PEMBUATAN KOMPOS DARI KULIT PISANG DENGAN PENAMBAHAN MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL)
Oleh : ASTUTI NIM: 100 500 100
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
PEMBUATAN KOMPOS DARI KULIT PISANG DENGAN PENAMBAHAN MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL)
Oleh : ASTUTI NIM. 100 500 100
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
PEMBUATAN KOMPOS DARI KULIT PISANG DENGAN PENAMBAHAN MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL)
Oleh : ASTUTI NIM. 100 500 100
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Karya Ilmiah
:
Pembuatan Kompos dari Kulit Pisang Penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL)
Nama Mahasiswa
: Astuti
NIM
: 100 500 100
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Ir. Budi Winarni, M.Si Nip. 19610914 199001 2 001
Penguji I,
Penguji II,
Nur Hidayat, SP , MSc NIP. 19721025 200112 1 001
Roby, SP, MP NIP. 19730517 200501 1 009
Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Ir. Syarifuddin, MP NIP. 19650706 200112 1 001
Lulus ujian pada tanggal :
dengan
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP. 19630805 198903 1 005
ABSTRAK
ASTUTI. Pembuatan Kompos dari Kulit Pisang dengan Penambahan Mikro Organisme Lokal (MOL) (di bawah bimbingan BUDI WINARNI) Latar belakang penelitian ini yaitu memanfaatkan kulit pisang menjadi sesuatu yang berguna dengan cara dibuat menjadi kompos. Pelaksanaan pembuatan kompos dipercepat dengan pemberian MOL nasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam pembuatan kompos, menganalisa unsur hara kompos (pH, N Total, P2O5, K2O, Fe dan Mn) dan membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik (Permen Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009). Penelitian ini dilaksanakan selama 1,5 bulan dimulai pada tanggal 1 Juni sampai 15 Juli 2013. Pelaksanaannya di dua tempat yaitu di Laboratorium Produksi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan di Laboratorium Ilmu Tanah Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropis (Pusrehut) Universitas Mulawarman. Pembuatan kompos dilakukan dengan cara mencacah kulit pisang sebanyak 5 kg, pupuk kandang 0,5 kg dan mencampurkan larutan MOL sebanyak 100 ml. Kompos matang dihasilkan dalam waktu 10 hari dengan warna coklat kehitaman dan tidak berbau. Kandungan kimia kompos adalah pH =7,71, N Total = 1,86 %, P2O5 = 0,82 %, K2O = 6,79 %, Fe = 5678,34 ppm, Mn = 449,83 pmm, jika dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik unsur-unsur yang diamati tersebut sudah sesuai dengan standar tetapi kandungan K2O di atas 6 % yang artinya pupuk kompos dari limbah pisang mengandung unsur K yang tinggi. Kata kunci : kulit pisang, kompos, MOL
RIWAYAT HIDUP
Astuti lahir pada tanggal 15 Juli 1992 di Desa Binusan, Kecamatan
Nunukan,
Kabupaten
Nunukan,
Propinsi
Kalimantan Timur. Merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Hanapia dan Ibu Dayang. Tahun 1998 memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 006 Binusan, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Propinsi Kalimantan Timur dan lulus pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Menegah Pertama Negeri 3 Nunukan hingga lulus pada tahun 2007 dan ke Sekolah Menegah Kejuruan Negeri 1 Nunukan dan lulus pada tahun 2010. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 1 Maret 2013 sampai dengan 30 April 2013 mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Sawit Sukses Sejahtera (SSS) Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini. Karya Ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laborotorium Produksi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan di Laboratorium Pusrehut Universitas Mulawarman. Penyusunan Karya Ilmiah ini dilaksanakan 1,5 bulan, yaitu dari tanggal 1 Juni sampai 15 Juli 2013, merupakan syarat untuk menyelesaikan tugas akhir Karya Ilmiah di Politeknik Pertanian Negeri Samarida dan mendapat sebuah Ahli Madya. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Ibu Ir. Budi Winarni, MSi selaku Dosen Pembibing yang banyak membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
2.
Bapak Nur Hidayat, SP, MSc dan Bapak Roby, SP, MP selaku Dosen Penguji.
3.
Bapak Ir. Syarifuddin, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
4.
Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian .
5.
Kepada kedua orang tua dan keluarga tersayang yang selalu memberi dukungan dan dorongan.
6.
Teman-teman yang banyak membantu dalam menyusun pembuatan laporan ini. Walaupun
sudah
berusaha
dengan
sungguh-sungguh,
penulis
menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan ini. Semoga Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin. Penulis Kampus Sei Keledang, Agustus 2013
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................ix I.
PENDAHULUAN .................................................................................. 1
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos.............................................................................................. 3 B. Kulit Pisang .................................................................................. ....10 C. Mikroorganisme Lokal (MOL) ........................................................ 12 D. Pupuk Kandang .............................................................................. 14 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 21 B. Alat dan Bahan Penelitia ............................................................... 21 C. Prosedur Kerja........................................................................ 22 D. Pengambilan dan Pengolahan data ........................................ 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ................................................................................................. 24 B. Pembahasan .................................................................................. 25 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..................................................................................... 28 B. Saran ............................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Tubuh Utama
Halaman
1. Kandungan Hara dan Air Beberapa Jenis Pupuk Kandang............................................16 2. Unsur Hara Kompos.......................................................................................................24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data pengukuran Warna, dan Bau...........................................................
31
2. Standar Mutu Pupuk Organik...................................................................
32
3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian...........................................................
33
Gambar 1. Nasi yang Siap Dijamurkan.....................................................
33
Gambar 2. Mikroorganisme Lokal (MOL)..................................................
33
Gambar 3.Limbah Kulit Pisang Siap Dipotong.......................................... 34 Gambar 4. Pemotongan Kulit Pisang........................................................
34
Gambar 5. Pupuk Kandang Ayam............................................................
35
Gambar 6. Pecampuran Kulit Pisang dengan Pupuk Kandang...............
35
Gambar 7. Pecampuran Mikroorganisme Lokal (MOL)............................
36
Gambar 8. Pembalikan Kompos..............................................................
36
Gambar 9. Kompos yang Sudah Matang.................................................
37
Gambar 10. Kompos Dikeringkan Sebelum Dianalisa..............................
37
1
I.
PENDAHULUAN
Samarinda merupakan penghasil pisang terbanyak ke dua di Propinsi Kalimantan Timur pada tahun 2010 produksinya mencapai 18.961 ton. Limbah yang dihasilkan dari pisang diantaranya adalah kulit pisang.
Untuk itu perlu
dilakukan suatu cara memanfaatkan limbah kulit pisang yang ada, yaitu dengan cara pengomposan menjadi pupuk organik (kompos) (Anonim, 2013). Kompos yang merupakan pupuk organik memiliki kandungan unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur hara yang terdapat pada kompos tidak akan merusak tanah seperti pupuk buatan pabrik (pupuk anorganik). Kompos juga bersifat slow release sehingga tidak berbahaya bagi tanaman, walaupun jumlah yang digunakan cukup banyak. Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan organik yang penting dan banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari
bagian-bagian
tanaman
yang
telah
mengalami
penguraian
oleh
mikroorganisme. Kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan atau dekomposisi akibat adanya interaksi mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik yang biasa dipakai bisa berupa dedaunan, rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang telah gugur, air kencing hewan, kotoran hewan, dan sampah dapur. Kandungan zat hara dalam kompos sangat bervariasi tergantung pada bahan yang akan dikomposkan, cara pengomposan, dan cara penyimpanannya. Cara pembuatan kompos sangat beragam. Namun semuanya memiliki konsep dasar yang sama, yakni merangsang perkembangan dan aktivitas mikroorganisme pengurai untuk mengubah bahan organik menjadi unsur-unsur yang siap diserap tanaman.
2
Konsep ini sebenarnya meniru terbentuknya humus oleh alam dengan bantuan mikroorganisme, baik yang membutuhkan oksigen tinggi (aerob), maupun yang bekerja pada kadar oksigen rendah (anaerob). Jika proses pembusukan alami antara aerob dan anaerob berjalan secara bergantian, dalam pembuatan kompos kondisinya dapat diatur sedemikian rupa, sehingga proses pembusukan dapat berjalan lebih cepat, baik secara aerobik maupun anaerobik. Aktivator adalah bahan khusus yang menunjang aktivitas mikroorganisme dalam proses pembusukan bahan organik.
Aktivator bisa mengandung
mikroorganisme pengurai, dan mengandung bahan makan atau hormon yang menunjang kelangsungan hidup mikroorganisme pengurai. Dengan menambah aktivator, akan semakin banyak jumlah dan jenis mikroorganisme yang bekerja dalam proses pengomposan. Saat ini banyak aktovator yang beredar dipasaran, diantaranya Fix-Up Plus, Stardec, Orgadec, Harmoni, EM-4 dan Mikroorganisme Lokal (MOL) yang dapat dibuat sendiri dari bahan organik yang ada di sekitar kita. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos dan menganalisa unsur hara kompos (pH, H2O, N Total, P2O5, K2O, Fe dan Mn) serta membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik (Permen Pertanian No. 28/Permentan/OT.140/2/2009).. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada mesyarakat umumnya dan petani khususnya, bahwa kulit pisang dapat dijadikan kompos dan penggunaan MOL dapat mempercepatan proses pegomposan.
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kompos 1.
Pengertian kompos Akhir-akhir ini kompos semakin populer di kalangan penggemar tanaman, khususnya di kota-kota besar. Dibanding pupuk kandang orang lebih memilih kompos karena mudah didapat, mudah dibuat, dan banyak diperjualbelikan
di
toko-toko
sarana
produksi
pertanian
(saprotan).
Mereknyapun sangat beragam, lain dengan pupuk kandang, keberadaannya tergantung situasi dan kondisi. Pupuk kandang ada karena ternak ada. Hal inipun masih tergantung pada pemilik ternak, mau mengumpulkan kotorannya atau tidak.
Jadi, mendapatkan pupuk kandang lebih susah
dibanding kompos. Kompos awalnya dibuat dengan memasukkan dan menumpukkan begitu saja bagian-bagian tanaman yang berstruktur lunak ke dalam suatu tempat.
Bahan-bahan tersebut akan hacur dan dibusukkan oleh bakteri
pengurai di alam, sehingga terbentuk kompos. Pembuatan kompos secara tradisional dilakukan dengan cara menimbun dedaunan dan pupuk kandang, atau menguburnya di sebuah lubang. Proses pembuatan kompos ini dapat memakan waktu hingga tiga bulan. Namun, saat ini telah ditemukan cara baru pembuatan kompos yang lebih cepat dan efisien. Secara
garis
besar,
membuat
kompos
berarti
merangsang
perkembangan bakteri (jasad-jasad renik) untuk menghancurkan atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain.
Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang
4
terikat dalam senyawa organik sukar larut menjadi senyawa organik larut sehingga berguna bagi tanaman. Selain itu, pengomposan pun bertujuan untuk menurunkan rasio C/N. Tergantung jenis tanaman, rasio C/N sisa tanaman yang masih segar umumnya tinggi. (nitrogen).
Rasio C/N adalah perbandingan C (karbon) dan N
Bila bahan organik yang memiliki rasio C/N tinggi tidak
dikomposkan terlebih dahulu (langsung diberikan ke tanah) maka proses pengurainnya akan terjadi di tanah. Ini tentu kurang baik karena proses penguraian bahan segar dalam tanah biasanya terjadi cepat karena kandungan air dan udaranya cukup. Akibatnya, CO2 dalam tanah meningkat sehingga dapat berpengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman. Di alam terbuka kompos dapat terjadi dengan sendirinya lewat proses alami. Namun proses tersebut berlangsung lama sekali. Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bisa diperoleh kompos yang berkualitas baik (Lingga, 2006). 2.
Proses pembuatan kompos Dalam
pembuatan
kompos
menjaga
kestabilan
suhu
(mempertahankan panas) pada suhu ideal (40-50ºC) amat penting. Salah satunya dengan cara menimbun bahan sampai ketinggian tertentu, idealnya 1,25-2 m. Timbunan yang terlalu pendek atau rendah akan menyebabkan panas mudah/cepat menguap. Hal ini disebabkan tidak adanya bahan material yang digunakan untuk menahan panas dan menghindari pelepasan panas. Suhu (panas) yang kurang akan menyebabkan bakteri pengurai tidak bisa berbiak atau berkerja secara wajar.
Dengan demikian, pembuatan
5
kompos akan berlangsung lama. Sebaliknya, timbunan bahan terlalu tinggi membuat bahan-bahan menjadi memadat, suhu menjadi terlalu tinggi, dan udara di dasar timbunan berkurang.
Suhu yang terlalu tinggi bisa
membunuh bakteri pengurai. Adapun kodisi yang kekurangan udara dapat memicu pertumbuhan bakteri anaerob (menimbulkan bau tidak enak). Nitrogen adalah zat yang dibutuhkan bakteri penghacur untuk tumbuh dan berkembang biak.
Timbunan bahan kompos yang mengandung
nitrogen terlalu sedikit (rendah) tidak menghasilkan panas sehingga pembusukan bahan-bahan menjadi terhambat.
Oleh karenanya, semua
bahan dengan kadar C/N yang tinggi, misalnya kayu, biji-biji yang keras, dan tanaman menjalar, harus dicampur dengan bahan-bahan yang berair. Pangkasan daun dari kebun-kebun dan sampah-sampah lunak dari dapur amat tepat digunakan sebagai bahan pencampuran. Apabila tidak tersedia bahan yang mengandung nitrogen, bahan kompos bisa ditambah dengan berbagai pupuk organik, misalnya pupuk kandang. Kelembaban
dalam
timbunan
kompos
mutlak
harus
dijaga.
Kelembaban yang tinggi (bahan dalam keadaan becek) akan mengakibatkan volume udara berkurang.
Makin basah timbunan bahan maka kegiatan
mengaduk harus sering dilakukan. Dengan demikian, volume udara terjaga stabilitasnya dan pembiakan bakteri anaerob bisa dicegah. Timbunan kompos akan mulai meresap saat panas mulai timbul. Pada saat itu, bagian tengah mungkin menjadi kering. Jika hal itu terjadi, proses pembusukan bisa berhenti secara mendadak. Untuk mencegah keadaan ini, panas dan kelembaban dalam timbunan bahan perlu dikontrol. Caranya dengan menusukkan tongkat ke dalam timbunan. Jika tongkat itu hangat dan
6
basah, serta tidak tercium bau busuk berarti proses pengomposan berjalan dengan baik. Di daerah yang bercuaca kering, timbunan kompos dapat diairi tiap 4-5 hari sekali.
Sebaliknya, di daerah yang banyak curah hujannya,
timbunan kompos harus dijaga agar tidak terlalu becek. Salah satu cara dengan membuat agar tidak dapat telalu becek. Salah satu caranya dengan membuat puncak timbunan menyerupai atap dan agak membulat agar dapat mengalirkan air.
Namun, bila hujan tak ada hentinya dan amat deras,
timbunan perlu ditutup dengan plastik atau kain terpal untuk menjaga kelembaban. Apabila berbagai upaya telah dilakukan dan timbunan kompos masih tetap terlalu basah atau becek sehingga bakteri anaerob mulai tumbuh, maka perlu dilakukan pengadukan setiap hari. Hal ini dapat mengembalikan keadaannya yang normal. Ciri-ciri kompos matang yaitu tidak berbau tajam, berwarna cokelat tua atau kehitaman, tampak kering, gembur hingga diremas, dan tidak terasa panas jika dipegang.
Pupuk yang belum matang dapat menyebabkan
tanaman mati. Pasalnya, proses dekomposisi unsur hara pada pupuk yang belum matang masih berlangsung, sehingga masih menghasilkan energi panas yang bisa mengakibatkan tanaman terbakar (Murbandono, 2007). 3.
Unsur hara kompos Kadar hara kompos memang sangat ditentukan oleh bahan yang dikomposkan, cara pengomposan, dan cara penyimpanannya. Walaupun demikian, kadar haranya memang tidak pernah tinggi.
Itu sebabnya
pembuatan kompos, apabila tujuannya komersial, sering ditambahkan zat
7
kimia unsur N, P, dan K sehingga kadar NPK-nya lebih tinggi. Kompos seperti ini sudah banyak dipasarkan dengan berbagai merek. Susunan hara dari kompos memang tidak pernah tetap. Kandungan hara kompos yang dibuat oleh produsen yang berbeda tentunya akan berbeda satu sama lain. Kompos yang baik biasanya memiliki butiran halus berwarna cokelat sedikit kehitaman. MenurutI Indriani (2003) peranan unsur hara makro yang terkandung dalam kompos adalah : a. Nitrogen (N) Nitrogen dibutukan untuk menyusun 1-4 % bahan kering (bagian keras) tanaman, seperi batang, kulit, dan biji. Nitrogen diambil dari tanah dalam bentuk nitrat (NO 3) atau ammonium (NH4÷) atau kombinasi dengan senyawa metabolisme karbohidrat di dalam tanaman dalam bentuk asam amino dan protein.
Nitrogen juga tersedia pada kompos dan pupuk
kandang dalam jumlah sedikit. Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu, nitrogen berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi
lainnya
ialah
membentuk
protein,
lemak,
dan
berbagai
persenyawaan organik lainnya. b. Fosfor (P) Fosfor dibutuhkan untuk menyusun 0,1–0,4 % bahan kering tanaman.
Unsur ini sangat penting di dalam proses fotosintesis dan
fisiologi kimiawi tanaman. Fosfor juga dibutuhkan di dalam pembelahan sel, pengembangan jaringan dan titik tumbuh tanaman, serta memiliki
8
peranan penting di dalam proses trasfer energi. Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, pembentukan asimilasi dan pernapasan serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah. c. Kalium (K) Kalium dibutuhkan untuk menyusun 1-4 % bahan kering tanaman. Proses ini terjadi di dalam larutan sel Kalium memiliki banyak fungsi. Di antaranya mengaktifkan 60 enzim tanaman dan berperan penting dalam sintesis karbohidrat dan protein. Fungsi utama kalium ialah mem bentuk protein dan karbohidrat.
Kalium juga berperan dalam memperkuat
pertumbuhan tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur. Kaliumpun
merupakan
sumber
kekuatan
bagi
tanaman
dalam
menghadapi kekeringan dan penyakit. 4.
Manfaat kompos Menurut Murbandono (2007), penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut: a. Menyediakan unsur hara. b. Menggemburkan tanah. c. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah. d. Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah. e. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air. f. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman. g. Menyimpan air tanah lebih lama
9
h. Mencegah lapisan kering pada tanah. i. Mencegah beberapa penyakit akar j. Menghemat pemakaian pupuk kimia dan atau pupuk buatan. k. Menyediakan makanan bagi plankton yang menjadi makanan udang atau ikan. l. Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia. m. Menjadi salah satu alternatif penganti (substitusi) pupuk kimia karena harganya lebih murah, berkualitas, dan akrab lingkungan. n. Bisa menjadi pupuk masa depan karena pemakaian yang lebih hemat, sebagai contoh untuk tanaman pangan hanya memerlukan 0,5 kg tiap m2 untuk tiap musim. o. Bersifat multiguna karena bisa dimanfaatkan untuk bahan dasar pupuk organik yang diperkaya dengan mineral, inokulum bakteri pengikat N, dan inokulum bakteri pemfiksasi P, media tanam dalam bentuk pelet, biofilter pada sistem pengomposan tertutup, dan bentuk briket bahan bakar. p. Bersifat multi lahan karena bisa digunakan di lahan pertanian, perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf, dll. Menurut Indriani (2003), kompos mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan antara lain: a. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan. b. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai. c. Menambah daya ikat air dan tanah. d. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah. e. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara.
10
f.
Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini tergantung dari bahan pembuatan pupuk organik).
g. Membantu proses pelapukan bahan mineral. h. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroorganisme i.
Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan. B.
Kulit Pisang
1. Produksi pisang di Samarinda Produksi berbagai jenis pisang di Kalimantan Timur (Kaltim) dalam beberapa tahun terakhir mengalami kenaikan.
Produksi pisang dengan
bermacam -macam jenis pada tahun 2010 sudah mencapai 113 ribu ton, sedangkan luas tanam juga meningkat menjadi 2.032.929 hektar. Sebelum 2003 produksi pisang yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota di Propinsi Kaltim pernah mengalami kejayaan, namun karena di tahun itu terserang penyakit, maka produksi pisang di Kaltim ambruk. Kemudian pada 2004 dilakukan pemberantasan terhadap penyakit fusarium, yakni penyakit yang menyerang pisang hingga menyebabkan layu. Selain itu, kebun pisang yang tingkat serangan penyakitnya sangat tinggi, dilakukan pemusnahan agar penyakit itu tidak menyebar ke kebun lainnya.
Pemusnahan yang
dilakukan adalah menebang dan membakarnya (Anonim, 2013). Sejak dilakukannya pemberantasan hama dan peremajaan tersebut, hingga sekarang produksi pisang terus meningkat, bahkan di Kecamatan Kaliorang Kabupaten Kutai Timur, saat ini sedang dilakukan pembangunan pabrik tepung pisang karena produksinya melimpah. Wilayah Kaltim tercatat dapat dijadikan produksi aneka jenis pisang. Pada 2005 mencapai 66.715 ton, kemudian pada 2006 naik menjadi 73.133 ton, 2007 menjadi 74.179 ton,
11
2008 naik menjadi 77.081 ton, 2009 menjadi 103.099 ton, dan pada 2010 naik lagi menjadi 113.113 ton. Produksi terbanyak berada di Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan yang mencapai 23.288 ton. Bahkan produksi pisang di daerah ini dijual ke Tawau, Malaysia karena sudah melebihi dari permintaan lokal.
Produksi terbanyak urutan kedua adalah di Kota
Samarinda dengan jumlah 18.961 ton, disusul Kutai Kartanegara dengan jumlah 17.200 ton, Kabupaten Paser sebanyak 13.683 ton, dan Kabupaten Bulungan sebanyak 12.200 ton (Anonim, 2013). 2. Kulit pisang Kulit buah pisang mengandung 15% Kalium dan 12% Fosfor lebih banyak daripada daging buah. Keberadaan Kalium dan Fosfor yang cukup tinggi dapat dimanfaatkan menjadi pupuk. Pupuk kulit buah pisang adalah sumber potensial pupuk potasium dengan kadar K2O 46-57% basis kering. Selain mengandung Potasium dan Fosfor, kulit pisang juga mengandung Magnesium, Sulfur, dan Sodium (Rismunandar, 1986). a. Potasium Potasium adalah unsur hara yang membantu pembentukan protein, karbohidrat, dan gula, serta membantu pengangkutan gula dari daun ke buah, memperkuat jaringan tanaman serta meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Potasium banyak digunakan petani kelengkeng untuk membuahkan tanaman kelengkengnya. b. Magnesium Magnesium adalah unsur yang keberadaannya selain diperlukan di dalam pembentukan klorofil juga berperan sebagai katalisator dalam penyerapan unsur K dan P oleh tanaman
12
c. Pospat Pospat/phosphorus oxide/phosphate sebagai unsur kimia dalam bentuk ikatan P2O5 tidak dapat diserap langsung tanaman melainkan akan diserap dalam bentuk ion PO4. Demikian pula dengan unsur kalium yang biasanya terdapat dalam bentuk ikatan K2O yang perlu diubah menjadi K+ oleh mikroorganisme. d. Sodium Sodium atau Natrium (Na) adalah unsur yang dapat ditemukan dalam garam dapur (NaCl), karena kemiripan Kalium dengan Natrium dalam hal mengatur rumah tangga air dalam tubuh tanaman sehingga proses fotosintesis dapat terus berlangsung.
Unsur Sodium/Natrium
mempunyai sifat higroskopis, artinya bahwa unsur ini mudah menyerap air dan menahan air cukup kuat, sehingga tanaman tahan akan kekeringan. Unsur Natrium membantu proses transportasi dalam tubuh tanaman sehingga hasil-hasil fotosintesis dapat dibawa dan diakumulasi pada tempat-tempat penyimpanan. C. Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil.
Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan
aktivitas
kehidupanan
antara
lain
dapat
mengalami
pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Banyak yang menduga bahwa mikroorganisme membawa dampak yang merugikan bagi kehidupan hewan, tumbuhan, dan manusia, misalnya pada bidang mikrobiologi kedokteran dan fitopatologi banyak ditemukan mikroorganisme yang pathogen yang menyebabkan penyakit dengan sifat-sifat kehidupannya yang khas.
13
Meskipun
demikian,
masih
banyak
manfaat
yang
dapat
diambil
dari
mikroorganisme-mikroorganisme tersebut. Penggunaan mikroorganisme dapat diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan, seperti bidang pertanian, kesehatan, dan lingkungan. Dalam bidang pertanian, mikroorganisme dapat digunakan untuk peningkatan kesuburan tanah melalui fiksasi N2, siklus nutrien, dan peternakan hewan. Salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kompos. Mikroorganisme (bakteri pembusuk) ini dapat berinteraksi membantu proses pelapukan bahan bahan organik seperti dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan dan lainya. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan lingkungan yang basah dan lembab. Untuk membantu proses dekomposisi bahan-bahan organik menjadi kompos, diperlukan bahan-bahan dekomposer. Berbagai macam bahan-bahan dekomposer banyak beredar di pasar. Tetapi biaya yang dikeluarkan mahal. Pada dasarnya kompos yang berbahan dasar mikroorganisme mudah diproduksi sendiri, karena mikroorganisme-mikroorganisme yang berguna banyak terdapat di alam sekitar kita. Proses pembuatan kompos ini salah
satunya dapat
menggunakan MOL. Larutan MOL mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman.
Keunggulan penggunaan MOL yang paling utama adalah murah
bahkan tanpa biaya. Dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada disekitar (Purwasasmita, 2009) Larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan dari berbagai sumber daya yang tersedia setempat. Larutan MOL mengandung unsur hara
14
makro dan mikro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali, penyuplai nutrisi juga berperan sebagai komponen bioreaktor yang bertugas menjaga proses tumbuh tanaman secara optimal.
Fungsi dari
bioreaktor sangatlah kompleks, fungsi yang telah teridentifikasi antara lain adalah penyuplai nutrisi melalui sumber mekanisme eksudat. Kontrol mikroba sesuai kebutuhan tanaman, menjaga kestabilan kondisi tanah menuju kondisi ideal bagi pertumbuhan tahama dan penyakit tanaman sehingga MOL dapat digunakan baik
sebagai dekomposer, pupuk hayati dan sebagai herbasida organik
terutama sebagai fungisida (Purwasasmita, 2009). Menurut Amalia (2008), cara membuat MOL itu mudah, semua bahan yang ada di sekitar kita bisa dipakai. Semua bahan kita campur dengan larutan yang mengandung glukosa seperti nira, air gula, atau air kelapa, lalu ditutup dengan kertas dan dibiarkan selama 7 hari setelah itu bisa digunakan. D. Pupuk Kandang 1. Manfaat pupuk kandang Keperluan tanaman akan pupuk sama halnya dengan keperluan manusia akan makanan. Memang selain pemupukan dari luar, tanah sendiri telah menyediakan hara dan mineral yang cocok untuk tanaman yang jumlahnya semakin berkurang. Akibatnya, terjadi ketidak seimbangan antara penyerapan hara yang cepat dengan pembentukan hara yang lambat. Oleh karena itu, pemupukan merupakan suatu keharusan dalam sistem pertanian yang intensif.
Tanaman memerlukan pupuk alami (kandang) dan pupuk
buatan. Walaupun kadar hara pupuk kandang tidak sebesar pupuk buatan, tetapi mempunyai kelebihan dapat memperbaiki sifat tanah.
15
Menurut Setiawan (2004) pengaruh pemberian pupuk kandang terhadap sifat tanah antara lain. a. Memudahkan penyerapan air hujan. b. Memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikatkan air. c. Mengurangi erosi. d. Memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi kecambah biji dan akar. e. Merupakan sumber unsur hara tanaman. Pupuk kandang membuat tanah lebih subur, gembur, dan lebih mudah diolah. Kegunaan ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan. Kandungan unsur hara dalam kotoran ternak yang penting untuk tanaman antara lain unsur nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Ketiga unsur inilah yang paling banyak dibutuhkan oleh tanaman. Ketika jenis unsur hara ini sangat penting diberikan kerena masing-masing memiliki fungsi yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Beberapa jenis pupuk kandang yang dapat diberikan antara lain pupuk yang berasal dari kotoran kambing, sapi, kerbau, dan kotoran ayam. Tiap jenis pupuk kandang mempunyai kandung zat hara yang berbeda. Tentang kandungan zat hara dan air dari beberapa jenis pupuk kandang dapat dilihat pada Tabel 1.
16
Tabel 1. Kandungan Hara dan Air Beberapa Jenis Pupuk Kandang
Jenis Ternak Sapi
Kerbau
Kambing
Domba
Jenis Pupuk
Kadar Zat Hara dan Air(%) Keterangan Nitrogen
Posfor
Kalium
Air
Padat
0,40
0,20
0,10
85
Cair
1,00
0,50
1,50
92
Padat
0,60
0,30
0,34
85
Cair
1,00
0,15
1,50
92
Padat
0,60
0,30
0,17
60
Cair
1,00
0,13
1,80
85
Padat
0,75
0,50
0,45
60
Cair
1,35
0,05
2,10
85
1,00
0,80
0,40
55
Ayam
Pupuk dingin
Pupuk dingin
Pupuk panas
Pupukpanas Pupuk panas
Sumber : Lingga (1992) dalam Setiawan ( 2004) Dalam memilih pupuk kandang tidak ada aturan khusus yang penting pupuk kandang sudah matang.
Dari Tabel 1 tampak bahwa kotoran ayam
memiliki komposisi zat hara yang cukup tinggi. Namun, jika bukan di daerah peternakan ayam, pupuk ini lebih mahal harganya. Pupuk kandang cair kadar zat haranya juga lebih tinggi. Namun, karena jenis pupuk ini berupa urin ternak yang lebih sulit penaganannya maka orang segan menggunakannya.
Dalam prakteknya, pemilihan jenis pupuk kandang
lebih banyak ditentukan oleh ketersediaan jenis pupuk tersebut di dekat lokasi pertanian. Selain pupuk kandang, untuk pertumbuhan yang lebih baik, tanaman perlu juga diberi pupuk buatan. Hal ini disebabkan kandungan unsur hara dalam pupuk kandang belum mencukupi, kecuali pada lahan yang benar-benar subur. Penambahan unsur hara dalam tanah meliputi penambahan unsur-unsur
17
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Jenis pupuk ini dapat berupa pupuk majemuk (seperti NPK) atau kombinasi dari pupuk tunggal (campuran dari pupuk urea, TSP, KCl). Dosis pemberian pupuk kandang dan pupuk buatan secara tepat, memang agat sulit ditentukan. Hal ini disebabkan untuk lokasi yang berbeda, jenis tanah, dan kandungan unsur haranya pun berbeda pula. 2.
Pembuatan pupuk kandang Mestipun kotoran ternak memiliki banyak manfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman, tetapi dalam penggunaannya harus hati-hati. Ketika kotoran baru keluar dari perut ternak maka namanya masih kotoran ternak bukan pupuk kandang. Jika kotoran ternak diberikan ke tanaman maka yang terjadi bukan menyuburkan tanaman, tetapi sebaliknya dapat menyebabkan tanaman layu bahkan mati.
Hal ini disebabkan kotoran ternak masih
“mentah” atau menurut istilah petani masih “panas” Kejadian matinya tanaman karena diberi kotoran ternak mentah secara ilmiah dapat dimengerti. Walaupun sedikit agak rumit, ada baiknya diketahui penyebab kejadian tersebut. Setiap kotoran ternak mengandung unsur karbon (C) dan nitrogen (N).
Pada kotoran yang masih mentah,
kandungan karbonnya lebih tinggi dari kandungan nitrogennya. Dengan kata lain perbandingan C dan N (C/N ratio) bernilai tinggi. Jika kotoran ternak dalam kondisi seperti ini diberikan ke tanaman maka akan mengundang jutaan bakteri untuk mengurai rantai karbon.
Proses inilah yang disebut
dengan proses dekomposisi (pengurai). Proses ini akan menaikkan suhu tanah. Jika pupuk kandang kondisi seperti ini diberikan pada tanaman, akan
18
menyebabkan
kelayuan
atau
bahkan
mengalami
kematian
karena
kepanasan. Kerugian lainnya pada proses dekomposisi, bakteri tanah akan bersaing dengan tanaman untuk mengambil nitrogen dari tanaman. Bahkan, jika nitrogen di dalam tanah kurang maka bakteri akan mengambil nitrogen dari tanaman.
Tentunya hal ini akan merugikan tanaman sebab akan
mengurangi persediaan nitrogennya.
Daun tanaman akan menguning
karena kekurangan nitrogen. Proses dekomposisi akan berhenti setelah karbon dalam kotoran ternak tinggal
sedikit atau perbandingan C/N-nya sudah rendah. Pada
kondisi ini, kotoran ternak telah mengalami kematangan atau menurut istilah petani sudah “dingin”. Kotoran ternak yang telah mengalami kematangan inilah yang baik digunakan untuk pupuk tanaman. Dengan kata lain, kotoran ternak seperti ini telah berubah menjadi pupuk kandang. Pada kondisi matang, pupuk kandang antara lain mampuyai tandatanda sebagai berikut. a. Jika diraba, pupuk tersebut terasa dingin b. Jika diremas, pupuk tersebut mudah rapuh c. Pada kebanyakan pupuk kandang, wujudnya telah berubah dari wujud aslinya. d. Bau aslinya (bau kotoran) telah hilang. Cara merubah kotoran ternak menjadi pupuk kandang cukup mudah. Sebaiknya dengan membiarkan begitu saja di kandang, dalam waktu tertentu, kotoran ternak akan berubah menjadi pupuk kandang. Namun, jika tidak ditangani dengan baik, hal ini menyebabkan pecemaran lingkungan
19
dan penyusutan unsur hara dalam kotoran tersebut. Dengan demikian, perlu adanya usaha untuk menanganinya. Cara yang sering dipergunakan untuk mengubah kotoran ternak menjadi pupuk kandang ada dua macam, yaitu sistem terbuka dan tertutup. a. Sistem terbuka Pada sistem ini, kotoran ternak ditimbun di tempat yang terbuka di permukaan tanah. Tempat penyimpanan berupa tanah yang ditinggikan dan diberi atap. Kelebihan pengunaan sistem ini ialah kotoran ternak lebih cepat matang dibanding sistem kedua. Namun, kekurangannya ialah selama proses penguraian bau kotoran akan terbawa angin sehingga penyebaran bau lebih jauh. b. Sistem tertutup Pada sistem ini, kotoran ternak ditimbun di dalam lubang yang diberi atap.
Kelebihan penggunaan sistem ini ialah peyebaran bau
kotoran ternak dapat dikurangi karena selama proses penguraian, kotoran terlindung di dalam lubang.
Namun, kekurangannya adalah
pupuk kandang akan terbuka lebih lama sehingga pupuk terbentuk lebih lama dan pupuk yang terbentuk tidak kering. Sistem ini lebih efektif digunakan untuk kotoran ternak besar dan sedang yang produk kotoran per harinya cukup besar. Tempat penimbunan kotoran ternak terdiri dari dua bagian utama, yaitu lubang dan atap. Ukuran lubang tempat penimbunan dibuat sesuai dengan jumlah kotoran ternak yang dihasilkan. Atapnya dapat dibuat dari berbagai bahan yang penting dapat melindungi kotoran dari terik matahari dan hujan.
20
Setelah tempat penyimpanan siap digunakan, kotoran ternak dapat langsung dimasukkan ke dalam lubang. Apabila lubang sudah penuh terisi kotoran ternak, pada permukaannya ditaburi kapur tohor yang telah dihaluskan tipis-tipis dan merata agar tidat terjadi pengasaman pupuk.
Selanjutnya, timbunan kotoran ternak tersebut
ditutup tanah dan daerah sekelilingnya dibuat parit kecil agar tidak terjadi genangan air. Pupuk kandang biasanya baru terbentuk setelah 2-3 bulan. Timbunan pupuk tersebut dibongkar dan pupuk siap untuk digunakan (Setiawan,2004). 3. Pupuk kandang ayam Pembuatan pupuk kandang ayam ini sebenarnya cukup sederhana. Komposisi pupuk ini dapat terdiri dari kotoran ayam saja atau bisa ditambah dengan serbuk gergaji dan sampah dedaunan. Pembuatan pupuk ini sebaiknya ditempat yang teduh atau ternaungi agar bau yang ditimbulkan selama proses pembuatan pupuk tidak tersebar kemana-mana. Bahan-bahan pupuk tersebut ditimbun, lalu disiram dengan air agar kelembabannya berkisar 50-60%.
Dengan kelembaban tersebut
proses pembuatan pupuk akan berjalan dengan baik. pupuk akan berlangsung sekitar 2-3 bulan.
Proses pembuatan
Pupuk yang telah jadii diciri-
cirikan dengan warna yang kehitaman, berbentuk gembur (remah), dan tidak berbau (Murbandono, 2007).
21
III.
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di halaman Laboratorium Produksi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda untuk pembuatan kompos dan di Laboratorium Pusrehut Universitas Mulawarman untuk menganalisa kandungan unsur hara kompos. Penelitian ini dilaksanakan selama 1,5 bulan dari tanggal 1 Juni sampai 15 Juli 2013. B. Alat dan Bahan 1. Alat yang digunakan adalah : a. Timbangan manual b. Gelas ukur c. Ember d. Pisau e. Pengaduk dari kayu f. Mangkok g. Alat tulis h. Kamera 2. Bahan yang digunakan : a. Kulit pisang b. Nasi c. Air d. Pupuk kandang ayam e. Gula Pasir f. Karung beras plastik
22
C. Prosedur Kerja 1. Pembuatan mikroorganisme lokal a.
Disiapkan nasi untuk dijamurkan Diambil nasi sisa yang yang tidak dimakan lagi kira-kira satu mangkok kecil atau secukupnya, lalu diletakkan dalam wadah dan dibiarkan nasi tersebut basi sampai muncul jamur berwarna oranye. Nasi diletakkan di tempat terbuka tapi jangan sampai kering, ditaruh di bawah tempat cucian piring atau di pojokan dapur. Nasi dijamurkan selama 3 hari (Lampiran 2 Gambar 1).
b. Dicampur dengan larutan gula Mikroorganisme
membutuhkan
makanan
untuk
perkembangannya.
Dilarutkan 1 liter air dengan 5 sendok makan gula pasir. Setelah itu, dimasukkan larutan gula ini ke mangkok yang berisi nasi berjamur tadi, diaduk sampai tercampur semua dan diremas-remas supaya halus. c.
Didiamkan sampai berbau tape Campuran nasi berjamur dan larutan gula tersebut didiamkan selama seminggu sampai campuran tersebut berbau tape. Kalau sudah berbau tape tandanya sudah siap untuk digunakan. Campuran tersebut disaring dan dijadikan MOL (Lampiran 2 Gambar 2 ).
2. Pembuatan kompos a. Limbah kulit pisang sebanyak 5 kg dipotong dengan ukuran 3-5 cm, pupuk kandang sebanyak 0,5 kg dan MOL sebanyak 100 ml dicampur secara merata kemudian dimasukkan ke dalam karung (Lampiran 2 Gambar 3 – 7).
23
b. Seluruh permukaan tumpukan ditutup dengan menggunakan karung agar tidak terlalu kering atau basah. c. Pembalikan kompos dilakukan setiap hari. Hal ini bertujuan agar bahan baku, pupuk kandang dan aktivator tercampur dengan baik serta untuk menjaga suhu dan kelembabannya. Pada saat pembalikan, dilakukan penyiraman
air
apabila
tumpukan
dalam
keadaan
kering
(Lampiran 2 Gambar 8). d. Apabila kompos sudah tidak berbau, warna menjadi kehitaman dan menyerupai tanah maka pengomposan telah selesai, kemudian kompos dikeringanginkan (Lampiran 2 Gambar 9 dan 10). 3. Pengujian unsur hara kompos Untuk mengetahui kandungan unsur hara di dalam kompos kulit pisang dilakukan analisa kimia kompos di laboratorium meliputi : pH, N, P, K, Fe, Mn. 4. Pengambilan dan pengolahan data Pada proses pembuatan kompos data warna dan bau kompos diamati setiap hari. Pengamatan akan selesai apabila warna kompos kehitaman dan tidak berbau busuk atau sudah berbau seperti tanah. Hasil analisa unsur hara kompos akan dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik (Permen Pertanian No. 28/Permentan/ OT.140/2/2009).
24
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1.
Lama pengomposan Pada pengomposan ini diperlukan waktu selama 10 hari. Kompos matang ditandai dengan tidak berbau, berwarna kehitaman dan struktur remah. Pada pembuatan kompos ini terjadi penyusutan dari bahan kompos sebanyak 5,5 kg menjadi kompos sebanyak 2 kg. Dinamika perubahan warna dan bau dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.
Unsur hara kompos Unsur hara yang terkandung dalam kompos hasil penelitian dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 2. Unsur Hara Kompos Kompos Parameter
Satuan Hasil Penelitian
Standar
pH
-
7,71
4–8
N. Total
%
1,86
<6
P2O5
%
0,82
<6
K2O
%
6,79
<6
Fe
ppm
5678,34
0 – 8000
Mn
ppm
449,83
0 – 5000
25
B. Pembahasan 1. Lama pengomposan Pada proses pengomposan telah dilaksanakan pengamatan terhadap warna dan bau. Pada hari ke-10 warna kompos coklat kehitaman dan sudah tidak berbau lagi. Menurut
Salundik dan Simora (2008) ciri-ciri kompos
dinyatakan matang adalah tidak berbau dan warna kompos menjadi kehitaman, serta bentuknya remah.
Kompos dikatakan bagus dan siap
diaplikasikan jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Kompos yang matang bisa dikenali dengan memperhatikan dari keadaan bentuk fisiknya sebagai berikut: jika diraba suhu tumpukan bahan yang dikomposkan sudah dingin mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan bau busuk, bentuk fisiknya sudah menyerupai tanah yang berwarna kehitaman, jika dilarutkan ke dalam air, kompos yang sudah matang akan larut dan strukturnya remah serta tidak menggumpal. Pada awal pengomposan aroma kompos masih berbau tidak sedap karena disebabkan oleh bakteri yang ada dalam kompos masih mengurai. Menurut Lingga (2006), kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Pada awal pengomposan tercium bau tidak sedap. Hal ini diduga terhambatnya aerasi sehingga terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau tidak sedap. Proses anaerob akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap seperti asam-asam organik, amonia dan H2S. Aerasi dapat ditingkatkan dengan pembalikan pada tumpukan kompos. Pada hari ke-10 kompos sudah tidak berbau maka pada hari ke-10 kompos sudah bisa dikatakan sudah jadi karena sudak tidak memiliki aroma bau tidak sedap. Kompos sudah seperti bau tanah.
26
Kompos yang telah matang atau jadi bersifat remah terasa lunak ketika dihancurkan, ketika diremas-remas mudah hancur dan terjadi penyusutan kompos seiring dengan kematangan kompos. Dalam penelitian ini kompos mengalami penyusutan dari 5,5 kg menjadi 2 kg. Menurut
Murbandono
(2007), kompos yang matang akan mengalami penyusutan.
Hal ini
disebabkan oleh hancurnya bahan yang tadinya keras menjadi berstruktur seperti tanah, bila diremas akan hancur sehingga terjadilah penyusutan dan terjadinya penyusutan juga bisa disebabkan oleh senyawa zat yang hilang dan menguap ke udara . Pada awal pengomposan warna kompos kuning kecoklatan pada hari ke-10 perubahan warna kompos sudah menjadi coklat kehitaman sehingga kompos sudah bisa dikatakan matang karena warna kompos sudah sama dengan warna tanah. Dalam pembuatan kompos, waktu yang diperlukan umumnya sekitar 3-4 bulan.
Namun, waktu ini dapat dipercepat menjadi 4-6 minggu dengan
diberinya tambahan mikroorganisme atau aktivator bagi bakteri pengurai (Murbandono, 2007). Pada pembuatan kompos dari kulit pisang waktu yang diperlukan lebih cepat diduga karena menggunakan aktivator MOL. 2. Unsur hara kompos Berdasarkan analisa di laboratorium kompos yang dihasilkan memiliki kandungan unsur hara yang sesuai dengan Standar Mutu Pupuk Organik. Nilai pH yang terdapat pada kompos hasil analisa adalah 7,71 sedangkan pH yang terdapat standar adalah 4-8 dapat dikatakan bahwa pH kompos kulit pisang sudah memenuhi standar.
27
N Total yang terdapat pada kompos hasil penelitian adalah 1,8 % sedangkan N Total standar adalah <6 % berarti N Total pada kompos kulit pisang sudah memenuhi standar. P2O5 yang terdapat pada kompos hasil penelitian adalah
0,82 %
sedangkan standar P2O5 <6% berarti nilai P2O5 pada kompos kulit pisang sudah dikatakan memenui standar. K2O yang terdapat pada kompos hasil penelitian adalah 6,78 % sedangkan K2O standar
adalah <6 % berarti K2O5 yang terdapat dalam
kompos sudah memenuhi standar. Berdasarkan standar mutu pupuk organik kandungan K2O dapat lebih besar dari 6% yang dibuktikan dengan hasil Laboratorium.
Hal ini menunjukkan bahwa kompos dari kulit pisang ini
mengandung unsur K yang tinggi. Unsur K ini dibutuhkan untuk menyusun 14 % bahan kering.
Larutan K memiliki banyak fungsi diantaranya
mengaktifkan 60 enzim tanaman dan berperan penting dalam sintensis karbohidrat dan protein. Kalium berperan dalam memperkuat pertumbuhan akar, daun, bunga, dan buah agar tidak mudah gugur. (Indriani, 2003) Fe yang terdapat pada kompos hasil penelitian adalah 6578,34 ppm sedangkan Fe Standar.
0-8000 ppm berarti Fe pada kompos sudah
memenuhi standar. Mn yang terdapat pada kompos hasil penelitian adalah 449,83 ppm sedangkan Mn Standar adalah 0-5000 ppm berarti Mn pada kompos sudah memenuhi standar.
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1.
Pembuatan kompos dari kulit pisang dengan penambahan MOL memerlukan waktu 10 hari.
2.
Kandungan unsur hara kompos (pH, N Total, P2O5, K2O, Fe, Mn) dari jika dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik sudah sesuai,
dan
kompos dari kulit pisang ini mengandung unsur K2O yang tinggi.
B. Saran Untuk mengetahui kualitas kompos secara lebih lanjut lagi sebaiknya dilakukan uji semua parameter kualitas kompos.
29
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. 2008. Pemberdayaan Mikroorganisme Lokal Sebagai Upaya Menigkatkan Kemandirian Petani. www.le3nl.blong,uns.ac.id (diunggah tanggal 25 Juli 2013) Anonim. 2013. Produksi Pisang Kaltim Mennigkat. www.antarakaltim.com (diunggah tanggal25 Juli 2013) Indriani YH. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta Lingga P. 2006. Petunjuk Pengunaan Pupuk. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Murbandono L. 2007. Membuat Kompos. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Purwasasmita. 2009. Pemberdayaan Mikroorganisme Lokal Sebagai Upaya Peningkatan Kemandirian Petani. www.le3nL.blog.uns.ac.id (diunggah tanggal 25 Juli 2013) Rismunandar. 1986. Bertanaman Pisang. Sinar Baru Algensindo. Jakarta. Salundik dan S Simora. 2008. Meningkatkan Kualitas Kompos. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Setiawan AI. 2004. Manfaat Kotoran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Data Pengukuran Warna, dan Bau
Hari
Warna
Bau
1
Kuning ke coklat
Bau Tidak Sedap
2
Kuning ke coklat
Bau Tidak Sedap
3
Coklat menyala
Bau Tidak Sedap
4
Coklat menyala
Bau Tidak Sedap
5
coklat menyala
Bau Tidak Sedap
6
coklat tua
Bau Tidak Sedap
7
coklat tua
Bau Tidak Sedap
8
Coklat kehitaman
Bau Tidak Sedap
9
Coklat kehitaman
Bau Tidak Sedap
10
Coklat kehitaman
Tidak bau
32
Lampiran 2 : Standar Mutu Pupuk Organik
33
Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Gambar 1. Nasi yang Siap untuk Dijamurka
Gambar 2. Mikroorganisme Lokal (MOL) Nasi
34
Gambai 3. Limbah Kulit Pisang Siap Dipotong
Gambar 4. Pemotongan Kulit Pisang
35
Gambar 5. Pupuk Kandang Ayam
Gambar 6. Pencampuran Kulit Pisang dengan Pupuk Kandung
36
Gambar 7. Pecampuran Mikroorganisme Lokal (MOL)
Gambar 8. Pembalikan Kompos
37
Gambar 9. Kompos yang Sudah Matang
Gambar 10. Kompos Dikeringkan Sebelum Dianalisa