36
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi
perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kandungan N disajikan pada Tabel berikut Tabel 2. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Kandungan N Pupuk Organik Cair Perlakuan Ulangan T1 T2 T3 ......... % ……. 1 0,05 0,07 0,05 2 0,08 0,08 0,03 3 0,05 0,06 0,06 4 0,08 0,06 0,05 5 0,10 0,05 0,05 6 0,07 0,06 0,02 Total 0,43 0,38 0,26 Rataan 0,071 0,063 0,043 Keterangan : T1 : Perbandingan 70 % limbah peternakan sapi perah dan 30 % limbah kubis T2 : Perbandingan 50 % limbah peternakan sapi perah dan 50 % limbah kubis T3 : Perbandingan 30 % limbah peternakan sapi perah dan 70 % limbah kubis
Pada tabel di atas dapat di lihat bahwa dari hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap perbedaan kandungan nitrogen pupuk organik cair. Untuk mengetahui nyata atau tidaknya perbedaan pengaruh tersebut, telah dilakukan analisis ragam (Lampiran 5) dan hasilnya menunjukkan pengaruh yang nyata (Fhitung > Ftabel.).
Selanjutnya, untuk mengetahui nyata tidaknya
perbedaan pengaruh diantara perlakuan, telah dilakukan uji signifikansi menggunakan Metode Tukey dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.
37 Tabel 3. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N (α 0,05) Perlakuan
Rataan Kandungan N
Signifikasi
……%....... T1
0,071
a
T2
0,063
ab
T3
0,043
b
Keterangan : Huruf yang sama ke arah kolom menunjukan berbeda tidak nyata.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kandungan N tertinggi dicapai pada perlakuan T1 sebesar 0,071 % yang berbeda nyata (P<0,05) dengan T2 sebesar 0,063 % dan T3 sebesar 0,043 %. Tingginya kandungan nitrogen pada T1 diduga karena perbedaan nisbah C/N bahan komposan. Hasil perhitungan nisbah C/N berdasarkan data laboratorium kandungan C dan N (Lampiran 4) adalah sebesar 18,4 pada T1 ; 16,7 pada T2 dan 14,9 pada T3. Berdasarkan asumsi bahwa nisbah C/N yang ideal pada proses dekomposisi adalah 25 – 50 (Tchobanaglous 1993), 15 – 25 (Permentan, No.70/SR.140/10/2011), 25 - 30 (Bewick, 1980 dan CSIRO, 1979), 25 - 40 (Atlas dan Bartha, 1981), 26 - 35 (Gauhey dan Golueke 1953 dalam Merkel 1981), maka nisbah C/N perlakuan yang paling mendekati angka ideal adalah T1.
Nisbah C/N ini sangat diperlukan untuk menggambarkan
kebutuhan nutrisi bagi mikrooganisme yang aktif di dalam proses pengomposan, yaitu C sebagai sumber energi dan N sebagai sumber nutrisi. Tingginya N pada perlakuan T1 diduga karena pertumbuhan mikrooganismenya paling baik dibandingkan dengan perlakuan lain sehingga dihasilkan biomassa yang lebih tinggi. Biomassa mikroorganisme yang dihasilkan dapat menggambarkan kadar nitrogen di dalam komposan yaitu makin tinggi kadar biomassa maka makin tinggi pula kadar nitrogennya. Lebih lanjut Tchobanoglous, (1993) menyatakan apabila nisbah C/N komposan ideal, maka unsur nitrogen sangat efektif digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel, dan unsur karbonnya mencukupi sehingga, dekomposisi bahan organik komposan akan lebih baik. Sebaliknya
38
kadar nitrogen yang terendah pada perlakuan T3 diduga karena nisbah C/N-nya terlalu tinggi, akibatnya N berlebih dan mengakibatkan terlepas dalam bentuk gas (NH3 dan H2S), sehingga pertumbuhan mikroorganisme terhambat.
Bila
dibandingkan dengan SNI kandungan N nya (0,4 %) pada perlakuan T1 nitrogen yang dihasilkan (0,071 %) pupuk organik cair masih dibawah standar. 4.2
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan P Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi
perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kandungan P disajikan pada tabel berikut. Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Kandungan P Pupuk Organik Cair Perlakuan
Ulangan T1
T2
T3
1
0,01
……...%........... 0,01
0,01
2 3 4 5 6
0,02 0,02 0,03 0,02 0,01
0,01 0,01 0,01 0,003 0,01
0,01 0,01 0,02 0,02 0,02
Total
0,11
0,053
0,09
Rataan
0,018
0,008
0,015
Keterangan : T1 : Perbandingan 70 % limbah peternakan sapi perah dan 30 % limbah kubis T2 : Perbandingan 50 % limbah peternakan sapi perah dan 50 % limbah kubis T3 : Perbandingan 30 % limbah peternakan sapi perah dan 70 % limbah kubis
Pada diatas dapat dilihat bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap perbedaan hasil kandungan fosfor.
Untuk mengetahui nyata atau tidaknya
pengaruh tersebut, telah dilakukan analisis ragam (lampiran 5) dan hasilnya menunjukan pengaruh yang nyata P(<0,05).
Selanjutnya, untuk mengetahui
nyata atau tidaknya perbedaan hasil kandungan fosfor dalam pupuk organik cair,
39
telah dilakukan uji signifikansi menggunakan Metode Tukey dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan P (α 0,05) Perlakuan T1 T3 T2
Rataan Kandungan P ….%.... 0,018 0,015 0,008
Signifikasi a b b
Keterangan : Huruf yang sama ke arah kolom menunjukan berbeda tidak nyata.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar fosfor tertinggi dicapai pada perlakuan T1 yang berbeda nyata dengan T3 dan T2, sedangkan antara T3 dan T2 saling berbeda tidak nyata. Tinggi rendahnya kandungan fosfor di dalam pupuk organik cair sangat berkaitan dengan kandungan nutrisi tersebut di dalam bahan komposan terutama C, N dan P.
Sutedjo (1999) menyatakan bahwa fosfor
merupakan nutrisi penting untuk mikroorganisme setelah karbon dan nitrogen, yang salah satunya terikat dalam bentuk P2O5 diakhir proses dekomposisi dan terjadinya seiring dengan perombakan senyawa karbon sebagai sumber energi. Fosfor tersebut berada dalam dua bentuk, yaitu anorganik P2O5 dan organik asam nukleat, phitin dan lesitin, kemudian dengan adanya sumber karbon dan nitrogen, bakteri dan jamur merombak serta membebaskannya sebagai fospat.
Hal ini
sejalan dengan pernyataan Stofella dan Kahn (2002) bahwa karbon dan nitrogen yang terkandung di dalam bahan komposan merupakan nutrisi utama dan penting bagi mikroorganisme pada proses dekomposisi. Berdasarkan asumsi bahwa kandungan fosfor dalam limbah peternakan sapi perah sebesar 0,05 % (Merkel, 1981) dan kandungan fosfor di dalam kubis sebesar 0,35 % (Bewick, 1980), maka dapat dihitung kandungan P di dalam masing-masing perlakuan yaitu : 0,14 % T1 , 0,19 % T2 dan 0,26 % T3 (Lampiran
40
4).
Pada proses dekomposisi kandungan P di dalam bahan komposan akan
mengalami perombakan dan mineralisasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang terlibat terutama yang menghasilkan enzim fosfatase menjadi senyawa P yang lebih sederhana dan mudah diserap oleh tanaman sebagai pupuk. Hal ini sejalan dengan pendapat Poincelot (1978), yang menyatakan bahwa perombakan bahan organik dan atau proses mineralisasi fosfor terjadi karena adanya enzim fosfatase yang dihasilkan oleh sebagian besar mikroorganisme.
Berdasarkan
asumsi tersebut, maka tingginya kadar P di dalam pupuk organik cair hasil penelitian pada perlakuan T1 diduga disebabkan oleh tingginya nisbah C/N di dalam bahan komposan perlakuan tersebut, yang komposisinya terdiri atas 70 % limbah peternakan sapi perah dan 30 % limbah kubis. Dengan tingginya nisbah C/N pada T1 maka dekomposisi bahan organik yang terjadi akan melibatkan aktifitas mikrooganisme yang lebih tinggi pula sehingga diyakini menghasilkan enzim fosfatase lebih banyak dan pada akhirnya pembentukan P menjadi lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan lain. Akan tetapi jika dibandingkan dengan SNI kandungan fosfornya (0,1 %) pada perlakuan T1 yaitu (0,018 %) masih dibawah standar mutu. 4.3
Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan K Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi
perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair terhadap kandungan K disajikan pada Tabel 6.
41 Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Kandungan K Pupuk Organik Cair Perlakuan Ulangan T1 T2 T3 …….%....... 1 0,26 0,20 0,21 2 0,41 0,21 0,23 3 0,32 0,20 0,26 4 0,24 0,20 0,26 5 0,25 0,19 0,34 6 0,23 0,24 0,29 Total 1,71 1,24 1,59 Rataan 0,285 0,206 0,265 Keterangan : T1 : Perbandingan 70 % limbah peternakan sapi perah dan 30 % limbah kubis T2 : Perbandingan 50 % limbah peternakan sapi perah dan 50 % limbah kubis T3 : Perbandingan 30 % limbah peternakan sapi perah dan 70 % limbah kubis
Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa hasil penelitian menunjukan adanya pengaruh perlakuan terhadap kandungan nitrogen pupuk organik cair. Untuk mengetahui nyata atau tidaknya pengaruh perlakuan telah dilakukan analisis keragaman (Lampiran 5) dan hasil yang diperoleh perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap kandungan nitrogen didalam pupuk organik cair (Fhitung > Ftabel).
Selanjutnya, untuk mengetahui mana yang
memberikan rataan K yang paling tinggi, perbedaan pengaruh tersebut telah dilakukan uji signifikansi menggunakan Metode Tukey dan hasilnya menunjukan bahwa kandungan kalium tertinggi diperoleh pada perlakuan T1 (0,285 %) yang berbeda nyata dengan T3 (0,265 %) dan T2 (0,206 %) sedangkan T3 dan T2 saling berbeda tidak nyata Tabel 7. Tabel 7. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan K (α 0.05) Perlakuan Rataan Kandungan K Signifikasi ….%.... T1 0,285 a T3 0,265 b T2 0,206 b
42 Keterangan : Huruf yang sama ke arah kolom menunjukan berbeda tidak nyata.
Menurut Afandie dan Nasih (2002) kalium pada kompos berasal dari pelapukan mineral oleh mikroorganisme. Apabila proses perombakan karbon dan nitrogen berjalan sebagaimana mestinya, maka nilai kandungan K yang dihasilkan juga akan meningkat. Kandungan K ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya suhu, kadar air, pH dan tingkat kelapukan.
Menurut Sutedjo (1999) bahwa
semakin besar kandungan nitrogen yang tersedia, aktivitas mikroorganisme dalam proses mineralisasi kalium akan meningkat, yang mengakibatkan kandungan K dalam substrat juga meningkat. Berdasarkan asumsi tersebut maka tingginya kalium pada T1 diduga karena kandungan nitrogennya pada T1 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Kalium mempunyai peranan penting dalam pembentukan protein dan karbohidrat, yang digunakan oleh mikroorganisme dalam bahan substrat sebagai katalisator. Senyawa-senyawa kalium yang diikat dan disimpan didalam sel oleh bakteri dan jamur, jika didekomposisi maka kalium akan kembali tersedia bagi tanaman (Sutedjo, 1999). Berdasarkan asumsi tersebut maka dapat dijelaskan bahwa lebih rendahnya kalium pada T2 dan T3 diduga karena selama proses dekomposisi awal terjadi pengumpalan material organik pada saat dilakukan pengadukan yang mengakibatkan kondisinya menjadi anaerob, sehingga penguraian senyawa organik oleh mikrooganisme jenis kapang dan bakteri aerobik sulit dilakukan. Hal ini dimungkinkan karena kandungan limbah kubis pada T2 dan T3 lebih besar daripada T1 dan limbah kubis bersifat mudah menggumpal bila diaduk. Kandungan K hasil dari perlakuan T1 (0,285 %) sangat mencukupi bila dibandingkan dengan SNI pupuk organik cair (0,2 %).