Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MANDIRI BERBANTUAN MEDIA GAMBAR TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA PADA SISWA KELAS V SD Putu Noviana Eka Aristana¹, Ni Nyoman Kusmariyatni², I Wayan Widiana³ ¹,²,³Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia. e-mail:
[email protected]¹,
[email protected],
[email protected]³, Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) sebab tidak semua variabel dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize). Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V semester genap SD Negeri 1, 2 dan 3 Ban tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri dari 5 kelas dengan jumlah populasi 118 siswa. Sampel diambil dengan cara class random sampling dan berjumlah 47 siswa. Data penelitian ini adalah data kemampuan berpikir kritis IPA siswa, yang dikumpulkan dengan tes kemampuan berpikir kritis IPA. Tes kemampuan berpikir kritis IPA berbentuk uraian yang terdiri dari 10 butir tes. Data dianalisis secara deskritif dan pengujian hipotesis menggunakan ANAVA A dengan taraf signifikansi 5%. Uji tindak lanjut dari ANAVA A menggunakan Least Significant Difference (LSD) untuk menguji komparasi pasangan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA tiap kelompok perlakuan. Hasil analisis ANAVA A menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan Model Membelajaran Mandiri dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (F=141,675; p<5%). Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA kelompok siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri ( m1 =0,622 dan SD=0,054) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional ( m 2 =0,464 dan SD=0,055). Kelompok siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri menunjukkan kemampuan berpikir kritis IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Kata-kata kunci: Mandiri, gambar, berpikir kritis. Abstract This study aimed to analyze the differences between the sains critical thinking of student who are learning to self-directed learning (SDL) model of media images and students who studied with conventional learning model. This type of research is a quasi-experiment because not all of the variables and experiment conditions can be set and strictly controlled (full randomize). The study population is class V SD Negeri 1, 2 and 3 in academic year 2013/2014 which consists of 5 classes with a population of 118 students. Samples were taken by simple group random sampling and totaled 47 students. This research data is the data critical thinking ability of student’s science collected by critical thinking ability of science. Test the critical thinking skills of science shaped description consisting of 10 test items. Data were analyzed by descriptive and hypothesis testing using ANOVA with a significance level of 5%. Test A follow-up of ANOVA using the Least Significant Difference (LSD) to test the comparative value pairs average critical thinking skills of science each
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
treatment group. A ANOVA analysis results show that there are differences in the ability of science to think critically significant between groups of students who study with self-directed learning models and a group of students who are learning with conventional learning model (F = 141.675, p <5%). The average value of the critical thinking skills of students studying science group with self-directed learning models ( m1 =0,622 dan SD=0,054) compared with the group of students who studied with conventional learning models ( m 2 =0,464 dan SD=0,055). Group of students who studied with self-directed learning models demonstrate critical thinking skills science higher than the group of students who studied with conventional learning models. Key words: self-directed, image, critical thinking.
PENDAHULUAN Pendidikan ialah proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu berada. Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih menekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh sehingga anak didik menjadi lebih dewasa. Fungsi pendidikan adalah menghilangkan sumber penderitaan rakyat dari kebodohan dan ketertinggalan. Orang yang berpendidikan akan terhindar dari kebodohan dan juga kemiskinan. Oleh sebab itu, dengan modal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui proses pendidikan akan mampu mengatasi berbagai problema hidup yang dihadapi (Sagala, 2007). Fokus suatu proses pendidikan adalah pada peserta didik yang melibatkan diri dalam kegiatan belajar, dan tidak mengutamakan pada kegiatan mengajar yang secara penuh didominasi oleh pendidik atau guru. Proses pembelajaran merupakan proses di mana guru berperan untuk mengatur, menyiapkan, mengorganisir sumber-sumber belajar, dan membantu siswa sehingga tercipta kondisi belajar yang kondusif (Suastra, 2009). Salah satu masalah dalam pembelajaran adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini nampak pada rerata hasil belajar peserta didik yang sangat memprihatinkan. Penyebabnya adalah kondisi pembelajaran masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri yaitu belajar untuk belajar (Trianto, 2007). Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah, namun dengan metode
ini sangat sedikit materi yang dapat diserap oleh siswa terutama dalam pelajaran IPA, sebab siswa dengan metode ini hanya mendengarkan apa yang dikatakan oleh gurunya sehingga pengetahuan yang diperoleh tidak bertahan lama. Demikian halnya yang terjadi di beberapa SD di gugus V Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem, seperti SD No. 1 Ban, SD No. 2 Ban, SD No. 3 Ban, SD No. 4 Ban, SD No. 5 Ban, SD No. 6 Ban, SD No. 7 Ban dan SD No. 8 Ban akibat dari proses belajar mengajar yang masih tergolong tradisional. Rata-rata nilai mata pelajaran IPA yang didapatkan oleh siswa masih tergolong rendah, walaupun terdapat yang berada diatas KKM, ini membuktikan proses belajar yang dilakukan oleh guru masih tergolong sederhana (pembelajaran bersifat tradisional) yang berdampak pada hasil belajar siswa, dalam hal ini kemampuan berpikir siswa menjadi kurang berkembang. Model pembelajaran konvensional cenderung bersifat teacher centered dan siswa hanya sebagai pebelajar pasif. Pembelajaran yang terus menerus seperti ini tidak akan mampu mengembangkan keterampilan berpikir siswa, terutama kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan salah satu ciri manusia yang cerdas. Akan tetapi, berpikir kritis akan terjadi apabila didahului dengan kesadaran kritis yang diharapkan dapat ditumbuhkembangkan melalui pendidikan (Murwani, 2006). Pentingnya melatih berpikir kritis disebabkan karena berpikir kritis merupakan proses dasar yang memungkinkan siswa mengulangi dan mereduksi ketidakpastian di masa datang (Cabrera dalam Sudiarta, 2008). Berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan tujuan. Berpikir
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga bisa disebut directed thinking, sebab berpikir langsung kepada fokus yang dituju. Dalam pembelajaran, penggunaan media pembelajaran juga sangat diharapkan untuk membantu siswa menpelajari objek, suara, proses, peristiwa atau lingkungan yang sulit dihadirkan ke dalam kelas. Dengan menggunakan media dalam pembelajaran siswa akan lebih terangsang dalam mengikuti pelajaran. Media pembelajaran adalah segala bentuk perantara atau pengantar penyampaian pesan dalam proses komunikasi pembelajaran. Hamalik (dalam Ashar Arsyad, 2006:15) mengemukakan bahwa “pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa”. IPA adalah ”Pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya”. Ada beberapa tokoh yang menguraikan pengertian tentang IPA. IPA itu suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati dunia ini bersifat analitis, lengkap, cermat, serta menghubungkan antara satu fenomena dengan fenomena yang lain sehingga keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang diamati (Darmodjo dan Jenny,1991).Keterampilan proses IPA adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan diantaranya adalah “mengamati, mengukur, menarik kesimpulan, mengendalikan variabel, merumuskan hipotesa, membuat grafik dan tabel data, membuat definisi operasional, dan melakukan eksperiment” (Tim Penyusun, 2006: 5). Selain sebagai proses IPA dapat pula dipandang sebagai suatu produk dari upaya manusia untuk memahami berbagai gejala alam. Produk ini berupa prinsip-prinsip, teori-teori, hukum, konsep maupun fakta yang kesemuanya itu ditujukan untuk menjelaskan tentang berbagai gejala alam (Darmodjo dan Jenny,
1991:5). IPA sebagai produk merupakan kumpulan hasil kegiatan emprik dan analitik yang dilakukan para ilmuwan dalam bentuk fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori. Jika ditelaah lebih lanjut maka fakta-fakta merupakan hasil dari kegiatan emperik dalam IPA sedangkan konsep-konsep, prinsip, dan teori-teori dalam IPA merupakan hasil dari kegiatan analitik. Model pembelajaran mandiri merupakan salah satu model pembelajaran yang diterapkan secara penuh memberi kesempatan kepada peserta didik untuk ikut berperan dalam menentukan tujuan, memilih isi pelajaran dan cara mempelajarinya. Dalam belajar, peserta didik harus lebih banyak berinisiatif untuk melakukan kegiatan belajar sendiri. Namun belajar mandiri tidak berarti belajar sendiri. Peserta didik boleh belajar bersama teman, berdiskusi dengan teman, guru, atau sumber belajar yang lain, bahkan siswa juga boleh bertanya kepada teman, guru, atau sumber belajar lain dalam memecahkan kesulitan yang dihadapinya. Disertai dengan adanya media gambar diharapkan model pembelajaran mandiri dapat memotivasi minat siswa serta membangkitkan dan menarik perhatian siswa untuk dapat meningkatkan partisifasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar secara sendiri. Masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA berbantuan media gambar antara kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran mandiri dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional di Kelas V SD Semester Genap Gugus V Desa Ban Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014? Untuk menjawab permasalahan tersebut, diadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Mandiri Berbantuan Media Gambar terhadap Kemampuan Berpikir Kritis IPA pada Siswa Kelas V SD Semester Genap Gugus V Desa Ban Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem Tahun Pelajarann 2013/2014”.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Dengan demikian, diharapkan akan terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA. METODE Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) sebab tidak semua variabel dan kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat (full randomize). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V Gugus V Ban semester genap tahun akademik 2013/2014 yaitu SD NO 1 Ban yang terdiri dari 2 kelas, SD NO 2 Ban, SD NO 3 Ban yang terdiri dari 2 kelas sebanyak 118 siswa. Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Posttest only control group design”. Pada penelitian ini, kelompok eksperimen dikenai perlakuan berupa model pembelajaran mandiri berbantuan media gambar, sedangkan kelompok kontrol dikenai model pembelajaran konvensional dalam jangka waktu tertentu, kemudian kedua kelompok dikenai pengukuran yang sama. Perbedaan hasil pengukuran yang timbul dianggap sebagai akibat dari model pembelajaran yang diterapkan. Penelitian ini memberikan perbedaan perlakuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang mana kelompok eksperimen pelaksanaan pembelajaran dengan rancangan model Pembelajaran Mandiri berbantuan media gambar, sedangkan kelompok kontrol pelaksanaan pembelajaran dengan rancangan model pembelajaran konvensional. Perlakuan yang diberikan pada kedua kelompok ini membutuhkan waktu dan porsi materi yang sama. Perbedaannya terletak pada kegiatan pembelajaran yang dilaksanankan dengan mengikuti sintaks dari masing-masing model pembelajaran. Pada kedua kelas menggunakan fasilitas perlakuan LKS yang disesuaikan dengan model pembelajaran masing-masing. Dalam teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik class random sampling. Tekink class random sampling merupakan suatu cara pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak, tanpa memperhatikan strata dalam populasi tersebut. Sebelum pengambilan sampel
dengan cara merandom, kelima kelas tersebut diuji terlebih dahulu dilakukan uji kesetaraan kelompok sampel. Kriteria pengujian, jika thitung > ttabel maka semua kelompok sampel tidak setara dan jika thitung < ttabel maka semua kelompok sampel setara. Pengujian dilakukan pada taraf signifikan 5%. Setelah diperoleh kelas yang setara, kemudian kelas tersebut diundi untuk mendapatkan kelas eksperimen dan kelas control memperoleh perlakuan penerapan Model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dan satu kelas yang lain memperoleh penerapan Model Pembelajaran Konvensional. Dengan teknik tersebut, SD No.1 Ban Kelas B mendapat perlakuan Model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dan SD No.3 Ban Kelas A mendapat perlakuan Model Pembelajaran Konvensional. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Posttest only control group design”. Pada penelitian ini, kelompok eksperimen dikenai perlakuan berupa model pembelajaran mandiri berbantuan media gambar, sedangkan kelompok kontrol dikenai model pembelajaran konvensional dalam jangka waktu tertentu, kemudian kedua kelompok dikenai pengukuran yang sama. Perbedaan hasil pengukuran yang timbul dianggap sebagai akibat dari model pembelajaran yang diterapkan. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode tes. Metode tes dalam kaitannya dengan penelitian adalah cara memperoleh data yang berbentuk suatu tugas yang dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dites (testee) dan menghasilkan suatu data berupa skor (interval) (Agung 2010: 60) “.Tes kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan adalah berbentuk tes uraian. Dengan menggunakan bentuk tes uraian, siswa tidak hanya sekedar menjawab, melainkan harus menggunakan semua kemampuan berpikirnya untuk mengungkapkan jawaban yang mereka pilih sehingga siswa tidak hanya sekadar menjawab yang dianggap benar. Data dalam penelitian ini diolah dengan Teknik analisis statistik deskriptif. untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
dari dua variabel, yaitu model pembelajaran (model pembelajaran mandiri berbantuan media gambar, model konvensional) dan keterampilan berpikir kritis. Untuk menentukan kualitas variabel–variabel tersebut, skor rata–rata (mean) tiap–tiap variabel dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata–rata ideal dan standar deviasi (SD). HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi hasil penelitian memaparkan tentang distribusi frekuensi, nilai rata-rata (M), dan standar deviasi (SD)
yang diperoleh berdasarkan data dari pretest, posttest, dan nilai gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis IPA siswa. Data pretest menunjukkan kemampuan berpikir kritis IPA awal siswa, posttest menunjukkan kemampuan berpikir kritis IPA siswa, dan nilai gain ternormalisasi menunjukkan peningkatan nilai kemampuan berpikir kritis IPA siswa. Berikut ini pemaparan hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan data dari pretest, posttest dan nilai gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pretest, Posttest dan Nilai Gain Ternormalisasi Kemampuan Berpikir Kritis IPA KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA (PRETEST) Distribusi frekuensi (%) M Kelas Sangat Baik Cukup Kurang Sangat (rata- SD baik kurang rata) Eksperiment 11,4% 88,6% 22,37 2,21 Kontrol 24,3% 75,7% 23,78 2,47 KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA (POSTTEST) Distribusi Frekuensi (%) M Kelas Sangat Sangat (rata- SD Baik Cukup Kurang Baik kurang rata) Eksperimet 17,1% 82,9% 70,67 4,11 Kontrol 57,6% 42,4% 59,16 4,50 GAIN TERNORMALISASI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS IPA SISWA Kelas M (Rata-rata) SD Ekperimen 0,622 0,053 Kontrol 0,464 0,055 Perbandingan kemampuan berpikir kritis IPA kelompok model Pembelajaran Mandiri dan MPK berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa pada kelompok MPK masih ada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis IPA dengan katagori cukup, sedangkan pada kelompok model Pembelajaran Mandiri tidak terdapat siswa yang memiliki hasil kemampuan berpikir kritis IPA dengan kategori cukup. Demikian halnya dengan pencapaian kemampuan berpikir kritis IPA dengan katagori sangat baik, pada kelompok MPK tidak ada siswa yang mampu memperoleh hasil kemampuan berpikir kritis IPA dengan katagori sangat baik. Pada kelompok model Pembelajaran Mandiri sebesar 17,1% siswa memperoleh kemampuan berpikir kritis IPA
N 26 21
N 26 21
dengan katagori sangat baik. Nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran mandiri sebesar 70,67 lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang belajar dengan MPK sebesar 59,16. Dan nilai rata-rata gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok model pembelajaran mandiri adalah 0,622 dengan standar deviasi 0,053, dan untuk kelompok MPK adalah 0,464 dengan standar deviasi 0,055. Hal ini berarti peningkatan kemampuan berpikir kritis IPA pada kelompok model pembelajaran mandiri lebih baik dibandingkan kelompok MPK. Pengujian hipotesis dengan ANAVA akan dilaksanakan setelah adanya
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
pengujian terhadap persyaratanpersyaratan yang dilakukan terhadap sebaran data dari hasil penelitian, yaitu uji normalitas data, dan uji homogenitas varians antar kelompok. Uji normalitas data menggunakan statistik Kolomogorov-Smirnov dan ShapiroWilk. Uji normalitas data dilakukan pada keseluruhan unit analisis yaitu dua kelompok yang terdiri dari satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Teknik analisi dilakukan dengan bantuan program SPSS-PC 16.0 for Windows. Kriteria uji normalitas menyebutkan bahwa data terdistribusi normal jika angka signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari 0,05. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebaran data pada semua unit analsis berdistribusi normal. Pada uji homogenitas pengelompokkan dilaksanakan berdasarkan model pembelajaran, yaitu model pembelajaran mandiri dan MPK dengan masing-masing unit analisis N=26 dan N=21. Uji homogenitas varians antar kelompok menggunakan Levene’s Test of Equality of Error Variance. Teknik analisis tersebut dilakukan dengan menggunakan program SPPS-PC 16.0 for Windows. Hasil uji homogenitas varians untuk kelompok model pembelajaran menunjukkan angkaangka signifikansi statistik Levene lebih besar dari 0,05. Ini berarti bahwa varians antar model pembelajaran adalah homogen. Mengingat data dari hasil penelitian telah memenuhi persyaratan normalitas dan homogenitas varians, maka selanjutnya ANAVA satu jalur dapat dilanjutkan. Dalam penelitian ini diuji dengan satu hipotesis penelitian menggunakan uji F ANAVA satu jalur. Data yang akan dianalisis adalah data gain ternormalisasi, yaitu selisih antara nilai posttest dikurangi nilai pretest setelah ternormalisasi. Hipotesis yang akan diuji secara statistik adalah H0 yaitu tidak terdapat perbedaan terhadap kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri dan siswa yang belajar dengan MPK. Hasil analisis ANAVA bahwa pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis IPA diperoleh nilai statistik
F=141,675 dengan taraf signifikansi 0,001. Keputusan yang dapat diambil adalah H0: m1Y m 2Y : Tidak terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional, ditolak. Dengan perkataan lain, HA: m1Y m 2Y : Terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional, diterima. Dalam analisis signifikansi perbedaan gain ternormalisasi rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA kelompok model Pembelajaran Mandiri dan MPK dengan menggunakan least significant difference (LSD). Taraf signifikansi α=0,05, jumlah sampel kelompok Pembelajaran Mandiri adalah 26, dan jumlah sampel kelompok MPK adalah 21. Jumlah sampel total adalah 47, jumlah kelompok model pembelajaran a=2, diperoleh nilai statistik ttabel = t(0,025;47) = 1,997. Penggunaan nilai ttabel dan means square error =0,003 untuk variabel dependent gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis IPA diperoleh batas penolakan yaitu LSD= 0,027 . Perbedaan nilai rata-rata gain ternormalisasi kemampuan berpikir kritis IPA model Pembelajaran Mandiri dan MPK adalah Δμ(KPM)=[μ(MSDL)μ(MPK)]KPM=0,158 dengan standar error 0,013 dan angka signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari 0,05. Di samping itu, nilai Δμ(KPM)=[μ(MSDL)-μ(MPK)]KPM=0,158 lebih besar dari LSD(KPM)= 0,027 . Jadi, nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA kelompok model Pembelajaran Mandiri dan MPK berbeda secara signifikan pada taraf signifikansi 0,05. Nilai rata-rata dari kelompok model Pembelajaran Mandiri secara statistik lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MPK. Hal tersebut berarti, terdapat perbedaan nilai rata-rata yang signifikan antara kelompok siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
konvensional. Kemampuan berpikir kritis IPA yang telah dicapai oleh siswa dengan menggunakan model Pembelajaran Mandiri lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model konvensional. Hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA siswa antara kelompok siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hasil analisis mendapatkan pengaruh model pembelajaran terhadap kemampuan berpikir kritis IPA siswa mempunyai nilai statistik F=141,675 dengan signifikansi 0,001. Angka signifikansi ini lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05, maka dapat diinterpretasikan bahwa model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dan model pembelajaran konvensional berbeda secara signifikan dalam kemampuan berpikir kritis IPA pada taraf signifikansi 0,05.
88,6% dan kelompok MPK sebagian besar berada pada kualifikasi sangat kurang sebesar 75,7%.
Berdasarkan perhitungan LSD yang memperoleh batas penolakan sebesar 0,027 dengan Δμ = 0,158, maka dapat diinterpretasikan bahwa kelompok siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar memiliki rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA lebih tinggi daripada kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini menunjukkan, kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa hipotesis yang diajukan menyatakan terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antara siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional. Pengaruh model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional dalam pencapaian kemampuan berpikir kritis IPA siswa dapat ditinjau secara teoritis dan operasional empiris. Secara teoritis, model Pembelajaran Mandiri adalah kemampuan yang tidak banyak berkaitan dengan pembelajaran apa, namun bagaimana proses belajar itu dilaksanakan. Proses belajar yang dilaksanakan pun berdasarkan atas inisiatif dan tanggung jawab peserta didik. Siswa sebagai peserta didik berusaha memahami, mencari sumber informasi, serta memecahkan masalah sendiri. Pembelajaran Mandiri menekankan pengajaran yang lebih mementingkan keterampilan, proses, sistem daripada cakupan isi dan tes. Dan dengan disertai dengan media gambar membantu
Sebelum diberi perlakuan, hasil analisis menunjukkan kelompok siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar memiliki nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA awal lebih rendah daripada siswa yang belajar dengan model pembelajaraan konvensional. Nilai kemampuan berpikir kritis IPA awal siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar sebagian besar berada pada kualifikasi sangat kurang, yaitu sebesar
Setelah diberi perlakuan berupa model pembelajaran, maka nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar lebih tinggi daripada kelompok MPK. Hal ini berdasarkan hasil analisis data yang dilakuan, di mana rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar sebesar 70,7 dan nilai ratarata kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok MPK sebesar 59,2. Nilai kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar sebesar 17,1% berkualifikasi sangat baik, sebesar 82,9% berkualifikasi baik, dan kelompok MPK sebesar 57,6% berkualifikasi baik, 42,4% berkualifikasi cukup.
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik dalam memecahkan masalah di dunia nyata. Peserta didik yang menerapkan pembelajaran mandiri akan lebih percaya diri dan termotivasi dalam belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Mereka akan menggunakan segala sumber yang dianggap relevan untuk menunjang pembelajarannya, baik buku teks, teman, dan guru. Guru dalam model Pembelajaran Mandiri berperan sebagai fasilitator atau perancang proses belajar. Sebagai fasilitator, seorang guru membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar, sementara sebagai perancang proses belajar mengharuskan guru untuk mengolah materi ke dalam format sesuai dengan pembelajaran mandiri. Salah satu setting pembelajaran Pembelajaran Mandiri di kelas adalah dengan berkelompok. Secara berkelompok peserta didik akan saling mengisi kekurangan masing-masing melalui kegiatan diskusi, sebab dalam kelompok peserta didik mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang berbeda. Di samping itu, kelompok dapat digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik, dengan berdiskusi bersama kelompok, mereka akan mengetahui tingkat kemampuannya. Apabila peserta didik merasa kemampuannya masih kurang dari kemampuan teman satu kelompoknya, dia akan belajar lebih rajin. Jika kemampuannya dirasa sudah melebihi teman satu kelompoknya maka dia terdorong untuk mempelajari topik atau konsep yang baru. Kegiatan pembelajaran pun di awali dengan permasalahan kontekstual, di mana dapat dialami langsung oleh peserta didik. Permasalahan pada awal pembelajaran akan merangsang peserta didik untuk mulai mencari solusinya, dan hal ini dapat melatih kemampuan berpikir peserta didik. Peserta didik akan berusaha secara mandiri baik individu maupun kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi dengan menggali informasi dari berbagai sumber. Peserta didik diberikan kesempatan seluasluasnya dalam mengelola serta menentukan sumber belajarnya, dan dapat dikatakan bahwa mereka didorong untuk
bertanggung jawab atas semua tindakan yang mereka lakukan sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah sains. Model pembelajaran konvensional berbeda dengan model Pembelajaran Mandiri perbedaan tersebut terlihat bahwa secara teoritis model pembelajaran kovensional adalah pembelajaran yang cenderung berpusat kepada pendidik, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa. Peran pendidik adalah menyampaikan dan mentransmisi pengetahuan kepada siswa, sementara peserta didik berprilaku pasif dalam pembelajaran dengan menerima, menyimpan, dan melakukan aktivitas sesuai dengan langkah yang diberikan. Keberhasilan pembelajaran dilihat dari ketuntasan penyampaian seluruh materi yang ada pada kurikulum, kemampuan mengungkapkan kembali isi buku teks sehingga pembelajaran konvensional kurang menekankan pada keterampilan proses. Sistem pembelajaran seperti ini, akan membuat peserta didik cuma menghapal apa yang ada di buku dan kurang memahami konsep yang terdapat pada buku tersebut. Pengetahuan yang didapat pun akan mudah terlupakan, sebab tidak disertai dengan pemahaman. Metode ini akan membuat peserta didik malas, motivasi belajarnya pun berkurang, sehingga pada akhirnya akan berhimbas pada kemampuan berpikir dan kemampuan pemecahan masalah yang kurang optimal. Model Pembelajaran Mandiri lebih unggul dibandingkan model pembelajaran konvensional dalam pencapaian kemampuan berpikir kritis IPA siswa, meskipun model Pembelajaran Mandiri dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis IPA siswa, namun belum secara optimal dapat mencapai kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada katagori sangat baik. PENUTUP Berdasarkan hasil analisis data siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA awal lebih rendah dengan siswa belajar dengan model konvensional. Nilai
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
kemampuan berpikir kritis IPA pada model Pembelajaran mandiri berada pada kualifikasi sangat kurang, yaitu sebesar 88,6% sedangkan kelompok model konvensional sebagian besar pada kualifikasi sangat kurang 75,7%. Setelah melakukan perlakuan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar lebih tinggi daripada kelompok MPK. Rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar sebesar 70,7 dan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok MPK sebesar 59,2. Nilai kemampuan berpikir kritis IPA siswa pada kelompok model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar sebesar 17,1% berkualifikasi sangat baik, sebesar 82,9% berkualifikasi baik, dan kelompok MPK sebesar 57,6% berkualifikasi baik, 42,4% berkualifikasi cukup. Jadi berdasarkan analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis IPA antar siswa yang belajar dengan model Pembelajaran Mandiri berbantuan Media Gambar dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional di Kelas V SD Semester Genap Gugus V Desa Ban Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem Tahun Pelajaran 2013/2014. Saran dan tindak lanjut adalah sebagai berikut. 1) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan untuk kemampuan berpikir kritis IPA siswa yang belajar dengan menggunkan model pembelajaran mandiri berbantuan media gambar daripada siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Saran peneliti untuk para pendidik atau guru IPA hendaknya menggunkan model pembelajaran mandiri sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis IPA siswa. 2) Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas. Jika untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada materi pembelajaran yang lain, maka peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis pada materi pembelajaran
yang lain. 3) Peneliti menyadari bahwa perlakuan yang diberikan kepada peserta didik sangat singkat untuk digunakan mengetahui kemampuan berpikir kritis IPA siswa. Hal tersebut diakibatkan adanya keterbatasan peneliti terhadap materi pembelajaran yang ditetapkan serta keterbatasan waktu yang tersedia di sekolah. Saran yang dapat disampaikan oleh peneliti adalah melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama. 4) Penelitian ini difokuskan untuk menyelidiki pengaruh model pembelajaran mandiri terhadap kemampuan berpikir kritis IPA. Saran dari peneliti adalah, hendaknya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh model pembelajaran mandiri dalam pembelajaran sains terhadap variabel lain, misalnya pemahaman konsep, kinerja ilmiah, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa, dan lain sebagainya.
DAFTAR RUJUKAN Agung, A. A. 2010. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Singaraja: Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Ganesha. Arsyad, Azhar. 2006. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada Darmodjo, Hendro dan Jenny R.E. Kaligis. 1991. Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan. Murwani, E. D. 2006. Peran guru dalam membangun kesadaran kritis siswa. Jurnal Pendidikan Penabur.06. 59-68. http://www.bpkpenabur.or.id /files/Hal.5968%20Peran%20Guru.pdf. [Diakses pada tanggal 15 November 2011].
Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
Sagala, S. 2007. Konsep dan makna pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta. Suastra, I W. 2009. Pembelajaran sains terkini. Singaraja: Undiksha. Sudiarta,
I G. P. 2008. Membangun kompetensi berpikir kritis melalui pendekatan open-ended. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Trianto. 2007. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivisme. Jakarta: Prestasi Pustaka.