existing
7
100% (tanpa koordinasi sama sekali) maupun kondisi koordinasi (yang diwakili dengan kombinasi skenario 1.1 dengan skenario 2.3). Tabel 4 Evaluasi performansi supply chain terhadap penambahan jumlah pasokan
Disamping itu, peningkatan jumlah pasokan dari sisi hulu akan membawa manfaat yang lebih besar pada kondisi terdapat koordinasi dan information sharing dalam supply chain apabila dibandingkan pada kondisi existing 100% dengan existing supply. Hal tersebut tampak dari persentase pertambahan performansi yang dihitung dari kondisi existing 100% dengan existing supply, dimana dalam tabel tersebut direpresentasikan sebagai %gain. Pendapatan penjualan pada koordinasi dalam supply chain dengan peningkatan pasokan ternyata mampu memberikan peningkatan yang sangat tinggi terhadap kondisi existing 100% dengan existing supply. Hal serupa juga terjadi pada performansi lainnya. 4. Kesimpulan dan Saran Berikut ini adalah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari hasil studi eksplorasi dan eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini. 1. Berdasarkan hasil studi ekplorasi, diketahui bahwa supply chain pisang Mas Lumajang melibatkan beberapa pelaku bisnis, yaitu petani, Kelompok Tani, pedagang pengumpul, distributor besar (PT SSN), ritel modern, grosir buah tradisional, dan pengecer tradisional. Meskipun pelaku bisnis supply chain pisang Mas Lumajang sudah lebih maju dibandingkan supply chain pisang lainnya, interaksi yang terjadi antar pelaku bisnis tersebut masih bersifat individual satu sama lain, terutama dalam hal proses penentuan dan pemenuhan order. 2. Berdasarkan hasil eksperimen, skenario koordinasi supply chain yang terbaik ditinjau dari segi pendapatan penjualan diperoleh pada kombinasi koordinasi pada sisi hulu dan hilir. Sedangkan kombinasi koordinasi hulu dan hilir yang menghasilkan pendapatan penjualan tertinggi diperoleh pada kombinasi skenario koordinasi panen 1.1 (dengan pengiriman pasokan sebanyak lima kali dalam seminggu) dengan skenario 2.3 (koordinasi distributor besar bersama ritel modern dan grosir buah tradisional). 3. Meskipun koordinasi dalam supply chain mampu meningkatkan performansi supply chain secara keseluruhan, selalu terdapat satu atau beberapa pelaku bisnis yang mengalami penurunan untuk ukuran performansi yang sama. Sebagai contoh, pada skenario koordinasi panen, frekuensi pengiriman pasokan yang lebih tinggi dapat menghasilkan pendapatan penjualan supply chain yang lebih tinggi dari kondisi eksisting, meskipun pendapatan penjualan Kelompok Tani harus menjadi lebih rendah dari kondisi eksisting.
8
4. Rencana pemerintah untuk melakukan peningkatan jumlah pasokan dari sisi hulu akan membawa manfaat yang lebih besar apabila hal tersebut direalisasikan dengan kondisi terdapat koordinasi dalam supply chain. Hal tersebut ditunjukkan dalam eksperimen dimana peningkatan jumlah pendapatan penjualan akan menjadi lebih besar dari kondisi supply chain tanpa koordinasi sama sekali. Untuk memperoleh skenario koordinasi supply chain pisang yang lebih terintegrasi antara sisi hulu dengan sisi hilir, dapat digunakan studi sistem antrian dengan simulasi sistem agar dapat diperoleh gambaran yang lebih detail mengenai sistem FIFO persediaan pisang yang ada di sepanjang supply chain. Dengan demikian, dengan mengkombinasikan hasil simulasi sistem dinamik dengan sistem diskrit akan diperoleh usulan koordinasi persediaan yang lebih baik. Disamping itu, juga diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pola kerjasama yang tepat, yang berkaitan dengan perjanjian kontrak untuk membagi keuntungan bersama yang terjadi akibat peningkatan pendapatan penjualan di sepanjang supply chain. 5. Daftar Pustaka Arias, P., Dankers, C., Liu, P., and Pilkauskas, P., (2003), The World Banana Economy 1985-2002, Food and Agriculture Organization of the United Nations. Barlas, Yaman (1998) A behavior validity testing software (BTS), http://www.ie.boun.edu.tr/labs/sesdyn/ Barlas, Yaman (1996) ‘Formal aspects of model validity and validation in system dynamics’, System Dynamics Review, Vol.12, No.3, pp.183-210. Chopra, S., Meindl, P., (2004) Supply chain Management: Strategy, Planning, and Operation, New Jersey; Pearson Prentice Hall. Dimyati, A., (2007) ‘Modernisasi Sentra Produksi Jeruk Di Indonesia’, Laboratorium Data, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Tlekung-Batu, Jawa Timur Departemen Pertanian, (2005) Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan (RPPK), www.deptan.go.id. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur (2005) Data Industri Kecil Menengah Propinsi Jawa Timur, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur (2005) Good Agriculture Practices (Norma Budidaya yang benar): Menghasilkan produk hortikultura bermutu dan aman konsumsi, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur. Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) Rujukan Pengembangan Agribisnis Hortikultura TA 2007, Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) Statistik Hortikultura Tahun 2005 (Angka Tetap), Departemen Pertanian. Direktorat Tanaman Buah, (2004) Standar Prosedur Operasional (SPO) Pisang Barangan Kabupaten Deli Serdang, Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian. Forrester, J.W., (1961) Industrial Dynamics, Massachusetts; Massachusetts Institute of Technology, Cambridge. Singgih, S., and Woods, E.J., (2004) ‘Banana Supply chains in Indonesia and Australia: Effects of Culture on Supply chains’, Agriproduct supply-chain management in developing countries, edited by G.I. Johnson and P.J. Hofman, ACIAR Proceedings No. 119e, pp. 44-52. Sub Dinas Produksi Hortikultura (2007) Pengenalan pengelolaan rantai pasokan (Supply chain management-SCM) dalam pengembangan komoditas hortikultura, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Timur Surabaya. Subdinas Usahatani dan Penyuluhan Pertanian, (2004) Laporan pelaksanaan kegiatan pencatatan harga pasar eceran, produsen dan grosir tahun 2004, Dinas Pertanian Jawa Timur Surabaya. Subdinas Usahatani dan Penyuluhan Pertanian, (2003) Laporan pencatatan harga pasar, eceran, produsen, dan grosir, Dinas Pertanian Jawa Timur Surabaya. Viswanathan, S., and Piplani, R., (2001) ‘Coordinating supply chain inventories through common replenishment epochs’, European Journal Of Operation Research, pp. 277-286. http://www.banana.com (2007) http://www.bps.go.id (2007)
9