PEMBAHASAN
Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama hara N. Bahan organik sangat mempengaruhi kegiatan mikroflora dan mikrofauna tanah melalui perannya sebagai penyedia sumber C, N, dan energi. Komponen bahan organik yang berperan tersebut adalah karbohidrat dan asam-asam amino (Ma’shum et al. 2003). Kandungan C organik antara kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati dan yang tidak diperkaya menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Namun, C organik pada kompos yang diperkaya sedikit lebih tinggi yang dimungkinkan karena adanya tambahan C organik dari mikroba yang mati. Dalam proses dekomposisi, kandungan C organik kompos akan mengalami penurunan karena dilepaskan dalam bentuk CO2. Menurut Ma’shum et al. (2003) sekitar 65% C dalam jerami akan diubah menjadi CO2 selama proses dekomposisi. Sedangkan hara N pada kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati menunjukkan peningkatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya. Peningkatan N ini dimungkinkan karena adanya N2 yang diikat oleh mikroba yang berperan sebagai pupuk hayati yaitu Azotobacter dan Azospirillum menjadi bentuk N terikat. Hara N selain diperoleh dari hasil mineralisasi dari sisasisa tumbuhan dan hewan (kompos) juga diperoleh dari N anorganik dari mikroba yang mati (Hamim 2007). Nitrogen yang terdapat pada mikroba disekresikan dalam bentuk senyawa organik atau dilepaskan setelah mikroba tersebut mati (Andayaningsih, 2000). Proporsi peningkatan N yang lebih tinggi daripada peningkatan C berimplikasi pada berkurangnya rasio C/N pada kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pupuk hayati dapat memperbaiki rasio C/N pupuk kompos. Nilai rasio C/N kompos yang diperkaya adalah 14,11. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan kompos yang tidak diperkaya yaitu 18,29. Kompos dengan kualitas yang baik memiliki rasio C/N sebesar 10-20 (BSN 2004).
Semakin rendah nilai rasio C/N suatu bahan organik maka bahan organik itu akan semakin cepat terdekomposisi dan menghasilkan hara tersedia bagi tanaman (Kastono 2005). Mikroorganisme membutuhkan karbon untuk pertumbuhan dan membutuhkan nitrogen untuk sintesis protein. Kompos yang memiliki rasio C/N 10-12 lebih dianjurkan untuk digunakan (Nuraini 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pupuk kompos yang diperkaya tersebut lebih optimum dalam menyediakan hara sehingga dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Menurut Ma’shum et al. (2003) kompos dengan rasio C/N 10-15 akan menjaga keseimbangan proses mineralisasi dan imobilisasi hara dalam tanah.
Pengaruh Pupuk Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Serapan Hara Tanaman Padi Gogo dan Jagung Pupuk kompos merupakan substansi penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga menciptakan lingkungan perakaran tanaman yang lebih baik. Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan pupuk kompos juga mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara kompos sehingga mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. Penambahan pupuk hayati pada pupuk kompos dapat meningkatkan serapan hara makro dan mikro pada tanaman padi gogo dan serapan hara makro N, P, dan K serta mikro Fe dan Zn pada tanaman jagung bila dibandingkan dengan kontrol. Hal ini terkait erat bahwa kompos merupakan sumber nutrisi yang berfungsi sebagai penyedia unsurunsur hara yang dibutuhkan tanaman, juga sebagai sumber karbon bagi bakteri yang ditambahkan ke dalamnya. Oleh karena itu, dengan adanya mikroba yang berperan sebagai pupuk hayati akan membantu mineralisasi sehingga unsur hara menjadi lebih tersedia lagi bagi tanaman. Pupuk hayati mengandung mikroba yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah agrolingkungan karena mikroba tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan ketersediaan dan serapan hara, pertumbuhan tanaman, dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit (Adesemoye & Kloepper 2009). Bakteri PGPR memiliki kemampuan sebagai penyedia hara disebabkan oleh kemampuannya dalam melarutkan mineral-mineral dalam bentuk senyawa
kompleks menjadi bentuk ion sehingga dapat diserap oleh akar tanaman (Vessey 2003). Peningkatan serapan hara N dipacu oleh aktivitas mikroba yang mampu mengikat N bebas yaitu Azotobacter dan Azospirillum tanpa harus bersimbiosis dengan tanaman. Peningkatan serapan P dan K dapat terjadi karena adanya aktivitas bakteri pelarut P dan pemobilisasi K. Beberapa mikroba yang memiliki kemampuan melarutkan fosfat diantaranya adalah Pseudomonas sp. dan Bacillus megatherium (Goenadi 2004). Han dan Lee (2005) melaporkan bahwa aplikasi bakteri pelarut P (Bacillus megaterium) dan bakteri pelarut K (Bacillus mucilaginous) meningkatkan ketersediaan P dan K di dalam tanah, meningkatkan serapan hara N, P, dan K, serta memacu pertumbuhan tanaman terung, hal ini disebabkan bakteri tersebut mampu melepaskan P tidak larut pada batuan di tanah sehingga menjadi ion P (H2PO4 atau HPO42-) yang siap diserap oleh tanaman. Menurut Wu et al. (2003), penggunaan pupuk hayati tidak hanya meningkatkan kadar unsur hara pada tanaman seperti N, P, dan K, tetapi juga menjaga kandungan senyawa organik dan N total dalam tanah. Mahfouz dan Eldin (2007) melaporkan bahwa pada tanaman Foeniculum vulgare Mill. aplikasi Azospirillum lipoferum + 50% NPK menghasilkan kandungan N tertinggi, sedangkan aplikasi biofertilizer yang terdiri atas campuran Azospirillum lipoferum, Azotobacter chroococcum, dan Bacillus megatherium + 50% NPK menghasilkan kandungan P dan K tertinggi. Hamim (2007) menyatakan bahwa tanaman juga mendapatkan N anorganik dari hasil fiksasi yang dilakukan oleh mikroorganisme melalui fiksasi nitrogen secara biologi. Hanya organisme prokariot seperti bakteri yang dapat melakukan fiksasi nitrogen dari udara karena organisme ini memiliki enzim kompleks dinitrogenase. Enzim ini dapat mengkatalisis reduksi nitrogen menjadi amonia melalui proses fisiologi dan biokimia komplek. Bakteri PGPR diketahui memiliki kemampuan dalam akumulasi dan penyediaan unsur hara di dalam tanah, seperti pengikatan nitrogen bebas dari udara oleh Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. (Vessey 2003). Peningkatan serapan hara P dan K dipacu oleh bakteri PGPR. Menurut Alexander (1977), Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. juga dapat melarutkan fosfat
yang terikat dengan unsur lain menjadi tersedia bagi tanaman karena kemampuannya dalam menghasilkan enzim fosfatase dan fitase. Bakteri PGPR juga memiliki kemampuan dalam melarutkan unsur hara yang tidak tersedia sehingga menjadi tersedia bagi tanaman, seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang sudah diketahui dapat melarutkan unsur hara fosfat (P) dan kalium (K) (Vessey 2003; Mahfouz & Eldin 2007). Widawati dan Sulasih (2006) melaporkan bahwa empat isolat BPF (Bakteri Pelarut Fosfat) jenis Bacillus pantotheticus, Klebsiella maerogenes, Chromobacterium lividum dan Bacillus megaterium sebagai inokulan padat dapat memacu pertumbuhan tanaman caisim. Secara umum, kombinasi antara pupuk kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati dan pupuk anorganik 100% menunjukkan serapan hara yang lebih baik pada tanaman padi gogo dan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk organik dan pupuk anorganik sebagai tambahan sumber nutrisi sangat diperlukan untuk meningkatkan serapan hara tanaman. Pupuk organik dan pupuk anorganik sebagai sumber nutrisi diperlukan oleh tanaman sebagai penyedia unsur hara, dan diperlukan untuk mengaktifasi pupuk hayati dalam meningkatkan serapan hara. Ahmad et al. (2006) melaporkan bahwa aplikasi pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik mampu meningkatkan serapan hara N, P, dan K sekitar 9-21% pada tanaman jagung. Menurut Salisburry dan Ross (1995) pemberian unsur hara pada takaran tertentu dan seimbang akan meningkatkan konsentrasi hara dalam tanaman. Serapan hara mikro khususnya Fe baik pada tanaman padi gogo dan jagung meningkat secara nyata dengan penambahan mikroba pemacu tumbuh ke dalam kompos dibandingkan kontrol. Elkholy et al. (2010) melaporkan bahwa aplikasi biofertilizer dan pupuk kompos dikombinasikan dengan pupuk N dosis 75% dan 100% dosis rekomendasi secara nyata meningkatkan kandungan Fe, Zn, dan Cu pada jagung dan gandum (brangkasan dan biji). Unsur Fe dan Mg merupakan bagian dari hara esensial bagi tanaman dalam pembentukan klorofil (Taiz & Zeiger 2002). Jika kandungan klorofil pada daun tinggi maka akan mendukung proses
fotosintesis
lebih
optimal,
dimana
sejumlah
fotosintat
akan
ditranslokasikan untuk pembentukan bulir padi dan biji jagung yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi tanaman. Adekayode dan Olojugba (2010)
melaporkan bahwa aplikasi 200 kg/ha NPK 15-15-15 ditambah kompos meningkatkan kandungan klorofil pada daun jagung yang berkorelasi positif terhadap produksi biji jagung. Ainy (2008) melaporkan bahwa pemberian pupuk kompos dan pupuk anorganik mampu meningkatkan kandungan klorofil daun pada tanaman jagung dan padi yang berimplikasi pada peningkatan produksi jagung sebesar 94-134% dan produksi padi meningkat sebesar 18,8%.
Pengaruh Pupuk Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Tanaman Padi Gogo dan Jagung Pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik dengan pemberian pupuk kompos dan pupuk anorganik. Hal ini menunjukkan bahwa di samping pupuk anorganik yang tersedia cepat, pupuk organik juga berperan sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Namun, pemberian pupuk hayati masih dapat meningkatkan lagi pertumbuhan tanaman padi gogo dan jagung. Selain sebagai penyedia unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, pupuk organik juga berperan sebagai sumber energi bagi pertumbuhan bakteri yang digunakan sebagai pupuk hayati. Dalam kombinasinya dengan pupuk kompos, secara umum pupuk anorganik dosis 100% tidak memberikan pengaruh nyata bila dibandingkan dengan dosis 50% dalam hal pertumbuhan maupun produksi tanaman padi gogo dan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk kompos dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai dengan 50%. Untuk dapat menggantikan 100% penggunaan pupuk anorganik dengan pupuk organik nampaknya masih merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini dikarenakan kompos yang matang hanya mengandung 1,69% N, 0,34% P2O5, dan 2,51 K. Dengan demikian, 100 kg kompos setara dengan 1,69 kg Urea, 0,34 kg SP-36, dan 2,18 kg KCl. Jika untuk memupuk padi dibutuhkan dosis Urea, Sp-36, dan KCl masing-masing sebesar 200 kg/ha, 75 kg/ha, dan 37,5 kg/ha maka apabila menggunakan kompos dibutuhkan sebesar 22 ton kompos/ha. Untuk memenuhi kebutuhan kompos yang sangat besar ini diperlukan bahan baku dan tenaga kerja yang banyak yang tentunya akan berdampak pada meningkatnya biaya produksi (Isroi 2007). Pengaruh penambahan pupuk hayati selain dapat meningkatkan serapan hara secara positif juga memacu pertumbuhan tanaman dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan produksi tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dengan penambahan pupuk hayati, bobot kering akar pada tanaman padi gogo dan jagung menjadi lebih baik bila dibandingkan dengan yang hanya diberi kompos biasa. Peran pupuk hayati antara lain memacu inisiasi akar dengan meningkatkan laju pembelahan dan pemanjangan sel. Pertumbuhan dan pemanjangan akar berdampak pada peningkatan luas permukaan akar yang menyebabkan peningkatan penyerapan hara dan mineral. Inisiasi, pembelahan dan pemanjangan sel pada akar sangat dipengaruhi oleh hormon IAA yang dihasilkan oleh beberapa mikroba yang digunakan sebagai isolat pembuatan pupuk hayati (Vessey 2003). Selain memiliki kemampuan menambat N2, Azotobacter juga memiliki kemampuan mensintesis hormon pertumbuhan tanaman seperti IAA yang merupakan senyawa aktif dari auksin (Razie & Iswandi 2005). Khakipour et al. (2008) melaporkan bahwa bakteri Pseudomonas sp. merupakan jenis yang sangat penting dalam PGPR yang mampu memproduksi IAA. Lerner et al. (2005) melaporkan bahwa Azospirillum brasilense merupakan salah satu bakteri
PGPR yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
dengan memproduksi auksin, sitokinin, dan gibberellin. Wibowo (2007) melaporkan bahwa penggunaan pupuk hayati yang terdiri atas campuran bakteri Azotobacter, Azospirillum, Pseudomonas, Bacillus, dan Rhizobium mampu meningkatkan produksi pada tanaman jagung, kacang tanah, dan caisim berturutturut sebesar 270%, 66%, dan 250% dan mampu meningkatkan kandungan hormon IAA rata-rata sebesar 73-159% pada tanaman caisim, jagung, dan kedelai. Auksin dan sitokinin memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan tanaman, terutama pertumbuhan akar. Auksin disintesis utamanya pada jaringan meristem apikal dan secara umum berfungsi dalam pemanjangan sel. Transportasi auksin di bagian tajuk tanaman bersifat basipetal (menuju dasar) yang berpengaruh terhadap beberapa proses fisiologis tanaman, salah satunya adalah dominansi apikal (Taiz & Zeiger 2002). Menurut Razie dan Iswandi (2005), kandungan IAA yang tinggi akan merangsang pertumbuhan akar melalui pertambahan panjang ataupun luas permukaan akar sehingga meningkatkan kemampuan mengikat air, menambah bobot basah akar, dan meningkatkan produksi tanaman. Mezuan et al. (2002) melaporkan bahwa pemberian pupuk hayati dengan formula yang mengandung
Azotobacter sp., Aspergillus sp., dan Streptomyces sp. mampu meningkatkan secara nyata jumlah anakan total tanaman padi gogo. Wu et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan biofertilizer yang mengandung mikoriza dan bakteri penambat nitrogen (Azotobacter chroococum), bakteri pelarut P (Bacillus megaterium), dan pelarut K (Bacillus mucilaginous) secara signifikan mampu meningkatkan pertumbuhan jagung (Zea mays).
Pengaruh Pupuk Kompos dan Pupuk Anorganik terhadap Produksi Tanaman Padi Gogo dan Jagung Produksi tanaman dipengaruhi oleh pemberian pupuk kompos dan pupuk anorganik, namun penambahan pupuk hayati menghasilkan produksi tanaman padi gogo dan jagung yang lebih baik lagi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serapan hara makro dan mikro tidak hanya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, namun juga berpengaruh terhadap tingkat produksi tanaman. Pupuk hayati yang digunakan mengandung bakteri penambat N dan pelarut P serta K. Oleh karena itu, pupuk hayati tersebut yang ditambahkan dalam proses pengomposan maupun yang diberikan pada saat tanam dapat meningkatkan serapan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman. Namun, pengaruhnya lebih baik bila pupuk hayati ditambahkan pada waktu proses pengomposan. Pupuk hayati yang ditambahkan dapat membantu proses dekomposisi bahan-bahan organik. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pupuk hayati pada saat pengomposan lebih efektif dibandingkan dengan pemberian pada saat tanam. Egambirdiyeva dan Hoflich (2004) melaporkan bahwa bakteri PGPR mampu berperan sebagai dekomposer dengan cara mensintesis enzim selulase. Kondisi ini menguntungkan bagi bakteri-bakteri tersebut untuk memperbanyak diri dengan tersedianya bahan organik sebagai sumber karbon. Di dalam pertanian intensif dimana lahan-lahan memiliki tingkat kesuburan yang rendah, tambahan unsur hara dalam bentuk pupuk anorganik dalam takaran tertentu masih diperlukan karena pupuk ini menyediakan unsur hara tersedia bagi tanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik dengan dosis 50% yang dikombinasikan dengan pupuk kompos dan pupuk hayati sudah mampu mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman padi gogo dan jagung. Namun, beberapa komponen pertumbuhan dan produksi pada tanaman
jagung masih lebih baik bila digunakan pupuk anorganik dosis 100%. Hal ini berkaitan dengan tipe (mekanisme) fotosintesis yang berbeda antara tanaman jagung dan padi gogo. Jagung merupakan tanaman C4, sedangkan padi merupakan tanaman C3. Tanaman C4 merupakan tanaman budidaya paling produktif yang mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dan menggunakan energi lebih banyak bila dibandingkan dengan tanaman C3 (Gardner et al. 1991). Oleh karena itu, tanaman C4 membutuhkan pupuk anorganik yang lebih banyak untuk mendukung pertumbuhannya apalagi dengan pengurangan dosis pupuk kompos menjadi 3 ton/ha. Rachman et al. (2008) melaporkan bahwa pemberian bahan organik 20 ton/ha yang dikombinasikan dengan pupuk NPK dosis Urea 200 kg/ha, SP-36 200 kg/ha dan KCI 100 kg/ha meningkatkan produksi jagung sampai 7,83 ton/ha. Kristanto et al. (2002) melaporkan bahwa inokulasi dengan Azospirillum telah meningkatkan berat kering biji per tanaman dan berat 100 biji tanaman jagung. Akhtar et al. (2009) melaporkan bahwa produksi biji gandum mengalami peningkatan maksimum dengan diberi perlakuan PGPR yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik sesuai rekomendasi (dosis 100%). Menurut Viveros et al. (2010) pupuk hayati merupakan pupuk alternatif atau sebagai pupuk yang melengkapi penggunaan pupuk anorganik yang dapat meningkatkan produksi pertanian pada lahan-lahan yang rendah kandungan haranya.