BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Rantai Pasokan Definisi Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan menurut (Nahmias, 2005), sebuah rantai pasokan adalah seluruh jaringan terkait pada aktivitas dari sebuah proses yang mengaitkan pemasok, pabrik, gudang, toko, dan pelanggan. Sedangkan menurut (Indrajit dan Pranoto, 2003), rantai pasokan adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan atau jejaring dari berbagai organisasi yang saling berhubungan dan mempunyai tujuan sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Menurut (Pujawan, 2005), definisi rantai pasokan adalah jaringan perusahaanperusahaan yang bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir secara bersama-sama. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya pemasok, pabrik, distributor, toko atau ritel dan perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Sebuah produk akan sampai ke tangan pemakai akhir, setelah setidaknya mengalami beberapa proses dari pencarian bahan baku, proses produksi dan proses distribusi atau transportasi. Proses-proses ini akan melibatkan berbagai pihak yang berhubungan antara satu dengan yang lain yang biasanya disebut dengan rantai pasokan (Sheikh, 2002).
2.2 Area Cakupan Manajemen Rantai Pasok Adapun susunan rantai pasok menurut (Benita,1998) adalah dalam gambar berikut ini : Suppliers Distribution Center Manufacturing Facility
Transport Vehicle
Storage Facility
Production Planing and
Distribution and Logistics
Inventory Control Gambar 2.1 Struktur Rantai Pasok
5
Retailer
2.2.1 Production Planing and Inventory Control Production Planing and Inventory Control meliputi Proses manufaktur dan sub-proses penyimpanan, dan keterkaitan lebih khusus, perencanaan produksi tentang perancangan dan pengelolaan proses manufaktur keseluruhan (termasuk baku penjadwalan material dan akuisisi, manufaktur desain proses dan penjadwalan, dan material handling desain dan kontrol). Persediaan kontrol menggambarkan desain dan pengelolaan kebijakan dan prosedur penyimpanan bahan baku, barangdalam-proses persediaan, dan biasanya, akhir produk.
2.2.1.1 Pemasok ( Suppliers) Suppliers merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang dimulai. Bahan pertama ini dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan
dagangan,
penggabungan, dan sebagainya.
2.2.1.2 Manufaktur Manufaktur yaitu manufaktur dimana tugasnya adalah melakukan pekerjaan pabrikasi, merakit dan menyelesaikan barang hingga menjadi produk jadi.
2.2.1.3 Storage Storage merupakan tempat penyimpanan produk jadi sehingga memudahkan dalam pengambilan atau bila produk jadi tersebut akan didistribusikan baik ke LT maupun toko yang menjual langsung ke konsumen.
2.2.2 Distribusi dan Logistik Distribusi dan Logistik Proses menentukan bagaimana produk yang diambil dan diangkut dari gudang ke pengecer. Produk ini dapat dibawa ke pengecer secara langsung, atau pertama mungkin dipindahkan ke fasilitas distribusi, selanjutnya transportasi produk ke pengecer. Proses ini meliputi pengambilan pengelolaan persediaan, transportasi, dan pengiriman produk akhir. Proses ini berinteraksi satu sama lain untuk menghasilkan rantai pasokan yang terintegrasi. Desain dan
6
pengelolaan proses-proses ini menentukan sejauh mana pasokan rantai bekerja sebagai unit untuk memenuhi tujuan kinerja yang diperlukan.
2.2.2.1 Transportasi Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan lain. Dalam transportasi terlihat dua unsur yang terpenting yaitu (Manurung, 2009) : a. Pemindahan / pergerakan (movement) b. Secara fisik mengubah tempat lain dari barang dan penumpang ketempat lain. Tranportasi mempunyai peranan penting bagi industri karena produsen mempunyai kepentingan agar barangnya diangkut sampai kepada konsumen tepat waktu, tepat pada tempat yang ditentukan, dan barang dalam keadaan kondisi baik.
2.2.2.2 Distribusi Istilah distribusi sama dengan Place (penempatan) yaitu aktivitas penyaluran atau penempatan barang (produk) dari produsen ke konsumen. Perpindahan material terjadi pada semua siklus proses manufaktur produk, baik itu sebelum maupun sesudah proses produksi.
2.2.2.3 Retailer Pengecer (retailer) adalah perantara yang membeli produk ke produsen atau ke pedagang besar kemudian menjualnya kekonsumen akhir. Berdasarkan produk line atau banyaknya jenis barang yang dijual, jenis pengecer (retailer) dibagi antara lain : a. General merchandise store, yaitu sebuah toko yang menjual berbagai macam barang atau berbagai macam produk line. Misalnya : toko serba (department store) yang menjual berbagai macam produk. b. Single Line Store, yaitu sebuah toko yang menjual
hanya satu
kelompok atau beberapa macam produk terkait. Misalnya : toko makanan, toko bahan bangunan dan lain-lain. c. Speciaty store, yaitu toko yang mengkhususkan menjual satu garis produk. Misalnya : toko roti, sepatu pria dan lain-lain. 7
2.3 Pengukuran Kinerja Menurut (Djaali dan Muljono, 2007), pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah measurement merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur dalam arti memberi angka terhadap sesuatu yang disebut obyek pengukuran atau obyek ukur. Mengukur pada hakikatnya adalah pemasangan atau korespondensi 1-1 antara angka yang diberikan dengan fakta dan diberi angka atau diukur. Menurut (Hertz, 2009), Istilah kinerja atau performance mengacu pada hasil output dan sesuatu yang dihasilkan dari proses produk dan pelanggan yang bisa dievaluasi dan dibandingkan secara relatif dengan tujuan, standar, hasil masa lalu dan organisasi lainnya. Kinerja dapat dinyatakan dalam istilah non finansial dan keuangan. Pengukuran kinerja adalah membandingkan antara hasil yang sebenarnya diperoleh dengan yang direncanakan. Dengan kata lain, sasaran-sasaran tersebut harus diteliti satu per satu, mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), mana yang di atas standar (target) dan mana yang di bawah target atau tidak tercapai penuh (Ruky, 2001). Perkembangan sistem pengukuran kinerja sekarang ini terus berkembang, dimulai dengan pembuatan metrik-metrik yang sederhana hingga yang membutuhkan intergrasi dari banyak alternatif dengan tujuan untuk mendapatkan sistem pengukuran kinerja yang sesuai dengan perkembangan lingkungan bisnis dan mampu memotret performance perusahaan secara keseluruhan. Sebelum memahami masalah pengukuran kinerja lebih jauh, terlebih dahulu perlu pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan kinerja sendiri. Menurut (Mulyadi, 2001), mendefinisikan pengukuran kinerja adalah “ penentuan secara periodek efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya” Pengukuran kinerja merupakan alat perencanaan dan pengendalian dalam periode waktu tertentu. Dengan pengukuran hasil kinerja suatu unit kerja maka dapat diperoleh data untuk membantu mengkoordinasikan proses pengambilan keputusan dalam organisasi dan dapat memberi dasar yang baik bagi manajemen perusahaan untuk menentukan bagaimana unit kerja dapat memenuhi tujuan perusahaan secara keseluruhan seperti diungkapkan oleh (Mulyadi, 2001) Pengukuran kinerja (Performance Measurment) efisiensi dan efektivitas suatu aktivitas dengan tujuan perencanaan masa depan (NN,2005). 8
adalah proses mengkuatifisir untuk mengevaluasi dan
2.4 Analitycal Hierarchy Process (AHP) Proses hirarki analitik (Thomas L. Saaty, 1993:28) adalah suatu model yang luwes yang memberikan
kesempatan pada seseorang
atau kelompok
untuk membangun
gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi dengan mengkombinaskan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Analitycal Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty, seorang guru besar Matematika dari University of Pitsbrurgh pada tahun 1970. Metode ini digunakan untuk merancang timbulnya gagasan dalam melakukan tindakan kreatif dan untuk mengevaluasi keefektifan tindakan tersebut. Selain itu, untuk membantu para peminpin menetapkan informasi apa yang perlu dikumpulkan guna mengevaluasi pengaruh faktor-faktor relevan dalam situasi komplek. Analitycal Hierarchy Process (AHP) dapat juga melacak ketidakkonsistenan dalam pertimbangan dan preferensi pengambilan keputusan, sehingga para peminpin mampu menilai kualitas pengetahuan bawahannya dan kemampuan memecahkan masalah. Ada tiga prinsip dasar pada
metode Analitycal Hierarchy Process (Thomas L.
Saaty,1993:28) yaitu : 1. Menggambar dan menguraikan secara hirarkis (Decompotition) Penyusunan secara hirarkis, yaitu memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsurunsurnya. Jika ingin mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapat beberapa tingkatan dari persoalan tersebut. Ada dua jenis hirarki, antara lain : a.
Hirarki lengkap adalah suatu elemen dalam satu tingkat memiliki suatu sifat (semua elemen) yang ada pada tingkat berikutnya yang lebih tinggi.
b.
Hirarki tak lengkap adalah beberapa elemen dalam suatu tingkat tidak memiliki sifat yang sama.
2. Penetapan prioritas dan sintesis (Synthesis of Prioritas) Pada setiap tingkat terdapat matriks perbandingan berpasangan yang sesuai, sehingga untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesa diantara prioritas lokal yang didapat dari eigen vektornya. 3. Konsistensi logis (Logical Consistency) Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua eleven dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Semua langkah dasar dari proses diatas dapat diringkas menjadi suatu ikhtisar yang singkat. 9
Dalam arti luas, proses ini lebih stabil walaupun dalam beberapa langkah tertentu mungkin memperoleh penekanan istimewa dalam berbagai alasan khusus. Ciri khas penggunaan metode ini adalah untuk merinci suatu keadaan yang komplek atau yang tidak berkerangka ke dalam bentuk hierarki, dan memberikan bobot dengan cara membandingkan secara berpasangan. Dan pada akhirnya melakukan sintesis untuk menentukan variable mana yang dimiliki prioritas yang akan keluar sebagai hasil analisis, jadi metode AHP ini menggunakan pendekatan analisa terhadap problem yang kompleks melalui dekomposisis dan sintesis yang distruktur dalam suatu hierarki. Metode AHP mempunyai beberapa kelebihan hasil penerapan antara lain : a. Mampu membahas permasalahan kompleks dan tidak terstruktur secara adil b. Memadukan intuisi, berpikir, perasaan, dan pengindraan dalam menganalisis pengambilan keputusan. c. Memiliki kemampuan melakukan sintesa pemikiran berbagai sudut pandang responden. d. Memperhitungkan konsistensi dan penilaian yang telah dilakukan dalam memperbandingkan faktor-faktor untuk menvalidasi keputusan. e. Kemudahan dalam pengukuran elemennya. f. Memungkinkan melakukan perencanaan ke depan (forward) atau sebaliknya, menjabarkan masa depan yang ingin dicapai saat ini (backward).
2.4.1 Penyusunan Hierarchy Langkah-langkah penyusunan Analitical Hierarchy Process untuk pemecahan suatu masalah yang paling awal adalah mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan, bila AHP digunakan untuk memilih alternatif dan menyusun prioritas pada tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. Kemudian masalah tersebut disusun ke dalam struktur hirarki. Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk mendefinisikan masalah yang kompleks kedalam subsistem, elemen, subelemen dan seterusnya. Sehingga menjadi jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan dibidang yang bersangkutan keputusan yang diambil dijadikan tujuan tahap yang paling personal atau terukur. Hirarki permasalahan akan mempermudah dalam pengambilan keputusan untuk menganalisis dan mengambil kesimpulan terhadap problem tersebut. Tujuan yang diinginkan dari masalah ditempatkan 10
pada tingkat tertinggi dalam hirarki. Tingkat selanjutnya adalah penjabaran tujuan tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih rinci. Misalkan terdapat suatu tujuan dengan empat kriteria dan sejumlah dimensi di bawahnya. Selanjutnya dilakukan penentuan prioritas untuk setiap masalah dari hirarki. Prioritas dari elemen-elemen kriteria dapat dipandang sebagai bobot atau kontribusi elemen tersebut terhadap pengambilan keputusan AHP melakukan analisis prioritas dengan metode perbandingan berpasangan hingga semua elemen tercakup dalam bentuk sebuah matriks perbandingan berpasangan. Prioritas ini ditentukan berdasarkan pandangan para pakar dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap keputusan tersebut, baik secara langsung misalnya melalui diskusi atau wawancara maupun secara tidak langsung misalnya melalui kuesioner
2.4.2 Penetapan Prioritas Langkah pertama dalam menetapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu persoalan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu dengan elemen-elemen dibandingkan dengan berpasangan terhadap satu kriteria yang ditentukan. Untuk membandingkan berpasangan ini, matriks merupakan bentuk yang lebih disukai. Matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai dan memberikan kerangka untuk menguji konsistensi, memperoleh tambahan dengan jalan membuat segala perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan. Rancangan matriks ini secara unik mencerminkan dwi segi prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Untuk memulai perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki untuk memilih kriteria C atau sifat yang akan digunakan untuk melakukan perbandingan yang pertama, kemudian dari tingkat tepat di bawahnya ambil eleven-elemen yang akan dibandingkan: A1, A2, A3,……………An pada bentuk matriks seperti pada tabel 2.1
11
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan C
A1
A2
…
An
A1
a11
A12
…
a1n
A2
a21
A22
…
a2n
…
…
…
…
..
An
an1
an2
…
Ann
Jumlah
ala
A2a
…
Ana
Nilai aij ádalah nilai perbandingan eleven Ai terhadap Aj yang menyatakan hubungan: 1. seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibanding dengan Aj atau 2. Seberapa jauh tingkat kepentingan Ai terhadap C dibanding Ai atau 3. Seberapa jauh dominasi Ai dibandingkan Aj atau 4. Seberapa jauh kriteria C terhadap Ai dibandingkan Ai atau Bila diketahui nilai Aij maka secara teoritis nilai aij= 1/aij sedangkan nilai aij dalam situasi I = j ádalah mutlak Nilai numerik yang digunakan untuk menbandingkan di atas diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Skala Banding Secara Perpasangan Tingkat kepentingan 1 3
Definisi
Keterangan
Sama pentingnya Sedikit lebih penting Lebih penting Sangat penting
Kedua eleven mempunyai pengaruh yang sama
Pengalaman dan penilaian sedikit lebih memihak satu elemen dibandingkan dengan elemen pasangan 5 Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan elemen pasangan 7 Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya 9 Mutlak Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai lebih dibandingkan dengan elemen pasangannya, pada penting tingkat keyakinan tertinggi. 2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan apabila terdapat keraguan penilaian antara dua tingkat kepentingan yang berdekatan Kebalikan Aij = 1/aij Diberikan apabila elemen pembanding j lebih penting daripada elemen i yang dibandingkan Sumber: (Thomas I. Saaty, 1993:85-86) 12
2.4.3 Perhitungan Bobot Langkah-langkah untuk menentukan bobot pada kriteria dalam penentuan alternatif keputusan adalah sebagai berikut : 1. Menentukan Geometrc Mean dengan formulasi : MG = n√∑ n i – 1 Xi Dimana : MG = Geometrc Mean Xi = Atribut ke i i
= Jumlah atribut
2. Melakukan proses normalisasi dengan menggunakan proporsi Geometric Mean, dengan formulasi : Pi =
MGi ∑ n i – 1 MGi
Dimana : Pi
= Proporsi atribut ke-i
Mgi = Geometric Mean atribut ke-i n
= Jumlah atribut
3. Menentukan robot nilai tiap alternatif terhadap kriteria, dengan formulasi Vi =∑ n i – 1 PixWi Dimana : P
= Proporsi atribut ke-i
Vi = Robot atribut nilai ke-i Wi = Robot kriteria ke-i
2.4.4 Penetapan Konsistensi Salah satu asumsi model Analitical Hierarchy Process (AHP) adalah tidak adanya syarat konsisten mutlak. Di dalam satu persoalan pengambilan keputusan sangat penting mengetahui berapa baiknya konsistensi, karena mungkin keputusan yang diambil tidak disukai bila pertimbangan yang digunakan konsistensinya rendah. Nilai rasio konsistensi yang dipertimbangkan dapat diterima adalah 10 % atau kurang. Jika hasil yang didapat lebih dari 10 % pertimbangan itu mungkin agak acak dan mungkin perlu diperbaiki. 13
Dari suatu matriks yang tidak konsisten yang telah dinormalisasi, selanjutnya jumlahkan barisnya dan prosentase-prosentase prioritas relatif menyeluruh. Kemudian diambil kolom jumlah baris dan setiap entri dengan entry yang sesuai dengan vektor prioritas. Setelah itu dilanjutkan dengan menentukan rata-rata dari nilai entry dalam kolom terakhir. Berdasarkan perjanjian, lambang untuk bilangan ini adalah λ maksimum (lambda maksimum) dan untuk menghitung nilainya dengan cara menjumlahkan kolom ketiga (hasil bagi diatas) dan dibagi dengan banyaknya elemen. Kemudian mencari C1 (consistency index) dan dilanjutkan dengan mencari CR (Consitency ratio). Tetapi lebih dahulu mencari RV/RI (random value index), dimana bisa dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Random Consistency Index N
1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
R1 0 0 0,58 0,9 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1.49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
Adapun rumus untuk menentukan CI (consistency index) adalah sebagai berikut :
CI =
Λ maks
(7)
N-1
Dimana : CI
= Consistency index
λ maks = Eigen volume maksimum n
= Ukuran matriks
AHP merupakan seluruh konsisten penilaian dengan CR (consistency ratio) yang perumusannya sebagai berikut : CR =
CI
(8)
RI
Dimana : CR
= Consistency ratio
CI
= Consistency index value Suatu tingkat konsistensi tertentu memang diperlukan dalam penentuan prioritas
untuk mendapatkan hasil yang sah. Nilai CR (consistency random) semestinya tidak lebih dari 10%, jika tidak penilaian yang telah dibuat mungkin terlalu tinggi. Prosedur rancangan kedua yang dapat dilakukan untuk memperoleh nilai konsistensi yang tinggi, yakni dengan 14
menghitung rata-rata geomatrik elemen-elemennya. Menghitung rata-rata geometrik dapat dilakukan dengan cara mengalirkan elemen-elemen dalam setiap baris, kemudian menarik akar pangkat n darinya. Langkah ini diikuti dengan menormalisasi vektor yang dihasilkan sehingga komponen-komponennya dan apabila dijumlahkan satu dengan yang lain. Kuesioner yang telah diisi oleh responden diberikan nilai dan diolah menggunakan metode rata-rata geometrik atau rata-rata ukur. Nilai-nilai tersebut harus dikalikan, dan ditarik akar pangkat bilangan yang samadengan jumlah responden atau orang yang memberikan nilai itu. Rumus umumnya adalah sebagai berikut : U = n√X1i x X2i x X3i x ………..Xni
(9)
Dimana : U
= Rata-rata geometric (ukur)
Xn
= Penilaian responden ke-n
n
= Jumlah responden
i
= Jumlah responden yang memilih penilaian responden ke-n
Suatu cara untuk memperbaiki konsistensi yang tidak memuaskan, adalah dengan cara memperingkatkan aktivitas-aktivitas itu menurut suatu urutan sederhana yang didasarkan pada bobot-bobot yang diperoleh pada proses yang pertama dari suatu persoalan. 2.5 Objective Matrix (OMAX) Menurut (Nasution, 2006), diagram Objective matrix adalah suatu model pengukuran yang mengkombinasikan pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta dapat digunakan untuk mengukur seluruh aspek kinerja yang dipertimbangkan dalam suatu unit kerja dimana indikator kinerja untuk setiap input dan output didefinisikan dengan jelas, memasukan pertimbangan pihak manajemen dalam menentukan bobot sehingga bersifat fleksibel. Metode ini dikembangkan oleh James L Riggs, seorang profesor produktivitas pada tahun 1980 an. Kegunaan Omax adalah : 1. Sebagai sarana pengukuran produktivits. 2. Sebagai alat memecahkan masalah produktivitas. 3. Alat pemantau pertumbuhan produktivitas. Dalam perkembangannya, diagram omax selain bisa digunakan untuk mengukur produktivitas juga digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan yang tersusun atas berbagai kriteria pengukuran. Aspek penting dalam omax adalah : 15
1. Awareness, yaitu pemahaman masalah dan adanya kemungkinan untuk meningkatkan hasil. 2. Improvement, yaitu artinya tahu dan mampu menjalankan perbaikan . 3. Maintenance,
yaitu
meliputi
kemampuan
untuk
mempertahankan
dan
memelihara kemajuan yang telah dicapai. Penyajian sistem pengukuran kinerja dengan OMAX ditunjukan pada gambar berikut ini A
B
Kriteria Performance
1 2
Skor
Skala Target Performance
Skor Bobot Nilai
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 4 5 6
Indikator Performance Sekarang Indikator Performance Sebelumnya Indeks
7 8
Gambar 2.3 Matriks Struktur OMAX Keterangan tentang diagram OMAX tersebut adalah sebagai berikut : A. Blok Pendefinisian terdiri dari : 1. Kriteria pengukuran kinerja, yaitu kriteria yang menjadi ukuran kinerja pada perspektif atau Bagian/Divisi yang akan diukur kinerjanya. 2. Target Pencapaian Performance, yaitu nilai tiap ukuran kinerja berdasarkan target pengukuran yang harapkan. A. Blok Kuantifikasi, terdiri dari : 3. Skala, yaitu angka-angka yang menunjukkan tingkat performance dari pengukuran tiap-tiap kriteria ukuran kinerja. Terdiri dari sebelas bagian dari 0 16
sampai 10. semakin besar skala, semakin baik kinerjanya, kesebelas skala tersebut dibagi menjadi tiga bagian yaitu : a. Level 0, yaitu nilai kinerja terendah berdasarkan data masa lampau b. Level 3, yaitu didasarkan pada nilai rata-rata data historis c. Level 10, yaitu nilai kinerja yang diharapkan atau nilai target Kenaikan nilai kinerja disesuaikan dengan cara interpolasi. 4. Skor, yaitu nilai level dimana nilai pengukuran kinerja sekarang berada 5. Bobot, yaitu besarnya bobot dari tiap kriteria kinerja terhadap total kinerja jumlah bobot dari keseluruhan kriteria adalah 100. 6. Nilai, merupakan perkalian tiap-tiap skor dengan bobotnya. 7. Indikator Perfomance/indicator kinerja merupakan jumlah dari nilai dari tiap kinerja. 8. Indikator Performance = Σ nilai 9. Indek kinerja dihitung sebagai presentasi kenaikan/penurunan terhadap performance target. Dengan rumus : Indikator kinerja sekarang – Indikator Kinerja Target Indikator Kinerja Target
x 100 %
Langkah-langkah untuk mengisi struktur OMAX adalah: Tiap kriteria ditulis pada blok A no 1. Target pencapaian performance dituliskan pada blok A no 2. Setiap kriteria ditentukan nilai tiap levelnya sesuai aturan pengisian skala pada blok B no 3. Nilai performance sekarang dimasukkan pada blok B no. 3 dengan cara melingkari angka pada skala yang bersesuaian. (angka yang berbeda dibulatkan ke bawah). Nilai skor yang diperoleh pada langkah 4 selanjutnya ditulis pada blok B no. 4. Bobot tiap kriteria dituliskan dengan ketentuan yang telh disepakati. Tiap skor dikalikan dengan bobot masing-masing dan nilainya dimasukkan pada blok B no. 6. Jumlahkan seluruh nilai sehingga didapat indikator kinerja dan dituliskan pada blok B no. 7.
17
2.6 Traffic Light System Traffic Light System digunakan untuk memberikan tada pada scoring system apakah nilai scor atau suatu KPI mengindikaskan perlunya suatu perbaikan atau tidak. Dalam traffic light system tersebut ada tga warna yang digunakan, yaitu : Warna hijau artinya achievement untuk suatu KPI sudah tercapai, yaitu bila nilai 10 ≥ Nilai ≥ 8 Warna kuning
artinya pihak manajemen harus lebih hati-hati karena
achievement belum tercapai meskipun nilainya sudah mendekati target, yaitu bila 8 > Nilai > 3. Warna merah
artinya achievement benar-benar dibawah target yang telah
ditetapkan dan perlu dilakukan perbaikan segera, yaitu bila 3 ≥ Nilai ≥ 0, (NN, 2005)
18
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan Beberapa penelitian telah dilakukan dalam melakukan pengukuran kinerja di antaranya adalah : 1. Tiaswati (2007) Jurusan Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Malang dalam tugas akhir yang berjudul ”Integrasi Analitichal Hierarchy Process dan Linier Goal Programming dalam Pemilihan Supplier CV. Karya Piranti Mandiri” pada penelitian ini AHP dipergunakan untuk menentuan kriteria dan sub kriteria dalam mengevaluasi dan memilih supplier dengan menghitung bobot kriteria yang nantinya dirangking untuk memilih supplier. Setelah dilakukan penilaian terhadap supplier dengan metode AHP kemudian di integrasikan kedalam LGP untuk mengetahui supplier terpilih dan kuantitas pesannya dengan mempertimbangkan batasan kapasitas supplier, permintaan dan biaya pembelian stainless stell. Dan supplier yang terpilih untuk bula oktober adalah PT Baja Karya dengan kuantitas pesan sebesar 150 lembar dan PT NAR sebesar 47 lembar. Untuk bulan nopember dan desember supplier terpilih sama dengan bulan Oktober yaitu PT Baja Karya dan PT NAR dengan kuantitas pesan sebesar 150 lembar dan 17 lembar untuk bulan November. Sedangkan untuk bulan Desember kuantitas pesannya sebesar 150 lembar dan 2 lembar. 2. Nugrahani Tjiumena, Julius Mulyono, Joko Mulyono, jurusan Teknik Industri, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dalam penelitian yang berjudul ” Pengukuran Performance Logistik pada PT X” pada penelitian ini dilakukan pengukuran performance supplier, purchasing dan produksi dengan menggunakan metode AHP dengan nilai standar pengukuran berdasarkan pendekatan trafict light system, hasil pengamatan menunjukkan performance aliran manajemen logistik pada PT X mempunyai performance yang cukup baik walaupun belum sesuai dengan target yang di inginkan. 3. Andik Kurniawan (2008), Prodi Teknik Industri, Universitas Muhammadiyah Malang dalam tugas akhir yang berjudul “Pengukuran Performance Logistik” dengan Metode AHP Omax. CV. Karya Piranti Mandiri merupakan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur yang memproduksi perlengkapan manufaktur dari stainless stell sedang mengalami permasalahan yaitu keterlambatan pengiriman material dan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang dapat mempengaruhi proses selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui performansi logistik CV. Karya Piranti Mandiri yang nantinya dapat 19
digunakan acuan dalam perbaikan kinerja perusahaan. Dalam penelitian yang hanya mengukur performansi supplier, Departemen purchasing dan departemen produksi ini metode yang digunakan dalam pengukuran adalah Analitycal Hierarchy Process (AHP) dan Objective Matrix dengan memberikan warna Traffic Light System pada pencapaian. Hasil penelitian menilai bahwa performansi logistik CV. Karya Piranti Mandiri masih perlu adanya perbaikan. Performansi supplier, kriteria kualitas performansinya adalah 10 dengan indeks perbaikan 2.33, kriteria biaya performansinya 2.5 dengan indeks perbaikan -0.168, kriteria pengiriman performansinya 8.72 dengan indeks perbaikan 1.904, kriteria fleksibilitas performansinya 10 dengan indeks perbaikan 2.333, kriteria responsibilitas performansinya 9.22 dengan indeks perbaikan 2.071. Sementara performansi departemen purchasing kriteria kualitas performansinya 1.67 dengan indeks perbaikan -0.444, kriteria fleksibilitas performansinya 10 dengan indeks perbaikan 2.333, kriteria responsibilitas performansinya 5.02 dengan indeks perbaikan 0.671 Sedangkan departemen produksi kriteria kualitas performansinya 10 dengan indeks perbaikan 2.333 dan kriteria schedule performansinya 1.5 dengan indeks perbaikan -0.499, ada tiga criteria yang mempunyai performansi yang buruk yaitu criteria biaya, criteria kualitas dan schedule dan perlu adanya perbaikan kinerja. Alternatif yang bisa dilakukan perusahaan untuk perbaikan kinerja antara lain: mengindari strategi ready stock, pengembangan supplier (partnering) untuk material yang strategis, strategi 70/30 dan spesifikasi supplier sesuai dengan kuantitas dan mengurangi jumlah supplier.
20