Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 23- 28
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE pada PEMBELAJARAN MATEMATIKA di KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 PADANG PANJANG Rahmatun Nisa1), Edwin Musdi2), Jazwinarti3) 1) 2,3)
FMIPA UNP, email:
[email protected] Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract
Abstract ─ This research was conducted to determine whether the results of the students 'mathematics learning using cooperative learning Think Pair Share is better than the results of students' mathematics learning using conventional learning in class XI Social SMAN 2 Padang Panjang. This research is a quasi-experimental with a randomized control group design research design only. Based on the results of data analysis studies concluded that the mathematics learning outcomes of students using cooperative learning Think Pair Share is better than the results of students' mathematics learning using conventional learning in class XI Social SMAN 2 Padang Panjang. Keywords: cooperative learning, think pair share type PENDAHULUAN Keberhasilan pembelajaran di sekolah merupakan harapan dari semua pihak, termasuk pembelajaran matematika. Matematika mempunyai kaitan yang erat dalam kehidupan, misalnya dalam hal menyelesaikan permasalahan-permasalahan di bidang ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan alam dan bidang ilmu lainnya. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pembelajaran matematika merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa untuk menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang kondusif yang dapat menunjang pembeljaran. Mengingat pentingnya matematika dalam kehidupan, maka hasil belajar matematika pada jenjang pendidikan perlu ditingkatkan. Untuk dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan maka bukan hanya guru yang harus berperan dan memberikan informasi kepada siswa, melainkan siswa juga harus berusaha untuk mencari informasi yang lebih tentang apa yang akan dan telah dipelajari di sekolah, baik dari guru , teman serta bukubuku penunjang lainnya. Siswa yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran tentunya akan memberikan dampak positif terhadap hasil belajarnya, hal ini akan membuat siswa tidak akan cepat lupa mengenai materi yang diberikan karena dalam proses pembelajaran siswa juga ikut berpartisipasi. Observasi yang dilakukan di kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang tanggal 13 sampai 16 September 2013, memberikan gambaran bahwa dalam proses pembelajaran matematika, siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya, hanya beberapa orang saja yang menanggapi, sedangkan siswa yang lainnya merasa enggan karena mereka takut ditertawakan siswa lain. Guru menyuruh siswa untuk mengerjakan soal
ke depan kelas tetapi hanya dua sampai tiga orang saja yang berpartisipasi dan itupun orangnya hampir sama di setiap proses pembelajaran, sedangkan siswa yang lainnya mereka hanya diam. Saat mengerjakan latihan siswa lebih suka membuat kelompok, menunggu dan menyalin pekerjaan temannya, dibandingkan berpikir dan bertanya kepada guru maupun teman. Selama proses pembelajaran berlangsung masih banyak siswa yang mengobrol dengan temannya dan tidak memperhatikan penjelasan guru. Hal ini tentunya akan mengakibatkan materi pelajaran tidak dapat dipahami dengan baik. Apabila permasalahan yang diutarakan di atas dibiarkan tentunya akan memberikan dampak negatif terhadap kurang optimalnya hasil belajar, yang dapat terlihat dari hasil belajar siswa yang masih rendah. Hal ini dilihat dari hasil belajar siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang Tahun Pelajaran 2013/2014 memperlihatkan hasil belajar yang rendah seperti pada Tabel 1 berikut: TABEL 1 PERSENTASE SISWA YANG TUNTAS DAN TIDAK TUNTAS PADA UJIAN TENGAH SEMESTER I MATEMATIKA KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 PADANG PANJANG TAHUN PELAJARAN 2013/2014 Tidak Jumlah Tuntas Kelas tuntas Siswa % % XI IPS 1 27 33,33 66,67 XI IPS 2 29 27,59 72,41 XI IPS 3 29 17,24 82,76 XI IPS 4 28 21,43 78,57 Jumlah 113 SUMBER :GURU MATEMATIKA KELAS XI IPS SMA NEGERI 2 PADANG PANJANG TAHUN Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di SMA Negeri 2 Padang Panjang untuk pelajaran matematika adalah 75. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa
23
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 23- 28 Ujian Tengah Semester I mata pelajaran matematika Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang Tahun Pelajaran 2013/2014 masih ada siswa yang belum mencapai KKM. Kualitas pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran maka guru harus bisa membuat siswa untuk terlibat aktif selama proses pembelajaran, karena keaktifan dalam suatu pembelajaran dibutuhkan untuk meningkatkan hasil belajar. Guru sebaiknya mampu menggunakan model pembelajaran yang tepat untuk menyikapi masalah-masalah yang di temui pada siswa. Guru yang merupakan salah satu komponen utama dalam proses pembelajaran diharapkan mampu menciptakan kondisi yang dapat dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah pembelaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok. Model pembelajaran ini sudah pernah diterapkan oleh guru di sekolah, namun kegiatan ini belum terlaksana dengan baik. Hal ini mungkin disebabkan karena pengorganisasian kelompok yang membutuhkan waktu relatif lama yang mengakibatkan waktu untuk belajar kelompok menjadi lebih sedikit sehingga proses balajar mengajar menjadi tidak efektif, pembentukan kelompok ditentukan oleh siswa sendiri, maka siswa yang berkemampuan akademik tinggi cenderung memilih anggota kelompok yang kemampuan akademiknya setara. Keadaan ini akan berdampak buruk bagi siswa yang kemampuan akademiknya rendah. Jumlah anggota kelompok yang cukup banyak akan mengakibatkan kerja kelompok tidak berjalan dengan baik. Dalam kelompok tersebut siswa yang bekerja hanya satu atau dua orang saja, sedangkan anggota kelompok yang lain hanya menunggu untuk menyalin pekerjaan temannya dan mereka juga tidak mau untuk bertanya tentang materi yang tidak dipahaminya. Pembelajaran merupakan proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa.[1] Guru diharapkan mampu menerapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa dalam proses pembelajaran serta keinginan siswa untuk bertanya dan berbagi ilmu dengan siswa lain. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Pembelajaran koooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berintekrasi. [2] dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk mampu memahami materi dengan berkerja sama dengan temannya. Siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. [3] Pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa berkerja sama untuk mencapai
tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama sambil berkerja sama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan social.[3] Pembelajaran kooperatif mempunyai karakteristik sebagai berikut :1) Kelas dibagi atas kelompok-kelompok kecil, dengan anggota kelompok yang terdiri dari beberapa orang siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bervariasi atau memperhatikan jenis kelamin dan etnis. 2) Siswa belajar dalam kelompoknya dengan bekerja sama untuk menguasai materi pelajaran dengan salinng membantu. 3) System penghargaaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.[3] Keberhasilan kelompok dalam pembelajaran koopertif ini merupakan hal yang utama. Dengan demikian dalam kelompok belajar, siswa yang kemampuan akademiknya tinggi ikut bertanggung jawab untuk membantu siswa yang kemampuan akademiknya rendah. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja sama siswa dan sekaligus para siswa bertanggung jawab terhadap aktifitas belajar kelompok agar semua anggota kelompok bisa memahami materi pelajaran dengan baik. Berdasarkan toeri yang menjelaskan tentang lima unsur yang terdapat dalam struktur pembelajaran koopertif yaitu: 1) Saling ketergantungan positif , Kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Oleh karena itu sesama anggota kelompok harus merasa terikat dan saling ketergantungan. 2) Tanggung jawab perseorangan, Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan. 3) Tatap muka, Interaksi yang terjadi melalaui diskusi akan memberikan keuntungan bagi semua anggota kelompok karena memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing anggota kelompok. 4) Komunikasi antar anggota, Karena dalam setiap tatap muka terjadi diskusi, maka keterampilan berkomunikasi antar anggota kelompok sangatlah penting. 5)Evaluasi proses kelompok, Keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok dilakukan melalui evaluasi proses kelompok. [4] Dengan demikian dalam pembelajaran kooperatif siswa dituntuk untuk terlibat secara aktif, mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik terhadap guru maupun dengan siswa lainnya, serta bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan anggota kelompok guna memahami materi pelajaran dengan baik. Berdasarkan pendapat lain yang menjelaskan bahwa, siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif, setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi aktif agar diterima oleh anggota kelompoknya. [5] Dengan demikian pembelajaran kooperatif mampu membuat siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Pengelompokan siswa pada model pembelajaran kooperatif dilakukan secara heterogen. Pengelompokan heterogen yaitu pengelompokan siswa dimana satu
24
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 23- 28 kelompok terdiri dari siswa yang miliki kemampuan akademik berbeda. Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan cirri-ciri yang menonjol dalam pembelajaran kooperatif, kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademis. [4] Pada penelitian ini pembentukan kelompok diprioritaskan pada kemampuan akademik. Pembentukan kelompok diawali dengan merangking siswa dari siswa yang nilai tertinggi sampai siswa yang nilainya terendah. Setelah di rangking dibentuk kelompok dengan anggota 2 orang siswa yang terdiri dari siswa berkemampuan tinggi dan siswa berkemampuan rendah. Salah satu tujuan dikembangkan pembelajaran kooperatif adalah untuk pencapaian hasil belajar. Sesuai dengan pendapat Slavin 1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan social, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain. 2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.[2] Pembelajaran kooperatif yang menuntut interaksi siswa akan memberikan dampak baik terhadap keefektifan proses pembelajaran. Interaksi di antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian prestasi siswa. [6] Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Hasil belajar merupakan dasar untuk menentukan tingkat keberhasilan siswa dalam memahami materi pelajaran. Hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. [7] Salah satu tipe pembelajaran kooperatif adalah tipe Think Pair Share . Think Pair Share merupakan model pembelajaran kooperatif atau kelompok yang pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dari University Maryland pada tahun 1985. Pembelajaran Think Pair Share ini memiliki prosedur yang telah ditetapkan untuk memberikan siswa kesempatan lebih banyak untuk berpikir secara sendiri, berdiskusi, saling membantu dalam kelompok, dan diberi kesempatan untuk berbagi dengan siswa yang lain. TPS ini dapat mengembangkan potensi yang ada pada siswa secara aktif dengan membentuk kelompok yang terdiri dari dua orang yang akan menciptakan pola interaksi yang optimal, menambah semangat kebersamaan, menimbulkan motivasi dan membuat komunikasi yang efektif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa langka-langkah yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran. Adapun Langkah-langkah Model Pembelajaran kooperatif Tipe TPS : a) Langkah 1: Berpikir (Thinking) “Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk
berpikir sendiri jawaban atau masalah”. b) Langkah 2: Berpasangan (Pairing) “Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan”. c) Langkah 3: Berbagi (Sharing) “Pada kesempatan ini siswa diberi topik bagi tim mereka. Cara memilih topik kelas ini bisa dilakukan dengan guru menunjukkan selebaran atau menuliskan dipapan tulis tentang topik yang akan dibahas dalam kelompoknya. Hal ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan”.[8] Sesuia dengan teori diatas Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini terdiri atas 3 tahap pembelajaran yaitu diawali dengan „Think‟ yang memberikan permasalahan kepada siswa dan diberi kesempatan kepada setiap siswa untuk mencari kemungkinan solusi dari masalah yang diberikan secara mandiri, selesai tahap Think, dilanjutkan dengan tahap „Pair‟ yaitu setelah siswa secara mandiri memikirkan solusi dari masalah yang diberikan maka pada tahap ini siswa diminta untuk saling bertukar pikiran dan ide dengan pasangannya atau berdiskusi atas hasil yang diperolehnya pada tahap awal, setelah diskusi dengan pasangannya selesai dan mendapatkan suatu kesimpulan kelompok maka tahap selanjutnya dilanjutkan dengan tahap „Share‟ yaitu beberapa kelompok diminta untuk berbagi dengan siswa lainnya dengan cara mempersentasikan hasil kerja atas solusi yangdiperoleh dari permasalahan tadi dengan pasangannya di depan kelas. Kelompok yang lainya memberikan pertanyaan, saran atau kritikan terhadap persentasi temannya didepan kelas. Selama diskusi berlansung guru mengawasi dan memantau kerja siswa dalam kelompok kecil untuk memastikan apakah proses belajar mengajar berjalan lancar. Pada akhir proses pembelajaran guru mengadakan tes kemampuan belajar dengan mengadakan tes akhir. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini siswa akan lebih aktif berdiskusi berdua pasangannya sehingga siswa akan terlibat secara langsung dalam diskusi kelompok dan juga interaksi yang terjalin antara siswa dengan siswa lainnya lebih mudah sehingga kesempatan untuk memberikan ide dan masukan dalam kelompok lebih banyak. Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu Apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang? Adapun Hipotesis dari penelitian ini yaitu hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang
25
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 23- 28 menggunakan pembelajaran konvensional di kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang. Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan hasil belajar matematika siswa antara hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua kelas sample yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas eksperimen perlakuan yang diberikan berupa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share, sedangkan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Populasi pada penelitian ini yaitu semua siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang yang terdaftar pada Tahun Pelajaran 2013/2014. Pemilihan sampel dilakukan secara Random Sampling sehingga yang menjadi kelas sampel dalam penelitian yaitu kelas XI IPS 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPS 3 sebagai kelas kontrol. Variabel dalam penelitian ada dua yaitu variable bebas dan variable terikat. Variable bebasnya yaitu penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada kelas eksperimen dan penerapan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, variable terikatnya yaitu hasil belajar matematika siswa. Utuk jenis data dalam penelitian ini juga ada dua yaitu data primer dan data sekunder. Yang menjadi data primer dalam penelitian ini yaitu data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh dari sampel setelah perlakuan diberikan, sedangkan data sekunder yaitu nilai murni Ujian Tengah Semester I mata pelajaran Matematika dan jumlah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang Tahun Pelajaran 2013/2014 yang didapat dari guru matematika dan tata usaha sekolah. Prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap, yaitu 1) tahap persiapan : untuk tahap persiapan dilakukan beberapa hal yaitu mambuat proposal penelitian, menetapkan tempat dan jadwal penelitian, mengurus surat izin penelitian, menentukan kelas sampel, mempersiapkan RPP dan LKS yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan serta menvalidasinya, menyusun pembentukan kelompok heterogenitas. 2) tahap pelaksanaan adalah melaksanakan proses pembelajaran yang sesuai dengan RPP pembelajaran yang telah di buat pada kelas sampel. 3) tahap penyelesaian : memberikan tes akhir pada siswa kelas sampel.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar. Untuk memperoleh soal tes yang berkualitas baik maka terlebih dahulu dirumuskan kisi-kisi soal tes, menyusun soal tes sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat, menvalidasi soal tes, melakukan uji coba soal tes dan menganalisis soal tes. Soal tes akhir berupa soal esay. Data yang didapat setelah penelitian berakhir adalah hasil belajar siswa yang diperoleh setelah tes akhir dilakukan. Data hasil belajar ini akan dianalisis untuk menguji hipotesis, uji hipotesis yang digunakan yaitu uji-t dengan hipotesis statistik yaitu: H0: μ1 = μ2 H1: μ1 > μ2 Keterangan : Rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen Rata-rata hasil belajar matematika siswa kelas kontrol. Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan software minitab. Interpretasi uji ini dilakukan dengan memperhatikan P-value, jika nilai Pvalue yang diperoleh lebih kecil dari taraf nyata maka tolak H0 dan sebaliknya terima H0. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah peserta tes dari kedua kelompok kelas sampel adalah sebanyak 58 orang siswa dengan perincian 29 orang siswa dari kelas eksperimen dan 29 orang siswa dari kelas kontrol. Tes akhir pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan pada hari yang sama yaitu pada tanggal 21 Januari 2014 . Setelah tes dilaksanakan pada kedua kelas sampel diperoleh data sebagai berikut : TABEL 2 DESKRIPSI DATA HASIL BELAJAR SISWA KELAS SAMPEL Kelas s Eksperimen 79,1 10,4 99 57 Kontrol 63,0 12,8 83 44 Keterangan: Rata-rata hasil belajar Simpangan baku Nilai tertinggi = Nilai terendah Tabel 2 di atas memperlihatkan, nampak bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kelas kontrol. Nilai rata-rata kelas eksperimen 79,1 dan nilai rata-rata kelas kontrol 63,0. Nilai rata-rata kedua kelas tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar matematika siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dari pada hasil belajar matematika siswa pada kelas kontrol. Simpangan baku kelas eksperimen 10,4, dan simpangan baku kelas kontrol 12,8. Kelas eksperimen memiliki simpangan baku lebih kecil dari kelas kontrol sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan akademik siswa kelas eksperimen lebih seragam dari pada kemampuan akademik siswa kelas kontrol. Siswa kelas kontrol mempunyai kemampuan akademik yang lebih beragam
26
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 23- 28 dibandingkan dengan siswa kelas eksperimen. Nilai tertinggi yang diperoleh oleh siswa kelas eksperimen yaitu 99 sedangkan nilai tertinggi yang diperoleh oleh siswa kelas control hanya 83. Hal ini juga menunjukkan hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik dibandingkan hasil belajar matematika siswa kelas control. Hal ini juga terlihat pada nilai terendah yang didapat oleh siswa pada kedua kelas sampel. Untuk kelas eksperimen nilai terendah yang diperoleh adalah 57 sedangkan nilai terendah yang diperoleh oleh siswa kelas control adalah 44. Untuk nilai terendah siswa kelas sampel, nilai terendah yang didapat oleh siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan nilaii terendah yang diperoleh oleh siswa kelas control. Selain itu, pada tabel di bawah ini dapat dilihat persentase ketuntasan dan ketidak tuntasan hasil belajar matematika siswa kedua kelas sampel pada pokok bahasan ”Fungsi Komposisi” dimana Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah adalah 75, seperti yang terlihat pada Tabel 3: TABEL 3 PERSENTASE HASIL BELAJAR SISWA YANG TUNTAS DAN TIDAK TUNTAS MASING-MASING KELAS SAMPEL Kelas ≥ 75 < 75 Jumlah Siswa Ekperimen 65,52% 34,48% 29 Kontrol 31,03% 68,97% 29 Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada kelas ekperimen dari 29 orang siswa, 65,52% telah tuntas sedangkan pada kelas kontrol dari 29 orang siswa hanya 31,03% siswa yang tuntas. Jumlah siswa yang tuntas pada kelas eksperimen lebih banyak dari padasiswa kelas kontrol. Hal ini menampakkan bahwa hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa kelas control. Selanjutnya, berdasarkan data yang diperoleh berupa nilai tes hasil belajar matematika siswa dilakukan pengujian hipotesis. Sebelum uji hipotesis dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data tes hasil belajar matematika siswa yang telah diperoleh maka terbukti bahwa data tes hasil belajar matematika siswa tersebut berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen, maka untuk menguji hipotesis digunakan uji-t dengan taraf signifikan α = 0,05. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan software minitab diperoleh P-Value = 0,000. Berdasarkan interpretasi nilai P-value untuk menerima ataukah menolak H0, Karena P-Value < α, hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas eksperimen lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa kelas kontrol. Berdasarkan uji hipotesis yang telah dilakukan, hasilnya membuktikan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih baik dari pada hasil belajar
matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini membuat diskusi siswa lebih berjalan optimal, dalam Think Pair Share ini siswa diminta terlebih dahulu untuk memikirkan sendiri permasalahan yang diberikan, setelah itu dilaksanakan diskusi kelompok yang akan memberikan lebih banyak kesempatan bagi siswa untuk bertanya , memberikan ide dan bertukar pendapat, karena satu kelompok hanya beranggotakan dua orang. Sehingga lebih banyak kontribusi yang muncul dan bagi siswa yang tidak mau bertanya langsung pada guru tentang materi yang kurang dipahaminya dapat bertanya kepada pasangan dalam kelompoknya. dengan demikian pemahaman siswa tentang materi pelajaran menjadi lebih baik sehingga akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa yang akan menjadi lebih baik. Pada awal-awal penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share di kelas eksperimen, siswa terlihat masih canggung untuk berdiskusi dengan pasangannya dalam kelompok. Siswa lebih memilih memikirkan sendiri solusi dari permasalahan yang diberikan, dan apabila tidak mengerti siswa tersebut lebih memilih diam tanpa memikirkan solusi dari masalah yang diberikan. Selama penelitian berlangsung ada beberapa kendala yang di temui dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran koopertif tipe Think Pair Share, antara lain: 1) Pada pertemuan pertama, ada beberapa siswa yang tidak suka dengan anggota kelompoknya. Mereka meminta agar mereka bisa memilih anggota kelompok sendiri. Disini Guru memberikan motivasi tentang pentingnya bekerjasama. 2) Dalam pengerjaan LKS juga terlihat beberapa siswa yang menyalin lembar kegiatan kelompok lain. Disini Guru memberikan peringatan dan pengertian kepada siswa yang mencontek. 3) Pada saat mengerjakan LKS, ada beberapa orang siswa yang tidak mau berdiskusi dengan pasangan kelompoknya. Untuk mengatasi permasalahan ini, guru memberikan arahan tentang pentingnya kerjasama.4) Pada saat persentasi kelompok, ada beberapa orang siswa yang malu untuk menjelaskan hasil diskusinya di depan kelas. Siswa tersebut merasa takut salah dan ditertawakan oleh temannya. Siswa yang berani maju ke depan kelas menyampaikan idenya hanya siswa yang berkemampuan tinggi sebagai perwakilan kelompoknya. Kendala yang dihadapi selama penelitian tidaklah menjadi halangan untuk terus melakukan penelitian. Kendala yang dihadapi dapat diminimalisir setelah diberikan penjelasan tentang manfaat dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share selama proses pembelajaran, sehingga pada pertemuan selanjutnya dalam proses pembelajaran siswa mulai terbiasa dan menyadari manfaat penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dalam pembelajaran.
27
Vol. 3 No. 1 (2014) Jurnal Pendidikan Matematika : Part 2 Hal 23- 28 SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share lebih baik dari pada hasil belajar matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Padang Panjang. Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka disarankan kepada guru bidang studi matematika dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sebagai salah satu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.
REFERENSI [1]Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI [2] Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. [3] Asma, Nur. 2012. Model Pembelajaran Kooperatif. Padang: UNP Press. [4] Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Grasindo. [5] Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. [6] Slavin, R. E. (2005). Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media [7] Sudjana, Nana. 2011. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rodaskarya [8] Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-progresif. Jakarta: Kencana
28