1 PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN MIND MAPPING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FISIKA
Oleh Komang Suardika, NIM. 0913021034 Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas MIPA UNDIKSHA Singaraja Email:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika antara siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping (SPMM) dengan siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional (SPK). Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu dengan desain penelitian pretest-posttest nonequivalent control group design. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Banjar Tahun Pelajaran 2012/2013 yang berjumlah 166 siswa. Sampel penelitian adalah 2 kelas dengan jumlah 67 siswa yang ditetapkan berdasarkan teknik simple random sampling. Data pengetahuan awal siswa dikumpulkan dengan tes diagnostik pengetahuan umum fisika. Data kemampuan pemecahan masalah dikumpulkan tes kemampuan pemecahan masalah. Data dianalisis secara deskriptif dan statistik ANAKOVA dengan skor pengetahuan awal sebagai kovariat. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika antara kelompok SPMM dengan kelompok SPK (F=36,757; p<0,05). Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah fisika kelompok SPMM berada pada kualifikasi cukup (M=68; SD=5,4) dan nilai rata-rata kelompok SPK juga berada pada kualifikasi cukup (M=59; SD=6,8). Kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelompok SPMM lebih baik dibandingkan kelompok SPK (LSD=5,755; 17,848 ). Kata-kata kunci: strategi pembelajaran mind mapping, strategi pembelajaran konvensional, kemampuan pemecahan masalah. Abstract This study aimed at analyze the differences of student’s physics problem solving ability between student’s who learnt by using mind mapping learning strategy (MMLS) and the student’s who learnt by using conventional learning strategy (CLS). This study was a quasi-experimental with nonequivalent pretest-posttest control group design. The population in this study is class X students of SMA Negeri 1 Banjar school in the academic year 2012/2013 with 166 students. The sample were of two classes which consisted of 67 students were selected as the sample by using simple random sampling technique. The prior knowledge data were collected by physics general knowledge diagnostic test. The problem solving ability were collected by problem solving ability test. To analyse the data, the descriptive and the ANCOVA statistics were used where the prior knowledge score were used as a covariat. To test the hypothesis, the 5% significance level was used. The results showed that there were different of the problem solving ability between the MMLS and the CLS groups (F=36,757; p<0,05). Means value of problem solving ability at MMLS groups are fair qualifications (M=68; SD=5,4) and CLS groups are also fair qualifications (M=59; SD=6,8). Problem solving ability at MMLS groups was better than CLS groups (LSD=5,755; 17,848 ). Key words: mind mapping learning strategy, conventional learning strategy, problem solving ability
2 PENDAHULUAN Kehidupan era globalisasi menuntut umat manusia untuk mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya guna memajukan suatu bangsa. Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia. Indonesia sebagai suatu negara yang menjunjung tinggi pendidikan memiliki tujuan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyatakan Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific, and Cultural Organization) juga mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) learning to know, (2) learning to do (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Tujuan pendidikan tersebut jelas menyatakan pendidikan sangat berperan penting bagi kemajuan suatu bangsa. Pemerintah pun berharap agar pendidikan di Indonesia mengalami peningkatan kualitas dan bisa bersaing dengan Negara-negara lain. Pemerintah telah melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Upaya-upaya tersebut yaitu: (a) penyempurnaan kurikulum, (b) peningkatan kualifikasi guru melalui kegiatan sertifikasi guru, seminar
pendidikan, musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), pengadaan buku elektronik, pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG), uji kompetensi guru (UKG), dan (c) pemerataan pendidikan melalui program Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (SM-3T). Kurikulum Tingkat Satuan Pelajar (KTSP) menuntut siswa untuk berpotensi dalam hal memecahkan suatu permasalahan. Siswa diharapkan mampu memecahkan permasalahan yang sifatnya tidak hanya matematis, tetapi juga bersifat kontekstual. Kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah, seharusnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya tersebut, namun kenyataannya kemampuan pemecahan masalah siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Data hasil penilaian IPA pada level internasional tahun 2009 pada Program for International Student Assesment (PISA) yang merangkum tentang kemampuan siswa dalam membaca, matematika, dan IPA. Indonesia berada pada peringkat 62 dari 65 negara dalam hal kemampuan sains dengan skor rata-rata 383 yang berada pada rentang skor 335 sampai 409, sehingga tergolong negara lowest performance (OECD, 2010). Di tahun 2013 ini, Indonesia juga ikut serta dalam kegiatan Olimpiade fisika dunia atau World Physics Olympiad (WoPhO) ke-2 di Tangerang, Banten, yang digelar pada tanggal 28 Desember 2012 s/d 3 Januari 2013. Hasil kegiatan olimpiade tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat ke34 dari 72 peserta yang berasal dari berbagai negara. Hal ini berarti prestasi Indonesia kian meredup di kancah olimpiade sains dan matematika tingkat dunia karena pada tahun 2010 Indonesia meraih peringkat ke-2. Kualitas pendidikan di Indonesia yang tergolong rendah, tentu menyebabkan terjadi kesenjangan antara tujuan yang telah ditentukan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Marwanti (2010) menyatakan penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa karena kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsep IPA
3 (fisika). Hal ini sangat berkaitan dengan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru yang cenderung menggunakan pendekatan lama/konvensional, sehingga mengakibatkan proses pembelajaran berpusat pada guru. Rencana pelaksanaan pembelajaran di sekolah yang digunakan saat ini sudah mengacu pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, akan tetapi penerapannya masih guru menjadi pusat pembelajaran, sehingga guru yang lebih berperan aktif. Pembelajaran yang berpusat pada guru kurang efektif diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Hal ini menyebabkan siswa kurang menyenangi proses pembelajaran. Implikasinya adalah siswa menjadi pasif yang berdampak pada rendahnya kemampuan siswa dalam hal pemecahan masalah. Hal inilah menjadi tugas guru untuk membuat siswa menyenangkan dalam pembelajaran. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa dapat dilakukan dengan melakukan perubahan-perubahan dalam pembelajaran. Pembelajaran hendaknya dirancang untuk membiasakan siswa menkonstruksi pengetahuannya sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa adalah dengan melaksanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk diterapkan oleh guru. Strategi pembelajaran relevan yang dimaksud adalah strategi pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkontruksi pengetahuannya sendiri serta terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa lebih mudah untuk memecahkan permasalahan. Strategi pembelajaran yang dimaksud adalah strategi pembelajaran mind mapping. Strategi pembelajaran mind mapping adalah strategi pembelajaran yang dapat menguatkan siswa untuk menghadapi persoalan dengan langkah penyelesaian yang sistematis, yaitu: memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali, sehingga persoalan yang dihadapi dapat diatasi (Kurniawati,
2010). Penyelesaian masalah secara sistematis ini tentu dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. Pemilihan strategi pembelajaran ini karena dapat membuat siswa aktif dan merasa senang dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga siswa lebih mudah untuk memahami. Imaduddin dan Utomo (2012) menyatakan mind map adalah strategi pembelajaran yang melibatkan otak kanan, sehingga proses pembuatannya menyenangkan, dan mind map merupakan cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan data dari otak kita. Mata pelajaran fisika selalu dikaitkan dengan suatu permasalahan untuk memancing kreativitas siswa dalam memecahkan masalah. Mind map adalah adalah salah satu strategi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Hal ini didukung oleh Frey (2010) yang menyatakan mind map merupakan alat yang tepat untuk menjelajahi masalah secara detail. Ia juga menjelaskan dengan mind mapping dapat memecahkan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah memahami dan tindakan diagram visual dapat mencarikan satu atau lebih solusi. Buzan (2010) menyatakan keuntungan menggunakan mind mapping untuk memecahkan masalah yaitu: (1) mind mapping memprioritaskan aspek penting dari masalah, sehingga kita fokus pada masalah, (2) penggunaan warna dan gambar dapat merangsang otak yang berarti kita siap untuk memecahkan masalah, dan (3) penggunaan pemikiran yang terpusat menghasilkan banyak ide-ide untuk berbagai permasalahan. Olivia (dalam Rahayu et al., 2012) mind mapping memiliki kelebihankelebihan yaitu: (1) membantu peserta didik untuk berkonsentrasi (memusatkan perhatian) dan lebih baik dalam mengingat, (2) meningkatkan kecerdasan visual dan keterampilan observasi, (3) melatih kemampuan berpikir kritis dan komunikasi, (4) meningkatkan kreativitas dan daya cipta, (5) melatih inisiatif dan rasa ingin tahu, (6)
4 meningkatkan kecepatan berpikir dan mandiri, dan (7) Merangsang pengungkapan pikiran. Naim (2009) menyebutkan sembilan manfaat yang didapat dengan pembelajaran mind mapping yaitu: (1) mengaktifkan seluruh otak, (2) membersihkan pikiran dari kekacauan mental, (3) memusatkan perhatian pada subjek, (4) mengembangkan cara pengaturan pikiran secara terperinci sekaligus menunjukkan gambaran umum, (5) menunjukkan hubungan antar bagian informasi yang nampak saling terpisah, (6) memberikan gambaran grafis tentang subjek, (7) mengelompokkan dan menata ulang kelompok-kelompok konsep serta mendorong perbandingan, (8) membuat pikiran tetap aktif dan memudahkan menyelesaikan masalah, dan (9) membantu kita untuk menanggapi segala arah dan menangkap pikiran dari segala sudut. Beberapa penelitian mengemukakan strategi pembelajaran mind mapping memberikan hasil yang positif untuk dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian yang dilakukan oleh Marlina et al (2011) yang berjudul Penggunaan mind map dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fungsi komposisi Siswa kelas XI IPA SMA Kusuma Bangsa Palembang. Hasil penelitian ini menunjukkan penggunaan mind map dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini terlihat dari kentuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari 87,097% (siklus I) menjadi 93,548% (siklus II). Penelitian yang dilakukan oleh Wicaksana (2011) yang berjudul Penerapan Pembelajaran IPA dengan Strategi Mind Mapping (peta pikiran) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Ekosistem Kelas VII SMP Negeri 3 Madiun. Hasil penelitian ini menunjukkan strategi mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa dilihat dari persentase tertinggi berada pada nilai rentang 80-100 yaitu dengan persentase sebesar 87,1%. Penelitian yang dilakukan oleh Imaduddin dan Utomo (2012) yang berjudul Efektifitas Metode Mind Mapping untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika pada Siswa Kelas VIII. Hasil penelitian ini
menunjukkan terdapat perbedaan prestasi belajar fisika yang signifikan antara kelompok eksperimen (M=7,55) dan kelompok kontrol (M=6,62). Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu menganalisis perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika antara siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping dengan siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen (quasi exsperiment) dengan rancangan pre-test post-test nonequivalen control group design. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas X SMA N 1 Banjar yang terdiri diri dari 5 kelas yaitu kelas X3, X4, X5, X6, dan X7. Secara keseluruhan jumlah sumber populasi adalah 166 siswa. Sampel dipilih dengan teknik group random sampling yaitu kelas X3 dengan jumlah 33 sebagai kelas eksperimen yang difasilitasi dengan strategi pembelajaran mind mapping dan kelas X5 dengan jumlah 34 sebagai kelas kontrol yang difasilitasi dengan strategi pembelajaran konvensional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah. Variabel bebas terdiri dari SPMM pada kelompok eksperimen dan SPK pada kelompok kontrol. Pada penelitian ini menggunakan pengetahuan awal sebagai variabel kovariat. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data pengetahuan awal siswa yang diukur dengan tes diagnostik pengetahuan umum fisika dan data kemampuan pemecahan masalah yang diukur dengan tes kemampuan pemecahan masalah fisika. Berdasarkan hasil uji coba, diputuskan dari 20 butir soal hanya 15 butir yang digunakan untuk mengukur pengetahuan awal siswa dan dari 12 butir soal hanyal 10 butir soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. Keputusan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kisi-kisi soal dan alokasi waktu yang tersedia di sekolah.
5 Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik statistik deskriptif dan ANAKOVA satu jalur. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan mean dan simpangan baku kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. ANAKOVA satu jalur digunakan untuk menguji perbedaan rerata kemampuan pemecahan masalah fisika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum pengujian hipotesis dilakukan uji normalitas sebaran data ,uji homogenitas varians antar kelompok, dan uji linearitas. Uji komparasi skor rata-rata menggunakan least significant difference (LSD). Semua pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 0,05.
Tabel 2 Nilai Rata-rata Komponen Pra Kemampuan Pemecahan Masalah
Tabel 3 Nilai Rata-rata Komponen Kemampuan Pemecahan Masalah
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian 1) Deskripsi Umum Hasil Penelitian Nilai rata-rata (M) dan standar deviasi (SD) pengetahuan awal siswa, pra kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan pemecahan masalah untuk kelompok SPMM dan kelompok SPK dapat disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Deskripsi Umum Data Penelitian
Nilai rata-rata untuk masing-masing komponen pra kemampuan pemecahan masalah fisika siswa dan kemampuan pemecahan masalah tertera pada Tabel 2 dan Tabel 3 (nilai rata-rata minimum untuk setiap komponen adalah 0, sedangkan nilai rata-rata maksimumnya adalah 100).
2) Pengujian Hipotesis Hasil pengujian normalitas data yang menggunakan statistik kolmogiorov-smirnov dan shapiro-wilk menunjukkan nilai-nilai statistik yang diperoleh memiliki angka signifikansi lebih besar dari 0.05. Oleh sebab itu, maka sebaran data pengetahuan awal dan kemampuan pemecahan masalah adalah berdistribusi normal. Hasil pengujian homogenitas varians yang mengunakan levene’s test of equality of error variances untuk kelompok strategi pembelajaran menunjukkan angka-angka signifikansi statistik levene lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan varian antar strategi pembelajaran adalah homogen. Uji linearitars menunjukkan statistik f deviation from linearity adalah 0,795 dengan angka signifikansi 0,700. Angka signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05, sehingga hubungan antara pengetahuan awal dengan kemampuan pemecahan masalah adalah linear untuk masing-masing kelompok
6 belajar. Nilai statistik F pada lajur linearity adalah 10,704. Angka signifikansi pada lajur liniearity adalah 0,002. Angka signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti hubungan antara pengetahuan awal dan kemampuan pemecahan masalah adalah berarti untuk masing-masing kelompok belajar. Oleh karena asumsi-asumsi bahwa data berdistribusi normal, varians semua data adalah homogen, dan hubungan antara pengetahuan awal dengan kemampuan pemecahan masalah adalah linear, maka analisis dilanjutkan dengan analisis kovarian satu jalur. Hasil analisis disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis Kovarian Satu Jalur
Berdasarkan pada Tabel 4 dapat ditarik interpretasi-interpretasi sebagai berikut. Pertama, sumber pengaruh kovariat (pengetahuan awal) terhadap variabel dependent (kemampuan pemecahan masalah) tampak nilai statistik F = 7,978 dengan angka signifikansi 0,006. Angka signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan pengetahuan awal terhadap kemampuan pemecahan masalah. Jadi, kemampuan pemecahan masalah secara signifikan dipengaruhi oleh pengetahuan awal. Hal ini juga berarti terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah untuk berbagai tingkatan pengetahuan awal siswa. Akan tetapi, pengaruh kovariat tersebut sudah dieliminir dengan menggunakan analisis kovarian, sehingga apabila terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
antara kelompok SPMM dan SPK maka dapat dianalisis apakah perbedaan tersebut benar-benar disebabkan oleh perbedaan perlakukan yang diberikan. Kedua, dari sumber pengaruh variabel strategi pembelajaran terhadap variabel terikat kemampuan pemecahan masalah diperoleh nilai statistik F = 36,757 dengan angka signifikansi 0,000. Angka signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Jadi, H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika antara siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping (SPMM) dengan siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional (SPK). Sebagai tindak lanjut pengujian hipotesis dilakukan analisis signifikansi perbedaan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah fisika siswa kelompo SPMM dan kelompok SPK dengan menggunakan uji LSD. Jumlah sampel kelompok SPMM dan SPK masing-masing n1=33 dan n2=34, mean square error MSE 138,640 , jumlah sampel total N=67, jumlah kelompok strategi pembelajaran a 2 , untuk taraf signifikansi diperoleh nilai statistik 0,05 ttabel=t(0,025;65)=2,000. Hasil uji LSD menunjukkan Kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional (LSD = 5,755; 17,848 ). Pembahasan Deskripsi umum hasil analisis data menyatakan terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika setelah diberi perlakuan antara kedua kelompok belajar. Kelompok siswa yang belajar menggunakan SPMM memiliki nilai rata-rata pengetahuan awal sebesar 45 dengan standar deviasi sebesar 9,8 yang berkualifikasi kurang. Kelompok siswa yang belajar menggunakan SPK memiliki nilai rata-rata pengetahuan awal sebesar 41 dengan standar deviasi sebesar 8,4 yang berkualifikasi kurang. Secara umum nilai rata-rata pengetahuan
7 awal pada kelompok SPMM lebih tinggi dari pada kelompok SPK. Nilai rata-rata pra kemampuan pemecahan masalah untuk kelompok yang belajar menggunakan SPMM adalah 22 dengan standar deviasi sebesar 5,7 yang berkualifikasi sangat kurang. Nilai rata-rata pra kemampuan pemecahan masalah untuk kelompok yang belajar menggunakan SPK adalah 19 dengan standar deviasi sebesar 4,6 yang berkualifikasi sangat kurang. Secara umum nilai rata-rata pra kemampuan pemecahan masalah pada kelompok SPMM lebih tinggi dari pada kelompok SPK Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah untuk kelompok yang belajar menggunakan SPMM adalah 68 dengan standar deviasi sebesar 5,4 yang berkualifikasi cukup. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah untuk kelompok yang belajar menggunakan SPK adalah 59 dengan standar deviasi 6,8 yang berkualifikasi cukup. Secara umum nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada kelompok SPMM lebih tinggi dari pada kelompok SPK. Nilai rata-rata untuk masing-masing komponen pra kemampuan pemecahan masalah pada kelompok SPMM lebih tinggi dibandingkan kelompok SPK seperti yang tertera pada Tabel 2. Begitu juga nilai ratarata masing-masing komponen kemampuan pemecahan masalah pada kelompok SPMM lebih tinggi dibandingkan kelompok SPK seperti yang tertera pada Tabel 3. Berdasarkan pada Tabel 2 dan Tabel 3 juga dapat deskripsikan baik sebelum dan setelah diberikan perlakuan siswa masih lemah pada komponen melakukan pengecekan dan memiliki kelebihan pada komponen memahami masalah. Hasil uji ANAKOVA terhadap hipotesis penelitian yang diajukan menunjukkan terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok siswa yang belajar menggunakan SPMM dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan SPK. Hal tersebut terlihat berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, pengaruh strategi pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah memiliki
nilai statistik F = 36,757 dengan signifikansi 0,000. Angka signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Uji lebih lanjut yang dilakukan adalah analisis signifikansi perbedaan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah pasangan SPMM dan SPK dengan menggunakan metode Leas Significant Difference (LSD). Hasil analisis menunjukkan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok SPMM secara statistik lebih tinggi dibandingkan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok SPK. Hal ini berarti terdapat perbedaan skor rata-rata kemampuan pemecahan masalah yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan SPMM dengan siswa yang belajar dengan SPK. Berdasarkan seluruh temuan yang diperoleh melalui analisis deskriptif dan analisis kovarian satu jalur dapat diberikan kesimpulan bahwa strategi pembelajaran mind mapping (SPMM) memberikan pengaruh yang lebih baik daripada strategi pembelajaran konvensional (SPK) dalam hal meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa yang diperoleh antara strategi pembelajaran mind mapping dan strategi pembelajaran konvensional disebabkan karena perbedaan perlakuan yang diberikan di masing-masing kelompok belajar. Secara teoritis perbedaan hasil tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Strategi pembelajaran mind mapping menganut pandangan konstruktivistik yang cenderung membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran serta melibatkan belahan otak kanan, sehingga siswa dapat berfikir kreatif dan merasa senang dalam pembelajaran. Rasa senang tersebut membuat siswa termotivasi untuk memecahkan permasalahan yang diberikan oleh pengajar. Strategi pembelajaran mind mapping dapat menguatkan siswa untuk menghadapi persoalan dengan langkah penyelesaian yang sistematis, yaitu: memahami masalah, menyusun rencana, melaksanakan rencana, dan memeriksa kembali, sehingga persoalan yang dihadapi
8 dapat diatasi (Kurniawati, 2010). Penyelesaian masalah yang sistematis tersebut selaras dengan kemampuan pemecahan masalah yang diajukan oleh Polya, sehingga siswa akan lebih mudah dalam memecahkan masalah dengan mind mapping. Lebih lanjut, Frey (2010) menyatakan mind map merupakan alat yang tepat untuk menjelajahi masalah secara detail, memecahkan masalah menjadi beberapa bagian sehingga lebih mudah memahami, dan tindakan diagram visual dapat mencarikan satu atau lebih solusi. Strategi pembelajaran konvensional cenderung membatasi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang menyebabkan siswa kurang berpartisipasi aktif mengikuti proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena guru masih mendominasi proses pembelajaran, sehingga kesempatan siswa mengkontruksi pengetahuannya semakin terbatas. Dampak dari proses pembelajaran ini adalah siswa lebih cenderung untuk menghafal konsep-konsep atau formula yang diberikan tanpa memahaminya lebih dulu, sehingga menyebabkan lemahnya kemampuan siswa dalam memecahkan permasalahan. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marlina yang menunjukkan penggunaan mind map dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil penelitian Wicaksana juga menunjukkan strategi mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hasil penelitian yang ditemukan oleh Imaduddin dan Utomo juga menunjukkan pembelajaran mind mapping berpengaruh positif terhadap prestasi belajar fisika. Dari uraian diatas, secara teoritis dan emperis strategi pembelajaran mind mapping lebih baik daripada strategi pembelajaran konvensional dalam hal pencapaian kemampuan pemecahan masalah fisika. Meskipun strategi pembelajaran mind mapping dapat menyebabkan perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa, akan tetapi nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa belum mencapai kualifikasi memuaskan melainkan masih
berkualifikasi cukup. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut. Pertama, siswa masih belum mampu menyesuaikan diri dengan strategi pembelajaran mind mapping, karena siswa masih terbiasa dengan strategi pembelajaran yang selama ini diterapkan. Hal ini berdampak pada kurangnya kepercayaan siswa untuk mengemukakan pendapat. Disamping itu, masih terdapat pula siswa yang masih menunggu penjelasan dari guru, sehingga menyebabkan kurangnya kemandirian siswa dalam memecahkan permasalahan yang diberikan. Kedua, kemampuan pemecahan masalah belum banyak mendapat perhatian dan kajian dari guru. Siswa merasakan terjadi perubahan pola belajar yang berbeda dari biasanya sehingga memerlukan waktu yang cukup agar siswa terbiasa dengan pola-pola pemecahan masalah. Ketiga, siswa belum terbiasa dengan LKS yang diberikan. LKS yang biasa digunakan siswa hanya menyajikan permasalahan yang akan dipecahkan begitu saja, sehingga siswa akan cenderung untuk menghafal rumus-rumus. LKS yang diberikan pada penelitian ini adalah LKS yang berisikan permasalahan yang akan dipecahkan oleh siswa dengan menggunakan mind mapping. LKS ini akan menuntut siswa untuk memecahkan masalah secara sistematis dari memahami masalah, merencanakan solusi, melaksanakan solusi, serta melakukan pengecekan dan evaluasi dengan membuat suatu kesimpulan. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah yang signifikan antara siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping dengan siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran mind mapping lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan strategi pembelajaran konvensional pada pokok bahasan suhu dan kalor.
9
SARAN Adapun saran-saran dalam penelitian ini sebagai berikut. 1) hendaknya dalam proses pemecahan masalah fisika dapat digunakan strategi pembelajaran mind mapping untuk dapat mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan 73 masalah. 2) Peneliti menyadari bahwa perlakuan yang diberikan kepada siswa sangatlah singkat jika digunakan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah. Hal ini terjadi karena keterbatasan peneliti hanya pada pokok bahasan suhu dan kalor dan juga karena keterbatasan waktu yang disediakan oleh pihak sekolah. Sehingga ada kemungkinan pada pokok bahasan lain akan memberikan hasil yang berbeda dengan pokok bahasan yang dijadikan materi perlakuan. Oleh karena itu, perlu kiranya dilakukan penelitian lain agar melaksanakan penelitian sejenis dengan pemilihan materi yang berbeda dan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas. DAFTAR PUSTAKA Afifah, R. 2013. Mengapa prestasi indonesia redup di olimpiade fisika?. Tersedia pada http://edukasi.kompas.com. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013. Buzan, T. 2010. How to use mind maps for problem solving. Tersedia pada http://www.thinkbuzan.com. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2012. Frey, C. 2010. Power tips and strategies for mind mapping software: Supercharge your visual mapping skills with these tips, tricks and best practices. Third Edition. Tersedia pada http://mindmappingsoftwareblog.com/ wp-content/ v3wmp /mind-mappingebook-v3.pdf. Diakses pada tanggal 5 Januari 2013. Imaduddin, M. C. & Utomo, U. H. N. 2012. Efektifitas metode mind mapping untuk meningkatkan prestasi belajar fisika pada siswa kelas VIII. Jurnal Psikologi Indonesia. 9(1). 63-75. Tersedia pada http://journal.uad.ac.id.
Diakses pada tanggal 29 Februari 2012. Kurniawati, D. D. 2010. Pengaruh metode mind mapping dan keaktifan belajar siswa terhadap prestasi belajar ilmu pengetahuan sosial pada siswa kelas VIII sekolah menengah pertama muhammadiyah 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Muhamamadiyah Surakarta. Marlina, Darmawijoyo, & Basir, D. 2011. Penggunaan mind map dalam meningkatkan kemampuan memecahkan masalah fungsi komposisi Siswa kelas XI IPA SMA Kusuma Bangsa Palembang. Jurnal Edukasi Matematika. 2(4). 207-220. Marwanti, N. L. P. N. 2010. Pengaruh model problem based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah sains siswa kelas VIII semester genap SMP N 1 Kediri Tahun Pelajaran 2009/2010. Skripsi (tidak diterbitkan). Universitas Pendidikan Ganesha. OECD. 2010. PISA 2009 results: What students know and can do student performance in reading, mathematics, and science. Tersedia pada http://www.OECD.org. Diakses pada tanggal 17 Januari 2013. Rahayu, R., Sugiharti, E., & Suyitno, A. 2012. Keefektifan pembelajaran kooperatif model mind mapping berbantuan CD pembelajaran terhadap hasil belajar. Unnes Journal of Mathematics Education. 1(1). 46-51. Tersedia pada http://journal.unnes.ac.id. Diakses pada tanggal 29 September 2012. Wicaksana, R. B. 2011. Penerapan pembelajaran IPA dengan strategi mind mapping (peta pikiran) terhadap hasil belajar siswa pada materi ekosistem kelas VII SMP Negeri 3 Madiun. Unesa. Tersedia pada http://ejournal.unesa.ac.id.