KARYA ILMIAH PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DARI SERESAH DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR TRICHODERMA, RAGI DAN PUPUK KANDANG
Oleh CHRISTIN YUKI ERIYANTI 130500087
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA 2016
KARYA ILMIAH PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DARI SERESAH DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR TRICHODERMA, RAGI DAN PUPUK KANDANG
Oleh CHRISTIN YUKI ERIYANTI 130500087
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA 2016
KARYA ILMIAH PEMBUATAN PUPUK KOMPOS DARI SERESAH DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR TRICHODERMA, RAGI DAN PUPUK KANDANG
Oleh CHRISTIN YUKI ERIYANTI 130500087
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA 2016
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
:
Pembuatan Pupuk Kompos Dari Seresah Dengan Penambahan Activator Trichodrma, Ragi Dan Pupuk Kandang
Nama
:
Christin Yuki Eriyanti
NIM
:
130500087
Program Studi
:
Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
:
Manajemen Perkebunan
Penguji I,
Pembimbing,
Sri Ngapiyatun,SP,MP NIP. 197708272001122002
Penguji II,
Dr. Rusli Anwar, SP, M.Si NIP. 197011012005011003
Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Nur Hidayat, SP, M.Sc NIP. 197210252001121001
Lulus ujian pada Tanggal :25 Juli 2016
Jamaluddin, SP,M.Si NIP. 1972206122001121003
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. M. Masrudy, MP NIP.196008051988031003
RIWAYAT HIDUP
CHRISTIN YUKI ERIYANTI lahir pada tanggal 13 Agustus 1996 di Desa Linggang Amer Kecamatan Linggang Bigung Kabupaten
Kutai
Barat
Provinsi
Kalimantan
Timur.
Merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Ismail Serapinus dan Alm. Teresia Yulianti. Tahun 2001 memulai Pendidikan Sekolah Dasar SD 007 Bangun Sari Kecamatan Linggang Bigung Kabupaten Kutai Barat Provinsi Kalimantan Timur lulus pada tahun 2007, melanjutkan Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP 5 Sendawar Desa Bangun Sari Kecamatan Linggang Bigung lulus tahun 2010
dan melanjutkan Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan
SPP-SPMA Samarinda dengan Program Perkebunan Sempaja Samarinda Kalimantan Timur lulus tahun 2013. Tahun 2013 memulai Pendidikan Tinggi di Perguruan Tinggi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Selama dalam pendidikan pernah mengikuti program Praktik Kerja Lapang yang dilaksanakan selama 2 (dua) bulan terhitung dari tanggal 4 Maret sampai dengan 4 Mei 2016 di PT. Citra Putra Kebun Asri Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimatan Selatan
/
s
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah. Keberhasilan dan kelancaran dalam pelaksanaan Karya Ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Ibu Sri Ngapiyatun, SP,MP, selaku dosen pembimbing 2. Bapak
Dr.
Rusli
Anwar,
SP,
MP,
selaku
penguji
I
dan
Bapak
Jamaluddin,SP,M.SI selaku dosen penguji II. 3. Bapak Nur Hidayat, SP, M.Sc
selaku ketua Program Studi Budidaya
Tanaman Perkebunan. 4. Bapak Ir. M. Masrudy, MP Selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 5. Bapak Ir. H. Hasanudin, MP, selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Para staff pengajar, administrasi dan teknisi di Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 7. Ayah Alm. Serapinus dan Alm. ibu Yulianti, Fira, Tomy, Agnes Novesia Nola, Maria Anggela Putri, Latan, Tini, Yenice Laura, dan seluruh anggota keluarga terima kasih yang tak terhingga atas semua dukungan doa, moril dan material yang sangat berharga bagi penulis. 8.
Rekan-rekan mahasiswa BTP yang membantu dalam mengerjakan karya ilmiah serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
9. Iwand Nurzaman yang selalu memberi semangat dan dukungan agar dapat menyelsaikan Karya ilmiah dengan tepat waktu. Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Ilmiah ini masih terdapat kekurangan,
namun
semoga
Karya
Ilmiah
ini
dapat
bermanfaat
bagi
pembacanya. Penulis
Kampus Sei Keledang. 25 Juli 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................
i
DAFTAR ISI .......................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ...............................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
v
I.
PENDAHULUAN .................................................................................
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kompos............................................................... B. Tinjauan Umum Seresah............................................................... C. Tinjauan Aktivator Pengomposan..................................................
4 10 11
III. METODE PENELITIAN A. Tempat Dan Waktu ....................................................................... B. Alat Dan Bahan............................................................................. C. Prosedur Penelitian ....................................................................... D. Rancangan Penelitian ................................................................... E. Pengamatan dan Analisis Data ..................................................... F. Pengolahan Data ..........................................................................
16 16 16 16 17 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil .............................................................................................. B. Pembahasan .................................................................................
23 26
V.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................... B. Saran ............................................................................................
33 33
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
34
LAMPIRAN.................................................................................................
36
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1.
Tubuh Utama
Halaman ..................
27
2. Kompos Sudah Jadi ...........................................................................
27
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Proses Pengomposan P0 ...................................................................
36
2. Proses Pengomposan P1 ...................................................................
38
3. Proses Pengomposan P2 ...................................................................
39
4. Proses Pengomposan P3 ...................................................................
40
5. Dokumentasi Penelitian .......................................................................
42
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perubahan Suhu, Warna, dan Bentuk Kompos ....................................
23
2. Waktu Matangnya Kompos ..................................................................
25
1
I. PENDAHULUAN
Seresah merupakan bahan organik kaya akan unsur hara. Seresah dapat ditemukan dengan mudah disekitar kita. Seresah dapat di manfaatkan dalam banyak hal oleh sebab itu seresah bisa digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk kompos, dimana seresah juga dapat dengan mudah kita temukan. Dari pada seresah terbuang sia-sia alangkah baiknya dibuat kompos yang nantinya bisa dimanfaatkan kembali untuk tanaman itu sendiri dari pada dibiarkan begitu saja menumpuk di tanah dan bisa mengakibatkan kebakaran hutan. Sampai saat ini masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa disekeliling mereka banyak bahan atau tumbuhan yang bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku kompos. Dalam penelitian ini akan dicoba membuat kompos dengan menggunakan seresah, dimana seresah ini banyak mengandung bahan organik terutama unsur N, selain itu seresah mudah didapat dan lebih ekonomis, tanpa banyak membuang b anyak biaya dan bahan. Untuk mendapatkan hasil kompos yang berkualitas harus memperhatikan proses pengomposan yaitu sifat fisik kompos meliputi, bahan baku, suhu, warna, bau, dan bentuk. Kompos dikatakan jadi apabila warna kompos biasanya coklat kehitaman tidak mengeluarkan aroma yang menyengat tetapi mengeluarkan aroma lemah seperti bau tanah atau bau humus hutan, tekstur atau bentuknya remah dan suhunya sudah stabil mendekati suhu ruang (Simamora. S. dan Salundik, 2006). Dengan adanya teknologi pengomposan tersebut dapat memudahkan para petani dalam membuat pupuk kompos dengan mudah, disamping itu biaya dan bahan yang sangat murah dan mudah didapat dengan tujuan memudahkan
2
dan memanfaatkan seresah yang tidak terpakai agar bisa dibuat pupuk kompos yang bermanfaat dan hemat biaya bagi para petani dan masyarakat. Dalam pengomposan ini murni seresah tanpa ada campuran bahan lain, tetapi dalam proses pengomposan digunakan aktivator guna mempercepat pengomposan. Aktivator yang digunakan
adalah ragi, Tricoderma, dan pupuk
kandang. Dimana aktivator tersebut sangat mudah didapat dan harganya murah sehingga dapat membantu para petani dalam membuat kompos yang lebih ekonomis, efisien dan sangat mudah untuk dibuat. Dimana pupuk kandang memiliki kelebihan yaitu mengandung unsur hara makro dan mikro dan dapat meningkatkan daya menahan air serta banyak mengandung mikrorganisme (Rinsema, 1986). Trichoderma adalah jamur penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapangan. Spes ies Tricoderma disamping sebagai organisme pengurai dapat juga berfungsi sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Biakan jamur Trichoderma berlaku sebagai biodekomposer yaitu dapat mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting tua) menjadi kompos yang bermutu. Selain itu Trichoderma dapat juga digunakan sebagai biofungisida mempunyai kemampuan untuk dapat menghambat pertumbuhan berberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman antara lain Rigidiforus lignosus, fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii (Ismail, N dan Andi, T. 2011). Penggunaan ragi tape pada pembuatan pupuk organik yaitu sebagai aktifator untuk membantu meningkatkan proses degradasi bahan kompos menjadi senyawa sederhana yang siap diserap oleh tanaman (Eulis, 2009).
3
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktifator yang paling cepat mendekomposisi seresah dan mengukur waktu yang paling cepat dalam proses pengomposan hingga kompos jadi dilihat dari sifat fisik kompos yaitu suhu, warna, bau dan bentuk. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para petani dan pemerhati lingkungan bahwa seresah dapat di manfaatkan sebagai pupuk organik atau kompos yang kaya akan unsur hara.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompos Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mangalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting, dahan, kotoran hewan, air kencing, kotoran hewan dan lain-lain. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lengkap (Yuwono. T. 2006). Kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunannya terdiri dari bahan-bahan organik (Indriani,2004). Kompos ialah bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rumput-rumputan, dedak padi, batang jagung sayur, dan kotoran hewan. Bila bahan-bahan itu sudah hancur dan lapuk disebut pupuk organik. Jenis-jenis bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah dan lembab, seperti halnya daun-daun menjadi lapuk bila jatuh ke tanah dan berubah menjadi bagian tanah. Dilingkungan alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya. Lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama kelamaan membusuk karena kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut bisa dipercepat oleh perlakuan manusia, sehingga menghasilkan kompos yang berkualitas baik, dalam waktu tidak terlalu lama. Sebab jika sewaktu-waktu kompos tersebut kita perlakukan segera, kita tidak
5
mungkin menungu kompos dari hasil proses alam yang membutuhkan jangka waktu yang cukup lama (Yuwono, 2006). 1. Faktor yang mempengaruhi proses pengomposan Proses pengomposan dipengaruhi beberapa faktor yaitu imbangan C/N bahan organik, ukuran bahan, kekuatan struktur bahan baku, kelembaban, aerasi, dan jenis mikroorganisme yang terlibat. Proses pengomposan merupakan proses biokimia sehingga setiap faktor yang mempengaruhi mikroorganisme tanah akan mempengaruhi laju dekomposisi tersebut. Laju dekomposisi bahan organik (bahan baku kompos) menjadi kompos yang matang tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut: a. Imbangan C/N Imbangan C/N bahan organik (bahan baku kompos) merupakan faktor terpenting dalam laju pengomposan. Proses pengomposan akan berjalan baik jika imbangan C/N bahan organik yang dikomposkan sekitar 25-35. Imbangan C/N yang terlau tinggi akan menyebabkan proses pengomposan berlangsung lambat. Keadaan ini disebabkan mikro organisme yang terlibat dalam proses pengomposan kekurangan nitrogen (N). Sementara itu, imbangan yang terlalau rendah akan menyebabkan kehilangan nitrogen dalam bentuk ammonia yang selanjutnya teroksidasi. Setiap bahan organik memiliki imbangn C/N yang berbeda. Imbangan C/N limbah ternak umumnya lebih rendah dibandingkan C/N dari tanaman. Karena itu, penggunaannya sebagai bahan baku kompos harus dicampur dengan bahan organik. Kecepatan
dekomposisi
bahan
organik
ditunjukkan
oleh
perubahan imbangan C/N. Selama proses mineralisasi, imbangan C/N
6
bahan-bahan yang banyak mengandung N akan berkurang menurut waktu. Kecepatan kehilangan C lebih besar daripada N sehingga diperoleh imbangan C/N yang lebih rendah (10-20). Apabila imbangan C/N sudah tercapai angka tersebut, artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat terakhir atau kompos sudah matang. b. Suhu pengomposan. Faktor suhu sangat berpengaruh terhadap pengomposan karena berhubungan degan jenis mikroorganisme yang terlibat suhu optimum o
o
bagi pengomposan adalah 40-60 C dengan suhu maksimum 75 C jika suhu pengomposan mencapai 40
o
C, aktivitas mikroorganisme mesofil
akan digantikan oleh mikroorganisme termofil. Jika suhu mencapai 60 oC fungsi akan berhenti bekerja dan proses perombakan dilanjutkan oleh aktinomisetes serta strain bakteri pementuk spora (spore forming bacteria). Jika diamati dan hasilnya dituangkan kedalam bentuk grafis akan menghasilkan kurva berbentuk parabola. Bentuk ini menunjukkan adanya peningkatan suhu pada awal proses pengomposan hingga suatu waktu akan mencapai suhu tinggi. Peningkatan suhu yang terjadi pada awal pengomposan ini disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari proses perombakan bahan organik oleh mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat. Setelah itu, suhu pengomposan akan turun kembali hngga mencapai suhu kamar atau ruangan (25 oC) yang menandakan kompos sudah matang. Temperatur dibagian tengah tumpukan bahan kompos bisa mencapai 55-70 keadaan yang baik untuk
o
C. suhu yang tinggi ini merupakan
menghasilkan kompos yang steril karena
7
selama suhu pengomposan lebih dari 60 oC (dipertahankan selama tiga hari) mikroorganisme pathogen, parasit, dan benih gulma akan mati. c. Aerasi Aerasi yang baik sangat dibutuhkan agar proses dekomposisi (pengomposan) bahan organik berjalan lancar. Aerasi (pengaturan udara) yang baik kesemua bagian tumpukan bahan kompos sangat penti ng untuk menyediakan oksigen bagi mikroorganisme dan membebaskan CO2 yang dihasilkan. CO2 yang dihasilkan harus dibuang agar tidak menimbulkan zat beracun yang merugikan mikroorganisme sehingga bisa menghambat aktivitasnya. Dalam praktiknya, pengaturan aerasi dilakukan dengan cara membalikan tumpukan bahan kompos secara teratur. Selain itu, bisa juga dengan pergerakan udara secara alami kedalam tumpuk an kompos melalui saluran-saluran aerasi yang dibuat dari batang bambu d. Kelembaban (RH) Kelembaban berperan penting dalam proses dekomposisi bahan baku kompos karena berhubungan dengan aktivitas mikroorganisme. Kelembaban optimum untuk peroses pengomposan aerobik sekitar 50-60 persen setelah bahan organic dicampur. Kelembaban campuran bahan kompos yang rendah (kekurangan air) akan menghambat proses pengomposan dan akan menguapkan nitrogen keudara. Namun, jika kelembabannya tinggi (kelebihan air) proses pertukaran udara dalam campuran bahan kompos akan terganggu. Pori-pori udara yang ada dalam
tumpukan
bahan
kompos
akan
diisi air dan cenderung
menimbulkan kondisi anaerobic. Penambahan air yang berlebih ke campuran bahan baku kompos bisa diatasi dengan cara menambahkan
8
tanah sebanyak 5-10%. Setelah itu, bisa juga menambahkan bahan kering hingga mencapai kelembaban yang optimum. Selama proses pengomposan berlangsung, kelembaban dalam tumpukan bahan kompos bisa diketahui dengan cara menancapkan tongkat bambu kedalamnya, lalu diangkat lagi. Jika tongkat kering, berarti kelembaban rendah sehingga perlu ditambahkan air. e. Ukuran Bahan Baku Ukuran bahan baku kompos akan memengaruhi kecepatan proses pengomposan.
Semakin
kecil
ukuran
bahan
(5-6
cm),
proses
pengomposan (dekomposisi) berlangsung semakin cepat. Untuk ukuran bahan baku yang kurang dari 5 cm akan mengurangi pergerakan udara yang akan masuk kedalam timbunan dan pergerakan CO2 yang keluar. Sebal iknya, ukuran bahan yang terlalu besar menyebabkan luas permukaan berlangsung lambat, bahkan bisa terhenti sama sekali. 2. Standar kualitas kompos Kualitas kompos biasanya diident ikkan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya, kadarnya sangat tergantung dari bahan baku atau proses pengomposan. a. Menentukan kematangan kompos Kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika tingkat kematangannya sempurna. Kompos yang matang bisa dikenali dengan memperhatikan keadaan bentuk fisiknya, sebagai berikut: 1.
Jika diraba, suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin, mendekati suhu ruang.
9
2.
Tidak mengeluarkan bau busuk lagi.
3.
Bentuk f isiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna kehitaman.
4.
Jika dilarutkan kedalam air, kompos yang sudah matang tidak akan larut.
5.
Strukturnya remah, tidak menggumpal.
Jika dianalisis di laboratorium, kompos yang sudah matang akan memiliki ciri sebagai berikut: 1.
Tingkat keasaman (pH) kompos agak asam sampai netral (6,57,5).
2.
Memiliki C/N sebesar 10-20
3.
Kapasitas tukar kation (KTK) tinggi, mencapai 110 me/100 g
4.
Daya absorbsi penyerapan air tinggi. Kompos yang akan digunakan untuk memupuk tanaman sangat
dianjurkan beberapa kompos yang matang. Pemberian kompos yang belum matang akan merugikan tanaman. Suhu kompos yang belum matang cukup tinggi sehingga jika diaplikasikan, tanamannya akan mati. Selain itu, akan terjadi persaingan nutrient antara tanaman dan mikroorganisme yang terlibat alam pengomposan. Akibatnya kebutuhan hara tanaman tidak terpenuhi sehingga pertumbuhan tanaman terganggu tidak optimal. b. Kualita s kompos Kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya. Kualitas sangat variatif, tergantung dari bahan baku atau proses pengomposan. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap (mengandung unsur hara makro dan mikro), tetapi kadarnya kecil
10
sehingga tdak dapat memenuhi kebutuhan tanaman. Karena itu, kualitas kompos akan lebih baik jika mutunya ditingkatkan, terutama kandungan unsur hara makro (Simamora S. dan Salundik, 2006). B. Seresah Seresah merupakan bahan organik mati yang berada diatas tanah mineral dimana hanya kayu mati dengan ukuran diameter <10 cm dikategorikan sebagai seresah. Estimasi biomassa seresah dilakukan dengan metode pemanenan atau pengumpulan. Lapisan atas disebut serasah yang merupakan hutan yang terdiri dari guguran daun segar, ranting, serpihan kulit kayu, lumut dan bagian bunga dan buah busuk, sedangkan lapisan bawah dengan humus yang terdiri dari serasah yang sudah terdekomposisi dengan baik (Zulfikli, dkk, 2010). Seresah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga dapat menyimpan karbon. Seresah didefinisikan sebagai bahan organik mati yang berada di atas tanah mineral. Kualitas seresah ditentukan dengan melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh seresah. Kualitas seresah berkaitan dengan kecepatan pelapukan seresah
11
(dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan seresah di permukaan tanah menjadi lebih lama (Yustian, dan Donhi , 2010). C. Aktivator Pengomposan Pembutan kompos dengan cara tradisional membutuhan waktu berbulan-bulan. Namun dengan kemajuan teknologi, proses pengomosan ini bisa dipercepat dengan cara menambahkan bahan lain yang disebut aktivator. Aktivator merupakan bahan yang terdiri dari enzim, asam humat bahan, dan mikroorganisme (kultur bakteri) yang dapat mempercepat proses pengomposan. Beberapa bahan aktivataor yang dipakai dalam penelitian ragi, Tricoderma dan pupuk kandang (Simamora. S dan Salundik, 2006). 1. Ragi Ragi merupakan populasi campuran mikroba yang terdapat beberapa jenis yaitu genus Aspergillus, genus Saccharomyces, genus Candida, genus Hansula. Sedangkan bakterinya adalah Acetobacter. Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangkan Saccharomyces, Candida dan Hansnula dapat menurunkan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat lainnya. Acetobacter mengubah alkohol menjadi cuka. Secara fisiologis, ragi mempunyai persamaan menghasilkan fermen atau enzim-enzim yang dapat mengubah substrat menjadi bahan lain dengan mendapat keuntungan berupa energi dan adapun substrat yang diubah berbeda-beda. Ragi tape sebenarnya adalah berupa mikroba Saccharomyces cerevisiae yang dapat mengubah karbohidrat. Sedang jamur yang ada dalam ragi tape adalah jenis Aspergillus. Ragi tape merupakan inokulam yang
mengandung
kapang
aminolitik
dan
khamir
yang
mampu
12
menghidrolisis
pati.
Kapang
tersebut
adalah
Amilomyces
rouxii,
sedangkan khamir tersebut adalah Saccharomyces. Adapun mikroflora yang berperan pada ragi tape adalah jenis Candida, Endomycopsis, Hansnula, Amilomyces rouxii dan Aspergillus Orizae. Ragi menghasilkan enzim pitase yang dapat melepaskan ikatan fosfor dalam phitin, sehingga dengan ditambahkan ragi tape dalam ransum akan menambah ketersediaan mineral. Ragi bersifat katabolik atau memecah komponen yang kompleks menjadi zat yang lebih sederhana sehingga lebih terurai (Anonim, 2010). 2. Pupuk Kandang Pupuk kandang kotoran sapi mempunyai beberapa sifat yang lebih baik dari pupuk alami lainnya maupun pupuk buatan, yaitu sebagai sumber hara makro dan mikro, dapat meningkatkan daya menahan air, dan banyak mengandung mikroorganisme. Jenis unsur hara makro utama dalam pupuk kandang sapi adalah nitrogen, phosfat dan kalium. Nitrogen berada dalam pupuk yang sudah dicerna dalam bentuk protein, persenyawaan amonium dan amoniak. Sebagian tersedia untuk diserap tanaman, sisanya tersedia berangsur-angsur sebagai akibat proses penguraian mikrobiologis dari protein. Reaksi kerja nitrogen di dalam pupuk kandang sapi tidak sama dengan reaksi kerja nitrogen pada pupuk buatan (Rinsema, 1986).. Pupuk kandang sapi yang diberikan secara teratur kedalam tanah dapat meningkatkan daya menahan air, sehinga terbentuk air tanah yang bermanfaat,
karena akan memudahkan akar-akar tanaman menyerap
unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangannya (Mulyani dan
13
Kartasapoetra, 1991). Penggunaan pupuk bokashi kotoran sapi 0-15 ton/ha memberikan pengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman, berat
basah pipilan dan berat kering pipilan tanaman
jagung. Hanya pada
jumlah
namum
tongkol
penggunaan
pupuk
bokashi
cenderung
memberikan hasil meningkat sesuai dengan peningkatan pemberian yang digunakan. Hal ini disebabkan karena bokashi yang berasal dari pupuk kandang mengandung sejumlah unsur hara dan bahan organik yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Ketersediaan hara dalam tanah, struktur tanah dan
tata udara yang baik sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar serta kemampuan akar tanaman dalam menyerap unsur hara (Musnamar,E.I. 2003). Kotoran yang dihasilkan ternak tersebut
ternyata
memiliki
kandungan unsur hara yang tinggi sehingga tidak salah bila para petani menggunakakan pupuk kandang ini sebagai pupuk dasar. Kotoran hewan memiliki kandungan unsur hara yang cukup tinggi dan sangat lengkap dengan keunggulan tersebut maka manfaat dari penggunaan kotoran hewan ini antara lain : 1. Menambah zat atau unsur hara dalam tanah tanah yang miskin atau pun kurang subur memiliki kandungan unsur hara yang kurang mencukupi bagi pertumbuhan, sehingga pemberian pupuk terutama pupuk yang bersifat organik secara langsung akan mampu menambah unsur hara yang kurang memadai tersebut serta memberikan tumbuhan unsur hara baru yang belum ada. 2. Mempertinggi kandungan humus dalam tanah. Humus sebagi hasil substansi yang berasal dari bahan organic seperti protein dan lemak
14
dan sisa-sisa makanan yang telah mengalami proses penguraian sangat penting artinya bagi tanaman. Hal ini disebabkan humus bersifat koloid (bermuatan negative) yang dapat menyebabkan absopsi (penyerapan) dan pertukaran kation serta mencegah terjadinya ion-ion penting. Selain itu humus juga berfungsi sebagai reservoir (pergantian) mineral oleh tumbuhan. Adanya pupuk kandang yang hampir sebagian besar berupa bahan organic akan dapat menambah kandungan humus yang ada. Semakin banyak humus yang ada. Semakin banyak humus terdapat pada tanah, maka tanah relative lebih subur. 3. Mampu memperbaiki struktur tanah, struktur tanah yang baik yang ditunjang oleh keberadaan mikroorganisme organuk yang cukup. Tanah yang strukturnya mudah rusak hampir tidak memiliki lagi mikroorganisme
yang
menunjamg
kesuburan
tanah.
Dengan
memberikan pupuk kandang maka akan mengaktifkan kembali mikroorganisme yang ada melalui proses biologis dan kimia. (Wibowo, 2009 ) 3. Trichoderma Trichoderma sp. Jamur ini merupakan salah satu jenis mikroorgani sme penghuni tanah yang dapat diisolasi dari perakaran tanaman lapang. Beberapa spesies Trichoderma yang sudah dilaporkan sebagai agen hayati yaitu seperti: T. Harzianum, T. Viridae, dan T. Koningi yang berspektrum luas pada berbagai tanaman pertanian. Biakan jamur Trichoderma
dalam
aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman.
media
15
Selain itu Trichoderma juga berlaku sebagai biodekomposer yang mendekomposisi limbah organik menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida, yang mana jamur ini dapat menghambat pertumbuhan beberapa jamur penyebab penyakit pada tanaman
antara
lain:
Rigidoporus
lignosus,
Fusarium oxysforum,
Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsii, dll (Ismail, N., Andi, T. 2011) Trichoderma
Mekanisme
Trichoderma
dan
mikoriza
dalam
pembentukan bintil akar adalah Trichoderma salah satu jamur yang mampu menguraikan unsur hara N, P, dan S dan unsur hara lain yang bersenyawa dengan Al, Fe, Mn sehingga unsur hara tersebut dapat dimanfaatkan oleh pertumbuhan tanaman (Charisma,dkk, 2012). Trichoderma merupakan mikrobia tanah yang mempunyai peranan penting dalam kesuburan tanah yang diantaranya: 1) Sebagai pengatur daur hara secara simultan sehingga membuat hara tersedia bagi tanaman, dan menyimpan hara yang belum dimanfaatkan tanaman. 2) Melaksanakan sintesis terhadap sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti kompos yang berfungsi sebagai penyimpan hara dan berperan dalam memperbaiki struktur tanah (Sutanto dalam Tindaon, 2008) Menurut Novizan dalam Anom (2008), menyatakan bahwa rasio C/N rendah lebih mudah terurai bahan komposnya sehingga unsur hara lebih tersedia. Pemberian kompos Trichoderma dapat meningkatkan kandungan unsur hara juga mampu memperbaiki struktur tanah, membuat agregat atau butiran tanah menjadi besar atau mampu
16
menahan air sehingga aerasi di dalamnya menjadi lancar dan dapat meningkatkan perkembangan akar. (Charisma,dkk, 2012).
17
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboraturium Produksi dan Pemanenan Kebun Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
Waktu pelaksanaan
penelitian selama 3 bulan terhitung dari tanggal 17 Oktober Sampai dengan 17 Januari 2016 yang meliputi persiapan, pembuatan pupuk kompos hingga pengambilan data. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah parang, timbangan analitik, termometer, kamera, alat tulis, ember, dan mesin pencacah. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seresah, pupuk kandang, ragi, Tricoderma, air, karung, dan terpal. C. Rancangan Penelitian Penelitian pembuatan pupuk kompos menggunakan seresah dengan aktifataor Tricoderma, ragi dan pupuk kandang akan ditampilkan dalam bentuk tabel pengamatan awal hingga akhir pengam atan yang meliputi tabel suhu, warna, bau, dan bentuk Penelitian ini dibuat dalam 4 perlakuan yang terdiri dari : P0 = Kontrol (seresah 8 kg+ air 2.5 l) P1 = Seresah (8 kg + tricoderma 80 g + air 2.5 l ) P2 = Seresah (8 kg + ragi 80 g + 2.5 l) P3 =Seresah (6 kg + pupuk kandang 2 kg + air 2.5 l)
18
D. Analisis Data Data hasil dari pembuatan kompos akan ditampilkan dalam bentuk tabel perbandingan awal dan akhir pengomposan yang meliputi data fisik seperti suhu, warna, bau, dan bentuk. E. Prosedur Penelitian 1. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan dilakukan dalam rangka menentukan lokasi penelitian, tempat pembuatan kompos di laboratorium produksi. Bahan baku kompos didapat dari daun-daun yang berguguran di sekitar kampus yaitu tepatnya di hutan tanaman industri Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2. Persiapan bahan a.
Bahan Seresah diambil dari daun-daun yang berguguran disekitar kampus yaitu tepatnya di HTI Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
b.
Seresah yang diambil adalah daun-daun sukai, gamaling, kapur, meranti, dan mangga.
c.
Seresah dicacah dengan mesin pencacah ukuran seresah menjadi kuran lebih 2 cm kemudian seresah ditimbang dengan berat masingmasing perlakuan kemudian keempat seresah dikomposkan sesuai dengan perlakuan.
3. Persiapan Aktivator Aktivator yang digunakan adalah Tricoderma, ragi dan pupuk kandang. 4. Pengomposan a. Pembuatan kompos dari seresah murni atau kontrol (p0) 1. Seresah ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat seresah yang akan digunakan yaitu 8 kg.
19
2. Kemudian melepaskan ikatan karung, setelah itu media seresah diletakkan diatas terpal yang telah disediakan. 3. Kemudian bahan diaduk dan disiram dengan air, hingga kadar adonan kompos mencapai 40% yaitu dengan cara mengepal adonan kompos menggunakan tangan, jika air tidak keluar dari kepalan dan jika dibuka adonan kompos tidak terhambur dan tetap menggumpal. 4. Adonan kemudian dimasukkan kedalam karung dan diletakkan diruangan 5. Langkah berikutnya adalah pengambilan data pada kompos, mulai awal pengomposan hingga kompos jadi. b. Pembuatan kompos dari seresah dengan aktivator tricoderma (p1) 1. Media seresah ditimbang terlebih dahulu untuk untuk menentukan berat seresah yang akan digunakan yaitu 8 kg. 2. Kemudian melepaskan ikatan karung, setelah itu media seresah diletakkan diatas terpal yang telah disediakan. 3. Kemudian bahan dan bubuk tricoderma diaduk hingga rata dan tercampur kemudian disiram dengan air hingga kadar adonan kompos mencapai 40% yaitu dengan cara mengepal adonan kompos menggunakan tangan, jika air tidak keluar dari kepalan dan jika kepalan dibuka adonan kompos tidak terhambur dan tetap menggumpal. 4. Adonan kemudian dimasukkan kedalam karung dan diletakkan diruangan
20
5. Langkah berikutnya adalah pengambilan data pada kompos, mulai awal pengomposan hingga kompos jadi. c. Pembuatan pupuk dari seresah dengan aktivator ragi (p2) 1. Seresah ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat seresah yang akan digunakan yaitu 8 kg. 2. Kemudian melepaskan ikatan karung, setelah itu media seresah diletakkan diatas terpal yang telah disediakan. 3. Kemudian bahan dan bubuk ragi diaduk hingga rata dan tercampur kemudian disiram dengan air hingga kadar adonan kompos mencapai 40% yaitu dengan cara mengepal adonan kompos menggunakan tangan, jika air tidak keluar dari kepalan dan jika kepalan dibuka adonan kompos tidak terhambur dan tetap menggumpal. 4. Adonan kemudian dimasukan kedalam karung dan diletakkan diruangan. 5. Langkah berikutnya adalah pengambilan data pada kompos, mulai awal pengomposan hingga kompos jadi. d. Pembuatan kompos dari media seresah dengan aktivataor pupuk kandang (p3) 1. Seresah ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat seresah yang akan digunakan yaitu 6 kg. 2. Kemudian melepaskan ikatan karung, setelah itu media seresah diletakkan diatas terpal yang telah disediakan. 3. Kemudian bahan dan pupuk kandang diaduk hingga rata dan tercampur kemudian disiram dengan air hinnga kadar adonan kompos mencapai 40% yaitu dengan cara mengepal adonan
21
kompos menggunakan tanagn, jika air tidak keluar dari kepalan dan jika kepalan dibuka adonan kompos tidak terhambur dan tetap menggumpal. 4. Adonan kemudian dimasukan kedalam karung dan diletakkan diruanagan. 5. Langkah berikutnya adalah pengambilan data pada kompos, mulai awal pengomposan hingga kompos jadi. F. Pengambilan data Data yang diamati dalam penelitian ini terbatas pada parameter pengaman fisik kompos yang meliputi suhu, warna, bau, dan bentuk kompos. Yang dilakukan setiap hari pada siang hari sampai kompos benarbenar jadi. Kompos dikatakan jadi apabila bahan sudah tidak berbau, teksturnya halus, berwarna hitam atau gelap serta suhu pada kompos sudah stabil atau mendekati suhu ruang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAAN
A. Hasil 1. Sifat fisik kompos Dari hasil pengamatan pembuatan kompos dari bahan seresah yang dilakukan selama 62 hari, dimana setiap hari dilakukan pengamatan terhadap suhu, warna, bau dan bentuk. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa kompos yang paling cepat jadi terdapat pada perlakuan P1(tricoderma) yaitu kompos jadi pada hari ke-30, dan perlakuan yang paling lambat jadi terdapat pada perlakuan P0 (seresah murni) kompos jadi pada hari ke-60. Sedangkan perlakuan P2 (ragi) kompos jadi pada hari ke-44, dan perlakuan P3 (pupuk kandang) kompos jadi pada hari ke60. Yang dapat dilihat dari perubahan suhu, warna, bau dan bentuk. Ciriciri kompos jadi atau matang adalah jika suhu kompos sudah stabil dan tidak mengalami perubahan lagi, kompos tidak berbau, dan bentuknya remah. Dinamika perubahan suhu warna, bau, dan bentuk dapat di lihat pada lampiran 1, 2, 3, dan 4. Perubahan suhu warna, bau, dan bentuk secara garis besar dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Perubahan suhu, warna, dan bentuk kompos.
KET : CK : Coklat Kekuningan CG : Coklat Gelap CSG : Coklat Sangat Gelap
TB : Tidak Berbau RE : Remah
24
Dari hasil pengamatan data dilihat bahwa kompos yang cepat jadi terdapat pada perlakuan P1 yang menggunakan activator (Tricoderma) dimana suhu ruang 32 dan tumpukan atas kompos 25, tengah 30 dan bawah 30 warna coklat kekuningan, tidak berbau bentuknya remah dan kompos jadi pada hari ke-30. Dan kompos yang lambat jadi terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) dimana suhu ruang 31 dan tumpukan atas kompos 33, tengah 36 dan bawah 34 warna coklat kekuningan, tidak berbau, bentuknya remah dan kompos jadi pada hari ke-60. Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa kompos yang paling cepat jadi atau matang terdapat pada perlakuan P1 yaitu kompos dengan penambahan activator Tricoderma yaitu jadi pada hari ke-30 dilihat dari suhu yang telah stabil berkisar suhu ruang 32 suhu tumpukan kompos atas 25, tengah 30 dan bawah 30. Kompos memiliki warna. Coklat kekuningan tidak berbau dan bentuknya remah. Sedangkan kompos yang paling lambat jadi atau lambat matang terdapat pada perlakuan P0 yaitu kompos murni dari seresah tanpa penambahan activator yaitu jadi pada hari ke-60, dilihat dari suhu telah stabil berkisar suhu ruang 31, suhu kompos tumpukan atas 33, tengah 36 dan bawah 34, warna coklat kekuningan tidak berbau dan bentuknya remah. Dari lampiran 1, 2, 3, dan 4 dapat dilihat bahwa proses pengomposan pada perlakuan P1 lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan P2, P3 dan P0. Pada perlakuan P1 suhu hari ke 30 sudah stabil baik pada suhu ruang maupun suhu pada kompos baik pada bagian atas, tengah maupun bawah. Warna kompos sudah berwarna hitam
25
kecoklatan dan kompos tidak berbau serta bentuknya remah. Itu menandakan kompos telah jadi. Pada perlakuan P2 kompos jadi pada hari ke 44, suhu kompos sudah stabil baik ruangan maupun suhu pada kompos dengan warna hitam kecoklatan dan sudah tidak berbau serta bentuk kompos sudah remah. Sedangkan perlakuan pada P3 dan P0 kompos jadi hanya berbeda 1 hari lebih cepat P3 dibandingkan P0. Kompos pada perlakuan P3 jadi pada hari ke-59 sedangkan P0 jadi pada hari ke 60. Suhu pada P3 dan P0 sudah stabil baik suhu ruang maupun suhu pada kompos, dengan warna hitam dan sudah tidak berbau serta bentuk kompos remah. 2. Pengamatan aktivartor pengomposan Dari hasil pengamatan pengomposan selama 62 hari dilihat dri sifat fisik kompos, kompos yang paling cepat jadi terdapat pada perlakuan P1 ( seresah dengan penambahan activator tricoderma) yaitu komos jadi pada hari-30 dan kompos yang lambat jadi terdapat pada perlakuan Po atau control yaitu seresah murndi tanpa penamabh activator. Dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini
Perlakuan P0 P1 P2 P3
Aktivator Tanpa activator Tricoderma Ragi Pupuk kandang
Hari 60 30 44 59
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa perlakuan tricoderma atau P1 lebih cepat mendekomposisi seresah sehi ngga kompos jadi lebih cepat yaitu pada hari ke-30 dibanding perlakuan yang lainnya. Kompos yang lambat jadi terdapat pada perlakuan p0 atau control yaitu jadi pada hari ke-60.
26
B. Pembahasan 1. Pengamatan fisik kompos Dalam proses pengomposan selama 62 hari , telah dilaksanakan pengamatan terhadap sifat fisik kompos yang meliputi suhu, warna,bau dan bentuk. Dapat dilihat bahwa berdasarkan sifat fisiknya, kompos yang cepat jadi terdapat pada perlakuan P1, hal ini dapat dilihat dari perubahan suhu, bau, warna dan bentuknya yang telah stabil dapat dilihat pada Tabel 1 dan lampiran 1, 2, 3, dan 4. Kompos dinyatakan jadi apabila suhunya sudah mendakati suhu ruang, tidak berbau, dan warna kompos menjadi kehitaman, serta bentuknya remah. Sesuai dengan pendapat Salundik dan Simora (2008), yang menyatakan bahwa kompos dikatakan jadi dan siap diaplikasikan jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Hasil pengamatan fisiknya, warna kompos yang sudah matang adalah kehitaman. Perubahan dari warna coklat tua pada awal pengomposan hingga hitam pada akhir pengomposan disebabkan oleh terdekomposisinya
bahan
atau
seresah
yang
ditunjukan
terjadinya perubahan warna menjadi kehitaman (Susanto
dengan 2002).
Sedangkan hasil pengamatan proses pengomposan, bahwa warna awal sebelum pengomposan dilihat dari buku munsel (warna tanah) bahwa warna kompos perlakuan P1 adalah dusky red( merah kehitaman), perlakuan P2 adalah very dusky red ( sanagt gelap merah), Perlak uan P3 adalah reddish black (kemerahan hitam) dan P0 adalah dark reddish (coklat kemerahan) dapat dilihat langsung pada gambar di bawah ini :
27
Gambar 1. Kompos belum jadi pada perlakuan P0, P1, P2, dan P3
Gambar 2. Kompos yang sudah jadi pada Perlakuan P0, P1, P2, dan P3
28
Adapun warna kompos setelah dikatakan jadi atau matang yakni pada P0 bewarna coklat kekuningan P1 bewarna coklat kekuningan P2 coklat gelap P3 coklat sangat gelap. Kompos matang dapat dikenali dengan memperhatikan dari keadaan bentuk fisiknya, demikian disebutkan : jika diraba, suhu tumpukan bahan pengomposan sudah dingin, mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan bau busuk, bentuk fisiknya menyerupai tanah, warnanya berwarna kehitaman, jika dilarutkan kedalam air kompos yang matang akan larut, dan strukturnya remah serta tidak menggumpal. Pendapat ini juga didukung oleh Mulyaono (2014), kompos yang siap pakai tidak akan terasa panas relative dingin. Selain itu apabila kepalan dikencangkan, kompos tidak akan mengeluarkan air. Menurut Anonim (2014), mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu: 1. Dicium : Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobic dan menghasilkan senyawa senyawa berbau yang mungkin berbahya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang. 2. Kekerasan bahan : kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas-remes akan mudah hancur. 3. Warna kompos : kompos yang sudah matang adalah coklat kehitamhitaman. Apabila kompos masih bewarna hijau atau warnanya mirip
29
dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada permukaan kompos sering juga terlihat miselium jamur yang bewarna putih. 4. Penyusutan : terjadi penyusutan volume/botot kompos seiring dengan kematangan
kompos.
karaterlistrik
bahan
Besarnya
penyusutan
tergantung
pada
mentah dan tingkat kematangn kompos.
Penyusutan berkisar antara 20-40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang. 5. Suhu : suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi,atau diatas o
50 C, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang. Berdasarkan dari hasil pengamatan suhu pengomposan, suhu mengalami kenaikkan dan penurunan yang tidak stabil dikarnakan adanya proses pengomposan, dan suhu stabil pada suhu dibawah 400C. Menurut Salundik Dan Simora (2008), menyatakan bahwa factor suhu sangat pebting dan berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan dengan jenis mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan. Dalam proses pengomposan ini menggunakan seresah dimana mikroorganisme yang terdapat dalam o
seresah teleh efektif berkerja pada suhu dibawah 40 C. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada awal sampai ahir pengomposan, yaitu pada suhu pada siang hari yang ditunjukan untuk mendapatkan dinamika peningkatan pada suhu selama proses
30
pengomposan berlangsung. Dalam proses pengomposan ini suhu kompos tidak teratur pada saat awal proses pengomposan, yaitu berkisar 27o-340 C, dan setelah kompos dapat dipastikan matang suhu kompos P1, P2, P3 dan p0 memiliki suhu stabil berkisar 250360C. 2. Pengamatan activator Dari hasil pengamatan pengomposan yang dilakukan selama 62 hari yang paling cepat jadi adalah perlakuan P1 dengan penambahan activator tricoderma yaitu jadi pada hari ke-30 dan yang paling lambat jadi terdapat pada perlakuan P0 atau control yaitu murni seresah tanpa penambahan aktifator, perlakuan P0 jadi pada hari ke-60. Perlakuan P1 yaitu dengan penambah activator Tricodrma dapat
mempercepat
pengomposan
seresah
diduga
karena
tricoderma mampu medekomposisi seresah lebih cepat sehingga seresah cepat terdekomposisi sehingga kompos lebih cepat jadi dibandingkan perlakuan yang lain. Menurut Wijaya S (2002) bahwa manfaat jamur Trichoderma sp
yaitu
sebagi
organism
pengurai
dan
pembantu
proses
decomposer dalam pembuatan kompos serta sebagi activator bagi mikroorganisme lain di dalam tanah, dan stimulator pertumbuhan tanaman. Bahwa menurut Suwahyono (2004) Tricoderma merupkan jamur tanah yang berperan dalam menguraikan bahan organic tanah dimana bahan organik tanah, dimana bahan organic tanah ini mengandung beberapa komponen zat seperti N, P, S dan Mg dan
31
unsure hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Tricoderma dapat menguraikan posfat dari Al, Fe dan Mn. Pada pH rendah ion P akan mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn, sehingga tanaman sering mengalami keracunan Al dan Fe. Keracunan Al dan menghambat pemanjangan dan pertumbuhan akar primer serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Penggunaan ragi tape membutuhkan waktu pengomposan lebih cepat, karena keberadaan mikroorganisme yang tyerdapat dalam ragi lebih banyak. Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi secara
teori
dibuktikan
bahwa
dalam
ragi
tape
khamir
Saccharomyces cereviceae Perlakuan P0 atau control lambat jadi yaitu jadi pada hari ke60 hal ini diduga karena proses pengomposan seresah berlangsung secara alami tanpa ada penambahan aktivator sehingga proses pengomposannya berjalan lambat dibandingkan dengan perlalukan perlakuan yang lain. Perlakuan P2 yaitu dengan penambahan aktivator ragi mampu mempercepat dekomposisi seresah tetapi lebih lambat dibandingkan dengan tricoderma yaitu komopos dengn penambahn activator ragi jadi pada hari ke-44, hal ini diduga kemampuan ragi medekomposisi seresah lebih lambat dibanding tricoderma, dan perlakuan p3 yaitu dengan penambahan aktivator pupuk kandang mampu
mendekomposisi
seresah
hingga
menjadi
kompos
memerlukan waktu lebih lama yaitu 59 hari lebih lama dibandingkan dengan penambahan aktivator tricoderma dan ragi. Hal ini diduga
32
pupuk kandang kurang efektif dalam mendekomposisi limbah seresah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Tricoderema
merupakan activator yang paling efektif digunakan
untuk pembuatan kompos, dan memiliki waktu dalam dekomposisi pengomposan paling cepat yaitu kompos jadi pada hari ke-30 B. Saran Dalam pembuatan kompos dengan bahan seresah sebaiknya menggunakan activator tricoderma karena komposnya lebih cepat jadi yaitu pada hari ke-30.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Pengertian Pupuk. (online) tersedia http:// Wordpress.com//2010/06/08/Pengertian Pupuk (8 juni 2010). Djuarnani, dkk., 2005. Cara Cepat Membuat Kompos Jakarta.
nasih.
Agromedia Pustaka,
Eulis, 2009. Blokkonvensi Limbah Industri Perternakan. Universitas Padjajaran Press. Bandung. Indriani, Y . H., 2004. Membuat Kompos Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta. Ismail dan Andi, 2011. Potensi agen hayati trychoderma SP sebagai pengendali hayati. Universitas Brawijaya. Malang. Musnamar, E.I. 2003. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Jakarta : Penebar Swadaya. Him : 1 Murniati, A. 2005. Pengaruh Jenis Ragi dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Fisik-Kimia dan OrganoleptikTepung Ubi KayuTersakarifikasi. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Mulyono, 2014. Membuat MOL dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga. PT agroMedia Pustaka, Jakarta. Rinsema W.T,. 1986 Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Susanto, R.2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Jakarta. Suwahyono. 2004. Tricoderma harzianum Indigeneous Untuk Pengendalian Hayati. Studi Dasar Menuju Komersialissi dalam panduan seminar Biologi. Yogyakarta : Fakultas Biologi UGM. Simamora S dan Salundik, 2006. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Meningkatkan Kualitas Kompos PT
Salundik dan Simora S.2008. Meningkatkan Kualitas Kompos. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Utomo, B. 2009. Pemanfaatan Beberapa Bioaktivator Terhadap Peningkatan Laj u Dekomposis Tanah Gambut Dan Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. Departemen Kehutanan, Fa ultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Jurnal Penelitian HutanTanamanVol.7 No.1, Februari 2010, 33 38. Wijaya S, 2002. Isolasi kitinase dari Scleroderma columnare dan inchoderma harzianum.http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa. Diakses tanggal 20 pebruari.
Yuwono. T. 2006. Kecepatan dekomposisi dan Kualitas Kompos Sampah Organik. Jurnal Inovasi Pertanian Vol 4. [16 Mei 2009]. Yuwono, W. N. 2006. Pembuatan Kompos. UGM Press. Yogyakarta.
??
Lampiran 1. Proses Pengomposan P0 Hari Ruang
Atas
Tengah
Warna
Bau
Bentuk
Bawah
1
35,0
31,8
31,5
31,7
CK
TBr
RE
2
29,3
44,0
44,7
44,0
CK
TBr
RE
3
29
37
37
35
CK
TBr
RE
4
33
37
36
33
CK
TBr
RE
5
33
35
36
36
CK
TBr
RE
6
32
36
35
35
CK
TBr
RE
7
34
35
35
35
CK
TBr
RE
8
33
32
33
24
CK
TBr
RE
9
35
33
33
34
CK
TBr
RE
10
31
32
32
33
CK
TBr
RE
11
31
32
32
32
CK
TBr
RE
12
32
32
32
32
CK
TBr
RE
13
32
31
31
32
CK
TBr
RE
14
31
32
32
33
CK
TBr
RE
15
31
32
29
32
CK
TBr
RE
16
34
33
29
33
CK
TBr
RE
17
33
32
32
28
CK
TBr
RE
18
34
32
31
28
CK
TBr
RE
19
31
26
29
28
CK
TBr
RE
20
30
27
28
27
CK
TBr
RE
21
32
32
27
32
CK
TBr
RE
22
33
32
32
28
CK
TBr
RE
23
34
31
32
31
CK
TBr
RE
24
34
28
32
32
CK
TBr
RE
25
33
32
32
33
CK
TBr
RE
26
33
25
30
29
CK
TBr
RE
27
30
25
30
29
CK
TBr
RE
28
32
29
31
30
CK
TBr
RE
29
30
29
32
31
CK
TBr
RE
30
32
25
28
30
CK
TBr
RE
31
30
25
28
30
CK
TBr
RE
32
30
25
28
30
CK
TBr
RE
33
30
25
28
29
CK
TBr
RE
34
33
25
32
33
CK
TBr
RE
35
33
25
32
33
CK
TBr
RE
36
22
32
33
33
CK
TBr
RE
37
33
28
32
33
CK
TBr
RE
38
32
28
32
32
CK
TBr
RE
39
32
29
32
32
CK
TBr
RE
??
40
32
28
32
33
CK
TBr
RE
41
32
29
32
32
CK
TBr
RE
42
33
29
33
32
CK
TBr
RE
43
32
28
31
32
CK
TBr
RE
44
33
33
33
29
CK
TBr
RE
45
33
33
33
28
CK
TBr
RE
46
32
32
33
28
CK
TBr
RE
47
33
31
31
28
CK
TBr
RE
48
32
31
32
30
CK
TBr
RE
49
28
31
33
27
CK
TBr
RE
50
32
33
33
28
CK
TBr
RE
51
32
34
34
29
CK
TBr
RE
52
34
31
35
35
CK
TBr
RE
53
34
35
31
35
CK
TBr
RE
54
31
31
31
32
CK
TBr
RE
55
31
33
36
30
CK
TBr
RE
56
32
35
32
34
CK
TBr
RE
57
31
33
31
33
CK
TBr
RE
58
31
37
36
30
CK
TBr
RE
59
31
32
35
34
CK
TBr
RE
60
31
33
36
34
CK
TBr
RE
61
31
33
36
34
CK
TBr
RE
62
31
33
36
34
CK
TBr
RE
Keterangan: TBR : Tidak Berbau CK : Coklat Kekuningan RE : Remah
??
Lampiran 2. ProsesPengomposan P1 Hari
Warna
Bau
Bentuk
1
Ruang 35,0
Atas 32,8
Tengah 32,6
Bawah 31,9
CK
TBr
RE
2
29,3
40,4
43,2
42,6
CK
TBr
RE
3
29
35
35
37
CK
TBr
RE
4
33
36
37
38
CK
TBr
RE
5
33
35
36
36
CK
TBr
RE
6
32
36
35
35
CK
TBr
RE
7
34
33
33
33
CK
TBr
RE
8
33
33
33
34
CK
TBr
RE
9
35
32
33
34
CK
TBr
RE
10
31
31
32
32
CK
TBr
RE
11
31
31
31
32
CK
TBr
RE
12
32
32
32
32
CK
TBr
RE
13
32
32
31
32
CK
TBr
RE
14
31
32
32
33
CK
TBr
RE
15
31
32
28
33
CK
TBr
RE
16
34
32
29
33
CK
TBr
RE
17
33
32
33
28
CK
TBr
RE
18
34
32
32
28
CK
TBr
RE
19
31
31
31
28
CK
TBr
RE
20
30
31
32
28
CK
TBr
RE
21
32
32
28
32
CK
TBr
RE
22
33
32
32
28
CK
TBr
RE
23
34
32
31
29
CK
TBr
RE
24
34
32
32
28
CK
TBr
RE
25
33
32
32
32
CK
TBr
RE
26
33
25
30
29
CK
TBr
RE
27
30
25
30
30
CK
TBr
RE
28
32
27
30
30
CK
TBr
RE
29
30
28
31
30
CK
TBr
RE
30
32
25
30
30
CK
TBr
RE
31
30
25
30
30
CK
TBr
RE
32
30
25
30
30
CK
TBr
RE
33
30
25
30
30
CK
TBr
RE
Keterangan: TBR :Tidak Berbau CK : Coklat Kekuningan RE : Remah
??
Lampiran 3. Proses Pengomposan Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Ruang 35,0 29,3 29 33 33 32 34 33 35 31 31 32 32 31 31 34 33 34 31 30 32 33 34 34 33 33 30 32 30 32 30 30 30 33 33 22 33 32 32 32 32 33 32 33 33 33
Atas 32,0 36 35 36 33 34 33 32 32 31 32 32 31 32 32 32 32 31 26 27 32 32 32 32 32 25 25 27 28 28 23 23 23 25 28 32 28 28 28 25 28 28 27 29 29 29
Tengah 31,7 42,2 36 35 35 36 34 33 33 32 32 31 32 33 28 28 32 28 31 32 28 32 31 28 32 29 30 28 31 28 28 28 28 29 30 32 32 32 32 32 32 32 30 25 25 25
Keterangan: TBR : Tidak Berbau CG : Coklat Gelap RE : Rema
Bawah 31,8 42,9 36 37 36 35 35 35 34 33 33 32 31 33 33 33 28 32 31 31 32 27 29 31 31 30 29 30 31 25 29 28 28 29 30 29 32 32 32 32 32 32 31 30 30 30
Warna
Bau
Bentuk
CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG CG
TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr
RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE
??
Lampiran 4. Proses Pengomposan P3 Hari 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
Ruang 35,0 29,3 29 33 33 32 34 33 35 31 31 32 32 31 31 34 33 34 31 30 32 33 34 34 33 33 30 32 30 32 30 30 30 33 33 22 33 32 32 32 32 33 32 33 33 32 33 32 28 32 32 34 34 31 31 32
Atas 31,2 34 33 34 34 33 32 31 32 31 31 31 32 32 32 32 32 32 33 33 33 32 32 33 33 29 28 29 28 29 24 24 24 24 24 28 28 28 28 28 28 28 29 29 29 29 29 30 29 29 31 26 30 32 31 30
Tengah 31,2 35 37 35 34 35 32 32 32 32 32 32 31 33 29 29 32 33 33 32 29 33 33 29 33 30 30 31 33 29 29 29 30 30 30 31 32 32 31 31 32 31 31 25 29 29 32 29 28 29 30 31 30 31 36 25
Bawah 31,0 34 34 35 35 36 35 34 34 34 33 31 32 34 34 34 29 29 32 31 33 28 29 32 33 30 30 32 31 26 29 29 29 29 29 28 32 32 31 31 31 32 31 29 29 29 31 29 28 29 27 31 30 31 25 33
Warna
Bau
Bentuk
CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG CSG
TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr
RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE RE
??
57 58 59 60 61
31 31 31 31 31
30 25 25 25 25
31 29 29 29 29
25 29 30 30 30
Keterangan: TBR : TidakBerbau CG : CoklatSangatGelap RE : Remah
CSG CSG CSG CSG CSG
TBr TBr TBr TBr TBr
RE RE RE RE RE
??
Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian
Gambar 3. Aktivator Trichoderma, Ragi dan Pupuk Kandang
Gambar 4. Proses Penggilingan
??
Gambar 5. Proses Pembuatan Kompos
Lampiran 6. Dokumentasi Pengamatan Sifat Fisik Kompos
??
Gambar 6. Pengamatan Suhu