EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
(SKRIPSI)
Oleh Evalia Nova Rianti
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQUARE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh EVALIA NOVA RIANTI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SQARE DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri Muhammadiyah 3 Bandar Lampung T.P. 2015/2016)
Oleh EVALIA NOVA RIANTI
Penelitian eksperimen semu ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/ 2016 dan sampel penelitian adalah siswa kelas VIII-B dan VIII-C yang dipilih dengan teknik purposive random sampling. Penelitian ini menggunakan desain posttest only control design. Data kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh melalui tes bentuk uraian. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata kunci : efektivitas, komunikasi matematis, think pair square
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Evalia Nova Rianti lahir di Yogyakarta, pada tanggal 14 September 1994. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sinar Ali dan Ibu Daru Widiyanti, memiliki dua kakak perempuan bernama Alina Widiastuti dan Dianalita Widiarini.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK PGRI Bukit Kemuning pada tahun 2000, pendidikan dasar di SD Negeri 1 Bukit Kemuning, pada tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Bukit Kemuning pada tahun 2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bukit Kemuning pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2012 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Tertulis dengan mengambil Program Studi Pendidikan Matematika.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT) di Desa Sukamaju, Pekon Pagar Bukit II, Kecamatan Bengkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat sekaligus menjalani Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Bangkunat Belimbing pada tahun 2015.
Motto Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri…. Dan jika kamu berbuat jahat maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri… ( QS. Al-Isra’ : 7)
Persembahan Segala Puji Bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Sempurna Sholawat serta Salam Selalu Tercurah Kepada Uswatun Hasanah Rasululloh Muhammad SAW Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada: Ibuku tercinta (Daru Widiyanti) dan Ayahku (Sinar Ali) yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan semangat untuk putrimu ini sehingga ia yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya. Kedua saudariku, Mbak Alin dan Diana Eonni serta seluruh keluarga besar yang terus memberikan dukungan dan doanya kepadaku. Para pendidik yang telah memberikan ilmunya dengan tulus dan penuh kesabaran. Semua Sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku, sehingga indahnya ukhuwah yang Allah SWT titipkan ini dapat kita rasakan bersama-sama. Almamater Universitas Lampung tercinta
SANWACANA
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015-2016)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada: 1. Ibu tercinta (Daru Widiyanti) dan Ayah (Sinar Ali), Eonni (Dianalita Widiarini), Mbak Alin dan keluarga, serta seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan, menyayangi dan memberikan nasihat dan semangat yang tulus untuk keberhasilanku. 2. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan bimbingannya dengan sabar selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 3. Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu,
sumbangan pemikiran, kritik, dan saran serta memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku pembahas yang telah memberikan saran-saran yang membangun sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. 5. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 8. Ibu Wahdiyana, S.T., M.Pd.T., selaku Kepala SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian. 9. Ibu Helma, S.Pd., MM., selaku guru mitra di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung
yang
telah
memberikan
bimbingan
dan
bantuan
selama
melaksanakan penelitian. 10. Siswa-siswi kelas VII B dan VII C SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015-2016, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin. 11. Keluarga besarku yang ada di Yogyakarta, terimakasih atas doa dan dukungannya. 12. Sahabat-sahabatku tersayang:
Linda Nurfitiyani, Fitriyanti, Heni Yusnani,
Yuliana, Rini Haswin Pala, Mila Alifia Hamdalah, Dewi Mutia Sari dan
iii
Dyana Astuti atas segala kenangan indah, doa, motivasi dan dukungan yang telah diberikan. 13. Teman-teman tersayang di Pendidikan Matematika angkatan 2012: Elok, Kak Lela, Devi, Suci, Ewi, Erma, Ela, Dian, Titi, Nuy, Nidya, Talitha, Reysti, Agata, Arum, Yuni, Rina, Indri, Burhan, Rian, dan teman-teman yang tidak bisa kusebutkan satu-persatu. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. 14. Sahabat-sahabat kecilku: Ria Fitri, Affi Arizka Handayani, dan Agustia Kasandra atas kebersamaannya selama ini. 15. Sahabat Sholehahku : Wulan, Rizki, Herna, Eka, dan juga Mbak Feni, Mbak Irma, dan Mbak Iik atas doa, motivasi dan pelajaran yang diberikan selama kebersamaan ini. 16. Kakak-kakakku di Pendidikan Matematika FKIP UNILA angkatan 2011 dan 2010 serta adik-adikku angkatan 2013, 2014, dan 2015 terima kasih atas kebersamaannya. 17. Teman-temanku di Asrama Putri Ayu: Eka, Khumairah, Isni, Riza, Nimas, Ayu, Hida, Khorik, Hana, Nova dan Ibu Fatnah terimakasih atas kebersamaannya selama ini. 18. Keluarga baruku, teman-teman KKN-KT FKIP UNILA 2015 Pekon Pagar Bukit, Kecamatan Bengkunat Belimbing: Ummu Hanifah, Siti Maya Sari, Wahyu Meiranti, Erva Septi Rindiantika, Siti Sholehah Windiyani, Nur Mila, Danu Andiyanto, I Wayan Chandra, dan Roni Sacta Mirza atas kebersamaannya yang penuh makna dan kenangan.
iv
19. Keluarga besar SMP Negeri 3 Bangkunat Belimbing, Kabupaten Pesisir Barat atas semua pengalaman dan kebersamaannya selama menjalani KKN-KT. 20. Sekelik Bidikmisi Universitas Lampung angkatan ketiga tahun 2012 atas kebersamaannya selama ini. 21. Penjaga gedung G, Pak Liyanto dan Pak Mariman terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan selama ini. 22. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku. 23. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang dari Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, April 2016 Penulis
Evalia Nova Rianti
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN ........................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................
7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................
7
E. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 10 A. Kajian Teori ..................................................... ...................................... 10 1. Efektivitas Pembelajaran..................................................................... 10 2. Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................. 13 3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square .................. 16 4. Pembelajaran Konvensional ............................................................... 21 5. Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................... 22 B. Kerangka Pikir................................................................... ..................... 23 C. Anggapan Dasar ...................................................................................... 25 D. Hipotesis Penelitian................................................................................. 26
III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 27 A. Populasi dan Sampel ............................................................................... 27 B. Desain Penelitian..................................................................................... 28 C. Data Penelitian ........................................................................................ 28 D. Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 29 E. Langkah-Langkah Penelitian................................................................... 29 F. Instrumen Penelitian .............................................................................. 30 G. Teknik Analisis Data............................................................................... 36 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................... 42 A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 42 B. Pembahasan ............................................................................................ 45 V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 51 A. Simpulan ................................................................................................. 51 B. Saran........................................................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 53 LAMPIRAN....................................................................................................... 57
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif ................................... 18 Tabel 3.1 Distribusi Nilai Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung........................................................................................... 27 Tabel 3.2 Desain Penelitian.............................................................................. 28 Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis ............. 31 Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas .......................................................................... 33 Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda...................................................... 34 Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ............................................... 35 Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Soal .............................................. 36 Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis .................................................................... 37 Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Komunikasi Matematis .................................................................... 38 Tabel 4.1 Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa............................ 42 Tabel 4.2 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ................................................................................................ 43 Tabel 4.3 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Komunikasi Matematis .................................................................... 44 Tabel 4.4 Hasil Uji Proporsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis ....... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran................................................................. 60 Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Think Pair Square ..................................................................... 64 Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Konvensional ............................................................................ 86 Lampiran A.4 Lembar Kerja Siswa (LKS)....................................................... 108 Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 137 Lampiran B.2 Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......................... 139 Lampiran B.3 Pedoman Pemberian Skor Soal Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kunci Jawaban Post-test.................................. 141 Lampiran B.4 Form Penilaian Post-Test .......................................................... 145 Lampiran C.1 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba ..................................... 148 Lampiran C.2 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba .......................................................................... 150 Lampiran C.3 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas TPSq.......................................................................................... 152 Lampiran C.4 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Konvensional ............................................................................ 153 Lampiran C.5 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas TPSq............................................................................... 155
x
Lampiran C.6 Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Konvensional........................................................ 156 Lampiran C.7 Uji Homogenitas Varians Skor Kemampuan Komunikasi Matematis antara Kelas TPSq dan Kelas Konvensional ........... 157 Lampiran C.8 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ..................................................................................... 158 Lampiran C.9 Uji Proporsi Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas TPSq................................................................................ 160 Lampiran C.10 Pencapaian Indikator dan Rekapitulasi Pencapaian Indikator Komunikasi Matematis ........................................................... 162 Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian .................................................................. 168 Lampiran D.2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian......................... 169 Lampiran D.3 Daftar Hadir Seminar Proposal ................................................. 170 Lampiran D.4 Daftar Hadir Seminar Hasil....................................................... 172
x
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi secara global. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan salah satu penentu kemajuan suatu bangsa. Hal ini mendorong setiap negara untuk mengembangkan aspek di segala bidang, salah satunya adalah pendidikan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berpijak pada pengertian pendidikan di atas, pendidikan memiliki peran untuk membangun generasi muda yang cerdas, bermoral, dan berkepribadian yang baik. Oleh karena itu, kualitas pendidikan harus senantiasa ditingkatkan untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik.
Bagian penting dari sebuah pendidikan adalah proses pembelajaran. Menurut Sadiman, dkk (2003:9) proses pembelajaran harus dirancang sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Pembelajaran direncanakan berdasarkan
2 kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Salah satu mata pelajaran yang terdapat di sekolah-sekolah adalah pembelajaran. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2013, matematika merupakan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa pendidikan dasar dan menengah dan dimaksudkan untuk mengembangkan logika dan kemampuan berpikir siswa. Kemudian Ruseffendi (1991:70) menyatakan bahwa matematika penting untuk dipelajari karena begitu banyak kegunaannya antara lain dengan belajar matematika maka siswa mampu melakukan perhitungan yang menjadi lebih sederhana dan praktis, dan dengan belajar matematika siswa mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun, bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan persoalan. Oleh karena itu, matematika menjadi salah satu mata pelajaran pokok untuk siswa dalam mengembangkan pola pikir dan kemampuannya.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Depdiknas (2006:346) tujuan pembelajaran matematika yaitu agar peserta didik mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Sejalan dengan itu, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000: 67) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika terdiri dari lima standar kemampuan matematika yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, kemampuan
3 koneksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan representasi. Dari tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas dan NCTM di atas, mengisyaratkan bahwa kemampuan komunikasi merupakan kompetensi penting dalam pembelajaran matematika.
Baroody dalam Rahayu (2011) menyebutkan sedikitnya dua alasan penting perlunya komunikasi matematis ditumbuh kembangkan dikalangan siswa. Pertama, matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir dan mengungkapkan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai alat yang sangat berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini berarti dengan komunikasi matematis, siswa dapat menginterpretasikan dan mengekspresikan gagasan dan ide yang mereka pelajari secara tepat dan koheren kepada siswa lain ataupun guru serta menganalisis dan menyelesaikan suatu permasalahan matematis dengan baik.
Berdasarkan hasil The Trend International Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-38 dari 42 negara dengan nilai rata-rata 386 (Mullis, et al, 2012: 462). Hal serupa juga terlihat dari hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2012 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat terbawah dari 65 negara dalam pemetaan kemampuan matematika, membaca, dan sains (Adiputri, 2014). Dalam survei ini, matematika dikategorikan menjadi 6
4 level kemampuan matematis dan kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan pada level ke-4. Persentase kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia hanya sekitar 1,5% dengan keseluruhan skor rata-rata sebesar 375. Data-data tersebut menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa Indonesia masih tergolong rendah.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah pola interaksi pembelajaran. Pola interaksi pembelajaran hendaknya dilakukan multiarah. Pada pola ini, pembelajaran tidak hanya terjadi antara guru dengan siswa tetapi terdapat komunikasi antara siswa dengan siswa lainnya. Komunikasi antar siswa ini melatih siswa untuk dapat mengungkapkan ide-ide matematika yang dimiliki dengan bahasa sendiri yang lebih mudah dipahami kepada siswa lainnya. Oleh karena itu, dengan adanya kesempatan siswa saling berkomunikasi ini maka kemampuan komunikasi matematis siswa akan dapat berkembang secara optimal.
Pada umumnya pola pembelajaran yang ada di sekolah masih berlangsung satu arah. Proses pembelajaran dalam pola pembelajaran satu arah ini merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher center). Pembelajaran ini dikenal sebagai pembelajaran konvensional. Dalam proses pembelajaran konvensional, siswa lebih banyak mendengarkan, mencatat materi pembelajaran, dan melakukan kegiatan sesuai perintah guru seperti mengerjakan latihan soal ataupun pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran tersebut kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan berkomunikasi antara siswa maupun guru,
5 sehingga siswa kesulitan dalam menjawab soal yang diberikan dan kurang mampu mengoptimalkan dan mengekspresikan konsep yang dimilikinya.
Pembelajaran konvensional masih terjadi di SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung. SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung ini memiliki karakateristik yang sama dengan SMP lainnya di Indonesia yaitu sebagian besar kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi yang mengajar kelas VII, diperoleh informasi bahwa siswa kesulitan dalam menanggapi soal matematika yang berkaitan dengan soal cerita dan soal tanpa ilustrasi gambar berkenaan dengan kehidupan seharihari. Kesulitan siswa yang dihadapi adalah menginterpretasikan soal matematika ke bentuk model matematika baik simbol, diagram, ataupun tabel.
Pola pembelajaran multiarah yang dapat memberikan kesempatan siswa untuk berbagi ide dengan siswa lain dapat dilakukan jika siswa dibentuk dalam sebuah kelompok belajar. Dengan berkelompok, siswa dapat saling berdiskusi, berpikir dan memecahkan masalah bersama-sama. Aktivitas siswa dalam mengungkapkan ide-ide matematika dan terlibat dalam berbagai perbedaan pendapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar saling menghargai pendapat orang lain, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan bersama. Interaksi siswa dengan siswa lain dalam sebuah kelompok belajar dapat dicapai melalui model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa dengan jalan diskusi dan saling mengkomunikasikan pengetahuan dan ide matematika. Pola belajar kelompok dengan cara
6 kerjasama antar siswa akan mendorong siswa untuk lebih meningkatkan kemampuannya dan memotivasi siswa untuk dapat bekerjasama lebih baik untuk mencapai keberhasilan bersama. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru. Peran guru yaitu memantau, membimbing dan mengarahkan siswa dalam kelompoknya selama proses pembelajaran. Maka dapat dikatakan, proses pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif akan didominasi oleh aktivitas siswa.
Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat dipilih adalah model pembelajaran kooperatif tipe think pair square (TPSq). Tipe TPSq ini memberikan kesempatan siswa lebih aktif bersama siswa lainnya. Terdapat 3 kegiatan penting dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPSq yaitu tahap think (tahap berpikir mandiri), dan dua tahap diskusi yaitu tahap pair (tahap berpasangan), dan tahap square (tahap berkelompok berempat). Dua kali tahap diskusi tersebut mengoptimalisasikan partisipasi siswa dan menyediakan kesempatan siswa yang lebih banyak untuk saling membantu dengan pasangannya dan kelompoknya. Siswa dapat mengeksplorasikan ide-idenya dan mengkomunikasikan informasi matematika. Secara tidak langsung, siswa mengembangkan pola pikir dalam memecahkan suatu masalah dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq untuk melihat sejauh mana efektifnya ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq efektif
7 ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung tahun ajaran 2015/2016?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Ajaran 2015/2016.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pembelajaran matematika, terkait model pembelajaran kooperatif tipe TPSq dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi guru dan calon guru matematika, diharapkan penelitian ini berguna sebagai sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam memilih pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. b. Bagi sekolah, diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan dalam upaya pembinaan untuk guru dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
8 c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukkan dan bahan kajian di masa yang akan datang.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini antara lain: 1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan siswa pada proses pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dalam penelitian ini, pembelajaran kooperatif tipe TPSq dikatakan efektif apabila kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TPSq lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dan proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik (mempunyai nilai serendah-rendahnya 71) pada siswa yang mengikuti pembelajaran TPSq lebih dari 60% dari jumlah siswa. 2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPSq merupakan pembelajaran berkelompok yang dalam proses pembelajarannya diawali dengan tahap think yaitu tahap berpikir mandiri oleh siswa dan dilanjutkan dengan dua kali kegiatan diskusi yaitu pada tahap pair dan square. Di akhir pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok disertai kesimpulan dari pembelajaran. 3. Model pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru, dengan guru sebagai pusat pembelajaran di kelas. Dalam hal ini, penyampaian materi pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, dilanjutkan dengan pemberian pertanyaan atau latihan soal kemudian pemberian tugas.
9 4. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan ide atau gagasan secara tertulis dengan bahasa matematika berupa diagram dan notasi matematika lainnya.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008:284), efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti berhasil guna yang bisa dimaknai sebagai kegiatan yang dapat memberikan kegunaan, atau manfaat dari hasil yang diperoleh. Echols dan Shadily (2007: 207) mengemukakan bahwa efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu “effective” yang berarti berhasil dan tepat.
Dengan demikian,
efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan yang tepat atau yang telah ditetapkan.
Pembelajaran merupakan suatu proses menjadikan seseorang belajar. Menurut Sagala (2008:15), pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, di mana mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Pendapat tersebut sesuai dengan Chatib (2009:135) yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi. Sedangkan Darsono (2000: 24) menyatakan bahwa pembelajaran dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik. Dari ketiga
11 pendapat ahli di atas maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran adalah suatu proses komunikasi antara guru dan siswa di mana guru sebagai pendidik memberikan ilmu kepada siswa yang menerima ilmu tersebut untuk menuntun siswa ke arah yang lebih baik.
Terkait dengan pembelajaran yang efektif, Hamalik (2001: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Sedangkan Sutikno (2005:7) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif yaitu suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Pernyataan tersebut juga sesuai dengan pernyataan Simanjuntak
(1993:80) yaitu suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila
menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang diharapkan atau dengan kata lain tujuan yang diinginkan tercapai. Dengan demikian, pembelajaran efektif dapat disimpulkan sebagai pembelajaran yang menyediakan kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar secara menyenangkan dengan tetap mempertimbangkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Dalam efektivitas pembelajaran, ketepatan memilih suatu pendekatan ataupun model pembelajaran penting untuk membawa pengaruh baik dan manfaat keberhasilan bagi siswa. Menurut Usman (2006: 21) ada beberapa hal yang menentukan keberhasilan belajar siswa dalam menciptakan efektifitas belajar mengajar, yaitu: melibatkan siswa secara efektif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa, prinsip individu, dan peragaan dan pengajaran.
12 Keefektifan suatu pembelajaran dapat terlihat dari persentase siswa yang mencapai ketuntasan belajar untuk masing-masing indikator mata pelajaran yang dipelajari. Ketuntasan belajar merupakan kriteria penetapan ketuntasan minimal yang ditetapkan di sekolah. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2006:13) ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100% dan kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator adalah 75%.
Berdasarkan ketentuan KTSP, Trianto
(2010:241) menyatakan bahwa penentuan ketuntasan belajar ditentukan sendiri oleh masing-masing sekolah yang dikenal dengan kriteria ketuntasan minimal dengan berpedoman pada tiga pertimbangan. Tiga pertimbangan tersebut yakni kemampuan setiap peserta didik yang berbeda-beda, fasilitas setiap sekolah yang berbeda-beda, dan daya dukung setiap sekolah yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, kemampuan yang diukur hanya kemampuan komunikasi matematis sehingga kriteria masing-masing indikator yang digunakan adalah 60%. Untuk kriteria ketuntasan minimal disesuaikan dengan yang ditetapkan pada sekolah tempat penelitian yaitu minimal 71.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran keberhasilan siswa pada proses pembelajaran dengan banyaknya aktivitas pembelajaran oleh siswa dalam memahami dan mengeksplorasi suatu konsep baik secara individual maupun berkelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Keberhasilan siswa tersebut ditunjukkan dari hasil belajar siswa yang mencapai tujuan pembelajaran atau tidak. Tujuan pembelajaran tersebut dilihat dari kemampuan komunikasi siswa yang menjadi lebih baik setelah diberi perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq.
13 Dengan kriteria efektivitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TPSq lebih tinggi dibandingkan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional dan proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik (mempunyai nilai serendah-rendahnya 71) pada siswa yang mengikuti pembelajaran TPSq lebih dari 60% dari jumlah siswa.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 menyatakan bahwa melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas suatu keadaan atau masalah matematis. Sejalan dengan itu, Walle (2006: 4-5) menyatakan bahwa salah satu dari lima standar proses adalah komunikasi yang menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan menjelaskan konsep-konsep matematika. Hal ini berarti komunikasi matematis menjadi salah satu standar kompetensi lulusan dalam bidang matematika dan penting untuk ditingkatkan oleh guru dalam proses pembelajaran matematika.
Beberapa ahli mengemukakan beberapa pendapat mereka mengenai pengertian kemampuan komunikasi matematis. Greenes dan Schulman (1996:164) menyatakan komunikasi matematis sebagai berikut: Mathematics communications are: (1) main strength for students in formulating concept and mathematics strategy; (2) key of success for students towards approach and completion in exploration and mathematics investigation; (3) means for students to communicate with their friends in obtaining information, sharing and finding ideas, brainstorming, valuing and exacerbating ideas to convince others.
14 Pernyataan Greenes dan Schulman tersebut dapat diartikan bahwa komunikasi matematis merupakan kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematis. Kemampuan komunikasi juga merupakan modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematis. Terakhir bahwa kemampuan komunikasi matematis sebagai wadah bagi siswa dlam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, saling berbagi pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.
Dalam BSNP (2006:140) komunikasi matematis diartikan sebagai kemampuan penyampaian ide atau gagasan baik secara lisan, visual, maupun dalam bentuk tertulis dengan menggunakan istilah matematika dan berbagai representasi yang sesuai serta
memperhatikan kaidah-kaidah matematika.
Selanjutnya Armiati
dalam Husna (2013:85) mengungkapkan komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan.
Kemudian Ansari (2003: 36) menelaah kemampuan komunikasi matematika dari dua aspek yaitu komunikasi lisan (talking) dan komunikasi tulisan (writing). Komunikasi lisan diungkapkan melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil. Komunikasi tulisan dilihat dari kemampuan siswa menggunakan kosakata, notasi, dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan mengungkapkan ide serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Komunikasi matematika tertulis dapat diukur melalui soal.
15
Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematika merupakan kemampuan siswa dalam mengekspresikan ide atau gagasan baik secara lisan maupun tertulis dengan bahasa matematika dan bentuk visual lain. Melalui kemampuan komunikasi matematis, siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengungkapkan kembali suatu ungkapan matematika dengan bahasa mereka sendiri dan memecahkan masalah sesuai dengan konsep dan pengetahuan yang telah mereka miliki.
Selanjutnya perkembangan siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis dinilai berdasarkan indikator sebagai hasil belajar matematika. Indikator komunikasi matematis menurut NCTM (1989:214) antara lain: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
Sumarmo (2005:7) menyatakan kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesempatan untuk berkomunikasi dalam bentuk: (a) menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematika; (b) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan; (c) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (d) membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis; (e) membuat konjektur, merumuskan definisi, dan generalisasi; dan (f) mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
16 Cai,Lane dan Jacobsin dalam Fachrurazi (2011:81) mengemukakan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari 3 kemampuan siswa yaitu: (1) menulis matematis (written text) yaitu siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis; (2) menggambar secara matematis (drawing) yaitu siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram dan tabel secara lengkap dan benar; dan (3) ekspresi matematis (mathematical expression) yaitu siswa dituntut untuk dapat memodelkan permasalahan matematika atau mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika dengan benar, dan melakukan perhitungan untuk mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
Dari ketiga pendapat ahli di atas terdapat kesamaan pendapat untuk indikator kemampuan komunikasi matematis. Kesamaan pendapat tersebut yaitu kemampuan siswa dalam menuliskan penjelasan (written text) ide matematika, menggambarkan situasi masalah (drawing) serta menyatakan situasi dan solusi masalah ke dalam bentuk representasi matematika, dan menggunakan notasi, bahasa, dan simbol matematika (mathematical expression) dengan benar. Berdasarkan kesamaan tersebut, maka indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a.
Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika, secara tulisan.
b.
Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat.
c.
Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar atau secara aljabar.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
Menurut Johnson dan Johnson dalam Isjoni (2013 :23), pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam
17 suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Sugiyanto (2010:37) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Begitu pula, Lie (2008:12) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa delam tugas-tugas yang terstruktur. Hal ini berarti pembelajaran kooperatif menuntut siswa aktif bekerjasama menyelesaikan masalah dalam kelompoknya.
Karli dan Yuliariatiningsih (2002:72) menyatakan beberapa kelebihan pembelajaran kooperatif, yaitu: (1) Siswa akan terlibat aktif dalam suasana pembelajaran yang bersifat terbuka dan demokratis; (2) Siswa dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang dimilikinya; (3) Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya; dan (4) Siswa dilatih untuk bekerja sama karena bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelompoknya. Roger dan David Johnson dalam Lie (2004: 31) mengungkapkan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai pembelajaran kooperatif. Terdapat lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, antara lain: (1) Saling ketergantungan positif, keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya; (2) Tanggung jawab perorangan, tiap siswa memiliki tanggung jawab atas kelompoknya, melakukan yang terbaik; (3) Tatap muka, tiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi; (4) Komunikasi antar anggota, agar siswa dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi ; (5) Evaluasi proses kelompok, guru perlu memberikan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka dapat lebih efektif.
18 Ibrahim (2000:10) mengemukakan enam langkah utama di dalam pembelajaran kooperatif yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Fase Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Fase-2 Menyajikan informasi Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase-5 Evaluasi Fase-6 Memberikan penghargaan
Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya individu maupun kelompok
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu proses pembelajaran dimana siswa ditempatkan belajar dalam kelompok kecil yang heterogen untuk saling membantu dan bekerjasama satu sama lain dalam memahami materi pelajaran. Pembelajaran ini secara tidak langsung mengajarkan siswa untuk menerima perbedaan yang terdapat dalam kelompok dan bersama-sama meningkatkan kemampuan siswa.
Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe salah satunya adalah Think Pair Square (TPSq). TPSq merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kangan pada tahun 1933 dan juga merupakan
19 modifikasi dari model Think Pair Share (TPS) yang dikenalkan oleh Frank Lyman. Arends (dalam Trianto 2011;61) menyatakan bahwa TPSq merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam TPSq dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.
Terdapat beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq menurut Lie (2008:46), antara lain: (a)meningkatkan partisipasi siswa; (b) mudah dipecah menjadi pasangan; (c) lebih banyak ide muncul; (d) guru mudah memonitor; (e)lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok; dan (f) interaksi lebih mudah.
Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe TPSq menurut Lie (2008:58) yaitu: a)
Tahap Think atau tahap berpikir.
Setelah guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4-6 orang, setiap siswa diberi kesempatan untuk membaca, dan memikirkan kemungkinan jawaban yang berhubungan penyelesaian soal yang diberikan. Kegiatan ini bertujuan agar setiap siswa dapat memberikan respon terhadap ide-ide yang terdapat pada LKS, untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.
b) Tahap Pair atau tahap berpasangan. Pada tahap ini, siswa diminta untuk berpasangan dengan salah seorang teman dalam kelompoknya untuk mendiskusikan kemungkinan jawaban atau hal-hal yang telah diperoleh dalam tahap Think. Dengan berpasangan, partisipasi aktif
20 siswa dalam kelompok dapat lebih dioptimalkan sehingga kemampuan siswa dapat lebih ditingkatkan.
c)
Tahap Square atau tahap berkelompok berempat.
Pada tahap ini pasangan siswa bergabung kembali dengan pasangan siswa yang lain dalam kelompoknya sehingga terbentuk kelompok berempat. Dari tahap Square, siswa diberikan kembali kesempatan untuk saling berdiskusi dan berbagi pendapat untuk membahas bersama-sama soal yang belum diselesaikan atau halhal yang belum dipahami ketika diskusi sebelumnya. Kemudian diakhiri dengan presentasi dari perwakilan kelompok di depan kelas.
Menurut Millis dan Cottel (1998), dengan TPSq siswa memiliki cukup banyak kesempatan untuk mendiskusikan ide-ide mereka dan memberikan suatu pengertian bagi mereka untuk melihat cara lain dalam menyelesaikan masalah. Jika sepasang siswa tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut, maka sepasang siswa yang lainnya dapat menjelaskan cara menjawabnya. Jika permasalahan yang diajukan tidak memiliki suatu jawaban yang benar, maka dua pasangan siswa dapat mengkombinasikan hasil mereka dan membentuk suatu jawaban yang menyeluruh.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPSq merupakan model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari empat sampai enam orang yang kelompoknya dibentuk dari penggabungan dari kelompok berpasangan. Dalam penelitian ini, jumlah siswa pada kelas yang diberi perlakuan dengan model pembelajaran TPSq adalah 38 siswa yang berarti jumlah siswa bukan kelipatan empat. Oleh karena itu maka langkah yang diambil yaitu dua orang siswa yang merupakan lebihnya dari kelipatan empat membentuk kelompok
21 berpasangan (Pair), kemudian membentuk kelompok dengan dua pasangan siswa yang lain (Square) sehingga kelompok terdiri dari enam siswa.
4. Pembelajaran Konvensional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 523) konvensional artinya berdasarkan kebiasaan. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dan telah lama digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran yaitu seperti kegiatan ceramah, tanya jawab, dan latihan soal. Ruseffendi (2006: 350) menyatakan bahwa umumnya pembelajaran konvensional memiliki kekhasan tertentu, misalnya mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses dan pengajaran berpusat pada guru. Begitu pula Sukandi (2003: 8) yang mendefinisikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak tentang konsepkonsep bukan kompetensi. Tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.
Hamiyah dan Jauhar (2014: 166) berpendapat pembelajaran konvensional banyak dipilih karena mudah dilaksanakan dengan persiapan yang sederhana, hemat waktu dan tenaga, dengan satu langkah dapat menjangkau semua siswa dan cukup dilakukan di dalam kelas. Hal ini menjadi kelebihan dalam pembelajaran konvensional. Guru memberikan pelajaran dan seluruh siswa mendengarkan dan mengikuti perintah guru. Namun Kholik (2011) menjelaskan bahwa tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan. Seringkali terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan apa yang dipelajari. Siswa sulit
22 mencerna dan menganalisis materi. Daya serap siswa akan rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal. Kurangnya kesempatan siswa aktif di dalam kelas juga menimbulkan rasa bosan pada siswa sehingga materi sulit diterima dan tujuan pembelajaran sering tidak tercapai.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pembelajaran konvensional disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa pasif dalam pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran ini yaitu guru menjelaskan materi dan siswa mendengarkan dan mencatat, kemudian guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya. Kemudian dilanjutkan dengan diberikannya soal baru kepada siswa untuk dikerjakan sendiri.
5.
Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan diantaranya sebagai berikut: 1.
Penelitian oleh Setiadi (2009) pada kelas VIII SMPN 14 Bandarlampung memperoleh kesimpulan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa pada pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square lebih baik daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2.
Penelitian oleh Sulistyawati (2008) pada kelas VIII A SMP Negeri 1 Yogyakarta dengan materi geometri bangun limas memperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Square dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa terbanyak terjadi pada aspek kemampuan siswa dalam mengilustrasikan ide-ide matematika ke bentuk uraian.
23 3.
Penelitian oleh Astuti (2011) pada kelas VIII D SMP Muhammadiyah 2 Kalasan memperoleh simpulan bahwa implementasi pembelajaran TPSq dengan metode Talking Stick dapat meningkatkan keaktifan siswa. Peningkatan aktivitas tersebut ditunjukkan dengan siswa mampu bekerja sendiri dan bekerjasama dalam kelompoknya, saling berdiskusi dan menyampaikan pendapat serta mengomentari jawaban temannya.
Dari beberapa hasil penelitian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair square mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa menjadi lebih baik.
B. Kerangka Pikir
Model pembelajaran kooperatif tipe think pair square merupakan model pembelajaran yang memberikan siswa kesempatan untuk aktif berdiskusi, berbagi ide, bekerjasama apabila menemui kesulitan, dan berkomunikasi dengan teman untuk memahami dan menyelesaikan soal yang yang diberikan. Selain membiasakan siswa untuk aktif, siswa juga dibiasakan menganalisis beberapa pendapat atau ide serta membandingkannya baik dari teman pasangannya ataupun kelompoknya (kelompok berempat) untuk bersama-sama menemukan suatu penyelesaian terbaik dari permasalahan yang diberikan. Tiga tahapan siswa yang dilalui pada model pembelajaran ini yaitu think (berpikir), pair (berpasangan), dan square (kelompok berempat) diduga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Aktivitas berpikir pada tahap think dapat dilihat dari proses siswa memahami dan mencoba menjawab atas pertanyaan ataupun permasalahan yang diberikan oleh
24 guru. Dalam tahap ini siswa dapat membuat catatan tentang apa yang telah diketahui dan langkah-langkah penyelesaian masalah dalam bahasa sendiri serta mengembangkan konsep yang dimiliki sehingga menjadi bekal informasi atau perkiraan penyelesaian dari masalah yang ada dan lebih siap berdiskusi dengan siswa lainnya. Hal ini menuntut siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematika, terutama kemampuan siswa dalam menggambarkan situasi masalah dan menginterpretasi ide matematika.
Pada tahap pair, siswa berdiskusi dan bertukar jawaban atau ide dengan pasangannya sebagai output hasil berpikir pada tahap think. Guru mendorong siswa untuk aktif dalam mengkomunikasikan ide yang mereka miliki dengan pasangannya. Pada tahap ini, siswa dapat mengkomunikasikan ide dan pemikirannya dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami untuk menyajikan ide dan relasi matematika kepada pasangannya serta berbagi strategi solusi bersama. Hal ini mendorong siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematika terutama kemampuan siswa dalam menjelaskan ide, situasi, relasi matematika secara lisan maupun tulisan, dan menyusun argumen menggunakan bahasa matematika secara tepat.
Tahap terakhir yaitu tahap square, pasangan siswa bergabung dengan pasangan siswa lain membentuk kelompok berempat untuk mendiskusikan kembali hasil dari tahap pair sehingga menemukan penyelesaian akhir. Pada tahap ini, siswa sudah mampu merevisi dan mengonstruksi ide matematika yang dimiliki. Siswa juga belajar melakukan komunikasi matematika secara tulisan atas penyelesaian yang didapatkan. Hal ini juga meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
25 siswa, terutama kemampuan siswa menjelaskan ide dan situasi matematika serta menyatakan solusi masalah baik ke dalam bahasa, simbol, gambar, ataupun model matematika. Dengan demikian, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan komunikasinya dalam mengevaluasi ide matematika.
Berdasarkan penjabaran di atas terlihat bahwa dengan TPSq siswa berpeluang untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Peluang tersebut diperoleh siswa melalui tahapan-tahapan yang ada pada model TPSq. Tahapantahapan pada TPSq tersebut jarang dijumpai pada pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, guru lebih dominan aktif di dalam kelas dibandingkan siswa. Siswa kurang diberikan kesempatan untuk mengemukakan ideidenya dan berkomunikasi dengan siswa lain dan siswa cenderung hanya mengikuti cara pengerjaan contoh soal yang sudah dijelaskan oleh guru. Kondisi seperti ini akan mengakibatkan kemampuan komunikasi siswa kurang berkembang dan cenderung menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang rendah. Dengan demikian, dapat dikatakan siswa pada pembelajaran TPSq akan memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik daripada siswa pada pembelajaran konvensional.
C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:
1. Semua
siswa
kelas
VII
semester
genap
SMP
Muhammadiyah
3
Bandarlampung tahun pelajaran 2015/2016 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
26 2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa selain model pembelajaran kooperatif tipe TPSq dikendalikan sehingga memberikan pengaruh yang sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Hipotesis Penelitian Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq efektif ditinjau dari kemampuan komunkasi matematis siswa.
2. Hipotesis Kerja a) Kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran TPSq lebih tinggi dari kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran konvensional. b) Proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik pada siswa yang mengikuti TPSq lebih dari 60% dari jumlah siswa.
27
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung yang terletak di Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No.14 Labuhanratu, Kedaton. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 4 kelas yang tersebar dari VIIA-VIID. Dari empat kelas tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian yang terdiri atas kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive random sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan dalam memilih sampel penelitian berdasarkan kelas yang memiliki kemampuan awal matematis yang relatif sama dapat dilihat dari nilai hasil Ujian Tengah Semester Ganjil Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung seperti pada Tabel 3.1 berikut.
Tabel 3.1 Distribusi Nilai Siswa KelasVII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Rata-rata Nilai Ujian Tengah Semester Ganjil 1 VIIA 38 33,3 2 VIIB 38 32,7 3 VIIC 39 33,0 4 VIID 38 45,1 Sumber: SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016
No
Kelas
Banyak Siswa
28 Pada Tabel 3.1 diperoleh bahwa terdapat tiga kelas yang memiliki kemampuan matematis yang relatif sama yaitu kelas VIIA, VIIB, dan VIIC. Dari ketiga kelas tersebut dipilih dua kelas secara acak sebagai sampel penelitian. Dan terpilihlah kelas VIIB dan VIIC dengan kelas VIIB sebagai kelas ekperimen yang akan menerima pembelajaran TPSq dan kelas VIIC sebagai kelas kontrol yang akan menerima pembelajaran konvensional.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Desain penelitian yang digunakan adalah desain posttest only control design sesuai yang dikemukakan oleh Furchan (1982: 354) seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Desain Penelitian Kelompok Eksperimen (E) Kontrol (C)
Perlakuan X1 X2
Posttest O O
Keterangan: X1 : pembelajaran matematika menggunakan model TPSq. X2 : pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran konvensional. O : posttest pada kelas eksperimen dan kontrol.
C. Data Penelitian
Data penelitian ini adalah data kemampuan komunikasi matematis siswa berupa data kuantitatif. Data kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi matematis siswa yang dilakukan setelah pembelajaran dengan pembelajaran TPSq dan konvensional.
29 D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik tes. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa setelah pembelajaran (posttest only) pada kelas yang diberi perlakuan dengan model TPSq dan kelas dengan model konvensional.
E. Langkah-Langkah Penelitian
Terdapat tiga tahap dalam penelitian ini yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, serta tahap analisis data dan pelaporan. Penjelasan dari tahap-tahap di atas adalah sebagai berikut.
1. Tahap Persiapan Adapun persiapan yang direncanakan sebelum penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut: a.
Melakukan observasi untuk melihat karakteristik populasi yang ada, dilaksanakan pada 18 November 2015.
b.
Menentukan sampel penelitian.
c.
Menetapkan materi yang akan digunakan dalam penelitian.
d.
Menyusun proposal penelitian.
e.
Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen tes yang akan digunakan selama penelitian.
f.
Melakukan uji coba instrumen tes yang akan digunakan dalam penelitian, dilaksanakan pada 29 Januari 2016.
30 2. Tahap Pelaksanaan a.
Melaksanakan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, tertanggal dari 25 Januari – 15 Februari 2016.
b.
Mengadakan tes pada yang kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq dan model pembelajaran konvensional pada 18 Februari 2016.
3. Tahap Analisis Data dan Pelaporan a.
Memeriksa data hasil tes kemampuan komunikasi matematis pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq dan model pembelajaran konvensional.
b.
Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab rumusan masalah.
c.
Menyusun laporan penelitian dan membuat kesimpulan berdasarkan hipotesis yang telah dirumuskan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis tentang kemampuan komunikasi matematis siswa. Tes tersebut adalah tes kemampuan akhir (posttest) berbentuk uraian yang terdiri atas empat soal dengan materi himpunan. Sebelum penyusunan tes kemampuan komunikasi matematis, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal tes kemampuan komunikasi matematis. Adapun pedoman pemberian skor kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.3.
31 Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara tulisan.
Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar atau secara aljabar
Menggunakan bahasa matematika dan simbol secara tepat
Reaksi Terhadap Masalah
Skor
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak memiliki arti. Hanya sedikit dari penjelasan yang benar Penjelasan secara matematis masuk akal dan tersusun secara sistematis namun hanya sebagian yang lengkap dan benar Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara sistematis. Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak memiliki arti. Hanya sedikit dari penggambaran situaasi masalah dan solusi yang dinyatakan dengan gambar atau secara aljabar yang benar Penggambaran situasi masalah sudah benar, namun masih salah dalam menyatakan solusi baik dengan gambar atau secara aljabar Penggambaran situasi masalah dan solusi yang dinyatakan dengan gambar atau secara aljabar sudah benar. Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak memiliki arti. Hanya sedikit dari bahasa matematika dan simbol yang digunakan secara tepat Penggunaan bahasa matematika dan simbol tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa Penggunaan bahasa matematika dan simbol tersusun secara logis dan tepat.
0
1 2
3 0
1
2
3
0
1 2
3
Untuk memperoleh data yang akurat, maka tes yang digunakan adalah tes yang memiliki kriteria tes yang baik yaitu validitas tes, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal.
32 a. Validitas Instrumen
Validitas instrumen penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari tes kemampuan komunikasi matematis ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi dari tes komunikasi matematis siswa dengan indikator komunikasi matematis yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, untuk memeriksa validitas isi tes dinilai oleh guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung dengan asumsi bahwa guru tersebut mengetahui dengan benar kurikulum SMP. Suatu tes dikategorikan valid jika butir-butir tesnya sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran yang diukur. Kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dengan kemampuan bahasa yang dimiliki siswa dinilai berdasarkan penilaian guru mitra dengan menggunakan daftar cek (checklist).
Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.4, halaman 145), sehingga soal tes diujicobakan pada siswa kelas di luar sampel yaitu kelas VIII B. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan menggunakan bantuan Software Ms. Excel untuk mengetahui reliabilitas tes, daya pembeda, dan tingkat kesukaran butir soal.
b. Reliabilitas Tes
Menurut Arikunto (2011: 109) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe uraian menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut: r11 =
1−
∑
dengan
=(
∑
)-(
∑
)
33 Keterangan: r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi = Banyaknya butir soal ∑ = Jumlah varians skor tiap soal = Varians skor total N = Banyaknya data ∑ = Jumlah kuadrat semua data ∑ = Jumlah semua data Kemudian koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti pada Tabel 3.4 berikut. Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Koefisien relibilitas (r11) 0,80 < r11 ≤ 1,00 0,60 < r11 ≤ 0,80 0,40 < r11 ≤ 0,60 0,20 < r11 ≤ 0,40 0,00 < r11 ≤ 0,20
Kriteria Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah Arikunto (2011:75)
Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memilliki kriteria reliabilitas minimal cukup. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh koefisien reliabilitas tes adalah 0,81. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes memiliki reliabilitas yang sangat tinggi dan sesuai dengan kriteria yang digunakan sehingga instrumen tes dapat digunakan dalam penelitian. Hasil perhitungan reliabilitas tes uji coba soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.1 (halaman 148).
c. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai ke siswa yang memperoleh nilai terendah.
34 Setelah itu, diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (kelompok bawah).
Dalam menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus: DP = Keterangan: DP = Indeks daya pembeda satu butir soal tertentu = Rata-rata kelompok atas pada butir soal yang diolah = Rata-rata kelompok bawah pada butir soal yang diolah = Skor maksimum butir soal yang diolah Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.5. Tabel 3.5 Interpretasi Nilai Daya Pembeda Nilai Negatif ≤ DP <0,10 0,10 ≤ DP < 0,20 0,20 ≤ DP < 0,30 0,30 ≤ DP < 0,50 DP ≥0,50
Interpretasi Sangat Jelek Jelek Cukup Baik Sangat Baik Sudijono (2011: 389)
Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memilliki interpretasi nilai daya pembeda minimal cukup. Daya pembeda butir soal berada diantara interval 0,21 sampai dengan 0,71 sehigga sesuai dengan kriteria yang digunakan. Hasil perhitungan daya pembeda butir soal dapat dilihat pada tabel 3.7 dan selengkapnya pada Lampiran C.2 (halaman 150).
d. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran dilakukan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Suatu tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak
35 terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya, sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba mengerjakan kembali karena di luar jangkauannya.
Dalam menghitung nilai tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut. =
Keterangan: TK = Nilai tingkat kesukaran suatu butir soal = Jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal yang diperoleh = Jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal
Untuk menginterpretasi nilai tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran sebagai berikut.
Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran Nilai 0,00 ≤ TK ≤ 0,15 0,16 ≤TK ≤ 0,30 0,31 ≤ TK ≤ 0,70 0,71 ≤ TK ≤ 0,85 0,86 ≤ TK ≤ 1,00
Interpretasi Sangat Sukar Sukar Sedang Mudah Sangat Mudah Sudijono (2011:372)
Instrumen uji yang digunakan pada penelitian ini adalah instrumen yang memilliki interpretasi nilai tingkat kesukaran dengan kategori mudah, sedang, dan sukar. Setelah dilakukan perhitungan didapatkan tingkat kesukaran butir soal sedang dan mudah, sehingga sesuai dengan kriteria yang digunakan. Hasil perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.7 dan selengkapnya pada Lampiran C.2 (halaman 150).
36 Setelah dilakukan analisis reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba dan kesimpulan yang disajikan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Soal No Soal 1 2a 2b 2c 2d 3a 3b 3c 3d 4a 4b 4c
Reliabilitas
0,81 (Reliabilitas Sangat Tinggi)
Daya Pembeda 0,50 (sangat baik) 0,21 (cukup) 0,38 (baik) 0,50 (sangat baik) 0,38 (baik) 0,63 (sangat baik) 0,33 (baik) 0,38 (baik) 0,46 (baik) 0,59 (sangat baik) 0,71 (sangat baik) 0,54 (sangat baik)
Tingkat Kesukaran 0,54 (sedang) 0,80 (mudah) 0,51 (sedang) 0,51 (sedang) 0,52 (sedang) 0,44 (sedang) 0,84 (mudah) 0,82 (mudah) 0,49 (sedang) 0,77 (mudah) 0,54 (sedang) 0,39 (sedang)
Kesimpulan Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai Dipakai
G. Teknik Analisis Data
Data kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas dengan pembelajaran TPSq dan kelas dengan pembelajaran konvensional dianalisis untuk uji hipotesis. Sebelum dilakukan uji hipotesis perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah data kemampuan komunikasi matematis berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji chi-kuadrat.
37 Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah: H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Uji ini menggunakan uji chi-kuadrat:
Keterangan: = frekuensi hasil pengamatan = frekuensi yang diharapkan. Kriteria uji : terima H0 jika 2005: 293).
=
( −
<
)
dengan taraf nyata 5%. (Sudjana,
Tabel 3.8 menunjukkan rekapitulasi perhitungan uji normalitas pada kelas TPSq dan kelas konvensional. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.5 (halaman 155) dan C.6 (halaman 156).
Tabel 3.8 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Kemampuan Komunikasi Matematis Data Kemampuan Komunikasi Matematis Pembelajaran TPSq Pembelajaran Konvensional
Keputusan Uji 7,5614 5,1768
Berdasarkan Tabel 3.8 di atas, ternyata
7,81 7,81
H0 diterima H0 diterima
untuk kelas yang mengikuti
pembelajaran TPSq dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional kurang dari
. Ini berarti pada taraf nyata 5%, H0 untuk setiap kelas diterima.
Dengan demikian, data pada kelas yang mengikuti pembelajaran TPSq dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
38 2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data yaitu data komunikasi matematis siswa pada kelas yang diberikan pembelajaran TPSq dan kelas yang diberikan pembelajaran konvensional memiliki variansi yang homogen atau tidak homogen. Rumusan hipotesis untuk uji ini menurut Sudjana (2005: 249-250) sebagai berikut:
Ho : H1 :
=
(kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)
≠
(kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)
Rumus untuk pengujian homogenitas data adalah: = Kriteria pengujian adalah H0 diterima jika (
,
)
≤
dengan
=
yang diperoleh dari daftar distribusi F dengan taraf nyata 0,05 dan
derajat kebebasan masing-masing sesuai dk pembilang dan penyebut.
Tabel 3.9 menunjukkan rekapitulasi perhitungan uji homogenitas varians data kemampuan komunikasi matematis. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran C.7 (halaman 157).
Tabel 3.9 Rekapitulasi Uji Homogenitas Varians Data Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen Kontrol
Varians 69,2923 58,1309
Keputusan Uji 1,1920
1,92202
diterima
39 Berdasarkan Tabel 3.9,
<
sehingga pada taraf nyata 5%
diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data kemampuan komunikasi matematis memiliki varians yang homogen.
3. Uji Hipotesis
Setelah melakukan uji prasyarat yakni uji normalitas dan uji homogenitas, diperoleh bahwa kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Langkah selanjutnya yaitu melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji kesamaan dua rata-rata dan uji proporsi.
a. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Menurut Sudjana (2005 : 239), apabila data dari kedua sampel berdistribusi normal dan memiliki varians yang sama maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t. Uji yang digunakan adalah uji pihak kanan, dengan hipotesis uji sebagai berikut :
H0 : μ1 = μ2
(rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TPSq sama dengan rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)
H1 : μ1 > μ2
(rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TPSq lebih tinggi dari rata-rata skor kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)
40 Statistik yang digunakan adalah:
=
̅
̅
=
dengan
(
)
(
)
Keterangan: x = rata-rata skor kemampuan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TPSq (kelas eksperimen) x = rata-rata skor kemampuan siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional (kelas kontrol) n1 = banyaknya siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TPSq n2 = banyaknya siswa yang mengikuti model pembelajaran konvensional s = varians yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TPSq s = varians yang mengikuti model pembelajaran konvensional s = varians gabung Kriteria uji adalah terima H0 jika
<
(
∝) ,
dimana
(
∝)
didapat dari daftar
distribusi t dengan dk = (n1 + n2 - 2) dengan peluang (1 − ) dan Untuk harga-harga t lainnya H0 ditolak.
= 0,05.
b. Uji Proporsi
Untuk mengetahui besarnya proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis terkategori baik pada siswa yang mengikuti TPSq, dilakukan uji proporsi. Uji proporsi yang digunakan adalah uji pihak kanan dengan hipotesis uji sebagai berikut: ∶
= 0,6 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis
∶
˃ 0,6 (proporsi siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis
terkategori baik sama dengan 60%)
terkategori baik lebih dari 60%)
41 Statistik yang digunakan dalam uji ini menggunakan statistik z menurut Sudjana (2005:233-235) yakni sebagai berikut. =
− 0,60
0,60(1 − 0,60)/
Keterangan: : banyaknya siswa peserta tes yang tuntas belajar : jumlah siswa peserta tes 0,60 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan memiliki kemampuan komunikasi dengan baik Kriteria uji: tolak H0 jika zhitung ≥ z 0,5 dengan taraf nyata 5%. Harga z 0,5 dipilih dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α). Untuk zhitung z 0,5 hipotesis H0 diterima.
51
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016. Akan tetapi, siswa yang mengikuti pembelajaran TPSq mampu menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan pada penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu: 1. Kepada guru yang ingin menerapkan model kooperatif tipe TPSq pada pembelajaran matematika maka perlu diperhatikan pembagian waktu pada setiap tahapan TPSq dan pengelolaan kelas seefektif mungkin agar suasana pembelajaran dapat berjalan kondusif. 2. Kepada peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TPSq sebaiknya mempertimbangkan kemampuan yang akan diukur dengan karakteristik siswa yang diteliti, sehingga
52 dapat menggambarkan kemampuan siswa secara optimal. Selain itu, diharapkan untuk menambahkan referensi tentang model pembelajaran kooperatif tipe TPSq.
53
DAFTAR PUSTAKA
Adiputri, Novi Christiastuti. 2014. RI Terendah di PISA, WNA: Indonesian Kids Don,t Know How Stupid They Are.[online]. Tersedia: http://news.detik.com. (30 Mei 2015). Ansari, B.I. 2003. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor. Bandung. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan. Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Astuti, Rini Dwi. 2011. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square (TPSq) dengan Metode Talking Stick. Skripsi. Yogyakarta. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. [online]. Tersedia: http://digilib.uinsuka.ac.id. (12 November 2015) BNSP. 2006. Ketuntasan Belajar Siswa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. [online]. Tersedia: http://bsnp-indonesia.org/id.(28 Mei Februari 2015). Chatib, Munif. 2009. Sekolahnya Manusia. Bandung: Penerbit Kaifa. Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press. Depdiknas. 2013. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Depdiknas. ________. 2006. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas. ________. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Depdiknas. ________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
54 Echols, John M. dan Hasan Shadily. 2007. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Jurnal UPI Edisi Khusus. No.01. Hlm. 76-89. [online]. Tersedia: http://jurnal.upi.edu. (28 Mei 2015). Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional. Greenes, C & Schulman, L. 1996. Communication Prossesses in Mathematical Exploration end Investigation. USA: NCTM Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hamiyah, Nur dan Muhammad Jauhar. 2014. Strategi Belajar Mengajar Di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka. Husna. 2013. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS). Jurnal Peluang, Volume 1, Nomor 2, April 2013, ISSN : 2302-5158. [Online]. Tersedia di http://www.jurnal.unsyiah.ac.id. (10 Januari 2016). Ibrahim, H. Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press. Isjoni. 2012. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Karli, Hilda dan Yuliariatiningsih, Margaretha Sri. 2002. Imlementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi: Model-model Pembelajaran. Jakarta: Bina Media Informasi. Kholik, Muhammad. 2011. Metode Pembelajaran Konvensional. [online]. Tersedia:http://muhammadkholik.wordpress.com (23 Desember 2015). Lie, Anita. 2008. Cooperatif Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Millis, B. J., and Cottell, P. G. 1998. Cooperative Learning for Higher Education Faculty, American Council on Education, Series on Higher Education. [online]. Tersedia: http://www.wcer.wisc.edu. (21 Desember 2015). Mullis, I.V.S., Michael O., Pierre Foy, & Alka Arora. 2012. TIMSS 2011. Internasional Results in Mathematics. [online]. Tersedia : http://timss.bc.edu. (3 Juni 2015).
55 National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Reston, Virginia: The National Council of Teacher of Mathematics, Inc. [online]. Tersedia: http://www.nctm.org. (3 Juni 2015). _______.1989. Assesment Standar for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc. Niswah, Khuzaiyyatun. 2011. Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Menggunakan Pembelajaran Kooperatif Teknik Think Pair Share dan Teknik Think Pair Square. Skripsi. Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak Diterbitkan. Rahayu, Siska Sri. 2011. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik. Repository UPI : tidak diterbitkan Ruseffendi, E.T. 2006. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito. ________. 1991. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: FPMIPA IKIP Bandung. Sadiman, Arief S., R. Rahardjo, & Anung Haryono. 2003. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers. Sagala, Syaiful. 2008. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Setiadi, Yudi.2009.Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think Pair Square. Tesis. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbikan. Simanjuntak, Lisnawaty. 1993. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Tarsito: Bandung. Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta. Yuma Pustaka. Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sukandi, Ujang. 2003. Belajar aktif dan terpadu. Surabaya : Duta Graha. Sulistyawati, Veronica Linda. 2008. Meningkatkan kemampuan komunikasi Matematika Siswa Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Square
56 di SMP Negeri 1 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta. FKIP Universitas Sanata Dharma. Tidak diterbitkan. Sumarmo, Utari. 2005. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo, Gorontalo. Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. Mataram : NTP Pres. Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka. Usman, Moh. Uzer. 2006. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Walle, John A Van De. 2006. Matematika Pengembangan Pengajaran Sekolah Dasar dan Menengah. Jakarta : Erlangga.