PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
(Skripsi)
Oleh AGATA INTAN PUTRI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh: AGATA INTAN PUTRI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP N 9 Bandarlampung tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 261 siswa yang terdistribusi dalam tujuh kelas. Sampel adalah siswa kelas VII-A dan VII-B yang dipilih dengan menggunakan teknik purposive random sampling. Penelitian ini mengggunakan prettest-posttest control group design. Berdasarkan hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata kunci: pembelajaran kooperatif tipe CORE, komunikasi matematis
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CORE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016)
Oleh: Agata Intan Putri
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN Pada Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Bandar Lampung, pada tanggal 25 Agustus 1994. Penulis adalah anak petama dari dua bersaudara pasangan dari Bapak Siswantoro dan Ibu Wirdayani, dan memiliki seorang adik bernama Lidwina Ratih Tri Wulandari.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Xaverius Metro pada tahun 2000, pendidikan dasar di SD Xaverius Metro pada tahun 2006, pendidikan menengah pertama di SMP Xaverius Metro pada tahun 2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Metro pada tahun 2012.
Melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012, penulis diterima di Universitas Lampung sebagai mahasiswa Program Studi Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Gunung Ratu, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat pada tahun 2015. Selain itu, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 3 Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat yang terintegrasi dengan program KKN tersebut.
Selama
menjadi mahasiswa, aktif dalam unit Kegiatan Mahasiswa tingkat
Universitas yaitu English Society Unila (ESo Unila) pada periode 2013-2014 sebagai PIC of Storytelling Division dan sebagai Staff of Public Relation periode 2014-2015.
Persembahan Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya yang tak ada hentinya tercurahkan kepada kita
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangku kepada: Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Sis dan Ibu Wirdayani
yang telah memberikan kasih sayang, semangat, dan doa .
Adikku, Lidwina Ratih Tri Wulandari yang telah memberikan semangat
Seluruh keluarga besar Pendidikan Matematika 2012, yang terus memberikan do’anya, terima kasih.
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran
Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dengan segala kekuranganku
Almamater Universitas Lampung tercinta
MOTTO
Your future is created by what you do today,
not tomorrow.
SANWACANA
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh
Pembelajaran
Kooperatif
tipe
CORE
terhadap
Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 9 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016)”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas kepada: 1.
Kedua Orang tuaku, dan adikku, serta seluruh keluarga besarku yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, dukungan, dan semangat kepadaku.
2.
Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik, Dosen Pembimbing I, dan Ketua Jurusan PMIPA yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran yang membangun kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di perguruan tinggi dan dalam penyusunan skripsi sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
3.
Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan sumbangan pemikiran, perhatian, motivasi, semangat, serta kritik dan saran
yang membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik. 4.
Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Dosen Pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
5.
Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6.
Bapak Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran yang membangun kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.
7.
Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.
8.
Ibu Dra. Hj. Agustina selaku Kepala SMP Negeri 9 Bandarlampung beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan kemudahan selama penelitian.
9.
Ibu Sulistioningrum, S.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak membantu dalam penelitian.
10. Siswa/siswi kelas VII A dan VII B SMP Negeri 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin. 11. Sepupu, dan sahabat sejak kecil Yudith Selly K yang selalu ada untuk memberikan dukungan, dan untuk berbagi kesedihan maupun kegembiraan.
iii
12. Teman sekamar kost Cindel (Cindy Felixia) yang selalu menjadi pendengar curhat dan teman ngemil setia. 13. Sahabat-sahabatku tercinta: Eja (Reza Selvia), Depong (Depi Puspita Arum), Unyil (Lelly Diana), Chochobi (Nadya Mahanani), Resteh (Resti Ayu Wardhani), dan Utanay (Utary Fathu Rahmi) yang selama ini memberiku semangat dan selalu menemani saat suka dan duka. 14. My Beloved ESoers : Elok Waspadany, Andika Sofyan, Hartati, Rohmadhani Tanjung, Fajar Kurniasih, Puspita Wening, Grita Tumpi, Taufik Qurrahman, Atika Purwandani, Teika Ameiratrini, Ananto, Inggit Borisha, Novy yang telah memberikanku semangat dan banyak pengalaman berharga yang tak terlupakan. 15. Teman-teman karib tersayang : Arum Dahlia, Ranggi Aditya, Ferdianto, Ayu Nirmala, Titi Andara, Thalita Nabilah, Nur Annisa, Nidya Zahra, Della Anggraini, Reysti Betharia, Zachra DM, Tika Rahayu, Aulia Eka, Rini Haswin, Rian Ayatulah, Muhammad Sang Aji, Mila Alifia, Ni Wayan, Ni Kadek atas kebersamaannya selama ini dan semua bantuan yang telah diberikan. Semoga kebersamaan kita selalu menjadi kenangan yang terindah. 16. Kakak-kakakku angkatan 2009, 2010, 2011 serta adik-adikku angkatan 2013, 2014, 2015 terima kasih atas kebersamaanya. 17. Sahabat-sahabat KKN di Pekon Gunung Ratu, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, Kabupaten Lampung Barat dan PPL di SMP Negeri 3 BN Suoh: Rini Larassati, Asep Sumantri, Ferdy Jasak, Agung Ardiansyah, Irma Ria Ferdianti, Okta Darma Yuda, Widia Astuti, Debby Silviana, Hayat Tunur atas
iv
kebersamaan selama kurang lebih dua bulan yang penuh makna dan kenangan. 18. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku. 19. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandarlampung, Penulis
April 2016
Agata Intan Putri
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................
7
C. Tujuan Penelitian .....................................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................
8
E. Ruang Lingkup ........................................................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR .................................. 10 A. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 10 1. Kemampuan Komunikasi Matematis ...................................................... 10 2. Pembelajaran Kooperatif tipe CORE ...................................................... 12 B. Kerangka Pikir......................................................................................... 17 C. Anggapan Dasar ...................................................................................... 20 D. Hipotesis................................................................................. ................. 20 III. METODE PENELITIAN .............................................................................. 21 A. Populasi dan Sampel ............................................................................... 21 B. Desain Penelitian ..................................................................................... 21 C. ProsedurPenelitian ................................................................................... 22
D. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 23 E. Instrumen Penelitian ................................................................................ 24 F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ....................................... 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................ 35 A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 35 1. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ...................... 35 2. Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ............ 38 3. Hasil Uji Hipotesis ........................................................................... 39 B. Pembahasan ............................................................................................. 40 V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 44 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Peringkat Mutu Pendidikan di Dunia ...........................................................
2
Tabel 3.1 Desain Penelitian .......................................................................................... 22 Tabel 3.2 Kriteria reliabilitas........................................................................................ 26 Tabel 3.3 Interpretasi Daya Pembeda........................................................................... 27 Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran .................................................................... 28 Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis ................................................................................ 31 Tabel 3.6 Hasil Uji Homogenitas Varias Gain............................................................. 32 Tabel 4.1 Data Skor Awal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa...................... 35 Tabel 4.2 Data Skor Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ..................... 36 Tabel 4.3 Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ............................... 37 Tabel 4.4 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Komunikasi Matematis ................................................................................ 38 Tabel 4.5 Pencapaian Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis ........................ 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran A.1 Silabus Pembelajaran................................................................. 50 Lampiran A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen...................................................................... 53 Lampiran A.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ............................................................................ 77 Lampiran A.4 Lembar Kerja Kelompok (LKK)............................................... 100 Lampiran B.1 Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................................................. 134 Lampiran B.2 Soal Pretest-Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................................................. 136 Lampiran B.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................................................. 140 Lampiran B.4 Kunci Jawaban Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis.................................................................................. 137 Lampiran B.5 Form Penilaian Validitas........................................................... 141 Lampiran C.1 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba.................................................................. 144 Lampiran C.2 Analisis Reliabilitas Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba................. 145 Lampiran C.3 Analisis Daya Pembeda dan Tingkat Kesukaran Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Kelas Uji Coba .......................................................................... 146
Lampiran C.4 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen...................................................................... 148 Lampiran C.5 Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Kontrol ............................................................................ 150 Lampiran C.6 Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen...................................................................... 152 Lampiran C.7 Skor Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ............................................................................ 153 Lampiran C.8 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen .................... 154 Lampiran C.9 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ........................... 158 Lampiran C.10 Uji Homogenitas Varians Gain antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................................. 162 Lampiran C.11 Uji Kesamaan Dua Rata-rata Skor Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ............................. 164 Lampiran C.12 Analisis Indikator Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen ......................................... 167 Lampiran C.13 Analisis Indikator Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol................................................ 168 Lampiran D.1 Surat Izin Penelitian .................................................................. 170 Lampiran D.2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian......................... 171
x
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi saat ini, persaingan antar negara semakin ketat. Untuk menghadapi persaingan tersebut, negara-negara harus mempersiapkan dirinya di berbagai sektor, salah satunya di sektor pendidikan. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, mengungkapkan pengertian pendidikan sebagai berikut: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Sesuai dengan definisi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, agar terciptanya suasana belajar dan proses pembelajaran yang diinginkan, guru harus mampu memberikan pembelajaran yang baik dan benar kepada siswa. Sehingga siswa dapat mengembangkan potensi di dalam dirinya. Secara tidak langsung, pembelajaran di sekolah mempunyai peran yang penting dalam perkembangan kulitas sumber daya manusia di Indonesia.
2 Namun pada kenyataannya, kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini termuat dalam penelitian yang dilakukan oleh The Learning Curve Pearson yaitu sebuah lembaga pemeringkatan pendidikan dunia pada bulan Mei 2014 merilis data mengenai peringkat mutu pendidikan di seluruh dunia, pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Peringkat Mutu Pendidikan di Dunia Negara Romania Chile Greece Turki Thailand Kolombia Argentina Brazil Mexico M Indonesia
Indeks Keseluruhan Peringkat Skor 31 -0,44 32 -0,79 33 -0,86 34 -0,94 35 -1,16 36 -1,25 37 -1,49 38 -1,73 39 -1,76 40 -1,84
Kemampuan Kognitif Peringkat Skor 31 -0,62 34 -1,06 33 -0,83 32 -0,68 35 -1,09 36 -1,56 40 -2,14 39 -2,06 38 -1,78 37 -1,71
Pencapaian Pendidikan Peringkat Skor 28 -0,08 32 -0,26 35 -0,93 38 -1,46 37 -1,30 34 -0,64 31 -0,20 36 -1,08 39 -1,73 40 -2,11
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa Indonesia berada di posisi terakhir dari 40 negara yang terdata. Indonesia menempati posisi ke-40 dengan indeks rangking dan penilaian secara keseluruhan -1.84.
Untuk nilai pencapaian
pendidikan, Indonesia mendapatkan nilai -2.11, yang menjadikan Indonesia sebagai negara terburuk dalam hal kualitas pendidikan. Hal ini cukup memprihatinkan. Oleh karena itu, pendidikan menjadi hal yang penting untuk diperhatikan.
Kualitas pendidikan sangat bergantung dari proses pembelajaran itu sendiri. Di dalam proses pembelajaran tentunya peran guru sangat penting di dalamnya. Guru bertugas sebagai mediator dalam kegiatan transfer ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi.
Menurut Suherman (2003: 68), seseorang guru harus
3 mampu memilih strategi pembelajaran yang efektif dan efisien sehingga kegiatan pembelajaran di kelas dapat berjalan dengan baik serta menciptakan interaksi yang baik bagi siswa. Pembelajaran yang diberikan guru seharusnya mampu membelajarkan siswa sehingga siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya.
Tujuan pembelajaran matematika menurut Depdiknas (2003) adalah agar siswa memiliki kemampuan: (1) melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan,
perbedaan,
konsistensi
dan
inkonsistensi;
(2)
mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba; (3) mengembangkan kemampuan
memecahkan
masalah;
(4)
Mengembangkan
kemampuan
menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan secara matematis antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Kemampuan komunikasi matematis perlu dikembangkan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Baroody dalam Ansari (2009) bahwa sedikitnya ada dua alasan penting
mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu
ditumbuhkembangkan di sekolah. Pertama adalah matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan tetapi matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Kedua adalah
4 sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga sebagai sarana komunikasi guru dan siswa.
Programme for International Student Assesment (PISA) telah melakukan survei terhadap siswa di 65 negara pada tahun 2012 diperoleh bahwa Indonesia berada di peringkat 64 dalam matematika, peringkat ke 60 bersama Argentina dalam membaca, dan peringkat 64 dalam sains (OECD, 2013: 5). Khusus pada bidang matematika, survei yang dilakukan oleh PISA bertujuan untuk menilai kemampuan siswa dalam memecahkan masalah, bernalar, dan berkomunikasi. Dilihat dari hasil survei pada bidang matematika, tergambar bahwa tiga kemampuan siswa di Indonesia belum dapat dikatakan memuaskan. Berdasarkan survei tersebut, dapat dikatakan bahwa rata-rata siswa di Indonesia masih memiliki kemampuan komunikasi matematis yang rendah.
SMP Negeri 9 Bandarlampung adalah salah satu sekolah yang mempunyai karakteristik yang sama seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Hal ini diketahui dari hasil pengamatan bahwa kondisi dan situasi sekolah, dan proses pembelajaran sama dengan sekolah setara pada umumnya. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mitra, pembelajaran di SMP Negeri 9 masih menggunakan pembelajaran konvensional, yairu pembelajaran yang lebih banyak didominasi oleh guru sebagai pemberi ilmu, sementara siswa lebih pasif sebagai penerima ilmu. Hasil pengamatan di kelas siswa belum berperan aktif dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Hal ini terlihat saat guru selesai menerangkan, tidak ada siswa yang bertanya mengenai materi tersebut. Sehingga
5 siswa kurang dapat mengungkapkan ide yang merka punya. Pada kenyataannya guru lebih berperan dominan dibandingkan siswa, termasuk pada saat mengkoneksikan pengetahuan baru siswa dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya. Hal ini terlihat saat guru memulai pelajaran, guru tidak meminta siswa untuk mengungkapkan ide yang mereka punya terlebih dahulu untuk melatih kemampuan komunikasi matematis, melaikan guru langsung menjelaskan materi pelajaran. Dengan begitu, siswa belum mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Beberapa
penelitian
juga
mengungkapkan
beberapa
masalah
dalam
mengembangkan komunikasi matematis, di antaranya, menurut hasil penelitian Osterholm (2006: 292-294) siswa tampaknya kesulitan mengartikulasikan alasan dalam memahami suatu bacaan. Ketika siswa diminta mengemukakan alasan logis tentang pemahamannya, siswa kadang-kadang hanya tertuju pada bagian kecil dari teks dan menyatakan bahwa bagian ini (permasalahan yang memuat simbolsimbol) tidak mengerti, tetapi tidak memberikan alasan atas pernyataannya tersebut. Selain itu, menurut hasil penelitian Ahmad, Siti, dan Roziati dalam Maryani (2011: 24) menunjukkan bahwa mayoritas dari siswa tidak menuliskan solusi masalah dengan menggunakan bahasa matematis yang benar.
Masih
banyaknya siswa yang tidak menuliskan solusi tersebut menjadikan komunikasi intrapersonal (pemrosesan simbol pesan-pesan) dan interpersonal (proses penyampaian
pesan)
penting
dalam
menginterpretasikan
istilah
untuk
memecahkan masalah matematika. Pemilihan model pembelajaran yang tepat juga sangat berpengaruh dalam pengembangan kemampuan komunikasi tersebut.
6 Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan, pemilihan model pembelajaran dapat disimpulkan bahwa, pemilihan model, metode yang kutang tepat dapat menjadi salah satu penyebab kurang berkembangnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Romberg dan Chair dalam Sumarmo (2000: 4) berpendapat mengenai komunikasi matematis, salah satunya adalah kemampuan dalam membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. Untuk itu, diperlukan suatu model pembelajaran yang memberikan siswa banyak kesempatan untuk membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi serta saling berdiskusi satu sama lain sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mereka. Model pembelajaran yang memenuhi kriteria yang telah disebutkan adalah model pembelajaran kooperatif.
Terdapat banyak tipe dalam model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis adalah model pembelajaran yang pada tahapan-tahapannya dapat menuntun siswa untuk dapat membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi serta melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi. Model pembelajaran koooperatif tipe connecting, organizing, reflecting, dan extending (CORE) adalah model pembelajaran kooperatif
yang langkah-langkahnya memenuhi kriteria
yang telah disebutkan. Model pembelajaran kooperatif ini berawal dari mengelompokkan siswa menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi. Salah satu tahap pembelajaran pada model pembelajaran CORE adalah tahap organizing,
7 pada tahap ini siswa diajak untuk menyusun strategi untuk menemukan konsep baru. Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif tipe CORE diduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa (Studi pada Siswa Kelas VII SMPN 9 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: ”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe CORE berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa.
8 D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam pendidikan matematika yang berkaitan dengan model pembelajaraan kooperatif tipe CORE serta hubungannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi guru dan calon guru Sebagai bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas VII SMP Negeri 9 Bandarlampung mengenai pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. b. Manfaat bagi sekolah Sebagai masukan dalam upaya pembinaan para guru SMP Negeri 9 Bandarlampung untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. c. Manfaat bagi peneliti Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi peneliti lain terkait dengan penelitian yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CORE.
E. Ruang Lingkup Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif tipe CORE dikatakan berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa jika peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif tipe
9 CORE lebih tinggi dari peningkatan kemampuan komunkasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. 2. Kemampuan komunikasi matematis yang diteliti dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam menggambar (drawing), menulis (written texts), dan ekspresi matematika (mathematical expression) dengan indikator sebagai berikut: (a) Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar; (b) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara tulisan; (c) Menggunakan bahasa matematika secara tepat 3. Tahap – tahap pembelajaran dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE adalah connecting (menghubungkan informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep), organizing (mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh), reflecting (memikirkan kembali informasi yang sudah didapat), extending (memperluas pengetahuan).
II.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Kemampuan Komunikasi Matematis
Menurut Hirschfeld (2008:4) komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika. Ziebarth dalam Hulukati (2005: 15) mengemukakan bahwa komunikasi matematika adalah kemampuan siswa dalam hal menjelaskan suatu algoritma dan cara unik untuk pemecahan masalah, kemampuan siswa mengkonstruksi dan menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, katakata/kalimat, persamaan, tabel dan sajian secara fisik atau kemampuan siswa memberikan dugaan tentang gambar-gambar geometri. Sedangkan, kemampuan komunikasi matematis dalam pemecahan masalah menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:348) dapat dilihat
ketika siswa
menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi matematis orang
lain dan
menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan ide matematika dengan tepat.
Greenes dan Schulman dalam Ansari (2009: 10) juga mengatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis dapat terjadi ketika siswa (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda; (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; (3) mengkonstruk,
11 menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.
Ansari (2003:61) mengungkapkan komunikasi matematis dalam bentuk tertulis (writing) adalah kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata (vocabulary), notasi, dan struktur matematik untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah.
Romberg dan Chair dalam Sumarmo (2000: 4) berpendapat mengenai komunikasi matematis yaitu: (a) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (b) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (d) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (e) membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis, membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; (f) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.
Salah satu model komunikasi matematis yang dikembangkan adalah komunikasi matematis model Cai, Lane, dan Jacobsin dalam Fachrurazi (2011: 81) yang meliputi: 1) Menulis matematis (written text) Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis. 2) Menggambar secara matematis (drawing)
12 Pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram, dan tabel secara lengkap dan benar 3) Ekspresi matematis (mathematical expression) Pada kemampuan ini, siswa diharapkan mampu untuk memodelkan permasalahan matematis secara benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis adalah kemampuan siswa mengkonstruksi dan
menjelaskan sajian fenomena dunia nyata secara grafik, kata-kata/kalimat, persamaan, serta tabel.
2. Pembelajaran kooperatif tipe CORE
CORE merupakan singkatan dari empat kata yang memiliki kesatuan fungsi dalam proses pembelajaran, yaitu connecting, organizing, relflecting, dan extending. Menurut Harmsem dalam Santi (2013: 3), elemen-elemen tersebut digunakan untuk menghubungkan informasi lama dengan informasi baru, mengorganisasikan sejumlah materi yang bervariasi, merefleksikan segala sesuatu yang peserta didik pelajari, dan mengembangkan lingkungan belajar.
Calfee,
Calfee, Robert C, dan Roxane Greitz M (2004: 222) mengungkapkan bahwa model CORE adalah model pembelajaran menggunakan metode diskusi yang dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan dan berpikir reflektif dengan melibatkan siswa yang memiliki empat tahapan pengajaran yaitu connecting, organizing, reflecting, dan extending.
13 Menurut Jacob dalam Yuwana (2013:6), model CORE adalah model pembelajaran yang berlandaskan konstruktivisme.
Dengan kata lain, model
CORE merupakan model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri.
a) Connecting Connect
secara
bersambung.
bahasa
Menurut
berarti
Suyatno
menyambungkan, (2009),
connecting
menghubungkan, merupakan
dan
kegiatan
menghubungkan informasi lama dengan informasi baru atau antar konsep. Informasi lama dan baru yang akan dihubungkan pada kegiatan ini adalah konsep lama dan baru. Pada tahap ini siswa diajak untuk menghubungkan konsep baru yang akan dipelajari dengan konsep lama yang telah dimilikinya, dengan cara memberikan siswa pertanyaan-pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk menulis hal-hal yang berhubungan dari pertanyaan tersebut.
Katz dan Nirula (2013) menyatakan bahwa dengan connecting, sebuah konsep dapat dihubungkan dengan konsep lain dalam sebuah diskusi kelas, dimana konsep yang akan diajarkan dihubungkan dengan apa yang telah diketahui siswa. Agar dapat berperan dalam diskusi, siswa harus mengingat dan menggunakan konsep yang dimilikinya untuk menghubungkan dan menyusun ide-idenya.
Connecting erat kaitannya dengan belajar bermakna. Menurut Ausabel dalam Ratna (1989:112), belajar bermakna merupakan proses mengaitkan informasi atau materi baru dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif seseorang. Sruktur kognitif dimaknai oleh Ausabel sebagai fakta-fakta, konsepkonsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh peserta
14 belajar. Dengan belajar bermakna, ingatan siswa menjadi kuat dan transfer belajar mudah dicapai.
Koneksi (connection) dalam kaitannya dengan matematika dapat diartikan sebagai keterkaitan secara internal dan eksternal. Keterkaitan secara internal adalah keterkaitan antara konsep-konsep matematika yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri dan keterkaitan secara eksternal yaitu keterkaitan antara konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari. Menurut NCTM, apabila para siswa dapat menghubungkan gagasan-gagasan matematis, maka pemahaman mereka akan lebih mendalam dan bertahan lama. Bruner juga mengemukakan bahwa agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil, siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan, baik antara dalil dan dalil, teori dan teori, topik dan topik, konsep dan konsep, maupun antar cabang matematika.
Dengan demikian, untuk mempelajari suatu konsep matematika yang baru, selain dipengaruhi oleh konsep lama yang telah diketahui siswa, pengalaman belajar yang lalu dari siswa itu juga akan mempengaruhi terjadinya proses belajar konsep matematika tersebut. Sebab, seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu apabila belajar itu didasari oleh apa yang telah diketahui orang tersebut.
b) Organizing Echols dan Shadily (1996: 408) mendefinisikan organize secara bahasa berarti mengatur, mengorganisasikan,
mengorganisir, dan mengadakan. Organizing
merupakan kegiatan mengorganisasikan informasi-informasi yang diperoleh. Pada tahap ini siswa mengorganisasikan informasi-informasi yang diperolehnya seperti
15 konsep apa yang diketahui, konsep apa yang dicari, dan keterkaitan antar konsep apa saja yang ditemukan pada tahap connecting untuk dapat membangun pengetahuannya (konsep baru) sendiri.
Menurut Jacob dalam Yuwana (2013: 6) kontruksi pengetahuan bukan merupakan hal sederhana yang terbentuk dari fakta-fakta khusus yang terkumpul dan mengembangkan informasi baru, tetapi juga meliputi mengorganisasikan informasi lama ke bentuk-bentuk baru. Menurut Novak (2006: 2) “Concept maps are tools for organizing and representing knowledge” artinya peta konsep adalah alat untuk mengorganisir (mengatur) dan mewakili pengetahuan. Grawith, Bruce, dan Sia dalam Rohana (2013:94) juga berpendapat bahwa manfaat peta konsep diantaranya untuk membuat struktur pemahaman dari fakta-fakta yang dihubungkan
dengan
pengetahuan
berikutnya,
untuk
belajar
bagaimana
mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga terbentuk pemahaman yang baik.
Untuk dapat mengorganisasikan informasi-informasi yang diperolehnya, setiap siswa dapat bertukar pendapat dalam kelompoknya dengan membuat peta konsep sehingga membentuk pengetahuan baru (konsep baru) dan memperoleh pemahaman yang baik.
c) Reflecting Echols dan Shadily (1996: 473) mendefinisikan reflect secara bahasa berarti meng gambarkan, membayangkan, mencerminkan, dan memantulkan. Sagala (2007: 91) mengungkapkan refleksi adalah cara berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan dalam hal belajar di masa lalu. Menurut Suyatno (2009: 63) reflecting
16 merupakan kegiatan memikirkan kembali informasi yang sudah didapat. Pada tahap ini siswa memikirkan kembali informasi yang sudah didapat dan dipahaminya pada tahap Organizing. Dalam kegiatan diskusi, siswa diberi kesempatan untuk memikirkan kembali apakah hasil diskusi/hasil kerja kelompoknya pada tahap organizing sudah benar atau masih terdapat kesalahan yang perlu diperbaiki.
d) Extending Echols dan Shadily (1996: 226) mendefinisikan extend secara bahasa berarti memperpanjang, menyampaikan, mengulurkan, memberikan, dan memperluas. Menurut Suyatno (2009 : 64) extending merupakan tahap dimana siswa dapat memperluas pengetahuan mereka tentang apa yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar berlangsung. Perluasan pengetahuan harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan yang dimiliki siswa. Perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang telah didapatkan ke dalam situasi baru atau konteks yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari, baik dari suatu konsep ke konsep lain, bidang ilmu lain, maupun ke dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan diskusi, siswa diharapkan dapat memperluas pengetahuan dengan cara mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan konsep yang dipelajari tetapi dalam situasi baru atau konteks yang berbeda secara berkelompok. Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperarif tipe CORE adalah pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 4 tahap yaitu connecting (mengkoneksikan), organizing (mengorganisasikan), reflecting (merefleksikan), dan extending (memperluas).
17 B. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe CORE diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan pada kelas kontrol dijadikan variabel bebas. Kemampuan komunikasi matematis siswa sebagai variabel terikat.
Terdapat empat langkah dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE yaitu connecting
(menghubungkan),
organizing
(mengorganisasikan),
reflecting
(membayangkan), extending (memperluas). Pada tahap connecting siswa diajak untuk menghubungkan konsep baru yang akan dipelajari dengan konsep lama yang telah dimilikinya, dengan cara memberikan siswa beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian siswa menuliskan hal-hal yang berhubungan dari pertanyaan tersebut. Pada tahap ini, siswa mulai belajar mengkomunikasikan hal-hal terkait dengan materi dengan menuliskan jawaban dari pertanyaan guru. Dengan demikian, siswa belajar menuliskan jawaban pertanyaan dari guru secara jelas, logis, dan sistematis. Hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya dalam menuliskan jawaban secara sistematis dan masuk akal yang sering disebut dengan written text.
Pada tahap yang kedua yaitu organizing, siswa mengorganisasikan informasiinformasi yang diperolehnya mengenai konsep apa yang diketahui, konsep apa yang dicari, dan keterkaitan antar konsep apa saja yang ditemukan pada tahap connecting untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri. Untuk dapat
18 mengorganisasikan informasi – informasi yang diperolehnya, setiap siswa siswa dapat bertukar pendapat dalam kelompoknya dengan membuat peta konsep, gambar, atau diagram yang dapat memudahkan siswa dalam mengorganisasikan informasi tersebut. Hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya dalam melukiskan gambar, tabel, atau diagram dengan benar yang sering disebut dengan drawing.
Pada tahap yang ketiga yaitu reflecting, siswa diajak untuk memikirkan kembali informasi yang sudah didapat dan dipahaminya pada tahap organizing. Pada tahap ini, siswa menyimpulkan hasil diskusi pada kelompoknya masing-masing.
Pada tahap yang terakhir yaitu tahap extending siswa diajak untuk memperluas pengetahuan yang mereka dapat dari tahap-tahap sebelumnya. Perluasan pengetahuan dapat dilakukan dengan cara menggunakan konsep yang telah didapatkan ke dalam situasi baru atau konteks yang berbeda sebagai aplikasi konsep yang dipelajari. Siswa dapat diminta memecahkan masalah sehari – hari yang berkaitan dengan konsep, sehingga pada tahap ini, siswa belajar memodelkan masalah tersebut secara sistematis, juga belajar memberikan jawaban yang jelas , matematis, dan logis terhadap permasalahan yang diberikan. Dengan demikian, hal ini mendorong siswa untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematisnya dalam menuliskan jawabannya secara logis dan masuk akal, serta memodelkan masalah matematis dan mendapatkan solusi nya dengan benar. Kedua hal tersebut sering disebut dengan written text dan mathematical expression.
19 Jadi, melalui tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe CORE ini, siswa akan mendapat kesempatan lebih untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya. Dengan melakukan pembelajaran kooperatif tipe CORE secara berulang, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Tahapan pembelajaran yang telah diuraikan di atas, tidak terjadi pada pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional, siswa hanya sebagai pendengar dan penerima materi yang disampaikan oleh guru tersebut. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide atau gagasan yang ia punya secara logis, dan matematis belum berkembang dengan baik. Berbeda dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE, pada pembelajaran ini, siswa diajak untuk lebih berperan aktif melalui tahap – tahap yang ada ada pembelajaran kooperatif ini. Sehingga siswa lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya maupun dengan guru.
Melalui pembelajaran ini, siswa dapat lebih leluasa
mengungkapkan ide atau gagasan yang mereka punya secara logis dan sistematis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CORE diduga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, sedangkan pembelajaran konvensional cenderung menghasilkan kemampuan komunikasi matematis yang lebih rendah atau dengan kata lain peningkatan
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe CORE akan lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
20 C. Anggapan Dasar
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar yaitu: Semua siswa kelas VII semester ganjil SMPN 9 Bandarlampung tahun pelajaran 2015-2016 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
D. Hipotesis
Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah: 1.
Hipotesis umum Penerapan model pembelajaran koorperatif tipe CORE berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa.
2.
Hipotesis Khusus Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran koorperatif tipe CORE lebih tinggi daripada siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 9 Bandar Lampung yang terdiri dari sembilan kelas mulai dari VII/A hingga VII/G. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive random sampling dengan pertimbangan bahwa sampel yang dipilih diajar oleh guru yang sama yaitu kelas yang diajar oleh Ibu Sulistioningrum, S.Pd, dengan asumsi, sebelum penelitian siswa memperoleh perlakuan yang sama dari guru. Satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas dengan pembelajaran kooperatif tipe CORE, dan kelas lain sebagai kelas kontrol yaitu kelas dengan pembelajaran konvensional.
Berdasarkan teknik pemilihan sampel, maka terpilihlah siswa kelas VII A yang terdiri dari 26 siswa sebagai kelas eksperimen, dan kelas VII C sebagai kelas kontrol yang terdiri dari 26 siswa.
B. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan menggunakan desain pretest–postest control group design. Pretest dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sedangkan postest dilakukan untuk
22 memperoleh data penelitian. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen adalah model pembelajaran kooperatif tipe CORE dan pada kelas kontrol adalah pembelajaran konvensional. Garis besar pelaksanaan penelitian digambarkan dalam Tabel 3.1
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Treatment group Control group
Perlakuan Pretest Pembelajaran Posttest O1 Kooperatif tipe CORE O2 O1 Konvensional O2 Diadaptasi dari Fraenkel dan Wallen (1993:268)
Keterangan: O1 : Skor pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol O2 : Skor postest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
C. Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
Adapun persiapan yang direncanakan sebelum penelitian ini dilaksanakan, yaitu: a. Melakukan observasi untuk melihat karakteristik populasi yang ada. b. Menentukan sampel penelitian. c. Menetapkan materi yang akan digunakan dalam penelitian. d. Menyusun proposal penelitian. e. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen tes ataupun non tes yang akan digunakan dalam penelitian. f. Melakukan uji coba dan merevisi instrumen penelitian.
23 2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan pretest komunikasi matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol b. Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe CORE pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. c. Memberikan posttest komunikasi matematis setelah perlakuan.
3. Tahap Akhir
a. Mengumpulkan data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa b. Mengolah dan menganalisis data yang diperoleh. c. Membuat laporan penelitian.
D. Data Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data Penelitian Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes komunikasi matematis siswa yang diperoleh pada sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CORE di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelas control.
2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Terdapat dua macam tes dalam penelitian ini, yaitu pretest dan posttest. Pretest digunakan untuk mengetahui skor awal kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum
mengikuti
pembelajaran.
Sedangkan
posttest
digunakan
untuk
24 mengumpulkan data skor kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mengikuti pembelajaran kooperatif tipe CORE pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen tes untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Tes yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat butir soal uraian. Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan komunikasi matematis siswa disusun berdasarkan indikator komunikasi matematis. Tes yang digunakan untuk memperoleh data yang akurat haruslah tes yang bai. Artinya, kriteria tes yang digunakan harus valid, reliabel, serta memilikitingkat kesukaran dan daya pembeda yang baik. Penyusunan instrumen tes dimulai dengan menentukan kompetensi dasar dan indikator pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan menentukan indikator komunikasi matematis yang akan diukur. Selanjutnya menyusun kisi-kisi tes berdasarkan kompetensi dasar dan indikator yang telah dipilih, kemudian menyusun instrumen tes berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diuji cobakan. Adapun langkahlangkah uji coba instrumen sebagai berikut. 1. Instrumen dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing dan guru matematika yang bersangkutan di sekolah tempat penelitian. 2. Setelah mengalami perbaikan, instrumen diujicobakan terhadap kelas yang telah mempelajari materi yang akan diujikan.
25 3. Kemudian mengukur validitas, reabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda dari instrumen tersebut.
a. Validitas Instrumen
Validitas pada penelitian ini didasarkan pada validitas isi. Validitas isi dari tes komunikasi matematis dapat diketahui dengan cara menilai kesesuaian isi yang terkandung dalam tes komunikasi matematis dengan indikator pembelajaran yang telah ditentukan. Selanjutnya, soal tes dikonsultasikan dengan guru mitra. Jika penilaian guru mitra telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator kemampuan komunikasi matematis, maka tes tersebut dinyatakan valid. Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan menggunakan daftar ceklis (√) oleh guru.
Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan telah memenuhi validitas isi (Lampiran B.5 dan B.6). Langkah selanjutnya dilakukan uji coba soal yang dilakukan di luar sampel penelitian yatu uji coba dilakukan pada kelas VIII semester ganjil TP 2015/2016. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan menggunakan bantuan Software Microsoft Excel 2007 untuk mengetahui reliabilitas tes, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.
26 b. Reliabilitas Tes
Bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut Suherman (2013) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe uraian menggunakan rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut:
1−
r11 =
∑
Keterangan: r 11
= Koefisien reliabilitas yang dicari = Banyaknya butir soal
∑
= Jumlah varians skor tiap soal = Varians skor total
Menurut Guilford (Suherman, 2003: 177), koefisien reliabilitas diinterpretasikan seperti yang disajikan pada Tabel 3.2 berikut.
Tabel 3.2 Kriteria Reliabilitas Koefisien relibilitas (r11) 0,00 ≤ r11 ≤ 0,20 0,20 < r11 ≤ 0,40 0,40 < r11 ≤ 0,60 0,60 < r11 ≤ 0,80 0,80 < r11 ≤ 1,00
Kriteria Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai koefisien reliabilitas tes adalah 0,81. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang digunakan memiliki reliabilitas sangat tinggi. Hasil perhitungan reliabilitas tes uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.2.
27 c. Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda, terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memeperoleh nilai terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah). Sudijono (2008: 389) menungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:
=
−
Keterangan : DP : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu JA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA : jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah) Menurut Sudijono (2008: 388) kriteria yang digunakan untuk menginterpretasikan daya pembeda berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3. Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda Nilai −1,00 ≤ DP ≤ 0,19 0,20 ≤ DP ≤ 0,29 0,30 ≤ DP ≤ 0,39 0,40 ≤ DP ≤ 1,00
Penilaian Butir Butir jelek, harus ditolak/diperbaiki dengan revisi Butir sedang, biasanya membutuhkan perbaikan Butir baik, tetapi bisa saja diperbaiki Butir sangat baik
Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai daya pembeda tes adalah -0,08 sampai dengan 0,43. Hal ini menunjukkan bahwa daya pembeda tes terdiri dari jelek, sedang, baik dan sangat baik. Kemudian, soal
28 dengan daya pembeda jelek dan sedang diperbaiki. Hasil perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada Lampiran C.3. d. Indeks Kesukaran Butir Soal
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Sudijono (2001: 372) mengungkapkan bahwa untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus berikut.
=
Keterangan: TK : indeks kesukaran suatu butir soal JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada suatu butir soal. IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal. Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2001: 372) seperti terlihat pada Tabel 3.4. Kriteria tingkat butir soal yang digunakan bervariasi mulai dari soal sukar, sedang, maupun mudah dan membuang sangat mudah atau sangat sukar. Tabel 3.4 Interpretasi Tingkat Kesukaran Nilai 0,00 ≤ ≤ 0,15 0,16 ≤ ≤ 0,30 0,31 ≤ ≤ 0,70 0,71 ≤ ≤ 0,85 0,86 ≤ ≤ 1,00
Interpretasi Sangat Sukar Sukar Sedang Mudah Sangat Mudah
Berdasarkan haasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa nilai tingkat kesukaran tes adalah 0,04 sampai dengan 0,79. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang diujicobakan memiliki tingkat kesukaran yang mudah,
29 sedang, sukar dan sangat sukar. Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal dapat dilihat pada Lampiran C.3.
Setelah dilakukan analisis reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran soal tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba dan kesimpulan yang disajikan pada Tabel 3.6.
F. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Analisis data bertujuan untuk menguji kebenaran suatu hipotesis. Data yang diperoleh setelah memberi perlakuan pada sampel adalah data kuantitatif yang terdiri dari nilai tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari tes kemampuan komunikasi matematis diperoleh nilai pretest, dan nilai posttest. Selanjutnya akan dihitung skor peningkatan (gain) kemampuan komunikasi matematis. Menurut Hake (1999: 1) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus gain ternormalisasi (normalized gain) = g, yaitu:
g= Sebelum dilakukan uji statistik terhadap data gain kemampuan komunikasi matematis siswa, maka dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas.
30 1. Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk melihat apakah data berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak normal.
a. Hipotesis Ho : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal b. Taraf Signifikan Taraf Signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji Dalam penelitian ini, digunakan uji chi-kuadrat untuk mengji hipotesis. Uji chikuadrat menurut Sudjana (2005: 273) sebagai berikut: =
(
( )(
Keterangan:
−
)
)
= frekuensi harapan = frekuensi yang diharapkan = banyaknya pengamatan
d. Kriteria Uji Kriteria pengujian adalah: Terima H0 jika
(
,
)
dengan α = 0,05
Rekapitulasi uji normalitas data gain kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.5.
31 Tabel 3.5 Hasil Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis Pembelajaran Kooperatif tipe CORE Konvensional
4,26 6,08
7,81 7,81
Keputusan Uji diterima diterima
Keterangan Normal Normal
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua sampel berasal dari dua populasi yang berdistribusi normal. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.8 dan C.9.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data yaitu data gain kemampuan komunikasi matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki variansi yang homogen atau tidak homogen.
a. Hipotesis H0:
=
(variansi kedua populasi sama)
H1:
(variasi kedua populasi tidak sama)
b. Taraf Signifikan Taraf Signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji Menurut Sudjana (2005: 249), jika sampel dari populasi kesatu berukuran n1 dengan varians s12 dan sampel dari populasi kedua berukuran n2 dengan varians s22 maka untuk menguji hipotesis di atas menggunakan rumus:
32
F= Keterangan: s s
= varians terbesar = varians terkecil
d. Kriteria Uji Kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika (
,
)
≥
dengan
dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan masing-masing adalah 25
=
Rekapitulasi uji homogenitas data gain kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.6. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.10. Tabel 3.6 Hasil Uji Homogenitas Varians Gain Pembelajaran
Varians
Kooperatif tipe CORE Konvensional
0,015182 0,049362
3,25135
Keputusan Uji
Keterangan
ditolak
Varian tidak sama
1,96
Berdasarkan Tabel 3.9 dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data gain memiliki varians yang tidak sama atau heterogen. Hal ini berarti sebaran data pada sampel tidak sama dan memiliki karakteristik yang berbeda.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji prasyarat, langkah selanjutnya yaitu melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji kesamaan dua rata-rata yaitu uji t’.
33
a. Hipotesis H0:
=
, artinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe CORE sama dengan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran konvensional.
H1:
>
, artinya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe CORE lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunika matematis siswa dengan model pembelajaran konvensional.
b.
Taraf Signifikan
Taraf signifikan : α = 0,05
c.
Statistik Uji
Statistik yang digunakan untuk uji-t’ menurut Sudjana adalah: =
̅ − ̅ +
Keterangan: ̅ = rata-rata skor gain kelas eksperimen x = rata-rata skor gain kelas kontrol n1 = banyaknya siswa kelas eksperimen n2 = banyaknya siswa kelas kontrol s = varians pada kelas eksperimen s = varians pada kelas kontrol
34
d.
Kriteria Uji
Kriteria pengujian yang dikemukakan oleh Sudjana (2005:241) adalah tolak Ho jika: ≥
+ +
t = t( ,
2
2
S1 S ;W2 2 n1 n2 ); t = t( ),(
Dimana: W1 ),(
)
didapat dari daftar distribusi student dan dk = m. Untuk harga t lainnya, H0
diterima.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koorperatif tipe CORE berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII di SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2015/2016.
B. Saran
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukan yaitu: 1. Bagi guru dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, dapat menerapkan pembelajaran kooperatif tipe CORE sebagai salah satu alternatif pada pembelajaran matematika dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif
tipe
CORE
disarankan
sebelum
penelitian
harus
lebih
memperhatikan efisiensi waktu agar proses pembelajaran berjalan secara lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Ansari, B. 2001. Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU)melalui strategi Think Talk Write.Bandung: UPI ........... 2009. Komunikasi Matematika: Konsep dan Aplikasi, Banda Aceh: PENA. Arikunto, S. 2010. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Badudu, J. S, Sutan Mohammad Z. 2001.Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :Pustaka Sinar Harapan. Beladina, N.2013.Keefektifan Model Pembelajaran CORE Berbantuan LKPD terhadap Kreativitas Matematis Siswa.Semarang: UNNES. Calfee, Robert C. & Roxane Greitz M. 2004.Making Thingking Visible. National Science Education Standards.Riverside:University of California. Departemen Pendidikan dan kubudayaan/Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ke-3). Jakarta: Balai Pustaka. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas. Depdiknas. 2003: UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas. Jakarta. Echols, J dan Hassan S. 1996. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Bandung: UPI Hake, R.1999. Alyzing Change/Gain scores Dept of Physics : Indianan University [online] tersedia di : www.phsics.Indiana.edu/~sdi/Anlyzingchange-gain.pdf (diakses 25 November 2015)
Humaira, F Duherman,&Jazwinarti.2014.Penerapan Model Pembelajaran CORE pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang. Padang : UNP Hirschfeld, Kimberly & Cotton. 2008. Mathematical Communication, Conceptual Understanding and students’ attitudes toward mathematics.Nebraska: University of Nebraska Hulukati, E. 2005. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. Bandung: UPI Humaira, F. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Core pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas X SMAN 9 Padang.Padang: UNP Katz, S & Nirula,L.2001. Portofolio Exchange. Tersedia : www.//tsclient/a/Potifolioexchange.htm (diakses 5 November 2015) NCTM (National Council Teacher of Mathematics). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston, Virginia. Maryani, N. 2011. Pencapaian kemampuan komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran dengan strategi SQ3R (studi eksperimen SMA Negeri kabupaten garut): Bandung. Tesis. UPI Purwanto, N. 2010. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Novak, J. D. & Cañas, A. J. (2006). The Theory Underlying Concept Maps and How to Construct and Use Them [online] Tersedia: http://cmap.ihmc.us/Publications/ResearchPapers/TheoryCmaps/TheoryUnd erlyingConceptMaps.htm> (diakses 7 November 2015) Osterholm, M. 2006. Metakognition and reading-criteria for comprehension of mathematics texts. In Novotna, J., Moraova, H., Kratka, M. & Stehlikova, N. (Eds.). Proceedings 30th Conference of the Internatinal Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol. 4, pp. 289-296. Prague: PME. OECD.2013.Posisi Indonesia pada PISA 2012 [online] tersedia: https://shahibul1628.wordpress.com/category/pisa/ (diakses 4 November 2015) Ratna, W. 1989.Teori-teori Belajar.Jakarta: Erlangga. Rohana.Penggunaan Peta Konsep dalam Pembelajaran Statistika Dasar. Jurnal FKIP PRODI PMT Universitas PGRI Palembang: Tidak diterbitkan
Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press. Sagala,S. 2007. Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta : Bandung Santi, Y. 2013. Pengaruh Model CORE Berbasis Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa. Bandung: STKIP Siliwangi Bandung Sheskin, D. 2003. Handbook Parametric and nonparametric statistical procedures third edition. New York: A CRCPress.Company Sudijono,A. 2001.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Suherman, E. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah ........... 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICAUPI. Sumarmo, U. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar. Bandung: UPI Suyatno.2009.Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka The Learning Curve Pearson.2014.Indexs- Which Countries have the best schools? tersedia : http://thelearningcurve.pearson.com/index/index-ranking [online] (diakses 4 November 2015) Yulia. Pengaruh Model Pembelajaran Connecting Organizing Reflecting Extending (Core) Terhadap Kemampuan Berpikir Divergen Siswa Kelas Iv Mata Pelajaran Ips [online] Tersedia: http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJPGSD/article/viewFile/878/749 (diakses pada tanggal 3 November 2015) Yuniarti, S. 2013. Pengaruh Model Berbasis Kontekstual Terhadap Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa. Jurnal STKIP Siliwangi Bandung Yuwana,S.2013. Keefektifan Pembelajaran CORE berbantuan Cabri terhadap motivasi dan hasil.UNNES