PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI KULIT UDANG DENGAN BIOAKTIVATOR EFFECTIVE MICROORGANISM4 (EM 4 )
Oleh : MARUNTI NIM. 110500089
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI KULIT UDANG DENGAN BIOAKTIVATOR EFFECTIVE MICROORGANISM4 (EM 4 )
Oleh : MARUNTI NIM. 110500089
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI KULIT UDANG DENGAN BIOAKTIVATOR EFFECTIVE MICROORGANISM4 (EM 4 )
Oleh : MARUNTI NIM. 110500089
Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda
PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Judul
: Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Kulit Udang Dengan Bioaktivator Effective Microorganism 4 (EM4)
Nama
: Marunti
Nim
: 110500089
Program Studi
: Budidaya Tanaman Perkebunan
Jurusan
: Manajemen Pertanian
Pembimbing,
Rusmini, SP,MP NIP.198111302008122002
Penguji I,
Penguji II,
Nur Hidayat , SP, MSc Ir. Budi Winarni, M, Si NIP. 197210252001121001 NIP.19610941990012001
Menyetujui Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan
Nur Hidayat , SP, MSc NIP. 197210252001121001
Lulus ujian pada tanggal 25 Agustus 2014
Mengesahkan, Ketua Jurusan Manajemen Pertanian
Ir. Hasanudin, MP NIP. 196308051989031005
ABSTRAK
MARUNTI. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Kulit Udang dengan Bioaktivator Effective microorganism 4 (EM4 ) (di bawah bimbingan RUSMINI). Kulit udang kebanyakan tidak termanfaatkan sehingga menjadi sampah organik yang jika dibiarkan akan menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk cair yang berasal dari limbah kulit udang. Penelitian dilakukan di lingkungan sekitar Laboratorium Agronomi Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, selama 3 bulan sejak tanggal 6 Desember 2013 sampai dengan tanggal 3 Februari 2013 meliputi persiapan alat dan bahan, pembuatan pupuk organik cair sampai dengan pembuatan laporan. Penelitian ini menggunakan limbah kulit udang sebagai bahan untuk pembuatan pupuk organik cair dengan bioaktivator adalah EM 4 . pengamatan sifat fisik meliputi warna, bau, dan suhu, sedangkan sifat kimia meliputi N, P, K, C, Fe, dan pH. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan pupuk organik cair dari kulit udang mempunyai : warnacoklat kehitaman, bau agak berbau dan suhu 27 OC. Sedangkan sifat kimianya adalah N: 4,475 %, P: 0,048 %, K: 0,0216 %, C: 1,790 %, Fe: 99,02 ppm, dan pH: 6,24. Kata kunci
: Kulit udang, pupuk organik cair, EM4
RIWAYAT HIDUP
MARUNTI. Lahir pada tanggal 16 November 1991 di Tanah Merah Kabupaten Tanah Tidung. Merupakan anak ke tujuh dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Amran dan ibu Nurbayah. Pendidikan dasar dimulai pada Tahun 1999 di Sekolah Dasar Negeri 001 Tanah Merah dan lulus pada tahun 2002 kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Pertama di SLTP Negeri 01 Tanah Merah dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan di SMA Negeri 1 Tanah Merah Jurusan IPS dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya memulai pendidikan tinggi di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan pada tahun 2011. Pada tanggal 3 Maret sampai dengan 30 Mei 2014 mengikuti program Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Palem Segar Lestari sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda Program Studi BTP.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan Laporan Karya Ilmiah yang berjudul "PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI KULIT UDANG DENGAN BIOAKTIVATOR EFFECTIVE MICROORGANISMS4 (EM 4 ) " sebagai salah satu syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda . Pada kesempatan yang berbahagia ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Rusmini,SP, MP Selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberi saran kepada penulis. 2. Bapak Nur Hidayat, SP, MSc selaku dosen penguji 1, dan Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 3. Ibu Ir. Budi Winarni, M. Si Selaku dosen penguji 2 4. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian 5. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Petanian Negeri Samarinda. 6. Seluruh staf dan teknisi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah banyak memberikan masukan baik itu dalam proses belajar mengajar maupun di luar jam perkuliahan 7. Teman-teman Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, atas bantuan saran dan kerjasamanya dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini. 8. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukugan dan do'a kepada penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi seluruh mahasiswa khususnya untuk penulis sendiri. Penulis. Samarinda, 25 Agustus 2014
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................
iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
v
DAFTAR TABEL.............................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN.....................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................
1
A.
Tinjauan Umum Udang........................................................................
3
B.
Tinjauan Umum Pupuk Organik...........................................................
4
C. Tinjauan Umum Pupuk Organik Cair...................................................
5
D.
Tinjauan Umum bioaktivator Effective Microorganisms4 EM4 ............
8
E. Tinjauan Umum Unsur Hara.................................................................
13
III. METODE PENELITIAN...........................................................................
22
A. Waktu dan Tempat Penelitian...............................................................
22
B. Alat dan Bahan........................................................................................
22
C. Prosedur Penelitian..................................................................................
23
IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................
25
A. Hasil..........................................................................................................
25
B. Pembahasan...............................................................................................
26
V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................
33
A.Kesimpulan.................................................................................................
33
B. Saran..........................................................................................................
33
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
34
LAMPIRAN ......................................................................................................
.37
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Data sifat fisik pupuk organik cair limbah kulit udang dengan pengamatan secara visual...................................................................................................
25
2. Data sifat kimia pupuk organik cair limbah kulit udang N, P, K, C, Fe, pH, dengan uji laboratorium.................................................................................
26
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Standar mutu pupuk organik Menteri pertanian No 28/permentan/SR.130 /5/2009.............................................................................................................
38
2. Dokumentasi kegiatan penelitian ....................................................................
39
DAFTAR GAMBAR
No. 1. Gambar udang (Penaeus sp) .........................................................................
Halaman 3
1
I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas meliputi 5,8 juta km sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah dan merupakan sumberdaya yang bergizi tinggi karna kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesian serta menjadi tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Udang merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang selain mengandung zat-zat gizi yang tinggi bagi tubuh, juga merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun macanegara (Anonim, 2012). Diketahui realisasi ekspor / devisa yang dihasilkan udang Indonesia pada tahun 2006 sebesar US$ 943.998.000, pada tahun 2007 sebesar US$ 791.854.000 dan meningkat menjadi 1.055.805.000 sampai akhir bulan Agustus 2008. Nilai ekspor turun dari US$ 1 miliar pada Januari-Agustus 2008 menjadi hanya US$ 314 juta di Tahun 2009. Harga merosot karena permintaannya juga melorot akibat Amerika Serikat megurangi konsumsi udang. Pada tahun 2011 ekspor udang mencapai 152,092 ton. Namun, jumlah itu turun drastis jika dibandingkan dengan 2003 yang mencapai 169,329 ton (Murtijo, 2012). Dengan demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan
dampak
negatif
bagi
lingkungan.
Sedangkan
selama
ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk campuran pakan ternak saja, seperti itik, bahkan sering dibiarkan membusuk. Sebenarnya permasalahan sampah bisa dikurangi jika penanganannya
2
dimulai dari rumah ke rumah dengan cara mengolahnya jadi kompos. Selama ini pupuk kompos yang dihasilkan dari sampah organik dalam bentuk padat memang banyak. Namun, jarang yang berbentuk cair, padahal kompos cair ini lebih praktis digunakan, proses pembuatannya relatif mudah, dan biaya pembuatan yang dikeluarkan juga tidak terlalu besar ( Hadisuwito, 2007 ). Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus dari sampah organik yaitu bahan organik basah. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini juga kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tanaman (Purwendro dan Nurhidayat, 2006 ). Oleh karena itu, masalah ini perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus. Kulit udang mengandung komposisi utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain. pupuk organik bagi tanaman (Purwaningsih, 2000). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk cair yang berasal dari kulit udang.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan umum Udang Crustacea ad dalah hewan akuatik (air) yang terdapat di air laaut dan air tawar. Kata Crustaccea berasal dari bahasa latin yaitu kata Crusta yaang berarti cangkang yang kerras. Ilmu yang mempelajari tentang Crustaceean adalah karsinologi (Demarrjati, 1990). Udang diklasifikasik kan sebagai berikut: Phylum
: Arthropoda
Sub Phylum
: Mandibulata
Class
: Crustaceae
Sub class
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Sub ordo
: Natantia
Famili
: Penaidae
Genus
: Penaeus P
Species
: Penaeus P sp
Gambar 1. Udang g (Penaeus sp)
4
Jumlah udang di perairan seluruh dunia diperkirakan sebanyak 343 spesies yang potensial secara komersil. Dari jumlah itu 110 spesies termasuk di dalam famili Penaidae. Udang digolongkan ke dalam filum Arthropoda dan merupakan filum terbesar dalam kingdom Animalia (Fast dan Laster, 1992). B. Tinjauan Umum Pupuk Organik Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito 2007). Berdasarkan cara pembuatannya, pupuk organik terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Pupuk organik alami adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses pembusukkan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan pupuk kandang 2. Pupuk organik buatan dibuat untuk memenuhi kebutuhan pupuk tanaman yang bersifat alami atau non kimia, berkualitas baik, dengan bentuk, ukuran, dan kemasan yang praktis, mudah didapat, didistribusikan, dan diaplikasikan, serta dengan kandungan unsur hara yang lengkap dan terukur. Berdasarkan bentuknya ada dua jenis pupuk organik buatan yaitu: padat dan cair (Novizan, 2002).
5
C.
Tinjauan umum Pupuk Organik Cair Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur mikro (Hadisuwito, 2007). Menurut Simamora, dkk. (2005) pupuk cair organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia di dalamnya
maksimum
5%.
Penggunaan
pupuk
cair
memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: 1. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat. 2. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman. 3. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat. 4. Pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat berfungsi untuk mengaktifkan mikroganisme yang ada di pupuk organik padat. Sedangkan menurut Hadisuwito (2007) pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan - bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat
6
mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Kelebihan Pupuk organik cair menurut Simamora, dkk (2005) pupuk cair organik adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari hewan atau tumbuhan yang sudah mengalami fermentasi dan bentuk produknya berupa cairan. Kandungan bahan kimia didalamnya maksimum 5%. Penggunaan pupuk cair memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut: a. Pengaplikasiannya lebih mudah jika dibandingkan dengan pengaplikasian pupuk organik padat. b. Unsur hara yang terdapat di dalam pupuk cair mudah diserap tanaman. c. Mengandung mikroorganisme yang jarang terdapat dalam pupuk organik padat. d. Pencampuran pupuk cair organik dengan pupuk organik padat Sedangkan menurut Hadisuwito (2007). Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan - bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Kelebihan dari pupuk organik ini adalah dapat secara cepat mengatasi defesiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara, dan mampu menyediakan hara secara cepat. Dibandingkan dengan pupuk cair anorganik, pupuk organik cair umumnya tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin. Selain itu, pupuk ini juga memiliki bahan pengikat, sehingga larutan pupuk yang diberikan kepermukaan tanah bisa langsung digunakan oleh tanaman.
7
Penguraian suatu senyawa ditentukan oleh susunan bahan, pada umumnya senyawa organik mempunyai sifat cepat diuraikan, sedangkan senyawa anorganik mempunyai sifat sukar diuraikan. Proses biologi merupakan proses alami yang bersifat dinamis dan kontinu selama faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan hidup mikroorganisme yang berperan didalamnya terpenuhi. Pengurai bahan organik akan berlangsung melalui jalu-jalur proses yang sudah dikenal, yang secara keseluruhan disebut dengan proses fermentasi. Bahan organik tersebut pada tahap awal akan diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti gula, gliserol, asam lemak dan asam amino. Selanjutnya akan dilanjutkan dengan proses lain baik secara aerobik maupun anaerob (Suriawiria, 2003). D.
Tinjauan Umum Bioaktivator Effective Microorganism4 (EM4) Aktivator pada dasarnya adalah mikroorganisme yang berada dalam cairan bahan penumbuh, dan apabila cairan yang berisi mikroorganisme ini dilarutkan air dan dicampurkan ke dalam bahan yang akan dikomposkan maka dengan cepat mikroorganisme ini berkembang sehingga proses pengomposan berlangsung dengan cepat (Isnaini, 2006). Aktivator yang ditambahkan cairan bisa dijadikan sebagai pupuk cair setelah diencerkan dengan air dan lansung didemprotkan ke tanah dan tanaman (Isnaini, 2006). Aktivator alami bisa dengan menggunakan dengan cara membiarkan mikroorganisme yang berasal dari perut ( klon,usus) hewan ruminansia, seperti sapi dan kerbau dan dengan ditambahkan bahan lain (Isnaini 2006).
8
Bioaktivator atau organik merupakan bahan yang mengandung nitrogen dalam jumlah bayak dan bermacam-macam bentuk, termasuk protein dan asam amino (Darsono, 2011). Beberapa golongan mikroorganisme pokok dalam bioaktivator, yaitu bakteri fotosintetik, lactobacillus sp., streptomyces sp., ragi (yeast), dan actinomycetes. 1. Bakteri fotosintetik Bakteri fotosintetik merupakan bakteri bebas yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainya. Hasil metabolisme yang diproduksi dapat diserap secara langsung oleh tanaman dan sebagai substrat untuk perkembangbiakan mikroorganisme yang menguntungkan 2. Lactobacillus sp. Bakteri ini memproduksi asam laktat sebagai hasil pengurai gula dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri fotosintesis dan ragi. Asam lemak ini merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat. 3. Streptomycetes sp Streptomycetes sp. mampu memproduksi enzim streptomisin yang bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan. 4. Ragi (yeast) Ragi memproduksi substansi yang berguna bagi tanaman dengan
9
cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga berperan dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain, seperti Actinomycetes dan asam laktat. 5. Actinomycetes Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri dan jamur yang mengambil asam amino dan zat yang diproduksi bakteri fotosintesis dan mengubahnya menjadi antibiotik untuk mengendalikan patogen
serta
menekan
jamur
dan
bakteri
berbahaya
dengan
menghancurkan khitin, yaitu zat essential untuk pertumbuhanya. Actinomycetes juga dapat menciptakan kondisi yang baik bagi perkembangan mikroorganisme lain (Setiawan dan IPB 2010 dalam Adiprakoso, 2012). Menurut Fitria (2008) bakteri fotosintentik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk menfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asam amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. Bakteri asam laktat terutama golongan Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang). Actinomycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan
10
mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik terhadap pathogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion mikro lainya. Streptomyces sp. menghasilkan enzim steptomisin yang berguna bagi tanaman. Biasanya, untuk mempercepat proses pengomposan harus dilakukan dalam kondisi aerob karena tidak menimbulkan bau. Namun, proses mempercepat pengomposan dengan bantuan EM4 berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses belangsung dengan baik (Indriani, 2003). Peranan bioaktivator EM4 telah dibuktikan secara ilmiah dan menyatakan EM4 dapat berperan sebagai berikut : 1. Menekan pertumbuhan patogen tanah. 2. Mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik. 3. Meningkatkan ketersediaan unsur hara dan senyawa organik pada tanaman. 4. Meningkatkan
aktivitas
mikroorganisme
indogenus
yang
menguntungkan seperti Mycorrhize sp.,Rhizobium sp.,dan bakteri pelarut fosfat. 5. Meningkatkan nitrogen. 6. Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. EM4 dapat menekan pertumbuhan mikrooganisme patogen yang selalu menjadi masalah pada budidaya monokultur dan budidaya tanaman sejenis secara terus-menerus ( continus cropping ). EM4 dapat
11
memfermentasikan sisa pakan dan kulit udang atau ikan di tanah dasar tambak sehingga gas beracun ( mentah dan H2S, dan mercaptan ) dan panas di tanah dasar tambak menjadi hilang. Akibatnya, udang dan ikan dapat hidup lebih baik. Dengan cara yang sama, EM4 juga memfermentasikan limbah dan kotoran ternak hingga lingkungan menjadi tidak bau, ternak tidak mengalami stres, dan nafsu makan ternak meningkat. EM4 yang diberikan pada minuman ternak (dosis 1:1.000) hidup pada usus ternak dan berfungsi untuk menekan populasi mikroorganisme patogen di dalam usus sehingga ternak menjadi sehat. Selain mempercepat pengomposan, EM4 dapat diberikan secara langsung untuk menambah unsur hara tanah dengan cara disiramkan ke tanah, tanaman, atau disemprotkan ke daun tanaman. Biasanya, untuk mempercepat proses pengomposan harus dilakukan dalam kondisi aerob karena
tidak
menimbulkan
bau.
Namun,
proses
mempercepat
pengomposan dengan bantuan EM4 berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya). Dengan metode ini, bau yang dihasilkan ternyata dapat hilang bila proses belangsung dengan baik (Indriani, 2003). Penguraian suatu senyawa ditentukan oleh susunan bahan, pada umumnya senyawa organik mempunyai sifat cepat diuraikan, sedangkan senyawa anorganik mempunyai sifat sukar diuraikan. Proses biologi merupakan proses alami yang bersifat dinamis dan kontinu selama faktor-faktor
yang
berhubungan
dengan
kebutuhan
hidup
12
mikroorganisme yang berperan didalamnya terpenuhi. Pengurai bahan organik akan berlangsung melalui jalu-jalur proses yang sudah dikenal, yang secara keseluruhan di sebut dengan proses fermentasi. Bahan organik tersebut pada tahap awal akan di ubah menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti gula, gliserol, asam lemak dan asam amino. Selanjutnya akan dilanjutkan dengan proses lain baik secara aerobik maupun anaerob (Suriawiria 2003). Kondisi aerobik dan kondisi anaerobik sangat berperan dalam tahap-tahap pengurai bahan organik. Secara umum pengurai aerobik menghasilkan unsur C dalam bentuk CO2 dan pengurai anaerobik menghasilkan unsur C dalam bentuk alkohol. Karbon yang digunakan sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai sumber protein untuk perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada kondisi aerobik karbon diubah menjadi CO2 dan sel bakteri, sedangkan dibawah kondisi anaerobik karbon organik diubah menjadi CO2, metana dan senyawa produksi lainya (Jenie dan Rahayu, 1993). E. Tinjauan Umum Unsur Hara Menurut Pranata (2004) ada 60 jenis unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Sebanyak 16 unsur atau senyawa diantaranya merupakan unsur hara esensial yang mutlak dibutuhkan tanaman untuk mendukung pertumbuhannya. Kekurangan hara bisa menyebabkan pertumbuhan tanaman dapat terganggu, menimbulkan penyakit, dan bisa menyebabkan tanaman mati. Dari 16 unsur hara, 3 di antaranya tidak terlalu bermasalah karena ketersediannya di alam
13
melimpah. Ketiga unsur hara tersebut adalah karbon (C), hidrogen (H2O) dan oksigen (O2). Ketigabelas unsur ini adalah hara yang diperoleh tanaman dari tanah. Unsur hara ini dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak. Unsur hara makro terdiri dari nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), kalsium (Ca), magnesium (Mg), Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), . Unsur hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Unsur hara mikro ada 7 jenis, yaitu besi (Fe), klor (Cl), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), boron (Bo), dan molibdenum (Mo). 1. Nitrogen (N) Tumbuhan memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan terutama pada fase vegetatif yaitu pertumbuhan cabang, daun, dan batang. Nitrogen juga bermanfaat dalam proses pembentukan hijau daun atau klorofil. Klorofil sangat berguna untuk membantu proses fotosintesis. Selain itu, nitrogen bermanfaat dalam pembentukan protein, lemak, dan berbagai persenyawaan organik lainya. Perlu diketahui, sekitar 78% volume udara terdiri dari nitrogen. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil. Daunnya akan menguning lalu mengering dan mati. Buah yang kekurangan nitrogen pertumbuhannya tidak sempurna, cepat masak, dan kadar proteinnya rendah.
14
2. Fosfor (P) Bagi tanaman, fosfor berguna untuk membentuk akar sebagai bahan dasar protein, mempercepat penuaan buah, memperkuat batang tanaman, meningkatkan hasil biji-bijian dan umbi-umbian. Selain itu, fosfor juga berfungsi untuk membantu proses asimilasi dan respirasi. Kekurangan fosfor bisa menyebakan pemasakan buah terlambat, warna daun lebih hijau dari pada keadaan normalnya, daun yang sudah tua tampak menguning sebelum waktunya, serta hasil buah atau biji. Kekurangan fosfor yang parah menyebabkan tanaman tidak berbuah. 3. Kalium (K) Kalium berfungsi untuk membantu pembentukan protein dan karbonhidrat. Selain itu, kalium berfungsi untuk memperkuat jaringan tanaman dan berperan dalam pembentukan antibodi tanaman yang bisa melawan penyakit dan kekeringan. Jika kekurangan kalium , tanaman tidak tahan terhadap penyakit, kekeringan, dan udara dingin. Kekurangan kalium dapat menghambat pertumbuhan tanaman serta daun tampak agak keriting dan mengkilap. Lama kelamaan daun akan menguning di bagian puncuk dan pinggiranya. Akhirnya, bagian daun antara jari-jari menguning, sedangkan jari-jarinya tetap hijau. Selain itu, kekurangan kalium menyebabkan tangkai daun lemah sehingga mudah terkulai dan kulit biji keriput. 4. Kalsium (Ca) Kalsium dalam tanah berupa mineral, misalnya kalsit (CaCO3).
15
Kalsium diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Ca2+. Unsur ini berfungsi untuk mengeraskan batang tanaman dan merangsang pembentukan biji. Kekurangan kalsium pada tanaman menyebabkan tanaman mudah roboh, daun keriput, dan akhirnya mengering. 5. Magnesium (Mg) Magnesium dalam tanah berupa mineral, misalnya dolomite (MgCO3.CaCO3). Unsur ini diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Mg2+. Mg
merupakan
salah
satu
bagian
enzim
yang
disebut
organic
pyrophosphates dan carboxy peptisida. Kadar Mg di dalam bagian-bagian vegetatif dapat dikatakan rendah daripada kadar Ca, akan tetapi di dalam bagian generatif malah sebaliknya. Mg banyak terdapat dalam buah dan juga di dalam tanah. Magnesium berfungsi
untuk
pembentukan
klorofil.
Kekurangan
magnesium
menyebabkan warna daun menjadi kuning dan timbul bercak-bercak merah-cokelat pada daun. 6. Oksigen (O) Oksigen merupakan unsur yang diperlukan untuk pernapasan dan proses pembakaran. Gas oksigen tidak berwarna dan berbau. Oksigen mengembun pada temperatur -1830C dan membeku pada temperatur -218,40C. Oksigen cair dan padat berwarna biru serta sedikit larut dalam air (49 ml gas oksigen larut dalam 1 l air pada kondisi standar). Kelarutan oksigen dalam air sangat penting bagi organisme yang hidup di dalamnya. Untuk tumbuhan, oksigen berfungsi dalam proses fotosintesis, dan proses
16
fotosintesis akan menghasilkan energi bagi tumbuhan tersebut. 7. Hidrogen (H) Hidrogen merupakan elemen pokok pembangunan bahan organik, sumbernya dari air dan jumlahnya tidak terbatas. Bagi tumbuhan air merupakan sumber utama kehidupan, karena dalam menghasilkan energi tumbuhan memerlukan air. Pada umumnya tumbuhan yang kekurangan air akan mengalami kekeringan pada ranting dan daun, serta perubahan pada fisik, seperti mengalami kisut, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian pada tumbuhan tersebut. 8. Carbon (C) Karbon merupakan unsur yang sangat penting. Kelimpahan karbon di muka bumi sekitar 0,08%. Sekitar 50% dari karbon itu terdapat sebagai karbonat, misalnya kalsium karbonat (CaCO3) dan oksidanya (karbon monoksida dan karbon dioksida). Sisanya terdapat dalam senyawa organik, yaitu senyawa yang banyak terdapat dalam makhluk hidup. Namun, tumbuhan menyerap unsur karbon yaitu karbon dioksida (CO2). Bagi tumbuhan, karbon dioksida (CO4) digunakan untuk proses fotosintesis tumbuhan hijau. Fotosintesis tersebut menghasilkan karbohidrat dan oksigen. 9. Sulfur (S) Sulfur atau belerang dalam tanah berupa mineral, misalnya gips (CaSO4) dan barit (BaSO4). Belerang diserap oleh tanaman dalam bentuk
17
ion sulfat (SO42-). Belerang yang larut dalam air akan segera diserap akar tanaman, karena zat ini sangat diperlukan tanaman (terutama tanaman muda) pada pertumbuhan pemula dan perkembangannya. Belerang menjadi unsur pembentuk protein dan berguna untuk pembentukan klorofil sehingga warna daun menjadi lebih hijau. Kekurangan belerang menyebabkan daun berwarna hijau-kekuningan, pertumbuhan lambat, dan tanaman menjadi kerdil. 10.Tembaga (Cu) Tembaga bermanfaat bagi tanaman dalam proses pembentukan klorofil dan sebagai komponen utama dalam pembentukan enzim tanaman. Kekurangan tembaga menyebabkan ujung daun secara tidak merata sering ditemukan layu. Bahkan, pada defisit tembaga yang parah akan menyebabkan klorosis (warna daun menjadi pucat akibat kerusakan klorofil), tetapi jaringannya tidak mati. 11. Seng (Zn) Seng mempunyai fungsi dalam pembentukan hormon tanaman yang berguna untuk pertumbuhan. Kekurangan seng akan menyebabkan daun berwarna kuning atau kemerahan, daun berlubang, mengering, bahkan bisa mati. 12. Besi (Fe) Zat besi penting bagi pembentukan hijau daun (khlorofil), pembentukan zat karbohidrat, lemak, protein dan enzim. Jadi jika
terjadi
kekurangan zat besi akan menghambat pertumbuhan khlorofil. Tanah yang
18
banyak mengandung zat besi yaitu Khlorit dan Biotit. Jika dalam tanaman terjadi kekurangan Mn dan K atau kelebihan sulfat akan mengakibatkan pergerakan Fero terhambat dan Fero tidak sampai ke daun meskipun pengisapan Fe dalam tanah berlangsung terus-menerus. 13. Mangan (Mn) Mangan diserap tanaman dalam bentuk Mn++. Mangan diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan
zat protein dan vitamin terutama
vitamin C. Selain itu, Mn penting untuk dapat mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Fungsi Mangan yaitu sebagai enzim feroksidase dan sebagai aktivator macam-macam enzim. Diduga Mn ini berhubungan erat dengan reaksi Deoksidase dan Dehidroginase. Tanah yang kekurangan unsur Mn dapat diatasi dengan memberikan 1% MnSO4H2O. Pemberian Mn dalam bentuk larutan dapat langsung diserap oleh tanaman. Tersedianya Mangan bagi tanaman tergantung pada pH tanah. Pada pH rendah Mangan akan banyak tersedia. Penyemprotan MnSO4 melalui daun akan lebih efektif daripada melalui tanah, karena Mn2+ pada tanah akan cepat direduksi. Kelebihan Mn bias dikurangi dengan jalan menambah zat fosfor dan kapur. 14. Molybdenum (Mo) Mo diserap tanaman dalam bentuk MoO4 (ion Molibdat). Mo mempunyai peranan dasar dalam fiksasi N oleh mikroba pada leguminosa dan Mo sebagai katalisator dalam mereduksi N, tanpa
bantuan Mo
19
legume tidak dapat mereduksi unsur metal ini. Mo dalam tanah terdapat dalam bentuk MoS2. Tersedianya Mo bagi tanaman dipengaruhi oleh pH. Dalam hal ini apabila pH rendah maka tersedianya Mo bagi tanaman akan berkurang. Dalam tanaman Mo terdapat dalam bentuk Nitrate reductase. Zat mikro ini diperlukan tanaman dalam ukuran yang sangat kecil, yang justru dengan jumlah yang sedikit ini akan sangat efektif. Kelebihan sedikit saja dari ketentuan ukuran semestinya dapat merupakan racun bagi tanaman. 15. Klor (Cl) Dari hasil analisa pada tanaman ternyata bahwa Cl banyak terdapat dalam abu tanaman (relatif besar) dan dari hasil penyelidikan Cl ternyata banyak terdapat pada tanaman yang mengandung serat, seperti kapas. Bagi tanaman yang menghasilkan tepung, Cl memberikan pengaruh jelek terhadap kualitas tepungnya. Pada tanaman tembakau apabila Cl keadaannya lebih besar maka produksi tembakaunya akan jelek. Bentuk Cl yang beracun pada tanaman tergantung pada iklim, sifat tanah dan lain-lain. Dari hasil penyelidikan bentuk Cl yang lebih dari 0,1% bagi tanaman pada umumnya akan menimbulkan keracunan, sedangkan pada padi timbulnya keracunan apabila bentuk Cl adalah sekitar 0,3%. 16. Boron (Bo) Boron diserap oleh tanaman dalam bentuk BO3- dan berperan dalam pembentukan atau pembiakan sel terutama dalam titik tumbuh pucuk, juga
20
dalam pertumbuhan tepung sari, bunga dan akar. Pada legume berperan dalam pembentukan bintil-bintil akar. Unsur ini dapat memperbanyak cabang-cabang nodule untuk memberikan banyak bakteri dan mencegah bakteri parasit. Kekurangan unsur ini dapat berpengaruh pada kuncup-kuncup dan pucuk-pucuk yang tumbuh dan akibatnya dapat mematikan, pertumbuhan meristem
akan
terganggu,
serta
dapat
menyebabkan
terjadinya
kelainan-kelainan dalam pembentukan berkas pembuluh. Pengangkutan makananpun akan terganggu, pembentukan tepung sari juga jelek. Unsur hara yang berlebihan sangat merugikan karena bukan saja karena kondisi yang mubajir tetapi juga dapat menghambat pertumbuhan tanaman akibat terhambatnya ketersediaan unsur hara lain atau terjadinya keracunan (Marsono dan Lingga, 2007).
21
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan sekitar Laboratorium Agronomi Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan sejak bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Februari 2014. B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan manual, timbangan analitik, kamera, gelas ukur ukuran 10 cc, ember ukuran 30 l dengan tutupnya, termometer, soil tester, buku munshel color chart, kain penyaring ukuran 1 ml dan alat tulis. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
limbah kulit
udang yang diperoleh dari nelayan udang di daerah Kecamatan Tana Lia, Kabupaten Tana Tidung (KTT), EM4 yang diperoleh dari toko pertanian, air, gula merah dari aren. C. Metode Penelitian Hasil analisis dari pupuk organik cair dibandingkan dengan standar pembuatan
pupuk
organik
dari
Menteri
Pertanian
No.28/Permentan/SR.130/5/2009. Standar mutu pupuk organik menurut Menteri
Pertanian
Lampiran 1.
No.28/Permentan/SR.130/5/2009
dapat dilihat
pada
22
D. Prosedur Kerja 1. Persiapan kulit udang Bahan kulit udang diambil dari nelayan udang di daerah Tanah Tidung Kecamatan Tana Lia Kabupaten Tanah Tidung (KTT) yang sudah dalam bentuk kering. Gambar penimbangan kulit udang dapat dilihat pada Lampiran 2 gambar 1. 2. Pembuatan Larutan Gula Merah Sebelum pembuatan pupuk organik cair terlebih dahulu membuat larutan gula merah, melarutkan gula merah 1 kg dicampur dengan air sebanyak 2 liter sampai mendidih, kemudian didinginkan. 3. Pembuatan larutan EM4 1 l air dimasukkan ke dalam gelas beaker kemudian ditambahkan bioaktivator EM4 sebanyak 10 mL. Kegiatan pembuatan larutan ini diulang sebanyak 18 kali karena ada 18 l air. Kemudian dalam larutan tersebut ditambahkan lagi bioaktivator EM4 sebanyak 20 ml karena akan ditambahkan larutan gula merah sebanyak 2 l.
Kemudian semuanya
dimasukkan ke dalam ember yang berukuran 30 l dan diaduk secara merata. Sehingga total ada 20,2 Larutan. 4. Pembuatan pupuk organik cair Pembuatan
limbah organik cair dengan cara memasukkan limbah
kulit udang ke dalam ember yang berukuran 30 l sebanyak 5 kg yang sudah berisi campuran larutan EM4, gula merah dan air sebanyak 20,2 l.
Bahan
ini dibiarkan terurai, selama proses penguraian berlangsung setiap 2 hari
23
dilakukan pengadukan untuk mengatur suhu yang ada di dalam ember besar yang ditutup plastik bening dan diisolasi kemudian diletakkan ditempat yang lembab agar tidak terkena sinar matahari dan hujan. Gambar pencampuran EM4 dengan larutan gula merah dan pengadukan dapat dilihat pada Lampiran 2 gambar 2, 3, dan 4.
Pupuk organik cair yang telah jadi
disaring kemudian dimasukkan ke dalam botol air mineral dan siap untuk di uji di Laboratorium Tanah dan air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. E. Pengamatan dan Pengambilan Data 1. Pengamatan fisik (bau, warna, suhu) dilakukan setiap hari. 2. Pengamatan kimia (menganalisis kandungan unsur hara N, P, K, C, Fe dan pH yang terkandung dalam pupuk organik cair.
Gambar pengukuran pH,
penyaringan pupuk cair, pupuk cair yang sudah disaring dan pupuk cair yang siap diuji dilaboratorium dapat dilihat pada Lampiran 2 gambar 5,6,7 dan 8. F. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan hasil uji lab akan dianalisis secara deskriptif.
Dengan cara menghubungkan hasil analisis
dengan standar dan mutu pupuk organik cair menurut peraturan menteri pertanian No 28/permentan/SR.130/5/2009. Hasil analisis Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dapat dilihat pada Lampiran 3.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Sifat fisik pupuk organik cair Sifat fisik pupuk organik cair (POC) dari limbah kulit udang yang diamati secara visual setiap hari dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini : Tabel Hari 1
1. Data sifat fisik POC dari limbah kulit udang dengan pengamatan secara visual Warna Bau Suhu 0C Tidak berbau Kuning 35
2
Kuning merahan
Tidak berbau
30
3
Kuning kemerahan
Agak berbau
29
4
Kuning kecoklatan
Berbau
29
5
Kuning kecoklatan
Berbau
28
6
Coklat muda
Berbau
28
7
Coklat muda
Berbau
29
8
Coklat muda
Berbau
28
9
Coklat tua
Berbau
27
10
Coklat tua
Sangat berbau
28
11
Coklat kehitaman
Sangat berbau
27
12
Coklat kehitaman
Sangat berbau
28
13
Coklat kehitaman
Agak berbau
27
25
2. Sifat kimia pupuk organik cair Hasil uji laboratorium sifat kimia pada kulit udang setelah difermentasi selama 13 hari dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini : Tabel 2. Sifat kimia pupuk organik cair
No
Variabel pengamatan
Satuan
Hasil
1
N
%
4,475
Standar pupuk No 28/ Permetan/SR. 130/5/2009 <2
2
P
%
0,048
<2
3
K
%
0,0216
<2
4
C
%
1,790
≥4
5
Fe
ppm
99,02
Min. 0 maks. 8000
6
pH
-
6,24
4-8
Sumber : Laboratorium Tanah dan Air Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2013 B. Pembahasan 1. Sifat fisik pupuk organik cair Proses
pegomposan
pupuk
oganik
cair
dari
kulit
udang
membutuhkan waktu selama 13 hari untuk proses penguraian kompos. Dengan menggunakan dekomposer EM4 dan gula merah, menyebabkan proses pengomposan menjadi cepat terurai. adanya mikroorganisme yang
Hal ini karena disebabkan
mendekomposisi limbah kulit udang
tersebut. a. Warna Pupuk organik cair dari kulit udang yang sudah matang berwarana coklat kehitaman. Sedangkan pada awal pembuatan pupuk cair kulit
26
udang
masih
berwarna
kuning.
Warna
pada
bahan
tesebut
berangsur-angsur menjadi, kuning kemerahan, kuning kecoklat, coklat muda, coklat tua dan akhir proses fermentasi tersebut menjadi coklat kehitaman (Isroi, 2008). b. Bau Bau atau aroma pada kulit udang yang sudah terdekomposisi agak berbau. Sedangkan aroma atau bau pada awal proses pembuatan pupuk cair masih berbau kulit udang. Dalam proses dekomposisi atau fermentasi ini bergantung pada suhu dan pH pada bahan pupuk organik cair tersebut (Indriani, 2003). c. Keasaman ( pH ) Proses fermentasi akan mempengaruhi pH pada pupuk organik cair tersebut, pH tersebut awalnya agak asam. Hasil akhir dari pengukuran dengan soil tester dan analisis di laboratorium adalah sama-sama 6,24 hal ini diduga karena disebabkan adanya terbentuk asam-asam organik sederhana, pH meningkat pada fermentasi lebih lama akibat terurai bahan organik dan protein. Terjadinya penguraian bahan tersebut sampai menjadi pupuk organik cair. Dalam proses pengomposan dengan bantuan EM4 dan gulah merah dilakukan dalam kondisi aerob (sebenarnya semi aerob karena tidak ada sedikit udara dan cahaya yang masuk karena bahan tertutup rapat). Dengan metode ini, bahan akan cepat terurai dan pengomposan berlasung dengan baik. Pupuk organik cair yang telah matang akan terasa berwarna coklat kehitaman
27
(Isroi,2008). 2. Sifat kimia pupuk organik cair a. Nitrogen (N) Dari hasil penelitian pupuk organik cair memiliki nilai N sebesar 4,475
% , lebih tinggi dari standar mutu pupuk organik cair Peraturan
Menteri Pertanian No. 28/permetan/SR.130/5/2009. Unsur N lebih tinggi dari standar mutu pupuk organik cair dari kulit udang diduga dikarenakan bahan penelitian, yaitu kulit udang berasal dari laut yang makanannya lumut-lumut dan rumput laut yang kaya akan unsur N sehingga nilai N lebih tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. Kandungan unsur N pada penelitian ini sudah lebih tinggi dari hasil penelitian Rudini (2013) yang kandungan unsurnya sebesar 0,156 %. Hasil penelitian ini kandungan unsur N lebih tinggi dari pada hasil penelitian Desiyana dkk (2013) yang menyatakan bahwa limbah cair industri tahu
kandungan unsur N adalah 0,12 %.
Sedangkan jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Dwiwicaksono, dkk (2013) yang persentase kandungan N adalah 0.0043 % hasil kandungan unsur N pada pupuk cair pada kulit udang juga lebih tinggi. Tingginya kandungan unsur N pada pupuk cair kulit udang ini juga disebabkan karena penambahan cairan EM4 yang berfungsi sebagai bioaktivator yang mampu merombak seyawa organik dan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam kulit udang tersebut.
28
b. Fosfor (P) Dalam hal ini hasil analisis kualitas pupuk organik cair memiliki kandungan unsur P berkisar antara 0,048 % . Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar mutu pupuk organik cair menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 28/permentan/SR.130/5/2009. Unsur P dalam hal ini masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan kandungan P dari pupuk organik cair yang dihasilkan, walaupun sudah sesuai standar kurang dari 2 proses pengurai bahan organik yang dilakukan akan mengurangi kandungan P tersedia pupuk organik cair. Hal ini disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak P organik menjadi P anorganik juga menggunakan unsur P untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro, 1999). Kandungan unsur P pada penelitian ini sudah lebih tinggi dari hasil penelitian Rudini (2013). yang kandungan unsurnya sebesar 243,450 ppm. Hasil penelitian ini kandungan unsur P lebih tinggi dari pada hasil penelitian Desiyana dkk (2013) yang menyatakan bahwa limbah cair industri tahu
kandungan unsur P adalah 15 ppm. Sedangkan jika
dibandingkan dengan hasil penelitian Dwiwicaksono, dkk (2013) yang persentase kandungan P adalah yaitu 0,0008 % hasil kandungan unsur P pada pupuk cair pada kulit udang juga lebih tinggi. Tingginya unsur P pada pupuk cair kulit udang ini juga di
29
sebabkan karena penanmbahan cairan EM4 yang berpungsi sebagai bioaktifator yang mampu merobak seyawa organik dan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam kulit udang tersebut. c. Kalium (K) Nilai kalium (K) yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 0,0216 %, sudah memenuhi Standar mutu pupuk organik cair. Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 28/permentan/SR. 130/5/2009.
Unsur
K dalam hal ini masih perlu optamilisasi untuk meningkatkan kandungan K dari pupuk organik cair yang dihasilkan, walaupun sudah sesuai standar yaitu kurang dari 2.
Proses penguraian bahan organik yang
dilakukan akan mengurangi kandungan K pupuk organik cair. Hal ini diduga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak kalium juga menggunakan kalium untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro, 1999). Kandungan unsur K pada penelitian ini sudah lebih tinggi dari hasil penelitian Rudini (2013). yang kandungan unsurnya sebesar 231,220 ppm. Sedangkan jika dibandingkan dengan hasil penelitian Dwiwicaksono, dkk (2013) yang persentase kandungan K nya adalah 0,0032 % kandungan unsur K pada pupuk cair pada kulit udang juga lebih tinggi Tingginya unsur K pada pupuk cair kulit udang ini juga di sebabkan karena penanmbahan cairan EM4 yang berpungsi sebagai bioaktifator yang mampu merobak seyawa organik dan kandungan unsur
30
hara yang terdapat di dalam kulit udang tersebut. d. Karbon (C) Pupuk organik cair dari kulit udang memiliki nilai kadar Karbon sebesar 1,790 %, belum memenuhi standar mutu pupuk organik cair, Jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 28/permentan/SR. 130/5/2009. Hasil penelitian C ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Pakundari (2011) yang menyatakan bahwa kandungan C-organik dari pupuk cair dengan mikroorganisme lokal (MOL) tomat yaitu 2,7325 % dan pupuk cair dari mol limbah pisang.
limbah Hasil
penelitian Waryanti, dkk (2013) juga lebih tinggi, pupuk cair dari limbah air cucian ikan yang ditambahkan sabut kelapa dan difermentasi selama 14 hari kandungan C-organiknya yaitu 11,69 % sedangkan yang difermentasi selama 28 hari kandungan C-organiknya yaitu 11,28 % . e. Besi (Fe) Dari hasil penelitian pupuk organik cair memiliki nilai Fe sebesar 99,02 ppm, sudah memenuhi standar mutu pupuk organik cair menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 28/permentan /SR.130/5/2009. Tingginya unsur Fe pada pupuk cair kulit udang ini juga di sebabkan karena penanmbahan cairan EM4 yang berpungsi sebagai bioaktifator yang mampu merobak seyawa organik dan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam kulit udang tersebut. f. Derajat keasaman ( pH ) Hasil penelitian dari pupuk organik cair ini memiliki nilai pH 6,24.
31
Sudah sesuai dengan Standar Mutu Pupuk Organik Cair Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permetan/SR. 130/5/2009. Menurut Djuarnani, dkk (2005) peningkatan nilai pH pupuk organik cair disebabkan karena adanya aktivitas mikrooganisme dalam dekomposer yang memberikan masukan ion OH dari hasil proses dekomposisi bahan organik cair itu sendiri. Derajat keasaman pada awal proses pengomposan akan mengalami penurunan karena sejumlah mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. Pada proses selanjutnya, mikroorganisme dari jenis yang lain akan mengkonversi asam organik yang telah terbentuk sehingga bahan memiliki derajat keasaman yang tinggi dan mendekati netral (Djuarnani, dkk., 2005).
32
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pupuk organik cair yaitu : 1. Sifat fisik pupuk organik cair setelah penelitian yaitu: warna coklat kehitaman, aroma. sangat berbau dan suhu 27-29 OC 2. Sifat kimia pupuk organik cair setelah penelitian yaitu unsur N: 4.475 %, P: 0.048 %, K: 0.0216 %, C: 1.790 %, Fe: 99.02 ppm, Mg: 0.0112, ppm, dan pH: 6.24. 3. Kandungan kimia pupuk organik cair limbah kulit udang dibandingkan dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 28/permentan/SR. 130/5/2009, yang masih belum memenuhi standar adalah C organik yaitu 1,790 %. B. Saran Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa: 1. Perlu dilakukannya penelitian lanjutan dengan mengaplikasikan pupuk organik cair tersebut kepada tanaman. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menganalisa kandungan unsur hara yang lain pada pupuk cair kulit udang.
33
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Kriteria pasca panen udang Cair http://www.iptek.net/. Diakses 5 April 2013. Adiprakoso, D. 2012 Pembuatan Pupuk Organik Cair dan Tepung Pakan Ayam dari Limbah Tempe Menggunakan Bioaktivator EM4. Skripsi. Program Studi Teknologi Bioproses. Universitas Indonesia . www. lib. uni. ac. id. Diakses tanggal. 20 Agustus. Darsono. 2011. Pembuatan Bioaktivator. www. Jogjatani.com. 24 September 2011. Demarjati. 1990. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Desiana, Irwan Sukri Banuwa, Rusdi Evizal & Sri Yusnaini. 2013. Pengaruh Pupuk Organik Cair Urin Sapi dan Limbah Tahu Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao
(Theobroma cacao L.) Dwicaksono, M R M, B. Suharto, L.D. Susanawarti. 2013. Effective Microorganisms pada Limbah Cair Industri Perikanan Terhadap Kualitas Pupuk Cair Organik Djuarnani, N. Kristian, B. S. Setiawan. 2005. Cara Tepat Membuat Kompos. Agromedi Pustaka. Jakarta. Fast dan Laster. 1992. Udang-crustacea. dtml. Diakses 16 Januari 2013. Fitria. 2008. Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (Effective Microorganisme 4). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hadisuwito, S. 2007. Membuat Pupuk Kompos Cair. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Jenie, B. dan Rahayu, W. 1993. Penanganan Limbah Industri pangan. Kanisius. Yogyakarta: Indriani Y.H. 2003. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta. Isnaini. 2006. Pertanian Organik. Kreasi Kencana. Yogyakarta. Isroi. 2008. Kompos. http://isroi.files.wordpress.com.2008/02kompos.pdf. tanggal akses 11 Februari 2014.
34
Marsono dan Lingga. 2007. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya Jakarta. Murtijo Agus Bambang. Kanisius. Yogyakarta.
2012.
Benih Udang Windu Skala Kecil.
Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Pakundari, I. 2011. Uji Kualitas Pupuk Cair Dengan Menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) Yang Terbuat Dari Limbah Tomat dan Limbah Pisang. Repository. Borneo. ac.id. Diakses tanggal 14 Agustus 2014. Pranata. 2004. Pupuk Organik Padat, Pembuatan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwaningsih, S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang.Jakarta. Penebar Swadaya. Jakarta. Purwendro dan Nurhidayat. 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk dan Pestisida Organik. Seri Agritekno. Penebar Swadaya. Jakarta. Rudini. 2013. Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Limbah Kepala Udang (Crustacea) Dengan Mengunakan Biokaktivator EM4 (Effective Mikroorganims 4). Karya Ilmiah. Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda. Simamora S, Salundik, Sriwahyuni dan Surajin. 2005. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. Agromedia Pustaka. Bogor. Suriawiria U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan secara Biologis. PT. Alumni. Bandung Waryanti, A. , Sudarno, E. Sutrisno. 2013. Studi Pengaruh Penambahan Sabut Kelapa Pada Pembuatan Pupuk Cair Dari Limbah Air Cucian Ikan Terhadap Kualitas Unsur Hara Makro (CNPK). Skripsi. Program Studi Teknik Limgkungan FT UNDIP. Semarang. www. Eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 14 Agustus 2014.
35
Lampiran 1. Standar Mutu Pupuk Organik Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009.
No.
Parameter
Peraturan Teknis
Satuan Granul/Pelet
1. 2.
C-Organik C/N rasio
%
>12 15-25
Diperkaya Mikroba >12 15-25
3.
%
<2
%
6.
Bahan Ikutan (Plastik, kaca, kerikil) Kadar Air Kadar Logam Berat As Hg Pb Cd pH
7.
Kadar total : N P2O5
8.
9. 10. 11.
K2O Mikroba Patogen (Ecolli, Salmonella) Mikroba Fungsional
Remah/Curah
≥4
≥4 15-25
Diperkaya Mikroba ≥12 15-25
<12
<2
<2
<2
4-15*)
10-20*)
-
15-25*)
15-25*)
ppm ppm ppm ppm
≤10 <1 <50 <10 4-8
≤10 <1 <50 <10 4-8
≤2,5 <0,25 <12,5 <2,5 4-8
≤10 <1 <50 <10 4-8
≤10 <1 <50 <10 4-8
% %
<6*** <6**
<5*** <5**
<2 <2
<6*** <6**
<6*** <6**
%
<6**
<5**
<2
<6**
<6**
<102
<102
<102
<102
<102
-
>102
-
-
>102
Murni
4. 5.
Cair/Pa sta
Murni
Ukuran Butiran Unsur Mikro :
mm
2-5
2-5
-
-
-27
Fe
ppm
Min 0. Maks 8000
Min 0. Maks 8000
ppm
Min 0. Maks 8000 Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 8000
Mn
Min 0. Maks 8000 Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Cu
ppm
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Zn
ppm
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 5000
B
ppm
Min 0. Maks 2500
Min 0. Maks 2500
ppm
Mo
ppm
Min 0. Maks 2500 Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Min 0. Maks 2500
Co
Min 0. Maks 2500 Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Min 0. Maks 5000
Min 0. Maks 20 Min 0. Maks 10
Keterangan : *) Kadar air berdasarkan bobot asal **) Bahan-bahan tertentu yang berasal dari bahan organik alami diperbolehkan mengandung kadar P2O5 dan K2O >60% (dibuktikan dengan hasil laboratorium) ***) N-total N organik N-NH4 N-NO3 : C/N, N N-total. (P2O5 = Posfor, K2O = Kalium
36
Lampiran 2.
Dokumentasi penelitian
Gambar 1.
Penimbangan kulit udang
Gambar. 2 kulit udang yang telah di ayak
37
Gambar 2.
Pembuatan larutan EM4 10 ml dalam 1 liter air
Gambar 3. Percampuran larutan gula merah dengan kulit udang
38
Gamabar 4. Pegadukan pertama pada pupuk organik cair
Gambar 5.
Pembukusan dengan pelastik
39
Gambar 4.
Pengukuran pertama pada pupuk cair.
Gambar 6.
Penyaringan pupuk cair
40
Gambar 7.
Gambar 8.
Pupuk cair yang sudah disaring
Pupuk cair yang siap di uji di laboraturium