KANDUNGAN UNSUR HARA KOMPOS DARI CAMPURAN KULIT PISANG DAN EFFECTIVE MICROORGANISMS 4
Oleh
DIKKY NUGRAHA NIM. 100500102
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
KANDUNGAN UNSUR HARA KOMPOS DARI CAMPURAN KULIT PISANG DAN EFFECTIVE MICROORGANISMS 4
Oleh
DIKKY NUGRAHA NIM. 100500102
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
KANDUNGAN UNSUR HARA KOMPOS DARI CAMPURAN KULIT PISANG DAN EFFECTIVE MICROORGANISMS 4
Oleh
DIKKY NUGRAHA NIM. 100500102
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
DIKKY NUGRAHA NIM 100500102
2013
Saya persembahkan karya ilmiah ini untuk: Bapak Mukafik & Ibu Lilis Tercinta
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
: Kandungan Unsur Hara Kompos dari Campuran Kulit Pisang dan Effective Microorganisms 4
Nama
: Dikky Nugraha
NIM
: 100500102
Progam Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Ir. Budi Winarni, M.Si NIP. 196109141990012001
Penguji I
Riama Rita Manullang, SP, MP NIP. 197011162000032002
Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Ir. Syarifuddin, MP NIP. 196507062001121001
Penguji II
Daryono. SP NIP. 198002022008121002
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP. 196507062001121001
Lulus ujian pada tanggal : ………………………………..
ABSTRAK
DIKKY NUGRAHA.KandunganUnsur Hara Komposdari Campuran Kulit Pisang dan Effective Microorganisms 4 (di bawahbimbinganBUDI WINARNI). Penelitian ini dilatarbelakangi oleh belum dimanfaatkannya limbah kulit pisang yang pada umumnya hanya dibuang sebagai sampah belaka.Hal ini menimbulkan kerugian karena kulit pisang yang dibuang jumlahnya cukup banyak sekali hanya menumpuk dan menimbulkan bau busuk yang dapat mencemari lingkungan. Penulis ingin memanfaatkan limbah kulit pisang tersebut menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis yaitu dengan mengolahnya menjadi kompos. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur waktu pengomposan dan menganalisa nilai pH, kandungan unsure hara makro kompos N Total, P2O5,K2O dan unsur hara mikro Fe dan Mn, serta membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan standar mutu pupuk organik. Metode dalam penelitian ini yaitu dengan mencacah limbah kulit pisang (4-5 cm) dengan parang lalu mencampurnya dengan pupuk kandang dan menyiramkan larutan Effective Micro organisms 4. Pengamatan dilakukan terhadap warna dan bau, serta menguji kandungan unsure hara di laboratorium. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos matang dihasilkan dalam waktu 13 hari. Kandungan unsure hara kompos yang diteliti (N Total, P2O5, Fe, Mn) memenuhi standar mutu pupuk organik.Nilai pH kompos (8,57) dan K2O (9,45%) diatas standar mutu pupuk organik. Kata Kunci :kulit pisang,Effective Micro organisms 4, dan kompos
RIWAYAT HIDUP
Dikky Nugraha lahir pada tangal 28 November 1992 di Kecamatan Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara, anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan dari Bapak Mukafik dan Ibu Lilis Suryani. Memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 001 Waru, Kabupaten Penajam Paser Utara lulus pada tanggal 18 Juni 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Penajam Paser Utara lulus pada tanggal 23 Juni 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Penajam Paser Utara lulus pada tanggal 26 April 2010. Pendidikan tinggi dimulai tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Jurusan Manajemen Pertanian Progam Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 8 Maret sampai dengan 8 Mei 2013 mengikuti kegiatan Praktek Kerja Lapang di PT. Waru Kaltim Plantation, Kecamatan Waru Kabupaten Penajam Paser Utara,Provinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Kandungan Unsur Hara Kompos dari Campuran Kulit Pisang dan Effective Micro organisms4 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Ibu Ir. Budi Winarni, M.Si. selaku Dosen Pembimbing
2.
Ibu Riama Rita Manullang, SP, MP dan Bapak Daryono, SP selaku Dosen Penguji I dan Penguji II.
3.
Bapak Ir. Syarifuddin, MP. selaku Ketua Progam Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
4.
Bapak Ir. Hasanuddin, MP. selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian.
5.
Bapak Ir. Wartomo, MP. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.
6.
Para Staf Pengajar, Adsministrasi dan Teknisi di Progam Studi Budidaya Tanaman Perkebunan.
7.
Orang tua beserta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a. Walaupun sudah berusaha dengan sungguh-sungguh, Penulis menyadari
masih banyak terdapat kekurangan, Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis Kampus Sei Keledang, Agustus 2013
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................
vii
DAFTAR ISI ............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
x
I.
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
II.
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
3 3 5 22
A.Kulit Pisang................................................................................... B. Kompos ....................................................................................... C. Bioaktivator Effective Microorganisms 4 ....................................
III.
METODE PENELITIAN ............................................................... A. Tempat dan Waktu ...................................................................... B. Alat dan Bahan ............................................................................ C. Prosedur Penelitian..................................................................... D. Pengamatan dan Pengambilan Data.......................................... E. Analisa Data ................................................................................
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... A. Hasil............................................................................................. B. Pembahasan ...............................................................................
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
25 25 25 25 26 26 27 27 28
A. Kesimpulan.................................................................................. B. Saran ...........................................................................................
33 33 33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
34
LAMPIRAN ..............................................................................................
35
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. KomposisiEM4.......................................................................................
24
2. Analisa Kimia Kompos..........................................................................
27
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Lampiran 1. Pengamatan Warna dan Bau ........................................
36
2. Lampiran 2. Standar Mutu Pupuk Organik ........................................
37
3. Lampiran 3. Bahan Kompos ................................................................
37
Gambar 1.Limbah Kulit Pisang ................................................................
38
Gambar 2.Bioaktifator EM4......................................................................
38
Gambar 3.Dosis EM4 10 cc .....................................................................
39
Gambar 4.Pencampuran EM4 10 cc dengan Air 1 liter .......................
39
Gambar 5.Campuran EM4 dengan A ir Sebanyak 100 ml...................
40
Gambar 6.Pupuk Kandang Ayam ...........................................................
40
Gambar 7 .Kompos Matang ......................................................................
41
I. PENDAHULUAN
Kualitas
hidup
sangat
dipengaruhi
oleh
keadaan
sekitarnya.
Lingkungan yang tercemar menyebabkan kondisi sekitarnya menjadi buruk. Salah satu penyebab pencemaran lingkungan adalah sampah.
Sampah
merupakan suatu bahan yang terbuang dan dibuang dari sumber aktivitas manusia maupun proses alam yang belum terolah sehingga belum mempunyai nilai manfaat.
Apabila sampah dibiarkan akan menimbulkan bau, kotor, sumber
penyakit dan dapat mencemari lingkungan. Tapi sampah dapat dimanfaatkan dengan baik yaitu dengan cara mengolahnya menjadi kompos. Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik.
Sedangkan pengomposan adalah proses dimana
bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi (Isroi, 2003). Salah satu bahan organik yang dapat dikomposkan adalah kulit buah pisang.
Menurut Besse (2002) kulit pisang merupakan bahan buangan yang
cukup banyak jumlahnya, yaitu 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Pada umumnya kulit buah pisang ini belum dimanfaatkan hanya dibuang sebagai sampah belaka.
Hal ini menimbulkan kerugian, alangkah baiknya jika kulit
pisang dapat dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis dengan mengolahnya menjadi pupuk kompos.
Dalam penelitian ini digunakan kulit
pisang kepok karena daging buah pisang kepok banyak diolah menjadi berbagai
2
jenis makanan, sehingga dengan demikian kulit pisang jenis ini akan semakin banyak terbuang dan dapat mencemari lingkungan. Pengomposan dapat terjadi secara alami maupun dengan penambahan aktivator.
Pengomposan secara alami membutuhkan waktu yang lama berkisar
6 bulan tetapi dengan penambahan aktivator dapat mempercepat pengomposan menjadi 2-3 minggu.
Banyak jenis bioaktivator yang dipasarkan tetapi dalam
penelitian ini bioaktivator yang digunakan adalah Effective Microorganisms 4 (EM 4).
Penggunaan bioaktivator EM 4 dikarenakan mengandung sekitar 80 genus
mikroorganisme fermentasi.
(Indriani, 2012).
Berdasarkan informasi di atas akan diteliti pembuatan kompos dari limbah kulit pisang dengan menggunakan bioaktivator EM 4.
Adapun tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengukur waktu pengomposan dan menganalisa nilai pH, kandungan unsur hara makro kompos N Total, P2O5, K2O, dan unsur mikro Fe dan Mn, serta membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
informasi
kepada
masyarakat pada umumnya dan petani khususnya, bahwa kulit pisang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk yang berguna bagi usaha pertanian yaitu kompos.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Kulit Pisang Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik.
Di mana masyarakat bermukim, di sanalah
berbagai jenis limbah akan dihasilkan.
Limbah padat dikenal sebagai
sampah yang sering tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan
kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang timbulkan oleh limbah tergantung jenis dan karakteristik limbah (Anonim, 2007). Limbah merupakan bahan buangan dan jika tidak dikelola dengan baik, limbah akan berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan sekitar, yaitu sebagai berikut. 1. Menjadi tempat bersarangnya binatang, seperti tikus, semut, kecoa, nyamuk, dan binatang sejenisnya. 2. Mengundang lalat dan menimbulkan aroma yang kurang sedap. 3. Menjadi sumber polusi (polutan) bagi lingkungan. 4. Menjadi sumber dan tempat hidup kuman. Menurut Besse (2002) kulit pisang merupakan bahan buangan yang cukup banyak jumlahnya, yaitu 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kulit pisang yang selama ini dianggap sebagai sampah dan berbau, mendatangkan lalat dan akan membuatnya terpeleset jika membuangnya
4
sembarangan, ternyata banyak mengandung unsur kimia atau senyawa yang bermanfaat.
Selain sebagai penghasil enzim xylanase, kulit pisang juga
merupakan bahan organik yang mengandung unsur kimia.
Kulit buah
pisang mengandung 15% Kalium dan 12% Fosfor lebih banyak daripada daging buah. Keberadaan Kalium dan Fosfor yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan menjadi pupuk (Ariyani, 2010). Seluruh wilayah Kaltim tercatat memproduksi beraneka jenis pisang pada tahun 2005 mencapai 66.715 ton, kemudian pada tahun 2006 naik menjadi 73.133 ton, tahun 2007 menjadi 74.179 ton, tahun 2008 naik menjadi 77.081 ton, tahun 2009 menjadi 103.099 ton, dan pada tahun 2010 naik lagi menjadi 113.113 ton. Produksi pisang di Kota Samarinda pada tahun 2010 dengan jumlah 18.961 ton sangat banyak sekali dan menghasilkan limbah yang banyak pula.
Harus ada penanganan untuk mengolah limbah kulit
pisang dengan cara membuat pupuk kompos dari limbah kulit pisang (Anonim, 2010). Kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang kepok karena daging buah pisang kepok banyak diolah menjadi berbagai jenis makanan, sehingga dengan demikian kulit pisang jenis ini akan semakin banyak terbuang dan dapat mencemari lingkungan. Pupuk kulit pisang adalah sumber potensial pupuk potasium dengan kadar K2O 46-57% basis kering.
Selain
mengandung Potasium dan Fosfor, Kulit pisang juga mengandung Magnesium, Sulfur, dan sodium.
Potasium adalah unsur hara yang
membantu pembentukan protein, karbohidrat, dan gula, serta membantu pengangkutan gula dari daun ke buah, memperkuat jaringan tanaman serta meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Potasium merupakan unsur
5
hara yang banyak digunakan petani khususnya petani kelengkeng untuk membuahkan tanaman kelengkengnya.
Magnesium adalah unsur yang
keberadaannya selain di perlukan di dalam pembentukan klorofil juga berperan sebagai katalisator dalam penyerapan unsur K dan P oleh tanaman (Ariyani, 2010). Pupuk kulit pisang yang baik adalah pupuk kulit pisang yang dilengkapi dengan mikroorganisme pelarut fosfat karena tanaman tidak dapat menyerap pospat secara langsung dari media tanam.
Fosfor/Phosphorus sebagai
unsur kimia dalam bentuk ikatan P2O5 tidak dapat diserap langsung tanaman melainkan
akan
diserap
dalam
bentuk
ion
PO4.
Disinilah
peran
mikroorganisme pelarut fosfat diperlukan, demikian pula dengan unsur kalium yang biasanya terdapat dalam bentuk ikatan K2O yang perlu diubah menjadi K+ oleh mikroorganisme.
Sodium atau Natrium (Na) adalah unsur yang
dapat ditemukan dalam garam dapur (NaCl), karena kemiripan kalium dengan natrium dalam hal mengatur rumah tangga air dalam tubuh tanaman sehingga proses fotosintesis dapat terus berlangsung.
Unsur Sodium/Natrium
mempunyai sifat higroskopis, artinya bahwa unsur ini mudah menyerap air dan menahan air cukup kuat, sehingga tanaman tahan akan kekeringan. Unsur Natrium membantu proses transportasi dalam tubuh tanaman sehingga hasil-hasil fotosintesis dapat dibawa dan diakumulasi pada tempat-tempat penyimpanan (Ariyani, 2010). B. Tinjauan Umum Kompos Kompos
merupakan
hasil
fermentasi
atau
dekomposisi
dari
bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan atau limbah organik lainnya. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena
6
penyusunannya terdiri dari bahan-bahan organik (Djuarnani dkk, 2009). 1. Bahan Pembuat Kompos a. Berdasarkan komponen yang dikandungnya 1) Bahan organik lunak Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar terdiri dari air.
Bahan yang termasuk dalam kategori ini
adalah buah-buahan, sayuran, termasuk akar dan daun sayuran, limbah kebun termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur. 2)
Bahan organik keras Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut.
Dalam
proses pengomposan bahan ini akan didekomposisi secara sempurna.
Namun, proses tersebut tidak akan terjadi secara
sempurna tanpa tersedianya air yang banyak.
Contoh bahan
organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan pemotongan pagar hidup. 3)
Bahan selulosa Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selularnya sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air relatif rendah.
Bahan ini akan didekomposisi bakteri dengan
sangat lambat, bahkan tidak sama sekali.
Contoh bahan selulosa
adalah sisipan kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan kertas.
7
4) Limbah protein Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak protein, seperti kotoran hewan, dan limbah makanan.
Limbah yang
banyak mengandung protein ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman. Namun proses dekomposisi dari protein ini akan menghasilkan bau yang tidak sedap, bau ini sangat disukai oleh kuman dan serangga sehingga jumlah mereka akan sangat banyak. 5)
Limbah manusia Limbah manusia dan hewan yang dimaksud adalah kotoran. Kotoran ini sangat disenangi mikroorganisme.
b. Berdasarkan asal bahannya 1) Limbah pertanian a) Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam padi, gulma, batang, dan tongkol jagung, serta potongan pagar tanaman. b) Semua bagian vegetatif tanaman, contohnya batang pisang, sabut kelapa, dedaunan. c) Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair, dan limbah pakan. d) Pupuk hijau, contohnya lamtoro, orok-orok, lupin, turi, dan rumput gajah. e) Tanaman air, contohnya azzola, eceng gondok, gulma air, dan ganggang biru.
8
f)
Penambat nitrogen, contohnya mikoriza, rhizobium, dan biogas.
2) Limbah industri a) Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan limbah pemotongan hewan. b) Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas, dan limbah pengolahan minyak kelapa. 3) Limbah rumah tangga a) Sampah, contohnya tinja, urine, sampah rumah tangga, sampah kota, dan limbah dapur. b) Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan hasil pemeliharaan dan budidaya, dapur rumah tangga, pusat perbelanjaan, pasar, dan restoran atau tempat yang menjual makanan olahan. Garbage mengandung lebih banyak bahan organik yang mudah busuk atau lembap, dan mengandung sedikit cairan.
Karena mengandung banyak bahan organik,
limbah ini dapat terdekomposisi secara cepat, terutama ketika cuaca hangat limbah ini dapat mengeluarkan bau busuk. Garbage memiliki nilai komersial di antaranya dimanfaatkan sebagai
bahan
dasar
pakan
ternak
dengan
tetap
mempertimbangkan keamanan dan kriteria kesehatan. c) Rubbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan, dan kantor.
Bahan-bahan yang mudah terbakar tersebut di
antaranya kertas, kain, karton, kotak, kayu, dan papan.
9
2. Proses Pengomposan Pengomposan merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah padat organik dalam kondisi aerobik (terdapat oksigen) atau anaerobik (tanpa oksigen). Proses pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik.
Pengomposan aerobik yang
terjadi dalam keadaan terdapat O2, sedangkan pengomposan anerobik tanpa O2.
Dalam proses aerobik akan dihasilkan CO2, air, dan panas.
Sementara itu, dalam pengomposan anaerobik akan dihasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa antara seperti asam organik.
Kondisi yang
perlu dijaga adalah kadar air, aerasi, dan suhu (Indriani, 2012). `
Menurut Djuarnani dkk (2009), proses pengomposan dapat dilakukan secara aerobik dan anaerobik yang di dalamnya terjadi proses kimiawi dan mikrobiologi sehingga dapat merubah bahan organik menjadi kompos. a. Pengomposan secara aerobik Dekomposisi secara aerobik adalah modifikasi yang terjadi secara biologis pada struktur kimia atau biologi bahan organik dengan kehadiran oksigen.
Dalam proses ini banyak koloni bakteri yang
berperan dan ditandai dengan adanya perubahan temperatur. Pada temperatur 35°C bakteri yang berperan adalah phsycrophile, antara temperatur 35-55°C yang berperan adalah mesofilik dan pada temperatur tinggi (di atas 85°C) yang banyak berperan adalah bakteri termofilik (Djuarnani dkk, 2009). Hasil dari proses pengomposan secara aerobik berupa bahan kering dengan kelembapan 30-40% berwarna cokelat gelap, dan remah.
10
Proses pengomposan juga menghasilkan bahan beracun, tetapi jumlahnya sedikit dan jarang menimbulkan akibat buruk pada penggunaan kompos di lahan.
Selama hidupnya, mikroorganisme
mengambil air dan oksigen dari udara, makanannya diperoleh dari bahan organik yang akan diubah menjadi produk metabolisme berupa karbondioksida (CO2), air, humus, dan energi. Sebagian dari energi yang dihasilkan digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan reproduksi sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas (Djuarnani dkk, 2009). b. Pengomposan secara anaerobik Dekomposisi secara anerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). terjadi
fluktuasi
Proses ini merupakan proses yang dingin dan tidak temperatur
pengomposan secara aerobik.
seperti
yang
terjadi
pada
proses
Namun, pada proses anaerobik perlu
tambahan panas dari luar 30°C (Djuarnani dkk, 2009). Proses pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionate, asam butirat, dan asam laktat).
Proses anaerobik umumnya dapat
menimbulkan bau yang tajam sehingga proses pengomposan lebih banyak dilakukan secara aerobik (Djuarnani dkk, 2009). Sisa hasil pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan warna cokelat gelap sampai hitam.
Hasil ini biasanya terkontaminasi oleh tanaman phytotoxin
11
yang hadir sebagai asam, metana, dan hydrogen sulfide yang bersifat racun sebelum digunakan sebagai penyubur tanah, hasil olahan anaerobik harus berada dalam kondisi kering. Proses diakhiri dengan perlakuan aerobik untuk mengurangi kandungan bahan beracun. c. Proses kimiawi Timbunan kompos berhubungan erat dengan faktor kimia yang cukup
kompleks.
Banyak
perubahan
terjadi
selama
proses
pengomposan, bahkan sebelum mikroorganisme bekerja enzim dalam sel tanaman telah mulai merombak protein menjadi asam amino. Selanjutnya, mikroorganisme menangkap semua bahan yang terlarut seperti gula, asam amino, dan nitrogen anorganik.
Setelah itu, mulai
merombak pati, lemak, protein dan selulosa di dalam gula, serta menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru.
Dalam proses
selanjutnya, amonia akan diproduksi dari protein, mikroorganisme akan menangkap ammonia yang terlepas.
Nitrogen tanaman dikonversikan
menjadi nitrogen mikroba dan sebagian diubah menjadi nitrat. Nitrat merupakan
senyawa
yang
dapat
diserap
tanaman
(Djuarnani dkk, 2009). Bahan lignin atau bahan penyusun kulit tumbuhan yang terdekomposisi oleh mikroorganisme akan menjadi rusak dalam proses pengomposan.
Mikroorganisme di dalam timbunan kompos akan
mengubah lignin dan komponen tanaman lain menjadi molekul besar yang stabil menjadi humus.
Keadaan ini menandakan molekul besar
dapat bersatu dengan partikel tanah dan memperbaiki strukturnya. Humus akan mengalami perombakan secara perlahan oleh organisme
12
tanah, kemudian menjadi unsur hara yang bisa diserap oleh akar tanaman (Djuarnani dkk, 2009). d. Proses mikrobiologi Selama
proses
pengomposan
mikroorganisme terus berubah.
secara
aerob,
populasi
Pada fase mesofilik, jamur dan
bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam amino, gula, dan pati.
Aktivitas mikroorganisme ini
menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos (Djuarnani dkk, 2009). Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti pati dan hemiselulosa.
Pada fase
termofilik, thermophilic actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini tahan terhadap panas. dari bakteri ini mampu merombak selulosa.
Sebagian
Jamur termofilik mampu
hidup pada temperatur 40-60°C, tetapi akan mati pada temperatur di atas 60°C. jamur ini akan merombak hemiselulosa dan selulosa (Djuarnani dkk, 2009). Setelah
bahan
makanan
berkurang,
jumlah
aktivitas
mikroorganisme termofilik juga akan berkurang, temperatur di dalam tumpukan bahan kompos menurun, dan organisme mesofilik yang sebelumnya bersembunyi di bagian tumpukan yang agak dingin memulai aktivitasnya kembali.
Organisme mesofilik akan merombak
selulosa dan hemiselulosa yang tersisa dari proses sebelumnya. Kemampuannya tidak sebaik aktivitas organisme termofilik (Djuarnani, dkk, 2009).
13
Mikroorganisme merombak bahan tanaman menggunakan enzim.
Enzim merupakan molekul protein yang kompleks dan
berfungsi mempercepat reaksi kimia tanpa harus melibatkan diri dalam reaksi tersebut.
Pada proses pengomposan, mikroorganisme
mengeluarkan ratusan jenis enzim yang dapat merombak bahan yang ada
menjadi
bahan
makanan
bagi
mikroorganisme
tersebut.
Contohnya, mikroorganisme mengeluarkan enzim selulase yang dapat mengubah selulosa menjadi glukosa.
Glukosa ini yang akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme dan menghasilkan karbondioksida (Djuarnani dkk, 2009). Kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain sebagai berikut : 1) Mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap, walaupun jumlahnya sedikit 2) Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan. 3) Memperbesar daya ikat tanah berpasir hingga tanah tidak berderai. 4) Menambah daya ikat air pada tanah. 5) Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah. 6) Meningkatkan daya ikat tanah terhadap zat hara. 7) Membantu proses pelapukan bahan mineral. 8) Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba. 9) Menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan. Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos memerlukan waktu 2-3 bulan, bahkan ada yang 6-12 bulan, tergantung dari bahannya.
Waktu yang
14
dibutuhkan untuk membuat pupuk organik cukup lama, sementara kebutuhkan pupuk terus meningkat. Dengan demikian, para ahli melakukan berbagai upaya untuk mempercepat proses pengomposan tersebut melalui berbagai penelitian.
Beberapa hasil penelitian menunjukan proses
pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu atau paling lama sekitar 1-1,5 bulan, tergantung bahan dasarnya.
Ada beberapa aktivator untuk
mempercepat pengomposan yang beredar dipasar antara lain EM 4, Orgadec, Stardec (Indriani, 2012). 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengomposan Menurut Indriani (2012), Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses pengomposan, yaitu nilai C/N bahan, ukuran bahan, campuran bahan, mikroorgaisme yang bekerja, kelembapan dan aerasi, suhu, dan keasaman (pH). a. Rasio C/N bahan Rasio C/N merupakan faktor paling penting dalam proses pengomposan. Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentuk sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. Besarnya nilai rasio C/N
tergantung dari jenis sampah.
Proses pengomposan yang
baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20-40, tetapi paling baik baik adalah 30. Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah.
15
Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang 30), kelebihan nitrogen (N) yang dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai ammonia.
Bahan organik tidak dapat langsung
digunakan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam bahan tersebut relatif tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah. Nilai C/N merupakan hasil perbandingan antara karbohidrat dan nitrogen.
Nilai C/N tanah sekitar
10-12, apabila bahan organik mempunyai kandungan C/N mendekati atau sama dengan C/N tanah, bahan tersebut dapat digunakan tanaman. Namun umumnya bahan organik yang segar mempunyai C/N yang tinggi, seperti jerami padi (50-70).
Prinsip pengomposan adalah menurunkan
C/N ratio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (≤20), semakin tingginya C/N bahan, proses pengomposannya akan semakin lama kerena C/N harus diturunkan. Dalam proses pengomposan, terjadi perubahan untuk mengurangi atau menghilangkan kadar karbohidrat dan meningkatkan senyawa N yang larut (amonia).
Dengan demikian, C/N semakin rendah dan relatif stabil
mendekati C/N tanah.
Berikut adalah perubahan yang terjadi dalam
pengomposan : 1) Karbohidrat, selulosa, lemak, serta lilin menjadi CO2 dan air. 2) Zat putih telur menjadi anomia, CO2, dan air. 3) Senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. b. Ukuran bahan Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan bakteri. Untuk itu, bahan organik perlu dicacah hingga berukuran kecil.
16
Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.
Pencacahan bahan jangan terlalu kecil karena bahan
yang terlalu hancur (banyak air) kurang baik karena kelembabannya menjadi tinggi. c. Komposisi bahan Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan cepat.
Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila
ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme. Dengan demikian, mikroorganisme juga akan mendapatkan bahan makanan lain selain dari bahan organik. d. Jumlah mikroorganisme Dalam proses pengomposan yang akan berperan adalah bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa.
Selain itu, harus sering ditambahkan
pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan.
Dengan
bertambahnya jumlah mikroorganisme diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat. e. Kelembapan dan aerasi Pada umunya, mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40-60%.
Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat
berkerja secara optomal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun
kebutuhan
aerasi
tergantung
dari
proses
berlangsungnya
pengomposan tersebut, baik secara aerobik maupun anaerobik.
17
Kadar air harus dibuat dan dipertahankan sekitar 60%.
Kadar air
yang kurang dari 60% menyebabkan bakteri tidak berfungsi, sedangkan bila lebih dari 60% akan menyebabkan kondisi anaerob.
Kadar air dapat
diukur dengan cara mudah, yaitu dengan meremas bahan. Kadar air 60% dicirikan dengan bahan yang terasa basah bila diremas, tetapi air tidak menetes. Pada dekomposisi aerob, oksigen harus cukup tersedia di dalam tumpukan.
Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak dapat
berjalan. Agar tidak kekurangan oksigen, tumpukan kompos harus dibalik minimal seminggu sekali.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara
force aeration, yaitu menghembuskan udara memakai kompresor.
Bisa
juga dengan efek cerobong, yaitu memasukkan udara melalui cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan. f. Suhu Suhu optimal untuk pengomposan sekitar 30-500 C.
Suhu yang
terlalu tinggi akan mengakibatkan kematian mikroorganisme. relatif
rendah,
mikroorganisme
belum
dapat
berkerja.
Bila suhu Aktivitas
mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga suhu tetap optimal sering dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroba yang berkerja pada suhu relatif tinggi, yaitu 800 C, seperti Trichoderma pseudokoningli dan Cytophaga sp. Mikroba ini digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar, seperti pengomposan tandan kosong kelapa sawit.
Selama proses
dekomposisi, suhu dijaga sekitar 600 C selama tiga minggu. Pada suhu
18
tersebut, selain bakteri bekerja optimal akan terjadi penurunan C/N ratio dan pemberantasan bakteri patogen maupun biji gulma. g. Keasaman (pH) Kisaran pH kompos yang paling optimal adalah 6,0-8,0.
Derajat
keasaman bahan pada permulaan pengomposan umumnya asam sampai dengan netral (pH 6,0-7,0). pengomposan
akan
Derajat keasaman pada awal proses
mengalami
penurunan
karena
sejumlah
mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral. Seperti faktor lainnya, derajat keasaman perlu dikontrol selama proses pengomposan berlangsung.
Jika derajat keasaman terlalu tinggi
atau terlalu rendah, konsumsi oksigen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan.
Derajat keasaman yang terlalu tinggi
juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi ammonia.
Sebaliknya, dalam keadaan asam rendah akan
menyebabkan sebagian mikroorganisme mati.
Derajat keasaman yang
terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen.
Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa
ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur ke dalam bahan kompos. 4. Karakteristik dan Kualitas Kompos Menurut Djuarnani dkk (2009), Karakteristik dan kualitas kompos yang
19
baik sangat perlu diketahui.
Apalagi sekarang banyak beredar di pasaran
kompos palsu yang dibuat dari serbuk gergaji, sisa pembakaran kayu, atau lumpur selokan. mutu kompos.
Untuk menjamin kualitas kompos sebaiknya dibuat standar Pembuatan standar mutu pupuk organik tidak hanya untuk
menjamin kepentingan konsumen, tetapi bisa mendorong pembukaan pasar kompos lebih luas.
Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat
kematangan kompos di samping kandungan logam beratnya.
Bahan organik
yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman.
Penambahan kompos yang belum
matang ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrient antara tanaman dan mikroorganisme tanah.
Keadaan ini dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman. Secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut. a. Berwarna coklat tua hingga hitam dan remah. b. Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa berbentuk suspensi. c. Sangat larut dalam pelarut alkali, natrium pirifosfat, atau larutan anonium oksalat dengan menghasilkan ekstrak berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi zat humic, fulvic, dan humin. d. Rasio C/N sebesar 20-40, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasi. e. Memiliki kapasitas pemindahan kation dan absorpsi terhadap air yang tinggi. f.
Jika
digunakan
pada
tanah,
kompos
dapat
memberikan
efek
20
menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh kandungan nitrogen, fosfor, kalium, kalsiium, dan magnesium. g. Memiliki temperatur yang hampir sama dengan temperatur udara. h. Tidak berbau dan mengandung asam lemak yang menguap. 5. Unsur Hara Kompos Kompos merupakan pupuk organik yang mengandung unsur hara lengkap tetapi dalam jumlah sedikit.
Berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi
tanaman unsur hara dikelompokkan menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar, sedangkan unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil.
Unsur hara makro meliputi : N, P, K, Ca, Mg,
dan S. Unsur hara mikro meliputi : Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl (Suwahyono, 2011). Beberapa unsur hara yang dibutuhkan tanaman : a.
Karbon (C) : bagian terbesar yang dibuat tanaman.
Karbon merupakan
tulang punggung biomolekul sebagian besar tanaman, termasuk zat pati dan selulosa.
Zat karbon adalah hasil fotosintesa CO2 dari udara dan
salah satu bagian karbohidrat yang dikenal dengan zat pati. Zat ini akan disimpan sebagai sumber energi. b.
Hidrogen (H) : unsur yang diperlukan untuk membuat senyawa gula.
c.
Fosfor (P) : unsur yang sangat penting dalam bioenergetika tanaman. Fosfor diperlukan untuk mengonversi energi matahari menjadi energi kimia Adenosin Tri Phosphat (ATP) selama proses fotosintesa. Fosfor juga diperlukan untuk memodifikasi aktivitas enzim dalam proses forforilasi
21
dan dapat digunakan untuk memberikan pertanda pada sel.
Selama ATP
digunakan untuk biosintesa dalam sel tanaman, fosfor penting untuk pertumbuhan tanaman terutama pada saat pembentukan bunga/buah. d.
Kalium (K) : Unsur yang berfungsi untuk mengatur buka/tutup mulut daun (stoma) dengan mekanisme pompa ion kalium. Mulut daun ini fungsinya penting untuk regulasi air. dan
menaikkan
Kalium mengurangi hilangnya air melalui daun
toleransi
drought.
Kekurangan
kalium
dapat
menyebabkan nekrosis, yaitu kehilangan klorofil pada jaringan di antara tulang daun. e.
Nitrogen (N) : selain salah satu komponen esensial dari protein, juga merupakan salah satu bagian dari Deoxyribose Nucleic Acid (DNA) dan sangat
penting
untuk
pertumbuhan
dan
reproduksi
tanaman.
Kekurangan nitrogen umumnya dapat menyebabkan tanaman kerdil/mati. f.
Sulfur (S) : unsur sulfur merupakan yang penting dari asam amino dan protein untuk pertumbuhan tanaman.
g.
Magnesium (Mg) : salah satu unsur yang penting dalam pembentukan zat warna daun (klorofil).
Magnesium juga merupakan zat warna yang
berperan penting dalam proses fotosintesis.
Proses ini penting pada
pembentukan ATP, termasuk peranan dari enzim kofaktor.
Kekurangan
magnesium ditandai oleh hilangnya zat warna daun di antara tulang daun. h.
Besi (Fe) : unsur besi diperlukan untuk fotosintesis dan berperan sebagai pendukung
reaksi
ensimatis.
Seperti
halnya
pada
magnesium,
kekurangan zat besi dapat menyebabkan klorosis dan kematian jaringan. i.
Molybdenum (Mo) : unsur ini berperan sebagai kofaktor enzim pada pembentukan asam amino.
22
j.
Boron (Bo) : unsur boron berfungsi pada saat transportai zat gula, pembelahan sel, dan sintesa beberapa jenis enzim. Kekurangan unusur boron dapat menyebabkan daun-daun muda mengalami nekrosis dan kerdil.
k.
Tembaga (Cu) : unsur tembaga penting untuk fotosintesa. Gejala kekurangan tembaga akan mengakibatkan klorosis pada daun.
l.
Mangan (Mn) : unsur mangan penting untuk membentuk butir-butir zat warna daun.
Kekurangan mangan ditandai dengan abnormalitas warna
daun, seperti terjadi bercak-bercak pada permukaan daun. m. Seng (Zn) : diperlukan oleh sejumlah besar enzim dan berperan utama pada proses transkripsi DNA. C. Bioaktivator Effective Mikroorganisms 4 (EM 4) Pupuk organik yang baik juga mengandung mikroba penambat nitrogen yang akan mengikat unsur nitrogen yang akan mengikat unsur nitrogen langsung dari udara agar mudah diserap oleh akar tanaman dan mikroba yang bersifat antagonis pada penyakit akar.
Disinilah peran
bioaktivator dekomposisi diperlukan EM 4 adalah bioaktivator yang digunakan di dalam proses pembuatan pupuk kulit pisang.
Bahan ini dapat
ditemukan di toko pertanian atau toko tanaman. EM 4 merupakan bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengomposan (Djuarnani dkk, 2009). Larutan EM 4 ditemukan pertama kali Prof. Dr. Teuro Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang.
Larutan EM 4 ini berisi mikroorganisme
fermentasi. Jumlah mikroorganisme fermentasi EM 4 sangat banyak, sekitar 80 genus. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada lima golongan utama
23
yang terkandung di dalam EM 4, yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomyces sp., ragi (yeast), Actinomycetes. Selain mempercepat pengomposan, EM 4 dapat diberikan secara langsung untuk menambah unsur hara tanah dengan cara disiramakan ke tanah, tanaman, atau disemprotkan ke daun tanaman (Indriani, 2012). Biasanya, untuk mempercepat proses pengomposan harus dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau.
Namun, proses
mempercepat pengomposan dengan bantuan EM 4 berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses belangsung dengan baik (Indirani, 2012). Menurut Djuarnani dkk (2009), cara kerja EM 4 telah dibuktikan secara ilmiah dan menyatakan EM 4 dapat berperan sebagai berikut. 1. Menekan pertumbuhan patogen tanah. 2. Mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik. 3. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dan senyawa organik pada tanaman. 4. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan seperti Mycorrhiza sp, Rhizobium sp, dan bakteri pelarut fosfat. 5. Meningkatkan nitrogen. 6. Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. EM 4 dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya sejenis secara terus-menerus.
EM
4
merupakan
larutan
yang
berisi
beberapa
mikroorganisme yang sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau pada
24
limbah dan mempercepat pengolahan limbah menjadi kompos. Tabel 1. Komposisi EM 4 Lactobactillus
8.7 × 105
Bakteri Pelarut Fostat
7,5 × 106
Yeast/Ragi
8.5 × 106
Actinomycetes
+
Bakteri Fotosintetik
+
Calsium (Ca)
1.675 ppm
Magnesium (Mg)
597 ppm
Besi (Fe)
5.54 ppm
Alumunium (Al)
0.1 ppm
Zinc (Zn)
1.90 ppm
Cooper (Cu)
0.01 ppm
Mangan (Mn)
3.29 ppm
Sodium (Na)
363 ppm
Boron (B)
20 ppm
Nitrogen (N)
0.07 ppm
Nickel (Ni)
0.92 ppm
Kalium (K)
7.675 ppm
Phosphor (P)
3.22 ppm
Chlorida (Cl)
414.35 ppm
C Organik (C)
27.05 ppm
pH
3.9
Sumber : Lab. MIPA IPB Bogor (2011) dalam Anonim (2011)
25
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian pembuatan kompos dilakukan di halaman Laboratorium Produksi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan pengujian unsur hara kompos di Laboratorium Ilmu Tanah di UPT. Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropis Lembab (Pusrehut).
Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan dari
persiapan, pengamatan sampai pengolahan data dimulai pada tanggal 12 Juni sampai 12 Juli 2013. B. Alat dan Bahan 1. Alat yang di gunakan adalah : a. Karung b. Gelas ukur c. Timbangan manual d. Alat tulis e. Kamera 2. Bahan yang digunakan : a. Kulit pisang kepok b. Pupuk kandang ayam c. Effective Microorganisms 4 (EM 4) d. Air C.
Prosedur Kerja 1. Pengumpulan pupuk kandang Pupuk kandang yang digunakan pupuk yang sudah jadi karena pengambilan pupuk kandang langsung di beli di toko pertanian.
26
2. Pembuatan larutan EM 4 Sebanyak 10 cc EM 4 dimasukkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan air sebanyak 1 liter.
Kemudian diaduk-aduk dan diamkan
selama 15 menit, setelah itu disiramkan sebanyak 100 ml ke kulit pisang. 3. Proses pengomposan Kulit pisang dicacah menjadi berukuran kecil (4-5 cm) lalu kulit pisang yang sudah dipotong-potong dimasukkan ke dalam karung sebanyak 5 kg dengan penambahan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg dan aktivator EM 4 sebanyak 100 ml.
Pengamatan warna dan bau dilakukan
setiap siang hari. Seluruh permukaan tumpukan ditutup dengan menggunakan karung dan diletakkan di tempat yang lembab agar tidak terkena sinar matahari dan hujan. 4. Pembalikan Pembalikan kompos dilakukan setiap 7 hari sekali. Hal ini bertujuan agar bahan baku, pupuk kandang dan aktivator tercampur dengan baik serta untuk menjaga kelembabannya.
Pada saat pembalikan dilakukan
penyiraman air apabila tumpukan dalam keadaan kering. E.
Pengamatan dan Pengambilan Data Pengamatan dan pengambilan data dilakukan setiap hari pada siang hari dengan melihat warna dan bau sampai kompos matang dan unsur yang diuji pada kompos yaitu : pH, N Total, P2O5, K2O, Fe dan Mn.
F.
Analisa Data Data untuk kecepatan pengomposan ditabulasi dan hasil analisa unsur hara kompos dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik.
27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Sifat fisik kompos Dalam proses penelitian ini waktu yang diperlukan dalam proses pengomposan yaitu selama 13 hari dengan melakukan pengamatan terhadap warna dan bau kompos tersebut. berwarna hitam, remah dan tidak berbau.
Kompos yang telah matang
Pada saat pembuatan kompos
terjadi penyusutan, pada awal pembuatan berat bahan kompos 5,5 kg setelah kompos matang terjadi penyusutan sehingga berat akhir kompos 3 kg. Dinamika warna, dan bau dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Sifat kimia kompos Setelah pengomposan selesai dilakukan uji kimia di laboratorium yang meliputi pH, N Total, P2O5, K2O, Fe, dan Mn dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.
No.
Hasil Analisa Kimia Kompos
Parameter
Satuan
Hasil
Standar Mutu Pupuk Organik
1
pH
-
8.57
4-8
2
N Total
%
1.44
<6
3
P2O5
%
0.75
<6
4
K2O
%
9.45
<6
5
Fe
ppm
5288.44
Min 0 Maks 8000
6
Mn
ppm
448.86
Min 0 Maks 5000
28
B. Pembahasan 1. Sifat fisik kompos Dalam proses pengomposan menggunakan bioaktivator EM 4 diperlukan waktu selama 13 hari untuk proses pembentukan kompos. Penambahan bioaktivator EM 4 membuat laju proses dekomposisi lebih cepat karena dalam bioaktivator tersebut terdapat mikroorganisme atau bakteri dekomposer yang tugasnya mendekomposisi bahan kompos. Menurut Indriani (2012), jika dalam pengomposan banyak mengandung mikroorganisme dekomposer maka laju penurunan ketebalan kompos lebih cepat karena banyak bahan yang terurai sehingga mengurangi ketebalan kompos dan strategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Dalam proses pengomposan terjadi penyusutan pada kompos karena terjadinya proses dekomposisi pada kulit pisang sehingga kompos menjadi susut sampai 3 kg. Adanya perubahan-perubahan hayati yang dilakukan oleh mikroorganisme yang menyebabkan berat dan isi bahan kompos menjadi berkurang dan warna kompos berubah.
Perubahan
tersebut menyebabkan isi bahan dasar kompos berkurang atau menyusut 40 – 60 % tergantung bahan dasar kompos yang digunakan serta proses pengomposannya (Musnamar, 2003). .
Dalam proses pengomposan warna kompos menjadi hitam dan
remah. Menurut Djuarnani dkk (2009), kompos dikatakan bagus dan siap diaplikasikan jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna.
Secara
umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan sebagai berikut berwarna coklat tua hingga hitam, remah, tidak larut dalam air, dan tidak
29
berbau. Dalam
proses
pengomposan
yang
terjadi
kompos
tidak
mengeluarkan bau karena adanya bantuan dari EM 4. Menurut Indriani (2012), dalam proses pengomposan dengan bantuan EM 4 dilakukan dalam kondisi anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya).
Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat
hilang bila proses berlangsung dengan baik. 2. Sifat kimia Kompos a. Nilai pH Kompos hasil penelitian memiliki nilai pH 8,57. lebih tinggi dari Standar Mutu Pupuk Organik.
Menurut Djuarnani dkk (2009),
peningkatan nilai pH kompos disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam bioaktivator yang memberikan masukan ion OHdari hasil proses dekomposisi bahan kompos. Hasil proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme menghasilkan ion OH- sehingga menunjang peningkatan kebasaan yang selanjutnya meningkatkan nilai pH kompos tersebut. Pengamatan pH kompos berfungsi sebagai indikator proses dekomposisi kompos. Mikroba kompos akan bekerja pada keadaan pH netral sampai sedikit masam, dengan kisaran pH antara 5.5 sampai 8. Selama tahap awal proses dekomposisi, akan terbentuk asam-asam organik.
Kondisi asam ini akan mendorong pertumbuhan jamur dan
akan mendekomposisi lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos berlangsung, asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan kompos menjadi matang biasanya mencapai pH
30
antara 6 – 8.
Jika kondisi anaerobik berkembang selama proses
pembuatan kompos, asam-asam organik akan menumpuk. Pemberian udara atau pembalikan kompos akan mengurangi kemasaman ini. Penambahan kapur dalam proses pembuatan kompos tidak dianjurkan. Pemberian kapur akan menyebabkan terjadinya kehilangan nitrogen yang berubah menjadi gas amoniak. Kehilangan ini tidak saja menyebabkan terjadinya bau, tetapi juga menimbulkan kerugian, karena menyebabkan terjadinya kehilangan unsur hara yang penting, yaitu nitrogen, sebaiknya penambahan kapur dilakukan pada saat kompos akan digunakan pada tanaman, karena penambahan kapur dapat menaikkan pH kompos menjadi netral (Manser, 2008). Derajat keasaman yang terlalu tinggi dapat diturunkan dengan menambahkan kotoran hewan, urea, atau pupuk nitrogen. Jika derajat keasaman terlalu rendah bisa ditingkatkan dengan menambahkan kapur dan abu dapur ke dalam bahan kompos (Indriani, 2012). b. N total Kompos dari hasil penelitian memiliki nilai N total sebesar 1.44 % sudah memenuhi Standar Mutu Pupuk Organik. Kompos kulit pisang berguna
untuk
tanaman
karena
mengandung
unsur
nitrogen.
Kebutuhan nitrogen bagi tanaman ada hubungannya dengan fase-fase pertumbuhan.
Pada umumnya, tanaman membutukan asupan N pada
awal pertumbuhan vegetatif sampai pada masa pembungaan. Namun, pada saat pembesaran dan pematangan buah, kebutuhan N umumnya relatif berkurang.
Kompos kulit pisang bisa dipakai untuk memupuk
tanaman karena mengandung unsur N yang cukup.
31
c. Fosfor (P2O5) Kompos dari hasil penelitian memilki nilai P2O5 sebesar 0,75 % sudah memenuhi Standar Mutu Pupuk Organik. Menurut Suwahyono (2011), Fosfat (P) merupakan unsur nutrien utama bagi pertumbuhan. Fosfat umumnya dibutuhkan pada awal pertumbuhan tanaman. Unsur ini diperlukan untuk memacu pertumbuhan akar dan awal pembungaan. Bagi tanaman, unsur fosfat penting dalam pembentukan dinding sel, pertumbuhan kanopi, dan efektivitas fotosintesis. Unsur yang sangat penting dalam bioenergetika tanaman. Secara alami, asupan fosfat oleh tanaman dapat diperoleh dari tanah, residu seresah bahan organik dan air irigasi.
Namun, pada
umumnya asupan dari alam tidak selalu tercukupi untuk pertumbuhan dan hasil yang optimal (Suwahyono, 2011).
Dengan demikian
diperlukan asupan tambahan dari luar oleh karena itu pemakaian kompos kulit pisang bisa dijadikan asupan tambahan dari luar untuk tanaman karena mengandung unsur fosfat. d. Kalium (K2O) Kompos dari hasil penelitian memiliki nilai K2O sebesar 9,45 % lebih tinggi dari Standar Mutu Pupuk Organik.
Kompos kulit pisang
memiliki unsur kalium yang tinggi karena kulit pisang mengandung kalium yang tinggi jadi sangat berguna bagi tanaman yang kekurangan unsur kalium. Menurut Suwahyono (2011), Kalium merupakan unsur nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman. Unsur kalium berfungsi untuk mengatur buka/tutup mulut daun (stoma) dengan mekanisme pompa ion kalium. Mulut daun ini fungsinya penting untuk regulasi air. Kalium
32
mengurangi hilangnya air melalui daun dan menaikkan toleransi drought. Kekurangan kalium dapat menyebabkan nekrosis, yaitu kehilangan klorofil pada jaringan di antara tulang daun.
Secara
alami,
asupan
kalium oleh tanaman dapat diperoleh dari tanah, residu seresah bahan organik dan air irigasi. Namun, pada umumnya asupan dari alam tidak selalu
tercukupi
untuk
pertumbuhan
dan
hasil
yang
optimal
(Suwahyono, 2011). Dengan demikian diperlukan asupan tambahan dari luar oleh karena itu pemakaian kompos kulit pisang bisa dijadikan asupan tambahan dari luar untuk tanaman karena mengandung unsur kalium yang tinggi. e. Besi (Fe) Kompos dari hasil penelitian memiliki nilai Fe sebesar 5288.44 ppm sudah memenuhi Standar Mutu Pupuk Organik. Menurut Suwahyono (2011), unsur besi diperlukan untuk fotosintesis dan berperan sebagai pendukung reaksi ensimatis.
Seperti halnya pada
magnesium, kekurangan zat besi dapat menyebabkan klorosis dan kematian jaringan. f. Mangan (Mn) Kompos dari hasil penelitian memiliki nilai Mn sebesar 448,86 ppm sudah memenuhi Standar Mutu Pupuk Organik. Menurut Suwahyono (2011), unsur mangan penting untuk membentuk butir-butir zat
warna
daun.
Kekurangan
unsur
mangan
ditandai
dengan
abnormalitas warna daun, seperti terjadi bercak-bercak pada permukaan daun.
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa kompos matang dihasilkan dalam waktu 13 hari. Kandungan unsur hara kompos yang diteliti (N total, P2O5, K2O, Fe, Mn) memenuhi Standar Mutu Pupuk Organik. Nilai pH kompos (8,57) dan K2O (9,45%) di atas Standar Mutu Pupuk Organik. B. Saran 1. Untuk menurunkan pH kompos perlu penambahan kotoran hewan dan urea. 2. Kompos dari kulit pisang ini dapat dijadikan pupuk organik dengan unsur K2O yang tinggi.
34
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai Penelitian dan Pengembang Pertanian Departemen Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Bogor
Anonim.
2007. Limbah. http://id.wikipedia.org/wiki/limbah. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2013.
Anonim. 2010. Produksi Pisang Kaltim. http://dispertan.kaltimprov.html Diakses pada tanggal 1 Agustus 2013. Ariyani. 2010. Kulit Pisang Tak Sekedar Sampah. http://www.rierevolution's.blog. Diakses pada tanggal 2 November 2012. Anonim. 2011. Petunjuk Penggunaan EM 4. Bogor : Laboratorium Fakultas MIPA IPB Bogor. Besse. 2002. Manfaat Kulit Pisang. http://www.pikiran-rakyaat.com Diakses pada tanggal 23 September 2012. Djuarnani N, Kristian, & SS Setiawan. 2009. Cara Cepat Membuat Kompos . AgroMedia Pustaka. Jakarta. Indriani YH. 2012. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta . Isroi. 2003. Pengomposan Limbah Padat Organik. http://
[email protected]. Diakses pada tanggal 21 September 2012. Musnamar EI. 2003. Pupuk Organik : Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Manser. 2008. Cara Membuat Kompos. http://petanidesa .wordpress.com. Diakses pada tanggal 15 Januari 2013. Suwahyono U. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik secara Efektif dan Efisien. Penebar Swadaya. Jakarta.
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1.
Hasil Pengamatan Warna dan Bau
Hari
Warna
Bau
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kuning Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Cokelat Hitam
Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau Tidak berbau
37
Lampiran 2.
Standar Mutu Pupuk Organik
38
Lampiran 3.
Dokumentasi Proses Pengomposan
Gambar 1.
Limbah Kulit Pisang
Gambar 2. Bioaktifator EM 4
39
Gambar 3.
Dosis EM 4 10 cc
Gambar 4. Pencampuran Larutan EM 4 10 cc dengan Air 1 liter
40
Gambar 5. Campuran EM 4 dan Air Sebanyak 100 ml
Gambar 6. Pupuk Kandang Ayam
41
Gambar 7. Kompos Matang