JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54
ISSN: 2528-231X
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh Lukman Ahmad, SE, MM
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Indonesia Banda Aceh
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan dan dukungan organisasi terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh. Sampel penelitian sebanyak 100 orang pegawai yang diambil secara purposive sampling dari 9 kantor kecamatan di Kota Banda Aceh. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik regresi linier berganda. Penelitian menemukan bahwa pemberdayaan dan dukungan organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai. Hasil pengujian statistik uji F menyimpulkan secara simultan kedua variabel independen berpengaruh signifikan pada peningkatan motivasi kerja pegawai. Sedangkan secara parsial hanya dukungan organisasi yang berpengaruh signifikan. Sebaliknya pemberdayaan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Kata Kunci : Motivasi Kerja, Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Latar Belakang Kinerja instansi pemerintah merupakan isu penting terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan publik di Indonesia. Hal ini disebabkan, instansi pemerintah merupakan institusi publik (public institution) yang keberadaanya tidak terlepas dari adanay tuntutan masyarakat terhadap pelayanan publik. Karena itu, upaya peningkatan kinerja instansi pemerintah merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan. Perbaikan kinerja instansi pemerintah hanya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kinerja aparatur pemerintah yang dalam hal ini adalah pegawai instansi pemerintah. Perbaikan kinerja aparatur pemerintah seperti halnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) juga merupakan suatu keharusan jika dikaitkan dengan perkembangan dan tuntutan kontemporer seperti globalisasi atau liberalisasi perdagangan, good governance, profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik (Milakovich and Gordon, 2007:211). Beberapa indikator yang mencerminkan buruknya potret kinerja aparat pelayanan publik (yang dilayani oleh Pegawai Negeri Sipil atau PNS) di Indonesia, antara lain ditunjukkan oleh pelayanan yang bertele-tele dan cenderung birokratis; biaya yang tinggi (high cost economy; pungutan-pungutan tambahan, perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi masyarakat, mendahulukan kepentingan pribadi, golongan atau kelompok, termasuk kepentingan atasannya ketimbang kepentingan publik; adanya perilaku malas dalam mengambil
42
inisiatif di luar peraturan, masih kuatnya kecenderungan untuk menunggu petunjuk atasan dan sebagainya (Daryanto, 2010:98). Keberadaan PNS sangat dibutuhkan dalam rangka menjalankan tugas pemerintah dalam mencapai tujuan pemerintahan yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi PNS yang bekerja pada instansi teknis seperti halnya instansi pemerintah/dinas yang program dan kegiatannya berkaitan langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari kinerja PNS yang bekerja pada instansi tersebut. Namun demikian, sebagian PNS masih memiliki kinerja rendah. Hal ini didasarkan pada kompetensi dan produktivitas PNS yang masih rendah dan perilaku yang rule driven, paternalistik dan kurang profesional (Bappenas, 2004:201). Setiap instansi pemerintah memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kinerja PNS yang bekerja pada instansi tersebut. Berbagai upaya dilakukan pemerintah melalui kementerian terkait untuk meningkatkan kinerja PNS, baik melalui pelatihan, pendidikan dan upaya lainnya termasuk kebijakan yang berkaitan dengan tunjangan prestasi kerja bagi PNS. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa kinerja instansi merupakan akumulasi dari kinerja pegawai secara keseluruhan. Semakin baik kinerja pegawai, akan semakin baik pula kinerja instansi. Demikian pula sebaliknya, penurunan kinerja pegawai akan berdampak buruk pada kinerja instansi. Peningkatan kinerja pegawai kantor camat sangat penting artinya bagi kelancaran roda
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh pemerintahan di tingkat kecamatan. Hal ini sebabkan, kantor camat dapat dilihat sebagai pusat administrasi yang mendukung jalannya kegiatan pemerintahan kecamatan. Seperti halnya kantor camat di Kota Banda Aceh, keberhasilan kantor tersebut dalam menjalankan kegiatan operasionalnya guna menyelenggarakan pelayanan publik ditingkat kecamatan, sangat ditentukan oleh kinerja pegawainya. Hingga saat ini terdapat 9 kantor kecamatan di Kota Banda Aceh dengan jumlah pegawai secara keseluruhan sebanyak 244 orang. Tabel 1 memperlihatkan jumlah pegawai masing-masing kantor camat di Kota Banda Aceh selama periode tahun 2016. Tabel 1 Pegawai Kantor Camat Menurut Kecamatan di Kota Banda Aceh Periode Tahun 2016 Jumlah Pegawai No Kecamatan (Orang) 1 Baiturahman 31 2 Banda Raya 26 3 Jaya Baru 22 4 Kuta Alam 33 5 Kuta Raja 22 6 Lueng Bata 25 7 Meuraxa 26 8 Syiah Kuala 32 9 Ulee Kareng 27 244 Sumber: kinerja.bandaacehkota.go.id (2016). Pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh memiliki motivasi kerja yang berbeda. Hanya sebagian kecil dari antara mereka yang memiliki motivasi kerja yang tinggi. Sebaliknya sebagian besar di antara mereka memiliki motivasi dan kerja termasuk katagori sedang dan rendah. Padahal idealnya setiap pegawai instansi tersebut diharapkan memiliki motivasi kerja yang tinggi sehingga berdampak baik pada kinerja kantor camat secara keseluruhan. Hal ini berarti terdapat gap atau kesenjangan antara kenyataan yang diharapkan dengan kondisi yang wujud berkaitan dengan motivasi kerja pegawai. Dukungan organisasional pada setiap kantor camat diwujudkan dalam bentuk adanya penyediaan fasilitas kerja bagi setiap pegawai, adanya apresiasi atasan terhadap keberhasilan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan, adanya kepedulian organisasi terhadap pendapat atau masukkan yang disampaikan pegawai berkaitan dengan kegiatan operasional instansi, dan adanya penghargaan terhadap kontribusi pegawai pada pencapaian tujuan pelayanan publik. Selain itu, dukungan organisasi terhadap para pegawai juga diwujudkan dalam bentuk adanya penghargaan pimpinan/atasan terhadap
Lukman, SE, MM ide-ide yang bersifat konstruktif dan inovatif yang dikemukakan pegawai berkaitan dengan kelancaran penyelesaian tugas, adanya kepedulian terhadap pendapat dan masukan yang disampaikan oleh pegawai, dan adanya perhatian pada kesejahteraan pegawainya (terutama berkaitan dengan kompensasi) sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Upaya pemberdayaan pegawai tidak hanya dilakukan dengan cara menempatkan pegawai pada bidang pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilan kerja yang dimiliki. Tetapi juga diwujudkan dalam bentuk peningkatan kemandirian pegawai dalam bekerja, adanya adanya pemberian kewenangan bagi pegawai untuk membuat keputusan berkaitan dengan cara penyelesaian tugas yang dibebankan, dan adanya kepercayaan atasan terhadap pegawai dalam menjalankan tugas yang telah diberikan. Selain itu pemberdayaan pegawai pada kantor camat juga dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan kepada pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang telah ditentukan. Hal ini tentunya didasarkan pada kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas. Artinya, pegawai yang sudah dianggap mampu bekerja secara mandiri tanpa adanya supervisi atau bantuan dari atasan, dipercayakan untuk dapat menyelesaikan pekerjaannya. Atasan hanya tinggal menerima laporan kemajuan/progres pekerjaan tersebut. Karena itu setiap pegawai didorong untuk mampu menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan pekerjaan. Bentuk lain dari pemberdayaan pegawai pada kantor camat di Kota Banda Aceh diwujudkan dengan adanya diseminasi informasi dan pengetahuan di antara sesama pegawai berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi dan melaksanakan pekerjaan. Selain itu instansi juga memberikan penghargaan bagi pegawai atas dukungan yang mereka berikan pada organisasi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, persepsi pegawai terhadap dukungan organisasi dan pemberdayaan relatif berbeda satu sama lain. Hanya sebagian kecil di antara pegawai yang memiliki penilain baik dan sangat baik terhadap dukungan organisasi dan pemberdayaan yang mereka rasakan sebagai pegawai negeri sipil. Sebaliknya masih banyak di antara pegawai yang memiliki penilaian yang kurang baik terhadap dukungan organisasi dan pemberdayaan. Padahal dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, kantor camat sudah berupaya untuk memperkuat dukungan organisasi untuk kelancaran tugas pegawainya serta menjalankan program pemberdayaan pegawai sebagaimana mestinya.
43
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberdayaan dan dukungan organisasi terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh. Tinjauan Pustaka Dukungan Organisasi Menurut Robbins (2008:103) dukungan organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka. SDM merasa organisasi mereka bersifat suportif apabila penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan pengawas mereka dianggap suportif. Menurut Eisenberger, sebagaimana dikutip oleh Ren-Tao Miao (2011) dukungan organisasi merupakan sejauh mana organisasi menilai kontribusi karyawan dan peduli tentang kesejahteraan mereka. Pendapat lain dikemukakan oleh Hutchinson yang dikutip oleh Ferry (2007), dimana dukungan organisasi bisa juga dipandang sebagai komitmen organisasi pada individu. Bila dalam interaksi individu organisasi, dikenal istilah komitmen organisasi dari individu pada organisasinya; maka dukungan organisasi berarti sebaliknya yaitu komitmen organisasi pada individu (karyawan) dalam organisasi tersebut. Dukungan organisasional ini didefinisikan sebagai sejauh mana pegawai mempersepsikan bahwa organisasi (lembaga, atasan, dan rekan kerja) memberi dorongan, respek, menghargai kontribusi pegawai, dan memberi apresiasi bagi individu dalam pekerjaannya. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan organisasi adalah bagaimana organisasi menghargai kontribusi SDM terhadap kemajuan organisasi (valuation of employees' contribution) dan perhatian perusahaan terhadap kehidupan mereka (care about employees' well-being). Shanock & Eisenberger (2006) mengemukakan bahwa para karyawan atau individu dalam organisasi akan mengembangkan suatu keyakinan menyeluruh untuk menentukan kesiapan personifikasi organisasi dalam memberi hadiah atas usaha kerja yang meningkat dan memenuhi kebutuhan karyawan untuk dipuji dan dihargai. Hal ini merupakan inti dari dukungan organisasional. Dukungan ini ditentukan oleh frekuensi keekstriman dan usaha pemberian pujian dan penghargaan serta hadiah lainnya seperti gaji, penilaian, dan penambahan tanggung jawab pekerjaan. Pendapat senada dikemukakan oleh Robbins (2008:103), dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi
44
ISSN: 2528-231X
mereka memberikan dukungan kepada karyawannya manakala penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan para supervisor /atasan mereka dianggap supportif . Pengukuran dan Indikator Dukungan Organisasi Menurut Gianfranco et al. (2006:520) dukungan organisasi diukur dengan: 1) Organisasi bangga terhadap prestasi karyawannya, 2) Pimpinan dalam organisasi bangga terhadap karyawannya yang menjadi bagian dari organisasinya, 3) Organisasi peduli terhadap pendapat maupun masukan dari karyawannya, 4) Organisasi menghargai kontribusi karyawan dan kesejahteraannya. Berdasarkan pendapat di atas, dukungan organisasi dapat diukur melalui indikatorindikator sebagai berikut: 1) Kebanggaan organisasi terhadap prestasi karyawan, 2) Kebanggaan pimpinan terhadap karyawan, 3) Kepedulian organisasi terhadap pendapat karyawan, 4) Penghargaan organisasi terhadap kontribusi karyawan dan kesejahteraannya. Pemberdayaan Secara terminologi, pemberdayaan (empowerment) berasal dari kata dasar "daya" (power, energy) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti "kemampuan". Berdaya berarti berkemampuan (melakukan sesuatu), berkekuatan (tenaga), berakal (ikhtiar, upaya) untuk melakukan sesuatu, atau kemampuan bertindak. Pemberdayaan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memberi daya, agar memiliki kemampuan, kekuatan dan akal, sehingga mampu bertindak menyelesaikan pekerjaan atau mengatasi suatu masalah. Dengan demikian secara definitif pemberdayaan diartikan sebagai proses kegiatan memberi daya (power, energy) agar memiliki kemampuan (competense) dan kewenangan (authority) sehingga mampu bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan atau mengatasi suatu masalah. Setiap pegawai perlu diberdayakan secara maksimal agar dapat mengembangkan diri dalam menyelesaikan berbagai tugas dan tanggap terhadap perkembangan lingkungan. Pemberdayaan adalah pemberian tanggungjawab dan wewenang dari manajer kepada karyawan, yang melibatkan adanya sharing informasi dan pengetahuan untuk memandu karyawan dalam bertindak sesuai dengan tujuan organisasi (Baron dan Rue, 2007).
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh Menurut Sudarusman (2004) Pemberdayaan (empowerment) adalah proses mendorong individu dalam organisasi untuk menggunakan inisiatif, kewenangan dan tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan, sedangkan Mulyadi dan Setyawan (2009) berpendapat bahwa pemberdayaan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan, mengendalikan dan membuat keputusan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer di atasnya. Selain itu pemberdayaan merupakan suatu usaha yang secara signifikan dapat menguatkan keyakinan wewenang untuk membuat keputusan dalam area kegiatan operasi tanpa harus memperoleh pengesahan orang lain (Luthan, 2005). Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah pelibatan pegawai yang benar-benar berarti, sehingga pegawai benar-benar mampu melaksanakan pekerjaan dan terlibat dalam pengambilan keputusan serta dalam pemecahan masalah. Pemberdayaan pegawai dilakukan dengan menggali potensi yang ada dalam diri setiap pegawai, sehingga pemberdayaan pegawai tidak hanya berupa pendistribusian kekuasaan yang telah ada dan telah dimiliki oleh organisasi saja, akan tetapi juga merupakan pengembangan kekuasaan. Menurut Bookman dan Morgen (2008:4) yang dikutip Medelina K. Hendytio dan J. Babari dalam Pemberdayaan Kelompok Kerja, pemberdayaan adalah usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasikan diri, melakukan mobilitas ke atas, serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya. Pemberdayaan juga berarti menumbuhkan dorongan dari dalam diri seseorang untuk perbaikan keadaan diri dan lingkungan. Selanjutnya Mc.Clelland yang dikutip oleh Ashari (20120 dengan teori N. ach atau Need for achievement menyatakan bahwa kegagalan pembangunan suatu masyarakat disebabkan karena warga masyarakat tidak memiliki motivasi untuk berprestasi atau tidak memiliki need for achievement. Warga masyarakat bersikap vatalistis dan menerima nasibnya tanpa perlawanan. Oleh karena itu agar pembangunan masyarakat berhasil, sikap masyarakat harus diubah dan didorong untuk memiliki Need for achievement. Searah dengan Mc.Clelland, Freire menyatakan bahwa pemberdayaan adalah untuk menumbuhkan kesadaran atau dorongan dalam diri seseorang dan secara implisit dinyatakan
Lukman, SE, MM perlunya intervensi atau stimulasi yang berasal dari luar. Keinginan seseorang untuk berkembang atau dorongan untuk mengubah keadaan tidak terlepas dari kemampuan individual yang ditentukan oleh tingkat pendidikan, keterampilan, lingkungan, serta konteks budaya dalam lingkungan yang melingkupi antara lain interelasi antar anggota kelompok serta distribusi kekuasaan dalam kelompok Teori tersebut apabila diasosiasikan ke dalam konteks penyelenggaraan manajemen PNS, maka pemberdayaan PNS dapat didefinisikan sebagai proses menumbuhkan kesadaran dan sebagai cara untuk memotivasi sehingga setiap individu PNS secara psikologis terdorong untuk senantiasa meningkatkan pengetahuan dan kemampuan profesionalitasnya. Atau paling tidak pemberdayaan PNS sebagai upaya untuk lebih meningkatkan motivasi atau dorongan untuk berprestasi (need for achievement). Ketidakberdayaan PNS dapat menjadi penghambat dalam menghadapi dinamika perubahan kualitas masyarakat. Oleh karena itu pemberdayaan PNS sebenarnya merupakan bagian integral dari upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan perubahan masyarakat nasional maupun global. Konsepsi operasional pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan dengan melibatkan unsur-unsur manajemen sumberdaya, melalui langkah-langkah kegiatan yang ditujukan untuk memperkuat potensi baik aspek pengetahuan, keterampilam maupun sikap unjuk kerja, antara lain misalnya melalui pendidikan dan pelatihan, memberi akses dan fasilitas agar Pegawai Negeri Sipil memperoleh kebebasan dan kemandirian berinisiatif, berinovasi, serta berkreasi mengintroduksi hal-hal baru untuk mengoptimalkan kinerjanya. Di samping hal tersebut, dari pengertian pemberdayaan juga terkandung dan tersirat bahwa kemandirian atau profesionalisme Pegawai Negeri Sipil merupakan suatu yang sangat mendasar. Oleh karena itu untuk menciptakan iklim bagi terwujudnya kemandirian atau profesionalisme tersebut dilaksanakan melalui langkah-langkah penetapan kejelasan tugas fungsi, uraian tugas, wewenang, tanggungjawab, dan perbaikan mekanisme manajemen karier. Pemberdayaan Pegawai Dalam konteks manajemen kepegawaian, pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil diartikan sebagai proses kegiatan memberi daya (energy, power), kemampuan (competence), kewenangan (authority) kepada Pegawai Negeri Sipil, dari kurang berdaya menjadi lebih berdaya, berakal,
45
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54 berkemampuan, sehingga lebih mampu menyelesaikan pekerjaan, atau mengatasi suatu masalah. Memberi dorongan psikologis agar merasa lebih berdaya, lebih berkemampuan, serta memiliki kesadaran dan motivasi untuk berprestasi (Ashari, 2012). Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil pada hakekatnya sebagai proses tata kelola potensi dan optimalisasi pemanfaatannya dari setiap individu Pegawai Negeri Sipil, dalam rangka pembinaan karier dan peningkatan kinerja organisasi. Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan sebagai langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi, melalui proses analisis terhadap kompetensi dan sistemik manajemen organisasi secara komprehensif. Ashari (2012) menyatakan, pada intinya yang melatarbelakangi dilaksanakan kebijakan pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil, disamping sebagai upaya untuk meningkatkan dayaguna, hasil guna dan agar memiliki nilai tambah dalam organisasi, juga sebagai upaya untuk mengantisipasi dan menindaklanjuti penyelesaian persoalan-persoalan : 1. Praktek spoil, kolusi dan inkompetensi dalam sistem rekrutmen dan seleksi, yang masih berlanjut sampai saat ini. 2. Struktur kepegawaian terutama yang menyangkut kualitas dan kuantitas serta distribusi yang tidak ideal. 3. Tingkat efisiensi dan efektivitas serta kinerja Pegawai Negeri Sipil yang belum optimal. 4. Sistem dan pola karier Pegawai Negeri Sipil yang tidak jelas, transparan dan kompetitif. 5. Tingkat disiplin, etos kerja dan budaya kerja Pegawai Negeri Sipil yang masih rendah. Dari setiap langkah kegiatan pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil, yang lebih penting adalah peran dan fungsi yang dilakukan oleh Pemerintah (BKN/PPK) harus tepat, sebagai perumus kebijakan dan sekaligus sebagai fasilitator dalam pelaksanaannya. Kata kunci keberhasilan pemberdayaan adalah Pegawai Negeri Sipil sendiri, tetapi niat baik dan kemauan (good will, political will) dari Pemerintah (BKN/PPK) untuk memberdayakan Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan faktor yang lebih penting bahkan sangat penting. Dengan demikian pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil adalah merupakan aktivitas human investment yang harus terukur cost benefitnya, yang dilaksanakan secara sistematik, terencana, terpadu dan berkelanjutan, untuk mencapai dayaguna, hasilguna dan nilai tambah dalam organisasi, terutama di dalam rangka peningkatan kinerja tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.
46
ISSN: 2528-231X
Hakekat Pemberdayaan Pegawai Ashari (2012) menyatakan, dalam rangka merumuskan dan melaksanakan rencana strategis tersebut perlu diperhatikan hakekat dari pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil itu sendiri yaitu: 1. Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil mengacu pada prinsip agar setiap Pegawai Negeri Sipil dapat menolong dirinya sendiri, apabila menghadapi permasalahan. Agar dapat mendidik dirinya sendiri untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuannya dan mampu mempekerjakan dirinya sendiri, mampu berinisiatif bekerja dan berkreasi, berinovasi tanpa menunggu perintah. 2. Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil secara manajerial untuk pengelolaan dan pemanfaatan potensi Pegawai Negeri Sipil secara tidak berlebihan atau di bawah kemampuan, mengoptimalkan atau mendayagunakan untuk mencapai tingkat produktivitas kerja, pengembangan kemampuan untuk menjamin kebutuhan kinerja masa depan. 3. Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan melalui kebijakan pelatihan dan pengembangan untuk peningkatan kualitas kinerja dan produktivitas serta penyebarannya. Kebijakan pemberdayaan untuk peningkatan kemampuan dalam pemanfaatan dan pengembangan iptek dan wawasan lingkungan strategis, secara terpadu, terintegrasi lintas sektoral sebagai human investment. 4. Pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil ditransformasikan kearah pandang dalam manajemen pembinaan Pegawai Negeri Sipil, sebagai human asset dalam proses produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, yang ditunjukkan dalam pengetahuan kerja, keterampilan kerja, sikap unjuk kerja, faktor sumberdaya dan faktor keberhasilan, serta kesempatan karier dalam organisasi, dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi, sehingga dapat mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang professional, kreatif dan inovatif. 5. Pada dasarnya pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil dilakukan sebagai tindakan pengembangan yang diarahkan untuk pencapaian kinerja dan produktivitas yang tinggi, penyikapan terhadap permasalahan dan tanggungjawab terhadap pelaksanaan tugas pekerjaan/jabatan dalam organisasi, serta ambisi dan kemampuan untuk maju, baik secara individu atau dalam kelompok.
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh Misi dan Tujuan Pemberdayaan Pemberdayaan pegawai negeri sipil (PNS) memiliki misi dan tujuan. Hal ini disebabkan pemberdayaan pegawai sebagai aparat pemerintahan tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam mendorong penyelenggaraan layanan publik bagi kepentingan masyarakat luas. Ashari (2012) menyatakan, misi pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut: 1. Mentransformasikan ke arah pandang manajemen pembinaan Pegawai Negeri Sipil sebagai asset organisasi (human asset/human capital). 2. Mengoptimalkan pemanfaatan potensi pengetahuan kerja, keterampilan kerja dan sikap unjuk kerja, secara profesional, kreatif dan inovatif (competences based empowerment). 3. Mengimplementasikan serangkaian kegiatan analisis program kebijakan yang diarahkan pada pengembangan kemampuan individu, secara terencana, terpadu, sesuai tuntutan perkembangan tugas pekerjaan dan jabatan (learning by doing). 4. Mengimplementasikan ke dalam sistem rekrutmen dan seleksi (recruitment and selection), perencanaan karier (career planning), pengembangan karier (career development), dan perencanaan pengalihan tugas (succession planning), serta pelatihan dan pengembangan (training and development). 5. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas kinerja dan produktivitas kerja serta mengelola sebagai proses pembelajaran secara berkesinambungan (continuous learning). Selanjutnya dinyatakan bahwa tujuan pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil adalah : 1. Optimalisasi pemanfaatan potensi meliputi aspek pengetahuan kerja, aspek keterampilan kerja, aspek sikap unjuk kerja, aspek sumberdaya dan aspek faktor keberhasilan, untuk meningkatkan kinerja individu dan organisasi. 2. Memperoleh gambaran secara jelas tentang pengetahuan kerja, keterampilan kerja dan sikap unjuk kerja Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas pekerjaan/jabatan. 3. Mengidentifikasi minat, bakat dan potensi yang ada pada seorang Pegawai Negeri Sipil, untuk dipergunakan sebagai input/informasi pengembangan aspek manajemen pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil. 4. Meningkatkan dayaguna dan hasilguna serta nilai tambah dalam organisasi. 5. Mengarahkan setiap Pegawai Negeri Sipil agar mampu menolong dirinya sendiri, mendidik
Lukman, SE, MM dirinya sendiri dan mempekerjakan dirinya sendiri dalam organisasi. Indikator Pemberdayaan Pegawai Pemberdayaan atau (empowerment) adalah wewenang untuk membuat keputusan dalam suatu area kegiatan operasi tertentu tanpa harus memperoleh pengesahan orang lain (Luthans, 2005). Sedangkan Sadarusman (2004), mengartikan pemberdayaan sebagai pemberian otonomi, wewenang, kepercayaan, dan mendorong individu dalam suatu organisasi untuk mengembangkan peraturan dalam rangka menyelesaikan pekerjaan. Pemberdayaan merupakan pemberian tanggung jawab dan wewenang terhadap pekerja untuk mengambil keputusan menyangkut semua pengembangan produk dan pengambilan keputusan. Pemberdayaan juga berarti saling berbagi informasi dan pengetahuan di antara karyawan yang digunakan untuk memahami dan mendukung kinerja organisasi, pemberian penghargaan terhadap kinerja organisasi dan pemberian otonomi dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh terhadap organisasi (Sudarusman, 2004). Mengacu pendapat di atas, maka indikator yang digunakan untuk mengukur pemberdayaan pegawai terdiri dari (1) adanya pemberian kewenangan bagi pegawai untuk membuat keputusan, (2) kemandirian pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dibebankan, (3) pemberian otonomi kepada pegawai, (4) adanya kepercayaan organisasi kepada pegawai, (4) dorongan terhadap pegawai dalam menentukan cara terbaik dalam menyelesaikan pekerjaan, (5) adanya diseminasi informasi di antara sesama pegawai dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi (6) adanya diseminasi pengetahuan di antara sesama pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, dan (7) adanya penghargaan bagi pegawai atas dukungan yang mereka berikan pada organisasi. Motivasi Kerja Konsep Motivasi Kerja Sedarmayanti (2007:233) menyatakan, “motivasi merupakan kesediaan mengeluarkan upaya tinggi ke arah tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan individual”. Unsur upaya merupakan unsur intensitas. Bila seseorang termotivasi, ia akan mencoba kuat. Tujuan organisasi adalah upaya yang seharusnya. Kebutuhan akan suatu keadaan internal yang menyebabkan hasil tertentu tampak menarik. Batasan yang telah diutarakan di atas dapat
47
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54 dikatakan bahwa motivasi merupakan perilaku yang mengarah pada tujuan tertentu dengan penuh komitmen sampai tercapainya tujuan tersebut. Sedangkan Siagian (2009:102) menyatakan, “motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya”. Dengan pengertian, bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Hampir sama dengan pendapat tersebut, Hasibuan (2006:95) menyatakan, “motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”. Motivasi juga dapat diartikan sebagai proses menggerakkan manusia, dan memberikan motivasi artinya proses untuk menggerakan orang lain agar mau melakukan sesuatu sebagaimana yang diharapkan oleh penggeraknya atau yang menggerakkannya (Fathoni, 2006:132). Pendapat lain tentang motivasi dikemukakan oleh Uno (2007:1) yang menyatakan bahwa “motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orangorang sebagai anggota masyarakat”. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses untuk mempengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang ditetetapkan lebih dahulu. Uno (2007:71-72) berpendapat bahwa “motivasi kerja karyawan tidak lain adalah suatu proses yang dilakukan untuk menggerakkan karyawan agar perilaku mereka dapat diarahkan pada upaya-upaya nyata untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Lebih lanjut Uno (2007:72) menyatakan, “motivasi kerja adalah dorongan dari dalam diri dan luar diri seseorang untuk melakukan sesuatu yang terlihat dari dimensi internal dan dimensi eksternal. Atau dengan kata lain, motivasi kerja memiliki dua dimensi, yaitu (1) dimensi dorongan internal, dan (2) dimensi dorongan eksternal”. Indikator dan Pengukuran Motivasi Kerja Uno (2007:73) menyatakan, secara lebih lengkap, dimensi dan indikator seperti terlihat sebagai berikut. 1. Motivasi internal, dengan indikator meliputi: (a) tanggung jawab dalam melaksanakan tugas,
48
ISSN: 2528-231X
(b) melaksanakan tugas dengan target yang jelas, (c) memiliki tujuan yang jelas dan menantang, (d) ada umpan balik atas hasil pekerjaannya, (e) memiliki perasaan senang dalam bekerja, (f) selalu berusaha untuk mengungguli orang lain, dan (g) mengutamakan prestasi dari apa yang dikerjakannya. 2. Motivasi eksternal, dengan indikator terdiri dari: (a) selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan kerjanya, (b) senang memperoleh pujian dari apa yang dikerjakan, (c) bekerja dengan harapan memperoleh insentif, dan (d) bekerja dengan harapan ingin memperoleh perhatian dari teman dan atasan. Sedangkan Segal (2010:26) menyatakan “motivasi kerja dilihat sebagai kemauan untuk menggunakan hasrat menggerakan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi”. Hal ini berarti bahwa motivasi kerja dapat dilihat sebagai kemauan untuk menggunakan hasrat yang berasal dari dalam diri pegawai. Hasrat dimaksud menjadi penggerak bagi pegawai sekaligus sebagai penuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustansi. Dalam penelitian ini pengukuran motivasi kerja pegawai mengacu pada pendapat di atas, yaitu motivasi kerja yang berasal dari dalam diri pegawai atau dimensi dorongan internal dengan indikator pengukuran meliputi: 1. Hasrat untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran terdiri dari 3 sub indikator terdiri dari: (a) keinginan yang kuat dalam diri pegawai untuk melaksanakan pekerjaan secara baik, (b) keinginan yang kuat dalam diri pegawai untuk meningkatkan kualitas hasil kerjanya, dan (c) keinginan yang kuat dalam diri pegawai untuk menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab yang dibebankan. 2. Mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, terdiri dari 3 sub indikator yang meliputi: (a) sebelum melaksanakan pekerjaan, pegawai mampu menetapkan target capaian pekerjaannya secara rasional, (b) dalam menyelesaikan tugas pokok, pegawai mampu mengambil inisiatif tentang penyelesaian tugas secara individu, dan (c) pegawai berupaya untuk mencapai target pekerjaan yang telah direncanakan. 3. Bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi, terdiri dari 3 sub indikator meliputi: (a) sekalipun gagal dalam tugas tertentu pegawai
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh tetap berupaya untuk berhasil, (b) pegawai tidak mudah putus asah dalam menyelesaikan tugas-tugas sulit, dan (c) pegawai tidak mudah jenuh terhadap pekerjaan. Pengaruh Dukungan Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Dukungan organisasi adalah bagaimana organisasi menghargai kontribusi SDM terhadap kemajuan organisasi (valuation of employees' contribution) dan perhatian perusahaan terhadap kehidupan mereka (care about employees' wellbeing). Shanock & Eisenberger (2006) mengemukakan bahwa para karyawan atau individu dalam organisasi akan mengembangkan suatu keyakinan menyeluruh untuk menentukan kesiapan personifikasi organisasi dalam memberi hadiah atas usaha kerja yang meningkat dan memenuhi kebutuhan karyawan untuk dipuji dan dihargai. Hal ini merupakan inti dari dukungan organisasional. Dukungan ini ditentukan oleh frekuensi keekstriman dan usaha pemberian pujian dan penghargaan serta hadiah lainnya seperti gaji, penilaian, dan penambahan tanggung jawab pekerjaan. Pendapat senada dikemukakan oleh Robbins (2008:103), dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa individu merasa organisasi mereka memberikan dukungan kepada karyawannya manakala penghargaan dipertimbangkan dengan adil, karyawan mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, dan para supervisor /atasan mereka dianggap supportif. Adanya dukungan organisasional dapat berdampak pada motivasi kerja pegawai. Semakin baik penilaian pegawai terhadap dukungan organisasional terutama berkaitan dengan pekerjaan yang mereka lakukan akan semakin tinggi pula motivasi kerja. Sebaliknya, apabila pegawai memiliki penilaian yang kurang baik terhadap dukungan organisasional akan berdampak buruk pada motivasi kerja pegawai tersebut. Pengaruh Pemberdayaan terhadap Motivasi Kerja Pemberdayaan (empowerment) dapat dilihat sebagai sebagai suatu hubungan antar personal yang berkelanjutan untuk membangun kepercayaan antara manajemen dan karyawan. Pemberdayaan melibatkan pemberian wewenang untuk mengambil keputusan dan pemberian tanggung jawab dan manajer kepada karyawan. Pemberdayaan melebihi delegasi wewenang. Karyawan diperlakukan sebagai mitra kerja sehingga ikut merasa memiliki dan bertanggung
Lukman, SE, MM jawab atas asset perusahaan. Dengan pemberdayaan, karyawan diberi kemampuan dan kesempatan untuk merencanakan, mengimplementasikan, dan mengendalikan implementasi dari rencana pekerjaan yang menjadi tanggung jawab karyawan atau tanggung jawab kelompok (Nangoi, 2001). Adanya pemberdayaan pegawai seperti halnya pada instansi pemerintah dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan motivasi kerja pegawai. Hal ini disebabkan, umumnya pegawai menginginkan adanya pemberdayaan mereka ditempat kerja, bekerja sesuai dengan kemampuan kerja yang dimiliki dan diberikan kepercayaan dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan. Semakin baik penilaian pegawai terhadap program pemberdayaan akan semakin baik pula motivasi kerja pegawai tersebut. Sebaliknya apabila seseorang pegawai tidak merasakan adanya pemberdayaan ditempat kerja, maka motivasi kerja mereka akan menurun, sehingga terdapat hubungan searah antara pemberdayaan dengan motivasi kerja. Kerangka Pemikiran Penelitian Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, serta didukung oleh teori-teori terkait yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat dipahami bahwa motivasi kerja seseorang pegawai dapat dipengaruhi oleh dukungan organisasional dan pemberdayaan. Motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh tentunya juga dapat dipengaruhi oleh dukungan organisasi dan pemberdayaan, sehingga kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada Gambar 1. Dukungan Organisasi Motivasi Kerja Pember dayaan
Gambar 1 Kerangka Penelitian Mengacu pada kerangka penelitian di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah dukungan organisasi dan pemberdayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh.
49
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54 Metode Penelitian Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kantor camat di Kota Banda Aceh. Objek penelitian berhubungan dengan keterkaitan antara motivasi kerja pegawai dengan dukungan organisasi dan pemberdayaan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai kantor Camat di Kota Banda Aceh yang berjumlah 244 orang. Mereka terdistribusi pada 9 (sembilan) kantor kecamatan meliputi kecamatan Baiturrahman, Banda Raya, Jaya Baru, Kuta Alam, Kuta Raja, Lueng Bata, Meuraxa, Syiah Kuala dan Kecamatan Ulee Kareng. Sampel penelitian dibatasi hanya 100 orang pegawai yang diambil secara proporsional sampling dari masing-masing kantor kecamatan. Teknik Pengumpulan Data dan Skala Pengukuran Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan (field research) melalui pengedaran kuesioner. Kuesioner tersebut berisi pretanyaan/pernyataan yang berhubungan dengan variabel yang diteliti yakni motivasi kerja, dukungan organisasional dan pemberdayaan. Setiap pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian disediakan alternatif pilihan jawaban dalam bentuk tingkat kesetujuan (setuju tidak setuju). Untuk mengkuantitatifkan data kualitatif tersebut diperlukan adanya skala pengukuran. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert (Likert scale) dengan bobot berkisar antara 1 sampai 5. Operasional Variabel Variabel yang dioperasionalkan dalam penelitian ini terdiri dari motivasi kerja sebagai variabel terikat (dependent variable) dengan dukungan organisasi dan pemberdayaan sebagai variabel bebas (independent variable). Motivasi kerja adalah kemauan seorang bawahan untuk mengarahkan kemauan, keahlian dan keterampilannya dalam bekerja (Segal, 2010:26). Variabel ini terdiri dari 9 indikator meliputi keinginan untuk melaksanakan tugas, keinginan untuk meningkatkan kualitas, keinginan untuk menyelesaikan tugas, mampu dan mau menetapkan target pekerjaan, mampu mengambil inisiatif, berupaya untuk mencapai target pekerjaan, sekalipun gagal, pegawai tetap berupaya untuk berhasil, tidak mudah putus asah dan tidak mudah jenuh dalam bekerja. Dukungan organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli dengan kesejahteraan mereka (Robbins, 2008). Variabel
50
ISSN: 2528-231X
ini terdiri dari 4 indikator meliputi organisasi bangga terhadap prestasi karyawannya, pimpinan bangga terhadap karyawannya, organisasi peduli terhadap masukan dari karyawannya, dan organisasi menghargai kontribusi karyawan Gianfranco et al. (2006:520). Selanjutnya pemberdayaan adalah pemberian tanggungjawab dan wewenang dari manajer kepada karyawan, yang melibatkan adanya sharing informasi dan pengetahuan untuk memandu karyawan dalam bertindak sesuai dengan tujuan organisasi (Baron dan Rue, 2007). Variabel ini terdiri dari 8 indikator meliputi pemberian kewenangan bagi pegawai, kemandirian pegawai, pemberian otonomi kepada pegawai, kepercayaan organisasi kepada pegawai, dorongan terhadap pegawai, diseminasi informasi di antara sesama pegawai, diseminasi pengetahuan di antara sesama pegawai dan penghargaan bagi pegawai Peralatan Analisis Data Sesuai dengan tujuan penelitian dan paradigma penelitian yang digambarkan dalam Gambar 1 dan hipotesis penelitian yang sudah dikemukakan, dapat dijelaskan bahwa motivasi kerja pegawai merupakan fungsi dari dukungan organisasi dan pemberdayaan. Karena itu, peralatan analisis data yang digunakan untuk menguji hubungan fungsional tersebut adalah regresi linier berganda dengan dua variabel independent, diformulasikan sebagai berikut. Y = a + b1X1 + b2X2 + e Dimana: Y : Motivasi kerja pegawai a : Konstanta X1 : Dukungan organisasi X2 : Pemberdayaan b1 dan b2 : Koefisien regresi X1 dan X2. e : error Hasil dan Pembahasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dimaksudkan untuk menguji apakah skala pengukuran yang dibuat dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas item, yaitu untuk mengetahui apakah item-item pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian valid atau tidak. Pengujian validitas kuesioner didasarkan pada perbandingan nilai r hitung dan nilai r tabel. Nilai r hitung dicari dengan mencari nilai korelasi antara skor alternatif pilihan jawaban responden pada item pernyataan tertentu dengan total skor item dalam variabel terkait. Selanjutnya nilai korelasi hitung (r hitung) tersebut dibandingkan dengan nilai
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh
Hasil Uji Asumsi Klasik Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, peralatan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Penggunaan regresi linier mensyaratkan adanya uji asumsi klasik yakni data harus terdistribusi secara normal, tidak terjadi gejala multikolinieritas dan tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Masing-masing hasil uji asumsi klasik tersebut dijelaskan dalam sub bab berikut. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi secara normal atau tidak. Analisis terhadap normalitas data dapat dilakukan dengan
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Motivasi Kerja 1.0
0.8
Expected Cum Prob
kritis r product moment (r tabel), dengan ketentuan apabila nilai (r hitung > r tabel), maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel, maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan tidak valid. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai r hitung untuk item pernyataan yang berhubungan dengan motivasi kerja berkisar antara 0,376 sampai 0,688. Selanjutnya nilai r hitung untuk item pernyataan yang berkaitan dengan dukungan organisasi berkisar antara 0,231 sampai 0,489, dan nilai r hitung untuk item pernyataan yang berkaitan dengan pemberdayaan berkisar antara 0,234 sampai 0,419. Sedangkan nilai r tabel pada tingkat keyakinan 95% menunjukkan angka sebesar 0,194. Dengan demikian dapat diartikan seluruh item pernyataan yang berkaitan dengan motivasi kerja, dukungan organisasi dan pemberdayaan dinyatakan valid. Untuk menguji kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas. Tolok ukur reliabilitas adalah nilai cronbach alpha yang diperoleh melalui perhitungan statistik. Menurut Malhotra (2005:268), nilai alpha minimum yang diperoleh sebagai syarat kehandalan kuesioner adalah sebesar 0,60. Hal ini berarti bahwa apabila nilai cronbach alpha dibawah 0,60 maka kuesioner belum memenuhi syarat kehandalan. Hasil pengujian reliabilitas kuesioner untuk ketiga variabel penelitian memperlihatkan menunjukkan nilai cronbach alpha masingmasing sebesar 0,627 untuk variabel motivasi kerja, sebesar 0,858 untuk variabel dukungan organisasi dan sebesar 0,723 untuk variabel pemberdayaan. Dengan demikian dapat diartikan kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data dinyatakan handal.
Lukman, SE, MM melihat grafik normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif data normal. suatu data dikatakan berdistribusi normal apabila normal P-P Plot tidak menyimpang jauh dari garis diagonal (Nachrowi dan Hardius, 2005:212). Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa normal probability plot seperti ditunjukkan di bawah ini.
0.6
0.4
0.2
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
Gambar 2 Grafik Normal P-P Plot (Uji Normalitas) Berdasarkan Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa garis yang menggambarkan data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya. Dengan demikian dapat diartikan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini terdistribusi secara normal. Hasil Uji Multikolinieritas Guna mengetahui ada atau tidak adanya gejala multikolinieritas dilihat dari nilai variance inflation factor (VIF), dengan ketentuan apabila nilai VIF > 10,00 dapat diartikan terjadi gejala multikolinieritas. Sebaliknya apabila nilai VIF < 10,00 berarti tidak terdapat gejala multikolinieritas. Hasil pengujian menunjukkan Nilai VIF masing-masing variabel menunjukkan angka sebesar 1,155. Tabel 2 Nilai VIF Masing-masing Variabel Hasil Pengujian Multikolinieritas Variabel Independen Pemberdayaan Dukungan Organisasi
Tolerance Nilai VIF 0,866 0,866
1,155 1,155
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016. Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa nilai variance inflation factor (VIF)
51
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54 masing-masing variabel eksogen lebih kecil dari 10,0 dapat diartikan tidak terdapat gejala multikolinieritas.
ISSN: 2528-231X
Tabel 3 Nilai Koefisien Regresi Masing-masing Variabel Independen Coefficientsa
Hasil Uji Heteroskedastisitas Model regresi yang baik adalah yang homoskesdastisitas atau tidak terjadi heteroskesdastisitas. Deteksi ada tidaknya heteroskesdastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu, seperti titiktitik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengidentifikasikan telah terjadi heteroskesdastisitas. Hal ini didukung oleh pendapat Nachrowi dan Hardius (2005:130) yang menyatakan heteroskedastisitas akan terdeksi bila plot menunjukkan pola yang sistematis. Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa grafik scatterplot seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Scatterplot
Dependent Variable: Motivasi Kerja
Regression Studentized Residual
3
2
1
0
-1
-2
-3
-4 -4
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 3 Grafik Scatterplot (Uji Heteroskedastisitas) Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat bahwa grafik scatterplot tidak membentuk pola yang sistematis dan menyebar di bawah dan di atas angka 0. Dengan demikian dapat diartikan tidak terdapat gejala heteroskedastisitas. Analisis Pengaruh Dukungan Organisasional dan Pemberdayaan dan Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh Hasil penelitian menemukan bahwa pemberdayaan dan dukungan organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien regresi masing-masing variabel bernilai positif seperti ditunjukkan dalam bagian output SPSS berikut.
52
Model 1 (Constant) Dukungan Organisasi Pemberdayaan
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 1.868 .464 .484 .088 .506 .095 .107 .082
t 4.025 5.508 .893
Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF .000 .000 .866 1.155 .374 .866 1.155
a. Dependent Variable: Motivasi Kerja
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016. Berdasarkan output SPSS di atas, maka persamaan regresi linier berganda yang menjelaskan hubungan fungsional antara motivasi kerja pegawai dengan pemberdayaan dan dukungan organisasi dapat diformulasikan menjadi: Y = 1,868 + 0,484X1 + 0,095X2 Nilai koefisien regresi X1 sebesar 0,484 dapat diartikan setiap peningkatan nilai rata-rata skor pilihan jawaban pegawai terhadap pernyataan yang berhubungan dengan dukungan organisasi sebesar 1, dapat meningkatkan nilai rata-rata skor tingkat kesetujuan terhadap pernyataan yang berhubungan dengan motivasi kerja sebesar 0,484. Hal ini berarti dukungan organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja. Semakin baik dukungan organisasi bagi kelancaran tugas pegawai, semakin baik pula motivasi kerja pegawai. Demikian pula sebaliknya, penurunan dukungan organisasi berdampak pada penurunan motivasi kerja pegawai. Selanjutnya nilai koefisien regresi X2 sebesar 0,095 dapat diartikan peningkatan nilai rata-rata skor pilihan jawaban pegawai terhadap pernyataan yang berhubungan dengan pemberdayaan sebesar 1, dapat meningkatkan skor pilihan jawaban terhadap motivasi kerja sebesar 0,095. Hal ini juga berarti bahwa semakin baik penilaian pegawai terhadap pemberdayaan (empowerment) mereka pada kantor tempat mereka bekerja, akan semakin tinggi motivasi kerja. Sebaliknya, pegawai dengan persepsi kurang baik terhadap pemberdayaan, akan memiliki motivasi kerja yang kurang baik pula. Hubungan antara pemberdayaan dan dukungan organisasi dengan motivasi kerja pegawai kantor camat termasuk katagori tidak erat dan tidak lemah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,541, berada pada interval 0,40-0,60, seperti ditunjukkan dalam bagian output SPSS di bawah ini.
Pengaruh Pemberdayaan dan Dukungan Organisasi Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Kantor Camat di Kota Banda Aceh Lukman, SE, MM Tabel 4 Nilai Koefisien Korelasi (R) dan Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model 1
R R Square .541a .293
Adjusted R Square .278
Std. Error of the Estimate .34001
DurbinWatson 1.303
a. Predictors: (Constant), Pemberdayaan, Dukungan Organisasi b. Dependent Variable: Motivasi Kerja
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016. Output SPSS di atas memperlihatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,293, bermakna sebesar 29,3 persen motivasi kerja pegawai dipengaruhi oleh pemberdayaan dan dukungan organisasi. Sisanya sebesar 70,7 persen lagi dipengaruhi oleh faktor lain selain pemberdayaan dan dukungan organisasi. Faktorfaktor tersebut adalah semua faktor yang secara teoritis dapat mempengaruhi motivasi kerja pegawai seperti gaji, kepuasan kerja, lingkungan kerja dan lain sebagainya. Pembuktian Hipotesis Pembuktian hipotesis menggunakan statistik uji F dan uji t. Statistik uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh kedua variabel independen (pemberdayaan dan dukungan organisasi) secara simultan (bersama-sama) terhadap motivasi kerja pegawai. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai F hitung sebesar 20,065. Sedangkan nilai F tabel pada tingkat keyakinan 95% menunjukkan angka sebesar 3,090. Karena nilai F hitung > F tabel (20,065 > 3,090) dapat diartikan secara simultan pemberdayaan dan dukungan organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh. Selanjutnya statistik uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap motivasi kerja pegawai. Hasil pengujian statistik menunjukkan nilai t hitung untuk variabel pemberdayaan sebesar 0,893. Angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai t tabel pada tingkat keyakinan 95% menunjukkan angka sebesar 0,194. Dengan demikian dapat diartikan secara parsial, pemberdayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda aceh. Selanjutnya nilai t hitung untuk dukungan organisasi menunjukkan angka sebesar 5,508. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 0,194 dapat diartikan secara parsial dukungan organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh.
Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut. Simpulan 1. Pemberdayaan berpengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di Kota Banda Aceh. Semakin pemberdayaan pegawai semakin baik pula motivasi kerja pegawai. Namun peningkatan motivasi kerja sebagai akibat perbaikan program pemberdayaan tidak signifikan. 2. Dukungan organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja pegawai kantor camat di kota Banda Aceh. Semakin baik penilaian pegawai terhadap dukungan organisasi semakin baik pula motivasi kerja pegawai. 3. Secara simultan pemberdayaan dan dukungan organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja pegawai. Sedangkan secara parsial hanya dukungan organisasi yang berpengaruh signifikan, sebaliknya pemberdayaan secara parsial tidak berpengaruh signifikan. Saran-saran Berdasarkan kesimpulan yang diuraikan di atas, maka jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh terutama kepala kantor kecamatan dapat melakukan intervensi kebijakan sebagai berikut. 1. Tingkatkan dukungan organisasi/instansi tersebut terhadap pegawainya. Secara operasional, upaya meningkatkan dukungan organisasi terhadap pegawai dapat dilakukan dengan cara melengkapi seluruh peralatan kerja yang dibutuhkan oleh pegawai, menghargai ide-ide yang dikemukakan pegawai berkaitan dengan metode atau cara penyelesaian tugas, memberikan penghargaan terhadap kontribusi pegawai dalam mendukung kegiatan operasional instansi, dan peduli terhadap masukkan atau pendapat yang disampaikan oleh pegawai demi kemajuan instansi. 2. Lakukan pemberdayaan pegawai pada setiap kantora camat. Secara operasional, pemberdayaan pegawai dapat dilakukan dengan cara memberikan kewenangan bagi pegawai untuk membuat keputusan (berkaitan cara penyelesaian dengan pekerjaan), adanya diseminasi informasi di antara sesama pegawai berkaitan dengan pencapaian tujuan organisasi, dan memberikan bagi pegawai atas
53
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 42-54 dukungan yang organisasi.
mereka
berikan
pada
Daftar Pustaka Ashari, Edy T (2012) Strategi Pemberdayaan PNS Dalam Rangka Reformasi Birokrasi, Jurnal Administrasi Publik, 18(1): 75-86. Bappenas, (2004). Laporan Kajian Sistem Remunerasi PNS. Bappenas, Jakarta. Baron, L.L., & Rue, L.W. (2007) Human Resource Management: Global Strategies for Managing a Diverse Workforce. New Jesey: Prentice Hall Inc. Daryanto, Arief (2010) Merit System Dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS, 4(2): 135152. Fathoni, Abdurrahmat., (2006), Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta. Ferry, Novliadi. (2007) Organizational Citizenship Behavior Karyawan Ditinjau Dari Persepsi Terhadap Kualitas Interaksi Atasan Bawahan Dan Persepsi Pada Dukungan Organisasi. Melalui
[06/04/2012] Gianfranco Minati, Eliano Pessa, Marco Abram. (2006). Systemics of Emergence: Research and Development. Springer science & business, 3(2): 117-142. Hasibuan S.P. Malayu (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia, Dasar dan Kunci Keberhasilan, CV. Haji Mas Agung, Jakarta. Luthans, Fred, (2006) Organizational Behavior, 7th edition Mc. Graw Hill book 8 Singapore Malhotra, Naresh K (2007) Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan, Alih Bahasa, Rusyadi Maryam, Edisi Keempat, Indeks, Jakarta. Milakovich, M. E. and Gordon, G.J. (2007) Public Adminstration in America., 9th Edition, Thomson Wadsworth, Belmon
54
ISSN: 2528-231X
Mulyadi dan Setyawan, J. (2001). Sistem Perencanaan dan Pengendalian Management, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta. Nachrowi, Djalal dan Hardius Usman (2005) Penggunaan Teknik Ekonometri: Pendekatan Populer dan Praktis Dilengkapi Teknik Analisis dan Pengolahan Data Dengan Menggunakan Paket SPSS, Edisi Revisi, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta. Nangoi, Ronald. (2001). Empowerment Dalam Memperkuat Bisnis. Manajemen dan Bisnis, Vol. 9, No. 1, Hal: 75-91 Ren-Tao Miao, (2011). Perceived Organizational Support, Job Satisfaction, Task Performance and Organizational Citizenship Behavior in China. Institute of Behavioral and Applied Management Robbins, Stephen P, Judge. (2008). Perilaku Organisasi, Buku 1, Cet. 12. Jakarta: Salemba Empat Sedarmayanti (2007) Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil, PT Refika Aditama, Bandung. Segal, Jeanne (2010) Melejitkan Kepekaan Emosional, Penerjemah Ary Nilandari, Kaifah, Bandung. Shanock, S. & Eisenberger, R. (2006). When Supervisors Feel Supported: Relationships With Subordinates' Perceived Supervisor Support, Perceived Organizational Support And Performance”. Journal of Applied Psychology, 91, 689-695. Siagian, SP (2009) Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta. Sudarusman, Eka, (2004), Pemberdayaan sebuah Usaha Memotivasi Karyawan, Fokus Ekonomi, 3(2): 81-95. Uno, Hamzah (2007) Teori Motivasi dan Pengukurannya: Analisis Bidang Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta.