ANALISIS KOMPOS DARI LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR MIKROORGANISME LOKAL
Oleh AHMAD BAHRUN FARUQI NIM.120 500 065
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
ANALISIS KOMPOS DARI LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR MIKROORGANISME LOKAL
Oleh AHMAD BAHRUN FARUQI NIM.120 500 065
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Sebutan Ahli MadyaPada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
ANALISIS KOMPOS DARI LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR MIKROORGANISME LOKAL
Oleh AHMAD BAHRUN FARUQI NIM.120 500 065
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu SyaratUntuk Memperoleh Sebutan Ahli MadyaPada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2015
HALAMAN PENGESAHAN
JudulKaryaIlmiah
: Analisis Kompos dari Limbah Media Jamur Tiram dengan Penambahan Aktivator Mikroorganisme Lokal
Nama
: Ahmad Bahrun Faruqi
NIM
: 120 500 065
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Menyetujui,
DosenPembimbing,
Dosenpenguji I,
DosenPenguji II,
Sri Ngapiyatun, SP,MP NIP. 197708272001122002
Jamaluddin, SP,M.Si NIP. 197220612200112100
Roby,SP,MP NIP. 197305172005011009
Mengesahkan, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
NurHidayat SP, M.Sc NIP. 197210252001121001
Lulus ujian pada stangga
ABSTRAK
AHMAD BAHRUN FARUQI. Analisis Kompos dari Limbah Media Jamur Tiram dengan Penambahan Aktivator Mikroorganisme Lokal (di bawah bimbingan SRI NGAPIYATUN). Latar belakang penelitian ini yaitu memanfaatkan limbah media jamur tiram dimana dalam pembudidayaan jamur tiram yang dimanfaatkan hanya jamurnya saja, sedangkan limbah medianya dibuang. Akibatnya limbah media jamur tiram menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap yang mengakibatkan pencemaran udara dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam pembuatan kompos sampai jadi dan menganalisis kandungan kimia kompos meliputi pH, C/N rasio, N, P dan K, serta membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik Departemen pertanian NO.70/Permentan/SR.140/10/2011. Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari, yaitu dimulai pada tanggal 20 Februari sampai dengan 20 Maret 2015, yang meliputi persiapan tempat penelitian, bahan, alat, dan pengambilan data. Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu areal Laboratorium Produksi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan di UPT. Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropis Lembab (PUSREHUT) Laboratorium Ilmu Tanah Universitas Mulawarman. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kompos yang paling cepat jadi terdapat pada P1 (Limbah Media Jamur Tiram) dengan lama waktu selama 27 hari, sedangkan pada P2 (Limbah Media Jamur Tiram Afkir) dengan lama waktu selama 29 hari. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kompos yang dihasilkan memiliki kandungan kimia yang hampir sama pada setiap perlakuan baik P1 maupun P2, dan jika dibandingkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik Departemen pertanian NO.20/Permentan/OT.140/2009 kedua perlakuan masuk dalam standar yang dapat diketahui bahwa kompos hasil penelitian memiliki hasil yang baik. Kata Kunci: Kompos, Limbah, Media Jamur Tiram, MOL.
RIWAYAT HIDUP
AHMAD BAHRUN FARUQI lahir pada tanggal 10 April 1994 di Samboja, Kelurahan Sei Merdeka, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ahmad Maghfur (Ayah) dan Masyrifah (Ibu). Pada tahun 2000 memulai pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Sunge Geneng, Kecamatan Sekaran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, hingga kelas 1 dan disambung di Madrasah Ibtidaiyah Hayatul Ulum Pangean, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, provinsi Jawa Timur sampai dengan kelas 3 Semester Catur Wulan, setelah itu berpindah pendidikan ke Sekolah Dasar Al – Hayat Samboja, Kelurahan Sei Merdeka, Kecamatan Samboja, Provinsi Kalimantan Timur dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Al – Hayat dan lulus pada tahun 2009. Setelah mendapatkan ijazah Sekolah Menengah Pertama kemudian melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Fathul Hidayah Pangean, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur, dan lulus pada tahun 2012. Setelah lulus dari Madrasah Aliyah, kemudian melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dan mengambil Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Jurusan Manajemen Pertanian. Pada tanggal 3 maret sampai dengan 3 mei 2015 mengikuti Praktik Kerja Lapang di PT. Kalpataru Sawit Plantation di Desa Salo Cela, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul “Analisis Kompos dari
Limbah Media Jamur
Tiram dengan
Penambahan
Aktivator
Mikroorganisme Lokal” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Pada
kesempatan
yang
berbahagia
ini,
penulis
menyampaikan
penghargaan dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua Orang tua yang telah memberikan motivasi dan dukungan baik secara moral maupun materi kepada penulis. 2. Ibu Sri Ngapiyatun, SP,MP selaku Dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan membari saran kepada penulis mulai dari peiapan penelitian sampai penyelesaian karya ilmiah ini 3. Bapak Jamaluddin,SP,M.Sidan Bapak Robby, SP.MP selaku Dosen penguji Idan Dosen penguji II. 4. BapakNur Hidayat, SP,M.Sc selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 5. Bapak Ir. M. Masrudy, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 6. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 7. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penyusunan materi laporan maupun dari segi pengetahuan. Namun demikian penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca.
Penulis
Kampus Sei Keledang, 26 Agustus 2015
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... x I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
II.
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 A. Tinjauan Umum Kompos ....................................................................... 3 B. Peranan Mikroorganisme Lokal (MOL) ...................................................11 C. Tinjauan Umum Unusur Hara ................................................................ 12 D. Tinjauan Umum Jamur Tiram ................................................................ 19
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 22 A. Tempat dan Waktu ................................................................................ 22 B. Alat dan Bahan ...................................................................................... 22 C. Rancangan Penelitian ........................................................................... 23 D. Analisis Data ......................................................................................... 23 E. Prosedur Penelitian ............................................................................... 23 F. Pengambilan Data ................................................................................. 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 27 A. Hasil ...................................................................................................... 27 B. Pembahasan ......................................................................................... 29 V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 37 A. Kesimpulan ........................................................................................... 37 B. Saran .................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 38 LAMPIRAN....................................................................................................... 40
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Hasil Uji Laboratorium ............................................................................. 28
2.
Perbandingan Uji Laboratorium dengan Standar Mutu Kompos Deptan ..................................................................................................... 29
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Warna awal kompos ................................................................................ 30
2.
Warna kompos setelah matang ............................................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Proses pengomposan P1......................................................................... 41
2.
Proses pengomposan P2......................................................................... 42
3.
Dokumentasi............................................................................................ 43
I. PENDAHULUAN
Dalam pertanian modern saat ini khususnya di daerah Samarinda banyak petani yang beralih untuk membudidayakan jamur tiram, karena jamur tiram merupakan salah satu tanaman hortikultura yang diminati oleh masyarakat pada umumnya untuk dikonsumsi, selain dalam proses pembudidayaan jamur tiram relative mudah, juga dapat menghemat sumberdaya manusia. Pada umumnya para petani jamur tiram hanya memanfaatkan jamur tiram dari hasil panennya saja, kemudian membuang media jamur tiram yang telah usai masa produktif juga media jamur tiram afkir yang mereka anggap sebagai limbah, yang dimaksud media jamur tiram afkir adalah media yang tidak bias ditumbuhi jamur dikarenakan media tersebut yang kurang steril pada proses sterilisasi yang kemudian akan menjadi limbah. Bisa dibayangkan jika pembuangan limbah media jamur ini terus menerus dilakukan oleh para petani jamur tiram maka dampak yang diakibatkan adalah penumpukan limbah media jamur tiram yang akan mencemari udara dan lingkungan disebabkan oleh bau yang tidak sedap dari limbah media jamur tiram tersebut. Oleh karena itu kami berinisiatif untuk mengurangi pecemaran tersebut dengan cara mengelolah limbah media jamur tiram menjadi kompos yang akan bermanfaat bagi para petani yang membutuhkan. Sampah atau limbah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata - rata persentase bahan organik sampah atau limbah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ketempat pembuangan akhir dan
menyebabkan terjadinya polusi udara, bau dan lepasnya gas metana ke udara (Anonim, 2008). Banyak orang yang beranggapan bahwa salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah karena penanganan sampah atau limbah yang kurang baik. Mengolah sampah atau limbah menjadi kompos diharapkan akan membantu menyelamatkan lingkungan, Sampah atau limbah indentik dengan bahan buangan yang tidak memiliki nilai, kotor, kumuh, dan bau. Memang stigma ini tidak sepenuhnya salah. Namun, dengan membuat sampah atau limbah organic menjadi kompos akan memberikan nilai tambah bagi sampah atau limbah (Anonim, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kompos dan membandingkan kualitas kompos yang dihasilkan dengan Standar Mutu Pupuk Organik Departemen Pertanian no.70/Permentan/OT.140/2011 meliputi pH, C/N rasio, N, P dan K, serta mengukur berapa lama waktu yang diperlukan dalam pembuatan kompos sampai jadi. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada para petani bahwa limbah media jamur dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk
organik/kompos.
menggunakan pupuk organik/kompos.
Sehingga
para
petani
dapat
beralih
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Kompos Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilitas bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali
(terkontrol)
dengan
hasil
akhir
berupa
kompos.
Proses
pengomposan melibatkan sejumlah organisme termasuk bakteri, jamur, protozoa, aktinomisetes, nematoda, cacing tanah, dan serangga. Populasi dari semua organisme ini berfluktuasi, tergantung dari proses pengomposan. Ada dua mekanisme proses pengomosan, yakni pengomposan secara aerobik dan anaerobik. Kedua proses pengomposan ini dibedakan berdasarkan ketersediaan oksigen bebas (Salundik dan Simora, 2008). Kompos diperoleh dari hasil pelapukan bahan-bahan tanaman atau limbah organik seperti jerami, sekam, daun-daunan, rumput-rumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah organik yang terjadi karena perlakuan manusia. Perlakuan yang umum dilakukan berupa penciptaan lingkungan mikro yang dikondisikan untuk pertumbuhan mikroorganisme dekomposer atau aktivator (Musnamar, 2003). Pupuk
yang
tersusun
dari
materi
makhluk
hidup,
seperti
pelapukansisa -sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologitanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kotasampah.
1. Pupuk organik/kompos dapat dibedakan menjadi: a. Bahan organik lunak Bahan organik dikatakan lunak jika bahan tersebut sebagian besar terdiri dari air.Bahan yang termasuk dalam kategori ini adalah buah-buahan, sayuran, termasuk akar dan daun sayuran, limbah kebun termasuk potongan rumput dan dedaunan, serta limbah dapur. b. Bahan organik keras Bahan organik keras memiliki kadar air relatif rendah dibandingkan dengan jumlah total berat bahan tersebut.
Dalam
proses
secara
pengomposan
sempurna.
bahan
ini
akan
didekomposisi
Namun, proses tersebut tidak akan terjadi secara
sempurna tanpa tersedianya air yang banyak. Contoh bahan organik keras adalah dedaunan segar, bunga, dan pemotongan pagar hidup. c. Bahan selulosa Bahan selulosa merupakan bahan yang struktur selularnya sebagian besar terdiri dari selulosa dan lignin dengan kadar air relatif rendah. Bahan ini akan didekomposisi bakteri dengan sangat lambat, bahkan tidak sama sekali.
Contoh bahan selulosa adalah sisipan
kayu, jerami padi, daun kering, kulit pohon, dan kertas. d. Limbah protein Limbah protein merupakan limbah yang mengandung banyak protein, seperti kotoran hewan, dan limbah makanan.Limbah yang banyak mengandung protein ini merupakan bahan pembuat kompos yang sangat bagus karena kandungan nutrisinya baik untuk pertumbuhan tanaman. Namun proses dekomposisi dari protein ini
akan menghasilkan bau yang tidak sedap, bau ini sangat disukai oleh kuman dan serangga sehingga jumlah mereka akan sangat banyak. e. Limbah manusia 1) Limbah pertanian Limbah atau sisa hasil kegiatan petanian yang bisa digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatn kompos, diantaranya jerami, sekam padi, gulma, btang jagung, tongkol jagung, semua bagian vegetative tanaman, batang pisang, sabut kelapa, dan lainnya. Limbah pertanian biasanya memiliki C/N rasio yang relative mendekati C/N rasio tanah sehingga proses pengomposan dari limbah hasil pertanian cenderung lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan pengomposan bahan lainnya.
Oleh
karena
itu,
limbah
pertanian
juga
sering
dicampurkan ke bahan baku kompos yang memiliki C/N rasio tinggi. Berikut kompos yang memliki C/N rasio tinggi : (a) Limbah dan residu tanaman, contohnya jerami padi, sekam padi, gulma, batang, dan tongkol jagung, serta potongan pagar tanaman. (b) Semua bagian vegetatif tanaman, contohnya batang pisang, sabut kelapa, dedaunan. (c) Limbah dan residu ternak, contohnya kotoran, limbah cair, dan limbah pakan. (d) Pupuk hijau, contohnya lamtoro, orok-orok, lupin, turi, dan rumput gajah.
(e) Tanaman air, contohnya azzola, eceng gondok, gulma air, dan ganggang biru. (f) Penambat nitrogen, contohnya mikoriza, rhizobium, dan biogas. 2) Limbah industri Industri yang tergolong dalam industri rumah tangga, seperti
industri
pembuatan
tahu
dan
industri
perkayuan,
menghasilkan limbah-limbah organik yang merupakan sisa hasil proses produksi. Limbah organik tersebu sebanarnya masih dapat digunakan kembali agar tidak mencemari lingkungan. Salah satu alternatifnya ialah diolah sebagai bahan baku kompos. (a) Limbah padat, contohnya kayu, kertas, serbuk gergaji, ampas tebu,limbah kelapa sawit, limbah pengalengan makanan, dan limbah pemotongan hewan. (b) Limbah cair, contohnya alkohol, limbah dari pengolahan kertas, dan limbah pengolahan minyak kelapa. (c) Limbah rumah tangga. (d) Sampah, contohnya tinja, urine, sampah rumah tangga, sampah kota, dan limbah dapur. (e) Garbage diartikan sebagai limbah yang berasal dari tumbuhan hasil pemeliharaan dan budidaya, dapur rumah tangga, pusat perbelanjaan, pasar, dan restoran atau tempat yang menjual makanan olahan. Garbage mengandung lebih banyak bahan organik yang mudah busuk atau lembap, dan mengandung sedikit cairan. Karena mengandung banyak bahan organik,
limbah ini dapat terdekomposisi secara cepat, terutama ketika cuaca hangat limbah ini dapat mengeluarkan bau busuk. Garbage memiliki nilai komersial di antaranya dimanfaatkan sebagai
bahan
dasar
pakan
ternak
dengan
tetap
mempertimbangkan keamanan dan kriteria kesehatan. (f) Rubbish mengandung berbagai limbah padat yang mudah terbakar yang berasal dari rumah, pusat perbelanjaan, dan kantor.
Bahan-bahan yang mudah terbakar tersebut di
antaranya kertas, kain, karton, kotak, kayu, dan papan (anonim, 2005). Secara
umum
dapat
diartikan
sebagai
proses
perombakan
atau penguraian bahan organik secara biologis (dengan bantuan mikro flora / mikro fauna) menjadi pupuk yang lebih sederhana dan menyerupai humus, dengan karateristik yang relatif berbeda dari aslinya. Produk umumnya
ini
yang kemudian
dihasilkan
dari
sampah
dikenal organik
sebagai
kompos. Kompos
yang berasal
dari
sisa
makanan, sampah dapur, sayuran, daun-daunan dan sampah organik lainnya. Proses pengomposan dipengaruhi oleh beberapa hal yang bekaitan dengan aktivitas mikroorganisme selama proses pengomposan berlangsung. a) Ukuran dan jenis bahan organik adalah salah satu komponen penting untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari pengomposan. Ukuran bahan organik yang relatif lebih kecil akan mempermudah percepatan proses pengomposan, disamping ukuran, jenis dan karakter dari bahan organik juga sangat menentukan, misalkan gabah, partikel kayu/ranting, sabut kelapa, yang semuanya relatif mempunyai unsur
karbon yang tinggi. Pencacahan bahan organik jelas akan sangat membantu kecepatan pengomposan, perlakuan awal dan proporsional campuran jenis bahan organik yg digunakan juga sangat membantu percepatan dan kualitas hasil pengomposan. Ukuran partikel juga sangat mempengaruhi proses percepatan pengomposan. Ukuran partikel bahan yang optimal untuk dikomposkan berkisar dari 1/8 inci hingga 1/2 inci, ukuran ini sangat relatif. b) Keseimbangan Nutrisi (Rasio C/N) adalah sangat berpengaruhterhadap kinerja mikroorganisme dalam merombaka bahan organik selama proses pengomposan berlangsung. Karbon (C) dibutuhkan oleh mikroorganisme, seperti
bakteri,
jamur
dan
aktinomisetes
sebagai
sumber
energi (makanan), sedangkan Nitrogen (N) yang umumnya berasal dari protein
yang terkandung dalam
bahan
organik
diperlukan
untuk
membiakan diri. Apabila kandungan C terlalu tinggi maka proses pengomposan
akan
cenderung
menurun
(melambat),
namun
apabila kandungan N terlalu tinggi maka umumnya akan cenderung menimbulkan bau ammonia atau bahkan cenderung mengarah pada pembusukan(putrefaction). Keseimbangan
rasio
C:N
dalam
pengomposan secara umum berkisar antara 20-40 bagiankarbon(C) yang berbanding dengan 1 bagian Nitrogen (N). c) Suhu atau Temperatur yang ditimbulkan selama proses pengomposan adalah merupakan hasil pelepasan energi reaksi eksotermik dalam tumpukan.
Kenaikan
suhu
selama
proses
pengomposan
sangat menguntungkan bagi beberapa jenis mikroorganisme thermofilik, akan tetapi proses pengomposan yg tidak terkontrol, misalkan suhu di
atas 65-70 °C akan menyebabkan aktivitas populasi mikroorganisme menjadi
menurun
drastis.
Untuk
menjaga
kondisi
suhu
yang optimum sedianya suhu dalam tumpukan dipertahankan antara 5060 °C, selama kurun waktu 9-11 hari pertama sejak awal pengomposan atau cukup 7-9 hari pertama dengan menjaga suhu berkisar antara 60-65 °C. Kondisi ini (kurva suhu tumpukan kompos) juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti karakter bahan organik yang dikomposkan, nisbah volume tumpukan atau timbunan yang berbanding dengan permukaan tumpukan. Makin tinggi volume tumpukan maka makin besar isolasi panas yang terjadi dalam tumpukan bahan yang dikomposkan. Perlakuan pembalikan tumpukan kompos akan sangat membantu proses aerasi dan homogenitas suhu dan bahan. Pembalikan secara berkala dan teratur akan membantu pemerataan kondisi terhadap tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas, namun sebaiknya pembalikan jangan sering dilakukan, terutama fase awal /dekomposisi, hal ini untuk menjaga kondisi
suhu
tumpukan. Suhu
tumpukan tumpukan
dan
aktivitas
yang dingin
mikroorganisme akan
berakibat
dalam proses
pengomposan menjadi lambat. d) Kelembaban atau Kadar Air. Dalam proses pengomposan sangat penting. Air merupakan media reaksi kimia atau pelarut media membawa nutrisi dan bahan utama bagi kehidupan mikroorganisme. Jika kondisi kadar air (kelembaban) dalam tumpukan bahan yang dikomposkan sangat rendah, maka proses pengomposan akan berjalan sangat lambat, sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi proses pengomposan juga akan kurang baik, dimana ruang oksigen dalam tumpukan akan berkurang serta akan
menimbulkan bau yang kurang sedap, proses pengomposan akan cenderung pada anaerob. Kondisi kelembaban yang optimal berkisar antara 45%-60%. Untuk memperkirakan kadar air dapat dilakukan dengan cara menggenggam/meremas bahan organik, bila tidak menetes cairan dan apabila genggaman dibuka bahan organik akan mengembang namun tidak berhambur, maka diperkirakan kadar airnya telah cukup untuk proses pengomposan tersebut. Untuk lebih mudahnya dapat diukur dengan alat pengukur kelembaban. e) Aerasi atau Oksigen diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan respirasi. Selama itu berlangsung kandungan oksigen tumpukan akan berkurang dan kandungan karbondioksida akan meningkat. Ketika kandungan oksigen dalam tumpukan kurang dari 10% akan menimbulkan bau yang kurang sedap dan proses pengomposan akan mengarah pada kondisi anaerob. Untuk menjaga kondisi udara baik yang jumlahnya besar, dapat dilakukan dengan menyuntikkan udara ke dalam tumpukan atau bila jumlahnya sedikit dapat juga tumpukan dibalik/diaduk. Pembalikan tumpukan sebaiknya setiap minggu sekali gunanya untuk menghomogenkan bahan-bahan yang dikomposkan dan memberikan proses pengomposan yang stabil antara tumpukan kompos bagian bawah, tengah dan atas. f)
Bioaktivator
adalah
penambahan
aktivator
mikroorganisme
yang
menguntungkan akan sangat membantu dalam proses percepatan pengomposan, dilain pihak penambahan ini akan memungkinkan kompos yang dihasilkan memiliki karakteristik yang lebih sehat dan lebih baik bila diterapkan ke dalam tanah (Anonim, 2012).
B. Peranan Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme Lokal (MOL) merupakan makhluk hidup yang sangat kecil dengan kemampuan sangat penting dalam kelangsungan daur hidup biota di dalam biosfer.Mikroorganisme mampu melaksanakan kegiatan atau reaksi
biokimia
untuk
melangsungkan
perkembangbiakan
sel.
Mikroorganisme digolongkan ke dalam golongan protista yang terdiri dari bakteri, fungi, protozoa, dan algae (Darwis et al.1992). Mikroorganisme menguraikan bahan organik dan sisa-sisa bahan jasad hidup menjadi unsurunsur yang lebih sederhana. Menurut Budiyanto (2002) mikroorganisme mempunyai fungsi sebagai agen proses biokimia dalam pengubahan senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang berasal dari sisa tanaman dan hewan. Menurut Hadinata (2008), bahan utama dalam pembuatan MOL terdiri dari tiga komponen antara lain: 1. Karbohidrat berasal dari air cucian beras, nasi basi, singkong, kentang, gandum, rebung, rumput gajah, dan daun gamal. 2. Glukosa dari gula merah, cairan gula pasir, dan air kelapa. 3. Sumber mikroorganisme berasal dari keong mas, kulit buah-buahan, air kencing, dan terasi. Adapun manfaat dari MOL menurut (Pramata, 2004) adalah sebagai berikut: 1. Menyediakan ketersediaan unsur hara yang sangat cepat karena sudah berupa larutan. 2. Dapat disemprotkan langsung oleh tanaman, sehingga diserap melalui dedaunan tanaman.
3. Dapat digunakan sebagi decomposer / mikroba dalam pengomposan. 4. Mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman. 5. Mengurangi penggunaan pestisida yang dapat menurunkan kualitas tanaman. 6. Dengan adanya MOL maka buah-buahan yang busuk ataupun yang lain dapat dimanfaatkan. C. Tinjauan Umum Unsur Hara Menurut (Parnata 2004), unsur hara yang dibutuhkan tanaman beraneka ragam.Sedikitnya ada 60 jenis unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.Dari sekian banyak unsur hara tersebut, sebanyak 16 unsur atau senyawa diantaranya merupakan unsur hara esensial yang mutlak dibutuhkan tanaman untuk mendukung pertumbuhannya.Kekurangan hara bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman dapat terganggu, menimbulkan penyakit, dan bisa menyebabkan tanaman mati. Dari 16 unsur hara, 3 diantaranya tidak terlalu bermasalah karena ketersediaannya di alam melimpah.Ketiga unsur hara tersebut adalah karbon (C), hidrogen (H2O) dan oksigen (O2).Ketiganya dapat diperoleh bebas dari udara.Kebutuhan
air
dapat
diperoleh
dari
tanah
dan
dari
air
penyiraman.Unsur hara lainnya sering menjadi masalah bagi pertumbuhan tanaman jika kebutuhan unsur hara tersebut tidak terpenuhi. Ketigabelas unsur ini adalah hara yang diperoleh tanaman dari tanah.Unsur hara ini dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro.Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Unsur hara makro terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg).
Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ada 7 jenis, yaitu besi (Fe), klor (Cl), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (Bo), dan molibdenum (Mo). 1. Unsur hara makro a. Karbon (C) Karbon
yang
digunakan
oleh
tumbuhan
berasal
dari
karbondioksida (CO2) yang ada di udara.Karbondioksida merupakan hasil respirasi (pernapasan manusia) atau pembakaran sempurna zat-zat organik.Karbon berfungsi untuk membentuk karbohidrat, lemak,
dan
protein
yang
bermanfaat
bagi
pertumbuhan
tanaman.Selain itu, berfungsi membentuk selulosa yang merupakan dinding sel dan memperkuat bagian tanaman.Unsur karbon juga bisa menciptakan rasa dan wangi pada air yang terdapat di dalam buah dan bunga serta membentuk warna daun dan bunga. 2. Hidrogen (H2O) Hidrogen diperoleh tanaman dengan memecah air (H2O). Air dapat diperoleh tanaman dari udara dan tanah. Hidrogen berguna dalam proses pembentukan gula (glukosa) menjadi karbohidrat dan sebaliknya, serta proses pembentukan lemak dan protein. Proses untuk menghasilkan glukosa dikenal dengan proses asimilasi karbondioksida atau rasi. Oksigen dibutuhkan tanaman untuk membentuk bahan organik fotosintesis. 3. Oksigen (O2) Oksigen diperoleh tanaman dari air dan udara.Sekitar 21% volume udara adalah oksigen.Oksigen diisap tanaman dari udara
melalui respirasi.Oksigen dibutuhkan tanaman untuk membentuk bahan organik tanaman.Seluruh tanaman, baik akar, batang, daun, bunga, dan buah memerlukan oksigen. Oksigen dibutuhkan dalam sel tanaman untuk mengubah karbohidrat menjadi energi. 4. Nitrogen (N) Tumbuhan memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan terutama pada fase vegetatif yaitu pertumbuhan cabang, daun,dan batang. Nitrogen juga bermanfaat dalam proses pembentukan hijau daun atau korofil. Klorofil sangat berguna untuk membantu proses fotosintesis. Selain itu, nitrogen bermanfaat dalam pembentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainnya.Perlu diketahui, sekitar 78% volume udara terdiri dari nitrogen. Kekurangan nitrogen dapat
menyebabkan pertumbuhan
tanaman tidak normal atau kerdil. Daunnya akan menguning lalu mengering
dan
mati.
Buah
yang
kekurangan
nitrogen
pertumbuhannya tidak sempurna, cepat masak, dan kadar proteinnya kecil. 5. Fosfor (P) Bagi tanaman, fosfor berguna untuk membentuk akar sebagai bahan dasar protein, mempercepat penuaan buah, memperkuat batang tanaman, meningkatkan hasil biji-bijian dan umbi-umbian. Selain itu, fosfor juga berfungsi untuk membantu proses asimilasi dan respirasi. Kekurangan fosfor bisa menyebabkan pemasakan buah terlambat, warna daun lebih hijau dari pada keadaan normalnya,
daun yang sudah tua tampak menguning sebelum waktunya, serta hasil buah atau biji.Kekurangan fosfor yang parah menyebabkan tanaman tidak berbuah. 6. Kalsium (Ca) Kalsium berfungsi sebagai pengatur pengisapan air
dari
dalam tanah.Kalsium juga berguna untuk menghilangkan (penawar) racun dalam tanaman.Selain itu, kalsium berguna untuk mengaktifkan pembentukan
bulu-bulu
akar
dan
biji
serta
menguatkan
batang.Kalsium bisa digunakan untuk menetralkan kondisi tanah. Kekurangan kalsium dapat menyebabkan pertumbuhan pucuk ranting
terhambat
dan
batang
tanaman
tidak
kokoh.
Jika
kekurangannya parah, ujung akar dan akar rambut akan mati sehingga tanaman juga mati. Selain itu, pucuk daun dan kuntum bunga akan berjatuhan. 7. Sulfur (S) Sulfur atau belerang sangat membantu tanaman dalam membentuk bintil akar. Pertumbuhan lainnya yang didukung adalah pertumbuhan tunas dan pembentukan hijau daun (klorofil). Sulfur merupakan unsur penting dalam pembentukan berbagai asam amino. Kekurangan belerang menyebabkan daun muda berubah warna
menjadi
hijau
muda,
mengilap
agak
keputih-putihan,
selanjutnya akan berubah menjadi kuning hijau. Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Tanaman akan tampak kerdil, kurus, dan batangnya pendek.
8. Magnesium (Mg) Magnesium berfungsi membantu proses pembentukan hijau daun atau klorofil. Selain itu, berfungsi untuk membentuk karbohidrat, lemak, dan minyak. Magnesium juga berfungsi membantu proses transportasi fosfat dalam tanaman. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan pucuk dan bagian di antara jari-jari daun tampak tidak berwarna. Kondisi ini akan tampak pertama kali di bagian bawah daun, kemudian meningkatkan bagian atas, daun akan berbentuk tipis tidak seperti biasanya. 9. Kalium (K) Kalium berfungsi untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat.Selain itu, kalium berfungsi untuk memperkuat jaringan tanaman dan berperan dalam pembentukan antibodi tanaman yang bisa melawan penyakit dan kekeringan. Jika kekurangan kalium, tanaman tidak tahan terhadap penyakit, kekeringan, dan udara dingin. Kekurangan
kalium
dapat
menghambat
pertumbuhan
tanaman serta daun tampak agak kriting dan mengkilap. Lama kelamaan daun akan menguning di bagian pucuk dan pinggirannya. Akhirnya, bagian daun antara jari-jari menguning, sedangkan jarijarinya tetap hijau.Selain itu, kekurangan kalium menyebabkan tangkai daun lemah sehingga mudah terkulai dan kulit biji keriput.
2. Unsur hara mikro a. Klor (Cl) Klor
bermanfaat
untuk
membantu
meningkatkan
atau
memperbaiki kualitas dan kuantitas produksi tanaman.Khususnya untuk tanaman tembakau, kentang, kapas, kol, sawi, dan tanaman sayuran. Kekurangan klor akan menyebabkan produktifitas menurun. b. Besi (Fe) Zat besi berperan dalam proses fisiologi tanaman seperti proses pernapasan dan pembentukan zat hijau daun (klorofil). Kekurangan zat besi akan menyebabkan daun berwarna kuning, kemudian berguguran. Selain itu, tanaman akan mati mulai dari pucuk. c. Mangan (Mn) Mangan bermanfaat dalam proses asimilasi dan berfungsi sebagai komponen utama dalam pembentukan enzim dalam tanaman. Kekurangan mangan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, terutama pada tanaman holtikultura seperti sayuran.Di bagian daun yang kekurangan mangan seperti ditemukan warna kekuningan atau merah. Selain itu, pembentukan biji tidak akan bagus. d. Tembaga (Cu) Tembaga pembentukan
bermanfaat
klorofil
dan
bagi sebagai
tanaman komponen
dalam utama
proses dalam
pembentukan enzim tanaman. Kekurangan tembaga menyebabkan ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu. Bahkan, pada
defisit tembaga yang parah akan menyebabkan klorosis (warna daun menjadi pucat akibat kerusakan klorofil), tetapi jaringannya tidak mati. e. Boron (Bo) Boron
merupakan
zat
yang
banyak
manfaatnya.Boron
membawa karbohidrat ke seluruh jaringan tanaman. Boron juga bermanfaat dalam proses mempercepat penyerapan kalium dan berperan pada pertumbuhan tanaman khususnya pada bagian yang masih aktif. Selain itu, berfungsi juga dalam meningkatkan kualitas produksi sayuran dan buah-buahan. Kekurangan boron menyebabkan daun klorosis yang dimulai di
bagian
bawah
daun.Setelah
itu,
daun
mengering
dan
mati.Pertumbuhan daun juga menjadi kerdil, kuncup mati, dan berwarna hitam.Selain itu, kekurangan boron dapat menimbulkan penyakit fisiologi. f.
Molibdenum (Mo) Molibdenum berfungsi untuk mengikat nitrogen bebas dari udara.Selain itu, berfungsi sebagai komponen pembentukan enzim pada bakteri akar tanaman leguminosae. Gejala kekurangan molibdenum akan menyebabkan perubahan warna daun, kemudian daun mengerut dan mengering. Kekurangan molibdenum yang parah dapat menyebabkan tanaman mati.Gejala ini mudah dilihat pada tanaman sayur yang kekurangan molybdenum.
g. Seng (Zn) Seng
mempunyai
fungsi
dalam
pembentukan
hormon
tanaman yang berguna untuk pertumbuhan. Kekurangan seng akan
menyebabkan daun berwarna kuning atau kemerahan, daun berlubang, mengering, bahkan bisa mati. D. Tinjauan Umum Media Jamur Tiram Jamur tiram pada umumnya dapat tumbuh di berbagai media, baik yang secara alami (batang pohon berkayu) maupun media lain seperti serbuk kayu, jerami padi, alang-alang, sisa kertas, amapas tebu, kulit kacang, dan bahan media lainnya. Karena banyaknya pilihan media tumbuh atau media tanam, sebaiknya pilihan bahan media yang paling efisien, mudah didapat, harganya murah dan hasil produksinya dapat optimal. Dari pemantauan, para para pekebun
jamur tiram menggunakan media dari
serbuk gergaji (gergajian) dan jerami padi. Dua bahan tersebut mudah diusahakan
dan
hargnya
relatif
murah,
tanpa
mengurangi
tingkat
produktivitas maupun mutu jamur itu sendiri. Bahan baku media serbuk kayu maupun jerami itu sendiri masih ditamabah formula lain, yang umumnya terdiri dari bekatul, kapur, pupuk TSP dan gips (Soenanto, 2000). 1. Serbuk Kayu Budi daya jamur tiram dengan menggunakan media serbuk kayu (gergajian) paling banyak dilakukan oleh para petani selama ini. Pemilihan media ini di sebabkan lebih praktis, bahan baku murah, dan mudah didapat. Meski dapat
tumbuh pada media serbuk kayu sebagai bahan
baku utama, tetapi tidak sembarangan kayu dapat digunakan. Kayu yang paling baik dari jenis kayu sengon (Albazia falcataria),kayu karet (Hevia brasiliansis), kayu waru (Albazia procera), kayu geungjing putih (Paraserianthes falcataria), dan kayu jati.
Syarat kayu yang baik untuk media tanam adalah seprti berikut ini. a. Serbuk kayu yang tidak mengandung minyak atau bahan kimia lain. b. Sebuk bersal dari bahan yang keras, daya tahan daya media tanamnya akan lebih lama, misalnya kayu jati. c. Serbuk kayu tidak bergetah, kering, bersih, dan tidak busuk. d. Serbuk kayu masih baru, akan lebih menguntungkan. e. Serbuk kayu tidak ditumbuhi jamur lain. Selain menggunakan bahan baku serbuk kayu, masih ada bahan tambahan atau bahan penunjang lainnya, diantaranya bekatul, kapur dan air (Soenanto, 2000). 2. Bekatul Bekatul sebagai campuran media tanam berfungsi sebagai nutrisi dan sumber karbohidrat, karbon, dan nitrogen.Karbon digunakan sebagai sumber energi utama, sedangkan nitrogen berfungsi sebagai pembangun miselium
dan
membangun
enzim-enzim
yang
disimpan
alam
tumuhnya.Bekatul yang disarankan adalah yang masih baru dan tidak berbau apek atau tengik (Soenanto, 2000). 3. Kapur Kapur yang dimaksud di sini adalah kapur yang telah mati (gamping) yang apabila diberi air tidak lagi memuai atau panas.Kapur ini gunanya untuk menjaga keasaman media dan berfungsi sebagai sumber mineral (Soenanto, 2000).
4. Gips Gips digunakan untuk memperkokoh media tanam dalam plastik, sehngga tidak mudah hancur dan rusak.Selain itu juga berfungsi sebagai sumber mineral (Soenanto, 2000). 5. Kapur TSP Pupuk TSP digunakan untuk mempercepat tumbuhan miselium dan tumbuh buah jamur tiram (Soenanto, 2000). 6. Air Air merupakan media reaksi kimia atau pelarut media membawa nutrisi dan bahan utama bagi kehidupan mikroorganisme. Jika kondisi kadar air (kelembaban) dalam tumpukan bahan yang dikomposkan sangat rendah, maka proses pengomposan akan berjalan sangat lambat, sebaliknya apabila kadar air terlalu tinggi proses pengomposan juga akan kurang baik, dimana ruang oksigen kurang sedap, proses pengomposan akan
cenderung
pada
anaerob.
Kondisi
yang optimal berkisar antara 45%-60% (Soenanto, 2000).
kelembaban
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Areal laboratorium Produksi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah selama 30 hari terhitung dari tanggal 20 Februari sampai dengan 20 Maret 2015, meliputi persiapan tempat penelitian, bahan, alat, dan pengambilan data. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah : 1. Timbangan analitik 2. Gelas ukur 3. Alat tulis 4. Terpal 5. Termometer Bahan yang digunakan adalah : 1. Media Jamur Tiram 2. Mikroorganisme local (MOL) dari bahan media Jamur Tiram 3. Gula merah 4. Air C. Rancangan Penelitian Penelitian ini dibuat dalam 2 perlakuan yang terdiri dari: P1 : Limbah media jamur tiram (Limbah dari media jamur setelah usai produksi) P2 : Limbah media jamur tiram afkir (Limbah dari media jamur yang tidak bisa ditumbuhi jamur)
D. Analisis Data Data hasil dari pembuatan kompos akan ditampilkan dalam bentuk tabel perbandingan awal dan akhir pengomposan yang meliputi data fisik dan kimia kompos kompos kemudian hasil analisis dari pupuk kompos dibandingkan dengan standar pembuatan pupuk kompos dari Departemen pertanian No.70/Permetan/SR.140/10/2011. E. Prosedur Penelitian 1. Orientasi Lapangan Orientasi lapangan dilakukan dalam rangka menentukan lokasi penelitian, tempat pembuatan kompos di laboratorium produksi dan analisis pupuk di laboratorium UPT. Pusat Studi Reboisasi Hutan Tropis Lembab (PUSREHUT). Bahan baku kompos diambil dari petani jamur tiram yaitu di Jl. Padat Karya Sempaja. 2. Persiapan Bahan a. Limbah media jamur tiram di ambil dari petani jamur tiram di jl. Padat Karya Sempaja. b. Limbah yang diambil adalah limbah media jamur tiram dan limbah media jamur tiram afkir. c. Kedua limbah media jamur tiram ditimbang dengan berat masingmasing perlakuan adalah 100 kg. d. Kemudian kedua limbah media jamur tiram dikomposkan sesuai dengan perlakuan.
3. Persiapan aktivator (MOL) Aktivator yang digunakan adalah MOL dari bahan media jamur tiram yang memiliki kandungan kimia antara lain pH 3.34, N 0.04, P 0.24 dan
K 0.55.
4. Pengomposan a. Pembuatan kompos dari limbah media Jamur Tiram (P1) 1) Limbah media Jamur Tiram afkir ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat limbah media Jamur Tiram
yang akan
digunakanyaitu 100 kg 2) Kemudian melepas pelastik yang masih membungkus limbah media Jamur Tiram, setelah itu media di letakkan di atas terpal yang telah disediakan. 3) Kemudian bahan diaduk dan disiram dengan larutan MOL (2 l MOL dilarutkan dalam 10 l air + gula merah 4 ons ) hingga kadar air adonan kompos mencapai 40%, yaitu dengan cara mengepal adonan kompos menggunakan tangan, jika air tidak keluar dari kepalan dan jika kepalan dibuka adonan kompos tidak terhambur dan tetap menggumpal. 4) Bahan diaduk sehingga limbah media Jamur Tiram afkir benarbenar tercampur rata dengan MOL. 5) Adonan kemudian ditutup menggunakan terpal. 6) Langkah berikutnya adalah pengambilan data pada kompos.
b. Pembuatan kompos dari limbah media Jamur Tiram Afkir (P2) 1) Limbah media Jamur Tiram ditimbang terlebih dahulu untuk menentukan berat limbah media Jamur Tiramafkir yang akan digunakan, yaitu 100 kg 2) Kemudian melepas pelastik yang masih membungkus limbah media Jamur Tiram afkir,setelah itu media diletakkan di atas terpal yang telah disediakan. 3) Kemudian bahan diaduk dan disiram dengan larutan MOL (2 l MOL dilarutkan dalam 10 l air + gula merah 4 ons) hingga kadar air adonan kompos mencapai 40%, yaitu dengan cara mengepal adonan kompos menggunakan tangan, jika air tidak keluar dari kepalan dan jika kepalan dibuka adonan kompos tidak terhambur dan tetap menggumpal. 4) Bahan diaduk hingga limbah media Jamur Tiram afkir benar-benar tercampur rata dengan MOL. 5) Adonan kemudian ditutup menggunakan terpal. 6) Langkah berikutnya adalah pengambilan data pada kompos. F. Pengambilan Data Pengambilan data dalam penelitian ini juga terbagi atas dua kegiatan, yaitu: a. Pengamatan Fisik, yaitu mengamati suhu, warna, bau dan bentuk pupuk. Yang dilakukan setiap hari pada pagi hari sampai komposnya jadi. b. Pengamatan kandungan kimia, yaitu berdasarkan hasil uji lab yang dilakukan di PUSREHUT meliputi kadar total pH, C/N rasio, C-organik,
N, P, dan K kemudian dilakukan perbandingan kandungan unsur hara pada kompos dengan Standar Mutu Pupuk Organik Peraturan Menteri Pertanian No.70/Permentan/ SR.140/10/2011.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Sifat fisik kompos Hasil pengamatan dari pembuatan kompos dari bahan limbah jamur tiram yang dilakukan selama 30 hari, dimana setiap hari dilakukan pengamatan suhu, warna, bau, dan bentuk. Dapat dilihat bahwa kompos yang paling cepat jadi terdapat pada perlakuan P1 (limbah media jamur tiram) yaitu kompos jadi pada hari ke-27, sedangkan perlakuan P2 (limbah media jamur tiram afkir) kompos jadi pada hari ke-29. Yang dapat dilihat dari perubahan suhu, warna, bau dan bentuk. Ciri-ciri kompos jadi adalah jika suhu kompos sudah stabil dan tidak mengalami perubahan lagi, kompos tidak berbau, dan bentuknya remah. Dinamika perubahan warna, bau, bentuk, dan suhu dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Dari lampiran 1 dan 2 dapat dilihat bahwa proses pengomposan pada perlakuan P1 lebih cepat jadi dibandingkan dengan perlakuan P2. Pada perlakuan P1 suhu pada hari ke-27 sudah stabil baik pada suhu ruang maupun suhu pada kompos baik pada bagian atas, tengah maupun bawah,
dan
kompos tidak
berbau
serta bentuknya
remah.
Itu
menandakan bahwa kompos telah jadi. Sedangkan untuk perlakuan P2, suhu stabil pada hari ke-29. Dimana kompos dikatakan jadi jika suhu telah stabil, fisik kompos tidak akan menggumpal jika dijatuhkan (terhambur ketika terhempas), tidak berbau saat dicium (aromanya seperti tanah), kemudian warna kompos jadi atau matang berubah menjadi lebih gelap atau gelap.
2. Sifat kimia kompos Dari hasil penelitian pengomposan yang dilakukan selama proses pengomposan yaitu 30 hari, setelah kompos jadi kemudian kompos di uji laboratorium untuk menganalisis kandungan kimia dalam kompos yang meliputi pH, C/N rasio, C-organik, N, Pdan K . Dari hasil uji laboratorium di peroleh hasil bahwa perlakuan P1 lebih baik dibandingkan dengan P2.Untuk hasil analisis kimia dapat dilihat pada table 1 berikut ini. Tabel 1. Hasil Uji Laboratorium No
Parameter
Metode
Satuan
1 2 3 4 5 6
pH H2O ( 1:2,5 ) N. total C. organik Ratio C/N P2O5 K2O
Electrode Kjeldahl
% % % % %
Keterangan :
Walkley & black
Hitung Spectronic AAS
Hasil analisa P1 P2 8.05 7.46 0.51 0.88 7.25 12.72 14.22 14.45 0.11 0.14 0.67 0.65
P1 : Limbah media jamur tiram P2 : Limbah media jamur tiram afkir
Dari table diatas dapat di lihat bahwa kandungan kompos hasil penelitian mamiliki hasil kandungan kimia yang hampir sama pada setiap perlakuan baik kandungan pH, C/N rasio, C-organik, N, P, dan K. Hasil analisis kima kompos jika dibandingkan dengan standar mutu
pembuatan
kompos
dari
Departemen
pertanian
(Depetan)
NO.70/Permetan/SR.140/10/2011 dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Perbandingan Uji Laboratorium dengan Standar Mutu Kompos Deptan Hasil analisa Standar No Parameter Metode Satuan Deptan P1 P2 1 pH H2O ( 1:2,5 ) Electrode 4-9 8.05 7.46 Kjeldahl 2 N. total % Min 4 0.51 0.88 3
C. organik
4 5 6
Ratio C/N P2O5 K2O
Walkley black
&
Hitung Spectronic AAS
%
Min 15
7.25
12.72
% % %
15-25 Min 4 Min 4
14.22 0.11 0.67
14.45 0.14 0.65
Dari table 2 di atas dapat dilihat bahwa kandungan kimia kompos jika dibandingkan dengan standar deptan, untuk kedua perlakuan baik P1 dan
P2,
keduanya
masuk
dalam
strandar
kompos
deptan
NO.70/Permetan/SR.140/10/2011 yang artinya kompos hasil penelitian memiliki kualitas kompos yang baik. B. Pembahasan 1. Sifat fisik kompos Dalam proses pengomposan selama 30 hari, telah dilaksanakan pengamatan terhadap sifat fisik kompos yang meliputi suhu, warna, bau dan bentuk. Dapat dilihat bahwa berdasarkan sifat fisiknya, kompos yang cepat jadi terdapat pada perlakuan P1, hal ini dapat dilihat dari perubahan suhu, bau, warna dan bentuknya yang telah stabil(dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Kompos dinyatakan jadi apabila suhunya mendekati suhu ruang, tidak berbau, dan warna kompos menjadi kehitaman, serta bentuknya remah. Sesuai dengan pendapat Salundik dan Simora (2008), yang menyatakan bahwa kompos dikatakan jadi dan siap diaplikasikan jika memiliki tingkat kematangan yang sempurna. Hasil pengamatan fisiknya, warna kompos yang sudah matang adalah kehitaman. Perubahan warna dari cokelat tua pada awal pengomposan hingga hitam pada akhir pengomposan disebabkan oleh terdekomposisi aerob ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi kehitaman (Susanto, 2002). Sedangkan hasil pengamatan proses pengomposan, bahwa warna awal sebelum pengomposan dilihat dari buku munsel (warna tanah) bahwa warna kompos perlakuan P1
adalah very dark brown (coklat kehitaman), sedangkan perlakuan P2 adalah cokelat keputihan, dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Warna awal kompos, dari kiri P2 kemudian P1
Adapun warna kompos setelah dikatakan jadi atau matang yakni pada P1 berwarna brown (coklat), perlakuan P2 black (hitam), dapat dilihat langsung pada Gambar 2.
Gambar 2. Warna kompos setelah matang, dari kiri P1 kemudian P2
Kompos matang dapat dikenali dengan memperhatikan dari keadaan bentuk fisiknya, demikian disebutkan: jika diraba, suhu tumpukan bahan pengomposan sudah dingin, mendekati suhu ruang, tidak mengeluarkan bau busuk, bentuk fisiknya menyerupai tanah, warnanya berwarna kehitaman, jika dilarutka ke dalam air kompos yang matang akan larut, dan strukturnya remah serta tidak menggumpal. Pendapat ini juga di dukung oleh Mulyono (2014), kompos siap pakai dapat di ketahui dengan cara menggenggam kompos, lalu mengepal kompos seperti ingin memeras. Kompos yang siap pakai tidak akan terasa
panas
dan
relative
dingin.
Selain
itu
apabila
kepalan
dikencangkan, kompos tidak akan mengeluarkan air Menurut Anonim (2014),mengetahui kematangan kompos dapat diketahui dengan beberapa cara yaitu : 1) Dicium : kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawasenyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang. 2) Kekerasan bahan : kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas – remas akan mudah hancur. 3) Warna kompos : kompos yang sudah matang adalah coklat kehitamhitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
Selama proses pengomposan pada permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih. 4) Penyusutan : terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang. 5) Suhu : suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang. Berdasarkan dari hasil pengamatan suhu pengomposan, suhu mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak stabil dikarenakan adanya proses pengomposan, dan suhu stabil pada suhu dibawah 40oC. Menurut Salundik Dan Simora (2008), menyatakan bahwa faktor suhu sangat penting dan berpengaruh terhadap proses pengomposan karena berhubungan
dengan
pengomposan.
Dalam
mikroorganisme
local
jenis
mikroorganisme
proses (MOL)
yang
pengomposan dari
limbah
ini
media
terlibat
dalam
menggunakan jamur
dimana
mikroorganisme yang terdapat dalam MOL telah efektif bekerja pada suhu dibawah 400C. Pengukuran suhu di lakukan setiap hari pada awal sampai akhir pengomposan, yaitu suhu pada pagi hari yang ditujukan untuk mendapatkan dinamika peningkatan suhu selama proses pengomposan
berlangsung. Dalam proses pengomposan ini suhu kompos tidak teratur pada saat awal proses pengomposan, yaitu berkisar 27o – 34o C, dan setelah kompos dapat di pastikan matang suhu kompos P1 dan P2 memiliki suhu stabil berkisar 32o – 35o C. 2. Sifat kimia kompos a. pH pH
adalah
satuan
derajat
yang
dipergunakan
untuk
menentukan tingkat keasaman atau kebasahan terhadap tanah maupun pupuk kompos. Pada penelitian ini memiliki nilai pH 8.05 untuk P1 dan 7.46 untuk P2, kedua perlakuan tersebut sesuai dengan standar dari pementan yaitu berkisar 4-9, ini dikarenakan di dalam media jamur memilki kandungan kapur yang sengaja dicampurkan
ke
dalam
media
jamur
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan pH dari sangat masam atau masam ke pH yang netral. b. C/N rasio C/N rasio dari 2 perlakuan memiliki C/N berkisar 14, hal ini menandakan bahwa bahan kompos dari limbah media jamur lebih cepat terdekomposisi, hal ini dilihat dari C/N yang mencapai 14. Menurut Marsono (2001),
bahwa C/N rasio yang rendah
menunjukkan bahwa mikroorganisme dapat bekerja secara maksimal dalam mendekomposisi bahan organik. c. Nitrogen (N) Menurut Marsono (2001), peranan utama unsur nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu, unsur
N pun berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis. Fungsi lainnya ialah membentuk protein, lemak, dan berbagai persenyawa organik Unsur N sangat bermanfaat, diantaranya meningkatkan
pertumbuhan
tanaman,
memproduksi
klorofil,
meningkatkan kadar protein, dan mempercepat pertumbuahan daun. Unsur N merupakan sumber energi bagi mikroorganisme dalam tanah yang berperan penting dalam proses pelapukan atau dekomposisi bahan organik. Penelitian ini terfokus untuk menganalisa N total dan memiliki nilai 0.51% untuk P1 dan 0.88% untuk P2, ini dikarenakan bahan media jamur yang menggunakan dedak untuk bahan bakunya sedangkan pada standarisasi dari permentan adalah minimal 4, dengan ini nilai N pada kompos yang di hasilkan tidak memenuhi standar. d. Fosfor (P) Fosfor merupakan unsur untuk pertumbuhan di dalam tanaman, berfungsi untuk pembentukkan protein, lemak, biji-bijian. Fosfor di jumpai dalam tanah dan tanaman dalam bentuk organik dan anorganik yang berperan dalam proses pelepasan dan penyimpanan energi dalam metabolisme sesluler. Fosfor (P) termasuk unsur hara makro esensial yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman, tetapi kandungannya didalam tanah lebih rendah dibandingkan Nitrogen (N), Kalium (K), dan Kalsium (Ca).
Fosfor sebagian besar dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukam bahan organik. Sebagian besar fosfor yang mudah larut diambil oleh mikroorganisme tanah untuk pertumbuhan, fosfor ini akhirnya diubah menjadi humus (Novizan, 2002 dalam Syahfitri, 2008). Kandungan Fosfor (P) pada penelitian ini memiliki nilai 0.11% untuk P1 dan 0.14% untuk P2, ini disebabkan karena tidak ada hijauan daun yang dicampur untuk pembuatan kompos sedangkan pada standarisasi dari permentan adalah minimal 4, dengan ini nilai P pada kompos yang di hasilkan tidak memenuhi standar deptan. e. Kalium (K) Kalium merupakan unsur hara esensial tanaman, bahkan semua makhluk hidup. Tidak ada unsur lain yang dapat menggantikan
fungsi
spesifiknya
di
dalam
tanaman,
dan
merupakan salah satu dari 3 unsur hara makro utama selain N dan P. Fungsi penting K dalam pertumbuhan tanaman adalah pengaruhnya pada efisiensi penggunaan air. Proses membuka dan menutup pori-pori daun tanaman, stomata, dikendalikan oleh konsentrasi K dalam sel yang terdapat di sekitar stomata (Winarso, 2005). Standar kompos yang di kehendaki oleh Deptan tahun NO.70/Permentan/SR.140/10/2011 adalah minimal 4 sedangkan pada penelitian ini nilai K adalah 0.67, ini terjadi karena kompos yang dibuat tanpa menggunakan daun-daunan untuk campuran,
dengan demikian kompos yang dihasilkan tidak memenuhi standar deptan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari waktu penelitian selama 30 hari dan dilanjutkan dengan uji analisis kimia kompos di laboratorium PUSREHUT dapat disimpulkan bahwa: 1. Lama waktu yang diperlukan dalam pembuatan kompos sampai jadi yaitu memerlukan waktu selama 27 hari yang terdapat pada perlakuan P1, sedangkan P2 memerlukan waktu selama 29 hari. 2. Berdasarkan hasil analisis laboratorium, kompos yang dihasilkan memiliki kandungan kimia yang hampir sama pada setiap perlakuan, baik P1 maupun P2 dan jika dibandingkan dengan standar kompos deptan NO.70/Permentan/SR.140/10/2011 untuk ke-2 perlakan tidak masuk dalam standar. B. Saran Untuk lebih mengetahui kualitas kompos secara lebih baik lagi sebaiknya dilakukan uji lebih lanjut dengan cara mengaplikasikan pada tanaman Hortikultura.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008.https://id.wikipedia.org/wiki/KomposAnonim, 2008. Anonim, 2008.http://isroi.com/2008/03/25/mengkomposkan-seresah-rumputdan-daun/ Anonim, 2009. http://perundangan.pertanian.go.id. Tanggal akses 29 Desember 2014 Anonim, 2011. http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik. Tanggal akses 28 Desember 2014 Anonim, 2012.http://id.wikipedia.org/wiki/manfaat-pupuk-organik.Diakses tanggal 28 Desember 2014 Anonim, 2014.https://wicaktini.wordpress.com/2014/06/07/laporan-praktikumpembuatan-pupuk-kompos-organik-menggunakan-bioaktivator-em4-danair-sampah. Diakses tanggal 28 Desember 2014 Budiyanto, M.2002. mikrobiologi Terapan. Universitas Muhammadiyah. Malang. Didiek dan Yufnal. 2004. Membuat Pupuk Kompos Cair. Pustaka, Jakarta.
PT. Agromedia
Djuarnani, N. 2005. Cara Cepat Pembuatan Pupuk Kompos. PT Agromedia Pustaka, Jakarta Hadinata. 2008. Cara Cepat Membuat MOL. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Lingga, P dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya, Jakarta. Mulyono. 2014. Membuat MOL dan Kompos dari sampah Rumah Tangga. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta. Murbandono, L. 2004. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. Musnamar EI, 2004. Kesuburan dan Pemupukan Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Bandung. Novizan, 2002.Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agro Media Pustaka. Jakarta. Suriawiria, H. Unus. 2002. Budi Daya Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Jakarta.
Susetya, D. 2012. Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik Untuk Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Pustaka Baru Press, Yogyakarta. Suwahyono, Untung. 2014. Kompos Dari Limbah. Penebar Swadaya. Jakarta. Soenanto, Hardi. 2000. JAMUR TIRAM Budi Daya Dan Peluang Usaha.CV. Aneka Ilmu. Semarang. Salundik dan Simora S. 2008. Meningkatkan Kualitas Kompos. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta Yuwono, D.2009. Kompos Dengan Cara Aerob Maupun Anaerob Untuk Menghasilkan Kompos Berkualitas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lampiran 1. Proses Pengomposan P1 Suhu ( OC ) Ruang Atas Tengah 1 32o 28o 27o o o 2 32 28 27o 3 31o 29o 27o o o 4 33 28 27o o o 5 32 29 28o 6 33o 29o 27o o o 7 33 28 27o o o 8 30 29 28o o o 9 30 30 29o 10 32o 32o 30o o o 11 31 32 31o o o 12 31 31 30o 13 32o 29o 28o o o 14 31 30 29o o o 15 31 31 30o o o 16 32 31 30o 17 32o 30o 29o o o 18 30 29 28o o o 19 32 31 30o 20 32o 31o 30o o o 21 32 30 29o o o 22 33 30 29o 23 32o 29o 28o o o 24 33 31 30o o o 25 33 31 30o o o 26 31 32 31o 27 32o 32o 31o o o 28 32 32 31o o o 29 32 32 31o 30 32o 32o 31o Keterangan : Kp : Kuning putih Br : Berbau TBr: Tidak Berbau Re : Remah Hari
Bawah 27o 26o 27o 26o 27o 26o 26o 27o 28o 30o 30o 29o 27o 29o 29o 29o 28o 27o 29o 29o 28o 28o 27o 29o 29o 30o 30o 30o 30o 30o
Warna
Bau
Bentuk
Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp Kp
Br Br Br Br Br Br Br Br Br Br TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr
Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re
Lampiran 2. Proses Pengomposan P2 Suhu Ruang Atas Tengah 1 32o 28o 27o o o 2 32 28 27o 3 31o 29o 28o o o 4 33 28 27o o o 5 32 29 28o 6 33o 32o 31o o o 7 33 33 32o o o 8 30 33 32o o o 9 30 32 31o 10 32o 32o 31o o o 11 31 33 32o o o 12 31 34 33o 13 32o 32o 31o o o 14 31 31 31o o o 15 31 32 31o o o 16 31 33 32o 17 32o 34o 33o o o 18 30 34 33o o o 19 32 35 34o 20 32o 35o 35o o o 21 32 34 33o o o 22 33 35 31o 23 32o 35o 34o o o 24 33 35 34o o o 25 33 35 33o o o 26 31 35 34o 27 32o 35o 34o o o 28 33 35 33o o o 29 32 35 34o 30 32o 35o 34o Keterangan Ck : Cokelat CkT : Cokelat Tua Br : Berbau TBr : Tidak Berbau Re : Remah Hari
Bawah 27o 27o 27o 26o 27o 30o 30o 31o 31o 31o 30o 32o 30o 30o 30o 31o 32o 32o 33o 34o 32o 30o 34o 33o 32o 33o 33o 32o 33o 33o
Warna
Bau
Bentuk
Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck CkT CkT CkT CkT CkT CkT CkT Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck Ck
Br Br Br Br Br Br Br Br Br Br TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr TBr
Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re Re
Lampiran 3. Dokumentasi
Gambar 3. Penimbangan limbah media jamur.
Gambar 4. Pelepasan plastik dari limbah media jamur.
Gambar 5. Limbah media jamur yang telah terpisah dengan platiknya.
Gambar 6. MOL yang digunakan sebagai aktifator pada pengomposan.
Gambar 7. Peleburan gula merah dengan MOL.
Gambar 8. Pemberian MOL pada limbah media jamur.
Gambar 9. Proses pengadukan MOL dengan limbah media jamur.