Vol. 3 No. 3 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 5-10 PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS XI IPA SMA ADABIAH PADANG Mutia Sari Yunanda1), Armiati2), Mirna3) 1)
FMIPA UNP, email :
[email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract Understanding of mathematical concepts will be better and more expand if the teacher could prepare the lesson that can develop students’ understanding of mathematical concepts. But mathematic lesson that happen in XIth program sains grade in Adabiah Hight School Padang couldn't expand understanding of mathematical concepts optimally. One of the problem solving is applying Think Pair Square cooperative learning. This research aimed to see students understanding of mathematical concepts during Think Pair Square cooperative learning was applied and to compare students understanding of mathematical concepts who attend Think Pair Square cooperative learning with students who attend conventional lesson. Kind of this research is descriptive research and quasi experiment with statistic group design draft research. Result of research indicate that students understanding of mathematical concepts had increased during Think Pair Square cooperative learning was applied. It can be inferred that students understanding of mathematical concepts with Think Pair Square cooperative learning is better than students in conventional lesson. Keywords – Think Pair Square, Understanding of mathematical concepts
PENDAHULUAN Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di semua jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas bahkan sampai perguruan tinggi. Matematika diajarkan untuk membantu sumber daya manusia membentuk pola berpikir kritis, logis, sistematis dan kreatif, serta untuk membantu menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika juga akan membantu manusia menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, karena perkembangan teknologi sekarang ini dilandasi oleh perkembangan matematika. Matematika merupakan pelajaran yang terurut dan bertingkat. Artinya materi yang diberikan kepada siswa adalah berupa konsep yang diajarkan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Ini sesuai dengan pendapat Hudojo yang mengemukakan bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hierarki dari konsep-konsep yang lebih tinggi yang terbentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya[1]. Sementara itu, menurut Bell, tujuan awal pendidikan matematika terlebih dahulu harus mengajarkan keterampilan dasar (menetapkan konsep dan pemahaman) yang digunakan untuk mengajarkan konsep dan prinsip matematika yang lebih kompleks sehingga dapat mendukung dalam aplikasi matematika[2]. Ini berarti pada pembelajaran matematika sebaiknya lebih ditekankan pada pemahaman konsep matematika sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsepkonsep matematika pada materi-materi selanjutnya dan mempermudah siswa dalam menyelesaikan berbagai
variasi soal matematika. Selain itu, dengan memahami konsep akan mempermudah siswa memecahkan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemahaman konsep matematika siswa sangat erat hubungannya dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas. Proses pembelajaran di dalam kelas diharapkan bermakna dan menarik bagi siswa sehingga kemampuan pemahaman konsep siswa dapat meningkat. Guru yang memegang peranan penting di dalam kelas, seharusnya dapat memilih model, metode dan teknik pembelajaran yang tepat sehingga konsep matematika dapat dipahami dengan mudah oleh siswa. Pada tingkat sekolah menengah atas jurusan IPA, materi pelajaran matematika yang diberikan lebih banyak dan mendalam jika dibandingkan dengan materi pelajaran matematika di jurusan lain. Siswa jurusan IPA juga lebih banyak belajar ilmu-ilmu eksak yang membutuhkan perhitungan matematika, seperti pelajaran fisika dan kimia sehingga siswa jurusan IPA lebih sering dihadapkan dengan masalah yang lebih rumit dalam hal berhitung. Oleh karena itu, siswa jurusan IPA seharusnya memahami konsep dan menguasai materi matematika dengan baik agar siswa dapat menguasai pelajaran lain di bidang IPA. Namun pada kenyataannya, setelah dilakukan observasi di SMA Adabiah Padang selama 2 minggu yaitu pada tanggal 27 Agustus – 7 September 2013 di kelas XI IPA2 dan XI IPA3, masih banyak ditemukan siswa yang memiliki pemahaman konsep yang rendah. Rendahnya pemahaman konsep siswa terlihat dari
5
Vol. 3 No. 3 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 5-10 beberapa gejala yang muncul selama proses pembelajaran di dalam kelas diantaranya: 1. Masih banyak siswa yang tidak bisa membedakan batas bawah dan batas atas dengan tepi bawah dan tepi atas pada kelas interval data berkelompok. 2. Masih ada siswa yang salah dalam menentukan panjang kelas data kelompok, sehingga pada saat mengerjakan latihan jawaban yang didapat salah. 3. Siswa mencatat dan menghafal materi yang diberikan tetapi siswa tidak memaknai apa yang mereka catat. Ini terlihat masih banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikan dengan benar soal kuis yang diberikan pada akhir pembelajaran. Soal yang diberikan adalah sebagai berikut: Diketahui data tinggi badan siswa Tinggi Badan (cm) Frekuensi Tentukan : 130 – 134 2 a. Rataan 135 – 139 5 b. Modus 140 – 144 8 c. Median 145 – 149 150 – 154 155 – 159 160 – 164
9 10 4 2
Kuis ini diberikan kepada kelas XI IPA2 dan XI IPA3 dengan data yang diberikan berbeda, tetapi pertanyaannya sama. Berdasarkan hasil kuis, persentase siswa yang dapat menjawab kuis dengan benar pada kelas XI IPA2 untuk soal a adalah 21,6%, soal b 27% dan soal c 16,2%. Sedangkan persentase siswa yang dapat menjawab kuis dengan benar pada kelas XI IPA3 untuk soal a adalah 23,7 %, soal b 21% dan soal c 23,7%. Dari persentase hasil kuis tersebut terlihat masih banyak siswa yang belum bisa menjawab kuis dengan benar. Hal ini dikarenakan masih banyak kesalahan siswa dalam menjawab dan memahami konsep. Salah satu contoh jawaban siswa dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
Gambar 1. Jawaban siswa yang belum memahami konsep dengan baik Dari jawaban salah satu siswa pada Gambar 1, untuk jawaban a terlihat siswa menjumlahkan frekuensi untuk mencari rataan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tidak paham menentukan rataan. Dari jawaban b, siswa salah dalam menentukan kelas modus sehingga tepi bawah kelas modus menjadi salah. Siswa juga tidak memahami rumus modus, terlihat dari angka yang dimasukkan untuk d1 dan d2 salah. Selanjutnya dari jawaban c, terlihat siswa kurang paham menentukan median. Seharusnya nilai median terletak di tengah-
tengah data, tetapi hasil yang diperoleh siswa salah. Kesalahan ini disebabkan adanya tanda yang salah dalam rumus median yang digunakan siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep siswa kelas XI IPA di SMA Adabiah Padang tentang materi statistika masih rendah. Rendahnya pemahaman konsep siswa kelas XI IPA SMA Adabiah Padang disebabkan oleh beberapa faktor yang terlihat pada saat observasi. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah proses pembelajaran matematika masih berpusat kepada guru. Metode mengajar yang digunakan guru di setiap kelas yang diajar hampir sama yaitu guru menyampaikan materi pelajaran beserta dengan contoh, melakukan tanya jawab dengan siswa dan siswa diminta untuk mencatat materi pelajaran kemudian mengerjakan beberapa soal latihan. Pada saat proses pembelajaran terlihat ada siswa yang kurang memperhatikan guru menerangkan, tidak mencatat materi pelajaran dan lebih banyak berbicara dengan temannya. Saat guru memberikan latihan, banyak siswa yang bertanya dan berdiskusi dengan temannya untuk mengerjakan latihan. Ada juga siswa yang hanya menunggu temannya mengerjakan latihan lalu menyalin pekerjaan temannya. Jika masalah pemahaman konsep siswa yang masih rendah ini terus dibiarkan, siswa akan memperoleh hasil belajar yang rendah dan akan mengalami kesulitan dalam mempelajari materi matematika pada jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, siswa juga akan mengalami kesulitan menguasai mata pelajaran lain di bidang IPA yang membutuhkan perhitungan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pembelajaran yang dapat membuat siswa melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar mendengarkan guru berbicara. Siswa seharusnya terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga pembelajaran lebih bermakna. Pada proses pembelajaran hendaknya juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dalam memahami materi pelajaran, karena pada saat pembelajaran terlihat siswa lebih suka bertanya dan berdiskusi kepada temannya daripada kepada guru. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan agar siswa aktif dan dapat berkerja sama dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Langkah-langkah pembelajaran Think Pair Square adalah siswa diminta untuk mengerjakan tugas secara individu (Think), bertukar pikiran dengan pasangannya (Pair) dan mendiskusikan tugas dengan pasangan yang lain (Square). Pembelajaran ini akan membuat siswa bekerja sama dengan siswa lain dalam kelompok yang terdiri dari empat orang. Kelebihan pembelajaran yang terdiri dari empat orang adalah lebih banyak ide yang muncul, lebih banyak tugas yang bisa dilakukan dan dapat meningkatkan pemahaman siswa baik secara individu maupun kelompok. Penelitian ini membahas tentang dua permasalahan yaitu “Bagaimanakah perkembangan pemahaman konsep matematika siswa kelas XI IPA SMA Adabiah Padang
6
Vol. 3 No. 3 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 5-10 selama diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square?” dan “Apakah pemahaman konsep matematika siswa yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa yang menerapkan pembelajaran konvensional di kelas XI IPA SMA Adabiah Padang?”. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen. Penelitian kuasi eksperimen digunakan untuk melihat pemahaman konsep matematika siswa selama diterapkannya pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Pada akhir penelitian ini, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi tes untuk melihat pemahaman konsep siswa melalui hasil belajar siswa. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Static Group Design yang secara bagan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut [3]. TABEL 1 RANCANGAN PENELITIAN STATIC GROUP DESIGN
Kelas Sampel Kelas eksperimen Kelas kontrol
Treatment X -
Posttest T T
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Adabiah Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Pada penelitian ini dibutuhkan 2 kelas sampel, pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) dengan pengundian. Pengundian dilakukan dengan cara mengambil gulungan kertas yang di dalamnya tertulis nama kelas XI IPA2 sampai dengan XI IPA3. Kelas hasil pengambilan pertama menjadi kelas eksperimen yaitu kelas XI IPA2, sedangkan kelas hasil pengambilan kedua menjadi kelas kontrol yaitu kelas XI IPA3. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah perlakuan yang diberikan kepada siswa kelas sampel, yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Variabel terikat adalah pemahaman konsep matematika siswa pada kelas sampel. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep siswa yang diperoleh dari hasil tes pemahaman konsep pada akhir penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini adalah nilai ujian mid semester genap matematika siswa dan data jumlah siswa kelas XI IPA SMA Adabiah Padang pada tahun pelajaran 2013/2014. Sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini maka instrumen yang digunakan adalah kuis pada setiap pertemuan dan tes pemahaman konsep matematika pada akhir penelitian. Kuis digunakan untuk mengetahui perkembangan pemahaman konsep matematika siswa
selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Tes pemahaman konsep matematika digunakan untuk membandingkan pemahaman konsep matematika siswa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kuis dianalisis dengan menentukan rata-rata nilai kuis, persentase ketuntasan siswa, dan persentase jumlah siswa yang memperoleh skala 0, skala 1, skala 2, skala 3 dan skala 4 sesuai dengan rubrik penilaian pemahaman konsep pada setiap pertemuan[4]. Tes pemahaman konsep dianalisis menggunakan uji t dengan bantuan software MINITAB [5]. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di kelas XI IPA2 dan XI IPA3 SMA Adabiah Padang dengan materi turunan fungsi. Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa dilihat dari hasil kuis yang diberikan di setiap akhir pertemuan. Soal kuis menggunakan indikator pemahaman konsep matematika siswa dan penskoran berdasarkan rubrik analitik. Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa berdasarkan rata-rata nilai kuis dapat dilihat pada Tabel 2 berikut: TABEL 2 RATA-RATA NILAI KUIS SISWA
Kuis
I
II
III
IV
V
Rata-rata
73,96
88,43
88,19
87,15
95,14
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa terjadinya peningkatan dan penurunan rata-rata nilai kuis siswa selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Rata-rata nilai kuis siswa meningkat pada kuis I, kuis II, dan kuis V, sedangkan pada kuis II dan kuis IV mengalami penurunan. Data pemahaman konsep siswa diperoleh setelah diberikan tes akhir kepada kedua kelas sampel, yaitu kelas XI IPA 2 dan XI IPA 3. Pelaksanaan tes akhir diikuti oleh 36 orang siswa dari kelas eksperimen dan 37 orang siswa dari kelas kontrol. Data hasil tes pemahaman konsep matematika pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3 berikut: TABEL 3 HASIL TES PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA
Kelas E K
N x maks x min 36 37
94,64 91,07
55,36 37,50
S 78,87 69,74
10,36 13,51
Persentase ketuntasan 55,56% 35,14%
Keterangan: E : Eksperimen K : Kontrol Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Persentase ketuntasan siswa pada kelas eksperimen juga
7
Vol. 3 No. 3 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 5-10 lebih tinggi dibandingkan persentase ketuntasan siswa pada kelas kontrol dengan KKM yang ditetapkan sekolah yaitu 78. Simpangan baku pada kelas eksperimen lebih rendah daripada kelas kontrol, ini menunjukkan bahwa nilai pada kelas eksperimen lebih seragam dari pada kelas kontrol. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Data tes pemahaman konsep matematika dianalisis menggunakan rubrik pemahaman konsep matematika dengan skala 0 samapai skala 4. Analisis dilakukan terhadap setiap item soal pemahaman konsep. Hasil analisis pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5 berikut TABEL 4 PERSENTASE PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS EKSPERIMEN
Ind A B
C
D
E
No. Soal 1 4a 4b 4c 4d 2a 2b 3a 3b 3c 5a 5b 6 7
Persentase jumlah siswa sesuai skala 0 1 2 3 4 0,00% 11,11% 19,44% 2,78% 66,67% 0,00% 2,78% 2,78% 0,00% 94,44% 0,00% 22,22% 11,11% 5,56% 61,11% 0,00% 0,00% 8,33% 8,33% 83,34% 5,56% 36,11% 27,78% 16,66% 13,89% 0,00% 5,56% 13,89% 8,33% 72,22% 0,00% 8,33% 8.33% 5,56% 77.78% 0,00% 5,56% 8,33% 0,00% 86,11% 0,00% 2,78% 8,33% 5,56% 83,33% 0,00% 55,56% 19,44% 2,78% 22,22% 0,00% 0,00% 13,89% 0,00% 86,11% 2,78% 5,56% 16,66% 13,89% 61,11% 8,33% 13,89% 11,11% 8,33% 58,33% 27,78% 22,22% 8,33% 22,22% 19,44%
TABEL 4 PERSENTASE PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS KONTROL
Ind A B
C
D
E
No. Soal 1 4a 4b 4c 4d 2a 2b 3a 3b 3c 5a 5b 6 7
Persentase jumlah siswa sesuai skala 0 1 2 3 4 0,00% 37,84% 10,81% 13,51% 38,84% 0,00% 8,12% 0,00% 0,00% 91,88% 2,70% 8,12% 21,62% 0,00% 67,56% 0,00% 0,00% 10,81% 13,51% 75,68% 16,22% 43,24 10,81% 16,22% 13,51% 0,00% 13,51% 18,92% 5,41% 62,16% 0,00% 8,11% 8,11% 2,70% 78,38% 0,00% 10,81% 0,00% 5,41% 83,78% 5,41% 8,12% 45,95% 0,00% 40,54% 2,70% 64,87% 13,51% 0,00% 18,92% 2,70% 0,00% 18,92% 2,70% 75,68% 2,70% 18,92% 54,05% 2,70% 21,63% 13,51% 10,81% 8,12% 21,62% 45,94% 37,84% 16,22% 18,91% 18,91% 8,12%
Keterangan : A : Menyatakan ulang sebuah konsep B : Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifatnya C : Memberi contoh dan non contoh dari konsep D: Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu
E : Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah Dari Tabel 4 dan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan pemahaman konsep yang dimiliki siswa kelas kontrol. Hal ini dilihat dari pencapaian skala 3 dan skala 4 kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Skala 3 menunjukkan bahwa terdapat sedikit kesalahan dalam jawaban, sedangkan skala 4 menunjukkan jawaban benar dan tepat. Berdasarkan analisis data tes pemahaman konsep diperoleh kedua kelas sampel berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen, maka untuk menguji hipotesis menggunakan uji-t. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan menggunakan software Minitab terlihat bahwa pada taraf nyata = 0,05 diperoleh P-value = 0,001. Karena P-value , maka tolak atau terima . Artinya, pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Square lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa dengan menggunakan pembelajaran konvensional. Perkembangan pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen cenderung mengalami peningkatan selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Ini terlihat dari hasil kuis pemahaman konsep matematika yang diberikan setiap akhir pertemuan yang cenderung mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hasil tes pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini terjadi karena pada kelas eksperimen menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. Pada pembelajaran Think Pair Square, siswa melalui tiga tahapan pembelajaran yaitu tahap Think, tahap Pair dan Tahap Square. Hal ini sesuai dengan pendapat Cohen dalam Huda yang menyatakan bahwa interaksi yang dilakukan secara intens berpengaruh terhadap pemahaman konseptual siswa dalam pelajaran matematika[6]. Siswa dikatakan mampu menguasai konsep dengan baik apabila dalam proses pembelajaran siswa dapat menunjukkan indikator-indikator pemahaman konsep. Dilihat pada soal kuis dan tes pemahaman konsep dalam penelitian ini terdapat lima indikator pemahaman konsep yaitu menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), memberi contoh dan non contoh dari konsep, menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah. Indikator menyatakan ulang sebuah konsep terdapat pada kuis pertama dan kuis kelima. Hasil analisis menunjukkan bahwa siswa yang mampu menyatakan ulang sebuah konsep dengan baik mengalami peningkatan. Hal ini dilihat dari persentase siswa yang memperoleh skala 4 pada kuis pertama adalah 69,44% sedangkan pada kuis kelima adalah 88,89%. Pada soal tes
8
Vol. 3 No. 3 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 5-10 pemahaman konsep, indikator ini terdapat pada soal nomor 1. Persentase siswa yang dapat menyelesaikan soal nomor 1 dengan baik dan benar atau siswa yang memperoleh skala 4 pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen 66,67% sedangkan pada kelas kontrol 38,84. Persentase kelas eksperimen lebih tinggi diduga karena pada proses pembelajaran pada kelas eksperimen terdapat tahap Pair yang meminta siswa untuk bertukar pikiran dan berbagi dengan pasangannya. Tahap ini membuat siswa membahas dan memahami kembali konsep dengan pasangannya. Dengan mengulang kembali dengan pasangannya, pemahaman konsep siswa akan lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Wena, “Siswa yang diarahkan dalam program berpasangan akan membuat pencapaian prestasi yang lebih baik”[7]. Oleh karena itu, dengan berdiskusi dengan pasangan dapat membuat siswa lebih baik dalam menyatakan ulang sebuah konsep. Indikator mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya) terdapat pada kuis ketiga dan kuis keempat. Hasil analisis menunjukkan secara umum pemahaman konsep siswa pada indikator ini mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari persentase siswa yang memperoleh skala 4 yang cenderung mengalami peningkatan. Bahkan ada persentase siswa yang mencapai 100% yang memperoleh skala 4 untuk indikator ini yaitu pada kuis keempat soal pertama poin a. Pada soal tes pemahaman konsep, indikator ini terdapat pada soal nomor 4 poin a, b, c dan d. Persentase siswa yang memperoleh skala 4 untuk indikator ini lebih tinggi pada kelas eksperimen daripada kelas kontrol. Pada soal nomor 4 poin a, persentase siswa yang memperoleh skala 4 adalah 94,44% sedangkan pada kelas kontrol adalah 91,88%. Pada soal nomor 4 poin b, c, dan d juga menunjukkan persentase pada kelas eksperimen lebih tinggi. Hal ini diduga karena pada kelas eksperimen terdapat tahap Think yang melatih siswa membaca dan memahami terlebih dahulu konsep secara mandiri sehingga siswa dapat mengklasifikasi objek dengan benar. Sesuai pendapat Slavin, “Siswa yang mengerjakan terlebih dahulu tugasnya secara pribadi akan membuat pemahamannya lebih baik”[8]. Oleh karena itu, dengan berpikir terlebih dahulu siswa dapat memahami konsep lebih baik sehingga dapat mengklasifikasi objek dengan benar. Indikator memberi contoh dan non-contoh dari konsep terdapat pada kuis kedua dan kuis kelima. Hasil analisis menunjukkan adanya penurunan persentase siswa yang memperoleh skala 4. Hal ini disebabkan karena materi pada pertemuan kelima lebih sulit daripada materi pada pertemuan kedua. Pada soal tes pemahaman konsep, indikator ini terdapat pada soal nomor 2a dan 2b. Dilihat dari hasil tes akhir untuk soal nomor 2a, persentase siswa pada kelas eksperimen yang dapat memberi contoh dan non-contoh yang disertai alasan yang baik dan benar adalah 72,22% sedangkan siswa pada kelas kontrol 62,16%. Untuk soal nomor 2b, persentase kedua kelas tidak jauh berbeda. Hal ini diduga karena pada kelas
eksperimen, siswa dibiasakan untuk berpikir sendiri terlebih dahulu dalam mengerjakan tugas yang diberikan (tahap Think), sehingga siswa dapat memberikan contoh dan non-contoh dari konsep yang dipelajari. Tahap Pair dan tahap Square yang membuat siswa bertukar pikiran dan diskusi juga akan membuat siswa lebih memahami konsep, karena siswa di dalam tahap Pair dan tahap Square akan bekerjasama untuk mencapai pemahaman bersama. Sesuai dengan pendapat Abdulhak (Rusman, 2012: 203), “Pembelajaran dalam kelompok dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri”[9]. Oleh karena itu, berdiskusi dan bertukar pikiran akan membuat pemahaman siswa menjadi lebih baik sehingga siswa dapat memberi contoh dan non-contoh dari konsep yang dipelajari. Indikator menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu terdapat pada kuis kedua dan kuis keempat. Dari hasil analisis, secara umum dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep siswa pada indikator ini mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase siswa yang memperoleh skala 4 pada kuis kedua adalah 47,22% sedangkan pada kuis keempat adalah 55,56%. Pada soal tes pemahaman konsep, indikator ini terdapat pada soal nomor 3a, 3b, 3c, 4a dan 4b. Pada soal nomor 4a siswa diminta untuk menentukan turunan dari fungsi komposisi. Dari hasil tes akhir, persentase siswa pada kelas eksperimen yang dapat menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi dengan baik dan benar atau siswa yang memperoleh skala 4 lebih tinggi daripada persentase siswa pada kelas kontrol. Hal ini diduga karena pada kelas eksperimen siswa mendapat kesempatan untuk berdikusi dan bertukar pendapat dengan pasangan lain dalam kelompok untuk memahami konsep dan mendiskusikan soal-soal latihan. Ini sesuai dengan pendapat Johnson & Johnson dalam Trianto, “Tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan pemahaman baik secara individu maupun secara berkelompok”[10]. Oleh karena itu, dengan berdiskusi siswa dapat bekerja sama dalam memahami persoalan yang diberikan sehingga siswa dapat menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur yang paling tepat. Indikator mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah terdapat pada kuis pertama dan kuis ketiga. Dari analisis data, secara umum dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep matematika siswa pada indikator ini mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari persentase siswa yang memperoleh skala 4 pada kuis pertama adalah 38,89% sedangkan pada kuis ketiga adalah 75%. Pada soal tes pemahaman konsep, indikator ini terdapat pada soal nomor 6 dan 7. Pada soal nomor 7, siswa diminta untuk menyelesaikan suatu masalah laju perubahan luas permukaan kubus. Dari hasil tes akhir, persentase siswa pada kelas eksperimen yang dapat mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah dengan benar dan lengkap adalah 19,44% sedangkan pada kelas kontrol 8,12%. Hal ini
9
Vol. 3 No. 3 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 : Hal. 5-10 menunjukkan bahwa persentase siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Hal ini diduga karena pada kelas eksperimen siswa mendapat kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok (tahap Pair dan Square) untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan sehingga banyak ide-ide dan pendapat yang muncul. Sesuai dengan pendapat Lie, “Kelebihan belajar berkelompok yaitu lebih banyak ide yang muncul dan lebih banyak tugas yang bisa dilakukan”[11]. Oleh karena itu, dengan munculnya lebih banyak ide dalam diskusi dapat membantu siswa mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa kelas kontrol. Hal ini tercapai karena siswa mampu membangun pengetahuannya sendiri dan dapat bekerjasama dengan baik dalam kelompok selama proses pembelajaran. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Pemahaman konsep matematika siswa mengalami peningkatan selama diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square. 2) Pemahaman konsep matematika siswa yang [7] Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara [8] Slavin, Robert E. 2005. Cooperatif Learning :Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusamedia. [9] Rusman. 2012. Model - Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT
mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik daripada pemahaman konsep matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) Guru diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square karena model ini dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa. 2) Penelitian ini masih terbatas pada pemahaman konsep matematika siswa. Oleh karena itu, diharapkan kepada rekan peneliti selanjutnya untuk dapat melanjutkan penelitian dengan variabel serta pokok bahasan lain. REFERENSI [1] Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press. [2] Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: Brown Company Publishers [3] Seniati, L., Yulianto, A., dan Setiadi, B.N. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks. [4] Iryanti, Puji. 2004. Penilaian Untuk Kerja. Yogyakarta: Depdiknas. [5] Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. [6] Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Raja Grafindo Persada. [10] Trianto. 2012. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. [11] Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo
10