1
PEMBUATAN KOMPOS DARI KULIT PISANG DAN PUPUK KANDANG
Oleh JUMARTON NIM.100500109
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA 2013
2
PEMBUATAN KOMPOS DARI KULIT PISANG DAN PUPUK KANDANG
Oleh
JUMARTON NIM. 100500109
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
3
HALAMAN PENGESAHAN Judul Karya Ilmiah
:
Pembuatan Kompos dari Kulit Pisang dan Pupuk Kandang
Nama
:
Jumarton
NIM
:
100500109
Program Studi
:
Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
:
Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Penguji I,
Ir. Budi Winarni, MSj
Ir. Syarifuddin,MP
NIP. 196109141990012001
Penguji II,
NIP. 196507062001121001
Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Ir. Syarifuddin, MP NIP. 196507062001121001
Lulus ujian pada tanggal : 27 Agustus 2013
Rusmini SP,MP NIP. 198111302008122002
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP. 196308051989031 005
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini yang berjudul “Pembuatan Kompos dari Kulit Pisang dan Pupuk Kandang” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Ir. Budi Winarni, MSi selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberi saran kepada penulis mulai dari persiapan penelitian sampai penyelesaian Karya Ilmiah ini.
2.
Bapak Ir. Syarifuddin, MP selaku Dosen Penguji l dan Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
3.
Ibu Rusmini, SP, MP selaku Dosen Penguji ll.
4.
Bapak Ir. Hasanuddin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian.
5.
Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
6.
Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah banyak membantu selama perkuliahan.
7.
Kepada seluruh keluarga yang telah memberi bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil di dalam penyelesaian Karya llmiah ini.
8.
Teman-teman angkatan 2009, 2010, dan 2011 baik dari Program Studi Budidaya
Tanaman
Perkebunan,
Manajemen
Hutan,
dan
Manajemen
Lingkungan atas bantuan dan kerjasamanya dalam menyelesaikan Karya llmiah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih banyak terdapat kekurangan, namun demikian semoga Karya llmiah ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Penulis Kampus Sei Keledang,
Agustus 2013
5
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ................................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
x
I.
PENDAHULUAN .............................................................................
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... A. Kompos ..................................................................................... B. Tanaman Pisang ....................................................................... C. Pupuk Kandang ........................................................................
3 3 18 21
III.
METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. B. Bahan dan Alat ......................................................................... C. Prosedur Penelitian .................................................................. D. Pengolahan Data ......................................................................
25 25 26 27
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ........................................................................................... B. Pembahasan .............................................................................
28 30
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran .........................................................................................
33 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
34
LAMPIRAN ...............................................................................................
35
IV.
V.
6
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Sumber Bahan Organik yang Umum Dimanfaatkan ………
5
2. Kandungan Unsur Kimia Kulit Pisang dalam 100 g………….
20
3. Kandunganan Hara dan Air Beberapa Jenis Pupuk Kandang
23
4. Perubahan Warna dan Bau pada Pengomposan ..................
29
5... Hasil Analisa Kimia Kompos
30
….....................................
7
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Standar Mutu Pupuk Organik .....................................................
36
2.
Dokumentasi Kegiatan Pengomposan ......................................
37
Gambar 1. Gambar 2.
Kulit Pisang ............................................................ Pemotongan Kulit Pisang .....................................
37 37
Gambar 3.
Hasil Pemotongan Kulit Pisang ............................
38
Gambar 4.
Pencampuran Kulit Pisang dengan Pupuk Kandang……… .....................................................
38
Pencampuran Kulit Pisang dan Pupuk Kandang dengan Air ............................................................
39
Kompos Matang ...................................................
39
Gambar 5.
Gambar 6.
8
ABSTRAK
JUMARTON. Pembuatan Kompos dari Kulit Pisang dan Pupuk Kandang. (Di bawah bimbingan BUDI WINARNI) Penelitian ini dilatarbelakangi usaha untuk memanfaatkan kulit
pisang,
karena kulit pisang sering dijumpai dimana-mana, dibuang begitu saja menjadi barang tidak berguna Penelitian ini bertujuan
untuk mengukur waktu
pengomposan dan
menganalisa kadar unsur hara kompos serta membandingkan dengan standar mutu pupuk organik.
Pembuatan kompos dengan cara memotong kulit pisang lalu
mencampurnya dengan pupuk kandang.
Pengamatan terhadap warna dan bau
dilakukan setiap hari, serta menguji kandungan unsur hara di laboratorium. Bedasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos matang dihasilkan dalam waktu 13 hari. Kandungan unsur hara N, P, K, Fe, Mn, Cu, Zn telah sesuai dengan standar, tetapi pH kompos > 8. Kata-kata kunci : kulit pisang, kompos, unsur hara
9
RIWAYAT HIDUP
JUMARTON, lahir pada tanggal 6 Mei 1989 di Samarinda, anak ke enam dari delapan bersaudara
dari pasangan Ibu
Wa
banta dan Bapak La muka. Pendidikan dimulai di Sekolah Dasar (SD) Negeri 017 Samarinda lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP)
Negeri
7 Samarinda
dan
lulus
pada
Tahun 2007.
Pada
2007
melanjutkan ke Sekolah Pertanian Menegah Atas (SPMA) Negeri Samarinda dan lulus
pada tahun 2010.
Pendidikan
Tinggi
dimulai
pada
tahun
2010
di
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada Tanggal 9 Maret sampai 9 Mei 2013 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Waru Kaltim Plantation (WKP) Desa Waru, Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimatan Timur.
10
l. PENDAHULUAN
Di Kalimatan Timur khususnya di daerah Samarinda, banyak terdapat buah pisang yang dijadikan bahan pangan dan hanya isinya saja yang dimanfaatkan untuk makanan, sehingga kulitnya dibuang dan menjadi sampah. Kulit pisang yang dibuang sembarangan dapat juga membuat orang terjatuh. Limbah sampah terutama kulit pisang merupakan
bahan
yang
bisa
mencemari lingkungan yang bisa menimbulkan masalah baru. Daripada kulit pisang dibuang begitu saja maka diperlukan usaha untuk mengelolanya menjadi kompos yang bisa berguna bagi masyarakat Menurut Anonim (2010), kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan akibat adanya interaksi mikroorganisme yang bekerja
di dalamnya.
Bahan–bahan organik yang dapat
dipakai
berupa
dedaunan, rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang gugur, air kencing hewan, kotoran hewan, dan sampah dapur. Menurut
Sofian (2006),
mengelola
sampah
menjadi
kompos
(pupuk organik) dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai yang sederhana hingga yang kompos
memerlukan
dapat
dilakukan
mesin (skala dengan
industri atau
metode
aerob
komersial). dan
Membuat
anaerob. Pada
pengomposan secara aerob, proses dekomposisi bahan baku menjadi kompos akan berlangsung optimal jika ada oksigen. Sementara itu, pada pengomposan anaerob, proses dekomposisi bahan baku menjadi kompos tidak memerlukan oksigen. Pengomposan secara anaerob akan lebih efektif jika diterapkan
11
dalam skala besar, seperti untuk mengelola tandan kosong kelapa sawit. Proses
pengomposan
anaerob
lebih
efisien
karena
tidak
perlu
proses
pembalikan seperti yang dilakukan pada pengomposan secara aerob. Pengomposan pada penelitian selain menggunakan kulit
pisang
juga
menggunakan pupuk kadang ayam. Manfaat dari pupuk kandang diharapkan dapat menambah unsur hara pada pengomposan dan mempercepat pembusukan kulit pisang. Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengukur waktu
pengomposan dan
menganalisa kadar unsur hara kompos serta membandingkannya dengan standar mutu pupuk organik Hasil yang diharapkan dalam penelitian adalah
memberikan
informasi
kepada masyarakat bahwa kulit pisang yang merupakan bahan yang dibuang dan belum termanfaatkan ini dapat dijadikan kompos dengan cara yang mudah.
12
ll. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos 1. Pengertian kompos Menurut Djaja (2008), pada dasarnya pengomposan bukan hal baru dalam dunia pertanian. Dahulu proses pengomposan memerlukan waktu yang lama. Namun, setelah ditemukan teknik kemudahannya, kini proses pengomposan berjalan lebih cepat. Bahkan, proses pengomposan saat ini lebih terpadu, yang menggunakan material terpilih, alat mekanisasi, dan metode khusus untuk menyusun tumpukan komposisi. Pengomposan sering didefinisikan sebagai suatu proses biologis yang memanfaatkan mikroorganisme untuk mengubah material organik seperti kotoran ternak, sampah, daun, kertas, dan sisa makan menjadi kompos. Selain itu, pengomposan juga bisa diartikan dengan proses penguraian senyawa yang terkandung dalam sisa bahan organik dengan suatu perlakuan khusus. Tujuannya agar lebih mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Parnata (2004) kompos dan humus merupakan pupuk organik hasil pelapukan jaringan atau bahan–bahan tanaman dan limbah organik. Penampilan atau sifat fisik kompos dan humus tidak berbeda. Perbedaan hanya terletak proses pembentukannya. Kompos
terbentuk
dengan adanya campur tangan manusia, sedangkan humus terbentuk secara alami.
13
Dalam era industri sekarang ini masalah menyita
perhatian
karena
sangat
berdampak
limbah industri sering
negatif
pada
masalah
lingkungan. Untuk itu, usaha pemrosesan atau daur ulang limbah organik merupakan cara tepat untuk menjaga kelestarian lingkungan. Hasilnya dapat dimanfaatkan untuk menjaga dan mengembalikan kesuburan tanah. Kompos diperoleh dari hasil limbah organik yang terjadi karena perlakuan manusia. Menurut
Murbandono (2007),
salah satu jenis pupuk organik
adalah kompos. Karena kehadiran pupuk organik sangat diharapkan, berarti kehadiran kompospun demikian. Kompos bukan hal baru karena nenek moyang kita sudah lama mengenalnya. Sejak berabad–abad silam, para leluhur sudah melakukan hal yang kurang lebih sama dengan praktik pengomposan modern. Menurut Murbandono (2007), kompos adalah bahan–bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi
antara
mikroorganisme
(bakteri
pembusuk) yang bekerja di
dalamnya. Bahan–bahan organik tersebut seperti dedaunan, rerumputan, jerami, sisa–sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, dan lain-lain. Adapun kelangsungan
hidup
mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan
lingkungan yang basah dan lembab. Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah. Namun, proses tersebut berlangsung lama sekali. Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sangat mendesak.
Oleh karenanya,
14
proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang
baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar
sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik. Dalam
pemupukan,
kompos
menjadi
penting
karena
kompos
merupakan pupuk organik yang bahan bakunya masih tersedia dalam jumlah banyak Menurut Indriani (2012), kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pupuk organik karena penyusunannya terdiri dari bahan organik. Tabel 1. Sumber Bahan Organik yang Umum Dimanfaatakan Asal Bahan 1. Pertanian - Limbah dan residu Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tanaman tongkol jagung, semua bagian vegetatif tanaman, batang pisang, sabut kelapa. - Limbah dan residu Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak ternak, dan cairan biogas. - Pupuk hijau Glirisida, terrano, mukuna, turi, lamtoro, sentrosema, albisia - Tanaman air Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air. - Penambahan Mikroorganisme, mikoriza, rhizobium, biogas. nitrogen 2. Industri - Limbah padat - Limbah cair 3. Limbah rumah tangga - Sampah Sumber : Indriani (2012)
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan dan pemotongan hewan. Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak sawit. Tinja, urin, sampah rumah tangga, sampah kota
15
Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: a. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan. b. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai. c. Menambah daya ikat air pada tanah. d. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah. e. Memperbaiki daya ikat tanah terhadap zat hara. f. Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini tergantung dari bahan pembuat pupuk organik). g. Membantu proses pelapukan bahan mineral. h. Memberi ketersediaan bahan makan bagi mikrobia. i. Menurunkan aktivitas miroorganisme yang merugikan. Ada beberapa macam pupuk dari bahan organik yang dikenal yaitu pupuk kandang, humus, pupuk hijau dan pupuk guano. Pupuk hijau dan pupuk guano tidak mengalami proses penguraian atau pengomposan. Sedangkan pupuk kandang dan humus mengalami proses penguraian. Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi/penguraian/pengomposan sehingga berubah
bentuk dan tidak
dikenal lagi bentuk aslinya, berwarna kehitam -hitaman dan tidak berbau. Bahan organik ini berasal dari tanaman maupun hewan.
Namun khusus pupuk
kandang yang dibuat dari kotoran hewan biasa disebut pupuk kandang. Adapun humus adalah hasil proses humifikasi atau perubahan-perubahan lebih lanjut dari kompos. Proses humifikasi ini dapat berlangsung hingga ratusan tahun.
16
Menurut Sutanto (2002) karakteristik kompos yang telah selesai mengalami proses dekomposisi adalah sebagai berikut : a. Berwarna coklat tua sampai kehitam -hitaman. b. Tidak larut air, meskipun ada sebagian terlarut menjadi suspensi koloid. c. Terlarut dalam larutan alkali, Na-pirofostat dan ammonium oksalat menghasilkan ekstrak berwarna kelam yang dapat difraksionisasi lebih lanjut menjadi asam humat, fulfat dan humin. d. Mempunyai nisbah C/N berkisar antara 10-20, tetapi nilai ini sangat dipengaruhi komposisi bahan dasar dan aerasi humifikasi. e.
Bukan merupakan bahan yang stabil ditinjau dari gatra biokimia, tetapi perubahan komposisi dapat terjadi melalui aktivitas mikroorganisme sepanjang kondisi lingkungan menguntungkan, seperti kelengasan dan suhu, sampai bahan tersebut teroksidasi menjadi garam anorganik, CO 2 dan H2O. Banyak bakteri fungi spesifik yang aktif mendekomposisi asam humat dan fulfat dijumpai proses biodegradasi senyawa humik.
f.
Menunjukkan kemampuan yang tinggi dalam pertukaran ion, retensi lengas.
g.
Apabila kompos dimanfaatkan sebagai pupuk maka akan menguntungkan dalam meningkatkan kesuburan tanaman.
Nilai pupuk bahan kompos
dapat diukur berdasarkan kandungan N, P, K Ca, dan Mg. Disamping itu kompos juga mengandung unsur hara mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman.
17
2. Prinsip pengomposan. Bahan organik tidak dapat langsung digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah. Nilai C/N
merupakan hasil perbandingan
karbohidrat dengan nitrogen. Nilai C/N tanah sekitar 10-12. Apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah maka bahan tersebut bisa digunakan atau diserap tanaman. Namun umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi 5070, daun-daunan >50 (tergantung
jenisnya), kayu yang telah tua dapat
mencapai 400 (Indriani, 2012). Prinsip pengomposan adalah menurukan C/N rasio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Dengan semakin tingginya C/N bahan maka proses pengomposan akan semakin lama karena C/N harus turun. Waktu yang diperlukan menurunkan C/N tersebut bermacam-macam dari 3 bulan hingga tahunan. Hal ini terlihat dari proses pembuatan humus di alam dari bahan organik untuk menjadi humus diperlukan waktu bertahun-tahun (humus merupakan hasil proses lebih lanjut dari pengomposan). Pengomposan
atau
dekomposisi
merupakan
penguraian
dan
pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik (temperatur yang tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan. Temperatur termofilik terjadi karena kelembaban dan suasana aerasi yang tertentu.
Setelah temperatur tercapai, mikroorganisme dapat aktif
18
menguraikan bahan organik. Pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik yang terjadi dalam keadaan ada O2, sedangkan pengomposan anaerobik tanpa O 2. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan Menurut Djuarnani dkk (2005), dan Indriani (2012) faktor yang mempengaruhi pengomposan adalah ukuran bahan, rasio C/N, kelembaban, temperatur pengomposan, derajat keasaman, mikroorganisme. a. Ukuran bahan Proses pengomposan akan lebih cepat jika bahan mentahnya memiliki ukuran yang lebih kecil. Karena bahan yang berukuran besar perlu dipecah atau digiling terlebih dahulu sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Bahan yang
berukuran
kecil
akan
lebih
cepat
didekomposisi
karena
luas
permukaannya meningkat dan mempermudah aktifitas mikroorganisme perombak. Namun, ukuran bahan tersebut jangan terlalu kecil. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang dan timbunan menjadi lebih mampat sehingga pasokan oksigen semakin berkurang untuk masuk. b. Rasio C/N Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal
ini
disebabkan
proses
pengomposan
tergantung
dari
kegiatan
mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentukan sel, dan nitrogen untuk membentuk sel.
19
Besarnya nilai rasio C/N (karbon nitrogen) tergantung dari jenis sampah. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20-40, tapi rasio yang baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan nitrogen (N) yang tidak dipakai oleh mikroorganisme
tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi
sebagai ammonia atau terdenitrifikasi. c. Kelembaban dan aerasi Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan melakukan aktivitas metabolisme di luar sel tubuhnya. Sementara itu, reaksi biokimia yang terjadi dalam selaput air
tersebut
membutuhkan oksigen dan air.
Karena itu, dekomposisi bahan organik sangat tergantung dari kelembaban lingkungan dan oksigen yang diperoleh dari rongga udara yang terdapat di antara partikel bahan yang dikomposkan. Dekomposisi secara aerobik dapat terjadi pada kelembaban
30-
100% dengan pengadukan yang cukup. Secara umum, kelembaban yang baik untuk berlangsungnya proses dekomposisi secara aerobik adalah 50-60% dengan tingkat terbaik 50%. Namun, sebenarnya kelembaban yang baik pada pengomposan tergantung dari jenis bahan organik yang digunakan atau jenis bahan organik yang banyak digunakan dalam campuran bahan kompos.
20
d. Temperatur pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika bahan berada dalam temperatur yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme perombak. Temperatur optimum yang dibutuhkan mikroorganisme untuk merombak bahan adalah 35-55 ºC. Namun, setiap kelompok mikroorganisme memiliki termperatur
optimum
yang
berbeda
sehingga
temperatur
optimum
pengomposan merupakan integrasi dari berbagai jenis mikroorganisme yang terlibat. Pada pengomposan secara aerobik akan terjadi kenaikan temperatur yang cukup cepat selama 3-5 hari pertama dan temperatur kompos dapat mencapai 55-70ºC. Kisaran temperatur tersebut merupakan yang terbaik bagi
pertumbuhan
mikroorganisme.
Pada
kisaran
temperatur
ini,
mikroorganisme dapat tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan temperatur yang kurang dari 55 ºC.
Selain itu, pada temperatur tersebut enzim yang
dihasilkan juga paling efektif mengurai bahan organik. Penurunan rasio C/N juga dapat berjalan dengan sempurna. e. Derajat keasaman (pH) pengomposan Kisaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0. Derajat keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0-7,0).
Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan
mengalami penurunan karena sejumlah miroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis lain akan mengonversi asam organik
21
yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Seperti faktor lainnya, derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung. Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau terlalu basa, kosumsi oksigen akan naik dan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi akan menyebabkan unsur nitrogen dan bahan kompos akan berubah menjadi amonia (NH3). Sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. f . Mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan Mikroorganisme
merupakan
faktor
terpenting
dalam
proses
pengomposan karena mikroorganisme ini yang merombak bahan organik menjadi kompos. Beberapa ratus spesies mikroorganisme, terutama bakteri, jamur. dan actinomycetes berperan dalam proses
dekomposisi bahan
organik. Sebagian besar dari mikroorganisme yang melakukan dekomposi berasal dari bahan organik yang digunakan dan sebagian lagi berasal dari tanah.
22
4. Unsur hara kompos Menurut Parnata (2004) di dalam kompos terdapat unsur hara makro dan mikro yang berguna bagi tanaman. a. Unsur hara makro 1) Karbon (C) Karbon berfungsi untuk membentuk karbohidrat, lemak, dan protein yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, juga berfungsi untuk membentuk selulosa yang merupakan dinding sel dan memperkuat bagian tanaman. 2) Hidrogen (H) Hidrogen berguna dalam proses pembentukan gula (glukosa) menjadi dan karbohidrat dan sebaliknya, serta proses pembentukan lemak dan protein. Proses untuk menghasilkan glukosa dikenal dengan proses asimilasi karbondioksida atau fotosintesis. 3) Nitrogen (N) Tumbuhan memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan,terutama pada fase vegetatif yaitu pertumbuhan cabang, daun, dan batang.
Nitrogen
juga bermanfaat dalam proses pembentukan hijau daun dan klorofil. Klorofil sangat berguna untuk membantu proses protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil. Daunnya akan menguning lalu mengering.
23
4) Fosfor (P) Bagi tanaman, fosfor berguna untuk membentuk akar, sebagai bahan dasar protein, mempercepat pembuahan, memperkuat batang tanaman, dan meningkatkan hasil biji-bijian dan umbi-umbian. Selain itu fosfor juga berfungsi untuk membantu proses asimilasi dan respirasi. Kekurangan fosfor menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar tidak baik, dan pertumbuhan cabang atau ranting meruncing. Selain itu, kekurangan fosfor bisa menyebabkan pemasakan buah terlambat, daun yang sudah tua tampak menguning sebelum waktunya, hasil buah atau biji kurang. Kekurangan fosfor yang parah menyebabkan tanaman tidak berbuah. 5) Kalsium (Ca) Kalsium berfungsi sebagai pengatur pengisapan air dari dalam tanah. Kalsium juga berguna untuk menghilangkan (penawar)
racun dalam
tanaman. Selain itu, kalsium berguna untuk mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang. Kalsium bisa digunakan untuk menetralkan kondisi senyawa dan kondisi tanah yang merugikan. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan petumbuhan pucuk ranting terhambat dan batang tanaman tidak kokoh, jika kekurangan parah, ujung akar dan akar rambut akan mati. 6) Sulfur (S) Sulfur atau belerang sangat membantu tanaman dalam membentuk bintil akar. Pertumbuhan lainnya yang didukung sulfur adalah pertumbuhan tunas dan pembentukan hijau daun (klorofil).
Sulfur merupakan unsur
24
penting dalam pembentukan berbagai jenis
asam amino.
Kekurangan
belerang menyebabkan daun muda berubah warna menjadi hijau muda, mengkilat, agak keputihan.
Selanjutnya akan berubah menjadi kuning
hijau. Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Tanaman akan tampak kerdil, kurus, dan batangnya pendek. 7) Oksigen (O 2) Oksigen dibutuhkan tanaman untuk membentuk
bahan organik
tanaman. Seluruh tanaman baik, akar, batang, daun, bunga, dan buah memerlukan oksigen. Oksigen dibutuhkan dalam sel tanaman untuk mengubah karbohidrat menjadi energi dan proses ini disebut dengan oksidasi. 8) Magnesium (Mg) Magnesium berfungsi membantu proses pembentukan zat hijau daun atau klorofil.
Selain itu, berfungsi membentuk karbohidrat, lemak, dan
minyak. Magnesium juga berfungsi untuk membantu proses transportasi fosfat
dalam tanaman.
Kekurangan magnesium dapat menyebabkan
pucuk dan bagian jari-jari daun tidak tampak berwarna. Kondisi ini akan tampak pertama kali di bagian daun, kemudian meningkat ke bagian atas. Daun akan berbentuk tipis tidak seperti biasanya dan daun tampak mengering dan melengkung ke atas. 9) Kalium (K) Kalium berfungsi untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat.
Selain itu, kalium berfungsi untuk memperkuat jaringan
25
tanaman dan berperan dalam pembentukan antibodi tanaman yang bisa melawan penyakit dan kekeringan. Jika kekurang kalium, tanaman tidak tahan terhadap penyakit, kekeringan, dan udara dingin. b.
Unsur hara mikro 1) Klor (CI) Klor bermanfaat untuk membantu meningkatkan atau memperbaiki kualitas dan kuantitas produksi tanaman khususnya untuk tanaman tembakau,
kentang,
kapas,
kol,
sawit,
dan
tanaman
sayuran.
Kekurangan klor akan menyebabkan produkvitas tanaman rendah. Selain itu, proses pemasakan buah menjadi terhambat dan daun keriput. 2) Mangan (Mn) Mangan bermanfaat dalam proses asimilasi dan berfungsi sebagai komponen
utama
dalam
pembentukan
enzim
dalam
tanaman.
Kekurangan mangan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil terutama pada tanaman hortikultura sayuran. 3) Tembaga ( Cu) Tembaga bermanfaat bagi tanaman dalam proses pembentukan klorofil dan sebagai komponen utama dalam pembentukan enzim tanaman. Kekurangan tembaga menyebabkan ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu. Bahkan, pada defisit tembaga yang parah akan menyebabkan klorosis (warna daun menjadi pucat akibat kerusakan klorofil).
26
4) Boron (Bo) Boron merupakan zat yang banyak manfaatnya. Boron membawa karbohidrat ke seluruh jaringan tanaman. Boron bermanfaat dalam proses mempercepat penyerapan kalium.
Selain itu, berfungsi juga
dalam meningkatkan kualitas produksi sayuran dan buah-buahan. Kekurangan boron menyebabkan daun klorosis yang dimulai di bagian bawah, daun juga menjadi kerdil, kuncup mati, dan berwarna, hitam. Selain itu, kekurangan boron dapat menimbulkan penyakit fisiologis. 5) Molibdenum (Mo) Molibdenum berfungsi untuk mengikat nitrogen bebas dari udara. Selain itu, berfungsi sebagai komponen pembentukan enzim pada bakteri akar
tanaman
leguminose.
Gejala
kekurangan
molibdenum
akan
menyebabkan perubahan warna daun, kemudian daun mengerut dan mengering. 6) Seng (Zn) Seng mempunyai fungsi dalam pembentukan hormon tanaman yang berguna untuk pertumbuhan. Kekurangan seng menyebabkan daun berwarna kuning atau kemerahan, daun berlubang, bahkan bisa mati.
27
B. Tanaman Pisang 1. Sejarah pisang Menurut
Anonim (2009), Indonesia
dan
Semenanjung Malaya
merupakan tanah kelahiran pisang pada 4.000 tahun yang lalu. Tidak heran, jika
pisang
menjadi
bagian
terpenting
dalam
pangan,
budaya,
dan
kesehatan masyarakat Melayu. Dalam legenda hindu, pisang disebut buah surga, sehingga Carolus Linnaeus, bapak ilmu taksonomi, memberi nama latin pisang ini Musa paradisiaca. Manfaat pisang untuk kesehatan manusia sudah dikenal sejak lama, bahkan di India diberi julukan kalpatharu yang berati tumbuhan dengan manfaat yang tak terhingga. Pada masyarakat Asia Tengara, pisang telah lama
dimanfaatkan masyarakat daerah itu, dengan
menggunakan pelepah pisang sebagai sayuran. Tanaman pisang mudah sekali menghasilkan buah. mudah
berbuah,
kita
tidak
banyak
memperhatikan
Justru karena
pemeliharaannya.
Akibatnaya, kualitas buahnya menurun dan mudah terserang hama dan penyakit. Hampir seluruh pelosok daerah Indonesia ditanami
pisang. Potensi
hasil pisang sangat tinggi. Oleh karena itu, tanaman pisang merupakan salah satu sumber devisa bagi negara yang tidak boleh diabaikan. Dalam sejarah dinyatakan bahwa negara asal tanaman pisang adalah Asia Tenggara. Nama latin tanaman pisang
adalah Musa paradisiaca.
Nama Musa diambil dari seorang dokter bernama Antonius Musa (63 sampai 14 Masehi). Pada zaman tersebut rupanya dokter
A. Musa itu banyak
menganjurkan kaisarnya untuk memakan pisang demi kesehatan beliau.
28
Sebenarnya menanam pisang tidak memerlukan pengetahuan yang mendalam,
hanya
menggali
lubang
dan
menanam
bibit
pisang dan
menimbun kembali, menyiram jika diperlukan dan selesai sudah penanaman bibit pisang . Bibit pisang dengan sendirinya akan dapat mulai membentuk akar, daun yang baru akan tumbuh, hingga berbuah. Pada penelitian ini digunakan kulit pisang kepok. Pisang kepok termaksud pisang berkulit tebal, per tandan terdiri dari 10-16 sisir dengan berat per tandan 14-22 kg. Setiap sisir berisi 20 buah (Anonim, 2009). 2. Kandungan kimia kulit pisang. Kulit pisang mengandung air dalam jumlah yang mencapai 68,90 % Unsur kedua yang terkandung cukup besar dalam kulit pisang yaitu karbohidrat sebesar 18,50 %. Sisanya terdiri dari protein, besi dan unsur lainya. Komposisi lengkap unsur-unsur kimia dalam 100 g kulit pisang terdapat pada Tabel 2 (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Surabaya, 1982 dalam Anonim, 2013). Tabel 2. Kandungan Unsur Kimia Kulit Pisang Zat Gizi Air (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg)
Kadar 68,90 18,50 2,11 0,32 715 117 1,60 0,12 17,50
Sumber : Balai Penelitian dan Pengembangan Industri Surabaya (1982) dalam Anonim (2013)
29
3. Manfaat buah pisang Tanaman pisang memang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia, mulai dari bonggol sampai daun (Anonim, 2013). a. Bunga pisang Bunga pisang disebut juga jantung pisang karena bentuknya seperti jantung. Biasanya dimanfaatkan untuk sayuran, karena kandungan protein, vitamin, lemak, dan karbohidratnya tinggi. b. Daun Oleh masyarakat pedesaan Jawa, daun pisang banyak dimanfaatkan untuk membungkus. Daun-daun yang tua yang sudah robek bisa digunakan untuk makanan kambing, kerbau, dan sapi. c. Batang Batang pisang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Misalnya untuk alas memandikan mayat dan untuk membungkus bibit. d. Buah Buah pisang banyak kegunaannya seperti sanggar pisang, tepung, kolak pisang, sari buah pisang, dan lain-lain. e. Kulit pisang Kulit buah pisang digunakan sebagai bahan makanan ternak.
30
C. Pupuk Kandang. 1. Jenis-jenis pupuk kadang Umumnya, jenis pupuk kandang yang ada di pasaran terdiri dari pupuk kotoran sapi, kotoran ayam, kotoran kambing. Sedangkan kotoran ayam yang mengandung N tinggi dan sedikit kering. Kualitas pupuk kandang lebih banyak ditentukan
oleh
pakan
yang diberikan dan alas lantai kandang yang
digunakan. Misalnya kualitas kotoran ayam petelur berbeda dengan dengan kotoran ayam potong dan ayam kampung. Selain itu, jika kotoran ayam kampung banyak tercampur dengan bulu atau gabah al as lantai, kualitasnya akan kurang bagus (Djaja, 2008).
Jenis pupuk kandang yang dipergunakan
dalam penelitian ini pupuk kandang ayam karena pupuk kandang ayam memiliki kandungan unsur hara yang lebih besar dari jenis pupuk kandang ternak lain (Setiawan, 2004). 2. Kandungan unsur hara pupuk kandang. Beberapa jenis pupuk kandang yang dapat diberikan antara lain pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kambing, kerbau, dan kotoran ayam. Tiap jenis pupuk kandang mempunyai kandungan zat hara yang berbeda. Tentang kandungan zat hara dan air dari beberapa jenis pupuk kandang dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam memilih pupuk kandang tidak ada aturan khusus yang penting pupuk kandang sudah matang. Dari Tabel 3 tampak bahwa kotoran ayam memiliki komposisi zat hara yang cukup tinggi. Jika bukan di daerah per
31
ternakan ayam, pupuk kandang pasti mahal harganya karena memerlukan biaya transportasi untuk mendistribusikannya. Pupuk kandang cair kadar zat haranya lebih tinggi. Namun, karena jenis pupuk ini berupa urin dan ternak yang lebih sulit penanganannya maka orang jarang menggunakannya. Dalam praktiknya, pemilihan jenis pupuk kandang lebih banyak ditentukan oleh ketersediaan jenis pupuk tersebut di dekat lokasi pertanian (Setiawan, 2004). Tabel 3. Kandungan Hara dan Air Beberapa Jenis Pupuk Kandang Jenis Ternak Sapi -padat -cair Kerbau -padat -cair Domba -padat -cair Ayam Kambing -Padat -cair
Kadar Zat Hara dan Air Keterangan
Nitrogen
Fosfor
Kalium
Air
0,40 1.00
0,20 0,50
0,10 1,15
85 92
Pupuk dingin
0,60 1,00
0,30 0,15
0,34 1,50
85 92
Pupuk dingin
0,75 1,35 1,00
0,50 0,05 0,80
0,45 2,10 0,40
60 85 55
0,60 1,50
0,30 0,13
0,17 1,80
60 85
Pupuk panas Pupuk dingin Pupuk panas
Sumber : Lingga (1992) dalam Setiawan (2004) 3. Manfaat pupuk kandang Tanaman memerlukan pupuk alami (kandang) dan pupuk buatan. Walupun kadar hara pupuk kandang
tidak sebesar pupuk buatan, tetapi
mempunyai kelebihan dapat memperbaiki tanah.
Menurut Setiawan (2004)
pengaruh pupuk kandang terhadap sifat tanah antara lain:
32
a. Memudahkan penyerapan air hujan. b. Memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikat air. c. Mengurangi erosi. d. Memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi kecambah biji dan akar, e. Merupakan sumber unsur hara tanaman. Pupuk kandang membuat tanah lebih subur, gembur, dan lebih mudah diolah. Kegunaan itu tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan. Kandungan unsur hara dalam kotoran ternak yang penting untuk tanaman antara lain unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan tanaman.
kalium (K).
Ketiga unsur inilah yang banyak
dibutuhkan oleh
33
III. METODE PENELITIAN A. Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
pembuatan kompos dilakukan
di Laboratorium Produksi
Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan untuk pembuatan kompos dan di Laboratorium Tanah Pusat Studi Reboisasi Hutan Lembab (Pusrehut) Universitas Mulawarman untuk pengujian unsur hara kompos.
Waktu yang digunakan
dalam penelitian ini adalah selama 35 hari terhitung tanggal dengan 1 Juli 2013. B.
Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Timbangan manual b. Ember ukuran 10 liter c. Parang d. Karung plastik beras ukuran 25 kg e. Pisau f.
Tali
g.
Alat fotografi
h.
Alat tulis.
28 Mei sampai
34
2. Bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Kulit pisang kepok 5 kg b. Air ½ liter c. Pupuk kandang kotoran ayam 2 kg C. Prosedur Penelitian 1.
Pencampuran bahan a.
Kulit pisang 5 kg, dipotong kecil-kecil ukuran 2-5 cm (Lampiran 1 Gambar 1, 2 dan 3).
b.
Pupuk kandang kotoran ayam 2 kg, dimasukkan dalam ember diaduk hingga tidak ada yang menggumpal.
c.
Kulit
pisang
dimasukkan ke dalam ember yang sudah ada pupuk
kandang kemudian diaduk hingga rata (Lampiran 2 Gambar 4). d.
Ditambahkan air 1 liter ke dalam ember yang
sudah dicampur
kulit
pisang dan pupuk kandang (Lampiran 2 Gambar 5). e.
Campuran
pupuk
kandang
dan
kulit
pisang dipindahkan ke dalam
karung. 2. Pengomposan a.
Setelah semua bahan dicampurkan dan dimasukkan dalam karung kemudian karung diikat dengan tali dan diletakkan di ruangan tertutup sehingga terhindar dari panas dan hujan.
b.
Di bagian bawah karung diberi lubang kecil-kecil diletakkan di atas batu agar air yang ada dalam karung bisa mengalir. Pembalikan dilakukan
35
apabila terlihat bahan kompos bagian atas mulai mengering sedangkan bagian bawah terlihat basah. c. Jika warna kompos sudah menghitam semua dan tidak berbau
maka
hasil pengomposan kulit pisang selesai dan telah menjadi kompos matang (Lampiran 2 Gambar 6). D. Pengambilan dan Pengolahan Data 1.
Pengambilan data Pengambilan data dalam penelitian ini terbagi atas dua kegiatan yaitu: a. Secara fisik dengan mengamati bau dan warna. Perubahan bau dan warna dicatat setiap hari, apabila kompos sudah tidak berbau dan berwarna kehitaman maka kompos dinyatakan matang. b. Secara kimia dengan cara melakukan analisa pH, N kadar total , P, K, Fe, Mn, Cu, Zn.
2.
Pengolahan data Data ditabulasi dan hasil analisa kimia kompos dibandngkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik No. 28/Permentan/OT.140/2/2009 (Lampiran 1).
36
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Lama pengomposan Untuk mendapatkan kompos matang diperlukan waktu selama 13 hari, . Kompos yang matang ditandai dengan perubahan warna dari hari pertama berwarna kuning kecoklatan, kemudian terjadi perubahan warna menjadi kuning kehitaman, dan akhirnya menjadi kehitaman pada hari kelima hingga hari terakhir pengomposan (hari ke tigabelas). Perubahan bau pada pengomposan dimulai dari tercium bau busuk pada hari pertama hingga hari ke duabelas. Pada hari ke tigabelas kompos sudah tidak berbau lagi dan berbau seperti tanah. Data hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 4. 2. Unsur hara kompos Bedasarkan hasil analisa kimia kompos di Laboratorium Tanah, kompos yang dihasilkan memiliki kandungan hampir sama dengan kandungan Standar Mutu Pupuk Organik. Hasil analisia kimia kompos kulit pisang meliputi pH, N total, P, K, Fe, Mn, Cu, Zn, dapat dilihat pada Tabel 5.
37
Tabel 4. Perubahan Warna dan Bau pada Pengomposan No
Warna
Bau
1
Kuning kecoklatan
Bau busuk
2
Kuning kecoklatan
Bau busuk
3
Kuning kehitam an
Bau busuk
4
Kuning kehitam an
Bau busuk
5
Kehitaman
Bau busuk
6
Kehitaman
Bau busuk
7
Kehitaman
Bau busuk
8
Kehitaman
Bau busuk
9
Kehitaman
Bau busuk
10
Kehitaman
Bau busuk
11
Kehitaman
Bau busuk
12
Kehitaman
Bau busuk
13
Kehitaman
Tidak berbau
38
Tabel 5. Hasil Analisa Unsur Hara Kompos No
Parameter
Satuan
Hasil Penelitian
Standar
1
pH
-
8,75
4-8
2
N
%
1,78
<6
3
P
%
0,70
<6
4
K
%
0,66
<6
5
Fe (besi)
ppm
4599,49
0 – 8000
6
Mn (mangan)
ppm
454,19
0 – 5000
7
Cu (tembaga)
ppm
577,85
0 – 5000
8
Zn (seng)
ppm
449,67
0 – 5000
B. Pembahasan 1.
Lama pengomposan Untuk
mendapatkan
kompos
matang
dengan
ciri-ciri
berwarna
kehitaman dan sudah tidak berbau lagi diperlukan waktu 13 hari. Menurut Sutanto (2002) kompos yang telah selesai mengalami proses dekomposisi antara lain mempunyai karakteristik berwarna coklat tua sampai kehitaman. Menurut Djuarnani dkk (2005) kompos yang sudah matang antra lain dicirikan dengan sifat berwarna coklat tua hingga hitam dan remah, tidak berbau. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos tersebut memerlukan waktu 2-3 bulan,
proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu,
tergantung pada bahan dasarnya (Indriani, 2012).
Dari hasil penelitian
39
Winarni dkk (2004) pengomposan sampah perkotaan yang dicampur dengan serbuk gergaji dan pupuk kandang berlangsung selama 8 hari. 2.
Unsur hara kompos Dari hasil analisa laboratorium unsur hara kompos dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik No. 28/Permentan/OT.140/2/2009. a.
Nilai pH yang terdapat pada kompos 8,75 sedangkan standar pengomposan 4-8.
Derajat keasaman perlu dikontrol selama proses
pengomposan berlangsung.
Jika derajat keasaman terlalu tinggi atau
terlalu basa konsumsi oksigen akan semakin naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan. Derajat keasaman yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia (NH 3) sebaliknya dalam keadaan asam (derajat keasaman rendah) akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Derajat
keasaman
yang
terlalu
tinggi
dapat
diturunkan
dengan
menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen (Indriani, 2012). b.
Unsur N yang terdapat pada kompos
1,75% sedangkan standar
pengomposan kurang dari 6%. c.
Unsur P yang terdapat pada kompos 0,70% sedangkan standar pengomposan kurang dari 6%.
d.
Unsur K yang terdapat pada kompos 0,66% sedangkan standar pengomposan kurang dari 6%.
e. Unsur Fe yang terdapat pada kompos 4599,49 ppm sedangkan standar pengomposan 0-8000 ppm.
40
f.
Unsur Mn yang terdapat pada kompos 454,19 ppm sedangkan standar pengomposan 0-5000 ppm.
g.
Unsur Cu yang terdapat pada kompos 577,85 ppm sedangkan standar pengomposan 0-5000 ppm.
h.
Unsur Zn yang terdapat pada kompos 499,67 ppm sedangkan standar pengomposan 0-5000 ppm
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari
hasil
penelitian
pengomposan kulit pisang
yang
dilakukan
diketahui
bahwa
proses
dan pupuk kandang kotoran ayam hingga menjadi
kompos matang berlangsung selama 13 hari. Unsur hara N,P, K, Fe, Mn, Cu, Zn sesuai dengan Standar Mutu Pupuk Organik, tetapi pH sedikit melebihi standar. B. Saran 1. Untuk menurunkan nilai pH kompos maka disarankan untuk menambah pupuk kandang atau pupuk urea. 2. Pada pembuatan kompos sebaiknya suhu dan pH diukur setiap hari. 3. Sebaiknya dilakukan pengujian unsur hara kompos secara lengkap.
42
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Budidaya Tanaman Buah Unggulan Indonesia. . AgroMedia Pustaka. Jakarta. Anonim. 2010. Petujuk Pemupukan. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Anonim. 2013. Kandungan dan Manfaat Kulit Pisang. http://tanamanobatherbal.blogspot.com/2013/02/kandungan-dan-manfaat-kulit-pisang.html diakses tangga 3 Agustus 2013. Djaja W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Djuarnani N, Kristian, BS Setiawan. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Indriani YH. 2012. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakrta. Murbandono L. 2007. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakrta. Parnata AS. 2004. Pupuk Organik Cair. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Setiawan AI. 2004. Memanfaatkan Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakrta. Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. Winarni B, S Ngapiatun, B Rachmadani. 2004. Laporan Penelitian Pemaanfaatan Sampah Perkotaan Menjadi Kompos. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Standar Mutu Pupuk Organik
45
Lampiran 2. Kegiatan Pengomposan
Gambar 1. Kulit Pisang
Gambar 2. Pemotongan Kulit Pisang
46
Gambar 3. Hasil Pemotongan Kulit Pisang
Gambar 4. Pencampuran Kulit Pisang dengan Pupuk Kandang
47
Gambar 4. Pencampuran Kulit Pisang dan Pupuk Kandang dengan Air
Gambar 5. Kompos Matang