http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
ARTIKEL ILMIAH PKL ANTROPOLOGI EKONOMI DAN INDUSTRI
PETANI DAN PENGRAJIN PISANG AGUNG DI DESA KANDANG TEPUS, LUMAJANG
Disusun Oleh : WAHYU AJI CAHYA ROMADHON NIM : 070917041
DEPARTEMEN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA Semester Gasal 2012/2013
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 1
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
DAFTAR ISI
1. Idealisme Haji Prayit ...................................................................................................... 2 2. Penanaman dan Pemanenan Pisang Agung .................................................................. 3 3. Pengolahan Keripik Pisang ............................................................................................ 5 4. Pemasaran ........................................................................................................................ 6 5. Kesimpulan dan Saran .................................................................................................... 7 6. Daftar Pustaka ................................................................................................................. 8
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 2
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
IDEALISME HAJI PRAYIT PENGRAJIN KERIPIK PISANG AGUNG DARI DESA KANDANG TEPUS, KECAMATAN SENDURO, KABUPATEN LUMAJANG
Kata mutiara dari kearifan seorang pengusaha lokal: Bukan banyaknya penjualan yang saya kejar, karena sampai kapanpun tidak akan terpenuhi banyaknya permintaan dari luar, yang harus terpenuhi adalah kualitas terbaik yang meningkatkan nilai jual sehingga produk kita tidak dianggap remeh dan memiliki pasar tersendiri (H. Prayit, petani sekaligus pengrajin keripik pisang agung).
Keripik pisang berkualitas adalah yang dihasilkan dari kebun sendiri, diolah sendiri, dan dipasarkan secara mandiri (H. Prayit).
Segala sesuatu yang memiliki kualitas unggul ketika memasuki pasar tradisional, harga akan hancur. Entah itu kambing Etawa, Sapi, Pisang, Manggis seakan-akan semuanya terlihat sama dengan kualitas yang biasa-biasa saja (H. Prayit).
Hidup ini bagaikan roda, mental pengusaha harus ditempa sebegitu rupa untuk siap menghadapi keberhasilan dan kegagalan dalam membangun usaha (H. Prayit).
Perjalanan untuk PKL (Praktek Kuliah Lapangan) tidak hanya sekali ini saya jalani, beberapa kota telah dilalui, mulai dari Tuban, Malang, Blitar, Surabaya, Sampang, sampai kota Semarang. Dari setiap daerah memiliki kekhasan masing-masing yang memperkaya wawasan dan pengetahuan sebagai pelajar Ilmu Antropologi Universitas Airlangga. Keanekaragaman budaya, kearifan lokal, keindahan alam, dan sambutan hangat masyarakat sekitar menjadi kenikmatan tersendiri bagi mahasiswa yang melakukan kegiatan lapangan. Berucap kata “Alhamdulillah” saya masih diberi kesempatan untuk mengikuti kuliah lapangan Antropologi Ekonomi dan Industri. Lokasi penelitian berada di Kabupaten Lumajang, tepatnya Desa Kandang Tepus Kecamatan Senduro. Dalam penelitian ini saya Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 3
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
ditemani oleh superteam yang terdiri dari sepuluh orang mahasiswa Antropologi Unair. Tim itu terdiri dari Ade, Anto, Fitra, Dinar, Tari, Didif, Muhibba, Handa, Ryan, dan terahir saya sendiri Wahyu Aji. Kenapa saya menyebut kelompok saya sebagai superteam? Karena kami semua memiliki semangat yang tinggi untuk belajar, dalam tim kami semuanya bekerja dan saling membantu menyelesaikan permasalahan selama penelitian di desa Kandang Tepus. Pada kesempatan kali ini saya akan mengangkat sebuah kisah seorang pengusaha Keripik Pisang Agung yang masih bertahan di tengah persaingan sengit. Tidak main-main, usaha kecil ini masih mampu bertahan melawan gempuran kapitalis-kapitalis yang datang dari luar desa, bahkan juga datang dari luar daerah Lumajang yang mengatas namakan diri sebagai investor dan membantu pemasaran. Haji Prayit, itulah nama pengusaha yang akan saya angkat kisahnya. Pria asli lumajang kelahiran Senduro tahun 1955 ini memiliki pembawaan yang sederhana dan tegas. Saat ini tinggal di Dusun Krajan Desa Kandang tepus, memiliki dua anak dan lima cucu. Pria inilah yang mengajarkan bagaimana cara bertani dan menjadi pengusaha yang berkarakter saat melakukan kuliah lapangan di desa Kandang Tepus. Dalam menjalankan usaha, mulai dari penanaman sampai pengolahan Pisang Agung, masih menggunakan peralatan sederhana dan tanpa menggunakan bahan-bahan kimia. Segalanya dilakukannya sendiri dibantu oleh istri dan anak-anaknya. 2. Penanaman dan Pemanenan Pisang Agung Haji Prayit memiliki lahan pertanian yang luas, kurang lebih satu hektar, dengan jumlah pohon pisang Agung lebih dari tiga ratus pohon. Beliau mengatakan perlu perawatan khusus untuk menghasilkan buah pisang Agung terbaik. Untuk penanaman khusus pisang Agung tidak dapat di campur dengan pohon pisang jenis lainnya karena akan mengurangi kualitas dari pisang Agung. Beberapa alur penanaman Pisang Agung sesuai yang dituturkan oleh Haji Prayit adalah sebagai berikut. Untuk bibit, menggunakan anak-anaknya yang sudah tinggi 1 - 1 1/2 meter, tapi bibit demikian harus diambil dari rumpun pisang yang jelas dapat berbuah. Dengan demikian, selain mendapat bibit yang tanggung bakal dapat berbuah seperti induknya juga mengurangi rimbunnya rumpun tadi, sehingga individu-individu yang tinggal dapat tumbuh dengan sempurna. Mengambil pisang anakan tidak boleh sembarangan. Setelah
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 4
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
tanah sekitarnya dibongkar dan anakannya dipisahkan dari induknya, maka daun-daunnya harus dipotong tinggal tangkai tangkainya saja. Begitu pula akar-akarnya hingga yang tinggal hanya bonggolnya saja yang besar. Biarkan tanaman yang sudah brindil ini beristirahat dulu kira-kira tiga hari di tempat yang teduh. Hal ini dimaksudkan supaya dapat bertunas terlebih dahulu. Barulah kemudian ditanam di lubang penanamannya yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Pengolahan lahan dimulai paling baik pada akhir musim kemarau, lahan diolah dan bersih dari gulma, dibuat lubang tanam sedalam 30-50 cm diberi pupuk kandang sebanyak setengah sak atau sekitar 10-15 kg per lubang. Pupuk kandang yang di pakai oleh Haji Prayit berasal dari kandang ayam potong miliknya sendiri. Penanaman bibit pisang Agung dilakukan saat bibit sudah berumur 3-4 bulan atau berdaun 4-5 helai. Jarak tanam antar tanaman dibuat rapi dengan jarak teratur tiga meter tiap tanaman. Tanaman harus khusus untuk pisang Agung, apabila di campur dengan tanaman lain hasilnya yidak akan maksimal. Pemupukan selanjutnya, tidak seperti petani lainnya yang menggunakan pupuk kimia, Haji Prayit tetap memilih untuk menggunakan pupuk kandang yang dimilikinya, alasanya karena pupuk kandang tetap dapat menjaga kesuburan tanah berbeda dengan pupuk kimia yang merusak kandungan zat hara pada tanah. Pengalaman Haji Prayit pernah menggunakan pupuk kimia berupa ZA, SP 36, dan KCl membuat tanah kebunnya menjadi tidak gembur dan subur seperti sebelum diberi pupuk buatan. Aturan pakai untuk pemupukan adalah setengah sak pupuk kandang untuk satu pohon pisang, pemberian pupuk dilakukan empat bulan sekali. Pemangkasan dilakukan terhadap daun-daun tua. Pemangkasan terhadap anakan dilakukan setiap saat, dengan mempertahankan tiap rumpun pisang terdiri dari 1-2 anakan setiap periode anakan, letak anakan dipilih melingkari batang induk. Masalah yang sering dihadapi oleh Haji Prayit adalah berupa hama tumbuhan. Hama ini disebut dengan hama pengerek batang yang berupa ulat. Hama ini menyerang batang sehingga berlubang, batang menjadi lemah dan mudah membusuk, mudah patah kalau ditiup angin kencang. Jika tanaman berbuah, buah tidak dapat dipanen. Pengendaliannya dengan cara memusnahkan daun-daun kering akibat serangan penyakit ini serta mengurangi tanaman yang berlebihan. Dalam hal ini Haji Prayit tetap
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 5
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
menggunakan cara yang tradisional tanpa menggunakan bahan-bahan kimia. Selain hal-hal diatas menurut beliau ada beberapa faktor yang mendukung tumbuhnya pisang Agung secara optimal, antara lain ketinggian 700-750 Meter diatas permukaan laut, kesuburan tanah, pengaruh angin tidak begitu besar, dan perawatan. Selanjutnya adalah masa pemanenan. Untuk menjaga kualitas buah pisang Agung, maka dilakukan pengkerodongan dengan menggunakan, plastik, kain, atau bago (sak). Mutu pisang yang baik sangat ditentukan oleh tingkat ketuaan buah dan penampakannya. Sebagai gambaran adalah : 1. Rusuk buah tidak jelas, 2. Uleran nampak gilig (berisi), 3. Tangkai putik buah telah gugur, 4. Biasanya daun mulai menguning. Warna buah mulai masak adalah hijau kekuning-kuningan. Bentuk buah bulat, panjang agak melengkung. Satu tandan berisi 1 – 2 sisir. Ukuran buah : Panjang : 20 – 30 cm. Diameter buah : 70 – 100 mm. Ketebalan kulit : 3 – 5 mm. lsi per sisir : 15 – 20 buah. Rasa manis agak masam. Daging buah berwarna kuning keputihan dan tidak banyak berair. Daya simpan buah: 3-4 minggu, dengan digantung lebih tahan lama. Berat pertandan: 10-20 kg. Dalam satu bulan Haji Prayit bisa memanen rata-rata 7-15 tandan pisang Agung. Jika dihitung secara keseluruhan dalam jumlah kilogram, panen perbulan berkisar antara 100 sampai 300 Kg. Seluruh hasil panen akan diolah sendiri menjadi keripik pisang, tanpa ada dijual ke pasar, jika pun harus dijual, Haji Prayit langsung menjual ke penikmat pisangnya langsung tanpa melalui tangan tengkulak. 3. Pengolahan Keripik Pisang Agung Pengolahan pisang yang dilakukan oleh Haji Prayit tidak ada bedanya dengan pengolahan pisang yang dilakukan pengusaha keripik pisang lainnya, yang membedakan adalah kualitas bahan-bahan yang digunakan. Satu lagi bahwa keripik pisang Agung Haji Prayit tidak menggunakan bahan pengawet, pewarna buatan, dan pemanis buatan. Tahapan pengolahan keripik pisang Agung dimulai dengan pemilihan pisang Agung yang mangkal kurang lebih 10kg. langkah selanjutnya adalah kupas kulit pisang, iris tipis-tipis memanjang atau bulat (ketebalan 2-3mm). Kemudian cuci dengan air bersih lalu di tiriskan atau di keringkan. Apabila menginginkan keripik yang asin, tinggal diberi larutan perendam (air 1 liter dicampur dengan garam 10 gram), setelah itu direndam selama kurang lebih 8 menitan, baru digoreng dalam minyak yang sudah panas. Setelah Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 6
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
pisang berwarna kuning, angkat pisang dari penggorengan lalu ditiriskan. Untuk pisang rasa manis ditambahkan gula sekitar 350 gram. Dari 10kg pisang Agung yang diolah, akan diperoleh sekitar 3kg keripik pisang. Produksi keripik pisang perbulan antara 30-90kg dengan harga jual empat puluh ribu rupiah per kilogramnya. Produk keripik ini bisa bertahan antara satu sampai dua bulan meskipun tanpa bahan pengawet. 4. Pemasaran Berbeda dengan petani pisang lainnya yang menjual hasil buminya ke pasar atau ke tengkulak. Haji Prayit secara terang-terangan menolak untuk menjual hasil panennya ke siapapun. Beliau lebih memilih untuk mengolahnya secara mandiri untuk meningkatkan nilai jual. Menurutnya pantang menjual hasil panen di pasar, karena akan membuat harga jual anjlok dan seakan-akan hasil bumi berupa pisang Agung yang menjadi komoditas utama pertanian di Senduro tidak ada harganya. Haji Prayit sadar betul akan permainan harga di pasar yang bisa mengombang ambingkan petani seperti dirinya. Seringkali beliau ditawari harga tinggi untuk hasil kebunnya, namun tetap tidak diberikan oleh Haji Prayit. Untuk industri kecil keripik pisang Haji Prayit memberlakukan hal yang sama untuk segi pemasaran, yaitu tidak menjual langsung ke pasar senduro. Haji Prayit menggunakan strategi dari mulut kemulut atau menjual ke toko-toko yang tidak menghancurkan produksi dari industri kecilnya, dalam hal ini beliau mempercayakan kepada Intisari sebagai pusat jajanan dan oleh-oleh khas Senduro. Haji Prayit mengandalkan kualitas makanan yang bermutu tinggi, sehingga terkadang terdapat pesanan yang tidak mampu dipenuhi karena keterbatasan sumber daya pisang Agung. Haji Prayit secara terang-terangan juga menolak untuk membeli pisang dari luar, semua produksi berasal dari kebun sendiri, diolah sendiri dan dipasarkan secara mandiri. Merk yang digunakan adalah “BAROKAH”, pemberian merk adalah supaya produknya dikenal oleh masyarakat luas.
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 7
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
Gbr 01. Keripik Pisang “Barokah” Pendapatan atau laba tertinggi dari penjualan biasanya terjadi saat hari raya umat beragama, namun permintaan yang besar seringkali tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh Haji Prayit karena bahan yang diambil hanya dari lahan pertaniannya sendiri yang hasil panennya sangat terbatas. 5. Kesimpulan & Saran Setiap daerah memiliki tokoh-tokoh yang begitu menonjol dan memiliki karakter, Begitu juga dengan petani di Desa Kandang Tepus, Lumajang. Haji Prayit merupakan wujud perlawanan petani tradisional terhadap kapitalis yang berusaha membumihanguskan mata pencahariannya sebagai petani. Beliau masih memegang pakem-pakem keluhuran yang telah berlangsung secara turun-temurun. Kehidupan yang sederhana dan apa adanya khas masyarakat jawa. Pengolahan dilakukan untuk memperpanjang masa hidup dan masa tunggu sebelum penjualan pisang, disamping meningkatkan nilai jual. Sebelum diolah menjadi kripik, pisang yang tua akan mengalami pembusukan setelah melalui beberapa hari setelah panen. Dengan pengolahan menjadi keripik bisa memperpanjang masa tunggu atau umur antara satu sampai dua bulan tanpa mengalami pembusukan. Dari segi Produksi, pemilihan bahan yang dipilih khusus dari hasil kebun sendiri adalah bertujuan untuk menjaga kualitas dan citarasa yang khas. Penggunaan bahan-bahan alami, pengerjaan lahan secara mandiri tanpa melibatkan pekerja menjaga kualitas produksi keripik pisang agung Haji Prayit. Inilah
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 8
http://madib.blog.unair.ac.id/anthropology-of-industry/pasar-adalah-kuburan-dan-barangdagangan-adalah-mayatnya/ PKL Antropologi Ekonomi dan Industri
yang kemudian membuat Haji Prayit menjadi “be different”, berbeda dengan pengusaha lain yang hanya mengejar kuantitas dan keuntungan semata. Pasar menurut pandangan Haji Prayit adalah sebuah “kuburan”, seseorang datang dengan membawa barang yang akan dijual dan harus laku saat itu juga, dagangan bagaikan “mayat” yang pantang dibawa pulang ke rumah. Berapapun harga di pasar, bagaimanapun kualitasnya akan kalah saat tawar-menawar dengan para pembeli. Ini adalah sebuah pandangan antipasar yang melekat erat dan mungkin sulit untuk dihilangkan, pandangan ini sebagai akibat dari kekecewaan atas sikap pasar yang seringkali mengobral komoditas yang berkualitas. Maka tidak jarang kita mendengar kata “mas, mukamu pasaran” yang artinya bisa dikatakan sebagai muka yang murahan. Padahal petani dan produsen ingin dihargai lebih dari itu, jangan sekali-kali meremehkan petani dan pengrajin pisang Agung, mungkin itu juga pesan yang tersirat dari kata-kata Haji Prayit. Langkah-langkah dan pemikiran Haji Prayit sebagai pengusaha kecil wajib kita beri apresiasi, secara langsung saya membeli produk keripik pisang Agung yang telah terkemas secara rapi untuk menghargai usaha dan kerja keras beliau. Sebaiknya pemerintah daerah juga wajib mengapresiasi agar kelak kita tetap memiliki petani dan pengusaha yang berkarakter dan tetap menjaga kualitas sampai akhir hayat. Semoga di negeri ini bermunculan Haji Prayit- Haji Prayit yang lain.
6. Daftar Pustaka Hudayana, B, Semedi, P, Sairin, S, 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Antropologi FISIP UNAIR
Page 9