PENGARUH PENGGUNAAN MODUL PELATIHAN BASIC FREIGHT FORWARDING COURSE TERHADAP HASIL UJI KOMPETENSI Oleh : Parlagutan Silitonga Dosen STEIN, Jakarta
Abstract The research is aiming to prove the realibility and accessibility of the existing moduls used by INFA Institute at the training course . The realibilty and assebility of the competence based training can be tested through competence assesment process. Based on the principle of assesment and assesment criteria, the assesee will be proved as being competent or not competent. The gap will be then recommended for retraining or reassesment. Taking 3 branch of INFA as the sample in this research representing 80% of the whole areas and the total alumni has reached at about 700 persons. The curiculum of basic freight forwarding and logistics course delivered in INFA Institute consist of 12 moduls covering scope of freight forwarder, transportation by air, sea, land and train, and multimodal transport, Incoterms, liability, logistics, and Letter of Credit. The end result of the trainig since 1996 until 2008 is certificate of attendance, no evidence that participants has been competent or not after taking the training. The exam taken at the end of the course, some of them are taken as the population of this research as the post training asessement. They are the employees and executives in Some province such as DKI Jakarta, Jawa Tengah and Jawa Timur. Using the Chi-Square formula to find out the coorelation of the moduls in BFC training and the competence of the alumni at work place, the research attained that there is a significant coorelation among the curriculum compared with the competence of the attendants for some unit of competence but not to the other one. Hence it is also found that the attendance of BFC course are finally being not competent in many units at the absence of work experience due to limitation in rotation, set up by management of individual company of the INFA members. Key
words
:
Freight forwarding and logistics,curriculum, competence,assement, rotation
Latar Belakang Masalah Kompetensi staf dan eksekutif di suatu perusahaan menentukan kualitas layanan yang diberikan kepada pelanggan. Di INFA (Indonesian Forwarders Association) disadari bahwa kompetensi diperoleh melalui keikutsertaan pelataihan Basic Freight forwarding dan Logistics di INFA Institute. Pelatihan dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia agar lebih besar kesempatan memeroleh kompetensi tersebut. Wilayah yang telah menyelenggarakan pelatihan BFC ini al.: Papua Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta , Lampung dan Sumatra Utara. Permasalahan Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a.
b.
verification,
standard,
Apakah peserta pelatihan telah memiliki kompetensi sesuai dengan materi yang diberikan selama pelatihan?. Apakah modul dalam pelatihan Basic Freight Rorwarding Course telah sesuai dengan tuntutan uji kompetensi?
Tujuan : a. Untuk memperbaiki kurikulum dan materi ajar di INFA Institute b. Untuk memberi masukan kepada Pimpinan INFA Institute atas obyektitivitas temuan yang dapat digunakan demi perbaikan berkelanjutan. c. Untuk memberi masukan kepada pimpinan perusahaan tentang pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasinya.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
1
Ruang lingkup Terbatas pada staf dan eksekutif perusahaan freigt forwarding dan logistik di DKI Jakarta , Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan prasyarat bagi mereka yang telah mengikuti pelatihan BFC. Tinjauan Teori 1. Pengertian Kompetensi Kompetensi berasal dari kata “competent” yang berarti kemampuan. Menurut Byham dalam dalam bukunya “Competenies and Organizational Succuess (1996)” bahwa kompetensi merupakan kemampuan individual dan mampu menguasai atau melaksanakan suatu pekerjaan serta mampu menganalisis pekerjaan atau peraturan-peraturan kerja. Kompetensi dapat memberikan suatu gambaran perilaku keahliah (skill) dan pengetahuan (knowledge) seseorang atau kelompok (team-work) serta potensi diri yang dimiliki seseorang terhadap kapasitas kecakapan (ability) dalam melaksanakan pekerjaan yang bervariasi dengan keberhasilan atau kesuksesannya ketika bekerja. Begitu juga pernyataan dari Andersen (Workshop Competency Based Human Resouces Management, 1999) kompetensi ialah “knowledge, skill,dan personal qualities ability (motives, self concept, traits) yang di perlukan untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas-tugas secara efektif sejalan dengan tujuantujuan bisnis”. Alwi (2001) mengatakan kompetensi menyangkut kewenangan setiap individu untuk melakukan tugas atau mengambil keputusan sesuai dengan perannya dalam organisasi yang relevan dengan keahlian, pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki. Kemudian Sofo (1999) mengatakan bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan seseorang untuk memberikan respon secara memadai pada perubahan-perubahan dan cara mereka pergunakan dalam mencapai kinerja dan hasil yang bagus. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan gabungan dari potensi-potensi individu yang diaktualisasikan (didemontrasikan) secara kualitas maupun kuantitas dalam suatu kinerja. Kesimpulan ini seperti yang dikatakan oleh Lyle Spencer (1993) bahwa kompetensi memiliki arti karakteristik yang ada pada potensi masing-masing individu yang berhubungan dengan criteria dan performance superior dalam pekerjaan atau menghasilkan suatu kinerja yang optimal. Kompetensi yang dimiliki secara individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen.
Pengembangan nilai-nilai kompetensi seorang pekerja dapat dipupuk melalui programprogram pendidikan, pengembangan atau pelatihan. Program pelatihan merupakan sebuah cara terpadu yang diorientasikan pada tuntutan kerja aktual, dengan penekanan pada pengembagan skill, knowledge dan ability (Irianto, 2001). Menurut Schermerhorn (1994) bakat (aptitude) yang dimiliki seseorang adalah merupakan kecakapan bawaan individu yang memungkinkan untuk belajar dan berkembang menjadi suatu kemampuan yang nyata setelah melalui latihan khusus. Bakat ini juga dapat disebut sebagai potensi dasar dari suatu ability. Sehingga kemampuan (ability) dapat dipahami sebagai kapasitas yang berhubungan dengan kecapan seseorang untuk melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan dan tugas-tugas yang bervariasi untuk kebutuhan suatu pekerjaan organisasi. Ketrampilan atau keahlian (skill) adalah merupakan kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam menghadapi tugas-tugas yang bersifat teknis atu non-teknis. Rais dan Saembodo (1996) mengatakan kecakapan, ketrampilan (skill) menunjukkan suatu kecakapan atau ketrampilan dalam melaksanakan kegiatan jasmani dan rokhani, kecakapan atau ketrampilan ini diperoleh melalui latihan atau pengalaman. Begitu juga pernyataan dari Tovey, M (Irianto, 2001) mengartikan skill tidak hanya berkaitan dengan keahlian seseorang untuk mengerjakan sesuatu yang bersifat tangible. Selain physical, makna skill juga mengacu pada persoalan mental, manual, motorik, perceptual dan bahkan social abilities seseorang. Pengetahuan (knowledge) menunjukkan bentuk keterangan-keterangan yang teratur dan bertalian dengan pelaksanaan pekerjaan pokok, seperti : metodemetode, teknik-teknik, dan karakteristik bahan-bahan, alat-alat perlengkapan. Kemampuan (Ability) menunjukkan pembawaan (capacity) dari pada kecakapan jasmani dan rohani seseorang, seperti mengingat-ingat, koordinasi perbagai kegiatan, ketajaman analisis, daya tahan badan, kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui latihan pengalaman. Irianto (2001) mengatakan dengan program pelatihan yang benar dan komitmen yang tinggi, perusahaan dapat meningkatkan kualitas, skill, knowledge, dan ability (SKA) sumberdaya manusianya hingga mampu menguasai perkembangan dan aplikasi teknologi modern serta perubahan-perubahan yang menyertainya.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
2
2.
Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelatihan berbasis kompetensi dilaksanakan dengan membuat materi ajar atau modul sesuai dengan standar kompetensi nasional, internasional atau khusus. Di INFA Institute pelatihan BFC diselenggarakan dengan menggunakan modul UNESCAP (United Nations for Economic Sosial for Countries of Asia Pacific). Elemen standar kompetensi terdiri dari Kode Nomor Unit Kompetensi, Nama unit kompetensi, Elemen, Kriteria Unjuk Kerja, Varibel panduan peniliaian dan Kompetensi kunci. Dalam Standar UNESCAP hal ini tidak semuanya ada. Modul disetarakan dengan standar. Modul terdiri dari Judul dan elemen. Untuk menyelaraskan dengan uji kompetensi, maka standard UNESCAP harus diverifikasi dengan menyesuaikan format melalui penyetaraan, tanpa merubah isi standard tersebut. Dalam pedoman BNSP No. 215 disebutkan bahwa pelaksanaan uji kompetensi dapat juga diselenggarakan oleh perusahaan atau asosiasi sejenis untuk keperluan sendiri dan pengakuannya terbatas pada asosiasi tersebut (BNSP, 2008). Selanjutnya dipersyaratkan bahwa perusahaan yang menerapkan LSP Pihak pertama ini harus memiliki standard perusahaan atau standard internasinal atau standar nasional. Khusus bagi standar nasional yang telah ditetapkan Menteri Nakertrans, dapat dipakai oleh siapa saja atau institutusi apa saja di dalam negeri sementra standar internasional harus ada yang memberi ijin pemakaiannya. Standar diperlukan untuk asesmen sebaiknay digunakan juga di lembaga pelatihan berbasis kompetensi (ACM, 1997). Asesmen merupakan proses pengumpulan bukti dan penetapan apakah seseorang kompeten atau tidak dalam unit, kluster atau kualifikasi tertentu yang dilakukan oleh suatu lembaga yang berwenang. Di Indonesia yang berwenang melakukan hal ini adalan BNSP menurut Undang-undang No.13 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2004 tentang BNSP. Dalam pelaksanaannya, BNSP dapat melakukan sertifikasi melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) atas dasar lisensi dari BNSP. 3. Sistem Pendidikan Berbasis Kompetensi Menurut Oemar Hamalik (1990) Sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Lebih tegas lagi, dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1996) disebutkan bahwa sistem pendidikan adalah; keseluruhan yang terpadu dari suatu satuan kegiatan
pendidikan yang berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Sistem dapat berupa bangunan pemikiran (teori), dapat juga berupa bangunan action. Dengan demikian sistem pendidikan berbasis kompetensi ialah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu sama lain untuk mencapai standar kompetensi skill, knowledge, dan Ability. Selanjutnya pendidikan sebagai sebuah sistem adalah suatu kegiatan yang didalamnya mengandung aspek tujuan, kurikulum, guru (pelaksana pendidikan), metode, pendekatan, proses belajar mengajar, materi, Media, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya yang antara satu dan lainnya saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang terpadu (Tafsir, 1994). 4. Materi Uji Kompetensi Berbeda dengan pelaksanaan ujian di sekolah, yang pada umumnya soal ujian dibuat oleh guru yang mengajarkan suatu mata kuliah/pelajaran, dalam uji kompetensi para asesor wajib membuat materi uji kompetensi sesuai dengan tuntutan standar demi menjamin mutu bahan uji dan kesesuaiannya dengan standar. Para pembuat soal menyiapkan jawaban yang diharapkan agar unsur konsistensi, keadilan, ketelusuran dapat dipertahankan dan efisiensi pemeriksaan hasil ujian dapat berjalan cepat dan tepat. Panduan penilaian yang selalu ada dalam setiap standar nasional atau internasional dapat dijadikan acuan dalam mengemas materi uji kompetensi baik terhadap prasyarat jabatan, lama kerja, tempat uji kompetensi, peralatan yang digunakan dan sebagainya (BNSP, 2006) 5.
Komponen Standar pada umumnya Standar kompetensi terdiri dari beberpa unsur. Menurut Peraturan Menteri Nakertrans No.227 Tahun 2003 suatu standar terdiri dari Kode, Judul, Elemen, Kriteria Unjuk Kerja, Batasan Variabel, Panduan Penilaian dan Kompetensi Kunci yang menunjukkan level ketrampilan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi. Menurut Mr. Lan Turnbull, unsur standar ini dibagai 6 komponen,al: Kode, Judul, Elemen, Kriteria Unjuk Kerja dan Bukti Asesmen. (Turnbull, 1997). Selanjutnya dalam bukunya dijelaskan bahwa buku atau modul sebagai sumber pembelajaran dapat dijadikan segai panduan bagi peserta didik atau pelatihan selanjutnya dari panduan ini dapat dijadikan instrumen uji berupa catatan harian di tempat kerja, portofolio, pertanyaan tertulis atau lisan dengan skenario tertentu.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
3
6.
Format dan penjelasan SKKNI Menurut Peraturan Menteri Nakertrans No. 227 Tahun 2003 format suatu standar nasional adalah sebagai berikut (Depnakertrans, 2002) : Kode Unit Kode unit diisi dan ditetapkan dengan mengacu pada format kodifikasi SKKNI sebagai berikut: Sektor : Diisi dengan singkatan 3 huruf dari nama sektor SUB SEKTOR: Diisi dengan singkatan 2 huruf dari sub sektor. Jika tidak ada sub sektor, diisi dengan huruf OO Bidang/Grup : Diisi dengan 2 digit angka, yaitu: 00 : Jika tidak ada grup 01 :Identifikasi kompetensi umum yang diperlukan untuk dapat bekerja pada sektor . 02 :Identifikasi Kompetensi Inti yang diperlukan untuk mengerjakan tugastugas inti pada sektor tertentu 03 :Identifikasi Kompetensi Kekhususan/ spesialisasi yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tugas spesifik pada sektor tertentu No. Urut Unit: Diisi dengan nomor urut unit kompetensi dengan menggunakan 3 digit angka, mulai dari 001,002, 003, dan seterusnya VERSI : Diisi dengan nomor urut versi menggunakan 2 digit angka, mulai dari 01, 02, 03 dan seterusnya. Judul Unit Satuan unit kompetensi ditulis menggunakan kalimat aktif, tersurat dan tersirat sebagai hasil kerja seseorang. Bersifat generik, umum, universal, kompatibel dan portabel (mudah untuk diaplikasikan dimana mana) Deskripsi Unit Deskripsi unit merupakan penjelasan ringkas mengenai unit secara keseluruhan. Penjelasan harus ringkas dan tepat. Format baku: unit ini menunjukkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan yang sesuai judul unit kompetensi dan tambahan keterangan lainnya yang dapat menjelaskan fungsi tugas unit yang bersangkutan dengan baik. Elemen Kompetensi Merupakan kumpulan blok (building blocks) yang membentuk sebuah unit kompetensi. Elemen merupakan deretan kegiatan (tasks) yang perlu dicapai untuk dapat dikatakan telah melaksanakan unit yang bersangkutan dengan baik dan benar. Elemen
tidak boleh dikaitkan dengan specific job title atau specific industry atau teknologi yang spesifik atau bidang tertentu. Jumlah elemen tergantung dari cakupan unit seperti dijelaskan dalam Nama dan Deskripsi Unit. Elemen dimulai dengan kata kerja dalam bentuk kalimat aktif. Elemen yang berulang dalam banyak unit dapat dipisahkan membentuk unit sendiri. Penyusunan elemen kompetensi mendeskripsikan : tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana urut – urutan pelaksanaannya, susunan yang sekuensial, logis dan koheren urut – urutan pelaksanaan lebih luas daripada deskripsi kerja (job description), lebih luas daripada suatu prosedur (standards operating procedure) maupun instruksi kerja (work instruction) . Kriteria Unjuk Kerja (KUK) Merupakan rincian hasil kegiatan dalam pelaksanaan elemen tertentu. Harus dijelaskan secara tepat untuk menghindari bias dalam pengembangan. KUK tidak boleh repetitif. Tidak boleh terkait dengan industri atau alat tertentu. Kriteria Unjuk Kerja dimulai dengan hasil / obyek (kata benda) dalam kalimat pasif. Batasan Variabel Memberikan penjelasan dimana, dalam konteks apa dan kapan dimana unit kompetensi tertentu dapat diaplikasikan. Menjelaskan istilah2 yang digunakan dalam elemen maupun rentang penggunaan untuk menghindari kesalahpahaman Mempertegas sifat / karakter generik dari SKKNI agar dapat diaplikasikan pada berbagai kondisi, sifat dan jenis perusahaan Memberikan dasar dalam penyusunan Standard Operating Procedures (SOP) .Peluang untuk menyesuaikan batasan2 sesuai dengan perkembangan yang terjadi, baik secara operasional maupun teknologi. Penjelasan untuk proses asesmen Check point untuk proses kaji ulang Membuka batasan - batasan diskriminatif Panduan Penilaian Menjelaskan Underpinning Knowledge: pengetahuan yang diperlukan untuk dapat melaksanakan unit yang bersangkutan dengan dengan tepat. Menjelaskan aspek kritis yang dapat digunakan sebagai penentu apakah seseorang sudah menguasai unit yang bersangkutan. Menjelaskan keterkaitan unit yang bersangkutan dengan unit atau unit unit lain sehingga dalam pelatihan maupun dalam proses penilaian dapat dilakukan secara bersama . Unit kompetensi yang harus dikuasai sebelumnya sebagai prasyarat / pre requisite . Menjelaskan jenis metode asesmen yang dapat digunakan dalam proses penilaian serta lokasi
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
4
yang dapat memberikan hasil penilaian yang terbaik seperti: Bagaimana pelaksanaan asesmen Apa saja yang diperlukan agar asesmen dapat terlaksana Bagaimana mengumpulkan bukti, merekam bukti dan membuat keputusan Kompetensi Kunci Yang dimaksud dengan kompetensi kunci adalah kemampuan kunci atau generik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan. Kompetensi kunci tersebut terkandung pada setiap unit-unit kompetensi. Berikut ini adalah 7 (tujuh) kunci kompetensi : a. Mengumpulkan, menganalisa dan mengorganisasikan informasi b. Mengkomunikasikan ide dan informasi c. Merencanakan dan mengatur kegiatan d. Bekerjasama dengan orang lain dan kelompok e. Menggunakan ide dan teknik matematika f. Memecahkan persoalan / masalah g. Menggunakan teknologi 7.
Modul yang diajarkan di INFA Institute Modul yang diajarkan untuk angkutan laut dan angkutan multimoda didukung oleh modul lain berupa liability, letter of credit, UCP 600, peraturan kepabeanan. Sementara modul angkutan udara hanya terdiri dari penanganan kargo tidak termasuk tariff, schedule, commodities dan dokumentasi angkutan udara. Data peserta menurut klasifikasi usaha (Lokal, Domestik dan Internasional) perusahaan pengguna (Perusahaan yang menugaskan mengikuti pelatihan). KLASIFIKASI WILA YAH Jawa Timur Jawa Tengah DKI Jakarta Sub total
Lokal
Domestik
Internasio nal
19 (11,4%) 8 (12,5%) 87 (16,4%) 114 (15,0%)
25 (15,1%) 12 (18,8%) 156 (29,4%) 193 (24,4)
122 (73,5) 34 (53,1) 288 (54,2) 444 (58,3)
SUB TOTAL 166
2.
Metode Penelitian Pada saat ini dilakukan pengumpulan data sekunder, untuk memilah para peserta yang lulus dan yang tidak lulus dari pelatihan BFC.
3. Teknik Analisa Data Dalam tulisan ini penulis menggunakan uji Rank Wilcoxon. Uji ini merupakan pengembangan dari Uji-Tanda dalam upaya untuk mendeteksi perbedaanperbedaan riil pada perlakuan yang berpasangan. Tahapan dalam prosedur ini adalah: (1). Menyusun Rank perbedaan-perbedaan di antara nilai-nilai yang berpasangan mulai terkecil hingga terbesar tanpa memperhatikan tandanya. (2). Memberi tanda pada Rank sesuai dengan perbedaan orisinalmnya (3). Menghitung jumlah Rank positif T+ dan menjumlah rank negatif T-. Ini berhubungan dengan persamaan T+ + T= n(n+1)/2. Pilihlah di antara T+ dan T- yang secara numerik lebih kecil, dan ini disebut dengan T. (4). Membandingkan jumlah yang diperoleh pada tahap (3) dengan nilai kritis. Uji signifikasi dapat dilakukan dengan n sama dengan ba-nyaknya pasangan: Z = (T - µT)/µT, Dimana :
n( n + 1) 4 n(n + 1)(2n + 1) µT = µ 24
µT =
Untuk menganalisis uji jenjang bertanda Wilcoxon ini, menggunakan tingkat alpha (α = 0,05) sehingga kesimpulan adalah : Ho diterima apabila nilai P ≥ nilai α dan Ho ditolak apabila nilai P < n
64 531 761
Metodologi Penelitian 1. Penetapan sampel Berdasarkan populasi peserta pelatihan BFC yang keseluruhannya mencapai 600 orang selama kurun waktu 2003 sd 2008, maka sampel diambil 56 orang.
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
5
4. Analisis Hasil Uji Kompetensi Menurut Wilayah
Wilayah
Jawa Tengah DKI Jakarta Jawa Timur Total
orang (93%), dan untuk angkutan udara, dari 56 peserta uji kompetensi, peserta yang kompeten hanya 14 orang (25%).
Jumlah Peserta Uji Kompete nsi 17
Kompeten Untuk Agkutan Laut
Kompeten Angkutan Multimoda
Kompeten Angkutan Udara
17 (100%)
15 (88%)
6 (35%)
17
17 (100%)
15 (88%)
6 (35%)
22
22 (100%)
22 (100%)
2 (9%)
56
56 (100%)
52 (93%)
14 (25%)
Test Statisticsc
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Hasil pelatihan - Uji kompetensi laut ,000a 1,000
Hasil pelatihan - Uji kompetensi Multimoda -2,000b ,046
Hasil pelatihan - Uji kompetensi udara -6,481b ,000
a. The sum of negative ranks equals the sum of positive ranks.
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa jumlah peserta uji kompetensi wilayah Jawa Tengah sebanyak 17 orang. Dari jumlah tersebut 17 orang (100%) dinyatakan kompeten untuk angkutan laut, 15 orang (88%) dinyatakan kompeten untuk angkutan multimoda, dan 6 orang (35%) dinyatakan kompeten untuk angkutan udara. Untuk wilayah DKI Jakarta, jumlah peserta sebanyak 17 orang. Dari jumlah tersebut, 17 orang (100%) dinyatakan kompeten untuk angkutan laut, 15 orang (88%) dinyatakn kompeten untuk angkutan multimoda, 6 orang (35%) dinyatakan kompeten untuk angkutan udara. Untuk wilayah Jawa Timur, jumlah peserta sebanyak 22 orang. Dari jumlah tersebut, 22 orang (100%) dinyatakan kompeten untuk angkutan laut, 22 orang (100%) dinyatakn kompeten untuk angkutan multimoda, 2 orang (9%) dinyatakan kompeten untuk angkutan udara. Jika di seluruh peserta uji kompetensi dijumlahkan, dari 56 peserta, 56 orang (100%) kompeten untuk angkutan laut, untuk angkutan multimoda peserta yang kompeten sebanyak 52
b. Based on negative ranks. c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa untuk angkutan laut tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah peserta pelatihan dengan jumlah peserta yang kompeten. Hal ini terlihat dari nilai signifikasinya sebesar 1,00 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian Pelatihan modul UNESCAP di Infa Institute untuk angkutan laut sangat relevan. Untuk angkutan multimoda, ada perbedaan yang signifikan antara jumlah peserta pelatihan dengan jumlah peserta yang kompeten. Hal ini terlihat dari nilai signifikasinya sebesar 0,046 yang masih lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Pelatihan modul UNESCAP di Infa Institute untuk angkutan multimoda masih kurang relevan walaupun 96% peserta pelatihannya lulus uji kompetensi. Untuk angkutan udara terlihat sangat signifikan perbedaan jumlah peserta pelatihan dengan jumlah peserta yang kompeten, dimana nilai signifikasi 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian Pelatihan modul UNESCAP di Infa Institute untuk angkutan udara tidak relevan. Ranks N
Hasil pelatihan - Uji kompetensi laut
Hasil pelatihan - Uji kompetensi Multimoda
Hasil pelatihan - Uji kompetensi udara
a.
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total Negative Ranks Positive Ranks Ties Total Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Mean Rank 0a 0b 56c 56 0d 4e 52f 56 0g 42h 14i 56
Sum of Ranks ,00 ,00
,00 ,00
,00 2,50
,00 10,00
,00 21,50
,00 903,00
Hasil pelatihan < Uji kompetensi laut
b.
Hasil pelatihan > Uji kompetensi laut
c.
Hasil pelatihan = Uji kompetensi laut
d.
Hasil pelatihan < Uji kompetensi Multimoda
e.
Hasil pelatihan > Uji kompetensi Multimoda
f. Hasil pelatihan = Uji kompetensi Multimoda g.
Hasil pelatihan < Uji kompetensi udara
h.
Hasil pelatihan > Uji kompetensi udara
i. Hasil pelatihan = Uji kompetensi udara
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
6
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pembehasan di atas maka penulis menyimpulkan antara lain : 1.
2.
3.
4.
5.
Pelatihan modul UNESCAP di Infa Institute untuk angkutan laut sangat relevan karena jumlah peserta uji kompetensi yang kompeten dengan alumni peserta pelatihan tidak ada perbedaan yang signifikan, dimana tingkat kelulusannya/ kompeten mencapai 100%, Pelatihan modul UNESCAP di Infa Institute untuk angkutan multimoda masih kurang relevan karena jumlah peserta uji kompetensi yang kompeten dengan alumni peserta pelatihan ada perbedaan yang signifikan walaupun tingkat kelulusannya/ kompeten mencapai 93%, Pelatihan modul UNESCAP di Infa Institute untuk angkutan udara tidak relevan karena jumlah peserta uji kompetensi yang kompeten dengan alumni peserta pelatihan ada perbedaan yang signifikan dimana tingkat kelulusannya/ kompeten hanya 25%, Dalam penelitian lebih lanjut ditemukan baha Modul pendukung angkutan udara tidak cukup karena hanya dengan modul penanganan barang angkutan udara tidak termasuk dasar kargo udara, penggunaan tarif, jadual dan macam komoditi. Uji kompetensi dapat dilakukan atas modul UNESCAP yang terbukti berbasis kompetensi.
Untuk itu penulis menyarankan supaya ada penyempurnaan modul untuk angkutan multimoda karena dinilai masih kurang relevan walaupun tingkat kelulusannya mencapai 96%. Untuk modul angkutan udara supaya ada perbaikan modul karena dinilai tidak relevan, karena tingkat kelulusannya hanya mencapai 25%. Daftar Pustaka Alwi, S, Manajemen Sumberdaya Manusia, Stategi Keunggulan Kompetitif,. Yogyakarta: BPFE, 2001 Australian Chamber of Manufactures, Competency Standard Implementation Guide, Melbourne, Australia, 1997.
Byham, Wc and Moyer, Using Competencies to Build a Successful Organization, Development Dimensions International, Inc, 1996 Conover,W.J. Practical Nonparametric Statistics (2-nd ed), John Wiley and Sons, New York, 1980 Daniel, Wayne W. Statistik Nonparametrik Terapan. Terjemahan Alex Tri Kantjono W. Jakarta: PT Gramedia, 1989 Hamalik, Oemar. Pendekatan Baru Belajar Mengajar berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru, 1990 Irianto, Jusuf. 2001a. Prinsip-Prinsip Dasar Manajemen Pelatihan, Surabaya: Insan Cendekia Pedoman BNSP No. 103, Tahun 2006 tentang Verifikasi Standar, Jakarta 2006 Pedoman BNSP No. 201 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Lembaga Sertifikasi Profesi, Jakarta 2006 Pedoman BNSP No. 202 Tahun 2006 tentang Pedoman Persyaratan Lembaga Sertifikasi Profesi, Jakarta 2006 Pedoman BNSP No. 215 Tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan LSP Pihak Pertama, Jakarta, 2008 Peraturan Menteri Nakertrans No. 227 Tahun 2003 tentang Komponen Standar, Jakarta, 2003 Schermerhorn, Jr., James G. Hunt, Richard N. Osborn, Managing Organizational Behaviour John R., 5th ed. New York: John Wileey & Sons, 1994 Sofo, F. Human Resources Development, Business & Professional Publishing, 1999 Spencer, Lyle M, Competence at Work, New York : John Willey & Son, 1993 Sugiono, Statistika untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2002 Turnbull, Lan, Australian National Training Authority, Performance Masters Competency Framework, Competency Based Training, Melbourne, 1997
Majalah Ilmiah Panorama Nusantara, edisi V, Juli - Desember 2008
7