PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT DAN EM4(Effective Microorganisme 4)
Oleh: YULYA FITRTA C34103002
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
YULYA FITRIA, C34103002. Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan E N (Eflective Microorganisme 4). Dibawah bimbingan BUSTAMI IBRAHIM dan DESNIAR
- - ~
~~--~~ ~~~-~
Perkembangan industri perikanan makin pesat didukung oleh besarnya potensi sumberdaya perikanan di Indonesia. Setiap operasi pengolahan menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik dan nutrien organik yang cukup tinggi. Pemanfaatan limbah cair perikanan sebagai pupuk cair organik merupakan salah satu cara pengolahan yang dapat dilakukan. Protein dan senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair perikanan dapat dikonversi terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih sederhana. Penguraian senyawa organik dapat dilakukan dengan adanya penambahan aktivator. Aktivator yang dapat digunakan adalah asam asetat dan E N (Effective Microorganisme 4). Kemudian pupuk organik cair yang dihasilkan diujikan pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari teknik pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair perikanan dengan menggunakan asam asetat dan E N (Eflective Microorganisme 4 ), menentukan kualitas pupuk cair yang dihasilkan dan menentukan pengaruh pemupukan pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman bayam (A. tricolor). Metode Penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah pembuatan limbah cair buatan, tahap kedua adalah pembuatan pupuk cair dengan perlakuan tanpa aktivator (A), aktivator EM4 (B) dan aktivator asam asetat (C), dan tahap ke tiga adalah aplikasi pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman bayam dengan perlakuan T1( kontrol negatif), T2 (pupuk limbah cair), T3 @upuk A), T4 (pupuk B), T5 (pupuk C), T6 (kontrol positif). Hasil analisis kandungan unsur hara awal limbah cair buatan ini memiliki rata-rata kandungan N total, Total C organik, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan masing-masing adalah 628,lO mgl; 21 15,56 mg/l; 241,l mgll dan 246 mg/l dengan nilai pH 6,96. Nilai pH akhir dari proses penguraian bersifat asam yang berkisar antara 5,2 - 6, 93. Kandungan total C organik, N total, nilai C/N, nitrat, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan pupuk organik cair yang dihasilkan masing-masing berkisar antara 2102,83 - 9622,30 mg/l; 628,lO1064,93 mgll; 3,69-9,04; 3,0326-4,5123 mg/l; 151,77-649,4 mg/l dan 157-548 mgll Pemberian pupuk cair organik dari limbah cair industri perikanan meningkatkan laju pertambahan tinggi tanaman bayam. Laju pertambahan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan T4 (pupuk B) dan terpendek pada TI (kontrol negati9. Untuk jumlah daun pemupukan yang dilakukan tidak meningkatkan jumlah daun. Jumlah daun terbanyak terdapat pada T4 (pupuk B) dan jumlah daun terendah tcrdapat pada perlakuan kontrol negatif. Dari hasil pengamatan dj&patk~n~bah~~a~perlakuan_yangmenghasilkanpertumbuhanterbaik adalah pada T4 (pupuk B).
PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT DAN EM4 (EffectiveMicroorganisme 4)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanau dan Ilmu Kelautan Institut Pertauian Bogor
Oleh : Yulya Fitria C34103002
PROGRAM STUD1 TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
:PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR D A N LIMBAH
CAIR INDUSTRI PERIKANAN MENGGUNAKAN ASAM ASETAT DAN EM4 (Effeive Microorganisrne 4) Nama : YuIya Fitria NRP : C34103002 Departemen : Telmologi Hasil Perairan
Menyetujui, I
Pembimbing I
Dr. k. Bustami Ibrahim, M.Sc I\~IP. 13 1 664 397
Tanggal lulus : 28 Januari 2008
Pembimbing I1
Desniar, S.Pi, M.Si NIP. 132 159 705
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul "Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Jndustri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan El& (Effective Microorganisrne 4) " adalah hasil karya saya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber infonnasi yang berasal atau kutipan dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaAar Pustaka dibagian akhir skripsi.
Bogor, Januari 2008
Yulya Fitria C34103002
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah AWT yang telah memberikan petunjuk serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul " Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EMs (Effective Microorganisme 4) " sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, M.Sc dan Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku komisi pembimbing. Terimakasih atas bimbingan, arahan serta kesabarannya selama ini.
2. Ibu Ir Iriani Setyaningsih, MS dan Ibu Ir Anna C Erungan, MS selaku dosen penguji atas saran dan pengarahan yang diberikan kepada penulis. 3. Kedua orang tua (Papa dan Ibu) tercinta, atas dorongan moril, spirituil, materil, doa dan kepercayaan yang telah diberikan yang merupakan kekuatan utama bagi penulis.
4. Ante, Uda (Aulya), adik (Cici dan Isil) atas doa, dukungan dan kepercayaan yang diberikan.
5. Seluruh keluarga besarku tercinta, Mama, Pak Tuo, Edo, Nanda, dan Uda Riko atas dukungannya selama ini. 6 . Kepada semua Dosen THP, Karyawan TU dan seluruh keluarga besar
Teknologi Hasil Perairan atas pendidikan dan bantuannya pada penulis. 7. Irma, Cha-cha, Nola, Ari, Vetty, Eni, Nita, Dian, Meri, Wida, Gea, David,
Budi, Windo dan Tendi atas bantuan dan kerja samanya dan juga pada semua teman-teman THP 40 atas kebersamaan yang indah selama empat tahun lebih. 8. Teman-teman THP 38, 39 dan 41, terimakasih atas kebersamaan yang diberikan kepada penulis selama ini. 9. Keluarga besar "Primasista" atas kebersamaan dan persaudaraannya selama ini. 10.Aisyah famili (Heva, Hanum, Riri, Dian, Dista, Dede, Phu phu, Ami, Nita, Nisa dan Deni) atas persahabatan dan persaudaraannya yang tidak akan pemah terlupakan.
11. Keluarga besar unit pembibitan, buat ibu dan mas Jamil atas semua bantuan
sampai penulis menyelesaikan seluruh rangkaian penelitian.
12.Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan yang telah diberikan dalam penyusunan skripsi ini Saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Januari 2008
Yulya Fitria
Penulis bernama lengkap Yulya Fitria. Dilahirkan di Bukittinggi, 16 Juli 1985, sebagai anak ke dua dari empat bersaudara dari pasangan Faisal Syufyan dan Risnawati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 29 Tangah dari tahun 1991 sampai 1997, pendidikan menengah pertama di SMPN 2 Tilatang Kamang dari tahun 1997 sampai 2000 dan pendidikan menengah umum di SMUN 2 Tilatang Kamang dari tahun 2000 sainpai 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk P B (USMI) di Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Selama kuliah penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Statistika Dasar, Proses Thermal Hasil Perikanan, dan Teknologi Refrigrasi Hasil Perikanan dan aktif menjadi pengurus himpunan profesi THP. Dalam rangka menyelesaikan pendidikannya dan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul "Pembuatan Pupuk Oganik Cair dari Limbah Cair Industri Perikanan Menggunakan Asam Asetat dan EM4 (EfStive Microorganisme 4) "
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi
...................................................................................1 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan ..............................................................................................2 2 . TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3 2.1 Limbah Cair...................................................................................... 3 2.2 Sumber Limbah Cair......................................................................... 3 2.3 Karakteristik Limbah Cair Indusrti Perikanan ................................... 4 2.4 Pupuk Cair Organik dan Pemupukan ................................................ 5 2.5 Penguraian Bahan Organik ............................................................... 6 2.6 Aktivator .......................................................................................... 10 2.6.1 EM4 (Effective Microorganisme 4) ........................................ 10 2.6.2 Asam asetat ............................................................................. 11 2.7 Standar Pupuk Organik ..................................................................... 12 2.8 Nitrogen (N) ..................................................................................... 13 1. PENDAHULUAN
2.9 Fosfor ..............................................................................................
14
2.1 lBayam (Amaranthus sp.) ................................................................ 15 3 . METODOLOGI ......................................................................................
17
3.1 Waktu dan Tempat............................................................................
17
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................
17
3.3 Metode Penelltian ............................................................................. 3.3.1 Pembuatan limbah cair buatan .................................................. 3.3.2 Pembuatan pupuk organik cair ................................................ 3.3.3 Aplikasi pupuk cair organik pada tanaman bayam (A. tricolor) .
17 17 18 20
.............................................................................. 3.4 Prosedur Anal~s~s 3.4.1pH ............................................................................................ 3.4.2 Karbon organik (AOAC 1999) ............................................. 3.4.3 Total nitrogen (AOAC 1999)................................................... 3.4.4 Fosfor tersedia (AOAC 1999)................................................... 3.4.5 Kalium yang dapat dipertukaran (AOAC 1999) ........................
21 21 21 21 22 22
..
..
3.4.6 Nitrat (AOAC 1999) ................................................................ 3.4.7 Tinggi tanaman bayam (A. tricolor) .......................................... 3.4.8 Jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) ................................ 3.5 Analisis Data ...................................................................................... 3.5.1 Analisis nilai pH ....................................................................... 3.5.2 Analisis kualitas pupuk organik cair ......................................... 3.5.2 Analisis pertumbuhan tanaman bayam (A . tricolor) ................. 4 . HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 4.1 Kandungan Hara Limbah Cair Buatan ................................................ 4.2 Penguraian Bahan Organik dan Kualitas Pupuk Organik Cair ............. 4.2.1 Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik ............. 4.2.2 Kualitas pupuk organik cair ........................................................ 4.2.2.1 Kandungan total C organik, N total, nilai C/N ................ 4.2.2.2 Nitrat (NO,') ................................................................. 4.2.2.4 Fosfor tersedia ................................................................ 4.2.2.5 Kalium yang dapat dipertukarkan................................... 4.3 Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap Tanaman Bayam (A . tricolor) 4.4.1 Laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor).......................... 4.4.2 Jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) .................................. 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 5.2 Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN ................................................................................................
viii
DARTARTABEL
No
Halaman
1. Karakteristik limbah cair beberapa jenis operasi pengolahan ikan ........
4
2. Sifat kimia pengolahan limbah tepung ikan di Muara Angke, Jakarta ... 3. Penguraian senyawa organik................................................................
5
9
4. Standar kualitas pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 ...........
13
. . bahan pupuk cair ................................................................ 5. Kompos~sr
18
6 . Dosis pemupukan tanaman bayam (A. tricolor) ...................................
20
7. Hasil analisis kandungan hara limbah cair buatan .................................
25
8. Perbandingan pupuk organik cair yang dihasilkan dengan SNI pupuk organik 19-7030-2004............................................................ 9. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) (cm/minggu) ...
29 37
10. Rataan jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) (helaihatang) ........
39
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Pengelompokan bahan yang terkandung didalam limbah cair umum ...
3
2 . Penguraian senyawa organik secara anaerob ....................................... 8 3 .Alur peinbuatan pupuk organik cair (Modifikasi dari Nengsih 2002)
19
4. Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik ....................... 27 5 . Rata-rata kandungan total C organik ................................................... 30 6. Rata-rata kandungan N total .............................................................. 31 7 . Rata-rata konsentrasi Nitrat (NO<)................................................... 32 8. Rata-rata kandungan P tersedia ...........................................................
34
9. Rata-rata kandungan kalium ................................................................35 10. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor)...................... 37
No
Halaman
1.Perhitungan bibit bayam yang dibutuhkan perpolybag dan perhitungan kebutuhan pupuk tanaman bayam (A. tricolor) ................
45
2 Data perubahan pH selama proses penguraian bahan organik ...............
47
3 . Tinggi tanaman bayam (A. tricolor) ..................................................
48
4. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman bayam (A. tricolor) ............
50
5. Jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) ......................................... 54 6. Sidik ragam jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) .......................
55
7. Pertumbuhan tanaman bayam ..........................................................
59
1.1L a t a r Belakang
Perkembangan industri perikanan saat ini makin pesat, ha1 ini didukung oleh besamya potensi sumberdaya perikanan di Indonesia. Dalam melakukan produksinya,
industri perikanan menggunakan air. Rata-rata industri perikanan
mengkonsumsi air lebih dari 20 m3/ ton produk yang digunakan dalam berbagai proses pencucian (BPPT dan Bapedal 2002).
Setiap operasi pengolahan
menghasilkan cairan dari pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah, potongan-potongan kecil ikan, kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan, dan air pendinginan dari kondensor. Karakteristik dari limbah cair perikanan ini berbeda-beda tergantung pada bahan baku dan teknologi yang digunakan.
Limbah cair industri perikanan
mengandung bahan organik dan nutrien organik yang cukup tinggi. Salah satunya adalah nitrogen,
dalam bentuk amoniak,
menyebabkan penurunan
nitrat dan nitrit.
Nitrogen dapat
kadar oksigen demand pada penerimaan
air,
merangsang pertumbuhan tanarnan air, dan memuncuikan toksisitas terhadap kehidupan air (Jenie dan Rahayu 1993). Limbah cair perikanan mengandung bahan organik terutama protein yang tinggi. Protein merupakan sumber nitrogen organik yang sangat diperlukan oleh manusia, hewan maupun tanaman. Oleh sebab itu limbah cair industri perikanan berpotensi sebagai sumber nutrien organik yang murah.
Salah satu bentuk
pemanfaatan limbah cair perikanan yang dapat dilakukan adalah memanfatkannya sebagai pupuk cair organik. Pemanfaatan limbah cair perikanan sebagai pupuk dapat dilakukan dengan mengaplikasikan limbah cair tersebut langsung pada tanaman atau pun diuraikan terlebih dahulu. Bahan-bahan organik yang terdapat pada limbah cair industri perikanan seperti protein, karbohidrat, dan lipid akan diuraikan menjadi senyawasenyawa yang lebih sederhana seperti asam lemak, aldehid, metana, amonia, COz dan hidrogen sehingga nantinya tanaman atau tumbuhan akan mudah menyerap nutrisi. Penguraian senyawa organik atau proses dekomposisi dapat dilakukan dengan adanya penambahan aktivator.
Aktivator yang digunakan dalan~
penelitian ini adalah asam asetat dan EIv& (Effective Microorganisme 4). Pupuk organik cair yang dihasilkan kemudian diujikan pada tanaman bayam (Amaranthus tricolor). 1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mempelajari teknik pembuatan pupuk organik cair dari limbah cair industri
perikanan dengan menggunakan EM4 (Effective Microorganisme 4 ) dan asam asetat. 2. Melihat kualitas pupuk organik cair yang dihasilkan. 3. Melihat pengaruh pemupukan pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman
bayam (A. tricolor).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair
Limbah cair (liquid waste) dapat didefinisikan sebagai suatu limbah hasil kegiatan yang secara fisik berbentuk cair, kandungannya didominasi oleh air beserta bahan-bahan kontaminan lainnya atau didominasi oleh bahan cair lain (bukan air) seperti: minyak, oli bekas, residu senyawa-senyawa kimia dan sebagainya. Limbah cair merupakan suatu substrat yang kompleks yang terdiri dari berbagai jenis bahan organik, baik yang dapat terurai secara biologi maupun tidak. Menurut
Sugiharto (1994), sesuai sumber ilsalnya, maka limbah cair
mempunyai komposisi yang bervariasi dari setiap tempat dan setiap unit. Akan tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam limbah cair dapat dikelompokkan seperti pada Gambar 1.
u Limbah cair
I Bahan padat
Organik
Anorganik
Gambar 1. Pengelompokan bahan yang terkandung di dalam limbah cair umum 2.2 Sumber Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan oleh industri perikanan berasal dari berbagai proses.
Kualitas maupun kuantitas limbah cair yang dihasilkan sangat
dipengaruhi oleh jenis kegiatan atau proses dan bahan baku maupun bahan pembantu yang dipakai. Menurut River et al. (1998) diacu dalam Laraspedi (2004) jumlah debit air limbah pada umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian.
Setiap operasi
pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari
pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk. Cairan ini mengandung darah
dan potongan-potongan kecil ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari operasi pemasakan dan air pendinginan dari kondensor ( Jenie dan Rahayu 1993). 2.3 Karakteristik Lirnbah Cair Industri Perikanan Secara umum limbah cair industri hasil perikanan mengandung banyak protein dan lemak. Kandungan limbah cair industri hasil perikanan bewariasi dari setiap industri pengolahannya, ha1 ini disebabkan oleh jenis ikan yang diolah, teknik pengolahan, ukuran pabrik, penggunaan air, lamanya limbah padat kontak dengan air limbah, kekuatan polusi akan semakin tinggi bila kontak antara limbah cair dan limbah padat lebih lama ( Jenie dan Rahayu 1993). Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh penguraian bahan-bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap, diamina dan amonia. Limbah cair dari proses pengolahan perikanan memiliki kandungan COD, nutrien, minyak dan le~nakyang tinggi, terutama pada saat proses penyiangan usus dan isi perut serta proses pemasakan (Mendez et al. 1992 diacu dalam Heriyanto 200'6). Beban limbah cair dari beberapa industri pengolahan ikan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Karakteristik limbah cair beberapa jenis operasi pengolahan ikan Jenis industri
1
NH3
(mg/l) nd
Pengolahan tuna beku
I Pengalengan tuna dan sardine 1
1,839
1
3,212,
I
Penepungan
NO3
4,392
1
(mg/l) nd
1 1I
1,45
I
I
Pembekuan udang
1
ttd
1
(mgfl) 7,5
1I 1 I
0,139
TKN
1I 1117,86 1 I 110,56 61,42
TSS
(mgll) 52,7 1620
1
1
69600 375
ket: TKN: Total Kjedahl Nilrogen, TSS: Total Susupended Solids, ttd: tidak terdeteksi (Fauzi el a/. 2003).
Kontaminan-kontaminan dalam limbah cair perikanan yang menjadi beban polusi pada umumnya bisa bersifat fisikokimia maupun campuran dari senyawasenyawa organik. Beban limbah yang berasal dari perubahan fisikokimia efluen dapat diukur sebagai parameter tingkat polusi misalnya pH, kandungan padatan, suhu dan bau.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Anas et al. (2005) diperoleh hasil penetapan sifat kimia limbah pengolahan tepung ikan dari Muara Angke Jakarta dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: Tabel 2.
Sifat kimia limbah pengolahan tepung ikan di Muara Angke, Jakarta Sifat kimia
Nilai 7,30
PH C organik (%)
2,21
N total (ppm)
1460
P205
70
(ppm)
Kz0 ( P P ~ )
3560
So; (ppm) Ca total (ppm)
12 300
Mg total (ppm)
162
$umber: Anas el a/.2005
2.4
Pupuk Cair Orgauik dan Pemupukan Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar
dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Definisi yang dikemukakan oleh Internasional
Organizationfor Standarization (ISO), pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto 2002). Pupuk organik mempunyai kandungan unsur, terutama unsur N, P, dan K sangat sedikit, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan tanaman (Suriawiria 2003). Bahan pupuk ikan dapat memanfaatkan ikan non ekonomis atau sisa-sisa ikan rumah tangga dan industri pengalengan. Pembuatan pupuk ini melalui proses fermentasi dapat secara manual menggunakan bantuan mikroorganisme ataupun dengan penambahan bahan kimia. Dalam pembuatan pupuk dari ikan memiliki kesamaan dengan pembuatan
pupuk dari sampah tumbuhan atau kotoran
kandang. Kandungan pupuk ikan dari hasil fermentasi bervariasi persentasenya.
Protein yang terkandung dalam daging ikan akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu nitrogen (Anonima2007). Keunggulan pupuk ikan bagi tanaman adalah pupuk tersebut mengandung lemak ikan yang terdapat pada setiap bagian ikan. Lemak ikan bermanfaat membantu menyerap senyawa yang diperlukan tanaman lebih aktif. Seiain itu jika diaplikasikan ditanah dapat memperbaiki biologi tanah. Mikroorganisme tanah yang diberi pupuk ikan mampu bertahan pada suhu rendah. Pada kondisi serupa, pupuk organik lain tidak dapat menyediakan nitrat karena rendahnya suhu tanah dan rendahnya aktivitas biologi (Anonima 2007). Keberhasilan pemupukan pada tanaman ditentukan oleh cara pemberiannya. Berdasarkan cara pemberiannya, pemupukan pada tanaman khususnya sayuran dibagi menjadi dua yaitu pemberian melalui akar dan lewat daun. Setiap cara pemberian rnemiliki kegunaan dan keuntungan tersendiri (Prihmantoro 1999). Pada tanaman sayuran diharapkan agar daun yang dihasilkan dapat benvama hijau, segar dan bagus. Oleh karena itu tanaman tersebut hendaknya diberi pupuk yang dapat merangsang hijaunya daun, segar dan renyah untuk dikonsumsi. Jenis pupuk yang diberikan untuk tanaman sayuran daun adalah pupuk yang mengandung unsur N tinggi, seperti pupuk kandang, pupuk urea, dan pupuk cair organik. Pupuk daun untuk tanaman sayuran semusim biasanya diberikan hanya 2-3 kali, yakni pada minggu 2, 3, dan 4. Tujuan pemberian pupuk ini adalah untuk memperbaiki kualitas daun (Prihmantoro 1999). 2.5
Penguraian Bahan Organik Penguraian suatu senyawa ditentukan oleh susunan bahan, dimana pada
umumnya senyawa organik mempunyai sifat yang cepat diuraikan, sedangkan senyawa anorganik mempunyai sifat sukar diuraikan. Proses biologi merupakan proses alami yang bersifat dinamis dan kontinu selama faktor-faktor yang berhubungan dengan kebutuhan hidup mikroorganisme yang berperan di dalamnya terpenuhi. Penguraian bahan organik akan berlangsung melalui jalur-jalur proses yang sudah dikenal, yang secara keseluruhan disebut dengan proses fermentasi. Bahan organik tersebut pada tahap awal akan diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti gula, gliserol, asam lemak dan asam amino. Selanjutnya akan
dilanjutkan dengan proses lain baik secara aerobik maupun anaerob (Suriawiria 2003). Kondisi aerobik dan kondisi anaerobik sangat berperan dalam tahap-tahap penguraian bahan organik. Secara umum penguraian aerobik menghasilkan unsur C dalam bentuk CO2 dan penguraian anaerobik menghasilkan unsur C dalam
bentuk alkohol. Karbon digunakan sebagai sumber energi dan nitrogen sebagai sumber protein untuk perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme. Pada kondisi aerobik karbon diubah menjadi COz dan sel bakteri, sedangkan dibawah kondisi anaerobik karbon organik diubah menjadi C02, metana dan senyawa produksi lainnya (Jenie dan Rahayu 1993). Secara sederhana reaksi sebagai berikut: Kondisi aerobik : C organik
+ 02-
C5H702N+ C 0 2
Kondisi anaerob :C organik teroksidasi + asam organi-
sel mikroba
+ metana + CO2 + alkohol Pada kondisi anaerob senyawa-senyawa tertentu akan dihasilkan seperti C&, H2S, N&+, asam laktat dan sebagainya. Pada kondisi anaerob, senyawa organik bertindak sebagi donor elektron, dimana pada kondisi ini produksi biomasa sel akan rendah, penguraian senyawa organik sangat rendah (Suriawiria 2003). Pada kondisi aerob mikroorganisme mengambil oksigen dari udara dan makanan dari bahan organik. Bahan organik tersebut di konversi menjadi produk metabolisme biologi berupa CO2, HzO, dan energi. Energi yang digunakan sebagian digunakan untuk gerakan dan pertumbuhan mikroorganisme baru, sisanya dibebaskan sebagai panas (Dalzell et a1 1987 diacu dalam Nengsih 2002). Penguraian bahan organik dapat dilakukan secara konvensional dan nonkonvensional.
Proses nonkonvensional melibatkan penambahan inokulan
bakteri bahan lain. Hasil metabolik utama dari penguraian bahan organik secara aerobik menurut Gaur (1983) diacu dalam Nengsih (2002) akan menghasilkan CO2, Hz0 dan panas, sedangkan hasil penguraian bahan organik secara anaerobik akan menghasilkan metana, CO2 dan senyawa antara berupa asam organik (Indriani 1999).
Mekanisme proses penguraian bahan organik secara anaerob dapat dilihat pada Gambar 2 berikut (Suriawiria 2003). sintesa (sel baru)
I.
Senyawa organik (Corns)
1 Hasil buangan (cO2, NH4 dll)
energi Protoplasma
Gambar 2. Proses peguraian senyawa organik secara anaerob Penguraian N organik terutama protein melibatkan dua proses mikrobiologi yaitu amonifikasi dan nitrifikasi. Amonifikasi merupakan mengubah N organik menjadi amonium melalui proses proteolisis dan aminofikasi. Proteolisis adalah pelepasan N amino dari bahan organik. Aminofikasi adalah reduksi N amino
.
menjadi NH3. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut (Notohadiprawiro 1999): organik pmteolisi~ RNHz + C02 + Hasil-hasil lain + E RNH2 Apabila
+ Hz0 +- Aminofiksi 0 2
NH~' + ROH + E
tersedia dan faktor-faktor lingkungan lain mendukung, NH4+
akan mudah dioksidasi menjadi NO? (nitrit) dan NO,- (nitrat).
Oksidasi ini
disebut nitrifikasi dan berlangsung dengan dua langkah yaitu nitritasi dan nitratasi Secara sederhana proses nitrifikasiadalah sebagai berikut N&' NO?
Nitrosomonas NOT + H20 + H + E +0 2 -------* NO< + E + 0 2 -Nitrobacter
Penguraian bahan organik dapat berlangsung terbatas ataupun tuntas. Proses penguraian bahan organik yang berlangsung terbatas akan menghasilkan bahan organik yang lebih sederhana daripada sebelumnya. Penguraian bahan organik yang berlangsung tuntas akan membebaskan unsur-unsur yang semula berada dalam ikatan molekul organik menjadi senyawa-senyawa anorganik.
Fase
perombakan bahan organik terjadi atas tiga fase yang saling tumpang tindih yaitu: I. Fase pemecahan mekanik.
2. Fase biokimia awal. Pada proses ini terjadi hidrolisis dan oksidasi. Pada
proses hidrolisis terjadi pemecahan parsial senyawa polimer menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti pemecahan protein menjadi peptida dan asam amino. Pada proses oksidasi terjadi penguraian yang menghasilkan CO2 dan H20. 3. Fase penguraian mikrobiologi oleh mikroorganisme. Pada fese ini terjadi proses enzimatik dan oksidasi. Enzim diproduksi oleh mikroorganisme akan menguraikan bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil penguraian ini sebagian akan digunakan untuk membangun tubuh dan sebagian lagi digunakan sebagai sumber energi. Hasil penguraian bahan organik secara aerob dan anaerob dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Penguraian senyawa organik Senyawa
I
Enzim
Hasil akhir Proses anaerobik
Protein
Proteinase
Proses aerobik
Asam amino, amonia, amonia, nitrit, nitrat,
I I
I H2S, metan, C02, Hz, 1 H2S, alkohol, asam ( 1 alkohol, asam organik, / organik, C02, Hz0 I
I
I
I
( fenol, indol
I
I
I
Karbohidrat Karbohidrase CO2, Hz, alkohol, asam Alkohol, asam lemak, lemak LemaWlipid Lipase
Asam lemak, C02, Hz, Asam lemak, gliserol, alkohol
umber: Suriawiria 2003
COz, H20 alkohol, CO2, H20
Laju penguraian bahan organik ditentukan oleh faktor bahan organik itu sendiri dan faktor luar (lingkungan).
Faktor lingkungan bertindak lewat
pengaruhya terhadap pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme. Faktor lingkungan yang terutama berpengaruh ialah suhu, nilai C/N, dan pH. (Notohadiprawiro 1999) Suhu akan mempengaruhi metabolisme pada mikroorganisme. Penguraian akan berlangsung optimal pada suhu optimal mikroorganisme. Nilai CM dalam bahan organik menentukan mekanisme penguraian yang terjadi. Mikrooganisme akan
mengikat
nitrogen
tetapi
tergantung
pada
ketersediaan karbon
(Aminah et al. 2003). Apabila ketersediaan karbon terbatas (C/N terlalu rendah) tidak cukup senyawa sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan mikroorganisme untuk mengikat nitrogen bebas. Nilai pH mempengaruhi proses penguraian yang berlangsung. Nilai pH optimum berkisar antara 5,O dan 8,O. Bakteri lebih senang pada pH netral, fungi berkembang cukup baik pada kondisi pH agak asam. 2.6 Aktivator
Gaur (1983) diacu dalam Nengsih (2002) mendefinisikan bahwa setiap zat atau bahan yang dapat mempercepat penguraian bahan organik disebut dengan aktivator. Aktivator mempengaruhi proses penguraian bahan organik melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada aktivator organik), kedua yaitu meningkatkan kadar nutrisi makanan bagi mikroorganisme tersebut. Aktivator terdiri dari dua jenis yaitu aktivator organik yang terdiri dari aktivator organik alami seperti pupuk kandang, fungi, dan tanah kaya humus dan aktivator buatan contohnya OST (Organic Soil Treatment), E N dan Gt 1000-Wta dan aktivator kimia seperti asam asetat, amonium sulfat, urea, dan amoniak 2.6.1 E m (Effective Microorganisme 4) Teknologi E m (Effective Microorganisme 4) adalah teknologi fermentasi yang dikembangkan pertama kali oleh Prof Dr Teruo Higa dari University Of The Ryukyus, Okinawa Jepang sejak tahun 1980. EM4 merupakan kultur campuran dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Mikrooranisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian)
terdiri
dari lima kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik
(Rhodopseudomonas sp.), jamur fermentasi (Saccharonzyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasi sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. E N mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, dan rnenekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain itu EM4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, sel-ta meningkatkan kualitas air pada tambak udang dan ikan (Indriani 1999). Bakteri fotosintetik merupakan bakteri yang dapat mensintesis senyawa nitrogen, dan gula. Jamur fermentatif berfungsi untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa organik (dalam bentuk alkohol, gula, dan asama amino) yang siap diserap oleh perakaran tanaman. bakteri asam laktat terutama golongan
Lactobacillus sp. berfungsi untuk memfermentasi bahan
organik menjadi senyawa-senyawa asam laktat yang dapat diserap oleh tanaman. Actinomycetes merupakan bakteri yang tumbuh dalam bentuk miselium (filamen berbentuk jalinan benang). Actinotnycetes berfungsi mengambil asam amino dan zat yang dihasilkan oleh jamur fermentatif dan mengubahnya menjadi antibiotik yang bersifat toksik terhadap patogen atau penyakit serta dapat melarutkan ion-ion fosfat dan ion-ion mikro laimya.
Streptonzyces sp. menghasikan enzim
steptomisin yang berguna bagi tanaman (Wididana et al. 1996 diacu dalam Nengsih 2002). Mikroorganisme yang terdapat dalam EM4 dapat bekerja efektif menambah unsur hara apabila bahan organik dalam keadaan cukup. Bahan organik tersebut merupakan bahan makanan dan sumber energi.
Dalarn penggunaan
EM4
memerlukan dedak sekitar 10% dari jumlah bahan. Sebagai sumber makanan bakteri maka pada tahap awal diperlukan molase atau gula sebanyak 0,1% dari jumlah bahan (Indriani 1999). 2.6.2 Asam asetat Jenis bakteri heterotrof biasanya hidup dan berkembang biak pada organisme mati. Mereka mendapatkan energi dengan menguraikan senyawa organik pada organisme mati.
Molekul-molekul besar seperti protein,
karbohidrat, lemak, atau senyawa organik lain akan didekomposisi melalui metabolisme tubuh bakteri tersebut menjadi molekul-molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas COz, serta molekul-molekul lain yang mengandung enam nutrisi utama bakteri, yaitu senyawa-senyawa karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), oksigen (0), fosfor (P), serta sulfur (S). Keseluruhan unsur tersebut dibutuhkan bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi utama mereka. Selain itu untuk pertumbuhannya bakteri heterotrof memerlukan kondisi lingkungan dengan keasaman tertentu ( ~ n o n i m 2007). ~ Asam (yang sering diwakili dengan rumus umum HA) secara umum merupakan senyawa kimia yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan larutan dengan pH lebih kecil dari 7. Dalam definisi modem, asam adalah suatu zat yang dapat memberi proton (ion H+) kepada zat lain (yang disebut basa), atau dapat menerima pasangan elektron bebas dari suatu basa. Contoh asam adalah asam asetat dan asam sulfat. Asam asetat dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan sebutan asam cuka atau asam etanoat ( CH3COOH). Asam asetat berbentuk larutan yang benvarna putih bening.
Konsentrasi asam asetat yang umum dijual dipasaran adalah
5%-25%. Asam asetat murni memiliki konsentrasi 96% yang sering digunakan untuk analisis di laboratorium. Asam asetat merupakan salah satu asam lemah yang termasuk ke dalam asam volatil.
Asam asetat yang digunakan selain
berfungsi untuk membuat kondisi lingkungan menjadi asam, asam asetat juga dapat digunakan sebagai sumber karbon oleh bakteri ( ~ n o n i m2007). ~ 2.7 Standar Pupuk Organik
Berdasarkan atas berbagai fakta yang dikemukakan oleh para pakar dan sumber informasi yang lain, spesifikasi standar mutu pupuk organik tergantung pada masing-masing negara. Bahan organik yang mengalami proses penguraian menjadi pupuk organik yang stabil memiliki nisbah CM antara 1011-1511. Keasaman pH harus masuk dalam kualitas pupuk organik berkisar pada pH netral 6,5-7,5, dalam kondisi normal tidak akan menimbulkan masalah, sejauh proses penguraian dapat mempertahankan pH pada kisaran netral (Sutanto 2002). Standar kualitas unsur makro pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar kualitas pupuk organik berdasarkan SNI 19-7030-2004 Standar
Parameter Bahan Organik
27-58 %
Total N
>0,40 %
Total C organik
9,80-32,OO %
rasio C/N
11-20
p205
>0,10 %
K20
>0,20 %
PH
6,80-7,49
$umber: Badan Standarisasi Nasional(2004)
2.8 Nitrogen OV) Unsur nitrogen berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan karena memiliki peranan yang penting untuk pertumbuhan protista dan tumbuhan. Unsur tersebut harus berada dalam lingkungan perairan untuk mendukung rantai makanan. (Davis dan Comwell 1991). Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Benhtk utama nitrogen di air limbah adalah meterial protein dan urea.
Senyawa-senyawa
nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat (Saeni 1989). Nitrogen diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO< (nitrat) dan N&+ (amonium). Nitrogen yang berasal dari bahan organik tertentu diperoleh melalui amonisasi-nitrifikasi (Mulyadi 1994). Amonifikasi berlangsung baik pada tanah yang drainasenya baik dan kaya akan kation basa. Setelah amonifikasi terjadi nitrifikasi yang diambil oleh mikroflora dan difiksasi olah liat. Proses nitrifikasi ini selain tergantung pada keadaan fisik, aerasi, suhu juga tergantung pH dan C/N ratio.
Nitrifikasi berlangsung pada suhu 25°C (suhu optimalnya (27-32"C),
sedangkan pada temperatur yang lebih tinggi (52°C) maka kegiatan akan terhenti (Mulyadi 1994). Menurut Metcalf dan Eddy (1991), nitrogen organik berhubungan dengan
szrspended solid dalam air limbah dengan sedimentasi dan filtrasi. Nitrogen organik yang benvujud padat dapat langsung masuk ke dalam tanah yang
memiliki molekul organik kompleks yaitu karbohidrat, protein, dan lignin. Beberapa nitrogen organik dihidrolisis menjadi asam amino yang terlarut dan memungkinkan pemecahan lebih lanjut untuk melepas ion amonia (NH43. Amonia yang terdapat didalaln perairan dapat berasal dari proses penguraian bahan organik yang banyak mengandung senyawa nitrogen seperti protein. Amonia dapat larut baik dalam bentuk ion amonia o\TH~+) atau amonia (NH3), yang bergantung pada pH perairan (Metcalf dan Eddy 1991).
Menurut Jennie
dan Rahayu (1993), ~nenyatakanbahwa bentuk cairan amonia terdapat dalam 2 bentuk yaitu amonia bebas (NH3) dan dalam bentuk ion amonia (NH);. Nitrit relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktivitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam. Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen yang paling teroksidasi dalam limbah.
Nitrat merupakan nutrien utama untuk
pertumbuhan tanaman air. Nitrat jika tidak dapat dihilangkan oleh tanaman atau denitrifikasi dapat mencemari air bawah tanah (Medcalf dan Eddy 1991). Nitrat merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada sungai, keluaran air tanah dan deposit atmosfer ke laut (Kirchman 2000). Nitrat dapat ditangkap oleh akar tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar akar selama pertumbuhan. Kisaran nilai nitrat dalam efluen limbah adalah 15-20 mg/l (Medcalf dan Eddy 1991).
2.9 Fosfor Fosfor merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel, sebagai bagian dari inti set sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem. Fosfor diambil tanaman dalam bentuk HzP0; dan HPO~", secara umum fungsi dari fosfor dalam tanaman dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Dapat mempercepat pekumbuhan akar semai
2. Dapat mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa pada ulnumnya 3. Dapat mempercepat pembuangaan dan pemasakan buah, biji atau gabah
4. Dapat meningkatkan produksi biji-bijian, fosfor juga sebagai penyusun lemak dan protein. Didalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah sebagai zat pembangun dan terikat dalam senyawa-senyawa organik
Dengan demikian hanya sebagian kecil saja yang terdapat dalam bentuk anorganik sebagai ion-ion fosfat. Sebagai bahan pembentuk, fosfor terpencarpencar dalam tubuh tanaman, semua inti mengandung fosfor dan selanjutnya sebagai senyawa-senyawa fosfat didalam sitoplasma dan membran sel. Bagianbagian tubuh yang berkaitan dengan pembiakan generatif seperti daun-daun bunga, tangkai tangkai sari, kepala sari, butur tepung sari, daun buah serta bakal biji ternyata mengandung P. Fosfor ditanah terdapat dalam bentuk carbonat apatite 3Ca3(P04)2CaCO3, hidroksi apatite 3Ca3(P04)2Ca(OH)2, oxida apatite 3Ca3@04)2Ca0, trikalsium fosfat Ca3(PO&,
dikalsium fosfat CaH@04)2,
monocalsium fosfat Ca(HzP04)~ (Mulyadi 1994). Fosfor tersedia merupakan fosfor dalam bentuk P organik (asam nukleat, fosfolipid dan inositol fosfat), P ~ ) . tidak tersedia adalah fosfor yang terikat anorganik (HzPOL dan ~ ~ 0 4 ' Fosfor dengan unsur Al, Fe, dan Ca (Buckman dan Brady 1979). 2.10 Kalium
Elemen ini dapat dikatakan bukan elemen yang langsung pembentuk bahan organik, kalium berperan dalam:
1. Pembentukan protein dan karbohidrat 2. Pengerasan bagian kayu dari tanaman
3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit 4. Meningkatkan kualitas biji dan buah Kalium diserap dalam bentuk K' (terutama pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat dalam jaringan muda, pada sel tanaman zat ini terdapat sebagai ion didalam cairan sel dan keadaan demikian akan merupakan bagian yang penting dalam melaksanakan turgor yang disebabkan oleh tekanan osmosis (Mulyadi 1994). Berdasarkan ketersediaan kalium bagi tanaman kalium dibagi menjadi K tidak tersedia ( K dalam batuan mineral), K lambat tersedia (K yang tidak dapat dipertukarkan) dan K tersedia (K yang dapat dipertukarkan dan K dalam larutan tanah). K yang dapat dipertukarkan adalah K dalam bentuk organik (Buckman dan Brady 1979). 2.11 Bayam (Anzararztlzrrs sp.)
Bayam merupakan tanaman sayuran yang dikenal dengan nama ilmiah Amaranthus sp., tanaman bayam berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman
bayam semula dikenal sebagai tumbuhan hias. Dalam perkembangan selanjutnya. tanaman bayam dipromosikan sebagai bahan pangan sumber protein, terutama untuk negara-negara berkembang. Keluarga Amaranthaceae memiliki sekitar 60 genera, terbagi dalam sekitar 800 spesies bayam. Dalam kenyataan di lapangan, penggolongan jenis bayam dibedakan atas 2 macam, yaitu bayam liar dan bayam budidaya. Jenis bayam budidaya dibedakan 2 macam, yaitu: 1. Bayam cabut atau bayam sekul atau bayam putih (A. tricolor L.). Ciri-ciri
bayam cabut adalah memiliki batang benvarna kemerah-merahan atau hijau keputih-putihan, dan memilki bunga yang keluar dari ketiak cabang. 2. Bayam tahun, bayam skop atau bayam kakap (A. hybridzis L.). Bayam ini
memiliki daun yang lebar. Bayam mudah diusahakan dan dapat ditanam setiap saat. Akan tetapi waktu yang paling baik adalah pada awal musim hujan atau pada awal musim kemarau. Bayam dapat ditanam pada setiap jenis tanah yang penting tanahnya banyak mengandung bahan organik. Bayam akan tumbuh baik pada pH tanah antara 6-7. Pada tanah yang masam bayam akan tumbuh kerdil. Pada keadaan normal pertumbuhan bayam sangat cepat dan untuk pertumbuhannya memerlukan cahaya yang sangat banyak.
Pemeliharaan yang penting adalah menjaga
kelembaban tanah. Tanaman bayam memerlukan air 4 l/m2 perhari pada saat tanaman masih muda sampai minggu pertama. Tetapi menjelang tanaman dewasa tanaman ini memerlukan air dua kali lipat setiap harinya. Bayam cabut biasanya mulai dipananen apabila tingginya telah mencapai sekitar 20 cm yaitu pada umur tiga sampai empat minggu setelah tanam (Sutarya et al. 1995).
3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan dari bulan April sampai bulan Agustus 2007, di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Limbah dan Hasil Samping, Depertemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisa kandungan unsur hara makro pupuk organik cair dilakukan di Laboratorium Kesubnran, Depertemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengujian kualitas pupuk organik yang dihasilkan terhadap tanaman bayam (Amaranthus tricolor) dilakukan di Unit Pembibitan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah plastik, kompor gas, panci, pH meter, erlemeyer, termometer, spektrofotometer, pipet volumetrik, pipet tetes, buret, penangas air, labu Medal, penggaris, kertas saring dan alat-alat gelas. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair buatan dengan bahan baku limbah fillet ikan patin (potongan-potongan daging, kulit dan jeroan), aktivator E N yang didapat dari toko pertanian Agrotecho, asam asetat, dedak, gula, bayam A. tricolor yang didapatkan dari toko pertanian Agrotecho, urea, KCL, SP36 dan bahan-bahan kimia untuk penentuan kadar total C organik, N total, P tersedia, K yang dapat dipertukarkan, dan NO< seperti K2Cr~07,HzSO~, FeS04.7H20, katalis selenium, NaOH, larutan Bray, dan lain-lain. 3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama adalah pembuatan limbah cair buatan, tahap kedua adalah proses pembuatan pupuk cair organik melalui proses penguraian bahan organik dan tahap ke tiga adalah aplikasi pupuk cair yang dihasilkan terhadap tanaman bayam (A. tricolor). 3.3.1 Pembuatan limbah cair buatan
Pembuatan limbah cair buatan bertujuan untuk mengganti limbah cair industri. Limbah cair buatan ini dibuat dengan memanfaatkan potongan-potongan daging, jeroan dan kulit ikan yang diperoleh dari proses pemfiletan ikan. Kemudian potongan-potongan daging tersebut dicincang, dan selanjutnya direbus
pada air mendidih selama 10 menit dengan perbandingan berat limbah padat ikan (kg) dan volume air (liter) adalah 1:5. Setelah itu air rebusan disaring untuk memisahkan padatan dan cairan kemudian didinginkan. Dengan perbandingan ini maka komposisi yang diperoleh mendekati karakteristik limbah cair pada industri perikanan yang sebenarnya (Fauzi et al2003). Kemudian dilakukan pengukuran pH dan unsur hara meliputi: total karbon organik, nitrogen total, nitrat, fosfor tersedia, kalium yang dapat dipertukarkan. 3.3.2 Pembuatan pupuk organik cair
Pembuatan pupuk organik cair dilakukan melalui proses penguraian secara anaerob fakultatif. Adapun jenis pupuk dan komposisi bahan pembuatan pupuk cair organik ini dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi bahan pupuk cair Komposisi
Jenis pupuk A
Limbah cair
B
Limbah,cair; 10 % dedak, 0,l % gula; 0,1 % EM4
C
Limbah cair; 3,5 % asam asetat 95%
Pembuatan
masing-masing pupuk organik cair dilakukan dalam wadah
plastik dengan volume 10 liter. Pupuk A merupakan limbah cair tanpa penambahan apapun (penguraian berlangsung spontan dengan pH awal6,96) yang dibiarkan terurai selama 4 minggu. Pupuk B adalah perlakuan limbah cair yang ditambah 10 % dedak; 0,l % gula dan 0,1 % EM4 (penguraian berlangsung dengan adanya penambahan inolulum bakteri dengan pH awal6,90) dan dibiarkan terurai selama 4 minggu (Indriani 1999). Pupuk C adalah perlakuan limbah cair yang ditambah 3,5 % asam asetat (penguraian berlangsung dalam suasana lebih asam dengan pH awal 5,48) dan dibiarkan selama 4 minggu. Masing-masing perlakuan diatas dibiarkan terurai selama 4 minggu dalam wadah terbuka pada suhu ruang
(27"-29°C). Selama proses penguraian berlangsung, setiap hari
dilakukan pengadukan untuk aerasi dan juga membebaskan gas yang diproduksi selama proses berlangsung. Pengukuran pH dilakukan setiap dua hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu dilakukan penyaringan untuk memisahkan padatan yang ada. Cairan yang dihasilkan kemudian dianalisa kandungan karbon organik,
total nitrogen organik, P tersedia, kadar kalium dan nitratnya. Alur pembuatan pupuk cair dapat dilihat dari Gambar 4. Limbah cair buatan
(tanpa aktivator) Perlakuan B (+EM4
Perlakuan C
0,1% + 10% dedak+O,l% gula pasir)
(+asam asetat 3,5% )
bentuk cairan dan padatan
-
Pengukuran pH setiap 2 hari selama 4 minggu
+ Proses penguraian, suhu ruang selama 4 ininggu
I
CI' Penyaringan
Q Cairan
4
Uji kualitas pupuk N, P, K, C, dan N03-
-
Aplikasi terhadap tanaman bayam (tinggi dan jumlah daun) Gambar 3. Alur pembuatan pupuk organik cair (Modifikasi dari Nengsih 2002).
3.3.3 Aplikasi pupuk organik cair pada tanaman bayam (A. tricolor)
Pupuk cair yang dihasilkan kemudian diaplikasikan pada tanaman bayam (A. tricolor). Tanaman bayam ditanam padapolybag berukuran 35 x 35 cm dan diisi dengan tanah sebanyak 3 kg. Bibit bayam yang digunakan adalah sebanyak 0,015 grlpoyibag (Lampiran 1). Bibit sebanyak 0,015 gr akan menghasilkan anakan bayam sebanyak 10-12 batang. Bibit tersebut teriebih dahulu disemai selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, anakan tanaman bayam dipindahkan ke polybag (dihitung sebagai 0 MST (Minggu Setelah Tanam)). Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu '/z dosis pada saat penanaman di polybag dan % dosis pada saat tanaman berumur 2 MST ( Minggu Setelah Tanam) (Hadisoeganda 1996). Tanaman bayam kemudian dipanen pada umur 3 MST. Perlakuan dan dosis pemupukan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 6. Dosis pemupukan yang diberikan berdasarkan perhitungan kebutuhan unsur hara terutama N (Lampiran 1). Setiap perlakuan terdiri dari 3 kali ulangan sehingga didapatkan 18 unit percobaan. Tabel 6. Dosis pemupukan tanaman bayam (A tricolor)
-
Perlakuan
Kode
-
Dosislpolybag
TI
Kontrol negatif
T2
Limbah cair (tanpa penguraian 200 ml
tanpa pupuk
terlebih dahulu) Pupuk A
200 ml
Pupuk B
200 ml
Pupuk C
200 ml
Kontrol positif
Urea (45mg) + SP36 (0,4 mg) + KC1 (0,15 mg)
Kemudian dilakukan pengamatan terhadap tanaman bayam setiap minggu selama 3 minggu, ini berdasarkan umur panen tanaman bayam yaitu 21( 3MST) sampai 28 hari (4MST) (Hadisoeganda 1996). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumiah daun.
3.4 Prosedur Analisis Analisis yang diamati meliputi temperatur, derajat keasaman (pH), karbon organik, total nitrogen, fosfor tersedia, kalium yang dapat dipertukarkan, pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman bayam.
,
3.4.1 pH Nilai pH selama penguraian bahan organik diukur dengan menggunakan pH meter. pH meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam larutan buffer yang telah diketahui pH-nya. Kemudian elektroda tersebut dibilas dengan aquades dan dicelupkan kembali ke dalam aquades, skala pH meter diatur di angka 7. Selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tisu. Setelah dikalibrasi pH meter dapat digunakan untuk mengukur pH sampel, dengan cara mencelupkan elektroda ke dalam 50 ml sampel yang dimasukan ke dalam erlenmeyer. 3.4.2 Karbon organik (AOAC 1999) Pengukuran karbon organik menggunakan metode Walkey dan Black (pengoksidasian dengan kromat dan asam sulfat). Sampel sebanyak 1 ml di tambahkan dengan 10 ml K2Cr207 dan 5 ml H2S04 pekat, kemudian di panaskan di atas penangas air sampai semua sampel melarut. Sampel yang sudah larut diencerkan menjadi 100 ml dengan akuades. Larutan ini kemudian dipipet 10 ml kedalam erlemeyer dan ditetesi indikator feroin 3 tetes (feroin adalah campuran FeS04.7HzO dan ortho pnenantrolin), selanjutnya dititrasi dengan larutan FeS04 0,5 N sampai terjadi perubahan wama hijau menjadi coklat.
Total C organik (%) = Keterangan : Me N V
(me KzCrz07 -me FeSOI) x 0,033 x 1,33 x 200 bobot sarnpel : N xV : normalitas
: Volume
3.4.3 Nitrogen total (AOAC 1999) Nitrogen total dianalisis dengan menggunakan metode kjedahl, titrimetri. Sampel sebanyak 5 ml ditambahkan dengan H2S04 pekat dengan katalis selenium mixture (Se+CuS04+Na2S04).Kemudian didestruksi sampai menjadi jemih/ putih
(semua N di ubah menjadi (NH&S04).
Sampel
didinginkan setelah itu
didestilasi dengan menambahkan 20 ml NaOH 50% untuk melepaskan NH3 yang ditampung dengan larutan asam borat 1%.
Sampel yang telah didestilasi
selanjutnya dititrasi dengan HCI encer (0,OSN) dengan indikator Conway.
N total (?A)=
volHC1xNHClx 14x 100% Bobot sampel
3.4.4 Fosfor tersedia (AOAC 1999) Fosfor tersedia dianalisis dengan menggunakan metode Bray atau Bray I (pengukuran dengan spektrophotometer).
Sampel sebanyak 1 ml diekstrak
dengan 10 ml larutan Bray I1 ( NH4F + asam ) disaring, kemudian ditambahkan dengan larutan amonium molibdat
+ asam borat dan direduksi dengan pereduksi
asam askorbat sampai timbul warna biru. Kerapatan optik sampel diukur dengan menggunakan spectrophotometer dengan panjang gelombang 660 nm sebagai pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan konsentrasi fosfor 0,1,2,3,4,5 ppm.
P tersedia =
P dalam Iarutan x faktor pengenceran x 100% bobot sarnpel
3.4.5 Kalium yaug dapat dipertukarkan (AOAC 1999) Kalium dapat dianalisis dengan Metode Pertukaran Kation. Dilakukan ekstraksi dengan larutan N h O A c pH 7,O N selanjutnya diukur dengan Instrument Atomic Absortion Spetrophotometer (AAS) pada panjang gelombang 768 nm. Sebagai pembanding dilakukan penetapan deret standar dengan konsentrasi 0, 1,2 dan 3 ppm
K=
vol x faktor pengenceran x K dalam larutan x 100% bobot sampel
3.4.6 Nitrat (AOAC 1999) Pada penentuan ini digunakan larutan standar nitrat yang dibuat dengan melarutkan 721,s mg KNO,
dalam 100 ml air suling dan diencerkan sampai
volume 1000 ml. Konsentrasi nitrat untuk pembuatan kurva kalibrasi adalah 0,O-2,O mgll serta reagen brusi-asam sulfalinik yang dibuat dengan melarutkan 1
gr brusinsulfat dengan 0,l gr asam sulfalinik dalam 70 ml air suling. Selanjutnya ditambahkan 3 ml HCI pekat dan diencerkan sampai volume 100 ml. Prosedur analisisnya adalah 10 ml contoh yang telah dijernihkan dimasukkan ke dalam erlemneyer 50 ml dan ditambahkan 2 ml larutan NaCl30% dan 10 ml H2S04 pekat. Selanjutnya larutan diaduk dan dibiarkan hingga dingin. Setelah itu ke dalam larutan tersebut ditambahkan 0,5 ml reagen brusin-asam sulfalinik dan dipanaskan dengan penangas air pada suhu 95OC selama 20 menit dan didinginkan. Kemudian dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 410 nm. Konsentrasi NO3-N ditentukan dengan mengunakan kurva kalibrasi. 3.4.7 Tinggi tanaman bayam (A. tricolor)
Pengukuran dan pengamatan tinggi tanaman bayam (A. tricolor) dilakukan setiap 1 minggu selama 3 minggu. Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai titik tumbuh dengan menggunakan penggaris. Untuk Laju pertambahan tinggi tanaman didapat dari perhitungan berikut:
Laju pertambahan tinggi tanaman =
selisih pertambahan tinggi tanaman waktu
3.4.8 Jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)
Pengukuran dan pengamatan jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor) dilakukan setiap 1 minggu selama 3 minggu. Jumlah daun dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah berkembang sempurna. 3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis nilai pH
Data perubahan pH selama proses penguraian bahan organik dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan dieksplorasi dalam bentuk diagram garis. Alasan dipilih diagram garis dinilai lebih efektif dibandingkan dengan diagram batang. Selain itu tampilan dalam bentuk diagram garis lebih sesuai untuk menganalisis kecendrungan data.
3.5.1 Analisis kualitas pupuk organik cair
Nilai total C organik, N total, P tersedia, K yang dapat dipertukarkan dan nitrat pupuk cair organik yang didapatkan dianalisis secara deskriptif kuantitatif dan dieksplorasi dalam bentuk tabel dan diagram batang. 3.5.2 Analisis pertumbuhau tanaman bayam (A. tricolor)
Data laju pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun yang didapatkan kemudian diolah secara statistik dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 kali ulangan, sehingga diperoleh 18 unit percobaan Model matematika yang digunakan adalah: Yij=p+cxi+&ij
Keterangan: yij p ai ~ i j
=Respon tanaman yang diamati = Nilai tengah umum =Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1,2,3,4, 5 , 6 ) =Galat percobaan perlakuan ke I pada ulangan ke j (j= 1,2,3)
Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut: Ho : pi = p ( perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)
HI : pi# p (paling sedikit ada sepasang perlakuan dimana p, # p). Selanjutnya hasil sidik ragam yang menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji beda nyata jujur Tukey'S (BNJ) pada selang kepercayaan 95 % (Mattjik dan Sumertajaya 2000). Data diolah dengan menggunakan SPSS 13 for windows.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Hara Limbah Cair Buatan
Karakteristik limbah cair merupakan ha1 yang sangat penting diketahui pada tahap awal proses pengolahan limbah cair. Limbah cair yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cair buatan. Fomulasi limbah cair buatan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Fauzi et al. (2003) yaitu limbah cair buatan dengan perbandingan limbah padat ikan dan volume air 1 5 . Limbah cair buatan digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair ini karena memiliki karakteristik yang lebih stabil dan inudah dikendalikan, nisbah yang diperoleh akan lebih terpantau sehingga pembuatan pupuk organik cair di laboratorium akan lebih seragam. Kandungan hara dalam limbah cair buatan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil analisis kandungan hara limbah cair buatan Parameter
N total (mg/l) Total C organik (mg/l) CM
P tersedia (mg/l) K yang dapat dpertukarkan (mg/l) pH
Limbah cair buatan
*
628,lO 35,02 2115,56*215,22 3,37 241,lO &4,16 246,OO 30,78 6,96 0,02
* *
Dapat dilihat bahwa kandungan hara limbah limbah cair tersebut memiliki kandungan N total, total C organik, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan yang bervariasi. Dilihat dari nilai C/N maka limbah cair buatan ini memiliki kandungan N total yang tinggi dan kandungan total C organiknya yang rendah. Dilihat dari kandungan unsur haranya tersebut maka limbah cair ini mempunyai potensi untuk digunakan sebagai pupuk. Rata-rata kandungan N total dalam limbah cair buatan adalah 628,lO mg/l. N total merupakan jumlah nitrigen totla dalam limbah baik itu organik maupun anorganik. Dalam air limbah nitrogen akan terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen amonia. Nitrogen organik terutama terdapat sebagai protein. Protein ini akan diuraikan oleh mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu nitrogen (N) (Jenie dan Rahayu 1993).
Rata-rata kandungan total C organik limbah cair buatan adalah sebesar 2115,56 mg/l. Oksidasi senyawa-senyawa yang mengandung total C organik menggambarkan mekanisme dimana mikroorganisme heterotrof memperoleh energi untuk sintesis. Dalam sistem anaerobik, ~nolekuloksigen tidak dapat menjadi aseptor elektron dan semua karbon yang direspirasi tidak akan dirubah menjadi karbon dioksida. Dibawah kondisi anaerobik karbon organik diubah menjadi sel-sel mikroorganisme baru, karbon dioksida, metana dan lain-lain (Jenie dan Rahayu 1993). Nilai C/N dari iimbah cair buatan adalah 3,37. Nilai CM yang rendah (C/N<20) menunjukkan ketersedian senyawa karbon yang rendah.
Karbon
merupakan sumber energi yang digunakan oleh mikroorganisme untuk mengikat nitrogen. Nilai C/N yang rendah akan mengganggu proses penguraian bahan organik yang disebabkan oleh keterbatasan senyawa karbon yang tersedia dan pupuk organik yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang rendah . Kandungan P tersedia limbah cair buatan adalah 241,lO mg/i. Dalam air limbah fosfat terdapat dalam tiga bentuk persenyawaan yaitu P anorganik mudah larut, P organik terlarut dan P organik tersuspensi (Notohadiprawiro 1999). Fosfor anorganik yang terlarut terdapat dalam bentuk ortofosfat. Kandungan kadar K dari limbah cair buatan ini adalah 246,OO mgll. Hasil analisis unsur hara limbah cair buatan ini memiliki nilai pH 6,96. Hasil analisis nilai pH limbah cair buatan ini hampir sama dengan hasil analisis nilai pH yang dilaporkan oleh Fauzi et al. (2003) yaitu 6,95. Menurut Jenie dan Rahayu (1993) efluen dari industri pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7.
4.2 Penguraian Bahan Organik dan Kualitas Pupuk Organik Cair Pembuatan pupuk cair organik dari limbah cair dapat dilakukan dengan cara penguraian secara anaerobik fakultatif. Mikroorganisme fakuitatif dapat hidup dalam keadan aerob dan anaerob, bila tidak ada oksigen dalam lingkungan mereka mampu memperoleh energi dari bahan organik dengan mekanisme anaerob, tetapi bila terdapat oksigen terlarut, maka pemecahan bahan organik menjadi lebih sempurna (Jenie dan Rahayu 1993). Proses penguraian berjalan selnpurna apabila nilai pH mendekati 7, terjadi penurunan temperatur dan terbentuk nitrat. Adapun ciri-ciri penguraian bahan organik ini antara lain temperatur yang dicapai rendah,
menghasilkan gas berbau seperti amonia (NH3), asam-asam organik, pH rendah (5-7) dan waktu pencapaian kematangan bahan organik yang lebih lama (Sutanto 2002). 4.2.1 Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik
Salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme didalam media penguraian bahan organik adalah pH.
pH optimum untuk proses
penguraian bahan organik menurut Sutanto (2002) antara 5,O-8,O. Akhir proses penguraian menghasilkan pupuk organik cair yang bersifat asam, netral, dan alkalis sebagai akibat dari sifat bahan organik. Dari hasil analisis awal pH limbah cair buatan berkisar antara 6,95- 6,98. Perubahan nilai pH yang terjadi selama penguraian bahan organik dapat dilihat pada Gambar 4 dan Lampiran 2.
. I . . . . . . . . . . . . I
4 1 1
3
5
7
9
11
13 15
17 19 21 23
25 27
29
waktu (hari)
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 + lO%dedak aktivator asam asetat
+ 0,1% gula, C:
Gambar 4. Perubahan pH selama proses penguraian bahan organik. Pada Gambar 4 dapat dilihat untuk semua perlakuan, pada awal proses penguraian bahan organik terjadi penurunan nilai pH dan kemudian terjadi kenaikan nilai pH pada akhir penguraian bahan organik.
Pada pupuk A
mengalami penurunan nilai pH sampai pada hari ke-7 dimana nilai pH nya adalah 5,78. Selajutnya nilai pH tersebut cenderung kembali meningkat. Pada pupuk B nilai pH juga mengalami penurunan sampai pada hari ke-7 dimana nilai pHnya adalah 4,86 dan selanjutnya nilai pH tersebut kembali meningkat. Nilai pH pada p~tpukC mengalami penurunan sampai pada hari ke-3 dimana nilai pHnya adalah 4,58 dan kemudian nilai pH tersebut kembali meningkat. Nilai pH turun pada
awal proses penguraian bahan organik karena adanya aktivitas bakteri seperti bakteri asam laktat, yang menghasilkan asam organik seperti asam laktat, asam asetat atau asam piruvat.
Asam-asam organik ini berasal dari penguraian
karbohidrat, protein dan lemak (Suriawiria 2003). Perbedaan penurunan nilai pH tersebut disebabkan perbedaan jumlah asam organik yang dihasilkan. Pada pupuk A penurunan nilai pH nya hanya sedikit yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang rendah, sehingga penguraian bahan organik berlangsung lambat dan menghasilkan asam organik yang jumlahnya lebih rendah. Aktivitas mikroorganisme ditentukan oleh kondisi bahan yang diuraikan, dimana pada pupuk A hanya menggunakan limbah cair tanpa penambahan bahan apapun sehingga terjadi keterbatasan unsur C untuk aktivitas mikroorganisme. Pada pupuk B terjadi penurunan nilai pH yang besar. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan inokulan bakteri akan menyebabkan proses penguraian bahan organik menghasilkan asam organik akan berlangsung lebih cepat. Terbentuknya asam-asam organik tersebut diduga merupakan hasil dari peguraian bahan organik
oleh mikroorganisme yang terdapat dalam EM4
ter~itamaoleh bakteri Lactobacillus sp. Selain itu penambahan dedak sebesar 10% akan meningkatkan total C organik bahan sehingga aktivitas dari mikroorganisme tidak terganggu. Pada pupuk C penambahan asam asetat akan menyebabkan penurunan nilai pH yang lebih cepat dan lebih asam. Asam asetat disini berfungsi sebagai sumber C dan juga membuat suasana asam yang akan merangsang pertumbuhan bakteri
tertentu dan juga menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Asam asetat dapat dimanfaatkan sebagai sumber C melalui serangkaian reaksi (siklus asam glioksilat). Pada suasana asam akan merangsang pertumbuhan bakteri yang tahan terhadap asam dan bakteri pemecah asam asetat (Schlegel dan Schmidt 1994). Setelah beberapa hari akan terjadi peningkatan nilai pH. Nilai pH yang kembali meningkat dapat disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dalam pemecahan nitrogen organik menjadi amonia (Jenie dan Rahayu 1993). Selain itu juga disebabkan oleh munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang diuraikan seperti bakteri metana yang mampu memecah asam asetat menjadi gas metana,
sehingga pH akan kembali meningkat. Mikroorganisme ini akan memanfaatkan asam-asam organik yang dihasilkan sehinggga pH bahan akan kembali naik setelah beberapa hari (Mulyadi 1994). Nilai pH akhir dari proses penguraian bahan organik bersifat asam. Pada pupuk A pH bahan mendekati netral dengan nilai pH 6,s. Pada pupuk B dan C pH akhir bersifat asam yang berkisar yaitu 5,3 dan 5,6. pH bahan yang bersifat asam diduga disebabkan oleh proses penguraian yang belum sempuma. Berdasarkan ha1 tersebut untuk perlakuan A sudah memenuhi standar nilai pH menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 (6,SO-7,49), sedangkan untuk pupuk B dan C belum memenuhi standar pH dari SNI tersebut. 4.2.2 Kualitas pupuk organik cair
Kualitas pupuk organik dapat ditentukan dengan kandungan unsur hara pupuk organik tersebut. Unsur hara pada akhir proses penguraian bahan organik akan lebih stabil dan mantap dan terjadi penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Perbandingan antara pupuk organik yang dihasilkan dengan SNI pupuk organik 19-7030-2004 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan pupuk organik cair yang dihasilkan dengan SNI pupuk organik 19-7030-2004 Parameter
PupukA
PupukB
Pupuk C
SNI 19-70302004
N total (mgll)
570,44
1064,93
554,13
>4000
Total C organik (mgll)
2102,83
9622,30
2217,30
9800-32000
rasio C/N
3,69
9,04
4,07
11-20
p (mg/l)
151,77
649,40
230,70
>lo00
K (mgll)
157
548
210
>2000
PH
63
533
5,6
6,8O-7,49
4.2.2.1 Kandungan total C organik, N total, dau nilai C/N
Karbon organik merupakan salah satu unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah banyak dan berfungsi sebagai pembangun bahan organik. Nitrogen berfungsi sebagai nutrien atau biostimulan. Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam sintesa protein. Hasil analisis kandungan total C organik, N total dan nilai CiN dari pupuk organik cair yang dihasilkan dapat dilihat pada
Tabel 8. Total C organik dalam pupuk organik cair dipengaruhi oleh metode penguraian bahan organik, kualitas bahan organik dan aktifitas mikroorganisme yang terlibat dalam penguraian bahan organik. Gambar 5 menunjukkan hasil
[
analisis kandungan total C organik.
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 +lO%dedak + 0,1% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 5. Rata-rata kandungan total C organik Pupuk B (aktivator EM4) menghasilkan kandungan C organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 9622,30 5 149,37 mg/l. Sedangkan pupuk A menghasilkan kandungan total C organik yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu 2102,83
%
120,85. Hal ini diduga
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan adanya penambahan bahan yang dilakukan pada pupuk B (dedak 10 %) dan pupuk C (asam asetat 3,5 %). Oksidasi senyawa-senyawa yang mengandung total C organik menggambarkan mekanisme dimana organisme heterotrof memperoleh energi untuk sintesis. Dibawah kondisi anaerobik karbon organik diubah menjadi sel-sel mikroorganisme baru, karbon dioksida, metana dan lain-lain (Jenie dan Rahayu 1993). Dari hasil analisa kualitas pupuk organik cair memiliki kandungan total C organik berkisar antara 2102,83 - 9622,30 mgll. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi nilai total C organik menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu 9,80-32,OO % (98000-320000 mg/l). Dalam ha1 ini masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan kandungan total C organik dari pupuk organik cair yang dihasilkan.
Dalam air limbah nitrogen total terdapat sebagai nitrogen organik dan nitrogen anorganik. Nitrogen merupakan unsur penyusun yang penting dalam sintesa protein. Sebagian besar dari nitrogen total dalam air dapat terikat sebagai nitrogen organik, yaitu dalam bahan-bahan berprotein. Bentuk utama nitrogen di air limbah adalah meterial protein. Senyawa-senyawa nitrogen terdapat dalam bentuk terlarut atau sebagai bahan tersuspensi. Jenis nitrogen di air meliputi nitrogen organik, amonia, nitrit, dan nitrat. Proporsinya tergantung degradasi bahan organik yang berlangsung (Sugiharto 1994). Kandungan N total pupuk organik cair dapat dilihat pada Gambar 6.
B
Perlakuan
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 +lO%dedak +01% gula, C: aktivator asam asetat
Gambar 6. Rata-rata kandungan N total Pupuk B memiliki kandungan N total terbesar, yaitu 1064,93 5 64,41 mgll, sedangkan pupuk C memiliki kandungan N total yang lebih rendah dari pada perlakuan yang
lain yaitu
sebesar 554,13
81,37 mg/l.
Hal ini diduga
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme dan adanya penambahan bahan yang dilakukan pada pupuk B (dedak 10 %). Proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi kandungan N total pupuk organik cair. Hal ini disebabkan oleh
aktivitas
mikroorganisme dimana mikroorganisme selain merombak nitrogen tersebut juga menggunakannya untuk aktivitas metabolisme hidupnya
(Notohadiprawiro
1999). Kandungan N total pupuk organik cair yang dihasilkan berkisar antara 544,13-1064,93 mg/l. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi kandungan N total menurut SNI pupuk organik 19-
7030-2004 yaitu > 0,40% (4000 mgll). Dalam ha1 ini masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan kandungan N total dari pupuk organik cair yang dihasilkan. Nilai C M merupakan kandungan relatif bahan organik terhadap kandungan nitrogennya. Nilai C M menunjukkan tingkat kematangan pada proses penguraian bahan organik. Nilai C M bahan organik matang berkisar 5-20 (Haug 1980 diacu dalam Nengseih 2002). Secara umum selama proses penguraian bahan organik total C organik maupun N total akan mengalami penurunan akibat aktifitas bakteri. Nilai C M pupuk organik cair berkisar antara 3,69-9,04. Berdasarkan nilai tersebut nilai C M pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi nilai C M menurut SNI 19-7030-2004 yaitull-20
. Menurut Sutanto 2002 nilai C M pupuk
yang baik akan mendekati nilai C/N tanah yaitu 12. Pada nilai ini merupakan kondisi paling baik yang akan mempengaruhi efisiensi pemanfaatan unsur hara yang terdapat pada pupuk oleh tanaman.
Nitrat nitrogen yang merupakan turunan dari nitrit adalah bentuk nitrogen yang paling teroksidasi dalam limbah. Nitrat merupakan jenis nitrogen yang paling dinamis dan menjadi bentuk paling dominan pada sungai, keluaran air tanah dan deposit atmosfer ke laut (Kirchman 2000). Nitrat dapat ditangkap oleh akar tanaman, tetapi penangkapan hanya terjadi di sekitar akar selama pertumbuhan. Kandungan nitrat pupuk organik cair dapat dilihat pada Gambar 7.
A
B
C
Psrlakuan
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, 0: aktivator EM4 +10%dedak aktivator asam asetat
Gambar 7. Rata-rata kandungan nitrat ( N 0 3 . )
+ 0,1% gula, C:
Hasil analisa kimia kandungan nitrat pupuk organik 3,03
* 4,51 mg/l.
berkisar antara
Pupuk B memiliki kandungan nitrat terbesar dibandingkan
dengan perlakuan yang lain yaitu 4,51
* 0,06 mg/l.
memiliki kandungan nitrat berturut-turut sebesar 3,03
Pada pupuk A dan C
* 0,13 mg/l dan 3,31 * 0,16
mg/l. Kandungan nitrat pupuk organik cair dipengaruhi oleh proses pengnraian yang terjadi dan juga kehilangan volatilisasi yang terjadi selama proses penguraian bahan organik berlangsung (Sutedjo et al. 1991). Pembentukan nitrat sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen yang terlarut. Apabila kandungan oksigen > 2 mg/l maka proses nitrifikasi membentuk nitrat akan terjadi. Selain itu pembentukan nitrat juga dipengaruhi oleh kandungan amoniak yang ada. Kandungan amonia
dipengaruhi keberadaan unsur lain seperti karbohidrat
(sebagai sumber C) (Sutedjo et al. 1991). 4.2.2.3 Fosfor tersedia
Fosfor dalam tanaman berfungsi untuk pembentukan bunga, buah dan biji serta mempercepat pematangan buah. Fosfor diambil tanaman terutama dalam bentuk H ~ P O ~dan ' HPO;.
Penanganan anaerobik fosfat akan mengalami
likuifikasi (pencairan) bahan organik dan senyawa fosfor anorganik akan dilepaskan dari senyawa organik. Hasil dari unit anaerobik mengandung senyawa fosfor terlarut dalam konsentrasi kecil.
Hidrolisis fosfat yang terkondensasi
menjadi ortofosfat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan konsentrasi mikroba (Jenie dan Rahayu 1993). Gambar 8 menunjukkan hasil analisis kandungan P tersedia pupuk organik cair. Pupuk B ( aktivator E a ) menghasilkan kandungan hara P tersedia yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 649,40 + 4,22 mg/l. Sementara itu pupuk A ( tanpa aktivator) memiliki kandungan P tersedia yang
*
lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 151,77 6,25 mg/l. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam organik selama proses penguraian pada pupuk B lebih banyak dan akan menyebabkan daya larut unsur-unsur hara seperti Ca, P dan K menjadi lebih tinggi, sehingga lebih banyak P tersedia bagi tanaman (Donahue 1970 diacu dalam Tim Penelitian Tanah 1995). Dari hasil analisa kualitas pupuk organik cair memiliki kandungan unsur hara P tersedia berkisar antara 151,77-649,40 mgll.
Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk
organik cair yang dihasilkan belum memenuhi kandungan P menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu > 0,10% (1000 mgll). Dalam ha1 ini masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan kandungan P dari pupuk organik cair yang dihasilkan. 7
A
B
Perlakuan Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, 9: aktivator EM4 +10%dedak aktivator asam asetat
+ 0,1% gula,
C:
Gambar 8. Rata-rata kandungan P tersedia Proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi kandungan P tersedia pupuk organik cair. Hal ini disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme.
Mikroorganisme selain merombak P organik menjadi P
anorganik juga menggunakan unsur P untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro 1999). 4.2.2.4 Kalium yang dapat dipertukarkan
Kalium dalam tanaman berperan mempengaruhi penyerapan unsur lain, perkembangan akar dan daya tahan terhadap penyakit dan kekeringan. Kalium berfungsi memperkuat tubuh tanaman. Pada tanaman kekurangan unsur K akan menyebabkan daun benvarna kuniug seperti terbakar, tidak tahan kering dan mudah diserang penyakit. Rata-rata kandungan kalium pupuk organik cair dapat dilihat pada Gambar 9.
8
Perlakuan
I
I
Keterangan : A: Limbah cair tanpa aktivator, B: aktivator EM4 aktivator asam asetat
+ lO%dedak + 0,1% gula,
C:
Gambar 9. Rata-rata kandungan kalium Pupuk B ( aktivator EM4) menghasilkan kandungan hara kadar kalium yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 548
+ 95,77 mg/l.
Sementara itu pupuk A (tanpa aktivator) memiliki kandungan kalium yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 157 + 14,93 mg/l. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam organik selama proses penguraian pada pupuk
B lebih banyak dan akan menyebabkan daya larut unsur-unsur hara seperti Ca, P dan K menjadi lebih tinggi, sehingga lebih banyak K+ bagi tanaman (Donahue 1970 diacu dalam Tim Penelitian Tanah 1995). Dari hasil analisa kualitas pupuk organik cair memiliki kandungan unsur hara kalium berkisar antara 157-548 mg/l. Berdasarkan nilai tersebut maka pupuk organik cair yang dihasilkan belum memenuhi kandungan K menurut SNI pupuk organik 19-7030-2004 yaitu > 0,20% (2000 mg/l). Dalam ha1 ini masih perlu optimalisasi untuk meningkatkan kandungan P dari pupuk organik cair yang dihasilkan. Proses penguraian bahan organik yang dilakukan akan mengurangi kandungan K pupuk organik cair. Hal ini diduga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme. Mikroorganisme selain merombak kalium juga menggunakan kalium untuk aktivitas metabolisme hidupnya (Notohadiprawiro 1999). 4.3 Aplikasi Pupuk Organik Cair Terhadap Tanaman Bayam (A. tricolor)
Pemupukan pada tanaman bayam, harus memperhatikan dosis pupuk yang diberikan. Pemupukan dilakukan pada minggu pertama dan kedua setelah tanam. Pemupukan dilakukan sebelum pukul 09.00 WIB atau sesudah pukul 15.00 WIB
dengan cara menyemprotkan ke daun dan menyiramkan pada media tanah. Sementara penyiraman tanaman dilakukan setiap hari (Redaksi Trubus 1999) Pengujian pengaruh pupuk cair organik terhadap pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) dilakukan sampai tanaman berumur 3 minggu setelah masa tanam (3 MST). Pengamatan terhadap tinggi dan jumlah daun dilakukan setiap minggu. 4.3.1 Laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor)
Bagian batang merupakan struktur tak tentu pada tanaman yang terus menerus tumbuh melalui meristem apikal pada daun. Afinitas merismatik terjadi antara bakal daun.
Mula-mula pembelahan sel terjadi diseluruh bagian
memanjang ruas muda, tetapi kemudian pembelahan sel hanya terjadi daerah ruas tepat diatas buku (nodus). Pertambahan tinggi tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Tinggi tanamnan bayam selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 10. Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk organik cair dari limbah cair industri perikanan meningkatkan tinggi tanaman pada 1, 2, dan 3 MST. Pupuk organik cair mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman terutama unsur N, P dan K. Unsur N, P, dan K terutama dibutuhkan untuk suplai energi pada pembelahan sel dan kekuatan jaringan terutama dinding primer pada jaringan batang dan daun (Salibury dan Ross 1995). Unsur hara yang terdapat pada pupuk organik cair ini akan diserap oleh tanaman bayam. Pada keadaan ini tanaman bayam tumbuh dengan baik karena kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dan proses-proses metabolismenya berjalan dengan lancar. Dari hasil uji lanjut sidik ragam (Lampiran 4) pada I MST terlihat bahwa pemupukan T2, T4, T5 dan T6 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman bayam dibandingkan dengan T I ( kontrol negatif). Tetapi untuk setiap perlakuan pemupukan yang dilakukan tidak berbeda nyata satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh kehutuhan unsur hara tanaman bayam masih relatif sedikit karena umur tanaman yang masih muda, sehingga unsur hara yang terdapat pada pupuk organik cair akan diserap secara optimal dan tidak terjadi kekurangan unsur hara.
Tabel 9. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) (cmlminggu) Waktu
Perlakuan 1 MST
2 MST
3 MST
T1
1,12i0,13n
3,32*0,08a
10,02i2,34a
T2
1,98*0,33~
4,15i0,18~~ 13,13* 1,13ab
T3
1,68&0,06~~ 4,02i0,08~~ 14,47*0.05~
T4
2,25i0,15~
4,22*0,43~
14,95i1,81b
T5
1,90*0,20b
4,02,*0,10ab
13,83f 0,80ab
T6
1,80&0,33~
4,28+0,49~
14,58*1,0lb
Keterangan: 1. superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) hasil uji Tukey's 2. T1( kontrol negatif), T2, (pupuk limbah cair), T3 (pupuk A), T4 (pupuk B), T5 (pupuk C), T6 (kontrol positif).
2 MST
1 MST
3 m
Minggu Setelah Tanam
Gambar 10. Rataan laju pertumbuhan tanaman bayam (A. tricolor) Hasil sidik ragarn pada 2 MST terlihat bahwa pernupukan T4 dan T6 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tarlaman bayam dibandingkan dengan T1 (kontrol negatif). Tetapi untuk setiap perlakuan pemupukan yang dilakukan tidak berbeda nyata satu sama lain.
Pada 2 MST jumlah unsur hara yang
dibutuhkan oleh tanaman bayam akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman bayam. Perlakuan pemupukan T4 dan T6 mampu memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan optimal. Pada perlakuan pernupukan T2, T3, dan T5 tidak berpengaruh nyata
/
terhadap pertambahan tinggi tanaman dibandingkan dengan T1 (kontrol negatif). Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur hara pada masing-masing perlakuan ini relatif lebih kecil sehingga pada 2 MST tanaman akan kekurangan unsur hara dan pertumbuhan tanaman menjadi tidak optimal. Hasil sidik ragam pada 3 MST terlihat bahwa pemupukan T3, T4, dan T6 berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman bayam dibandingkan dengan perlakuan T1 (kontrol negatif). Tetapi untuk setiap perlakuan pemupukan yang dilakukan tidak berbeda nyata satu sama lain. Pemupukan yang diiakukan setelah 2 MST akan meningkatkan jumlah kandungan hara dalam tanah.
Perlakuan
pemupukan T3, T4, dan T6 mampu memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman sehingga petumbuhan tanaman akan optimal. Dari hasil diatas menunjukkan bahwa pemupukan menggunakan pupuk organik cair dari limbah cair industri perikanan akan meningkatkan tinggi tanaman bayam. Perlakuan yang menghasilkan laju pertambahan tinggi terbaik adalah pada T4 yaitu dengan pemupukan perlakuan B. Gambar pertumbuhan tanaman bayam dapat dilihat pada Lampiran 7. 4.3.2. Sumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)
Pembentukan daun diawali dengan adanya pembelahan sel didekat permukaan apeks tajuk. Pembelahan periklinal yang diikuti pertumbuhan sel menyebabkan adanya primodial daun sebagai titik inisiasi pertumbuhan daun muda. Sedangkan pembelahan antiklinal meningkatkan luas permukaan primodial tersebut. Pertambahan jutnlah dan lebar daun disebabkan oleh meristem yang menghasilkan sejumlah sel baru.
Hal ini dipengaruhi oleh hormon untuk
pengaturan pertumbuhan, air untuk turgiditas sel jaringan daun dan jumlah unsur hara terutama N, P, dan K (Salibury dan Ross 1995). Jumlah daun tanaman bayam selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 10 menunjukan rataan jumlah daun tanaman bayam. Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk cair organik dari limbah cair industri perikanan meningkatkan jumlah daun tanaman pada 1, 2, dan 3 MST. Jumlah daun tanaman selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Kondisi lingkungan yang baik akan mendukung
pertumbuhan dan perkembangan yang baik pula.
Tabel 10. Rataan jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor)( helailbatang)
r Perlakuan I T1
Waktu I 0 MST 1 MST 2 MST 3 MST 2,00*0,00a 4,00*0,00a 5,50*0,5Oa 7 , 6 7 ~ 0 , 7 6 ~
T2
2,00+0,00a 4,17f0,28~ 6,50f0,50a 8,83+0,76'
T3
2,00*O,0Oa 4,00+O,0Oa 6,33*O,2Sa 8,83*0,76'
T6
2,00*0,00a 4,00*0,00a 6,33d~0,76~8 , 6 7 ~ 0 , 7 6 ~
Keterangan: 1. supership huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P
Dari hasil tabel sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 1, 2, dan 3 MST. Hal ini disebabkan oleh tanaman bayam merupakan tanaman yang berumur pendek sehingga pertambahan jumlah daun setiap minggunya relatif sama. Hara yang diberikan dalam tanah dalam keadaan kelembapan yang cukup, serta kondisi akar tanaman yang baik akan segera tersedia dan diserap tanaman. Pada keadaan ini tanaman tumbuh dengan baik dimana kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi, sehingga secara fisiologi proses-proses metabolisme berjalan lancar.
Hasil
fotosintesis akan digunakan untuk membentuk tunas-tunas baru yang nantinya akan berkembang menjadi daun (Salibury dan Ross 1995). Dari hasil diatas pemupukan dengan pupuk organik cair yang dihasilkan akan meningkatkan laju pertumbuhan tinggi tanaman, walaupun untuk setiap perlakuan pemupukan yang dilakukan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata.
Sedangkan untuk jumlah daun, pemupukan yang dilakukan tidak
berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman, ha1 ini kemungkinan disebabkan oleh pupuk ini lebih cocok digunakan untuk tanaman jenis lain seperti tanaman bunga atau tanaman buah.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Limbah cair industri perikanan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik dengan cara mengaplikasikan langsung ataupun diuraikan terlebih dahulu. Pada proses penguraian bahan organik terjadi perubahan pH akibat aktivitas miktoorganisme. Pada awal penguraian bahan organik akan terjadi penurunan nilai pH dan kemudian nilai pH tersebut akan kembali meningkat. Kandungan zat hara pada pupuk cair organik yang dihasilkan berbedabeda. Kandungan total C organik, N total, nilai CM, nitrat, P tersedia dan K yang dapat dipertukarkan pupuk organik cair yang dihasilkan masing-masing berkisar antara 2102,83-9622,30 mg/l; 628,lO-1064,93 mgll; 3,69-9,04; 3,03264,5123 mgll; 151,77-649,4 mg/l dan 157-548 mgll. Berdasarkan hasil penelitian perlakuan terbaik terdapat pada pupuk B (aktivator E M 4 Pupuk ini memiliki nilai C/N yang mendekati CM tanah serta kandungan hara N total, P tersedia dan K
yang dapat dipertukarkan yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lain. Tetapi pada perlakuan ini memiliki nilai pH yang masih rendah, sehingga diperlukan optimalisasi untuk memperbaiki kualitas pupuk ini. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa setiap perlakuan pemupukan dengan pupuk cair dari limbah cair industri perikanan meningkatkan tinggi tanaman bayam dan perlakuan yang menghasilkan laju pertambahan tinggi terbaik adalah pada T4. Sedangkan untuk jumlah daun pemupukan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman bayam (A. tricolor). Sehingga diduga pupuk organik cair ini tidak cocok digunakan untuk tanaman bayam. 5.2 Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan adalah: 1. Perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki nilai pH dan unsur hara dari pupuk cair yang dihasilkan sehingga nilai memenuhi SNI pupuk organik 19-7030-2004.
2. Perlu dilakukan penelitian untuk melihat kandungan hara lainnya (hara mikro) dari pupuk cair yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA Aminah S, Soedarsono GB, Sastro Y. 2003. Teknologi Pengomposan. Jakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta Anas I, Widyastuti, Muluk T. 2005. Pemanfaatan limbah pengolahan ikan sebagai bahan pupuk organik. [Laporan Akhir] Penelitian Hibah Bersaing X. Bogoi: Institut Pertanian Bogor Anonima. 2007. Alternatif nutrisi tanaman. www.canopy.brawijaya.ac.id ILayout%204S.pdf [19 Maret 20071 ~ n o n i r n ~ . 2007. Keunggulan makanan fetmentasi. www.pikiranrakyat.com1cetak~06041241cakrawala~lainnya02htm [19 Maret 20071 AOAC.
1999. Official Methods of Analysis of AOAC International. The Association of Official Anali@cals, Contaminants, Drugs. Vol 1. AOAC International. Gaithersburg
BPPT dan Bapedal. 2002. Teknologi pengolahan limbah cair industri. Samarinda: BPPT dan Bapedal Samarinda Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar kualitas unsur makro kompos. SNI 19-7030-2004 Buckman HO, Brady NC. 1979. Sijat dun Ciri Tanah. Goeswono Soepardi, penejemah. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Terjemahan dari: The Nature and Properties of Soils. Davis ML ,Cornwell DA . 1991. Introduction to Enviromental Engineering. 2nd edition. Newyork: McGraw-Hill Fauzi AM, Romli M, Ismayana A, Ibrahim B. 2003. Optimalisasi proses sistem anoksik-aerobik untuk penyisihan nitrogen dalam limbah cair indusrti hasil perikanan. Makalah pada Hibah Bersaing X. Bogor: Institut Pertanian Bogor Hadisoeganda AWW. 1996. Bayattz :Sayuran Penyangga Petani di Indonesia. Bandung: Balai penelitian Tanaman Sayur Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio CODITKN pada proses denitrifikasi limbah cair industri perikanan dengan lumpur aktif. [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor Indriani YH . 1999. Mernbuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Jenie BSL, Rahayu WP. 1993. Yogyakarta: Kanisus
Penanganan Limbah Industri Pangan.
Kirchmen, DL. 2000. Microbial Ecologi of The Oceans. New York: Wiley-Lis Laraspedi. 2004. Kajian penurunan nitrogen amonia pada proses nitrifikasi dalam pengolahan limbah cair industri perikanan.[skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor Mattjik AA, M Sumertajaya. 2000. Perancangun Percobaan dengan Aplikasi SAS dun Minitab. Bogor: IPB Press Medcalf, Eddy. 1991. Wastewater Enginering Treatment, Disposal and Reuse 3 nd. Singapore: McGraw Hill. Inc Mulyadi S. 1994. Pupuk dun carapemupukan. Jakarta: Rineka Cipta Nengsih. 2002. Penggunaan EM4 dan GT1000-WTA dalam pembuatan pupuk organik cair dan padat dari isi rumen limbah RPH. [skripsi]. Bogor: Fakultas Petemakan. Institut Pertanian Bogor Notohadiprawiro T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Prihmantoro H. 1999. Memupuk Tanaman Saytir. Jakarta: Penebar Swadaya. Redaksi Trubus. 1999. Bertanam Sayur Dalam Pot. Jakarta: Penebar Swadaya. Salibury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbzihan. ITB Press. Bandung Saeni MS . 1989. Kimia Lingkungan. Departernen Pendudikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi PAU. IPB Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Baskoro RMT, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Allgen~eneMicrobiologie Setiawati LM. 2001. Uji coba percepatan proses pengomposan komponen sampah domestik skala lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan. Vol 7(1):17-24 Sugiharto. 1994. Dasar-Dasar Pengolahan Air Linzbah. Jakarta: UI Press Suriawiria U. 2003. Mikrobiologi Air dun Dasar-Dasar Pengolahan Bzcangan Secara Biologis. Bandung: PT Alumni Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik Penzasyarakatan dun Pengembangannya. Yogyakarta: Kanisius
Sutarya R, Gruben G, Sutarto H. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sutedjo MM, Kartasapoetra AG, Sastroatmodjo RD. 1991. Mihbiologi Tanah. Jakarta: PT Rineka Cipta Tim Penelitian Tanah. 1995. Studi tentang hasil proses dekomposisi anaerob dalam tanah yang digenangi pengaruh penambahan bahan organik, sifat tanah dan temperatur. Makalah Hibah Bersaing. Bogor: Institut Pertanian Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan bibit bayam yang dibutuhkan per polybag dan perhitungan kebutuhan pupuk tanaman bayam (A. tricolor) a. Perhitungan bibit yang diperlukanlpolybag Tanah yang digunakan per polybag = 3 kg Kebutuhan benih per Ha = 10 kg benih (Hadisoeganda 1996) Bobot tanah 1 Ha = 2.000.000 kg Benih bayam perpolybag = (10 kgl2.000.000 kg) x 3 kg = 0,000015 kg
= 0,015 gr benih perpolybag
b. Kebutuhan pupuk tanaman bayam (Amnranthus sp) (Hadisoeganda 1993): Urea = 300 kglha TSP = 200 kgiha
KC1 = 100 kgka Bobot tanah yang digunakan per polybag = 3 kg
-
Bobot tanah 1 ha 2.000.000 kg Urea =
kg x 300 kglha 2x10A6kg
= 0,45 glpolybag
TSP mengandung 48 % PzO5 Pada penelitian ini digunakan SP-36, maka dihitung dulu kandungan P205 pada TSP, yaitu: 48 200 kglha = 96 kgha P205 TSP = -x 100 Kandungan P205 pada SP-36 = 36 % Maka SP -36 yang diperlukan adalah : SP-36 = 96 kgiha P205 x SP-36lpolybag = KC1 =
100 266,67 kgiha 36
-=
kg x 266,67 = 0 4 glpolybag 2x10A6kg
kg x 100 kglha = 0,15 glpolybag 2x10A6kg
N urea = 451100 x 0,45 grl polibag = 0,203 grl polybag
*
N pada pupuk organik terbesar yang dihasilkan 1,000 grll Volume pupuk yang diperlukan = 0.20311.000 x 1000 mil l l =
203 ml
Lampiran 2. Data pembahan pH selama proses penguraian bahan organik
Lampiran 3. Data tinggi tanaman bayam (A hicolor) (cm) a. Tinggi tanaman bayam (cm)
b. Laju pertambahan tinggi tanaman bayam (A tricolor) (cmlminggu)
T6
2 3 1 2 3
2.25 2.1 2.1 1.9 1.7
4.65 4.15 3.9 4.1 4.05
16.85 14.75 13.5 13.25 14.75
c. Nilai rata-rata laju pertumbuhan tanarnan bayam (A tricolor) (cdminggu)
Lampiran 4. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman bayam (A tricolor) ANOVA
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: mstl Tukey HSD
1 -1 I
perlakuan kontrol negatif
perlakuan A
perlakuan 8
limbah segar
(d) kontrol positif perlakuan A perlakuan B perlakuan C
perlakuan A perlakuan B perlakuan C limbah segar kontroi negatif kontrol positif
I
yr:
Difference -.68333'
1 1
I
Std. Error ,18156
.OOOOO ,56667 -.I1687
,18156 ,18166 ,18156
.I0000 ,68333. .OOOOO ,11667 -.45000 -.10000
,18156 .I6156 ,18156 ,18156 ,18156 ,18156
1
I
I
Sig. ,025
1.000 ,074 ,985
-.6098 -.0432 -.7265
,6098 1.1765 ,4932
,993 ,025 1.000 ,985 ,205 ,993
-.5098 ,0735 -.6098 -.4932 -1.0598 -.7098
,7098 1.2932 ,6098 ,7265 ,1598 ,5098
perlakuan C limbah segar konlml negatif kontml positif perlakuan A Derlakuan C
kontrol positif perlakuan A perlakuan B limbah segar kontml negatif kontrol positif periakuan A perlakuan B perlakuan C
'. The mean difference is significant at the .05 level.
Multiple Comparisons Dependent Variable: mst2 Tukey HSD
I (I) periakuan kontrol negatif
kontrol positif
perlakuan A
perlakuan B
perlakuan C
iimbah seaar -
(J) perlakuan kontmi positif periakuan A perlakuan B periakuan C Ernbah segar kontrol negatif perlakuan A perlakuan B perlakuan C lirnbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan B periakuan C limbah segar konlrol negatif kontrol positif perlakuan A perlakuan C lirnbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan A periakuan B iirnbah segar kontrol ne~atifI kontrol positif periakuan A perlakuan B perlakuan C
I Mean Difference (I-J) -.98667' -.70000 -.90000' -.70000
-.20000 -.I3333 ,83333'1 -.I3333 ,13333 -.06667 .I3333
I
I
Std. Error ,22587 ,22587 ,22587 ,22587
Sig. ,011 ,077 ,017 ,077
,22567 ,22587 ,22587 ,22587 ,22587 ,22587 ,22587
,943 .990 ,029 ,990 .990 1.000 .990
'.The mean difference is significant at the .05 level.
1
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.7254 -.2080 ,0587 -1.4587 -.I413 -1.6587 ,0587 -1.4587
1
-.9587 -.8920 ,0748 -.6920 -6254 -.8254 4254
,5587 ,6254
1
1.5920 ,6254 ,8920 ,6920 ,8920
Multiple Comparisons Dependent Variable: mst3
I
(I) periakuan kontrol negatif
kontrol positif
perlakuan A
I I
periakuan E
perlakuan C
(J) perlakuan kontrol positif perlakuan A . perlakuan B perlakuan C limbah segar kontrol negatif perlakuan A perlakuan B lirnbah segar kontrol negatif kontrol positif periakua" perlakuan C iirnbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan C limbah segar kontrol negatif
I 1 1
Mean Difference Std. Error (I-J) -4.56667' 1.15225 4.45000*1 1.1522" 4.93333' 1.15225 -3.81667 1.15225 1.15225 -3.11667 1.15225 4.56667' ,11687 1.15225 1.15225 -.36667 1.45000 4.45000'1 -.I1667
1
1.33333 4.93333'1
1
1.81667 3.81667
1
1
1.15225 1.15225 1.15225 1.1522" 1.15225 1.I5225 1.15225
Sig. ,018
:OZ;
I
,054 ,145 ,018 1.000 ,999
1 1
,801 ,021 1.000
:=
1
348 .011
1
I 1
95% Confidence interval Lower Bound Upper Bound -8.4370 1 -5963 4.3203 -5797 -8.8037 -1.0630 -7.6870 ,0537 ,7537 -6.9870 8.4370 ,6983 -3.7537 3.9870 -4.2370 3.5037
"/
I
-2.4203 ,5797 -3.9870 4.3537 -3.2370 -2.5370 1.0630 -3.5037 -2.7537
perlakuan A perlakuan B
-63333 -1.11667
perlakuanA perlakuan B
-1.33333 -1.81667
T h e mean difference is significant at the .I i level
1
1
1 1
5.3203 8.3203 3.7537 3.3870 4.5037 5.2037 8.8037 4.2370 4.9870
Homogeneous Subsets mstl
1 1 1 1
Tukey H S ~ perlakuan kontrol negatif perlakuan A kontrol poiitif limbah segar perlakuan C perlakuan B Sig.
I
N
3
1
Subset for alpha = .05 2 1 1.1167 1
,074
1.8000 1.8000 1.9000 2.2500 ,074
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Tukey H S D ~ Subset for alpha = .05 2 1 3.3167 3 4.0167 3 4.0167 4.0167 4.0167 3 3 4.1500 4.2167 3 4.2833 3 .077 ,838 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. perlakuan kontrol negatif perlakuan A perlakuan C limbah segar perlakuan B kontrol positif Sig.
N
Tukey H S ~ perlakuan kontrol negatif limbah segar perlakuan C perlakuan A kontrol positif perlakuan B Sig.
N 3 3 3 3 3 3
Subset for alpha = .05 1 2 10.0167 13.1333 13.1333 13.8333 13.8333 14.4667 14.5833 14.9500 ,054 ,627
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 5. Jumlah daun tanaman bayam (Amaranthussp)
Lampiran 6. Sidik ragam jumlah daun tanaman bayam (A tricolor) ANOVA
Post Hoc Tests Multiple Comparisons Dependent Variable: mstl Tukey HSD
I
I I
Mean Difference (I-J)
I
I
I
.OOOOO
Std. Error ,16667
Sig. 1.000
-.I6667 .00000 .OOOOO -.I6667 -.I6667 -.I6667 ,16667 ,16667 ,16667
,16667 ,16667 .I6667 ,16667 ,16667 ,16667 ,16667 .I6667 ,16667
.909 1.000 1.000 .909 ,909 .909 ,909 ,909 .909
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -5598 1 ,5598
1
perlakuan a perlakuan b perlakuan c
perlakuan a
perlakuan b
limbah segar
perlakuan a perlakuan b perlakuan c limbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan b perlakuan c limbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan a perlakuan c
kontrol positif perlakuan a perlakuan b nmbah segar kontrol negatif kontrol posilif perlakuan a perlakuan b
-.7265 -5596 -.5596 -.7265 -.7265 -.7265 -.3932 -.3932 -.3932
,3932 5598 ,5596 .3932 ,3932 ,3932 ,7265 ,7265 ,7265
Multiple Comparisons Dependent Variable: ms12 Tukey HSD
(I) perlakuan kontrol negatif
I
kontroi positif
periakuan a
I perlakuan b
I perlakuan c
limbah segar
(J) perlakuan kontrol positif perlakuan a periakuan b perlakuan c limbah segar kontroi negatif 1 periakuan a perlakuan b perlakuan c lirnbah segar ] kontrol negatif kontrol positif "rlakuan b perlakuan c
1
lirnbah segar kontrol negatif kontrol positif wriakuana perlakuan c limbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan a perlakuan b limbah segar kontrol negatif kontrol positif periakuan a perlakuan b perlakuan c
1
1
Mean Difference (IJ) ,16667 -23333 43333 43333 -1.00000 -.I6667
-1.WOOO -1.16667 ,83333 1.00000 .WOO" .OOOOO -.I6667 A3333 1.00000
1
1
1 1
Std. Error ,38490 ,38490 ,30490 ,38490 ,38490 ,38490
,38490 ,38490 .38490 ,38490 .38490 ,38490 .38480 ,38490
1
Sig. ,998 .320 ,320 ,320 ,171 .998 .I71
1
1
1 1 1
,320 ,171
.998 ,320
1 1 1
I : 1 1 ;%I 38490 ,36490
1
-.I6667 ,83333 1.00000 .OOOOO .OOOOO -.I6667 1.00000 1.16667 ,16667 .I6667 ,16667
1
,38490 .38490 ,38490 ,38490 .38490 ,38490 .38490 .36490 ,38490 .38490 ,38490
1
398 ,320 ,171 1.000 1.000 .996 ,171 .086 ,998 ,998 398
1
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -1.1262 1.4595 -2.1262 ,4595 -2.1262 .4595 -2.1262 ,4595 -2.2926 ,2928 -1.4595 1 1.1262 -2.2928 ,2928
-2.4595 -.4595 -.2928 -1.2928 -1.2928 1.4595 -.4595 -.2928 -1.2928 -1.2928 -1.4595 -.4595 -.2928 1.2926 -1.2928 -1.4595 -.2928 -.I262 -1.1262 -1.1262 -1.1262
(
1 1
,1262 2.1262 2.2928 1.2928 1.2928 1.1262 2.1262 2.2928
I
:;;: 1
1.1262 2.1262 2.2928 1.2928 1.2928 1.1262 2.2928 2.4595 1.4595 1.4595 1.4595
-
Multlple Cornparlsons Dependent Variable: mst3 Tukey HSD
I (I) perlakuan kontrol negatif
I kontrol positif
perlakuan a
oerlakuan b
perlakuan c
limbah segar
(J) perlakuan kontrol positif perlakuan a perlakuan b perlakuan c limbah segar kontrol negatif perlakuan a perlakuan b limbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan b perlakuan c lirnbah segar kontrol nepatif kontrol positif perlakuan: perlakuan c limbah segar konlrol negatif kontrol positif perlakuan a perlakuan b limbah segar kontrol negatif kontrol positif perlakuan a perlakuan b peclakuanc
1
I
I Std. Error ,57735 ,57735
Sig. ,385 ,385 ,385
-1.oo000 1.16667 .OOOOO .OD000
,57735 ,57735 ,57735 ,57735
,538 .385 1.000 1.000
,16667 1.16667 .OOOOO .OOOOO .50000 ,16667 1.16667 .OOOOO .OOOOO .50000 ,16667 ,66667 -.50000 -.50000 -.50000 -.33333 1.00ooo -.I6667 -.I6667 -.I6667 .33333
1
,57735 57735 ,57735 ,57735 ,57735 57735 ,57735 57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 ,57735 57735
1
I
I
Mean Difference (I-J) -1.16667 -1.16667
1.000 ,385 1.OOO
95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound -3.1059 ,7726 ,7726 -3.1059 -3.1059 ,7726 1.2726 -2.9393 ,9393 -.7726 3.1059 -1.9393 1.9393 -1.9393 1.9393
1
1
1 1 1 1 I / 1 1 I 1
1
1 1
1
1
1
1
1.000 ,385 1.000 :;1:
1.000 349 ,948 348 ,948 ,991 ,538 1.000 1.000 1.000 ,991
1 1
1
-1.7726 -1.2726 -2.4393 -2.4393 -2.4393 -2.2726 -.9393 -2.1059 -2.1059 -2.1059 -1.6059
(
2.1059 2.6059 1.4393 1.4393 1.4393 1.6059 2.9393 1.7726 1.7726 1.7726 2.2726
Homogeneous Subsets
Subset for alpha
= .05 erlakuan
perlakuan a perlakuan b perlakuan c limbah segar Sig.
4.1667 4.1667
I
,909
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean S a m ~ l e Size = 3.000.
Tukey H S f Subset for alpha
= .05 perlakuan kontrol positif konlrol negatif perlakuan a perlakuan b perlakuan c limbah segar Sig.
1
N
3 3 3
3 3 3
5.3333 5.5000 6.3333 6.3333 6.3333 6.5000 ,086
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Subset for alpha
= .05
erlakuan kontrol negatif perlakuan c limbah segar konlrol posilif perlakuan a perlakuan b Sig.
8.8333
,385
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Lampiran 7. Pertumbuhan tanaman bayam
Gambar: pertumbuhan tanaman bayarn
Garnbar : perbandingan tanaman bayam setiap perlakuan