Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
PENGARUH KONSENTRASI HCl DAN KOMPOSISI CAMPURAN KULIT PISANG PADA EKSTRAKSI PEKTIN DARI KULIT PISANG DAN APLIKASINYA PADA PROSES PENGENTALAN KARET Lidya Karina Ariesti*, Frasni Waharina, dan Yuli Ristianingsih
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan 70714 * Corresponding Author:
[email protected]
Abstrak Industri kecil berbahan baku pisang di Provinsi Kalimantan Selatan meningkat setiap tahun. Produksi pisang di Kalimantan selatan pada tahun 2013 mencapai 26.284 ton. Perkembangan industri berbahan baku pisang ini mengakibatkan limbah kulit pisang bertambah banyak, sehingga diperlukan pengolahan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari kulit pisang tersebut. Kulit pisang mengandung pektin minimal 0,9% dari berat keringnya sehingga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku pembuatan pektin. Pektin memiliki banyak manfaat diantaranya bahan pembantu industri pengolahan makanan, industri farmasi dan industri pengolahan karet. Pada penelitian ini dilakukan konversi kulit pisang menjadi pektin sebagai bahan pembantu dalam proses pengentalan karet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut dan komposisi campuran kulit pisang kepok dan kulit pisang ambon terhadap yield pektin yang dihasilkan serta pengaruh konsentrasi pektin pada proses pengentalan karet. Penelitian ini dilakukan proses ekstraksi pektin berbahan baku campuran kulit pisang kepok dan kulit pisang ambon. Variasi campuran kulit pisang ditimbang sebanyak 50 gram dengan komposisi perbandingan pisang kepok dan ambon 3:1; 1:1 dan 1:3. Kemudian diekstraksi menggunakan pelarut HCl dengan variasi 0,25 N; 0,3 N dan 0,35 N. Hasil ekstraksi ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:1 hingga terbentuk endapan pektin, kemudian disaring dan dioven pada suhu 40°C selama 8 jam. Pektin yang diperoleh dianalisis untuk mengetahui kadar metoksil dan kadar galakturonat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yield maksimum ekstraksi pektin adalah 67,38% yang didapat pada komposisi campuran kulit pisang kepok dan ambon 1:3 dengan konsentrasi HCl 0,35 N. Pektin yang dihasilkan bermetoksil rendah, yaitu 2,418%-3,224% dengan kadar galakturonat 67,584%-82,72%. Pektin hasil penelitian kemudian digunakan sebagai bahan pembantu dalam proses pengentalan karet. Dalam aplikasi proses pengentalan karet ini digunakan rasio berat pektin terhadap volume karet 1:5; 2:5; 3:5; 4:5 dan 5:5. Waktu pengentalan karet tercepat diperoleh pada komposisi campuran kulit pisang 1:3 dengan konsentrasi HCl 0,35 N yaitu 2 menit. Kata kunci : kulit pisang, pektin, ekstraksi, HCl
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
1.
Pendahuluan Pisang merupakan buah-buahan tropis yang banyak dihasilkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia.Buah pisang mempunyai potensi yang cukup tinggi yang dapat dikonsumsi maupun diolah menjadi produk olahan makanan dengan mempunyai nilai jual yang cukup tinggi. Berkembangnya industri pengolahan makanan berbahan baku pisang menghasilkan limbah kulit pisang. Menurut Tchobanoglous (2003), bobot kulit pisang mencapai 40% dari total jumlah berat buah pisang. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan, hanya dibuang sebagai limbah organik atau digunakan sebagai makanan ternak. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Buah pisang mengandung pektin dalam konsentrasi tinggi. Kandungan pektin pada kulit pisang minimal 0,9% dari berat kering. Pektin tersebut dapat diekstraksi dengan cara sederhana, biaya yang tidak mahal dan dapat diterapkan dalam skala kecil (Hasbullah, 2001). Pektin adalah suatu komponen serat yang terdapat pada lapisan lamella tengah dan dinding sel primer pada tanaman (Sirotek et al., 2004). Sel-sel tumbuhan tertentu, seperti buah, cenderung mengumpulkan lebih banyak pektin. Pektin biasanya menyebabkan sifat “lekat” apabila seseorang mengupas buah. Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pektin berkadar metoksil tinggi (HMP), dan pektin berkadar metoksil rendah (LMP). Pektin bermetoksil tinggi mempunyai kandungan metoksil minimal 7%, sedangkan pektin bermetoksil rendah mempunyai kandungan metoksil maksimal 7% (Guichard et al, 1991). Menurut Kertesz (1951), asam yang digunakan dalam ekstraksi pektin adalah asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam laktat, asam asetat, asam fosfat tetapi ada kecenderungan untuk menggunakan asam mineral yang murah seperti asam sulfat, asam klorida, dan asam nitrat. Beberapa artikel saat ini menyarankan untuk menggunakan asam klorida (Kalapathy dan Proctor, 2001; Dinu, 2001) dan asam nitrat (Pagán et al., 2001). Pektin telah banyak digunakan, baik pada industri pangan, kesehatan maupun industri karet. Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada industri karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan protein (May, 1990). Pada industri pangan, pektin digunakan dalam produk buah-buahan kemasan, juice dan es krim sebagai penstabil (Cruess, 1958). Sedangkan pada industri karet, pektin digunakan dalam proses pengentalan lateks, memperbaiki warna, konsistensi kekentalan dan stabilitas produk yang dihasilkan (Whistler, 1973). Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, sudah cukup banyak penelitian yang membahas tentang pektin. Namun, belum ada penelitian tentang pektin yang menggunakan variasi campuran kulit pisang kepok dan pisang ambon dan hasilnya diaplikasikan pada proses pengentalan karet. Selama ini petani karet biasanya membekukan getah karet dengan bahan-bahan kimia seperti asam asetat, tawas dan urea. Penggunaan bahan-bahan kimia tersebut secara terus-menerus akan menimbulkan efek berbahaya bagi tubuh, membuat produktivitas karet menurun dan berdampak pada pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya pengental getah karet dari bahan alami seperti pektin. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: a. Bagaimana pengaruh komposisi bahan baku kulit pisang kepok dan pisang ambon terhadap kadar pektin yang dihasilkan? b. Bagaimana pengaruh konsentrasi HCl terhadap kadar pektin yang dihasilkan? c. Berapakah kadar metoksil dan galakturonat dari pektin hasil penelitian? d. Bagaimana perbedaan waktu pengentalan karet dengan menggunakan pektin maupun tanpa menggunakan pektin?
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui pengaruh komposisi bahan baku kulit pisang kepok dan pisang ambon terhadap kadar pektin yang diperoleh. b. Mengetahui pengaruh konsentrasi HCl terhadap kadar pektin yang diperoleh. c. Mengetahui kadar metoksil dan galakturonat dari pektin yang dihasilkan. d. Membandingkan data waktu pengentalan karet dengan penambahan pektin dari ekstraksi pektin campuran kulit pisang kepok dan pisang ambon. Manfaat Kegiatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Memberikan solusi pengolahan limbah kulit pisang agar dapat mengurangi populasi sampah organik. b. Memberikan nilai tambah pada limbah kulit pisang agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pektin dan manfaatnya sebagai bahan pengental karet. c. Memberikan konstribusi nyata dalam mewujudkan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), bagi lingkungan masyarakat sekitar, akademisi dan industri di masa depan. 2.
Metodologi Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Teknologi Proses, Program Studi Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Alat Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat alat ekstraksi (kondensor, termometer, labu leher tiga, motor pengaduk, pemanas mantel, statif dan klem), seperti terlihat pada Gambar 1. Keterangan: 1. Kondensor 2. Termometer 3. Labu leher tiga 4. Motor pengaduk 5. Pemanas Mantel 6. Statif dan klem
Gambar 1. Rangkaian Alat Ekstraksi Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang ambon dan kulit pisang kepok yang telah dikeringkan dan dihitung kadar airnya. Selain bahan baku utama dalam penelitian ini juga digunakan bahan pendukung yang meliputi: akuades, HCl 0,25 N; 0,3 N; 0,35 N, NaOH 0,1 N; 0,25 N, indikator pp, aseton, etanol 96%, NaCl, indikator bromthymol blue, kertas saring dan aluminium foil. Prosedur Penelitian Kulit pisang dicuci bersih kemudian dikeringkan. Kulit pisang yang sudah kering diblender dan dihitung kadar air awalnya. Serbuk kulit pisang kemudian ditimbang sebanyak 50 gram dengan komposisi sesuai variabel (37,5 gram serbuk kulit pisang kepok : 12,5 gram serbuk kulit pisang ambon, 25 gram serbuk kulit pisang kepok: 25 gram serbuk kulit pisang ambon, dan 12,5 gram serbuk kulit pisang kepok: 37,5 gram serbuk kulit pisang ambon) danditambahkan larutan HCl dengan konsentrasi
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
sesuai variabel (0,25 N; 0,3 N; 0,35 N) sebanyak 500 mL. Proses ekstraksi dijalankan hingga mencapai suhu 80oC selama 90 menit. Setelah diekstraksi bahan disaring untuk memisahkan filtratnya. Fitrat pektin ditambah aseton dengan perbandingan 1 : 1 dan diaduk rata. Kemudian didiamkan selama 12 jam sambil ditutup dengan aluminium foil. Pektin yang telah diendapkan, dipisahkan dari filtratnya dengan menggunakan kertas saring. Proses penyaringan dilakukan beberapa kali agar pektin yang dihasilkan lebih maksimal. Hasil filtrasi dikeringkan pada suhu 40oC selama 8 jam. Selanjutnya dilakukan analisa karakterisasinya dan diaplikasikan ke pengentalan karet dengan rasio berat pektin terhadap volume karet sesuai variabel (1:5; 2:5; 3:5; 4:5; 5:5). 3. Hasil Diskusi Pengaruh Konsentrasi HCl dan Komposisi Kulit Pisang terhadap Kadar Pektin Ekstraksi pektin merupakan usaha untuk melepaskan pektin yang terikat dalam suatu bahan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi ini biasanya dilakukan dengan asam mineral, dalam penelitian ini berupa HCl. Hubungan konsentrasi HCl dan komposisi bahan baku terhadap kadar pektin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2. 40
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 3:1 Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:1 Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:3
35 30 25 20 15 10 5 0 0.25
0.3
0.35
Gambar 2. Hubungan Konsentrasi HCl dan Komposisi Bahan Baku terhadap Kadar Pektin Gambar 2 menunjukkan semakin tinggi konsentrasi HCl yang digunakan sebagai pelarut, maka semakin banyak kadar pektin yang dihasilkan. Konsentrasi pelarut yang tinggi dalam proses ekstraksi, akan menyebabkan pelepasan protopektin yang dihasilkan semakin banyak sehingga kadar pektin yang didapatkan semakin besar pula. Kadar pektin yang diperoleh dari ekstraksi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Data Hasil Ekstraksi Pektin Komposisi Kepok : Ambon
Massa Pektin (gr)
Yield (%)
0,25 N
0,3 N
0,35 N
0,25 N
0,3 N
0,35 N
3:1
18,33
24,81
29,18
36,66
49,62
58,36
1:1
22,69
29,26
30,75
45,38
58,52
61,50
1:3
25,58
29,98
33,69
51,16
59,96
67,38
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa komposisi campuran yang lebih banyak menggunakan kulit pisang ambon akan menghasilkan kadar pektin yang lebih besar, yaitu sebanyak 33,69 gram. Hal ini sesuai dengan penelitian Budiyarti (2013) yang menunjukkan bahwa kandungan pektin pada kulit pisang ambon lebih besar dibanding pada kulit pisang kepok. Pisang ambon menghasilkan kadar pektin
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
yang lebih tinggi daripada pisang kepok. Hal ini dikarenakan dari kandungan gizinya, pisang ambon memiliki jumlah pati resisten yang lebih besar daripada pisang kepok, dimana pati resisten tersebut menunjukkan banyaknya amilopektin yang terkandung dalam karbohidrat kulit pisang. Banyaknya kandungan amilopektin pada kulit pisang ambon tersebut, menyebabkan semakin banyak pektin yang dihasilkan . Kadar pati resisten pada pisang ambon adalah sebesar 29,37%, sedangkan pada pisang kepok sebesar 27,70% (Musita, 2009).
Pengaruh Konsentrasi HCl dan Komposisi Kulit Pisang terhadap Kadar Metoksil Kadar metoksil didefinisikan sebagai jumlah mol etanol yang terdapat di dalam 100 mol asam galakturonat. Uji kadar metoksil dilakukan untuk mengetahui apakah produk pektin dari penelitian ini termasuk ke dalam pektin bermetoksil tinggi atau rendah. Kadar metoksil digunakan untuk menentukan apakah produk hasilnya nanti dapat langsung digunakan atau dilakukan demetilasi terlebih dahulu. Hubungan antara konsentrasi HCl dan komposisi bahan baku terhadap kadar metoksil dapat dilihat pada Gambar 3. 3.5 3 2.5
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 3:1
2
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:1
1.5 1
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:3
0.5 0 0.25
0.3
0.35
Gambar 3. Hubungan Konsentrasi HCl dan Komposisi Bahan Baku terhadap kadar Metoksil Gambar 3 menunjukkan kadar metoksil yang semakin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi pelarut. Peningkatan kadar metoksil ini dikarenakan semakin meningkatnya gugus karboksil bebas yang teresterifikasi. Kadar metoksil dan kadar galakturonat dari pectin yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Konsentrasi HCl (N) 0,25 0,3 0,35
Tabel 2. Data Hasil Analisa Pektin Perbandingan Kepok dan Ambon 3:1 1:1 1:3 Metoksil Galakturonat Metoksil Galakturonat Metoksil Galakturonat (%) (%) (%) (%) (%) (%) 2,480 67,936 2,418 67,584 2,430 67,654 2,604 74,976 2,604 74,976 2,666 75,68 3,081 81,558 3,100 81,664 3,224 82,72
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa kadar metoksil yang diperoleh berkisar antara 2,4183,224% dimana menurut data standar mutu IPPA (International Pectin Producers Association), pektin tersebut termasuk dalam pektin bermetoksil rendah karena kadar metoksilnya kurang dari 7,12%. Hal ini lebih menguntungkan karena pektin bermetoksil rendah dapat langsung diproduksi tanpa melalui proses demetilasi. Hasil kadar metoksil tertinggi yang diperoleh sebesar 3,224% pada konsentrasi HCl 3,5 N dan campuran yang mengandung komposisi kulit pisang ambon lebih banyak.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
Pengaruh Konsentrasi HCl dan Komposisi Kulit Pisang terhadap Kadar Galakturonat Kadar galakturonat dan muatan molekul pektin memiliki peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin. Kadar asam galakturonat pektin hasil ekstraksi berkisar antara 67,584%–82,72%. Hubungan konsentrasi HCl dan komposisi kulit pisang terhadap kadar galakturonat yang dihasilkan ditunjukkan oleh Gambar 4. 90 80 70 Pisang Kepok:Pisang Ambon = 3:1
60 50
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:1
40 30
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:3
20 10 0 0.25
0.3
0.35
Gambar 4. Hubungan Konsentrasi HCl dan Komposisi Bahan Baku terhadap Kadar Galakturonat Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi HCl maka semakin tinggi kadar galakturonat. Kadar galakturonat yang cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi HCl dikarenakan meningkatnya reaksi hidrolisis protopektin menjadi pektin yang komponen dasarnya adalah asam D-galakturonat. Peningkatan asam galakturonat terjadi karena putusnya ikatan antara komponen hemiselulosa dengan komponen asam poligalakturonat pektin karena adanya pemanasan dengan larutan asam (Yulianingsih, 2008). Dari penelitian didapat kadar galakturonat yang tidak berbeda jauh pada tiap-tiap komposisi campuran kulit pisang. Kadar galakturonat yang diperoleh berkisar 67,584% - 82,72%. Aplikasi Pektin Pada Proses Pengentalan Karet Pektin yang dihasilkan pada penelitian ini dimanfaatkan sebagai pengental karet. Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental (Purnomo, 2014). Hal inilah yang membuat pektin dapat mempercepat proses pengentalan karet. Berdasarkan hasil penelitian, pektin dengan konsentrasi HCl 0,25N dapat dimanfaatkan dalam industri makanan, sedangkan pektin dengan variasi lain memiliki kadar galakturonat di atas 70% sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang lain seperti proses pengentalan karet. Aplikasi pektin pada penelitian ini dilakukan dengan mengambil pektin yang memiliki kadar galakturonat di atas 70% yang dihasilkan dari pektin dengan konsentrasi HCl 0,35N. Metode yang dilakukan adalah pencampuran antara sampel pektin dan getah karet dimana rasio antara massa pektin (g) dan volume getah karet (mL) adalah 1:5; 2:5; 3;5; 4:5; dan 5:5. Hasil aplikasi pektin dapat dilihat pada Gambar 5.
Waktu Pengentalan (menit)
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
ISSN
Pisang Kepok:Pisang Ambon = 3:1 Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:1 Pisang Kepok:Pisang Ambon = 1:3
1
2
3
4
5
Berat Pektin (gram) Gambar 5. Hubungan Berat Pektin pada Sampel Konsentrasi HCl 0,35 N dan Berbagai Komposisi Campuran terhadap Waktu Pengentalan Karet Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah pektin yang ditambahkan pada getah karet maka semakin cepat waktu pengentalan. Hal ini disebabkan semakin banyak pektin yang ditambahkan maka semakin besar luas permukaannya sehingga pengikatan air pada karet mentah akan semakin cepat. Dari penelitian diketahui proses pengentalan karet tanpa penambahan pektin membutuhkan waktu selama 138 menit. Sedangkan waktu pengentalan karet tercepat yaitu 2 menit, diperoleh pada penambahan 5 gram sampel pektin berkomposisi kulit pisang 1:3. Hal ini dikarenakan pektin dengan komposisi kulit pisang ambon lebih banyak tersebut memiliki kadar metoksil yang lebih besar. Makin tinggi kadar metoksil maka makin cepat pektin berubah menjadi jelly (Nugraheni, 2013). 4.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pektin dapat diekstraksi dengan pelarut HCl pada suhu 80oC selama 90 menit. Kadar pektin akan meningkat jika ada peningkatan konsentrasi HCl. Kadar pektin tertinggi diperoleh pada konsentrasi HCl 0,35 N yaitu 33,69 g. Komposisi bahan baku yang menghasilkan kadar pektin paling banyak terdapat pada perbandingan kulit pisang kepok dan kulit pisang ambon 1:3. Kadar metoksil yang diperoleh berkisar 2,418%-3,224% dan tergolong bermetoksil rendah sehingga tidak perlu proses demetilasi. Sedangkan kadar galakturonat yang diperoleh berkisar 67,584%-82,72%. Semakin banyak pektin yang ditambahkan maka semakin cepat waktu pengentalan getah karet yang diperlukan. Waktu pengentalan karet tercepat diperoleh pada komposisi campuran kulit pisang 1:3 dengan konsentrasi pelarut 0,35 N yaitu 2 menit. Ucapan Terimakasih Kami ucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang telah banyak membantu melalui hibah dana Program Kreativitas Mahasiswa-Penelitian (PKM-P) 2015 sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Terima kasih pula kepada seluruh civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat yang telah mendukung penuh dalam penelitian ini. Daftar Pustaka Budiyarti, Lestari dan Etha N.F. 2013.Karakterisasi Pektin dengan memanfaatkan Limbah Kulit Pisang menggunakan Metode Ekstraksi.Konversi, Vol 2 No. 1. Cruess, W.V. 1958.Commercially Fruits and Vegetable Products. McGraw Hill Book Co, New York.
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia 2015 Sustainable Energy and Mineral Processing for National Competitiveness Yogyakarta, 12-13 Oktober 2015
ISSN
Dinu, D. 2001, Extraction and Characterization of Pectins from Wheat Bran. Roumanian Biotechnology Letter. Vol.6 hal.37-43. G. Tchobanoglous, H. Theisen, dan S. Vigil. 2003. Integrated Solid Waste Management: Engineering Principles and Management Issues. New York: McGraw-Hill. Guichard, E. S., A, Issanchou., Descovieres dan P. Etievant. 1991. Pectin Concentration, Molekular Weight and Degree of Esterification. Influence on Volatile Composition and Sensory Caracteristic of Strawberry Jam. Journal of Food Science. Vol.56 hal.1621. Hasbullah. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat - Pektin Jeruk. Jakarta: Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat. Kalapathy, U. dan A. Proctor. 2001. Effect of Acid Extraction and Alcohol Precipitation Conditions on The Yield and Purity of Soy Hull Pectin. Food Chemistry, Vol.73 hal.393 – 396. May, C. D. 1990. Industrial Pectins: Sources, Production, and Application. Carbohydrate Polymer. Vol.12 hal. 79-84. Musita, N. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten dari Berbagai Varietas Pisang. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. Vol 14(1). Nugraheni, Y., N, E. Z., & Rusdiansjah. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu Terhadap Hasil Ekstraksi Pektin dari Kulit Buah Nanas. Simposium Nasional RAPI XIII - 2013 FT UMS (ISSN 14129612). Pagán, J.; Ibarz, A.; Llorca M.; Pagán A. and Barbosa-Cánovas G. V. 2001, Extraction and characterization of pectin from stored peach pomace. Food Research International. Vol.34 hal.605-612. Purnomo, L. J., Nuryati, & Fatimah. (2014). Pemanfaatan Buah Limpasu (Baccaurea lanceolata) sebagai Pengental Lateks Alami. Jurnal Teknologi Agro-Industri, Vol 1. Sirotek, K., L. Slovakova, J. Kopecny, and M. Marounek. 2004. Fermentation of pectin and glucose, and activity of pectindegrading enzymes in the rabbit caecal bacterium Bacteroides caccae. Letters in Applied Microbiology Vol.38 hal.327–332. Whistler, R.L. 1973. Industrial Gum. New York: Academic Press. Yulianingsih, A. 2008. Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi terhadap Karakter Pektin dari Ampas Jeruk Siam (Citrus nobilis L). Jurnal Pascapanen, Vol 5(2) hal 37-44.