ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN
DIQBAL SATYANEGARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN
DIQBAL SATYANEGARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Pusat Industri Batik Banten” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal, atau dikutip dari karya yang diterbitkan, maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dari bagian akhir Tesis ini.
Bogor, Oktober 2012
Diqbal Satyanegara H251100011
ABSTRACT DIQBAL SATYANEGARA. The Analysis of Supply Chain Management in Batik Banten Industry. Under direction of H MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN. Batik Banten Industry is a local small and medium enterprise that focused on producing traditional Bantenese Batik clothes, called Batik Banten. This research aims are (1) identify the structure of Batik Banten supply chain, (2) determine the performance metric of Batik Banten supply chain and (3) give alternative scheme of the supply chain of Batik Banten product. Supply Chain Operations Reference (SCOR) model and supply chain orientation concepts are adopted in this research. Analytical Hierarchy Process (AHP) and Analytical Network Process (ANP) are used in this research. Both primary and secondary data are collected in this research through literature study, survey and interview with experts. Samples in this research are determined by judgment sampling and five experts are participated. The finding shows the structure of Batik Banten supply chain, consists supplier, PT. Batik Banten Mukarnas and the consumer, both grocery and ultimate consumer. The AHP-ANP results found Quality Standardization as the most important factor for determine the metric of supply chain performance. Moreover, Cooperation is the most important factor in order to create the scheme of the supply chain Batik Banten product. Keywords: Supply Chain, SCOR, Supply Chain Orientation Concept, AHP-ANP
RINGKASAN DIQBAL SATYANEGARA. The Analysis of Supply Chain Management in Batik Banten Industry. Under direction of H MUSA HUBEIS and MUHAMMAD SYAMSUN. Batik adalah kain yang bergambar ditulis, atau dicap dengan canting yang terbuat dari tembaga, atau plat seng, agar dapat menghasilkan seni keindahan artistik dan klasik pada kain batik cotton, atau sutra, maka haruslah menggunakan lilin malam yang telah dipanaskan. Cukup banyak pelaku usaha batik di Indonesia yang telah mempunyai bermacam-macam corak dan motifnya, akan tetapi setiap daerah tidak mempunyai kesamaan corak dan motif pada batiknya, seperti halnya corak dan motif pada Batik Banten. Supply Chain Management (SCM), atau Manajemen Rantai Pasok (MRP) merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya serta memuaskan konsumen. MRP bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya transportasi, distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses dan barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam MRP, yaitu supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer. Salah satu model pengukuran kinerja MRP adalah SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang dikembangkan oleh Supply Chain Council. SCOR merupakan suatu metode sistematik yang mengombinasikan unsur-unsur seperti teknik bisnis, benchmarking dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan dalam rantai pasokan yang diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan tertentu. Salah satu aliran rantai pasok yang harus dikelola adalah aliran barang dari hulu ke hilir. Pada lingkungan bisnis Batik Banten tentunya telah berlaku mekanisme rantai pasok pada aliran hilir, walaupun masih sederhana. Selama ini belum ada sistem Supply Chain yang kohesif untuk produk Batik Banten (sektor hilir), maka hal mendasar yang perlu dianalisis untuk mewujudkan rantai pasok kohesif adalah kesediaan dari masing-masing pihak untuk bekerjasama dengan baik berdasarkan peubah Supply Chain Orientation yang terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key processes, leader dan top management support. Strategi Supply Chain Orientation (SCO), atau Orientasi Rantai Pasok harus terstruktur menurut tiap organisasi anggota rantai pasok yang menjadi fokus dalam organisasi tersebut melalui Desain Organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), Teknologi Informasi (TI) dan Kinerja Organisasi. MRP yang berjalan efektif pada akhirnya aktifitasnya akan sesuai dengan filosofi manajemen. Aktifitas-aktifitas diantara para anggota yang dimaksud mencakup perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi risiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama terhadap pelanggan, integrasi proses dan mitra hubungan jangka panjang.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, penelitian ini menggambarkan mekanisme rantai pasok Batik Banten, menganalisis bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten dan memberikan solusi alternatif manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini : (1) Mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten pada Industri Batik Banten, (2) Menentukan bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten dan (3) Merancang solusi skema pembentukan manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif pada Industri Batik Banten. Dalam penelitian ini digunakan data primer, maupun sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai narasumber ahli sebanyak 5 (lima) orang. Data sekunder berkaitan dengan kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui jurnal-jurnal, internet dan instansi pemerintah terkait. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan SCM; (2) Survei langsung lapangan, yaitu mempelajari berbagai fenomena tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas jual beli Batik Banten dan semua aspek pendukung; (3) Wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini; (4) Opini Pakar. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan contoh non probability sampling. Contoh yang diambil didasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Dalam hal ini pakar berperan penting dalam memberikan penilaian terhadap permasalahan dan anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi. Obyek contoh yang diteliti adalah pemasok bahan baku batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik Banten dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara. Pengolahan dan analisis data menggunakan metode AHP dan ANP dengan membuat model hirarki terlebih dahulu. Untuk metode AHP data diolah menggunakan perangkat lunak MS Excel adapun metode ANP menggunakan perangkat lunak SuperDecisions. Dalam menentukan dan menilai bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten digunakan model SCOR. Dalam tahapan ini melibatkan empat pihak sebagai narasumber ahli, yaitu Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten Mukarnas dan dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Berkaitan dengan membentuk skema solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten, digunakan pendekatan literatur peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka tahap awal membentuk sebuah MRP. Tahap berikutnya tiap anggota MRP produk Batik Banten secara organisasi harus memiliki orientasi fokus yang menjadi struktur dalam menerapkan ORP. Terakhir, pendekatan literatur mengenai MRP efektif sebagai skenario pembentukan MRP produk Batik Banten ditetapkan sebagai alternatif akhir dalam rangka pembentukan MRP produk Batik
Banten. Dalam tahapan ini di libatkan tiga narasumber ahli, yaitu Pemilik PT. Batik Banten Mukarnas, pemilik AIDA Batik sebagai perwakilan pengecer Batik Nusantara dan pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Struktur rantai pasokan Batik Banten terdiri dari pemasok bahan baku, perusahaan, pengecer lokal dan konsumen akhir. Aliran rantai pasok dimulai dari pemasok bahan baku. Semua bahan baku batik akan ditampung untuk diolah oleh PT. Batik Banten Mukarnas. Pada prioritas hasil AHP dalam penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten menunjukkan bahwa pada Proses Bisnis, Plan menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,32); pada Parameter Kinerja, Mutu menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,48); pada Atribut Kinerja, Reliabilitas menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,40); pada Metrik Pengukuran Kinerja sebagai tujuan utama, Kesesuaian Standar Mutu menjadi prioritas tertinggi (bobot 0,19). Berdasarkan hasil ANP, Proses Bisnis yang paling berpengaruh dalam kinerja MRP adalah Plan (bobot 0,34952); Parameter Kinerja yang paling berpengaruh adalah Mutu (bobot 0,4522); Atribut Kinerja yang paling penting adalah Reliabilitas (bobot 0,37226). Terakhir, Metrik Kinerja yang memiliki pengaruh paling besar adalah Kesesuaian Standar Mutu (bobot 0,19506). Hasil AHP dalam skenario alternatif pembentukan MRP Produk Batik Banten menunjukkan Trust menjadi prioritas tertinggi sebagai Faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok (bobot 0,32); SDM menjadi prioritas tertinggi sebagai Fokus bagi tiap anggota yang terlibat dalam rantai pasokan produk Batik Banten (bobot 0,38); proses Kerjasama memiliki prioritas tertinggi sebagai Skenario MRP produk Batik Banten (bobot 0,22). Berdasarkan hasil ANP, Faktor yang harus dipenuhi yang paling berpengaruh dalam MRP produk Batik Banten adalah Trust (bobot 0,19417): Fokus tiap anggota yang paling berpengaruh adalah SDM (bobot 0,33599); dan Skenario alternatif yang paling penting adalah Kerjasama (bobot 0,21159). Kata kunci: rantai pasok, SCOR, konsep Orientasi Rantai Pasok, AHP-ANP
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN
DIQBAL SATYANEGARA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong, M.S.
LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis
:
Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Industri Batik Banten
Nama
: Diqbal Satyanegara
NRP
: H251100011
Mayor
: Ilmu Manajemen
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing.,DEA Ketua
Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc. Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Manajemen
Dr. Ir. Abdul Kohar Irwanto, M.Sc.
Tanggal Ujian: 21 September 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT puji dan syukur atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Tesis dengan judul “Analisis Manajemen Rantai Pasok pada Industri Batik Banten”. Tesis ini merupakan syarat menyelesaikan pendidikan S2 untuk memperoleh gelar Magister Sains (MSi) dari Program Studi Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan banyak terima kasih disertai penghargaan kepada: 1.
Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing., DEA dan Dr. Ir. Muhammad Syamsun, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan
dan
mencurahkan
perhatian
selama
menyusun
dan
menyelesaikan studi ini. 2.
Prof. Dr. Ir. Wilson H Limbong, M.S. selaku penguji luar komisi dari Departemen Manajemen atas saran dan kritik yang bermanfaat demi kesempurnaan Tesis ini.
3.
Staf dosen dan staf akademik Departemen Ekonomi dan Manajemen IPB atas ilmu yang bermanfaat, arahan, dan pelayanan yang baik selama penulis melakukan studi di IPB.
4.
Didu, Mita, Ikhwan, Dhani, Minro, Sunggul, Mumuh, Jay dan teman-teman angkatan 4 di SPS Ilmu Manajemen IPB atas kebersamaannya selama kuliah dan segala bantuan selama penulis studi, hingga menyelesaikan tesis ini.
5.
Choirul Amalia atas sharing perangkat lunak SuperDecision dan ANP.
6.
Bapak Uke Kurniawan selaku pemilik Pusat Industri Batik Banten, atas ketersediaan waktu, masukan, dan bantuannya kepada penulis.
7.
Dr. Daenulhay atas konsultasi dan masukan kepada penulis.
8.
Ibu Turmudzi selaku pemilik AIDA Batik, atas bantuan dan informasi kepada penulis.
9.
Istriku Fala dan anak-anakku Izzan dan Diatra atas perhatian, motivasi dan kesabarannya untuk menemani dan menghibur penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan tesis ini masih terdapat kekurangan. Masukan dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk memperkuat dan memperkaya keilmuan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Aamiin. Bogor, Oktober 2012
Diqbal Satyanegara
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Diqbal Satyanegara. Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Februari 1983 dari pasangan orang tua Ayah Dasep Sidharta (Alm) dan Ibu Tuty Setyowati (Alm). Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) di Medan, Serang dan Jakarta. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan lulus pada tahun 2005 dengan konsentrasi Manajemen Pemasaran. Semasa kuliah penulis aktif di bidang organisasi internal kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE). Sejak semasa sekolah penulis menekuni olahraga Tae Kwon Do sebagai atlit, dengan mengikuti berbagai kejuaraan tingkat daerah dan tingkat nasional, sebelum akhirnya memulai petualangan hidup barunya berprofesi di bidang akademik setelah lulus kuliah. Diluar kegiatan akademik, penulis menekuni kegiatan sosial dengan mensosialisasikan materi Kebangsaan kepada pelajar, mahasiswa dan khalayak umum. Sejak tahun 2006 sampai sekarang, penulis bekerja pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten. Pada tahun 2010, melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS), penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 pada program Ilmu Manajemen di Sekolah Pascasarjana IPB dengan konsentrasi Manajemen Produksi dan Operasi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mengatasi krisis ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia telah membuat Ketetapan MPR Nomor XVI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, yang menyatakan bahwa ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional, agar terwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar jumlahnya, serta terbentuknya keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomi dan saling memperkuat untuk mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi nasional yang berdaya saing tinggi. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009, menyebutkan bahwa sasaran Pembangunan Nasional adalah “Terlaksananya pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan (Perpres RI No. 7 tahun 2005).” Menurut Tambunan, dikutip oleh Wanty (2006), mengatakan bahwa pentingnya Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia juga terkait dengan posisinya yang strategik dalam berbagai aspek. Ada empat alasan yang menjelaskan posisi strategik UKM di Indonesia. Pertama, aspek permodalan. UKM tidak memerlukan modal yang besar sebagaimana perusahaan besar, sehingga pembentukan usaha ini tidak sesulit perusahaan besar; Kedua, aspek tenaga kerja. Tenaga kerja yang diperlukan oleh Industri Kecil (IK) tidak menuntut pendidikan formal/tinggi tertentu. Sebagian besar tenaga kerja yang diperlukan oleh IK didasarkan atas pengalaman (learning by doing) yang terkait dengan faktor historis (path dependence). Hal ini sering ditemui pada industri kerajinan ukir batik; Ketiga, aspek lokasi. Sebagian besar IK berlokasi di pedesaan dan tidak memerlukan infrastruktur sebagaimana perusahaan besar; Keempat, aspek ketahanan. Peranan IK ini telah terbukti bahwa IK memiliki ketahanan yang kuat (strong survival) ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi. Dalam perekonomian Indonesia, UKM menduduki posisi strategik. Hal ini dikarenakan perannya
2
sebagai sarana dalam pertumbuhan, sekaligus pemerataan dan pula sebagai tujuan utama pembangunan. Sejauh ini, industri batik di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Dari aspek ekonomi, nilai transaksi perdagangan batik pada tahun 2006 pencapai Rp 2,9 triliun, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 3,9 triliun. Sementara, nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar US$ 14,3 juta dan pada tahun 2010, mencapai US$ 22,3 juta, dengan peningkatan 56 persen. Jumlah konsumen batik tercatat 72,86 juta orang. Uraian ini disampaikan oleh Presiden RI pada acara World Batik Summit pada tanggal 28 September hingga
2
Oktober
2011,
di
Jakarta
Convention
Center
(sumber
: http://www.kompas.com, 2012). Namun, Industri hulu yang menjadi pendukung utama pengembangan industri batik tradisional Indonesia dilaporkan lemah. Kondisi ini mengancam bisnis batik asli dari beberapa sentra batik dalam negeri. Lebih jauh lagi, berdasarkan data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) mengenai kinerja industr di Indonesia, per tahun 2010 Industri Batik mampu menyerap 17.082 tenaga kerja dengan 326 unit usaha yang tersebar di Indonesia (Tabel 1).
Tabel 1. Kinerja industri batik Tahun 2010 Jenis Industri
Unit Usaha
Tenaga Kerja (Orang)
Batik
326
17.082
Nilai Produksi (Ribuan Rp)
Nilai Output (Ribuan Rp)
Biaya Input (Ribuan Rp)
838.329.8 88
935.096.286
565.156.11 8
Nilai Tambah Bruto (Ribuan Rp) 369.940.168
Sumber : Kemenperin, http://www.kemenperin.go.id, 2012 (Diolah kembali) Kemenperin, dalam rekapitulasi kinerja industri di Indonesia, mencatat selama tahun 2006 hingga tahun 2010 jumlah unit usaha Industri Batik mengalami trend kenaikan 2,79%. Adapun nilai produksi Batik mengalami trend kenaikan 17,63%. Pada periode tersebut, besarnya jumlah tenaga kerja yang terserap mengalami trend kenaikan 8,98% (Tabel 2). Kondisi tersebut
3
menyebabkan kecenderungan tingginya persaingan bisnis di berbagai bidang industri, khususnya industri Batik. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan daya saing perusahaan dalam bentuk efektifitas dan efisiensi produktivitas telah menjadi suatu hal terpenting dimana mutu produk dan pelayanan juga merupakan faktor utama yang
mempengaruhi
kepuasan
pelanggan
guna
kelangsungan
hidup
perusahaan. Peningkatan efisiensi, salah satunya dapat dilakukan dengan integrasi kegiatan rantai pasok perusahaan, agar tidak terjadi kesulitan dalam proses perencanaan operasional rantai pasok. Konsep manajemen rantai pasok (MRP) mampu mengintegrasikan pengelolaan berbagai fungsi manajemen dalam suatu hubungan antarorganisasi membentuk satu sistem yang terpadu dan saling mendukung
(Mutakin, 2010). Dalam mekanisme rantai pasok
Batik Banten yang sudah berjalan, proses input pengolahan bahan baku dimulai dari pembuatan batik di pusat industri Batik Banten. Tabel 2. Perkembangan kinerja industri batik Indonesia Indikator Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009
Tahun 2010
Trend
Jumlah Unit Usaha 298 308 235 339 326 2,79% (Unit) Nilai Produksi 394.641.105 509.194.105 699.661.151 572.380.745 838.329.888 17,63% (Ribuan Rp.) Jumlah Tenaga Kerja 12.047 13.060 12.988 15.346 17.082 8,98% (Orang)
Sumber : Kemenperin, http://www.kemenperin.go.id, 2012 MRP merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien. Produk yang dihasilkan dapat di distribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta memuaskan konsumen. MRP bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi efisien dan efektif, meminimalisasi biaya transportasi, distribusi sampai inventori bahan baku, bahan dalam proses serta barang jadi. Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam MRP, yaitu
4
supplier, manufacturer, distributor, retailer dan customer (Indrajit dan Djokoranoto dalam Amalia 2012). Pemasok-pemasok yang dipilih perusahaan yang tidak dikelola dengan baik memungkinkan para pemasok terlambat dalam pengadaan bahan baku bagi perusahaan, karena dapat menurunkan kinerja para pemasok dan tidak terjadinya transparansi harga tawar menawar antara pemasok dengan perusahaan. Penerapan MRP yang mengikuti konsep MRP yang benar dapat memberikan dampak peningkatan keunggulan kompetitif terhadap produk maupun pada sistem rantai pasok yang dibangun perusahaan itu sendiri (Mutakin, 2010). Sejauh ini, perkembangan Industri Batik Banten sejak berdirinya pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup baik. Namun demikian, pengelolaan Industri Batik Banten saat ini masih terbatas. Masih kurangnya peran pemerintah dan pihak terkait membuat pengelolaan ini mengarah kepada berjalan apa adanya. Pada satu kesempatan awal bulan Februari 2012 dalam wawancara yang dilakukan peneliti terhadap pemilik Batik Banten, Komisaris PT Batik Banten Mukarnas sebagai produsen Batik Banten, Bapak Uke Kurniawan, mengemukakan "Harapan saya, pemerintah dan perguruan tinggi membina, serta pihak-pihak pelaku usaha pariwisata turut mengembangkan usahanya agar terus berkembang, karena ini adalah warisan budaya dan identitas Banten". Berdasarkan uraian dan kondisi telah dikemukakan, maka perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis Manajemen Rantai Pasokan (MRP) untuk Batik Banten, sehingga kinerja rantai pasok pada Batik Banten diharapkan akan meningkat dan dapat meningkatkan produktivitas serta daya saing Batik Banten melalui skema upaya pembentukan kelembagaan rantai pasok produk yang kohesif dan efektif. Sistem pengukuran kinerja (performance measurement system) diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung perancangan tujuan, evaluasi kinerja, dan menentukan langkah-langkah kedepan baik pada level strategi, taktik dan operasional (Van der Vorst dalam Setiawan 2009). Untuk
5
itu, penelitian mengenai model pengukuran kinerja MRP industri Batik Banten perlu dilakukan. Salah satu model pengukuran kinerja MRP adalah SCOR (Supply Chain Operations Reference) yang dikembangkan oleh Supply Chain Council. SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengombinasikan unsurunsur seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan dalam rantai pasokan yang diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja rantai pasokan perusahaan tertentu (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Salah satu aliran rantai pasok yang harus dikelola adalah aliran barang dari hulu ke hilir (Pujawan dalam Amalia 2012). Pada lingkungan bisnis Batik Banten tentunya telah berlaku mekanisme rantai pasok pada aliran hilir walaupun masih sederhana. Selama ini belum ada sistem Supply Chain yang kohesif untuk produk Batik Banten (sektor hilir). Hal mendasar yang perlu dianalisis untuk dapat mewujudkan rantai pasok kohesif adalah kesediaan dari masing-masing pihak untuk bekerjasama dengan baik berdasarkan peubah Supply
Chain
Orientation
yang
terdiri
atas
trust,
commitment,
interdependence, organizational compatibility, vision, key processes, leader dan top management support (Mentzer, et al 2001). Lebih jauh lagi, strategi Supply Chain Orientation harus terstruktur disesuaikan oleh tiap organisasi anggota rantai pasok yang menjadi fokus dalam organisasi tersebut mencakup Desain Organisasi, Sumber Daya Manusia, Teknologi Informasi, dan Kinerja Organisasi (Esper, et al 2010). MRP yang berjalan efektif pada akhirnya aktifitasnya akan sesuai dengan filosofi manajemen (Mentzer, et al 2001). Aktifitas-aktifitas diantara para anggota yang dimaksud mencakup perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi resiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama terhadap pelanggan, integrasi proses dan mitra hubungan jangka panjang. Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian ini setidaknya mencoba untuk dapat menggambarkan mekanisme rantai pasok Batik Banten, menganalisis bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten dan
6
mencoba memberikan solusi alternatif manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif. 1.2 Perumusan Masalah Evaluasi terhadap rantai pasokan penting bagi perusahaan karena menghabiskan sebagian besar uang perusahaan (Heizer and Render, 2008). Dalam kepentingan ini, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok. Hanya dengan metrik yang efektif, perusahaan dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik aset-asetnya. Melalui solusi alternatif MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat memiliki daya saing dalam rangka efisiensi. Sistem atau kelembagaan rantai pasok pada akhirnya perlu dibangun untuk mencapai satu (1), atau lebih tujuan yang menguntungkan semua pihak yang ada di dalam dan diluar kelembagaan tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana struktur rantai pasok pada Industri Batik Banten ? 2. Bagaimana bobot pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten ? 3. Bagaimana solusi skema pembentukan rantai pasok produk Batik Banten yang dapat di aplikasikan pada Industri Batik Banten yang efektif ? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten pada Industri Batik Banten. 2. Menentukan bobot kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten. 3. Merancang solusi skema pembentukan manajemen rantai pasok produk Batik Banten yang efektif pada Industri Batik Banten.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Rantai Pasok Mentzer et al (2001) mendefinisikan rantai pasok sebagai serangkaian entitas yang terdiri atas tiga atau lebih entitas (baik individu maupun organisasi) yang terlibat secara langsung dari hulu ke hilir dalam aliran produk, jasa, keuangan, dan/ atau informasi dari sumber kepada pelanggan. Definisi
MRP
adalah
gabungan
dari
aktifitas-aktifitas
yang
memanfaatkan material (bahan) dan jasa, yang mengubahnya menjadi barang setengah jadi dan produk jadi, dan menyampaikannya ke pelanggan (Heizer and Render, 2008). Definisi lain menurut APICS (American Production and Inventory Control Society) dictionary yang dikutip oleh Fredenhall and Hill (2001), rantai pasok adalah rangkaian proses dari bahan-bahan baku menuju konsumsi akhir produk jadi yang terhubung antara pemasok dan perusahaan. Rantai nilai didefinisikan sebagai fungsi-fungsi perusahaan yang menambah nilai produk, atau jasa yang dijual kepada pelanggan, sehingga diperoleh pembayaran.
Gambar 1. Rantai pasok dan rantai nilai (Fredenhall and Hill, 2001) Berdasarkan uraian tersebut, perbedaan antara rantai pasok dan rantai nilai dapat di ilustrasikan pada Gambar 1, dimana rantai pasok ditunjukkan sebagai rangkaian anak panah yang bergerak dari tahapan bahan baku hingga
8
ke konsumen akhir. Tiap-tiap anak panah mewakili perusahaan yang berdiri sendiri yang memiliki rantai nilainya masing-masing. Pada gambar tersebut, rantai nilai ini merupakan bagian dari tiap-tiap perusahaan dalam rantai pasok, yang akan memberikan kontribusi dalam penambahan nilai produk. Dalam contoh ini, fungsi-fungsi purchasing, marketing, dan operations management merupakan bagian dari rantai nilai internal perusahaan. Fungsi-fungsi ini merupakan fungsi internal perusahaan dan yang terjadi dalam tiap perusahaan yang menjadi anggota sebuah rantai pasok. 2.2 Struktur dan Para Pelaku Rantai Pasok Hugos (2003) mengemukakan setidaknya terdapat dua jenis struktur rantai pasok (Gambar 2) yang terdiri atas Simple Supply Chain dan Extended Supply Chain. Dalam bentuk yang sederhana (simple supply chain), rantai pasok terdiri atas satu perusahaan, satu pemasok, dan satu pelanggan yang terlibat dalam aliran hulu-hilir produk, jasa, keuangan dan/atau informasi. Ini adalah kelompok partisipan yang membentuk sebuah rantai pasok yang sederhana. a. Simple Supply Chain
b. Extended Supply Chain
Gambar 2. Struktur rantai pasok (Hugos, 2003)
9
Dalam Extended Supply Chain terdapat tiga (3) jenis pelaku tambahan. Pertama adalah pemasok dari pemasok atau pemasok utama pada urutan mula dari rangkaian Extended Supply Chain. Kemudian, terdapat pelanggan dari pelanggan atau pelanggan utama pada urutan akhir Extended Supply Chain. Ketiga, terdapat bermacam perusahaan yang menyediakan jasa secara keseluruhan kepada perusahaan-perusahaan atau pelaku yang terlibat dalam rantai pasok. Perusahaan-perusahaan inilah yang menyediakan pelayanan logistik, keuangan, pemasaran dan teknologi informasi (TI). Mengacu pada struktur rantai pasok Hugos tersebut serta beberapa uraian sebelumnya mengenai definisi rantai pasok dan MRP, penulis mencoba mengilustrasikan rantai pasok pada Industri Batik Banten (Gambar 3). Ilustrasi tersebut menjadi dasar pula bagi penulis untuk meneliti aspek rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten yang dimulai dari aliran masuknya bahan baku melalui penilaian kinerja dengan model SCOR serta aspek rantai pasok produk (downstream) Batik Banten melalui usaha merancang solusi alternatif MRP produk Batik Banten yang efektif.
Supplier bahan baku batik
Pusat Industri Batik Banten
Upstream
Konsumen Ritel (Pengecer Lokal/Batik Nusantara)
Konsumen Akhir
Downstream
Gambar 3. Ilustrasi rantai pasok Batik Banten Dari Gambar 3 dapat kita ketahui bahwa Pusat Indsutri Batik Banten didalam menjalankan aktifitas produksi dan operasinya memasok bahan baku untuk pembuatan Batik Banten berupa kain, cat atau tinta tulis cetak untuk batik, dan bahan-bahan primer serta sekunder lainnya melalui beberapa pemasok bahan baku. Adapun dalam sistem MRP yang telah berjalan, dalam mendistribusikan produknya selama ini Pusat Industri Batik Banten membangun kemitraan usaha tidak mengikat dengan pengecer lokal Batik Nusantara untuk memenuhi rantai pasok (supply chain) guna keberlanjutan
10
usahanya. Namun, bagi konsumen yang menginginkan pembelian langsung dapat juga mendatangi langsung ke lokasi Sentra Industri Batik Banten. 2.3 Kinerja Rantai Pasok Model SCOR Konsep
SCOR
adalah
suatu
model
referensi
proses
yang
dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasokan (Supply Chain Council) sebagai alat diagnosa MRP. SCOR dapat digunakan untuk mengukur performa rantai pasokan perusahaan, meningkatkan kinerjanya, dan mengomunikasikan kepada pihak-pihak yang terlibat didalamnya (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Cakupan metode SCOR tersebut disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema ruang lingkup SCOR (Sumber : Supply Chain Council dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010) Lebih jauh lagi, metode SCOR merupakan metode sistematis yang mengombinasikan unsur-unsur seperti bisnis, benchmarking dan praktik terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan yang diwujudkan
dalam
suatu
kerangka
kerja
yang
menyeluruh
untuk
meningkatkan kinerja MRP sebuah perusahaan tertentu. Alur pengembangan metode SCOR sebagai sebuah referensi model disajikan pada Gambar 5. Model Pengukuran Kinerja Rantai Pasok dalam Perspektif SCOR Sebagai sebuah model referensi, pada dasarnya model SCOR didasarkan pada 3 (tiga) tujuan utama, yaitu Pertama, pemodelan proses bisnis; Kedua, pengukuran performa/kinerja rantai pasokan; Ketiga, penerapan praktik-praktik terbaik (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Dalam penelitian ini,
11
pengukuran kinerja MRP dengan model SCOR berangkat dari tahapan proses bisnis, parameter kinerja, dan metrik pengukuran yang dibutuhkan. Restrukturisasi Proses Bisnis
Menganalisis kondisi performa rantai pasokan saat ini, dan menentukan performa rantai pasokan yang dikehendaki
Benchmarking
Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasokan
Analisis Best Practice
Mengidentifikasi praktik manajemen terbaik (best practice) disertai dengan solusi
Model Referensi Proses Menganalisis kondisi performa rantai pasok saat ini, dan menentukan performa rantai pasok yang dikehendaki. Menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan performa rantai pasok. Mengidentifikasi praktik manajemen terbaik (best practice) disertai dengan solusi.
Gambar 5. SCOR sebagai model referensi proses bisnis (Sumber : Supply Chain Council dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010) a. Pemodelan proses bisnis Dalam SCOR, proses-proses yang terjadi dalam rantai pasok didefinisikan kedalam 5 (lima) proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVERY) dan pengembalian (RETURN). 1) Perencanaan (PLAN) Proses ini merupakan tahapan untuk merencanakan rantai pasokan mulai dari mengakses sumber daya ratai pasokan, penjualan dengan mengagregasi besarnya permintaan, produksi, kebutuhan bahan baku, merencanakan
pemilihan
pemasok
dan
merencanakan
saluran
penjualan. Selain sebagai aktifitas organisasi, perencanaan penting didalam mengembangkan keseluruhan strategi untuk menghasilkan produk yang memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan kepada konsumen di samping juga menambah jumlah konsumen (pelanggan) baru.
12
2) Pengadaan (SOURCE) Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan keperluan pengadaan bahan baku dan pelaksanaan outsource. Tahapan ini meliputi kegiatan negosiasi dan komunikasi dengan pemasok, penerimaan barang, inspeksi dan verifikasi barang, hingga pembayaran barang (pelunasan) kepada pemasok. Umumnya dalam rantai pasok, proses ini dilakukan oleh IKM, usaha dagang, atau dengan koperasi dengan menjalin kerjasama dengan pemasok bahan baku primer atau sekunder untuk pembuatan batik, baik secara individu atau kelompok yang dipercaya dapat memasok barang sesuai dengan standar mutu bahan batik. Manajemen pengadaan mencakup penentuan harga, pengiriman, pembayaran kepada pemasok, menjaga dan meningkatkan hubungan baik kepada pemasok. Penentuan harga ditetapkan melalui mekanisme pasar berdasarkan pada pasar yang akan dituju dalam Industri Batik Banten. 3) Produksi (MAKE) Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan proses produksi meliputi meminta dan menerima kebutuhan bahan baku, pelaksanaan produksi,
pengemasan
dan
penyimpanan
produk
di
ruang
penyimpanan. 4) Distribusi (DELIVERY) Proses ini merupakan tahapan yang berkaitan dengan distribusi produk dari
perusahaan
kepada
pembeli,
meliputi
pembuatan
dan
pemeliharaan database pelanggan, pemeliharaan database harga produk, pemuatan produk kedalam armada distribusi, pemeliharaan, produk didalam kemasan, pengaturan proses transportasi dan verifikasi kinerja distribusi. 5) Pengembalian (RETURN) Proses ini berkaitan dengan pengembalian produk ke perusahaan dari pembeli karena beberapa hal seperti kerusakan pada produk, cacat pada produk, ketidaktepatan jadwal pengiriman, dan lain sebagainya.
13
Proses ini meliputi kegiatan penerimaan produk yang dikembalikan, verifikasi produk yang di kembalikan, disposisi dan penukaran produk. b. Parameter kinerja Setiawan et al, dikutip oleh Amalia (2012) mengurai 3 (tiga) parameter kinerja dalam rantai pasok dengan pendekatan model SCOR, yaitu nilai tambah, risiko dan mutu. Uraian parameter kinerja rantai pasok tersebut sebagai berikut : 1) Nilai Tambah Nilai tambah untuk setiap rantai pasok Batik Banten berbeda-beda tergantung pada aktifitas pengolahan yang dilakukan, dikarenakan tiap pelaku rantai pasok tidak melakukan aktifitas sama. Misalnya, nilai tambah produk pemasok kain untuk batik berbeda dengan nilai tambah pemasok cat, atau tinta tulis untuk batik. Besarnya nilai tambah produk menjadi penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasok. 2) Risiko Risiko menjadi hal penting untuk diperhitungkan agar tidak ditanggung oleh satu pihak saja. Risiko pada tiap pelaku rantai pasok berbeda-beda. Pada pemasok kain misalnya, risiko yang dihadapi adalah terjadinya cacat atau ketidaksesuaian produk dan pengembalian yang dilakukan oleh Pusat Industri Batik Banten. Pada Pusat Industri Batik Banten, sangat memungkinkan risiko yang paling umum adalah tidak terjualnya seluruh produk Batik Banten. 3) Mutu Mutu adalah hal terpenting dalam MRP untuk mendukung strategi diferensiasi, biaya terjangkau dan respon cepat. Peningkatan mutu akan meningkatkan penjualan dan mengurangi biaya, sehingga dapat meningkatkan keuntungan. Peningkatan mutu dapat meningkatkan kepuasan konsumen. Peningkatan penjualan dimungkinkan sering terjadi saat para pemasok bahan baku batik mempercepat respon, menurunkan harga jual dan memperbaiki reputasi terhadap produknya. Mutu yang diperbaiki akan menyebabkan turunnya biaya, karena akan
14
mengurangi pengerjaan ulang, bahan yang terbuang percuma dan biaya garansi. c. Atribut dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Dalam metode SCOR, metrik-metrik untuk mengukur performa perusahaan merupakan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Metrik tersebut terbagi ke dalam dua (2) tujuan. Tujuan pertama
menerangkan
metrik
yang
diinginkan
oleh
pasar
(customer/eksternal); dan tujuan kedua (internal) menerangkan metrik yang dihadapi oleh perusahaan dan pemegang saham (Setiawan et al, 2009). Uraian metrik dalam metode SCOR tersaji dalam Tabel 3. Tabel 3 Metrik level 1 dan Atribut Kinerja SCOR Metrik Level 1
Atribut Kinerja Eksternal (Customer) Reliabilitas ResponsiFleksibivitas litas x x x x
Pemenuhan pesanan Kinerja pengiriman Standar mutu Siklus pemenuhan pesanan Lead Time pemenuhan x pesanan Fleksibilitas rantai pasok Biaya SCM Siklus Cash-to-cash Inventory days of supply Sumber: Supply Chain Council dalam Setiawan, 2009.
Internal Biaya Aset
x x x x
Metrik pemenuhan pesanan, kinerja pengiriman dan standar mutu menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan konsumen. Metrik tersebut penting untuk membangun kepercayaan pelanggan (reliabilitas). Semakin baik citra kepercayaan yang dibangun diantara para pelaku rantai pasok, semakin baik pula kepercayaan (trust building) yang diberikan oleh pelanggan. MRP akan berjalan dengan baik dan lancar ketika kepercayaan diantara pelaku rantai pasok dapat terbangun dengan baik. Metrik ini penting sebagai salah satu acuan peningkatan MRP perusahaan. Siklus pemenuhan pesanan dan lead time pemenuhan pesanan merupakan tingkat responsivitas perusahaan dalam memenuhi pesanan
15
pelanggan. Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan perusahaan dalam memenuhi permintaan pelanggan yang meliputi siklus waktu dari pemasok, produksi dan pengiriman. Semakin pendek siklus waktu yang dibutuhkan dalam memenuhi pesanan, semakin responsif perusahaan dalam memenuhi pesanan. Berarti, semakin singkat pula waktu tunggu oemenuhan pesanan. Kecepatan merupakan faktor penentu penting penentu daya saing dalam memenuhi permintaan pelanggan. Metrik fleksibilitas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi pesanan atau permintaan tak terduga, meliputi menyediakan tambahan pasokan, kemampuan untuk meningkatkan produksi dan distribusi. Metrik biaya SCM, atau MRP adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam melakukan material handling. Biaya ini akan memengaruhi penentuan harga Batik Banten. Semakin tinggi biaya MRP, akan semakin tinggi pula harga jual Batik Banten. Siklus
cash-to-cash
merupakan
waktu
perputaran
uang
perusahaan yang mencakup pembayaran bahan baku batik ke pemasok hingga pembayaran oleh konsumen. Semakin singkat siklus ini, semakin singkat pula waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh return penjualan. Terakhir, metrik inventory days merupakan kemampuan perusahaan untuk bertahan dengan persediaan yang dimiliki pada suatu periode waktu tertentu. Kinerja yang baik adalah ketika perutaran aset terjadi dengan dengan cepat. Model SCOR menyediakan tiga level (hirarki) yang mendetail, yaitu level pertama (level 1), level kedua (level 2) dan level ketiga (level 3). Setiap proses atau aktifitas rantai pasok yang dilakukan oleh perusahaan dimodelkan dalam tiga level hirarki tersebut (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Setiawan et al dikutip Amalia (2012) menjabarkan performa rantai pasok dalam penelitiannya tentang MRP sayuran yang diacu oleh penulis dalam penelitian ini (Tabel 4).
16
Tabel 4. Hirarki metrik kinerja rantai pasokan Atribut Performa
Reliabilitas
Level 1 Pemenuhan pesanan
Kinerja pengiriman
Hirarki Level Metrik Level 2 Level 3 Ketepatan jenis dan ketepatan % pemenuhan jumlah pesanan Dokumentasi pengiriman, keluhan Akurasi dan waktu pembayaran dokumentasi % terkirim Ketepatan waktu dan ketepatan Ketepatan jadwal lokasi
Kesesuaian dengan standar mutu dan volume
% kekurangan volume % pemenuhan standar mutu
-
Siklus source
Waktu transfer, verifikasi dan validasi pembayaran Waktu penyiapan material, produksi dan penyimpanan Waktu pengemasan, pengiriman, pemuatan barang, transportasi dan verifikasi -
Siklus pemenuhan pesanan
Siklus make
Lead Time pemenuhan pesanan
Waktu pemesanan Waktu pengiriman
Fleksibilitas rantai pasok
Fleksibilitas source Fleksibilitas make Fleksibilitas deliver
Siklus deliver
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya PLAN Biaya SOURCE Biaya rantai pasok
Biaya MRP
Biaya MAKE Biaya DELIVERY Biaya RETURN
Aset rantai pasok
Siklus cashto-cash Inventory days of supply
Bebas cacat, rusak dan return produk batik
Biaya forecasting penjualan, produksi dan bahan baku batik Biaya outsource bahan batik dan biaya manajemen supplier Biaya inbound transportation, biaya loss Biaya manajemen pelanggan, penerimaan pesanan, outbound transportation Biaya return produk dan biaya return bahan baku batik
Rentang hari pembayaran utang
-
Rentang hari pembayaran piutang
-
Jumlah persediaan Lama persediaan
-
Sumber : Supply Chain Council dalam Amalia, 2012 (Diolah kembali)
17
2.4 Orientasi Rantai Pasok Orientasi Rantai Pasok (ORP) didefinisikan sebagai pengakuan oleh suatu organisasi sistemik, implikasi strategis dari aktifitas taktis yang terlibat dalam mengelola berbagai aliran dalam suatu rantai pasok (Mentzer et al, 2001). Suatu perusahaan disebut memiliki ORP, hanya jika manajemennya dapat melihat implikasi dari pengelolaan aliran produk, jasa, keuangan dan informasi dari hulu ke hilir dari pemasok ke pelanggannya, sehingga suatu perusahaan belum dikatakan memiliki ORP, jika hanya melihat sistemik dan implikasi strategisnya satu arah. Oleh karena itu, perusahaan yang mengimplementasikan manajemen rantai pasok harus terlebih dahulu memiliki ORP. Wisudawati (2010) meneliti tentang peubah ORP yang diterapkan sebagai kesediaan para nelayan untuk terlibat di dalam membentuk MRP efektif dari ikan hias non sianida. Peubah-peubah ORP setidaknya menjadi pendekatan dalam penelitian tersebut untuk mengeksplorasi kesediaan para nelayan. Peubah-peubah ini penting sebagai syarat, atau prinsip utama yang harus dipandang dan dipahami oleh setiap anggota rantai pasok yang terlibat dalam aliran produksi dan distribusi sebuah produk dalam rangka merancang skenario alternatif solusi MRP. Peubah-peubah tersebut terdiri atas trust, commitment, interdependence, organizational compatibility, vision, key process, leader dan top management support. Peubah-peubah Orientasi Rantai Pasok Pada umumnya, hubungan dalam rantai pasok merupakan hubungan jangka panjang yang memerlukan koordinasi strategik. Oleh karena itu, Mentzer et al. (2001) menguji peubah (antecedents) dan luaran (outcome) dari MRP pada tingkat strategik. Penulis menggunakan peubah-peubah ini sebagai acuan referensi yang digunakan sebagai faktor yang harus dipenuhi dalam hirarki rancangan pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif.
18
Gambar 6. Peubah dan luaran manajemen rantai pasok, (Mentzer et al, 2001) Gambar 6 mengilustrasikan bahwa ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh perusahaan agar dapat dikatakan memiliki ORP. Kemudian, MRP dapat diimplementasikan terlihat dari luaran yang ada, sehingga dampak positif akan didapatkan oleh perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rantai pasok tersebut mencakup mengurangi biaya operasional, peningkatan nilai dan kepuasan pelanggan, serta keunggulan kompetitif. Penjelasan secara rinci berdasarkan penelitian terdahulu telah di review dan dianalisis oleh Mentzer et al. (2001) mengenai peubah-peubah yang harus dimiliki perusahaan pada tingkat awal menuju ORP, yaitu : a. Kepercayaan (trust) Morgan and Hunt, diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa kerjasama akan muncul secara langsung dari hubungan kepercayaan dan komitmen. Moorman et al dalam Mentzer et al. (2001) mendefinisikan rasa percaya sebagai suatu kesediaan untuk mengandalkan mitra lain yang telah memiliki kepercayaan diri. Kepercayaan maupun komitmen adalah penting untuk membuat kerjasama berjalan dengan baik, karena kepercayaan merupakan faktor penentu yang paling utama untuk
19
hubungan komitmen (Achrol diacu Mentzer et al. 2001). Maka dari itu, kepercayaan memiliki hubungan langsung, maupun tidak langsung dengan kerjasama. Dwyer et al dalam Mentzer et al. (2001) memberikan contoh peran kepercayaan dalam suatu hubungan, antara lain untuk mengatasi permasalahan berkaitan dengan kekuatan, konflik dan rendahnya profitabilitas. Hal lainnya, kepercayaan memiliki dampak dalam hal berbagi risiko dan penghargaan. b. Komitmen (commitment) Dwyer et al diacu dalam Mentzer et al. (2001) mendefinisikan komitmen sebagai “sebuah jaminan yang secara implisit, maupun eksplisit akan berkelanjutannya relasi antara mitra”. Komitmen merupakan faktor penting bagi suksesnya hubungan jangka panjang yang merupakan suatu komponen penerapan MRP (Gundlach et al yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Lambert et a. yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) juga menyatakan bahwa komitmen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari sumber daya manusia (SDM) yang ada merupakan hal yang penting dalam implementasi MRP. Morgan and Hunt, diacu dalam Mentzer et al. (2001) meletakkan kepercayaan dan komitmen secara bersamaan, menyatakan bahwa “komitmen dan kepercayaan adalah ‘kunci’, karena keduanya mendorong pemasar untuk (1) berinvestasi pada pemeliharaan hubungan kerjasama dengan mitra; (2) lebih berorientasi pada keuntungan jangka panjang yang didapatkan dalam kerjasama dengan mitra yang ada, daripada alternatif-alternatif jangka pendek yang menarik; (3) melihat bahwa tindakan-tindakan yang memiliki potensi risiko yang tinggi adalah hal sensitif. Oleh karena itu, diyakini bahwa mitranya tidak akan bersikap oportunis”. c. Kesalingtergantungan (interdependent) Ketergantungan satu perusahaan dengan mitranya mengacu pada kebutuhan perusahaaan untuk membina hubungan dengan mitra untuk mencapai tujuannya (Frazier yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Ketergantungan
yang
dimaksud
adalah
kekuatan
utama
dalam
pengembangan solidaritas rantai pasok (Bowersox and Closs yang diacu
20
dalam Mentzer et al. 2001). Ketergantungan ini adalah apa yang memotivasi keinginan untuk menegosiasikan transfer fungsional informasi kunci (penting), dan berpartisipasi dalam perencanaan operasional bersama (Browersox and Closs yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Terakhir, Ganesan yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa ketergantungan antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain secara positif berhubungan dengan orientasi hubungan jangka panjang perusahaan. d. Kompatibilitas organisasi (organizational compatibility) Filosofi kerjasama atau budaya dan teknik manajemen dari tiap perusahaan dalam rantai pasok harus kompatibel untuk mencapai keberhasilan dalam MRP (Cooper et al; Tyndall et al, dalam Mentzer et al. 2001). Kompatibilitas organisasi didefinisikan sebagai goal dan tujuantujuan komplemen, sebagaimana juga dinyatakan dalam filsosofi operasional dan budaya korporat (Bucklin and Sengupta, yang diacu dalam Mentzer et al. 2001). Bucklin dan Sangupta membuktikan bahwa kompatibilitas organisasi antara beberapa perusahaan dalam suatu aliansi memiliki dampak positif yang kuat terhadap keefektifan suatu hubungan (misalnya persepsi bahwa suatu hubungan tersebut produktif dan layak untuk dipertahankan). Cooper, et al dalam Mentzer et al. (2001) juga berpendapat bahwa pentingnya budaya korporat dan kompatibilitasnya lintas anggota rantai pasok tidak boleh dianggap remeh. Dengan definisi ORP yang ditetapkan di atas serta beberapa pendapat lain mengenai kompatibilitas organisasi dalam rantai pasok menunjukkan bahwa setiap perusahaan harus memiliki ORP untuk mencapai MRP. e. Visi (vision) Visi membantu perusahaan dengan goal spesifik dan strategik tentang bagaimana
mereka
merencanakan
segala
sesuatunya
untuk
mengidentifikasi dan mewujudkan kesempatan yang mereka harapkan untuk menemukan pasar (Ross dalam Mentzer et al. 2001).
21
f. Proses-proses kunci (key processes) Lambert et al dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa seharusnya ada suatu kesepakatan tentang visi dan proses-proses kunci MRP. Ross berpendapat bahwa kreasi dan komunikasi visi MRP yang dimiliki oleh pemenang pasar kompetitif tidak hanya ditetapkan oleh perusahaanperusahaan secara individu, namun oleh keseluruhan rantai pasok (dengan definisi ORP menurut Mentzer, et al., 2001). Dalam sudut pandang manajemen, proses-proses kunci merupakan langkah bisnis yang kritis untuk keberhasilan strategi perusahaan melalui keunggulan kompetitif. Keunggulan
kompetitif
terdiri
atas
dua
(2)
jenis
(Porter, http://www.quickmba.com, 2012); Pertama adalah keunggulan komparatatif. Keunggulan komparatif atau keunggulan biaya adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pesaing; Kedua adalah keunggulan diferensial. Keunggulan diferensial akan terbangun ketika produk yang ditawarkan perusahaan berbeda dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing dan terlihat/ dirasakan lebih baik dibandingkan produk persaing. g. Pemimpin (leader) Dalam hal struktur kekuatan dan kepemimpinan dalam organisasi rantai pasok, dibutuhkan satu perusahaan yang diasumsikan berperan sebagai pemimpin (Lambert, et al dalam Mentzer et al. (2001). Bowersox and Closs, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa rantai pasok perlu pemimpin sebagaimana juga organisasi secara individu. Ellram and Cooper, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa seorang pemimpin rantai pasok berperan mirip seperti seorang kapten saluran dalam referensi saluran-saluran pasar yang ada, serta memainkan peran kunci dalam mengkoordinasi dan melihat secara keseluruhan gambaran besar rantai pasok. Bowersox and Closs, diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa pada banyak situasi, perusahaan tertentu bisa berfungsi sebagai pemimpin rantai pasok sebagai solusi
untuk
ukuran,
kekuatan
ekonomi,
dukungan
pelanggan,
22
perdagangan waralaba yang komprehensif, atau inisiai dari hubungan antar perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Schmitz et al dalam Mentzer et al. (2001) menunjukkan fakta bahwa kesuksesan MRP secara langsung terhubung dengan adanya kepemimpinan konstruktif yang mampu mestimulasi perilaku kooperatif diantara perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi. h. Dukungan manajemen puncak (top management support) Lambert et al dalam Mentzer et al. (2001) menyatakan bahwa dukungan manajemen puncak, kepemimpinan, dan komitmen untuk berubah merupakan peubah-peubah yang penting untuk implementasi MRP. Dalam konteks yang sama, Loforte, yang diacu dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa kurangnya dukungan manajemen puncak merupakan hanbatan bagi implementasi MRP. 2.5 Struktur ORP Esper, et al (2010) mengembangkan lebih jauh rincian kerangka peubah ORP menjadi beberapa struktur yang menitikberatkan pada desain organisasi, sumber daya manusia (SDM), teknologi informasi dan pengukuran organisasi. Mengacu pada penelitian sebelumnya, yaitu menginduk dari Mentzer et al tentang kerangka umum ORP, penelitian Esper et al menyajikan kerangka yang mampu menjelaskan dengan lengkap konsep ORP sebelumnya. Secara implikasi praksis penelitian tersebut menyediakan template peubah ORP kekinian yang dimiliki oleh sebuah perusahaan sehingga akan berguna secara manajerial bagi perusahaan yang menghendaki/membentuk ORP yang lebih baik. Esper, et al memodelkan strategi ORP yang mencakup pandangan secara sistemik dan menyeluruh terhadap MRP, berkompetisi melalui kemampuan MRP, dan usaha yang dilakukan antar unit bisnis (Mentzer et al, 2001) harus sesuai dan didukung dengan struktur ORP (Gambar 7). Dalam penelitian ini, dicoba untuk menerapkan struktur ORP sebagai fokus bagi para anggota rantai pasok produk Batik Banten untuk ORP yang lebih baik dalam rangka membentuk MRP produk Batik Banten yang efektif.
23
1. Desain Organisasi (Organizational Design) Dalam menerapkan dan mengembangkan ORP, setiap organisasi anggota rantai pasok membutuhkan desain organisasi yang fokus pada integrasi secara internal dan kolaborasi. 2. SDM (Human resource) Agar ORP terbentuk dengan baik, maka tiap organisasi yang terlibat dalam rantai pasok setidaknya memiliki orientasi/fokus pada pengembangan SDM yang mumpuni dengan cara mempekerjakan karyawan yang memiliki pemahaman dan keahlian kunci (khusus) dalam MRP. Selain itu, dapat juga mengimplementasikan gaya dan struktur kepemimpinan yang dapat mengembangkan kemampuan karyawan dalam mengelola MRP.
Gambar 7. Strategi dan struktur ORP (Esper et al, 2010) 3. Teknologi Informasi, atau TI (Information technology, atau IT) Selanjutnya agar ORP terbentuk dengan baik, setiap anggota rantai pasok harus fokus pada pentingnya penerapan TI. Pengembangan kemampuan
24
penguasaan TI dapat memfasilitasi integrasi secara internal dan saling bertukarnya/berbagi informasi diantara para pelaku rantai pasok. 4. Pengukuran dalam Kinerja Organisasi (Organizational Measurement) Dalam menerapkan strategi ORP, konsekuensi keharusan bagi tiap perusahaan anggota rantai pasok adalah menerapkan pengukuran kinerja organisasi dalam menjalankan MRP. Pengukuran kinerja perusahaan tidak lagi hanya fokus pada kinerja keuangan, produktifitas dan pemasaran, tetapi juga mulai menggunakan pengukuran kinerja rantai pasok. Hal ini bermanfaat untuk mengukur kinerja perusahaan dari sudut pandang MRP, pembelajaran dan inovasi dalam rantai pasok. 2.6 MRP Efektif (Serangkaian Aktifitas untuk Mengimplementasikan Filosofi Manajemen) Dalam mengadopsi filosofi MRP, perusahaan harus membangun praktik-praktik
manajemen
yang
mengarahkannya
berperilaku
secara
konsisten dengan filosofi yang dimaksud. Telah banyak peneliti yang memfokuskan pada aktifitas-aktifitas yang mencirikan MRP. Penelitianpenelitian berikut menyatakan beberapa aktifitas-aktifitas yang diperlukan untuk mengimplementasikan MRP secara efektif (Mentzer et al. 2001), dalam perancangan skenario alternatif MRP Batik Banten yang efektif : 1. Perilaku yang terintegrasi (Integrated behavior) Untuk mencapai keefektifan di lingkungan persaingan saat ini, perusahaan harus
memperluas
perilaku
terintegrasinya
untuk
mempertemukan
pelanggan dengan pemasok (Bowersox and Closs diacu dalam Mentzer et al. 2001), dimana perluasan perilaku terintegarasi ini melintasi integrasi eksternal sebagai MRP. Dalam konteks ini, filosofi MRP pada saatnya akan berubah
menjadi
implementasi
MRP;
serangkaian
aktifitas
yang
menjunjung filosofinya. Serangkaian aktifitas ini merupakan usaha yang terkoordinasi yang disebut MRP antara mitra-mitra rantai pasok; seperti pemasok, perantara dan manufaktur, untuk menanggapi kebutuhan konsumen secara dinamis (Greene diacu dalam Mentzer et al. 2001)
25
2. Saling berbagi informasi satu sama lain (Mutually sharing information) Kaitannya dengan perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi satu sama lain
diantara
anggota
rantai
pasok
sangat
diperlukan
untuk
mengimplementasikan filosofi MRP, terutama dalam perencanaan dan monitoring. Cooper et al diacu dalam Mentzer et al. 2001 menyoroti tentang informasi yang tetap update yang secara rutin diantara anggota rantai pasokan agar MRP menjadi efektif. Tim peneliti logistik global di Michigan State University (1995), dalam Mentzer et al. 2001, telah mendefinisikan berbagi informasi sebagai suatu kesediaan untuk membuat data strategis dan taktis yang dapat diakses oleh semua anggota rantai pasok. Keterbukaan tersebut dapat mengurangi ketidakpastian diantara mitra pemasok dan akhirnya dapat meningkatkan kinerja rantai pasok (Mentzer et al. 2001). 3. Saling berbagi risiko dan penghargaan satu sama lain (mutually sharing risk and rewards) MRP yang efektif juga memerlukan aktifitas berbagi risiko dan pernghargaan antara satu sama lain untuk mendapatkan keuntungan kompetitif (Cooper and Ellram dalam Mentzer et al. 2001). Berbagi risiko dan penghargaan sebaiknya berlangsung dalam jangka waktu yang panjang (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001) karena sangat penting untuk fokus jangka panjang dan kerjasama diantara anggota rantai pasok. 4. Kerjasama (cooperation) Kerjasama diantara anggota rantai pasok diperlukan untuk MRP yang efektif (Ellram and Cooper; Tyndall et al dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama dalam hal ini mengacu pada kesamaan, atau keharmonisan, aktifitas-aktifitas yang terkoordinasi yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan dalam suatu hubungan bisnis untuk menghasilkan beberapa outcome (Anderson and Narus dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama tidak terbatas pada kebutuhan transaksi dan apa yang terjadi saat ini pada beberapa tingkat manajemen (misal, pada manajer operasional ataupun pada manajer tingkat atas), namun melibatkan koordinasi lintas fungsional diantara anggota rantai pasok (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001).
26
Tindakan bersama dalam hubungan yang intim mengacu pada perwujudan aktifitas utama dalam kerjasama atau cara yang terkoordinasi (Heide and John dalam Mentzer et al. 2001). Kerjasama dimulai dari perencanaan bersama dan diakhiri dengan pengawasan bersama untuk mengevaluasi kinerja dari anggota rantai pasok, sebagaimana rantai pasok sebagai satu kesatuan (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). 5. Tujuan dan fofus yang sama dalam melayani pelanggan (the same goal and the same focus on serving customers) La Londe and Masters dalam Mentzer et al. (2001) berpendapat bahwa suatu rantai pasok akan sukses jika semua anggota rantai pasok tersebut memiliki tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan. Membangun tujuan dan fokus yang sama diantara anggota rantai pasok merupakan satu bentuk kebijakan yang terintegrasi. Integrasi kebijakan akan memungkinkan jika ada budaya dan teknik manajemen yang kompatibel diantara anggota rantai pasok. 6. Integrasi proses (integration of processes) Implementasi MRP memerlukan integrasi proses dari sumber daya sampai manufaktur dan distribusi lintas rantai pasok. Integrasi dapat dilaksanakan melalui tim lintas fungsional, personel pemasok dan penyedia jasa sebagai lintas ketiga (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). Stevens dalam Mentzer et al. 2001 mengidentifikasi empat (4) tahapan integrasi rantai pasok dan membahas implikasi perencanaan dan operasinya pada tiap-tiap tahap berikut : Tahap (1) Merepresentasikan kasus dasar. Rantai pasok merupakan suatu fungsi dari operasi yang terpisah-pisah di dalam tiap perusahaan dan dicirikan melalui inventory yang bertahap, mandiri dan memiliki sistem kontrol dan prosedur yang tidak kompetibel, serta mengkotak-kotakan fungsi-fungsi yang ada. Tahap (2) Mulai fokus pada integrasi internal yang dicirikan oleh munculnya pengurangan biaya, belum pada perbaikan kinerja, evaluasi awal transaksi internal dan layanan pelanggan reaktif.
27
Tahap (3) Menuju tercapainya integrasi korporat internal dan dicirikan oleh visibilitas penuh pembelian melalui distribusi, perencanaan jangka menengah, lebih mengutamakan hal-hal taktis daripada fokus strategik, mnuculnya efisiensi, perluasan penggunaan dukungan elektronik untuk akses jaringan dan pendekatan reaktif berkelanjutan untuk pelanggan. Tahap (4) mencapai integrasi rantai pasok dengan memperluas cakupan integrasi diluar perusahaan untuk merangkul pemasok dan pelanggan. 7. Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang (Partners to build and maintain long-term relationship) MRP yang efektif diciptakan berdasarkan serangkaian kemitraan, sehingga MRP memerlukan mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang (Cooper et al dalam Mentzer et al. 2001). Cooper et al dalam Mentzer et al. (2001) percaya hubungan horison waktu akan meluas bukan hanya sebatas kontrak yang mungkin belum pasti dan pada waktu yang sama jumlah mitra sebaiknya dalam jumlah yang kecil untuk memfasilitasi kerjasama yang meningkat. 2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan Konsep-konsep yang terdapat pada penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya sebagaimana terangkum dalam Tabel 5.
28 Tabel 5. Penelitian terdahulu yang relevan No 1.
2.
3.
Peneliti, Tahun dan Judul Amalia. 2012. Perancangan dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Sayuran dengan Pendekatan Analytic Network Process, serta Data Employment Analysis Esper et al. 2010. A Framework of Supply Chain Orientation Mentzer et al. 2001. Defining Supply Chain Management
Masalah
Temuan Penelitian
Metode Penelitian
Kaitan dengan Penelitian ini
Menganalisa struktur rantai pasokan sayuran, mengukur bobot kinerja rantai pasokan sayuran dengan pendekatan AHP dan ANP, mengukur kinerja rantai pasok perusahaan dengan menggunakan DEA (Data Envelopment Analysis).
Terdapat perbedaan bobot antara prioritas AHP dan ANP, namun menghasilkan prioritas tertinggi yang sama pada setiap hirarki (AHP) dan jaringan (ANP). Berdasarkan pengukuran kinerja dengan analisis DEA diperoleh tingkat efisiensi dari sepuluh komoditas terpilih dari 80 komoditas sayuran.
AHP, ANP dan DEA
Penelitian ini mencoba menerapkan kerangka hirarki penilaian kinerja rantai pasok pada penelitian tersebut untuk disesuaikan pada obyek penelitian, yaitu Pusat Industri Batik Banten dengan metode AHP dan ANP.
ORP tidak dapat dipahami tanpa adanya penyesuaian antara strategi ORP perusahaan dengan struktur ORP. Mengurai MRP secara komperehensif, mencakup pentingnya ORP sebagai faktor yang menentukan kesediaan anggota rantai pasok untuk membentuk rantai pasok dan MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen sebagai implementasi dari MRP efektif.
Pengembangan lebih jauh mengenai struktur ORP, yaitu Design Organization, Human Resources, Information Technology dan Organization Measurement - Mengurai pemahaman MRP, dimana sebelum MRP terbangun harus ada ORP diantara pelaku rantai pasok terlebih dahulu - Mengurai pemahaman MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen sebagai implementasi dari MRP efektif.
Deskriptif kualitatif dan Kajian literatur
Penelitian ini mencoba untuk mengaplikasikan strukur ORP dalam hirarki sebagai fokus ORP tiap anggota rantai pasok dalam rangka membentuk MRP Batik Banten efektif - Prinsip ORP diacu dalam penelitian ini sebagai faktor yang harus dipenuhi terlebih dahhulu oleh para pelaku rantai pasok produk Batik Banten untuk membentuk MRP produk Batik Banten efektif - MRP sebagai aktifitas filosofi manajemen diacu dan diimplementasikan dalam penelitian ini sebagai skenario MRP efektif
Deskriptif kualitatif dan Kajian literatur
29 Lanjutan Tabel 5 No 4.
5.
Peneliti, Tahun dan Judul Setiawan, A. et al. 2009. Desain Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran menggunakan Pendekatan SCOR dan Fuzzy AHP Wisudawati,D. 2010. Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu
Masalah
Temuan Penelitian
Metode Penelitian
Kaitan dengan Penelitian ini
Sistem pengukuran kinerja (performance measurement system) diperlukan sebagai pendekatan dalam rangka mengoptimasi jaringan rantai pasok (supply chain) dan peningkatan daya saing pelaku rantai pasok Menggambarkan mekanisme rantai pasok, menganalisa faktor-faktor kesediaan para nelayan untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias, dan bagaimana skema MRP yang adil dan lestari
Meneliti Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran. Hasil yang diperoleh adalah metrik kombinasi SCOR-Analisis Fuzzy AHP dan bobot masing-masing metrik pengukuran kinerja rantai pasok sayuran.
SCOR Model dan Fuzzy AHP
Penelitian ini mencoba mengaplikasikan model SCOR pada penelitian tersebut dengan alat analisis AHP dan ANP untuk pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten.
Kesediaan para nelayan untuk berpartisipasi dalam MRP ikan hias berdasarkan peubah ORP menjadi dasar disusunnya skema MRP yang adil dan lestari. Kesediaan para nelayan ditentukan oleh peubah ORP.
AHP
Penelitian ini menganalisa peubah ORP sebagai faktor utama yang dibutuhkan sebagai pilihan alternatif level pertama untuk membentuk MRP produk Batik Banten efektif dengan analisis AHP dan ANP.
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kegiatan MRP adalah strategi alternatif yang memberikan solusi untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui pengurangan biaya operasi, serta perbaikan pelayanan dan kepuasan konsumen, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap nilai tambah rantai pasok Batik Banten. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, evaluasi terhadap rantai pasok penting bagi Pusat Industri Batik Banten, karena menghabiskan sebagian besar uang perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan metrik (standar) untuk mengevaluasi kinerja rantai pasok, karena dengan metrik efektif perusahaan dapat menentukan seberapa baik kinerja rantai pasokan dan seberapa baik aset-asetnya. Penelitian ini memulai dari tahapan analisis identifikasi struktur MRP pada Industri Batik Banten, kemudian dilanjutkan pada tahapan menentukan bobot metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten melalui model SCOR dan pendekatan AHP, serta ANP.Lebih jauh lagi, melalui solusi skema alternatif pembentukan MRP, Industri Batik Banten diharapkan dapat memiliki posisi tawar baik dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan bisnis batik. Oleh karena itu, sistem atau kelembagaan rantai pasok produk Batik Banten pada akhirnya perlu dibangun dalam rangka melancarkan pasokan produk dari Pusat Industri hingga ke konsumen akhir. Dalam tahapan ini,disusun skema solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten yang dimulai dengan menetapkan peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok, struktur ORP yang menjadi fokus bagi tiap anggotadan skenario alternatif MRP produk Batik Banten yang efektif. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dimuat pada Gambar 8. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Juli 2012. Pengambilan data dilakukan di Kecamatan Sumur Pecung, Kota Serang, Propinsi Banten, sebagai lokasi Pusat Industri Batik Banten dan perwakilan pegecer lokal Batik Nusantara (AIDA Batik) yang berada di Kota Serang. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan
31
pertimbangan Pusat Industri Batik Banten adalah pelaku bisnis utama dan pencetus Batik Banten. 3.3 Pengumpulan Data Untuk mengidentifikasi struktur anggota rantai pasok Batik Banten, menilai kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten dan memberikan skema alternatif MRP produk Batik Banten, maka penyiapan data yang berkaitan dengan aliran distribusi bahan baku hingga produk jadi harus dipersiapkan, baik data primer ataupun sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner (Lampiran 1 dan 2) terhadap pihakpihak yang terlibat dalam rantai pasok dan berperan sebagai responden ahli. Data primer diperoleh dengan mendatangi nara sumber yang secara langsung berkaitan dengan obyek penelitian dengan mengajukan pertanyaan serta melihat tempat dan lingkungan penelitian. Data sekunder berkaitan dengan kondisi lingkungan, fenomena, manajemen rantai pasok Batik Banten, dan segala sesuatu yang terkait dengan penelitian ini dapat ditelusuri melalui jurnal-jurnal, penelitian terdahulu yang sejenis dan internet. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) Studi literatur, terutama mengenai proses produksi Batik Banten dan Supply Chain Management (SCM); (2) Survei langsung lapangan ke Pusat Industri Batik Bantendengan mempelajari berbagai dokumen tentang proses produksi, saluran distribusi (termasuk mekanisme rantai pasok yang berlaku), aktifitas jual beli Batik Banten, dan semua aspek pendukungnya; (3) Wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok yang telah berjalan di Industri Batik Banten, serta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam penelitian ini; (4) Opini Pakar yang diperoleh dari para pakar yang terkait dengan topik penelitian. 3.4 Pemilihan dan Penarikan Contoh Penelitian probability
ini
sampling
menggunakan yaitu
pertimbangan-pertimbangan
teknik
mengambil tertentu.
pengambilan
contoh
Artinya,
contoh
tertentu
contoh
non
berdasarkan
yang
diambil
berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan, sehingga dalam penelitian
32
ini digunakan contoh pertimbangan (judgement sampling). Metode ini digunakan dengan pertimbangan berdasarkan penilaian (judgement) peneliti atau expertbahwa contoh yang ditentukan adalah pihak yang paling sesuai dan memiliki informasi yang diperlukan penelitian ini. Dalam hal ini, obyek contoh yang diteliti, yaitu pemasok bahan baku batik, PT. Batik Banten Mukarnas sebagai pemilik pusat Industri Batik Banten, dan AIDA Batik sebagai pengecer lokal Batik Nusantara. Selain pakar, anggota rantai pasok dibutuhkan untuk memberikan informasi. 3.5 Pengolahan dan Analisis Data Secara keseluruhan, pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan metode AHP dan ANP. Untuk menentukan dan menilai metrik kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten menggunakan model SCOR dimana pendekatan AHP dan ANP digunakan untuk menghitung bobot dari matriks kinerja model tersebut. Dalam tahapan ini peneliti melibatkan 4 (empat) pihak lain sebagai responden ahli, yaitu Pemilik, Manajer Produksi dan Manajer Pemasaran dari PT. Batik Banten Mukarnas, serta dari pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Pekerjaan berikutnya, berkaitan dengan membentuk solusi alternatif skema pembentukan MRP produk Batik Banten, digunakan pendekatan literatur peubah ORP sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka tahap awal untuk membentuk sebuah MRP. Tahap berikutnya tiap anggota MRP produk Batik Banten secara organisasi harus memiliki orientasi fokus yang menjadi struktur dalam menerapkan ORP. Terakhir, pendekatan literatur mengenai MRP yang efektif sebagai skenario pembentukan MRP produk Batik Banten ditetapkan sebagai kriteria akhir dalam rangka pembentukan MRP produk Batik Banten. Dalam tahapan ini, penulis melibatkan 3 (tiga) responden ahli, yaitu Pemilik PT. Batik Banten Mukarnas, pemilik AIDA Batik sebagai pengecer Batik Nusantara dan pihak Akademisi (Dosen Ekonomi-Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).
33
3.5.1 AHP Proses hirarkianalitik (Analytical Hierarchy Process, atau AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970an untuk mengorganisir informasi dan pendapat ahli (judgment) dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty, 2008). Keunggulan dari AHP adalah dapat memecahkan masalah dalam suatu kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat di ekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas suatu permasalahan. Permasalahan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengembilan keputusannya. Peralatan utama dari model AHP adalah sebuah hirarki fungsional dengan masukan utamanya persepsi manusia. Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap expert sebagai masukan utamanya. Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus jenius, pintar, memiliki gelar akademik tertentu dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut (Brojonegoro,1992). Tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan AHP : 1. Penyusunan Hirarki Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi sebuah bagian-bagian kecil dan tertata dalam suatuhirarki sehingga mampu membantu pembuat keputusan untuk membangun sebuah model yang sederhana (Buyukyazici and Sucu, 2002). Bagian-bagian kecil yang dikenal sebagai peubah tersebut kemudian diberi nilai sesuai dengan tingkat kepentingannya berupa nilai numerik yang secara subyektif mengandung arti penting relatif dibandingkan dengan peubah yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut, kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan peubah yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk memengaruhi hasil pada sistem tersebut.
34
Batik Banten
Identifikasi MRP Batik Banten
Analisis kinerja MRP pada Pusat Industri Batik Banten dengan model SCOR
Analisis kinerja rantai pasok dengan AHP
Pembentukan MRP produk Batik Banten efektif
Analisis kinerja rantai pasok dengan ANP
Peubah orientasi rantai pasok
Fokus strukturorientasi rantai pasok
AHP dan ANP MRP Batik Banten
Gambar 8. Kerangka pemikiran penelitian
Skenario MRP efektif
35
Pada
AHP,
dikonstruksikan
permasalahan
sebagai
diagram
penelitian bertingkat,
secara yang
grafis
dimulai
dapat dengan
goal/sasaran, lalu kriteria level pertama, sub kriteria dan akhirnya alternatif. Persoalan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi kriteria hirarki. Dalam penelitian ini digunakan suatu diagram hirarki yang mempresentasikan keputusan untuk memilih strategi terpenting yang dapat digunakan sebagai media untuk meningkatkan kesediaan semua pihak untuk berpartisipasi dalam manajemen rantai pasok Industri Batik Banten. Pada pegukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten, susunan hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi lima level (Gambar 9). Pertama adalah level 0 sebagai goal yang diinginkan yaitu pengukuran kinerja rantai pasok; Kedua adalah level 1, yaitu proses bisnis dalam rantai pasokan yang terdiri atas PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER dan RETURN; Ketiga, level 2 merupakan parameter kinerja yang diukur yang terdiri atas nilai tambah, mutu dan risiko; Keempat, level 3 merupakan atribut kinerja rantai pasok yang terdiri atas reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas, biaya dan aset. Level terakhir adalah metrik pengukruan kinerja yang diukur, yaitu kinerja pengiriman (KP), leadtime pemenuhan pesanan (LTPP), fleksibilitas pesanan (FP), kesesuaian standar mutu (KS), biaya MRP (BMRP), siklus cash-to-cash (SCTC) dan persediaan harian (PH). Tahapan pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif, hirarki yang dimaksud akan tersusun menjadi empat level (Gambar 10). Pertama adalah level 0 yaitu tujuan utama yang diinginkan membentuk MRP produk Batik Banten efektif; Kedua adalah level 1, yaitu faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok di dalam memandang MRP secara keseluruhan melalui peubah ORP yang terdiri atas trust, komitmen, kesalingtergantungan, kesesuaian organisasi, visi, proses-proses kunci, leadership dan dukungan dari manajemen puncak; Ketiga, level 2 merupakan peubah yang menjadi fokus bagi tiap organisasi pelaku rantai pasok untuk mengimplementasikan peubah ORP yang terdiri atas Desain Organisasi, SDM, TI dan Kinerja Organisasi; Keempat, level 3 adalah skenario alternatif
36
dalam membentuk MRP produk Batik Banten yang efektif yang dipandang dan disepakati oleh pelaku rantai pasok produk Batik Banten bersama-sama. Skenario ini terdiri atas perilaku yang terintegrasi, berbagi informasi, berbagi risiko dan penghargaan, kerjasama, tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan, integrasi proses dan mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang.
Tabel 6. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Nilai
Keterangan
1
Faktor vertikal sama penting dengan faktor horizontal
3
Faktor vertikal lebih penting dari faktor horizontal
5
Faktor vertikal jelas lebih penting faktor horizontal
7
Faktor vertikal sangat jelas lebih penting dari faktor horizontal
9
Faktor vertikal mutlak lebih penting dari faktor horizontal
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai unsur yang berdekatan
1/ (2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9
Penilaian Setiap Level Hirarki Penilaian
setiap
level
hirarki
dinilai
melalui
perbandingan
berpasangan. Menurut Saaty dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), untuk berbagai persoalan, skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat (Tabel 6). Skala 1-9 ditetapkan sebagai pertimbangan dalam membandingkan pasangan unsur di setiap level hirarki terhadap suatu unsur yang berada di level atasnya. Skala dengan sembilan (9) satuan dapat menggambarkan derajat sampai mana mampu membedakan intensitas tata hubungan antar unsur.
37
Penentuan bobot Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok
Tujuan
Proses Bisnis
PLAN
SOURCE
Parameter Kinerja
Nilai tambah
Atribut Kinerja Metrik Pengukuran Kinerja
Reliabilitas
KP
PP
Responsivitas
SPP
LTPP
DELIVER
MAKE
Mutu
RETURN
Risiko
Fleksibilitas
Biaya
Aset
FP
BMRP
SCTC
KS
Gambar 9. Struktur hirarki penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten
PH
38
MRP Produk Batik Banten yang Efektif
Tujuan
Faktor yang harus dipenuhi
Trust
Fokus tiap anggota
Skenario MRP
Komitmen
Design Organization
Perilaku yang terintegrasi
Berbagi informasi
Kesalingtergantungan
Kesesuaian Organisasi
Human Resources
Berbagi risiko dan penghargaan
Kerjasama
Visi
Prosesproses kunci
Information Technology
Tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan
Leadership
Dukungan manajemen puncak
Organizational Measurement
Integrasi proses
Gambar 10. Struktur hirarki pembentukan MRP produk Batik Banten efektif
Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang
39
Perbandingan berpasangan ini dilakukan dalam sebuah matriks. Matriks merupakan tabel untuk membandingkan unsur satu dengan unsur lain terhadap suatu kriteria yang ditentukan. Matriks memberi kerangka untuk menguji konsistensi, membuat segala perbandingan yang mungkin dan menganalisis kepekaan prioritas menyeluruh terhadap perubahan dalam pertimbangan. Matriks secara unik menggambarkan prioritas saling mendominasi antara satu unsur dengan unsur lainnya. 2. Penentuan prioritas Untuk
setiap
level
hirarki,
perlu
dilakukan
perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) untuk menentukan prioritas. Sepasang unsur dibandingkan berdasarkan kriteria tertentu dan menimbang intensitas preferensi antar unsur. Hubungan antar unsur dari setiap tingkatan hirarki ditetapkan dengan membandingkan unsur itu dalam pasangan. Hubungannya menggambarkan pengaruh relatif unsur pada tingkat hirarki terhadap setiap unsur pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, unsur pada tingkat yang lebih tinggi tersebut berfungsi sebagai suatu kriteria disebut sifat (property). Hasil dari proses pembedaan ini adalah suatu vektor prioritas atau relatif pentingnya elemen terhadap setiap sifat. Perbandingan berpasangan diulangi lagi untuk semua unsur dalam tiap tingkat. Langkah terakhir adalah dengan memberi bobot setiap vektor dengan prioritas sifatnya. Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki (goal) digunakan untuk melakukan pembandingan yang pertama lalu dari level tepat dibawahnya (kriteria), ambil unsur-unsur yang akan dibandingkan (misalnya ada tiga kriteria, yaitu K1, K2 dan K3). Susunan unsur-unsur ini pada sebuah matriks seperti pada Tabel 7. Semua unsur dikelompokkan secara logik dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria logik. Penilaian yang mempunyai konsistensi tinggi sangat diperlukan dalam persoalan pengambilan keputusan, agar hasil keputusannya akurat. Dalam membandingkan antar unsur, tanyakanlah seberapa kuat suatu unsur memengaruhi goal dibandingkan dengan unsur lain yang sedang dibandingkan. Susunan pertanyaan ini harus mencerminkan tata hubungan
40
yang tepat antara unsur-unsur di suatu level dengan sebuah unsur yang ada di level atasnya.
Tabel 7. Matriks perbandingan kriteria Goal
K1
K2
K3
K1 K2 K3
Bila membandingkan suatu unsur dalam matriks dengan unsur itu sendiri, misalnya K1 dengan K1, perbandingan tersebut bernilai 1 (satu), maka isilah diagonal matriks tersebut dengan bilangan 1. Selalu bandingkan unsur pertama dari suatu pasangan (unsur disebelah kiri matriks) dengan unsur yang kedua (unsur dibaris puncak) dan taksir nilai numeriknya dari skala. Nilai kebalikannya digunakan untuk perbandingan unsur kedua dengan unsur pertamanya tadi. Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Setiap level hirarki baik kuantitatif dan kualitatif dapat dibandingkan sesuatu dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Dalam metode AHP ini akan dilakukan pembobotan melalui beberapa operasi perhitungan matematik. Ada tiga (3) langkah untuk menentukan besarnya bobot, yaitu : Langkah I
wi = bobot baris dalam baris wj = bobot baris dalam lajur Langkah II
Untuk kasus-kasus yang umum mempunyai bentuk :
wi = rataan dari ai1w1,…,ainwn
41
Langkah III Bila perkalian aij baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah wi/wj. Jika n juga berubah, maka n diubah menjadi λ maks, sehingga diperoleh:
Pengolahan Horisontal Pengolahan horizontal dimaksudkan untuk menyusun prioritas unsur keputusan setiap tingkat hirarkikeputusan. Tahapannya menurut Saaty, dikutip oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) adalah: a. Perkalian baris (z) dengan rumus:
b. Perhitungan vektor prioritas, atau vektor eigen
eVPi adalah unsur vektor prioritas ke-i c. Perhitungan nilai eigen maksimum VA = aij x VP dengan VA = (Vai) VB = VA/VP dengan VB = (Vbi) VBi untuk i = 1,2,…,n VA = VB = Vektor antara d. Perhitungan Indeks Konsistensi (CI) Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui konsistensi jawaban yang akan berpengaruh kepada kesahihan hasil. Rumusnya sebagai berikut :
Untuk mengetahui CI dengan besaran tertentu cukup baik atau tidak, perlu diketahui rasio yang dianggap baik melalui nilai Consistency Ratio (CR), yaitu apabila CR = 0,1. Rumus CR adalah:
Nilai RI merupakan nilai Random Indeks yang dikeluarkan oleh Oakridge Laboratory berupa tabel berikut :
42
N
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
Pengolahan Vertikal Pengolahan ini digunakan untuk menyusun prioritas setiap unsur dalam hirarki terhadap sasaran utama. Jika NPpq di definisikan sebagai nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama, maka :
Untuk : p = 1,2,…,r r = 1,2,…,s Dimana : NPpq NPHpq NPTt
= nilai prioritas pengaruh unsur ke-p pada tingkat ke-q terhadap sasaran utama = nilai prioritas unsur ke-p pada tingkat ke-q = nilai prioritas pengaruh unsur ke-t pada tingkat q-1
3.5.2ANP Proses analisis jaringan (Analytical Network Process, atau ANP) merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan, baik antar kriteria ataupun sub kriteria. Oleh karena itu, ANP memberikan pendekatan yang lebih akurat karena mampu menangani masalah yang kompleks yang berkaitan dengan ketergantungan dan umpan balik. AHP tidak mempertimbangkan
hubungan
ketergantungan,
karena
hanya
mempertimbangkan hubungan linear dari atas ke bawah. Dengan kata lain, AHP tidak dapat menangani interkoneksi antara faktor-faktor keputusan pada tingkatan yang sama dikarenakan kerangka pengambilan keputusan AHP mengasumsikan hubungan satu arah antar tingkat hirarki. Bila dalam AHP terdapat level tujuan, kriteria, subkriteria dan alternatif dimana masing-masing level memiliki unsur, maka dalam ANP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya yang disebut simpul.
43
Gambar 11. Perbedaan hiarkri dan network (Saaty and Vargas, 2006. Diolah kembali) Gambar 11 mengilustrasikan perbedaan antara hirarki dan network. Umpan balik memungkinkan untuk memberikan bobot faktor masa depan terhadap masa kini untuk menentukan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dari gambar tersebut, hirarki merupakan sutruktur linear atas bawah. Sedangkan network tersebar ke segala arah dan melibatkan lingkaran antara cluster dan loop diantara cluster yang sama (Saaty and Vargas, 2006). Dalam pengukuran kinerja rantai pasok pada penelitian ini, ANP memberikan bobot kinerja rantai pasok pada masing-masing anggota rantai pasok. Adapun dalam rancangan pembentukan MRP Batik Banten yang efektif, ANP memberikan bobot orientasi dan skenario yang menjadi titik fokus dalam penelitian ini. Tahapan yang dilakukan pada penelitian dengan menggunakan ANP : 1. Pembentukan konstruksi model Tahapan awal dalam proses ini adalah membuat model yang akan dievaluasi dan menentukan satu set lengkap jaringan kelompok (komponen) dan unsur-unsur yang relevan dengan tiap kriteria kontrol. Untuk masing-masing kriteria kontrol, tentukan semua unsur pada tiap kelompok dan hubungkan mereka sesuai dengan pengaruh ketergantungan
44
dari luar dan dalam kelompok. Hubungan tersebut menunjukkan adanya aliran pengaruh antar unsur. Anak panah yang menghubungkan suatu kelompok dengan kelompok yang lain menunjukkan pengaruh unsur suatu kelompok terhadap unsur kelompok yang lain. Kelompok dari unsur memiliki loop di dalamnya sendiri jika unsur-unsurnya saling bergantung satu sama lain. Untuk tahapan penelitian pengukuran kinerja rantai pasok pada Pusat Industri Batik Banten, hubungan saling ketergantungan antar kriteria dapat ditentukan dengan membuat checklist seperti Tabel 8. Sedangkan untuk merancang solusi alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten, hubungan saling ketergantungan antra kriteria dengan tahapan tersebut terilustrasikan pada Tabel 9. Langkah selanjutnya, hasil kuesioner dari beberapa responden digabung untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan saling ketergantungan antar kriteria tersebut dengan rumus berikut : Q=N/2 Jika Vij > Q, maka ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria. Jika Vij < Q, maka tidak ada hubungan saling ketergantungan antar kriteria. Dimana : N
= Jumlah responden atau pengambil keputusan
Q
= Nilai tengah dari jumlah responden atau pengambil keputusan
Vij
= Jumlah responden yang memilih adanya hubungan saling ketergantungan antar kriteria pada sel yang menghubungkan baris i dengan kolom j.
2. Membuat matriks perbandingan berpasangan antar kelompok/unsur Pada tahap ini, dipilih kelompok dan unsur-unsur yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol (apakah mereka memengaruhi kelompok dan unsur lain yang berkaitan dengan kriteria kontrol atau dipengaruhi oleh kelompok dan unsur lainnya ?). Dalam tahapan ini, digunakan jenis pertanyaan yang sama untuk membandingkan unsur dalam kelompok, yang berkaitan dengan unsur spesifik dalam suatukelompok
45
(kriteria kontrol); pasangan unsur mana yang berpengaruh lebih besar ? Peneliti menggunakan pertanyaan yang sama untuk membandingkan kelompok. Tabel 8. Checklist Hubungan saling ketergantungan antar kriteria penilaian kinerja rantai pasok KP
PP
KS
FP
BMRP
SPP
LTPP
SCTC
PH
KP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
PP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
KS
…
…
…
…
…
…
…
…
…
FP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
BMRP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
SPP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
LTPP
…
…
…
…
…
…
…
…
…
SCTC
…
…
…
…
…
…
…
…
…
PH
…
…
…
…
…
…
…
…
…
Tabel 9. Checklist Hubungan saling ketergantungan antar kriteria skenario pembentukan MRP produk Batik Banten PI
BI
BRP
Krjsm
TF
IP
MHJP
PI
…
…
…
…
…
…
…
BI
…
…
…
…
…
…
…
BRP
…
…
…
…
…
…
…
Krjsm
…
…
…
…
…
…
…
TF
…
…
…
…
…
…
…
IP
…
…
…
…
…
…
…
MHJP
…
…
…
…
…
…
…
Keterangan : PI
= Perilaku terintegrasi
BI
= Berbagi Informasi
BRP
= Berbagi Risiko dan Penghargaan
Krjsm = Kerjasama TF
= Tujuan dan Fokus yang sama dalam melayani pelanggan
IP
= Integrasi Proses
46
MHJP = Mitra Hubungan Jangka Panjang Langkah berikutnya melakukan perbandingan berpasangan berikut matriks antar kelompok/unsur untuk menurunkan eigenvector dan untuk membentuk supermatriks. Dalam membandingkan menggunakan skala perbandingan fundamental (Tabel 10).
Tabel 10. Skala perbandingan fundamental Intensitas Kepentingan 1
Definisi Sama Penting
3
Sedikit Lebih Penting
5
Lebih Penting
7
Sangat Lebih Penting
9
Mutlak Lebih Penting
2,4,6,8
Untuk kompromi antara nilai-nilai di atas
Keterangan Dua kegiatan berkontribusi sama terhadap tujuannya Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan sedikit berkontribusi atas yang lain Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan berkontribusi sangat kuat atas yang lain, menunjukkan dominasinya dalam praktek Suatu kegiatan favorit yang berkontribusi sangat kuat atas yang lain menunjukkan dominasinya dalam praktek Bukti yang menguntungkan satu kegiatan di atas yang lain merupakan kemungkinan urutan afirmasi tertinggi Kadang-kadang perlu melakukan interpolasi penilaian kompromi secara numerik, karena tidak ada istilah yang pas untuk menggambarkan hal tersebut
Perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah : a. Perbandingan kelompok Melakukan
perbandingan
berpasangan
pada
kelompok
yang
memengaruhi masing-masing kelompok yang saling terhubung, yang berkaitan dengan kriteria kontrol yang diberikan. Bobot yang diperoleh dari proses ini akan digunakan untuk memberikan bobot pada unsurunsur yang sesuai dengan kolom blok dari supermatriks. Dalam hal ini penetapan 0 (nol) bila tidak ada pengaruh. b. Perbandingan unsur Melakukan perbandingan berpasangan pada unsur-unsur dalam kelompoknya sendiri berdasarkan pengaruh pada setiap unsur dalam kelompok lain yang saling terhubung (atau unsur-unsur dalam kelompoknya sendiri).
47
c. Perbandingan untuk alternatif Membandingkan semua alternatif yang berkaitan dengan masingmasing unsur di dalam komponen. Perbandingan
berpasangan
dilakukan
dengan
membuat
matriks
perbandingan berpasangan, dengan nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan relatif dari unsur pada baris (i) terhadap unsur pada kolom (j); contohnya aij = wi / wj. Setelah semua perbandingan berpasangan selesai dibuat, vektor bobot prioritas (w) dihitung dengan rumus : Aw = λ max w Dimana λ max adalah eigenvalue terbesar pada matriks A dan w adalah eigenvector. Indeks Konsistensi/Consistency Index (CI) dan Consistency Ratio (CR) dari matriks perbandingan berpasangan dihitung dengan rumus yang sama seperti pada AHP : ,
dimana jika CR < 0,1 maka penilaian dianggap
konsisten. 3. Membuat supermatriks Vektor
prioritas
yang
berasal
dari
matriks
perbandingan
berpasangan dimasukkan sebagai sub kolom dari kolom yang sesuai pada supermatriks yang merepresentasikan prioritas pengaruh dari unsur di sebelah kiri matriks terhadap unsur diatas matriks. Hasil dari proses ini adalah supermatriks yang tidak tertimbang (unweighted supermatrix). Supermatriks yang tertimbang (weighted supermatrix) kemudian diperoleh dengan mengalikan semua unsur di blok dari unweighted supermatrix dengan bobot kelompok yang sesuai. Weighted supermatrix, dimana masing-masing kolom dijumlahkan jadi satu, dikenal dengan sebutan kolom matriks stokastik. Weighted supermatrix kemudian dinaikkan sampai batas kekuatan untuk memperoleh prioritas akhir dari semua unsur dalam matriks limit yang disebut limiting supermatrix. Kemudian, hasil sintesis dari prioritas ini dinormalkan untuk memilih alternatif prioritas tertinggi. Berikut ini adalah struktur umum dari supermatriks :
48
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigenvector yang menunjukkan kepentingan dari unsur pada komponen ke-i dari jaringan pada sebuah unsur pada komponen ke-j. Beberapa masukan yang meunujukkan hubungan 0 (nol) pada unsur yang mengartikan tidak terdapat kepentingan pada unsur tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka unsur tersebut tidak digunakan dalam perbandingan berpasangan untuk menurunkan eigenvector. Jadi, yang digunakan adalah unsur yang menghasilkan nilai kepentignan bukan 0 (nol) (Saaty and Vargas, 2006). Indeksi
dan
jmenunjukkan
cluster
yang
dipengaruhi
dan
memengaruhi, dan n adalah unsur dari cluster bersangkutan. Komponen dari sub-matriks dalam Wijadalah skala rasio yang diturunkan dari perbandingan pasangan yang dilakukan pada unsur di dalam cluster itu sendiri sesuai dengan pengaruhnya pada setiap unsur pada cluster yang lain (outerdependence) atau unsur-unsur dalam cluster yang sama (innerdependence). Hasilnya
yang
berupa
unweighted
supermatrix
kemudian
ditransformasikan menjadi suatu matriks yang penjumlahan dalam kolom menghasilkan angka satu (unity) untuk mendapatkan supermatriks stokastik. Bobot yang diperoleh digunakan untuk membobot unsur-unsur pada blok-blok kolom (cluster) yang sesuai dari supermatriks, yang akan menghasilkan weighted supermatrix yang juga stokastik. Sifat stokastik diperlukan dengan alasan karena suatu unsur dapat memengaruhi unsur kedua secara langsung dan tidak langsung melalui pengaruhnya pada unsur ketiga (3) dan kemudian dengan pengaruh dari unsur ketiga (3) pada unsur kedua (2), maka setiap kemungkinan dari
49
unsur ketiga (3) harus diperhitungkan. Namun, unsur ketiga (3) juga memengaruhi unsur keempat (4), yang selanjutnya memengaruhi unsur kedua (2). Pengaruh-pengaruh ini bisa diperoleh dari pangkat tiga weighted supermatrix. Selama proses berjalan secara berkesinambungan, akan didapat deret-deret tak terbatas dari matriks pengaruh yang dinyatakan dengan Wk, k = 1, 2, … 4. Uji konsistensi indeks dan rasio Untuk tahapan ini sama dengan pengukuran pada pendekatan AHP.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Propinsi Banten Banten adalah sebuah propinsi di Pulau Jawa, Indonesia (Gambar12). Propinsi ini sebelumnya merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat yang dipisahkan sejak tahun 2000 dengan keputusan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang. Berdasarkan data sensus penduduk 2010 Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk di Propinsi Banten sebanyak 10.632.166 jiwa dengan prosentase 67,01% penduduk perkotaan dan 32,99% penduduk pedesaan. Di Propinsi ini, laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,78% /tahun dengan kepadatan 1.100 jiwa/km2. Propinsi Banten terdiri dari 4 Kabupaten dan 4 Kota, diantaranya : Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kota Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang
dan
Kota
Tangerang
Selatan
(sumber
: http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id). Mayoritas penduduk Propinsi Banten memiliki semangat religius keIslaman yang kuat dengan tingkat toleransi yang tinggi. Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan dengan damai. Potensi dan khas budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri pencak silat, debus, rudad, umbrug, tari sam\an, tari topeng, tari cokek, dog-dog, palingtung dan lojor. Disamping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain masjid agung Banten lama, makam kermat panjang, dan masih banyak yang lainnya. Kesenian tradisional yang sangat kental diwarnai agama Islam yang perkembangannya hidup bersama agama itu sendiri. Seni-seni dalam katagori ini adalah : ngabedug (seni bedug), seni rampak bedug, seni qasidah, terebang gede, marhabarakbi, dzikir saman,debus, patingtung, rudat, angklung buhun, dogdoglojor, bendrong lesung, ubrug dan beluk. Lebih jauh lagi, di Propinsi Banten terdapat suku masyarakat baduy. Suku Baduy merupakan suku asli Sunda Banten yang masih terjaga tradisi anti-modernisasi, baik cara berpakaian maupun pola hidup lainnya. Suku Baduy-Rawayan tinggal di kawasan Cagar Budaya Pegunungan Kendeng.
51
Selain kawasan adat masyarakat Baduy, di Propinsi Banten juga terdapat kawasan masyarakat adat Cisungsang. Terletak di kaki Gunung Halimun, desa Cibeber Kabupaten Lebak. Kawasan ini dikelilingi oleh 4 desa adat lainnya, Desa Cicarucub, Bayah, Citorek, dan Cipta Gelar. Kawasan ini dipimpin oleh seorang Kepala Adat, yang penunjukannya melalui proses wangsit dari Karuhun. Saat ini masyarakat adat Cisungsang dipimpin oleh Abah Usep yang merupakan generasi keempat. Kondisi sosial budaya masyarakat Banten diwarnai oleh potensi dan kekhasan budaya masyarakatnya yang sangat variatif. Di Propinsi ini terdapat banyak pesantren salafi dan pesantren modern. Hal ini dikarenakan pelestarian masyarakat agamis yang tetap konsisten dan kondusif. Pada bagian lain, ada kawasan industri di Tangerang yang potensial menunjang perekonomian masyarakat Banten. Selain masyarakat pribumi, kawasan Tangerang banyak didiami oleh pendatang yang bekerja di kawasan tersebut. Propinsi Banten sangat kaya akan budaya masyarakat namun tetap merawat toleransi dan kerukunan.
Gambar 12. Propinsi Banten (Sumber : http://www.ekon.go.id, 2012) 4.1.1Batik Banten Batik adalah kain yang bergambar ditulis atau dicap dengan canting yang terbuat dari tembaga, atau plat seng, agar dapat menghasilkan seni keindahan artistik dan klasik pada kain batik cotton atau sutra, maka
52
haruslah menggunakan lilin malam yang telah dipanaskan. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), yang disebut batik adalah bahan kain hasil pewarnaan celup rintang menurut corak-corak khas batik Indonesia, dengan menggunakan lilin batik sebagai zat perintang. Oleh karena itu, yang disebut batik adalah batik tulis, batik cap, serta batik kombinasi cap dan tulis. Hingga saat ini, terdapat setidaknya 26 motif batik di Indonnesia, dimana terdapat tiga (3) diantaranya yang merupakan motif Banten (Tabel 11), yaitu Surosoan, Datulaya dan Sebakingking. Motif-motif tersebut muncul selain berasal dari kraton, juga melalui perkawinan kerabat keraton dan hubungan mancanegara seperti Cina, India, Arab, Jepang, dan Belanda. Lebih jauh lagi, menurut daerahnya, batik di Indonesia terbagi menjadi enam (6) wilayah yang tersebar di Indonesia (Tabel12), dimana Batik Banten termasuk dalam Batik Jawa Barat. Pada tanggal 2 Oktober 2009, batik telah ditetapkan oleh United Nations Education, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai “Warisan Budaya Tak Benda” (Intangible World Culture Heritage) yang ditandatangani oleh Direktorat Jenderal UNESCO pada tanggal 29 September 2009. Pengakuan tersebut merupakan pengakuan bahwa batik adalah asli Indonesia. Tidak ada satupun Negara di dunia yang dapat membuktikan sebagai tempat asal mulanya batik. Artinya, bila dikaitkan dengan citra identitas, maka orang awam akan teringat dengan Indonesia. Cukup banyak pelaku usaha batik di Indonesia yang telah mempunyai bermacam-macam corak dan motifnya, akan tetapi setiap daerah tidak mempunyai kesamaan corak dan motif pada batiknya, seperti halnya corak dan motif pada Batik Banten. Corak dan motif Batik Banten adalah iluminasi dari ragam hias yang telah dikaji Pemerintah Propinsi Banten untuk menemukan kembali ornament motif pada bangunan rumah adat di Banten. Berangkat dari kearifan lokal, Batik Banten sangat diharapkan mampu mencerminkan identitas Banten sesuai dengan tujuannya, yaitu Batik Banten sebagai jati diri budaya masyarakat Banten. Pengkajian berlangsung ditingkat nasional, bahkan motif Batik Banten dikaji pada tingkat Internasional. Ragam hias tersebut telah menjadi
53
keputusan Gubernur Banten Tahun 2003. Lebih jauh lagi, 54 desain kain Batik Banten telah mendapat legitimasi dari lembaga hak intelektual tertinggi di Indonesia pada tanggal 25 Mei 2004 atas desain dan karya cipta melalui Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor M-01-HC.03.01/1987 sesuai Undang-Undang Hak Cipta pasal 9. Batik Banten adalah Batik di Indonesia yang pertama kali dipatenkan. Tabel 11. Motif Batik di Indonesia Motif Batik di Indonesia
1. Kawung 7. Buketan 2. Parang 8. Cemukiran 3. Lar/ 9. Parang Sawat 10. Cemukiran 4. Garuda 11. Parang Rusak 5. Phonik 12. Surosoan 6. Semen
13. 14. 15. 16. 17.
Datulaya Sebakingking Kupu-kupu Alasalasan Mega Mendung 18. Tumpal
19. 20. 21. 22. 23. 24.
Ceplok 25. Udan PagiSore Liris Trumtum 26. SidhoM Kaligrafi ukti Nuraq Tambal Seribu
Sumber : Kurniawan, 2011 Tabel12. Batik Daerah di Indonesia Batik Daerah Utama di Indonesia Batik Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Batik Jawa Barat
Batik Jawa Timur Batik Sumatera Batik Bali Batik Kalimantan
Batik Daerah Bagian Pekalongan, Tegal, Semarang, Demak, Rembang, Jepara, Kudus, Lasem, Yogyakarta, Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, dan Sleman. Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Indramayu, Cirebon, Banten, Betawi, Bogor, Kuningan, dan Majalengka. Madura, Tuban, Sidoarjo, Pacitan, dan Batu malang. Aceh, Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Padang. Tohpati, Batubulan, dan Gianyar. Sasirangan, dan Calapan (Jumputan).
Sumber : Kurniawan, 2011 4.1.2Pusat Industri Batik Banten PT Batik Banten Mukarnas adalah perusahaan yang menjalankan bisnis industri Batik Banten sejak 2004 dengan Bapak Uke Kurniawan sebagai komisaris. Komoditas yang diproduksi adalah Batik Banten dalam bentuk kain dan pakaian/kemeja. Dalam menjalankan operasionalnya, Pusat Industri Batik Banten memiliki dua lokasi (site) yang terletak di Kota Serang. Site pertama terletak di JL. Bhayangkara No. 05 Kecamatan Cipocok Jaya (Gambar 13). Lokasi inilah yang sangat terkenal sebagai Pusat
54
Industri Batik Banten karena selain sebagai tempat pembuatan batik juga sebagai pusat informasi dan tempat penyimpanan produk yang akan dipasarkan (layout). Site lainnya terletak di Jl. Raya Petir Blok MajaCilaku No.05 Kecamatan Cipocok Jaya hanya berfungsi sebagai tempat produksi namun dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan site di Jl. Bhayangkara. Adapun struktur organisasi PT Batik Banten Mukarnas terlampir pada Lampiran 7. Berawal dari peranannya sebagai konsultan pengkajian ragam hias Banten, Bapak Uke Kurniawan terinspirasi untuk mengembangkan ragam hias yang bersumber dari artefak kuno di Banten untuk mendesain pola dasar batik, sehingga menjadi motif dasar batik. Pada akhirnya beliau membentuk Panitia Peneliti dan Pengembang Batik Banten pada tahun 2003. Dengan program kemitraan dan bantuan perusahaan PT Jamsostek dan PT Krakatau Steel, Batik Banten diperkenalkan kepada masyarakat pada tanggal 4 November 2004 dan pada tanggal 26 Desember 2004 didirikanlah Sentra Industri dan Pelatihan Batik Banten yang diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada tanggal 8 Februari 2005. 4.1.3 Batik Banten dan Sejarahnya Batik Banten adalah Batik yang berasal dari Propinsi Banten. Kearifan
lokal
yang
tersisa
dari
pusat
kerajaan
pemerintah Islam Kesultanan Banten, telah mewarisi berbagai benda-benda kuno yang mempunyai ragam khas dan unik. Lewat warisan itu, masyarakat dapat mengukir karya-karya unggulan sebagai bekal cipta anak cucu di tanah Banten. Berbagai kajian pemanfaatan ragam hias khas Banten telah ditransformasikan dan didesain ke dalam media kain katun dan sutra yang disebut Batik Banten. Batik ini kaya akan muatan filosofi yang mengandung arti dalam setiap motif yang diambil dari toponim. Inilah tatanan aset yang menjadi ciri khas Batik Banten tersebut. Batik Banten itu sudah masuk di kancah internasional, bukan karena bentuk dan tatanananya saja, melainkan juga ciri khas yang dimiliki. Sejak dipatenkan tahun 2003, Batik Banten telah mengalami proses panjang hingga akhirnya diakui di seluruh dunia. Batik Banten dipatenkan
55
setelah ada kajian di Malaysia dan Singapura yang diikuti 62 negara di dunia. Batik Banten mendapatkan predikat terbaik se-dunia. Setelah ada himbauan pada 5 Juni hari batik sedunia, Banten menjadi batik pertama yang punya hak paten di UNESCO. Bahkan kini Batik Banten telah berkembang ke berbagai mancanegara.
Gambar 13. Lokasi Pusat Industri Batik Banten (Sumber : http://laraswati.com, 2012) BatikBaten memiliki identitas tellstory (motifnya bercerita) memilki khas tersendiri ketimbang batik lain. Beberapa motifnya diadopsi dari benda-benda sejarah (artefak). Di setiap motif terdapat warna abu-abu yang konon menjadi cermin Banten. Semua batiknya mengandung muatan filosofi. Batik ini memiliki ciri yang khas dan unik karena di samping setiap motifnya bercerita sejarah, juga berasal dari benda-benda peninggalan seperti gerabah dan nama-nama penembahan kerajaan Banten seperti Aryamandalika, Sabakingking dan lain-lain. Sejarah Batik Banten berawal dari pengkajian benda-benda sejarah hasil penggalian para arkeolog untuk ragam hias penataan kota dan budaya Banten. Momentum tersebut memunculkan inspirasi dan mengantarkan perhatian para tokoh masyarakat, pemerintah daerah bersama dengan arkeolog pada bulan Juni 2002 untuk mengadakan pengkajian ragam hias.
56
75 motif ragam hias khas Banten rekonstruksi Arkeologi Nasional pada akhirnya berhasil ditemukenali. Ragam hias pada abad ke 17 merupakan bukti sejarah bagi masyarakat Banten, bahwa reruntuhan istana kerajaan dan kejayaan masa lalu telah mewariskan nilai seni ragam hias dan budaya unik yang melekat pada benda purbakala dengan sangat arsitektual pada ornamennya. Ragam hias tersebut adalah inspirasi desain dan pola dasar Batik Banten. Pada tahun 2003 Uke Kurniawan, saat ini komisaris PT Batik Banten Mukarnas, membentuk Panitian Peneliti dan Pengembang Batik Banten. 4.1.4 Perbedaan antara Batik Banten dengan Batik Indonesia lainnya Batik Banten secara umum memiliki perbedaan dengan Batik lain berdasarkan motif, warna dan filosofi (makna/arti). Motif Batik Banten memiliki pola dasar ragam hias yang berasal dari benda bersejarah Artefak Terwengkal yang diekskavasi pada tahun 1976. Warna Batik Banten cenderung kepada abu-abu soft sebagai warna dominan. Adapun secara filosofi, nama-nama motif Batik Banten diambil dari toponim desa-desa kuna (nama daerah atau desa lama), nama gelar bangsawan dan nama tata ruang di kesultanan Banten. Ada sekitar 20 motif batik Banten (Gambar 14) yang diberi penamaan berdasarkan filosofinya, yaitu motif Sebakingking yang merupakan nama gelar Panembahan Sultan Maulana Hasanuddin dalam penyebaran agama Islam, motif Srimanganti, motif Pasulaman, motif Mandalikan, motif Kawangsan, motif Kapurban, motif Surosowan, motif Pejantren, motif Pamaranggen, motif Pancaniti, motif Datulaya, motif Langenmaita, motif Wamilahan, motif Panjunan, motif Kaibonan, motif Memoloan, motif Kesatriaan, motif Panembahan, motif Singayaksa dan motif Pasepen. 4.2 Proses Pembuatan Batik Pada kesempatan wawancara dengan pemilik PT Batik Banten Mukarnas terungkap, selain mutu produk dan mutu kain dan motif, kelebihan nilai (value) yang dimiliki dan diberikan oleh Industri Batik Banten adalah keterbukaan dalam hal memberikan teknik proses pembatikan kepada
57
khalayak umum dan para konsumen, dimana langkah ini biasanya tertutup bagi para pelaku industri batik lainnya di Indonesia.
Gambar14. Berbagai motif kain dan kemeja Batik Banten (Sumber : http://laraswati.com, 2012) Oleh karena itu, unsur edukatif digunakan oleh Pusat Industri Batik Banten dalam memasarkan produk dan brandnya dengan memberikan pelatihan-pelatihan tata cara membatik mulai dari kalangan sekolah, perguruan tinggi, hingga khalayak masyarakat umum. Dampaknya, dengan mengacu kepada Batik Banten, beberapa sekolah di Propinsi Banten pada akhirnya memasukkan kurikulum “Membatik” kedalam kurikulum ajarnya. Berikuttahapan dan prinsip membatik yang peneliti rangkum dalam penelitian ini: 1. Pemilihan bahan kain untuk membatik Katun dan sutera adalah bahan baku kain utama yang digunakan untuk membatik tulis dan cap. Kedua bahan tersebut harus 100%, atau murni
58
berwarna putih polos atau warna lain dan berpola yang dalam kondisi baik, tidak sobek, ternoda, atau cacat. 2. Ukuran bahan kain untuk dibatik Bahan kain yang digunakan dalam membatik memiliki panjang minimal 2 m dan maksimal 4 m. Adapun lebar kain beraneka ragam mulai dari 200 cm, 150 cm, 115 cm, 105 cm dan 90 cm. Kain yang memliliki panjang melebihi 4 m tidak dapat diwarnai dasar atau dicelup, sehingga pewarnaan tidak akan merata dan bahkan menjadi belang.
Gambar 15. Proses awal perebusan kain (Sumber : http://laraswati.com, 2012) 3. Proses perebusan kain Kain katun atau sutera yang akan dibatik, direbus dahulu dengan campuran air, tawas dan soda dengan perbandingan 50 l air tawar dicampur 1 kg tawas dan 0,5 kg soda (Gambar 15). Perebusan kain penting untuk menghasilkan kulaitas kain yang baik untuk dibatik, diantaranya tidak terjadi pelunturan, kain akan lebih halus dan warna akan kuat dan cerah. 4. Membatik dengan canting cap dan tulis Kain yang akan di cap (Gambar 16) dan di tulis harus dipastikan dalam keadaan kering, tidak ada noda basah, kusut atau cacat. Hal ini untuk menghindari terjadinya “rembes” nya lilin malam menembus ke belakang permukaan kain. Pengecapan dilakukan secara berulang-ulang secara teratur (Gambar 17).
59
Gambar 16. Alat cap batik (Sumber : http://laraswati.com, 2012) Untuk membatik dengan canting tulis, sebaiknya pola batik terlebih dahulu dibuat diatas permukaan batik dengan menggunakan pensil kayu agar kain pada penulisan dan lilin cairan malamnya menghasilkan hasil yang sempurna.
Gambar 17. Proses pengecapan batik (Sumber : http://laraswati.com, 2012) 5. Pewarnaan dengan cara ditulis (mencolet) Penulisan pewarnaan batik (Gambar 18), baik batik cap ataupun tulis, dilakukan dengan proses yang sama. Sebelum dilakukan pewarnaan,
60
terlebih dahulu menentukan motif dan warna apa yang akan diwarna dengan menggunakan obat pewarna kimia.
Gambar 18. Proses pewarnaan dengan cara ditulis (Sumber : Dokumentasi penelitian) 6. Pewarnaan dasar/pencelupan Dalam melakukan proses pencelupan (Gambar 19), warna dominan pada batik harus diperhatikan agar tidak bertabrakan dengan hasil coletan sehingga hasilnya terlihat baik. Misalnya, bila sebuah batik dengan warna dominan biru maka perendaman harus dengan campuran pewarnaan biru.
Gambar 19. Proses pewarnaan dasar pencelupan (Sumber : Dokumentasi penelitian) Proses pencelupan dilakukan sekurang-kurangnya sebanyak dua (2) kali selama 20 menit dengan kondisi kain yang telah dilipat menjadi dua bagian terlebih dahulu. Pada pencelupan pertama akan tampak warna dasar setelah dicuci. Pada pencelupan kedua, warna baik akan sempurna. Untuk
61
mendapatkan warna batik yang lebih tua, pencelupan dapat dilakukan hingga maksimal empat (4) kali. 7. Menghilangkan lilin malam Kain yang telah dicelup harus melalui proses penghilangan lilin malam (Gambar 20) dengan cara direbus menggunakan campuran air dan soda. Perendaman dilakukan dengan cara diaduk selama sepuluh hingga lima belas menit. Setelah selesai, batik hasil rendaman dimasukkan kedalam wadah lain yang berisikan air tawar yang dingin kemudian diperas untuk dijemur (Gambar21).
Gambar 20. Proses penghilangan lilin malam (Sumber : Dokumentasi penelitian)
Gambar 21. Penjemuran batik dan kain polos (Sumber : http://laraswati.com, 2012)
62
4.3 Struktur dan Pelaku Rantai Pasok Batik Banten Mengacu pada model Hugos (2003) dan ilustrasi pada bab sebelumnya, rantai pasok Batik Banten memiliki struktur yang sederhana, dimana anggota rantai pasok terdiri atas pemasok-pemasok bahan baku batik, produsen Batik Banten dalam hal ini PT Batik Banten Mukarnas, pengecerpengecer lokal Batik Nusantara dan konsumen akhir. Pemasok bahan baku memenuhi pesanan perusahaan atas pesanan secara periodik maupun permintaan yang bersifat accidental yang terjadi ketika permintaan produksi batik meningkat. Bahan baku utama yang di pasok adalah kain, baik katun maupun sutera, dan tinta. Adapun bahan baku pendukung untuk produksi dan operasi antara lain kertas kantung semen, busa karet (sponge), karung, minyak tanah, plastik pembukus, plastik taplak meja, dan kotak kemasan untuk batik. Terdapat peralatan dan bahan bahan lain yang mampu diadakan oleh perusahaan seperti canting, gawangan dan lilin malam. PT Batik Banten Mukarnas adalah pelaku bisnis utama. Selain sebagai produsen, perusahaan ini juga mendesain produk dan menjual langsung. Desain motif baru terus dilakukan hingga kini. Dalam tahap awal produksi, perusahaan juga melakukan sortasi terhadap mutu kain yang akan digunakan untuk membatik. Selain untuk memenuhi adanya ketersediaan barang, kegiatan produksi juga dilakukan untuk memenuhi permintaan konsumen untuk pesanan dalam jumlah besar dan dengan motif-motif tertentu. Faktor pemenuhan pesanan menjadi penting untuk membangun kepercayaan konsumen pada industri Batik Banten. Konsumen produk Batik Banten dapat dibagi menjadi konsumen ritel serta konsumen akhir. Konsumen ritel adalah konsumen yang secara langsung ataupun tidak langsung melakukan kerjasama. Pengecer lokal seperti AIDA Batik di Kota Serang merupakan konsumen ritel yang secara tidak langung, atau formal melakukan kerjasama, karena cenderung memesan produk Batik Banten sesuai permintaan pesanan, atau persedian dalam skala yang kecil. 4.4 Pola Aliran Rantai Pasok Menurut Pujawan, dikutip oleh Amalia (2012) menyatakan biasanya ada tiga macam aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran barang dari
63
hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya dari hilir ke hulu. Ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Model rantai pasokan Batik Banten terdiri dari pemasok bahan baku, perusahaan, pengecer lokal dan konsumen akhir. Gambar 22 menunjukkan aliran dalam rantai pasokan Batik Banten.
1
3
7 5
1
4
2 6
1
3 Keterangan : 1
Pemasok bahan baku batik
2
PT Batik Banten Mukarnas
3
Pengecer Batik Nusantara
4
Konsumen Akhir
5
Aliran barang
6
Aliran informasi
7
Aliran financial Gambar 22. Pola aliran dalam rantai pasokan Industri Batik Banten
Aliran rantai pasok dimulai dari pemasok bahan baku. Semua bahan baku batik akan ditampung untuk diolah oleh PT Batik Banten Mukarnas. Bila target produksi perusahaan atau permintaan produk batik melebihi kapasitas bahan baku, maka perusahaan akan memesan dan membeli kembali bahan baku batik kepada pemasok bahan baku. Harga beli bahan baku berdasarkan kesepakatan antara perusahaan dengan pemasok bahan baku. Perusahaan menginginkan adanya ketersediaan produk Batik Banten karena jika tidak ada persediaan barang, perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan konsumen. Produk Batik Banten disimpan di gerai Griya Batik Banten.
64
4.5 Bobot Kinerja Rantai Pasok Pusat Industri Batik Banten Dalam analisis AHP untuk menentukan bobot metrik pengukuran kinerja rantai pasok Batik Banten dilakukan penilaian oleh pakar sebanyak empat (4) orang yang terdiri dari Komisaris, Manajer Pemasaran dan Manajer Produksi Operasi PT Batik Banten Mukarnas, serta satu orang Akademisi (Dosen Ekonomi Manajemen Universitas Sultan AgengTirtayasa). Dari penilaian beberapa pakar dihitung rataan penilaian dengan menggunakan rataan geometrik. Data diolah menggunakan aplikasi MS Excel. Tahapan awal dalam analisa AHP adalah membuat dan menghitung matriks perbandingan berpasangan dengan mengacu pada hirarki yang telah dibuat sebelumnya. Matriks perbandingan yang dihitung terdiri atas matriks perbandingan antara Tujuan terhadap Proses Bisnis, matriks perbandingan anatara Proses Bisnis terhadap Parameter Kinerja, matriks perbandingan antara Parameter Kinerja terhadap atribut Kinerja dan matriks perbandingan antara atribut Kinerja terhadap Metrik Pengukuran Kinerja sebagai alternatif. Proses penghitungan dan pembobotan matriks-matriks tersebut terlampir pada Lampiran 3. Berdasarkan perhitungan-perhitungan dan pembobotan matriks tersebut, diperoleh prioritas dari setiap level hirarki dan nilai CR yang dihitung dengan formula dasar dengan aplikasi MS Excel. Adapun perhitungan hasil prioritas dan nilai CR terlampir pada Lampiran 3. Hasil yang didapat dari proses pembobotan oleh para pakar dapat dilihat pada Gambar23. Setelah mendapatkan hasil AHP, dilakukan pembobotan feedback pada masing-masing unsur dari hasil AHP untuk mendapatkan hasil ANP. Setelah itu dibuat matriks antar kelompoknya. Setelah mendapatkan matriks antar kelompok, maka supermatriks tidak tertimbang, supermatriks tertimbang dan supermatriks limit dapat dihitung. Supermatriks yang merepresentasikan prioritas pengaruh dari unsur di sebelah kiri matriks terhadap unsur diatas matriks menghasilkan supermatriks tidak tertimbang. Kemudian, supermatriks tertimbang diperoleh dengan mengalikan semua unsur di blok dari supermatriks tidak tertimbang dengan bobot kelompok dari clustermatrix. Supermatriks kemudian dinaikkan sampai
65
batas kekuatan untuk memperoleh prioritas akhir dari semua unsur dalam matriks limit yang disebut juga supermatriks limit. Matriks-matriks tersebut secara rinci terdapat pada Lampiran 4. 4.5.1 Hasil AHP Berdasarkan hasil pembobotan AHP pada Gambar 23, Proses Bisnis yang paling berpengaruh dalam kinerja MRP adalah Plan dengan bobot 0,32. Untuk Parameter Kinerja, yang paling berpengaruh adalah Mutu dengan bobot 0,48. Berikutnya, Atribut Kinerja yang paling penting adalah Reliabilitas dengan bobot 0,40. Terakhir, Metrik Kinerja yang memiliki pengaruh paling besar adalah Kesesuaian Standar Mutu dengan bobot 0,19.
Gambar 23. Hasil pembobotan AHP penentuan bobot metrik pengukuran kinerja rantai pasok Batik Banten 4.5.2 Hasil ANP Gambar 24 menunjukkan kerangka umum ANP. Jaringan ini terdiri atas empat cluster tanpa goal, karena pada ANP tidak terdapat goal. Clustercluster tersebut yaitu Proses Bisnis, Parameter Kinerja, Atribut Kinerja dan Metrik Pengukuran Kinerja. Cluster Proses Bisnis terdiri dari lima (5) unsur,
66
cluster Parameter Kinerja terdiri dari tiga (3) unsur, clusterAtribut Kinerja terdiri dari lima (5) unsur dan cluster Metrik Parameter Kinerja sebagai Alternative terdiri dari Sembilan (9) unsur. Adapun pembuatan model jaringan
dan
pengolahan
ANP
menggunakan
bantuan
perangkat
SuperDecision. Setelah didapatkan supermatriks limit, akan didapatkan prioritas akhir dari ANP yang tersaji pada Tabel 13. Berdasarkan hasil prioritas ANP pada Tabel 13, Proses Bisnis yang paling berpengaruh dalam kinerja MRP adalah Plan dengan bobot 0,34952. Untuk Parameter Kinerja, yang paling berpengaruh adalah Mutu dengan bobot 0,4522. Berikutnya, Atribut Kinerja yang paling penting adalah Reliabilitas dengan bobot 0,37226. Terakhir, Metrik Kinerja yang memiliki pengaruh paling besar adalah Kesesuaian Standar Mutu dengan bobot 0,19506. Terakhir, sintesis merupakan konsep dalam ANP. Sintesis prioritas untuk metrik pengukuran kinerja rantai pasok Batik Banten ditunjukkan pada Gambar 25. Uraian interpretasi prioritas AHP dan sintesa ANP dipaparkan pada sub bab berikutnya.
67
Gambar 24. Kerangka umum ANP pengukuran bobot metrik kinerja rantai pasok Batik Banten
68
Tabel 13. Prioritas akhir ANP pengukuran bobot metrik kinerja rantai pasok Batik Banten Keterangan
NormalizedByClust er
Limiting
0,34952 0,24885 0,18295 0,10619 0,11249
0,145706 0,103737 0,076265 0,044268 0,046894
0,37806 0,4522 0,16974
0,088609 0,105988 0,039784
0,37226 0,25747 0,16334 0,11507 0,09186
0,072195 0,049932 0,031677 0,022317 0,017815
0,10225 0,1239 0,10615
0,015829 0,019182 0,016434
0,097 0,09827 0,19506
0,015017 0,015214 0,030198
0,10802 0,09531 0,07403
0,016723 0,014755 0,011461
PROSES BISNIS 1. PLAN 2. SOURCE 3. MAKE 4. DELIVER 5. RETURN PARAMETER KINERJA 1. Nilai Tambah 2. Mutu 3. Resiko ATRIBUT KINERJA 1. Reliabilitas 2. Responsivitas 3. Fleksibilitas 4. Biaya 5. Aset METRIK PENGUKURAN KINERJA 1. KP (Kinerja Pengiriman) 2. PP (Pemenuhan Pesanan) 3. SPP (Siklus Pemenuhan Pesanan) 4. LTPP (Lead Time Pemenuhan Pesanan) 5. FP (Fleksibilitas Pasokan) 6. KS (Kesesuaian Standar Mutu) 7. BMRP (Biaya Manajemen Rantai Pasok) 8. SCTC (Siklus Cash-to-Cash) 9. PH (Persediaan Harian)
4.5.3 Interpretasi Peranan Proses Bisnis berdasarkan Hasil AHP dan ANP Tujuan utama dalam analisa AHP pada tahapan ini adalah Menentukan Bobot Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Batik Banten. Dalam mencapai tujuan tersebut, diperoleh bobot metrik pengukuran kinerja sebagai alternatif yang dapat di implementasikan. Adapun analisa ANP dipergunakan
untuk
menentukan
alternatif
terbaik
dengan
mempertimbangkan hubungan antar kelompok atau cluster (dalam AHP
69
berperan sebagai hirarki) dan antar unsur tiap cluster yang saling memengaruhi.
Gambar 25. Sintesis prioritas Metrik Pengukuran Kinerja pada ANP Hasil prioritas AHP dan sintesis prioritas ANP menghasilkan Plan sebagai Proses Bisnis terpenting yang harus diperhitungkan dalam rangka tahapan awal yang harus dipenuhi untuk mendukung penentuan alternatif Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Industri Batik Banten. Pada analisa AHP, Plan memiliki bobot 0,32 adapun hasil ANP 0,34952. Ini mengindikasikan pentingnya Pusat Industri Batik Banten untuk membuat perencanaan rantai pasokan yang mencakup perencanaan akan kebutuhan bahan baku, merencanakan pemilihan pemasok, akses pemenuhan sumber daya ratai pasokan batik, proses produksi batik, penjualan batik dan merencanakan saluran penjualan. Proses Bisnis terpenting berikutnya adalah Source. Pada hasil prioritas AHP, Source memiliki bobot0,28 adapun hasil sintesis prioritas ANP 0,24885. Proses pengadaan dan pemenuhan bahan baku penting bagi Pusat Industri Batik Banten. Proses tersebut mencakup kegiatan negosiasi dan komunikasi dengan pemasok untuk kelancaran pasokan bahan baku,
70
inspeksi dan verifikasi terhadap barang dan pemenuhan pembayaran dan pelunasan barang kepada pemasok. Proses Bisnis berikutnya yang terpenting adalah aktifitas produksi batik (Make). Proses ini berkaitan dengan aktifitas produksi batik meliputi meminta dan menerima kebutuhan bahan baku batik, pelaksanaan produksi dan penyimpanan produk di Griya Batik Banten. Hasil AHP menunjukkan bobot 0,24 dan hasil ANP 0,18295. Dalam aktifitas bisnis di Pusat Industri Batik Bantenberlaku proses pengembalian (Return) terhadap produk Batik Banten yang mengalami cacat atau kerusakan. Hal ini untuk menjaga kepercayaan konsumen dan komitmen untuk tetap menjaga kualitas produk. Oleh karena itu, dari analisa hasil ANP, proses Return (0,11249) menjadi Proses Bisnis terpenting berikutnya untuk mendukung penentuan alternatif bobot metrik kinerja rantai pasok. Meskipun dari hasil AHP Return memiliki bobot yang sama dengan Proses Bisnis Deliver (0,08) namun praktiknya proses pengiriman produk tidak terlalu memiliki peran yang penting dalam Proses Bisnis Batik Banten. Hal ini dikarenakan ketersediaan produk di pasaran (distribusi) banyak yang diambil langsung oleh para pengecer dan tidak selalu dikirim oleh perusahaan. Disinilah pada akhirnya Deliver menjadi Proses Bisnis terpenting terakhir berdasarkan hasil ANP untuk mendukung penentuan alternatif metrik kinerja rantai pasok dengan memiliki nilai prioritas terkecil yaitu 0,10619. 4.5.4 Interpretasi Peranan Parameter Kinerja berdasarkan Hasil AHP dan ANP Berdasarkan prioritas hasil analisa AHP (0,48) dan ANP (0,4522), Mutu adalah hal utama yang terpenting dalam MRP mencakup kualitas material dan produk jadi, sehingga biaya dapat terjangkau denganrespon produksi yang cepat. Artinya, dengan meningkatkan dan menjaga mutu bahan baku dan produk Batik Banten akan mampu meningkatkan penjualan produk batik dan mengurangi biaya, sehingga dapat meningkatkan keuntungan Pusat Industri Batik Banten.
71
Nilai tambah adalah Parameter Kinerja terpenting berikutnya untuk mendukung penentuan alternatif bobot Metrik Penilaian Kinerja Rantai Pasok. Adapun prioritas hasil AHP 0,40 dan prioritas hasil ANP 0,37805. Dalam praktik bisnis, nilai tambah produk Batik Banten menjadi penentu tingkat kesejahteraan para pelaku rantai pasoknya. Parameter Kinerja terakhir adalah Risiko yang memiliki tingkat kepentingan paling kecil dimana hasil AHP 0,14 dan hasil ANP 0,16974. Pada dasarnya, Risiko menjadi hal penting untuk diperhitungkan agar tidak ditanggung oleh satu pihak saja. Namun, dalam praktiknya pembagian Risiko cenderung ditanggung oleh tiap-tiap anggota rantai pasok. Hal ini dikarenakan kelembagaan rantai pasok Batik Banten belum terbangun atau masih berjalan secara alamiah tanpa adanya ikatan-ikatan kesepakatan bersama. Misalnya, bila terdapat bahan baku kain yang kurang baik, yang dapat menyebabkan produk jadi tidak sempurna/cacat, maka risiko sepenuhnya cenderung hanya ditanggung oleh perusahaan. 4.5.5 Interpretasi Peranan Atribut Kinerja dan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok berdasarkan Hasil AHP dan ANP Atribut Kinerja berperan penting dalam menentukan bobot alternatif yang akan ditentukan. Dalam kerangka AHP, hal ini dapat dilihat secara sebaliknya, seberapa besar alternatif yang dibuat dapat menjawab Atribut Kinerja yang di inginkan untuk mencapai Goal. Kriteria Atribut Kinerja yang memiliki bobot terpenting pertama adalah Reliabilitas, dimana hasil prioritas AHP 0,40 dan prioritas ANP 0,37226. Hal ini mengindikasikan sangat penting bagi Pusat Industri Batik Banten untuk mebangun kepercayaan/keandalan dari konsumen konsumen. Orientasi terhadap kepentingan pihak luar (eksternal) perlu diperkuat dengan menjaga mutu bahan baku dan produk jadi sesuai dengan Kesesuaian Standar Mutu batik yang baik. Sebagai contoh, kualitas kain, desain, motif dan kualitas batik harus disesuaikan dengan kriteria standar batik menurut SNI. Kesesuaian Standar Mutu sebagai salah satu alternatif dalam Metrik Pengukuran Kinerja memiliki nilai bobot prioritas tertinggi
72
pertama dimana analisa hasil prioritas AHP 0,19 dan hasil sintesis prioritas ANP 0,195061. Respon perusahaan (Responsivitas) terhadap permintaan dan pesanan pelanggan menjadi kriteria Atribut Kinerja terpenting kedua berikutnya (hasil prioritas AHP 0,27 dan hasil prioritas ANP 0,25747). Kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan perlu dipertimbangkan untuk menentukan alternatif metrik pengukuran kinerja. Respon yang cepat akan mendukung cepatnya pemenuhan pesanan Batik Banten. Semakin singkat siklus waktu untuk memenuhi pesanan batik (Siklus Pemenuhan Pesanan atau SPP) berarti Pusat Industri Batik Banten semakin responsive. Metrik pengukuran kinerja SPP memiliki bobot prioritas kedua dimana hasil prioritas AHP 0, 11 dan hasil sintesa prioritas ANP 0,10615. Kriteria
Atribut
Kinerja
terpenting
ketiga
berikutnya
adalah
Fleksibilitas dengan bobot prioritas AHP 0,15 dan bobot sintesa prioritas ANP 0,16334. Oleh karena itu, metrik pengukuran kinerja rantai pasok Fleksibilitas Pasokan (FP) penting untuk dipertimbangkan untuk mengukur kemampuan pesanan tak terduga sebagai bentuk Responsifitas perusahaan. Metrik FP memiliki tingkat kepentingan prioritas hasil AHP 0,10 dan sintesis prioritas ANP 0,09827. Sedangkan, metrik pengukuran kinerja rantai pasok terpenting ketiga adalah Biaya MRP dengan prioritas AHP 0,11 dan sintesa prioritas ANP 0,10802. Dalam praktiknya berarti pertimbangan besarnya Biaya MRP Pusat Industri Batik Banten lebih penting dibandingkan dengan FP perusahaan terebut. Namun dalam prioritas AHP, metrik Biaya MRP memiliki bobot prioritas yang sama dengan metrik Kinerja Pengiriman, Siklus Pemenuhan Pesanan dan Siklus Cash-to-cash (SCTC) yang sama-sama memiliki prioritas 0,10. Kinerja Pengiriman yang dimaksud lebih kepada pengiriman bahan baku untuk mempercepat ketersediaan produk untuk memenuhi pesanan sehingga menciptakan Reliabilitas. Mengacu pada prioritas AHP tersebut, semakin pendek waktu untuk memenuhi pesanan akan sama-sama saling berpengaruh, atau, sama pentingnya dengan besarnya metrik Biaya MRP yang dikeluarkan oleh
73
perusahaan. Disinilah pentingnya mempertimbangkan Atribut Kinerja Atribut Kinerja Biaya yang memiliki prioritas AHP 0,10 dan sintesis prioritas ANP 0,11507. Hal ini akan memperpendek aliran perputaran uang (SCTC) yang memcakup pengeluaran/pembayaran material batik ke pemasok hingga income dari pembayaran konsumen atas produk, sehingga semakin pendek siklus ini maka return yang diperoleh Pusat Industri Batik Banten semakin cepat. Tetapi dalam sintesis prioritas ANP, metrik-metrik pengukuran kinerja tersebut yang memiliki bobot kinerja terpenting berbeda yang secara berurutan adalah metrik Siklus Pemenuhan Pesanan (0,1239), Kinerja Pengiriman dan SCTC (0,09531). Kecepatan adalah salah satu faktor penentu dalam daya saing Pusat Industri Batik Banten. Oleh karena itu, waktu tunggu pemesanan (LTPP) harus diperhitungkan sebagai alternatif penilaian kinerja rantai pasok berikutnya dengan prioritas AHP 0,09 dan sintesis perioritas ANP 0,09699. Terakhir, metrik Persediaan Harian harus diperhitungkan oleh Pusat Industri Batik Banten dalam mengukur kinerja rantai pasok perusahaan melalui kemampuan perusahaan untuk bertahan dengan persediaan bahan baku batik dan produk Batik Banten yang dimiliki secara periodik, dimana kinerja yang baik terjadi ketika perputaran aset terjadi dengan cepat. Besarnya prioritas AHP metrik tersebut 0,07 dan sintesis prioritas ANP diperoleh 0,07403. Metrik ini didasarkan pada pentingnya Atribut Kinerja Aset yang memiliki prioritas AHP 0,08 dan sintesis prioritas ANP 0,09186. 4.6 Skenario Alternatif Pembentukan MRP Produk Batik Banten Analisis AHP kali ini dilakukan dengan penilaian oleh pakar sebanyak tiga (3) orang terdiri atas Komisaris PT Batik Banten Mukarnas, Pemilik AIDA Batik sebagai Pengecer Batik Nusantara di Kota Serang, mewakili pihak pengecer Batik Nusantara dan Akademisi (Dosen Ekonomi Manajemen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa). Seperti pada penggunaan AHP sebelumnya, penilaian beberapa pakar dihitung rataan penilaian dengan menggunakan rataan geometrik. Pengolahan analisa data menggunakan perangkat MS Excel. Pada tahapan ini, matriks perbandingan yang dihitung terdiri atas matriks perbandingan antara Tujuan
74
terhadap Faktor yang harus dipenuhi, matriks perbandingan anatara Faktor yang harus dipenuhi terhadap Fokus tiap anggota dan matriks perbandingan antara Fokus tiap anggota terhadap Skenario MRP Produk yang Efektif sebagai alternatif. Proses penghitungan dan pembobotan matriks-matriks tersebut terlampir pada Lampiran 5. Berdasarkan perhitungan-perhitungan dan pembobotan matriks tersebut, diperoleh prioritas dari setiap level hirarki dan nilai CR yang dihitung dengan formula dasar dengan bantuan aplikasi MS Excel. Adapun perhitungan hasil prioritas dan nilai CR juga terlampir pada Lampiran 5. Hasil yang didapat dari proses pembobotan oleh para pakar dapat dilihat pada Gambar 26. Setelah mendapatkan hasil AHP, dilakukan pembobotan feedback pada masing-masing unsur dari hasil AHP untuk mendapatkan hasil ANP. Selain itu juga dibuat matriks antar kelompoknya. Setelah mendapatkan matriks antar kelompok, maka supermatriks tidak tertimbang, supermatriks tertimbang dan supermatriks limit dapat dihitung. Supermatriks yang merepresentasikan prioritas pengaruh dari unsur di sebelah kiri matriks terhadap unsur diatas matriks menghasilkan supermatriks tidak tertimbang. Kemudian, supermatriks tertimbang diperoleh dengan mengalikan semua unsur di blok dari supermatriks tidak tertimbang dengan bobot kelompok dari clustermatrix. Supermatriks kemudian dinaikkan sampai batas kekuatan untuk memperoleh prioritas akhir dari semua unsur dalam matriks limit yang disebut juga supermatriks limit. Adapun rincian matriks-matrikstersebut secara rinci terdapat pada Lampiran 6. 4.6.1 Hasil AHP Berdasarkan hasil pembobotan AHP pada Gambar 26, Faktor yang harus dipenuhi paling berpengaruh dalam MRP produk Batik Banten adalah Trust dengan bobot 0,32. Fokus tiap anggota paling berpengaruh adalah SDM dengan bobot 0,38. Berikutnya, Skenario alternatif yang paling penting adalah Kerjasama dengan bobot 0,22. 4.6.2 Hasil ANP Gambar 27 menunjukkan kerangka umum ANP. Jaringan ini terdiri atas tiga cluster tanpa Goal. Cluster-cluster tersebut yaitu Faktor yang harus
75
dipenuhi, Fokus Tiap Anggota dan Skenario MRP. Cluster Faktor yang harus dipenuhi terdiri dari delapan (8) unsur, cluster Fokus Tiap Anggota terdiri dari empat (4) unsur dan cluster Skenario MRP terdiri dari tujuh (7) unsur. Pembuatan model jaringan dan pengolahan ANP menggunakan bantuan perangkat SuperDecision. Setelah didapatkan supermatriks limit, akan didapatkan prioritas akhir dari ANP yang tersaji pada Tabel 14. Berdasarkan hasil ANP pada Tabel 14, Faktor yang harus dipenuhi paling berpengaruh dalam MRP produk Batik Banten adalah Trust dengan bobot 0,19417. Fokus tiap anggota paling berpengaruh adalah SDM dengan bobot 0,33599. Berikutnya, Skenario alternatif yang paling penting adalah Kerjasama dengan bobot 0,21159. Terakhir, Sintesis merupakan konsep dalam ANP. Sintesis prioritas untuk MRP produk Batik Banten yang efektif ditunjukkan pada Gambar 28. Uraian interpretasi prioritas dan sintesa dipaparkan pada sub bab berikutnya. 4.6.3 Interpretasi Peranan Faktor yang Harus Dipenuhi berdasarkan Hasil AHP dan ANP Tujuan utama analisis AHP yang ingin dicapai adalah Membentuk MRP Produk Batik Banten yang Efektif. Agar tujuan tersebut tercapai, penentuan skenario pembentukan MRP produk yang efektif diperoleh sebagai alternatif yang dapat diimpelementasikan. Model hubungan hirarki antara tujuan, kriteria, dan alternatif disusun untuk ditentukan pengambilan keputusan berdasarkan tingkat kepentingannya antar hirarki. Melalui analisis ANP pengambilan keputusan penentuan alternatif skenario pembentukan MRP produk yang efektif dilakukan dengan melihat hubungan antar kelompok atau cluster (dalam AHP berperan sebagai hirarki) dan antar unsur tiap cluster yang saling memengaruhi. Hasil prioritas AHP (0,32) dan sintesis prioritas ANP (0,19417) menunjukkan Trust sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok produk Batik Banten. Artinya, kerjasama bisnis antara PT Batik Banten Mukarnas dan para pengecer lokal yang diwakili oleh Batik Nusantara harus dibangun didasarkan Trust diantara para anggota rantai pasok yang terlibat dalam saluran distribusi produk.
76
Gambar26. Hasil pembobotan AHP penentuan Skenario MRP Produk Batik Banten
77
Gambar 27. Kerangka umum ANP pembentukan MRP produk Batik Banten efektif
78
Tabel 14. Prioritas akhir ANP pembentukan MRP produk Batik Banten efektif Keterangan
NormalizedByCluster Limiting
FAKTOR YANG HARUS DIPENUHI 1. Trust 2. Komitmen 3. Kesalingtergantungan 4. Kesesuaian organisasi 5. Visi 6. Proses-proses kunci 7. Pemimpin 8. Dukungan Manajemen Puncak FOKUS TIAP ANGGOTA 1. Desain Organisasi 2. SDM 3. Teknologi Informasi 4. Kinerja organisasi SKENARIO ALTERNATIF 1. Perilaku yang terintegrasi 2. Berbagi informasi 3. Berbagi resiko dan penghargaan 4. Kerjasama
0,19417 0,16791 0,13797 0,09882 0,09745 0,09632 0,10689 0,10048
0,104142 0,090061 0,074 0,053002 0,052269 0,051659 0,057328 0,05389
0,26804 0,33599 0,21191 0,18406
0,076654 0,096086 0,060601 0,052636
0,15058 0,19149
0,026754 0,034022
0,12689 0,21159
0,022545 0,037594
5.Tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan 0,11388 6. Integrasi Proses 0,09464 7. Mitra jangka panjang 0,11093
0,020233 0,016814 0,019709
Secara berurutan, Trust yang terbangun diantara para anggota rantai pasok harus didukung oleh Komitmen (hasil prioritas AHP 0,24 dan hasil sintesis
prioritas
ANP
0,16791)
dan
adanya
pemahaman
saling
ketergantungan (hasil prioritas AHP 0,15 dan hasil sintesis prioritas ANP 0,13797) diantara anggota rantai
pasok.
Artinya,
Komitmen dan
Kepercayaan adalah kunci bagi para anggota rantai pasok yang akan mendorong semuanya berinvestasi untuk pemeliharaan hubungan kerjasama dengan mitra, berorientasi pada keuntungan jangka panjang melalui Industri Batik Banten dan tidak akan saling bersifat oportunis. Adapun Kesalingtergantungan akan mengembangkan solidaritas antara Pusat
79
Industri Batik Banten dan pengecer lokal lain, salah satunya pengecer lokal Batik Nusantara. Dengan demikian, Kesalingtergantungan antar anggota rantai pasok produk Batik Banten akan memperkuat hubungan jangka panjang perusahaan.
Gambar28. Sintesis prioritas skenario MRP Produk Batik Banten efektif pada ANP Pemimpin menjadi faktor terpenting berikutnya, meskipun prioritas AHP menunjukkan nilai bobot prioritas yang sama dengan Kesesuaian Organisasi dan Visi (0,7). Namun,sintesis prioritas ANP menunjukkan 0,10689. Artinya, dalam membentuk MRP Produk Batik Banten dan menentukan skenario alternatif terbaik, pada rantai pasok produk Batik Banten dibutuhkan satu perusahaan yang berperan sebagai pemimpin. Melalui pengamatan lapangan oleh peneliti, sangat direkomendasikan agar PT Batik Banten Mukarnas sebagai Pusat Industri Batik Banten berperan sebagai pemimpin dalam rantai pasok produk Batik Banten. Pusat Industri Batik Banten dapat menjalankan fungsinya sebagai solusi untuk ukuran kekuatan ekonomi, cerminan waralaba yang komprehensif dan menginisiasi hubungan antar perusahaan.
80
Faktor terpenting berikutnya yang harus dipenuhi adalah adanya Dukungan Manajemen Puncak dari perusahaan, dimana hasil prioritas AHP 0,04 dan sintesis prioritas ANP 0,10048. Kurangnya Dukungan Manajemen Puncak akan menjadi hambatan bagi implementasi MRP Produk Batik Banten. Artinya, tiap-tiap anggota rantai pasok harus memiliki kesungguhan dari manajemen puncaknya atau dari pemilik, khususnya bagi Pusat Industri Batik Banten sebagai pemimpin jaringan rantai pasok. Terakhir,
Proses-proses
Kunci
perlu
dipertimbangkan
untuk
menentukan langkah bisnis yang penting untuk keberhasilan keunggulan kompetitif
produk
Batik
Banten.
Dalam
pelaksanaannya,
perlu
diperhitungkan capaian keunggulan kompetitif produk Batik Banten dan upaya-upaya memperbaikinya oleh anggota rantai pasok, khususnya Pusat Industri Batik Banten sebagai pemimpin rantai pasok. Besarnya prioritas AHP pada faktor ini adalah 0,05 dan sintesis prioritas ANP 0,09632. 4.6.4 Interpretasi Peranan Fokus Tiap Anggota berdasarkan Hasil AHP dan ANP Faktor yang harus dipenuhi oleh para anggota rantai pasok sebagai pandangan strategis dan implementasi entitas rantai pasok harus sesuai dan didukung dengan struktur ORP yang menjadi Fokus Tiap Anggota pada penelitian ini. Prioritas AHP (0,38) dan sintesis prioritas ANP (0,33599) menunjukkan SDM sebagai Faktor terpenting. Artinya, dalam rangka implementasi MRP, tiap anggota rantai pasok produk Batik Banten berorientasi pada pengembangan karyawan (SDM) yang memiliki pemahaman dan keahlian khusus dalam mengelola dan menjalankan rantai pasok. Desain Organisasi memiliki hasil prioritas AHP 0,28 dan sintesis prioritas ANP 0,26804. Dalam MRP Produk Batik Banten,setiap organisasi pelaku rantai pasok membutuhkan desain organisasi yang fokus pada kemampuan integrasi internal dan kolaborasi. Prinsip tersebut penting didalam membangun kemitraan dengan sesama pelaku rantai pasok. Selanjutnya, agar ORP terbentuk dengan baik, Pusat Industri Batik Banten dan pengecer-pengecer lokal menyadari pentingnya penerapan TI. Lebih jauh lagi, TI mampu memfasilitasi integrasi secara internal dan
81
eksternal melalui saling berbagi informasi sesama pelaku rantai pasok. TI memiliki prioritas berdasarkan AHP 0,19 dansintesis prioritas ANP 0,21191. Terakhir, sebagai konsekuensi keharusan bagi tiap anggota rantai pasok, adalah menerapkan pengukuran kinerja dalam menjalankan MRP yang baik dan efektif (hasil prioritas AHP 0,15 dan hasil sintesis prioritas ANP 0,18406). Dalam praktiknya, para pelaku rantai pasok produk Batik Banten tidak hanya fokus pada kinerja keuangan dan pemasaran secara parsial, tetapi juga menganalisa dan mengukur kinerja rantai pasok sebagai suatu sistem dari hulu ke hilir. Hal ini akan bermanfaat bagi tiap anggota yang akan mampu melakukan pembelajaran dan inovasi dalam rantai pasok batik. 4.6.5 Interpretasi Peranan Skenario MRP Produk Batik Banten berdasarkan Hasil AHP dan ANP Alternatif skenario terpenting dalam rangka mencapai tujuan MRP Produk Batik Banten Efektif adalah Kerjasama diantara anggota rantai pasok (prioritas AHP 0,22 dan sintesis prioritas ANP 0,21159). Keharmonisan atas aktifitas-aktifitas yang terkoordinasi harus dilakukan oleh Pusat Industri Banten dan pengecer lokal dalam suatu hubungan bisnis. Kerjasama yang dimaksud tidak hanya kebutuhan akan transaksional dan fungsional tertentu, tetapi juga koordinasi antar fungsional sesama anggota rantai pasok. Bentuk kerjasama dapat dimulai dari adanya perencanaan bersama dan diakhiri dengan evaluasi kinerja rantai pasok dari hulu ke hilir. Keterbukaan informasi diantara sesama anggota rantai pasok penting untuk mengintegrasikan perilaku sesama anggota rantai pasok dalam rangka tercapainya MRP Produk Batik Banten yang efektif. Ketidakpastian yang dihadapi oleh Pusat Industri Batik Banten dan para pengecer lokal dapat dikurangi dengan adanya keterbukaan informasi sesama anggota rantai pasok. Informasi yang dimaksud mencakup data strategis dan taktis yang dapat diakses oleh semua anggota rantai pasok. Semakin up to date informasi yang diperoleh dan disebarkan akan semakin efektif sistem MRP Produk Batik Banten yang berjalan. Alternatif Skenario Saling berbagi
82
Informasi satu sama lain memiliki bobot prioritas AHP 0,20 dan sintesis prioritas ANP 0,19149. Perilaku terintegrasi (prioritas AHP 0,15 dan sintesis prioritas ANP 0,15058) yang mencakup integrasi eksternal adalah alternatif skenario terpenting berikutnya. Usaha-usaha yang terkoordinasi yang disebut MRP dilakukan oleh tiap anggota rantai pasok untuk menanggapi permintaan dan kebutuhan Batik Banten. Meskipun dinilai cukup sulit dikarenakan skema rantai pasok Batik Banten belum terbangun, namun adanya prinsip saling berbagi keuntungan dan risiko perlu untuk diperhitungkan (prioritas AHP 0,12 dan sintesis prioritas ANP 0,12689). Kedepannya, prinsip ini sebaiknya berlangsung
dalam
jangka
waktu
panjang
sebagai
implementasi
kerjasamadiantara sesama anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam bentuk kemitraan. Oleh karena itu, Kemitraan Hubungan Jangka Panjang menjadi alternatif terpenting berikutnya yang harus dipertimbangkan pula untuk tercapainya tujuan utama. Pada analisis AHP alternatif ini memiliki nilai prioritas yang sama dengan Tujuan dan Fokus yang sama terhadap pelanggan 0,13. Adapun hasil sintesis prioritas ANP Mitra Hubungan Jangka Panjang berbeda dengan Tujuan dan Fokus yang sama terhadap pelanggan, dimana masing-masing 0,11093 dan 0,11388. Alternatif terakhir adalah Integrasi Proses (prioritas AHP 0,10 dan sintesis prioritas ANP 0,09464). Dalam mengimplementasikan skenario MRP untuk membentuk MRP Produk Batik Banten yang efektif diperlukan integrasi melalui distribusi lintas rantai pasok. Integrasi ini dapat dilakukan melalui tim lintas fungsional, personel pemasok dan penyedia jasa pihak ketiga. Mengingat industri Batik Banten memiliki skala kecil dan menengah, alternatif ini sebaiknya dipertimbangkan kembali untuk diterapkan. Peneliti menilai alternatif ini baik untuk diterapkan pada cakupan jaringan rantai pasok yang lebih besar.
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Teridentifikasi struktur dan anggota rantai pasok Batik Banten terdiri dari pemasok bahan baku, PT Batik Banten Mukarnas, pengecer lokal Batik Nusantara dan konsumen akhir. Dalam hal ini terdapat tiga (3) aliran dalam rantai pasokan tersebut, yaitu aliran barang, aliran informasi dan aliran financial. b. Dalam Proses Bisnis, perencanaan menjadi prioritas tertinggi, dari hasil AHP maupun ANP. Artinya, perencanaan operasional perusahaan tidak hanya untuk pembuatan Batik saja, tetapi juga perencanaan pengadaan, perencanaan produksi dan pengiriman/penyampaian produk ke konsumen. Perencanaan yang baik dan matang akan memengaruhi kinerja rantai pasok dari hulu ke hilir (aliran produk hingga ke konsumen). Dalam hal ini konsumen tentu menginginkan mutu yang baik terhadap produk Batik Banten. Batik dengan mutu yang baik akan membangun Reliabilitas (keandalan) dari konsumen dengan kesesuaian standar mutu batik yang baik. c. Trust menjadi prioritas tertinggi, dari hasil AHP maupun ANP, sebagai faktor yang harus dipenuhi oleh tiap anggota rantai pasok produk Batik Banten dalam rangka membentuk MRP produk Batik Banten efektif. Kemampuan teknis SDM sebagai faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing anggota menjadi fokus utama yang harus ditingkatkan oleh para anggota rantai pasok. 2. Saran a. Untuk perusahaan diperlukan rancangan aksi untuk meningkatkan kinerja rantai pasok perusahaan melalui perencanaan, mutu, reliabilitas dan kesesuaian standar mutu bahan baku dan produk jadi. Oleh karena itu, faktor kepercayaan dan SDM harus disinergikan sesama anggota rantai pasok lainnya, sehingga hubungan dalam bentuk-bentuk kerjasama akan terbangun dan terjalin dengan baik. b. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk menganalisa risiko-risiko yang terjadi pada rantai pasok Batik Banten dan dihadapi oleh para anggota
84
rantai pasok. Selanjutnya, rancangan skema alternatif rantai pasok aliran Batik Banten yang lebih luas dari hulu ke hilir perlu dilakukan untuk mencapai rantai pasok ideal. Terakhir, analisa aliran rantai pasok produk Batik Banten dari hilir ke hulu sangat dimungkinkan dalam rangka mengidentifikasi dan membangun skema Demand Chain Batik Banten.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................. DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xvi xvii xviii
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian.........................................................................
1 6 6
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Rantai Pasok ............................................................ 2.2. Struktur dan Para Pelaku Rantai Pasok ....................................... 2.3. Kinerja Rantai Pasok Model SCOR. ........................................... 2.4. Orientasi Rantai Pasok................................................................. 2.5. Struktur ORP............................................................................... 2.6. MRP Efektif................................................................................ 2.7. Penelitian Terdahulu yang Relevan.............................................
7 8 10 17 22 24 27
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................... 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 3.3. Pengumpulan Data ...................................................................... 3.4. Pemilihan dan Penarikan Contoh…………………………….. .. 3.5. Pengolahan dan Analisis Data .................................................... 3.5.1. AHP .................................................................................. 3.5.2. ANP……………………………………………………...
30 30 31 31 32 33 42
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum Propinsi Banten ......................................... ….. 4.1.1. Batik Banten ...................................................................... 4.1.2. Pusat Industri Batik Banten ............................................... 4.1.3. Batik Banten dan Sejarahnya ............................................. 4.1.4. Perbedaan antara Batik Banten dengan Batik Indonesia Lainnya ..................................................... 4.2. Proses Pembuatan Batik ............................................................... 4.3. Struktur dan Pelaku Rantai Pasok Batik Banten .......................... 4.4. Pola Aliran Rantai Pasok……………………………………….. 4.5. Bobot Kinerja Rantai Pasok Pusat Industri Batik Banten ............ 4.5.1. Hasil AHP .......................................................................... 4.5.2. Hasil ANP .......................................................................... 4.5.3. Interpretasi Peranan Proses Bisnis berdasarkan Hasil AHP dan ANP………………………... 4.5.4. Interpretasi Peranan Parameter Kinerja berdasarkan Hasil AHP dan ANP………………………...
50 51 53 54 56 56 62 62 64 65 65 68 70
xiv
4.5.5. Interpretasi Peranan Atribut Kinerja dan Metrik Pengukuran Kinerja berdasarkan Hasil AHP dan ANP .................................................................... 4.6 Skenario Alternatif Pembentukan MRP Produk Barik Banten ..... 4.6.1. Hasil AHP ........................................................................... 4.6.2. Hasil ANP ........................................................................... 4.6.3. Interpretasi Peranan Faktor yang Harus Dipenuhi berdasarkan Hasil AHP dan ANP…………………………. 4.6.4. Interpretasi Peranan Fokus Tiap Anggota berdasarkan Hasil AHP dan ANP…………………………. 4.6.5. Interpretasi Skenario Manajemen Rantai Pasok Produk Batik Banten berdasarkan Hasil AHP dan ANP………….
71 73 74 74 75 80 81
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ......................................................................................... 2. Saran ...................................................................................................
83 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
85
LAMPIRAN...........................................................................................
87
xv
DAFTAR TABEL No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Halaman
Kinerja industri batik Tahun 2010 ..................................................... Perkembangan industri batik Indonesia ............................................. Metrik level 1 dan Atribut Kinerja SCOR …………………..…....... Hirarki metrik kinerja rantai pasokan................................................. Penelitian terdahulu yang relevan……………………………… ...... Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan…… .. Matriks perbandingan kriteria……………………………………. ... Check list hubungan saling ketergantungan antar kriteria penilaian kinerja rantai pasok…………………………………. ........ 9. Check list hubungan saling ketergantungan antar kriteria Skenario pembentukan MRP produk Batik Banten………... 10. Skala perbandingan fundamental…………………………………. .. . 11. Motif batik di Indonesia………………………………………… ..... . 12. Batik daerah di Indonesia…………………………………………. .. . 13. Prioritas akhir ANP Pengukuran Bobot Metrik Kinerja Rantai Pasok Batik Banten ………………………………… 14. Prioritas akhir ANP pembentukan MRP Produk Batik Banten yang efektif…………………………………………. .. .
2 3 14 16 28 36 40 45 45 46 53 53 68 78
xvi
DAFTAR GAMBAR No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Halaman
Rantai pasok dan rantai nilai ............................................................. Struktur Rantai Pasok ....................................................................... Ilustrasi Rantai Pasok Batik Banten .................................................. Skema ruang lingkup SCOR………………………………… ......... SCOR sebagai model referensi proses bisnis…………………….... Peubah dan luaran manajemen rantai pasok........................................ Strategi dan struktur ORP…………………………………………. Kerangka pemikiran penelitian........................................................... Struktur hirarki penentuan bobot metrik kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten………………………… .. 10. Struktur hirarki pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif.................................................................. 11. Perbedaan hirarki dan network …………………………………..... 12. Propinsi Banten……………………………….. ............................... 13. Lokasi Pusat Industri Batik Banten …………………...................... 14. Berbagai motif kain dan kemeja Batik Banten……………………. 15. Proses awal perebusan kain………………………………………... 16. Alat cap batik…………………………………………………… .... 17. Proses pengecapan batik………………………………………….. . 18. Proses pewarnaan dengan cara ditulis……………………………... 19. Proses pewarnaan dasar pencelupan……………………………… . 20. Proses penghilangan lilin malam…………………………………. . 21. Penjemuran batik dan kain polos…………………………………. . 22. Pola aliran dalam rantai pasokan Industri Batik Banten…………. .. 23. Hasil pembobotan AHP penentuan bobot metrik pengukuran kinerja rantai pasok Batik Banten……………………. 24. Kerangka Umum ANP Pengukuran Bobot Metrik Kinerja Rantai Pasok Batik Banten ……………………………….. 25. Sintesis prioritas Metrik Pengukuran Kinerja pada ANP ................. 26. Hasil pembobotan AHP penentuan Skenario MRP Produk Batik Banten……………………… ..................................... 27. Kerangka umum ANP pembentukan MRP produk Batik Banten…………………………………………...................... 28. Sintesis prioritas skenario MRP produk Batik Banten efektif pada ANP…………………………………….
7 8 9 10 11 18 23 34 37 38 43 51 55 57 58 59 59 60 60 61 61 63 65 67 69 76 77 79
xvii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Kuesioner penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok ....................................................................................... 2. Kuesioner skenario alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten efektif…………………………………………. ......... 3. Olah data AHP penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok Batik Banten…………………………………. 4. Matriks-matriks pengolahan ANP penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok Batik Banten……………….. 5. Olah data AHP skenario alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten………………………………………… 6. Matriks-matriks pengolahan ANP skenario alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten efektif………………….. 7. Struktur Organisasi PT Batik Banten Mukarnas…………………...
88 113 136 147 149 160 162
xviii
DAFTAR PUSTAKA Amalia, C. 2012. Perancangan dan Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Sayuran dan Perusahaan dengan Pendekatan Analytic Network Process serta Data Envelopment analysis. Skripsi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manejemen Institut Pertanian Bogor, Bogor. Brojonegoro, S.P. 1992. “AHP”. Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Buyukyazici, M and Sucu, M. 2002. “The Analytic Hierarchy and Analytic Network Processes”. Hacettepe Journal of Mathematics and Statistics, Volume (32). pp.65-73. Esper, T.L., Defee, C.Clifford., Mentzer, John T. 2010. “A Framework of Supply Chain Orientation”. The International Journal of Logistics Management, Volume 21 (2): pp.161-179. Fredendall, L.D and Hill, E. 2001. Basics of Supply Chain Mangement. The St. Lucie Press/APICS Series on Resource Management, Washington, D.C. Heizer and Render. 2008. Principle of Operations Management, Operations Management. Prentice Hall, New Jersey. http://www.ekon.go.id. Diakses pada 12 Oktober 2012. http://www.humasprotokol.bantenprov.go.id. Profil Propinsi Banten. Diakses pada 12 Oktober 2012. http://www.kemenperin.go.id/statistik/ibs_kbli.php. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Perkembangan Industri Sedang dan Besar di Indonesia. Diakses pada 12 Oktober 2012. http://www.kemenperin.go.id/statistik/ibs_kbli.php?industri=batik. Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Perkembangan Industri Sedang dan Besar di Indonesia berdasarkan KBLI. Diakses pada 12 Oktober 2012. http://www.kompas.com. World Batik Summit 2011. Diakses pada 12 Oktober 2012. http://laraswati.com/2012/05/15/pesona-batik-banten/. Diakses pada 13 Agustus 2012.
Pesona
Batik
Banten.
http://www.quickmba.com/strategy/competitive-advantage/. Diakses pada 1 April 2012. Hugos, M. 2003. Essentials of Supply Chain Management. John Willey & Sons, Inc, New Jersey.
86
Kurniawan, U. 2011. These Clothes Tell Stories. Griya Batik Banten, Banten. Marimin dan Maghfiroh, N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. IPB Press, Bogor. Mentzer, John T., De Witt, W., Keebler J,S., Min, S., Nix, Nancy W., Smith, Carlo, D., and Zacharia, Zach, G. 2001. ”Defining Supply Chain Management”. Journal of Business Logistics, 22 (2): pp.1-25. Mutakin, A. 2010. Pengukuran Kinerja Manajemen Rantai Pasokan dengan Pendekatan SCOR Model 9.0 (Studi Kasus di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk). Skripsi pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manejemen Institut Pertanian Bogor, Bogor. Perpres RI No. 7 tahun 2005 Tentang RPJMN 2004-2009. Saaty, T.L. 2008. “Decision Making With The Analytic Hierarchy Process”. International Journal Service Science, 1 (1): pp.83-98. , and Vargas L.G. 2006. Decision Making with The Analytic Network Process. United States of America : Springer. Setiawan, A. 2009. Studi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi Terpilih di Jawa Barat. Tesis pada Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor. ---------------, Marimin., Y, Arkeman dan F, Udin. 2009. Desain Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran Menggunakan Pendekatan SCOR dan Fuzzy AHP. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah PERHOTI, Institut Pertanian Bogor. pp. 735-748. Wanty, EE. 2006. Analisis Produksi Batik Cap Kota Pekalongan-Jawa Tengah. Tesis pada Program Pascasarjana Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Semarang. Wisudawati, D. 2010. Analisis Manajemen Rantai Pasok Ikan Hias Laut Non Sianida di Kepulauan Seribu. Tesis pada Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
88 Lampiran 1 Kuesioner penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN Kepada Yth. Bapak/ Ibu Responden Di tempat, Saya, Diqbal Satyanegara, mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor, mengadakan penelitian tentang ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner. Tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini. Data yang saya terima sepenuhnya akan digunakan untuk kepentingan akademis. Atas kerjasamanya disampaikan terimakasih. DATA RESPONDEN Nama
:
Lama bekerja
:
Jabatan
:
Berikut ini adalah pertanyaan prioritas menggunakan pendekatan perbandingan. Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap perbandingan berpasangan berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan intuisi Anda : Nilai 1 3
5
7
9
2,4,6, 8
Definisi Kedua faktor sama penting Faktor yang satu sedikit lebih penting daripada yang lain Faktor yang satu lebih penting daripada yang lain Faktor yang satu sangat lebih penting daripada yang lain Faktor yang satu mutlak lebih penting daripada yang lain Nilai tengah diantara dua nilai berdekatan
Keterangan Dua kegiatan berkontribusi sama terhadap tujuannya Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan berkontribusi atas yang lain
sedikit
Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan berkontribusi sangat kuat atas yang lain, menunjukkan dominasinya dalam praktek Suatu kegiatan favorit yang berkontribusi sangat kuat atas yang lain; menunjukkan dominasinya dalam praktek Bukti yang menguntungkan suatu kegiatan diatas yang lain merupakan kemungkinan urutan afirmasi tertinggi Kadang-kadang perlu melakukan interpolasi penilaian kompromi secara numerik, karena tidak ada istilah yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut
89 Lanjutan Lampiran 1. Contoh Pairwise Comparison (perbandingan berpasangan) : A B C Keterangan :
A 1
-
Faktor A sedikit lebih penting daripada faktor B
-
Faktor A sedikit lebih penting daripada faktor C
-
Faktor B sama penting dengan faktor C
B 3 1
C 3 1 1
90 Lanjutan Lampiran 1. Struktur hirarki penentuan bobot kinerja rantai pasok Pusat Industri Batik Banten Tujuan
Penentuan bobot Metrik Penilaian Kinerja Rantai Pasok
Proses Bisnis
PLAN
SOURCE
Parameter Kinerja
Nilai tambah
Atribut Kinerja Metrik Pengukuran Kinerja
Keterangan :
Reliabilitas
KP
KP PP SPP LTPP FP
PP
Responsivitas
SPP
LTPP
= Kinerja Pengiriman = Pemenuhan Pesanan = Siklus Pemenuhan Pesanan = Lead Time Pemenuhan Pesanan = Fleksibilitas Pasokan
DELIVER
MAKE
Mutu
Resiko
Fleksibilitas
FP
KS BMRP SCTC PH
RETURN
KS
Biaya
Aset
BMRP
SCTC
= Kesesuaian dengan standar mutu = Biaya rantai pasok = Siklus Cash-to-cash = Persediaan Harian
PH
91
Lanjutan Lampiran 1. Kerangka ANP yang digunakan dalam penelitian ini : Metrik Pengukuran Kinerja : Kinerja Pengiriman (KP) Pemenuhan Pesanan (PP)
Proses Bisnis :
Siklus Pemenuhan Pesanan (SPP)
PLAN (perencanaan)
Lead Time Pemenuhan Pesanan (LTPP)
SOURCE (pengadaan)
Fleksibilitas Pasokan (FP)
MAKE (produksi)
Kesesuaian Standar Mutu (KS)
DELIVER (pengiriman)
Biaya MRP (BMRP)
RETURN (pengembalian)
Siklus cash-to-cash (SCTC) Persediaan Harian (PH)
Parameter Kinerja : Atribut Kinerja : Reliabilitas, Fleksibilitas, Responsivitas, Biaya, Aset
Nilai Tambah Mutu Resiko
92 Lanjutan Lampiran 1. BAGI\AN 1 1.1 Tujuan-Proses Bisnis PLAN PLAN 1 SOURCE MAKE DELIVER RETURN
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
93 Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN 2 2.1 Proses Bisnis-Parameter Kinerja 2.1.1 PLAN Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.2 SOURCE Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.3 MAKE Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.4 DELIVER Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.5 RETURN Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
94 Lanjutan Lampiran 1. 2.2 Proses Bisnis-Atribut Kinerja 2.2.1 PLAN Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Reliabilitas 1
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
2.2.2 SOURCE Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Reliabilitas 1
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
2.2.3 MAKE Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Reliabilitas 1
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
2.2.4 DELIVER Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Reliabilitas 1
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
2.2.5 RETURN Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Reliabilitas 1
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
95 Lanjutan Lampiran 1. 2.3 Proses Bisnis-Metrik Pengukuran Kinerja 2.3.1 PLAN KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH 2.3.2 SOURCE KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH 2.3.3 MAKE KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH Keterangan: KP PP SPP LTPP FP
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1 KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1 KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1
= Kinerja Pengiriman = Pemenuhan Pesanan = Siklus Pemenuhan Pesanan = Lead Time Pemenuhan Pesanan = Fleksibilitas Pasokan
1 1 1 1 1 1 KS BMRP SCTC PH
= Kesesuaian dengan standar mutu = Biaya rantai pasok = Siklus Cash-to-cash = Persediaan Harian
96 Lanjutan Lampiran 1. 2.3.4 DELIVER KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1
2.3.5 RETURN KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH Keterangan: KP PP SPP LTPP FP
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1
= Kinerja Pengiriman = Pemenuhan Pesanan = Siklus Pemenuhan Pesanan = Lead Time Pemenuhan Pesanan = Fleksibilitas Pasokan
1 1 1 1 1 1 KS = Kesesuaian dengan standar mutu BMRP = Biaya rantai pasok SCTC = Siklus Cash-to-cash PH = Persediaan Harian
97 Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN 3 3.1 Parameter Kinerja-Atribut Kinerja 3.1.1 Nilai Tambah Reliabilitas 1
Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
3.1.2 Mutu Reliabilitas 1
Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
3.1.3 Risiko Reliabilitas 1
Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
3.2 Parameter Kinerja-Metrik Pengukuran Kinerja 3.2.1 Nilai Tambah KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1
98 Lanjutan Lampiran 1. 3.2.2 Mutu KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1
3.2.3 Risiko KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH Keterangan: KP PP SPP LTPP FP
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1
= Kinerja Pengiriman = Pemenuhan Pesanan = Siklus Pemenuhan Pesanan = Lead Time Pemenuhan Pesanan = Fleksibilitas Pasokan
1 1 1 1 1 1 KS = Kesesuaian dengan standar mutu BMRP = Biaya rantai pasok SCTC = Siklus Cash-to-cash PH = Persediaan Harian
99 Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN 4 4.1 Atribut Kinerja-Metrik Pengukuran Kinerja 4.1.1 Reliabilitas KP 1
KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH 4.1.2 Responsivitas KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH 4.1.3 Fleksibilitas KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH Keterangan: KP PP SPP LTPP FP
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1 PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1 KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1
= Kinerja Pengiriman = Pemenuhan Pesanan = Siklus Pemenuhan Pesanan = Lead Time Pemenuhan Pesanan = Fleksibilitas Pasokan
1 1 1 1 1 1 KS = Kesesuaian dengan standar mutu BMRP = Biaya rantai pasok SCTC = Siklus Cash-to-cash PH = Persediaan Harian
100 Lanjutan Lampiran 1. 4.1.4 Biaya KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1
4.1.5 Aset KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
KP 1
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: KP PP SPP LTPP FP
= Kinerja Pengiriman = Pemenuhan Pesanan = Siklus Pemenuhan Pesanan = Lead Time Pemenuhan Pesanan = Fleksibilitas Pasokan
KS = Kesesuaian dengan standar mutu BMRP = Biaya rantai pasok SCTC = Siklus Cash-to-cash PH = Persediaan Harian
101 Lanjutan Lampiran 1.
Feed Back (Kuesioner penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok)
102 Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN 1 1.1 Metrik Pengukuran Kinerja-Atribut Kinerja 1.1.1 Kinerja Pengiriman (KP) Reliabilitas Responsivitas Fleksibilitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas 1 Biaya Aset Pemenuhan Pesanan (PP) Reliabilitas Responsivitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas Biaya Aset
Biaya
Aset
1 1
1.1.2
Siklus Pemenuhan Pesanan (SPP) Reliabilitas Responsivitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas Biaya Aset
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1
1.1.3
Lead Time Pemenuhan Pesanan (LTPP) Reliabilitas Responsivitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas Biaya Aset
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1
1.1.4
Fleksibilitas Pasokan (FP) Reliabilitas Responsivitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas Biaya Aset
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1
1.1.5
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1
103 Lanjutan Lampiran 1. 1.1.6
Kesesuaian Standar Mutu (KS) Reliabilitas Responsivitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas Biaya Aset Biaya MRP (BMRP) Reliabilitas Reliabilitas 1 Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1
1.1.7
Responsivitas
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1 1
1.1.8
Siklus cash-to-cash (SCTC) Reliabilitas Responsivitas Reliabilitas 1 Responsivitas 1 Fleksibilitas Biaya Aset Persediaan Harian (PH) Reliabilitas Reliabilitas 1 Responsivitas Fleksibilitas Biaya Aset
Fleksibilitas
Biaya
Aset
1 1 1
1.1.9
Responsivitas
Fleksibilitas
Pemenuhan Pesanan (PP) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko
Aset
1 1 1 1
1.2 Metrik Pengukuran Kinerja-Parameter Kinerja 1.2.1 Kinerja Pengiriman (KP) Nilai Tambah Mutu Nilai Tambah 1 Mutu 1 Risiko 1.2.2
Biaya
Mutu
Risiko
1
Risiko
1 1
104 Lanjutan Lampiran 1. 1.2.3
1.2.4
1.2.5
1.2.6
1.2.7
1.2.8
1.2.9
Siklus Pemenuhan Pesanan (SPP) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko
Mutu 1
1
Lead time Pemenuhan Pesanan (LTPP) Nilai Tambah Mutu Nilai Tambah 1 Mutu 1 Risiko Fleksibilitas Pasokan (FP) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko Kesesuaian Standar Mutu (KS) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko Biaya MRP (BMRP) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko Siklus cash-to-cash (SCTC) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko Persediaan Harian (PH) Nilai Tambah Nilai Tambah 1 Mutu Risiko
Risiko
Mutu
Risiko
1
Risiko
1 1
Mutu
Risiko
1 1
Mutu
Risiko
1 1
Mutu
Risiko
1 1
Mutu
Risiko
1 1
105 Lanjutan Lampiran 1. 1.3 Metrik Pengukuran Kinerja-Proses Bisnis 1.3.1 Kinerja Pengiriman (KP) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN 1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
Pemenuhan Pesanan (PP) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN Siklus Pemenuhan Pesanan (SPP) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN Lead time Pemenuhan Pesanan (LTPP) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN Fleksibilitas Pasokan (FP) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1
106 Lanjutan Lampiran 1. 1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9
Kesesuaian Standar Mutu (KS) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN Biaya MRP (BMRP) PLAN PLAN 1 SOURCE MAKE DELIVER RETURN
SOURCE
DELIVER
RETURN
1 1 1
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
Siklus cas-to-cash (SCTC) PLAN SOURCE PLAN 1 SOURCE 1 MAKE DELIVER RETURN Persediaan Harian (PH) PLAN PLAN 1 SOURCE MAKE DELIVER RETURN
MAKE
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
107 Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN 2 2.1 Atribut Kinerja-Parameter Kinerja 2.1.1 Reliabilitas Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.2 Responsivitas Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.3 Fleksibilitas Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.4 Biaya Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
2.1.5 Aset Nilai Tambah Mutu Risiko
Nilai Tambah 1
Mutu
Risiko
1 1
108 Lanjutan Lampiran 1. 2.2 Atribut Kinerja-Proses Bisnis 2.2.1 Reliabilitas PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
2.2.2 Responsivitas PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
2.2.3 Fleksibilitas PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
2.2.4 Biaya PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
2.2.5 Aset PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
109 Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN 3 3.1 Parameter Kinerja-Proses Bisnis 3.1.1 Nilai Tambah PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
3.1.2 Mutu PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
3.1.3 Risiko PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
PLAN 1
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
1 1 1 1
110 Lanjutan Lampiran 1.
Matriks Antar Kelompok (Kuesioner penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok)
111 Lanjutan Lampiran 1. Proses Bisnis sebagai Kontrol Proses Bisnis
Proses Bisnis
Parameter Kinerja
Atribut Kinerja
Metrik Pengukuran Kinerja
1
Parameter Kinerja
1
Atribut Kinerja
1
Metrik Pengukuran Kinerja
1
Parameter Kinerja sebagai Kontrol Proses Bisnis
Proses Bisnis Parameter Kinerja
Atribut Kinerja Metrik Pengukuran Kinerja
Parameter Kinerja
Atribut Kinerja
Metrik Pengukuran Kinerja
1
1
1
1
112 Lanjutan Lampiran 1. Atribut Kinerja sebagai Kontrol Proses Bisnis
Proses Bisnis
Parameter Kinerja
Atribut Kinerja
Metrik Pengukuran Kinerja
1
Parameter Kinerja
1
Atribut Kinerja
1
Metrik Pengukuran Kinerja
1
Metrik Pengukuran Kinerja sebagai Kontrol Proses Bisnis
Proses Bisnis Parameter Kinerja
Atribut Kinerja Metrik Pengukuran Kinerja
Parameter Kinerja
Atribut Kinerja
Metrik Pengukuran Kinerja
1
1
1
1
113 Lampiran 2 Kuesioner skenario pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN Kepada Yth. Bapak/ Ibu Responden Di tempat, Saya, Diqbal Satyanegara, mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana – Institut Pertanian Bogor, mengadakan penelitian tentang ANALISIS MANAJEMEN RANTAI PASOK PADA INDUSTRI BATIK BANTEN. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner. Tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini. Data yang saya terima sepenuhnya akan digunakan untuk kepentingan akademis. Atas kerjasamanya disampaikan terimakasih. DATA RESPONDEN Nama
:
Lama bekerja
:
Jabatan
:
Berikut ini adalah pertanyaan prioritas menggunakan pendekatan perbandingan. Anda diminta untuk memberikan penilaian terhadap setiap perbandingan berpasangan berdasarkan pengalaman, pengetahuan dan intuisi Anda : Nilai 1 3
5
7
9
2,4,6, 8
Definisi Kedua faktor sama penting Faktor yang satu sedikit lebih penting daripada yang lain Faktor yang satu lebih penting daripada yang lain Faktor yang satu sangat lebih penting daripada yang lain Faktor yang satu mutlak lebih penting daripada yang lain Nilai tengah diantara dua nilai berdekatan
Keterangan Dua kegiatan berkontribusi sama terhadap tujuannya Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan berkontribusi atas yang lain
sedikit
Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan berkontribusi sangat kuat atas yang lain, menunjukkan dominasinya dalam praktek Suatu kegiatan favorit yang berkontribusi sangat kuat atas yang lain; menunjukkan dominasinya dalam praktek Bukti yang menguntungkan suatu kegiatan diatas yang lain merupakan kemungkinan urutan afirmasi tertinggi Kadang-kadang perlu melakukan interpolasi penilaian kompromi secara numerik karena tidak ada istilah yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut
114 Lanjutan Lampiran 2. Contoh Pairwise Comparison (perbandingan berpasangan) : A B C Keterangan :
A 1
-
Faktor A sedikit lebih penting daripada faktor B
-
Faktor A sedikit lebih penting daripada faktor C
-
Faktor B sama penting dengan faktor C
B 3 1
C 3 1 1
115 Lanjutan Lampiran 2.
MRP Produk Batik Banten Efektif
Tujuan
Faktor yang harus dipenuhi
Trust
Fokus tiap anggota
Skenario MRP
Komitmen
Desain Organisasi
Perilaku terintegrasi
Berbagi informasi
Kesalingtergantungan
Kesesuaian Organisasi
Sumber Daya Manusia
Berbagi risiko dan penghargaan
Kerjasama
Visi
Prosesproses kunci
Teknologi Informasi
Tujuan dan fokus yang sama dalam melayani pelanggan
Dukungan manajemen puncak
Pemimpin
Kinerja Organisasi
Integrasi proses
Struktur hirarki pembentukan MRP produk Batik Banten efektif
Mitra untuk membangun dan memelihara hubungan jangka panjang
116
Lanjutan Lampiran 2.
Faktor :
Kerangka ANP yang digunakan dalam penelitian ini :
Kepercayaan (Trust) Komitmen
Fokus tiap anggota : Desain Organisasi
Kesalingtergantungan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Kesesuaian organisasi Visi
Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Proses-proses kunci Pemimpin Dukungan manajemen puncak
Skenario MRP : Perilaku yang terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi Risiko dan Penghargaan Kerjasama Tujuan dan Fokus yang sama dalam melayanipelanggan Integrasi Proses Mitra Hubungan Jangka Panjang
117 Lanjutan Lampiran 2. BAGIAN 1 1.1 Tujuan-Faktor yang harus dipenuhi Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
118 Lanjutan Lampiran 2. BAGIAN 2 2.1 Faktor yang harus dipenuhi-Fokus tiap anggota 2.1.1 Trust
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
2.1.2 Komitmen
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
2.1.3 Kesalingtergantungan
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
2.1.4 Kesesuaian Organisasi
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
119 Lanjutan Lampiran 2. 2.1.5 Visi
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
2.1.6 Proses-proses Kunci
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
2.1.7 Pemimpin
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
2.1.8 Dukungan Manajemen Puncak
Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
120 Lanjutan Lampiran 2. 2.2 Faktor yang harus dipenuhi-Skenario MRP 2.2.1 Trust Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1 1
1 1
1 1
2.2.2 Komitmen Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1 1
1 1
1 1
121 Lanjutan Lampiran 2. 2.2.3 Kesalingtergantungan Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
2.2.4 Kesesuaian Organisasi Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
122 Lanjutan Lampiran 2. 2.2.5 Visi Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
2.2.6 Proses-proses Kunci Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
123 Lanjutan Lampiran 2. 2.2.7 Pemimpin Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
2.2.8 Dukungan Manajemen Puncak Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
124 Lanjutan Lampiran 2. BAGIAN 3 3.1 Fokus tiap anggota-Skenario MRP 3.1.1 Desain Organisasi Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
3.1.2 SDM Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
125 Lanjutan Lampiran 2. 3.1.3 Teknologi Informasi Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
3.1.4 Kinerja Organisasi Perilaku terintegrasi
Perilaku terintegrasi Berbagi Informasi Berbagi risiko & penghargaan Kerjasama Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan Integrasi proses Mitra hubungan jk. Panjang
Berbagi informasi
Berbagi Kerjasama risiko & penghargaan
Tujuan & fokus yg sama thd pelanggan
Integrasi proses
Mitra hubungan jk. panjang
1 1
1 1 1 1
1
126 Lanjutan Lampiran 2.
Feedback (Kuesioner skenario pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif)
127 Lanjutan Lampiran 2. BAGIAN 1 1.1 Skenario MRP-Fokus tiap anggota 1.1.1 Perilaku yang terintegrasi Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
1.1.2
Teknologi Informasi d
Kinerja Organisasi
1 1 1
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
Berbagi Risiko dan Penghargaan Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
1.1.4
SDM
Berbagi Informasi Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
1.1.3
Desain Organisasi 1
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
Kerjasama Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
128 Lanjutan Lampiran 2. 1.1.5
Tujuan dan Fokus yang sama dalam melayani pelanggan Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
1.1.6
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
Integrasi Proses Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
1.1.7
Desain Organisasi 1
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
Mitra Hubungan Jangka Panjang Desain Organisasi SDM Teknologi Informasi Kinerja Organisasi
Desain Organisasi 1
SDM
Teknologi Informasi
Kinerja Organisasi
1 1 1
129 Lanjutan Lampiran 2. 1.2 Skenario MRP-Faktor yang harus dipenuhi 1.2.1 Perilaku yang terintegrasi Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
1.2.2
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
Berbagi Informasi Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
130 Lanjutan Lampiran 2. 1.2.3
Berbagi Risiko dan Penghargaan Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
1.2.4
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
Kerjasama Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
1.2.5
Komitmen
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
Tujuan dan Fokus yang sama dalam melayani pelanggan Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
131 Lanjutan Lampiran 2. 1.2.6
Integrasi Proses Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
1.2.7
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
Mitra Hubungan Jangka Panjang Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
132 Lanjutan Lampiran 2. BAGIAN 2 2.1 Fokus tiap anggota-Faktor yang harus dipenuhi 2.1.1 Desain Organisasi Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
2.1.2 SDM Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
133 Lanjutan Lampiran 2. 2.1.3 Teknologi Informasi Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
2.1.4 Kinerja Organisasi Trust
Trust Komitmen Kesaling tergantungan Kesesuaian Organisasi Visi Proses-proses Kunci Pemimpin Dukungan Manajemen Puncak
Komitmen
Kesaling Kesesuaian tergantungan Organisasi
Visi
Prosesproses Kunci
Pemimpin
Dukungan Manajemen Puncak
1 1 1 1 1 1 1 1
134 Lanjutan Lampiran 2.
Matriks Antar Kelompok (Kuesioner skenario pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif)
135 Lanjutan Lampiran 2. Faktor yang harus dipenuhi sebagai kontrol
Faktor yang harus dipenuhi Fokus tiap anggota
Faktor yang harus dipenuhi 1
Fokus tiap anggota
Skenario MRP
1
Skenario MRP
1
Fokus tiap anggota Skenario MRP sebagai kontrol
Faktor yang harus dipenuhi Fokus tiap anggota
Faktor yang harus dipenuhi 1
Fokus tiap anggota
Skenario MRP
1
Skenario MRP
1
Skenario MRP sebagai kontrol
Faktor yang harus dipenuhi Fokus tiap anggota Skenario MRP
Faktor yang harus dipenuhi 1
Fokus tiap anggota
Skenario MRP
1 1
136 Lampiran 3. Olah data AHP penentuan bobot metrik penilaian kinerja manajemen rantai pasok Batik Banten a. Tujuan-Proses Bisnis : Pairwise Comparison Factor
PLAN
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN Total
1,00 0,49 0,49 0,41 0,41 2,79
2,06 1,00 0,41 0,27 0,29 4,03
2,06 2,45 1,00 0,21 0,20 5,92
2,45 3,66 4,73 1,00 1,00 12,84
2,45 3,46 5,00 1,00 1,00 12,91
Normalized Matrice Factor
PLAN
SOURCE
MAKE
DELIVER
RETURN
Priority
Average
PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN
0,36 0,17 0,17 0,15 0,15
0,51 0,25 0,10 0,07 0,07
0,35 0,41 0,17 0,04 0,03
0,19 0,29 0,37 0,08 0,08
0,19 0,27 0,39 0,08 0,08
0,32 0,28 0,24 0,08 0,08
0,06 0,06 0,05 0,02 0,02
Consistency vector 5,58 5,76 5,41 5,18 5,17
Lambda CI CR
5,42 0,11 0,09
b. Proses Bisnis-Parameter Kinerja : PLAN : Pairwise Comparison Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
NTambah Mutu Risiko Total
1,00 1,00 0,49 2,49
1,00 1,00 0,24 2,24
2,06 4,16 1,00 7,22
137 Lanjutan Lampiran 3. Normalized Matrice Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
Priority
Average
NTambah Mutu Risiko
0,40 0,40 0,20
0,45 0,45 0,11
0,29 0,58 0,14
0,38 0,48 0,15
0,13 0,16 0,05
Consistency vector 3,06 3,08 3,02
Lambda CI CR
3,06 0,03 0,05
SOURCE : Pairwise Comparison Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
NTambah Mutu Risiko Total
1,00 1,00 0,54 2,54
1,00 1,00 0,22 2,22
1,86 4,47 1,00 7,33
Normalized Matrice Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
Priority
Average
NTambah Mutu Risiko
0,39 0,39 0,21
0,45 0,45 0,10
0,25 0,61 0,14
0,37 0,48 0,15
0,12 0,16 0,05
Consistency vector 3,09 3,14 3,04
Lambda CI CR
3,09 0,04 0,07
MAKE : Pairwise Comparison Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
NTambah Mutu Risiko Total
1,00 1,00 0,37 2,37
1,00 1,00 0,25 2,25
2,71 3,94 1,00 7,65
138 Lanjutan Lampiran 3. Normalized Matrice Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
Priority
Average
NTambah Mutu Risiko
0,42 0,42 0,16
0,44 0,44 0,11
0,61 0,51 0,13
0,49 0,46 0,13
0,16 0,15 0,04
DELIVER : Pairwise Comparison Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
NTambah Mutu Risiko Total
1,00 1,00 0,54 2,54
1,00 1,00 0,24 2,24
1,86 4,16 1,00 7,02
Normalized Matrice Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
Priority
Average
NTambah Mutu Risiko
0,39 0,39 0,21
0,45 0,45 0,11
0,27 0,59 0,14
0,37 0,48 0,15
0,12 0,16 0,05
Priority
Average
0,37 0,48 0,15
0,12 0,16 0,05
Consistency vector 3,07 3,11 3,03
Lambda CI CR
RETURN : Pairwise Comparison Factor
Ntambah
Mutu
Risiko
NTambah Mutu Risiko Total
1,00 1,00 0,49 2,49
1,00 1,00 0,21 2,21
2,06 4,73 1,00 7,79
3,07 0,04 0,06
139 Lanjutan Lampiran 3. Normalized Matrice Factor
Ntambah
NTambah Mutu Risiko
0,40 0,40 0,20
Consistency vector 3,08 3,12 3,03
Mutu Risiko 0,45 0,45 0,10
Lambda CI CR
0,26 0,61 0,13
Priority
Average
0,37 0,49 0,14
0,12 0,16 0,05
3,08 0,04 0,07
c. Parameter Kinerja-Atribut Kinerja : Nilai Tambah : Pairwise Comparison Factor
Reliabi
Respons
Fleks
Biaya
Aset
Reliabi Respons Fleks Biaya Aset Total
1,00 0,25 0,33 0,25 0,17 2,01
3,94 1,00 0,25 0,31 0,25 5,75
3,00 3,94 1,00 0,41 0,71 9,05
3,94 5,96 3,22 3,94 2,45 1,41 1,00 1,00 1,00 1,00 11,61 13,31
Normalized Matrice Factor
Reliabi
Respons
Fleks
Biaya
Aset
Priority
Average
Reliabi Respons Fleks Biaya Aset
0,50 0,13 0,17 0,13 0,08
0,68 0,17 0,04 0,05 0,04
0,33 0,43 0,11 0,05 0,08
0,34 0,28 0,21 0,09 0,09
0,45 0,30 0,11 0,08 0,08
0,46 0,26 0,13 0,08 0,07
0,09 0,05 0,03 0,02 0,01
Consistency vector 5,68 5,42 5,02 5,18 5,24
Lambda CI CR
5,31 0,08 0,07
140 Lanjutan Lampiran 3. Mutu : Pairwise Comparison Factor
Reliabi
Respons
Fleks
Biaya
Aset
Reliabi Respons Fleks Biaya Aset Total
1,00 0,29 0,31 0,29 0,19 2,08
3,46 1,00 0,27 0,31 0,25 5,30
3,22 3,66 1,00 0,41 0,45 8,75
3,46 5,23 3,22 4,00 2,45 2,21 1,00 2,45 0,41 1,00 10,55 14,90
Normalized Matrice Factor
Reliabi
Respons
Fleks
Biaya
Aset
Priority
Average
Reliabi Respons Fleks Biaya Aset
0,48 0,14 0,15 0,14 0,09
0,65 0,19 0,05 0,06 0,05
0,37 0,42 0,11 0,05 0,05
0,33 0,31 0,23 0,09 0,04
0,35 0,27 0,15 0,16 0,07
0,44 0,26 0,14 0,10 0,06
0,09 0,05 0,03 0,02 0,01
Consistency vector 5,63 5,53 5,21 5,07 5,27
Lambda CI CR
5,34 0,09 0,08
Risiko : Pairwise Comparison Factor
Reliabi
Respons
Fleks
Biaya
Aset
Reliabi Respons Fleks Biaya Aset Total
1,00 0,54 0,84 0,49 0,37 3,23
1,86 1,00 0,49 0,31 0,34 4,00
1,19 2,06 1,00 0,41 0,71 5,36
2,06 3,22 2,45 1,00 0,64 9,37
2,71 2,91 1,41 1,57 1,00 9,60
141 Lanjutan Lampiran 3. Normalized Matrice Factor
Reliabi
Respons
Fleks
Biaya
Aset
Priority
Average
Reliabi Respons Fleks Biaya Aset
0,31 0,17 0,26 0,15 0,11
0,47 0,25 0,12 0,08 0,09
0,22 0,38 0,19 0,08 0,13
0,22 0,34 0,26 0,11 0,07
0,28 0,30 0,15 0,16 0,10
0,30 0,29 0,20 0,11 0,10
0,06 0,06 0,04 0,02 0,02
d. Atribut Kinerja-Metrik Pengukuran Kinerja : Reliabilitas : Pairwise Comparison Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,19
1,32
1,10
PP
1,00
1,00
1,19
1,19
1,00
1,00
1,19
1,19
1,00
SPP
1,00
0,84
1,00
1,16
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
LTPP
1,00
0,84
0,87
1,00
1,32
1,00
1,00
1,00
1,00
FP
1,00
1,00
1,00
0,76
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
KS
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
6,19
5,69
5,44
BMRP
0,84
0,84
1,00
1,00
1,00
0,16
1,00
1,57
5,14
SCTC
0,76
0,84
1,00
1,00
1,00
0,18
0,64
1,00
2,71
PH
0,91
1,00
1,00
1,00
1,00
0,18
0,19
0,37
1,00
Total
8,51
8,36
9,05
9,11
9,32
6,52
13,40
14,13
19,39
Normalized Matrice Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
0,12
0,12
0,11
0,11
0,11
0,15
0,09
0,09
0,06
PP
0,12
0,12
0,13
0,13
0,11
0,15
0,09
0,08
0,05
SPP
0,12
0,10
0,11
0,13
0,11
0,15
0,07
0,07
0,05
LTPP
0,12
0,10
0,10
0,11
0,14
0,15
0,07
0,07
0,05
FP
0,12
0,12
0,11
0,08
0,11
0,15
0,07
0,07
0,05
KS
0,12
0,12
0,11
0,11
0,11
0,15
0,46
0,40
0,28
BMRP
0,10
0,10
0,11
0,11
0,11
0,02
0,07
0,11
0,27
SCTC
0,09
0,10
0,11
0,11
0,11
0,03
0,05
0,07
0,14
PH
0,11
0,12
0,11
0,11
0,11
0,03
0,01
0,03
0,05
142 Lanjutan Lampiran 3. Priority
Average
0,11 0,11 0,10 0,10 0,10 0,21 0,11 0,09 0,07
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01
Consistency vector 9,94 9,84 9,84 9,84 9,88 11,25 10,35 9,81 9,01
Lambda CI CR
9,97 0,12 0,08
Responsivitas : Pairwise Comparison Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
PP
1,00
1,00
2,71
2,45
1,19
1,19
1,19
1,19
1,00
SPP
1,00
0,37
1,00
2,06
1,32
1,19
1,19
1,19
1,19
LTPP
1,00
0,41
0,49
1,00
1,00
1,19
1,19
1,19
1,19
FP
1,00
0,84
0,76
1,00
1,00
1,00
1,32
1,32
1,19
KS
1,00
0,84
0,84
0,84
1,00
1,00
3,87
4,16
4,61
BMRP
1,00
0,84
0,84
0,84
0,76
0,26
1,00
2,06
4,73
SCTC
1,00
0,84
0,84
0,84
0,76
0,24
0,49
1,00
3,94
PH
1,00
1,00
0,84
0,84
0,84
0,22
0,21
0,25
1,00
Total
9,00
7,14
9,32
10,87
8,87
7,28
11,45
13,36
19,84
Normalized Matrice Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
0,11
0,14
0,11
0,09
0,11
0,14
0,09
0,07
0,05
PP
0,11
0,14
0,29
0,23
0,13
0,16
0,10
0,09
0,05
SPP
0,11
0,05
0,11
0,19
0,15
0,16
0,10
0,09
0,06
LTPP
0,11
0,06
0,05
0,09
0,11
0,16
0,10
0,09
0,06
FP
0,11
0,12
0,08
0,09
0,11
0,14
0,11
0,10
0,06
KS
0,11
0,12
0,09
0,08
0,11
0,14
0,34
0,31
0,23
BMRP
0,11
0,12
0,09
0,08
0,09
0,04
0,09
0,15
0,24
SCTC
0,11
0,12
0,09
0,08
0,09
0,03
0,04
0,07
0,20
PH
0,11
0,14
0,09
0,08
0,09
0,03
0,02
0,02
0,05
143 Lanjutan Lampiran 3. Priority
Average
0,10 0,15 0,11 0,09 0,10 0,17 0,11 0,09 0,07
0,01 0,02 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01
Consistency vector 9,86 9,77 9,88 10,05 9,98 10,64 10,40 10,17 9,43
Lambda CI CR
10,02 0,13 0,09
Fleksibilitas : Pairwise Comparison Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
PP
1,00
1,00
2,71
2,71
1,57
1,00
1,19
1,19
1,00
SPP
1,00
0,37
1,00
1,97
1,32
1,19
1,32
1,32
1,00
LTPP
1,00
0,37
0,51
1,00
1,00
1,19
1,00
1,00
1,00
FP
1,00
0,64
0,76
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
KS
1,00
1,00
0,84
0,84
1,00
1,00
5,69
4,40
5,69
BMRP
1,00
0,84
0,76
1,00
1,00
0,18
1,00
1,32
2,71
SCTC
1,00
0,84
0,76
1,00
1,00
0,23
0,76
1,00
5,01
PH
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,18
0,37
0,20
1,00
Total
9,00
7,06
9,34
11,52
9,88
6,96
13,33
12,42
19,41
Normalized Matrice Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
0,11
0,14
0,11
0,09
0,10
0,14
0,08
0,08
0,05
PP
0,11
0,14
0,29
0,24
0,16
0,14
0,09
0,10
0,05
SPP
0,11
0,05
0,11
0,17
0,13
0,17
0,10
0,11
0,05
LTPP
0,11
0,05
0,05
0,09
0,10
0,17
0,08
0,08
0,05
FP
0,11
0,09
0,08
0,09
0,10
0,14
0,08
0,08
0,05
KS
0,11
0,14
0,09
0,07
0,10
0,14
0,43
0,35
0,29
BMRP
0,11
0,12
0,08
0,09
0,10
0,03
0,08
0,11
0,14
SCTC
0,11
0,12
0,08
0,09
0,10
0,03
0,06
0,08
0,26
PH
0,11
0,14
0,11
0,09
0,10
0,03
0,03
0,02
0,05
144 Lanjutan Lampiran 3. Priority
Average
0,10 0,15 0,11 0,09 0,09 0,19 0,09 0,10 0,07
0,01 0,02 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01
Consistency vector 10,01 9,76 10,06 10,21 10,08 10,93 10,12 10,44 9,42
Lambda CI CR
10,12 0,14 0,10
Biaya : Pairwise Comparison Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
PP
1,00
1,00
3,08
1,19
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
SPP
1,00
0,32
1,00
1,32
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
LTPP
1,00
0,84
0,76
1,00
1,32
1,00
1,00
1,00
1,00
FP
1,00
1,00
1,00
0,76
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
KS
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
5,44
4,73
6,44
BMRP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,18
1,00
2,06
5,14
SCTC
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,21
0,49
1,00
4,36
PH
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,16
0,19
0,23
1,00
Total
9,00
8,17
10,84
9,27
9,32
6,55
12,12
13,02
21,93
Normalized Matrice Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
0,11
0,12
0,09
0,11
0,11
0,15
0,08
0,08
0,05
PP
0,11
0,12
0,28
0,13
0,11
0,15
0,08
0,08
0,05
SPP
0,11
0,04
0,09
0,14
0,11
0,15
0,08
0,08
0,05
LTPP
0,11
0,10
0,07
0,11
0,14
0,15
0,08
0,08
0,05
FP
0,11
0,12
0,09
0,08
0,11
0,15
0,08
0,08
0,05
KS
0,11
0,12
0,09
0,11
0,11
0,15
0,45
0,36
0,29
BMRP
0,11
0,12
0,09
0,11
0,11
0,03
0,08
0,16
0,23
SCTC
0,11
0,12
0,09
0,11
0,11
0,03
0,04
0,08
0,20
PH
0,11
0,12
0,09
0,11
0,11
0,02
0,02
0,02
0,05
145 Lanjutan Lampiran 3. Priority
Average
0,10 0,12 0,09 0,10 0,10 0,20 0,12 0,10 0,07
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01
Consistency vector 10,01 9,84 10,04 9,98 10,07 11,37 10,67 10,36 9,24
Lambda CI CR
10,18 0,15 0,10
Aset : Pairwise Comparison Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
PP
1,00
1,00
1,73
1,73
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
SPP
1,00
0,58
1,00
1,86
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
LTPP
1,00
0,58
0,54
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
FP
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,32
1,32
1,32
1,00
KS
1,00
1,00
1,00
1,00
0,76
1,00
4,21
4,79
4,73
BMRP
1,00
1,00
1,00
1,00
0,76
0,24
1,00
2,78
2,94
SCTC
1,00
1,00
1,00
1,00
0,76
0,21
0,36
1,00
4,36
PH
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,21
0,34
0,23
1,00
Total
9,00
8,15
9,27
10,59
8,28
6,97
11,23
14,12
18,03
Normalized Matrice Factor
KP
PP
SPP
LTPP
FP
KS
BMRP
SCTC
PH
KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
0,12 0,12 0,07 0,07 0,12 0,12 0,12 0,12 0,12
0,11 0,19 0,11 0,06 0,11 0,11 0,11 0,11 0,11
0,09 0,16 0,18 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09 0,09
0,12 0,12 0,12 0,12 0,12 0,09 0,09 0,09 0,12
0,14 0,14 0,14 0,14 0,19 0,14 0,03 0,03 0,03
0,09 0,09 0,09 0,09 0,12 0,38 0,09 0,03 0,03
0,07 0,07 0,07 0,07 0,09 0,34 0,20 0,07 0,02
0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,26 0,16 0,24 0,06
146 Lanjutan Lampiran 3. Priority
Average
0,10 0,12 0,11 0,09 0,11 0,18 0,11 0,10 0,08
0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01
Consistency vector 9,83 9,67 9,79 9,97 10,01 10,92 10,33 10,11 9,20
Lambda CI CR
9,98 0,12 0,08
e. Prioritas-prioritas : Factor NTambah Mutu Risiko
PLAN 0,38 0,48 0,15
SOURCE 0,37 0,48 0,15
MAKE 0,49 0,46 0,13
DELIVER RETURN Priority 0,37 0,37 0,40 0,48 0,49 0,48 0,15 0,14 0,14
Factor Reliabi Respons Fleks Biaya Aset
Ntambah 0,46 0,26 0,13 0,08 0,07
Mutu 0,44 0,26 0,14 0,10 0,06
Risiko 0,30 0,29 0,20 0,11 0,10
Priority 0,40 0,27 0,15 0,10 0,08
Factor KP PP SPP LTPP FP KS BMRP SCTC PH
Reliabi 0,11 0,11 0,10 0,10 0,10 0,21 0,11 0,09 0,07
Respons 0,10 0,15 0,11 0,09 0,10 0,17 0,11 0,09 0,07
Fleks 0,10 0,15 0,11 0,09 0,09 0,19 0,09 0,10 0,07
Biaya 0,10 0,12 0,09 0,10 0,10 0,20 0,12 0,10 0,07
Aset 0,10 0,12 0,11 0,09 0,11 0,18 0,11 0,10 0,08
Priority 0,10 0,13 0,11 0,09 0,10 0,19 0,11 0,10 0,07
147 Lampiran 4. Matriks-matriks pengolahan ANP penentuan bobot metrik penilaian kinerja rantai pasok Batik Banten a. Matriks Antar Kelompok :
b. Supermatriks Tidak Tertimbang :
148 Lanjutan Lampiran 4. c. Supermatriks Tertimbang :
d. Supermatriks Limit :
149 Lampiran 5. Olah data AHP skenario alternatif pembentukan MRP produk Batik Banten yang efektif a. Tujuan-Faktor yang Harus Dipenuhi : Pairwise Comparison Factor
Trust
Kom
SalTrgtg
Kes Org
Visi
Pr2 Kunc
Pemimp
DMP
Trust
1,00
1,59
3,91
5,81
5,65
5,31
3,31
5,31
Kom
0,63
1,00
2,00
5,59
5,65
5,31
2,29
4,64
SalTrgtg
0,26
0,50
1,00
3,11
3,56
4,22
2,08
3,30
Kes Org
0,17
0,18
0,32
1,00
1,59
1,59
1,82
1,82
Visi
0,18
0,18
0,28
0,63
1,00
3,30
1,00
1,82
Pr2 Kunc
0,19
0,19
0,24
0,63
0,30
1,00
1,00
1,26
Pemimp
0,30
0,44
0,48
0,55
1,00
1,00
1,00
1,44
DMP
0,19
0,22
0,30
0,55
0,55
0,79
0,69
1,00
Total
2,91
4,28
8,54
17,87
19,29
22,53
13,19
20,59
Pr2 Kunc 0,24 0,24 0,19 0,07 0,15
Pemimp 0,25 0,17 0,16 0,14 0,08
DMP 0,26 0,23 0,16 0,09 0,09
Normalized Matrice SalTrgtg Kes Org Visi 0,46 0,33 0,29 0,23 0,31 0,29 0,12 0,17 0,18 0,04 0,06 0,08 0,03 0,04 0,05
Factor Trust Kom SalTrgtg Kes Org Visi Pr2 Kunc Pemimp DMP
Trust 0,34 0,22 0,09 0,06 0,06
Kom 0,37 0,23 0,12 0,04 0,04
0,06
0,04
0,03
0,04
0,02
0,04
0,08
0,06
0,10 0,06
0,10 0,05
0,06 0,04
0,03 0,03
0,05 0,03
0,04 0,04
0,08 0,05
0,07 0,05
Priority
Average
0,32 0,24 0,15 0,07 0,07 0,05 0,07 0,04
0,04 0,03 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Consistency vector 8,73 8,78 8,68 8,32 8,25 8,09 8,28 8,29
Lambda CI CR
8,43 0,06 0,04
150 Lanjutan Lampiran 5. b. Faktor yang Harus Dipenuhi-Fokus Tiap Anggota : Trust : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Consistency vector 4,11 4,14 4,13 4,04
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,59 1,00 1,00 2,08 0,63 0,48 1,00 0,55 0,30 0,35 3,18 2,78 5,01
DesOrg 0,31 0,31 0,20 0,17
Lambda CI CR
Normalized Matrice SDM 0,36 0,36 0,17 0,11
KinerjOrg 1,82 3,30 2,88 1,00 9,00
TI 0,32 0,41 0,20 0,07
KinerjOrg 0,20 0,37 0,32 0,11
Priority 0,30 0,36 0,22 0,12
Average 0,07 0,09 0,06 0,03
4,10 0,03 0,04
Komitmen : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,44 1,00 1,00 3,30 0,69 0,30 1,00 0,44 0,22 0,44 3,13 2,52 6,18
DesOrg 0,32 0,32 0,22 0,14
Normalized Matrice SDM 0,40 0,40 0,12 0,09
KinerjOrg 2,29 4,64 2,29 1,00 10,22
TI 0,23 0,53 0,16 0,07
KinerjOrg 0,22 0,45 0,22 0,10
Priority 0,29 0,43 0,18 0,10
Average 0,07 0,11 0,05 0,02
151 Lanjutan Lampiran 5. Consistency vector 4,11 4,17 4,07 4,04
Lambda CI CR
4,10 0,03 0,04
Kesalingtergantungan : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Consistency vector 4,12 4,13 4,08 4,08
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 2,29 1,00 0,44 1,00 1,00 0,38 1,00 4,00 2,82 5,29
DesOrg 0,25 0,25 0,25 0,25
Normalized Matrice SDM 0,35 0,35 0,15 0,14
Lambda CI CR
TI 0,19 0,43 0,19 0,19
KinerjOrg 1,00 2,62 1,00 1,00 5,62
KinerjOrg 0,18 0,47 0,18 0,18
4,10 0,03 0,04
Kesesuaian Organisasi : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 2,00 1,00 0,50 1,00 1,00 0,38 0,63 4,00 2,88 4,63
KinerjOrg 1,00 2,62 1,59 1,00 6,21
Priority 0,24 0,38 0,19 0,19
Average 0,06 0,09 0,05 0,05
152 Lanjutan Lampiran 5. Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Consistency vector 4,11 4,13 4,10 4,08
DesOrg 0,25 0,25 0,25 0,25
Lambda CI CR
Normalized Matrice SDM 0,35 0,35 0,17 0,13
TI 0,22 0,43 0,22 0,14
KinerjOrg 0,16 0,42 0,26 0,16
Priority 0,24 0,36 0,22 0,17
Average 0,06 0,09 0,06 0,04
4,11 0,04 0,04
Visi : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Consistency vector 4,05 4,06 4,04 4,02
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,59 1,00 1,00 2,29 0,63 0,44 1,00 0,63 0,44 0,63 3,26 2,87 5,51
DesOrg 0,31 0,31 0,19 0,19
Normalized Matrice SDM 0,35 0,35 0,15 0,15
Lambda CI CR
4,04 0,01 0,02
TI 0,29 0,42 0,18 0,11
KinerjOrg 1,59 2,29 1,59 1,00 6,46
KinerjOrg 0,25 0,35 0,25 0,15
Priority 0,30 0,36 0,19 0,15
Average 0,07 0,09 0,05 0,04
153 Lanjutan Lampiran 5. Proses-proses Kunci : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Consistency vector 4,10 4,14 4,11 4,07
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,26 1,00 1,00 2,00 0,79 0,50 1,00 1,00 0,33 0,79 3,79 2,83 5,05
DesOrg 0,26 0,26 0,21 0,26
Normalized Matrice SDM 0,35 0,35 0,18 0,12
Lambda CI CR
TI 0,25 0,40 0,20 0,16
KinerjOrg 1,00 3,00 1,26 1,00 6,26
KinerjOrg 0,16 0,48 0,20 0,16
Priority 0,26 0,37 0,20 0,17
Average 0,06 0,09 0,05 0,04
4,11 0,04 0,04
Pemimpin : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,44 1,00 1,00 3,30 0,69 0,30 1,00 0,79 0,33 1,00 3,49 2,64 6,74
DesOrg 0,29 0,29 0,20 0,23
Normalized Matrice SDM 0,38 0,38 0,11 0,13
KinerjOrg 1,26 3,00 1,00 1,00 6,26
TI 0,21 0,49 0,15 0,15
KinerjOrg 0,20 0,48 0,16 0,16
Priority 0,27 0,41 0,16 0,17
Average 0,07 0,10 0,04 0,04
154 Lanjutan Lampiran 5. Consistency vector 4,11 4,13 4,07 4,06
Lambda CI CR
4,09 0,03 0,03
Dukungan Manajemen Puncak : Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Total
Factor DesOrg SDM TI KinerjOrg Consistency vector 4,04 4,04 4,02 4,02
Pairwise Comparison DesOrg SDM TI 1,00 1,00 1,59 1,00 1,00 2,62 0,63 0,38 1,00 0,63 0,38 1,00 3,26 2,76 6,21
DesOrg 0,31 0,31 0,19 0,19
Normalized Matrice SDM 0,36 0,36 0,14 0,14
Lambda CI CR
4,03 0,01 0,01
KinerjOrg 1,59 2,62 1,00 1,00 6,21
TI 0,26 0,42 0,16 0,16
KinerjOrg 0,26 0,42 0,16 0,16
Priority Average 0,30 0,07 0,38 0,09 0,16 0,04 0,16 0,04
155 Lanjutan Lampiran 5. c. Fokus Tiap Anggota-Skenario MRP : Desain Organisasi : Pairwise Comparison Factor
Integr
Inform
Risk & Reward
Krjsm
Tuj&Fok
Integ Pross
Mitra Jk Pnjg
Integr
1,00
1,00
1,00
1,00
1,44
1,44
1,44
Inform
1,00
1,00
3,11
1,00
3,11
3,68
2,71
Risk&Rewards
1,00
0,32
1,00
1,00
1,00
1,26
1,26
Krjsm
1,00
1,00
1,00
1,00
4,22
4,22
3,56
Tuj&Fok
0,69
0,32
1,00
0,24
1,00
1,59
1,00
Integ Pross
0,69
0,27
0,79
0,24
0,63
1,00
1,00
Mitra Jk Pnjg
0,69
0,37
0,79
0,28
1,00
1,00
1,00
Total
6,08
4,28
8,69
4,76
12,40
14,19
11,97
Integr
0,16
0,23
Normalized Matrice Risk & Reward 0,12
0,21
Tuj & Fok 0,12
Inform
0,16
0,23
0,36
0,21
0,25
0,26
0,23
Risk&Rewards
0,16
0,08
0,12
0,21
0,08
0,09
0,11
Krjsm
0,16
0,23
0,12
0,21
0,34
0,30
0,30
Tuj&Fok
0,11
0,08
0,12
0,05
0,08
0,11
0,08
Integ Pross
0,11
0,06
0,09
0,05
0,05
0,07
0,08
Mitra Jk Pnjg
0,11
0,09
0,09
0,06
0,08
0,07
0,08
Factor
Integr
Priority
Average
0,15 0,24 0,12 0,24 0,09 0,07 0,08
0,02 0,03 0,02 0,03 0,01 0,01 0,01
Inform
Consistency vector 7,32 7,34 7,31 7,36 7,24 7,19 7,24
Krjsm
Lambda CI CR
7,29 0,05 0,04
Integ Pross 0,10
Mitra Jk Pnjg 0,12
156 Lanjutan Lampiran 5. SDM : Pairwise Comparison Factor
Integr
Inform
Risk & Reward
Krjsm
Tuj&Fok
Integ Pross
Integr
1,00
1,00
1,44
1,00
1,00
1,00
Mitra Jk Pnjg 1,00
Inform
1,00
1,00
2,29
1,00
1,82
2,29
1,59
Risk&Rewards
0,69
0,44
1,00
1,00
1,00
1,00
1,26
Krjsm
1,00
1,00
1,00
1,00
3,91
3,91
2,00
Tuj&Fok
1,00
0,55
1,00
0,26
1,00
3,71
1,00
Integ Pross
1,00
0,44
1,00
0,26
0,27
1,00
1,26
Mitra Jk Pnjg
1,00
0,63
0,79
0,50
1,00
0,79
1,00
Total
6,69
5,05
8,53
5,01
10,00
13,71
9,11
0,20
Tuj & Fok 0,10
Integ Pross 0,07
Mitra Jk Pnjg 0,11
Factor
Integr
Inform
Integr
0,15
0,20
Normalized Matrice Risk &Reward 0,17
Inform
0,15
0,20
0,27
0,20
0,18
0,17
0,17
Risk&Rewards
0,10
0,09
0,12
0,20
0,10
0,07
0,14
Krjsm
Krjsm
0,15
0,20
0,12
0,20
0,39
0,29
0,22
Tuj&Fok
0,15
0,11
0,12
0,05
0,10
0,27
0,11
Integ Pross
0,15
0,09
0,12
0,05
0,03
0,07
0,14
Mitra Jk Pnjg
0,15
0,12
0,09
0,10
0,10
0,06
0,11
Lambda CI CR
7,50 0,08 0,06
Priority
Average
0,14 0,19 0,12 0,22 0,13 0,09 0,10
0,02 0,03 0,02 0,03 0,02 0,01 0,01
Consistency vector 7,37 7,51 7,49 7,85 7,69 7,18 7,38
157 Lanjutan Lampiran 5. Teknologi Informasi : Pairwise Comparison Factor
Integr
Inform
Risk&Reward
Krjsm
Tuj&Fok
Integ Pross
Integr
1,00
1,00
1,44
1,00
1,00
1,71
Mitra Jk Pnjg 1,00
Inform
1,00
1,00
1,59
1,00
1,82
1,82
1,00
Risk&Rewards
0,69
0,63
1,00
1,00
1,00
1,44
1,00
Krjsm
1,00
1,00
1,00
1,00
3,56
4,22
1,59
Tuj&Fok
1,00
0,55
1,00
0,28
1,00
1,82
1,44
Integ Pross
0,58
0,55
0,69
0,24
0,55
1,00
1,00
Mitra Jk Pnjg
1,00
1,00
1,00
0,63
0,69
1,00
1,00
Total
6,28
5,73
7,72
5,15
9,62
13,00
8,03
Normalized Matrice
0,10
Integ Pross 0,13
Mitra Jk Pnjg 0,12
0,19
0,19
0,14
0,12
0,13
0,19
0,10
0,11
0,12
Factor
Integr
Inform
Risk&Reward
Krjsm
Tuj&Fok
Integr
0,16
0,17
0,19
0,19
Inform
0,16
0,17
0,21
Risk&Rewards
0,11
0,11
Krjsm
0,16
0,17
0,13
0,19
0,37
0,32
0,20
Tuj&Fok
0,16
0,10
0,13
0,05
0,10
0,14
0,18
Integ Pross
0,09
0,10
0,09
0,05
0,06
0,08
0,12
Mitra Jk Pnjg
0,16
0,17
0,13
0,12
0,07
0,08
0,12
Priority
Average
0,15 0,17 0,13 0,22 0,12 0,08 0,12
0,02 0,02 0,02 0,03 0,02 0,01 0,02
Consistency vector 7,26 7,33 7,34 7,48 7,20 7,16 7,17
Lambda CI CR
7,28 0,05 0,04
158 Lanjutan Lampiran 5. Kinerja Organisasi : Pairwise Comparison Factor
Integr
Inform
Risk&Reward
Krjsm
Tuj&Fok
Integ Pross
Integr
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Mitra Jk Pnjg 1,00
Inform
1,00
1,00
1,82
1,00
2,29
2,29
1,59
Risk&Rewards
1,00
0,55
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Krjsm
1,00
1,00
1,00
1,00
3,00
3,30
2,29
Tuj&Fok
1,00
0,44
1,00
0,33
1,00
2,15
1,00
Integ Pross
1,00
0,44
1,00
0,30
0,46
1,00
1,00
Mitra Jk Pnjg
1,00
0,63
1,00
0,44
1,00
1,00
1,00
Total
7,00
5,05
7,82
5,07
9,75
11,75
8,88
Normalized Matrice
0,10
Integ Pross 0,09
Mitra Jk Pnjg 0,11
0,20
0,23
0,19
0,18
0,13
0,20
0,10
0,09
0,11
Factor
Integr
Inform
Risk&Reward
Krjsm
Tuj&Fok
Integr
0,14
0,20
0,13
0,20
Inform
0,14
0,20
0,23
Risk&Rewards
0,14
0,11
Krjsm
0,14
0,20
0,13
0,20
0,31
0,28
0,26
Tuj&Fok
0,14
0,09
0,13
0,07
0,10
0,18
0,11
Integ Pross
0,14
0,09
0,13
0,06
0,05
0,09
0,11
Mitra Jk Pnjg
0,14
0,12
0,13
0,09
0,10
0,09
0,11
Priority
Average
0,14 0,20 0,13 0,22 0,12 0,09 0,11
0,02 0,03 0,02 0,03 0,02 0,01 0,02
Consistency vector 7,25 7,32 7,27 7,39 7,28 7,14 7,21
Lambda CI CR
7,27 0,04 0,03
159 Lanjutan Lampiran 5. d. Prioritas-prioritas : Factor Des Org SDM TI Kinerj Org
Trust
Kom
SalTrgtg
Kes Org
Visi
Pr2 Kunc
Pemimp
DMP
Priority
0,30
0,29
0,24
0,24
0,30
0,26
0,27
0,30
0,27
0,36 0,22
0,43 0,18
0,38 0,19
0,36 0,22
0,36 0,19
0,37 0,20
0,41 0,16
0,38 0,16
0,38 0,19
0,12
0,10
0,19
0,17
0,15
0,17
0,17
0,16
0,15
Factor Integr Inform Risk&Rewards Kerjasama Tuj&Fok Integ Pross Mitra Jk Pnjg
DesOrg 0,15 0,24 0,12 0,24 0,09 0,07 0,08
SDM 0,14 0,19 0,12 0,22 0,13 0,09 0,10
TI 0,15 0,17 0,13 0,22 0,17 0,13 0,22
KinerjOrg 0,14 0,20 0,13 0,22 0,12 0,09 0,11
Priority 0,15 0,20 0,12 0,22 0,13 0,10 0,13
160 Lampiran 6. Matriks-matriks pengolahan ANP pembentukan MRP produk Batik Banten efektif a. Matriks Antar Kelompok :
b. Supermatriks Tidak Tertimbang :
161 Lanjutan Lampiran 6. c. Supermatriks Tertimbang :
d. Supermatriks Limit :