Kajian Pustaka: Risiko pada Rantai Pasok Agriproduk Rahmi Amalia Adani Program Studi Pascasarjana Teknik Industri, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Indonesia
Abstrak Pertumbuhan rantai pasok semakin pesat seiring dengan pengembangan jaringan yang melibatkan lebih banyak organisasi. Kompleksitas dalam rantai pasok ini menimbulkan berbagai risiko yang harus dihadapi dan diminimasi. Isu mengenai risiko pada rantai pasok menjadi salah satu fokus penelitian yang sedang berkembang. Risiko menjadi lebih besar pada rantai pasok untuk agriproduk, mengingat sifat produknya yang mudah rusak, sehingga penanganan rantai pasok untuk agriproduk tidak dapat disamakan dengan produk konvensional. Kajian pustaka ini bertujuan untuk mengkaji berbagai literatur sehingga dapat memberikan gambaran mengenai risiko yang mungkin terjadi pada rantai pasok agriproduk dan bagaimana meminimasinya. Beberapa peneliti membahas risiko pada rantai pasok agriproduk secara umum, sedangkan lainnya membahas secara spesifik untuk satu jenis risiko. Penelitian yang membahas risiko secara spesifik dikelompokkan ke dalam delapan kategori risiko, yaitu weather-related risks, market related risks, logistic and infrastructure risks, natural disaster, biological and environmental risks, management and operational risks, public policy and institutional risks, dan political risks. Peta literatur disusun berdasarkan kategori risiko dan sifat penelitian yang dilakukan. Kesempatan untuk mengembangkan penelitian dengan topik risiko pada rantai pasok agriproduk, terutama dengan studi kasus di Indonesia, terbuka sangat lebar, mengingat rantai pasok agriproduk di Indonesia memiliki risiko yang besar di semua kategori risiko. Keywords: kajian pustaka, risiko, rantai pasok, agriproduk
Pendahuluan Istilah manajemen rantai pasok sudah berkembang sejak dua dekade terakhir (Singhal dkk, 2011). Pertumbuhannya semakin cepat seiring dengan pengembangan jaringan yang melibatkan lebih banyak organisasi, tidak hanya dalam negeri tetapi juga di seluruh dunia. Keharusan untuk memenuhi permintaan konsumen yang sesuai dengan kapasitas perusahaan membuat kerja sama antar organisasi dalam jaringan rantai pasok menjadi sangat penting. Banyak sekali risiko yang dapat timbul dalam suatu jaringan rantai pasok akibat kompleksitas dari jaringan tersebut. Gangguan pada satu organisasi saja dapat mempengaruhi performansi keseluruhan jaringan rantai pasok (Mishra dan Shekhar, 2011). Risiko pada jaringan rantai pasok semakin besar karena semakin meningkatnya dinamisme dan ketidakpastian pada lingkungan bisnis. Oleh karena itu, isu mengenai risiko pada rantai pasok menjadi salah satu fokus penelitian yang berkembang pada saat ini (Singhal dkk, 2011).
Risiko ini menjadi lebih besar pada rantai pasok untuk produk hasil pertanian (agriproduk). Karena sifat alami dari agriproduk dan berbagai kebijakan yang mengaturnya, membuat manajemen rantai pasok untuk agriproduk tidak dapat disamakan dengan produk konvensional (Demir, 2013). Sifat agriproduk yang mudah rusak dan tidak tahan lama membutuhkan rantai pasok yang mengutamakan efisiensi waktu, walaupun memakan lebih banyak biaya (Ferentinos dkk, 2006). Meskipun teknologi sudah berkembang dengan pesat, banyak faktor yang membuat rantai pasok agriproduk tetap tidak mudah dikontrol oleh manusia (Tan dan Comden, 2012). Risiko yang besar pada jaringan rantai pasok agriproduk ini harus dapat diminimasi atau bahkan dihilangkan. Hal ini disebabkan oleh peranan sektor agriproduk yang sangat penting dalam perekonomian suatu negara (Gebresenbet dan Bosona, 2012), tidak hanya untuk konsumsi dalam negeri tetapi juga sebagai komoditas ekspor dari negara tersebut. Meminimasi risiko yang mungkin terjadi pada rantai pasok agriproduk dapat dilakukan dengan adanya proses manajemen risiko. Proses manajemen risiko dimulai dari identifikasi risiko dan diakhiri dengan mitigasi risiko melalui pengembangan respon terhadap risiko (Mishra dan Shekhar, 2011). Identifikasi risiko yang mungkin terjadi dapat memberikan pandangan yang lebih komprehensif bagi pengambil keputusan mengenai permasalahan yang ada sehingga dapat dilakukan strategi mitigasinya (Astuti dkk, 2013). Karena itu penelitian yang berhubungan dengan risiko pada rantai pasok agriproduk dan bagaimana meminimasi risiko tersebut sangat perlu untuk dilakukan. Terdapat sejumlah literatur mengenai risiko pada rantai pasok, tidak hanya pada ranah industri manufaktur, tetapi juga telah merambah pada bidang lainnya, termasuk agriproduk. Kajian pustaka ini bertujuan untuk mengkaji berbagai literatur sehingga dapat memberikan gambaran mengenai risiko yang mungkin terjadi pada rantai pasok, terutama difokuskan pada rantai pasok agriproduk, dan bagaimana meminimasinya. Literatur yang dikaji pada tulisan ini meliputi artikel pada jurnal, buku, dan proceeding dengan rentang waktu 10 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2003 hingga 2013. Ruang lingkup kajian pustaka ini yaitu identifikasi risiko dan langkah minimasi risiko secara spesifik untuk masing-masing risiko. Tidak hanya penelitian yang bersifat kualitatif yang dikaji dalam kajian pustaka ini, melainkan juga mencakup penelitian kuantitatif. Tulisan ini dibuka dengan pembahasan mengenai risiko yang dapat terjadi pada rantai pasok secara umum, diikuti dengan penjelasan mengenai manajemen rantai pasok yang diterapkan pada industri agriproduk. Pembahasan dilanjutkan dengan pemaparan mengenai risiko pada rantai pasok agriproduk beserta studi kasus manajemen risiko di berbagai jenis
rantai pasok agriproduk. Tidak hanya melakukan kajian terhadap berbagai literatur, pada akhir tulisan ini juga diberikan peta literatur sehingga dapat diketahui isu-isu yang dapat dikembangkan untuk penelitian selanjutnya.
Risiko pada Rantai Pasok Setiap aktivitas bisnis pasti mengandung risiko. Risiko adalah konsekuensi negatif dari variasi pada hasil yang diharapkan (Singhal dkk, 2011). Suatu rantai pasok terdiri dari beberapa organisasi yang saling berhubungan sehingga menyebabkan kompleksitas jaringan. Semakin kompleks suatu jaringan, semakin besar pula risiko yang dapat terjadi. Risiko pada rantai pasok adalah keluaran negatif akibat dari kerjadian yang tidak dapat diprediksi atau tidak tentu pada rantai pasok tersebut (Maruchecka dkk, 2011). Pembahasan mengenai risiko pada rantai pasok telah dilakukan oleh beberapa peneliti, baik berupa kajian pustaka, pengembangan konsep, maupun studi kasus. Singhal dkk (2010) membuat arahan untuk penelitian selanjutnya mengenai risiko pada rantai pasok dengan menyusun suatu taksonomi untuk mengklasifikasikan risiko. Pada literatur ini juga diberikan pembahasan mengenai risiko potensial dan manajemen risikonya untuk berbagai rantai pasok pada industri yang spesifik. Berbeda dengan literatur yang ditulis oleh Singhal dkk (2010), Briggs dkk (2012) tidak melakukan kajian pustaka, tetapi melakukan penelitian untuk mengidentifikasi risiko utama pada rantai pasok petroleum. Hasil penelitian membuktikan bahwa transportasi dan eksplorasi adalah dua risiko utama pada rantai pasok petroleum. Setelah didapatkan risiko utama yang terjadi, disusun strategi mitigasi untuk meminimasi terjadinya kedua risiko tersebut. Risiko pada rantai pasok yang dibahas dalam literatur dapat berupa pembahasan secara umum, seperti yang dilakukan oleh Briggs dkk (2012), atau hanya terfokus pada sebuah jenis risiko, seperti yang dilakukan oleh Maruchecka dkk (2011) serta Hammer dan Kummer (2012). Maruchecka dkk (2011) membahas mengenai isu yang berkaitan dengan keamanan dan kesehatan produk. Deskripsi mengenai isu tersebut diberikan dengan contoh studi kasus pada rantai pasok makanan, obat-obatan, peralatan kesehatan, produk konsumsi, dan automobil. Dari isu ini diidentifikasi langkah-langkah utama yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko akibat tidak terpenuhinya keamanan dan kesehatan produk. Hammer dan Kummer (2012) melakukan identifikasi strategi dengan studi kasus pada perusahaan kimia untuk mengantisipasi permintaan yang mudah berubah. Hasil yang
didapatkan dari penelitian ini adalah manajemen permintaan dapat diperbaiki dengan mengurangi variabilitas permintaan dan meningkatkan fleksibilitas rantai pasok. Mengurangi variabilitas permintaan dapat dilakukan dengan information sharing dan pricing, sedangkan fleksibilitas dapat ditingkatkan dengan mengurangi waktu siklus dan mensinkronisasi rantai pasok dengan permintaan pada pasar.
Rantai Pasok Agriproduk Pada awalnya istilah rantai pasok diterapkan pada perusahaan manufaktur yang memproduksi barang. Seiring berkembangnya dunia industri, istilah-istilah manufaktur juga diterapkan pada bidang lainnya, seperti industri jasa, militer, dan agriproduk. Rantai pasok agriproduk meliputi seluruh masukan, produksi, pascapanen, penyimpanan, pemrosesan, pemasaran dan pengiriman, jasa makanan, dan konsumsi dari lahan pertanian hingga konsumen akhir (Jaffee dkk, 2010). Rantai pasok agriproduk terbagi menjadi dua, yaitu (Vorst, 2006 dalam Astuti dkk, 2013): a. Rantai pasok untuk produk segar yang tidak membutuhkan pemrosesan seperti sayur mayur, buah-buahan, dan bunga. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang implementasi manajemen rantai pasok pada produk segar (Liu dan Ke, 2012; Singh dan Mishra, 2013; Pandey dkk, 2013), dimana konsep manajemen rantai pasok yang sudah digunakan pada produk konvensional dikembangkan di ranah industri agriproduk untuk produk segar. Singh dan Mishra (2013) membuat konsep penerapan manajemen rantai pasok pada rantai pasok untuk sayuran. Sedangkan Liu dan Ke (2012) serta Pandey dkk (2013) melakukan analisis untuk meningkatkan performansi rantai pasok agriproduk dengan melakukan perbaikan pada jaringan rantai pasoknya. b. Rantai pasok untuk produk olahan seperti makanan kaleng, cemilan kemasan, dan pencuci mulut. Istilah rantai pasok pada agriproduk lebih identik dengan rantai pasok untuk produk segar seperti sayur dan buah. Literatur yang membahas rantai pasok untuk produk olahan agriproduk lebih sulit didapatkan. Salah satu literatur yang membahas mengenai rantai pasok pada produk olahan adalah hasil penelitian yang dilakukan Liu dkk (2009) yaitu studi kasus pada rantai pasok minyak kacang (peanut oil). Terdapat tiga aliran yang berpindah sepanjang jaringan dalam rantai pasok agriproduk. Seperti pada produk secara umum, tiga aliran utama pada rantai pasok agriproduk adalah (Jaffee dkk, 2010):
a. Physical product flows (aliran produk fisik), yaitu perpindahan produk fisik dari suplier ke produsen, ke pembeli, dan ke konsumen akhir. b. Financial flows (aliran uang), yaitu aliran uang yang dibayarkan sepanjang rantai pasoknya. c. Information flows (aliran informasi), yaitu aliran yang mengkoordinasi produk fisik dan aliran uang. Tujuan dari manajemen rantai pasok agriproduk adalah untuk menyediakan produk yang tepat, dalam jumlah yang tepat, ke tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dengan harga yang bersaing. Untuk mencapai tujuan tersebut, suatu rantai pasok agriproduk menjalankan beberapa aktivitas. Aktivitas utama yang terjadi pada jaringan rantai pasok agriproduk, adalah (Jaffee dkk, 2010): a. Input supply (pasokan material), yaitu produksi dan distribusi input materialnya seperti bibit, pupuk, dan kemasan yang akan digunakan pada aktivitas selanjutnya. b. Farm production (aktivitas pertanian), yaitu aktivitas produksi agriproduk sampai dengan penjualan agriproduk segar langsung dari petani. c. Processing (pemrosesan), yaitu proses transformasi dari agriproduk segar menjadi barang jadi seperti dengan pengeringan, pengalengan, dan pembekuan. d. Domestic and international logistics (logistik dalam negeri dan internasional), yaitu pengiriman produk ke konsumen akhir.
Risiko pada Rantai Pasok Agriproduk Risiko pada rantai pasok tidak hanya terjadi pada rantai pasok untuk produk konvensional, tetapi juga pada rantai pasok di bidang lainnya, termasuk rantai pasok agriproduk. Manajemen risiko pada rantai pasok industri manufaktur dapat diadopsi pula untuk ranah agriproduk, seperti digambarkan pada gambar 1.
Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Penelitian Risiko pada Rantai Pasok Agriproduk
Risiko adalah kemungkinan suatu kejadian dapat terjadi dengan konsekuensi negatif pada performansi pertanian dan perusahaan yang mempengaruhi performansi keseluruhan rantai pasok. Kejadian risiko dapat dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan lingkup atau sebaran, frekuensi dan durasi, serta sejarahnya, yaitu (Jaffee dkk, 2010): a. Idiosyncratic risks yang efeknya hanya mempengaruhi lahan pertanian sendiri, seperti penyakit pada tanaman dan binatang yang mengganggu lahan pertanian. b. Covariate risks yang mempengaruhi beberapa organisasi secara simultan, seperti kekeringan, banjir, dan harga yang fluktuatif. Sejumlah peneliti telah mengangkat topik yang berkaitan dengan risiko pada rantai pasok agriproduk, baik di kategori idiosyncratic risks maupun covariate risks. Penelitian yang dilakukan dalam ranah rantai pasok agriproduk ini banyak mengambil studi kasus pada jenis produk tertentu dan di negara tertentu. Pada beberapa literatur, pembahasan mengenai rantai pasok agriproduk banyak dikaitkan dengan rantai pasok produk dari binatang seperti susu dan daging karena sifatnya yang sama, yaitu mudah rusak (Gebresenbet dan Bosona, 2012; Bosona, 2013), sehingga pada kajian pustaka ini juga mengikutsertakan studi kasus pada rantai pasok produk susu. Astuti dkk (2013) serta Mishra dan Shekhar (2011) membahas risiko pada rantai pasok agriproduk secara umum, tidak fokus pada salah satu risiko yang dapat terjadi. Astuti
dkk (2013) melakukan identifikasi risiko potensial pada rantai pasok manggis di Indonesia. Fuzzy Analytical Hierarchy Process (Fuzzy AHP) digunakan untuk mengevaluasi alternatif berdasar tujuan jaringan dan sumber risiko. Setelah melakukan identifikasi risiko potensial tersebut, direncanakan strategi mitigasi yang kemudian dibuat model struktural untuk melihat hubungan antar strategi mitigasi dengan Interpretive Structural Modeling (ISM). Penjelasan risiko dan strategi mitigasi pada artikel ini masih sangat deskriptif dan belum memfokuskan strategi mitigasi untuk masing-masing risiko yang teridentifikasi. Pada penelitian yang dilakukan Mishra dan Sekhar (2011), setelah mengidentifikasi risiko potensial, tidak dilakukan perencanaan strategi mitigasi risiko seperti pada Astuti dkk (2013), tetapi menghitung dampak yang dapat ditimbulkan oleh setiap risiko pada rantai pasok produk susu. Dampak ini dihitung dengan mengalikan frekuensi terjadi dan tingkat keparahan dari masing-masing risiko, sehingga diketahui seberapa besar dampaknya terhadap performansi rantai pasok tersebut. Berbeda dari kedua penelitian sebelumnya, banyak peneliti yang membahas suatu penelitoan dengan membatasi pada salah satu jenis risiko saja. Risiko yang dapat terjadi pada rantai pasok agriproduk sangat beragam, sehingga Jaffee dkk (2010) mengklasifikasikan risiko ke dalam delapan kategori risiko utama yang dihadapi oleh rantai pasok agriproduk yaitu: a. Weather-related risks (risiko berkaitan dengan cuaca) Agriproduk sangat sensitif terhadap cuaca, baik dari sisi produksi maupun konsumen. Perubahan cuaca dan kondisi cuaca yang tidak dapat diprediksi dapat mempengaruhi hasil dari penanaman agriproduk. Tidak hanya berdampak pada penurunan hasil, tetapi juga dapat mempengaruhi kualitas produk dan mengganggu aliran produk pada jaringan rantai pasoknya. Cuaca juga dapat mempengaruhi pilihan konsumen, karena konsumen akan menentukan jenis makanan yang akan dibeli tergantung dengan kondisi cuaca, apakah musim dingin, hujan, atau panas (Yi dan Li, 2013). Risiko ini akan mempengaruhi satu anggota rantai pasok secara langsung, tetapi tidak terlalu mempengaruhi bagian downstream-nya. Pembeli, pemroses, dan pedagang dapat bertransaksi dengan produsen lain yang tidak terkena efek dari perubahan cuaca, sehingga keseluruhan jaringan rantai pasok tetap dapat berjalan. Contoh risiko yang berkaitan dengan cuaca adalah hujan lebat, perubahan suhu yang mendadak, dan angin kencang.
Menurut Yi dan Li (2013), yang dapat dilakukan untuk meminimasi risiko akibat cuaca tidak menentu adalah membuat kontrak kompensasi antara petani dan ritel, dalam hal ini adalah swalayan. Kontrak ini berfungsi untuk memandu petani di China mengenai berapa jumlah yang harus ditanam agar tidak merugikannya, sedangkan ritel menggunakan asuransi cuaca apabila ada kerugian yang ditanggung akibat cuaca. Pada penelitiannya Yi dan Li membuat persamaan matematis untuk memaksimasi keuntungan dan meminimasi risiko cuaca. Persamaan ini divalidasi dengan membandingkan keuntungan yang didapatkan ketika ada kontrak kompensasi dan tidak. Haverkort dan Verhagen (2008) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh perubahan iklim terhadap tanaman kentang di Eropa. Penelitian ini bersifat deskriptif untuk menganalisis efek dari perubahan iklim pada tanaman kentang. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa perubahan iklim dapat mempengaruhi kualitas kentang dan kemungkinan kentang mengandung wabah penyakit.
b. Natural disasters (bencana alam) Bencana alam adalah salah satu risiko yang dapat berdampak cukup serius pada jaringan rantai pasok. Bencana alam, termasuk di dalamnya kejadian ekstrim akibat cuaca, terjadi sewaktu-waktu dan tidak dapat diprediksi. Risiko ini menyebabkan penurunan hasil agriproduk, meningkatkan harga, dan dapat merusak lahan pertanian. Bencana alam juga mengakibatkan pasokan agriproduk ke konsumen menjadi terhambat. Contoh bencana alam yang dapat mengganggu jaringan rantai pasok agriproduk adalah banjir, kekeringan, angin topan, dan gunung meletus. Penelitian Hasan (2010) termasuk dalam penelitian yang membahas risiko ini. Pada penelitian ini dibuat persamaan matematis untuk mengevaluasi efek fluktuasi iklim terhadap produksi beras di Bangladesh. Fluktuasi iklim disini dapat dikategorikan sebagai kondisi iklim yang ekstrim sehingga dapat dikategorikan dalam risiko akibat bencana alam. Persamaan ini meliputi persamaan matematis untuk menghitung perkiraan hasil produksi beras untuk dua jenis varietas, serta persamaan untuk menghitung kovarian dan korelasi. Dari kedua persamaan ini dapat diprediksikan hasil produksi beras dan diketahui kemungkinan adanya penurunan risiko akibat fluktuasi iklim dengan melakukan proporsi kombinasi varietas pada lahan pertanian. Kondisi iklim yang dijadikan skenario adalah pada saat normal, kering, banjir, serta banjir dan kering. Namun pada penelitian ini, setalah diketahui efek dari perubahan iklim, tidak diberikan rekomendasi untuk mengantisipasi atau menurunkan risiko tersebut.
c. Biological and environtmental risks (risiko biologis dan lingkungan) Pada rantai pasok agriproduk, faktor biologis dan lingkungan merupakan salah satu risiko. Selain dapat menurunkan hasil produksi, risiko ini juga dapat menurunkan kualitas dari produk. Risiko ini dapat sangat merugikan bagi produsen dan dapat membahayakan konsumen. Contoh risiko ini adalah berkaitan dengan kesehatan makanan (food safety) karena adanya kontaminasi dari zat kimia atau biologi yang berbahaya dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Agriproduk sangat rentan dengan risiko terkontaminasi, sehingga banyak peneliti yang mencoba membahas risiko biologis dan lingkungan pada rantai pasok agriproduk. Risiko biologis dan lingkungan berkaitan erat dengan kontaminasi pada produk, baik yang tidak disengaja, akibat buruknya proses produksi dan penyimpanan, maupun yang disengaja, atau yang disebut terorisme makanan (food terrorism). Kontaminasi ini dapat berupa kontaminasi zat kimia ataupun makhluk hidup seperti bakteri. Dharmaputra dkk (2003) memberikan rekomendasi secara kualitatif langkah yang harus diambil dari segi manajemen rantai pasok untuk meminimasi kontaminasi aflatoxin dan Aspergillus flavus pada kacang dengan studi kasus di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Alvarez dkk (2010) juga memberikan rekomendasi secara kualitatif untuk meminimasi terorisme makanan dengan menggunakan pendekatan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP). Hammoudi dkk (2009) memberikan rekomendasi untuk kesehatan makanan dengan menggunakan standar kesehatan makanan (safety standards). Keterbatasan ketiga literatur tersebut adalah hanya memberikan rekomendasi secara deskriptif tanpa menjelaskan langkah-langkah yang jelas dan tidak didukung dengan pembuktian bahwa rekomendasi tersebut dapat meminimasi risiko yang berkaitan dengan biologis dan lingkungan. Rekomendasi yang lebih spesifik diberikan oleh Bollen dkk (2007), Liu dkk (2009), Qian dkk (2012), dan Hu dkk (2013). Keempat penelitian ini memfokuskan pada sistem untuk penelusuran agriproduk pada jaringan rantai pasok. Sistem penelusuran ini dikembangkan untuk menjaga kualitas produk selama pengiriman. Sistem ini juga memiliki fungsi untuk menghindari hilangnya produk (food loss). Bollen dkk (2007) merekomendasikan metode fruit mixing pada pengepakan buah sebelum dikirimkan ke ritel yang berbeda dengan studi kasus pada rumah pengepakan apel di Selandia Baru. Sedangkan
ketiga
peneliti
lainnya
menggunakan
teknologi
informasi
dengan
memanfaatkan barcode dan Radio Frequency Identification (RFID). Liu dkk (2009), Qian dkk (2012), dan Hu dkk (2013) menerapkan teknologi ini pada rantai pasok agriproduk dengan mengembangkan model perangkat lunak dan perangkat keras yang dibutuhkan.
d. Market-related risks (risiko berkaitan dengan pasar) Pasar juga dapat mempengaruhi rantai pasok pada agriproduk berkaitan dengan harga, kualitas, ketersediaan, dan kemudahan untuk mendapatkan produk. Perubahan pada pasokan dan permintaan dapat mempengaruhi harga produk. Perubahan pada permintaan konsumen, terutama yang berkaitan dengan kualitas, dapat mempengaruhi kebutuhan terhadap kesehatan makanan. Perubahan pada permintaan konsumen yang berkaitan dengan kecepatan pengiriman dapat mempengaruhi jaringan rantai pasok dan metode pengirimannya. Singgih dan Woods (2003) membahas mengenai risiko berkaitan dengan pasar pada rantai pasok agriproduk, yaitu efek budaya terhadap rantai pasok. Studi kasus dilakukan dengan membandingkan efek budaya terhadap performansi rantai pasok pisang di Indonesia dan di Australia. Berdasarkan penelitian tersebut kebudayaan akan mempengaruhi bagaimana anggota rantai pasok saling berhubungan serta mekanisme harga dan posisi tawar dari petani. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa petani di Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih rendah dan risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani di Australia. Hal ini dikarenakan budaya masyarakat Indonesia yang didominasi dengan status sosial dimana petani berada di tingkatan paling rendah dibandingkan dengan anggota rantai pasok yang lain. Hal ini menyebabkan petani lebih memilih untuk percaya pada penilaian penjual besar (wholesaler) tentang harga dan lebih mementingkan pada keuntungan jangka pendek dibandingkan hubungan yang berkelanjutan. Guohua (2013) membangun suatu model pada rantai pasok agriproduk dengan satu suplier dan satu ritel yang mengandung gangguan pasokan di sepanjang horizon perencanaan. Risiko gangguan pada pasokan ini termasuk dalam risiko yang berkaitan dengan pasar. Dari model ini dapat dikembangkan skema koordinasi rantai pasok, apakah tersentralisasi atau terdesentralisasi, dan dapat dihitung jumlah pesanan optimal dari ritel dengan masing-masing skema koordinasi.
e. Logistical and infrastructure risks (risiko logistik dan infrastruktur) Risiko logistik dan infrastruktur dapat mempengaruhi ketersediaan dan waktu pengiriman produk ke pasar. Penyebab dari risiko yang berkaitan dengan logistik dan infrastruktur antara lain pasokan dan harga bahan bakar, perubahan jasa transportasi, kerusakan infrastruktur, pengemasan dan pemuatan dalam truk yang tidak sesuai, serta getaran akibat perilaku mengemudi yang buruk (Bosona, 2013). Dampak yang terjadi akibat risiko ini adalah berkaitan dengan kualitas produk dan keamanan dari produk (food security). Kualitas produk dapat menurun, misalnya karena pengemasan yang tidak baik menyebabkan produk tidak segar ketika sampai ke pasar. Sedangkan keamanan produk berkaitan dengan kesehatan makanan dan kemungkinan hilangnya makanan. Adegbola dkk (2011) memfokuskan pembahasan risiko pada rantai pasok agriproduk dengan risiko logistik dan infrastruktur. Penelitian ini memberikan rekomendasi terhadap risiko keselamatan makanan. Rekomendasi yang diberikan berkaitan dengan intervensi pemerintah dan perlunya fungsi penyimpanan yang lebih baik. Namun pada literatur ini hanya menggunakan metode studi pustaka untuk menganalisis rekomendasi yang perlu diberikan. Fokus pada risiko logistik dan infrastruktur juga dibahas oleh Despoudi dkk (2012) dalam penelitiannya. Analisis eksploratori dilakukan untuk mengidentifikasi peluang untuk mengurangi risiko terjadinya kehilangan makanan oleh produsen dan pemroses. Faktor utama yang berkontribusi terhadap risiko kehilangan makanan ini adalah buruknya infrastruktur serta buruknya koordinasi dan kemampuan, sehingga diberikan rekomendasi kualitatif berdasarkan kedua faktor utama ini untuk mengurangi potensi terjadinya risiko kehilangan makanan.
f. Management and operational risks (risiko manajemen dan operasional) Risiko manajemen dan operasional adalah bagian dari keputusan yang diambil oleh perusahaan. Risiko ini biasanya berkaitan dengan penurunan produktivitas, kualitas rendah, dan pengiriman yang tidak dapat diandalkan. Contoh risiko ini yang sering terjadi antara lain kontrol kualitas yang buruk, kerusakan pada peralatan yang digunakan baik pada saat penanaman maupun pengolahan, peramalan dan perencanaan yang salah, dan menggunakan bibit yang tidak bagus.
g. Public policy and institutional risks (risiko berkaitan dengan kebijakan publik dan institusional) Risiko yang berkaitan dengan kebijakan publik dan institusional dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pada rantai pasok agriproduk. Risiko ini juga memiliki dampak cukup besar pada struktur rantai pasok dan hubungan antar organisasi dalam
jaringan.
Ketidakstabilan
ekonomi,
pergantian
kebijakan
perpajakan,
ketidakpastian peraturan perdagangan, dan ketidakpastian kondisi pemerintahan seperti korupsi adalah contoh risiko yang berkaitan dengan kebijakan publik dan institusional.
h. Political risks (risiko politik) Risiko politik berkaitan dengan ancaman keamanan politik, baik di dalam negeri maupun berkaitan dengan perdagangan antar negara.
Namun pada kondisi nyata, dapat dijumpai bahwa risiko yang terjadi pada suatu kasus adalah kombinasi dari beberapa kategori risiko, seperti pada penelitian Tan dan Comden (2012) serta Jouzdani dkk (2013). Penelitian yang dilakukan oleh Tan dan Comden (2012) selain membuat persamaan matematis dengan mempertimbangkan risiko cuaca juga mempertimbangkan risiko lain yaitu berkaitan dengan ketidakpastian permintaan dan pasokan. Studi kasus dilakukan pada rantai pasok tomat di Turki, dimana pasokan sangat bergantung dengan cuaca dan karakteristik lahan, sedangkan permintaan dari ritel sangat susah untuk diprediksi. Persamaan nonlinear dibuat untuk memaksimasi total keuntungan sepanjang periode perencanaan dengan menentukan area pertanian yang akan dikontrak dan waktu pembibitan pada lahan yang dikontrak tersebut. Dengan mempertimbangkan risiko cuaca dan pasar ini didapatkan keuntungan 16% lebih tinggi dibandingkan jika tidak memasukkan risiko tersebut. Jouzdani dkk (2013) melakukan penelitian untuk mengatasi risiko yang berkaitan dengan pasar sekaligus risiko logistik dan infrastruktur, yaitu ketidakpastian permintaan dan kemacetan lalu lintas. Persamaan matematis dengan nonlinear mixed integer programming digunakan untuk memformulasikan perencanaan dinamis yang menentukan jumlah dan lokasi fasilitas pada rantai pasok dan volume produk yang dipasok. Persamaan ini digunakan untuk membuat perencanaan rantai pasok produk susu di Teheran.
Kesimpulan Risiko dapat terjadi dalam setiap rantai pasok. Risiko tersebut menjadi semakin besar pada rantai pasok agriproduk. Hal ini disebabkan oleh sifat dari produk yang mudah rusak dan tidak tahan lama. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai risiko yang mungkin terjadi pada rantai pasok, terutama difokuskan pada rantai pasok agriproduk, dan bagaimana meminimasinya. Setelah melakukan pengkajian dari beberapa literatur, diketahui bahwa masih banyak kesempatan untuk mengembangkan penelitian pada bidang risiko di rantai pasok agriproduk. Tabel 1 menggambarkan peta literatur yang dapat disimpulkan dari kajian pustaka ini. Peta literatur tersebut disusun berdasarkan kategori risiko yang dibahas dengan sifat penelitian yang dilakukan, apakah kualitatif atau kuantitatif.
Tabel 1. Peta Literatur Manajemen Risiko pada Rantai Pasok Agriproduk
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa belum ada penelitian yang membahas risiko berkaitan dengan manajemen dan operasional, kebijakan publik dan institusional, serta politik, sehingga penelitian pada bidang tersebut terbuka lebar untuk dilakukan. Banyak sekali permasalahan dalam rantai pasok agriproduk di Indonesia yang dapat diangkat sebagai tema penelitian. Rantai pasok agriproduk di Indonesia memiliki risiko yang besar di semua kategori risiko. Cuaca yang tidak menentu, pasar yang sangat luas dengan sifat yang berbedabeda, daerah yang terbagi dalam pulau-pulau, permasalahan logistik dan infrastruktur yang tidak memadai, kondisi pemerintahan dan politik yang tidak stabil, serta seringnya terjadi bencana alam adalah contoh risiko yang dihadapi oleh rantai pasok agriproduk di Indonesia, dimana sangat terbuka peluang untuk diangkat sebagai topik penelitian.
Daftar Pustaka Adegbola, JA, Bamishaiye, EI, dan Daura AM, 2011, ‘Food Security In Nigeria: Government's Intervention and The Place of Effective Storage’, Asian Journal of Agriculture and Rural Development, vol. 1, no. 2, pp. 56-63. Alvarez, MJ, Alvarez A, De Maggio, MC, Oses, A, Trombetta, M, dan Setola, R, 2010, ‘Chapter 11 Protecting the Food Supply Chain from Terrorist Attack’, dalam T. Moore dan S. Shenoi (ed), Critical Infrastructure Protection IV, IFIP AICT 342, International Federation for Information Processing. Astuti, R, Marimin, Machfud, Arkeman, Y, Poerwanto, R, Meuwissen, MPM, 2013, ‘Risks and Risks Mitigations in the Supply Chain of Mangosteen: A Case Study’, Operations and Supply Chain Management, vol. 6, no. 1, pp. 11-25. Bollen, AF, Riden, CP, dan Cox, NR, 2007, ‘Agricultural supply system traceability, Part I: Role of packing procedures and effects of fruit mixing’, Biosystems Engineering, vol. 98, pp. 391-400. Bosona, T, 2013, Logistics Risks in the Food Supply Chains, https://www.agriskmanagementforum.org/content/logistics-risks-food-supply-chains (diakses tanggal 15 September 2013). Briggs, CA, Tolliver, D, dan Szmerekovsky, J, 2012, ‘Managing and Mitigating the Upstream Petroleum Industry Supply Chain Risks: Leveraging Analythic Hierarchy Process’, International Journal of Business and Economics Perspectives, vol. 7, no. 1, pp. 1-20. Demir, AY, 2013, ‘Supply Chain Management Practices in an Alternative Food Network: The First Organic Marketplace of Turkey’, International Journal of Business and Social Science, vol. 4, no. 9, pp. 179-187. Despoudi, S, Papaioannou, G, dan Dani, S, 2012, ‘Food Security and Food Losses: A Producer to Processor Perspective’, Proceedings of Papers of the 17th International Symposium on Logistics New Horizons in Logistics and Supply Chain Management, Cape Town, Afrika Selatan, pp. 343-351. Dharmaputra, OK, Rahmianna, AA, Rachaputi, NR, Wright, GC, dan Mills, G, 2003, ‘Aflatoxin in Indonesian Peanuts: How Can the Contamination within the Food Chain Be Managed?’, ACIAR Proceeding Agriproduct Supply Chain Management in Developing Countries, Bali, Indonesia, no. 119e. Ferentinos, KP, Kookos, IK, Arvantis, KG, Sigrimis, NA, 2006, ‘Section 8.2 Quality Issues for Agricultural Product Chains’, dalam Munack A (ed), Chapter 8 From Production to the User in CIGR Handbook of Agricultural Engineering Volume VI Information Technology, ASABE, St. Joseph, Michigan, USA. Gebresenbet, G dan Bosona, T, 2012, ‘Logistics and Supply Chains in Agriculture and Food’, dalam Groznik A (ed), Pathways to Supply Chain Excellence, InTech, diakses dari: http://www.intechopen.com/books/pathways-to-supply-chain-excellence/logisticschains-in-food-and-agriculture-sector. Guohua, S, 2013, ‘Research on the Fresh Agricultural Product Supply Chain Coordination with Supply Disruptions’, Discrete Dynamics in Nature and Society, vol. 2013, pp. 1-9. Hammer, C dan Kummer, S, 2012, ‘Securing Profitability in Turbulent Times-Initial Work on A Concept for Reduced Demand Variability and Increased Supply Chain Flexibility in the Chemical Industry’, Proceedings of Papers of the 17th International Symposium on Logistics New Horizons in Logistics and Supply Chain Management, Cape Town, Afrika Selatan, pp. 284-295.
Hammoudi, A, Hoffmann, R, dan Surry, Y, 2009, ‘Food safety standards and agrifood supply chains: an introductory overview’, European Review of Agricultural Economics, vol. 36, no. 4, pp. 469-478. Hasan, AHR, 2010, ‘Measuring Climate Change Risk on Supply Chain of Rice in Bangladesh’, dalam K. Fukushi dkk (ed), Sustainability in Food and Water: An Asian Perspective, Springer Science + Business Media B.V. Haverkort, AJ dan Verhagen, A, 2008, ‘Climate Change and Its Repercussions for the Potato Supply Chain’, Potato Research, vol. 51, pp. 223-237. Hu, J, Zhang, X, Moga, LM, dan Neculita, M, 2013, ‘Modeling and implementation of the vegetable supply chain traceability system’, Food Control, vol. 30, pp. 341-353. Jaffee, S, Siegel, P, dan Andrews, C, 2010, Rapid Agricultural Supply Chain Risk Assessment: A Conceptual Framework, Agriculture and Rural Development Discussion Paper 47, The World Bank. Jouzdani, J, Sadjadi, SJ, dan Fathian, M, 2013, ‘Dynamic dairy facility location and supply chain planning under traffic congestion and demand uncertainty: A case study of Tehran’, Applied Mathematical Modelling, vol. 37, pp. 8467-8483. Liu, J dan Ke, X, 2012, ‘Improvement in logistics of fresh agricultural products’, Journal of System and Management Sciences, vol. 2, no. 2, pp. 36-45. Liu, S, Zheng, H, Meng, H, Hu, H, Wu, J, dan Li, C, 2009, ‘Study on Full Supply Chain Quality and Safety Traceability Systems for Cereal and Oil Products’, dalam D. Li dan Z. Chunjiang, IFIP International Federation for Information Processing, Volume 295, Computer and Computing Technologies in Agriculture II, vol. 3, Springer, Boston, USA. Maruchecka, A, Greisb, N, Menac, C, dan Cai, L, 2011, ‘Product safety and security in the global supply chain: Issues, challenges, and research opportunities’, Journal of Operations Management, vol. 29, pp. 707-720. Mishra, PK dan Shekhar, BR, 2011, ‘Impact of Risks and Uncertainties on Supply Chain: A Dairy Industry Perspective’, Journal of Management Research, vol. 3, no. 2, pp. 1-18. Pandey, M, Baker, GA, Pandey, DT, 2013, ‘Supply Chain Re-engineering in the Fresh Produce Industry: A Case Study of Adani Agrifresh’, International Food and Agribusiness Management Review, vol. 16, issue 1, pp. 113-134. Qian, JP, Yang, XT, Wu, XM, Zhao, L, Fan, BL, Xing, B, 2012, ‘A traceability system incorporating 2D barcode and RFID technology for wheat flour mills’, Computers and Electronics in Agriculture, vol. 89, pp. 76-85. Singgih, S dan Woods, EJ, 2003, ‘Banana Supply Chains in Indoensia and Australia: Effects of Culture on Supply Chains’, ACIAR Proceeding Agriproduct Supply Chain Management in Developing Countries, Bali, Indonesia, no. 119e. Singh, US dan Mishra, US, 2013, ‘Vegetable Supply Chain: A Conceptual Study’, Food Science and Quality Management, vol. 15, pp. 30-35. Singhal, P, Agarwal, G, dan Mittal, ML, 2011, ‘Supply chain risk management: review, classification, and future research directions’, International Journal of Business Science and Applied Management, vol. 6, issue 3, pp. 15-42. Tan, B dan Comden, N, 2012, ‘Agricultural planning of annual plants under demand, maturation, harvest, and yield risk’, European Journal of Operational Research, vol. 220, pp. 539-549. Yi, H dan Li, Y, 2013, ‘Risk management of agricultural supply chain in China with weather compensatory contract’, E3 Journal of Business Management and Economics, vol. 4, no. 7, pp. 166-172.