Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
ANALISIS PENGARUH INFORMATION SHARING PADA DUA LEVEL RANTAI PASOK Nurul Chairany1, Imam Baihaqi 2 dan Nurhadi Siswanto 2 1) Program Studi Teknik Industi ,Pascasarjana Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 60111 Email :
[email protected] 2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK Perkembangan Teknologi dalam manufaktur dan informasi mempercepat globalisasi bisnis dalam dua dekade terakhir. Persaingan bisnis modern membawa dampak perubahan pada strategi persaingan saat ini. Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi, permasalahan dalam rantai pasok makin bisa teratasi. Diketahui bahwa permasalahan utama dalam rantai pasok adalah ketidakpastian. Ketidakpastian dalam dua sisi yaitu permintaan dan pasokan. Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya penumpukan persediaan dan peningkatan biaya. Penelitian-penelitian terdahulu menjelaskan bahwa untuk menghadapi ketidakpastian itu dibutuhkan adanya information sharing antar pelaku rantai pasok. Information sharing ini tentunya ditunjang dengan teknologi internet. Pengaruh information sharing ini seringkali lebih difokuskan pada pihak manufaktur. Sehingga penelitian kali ini tidak hanya memfokuskan manfaat information sharing pada manufaktur tapi juga pada ritel dengan tiga jenis skenario information sharing yang disediakan. Manfaat information sharing pada manufaktur yaitu holding cost reduction. Hasil penelitian menunjukkan bahwa information sharing berpengaruh tapi tidak signifikan terhadap holding cost reduction di perusahaan manufaktur yang menjadi objek penelitian. Kata kunci: Information Sharing, Holding Cost Reduction, dan supply chain. PENDAHULUAN Pada zaman dahulu, perusahaan menggunakan cara tradisional dalam menentukan persediaannya. Perusahaan menentukan persediaan mereka sesuai dengan kuantitas pemesanan dari pelaku rantai pasok bagian hilir (Cheng dan Wu, 2005). Kebijakan persediaan yang efektif perlu digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor terjadinya ketidakpastian. Ketidakpastian ini menyebabkan kelebihan jumlah persediaan pengaman, meningkatkan biaya logistik dan penggunaan sumber daya yang tidak efisien (Yu, 2001). Tersedianya produk yang cukup merupakan faktor yang menjamin kelancaran proses produksi. Tetapi persediaan yang terlalu banyak belum tentu menguntungkan perusahaan, Persediaan yang terlalu banyak dapat meningkat biaya persediaan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang. Sedangkan jumlah persediaan yang kecil memungkinkan terjadinya lost sale atau ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi semua permintaan (Assauri, 2003). Permasalahan yang paling sering ditemui adalah bullwhip effect (penumpukan persediaan). Bullwhip effect terjadi karena adanya distorsi informasi. Distorsi informasi permintaan menunjukkan bahwa manufaktur yang mengobservasi data permintaannya dengan terburuburu akan disesatkan oleh pola permintaan yang tinggi. Hal ini memberikan dampak yang ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
serius terhadap biaya yang akan muncul (Lee, Padmanabhan, dan Whang, 1997). Lee et al (1997) menyarankan untuk berbagi informasi pemesanan dan status persediaan untuk mengurangi bullwhip effect. Melihat permasalah yang dihadapi dalam rantai pasok saat ini diperlukan adaya koordinasi dan integrasi antar pelaku rantai pasok. Untuk memperkuat kolaborasi diperlukan information sharing. Penggabungan antara supply chain practice yang efektif dengan information sharing yang efektif menjadi pengembangan kinerja rantai pasok (Chopra dan Meindl, 2001). Sehingga diperlukan kebijakan strategis dalam mengelola informasi serta dalam penerapan information sharing. Tujuan yang akan dicapai dari langkah strategis yaitu untuk mendapatkan manfaat yang bisa dibagi antar pelaku rantai pasok (pemasok dan ritel). Manfaat information sharing terhadap pelaku rantai pasok tidak selalu sama. Hal itu tergantung dengan struktur dari rantai pasok dan karakteristik operasionalnya (pola permintaan dan biaya yang terkait). Information sharing pada rantai pasok dan dampak information sharing di dua level rantai pasok sudah dibahas di beberapa penelitian terdahulu seperti pada jurnal Lee, So, dan Tang (2000) implementasi information sharing pada dua level rantai pasok, kemudian Penelitian berikutnya yang membahas dampak information sharing pada dua level rantai pasok yaitu jurnal dari Cheng dan Wu (2005) serta pada jurnal Helper, Davis, dan Wui (2010), membahas aliran informasi yang dibagi menjadi tiga yaitu no information sharing, partial information sharing dan complete information sharing dengan multiple retailer kemudian pada penelitian lain yaitu oleh Lee, So dan Tang (2000) bertujuan untuk melihat bagaimana pengaruh information sharing pada dua level rantai pasok ditinjau dari sisi expected cost reduction dan inventory reduction. Penelitian-penelitian tersebut tidak memberikan uji matematis terhadap model atau penerapannya di perusahaan. Penelitian kali ini berusaha untuk memasuki celah yang kosong. Sehingga penelitian kali ini ingin menganalisa pengaruh information sharing dengan tiga skenario dengan tujuan menentukan inventory cost reduction pada pemasok. Penulis ingin menguji dan membandingkan strategi implementasi information sharing untuk mendapakan manfaat yang diharapkan di dua perusahaan yang berbeda jenis karakteristik produknya. Ding dan Liu (2010), mengatakan manfaat yang didapatkan oleh ritel dari implementasi information sharing ini sangat sedikit dibandingkan dengan pelaku rantai pasok yang lain. Manfaat yang diperoleh oleh pihak pemasok yaitu holding cost reduction untuk menghindari peningkatan biaya yang tinggi. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi skenario terbaik antara no information sharing (level 1), partial information sharing (level 2), dan full information sharing (level 2) dalam pengaruhnya terhadap holding cost reduction. METODE Pada penelitian Cheng dan Wu (2005) diasumsikan bahwa biaya shortage pada ritel dan pemasok serta biaya simpan pada ritel dan pemasok konstan. Tetapi pada penilitian ini mengasumsikan biaya shortage dan biaya simpan di ritel dan pemasok tidak konstan. Besar biaya tersebut tergantung dari jumlah unit. Berikut ini adalah variabel-variabel yang akan digunakan dalam permodelan untuk menyelesaikan masalah yang diangkat dalam penelitian ini : : Level pemesanan ritel pada periode waktu t, t = 1, 2, …, i = 1, 2, …, n p : biaya shortage untuk ritel h : biaya simpan pada ritel P : biaya shortage pada pemasok ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
H : biaya simpan pada pemasok Permintaan external yang terjadi di tiap ritel diasumsikan menjadi proses simple autocorrelated AR (1). Proses permintaan pada ritel i pada periode waktu t yaitu, (1) Nilai t = 1,2,…,i = 1,2,…,n. Dimana d > 0 dan -1 ≤ p ≤ 1 konstan, dan merupakan independent and identically (i.i.d.) distribusi normal dengan mean 0 dan variansi . Diasumsikan bahwa Untuk ritel I pada periode waktu t, permintaan konsumen diperhitungkan. Ritel meninjau ke manufaktur untuk mencukupi tingkat persediaannya dan meletakkan pemesanan permintaannya. Permintaan akan datang pada periode waktu t + 1 + l. Tetapi pada di penelitian ini diketahui bahwa permintaan akan sampai di ritel pada periode waktu t + 1. Diketahui bahwa … …. 2 . Penentuan nilai optimal tingkat order-up∗ to yang meminimalkan total biaya expected holding dan shortage pada periode t + l. Total permintaan selama lead time untuk retailer I ditunjukkan dari persamaan (3). 1 1
1 1
1 1
1
Dimana ,
∑
(3)
Dan Dimana diketahui bahwa
1
1
1 ∗
pada periode waktu t adalah (4) √ merupakan fungsi invers dari fungsi distribusi normal.
Level pemesanan optimal pada ritel i ∗
∅
/
, dan ∅
Ukuran pemesanan pada ritel di periode waktu t merupakan permintaan pada manufaktur. Ketika ritel menempatkan pemesanan mereka ke manufaktur, manufaktur meninjau ulang persediaannya. Jika tidak terdapat persediaannya yang cukup, maka perusahaan manufaktur mengadakan penambahan persediaan dari pihak outsource. Sehingga manufaktur menerima pesanan mereka pada waktu, periode . ditandai sebagai ukuran pesanan ritel. Sehingga dari persamaan (1) – (4), dimiliki,
∗
∗
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
1 1
……………………… 5
Dari persamaan (1) – (4) mempertimbangkan
. sehingga ditentukan
∗
∗
1 1
∑
1 1
1
1 1
1 1
1
1 1
1 1
Dengan menggunakan formula di atas berulang-ulang, maka dapat ditentukan 1 1
1 1 1 1
,
1,2 ….
Total kuantitas pengiriman selama lead time L dari manufaktur ke seluruh ritel adalah 1 1
1 1 1
1
1 1
1 1
1
1
1 1
Level 1: Manufaktur menentukan level pemesanan optimal ∗| untuk menimalkan total biaya penyimpanan dan shortage selama lead time L. Variabel yang diketahui adalah kuantitas pengiriman Dt. dan 1,2, … , , 0,1, … , 1 adalah variabel stokastik. Kemudian
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
manufaktur membagi ∑ , dimana | ∑ |
sebagai distribusi normal dengan rata Mt|1 dan variansi
1
1 1
1
1 1
Dan |
1 1
1
1
1
1
1
Lee, dkk (2000) memaparkan level pemesanan oleh manufaktur pada level 1 information sharing adalah ∗ |
| ,
|
1,2 …
/ . Dimana ∅ Level 2: pada kondisi ini, manufaktur tidak hanya mengetahui total jumlah pemesanan ritel, tetapi juga mengetahui permintaan konsumen. Variabel yang diketahui adalah kuantitas pengiriman Dt. dan 1,2, … , . 1,2, … , , 0,1, … , 1 adalah variabel stokastik. Kemudian manufaktur membagi ∑ sebagai distribusi normal lainnya ∑ . dengan rata-rata Mt|2 dan variansi | 1 1 | 1 1 1 1 1
1
1 Dan |
1 1
1
Level pemesanan optimal pada manufaktur ∗ |
1 ∗
| pada level 2 information sharing adalah | ,
|
1,2 …
Dimana K didefinisikan seperti diatas. Level 3: Dengan EDI, manufaktur mendapatkan mengenai informasi permintaan konsumen secara langsung. Permintaan yang diterima oleh manufaktur merupakan total jumlah kuantitas pengiriman ke ritel. Manufaktur mengirim Dt unit dari item yang ditambahkan ke persediaan ritel pada periode t. Jumlah Dt seharusnya memenuhi permintaan dari semua konsumen, dan , tidak hanya dri ritel. Sehingga, dapat disimpulkan bahwaa hubungan antara ∑ bukan hubungan antara ∑ dan Dt sebagai level 1 dan level 2. Total unit yang diminta selama lead time L adalah
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
1 1 1 1
1 1
1 1
1 1
Pada level ini, 1,2, … , , 1,2, … , distribusi normal ∑
1
1
1 1
1
1
1,2, … , diketahui sebagai variabel yang diketahui dan 1 adalah stokastik. Rata-rata | dan variansi | ∑ 1 1
|
1
1
dari
1
Dan |
1
1
1
∗
Level pemesanan optimal pada manufaktur
3 pada level 3 information sharing
adalah ∗ |
| ,
|
1,2 …
Dimana K didefinsikan seperti di atas. Pengaruh information sharing Pada bagian ini membahas pengaruh informaton sharing pada manufaktur, yaitu expected cost reduction yang diturunkan menjadi holding cost reduction. Pada model ini tidak membahas pengaruh yang diberikan oleh information sharing ke ritel. Expected Cost Reduction merupakan fungsi kerugian yang tepat untuk distribusi normal standar, dimana ∞
∅
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Dan ∅
merupakan distribusi probabilitas normal standar. ∑
√
diasumsikan sebagai level pemesanan ke manufaktur, dimana
∑ adalah variansi dari ∑ , dan adalah fungsi distribusi normal dengan ratarata dan variansi ∑ . Lee, dkk (2000) memaparkan expected cost reduction yang terjadi di manufaktur pada periode 1 yaitu ∞
∞
√ tidak tergantung dengan t sehinggan dapat ditandai sebagai C. Nilai expected holding cost yang terjadi di manufaktur dibagi menjadi tiga level sesuai dengan tigal level dari information sharing. Sehingga biaya-biaya tersebut dibagi menjadi C1, C2, dan C3. Sehingga nilainya dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini ∑
|
∑
|
|
Dalam penelitian ini holding cost reduction akan di dapat dari persamaan expexted cost reduction. Expected holding cost merupakan biaya simpan yang diharapkan oleh perusahaan. tidak tergantung dengan t sehingga dapat ditandai sebagai .Nilainya dapat ditentukan melalui persamaan di bawah ini ∑
∑
|
|
|
Untuk mendapatkan nilai cost reduction maka dilakukan perhitungan untuk level 2 information sharing dan untuk level 3 information sharing. Sehingga jumlah biaya yang dapat dihemat oleh perusahaan dapat dilihat dari hasil perhitungan tersebut. Studi Kasus PT Eeastern Pearl Flour Mills PT Eastern Pearl Flour Mills (EPFM) merupakan perusahaan penggililingan terigu. Perusahaan mendirikan beberapa gudang di beberapa lokasi pengiriman agar dapat melayani permintaan dengan tepat waktu dan juga untuk meningkatkan penjualan. Penelitin ini meneliti pengaruh information sharing terhadap cost reduction PT EPFM di daerah Jawa Timur dan Jawa Tangah. Perhitungan cost reduction menggunakan model matematis dari Cheng dan Wu ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
(2005) yang yang diuraikan oleh penulis menjadi inventory cost reduction. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan hasil perhitungan expected holding cost PT EPFM. Tabel 1. Expected holding cost PT EPFM
L=2 Holding Cost Level 1 Holding Cost Level 2 Holding Cost Level 3
Rp.113173512 Rp.108876242 Rp.108876242 L=3
Holding Cost Rp.143978685 Level 1 Holding Cost Rp.134324394 Level 2 Holding Cost Rp.134324393 Level 3 Setelah mendapatkan expected cost di biaya simpan di tiap skenario level information sharing, dilakukan perhitungan untuk menemukan selisih dari expected cost di biaya simpan antara level 1 dan level 2, dan antara level 1 dan level 3. Hasil perhitungan dapat dilihat di Tabel 2. Tabel 2. Holding cost reduction berdasarkan lead time PT EPFM
L=2 Hasil Expected cost Perhitungan Persentase (%) reduction Ch1 - Ch 2 Rp.5430937 4.80% Ch1 - Ch3 Rp.5430937 4.80% L=3 Hasil Expected cost Perhitungan Persentase (%) reduction Ch1 - Ch 2 Rp.11363682 7.89% Ch1 - Ch3 Rp.11363682 7.89% Holding cost reduction studi kasus PT EPFM. Menunjukkan bahwa holding cost reduction saat lead time 3, nilainya lebih kecil dibandingkan ketika leadtime 2. Penelitian ini menggunakan analisa sensitivitas untuk mengatasi variansi lead time yang terjadi di proses pengiriman. Hasil perhitungan dapat dilihat di Tabel 3. Tabel 3. Total Expected cost reduction
L=2 L=3
Holding Cost Reduction L = 2 L=3
Ch1 - Ch2 Ch1 - Ch2 Total Ch1 - Ch3 Ch1 - Ch3 Total
Rp .5430937 Rp.11363682 Rp.16794619 Rp.5430937 Rp.11363682 Rp.16794619
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-8
0.83 Rp.4507678 0.17 Rp.1931826 Rp.6439504 0.83 R.p4507678 0.17 Rp.1931826 Rp.6439504
Persentase (%) 5.44% Persentase (%) 5.44%
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXI Program Studi MMT-ITS, Surabaya 19 Juli 2014
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa nilai persentase cost reduction yang di level 2 information sharing (partial information sharing) dan di level 3 information sharing (full information sharing) sangat kecil. Hal ini disebabkan oleh variansi permintaan yang kecil. Sehingga permintaan lebih mudah untuk diramalkan. Hal ini tentunya berpengaruh ke persediaan perusahaan yang juga akan mempengaruhi secara langsung ke biaya simpan dan shortage. Persentase cost reduction yang rendah memperlihatkan bahwa demand information sharing tidak berpengaruh secara signifikan ke cost reduction. Dari hasil penelitian semakin pendek lead time maka holding cost reduction semakin besar. Sehingga perusahaan mampu menghemat biaya lebih banyak. Nilai persentase cost reduction pada PT Eastern Pearl Flour Mills rendah. Sehingga penerapan information sharing dengan teknologi informasi tergantung dari kebijakan perusahaan. Hal tersebut tentunya harus mempertimbangkan biaya penerapan teknologi informasi di perusahaan mahal. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Model acuan dari penelitian ini yaitu dari penelitian Cheng dan Wang (2005) yang mengadaptasi dari penelitian Lee dkk (2000). Penelitian ini meneliti pengaruh information sharing terhadap holding cost reduction dengan mempertimbangkan lead time di lapangan tidak tetap di perusahaan manufaktur, PT Eastern Pearl Flour Mills. Ada tiga skenario information sharing yang digunakan yaitu no information sharing, partial information sharing, dan full information sharing. Pengaruh partial information sharing dan full information sharing terhadap kedua perusahaan sama. Information sharing tidak berpengaruh secara signifikan terhadap holding cost reduction PT Eeastern Pearl Flour Mills. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin pendek lead time maka semakin besar holding cost reduction yang didapatkan perusahaan. Saran Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan mengembangkan model pengaruh information sharing di tiga level rantai pasok dengan mempertimbangkan lead time yang bervariasi untuk penerapannya di perusahaan manufaktur. Selain itu, penelitian pengaruh information sharing di tiga level rantai pasok juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan variansi produk. Sehingga penelitian mampu mendapatkan gambaran rantai pasok yang lebih luas.
ISBN : 978-602-70604-0-1 A-53-9