Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIRSQUARE MENGGUNAKAN AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SQUARE TANPA AUTOGRAPH Oleh : Nuraini Sribina Universitas Potensi Utama ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk : mengetahui apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square tanpa Autograph dengan analisis statistik inferensial. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen di SMA Negeri 1 Tebing Tinggi. Pemilihan sampel dilakukan secara random. Penelitian ini diawali dengan tes ujicoba perangkat dan instrumen penelitian. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis inferensial. Analisis inferensial yang digunakan adalah analisis dengan uji-t satu pihak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph lebih baik yaitu dengan persentase ketuntasan belajar sebesar 80% sedangkan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square tanpa Autograph memperoleh ketuntasan belajar sebesar 30,3% dan dari hasil uji t satu pihak dengan α = 0,05 diperoleh thitung = 5,42 lebih besar dari ttabel = 1,67. Dengan demikian H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara kelompok siswa dengan pembelajaran TPS+Autograph dengan kelompok siswa dengan pembelajaran TPS-Autograph ditolak. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika di sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium komputer. Di era teknologi dan informasi ini sudah selayaknya pembelajaran matematika berbasis teknologi disosialisasikan penggunaanya dilembaga unit masing-masing sekolah yang memiliki fasilitas laboratorium komputer. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square menggunakan Autograph hendaknya disesuaikan dengan materi dimana siswa sulit untuk menyampaikan idenya seperti menyajikan sebuah fungsi kedalam bentuk grafik. Kata Kunci : Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa, Kooperatif Tipe Think-Pair-Square, Autograph
43
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
ABSTRACT This research is aimed to find out whether the students’ mathematical communication ability taught by Think-pair-square cooperative learning using autograph is better than students who were taught by Think-pair-square cooperative learning without autograph using the inferential statistic analysis. This research is an experimental research which was conducted in SMAN 1 Tebing Tinggi The samples were chosen randomly. This research was started by testing the research instruments. Data collected from the experiment was analyzed using descriptive statistic analysis and inferential analysis. The inferential analysis used is the analysis using t-test. The results of the research shows that : Students’ mathematic communication ability using the think-pair-square cooperative learning using autograph is better which has the learning comprehensiveness percentage is 80 % while a group of students which taught by Think-Pair-Square cooperative learning without Autograph got comprehensiveness classically as much 30,3% and from one way case t test with α = 0,05 got thitung = 5,42 higher than ttabel = 1,67. So H0 that said there was nothing different student mathematical communication ability between students who were taught by Think-pair-square cooperative learning using autograph with students who were taught by Thinkpair-square cooperative learning without autograph was deny. Think-pair-square cooperative learning using autograph was good for raise up the mathematical communication ability in learning mathematic on school’s who have computer laboratory facilities. In technology and information era, it was proper that math learning based technology were socialized its using in the unit of each schools which have computer laboratory facilities. The application of Think-Pair-Square cooperative learning using autograph is hope proper with the material where the students felt difficult to deliver their ideas such as in delivering a function into graph. Key Word : Mathematical Communication Ability, Think-Pair-Square Cooperative Learning, Autograph. meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Salah satu cara untuk meningkatkan pendidikan adalah dengan mengimplementasikan Standar Nasional Pendidikan dalam kurikulum. Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar
I. PENDAHULUAN Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi pengembangan siswa agar kelak menjadi sumber daya manusia berkualitas. Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
44
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan). Bahwa salah satu prinsip pengembangan kurikulum adalah “Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni” (Permen No 22 Tahun 2006). Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pembangunan sumber daya manusia secara optimal akan bermanfaat bagi kepentingan individu dan menunjang pembangunan sektor kehidupan lainnya. Pendidikan adalah hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pengembangan kemampuan siswa secara optimal pada saat ini sangat diperlukan karena seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi sekarang ini di satu sisi memungkinkan kita untuk memperoleh banyak informasi dengan cepat dan mudah dari berbagai tempat di dunia. Namun, di sisi lain kita tidak mungkin untuk mempelajari keseluruhan informasi
dan pengetahuan yang ada, karena sangat banyak dan tidak semuanya diperlukan. Untuk menghadapi tantangan tersebut dituntut sumber daya manusia yang handal dan mampu berkompetisi secara global, yaitu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan dan keterampilan tinggi yang melibatkan pemikiran kritis, kreatif, sistematis, logis, dan kemampuan bekerjasama yang efektif. Pemikiran kritis, kreatif, sistematis, dan logis ini dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika. Hal ini sangat memungkinkan karena hakekat pendidikan matematika adalah membantu siswa agar berpikir kritis, bernalar efektif, efisien, bersikap ilmiah, disiplin, bertanggung jawab, percaya diri disertai dengan iman dan taqwa (Ansari, 2009). Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti siswa di sekolah. Mengingat pentingnya matematika terhadap kehidupan manusia. Akan tetapi persepsi siswa terhadap matematika tidaklah sepenting manfaat dari matematika itu sendiri terhadap kehidupan manusia. Banyak siswa yang menganggap bahwa matematika itu adalah momok yang paling menakutkan bagi mereka, seperti yang dikemukakan oleh Turmudi (2008) bahwa tidak banyak siswa yang menyukai matematika dari setiap kelasnya. Komunikasi bisa membantu pembelajaran siswa tentang konsep matematika baru ketika mereka memerankan situasi, menggambar, 45 46
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
menggunakan objek, memberikan laporan dan penjelasan verbal. Juga ketika menggunakan diagram, menulis dan menggunakan simbol matematika. Kesalahpahaman bisa diidentifikasi dan ditunjukkan. Keuntungan sampingannya adalah bisa mengingatkan siswa bahwa mereka berbagi tanggung jawab dengan guru atas pembelajaran yang muncul dalam pelajaran tertentu. Dari prinsip-prinsip dan standar NCTM yang dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dan perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika, untuk meningkatkan hasil belajar matematika. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Turmudi (2008) “Aspek komunikasi dan penalaran hendaknya menjadi aspek penting dalam pembelajaran matematika. Aspek komunikasi melatih siswa untuk dapat mengkomunikasikan gagasannya, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis”. Lebih lanjut Ansari (2009) juga mengatakan bahwa komunikasi matematik baik sebagai aktifitas sosial (talking) maupun sebagai alat bantú berpikir (writing) adalah kemampuan yang mendapat rekomendasi para pakar agar terus ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Baroody (dalam Ansari, 2009) juga menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan
siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Dengan demikian, komunikasi matematik baik sebagai aktifitas sosial (talking) maupun sebagai alat berpikir (writing) merupakan kemampuan yang mendapat rekomendasi oleh para pakar agar terus ditumbuhkembangkan dan ditingkatkan di kalangan siswa. Akan tetapi kenyataan di lapangan, kemampuan komunikasi ini kurang mendapat perhatian dari para guru untuk ditumbuhkembangkan, beberapa guru cenderung tidak mempersoalkan kemampuan dalam berkomunikasi sebagai salah satu Kompetensi Dasar dalam pembelajaran matematika sehingga muncullah anggapan bahwa kemampuan komunikasi tidak dapat dibangun pada pembelajaran matematika. Anggapan ini tentu saja tidak tepat menurut Greenes dan Schulman (dalam Ansari, 2004). Akibat anggapan yang salah tersebut, akhirnya dalam pelaksanaan 46 47
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
pembelajaran matematika seharihari, guru jarang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Hal ini mengakibatkan siswa akan mengalami kesulitan dalam memberikan penjelasan yang benar dan logis atas jawabannya. Ini sesuai dengan pendapat Cai, Lane, dan Jakabcsin (dalam Ester, 1996) yang mengemukakan bahwa karena siswa jarang diminta untuk berargumentasi dalam pelajaran matematika, akibatnya sangat asing bagi mereka untuk berbicara tentang matematika. Selain itu, padatnya materi dalam kurikulum, menyebabkan guru hanya berkonsentrasi pada pencapaian penyelesaian materi, sehingga guru tak sempat lagi memikirkan bagaimana meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswanya. Ansari (2009) mengatakan bahwa hasil observasi lapangan yang dilakukan terhadap siswa menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan, dan menanggapi pertanyaan dan pendapat orang lain. Lebih lanjut Ansari (2009) juga mengatakan bahwa dalam proses pembelajaran kemampuan komunikasi matematik belum sepenuhnya dikembangkan secara tegas, padahal sebagaimana diungkapkan oleh para matematikawan kemampuan komunikasi merupakan salah satu kompetensi yang perlu diupayakan
peningkatannya sebagaimana kompetensi lainnya seperti bernalar dan pemecahan masalah. Guru bidang studi matematika SMA N 1 di Tebing Tinggi (dalam wawancara 20 Juni 2010), juga mengatakan bahwa ketika proses kegiatan belajar mengajar berlangsung banyak siswa yang masih belum mampu mengungkapkan ide matematikanya dengan baik, masih malu-malu jika diberikan kesempatan untuk berbicara menyampaikan ide maupun gagasannya mengenai konsep-konsep matematika kepada khalayak ramai seperti rekan-rekan sebayanya, masih banyak yang belum mampu menginterpretasikan data-data matematika dalam bentuk gambar atau grafik, seperti pada contoh kasus materi integral, salah satu sub materinya adalah menghitung dengan menggunakan sifat-sifat integral. Pada soal berikut ini, siswa harus menggunakan sifat-sifat integral untuk menghitung . Hampir semua siswa mendapatkan kesulitan dalam memahami dan mengkomunikasikan tentang penggunaan sifat-sifat integral. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dan perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika. Ada banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan matematika siswa belum maksimal 47 48
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
sepenuhnya ketika proses pembelajaran berlangsung. Beberapa diantaranya yakni, model pembelajaran yang diterapkan guru, yang selama ini pembelajarannya masih terpusat pada guru (teacher centred) serta media pembelajaran yang berbasis ICT yang digunakan selama ini masih belum up to date dan pemanfaatannya masih belum terlaksana dengan baik dikarenakan masih minimnya pemahaman guru mengenai teknologi. Model pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran koperatif, siswa akan lebih aktif karena terjadi proses diskusi atau interaksi di antara siswa dalam kelompoknya. Melalui kegiatan diskusi, percakapan dalam mengungkapkan ide-ide matematika dapat membantu siswa mengembangkan pikirannya, sehingga siswa yang terlibat dalam perbedaan pendapat atau mencari solusi dari suatu permasalahan akan memahami konsep matematika dengan lebih baik dan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ansari (2009) yang mengatakan bahwa salah satu alternatif pembelajaran yang inovatif yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan proses interaksi antar siswa adalah model pembelajaran diskusi kelas.
Salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif adalah Think-Pair-Square (TPS). Teknik ini didesain untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir dan bekerja secara individual (think), berdiskusi dengan teman pasangan (pair), dan dilanjutkan dengan berdiskusi dengan pasangan lain dalam kelompok (square). Kagan dalam Maitland (Ester, 2006) menyarankan penggunaan teknik TPS ini dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir, komunikasi, dan mendorong siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain. Kemajuan teknologi mengambil peranan yang sangat penting untuk kemudahan proses pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan kemampuan komunikasi siswa. Seperti yang diungkapkan Ahmadi (2009) bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat yang menawarkan berbagai kemudahankemudahan baru dalam pembelajaran memungkinkan terjadinya pergeseran orientasi belajar dari outside-guided menjadi self-guided dan dari knowledge-as-possesion menjadi knowledge-as-construction. Itu artinya, teknologi diperlukan untuk kemudahan pembelajaran di dunia pendidikan saat ini. Teknologi meningkatkan proses belajar matematika karena memungkinkan eksplorasi yang lebih luas dan memperbaiki penyajian ide-ide matematika (Van de Walle, 2007). Penggunaan media pembelajaran 48 49
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
berbasis ICT juga telah mendapat rekomendasi oleh NCTM (The National Council of teachers of mathematics) pada Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics (2000) Suggest That : All student should have a calculator, possibly one that has graphing capabilities, a computer should be available at all times in every classroom for demonstration purposes and all student should have access to computers for individual and group work. Komputer merupakan salah satu bentuk yang menandakan adanya perkembangan teknologi dan informasi saat ini. Hampir seluruh kegiatan dalam kehidupan manusia dapat dipermudah dengan adanya bantuan komputer. Dengan adanya komputer akan sangat membantu proses pembelajaran. Tam dalam www.kolumnis.com juga mengatakan bahwa komputer dapat secara efektif digunakan untuk mengembangkan higher-order thinking skills yang terdiri dari kemampuan mendefenisikan masalah, menilai (judging) suatu informasi, memecahkan masalah dan menarik kesimpulan yang relevan. Salah satu software matematika atau perangkat lunak yang dapat digunakan pada komputer sebagai media pembelajaran berbasis ICT untuk membuat penyampaian matematika menjadi lebih mudah, menarik dan siswa termotivasi untuk belajar adalah software Autograph. Hal ini didukung oleh penelitian Ahmadi (2009) yang mengatakan
bahwa siswa yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan media software Autograph secara klasikal mencapai tingkat penguasaan 93,75% yang memperoleh nilai lebih dari atau sama dengan 65 yang artinya ketuntasan siswa tercapai. Manurung (2010) juga mengungkapkan : Penggunaan Autograph sebagai media pembelajaran dapat menjadikan pengetahuan komputer dan pengetahuan deklaratif menjadi lebih menarik dan berkesan, sehingga pengalaman belajar dirasakan siswa lebih konkret. Penggunaan Autograph dalam pembelajaran bisa memudahkan guru dalam menyampaikan materi, dan mempermudah siswa untuk menyerap apa yang disampaikan guru. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian untuk melihat apakah kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe ThinkPair-Square menggunakan Autograph lebih baik dari pada yang tanpa menggunakan Autograph. II. METODE PENELITIAN Sampel penelitian ini berjumlah 63 orang yang terdiri dari siswa kelas XII IPA-1 (30 orang) dan XII IPA-3 (33 orang) SMA Negeri 1 Tebing Tinggi. Sampel penelitian dipilih dengan teknik pengambilan sampel kelompok secara acak (cluster random sampling).
49 50
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu (quasi experiment). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretes Posttest Control Group Design. Adapun prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah, menyiapkan perangkat tes kemampuan komunikasi matematis berdasarkan kisi-kisinya. Selanjutnya, diadakan pelaksanaan penelitian yang diawali dengan memberikan soal pretest dan dilanjutkan dengan pelaksanaan pembelajaran Kooperatif tipe ThinkPair-Square menggunankan Autograph pada kelas eksperimen dan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square tanpa Autograph pada kelas kontrol selama enam kali pertemuan, ditambah satu hari pelaksanaan postest. Instrumen dan perangkat pembelajaran divalidasi isi oleh dosen dan alumni S2 Pendidikan Matematika Unimed. Selanjutnya diujicobakan, ujicoba RPP dan LAS dilaksanakan pada kelas XII IPA B SMA Shaffiyatul Medan diluar subjek penelitian dengan materi Luas Daerah Bidang Datar (Aplikasi Integral). Tes kemampuan komunikasi matematis siswa diujicobakan pada kelas XII IPA A SMA Shaffiyatul Medan. Hasil validasi tes menunjukkan bahwa empat butir tes kemampuan komunikasi matematis valid dan reliabilitasnya 0,62 (tinggi). Daya beda keempat butir soal sedang, untuk tingkat kesukaran soal nomor 1 tergolong soal sedang, soal nomor
2 tergolong sukar, soal nomor 3 tergolong sedang dan soal nomor 5 tergolong sukar. Data peningkatan kemampuan komunikasi matematis dilakukan analisis sebagai berikut: a. Menghitung gain ternormalisasi dengan rumus: Indeks Gain (g) g = Nilai Postes - Nilai Pretes
(Hake.
Nilai Ideal - Nilai Pretes
1999) Kriteria indeks gain adalah: tinggi g > 0,7 0,3 < g ≤ 0,7 sedang g ≤ 0,3 rendah, (Hake, 1999) Dalam penelitian ini, gain ternormalisasi digunakan untuk menentukan peningkatan seluruh aspek kemampuan komunikasi matematis siswa, Setelah hasil gain ternormalisasi terkumpul, tahap selanjutnya adalah menguji normalitas dan homogenitas sebagai prasyrat untuk uji statistik parametrik. b. Menguji normalitas Uji normalitas diperlukan untuk menguji apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan terhadap dua kelompok siswa kelas eksperimen dan kontrol seluruh aspek kemampuan komunikasi matematis. Untuk menguji normalitas digunakan uji ChiKuadrat dan uji KolmogorovSmirnov, dengan bantuan sofware SPSS 17,00. Adapun dasar analisis normalitas dengan uji Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut :
50 51
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
W= (k 1) Z k
2 2 kuadrat tabel, apabila hitung < tabel
k
k
i 1
j 1
2 2
ij
ik
Zij = Yij Yi , dimana Yi adalah rata-
maka hipotesis nol diterima, artinya sebaran data berdistribusi normal. Dan uji kolmogorov smirnov adalah sebagai berikut: 1. Menentukan distribusi relatif masing-masing sampel 2. Menentukan selisih terbesar frekuensi kumulatif antara kedua sampel ( D ) 3. Karena ukuran sampel tidak sama, Dtabel dengan a = 0,05 adalah Dtabel = D
Z
( N k )i 1 N i Z ij Z ik
1. Menentukan chi-kuadrat hitung 2. Membandingkan dengan chi-
rata dari subgrup ke-i Adapun hipotesis statistik yang digunakan adalah: Hipotesis : Ho : 2t = 2c (Tidak terdapat perbedaan variansi kelas eksperimen dengan kelas kontrol) Ha : 2t 2c (terdapat perbedaan variansi kelas eksperimen dengan kelas kontrol) Kriteria : Terima Ho jika taraf signifikansi perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi 0,05
n A nB /n A nB
4. Ap 5. abila Dhitung Dtabel maka hipotesis nol ditolak, dengan kata lain perbedaan itu signifikan. Hipotesisnya sebagai berikut: Ho : sebaran data mengikuti distribusi normal Ha : sebaran data tidak mengikuti distribusi normal Kriteria : Terima Ho jika taraf signifikansi perhitungan lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. c. Menguji homogenitas varians dari kedua kelompok Uji homogenitas varians digunakan untuk menguji kesamaan varians dari kedua kelas (kelas eksperimen dan kontrol) untuk setiap aspek kemampuan matematika menggunakan rumus statistik uji varians dua peubah bebas F Hitung =
d. Uji dua rata-rata Uji dua rata-rata dilakukan dengan uji t. Jika data berdistribusi normal menggunakan uji t satu arah. Analisis data menggunakan bantuan program software SPSS17.0. Ho = Tidak ada perbedaan distribusi skor tes kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dengan kelas kontrol Ha = Distribusi skor tes kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas kontrol. Jika data yang diperoleh berdistribusi normal tetapi tidak homogen maka digunakan uji t ' (Sudjana, 2001) dengan rumus:
2 S besar dan uji Levene menggunakan 2 S kecil
SPSS.
51 52
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
t'
x1 x 2 ( s12 / n1 ) ( s 22 / n2 )
dengan x1 nilai rata - rata siswa kelas eksperimen x 2 nilai rata - rata siswa kelas kontrol s12 varians kelompok eksperimen n1 jumlah siswa kelas eksperimen
S gab
n2 jumlah siswa kelas kontrol
x1 x 2
t hitung
s 22 varians kelompok kontrol
Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika t 1 tabel t 1 hitung dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan. Jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney, dengan rumus: n (n 1) U1 n 1 n 2 1 1 R 1 dan 2 n (n 1) U 2 n 1n 2 2 2 R2 2 Dimana: n1 = jumlah sampel 1 n2 = jumlah sampel 2 U1 = jumlah peringkat 1 U2 = jumlah peringkat 2 R1 = jumlah rangking pada n1 R2 = jumlah rangking pada n2 Jika data yang diperoleh berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji t dengan rumus:
dan S gab
1 1 n1 n2 (n1 1) s12 (n2 1) s 22 n1 n2 1
(Sudjana, 2001) dengan : x1 = nilai
rata-rata
kelompok
eksperimen x 2 = nilai rata-rata kelompok kontrol n1= banyaknya siswa kelompok eksperimen n2= banyaknya siswa kelompok kontrol 2 s1 = varians kelompok eksperimen
s 22 = varians kelompok kontrol Sgab= simpangan gabungan Kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika t tabel t hitung dan terima H0 untuk kondisi lainnya dengan taraf signifikansi yang telah ditentukan. Kriteria : Berdasarkan perbandingan t hitung dari t tabel jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima. III. Hasil Untuk melihat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif tipe ThinkPair-Square menggunakan Autograph dengan siswa yang 52 53
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
memperoleh pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square tanpa Autograph adalah dengan menghitung perbedaan rata-ratanya menggunakan uji-t. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Pada tabel diperoleh thitung = 5,42. ttabel dengan derajat kebebasan dk = 30 + 33 – 2 = 61 dan α = 0,05 (uji satu pihak) diperoleh 1,67. Dengan demikian, Karena thitung berada didaerah penolakan H0 atau thitung > ttabel atau 5,42 > 1,67, maka
H0 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mean kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol artinya kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS menggunakan Autograph lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe TPS tanpa menggunakan Autograph.
Tabel 4.1 Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelompok TPS+Autograph dan TPS-Autograph Kemampuan Kelompok Kelompok TPS- thitung ttabel Kesimpulan yang diukur TPS+Autograph Autograph 2 x x S S S S2 Komunikasi 72,50 11,28 127,16 57,58 10,76 115,81 5,42 1,67 Ho ditolak Matematis peningkatan setelah siswa diberi perlakuan, kelompok TPS+Autograph melalui pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square dengan menggunakan Autograph, sedangkan kelompok TPS+Autograph melalui pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square tanpa menggunakan Autograph. Berdasarkan hasil analisis terhadap hasil tes awal dan tes akhir siswa baik kelompok TPS+Autograph maupun kelompok TPS-Autograph menunjukkan kenaikan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil ini ditunjukkan oleh kenaikan rata-rata untuk kelompok TPS+Autograph
IV. Pembahasan Dari hasil tes awal kemampuan komunikasi matematis siswa, diperoleh rata-rata kelompok TPS+Autograph sebesar 52,50 dan kelompok TPS-Autograph sebesar 47,88. Hasil analisis data menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis awal siswa pada kelompok TPS+Autograph dan kelompok TPS-Autograph berada dalam kemampuan yang tidak jauh berbeda. Hasil tes akhir rata-rata skor yang diperoleh oleh kelompok TPS+Autograph adalah 72,50 dan kelompok TPS-Autograph sebesar 57,50. Hasil skor yang diperoleh kedua kelompok menunjukkan 53 54
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
sebesar 20, sedangkan kelompok TPS+Autograph kenaikan rataratanya sebesar 9,62. Selain itu, ditemukan pula bahwa nilai rata-rata gain kemampuan komunikasi matematis dengan kategori sedang siswa pada kelompok TPS+Autograph dan rendah pada kelompok TPSAutograph yaitu sebesar 0,39 dan 0,15. Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa gain pada kelompok TPS+Autograph lebih besar daripada kelompok TPSAutograph atau kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square dengan menggunakan Autograph peningkatannya lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square tanpa menggunakan Autograph. Dari hasil postes kelas TPS+Autograph, diperoleh pula temuan yakni terdapat seorang siswa dengan nilai kemampuan komunikasi yang terendah, yaitu 50. Hal ini terjadi diakibatkan oleh adanya beberapa faktor penghambat yang terjadi pada saat pembelajaran TPS+Autograph berlangsung, dan ini mengakibatkan hasil yang dicapai oleh siswa tersebut kurang maksimal. Faktor tersebut antara lain adalah siswa tersebut termasuk siswa dengan kemampuan rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil kemampuan awalnya yang memiliki nilai rendah yakni 40, dimana nilai 40 berada dibawah rata-rata kelas yakni 52,5.
Siswa dengan kemampuan rendah tersebut tidak mampu untuk menyelesaikan soal-soal kemampuan komunikasi matematis yang berkategori sukar, seperti soal nomor 4 dimana indikatornya adalah menyusun konjektur, menyusun argument, merumuskan defenisi dan generalisasi. Dari ketiga aspek kemampuan komunikasi, yaitu menggambar (drawing), membuat model matematika (mathematical expression), dan memberikan penjelasan secara logis dan benar (written texts), hasil postes menunjukkan bahwa secara deskriptif siswa memiliki kemajuan yang cukup berarti pada aspek drawing dan mathematical expression. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS dengan menggunakan Autograph lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS tanpa menggunakan Autograph. Hal ini disebabkan, pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS dengan menggunakan Autograph telah mengubah pembelajaran yang selama ini berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada keaktifan siswa. Kegiatan diskusi kelompok yang dilakukan siswa, baik pada saat tahap pair, maupun square, membuat 54 55
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
siswa bisa lebih banyak berdiskusi, baik dengan teman pasangannya maupun dengan teman dalam kelompoknya. Hal ini menyebabkan terjadi lebih. Temuan ini juga sejalan dengan pendapat Lie dan Kagan. Lie (Ester, 2004) mengatakan bahwa bahwa dalam pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS akan memberikan kesempatan kepada siswa sedikitnya delapan kali lebih banyak dalam berinteraksi dengan teman dalam kelompoknya. Selanjutnya Kagan (Ester, 2001) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS dapat mengembangkan kemampuan berpikir, meningkatkan kemampuan komunikasi, dan mendorong siswa untuk saling berbagi informasi.
teknik Think-Pair-Square dengan menggunakan Autograph sebesar 72,50 dan 0,39 lebih tinggi dari ratarata postes dan gain siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square dengan tanpa Autograph 57,58 dan 0,15. Dan dari hasil analisis menggunakan uji-t satu pihak dengan α = 0,05 diperoleh thitung = 5,42 lebih besar dari ttabel = 1,67. Dengan demikian H0 yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara kelompok siswa dengan pembelajaran TPS+Autograph dengan kelompok siswa dengan pembelajaran TPS-Autograph ditolak. VI. Saran Berdasarkan analisis dari hasil penelitian, maka disampaikan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian ini. Rekomendasi tersebut sebagai berikut. 1. Kepada Guru a. Pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-PairSquare dengan menggunakan Autograph merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi siswa pada materi aplikasi integral dalam menghitung luas bidang datar.
V. Simpulan Berdasarkan hasil, pembahasan dan temuan selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif dengan teknik ThinkPair-Square dengan menggunakan Autograph, diperoleh kesimpulan yaitu : Kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square dengan menggunakan Autograph lebih baik dari siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif dengan teknik Think-Pair-Square tanpa menggunakan Autograph. Ini bisa dilihat dari skor rata-rata postes dan gain siswa yang mendapat pembelajaran kooperatif dengan 55 56
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
b.
Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasangagasan matematika dalam bahasa dan cara mereka sendiri, sehingga dalam belajar matematika siswa menjadi berani beragumentasi, lebih percaya dan kreatif. c. Dalam menerapkan pembelajaran ini sebaiknya guru mengelompokkan siswa dalam kategori siswa dengan kemampuan rendah, sedang dan tinggi. d. Ketika menerapkan pembelajaran ini sebaiknya guru menyajikan soal-soal yang dapat mengakomodasi keberagaman level kemampuan siswa, sehingga siswa akan merasa berpartisipasi dalam pembelajaran dengan mengkontruksi pengetahuan mereka. e. Gunakan infokus untuk membantu siswa yang berlevel rendah dalam pembelajaran. 2. Kepada peneliti Lanjutan Untuk peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian
yang sejenis, maka peneliti memberikan saran : a. Sebaiknya melakukan penelitian pada sekolah yang memiliki fasilitas komputer yang memadai, artinya setiap siswa mendapatkan satu komputer. Dan memiliki spesifikasi yang tinggi atau yang terbaru. Tidak hanya fasilitas computer, tetapi ada sarana lain seperti LCD Projector. b. Sebaiknya melakukan penelitian pada kelas atau sekolah yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Karena bahasa yang digunakan pada software Autograph ini menggunakan bahasa Inggris. Atau jika dilakukan pada sekolah tidak menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris, maka gunakan software Autograph yang bahasa pengantarnya bahasa Indonesia. c. Perlu dilakukan penelitian yang berbeda, misalnya pada tingkat sekolah menengah pertama. Dengan materi dan populasi penelitian yang lebih banyak lagi. d. Perlu diteliti lebih lanjut masalah pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS dengan menggunakan 56 57
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
software Autograph apakah juga berperan dalam meningkatkan kemampuan penalaran, problem solving dan koneksi matematik. e. Sebaiknya berikan perlakuan yang berbeda terhadap siswa-siswa yang memiliki kemampuan rendah. Seperti remedial maupun pelayanan secara individual.
Hake,
Hu,
DAFTAR PUSTAKA
I.B. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Yayasan Pena Banda Aceh.
Ester,
R. 2006. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think-PairSquare Terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Siswa. Tesis. UPI. Bandung
C.
2006. Use Web-Based Simulation to Learn Trigonometry Curves. [Online]. Tersedia : http:www. Cimt. Plymouth.ac.uk/journal/chu nhu.pdf. 28 Juli 2011
Manurung, S.L. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Berpikir Kritis Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Dengan Menggunakan Software Autograph. Tesis. PPS Unimed. Medan
Ahmadi, R. 2009. Efektivitas Media Software Autograph Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Pada Pembelajaran Persamaan Garis Lurus Di Kelas VIII SMP N 1 Tanjung Pura Tahun Pelajaran 2008/2009. Medan. FMIPA Unimed. Ansari,
R. (1999). Analyzing Change/Gain Score. [Online]. Tersedia : http://www.physic.indiana.e du/~sdi/AnalyzingChangeGain.pdf. [Desember 2010]
NCTM.
2000. Curriculum and Evaluation Standards For School Mathematics. (http://www.nctm.org/meeti ngs/). Diakses pada tanggal 11 Januari 2011
Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Penerbit Tarsito. Bandung Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). PT. Leuser Cita Pustaka. Jakarta 57 58
Jurnal ilmiah “INTEGRITAS” Vol.2 No. 1 Maret 2016
Van de Walle, J. 2007. Matematika Pengembangan Pengajaran. Penerbit Erlangga. Jakarta
Winarji, B. 2009. Pembuatan Media Pembelajaran Yang Inovatif. Makalah yang dipresentasikan pada Seminar Nasional “Optimalisasi Penggunaan Media Pendidikan Dalam Pembelajaran” Tanggal 23 Mei 2009 di AuditoriumUnimed. Medan
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi pada SPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
58 59