PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM ECOVILLAGE (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)
FINA WINDAYANI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM ECOVILLAGE (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Fina Windayani NIM I34120114
ABSTRAK FINA WINDAYANI. “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Program Ecovillage”. Di bawah bimbingan SITI AMANAH. Lingkungan secara fisik dikelola dan diatur oleh manusia sebagai makhluk hidup. Munculnya permasalahan bencana banjir, kekeringan, penurunan luas lahan hutan yang secara signifikan serta kualitas air yang mengancam keberadaan sumberdaya air menuntut manusia sebagai pengguna untuk mengembalikan alam sebagai mana mestinya. Pengembangan desa dengan budaya lingkungan merupakan salah satu cara untuk menganggulangi permasalahan lingkungan yang terjadi, yakni dengan ecovillage. Penelitian ini dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Tujuan pada penelitian ini untuk menganalisis kepemimpinan kepala desa, menganalisis tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage, dan untuk mengidentifikasi pengaruh kepemimpinan kepala desa. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh anggota yang mengikuti program ecovillage yang berjumlah 29 anggota. Tingkat kemampuan kepala desa memiliki pengaruh yang signifikan sedangkan gaya kepemimpinan tidak memiliki pengaruh terhadap partisipasi anggota. Keterlibatan anggota pada program ecovillage dipengaruhi oleh kemampuan kepala desa untuk mendorong anggota dibanding dengan gaya kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala desa. Kata kunci: Kepemimpinan Kepala Desa, Ecovillage, dan Partisipasi Masyarakat. ABSTRACT FINA WINDAYANI. "Leadership Influence of The Village Head towards Community Participation Levels in Ecovillage Program". Supervised by SITI AMANAH. The physical environment is managed and regulated by humans as living beings. The emergence of the problem of floods, drought, decline in forest land significantly and the quality of water that threatens the existence sue water resources human as a user to restore nature as appropriate. Rural development with environmental culture is one way to cope with environmental problems that occur, called ecovillage. This research located in Mekarwangi Village, Ibun Subdistrict, Bandung District. The purpose of this research are to analyze the leadership of the village head, to analyze the levels of ecovillage community participation in the program, and to identify the effect the leadership of the village head. The population of this research were all members of the follow the ecovillage program totaling 29 members. The ability of the village head has a significant effect, while the leadership style has no effect the participation of members. Members involvement of the program affected by the ecovillage the ability of the village head to encourage members than leadership style which is owned by the village head. Keywords: Leadership Village Head, Ecovillage, and Public Participation
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA DESA TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM ECOVILLAGE (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)
FINA WINDAYANI I34120114
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Ecovillage (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung) Fina Windayani I34120114
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr Ir Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Dr Ir Siti Amanah, MSc NIP. 19670903 199212 2 001
Tanggal Pengesahan :
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Ecovillage (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat menjadi sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain itu penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr Ir Siti Amanah, MSc selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, mendukung, dan memberikan inspirasi serta saran masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Kepada seluruh responden yaitu anggota ecovillage di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasi yang bermanfaat untuk penulisan skripsi. Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada Ayahanda Kusna Wijaya dan Ibunda Fitri Lidiastuti serta Kakak Tantri Witantriasti dan Atria Widyana serta keluarga yang telah memberikan dukungan dan doa yang tidak terbatas kepada penulis hingga mampu menjalani banyak hal sampai tahapan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan SKPM 49 yang telah memotivasi dan mendukung penulis dalam kelancaran penulisan skripsi, Iqbal Syahroni dan Aris Widianto sebagai teman satu bimbingan dan sebagai teman berdiskusi dan saling bertukar pikiran, dan Kharin, Syifa, Nurin, Wulan, Nabil, Nella, Tazki, Gita, Inez, Hamzah yang telah memberikan dukungan moril dalam proses penyelesaian skripsi ini, serta semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dikatakan belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap kajian mengenai “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Ecovillage (Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung)” mampu memberikan manfaat bagi orang lain dan khazanah ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2016
Fina Windayani I34120114
DAFTAR ISI PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
3
Tujuan Penelitian
3
Kegunaan Penelitian
4
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka
5 5
Konsep Kepemimpinan
5
Gaya Kepemimpinan
9
Kepala Desa
10
Partisipasi Masyarakat
11
Ecovillage
14
Kerangka Pikir
16
Hipotesis Penelitian
17
METODE PENELITIAN
19
Metode Penelitian
19
Lokasi dan Waktu Penelitian
19
Teknik Penentuan Responden dan Informan
19
Teknik Pengumpulan Data
20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
22
Definisi Operasional
24
GAMBARAN UMUM DESA MEKARWANGI
27
Kondisi Geografis
27
Kondisi Demografi dan Sosial
28
Kependudukan
28
Pendidikan
28
Jenis Pekerjaan
30
Karakteristik Responden
35
KEPEMIMPINAN KEPALA DESA
39
Tingkat Kemampuan Kepala Desa
39
Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
50
Gaya Kepemimpinan Transaksional
50
Gaya Kepemimpinan Transformasional
52
TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA PROGRAM ECOVILLAGE
57
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM ECOVILLAGE 61 Pengaruh Tingkat Kemampuan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Program Ecovillage
61
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Partisipasi Masyarakat Program Ecovillage 64 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepala Desa Mekarwangi terhadap Partisipasi Anggota Program ecovillage
64
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Desa Mekarwangi terhadap Partisipasi Anggota Program ecovillage 66 SIMPULAN DAN SARAN
69
Simpulan
69
Saran
69
DAFTAR PUSTAKA
71
LAMPIRAN
75
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Ringkasan pengertian kepemimpinan Perbandingan manajemen dan kepemimpinan Perbedaan pimpinan formal dan informal Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian Hasil uji reliabilitas Jumlah dan persentase jenis penggunaan lahan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada tahun 2015 7. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 8. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan agama di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 9. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 10. Sarana dan prasarana pendidikan Desa Mekarwangi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 11. Sarana dan prasarana sosial atau keagamaan Desa Mekarwangi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 12. Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 13. Daftar desa yang mengikuti program ecovillage di Kabupaten Bandung Tahun 2015 14. Daftar nama kepengurusan ecovillage di Desa Mekarwangi Tahun 2015 15. Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden 16. Jumlah dan persentase tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi 17. Jumlah dan persentase tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi Tahun 2016 18. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 19. Jumlah dan persentase tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 20. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 21. Jumlah dan persentase tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 22. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan fasilitator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016
5 6 8 20 22 27 28 28 29 30 30 31 33 34 35 39 40
41 41
42 43
44
23. Jumlah dan persentase tingkat kemampuan fasilitator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 24. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator kemampuan mediator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 25. Jumlah dan persentase tingkat kemampuan mediator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 26. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan memotivasi Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 27. Akumulasi jumlah dan persentase tingkat kemampuan motivator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 28. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator gaya transaksional Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 29. Jumlah dan persentase gaya transaksional Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 30. Jumlah dan persentase responden berasarkan indikator tujuan bersama pada program ecovillage Tahun 2016 31. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator kebutuhan anggota program ecovillage di Desa Mekarwangi Tahun 2016 32. Jumlah dan persentase gaya transformasional Kepala Desa Mekarwangi menurut responden Tahun 2016 33. Penialaian kumulatif penerapan kedua gaya kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi Tahun 2016 34. Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 35. Jumlah dan persentase tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage 36. Hasil uji regresi tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan Kepala Desa terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 37. Penilaian responden mengenai tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi dan partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 38. Penilaian responden berdasarkan gaya kepemimpinan transaksional Kepala Desa Mekarwangi dan tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage 39. Penilaian responden berdasarkan gaya kepemimpinan transformasional Kepala Desa Mekarwangi dantingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016
45
46 47
48 48
51 52 53 54 55 56 57 59
61
62
64
66
DAFTAR GAMBAR 1. Delapan tingkat dalam tangga partisipasi masyarakat 2. Kerangka Pikir 3. Aspek ecovillage
13 16 32
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Peta Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung Jadwal penelitian Daftar nama anggota ecovillage Catatan Tematik Hasil analisis regresi Dokumentasi Penelitian
76 77 78 79 82 85
PENDAHULUAN Latar Belakang Lingkungan merupakan suatu kondisi fisik yang mencakup keadaan sumberdaya alam beserta isinya yang ada di muka bumi seperti tanah, energi, flora, fauna, dan maupun yang di atas lautan. Lingkungan secara fisik di kelola dan diatur oleh manusia sebagai makhluk hidup. Kondisi lingkungan fisik ini dapat berdampak baik atau bahkan buruk bagi manusia sebagai penerima manfaat dari lingkungan. Pemenuhan hidup manusia dapat diperoleh dari lingkungan sosial yang berkelanjutan. Untuk tetap meningkatkan kualitas hidup manusia harus dapat mempertahankan lingkungan yang memiliki daya dukung yang optimal dan lingkungan berkelanjutan. Isu kerusakan lingkungan alam baik hutan maupun perkebunan di Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh masyarakat serta lembaga-lembaga terkait diantaranya Dinas Kehutanan, Perhutani, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PT Perkebunan Nusantara dan lain sebagainya. Ada beberapa penyebab kerusakan alam yang disebabkan oleh ulah manusia sendiri diantaranya illegal logging, polusi udara, gangguan ekosistem, pembuangan sampah sembarangan dan pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan. Walaupun berbagai cara pencegahan dan penanggulangannya telah dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan, tetapi kerusakan lingkungan alam masih sering terjadi serta menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar. Akibat bencana alam karena tindakan manusia sendiri berdampak kerugian bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya (Putro 2016). Perlu peran penting masyarakat dalam mengelola lingkungan alam yang dibutuhkan serta digunakan sehari-hari saling bersinergi agar tidak terjadi ketidakseimbangan alam. Alam memiliki keterbatasan kemampuan yang harus selaras dengan kebutuhan manusia atas alam. Kepedulian masyarakat harus dibangun untuk memahami dan menguasai permasalahan dikawasan sekitarnya secara swadaya. Pengembangan desa dengan budaya lingkungan merupakan salah satu cara untuk menganggulangi permasalahan lingkungan yang terjadi. Konsep tersebut dikenal dengan ecovillage. Ecovillage adalah desa atau kampung berbudaya lingkungan di mana masyarakat mampu mengelola lingkungannya sesuai dengan kaidah keberlanjutan meliputi konservasi, pemanfaatan dan pemulihan lingkungan. Ecovillage merupakan bentuk interaksi manusia terhadap lingkungan untuk mencapai kehidupan berkelanjutan dan lestari. Pengintegrasian kelestarian alam dan lingkungan sosial dengan cara hidup yang berdampak rendah untuk mencapai kehidupan yang berkelanjutan. Membangun budaya dan perilaku yang ramah lingkungan dengan mencakup empat aspek, yaitu aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek spiritual (Buku Panduan Ecovillage 2015). Penerapan ecovillage atau pengembangan desa berbudaya lingkungan sudah diterapkan beberapa negara termasuk Indonesia, khususnya Provinsi Jawa Barat. Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat menerapkan program ecovillage di beberapa wilayah baik desa maupun kota di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP DAS) Citarum merupakan salah satu DAS yang terletak di satu Provinsi Jawa Barat yang mempunyai luas 1.417.802,30 Ha yang meliputi 21
2
DAS, yaitu Ciasem, Cibulan-bulan, Cibuni, Cidamar, Ciderewek, Cilaki, Cilamaya, Cipandak, Cipepetan, Cipunagara, Cisadea, Ciselang, Cisoga, Cisokan, Citarum, Ciujung (Cianjur), Ciwadas, K. Batangleutik, K. Blanakan, K. Kamal dan K. Sawo. DAS Citarum meliputi delapan kabupaten atau kota dengan DAS berstatus nasional meskipun terletak di satu provinsi1. Kriteria dalam pelaksanaan desa berbudaya lingkungan adalah desa dimana penduduknya telah mengelola lingkungan dengan baik dan semua kegiatanya berdampak positif terhadap lingkungan. Pemimpin merupakan sosok dominan dalam sebuah perkumpulan yang memiliki peran mengatur sebuah kelompok atau organisasi. Menurut Pradana et al. (2013) untuk itu organisasi memerlukan pemimpin yang mampu menjadi motor penggerak perubahan organisasi dan pemimpin yang mampu menetapkan sasaran-sasaran khusus, memonitor perkembangan, dan mengidentifikasi penghargaan yang diterima karyawan apabila sasaran dapat tercapai. Dalam pengaturanya, pemimpin bertujuan mengendalikan sebuah kelompok agar mencapai sebuah tujuan kelompok yang dirancang secara bersama. Dalam pemimpin desa, pemimpin memiliki pengaruh cukup kuat untuk pembangunan desa. Baik masuknya program pemeritahan desa ataupun sampai pelaksanaan pembangunan. Pemerintahan yang paling dekat dengan desa adalah kepala desa. Dijelaskan oleh Silambi (2014), bahwa kepemimpinan kepala desa sangat berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan karena segala keputusan ada ditangan kepala desa itu sendiri oleh sebab itu kepala desa sangat berperan penting di masyarakat. Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan dalam arti pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada kepala desa, urusan pemberdayaan masyarakat dalam penyedian sarana prasarana fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa dan urusan masyarakat berarti pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kemasyarakatan, pendidikan sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa. Selain itu, kepala desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada di perdesaan yang bertanggung jawab mengayomi warganya dan mengurusi masalah pembangunan. Satu desa yang menerapkan program ini adalah Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Desa Mekarwangi telah menerapkan program ecovillage selama tiga tahun terakhir. Dengan beberapa penghargaan atas penerapan program tersebut yakni Pembina Lingkungan Terbaik se-Provinsi Jawa Barat2. Penghargaan tersebut diberikan kepada kepala desa sebagai pembina. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dan partisipasi masyarakat pada program ecovillage. 1
Depertemen Kehutanan (DEPHUT). www.dephut.go.id. [diunduh pada: 13 Januari 2016, pukul 10.53]. 2 Hasil wawancara dengan Staf BPLHD Jawa Barat [pada 21 Januari 2016, pukul 11.32 WIB].
3
Masalah Penelitian Kepala desa sebagai pemimpin desa memiliki peranan tersendiri dalam pelaksanaan program ecovillage seperti memotivasi masyarakat, memotivasi, memberi dukungan, serta tindakan-tindakan lain yang membuat masyarakat terlibat dalam program. Prestasi yang telah diraih ialah terpilihnya Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun sebagai Pembina Lingkungan Terbaik se-Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti mengetahui bagaimana kepemimpinan dari Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada pelaksanaan program ecovillage? Menurut BPLHD Jawa Barat (2015), ecovillage merupakan suatu ekosistem dimana masyarakat yang ada didalamnya berusaha mengintegrasikan kelestarian lingkungan sosial dengan cara hidup yang berdampak rendah untuk mencapai kehidupan yang berkelanjutan. Pada pelaksanakan pengembangan desa berbudaya lingkungan atau ecovillage melibatkan masyarakat sebagai subyek pelaksana yang bersifat partsipatif atau pendekatan Participatory Rural Apprisal (PRA). Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage? Kepala desa merupakan unit pemerintahan terkecil yang ada di perdesaan yang bertanggung jawab untuk mengayomi masyarakat dalam lingkup desa dan mengurusi masalah pembangunan. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada pasal 26 menjelaskan tugas sebagai kepala desa yang terdiri dari menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala desa merupakan stakeholder yang mengetahui persoalan masyarakat wilayah kuasanya. Dalam mengembangkan suatu desa dengan basis lingkungan, kepala desa memiliki kemampuan mendorong masyarakat untuk terlibat berupa partisipasi. Oleh karena itu, menjadi penting bagi peneliti mengetahui bagaimana pengaruh kepemimpinan kepala desa terhadap partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada pelaksanaan program ecovillage. 2. Menganalisis tingkat partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage. 3. Menganalisis pengaruh kepemimpinan kepala desa terhadap partisipasi anggota kelompok pada program ecovillage.
4
Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu kepemimpinan dan lingkungan. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai literatur tambahan yang digunakan untuk menulis penelitian lanjutan. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi media sosialisasi program ecovillage kepada masyarakat luas. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan mengenai pengembangan kawasan desa. 3. Bagi swasta, penelitian ini diharapkan dapat menjadi media advokasi masyarakat kepada pihak swasta, sehingga pihak swasta dapat membentuk suatu produk atau jasa yang sesuai dengan lingkungan desa. 4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi wahana aspirasi masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang melalukan pengembangan kawasan pedesaan dengan basis ecovillage.
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Kepemimpinan Pengertian dari kepemimpinan menurut Soekanto (2006) kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan seseorang (kemampuan pemimpin) untuk mempengaruhi orang lain (yang dipimpin atau pengikutnya) sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana yang dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kepemimpinan ada yang bersifat resmi yaitu kepemimpinan yang tersimpul di dalam suatu jabatan. Ada pula pemimpin karena adanya pengakuan dari masyarakat akan kemampuan seseorang untuk menjalankan kepemimpinan. Perbedaan yang mencolok pada kepemimpinan resmi dengan yang tidak resmi adalah kepemimpinan yang resmi di dalam pelaksanaanya selalu harus berada di atas landasan-landasan atau peraturan resmi. Sehingga daya cangkupannya agak terbatas. Kepemimpinan tidak resmi mempunyai ruang lingkup tanpa batasan resmi, karena kepemimpinan tidak resmi didasarkan atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat. Alfian (2009) mengklasifikasikan kepemimpinan seperti pada Tabel 1. Tabel 1 Ringkasan pengertian kepemimpinan No Perspektif Pengertian Pemimpin 1. Focus of group processes Pemimpin merupakan pusat segala aktivitas dan perubahan kelompok. Kepemimpinan adalah pusat kehendak yang menggerakan aneka aktivitas, perubahan, dan perkembangan kelompok (organisasi). 2. Personality perspective Pemimpin merupakan perpaduan antara bakat khusus dan karakteristik individu, yang memiliki kemampuan untuk mendelegasikan tugas pada orang lain secara sempurna. 3. Act atau behavior Kepemimpinan merupakan seperangkat tindakan dan perilaku tertentu yang mampu menggerakan perubahan dalam organisasi. 4. Power relationship Kepemimpinan adalah relasi antara pemimpin dan yang dipimpin 5. Instrument of goal achievement Kepemimpinan adalah upaya membimbing anggota mencapai tujuan bersama. 6. Skills perspective Kepemimpinan adalah kapabilitas yang membuatnya bekerja secara efektif. Sumber : Alfian (2009) Peran seorang pemimpin sangat penting dalam mengayomi kinerja pemerintahan yang dijalankannya. Terlebih ditengah pelaksanaan otonomi daerah
6
sekarang ini, maka hal yang paling menentukan adalah sikap profesionalitas dari aparatur pemerintahan, khususnya pejabat pemimpin lembaga-lembaga pemerintahan daerah (Silambi 2014). Kepemimpinan dan manager memiliki klasifikasi yang berbeda walaupun terkadang didefinisikan suatu hal yang sama. Ada beberapa perbedaan yang cukup jelas antara kepemimpinan dan manager. Gibson et al. (1982) menerangkan bahwa kepemimpinan adalah konsep yang lebih sempit daripada manajemen. Manajer dalam organisasi formal bertanggungjawab dan dipercaya dalam melaksanakan fungsi manajemen. Pemimpin kadang terdapat pada kelompok informal, sehingga tidak selalu bertanggung jawab atas fungsi-fungsi manajemen. Seorang manajer yang ingin berhasil maka dituntut untuk memiliki kepemimpinan yang efektif. Kepemimpinan efektif yang berusaha memahami pemecahan masalah sebagai sebuah proses serta dapat menyeimbangkan pemuasan kebutuhan secara bersama baik anggota ataupun individu dari pemimpin tersebut (Ruvendi 2005). Menurut Kahar (2008) kepemimpinan merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan organisasi, terlebih lagi dalam menuju perubahan. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan kepemimpinan (leadership) ada baiknya terlebih dahulu mengetahui arti pemimpin (leader). Selain itu beberapa ahli mencoba membedakan antara kepemimpinan dan manager dengan beberapa aspek pembeda. Seperti yang dijelaskan pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan manajemen dan kepemimpinan No 1.
Arah
2.
Kewajiban
Pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengawasan, menciptakan batasan atau jarak.
3.
Hubungan
Berfokus pada objek atau produk barang jasa berdasarkan kekuasaan jabatan. Berposisi sebagai bos.
4.
Kualitas personal
Jarak emosional, berbicara, pikiran cerdas, kepatuhan, pemahaman organisasi.
5.
Orientasi
Mempertahankan stabilitas.
Manajemen Perencanaan, penganggaran, berfokus pada bottom line.
Sumber : Alfian (2009)
Kepemimpinan Menciptakan visi dan strategi, berfokus pada horizon. Menciptakan budaya dan nilai bersama, menolong orang lain berkembang, mengurangi jarak. Berfokus pada orang, menginspirasi dan memotivasi yang dipimpin. Berdasarkan pada kekuasaan personal, berlaku seperti pelatih, fasilitator, akselerator, dan pelayan. Hubungan emosinal (hati), pikiran terbuka, mendengarkan, memberikan kebebasan dan keberanian, pemahaman ke dalam diri. Menciptakan perubahan yang terkadang radikal dan menolak status quo.
7
Pada Tabel 2 dijelaskan mengenai perbandingan antara manajemen dan kepemimpinan pada aspek arah, kewajiban, hubungan, kualitas personal, dan orientasi. Untuk manajemen pada aspek arah berfokus pada perencanaan, penganggaran, serta pada bottom line. Sedangkan kepemimpinan menciptakan visi dan strategi, berfokus pada horizon. Pada aspek kewajiban kepemimpinan menciptakan nilai-nilai kebersamaan serta menolong orang lain untuk orang lain berkembang dan mengurangi jarak dengan pengikutnya sehingga terciptanya budaya-budaya yang melekat. Berbeda dengan kepemimpinan, manajemen lebih berfokus pengorganisasian, staffing, pengarahan, pengawasan, menciptakan batasan atau jarak dengan pengikutnya. Untuk hubungan pada manajemen, hanya berfokus pada objek atau produk barang jasa berdasarkan kekuasaan jabatan. Manajemen berposisi sebagai bos. Berbeda dengan kepemimpinan yang berfokus pada orang, menginspirasi dan memotivasi yang pengikutnya. Berdasarkan pada kekuasaan personal, berlaku seperti pelatih, fasilitator, akselerator, dan pelayan. Manajemen memiliki jarak dengan pengikutnya secara emosional, berbicara, pikiran cerdas, kepatuhan, pemahaman organisasi. Berbeda dengan kepemimpinan yang memiliki hubungan secara hati atau emosional dengan pengikutnya dengan kedekatan serta pikiran yang terbuka. Memberikan kebebasan kepada pengikutnya untuk memilih serta memiliki keberanian untuk mengambil keputusan. Membuka diskusi dengan pikiran yang saling terbuka. Kepemimpinan memiliki orientasi kepada perubahan yang terkadang radikal dan menolak status quo. Manajemen lebih berorientasi untuk mempertahankan stabilitas. Kepemimpinan dapat dilihat sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Rivai dan Mulyadi 2012). Kartono sebagaimana yang dikutip oleh Silambi (2014), menguraikan fungsi kepemimpinan dalam kelompok, yaitu sebagai berikut: 1. Memelihara struktur kelompok, menjamin interaksi yang lancar dan memudahkan pelaksanaan tugas-tugas. 2. Menyingkronkan ideologi, pikiran dan ambisi anggota-anggota kelompok dengan pola keinginan pemimpin. 3. Memberikan rasa aman dan status yang jelas kepada setiap anggota, sehingga mereka bersedia memberikan partisipasi penuh. 4. Memanfaatkan dan mengoptimalkan kepemimpinan, bakat dan produktifitas semua anggota kelompok untuk berkarya dan berprestasi. 5. Menegakkan peraturan, larangan, disiplin dan norma-norma kelompok agar tercapai kepaduan kelompok, meminimalisir konflik dan perbedaanperbedaan. 6. Merumuskan nilai-nilai kelompok dan memilih tujuan kelompok sambil menentukan sarana dan cara operasional guna pencapaiannya. 7. Mampu memenuhi harapan keinginan dan kebutuhan para anggota, sehingga mereka merasa puas, juga membantu adaptasi mereka terhadap tuntutan eksternal ditengah masyarakat dan memecahkan kesulitankesulitan hidup anggota kelompok setiap harinya.
8
Kepemimpinan dapat dibedakan menjadi dua yakni kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal sebagaimana yang dijelaskan dalam Tabel 3. Tabel 3 Perbedaan pimpinan formal dan informal Pimpinan Formal 1. Memiliki dasar legitimasi diperoleh dari penunjukan pihak yang berwenang, artinya memiliki legitimasi. 2. Harus memenuhi persyaratan tertentu.
Pimpinan Informal 1. Sebagian tidak/belum memiliki acuan formal atau legitimasi sebagai pimpinan.
3. Mendapat dukungan dari organisasi formal ataupun atasanya. 4. Memperoleh balas jasa/kompensasi baik materil atau immateriil tertentu. 5. Kemungkinan mendapatkan peluang untuk promosi, kenaikan pangkat/jabatan, dapat dimutasikan, diberhentikan, dan lain-lain.
3. Tidak mendukung organisasi formal.
6. Mendapatkan reward dan punishment. 7. Memiliki kekuasaan dan wewenang. Sumber : Rivai dan Mulyadi (2012)
2. Masa kepemimpinannya, sangat tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya.
4. Tidak mendapatkan imbalan/kompensasi. 5. Tidak mendapat promosi, kenaikan pangkat, mutasi, dan memiliki atasan.
6. Tidak ada reward dan punishment.
Merujuk dari Rivai dan Mulyadi (2012) pada Tabel 3, terdapat beberapa perbedaan pimpinan formal dan informal. Pimpinan informal memiliki masa kepemimpinannya, sangat tergantung pada pengakuan dari kelompok atau komunitasnya. Imbalan atau kompensasi tidak diterima oleh pimpinan informal serta promosi untuk kenaikan jabatan dan mutasi juga tidak diterima. Pimpinan informal merupakan pimpinan tertinggi sehingga tidak memiliki atasan. Reward dan punishment ditiadakan dalam pimpinan informal. Berbeda dengan pimpinan informal, pimpinan formal memiliki kejelasan mengenai kedudukanya secara legitimasi serta untuk menjadi pimpinan formal harus memenuhi syarat tertentu dan mendapatkan balas jasa berupa materil atau immateriil. Pemimpin formal contohnya kepala desa juga memungkinkan untuk naik jabatan atau dipindahkan, diberhentikan jika melanggar aturan yang telah ditetapkan. Jika pimpinan formal melaksanakan tugasnya secara baik maka kemungkinan untuk mendapatkan reward besar begitu juga sebaliknya jika tidak melaksanakan tugas dengan baik maka akan mendapatkan punishment.
9
Silambi (2014) menjelaskan kepemimpinan kepala desa sangat berpengaruh terhadap jalannya roda pemerintahan karena segala keputusan ada ditangan kepala desa itu sendiri. Sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan dalama arti pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada kepala desa, urusan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sarana prasarana fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa dan urusan masyarakat berarti pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kemasyarakatan, pendidikan sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa. Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan merupakan salah satu upaya atau cara untuk mempengaruhi pengikutnya. Masing-masing gaya memiliki kekurangan dan kelebihannya bagi pengikutnya. Menurut Siagian (2008) ada tiga macam gaya kepemimpinan: 1. Demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan sebagai keputusan bersama dan seluruh anggota sistem sosial yang bersangkutan. 2. Otokrasi, yaitu kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri. 3. Laiszer Faire, yaitu gaya kepemimpinan yang menyerahkan pengambilan keputusan kepada masing-masing anggota sosial itu sendiri. Gaya kepemimpinan bersifat atau bergaya top down autokratis, partisipatif dan value based leadership. Pemimpin tipe partisipatif menuntut pemimpin turut aktif dalam berbagai kegiatan dan menetapkan tujuan bersama-sama, membagi pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban ke bawah dan membentuk tim dan antar tim yang efektif untuk meningkatkan skill dan kemampuan individu. Kepemimpinan value based leadership, kepemimpinan tipe ini dasarkan atas hubungan nilai yang solid dan terintergrasi di antara sesama anggota dan pemimpinnya (Gama, Betta et al. 2014). Terdapat 3 jenis gaya kepemimpinan (leadership style) yang sangat berpengaruh terhadap efektivitas seorang pemimpin yaitu gaya autokratis, demokratis, partisipatif, dan bebas kendali (Reksohadirpodjo 1985 yang dikutip Ruvendi 2005). Gaya kepemimpinan yang dikemukakan Bass (1995) dikutip oleh Ancok (2012) membagi kepemimpinan ke dalam dua gaya, yakni gaya kepemimpinan transformasional dan gaya transaksional. Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya yang bergaya manager dan gaya kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang bergaya leader. Secara umum, kepemimpinan transformasional memiliki sifat memanusiakan pengikutnya, memperlakukan pengikutnya sebagai manusia cerdas dan terhormat, mampu “mengelus-elus” hati pengikutnya agar memunculkan potensi insaninya
10
secara maksimal (Ancok 2012). Kepemimpinan transformasional merupakan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran yang mengarahkan organisasi pada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya (Locke 1997 dikutip oleh Pradana et al. 2013). Melalui kepemimpinan transformasional maka bawahan akan merasa dipercaya, dihargai dan bawahan akan lebih menghargai pimpinannya. Menurut pandangan Bass (1995) dikutip Ancok (2012) ada empat hal yang menjadi ciri pemimpin tranformasional, yakni: 1. Idealized inlfuence atau pengaruh yang diidealkan yaitu sifat keteladanan yang ditujukan kepada pengikut dan sifat yang dikagumi pengikut dari pemimpinnya. 2. Intellectual stimulation atau simulasi intelektual yaitu pemimpin yang berfokus pada pemberian apresiasi serta tidak mengkritik pada setiap gagasan sekecil apapun gagasanya. 3. Individual consideration atau kepedulian secara perorangan yaitu ciri pemimpin yang memperhatikan kebutuhan pengikutnya dan membantu pengikutnya agar mereka dapat bisa maju dan berkembang dalam karir dan kehidupan mereka. 4. Inspiration motivation atau motivasi yang inspirasional yaitu sifat pemimpin yang memberikan inspirasi dalam bekerja, mengajak pengikutnya untuk mewujudkan sebuah cita-cita bersama agar hidup dan karya mereka menjadi bermakna. Berbeda dengan kepemimpinan transaksional yang bergaya manager. Bass (1985) dikutip Pradana et al. (2013) mengemukakan bahwa karakteristik kepemimpinan transaksional terdiri dari dua aspek, yaitu: 1. Imbalan kontingen yaitu pemimpin memberitahu bawahan tentang apa yang harus dilakukan bawahan jika ingin mendapatkan imbalan tertentu dan menjamin bawahan akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang dilakukan. 2. Manajemen eksepsi yaitu pemimpin berusaha mempertahankan prestasi dan cara kerja dari bawahannya, apabila ada kesalahan pemimpin langsung bertindak untuk memperbaikinya. Manajemen eksepsi dibagi menjadi dua yakni aktif dan pasif. Disebut aktif jika pemimpin secara aktif mencari apa ada kesalahan, dan jika ditemukan akan mengambil tindakan seperlunya. Disebut pasif jika pemimpin hanya bertindak jika ada laporan kesalahan, sehingga tanpa ada informasi maka 5 pemimpin tidak mengambil tindakan apa-apa. Kepala Desa Kepala desa merupakan jabatan resmi yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Yulindra 2013). Menurut Surur (2013) kepala desa juga seharusnya berperan dalam membangun kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi terhadap program-program yang dilakukan oleh pemerintah desa. Karena masyarakat juga bagian dari suksesnya program desa serta masyarakat juga mempunyai peranan terhadap tercapainya
11
tujuan dari pembangunan. Perlu adanya suatu koordinasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat agar yang menjadi cita-cita bersama yaitu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat dapat diwujudkan. Pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dijelaskan pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Desa dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang memiliki tanggung jawab dalam menjalankan urusan pemerintahan, urusan pembangunan dan urusan kemasyarakatan. Urusan pemerintahan dalama arti pelaksanaan urusan administrasi pemerintahan dan pengaturan kehidupan masyarakat yang dilimpahkan kepada kepala desa, urusan pemberdayaan masyarakat dalam penyedian sarana prasarana fasilitas umum seperti jalan, jembatan, irigasi, sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa dan urusan masyarakat berarti pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti bidang kemasyarakatan, pendidikan sesuai kewenangan yang dilimpahkan kepada kepala desa (Silambi 2014). Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebut pelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala desa berwenang: 1. memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa 2. mengangkat dan memberhentikan perangkat desa 3. memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa 4. menetapkan peraturan desa 5. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa 6. membina kehidupan masyarakat desa 7. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa 8. membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa 9. mengembangkan sumber pendapatan desa 10. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa 11. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa 12. memanfaatkan teknologi tepat guna 13. mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif 14. mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dan 15. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Partisipasi Masyarakat Partisipasi menurut Tjokrowinoto yang dikutip oleh Silambi (2014) merupakan suatu konsep dasar dan mempunyai posisi penting dalam ruang lingkup hubungan kerja. Hakekat dari partisipasi yang mempersatukan pertimbangan keputusan individual dengan keputusan organisasi sebagai suatu sistem yang lebih besar menempatkan partisipasi di dalam titik perhatian hubungan kerja. Partisipasi dipandang sebagai suatu teknik hubungan kerja yang
12
efektif. Partisipasi masyarakat difungsikan sebagai faktor penentu keberhasilan sebuah program pemerintah. Menurut Nasution yang dikutip Yulindra (2013) keberhasilan penyelengaraan otonomi daerah dan desa juga tidak terlepas dari adanya peran serta atau partisipasi aktif anggota masyarakatnya, baik sebagai kesatuan sistem maupun sebagai individu merupakan bagian integral yang sangat penting dari sistem pemerintahan daerah atau desa, karena secara prinsip penyelenggaraan otonomi ditunjuk guna mewujudkan masyarakat sejahtera di daerah atau desa yang bersangkutan. Oleh sebab itu, tanggung jawab penyelenggaraan pemerintahan di daerah atau di desa tidak saja ditangan kepala daerah atau kepala desa tetapi juga di tangan masyarakat tersebut. Menurut Yulindra (2013) partisipasi masyarakat merupakan wujud dari terciptanya kemauan masyarakat dalam suatu program pemerintah khususnya program pembangunan bagi masyarakat. Salah satu wujud kemauan itu dengan adanya sikap mendukung terhadap penyelenggaraan program pemerintah yang ditujukan melalui partisipasi aktif anggota masyarakat dalam pelaksanaan program pembangunan. Program pembangunan direncanakan dan dapat terlaksana sesuai dengan harapan. Harapan ini harus sejajar dengan usaha partisipasi dari masyarakat. Menurut Surur (2013) dalam setiap program pemerintahan yang telah direncanakan oleh pemerintah wajib disosialisasikan kepada masyarakat atau dalam setiap penyusunan program baik dari tingkat pusat sampai pada tingkat desa seharusnya masyarakat juga mempunyai andil. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pada dasarnya merupakan suatu bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah kerja sama antara masyarakat dengan pemerintah. Arnstein (1969) menjelaskan delapan tangga partisipasi yang diuraikan sebagai berikut : 1. Manipulation (manipulasi): pada tingkatan ini, masyarakat diikutkan sebagai “stample karet” dalam badan penasehat. Tujuanya adalah untuk dipakai sebagai formalitas semata dan untuk dimanfaatkan dukunganya. Tingkatan ini bukan tingkatan partisipasi masyarakat yang murni, karena telah diselewengkan dan dipakai sebagai alat publikasi oleh penguasa. 2. Therapy (terapi): pada tingkat terapi atau pengobatan ini, pemegang kekuasaan sama dengan ahli kesehatan jiwa. Mereka menganggap ketidakberadaanya sebagai penyakit mental. Dengan berpura-pura mengikutsertakan masyarakat dalam suatu perencanaaan, mereka sebenarnya menganggap masyarakat sebagai sekelempok orang yang memerlukan pengobatan. 3. Informing (menginformasikan): pada tingkatan ini, informasi diberikan kepada masyarakat akan hak, tanggung jawab, dan pilihan mereka merupakan langkah awal yang sangat penting. Namun, seringkali pemberian informasi dari penguasa kepada masyarakat tersebut bersifat satu arah sehingga masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dan tidak memiliki kekuatan untuk negosiasi. 4. Consultation (konsultasi): pada tingkatan ini meminta pendapat masyarakat merupakan suatu langkah logis menuju partisipasi penuh.
13
5.
6.
7.
8.
Namun konsultasi ini masih semu karena tidak ada jaminan bahwa pendapat mereka akan diterima. Partisipasi masyarakat diukur dari frekuensi dalam pertemuan, seberapa banyak brosur dibawa pulang dan seberapa banyak menjawab kuesioner. Placation (menenangkan): pada tingkat ini masyarakat sudah memiliki pengaruh meskipun dalam beberapa hal pengaruh tidak memiliki jaminan akan diperhatikan. Salah satu strateginya adalah dengan memilih masyarakat miskin yang layak untuk dimasukan ke dalam suatu lembaga. Patnership (kemitraan): pada tingkatan ini kekuasaan disalurkan melalui negosiasi antara pemegang kekuasaan dan masyarakat. Mereka sepakat untuk sama-sama memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. Aturan ditentukan melalui mekanisme take and give. Delegated Power (kekuasaan didelegasikan): pada tingkat ini masyarakat menduduki mayoritas kursi, sehingga memiliki kekuasaan untuk menentukan suatu keputusan. Selain itu juga masyarakat memegang peranan penting dalam menjamin akuntabilitas program tersebut. Citizen control (kontrol warga negara): pada tingkat ini masyarakat menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program atau kelembagaan diberikan kepada mereka, bertanggung jawab penuh terhadap kebijakan dan aspek manajerial dan bisa mengadakan negosiasi apabila ada pihak ketiga yang akan mengadakan perubahan.
1. Kontrol Masyarakat 2. Pendelegasian Kekuasaan 3. Kemitraan
Citizen Power
4. Pendamaian 5. Konsultasi
Tokenism
6. Informasi 7. Terapi Non-participation 8. Manipulasi
Gambar 1 Delapan tingkat dalam tangga partisipasi masyarakat Sumber: Arnstein (1969) Dijelaskan oleh Arnstein (1969), pada Nasdian (2014) delapan tangga partisipasi kemudian digolongkan kembali menjadi tiga level. Manipulasi dan Terapi masuk ke dalam level “non-partisipasi” yang dimaksud inisiatif
14
pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi, Konsultasi termasuk dalam level “Tokenisme” yang artinya komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat, akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokensim, komunitas bisa memberikan saran pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kekuasaan dan kontrol merupakan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuasaan warga negara (citizen power) (Gambar 1). Cohen dan Uphoff (1979) yang diacu oleh Ardilah et al. (2014) membagi partisipasi ke beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yaitu pada perencanaan dan pelaksanaan suatu program. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widagdo (2000) menjelaskan kepemimpinan dapat mempengaruhi baik sikap kader maupun kehadiran di Posyandu adalah kepemimpinan atau kades yang paternalistik dan tradisional (masih menunggu instruksi dari atas). Namun demikian, masih sangat potensial dalam memotivasi dan mendorong para perangkat desa maupun para kader Posyandu yang ada didaerah tempat kades tersebut menjadi pimpinan. Maka kepemimpinan memiliki pengaruh pada partisipasi masyarakat dalam suatu program berupa motivasi, mendorong, dan meningkatkan kehadiran dalam kegiatan. Ecovillage Ecovillage merupakan suatu konsep ekologi di suatu pemukiman yang dirancang untuk mendorong interaksi antar masyarakat untuk membangun keberlanjutan dengan melihat aspek sosial, ekologi, ekonomi, dan nilai serta kepercayaan. Anggota dari ecovillage merupakan masyarakat setempat yang melaksanakan konsep ecovillage dengan nilai ekologis, sosial, ekonomi, dan spiritual (Buku Panduan Ecovillage 2015). Ecovillage memiliki tujuan untuk
15
menciptakan lingkungan yang lestari dengan basis ketetanggaan yang bersifat kekeluargaan dan lifestyle dengan landasan spiritual. Kesadaran akan perlunya keselarasan hidup antara sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dengan lingkungan. Menururt Global Ecovillage Network (2007), ecovillage adalah komunitas dimana orang-orang merasa didukung dan bertanggung jawab kepada orang-orang di sekitar mereka. Mereka cukup kecil bahwa setiap orang merasa aman, diberdayakan, dilihat dan didengar. Orang-orang kemudian dapat berpartisipasi dalam pengalaman keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan bahwa dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan bahwa masyarakat secara transparan. Kondisi lingkungan yang semakin menurun seperti penurunan luas hutan yang semakin meluas, pencemaran air akibat industri, banjir dan kekeringan yang mendasari program ecovillage di jalankan. Tujuan dari kegiatan ecovillage ini agar masyarakat mengetahui, memahami, dan menguasai persoalan, potensi, serta kebutuhan kawasan sekitar dengan metode hadap-masalah, masyarakat sekitar dapat mencari alternatif pemecahan masalah relatif mudah dilaksanakan secara swadaya (BPLHD Jawa Barat 2015). Indikator dalam pelaksanaan ecovillage terbagi dalam setiap aspek sebagai berikut (BPLHD Jawa Barat 2015): 1. Aspek Ekologi a. Penerapan teknologi ramah lingkungan b. Pertanian terpadu berbasis konservasi c. Energi terbarukan (biodegister, biogas, dll) d. Sanitasi (pengelolaan sampah, drainase dan MCK komunal atau septic tank communal) e. Air (sumber, kualitas dan pola penggunaan) 2. Aspek Ekonomi a. Peningkatan ekonomi lokal melalui potensi yang ada di daerah b. Perubahan nilai ekonomi dari masalah yang ada di lingkungan menjadi potensi yang dapat dikembangkan c. Usaha atau bisnis berkelanjutan d. Kesadaran pelaku ekonomi sebagai bagian dari masyarakat 3. Aspek Sosial a. Pembangunan komunitas / jejaring b. Fasilitas dan rekonsiliasi c. Gotong royong d. Sistem pertanian tradisional e. Penndidikan 4. Aspek Spiritual a. Kearifan lokal b. Seni dan budaya c. Kesehatan tradisional (herbal dll) d. Organisasi sosial non-profit
16
Kerangka Pikir Kerangka pikir merupakan kerangka logis yang disusun untuk mendekati persoalan yang teliti. Kerangka pikir disusun berdasarkan tinjauan konsep, hasil penelitian terdahulu, dan kondisi nyata dimasyarakat. Dalam penelitian ini, konsep mengenai kemampuan dari kepala desa dan gaya kepemimpinan dari kepala desa dikaitkan dengan konsep tingkat partisipasi dari anggota ecovilllage.
Tingkat kemampuan kepala desa ( ) 1. Bertanggung jawab 2. Komunikatif 3. Memotivasi 4. Fasilitator 5. Mediator Tingkat partisipasi anggota ecovillage (Y) 1. Citizen power 2. Tokenism 3. Non-partisipasi Gaya kepemimpinan kepala desa ( ) 1. Orientasi Reward and Punishment 2. Orientasi kebutuhan anggota 3. Orientasi tujuan bersama
Karakteristik anggota kelompok Ecovillage ( ) 1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan formal 4. Lama menjadi anggota Keterangan :
mempengaruhi
tidak diukur secara statistik *Partisipasi dilihat dengan menggunakan konsep Arnstein (1969). Gambar 2 Kerangka Pikir
17
Pemikiran logis yang mendasari kerangka pikir yang menjelaskan mengenai tingkat partisipasi yang dipakai dalam kegiatan ecovillage, yakni perencanaan kegiatan, kegiatan bank sampah, pembuatan sumur resapan, dan penanaman lahan kritis. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun dalam pelaksanaan ecovillage. Karakteristik anggota pada pelaksanaan ecovillage memiliki karakteritik usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal dan lama menjadi anggota. Pengukuran pelaksanaan program dengan merujuk konsep Arnstein (1969) pada delapan tingkatan partisipasi ini kemudian digolongkan menjadi tiga level. Manipulasi dan Terapi masuk ke dalam level terendah level “non-partisipasi” yang dimaksud inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi dan Konsultasi termasuk dalam level “Tokenisme” yang artinya komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat, akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan dan kontrol merupakan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuasaan warga negara (citizen power). Tingkat partisipasi anggota masyarakat pemanfaat program dalam kegiatan ecovillage diduga dipengaruhi tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan dari kepala desa. Tingkat kemampuan dapat diukur dari sikap bertanggung jawab, komunikatif, memotivasi, fasilitator, dan mediator. Kepemimpinan diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya, untuk berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku yang positif dapat memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi (Rivai dan Mulyadi 2012). Untuk itu, kepemimpinan khususnya kepala desa sebagai jabatan resmi yang dimiliki seseorang dalam kemampuannya meliputi proses mempengaruhi orang lain dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Yulindra 2013). Pada gaya kepemimpinan gaya transaksional dan gaya transformasional yang merujuk pada teori Bass (1995) membagi kepemimpinan ke dalam tiga subpeubah yakni pemimpin yang memiliki orientasi reward and punishment, orientasi kebutuhan anggota, dan orientasi tujuan bersama. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang, tinjauan pustaka, dan kerangka pemikiran maka dirumuskan hipotesis uji sebagai berikut: 1. Diduga terdapat pengaruh tingkat kemampuan kepemimpinan kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage. 2. Diduga terdapat pengaruh gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage.
18
METODE PENELITIAN Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu konsep sebagai variabel yang berhubungan dengan teori yang ada. Pada penelitian ini peneliti menggunakan variabel pengaruh dari tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan kepala desa dengan partisipasi masyarakat. Hasil dari indikator yang telah ditetapkan kemudian dibuat dalam bentuk kuesioner dengan pilihan jawaban dan skor yang telah ditetapkan oleh peneliti. Data kualitatif sebagai argumentasi pendukung diperoleh dengan wawancara mendalam. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunkan panduan wawancara yang sebelumnya telah dibuat. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian tersebut dilakukan secara purposive (sengaja). Lokasi ini dipilih secara purposive karena pertimbangan: 1) Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten merupakan salah satu desa yang menerima program ecovillage dan 2) berdasarkan hasil rekomendasi yang diperoleh dari BPLHD bahwa Desa Mekarwangi merupakan desa yang memiliki kepemimpinan kepala desa yang kuat dalam program ecovillage sehingga mendapatkan penghargaan sebagai Pembina Lingkungan Terbaik se-Provinsi Jawa Barat pada tahun 20153. Hal tersebut menjadi relevan terhadap penelitian pengaruh kepemimpinan dari kepala desa terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam program ecovillage. Penyusunan skripsi yang dilaksanakan pada jangka waktu dari bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016 (Lampiran 2). Penelitian yang dilakukan dimulai dengan penyusunan proposal, kolokium, pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan revisi. Teknik Penentuan Responden dan Informan Populasi penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok pada program ecovillage yang menerima pengaruh pemimpin kepala desa dalam program ecovillage. Pemilihan responden dilakukan melalui metode sensus berdasarkan dengan jumlah anggota program yang diketahui setelah melakukan penjajakan yaitu sebanyak 29 orang. Anggota kelompok ini berasal dari Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh anggota yang mengikuti secara aktif program ecovillage (Lampiran 3). Unit analisis yang digunakan adalah individu. Informan adalah orang yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data disekitar lingkunganya terkait penelitian ini yaitu pendamping lokal, pengurus, dan fasilitator. Pemilihan terhadap informan pertama secara purposive dan menggunakan teknik bola salju (snow ball) dengan jumlah yang tidak ditentukan. Pemilihan informan tersebut 3
Hasil wawancara dengan Staf BPLHD Jawa Barat [pada 21 Januari 2016, pukul 11.32 WIB].
20
memberikan informasi mengenai kegiatan program serta kaitanya dengan peran dari kepemimpinan kepala desa. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Pengumpulan data primer menggunakan kuesioner berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh data berupa jawaban dari responden untuk memperoleh informasi yang menunjang tujuan penelitian. Pengisian kuesioner dipandu oleh peneliti agar mencegah terjadinya kesalahan pada pengisian. Pengumpulan data penelitian menggunakan pengamatan langsung atau observasi yang dilakukan peneliti kepada para responden. Dalam wawancara mendalam, peneliti menggunakan panduan wawancara mendalam yang telah dibuat sebelumnya dan hasil dari wawancara mendalam digunakan untuk mendukung data hasil kuesioner (Lampiran 4). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen dan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal penelitian, dan internet yang dijelaskan pada Tabel 4. Tabel 4 Kebutuhan data dan metode pengumpulan data dalam penelitian No 1.
2.
Kebutuhan Data Gambaran umum Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Bandung. Pemenang pembina lingkungan desa
Jenis Data
Sumber Data Primer
Kualitatif -
Kualitatif
Data hasil wawancara dengan pihak BPLHD 3. Karakteristik Kuatitatif Hasil anggota wawancara anggota program ecovillage Tabel dilanjutkan pada halaman berikutnya.
Sekunder Data potensi Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Bandung. Data hasil penilaian pembina dari BPLHD
Metode Pengumpulan Data Studi dokumen
Studi dokumen dan wawancara mendalam Wawancara mendalam
-
21
Lanjutan Tabel 4 No 4.
5.
6.
7.
Kebutuhan Data Tingkat kemampuan
Jenis Data
Sumber Data Primer
Kualitatif Hasil dan kuesioner kuantitatif dan wawancara dengan anggota program ecovillage, tokoh masyarakat, pengurus kelompok Gaya Kualitatif Hasil kepemimpinan dan kuesioner kuantitatif dan wawancara dengan anggota program ecovillage, tokoh masyarakat, pengurus kelompok Tingkat Kualitatif Hasil partisipasi dan kuesioner kuantitatif dan wawancara dengan anggota program ecovillage, tokoh masyarakat, pengurus kelompok Ecovillage Kualitatif Hasil wawancara dengan pihak BPLHD
Sekunder Hasil penelitian sebelumnya, jurnal ilmiah.
Metode Pengumpulan data Studi literatur, wawancara mendalam dari daftar pertanyaan, dan kuesioner.
Hasil penelitian sebelumnya, jurnal ilmiah.
Studi literatur, wawancara mendalam dari daftar pertanyaan, dan kuesioner.
Hasil penelitian sebelumnya, jurnal ilmiah
Studi literatur, wawancara mendalam dari daftar pertanyaan, dan kuesioner
Wawancara mendalam -
22
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk menguatkan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Validitas untuk menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Validitas juga untuk menguji kesahan kuesioner. Sedangkan, reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok dalam Singarimbun dan Effendi 1989). Pengujian reliabilitas pada penelitian ini dihitung dari pertanyaan kuesioner yang mencakup seluruh variabel penelitian (tingkat kemampuan, gaya kepemimpinan, dan tingkat partisipasi). Pengujian dilakukan pada 10 orang diluar dari responden yang memiliki karakteristik mirip dengan karakteristik responden. Pertanyaan yang telah dibuat disesuaikan agar dapat dimengerti oleh responden. Uji reliabilitas menggunakan SPSS for windows 20.0 yang menghasilkan nilai Crobanch’s Alpha. Nilai dianggap baik karena sudah memenuhi syarat > 0.5. berdasarkan hasil uji coba tersebut, maka diperoleh nilai alpha sebagai berikut: Tabel 5 Hasil uji reliabilitas Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .730 .840
N of Items 46
Persyaratan dalam penentuan nilai alpha yaitu jika ilai alpha > 0.90 maka reliabilitas sempurna. Sedangkan jika 0.70 < alpha < 0.90 maka reliabilitas tinggi, jika nilai alpha 0.50 < alpha < 0.70 maka reliabilitas moderat, dan jika nilai < 0.50 maka reliabilitas rendah. Tabel hasil uji reliabilitas pada kuesioner penelitian ini menunjukkan angka 0,730. Hal tersebut menunjukkan bahwa reliabilitas tinggi. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang telah diperoleh dari kuesioner yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap tingkat partisipasi anggota kelompok dianalisis dengan menggunakan uji regresi untuk melihat pengaruh antar variabel. Uji regresi merupakan uji statistik yang digunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung. Model regresi yang dipakai pada penelitian ini adalah regresi linier sederhana digunakan untuk melihat sejauh mana pengaruh tingkat kemampuan kepala desa terhadap partisipasi masyarakat, pengaruh gaya kepemimpinan terhadap partisipasi masyarakat dengan persamaan:
Y = a+ Keterangan: b= nilai koefisien regresi a= konstanta y= tingkat partisipasi = tingkat kemampuan
23
Setiap peubah indikator diukur dengan skala yang berbeda-beda sesuai dengan definisi operasional. Indikator dengan skala ordinal diukur dengan berdasarkan skala likert, yang menyajikan pilihan untuk menyajikan jawaban dengan skor tinggi yakni empat sampai dengan skor terendah yakni satu. Pengujian data yang dilakukan menggunakan program SPSS for windows 20.0 dan Microsoft Excel 2007. Aplikasi Microsoft Excel 2007 digunakan untuk pembuatan tabel frekuensi untuk melihat data awal responden untuk masingmasing variabel. Kemudian perangkat SPSS for windows 20.0 digunakan untuk membantu dalam uji statistik yang menggunakan uji regresi. Selanjutnya, data kualitatif digunakan sebagai data pendukung yang dianalisis. Pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan dengan mereduksi data sesuai dengan keperluan, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam. Kedua ialah penyediaan data yang berupa menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca kedalam laporan. Verifikasi merupakan tahap terakhir yang dilakukan dengan mendiskusikan hasil olahan data kepada responden, informan, dan dosen pembimbing.
24
Definisi Operasional Karakteristik anggota Merupakan ciri dan sifat yang melekat pada seorang anggota. Untuk keperluan analisis deskriptif kualitatif karakteristik anggota memiliki indikator yakni: usia responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, dan lama menjadi angggota. Keseluruhan variabel memiliki penilaian skor menggunakan standar defiasi sebagai berikut: ̅ - Sd : rendah ̅ - Sd < ̅ < ̅ + Sd
: sedang
̅+
: tinggi
Sd
Kepemimpinan Kepala Desa Kepemimpinan adalah kemampuan tiap pimpinan dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya bekerja dengan semangat, bersedia bekerja sama dan mempunyai disiplin tinggi, dimana para bawahan diikat dalam kelompok secara bersama-sama dan mendorong mereka ke suatu tujuan tertentu (Kerlinger dan Padhazur yang dikutip oleh Randhita, 2009). Dalam penelitian kepemimpinan diukur melalui dua hal, yaitu tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan dari kepala desa. a. Tingkat kemampuan kepemimpinan adalah pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dimiliki pemimpin. Tingkat kemampuan yang diukur dalam penelitian ini adalah bertanggung jawab, komunikatif, memotivasi, fasilitator, dan mediator. Tingkat kemampuan kepemimpinan berdasarkan persepsi anggota terhadap kepemimpinan kepala desa. Kemampuan bertanggung jawab adalah suatu tindakan atau kemampuan kepala desa dalam menanggung kewajiban yang di amanahkan oleh seseorang atau lembaga. Bertanggung jawab bukan hanya secara wewenang tetapi bertanggung jawab dengan hadir secara fisik pada setiap kegiatan program. Diukur dengan indikator: Kepala desa melakukan pengawasan dan monitoring pada pengenalan masalah Hadir secara rutin pada kegiatan ecovillage Bertanggung jawab sepenuhnya pada keseluruhan kegiatan Melakukan sosialisasi kegiatan ecovillage. b. Kemampuan komunikatif adalah merupakan kondisi dimana kepala desa berinterksi atau keadaan dalam saling berhubungan satu sama lainya. Komunikasi yang diberikan tidak hanya berupa lisan namun berupa tulisan dan dapat menggunakan media agar pesan dapat diterima oleh penerima pesan (anggota program). Diukur dengan indikator: Kepala desa menyampaikan informasi tentang ecovillage secara jelas dan menarik Kepala desa mengajak anggota untuk terlibat
25
Kepala desa selalu memberikan informasi.
c. Kemampuan fasilitator adalah kemampuan memfasilitasi keperluan yang dibutuhkan oleh anggota ecovillage. Diukur dengan indikator: Kepala desa menyediakan fasilitas yang dibutuhkan Kepala desa memberikan dana untuk kegiatan Kepala desa memfasilitasi setiap masalah yang terjadi. d. Kemampuan mediator adalah kepala desa berusaha menengahi atau pihak netral yang berusaha menengahi perundingan guna mencari kesepakatan tanpa ada konflik atau perdebatan. Diukur dengan indikator: Kepala desa hadir sebagai penengah Kepala desa cepat tanggap pada setiap masalah Kepala desa bersikap adil dan mencari solusi pada setiap masalah e. Kemampuan memotivasi adalah sikap atau kemampuan kepala desa yang berusaha memberikan saran atau dukungan positif. Diukur dengan indikator: Kepala desa memberi semangat dan dukungan Kepala desa memotivasi untuk terlibat pada kegiatan Menjaga hubungan baik dengan anggota
1. Gaya Kepemimpinan Terdapat dua gaya kepemimpinan yang dikemukakan Bass (1995) dikutip oleh Ancok (2012). Bass (1995) membagi kepemimpinan ke dalam dua gaya, yakni gaya kepemimpinan transformasional dan gaya transaksional. a. Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya yang dilakukan bawahannya untuk mencapai tujuan mereka sendiri dengan lebih menegakan aturan dan reward dari pengertian tersebut maka untuk menentukan kecenderungan gaya kepemimpinan kepala desa menggunakan sub-peubah, yakni beroreintasi pada reward and punishment. Pernyataan pada variabel ini menggunakan skala likert dengan skala tertinggi empat sampai terendah satu. Diukur dengan indikator: Kepala desa membuat aturan yang disepakati bersama Kepala desa membuat target kepada anggota yang dapat berhasil Kepala desa memfokuskan pada pemberian bonus dan hadiah a. Gaya kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang memotivasi bawahan untuk meningkatkan tugas dengan mendorong bawahan untuk mengorbankan kepentingan pribadi dengan meningkatkan kebutuhan anggota yang lebih baik. Sehingga untuk menentukan kecenderungan gaya kepemimpinan kepala desa menggunakan sub-peubah, yakni orientasi kebutuhan anggota, dan orientasi tujuan bersama. Pernyataan pada variabel ini menggunakan skala likert dengan skala tertinggi empat sampai terendah satu. Diukur dengan indikator:
26
Kepala desa mendiskusikan tujuan secara bersama Kepala desa mengawasi pekerjaan anggota Kepala desa mengajak anggota untuk mewujudkan cita-cita lingkungan Kepala desa menerapkan hidup yang cinta lingkungan Kepala desa memberikan tugas yang sesuai dengan kemampuan anggota
Tingkat Partisipasi Partisipasi merupakan wujud dari terciptanya kemauan masyarakat dalam suatu program pemerintah khususnya program pembangunan bagi masyarakat terkait pada program ecovillage. Setiap tahap dicapai dengan delapan tangga yang merujuk pada teori Arnstein (1969) mengenai delapan tingkatan partisipasi ini kemudian digolongkan menjadi tiga level. Manipulasi dan Terapi masuk ke dalam level “non-partisipasi” yang dimaksud inisiatif pembangunan tidak bermaksud untuk memberdayakan masyarakat akan tetapi membuat pemegang kekuasaan untuk “menyembuhkan” atau “mendidik” komunitas. Informasi, Konsultasi termasuk dalam level “Tokenism” yang artinya komunitas bisa mendapatkan informasi dan menyuarakan pendapat, akan tetapi tidak ada jaminan kalau pendapat komunitas akan diakomodasi. Placation sebagai level tertinggi dalam tokenisme, komunitas bisa memberikan saran pada pemegang kekuasaan. Kemitraan membuat komunitas dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendelegasian kekuasaan dan kontrol merupakan komunitas memegang mayoritas pengambilan keputusan dan kekuatan pengelolaan. Tiga level terakhir termasuk kedalam level kekuasaan warga negara (citizen power). Tingkat partisipasi dilihat pada kegiatan ecovillage yakni, perencanaan, bank sampah, penanaman lahan kritis, dan pembuatan sumur resapan. Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi adalah: 1. Ikutserta dalam proses perencanaan program 2. Ikutserta dalam proses bank sampah 3. Ikutserta dalam proses penanaman lahan kritis 4. Ikutserta dalam proses pembuatan sumur resapan 5. Ikutserta dalam proses evaluasi 6. Keikutsertaan anggota sebagai suatu kebutuhan 7. Anggota dapat menyuarakan pendapat 8. Anggota merasa pendapatnya dipertimbangkan 9. Anggota merasa kehadiran diperhatikan 10. Anggota ikut menyuarakan saat pengambilan keputusan 11. Anggota dapat menyanggah pendapat orang lain 12. Anggota merasa pendapatnya dapat diterima baik oleh pihak lain Klasifikasi berdasarkan akumulasi total skor yang digunakan, maka tingkat partisipasi pada program ecovillage dengan menggunakan standar defiasi dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: citizen power, tokenism, dan non-partisipasi.
27
GAMBARAN UMUM DESA MEKARWANGI Kondisi Geografis Penelitian ini dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun. Desa Mekarwangi merupakan salah satu desa dari 12 desa yang terdapat di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Letak koordinat Desa Mekarwangi ialah berada pada 107,772392 BT/ -7,106945. Desa Mekarwangi terdiri dari tiga Dusun, 11 Rukun Warga (RW) dan 34 Rukun Tetangga (RT) dengan luas desa sebesar 669.12 Ha. Luas areal pertanian sebesar 450 Ha yang meliputi pengairan teknis 60 Ha, pengairan setengah teknis 180 Ha, dan tadah hujan sebesar 200 Ha. Bentuk produktifitas tanah berupa pengunungan dengan curah hujan rata-rata 900 mm/tahun. Adapun perincian tataguna lahan Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung terdapat pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan persentase jenis penggunaan lahan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada tahun 2015 No Jenis Penggunaan Luas Lahan (Ha) 1. Pertanian 450 a. Pengairan teknis 60 b. Pengairan setengah 180 teknis c. Tadah hujan 200 2. Pemukiman 217 3. Lainya 2.12 Jumlah Luas Wilayah 669.12 Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Persentase (%) 67.25
32.43 0.32 100.0
Pada Tabel 6 menampilkan mengenai persentase luas dan jenis penggunaan lahan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada tahun 2015. Penggunaan jenis lahan mayoritas digunakan pada jenis penggunaan pertanian dengan persentase sekitar 67 persen dan luas lahan sekitar 450 Ha. Jenis penggunaan pada bidang pertanian ini digunakan untuk lahan dengan pertanian pengairan teknis, pengairan setengah teknis, dan pertanian tadah hujan. Untuk jenis penggunaan lahan pemukiman hanya menggunakan lahan sebesar 217 Ha atau sekitar 32 persen. Letak Desa Mekarwangi berada disebelah timur Kecamatan Ibun dengan jarak tempuh dari kecamatan menuju Desa Mekarwangi kurang lebih 6 km. Batasbatas administratif pemerintahan Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun pada sebelah utara berbatasan dengan Desa Sudi, sebelah timur berbatasan dengan Desa Loa Kecamatan Paseh, sebelah selatan berbatasan dengan Hutan Negara dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Laksana. Pada bidang transportasi, hanya ada transportasi ojeg untuk bisa menjangkau ke beberapa wilayah lainya tidak ada angkutan umum yang menghubungkan dengan desa. Fasilitas transportasi ini masih dirasa kurang oleh sebagian masyarakat karena jika masyarakat ingin membeli kebutuhan sandang dan pangan mereka harus menuju wilayah Majalaya menggunakan ojeg atau kendaraan pribadi mereka sehingga perlu mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi.
28
Kondisi Demografi dan Sosial Kependudukan Total penduduk Desa Mekarwangi yakni 7942 jiwa yang terdiri dari 3982 jiwa laki-laki dan perempuan sebanyak 2971 jiwa. Adapun jumlah kepala keluarga sekitar 2845. Kepadatan penduduk pada desa sekitar 130 jiwa per kilometer. Adapun komposisi usia rata-rata penduduk di Desa Mekarwangi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan kelompok umur di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 No Kelompok umur Jumlah (Jiwa) 1. 0 – 5 tahun 978 2. 0 – 15 tahun 1084 3. 16 – 60 tahun 5115 4. 60 ke atas 765 Jumlah 7942 Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Persentase (%) 12.31 13.64 64.42 9.63 100.0
Mayoritas penduduk di Desa Mekarwangi berada pada kelompok umur 16 – 60 tahun dengan jumlah jiwa terbanyak sebesar 5115 jiwa atau sekitar 64 persen. Untuk kelompok umur 0 – 5 tahun sebanyak 978 jiwa atau sekitar 12 persen. Sedangkan kelompok umur 0 – 15 tahun sebanyak 1084 jiwa atau sekitar 14 persen dan untuk kelompok umur 60 tahun keatas sebanyak 765 jiwa atau sekitar 10 persen. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Mekarwangi ialah Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Namun, bahasa yang dominan digunakan adalah Bahasa Sunda. Mayoritas penduduk Desa Mekarwangi memeluk agama Islam dengan persentase sekitar 99 persen. Adapun data tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan agama di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 No 1. 2.
Agama Jumlah (Jiwa) Islam 7939 Budha 3 Jumlah 7942 Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Persentase (%) 99.96 0.04 100.0
Pendidikan Pembagian penduduk dapat pula dikategorikan berdasarkan tingkat pendidikan formal di Desa Mekarwangi dapat dilihat dari Tabel 9.
29
Tabel 9 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Belum sekolah 946 Tidak tamat sekolah dasar 1258 Tamat sekolah dasar 2593 Tamat SMP/ sederajat 1799 Tamat SMA/ sederajat 1239 Tamat Perguruan tinggi/ 107 sederajat Jumlah 7942 Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Persentase (%) 7.93 15.83 32.64 22.65 15.6 5.35 100.00
Jika dilihat dari Tabel 9, mayoritas penduduk Desa Mekarwangi adalah tamat sekolah dasar dengan jumlah 2593 jiwa atau sekitar 33 persen. Sebagian penduduk lainya masuk ke dalam golongan tingkatan pendidikan lainya, seperti belum sekolah sebesar 946 jiwa atau sekitar delapan persen dan tidak tamat sekolah dasar sebesar 1258 atau sekitar 16 persen. Kemudian 1799 jiwa atau sekitar 23 persen termasuk dalam tingkatan pendidikan tamat SMP atau sederajat. Selain itu, untuk tamatan SMA atau sederajat sekitar 1239 jiwa atau sekitar 15 persen. Tidak jauh berbeda dengan tingkatan pendidikan belum sekolah, penduduk yang tamat perguruan tinggi atau sederajat sekitar 107 jiwa atau sekitar lima persen. Data mengenai kependudukan berdasarkan tingkat pendidikan dapat digunakan untuk dasar penyebaran informasi mengenai program ecovillage. Informasi yang akan disampaikan atau disosialisasikan kepada masyarakat luas perlu disesuaikan dengan tingkat pendidikan dari masyarakat agar informasi dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat. Sarana dan Prasarana Bentuk fasilitas sarana dan prasarana Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun dapat dikatakan sudah cukup memadai. Sarana dan prasana yang tersedia di Desa Mekarwangi dapat mempermudah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Dari segi sarana ketersediaan akses jalan aspal yang melintas sepanjang desa baik jalan utama maupun jalan gang desa kondisinya cukup baik. Kondisi akses jalan yang baik cukup memudahkan masyarakat untuk berpergian ke wilayah lain dengan berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan bermotor. Untuk menunjang aktivitas sarana pendidikan pemerintahan membangun fasilitas pendidikan dari tingkat SD/MI sampai SMA/MAN/MA. Jumlah sarana pendidikan di Desa Mekarwangi adalah sebanyak empat unit SD (Sekolah Dasar), satu unit SMP (Sekolah Menengah Pertama), satu unit MTS (Madrasah Tsanawiyah) dan satu unit SMA (Sekolah Menengah Atas). Berikut Tabel 10 merupakan pemaparan mengenai sarana dan prasarana pendidikan di Desa Mekarwangi.
30
Tabel 10 Sarana dan prasarana pendidikan Desa Mekarwangi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4.
Jenis pendidikan SD/MI SMP MTS SMA/MA Jumlah Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Jumlah (unit) 4 1 1 1 7
Untuk menunjang kegiatan sosial atau keagamaan, pemerintah membangun 33 fasilitas sosial atau keagamaan di Desa Mekarwangi. Sarana fasilitas sosial atau keagamaaan yang dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11 Sarana dan prasarana sosial atau keagamaan Desa Mekarwangi di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 No 1. 2. 3.
Jenis fasilitas Mesjid Mushola Majlis Ta’lim
Jumlah Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Jumlah (unit) 13 7 13 33
Jumlah sarana sosial atau keagamaan yang menyebar di seluruh Desa Mekarwangi sebanyak 33 unit dengan penjabaran, sebanyak tiga belas unit fasilitas Mesjid, tujuh unit mushola, dan tiga belas unit Majelis Ta’lim. Sarana dan prasarana lainya yang dimiliki Desa Mekarwangi adalah tersedianya satu lapangan volly, satu lapangan badminton, dan 42 warung. Untuk menunjang kualitas kesehatan masyarakat, Pemerintah Desa Mekarwangi mengakomodir sarana kesahatan masyarakat seperti sebelas Posyandu dan satu Polindes. Jenis Pekerjaan Sejumlah jenis merupakan pekerjaan yang dilakukan masyarakat Desa Mekarwangi sebagai sumber mata pencaharian utama bagi keluarga untuk penghidupan sehari-hari. Penjelasan mengenai jenis pekerjaan penduduk di Desa Mekarwangi pada Tabel 12.
31
Tabel 12 Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 8. 9. 10. 11 12.
Jenis pekerjaan Jumlah (Jiwa) Peternak 8168 Buruh swasta 1243 Petani 900 Buruh bangunan 880 Pedagang 752 Buruh petani 600 Pengrajin industri kecil 350 PNS 75 TNI/ Polri 35 Buruh pertambangan 2 Pengusaha 2 Jumlah 13.007 Sumber: Profil Desa Mekarwangi Tahun 2015
Persentase (%) 62.74 9.55 6.91 6.76 5.78 4.61 2.69 0.57 0.26 0.015 0.015 100.00
Mayoritas penduduk Desa Mekarwangi bekerja sebagai peternak yakni 8168 jiwa atau sekitar 63 persen. Perternakan meliputi peternakan sapi dengan jumlah sapi sepuluh ekor dimiliki tiga orang, peternak kerbau dengan jumlah kerbau empat ekor dimiliki oleh dua orang, peternak domba dengan jumlah domba 7456 ekor dimiliki oleh 4683 orang, peternak ayam dimiliki oleh 3435 orang, dan peternak lainya dimiliki oleh 45 orang. Beberapa penduduk lainnya bekerja sebagai buruh yang meliputi buruh swasta atau buruh pabrik di luar desa sebanyak 1243 jiwa atau sekitar sepuluh persen, buruh bangunan sebanyak 880 jiwa atau sekitar tujuh persen, buruh pertambangan sebanyak dua jiwa, dan buruh petani sebanyak 600 jiwa atau enam persen. Masyarakat yang bekerja di bidang pertanian sebanyak 900 jiwa atau tujuh persen meliputi 50 jiwa petani dengan tanah milik sendiri serta 850 jiwa hanya sebagai petani penggarap.
Gambaran Program Ecovillage Program Ecovillage merupakan program yang berfokus pada perbaikan lingkungan dan salah satu provinsi yang melaksanakan program ecovillage adalah Provinsi Jawa Barat dibawah naungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah atau BPLHD. Untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan lindung di Jawa Barat dapat dilakukan kegiatan ecovillage atau pengembangan desa berbudaya lingkungan. Pengembangan ecovillage merupakan suatu kegiatan berbasis masyarakat dimana pengelola lingkungan dilakukan dengan melibatkan peran serta semua pemangku kepentingan (masyarakat, pelaku usaha, tokoh agama, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, aparat pemerintah, dan sebagainya) dimaksudkan untuk membangun budaya dan perilaku ramah lingkungan ramah lingkungan di dalam empat aspek, yaitu ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya (Buku Panduan Ecovillage 2015).
32
Kegiatan ecovillage ini dilaksanakan untuk masyarakat dapat mengetahui, memahami, dan menguasai persoalan, potensi, serta kebutuhan kawasan sekitar dengan metode hadap-masalah masyarakat sekitar dapat mencari alternatif pemecahan masalah yang relatif mudah dilaksanakan secara swadaya. Selaras dengan itu, stakeholder terkait khususnya pemerintah paham dengan persoalan masyarakat lokal dan dapat bekerjasama secara sinergi dengan masyarakat. Apabila ada hal-hal yang tidak bisa dipecahkan masyarakat, dinas terkait atau para pihak akan dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat kepada stakeholder lainnya. Tujuan program pengembangan ecovillage adalah mewujudkan kampung berbudaya lingkungan yang memiliki perilaku dan budaya positif terhadap lingkungan sekitar dengan melakukan konservasi tanah dan air sehingga pembangunan berbasis kaidah lingkungan terjamin dan dapat berkelanjutan serta diharapkan akan berdampak pada perbaikan kualitas DAS, khususnya DAS Citarum. Indikator dari Desa Berbudaya Lingkungan (ecovillage) dilihat pada Buku Panduan Ecovillage 2015 bahwa pada masyarakat desa dan wilayah desa tersebut telah memenuhi kriteria ecovillage, yang terbagi dalam setiap aspek ekologi, aspek spritual, aspek ekonomi, dan aspek sosial seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Aspek ecovillage Metode pada kegiatan ecovillage menggunakan pendekatan PRA atau Participatory Rural Appraisal. Pendekatan PRA merupakan pendekatan pembelajaran mengenai kondisi dan kehidupan dengan dan oleh masyarakat. Sehingga masyarakat berperan serta meningkatkan dan menganalisa pengetahuan mereka mengenai kondisi mereka sendiri. Kegiatan yang dilaksanakan berupa pengakraban dengan masyarakat, sosialisasi, analisa masalah dan potensi, analisa aset desa dan kecamatan, analisa sebab akibat, analisa hubungan kelembagaan. Kegiatan ecovillage merupakan kegiatan lingkungan guna mendukung terlaksananya Citarum Bestari atau Citarum Bersih, Sehat, Indah dan Lestari.
33
Citarum Bestari merupakan program dari Gubernur Jawa Barat yakni Bapak Ahmad Heriawan yang melihat permasalahan lingkungan sehingga perlu pemulihan sungai Citarum. Pada Warta Ecovillage BPLHD Jawa Barat saat perancangan Citarum Bestari akan dimulai dari hulu sungai Citarum yang bermuara di Situ Cisanti yang terdiri dari lima kecamatan yaitu Kecamatan Kertasari, Ibun, Pacet, Paseh, dan Majalaya dengan berusaha merubah pola pikir masyarakat agar peduli lingkungan demi mewujudkan Kampung Berbudaya Lingkungan (ecovillage)4. Menurut data Tim Pengembangan Ecovillage, Program ecovillage ini dilaksanakan di lima kecamatan yakni Kecamatan Kertasari, Kecamatan Paseh, Kecamatan Ibun, Kecamatan Pacet dan Kecamatan Majalaya seperti yang dijelaskan pada Tabel 13. Tabel 13 Daftar desa yang mengikuti program ecovillage di Kabupaten Bandung Tahun 2015 No
Kecamatan
1.
Kecamatan Paseh
2.
Kecamatan Pacet
3.
Kecamatan Majalaya
4.
Kecamatan Ibun
5.
Kecamatan Kertasari
4
Desa 1. Sindangsari 3. Mekarpawitan 5. Loa 7. Karangtunggal 9. Cigentur 11. Cipedes 1. Mandalahaji 3. Nagrak 5. Girimulya 7. Cinanggela 9. Pangauban 11. Cikitu 13. Mekarjaya 1. Wangisagara 3. Neglasari 5. Sukamaju 7. Padamulya 9. Bojong 11. Majakerta 1. Cibeet 3. Talun 5. Pangguh 7. Neglasari 9. Dukuh 11. Ibun 1. Tarumjaya 3. Cibeureum 5. Cikembang 7. Neglawangi
2. Tangsimekar 4. Sukamanah 6. Cipaku 8. Cijagra 10. Dramawati 12. Sukamantari 2. Mekarsari 4. Cipeujeuh 6. Tanjungwangi 8. Sukarame 10. Maruyung 12. Cikawao 2. Padaulun 4. Sukamurti 6. Biru 8. Majasestra 10. Majalaya 2. Mekarwangi 4. Lampegan 6. Sudi 8. Laksana 10. Karyalaksana 12. Tanggulun 2. Santosa 4. Cihawuk 6. Sukapura 8. Resmitiggal
http://www.slideshare.net/221014/edisi-2-warta-ecovillage-bplhd-west-java-province-writen-bypapa-samrotul-puadah
34
Desa Mekarwangi merupakan desa yang terletak di hulu sungai Citarum. Kegiatan ecovillage di Desa Mekarwangi sudah hampir tiga tahun berjalan. Berdasarkan hasil laporan aksi tahunan tahun 2016 yang dimiliki Desa Mekarwangi, kegiatan yang telah dilaksanakan adalah kegiatan teknik PRA, penanaman lahan kritis, bank sampah, dan pembuatan sumur resapan. Teknik PRA yang telah dilaksanakan seperti sejarah, kelembagaan, analisa mata pencaharian, kalender musim, matriks ranking, peta transect, serta bidang sosial dan ekonomi. Pada alur sejarah dijelaskan mengenai kegiatan-kegiatan mengenai lingkungan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat seperti berdirinya bank sampah pada tahun 2015, lalu kegiatan penanaman hasil kebun pada tahun 2013 dan seluruh kegiatan dirasakan berdampak positif oleh masyarakat. Hubungan kelembagaan pada kegiatan ecovillage, Kepala Desa diposisikan sebagai pemberi keputusan terbesar. Selain itu, beberapa lembaga lain seperti LPMD, BPD, Majlis Ta’lim, dan Sekolah yang memiliki peran berbeda-beda pada program ecovillage. Pada prioritas masalah yang didiskusikan oleh masyarakat adalah perilaku masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan sehingga sampah tidak dikelola dengan baik. Sampah yang tidak dikelola tersebut terjadi penumpukan di tungku pembakaran sampah. Upaya yang dilakukan masyarakat adalah sosialisasi kepada masyarakat lainya mengenai dampak sampah, membentuk bank sampah, mengajukan sarana pengangkut bank sampah atau motor pengangkut sampah, serta mengajukan beberapa keperluan untuk membuat kompos. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Desa Mekarwangi No 4 Tahun 2016 Tentang Susunan Pengurus Kelompok Ecovillage Mekarwangi, Kecamatan Ibun Kabupaten Bandung terdapat susunan pengurus kelompok dengan jabatan ketua, sekertaris, bendahara, kepala bidang humas, kepala bidang daur ulang, konservasi alam, kepala bidang pertanian dan perternakan, dan direktur bank sampah seperti yang ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14 Daftar nama kepengurusan ecovillage di Desa Mekarwangi Tahun 2015 No Nama Alamat Jabatan 1. TS Kp. Kosambi RW 08 Ketua 2. YU Pendamping Lokal 3. CW Kp. Sindangpala RW 10 Sekertaris 4. TTN Kp. Sudi RW 01 Bendahara 5. WH Kp. Nengta RW 06 Kabid Humas 6. KKM Kp. Nengta RW 06 Kabid Daur Ulang 7. YY Kp. Situburung RW 02 Kabid Konservasi Alam 8. AK Kp. Sindangwangi RW 09 Kabid Pertanian dan Peternakan 9. YO Kp. Bojongmondro RW 12 Direktur Bank Sampah
35
Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan pada kelompok ecovillage di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Jumlah responden pada penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok ecovillage dengan jumlah anggota 29 orang. Responden memiliki karakteristik-karakteristik seperti jenis kelamin, usia, pendidikan formal, dan lama menjadi anggota. Penjelasan mengenai karakteritik responden akan dideskripsikan pada setiap subbab-subbab. Tabel 15. Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden No Karakteristik Jumlah (N) Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 4 13.7 Perempuan 25 86.3 2. Usia <31 tahun 7 24.1 31-41 tahun 13 44.8 >41 tahun 9 31.0 3. Pendidikan Formal SD/Sederajat 3 10.3 SMP/Sederajat 8 27.6 SMA/Sederajat 18 62.1 4. Lama Menjadi Anggota 3 bulan 3 10.3 5 bulan 4 13.8 12 bulan 1 3.4 36 bulan 21 72.4 Jenis Kelamin Pada program ecovillage tidak ada syarat pada kategori jenis kelamin untuk setiap anggota yang ingin mengikuti program. Berdasarkan tabel diatas menunjukkan sebagian besar anggota ecovillage adalah perempuan sekitar 25 orang dengan persentase sekitar 86 persen. Adapun laki-laki sekitar empat orang dengan persentase 14 persen. Hal ini dikarenakan sebagian besar perempuan yang mengikuti program ecovillage adalah ibu rumah tangga yang memiliki waktu luang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Usia Pengelompokkan usia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah usia dari seluruh anggota program ecovillage. Pengelompokkan ini menggunakan strandar defiasi yang dibagi menjadi tiga kategori yakni <31 tahun, 31 – 41 tahun, dan >41 tahun. Pengelompokkan usia ini berdasarkan data di lapang menggunakan kuesioner. Usia anggota ecovillage berkisar antara 21 sampai 51 tahun. Sebagaimana terlihat pada Tabel 15, golongan umur terbanyak yaitu antara 31 – 41 tahun sekitar sebesar 45 persen atau 13 anggota sebagai responden sedangkan persentase terendah pada usia <31 tahun dengan persentase sekitar 24 persen atau
36
sebanyak tujuh responden dan usia tertinggi yakni >41 tahun yaitu sekitar 31 persen atau sebanyak sembilan anggota responden. Berdasarkan data tersebut, mayoritas responden (45%) dalam penelitian ini adalah pada kategori usia 31 – 41 tahun.
Pendidikan Formal Pendidikan adalah aktivitas dan usaha manusia untuk meningkatkan kepribadianya dengan jelas membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani (pikir, karsa, cipta, dan budi nurani). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggung jawa menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem dan organisasi pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah, dan masyarakat (Ihsan F 2005). Dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan pada Pasal 1 menjelaskan mengenai satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal responden adalah tamat Sekolah Dasar (SD), tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Selain itu, sekitar 10 persen atau tiga anggota responden menempuh pendidikan formal hanya sampai jenjang pendidikan Sekolah Dasar, delapan responden lainya (28%) mencapai jenjang Sekolah Menengah Pertama, sedangkan 18 responden lainya dengan persentase tertinggi sekitar 62 persen tamat Sekolah Menengah Atas. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa mayoritas anggota ecovillage yang menjadi responden penenlitian ini menempuh pendidikan formal sampai jenjang SMA. Lama menjadi anggota Anggota ecovillage yang aktif sampai tahun 2016 ini berjumlah 29 orang yang setiap tahunnya bertambah. Awal tahun 2014 pertama kali ecovillage hadir anggota hanya berjumlah 21 orang. Hasil dari data lapangan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa setiap anggota memiliki lama menjadi anggota yang berbeda-beda dapat dilihat pada Tabel 15. Pada tabel 15 menunjukkan bahwa besar responden sudah menjadi anggota sekitar 36 bulan atau tiga tahun sebesar 21 orang dengan persentase sekitar 72 persen. Seiring bertambahnya tahun dan kegiatan maka bertambahnya anggota yang tertarik untuk masuk menjadi anggota tetap program ecovillage. Pada satu tahun terakhir ada satu anggota yang masuk dengan persentase empat persen. Untuk lima bulan terakhir ada empat anggota yang masuk menjadi anggota tetap dengan persentase sekitar
37
14 persen dan tiga bulan terakhir ada tiga orang yang menjadi anggota tetap dengan persentase 10 persen.
Ikhtisar Desa Mekarwangi merupakan desa yang terletak di Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Desa Mekarwangi merupakan salah satu desa dari 12 desa yang terdapat di Kecamatan Ibun. Desa Mekarwangi terdiri dari tiga Dusun, 11 Rukun Warga (RW) dan 34 Rukun Tetangga (RT) dengan luas 669.12 Ha. Letak Desa Mekarwangi berada disebelah timur Kecamatan Ibun dengan jarak tempuh dari kecamatan menuju Desa Mekarwangi kurang lebih enam km. Bedasarkan letak geografisnya, desa ini berbatasan langsung wilayah sekitarnya seperti Desa Sudi di bagian Utara, Desa Loa Kecamatan Paseh di bagian Timur, Hutan Negara di bagian Selatan, dan Desa Laksana di bagian Barat. Pada bidang transportasi, hanya ada ojeg yang menghubungkan antar wilayah. Jumlah penduduk Desa Mekarwangi sekitar 7.942 jiwa terdiri dari laki-laki 3.983 jiwa dan perempuan 2.971 dengan jumlah kepala keluarga sekitar 2.845. Kepadatan penduduk pada desa sekitar 130 jiwa per kilometer. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Mekarwangi ialah Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia. Namun, bahasa yang dominan digunakan adalah Bahasa Sunda. Mayoritas penduduk Desa Mekarwangi bekerja sebagai peternak yakni 8.168 jiwa atau sekitar 63 persen. Perternakan meliputi peternakan sapi dengan jumlah sapi 10 ekor dimiliki tiga orang, peternak kerbau dengan jumlah kerbau empat ekor dimiliki oleh dua orang, peternak domba dengan jumlah domba 7.456 ekor dimili oleh 4.683 orang, peternak ayam dimiliki oleh 3.435 orang, dan peternak lainya dimiliki oleh 45 orang. Bentuk fasilitas sarana dan prasarana Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun dapat dikatakan sudah cukup memadai. Sarana dan prasarana di Desa Mekarwangi yang tersedia adalah sarana pendidikan, sosial atau keagamaan, kesehatan, olahraga, dan ekonomi. Desa Mekarwangi sudah menjalankan program ecovillage selama kurang lebih tiga tahun karena Desa Mekarwangi terletak di hulu Citarum. Berdasarkan hasil laporan aksi tahunan tahun 2016 yang dimiliki Desa Mekarwangi, kegiatan yang telah dilaksanakan adalah kegiatan teknik PRA, penanaman lahan kritis, bank sampah, dan pembuatan sumur resapan. Pada sebaran karakteristik responden dilihat pada kategori usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan formal, dan lama menjadi anggota. Mayoritas responden berusia antara 31 – 41 tahun (45%). Pada kategori jenis kelamin, kelompok ecovillage di Desa Mekarwangi di dominasi oleh wanita (86%) samahalnya pada kategori tingkat pendidikan formal anggota sebagai responden memiliki pendidikan terakhir adalah tamatan SMA. Sebagian besar anggota mengikuti dan tergabung dalam kelompok ecovillage selama 32 bulan atau tiga tahun dengan persentase sekitar 72 persen.
39
KEPEMIMPINAN KEPALA DESA Tingkat Kemampuan Kepala Desa Kemampuan merupakan hal penting dimiliki pemimpin untuk mempengaruhi pengikutnya dan bawahanya. Menurut Aprilita B (2012) pemimpin yang sukses adalah apabila pemimpin tersebut mampu menjadi pendorong bagi bawahannya dengan menciptakan suasana dan budaya kerja yang dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan kinerja bawahanya, serta memiliki kemampuan untuk memberikan pengaruh positif bagi bawahanya untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan arahan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini pemimpin yang dilihat tingkat kemampuanya adalah Kepala Desa Mekarwangi sebagai pembina dalam program ecovillage. Pengikut dari Kepala Desa Mekarwangi adalah seluruh anggota ecovillage di Desa Mekarwangi. Tabel 16 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi Kategori Total No Tingkat Kemampuan Rendah Tinggi n % n % N % 1. Bertanggung jawab 4 13.8 25 86.2 29 100.0 2. Komunikatif 11 37.9 18 62.1 29 100.0 3. Fasilitator 11 37.9 18 62.1 29 100.0 4. Mediator 4 13.8 25 86.2 29 100.0 5. Motivator 7 24.1 21 75.9 29 100.0 Terdapat lima kemampuan kepala desa yang diteliti dalam penelitian, yakni bertanggung jawab, komunikatif, fasilitator, mediator, dan motivator. Pada bertanggung jawab dan mediator memiliki nilai yang dominan tinggi daripada hasil data di lapangan. Bertanggung jawab dan mediator memiliki persentase dengan kategori tinggi sekitar 86 persen atau 25 anggota sebagai responden menyatakan kepala desa memiliki kemampuan bertanggung jawab dan mediator yang tinggi serta empat anggota lainya dengan persentase sekitar 14 persen menyatakan kepala desa memiliki kemampuan bertanggung jawab dan mediator yang rendah. Pada komunikatif dan fasilitator memiliki nilai sama yang dominan tinggi sekitar 62 persen atau 18 anggota sebagai responden menyatakan kepala desa memiliki kemampuan kepemimpinan komunikatif dan fasilitator yang tinggi. Sebesar 40 persen atau sebelas responden menyatakan hal yang sebaliknya bahwa kepala desa memiliki kemampuan komunikatif dan fasilitator yang rendah. Sedangkan pada motivator memiliki nilai sebesar 76 persen atau 21 anggota sebagai responden menyatakan bahwa kepala desa memiliki kemampuan memotivasi yang tinggi. Secara keseluruhan berdasarkan data di lapangan kepala desa memiliki tingkat kemampuan seperti yang dijelaskan pada Tabel 17.
40
Tabel 17 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi Tahun 2016 Tingkat Kemampuan Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) Rendah 6 20.7 Sedang 11 37.9 Tinggi 12 41.4 Total 29 100.00 Tabel 17 menunjukkan bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki tingkat kemampuan kepemimpinan yang dominan tinggi dengan persentase sekitar 41 persen atau 12 anggota responden menyatakan bahwa kepala desa memiliki tingkat kemampuan yang tinggi. Pada katogeri sedang, kepala desa juga memiliki tingkat kemampuan dengan persentase sekitar 38 persen atau sebelas anggota responden menyatakan bahwa kepala desa memiliki tingkat kemampuan yang sedang sedangkan pada kategori rendah Kepala Desa Mekarwangi memiliki persentase sekitar 21 persen atau enam anggota responden menyatakan tingkat kemampuan kepala desa rendah. Pada penelitian sebelumnya oleh Hermansyah (2015) hanya melihat peran dari kepala desa sebagai motivator, fasilitator, dan mediator. Penelitian tersebut membandingkan peran kepala desa dari dua desa pada pelaksanaan pembangunan. Deskripsi mengenai setiap variabel tingkat kemampuan dijelaskan dalam subbab-subbab berikut. Bertanggung Jawab Bertanggung jawab merupakan sikap atau respon seseorang atas aktifitas yang dilakukan. Bertanggung jawab juga merupakan kemampuan seseorang dalam menanggung kewajiban yang di amanahkan oleh seseorang atau lembaga. Pada penelitian ini, kepala desa memiliki tanggung jawab atas tugas dan kewajiban yang di amanahkan. Kepala desa selaku pembina pada program ecovillage bertanggung jawab sepenuhnya pada program ecovillage. Bentuk tanggung jawab yang dilakukan kepala desa pada program ecovillage yakni melakukan monitoring pada setiap kegiatan ecovillage, melakukan sosialisasi program kepada aparat desa, kader, serta keseluruhan masyarakat. Hasil dari data lapangan menggunakan kuesioner menunjukkan bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan bertanggung jawab yang ditampilkan pada Tabel 18.
41
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Skor Indikator Total 4 3 2 1 No Bertanggung Jawab n % N % n % n % N % 1. Hadir dalam pengenalan 0 0 29 100.0 26 89.7 3 10.3 0 0 masalah 2. Hadir memonitor 21 72.4 8 27.6 0 0 0 0 29 100.0 pelaksanaan 3. Melakukan 23 79.3 6 20.7 0 0 0 0 29 100.0 sosialisasi 4. Bertanggung jawab 6.9 1 3.4 0 0 29 100.0 26 89.7 2 keseluruhan kegiatan
Hasil Tabel 18 menunjukkan bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan bertanggung jawab pada program ecovillage. Penjelasan pada setiap indikator menyatakan bahwa responden memilih skor terbesar yakni empat dengan indikator yang hasilnya tergolong tinggi adalah kepala desa hadir pada awal pengenalan masalah dan kepala desa bertanggung jawab pada seluruh kegiatan ecovillage (90%). Akumulasi penilaian responden untuk tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala Desa Mekarwangi dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan bertanggung jawab Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Bertanggung jawab No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Rendah 4 13.8 2. Tinggi 25 86.2 Total 29 100.0 Hasil dari data lapangan yang diperoleh, 25 responden bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki dominan kemampuan bertanggung jawab yang tinggi dengan persentase sekitar 86 persen. Dapat diartikan bahwa kepala desa selalu melakukan monitoring secara rutin pada setiap kegiatan ecovillage. Kepala desa tidak hanya melakukan monitoring tetapi melakukan penjelasan kegiatan serta melakukan sosialisasi di forum-forum tertentu. Sehingga kepala desa selaku pembina memiliki tanggung jawab penuh pada kegiatan ecovillage. Pada empat anggota sebagai responden lainya menyatakan bahwa kemampuan bertanggung
42
jawab Kepala Desa Mekarwangi rendah dengan persentase sekitar 14 persen. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil wawancara responden sebagai berikut: “....Iya ibu mah sering datang, malahan suka mungutin sampah kalau ada kegiatan gotong royong, terus juga suka menjinjingin karung yang sampahnya....”(EN, 34 Tahun) Hasil wawancara mendalam dengan responden menyatakan bahwa Ibu selaku kepala desa sering mengunjungi dan mengawasi anggota saat berkegiatan. Selain itu, kepala desa menunjukkan sikap yang peduli lingkungan sehingga anggota mentauladani sikap beliau yang peduli terhadap lingkungan dan tidak segan untuk memungut sampah. Komunikatif Komunikatif merupakan kondisi dimana seseorang berinterksi atau keadaan dalam saling berhubungan satu sama lainya. Pesan yang disampaikan kepada lawan interaksi dapat dimengerti. Pada program ecovillage, banyak pesanpesan mengenai lingkungan yang perlu disampaikan kepada masyarakat luas bagaimana pentingnya menjaga lingkungan serta dampak dari lingkungan. Kepala desa sebagai pemimpin desa perlu memiliki kemampuan komunikatif untuk penyampaian pesan-pesan yang perlu disampaikan kepada masyarakat agar masyarakat dapat menerima pesan sesuai dengan maksud dan tujuan dari pesan tersebut. Pada artikel menurut Runtu JG (2013) perilaku dari pemimpin dapat mengarahkan yang dirumuskan sebagai sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi satu arah. Bentuk komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan oleh pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan, dimana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya, dan melakukkan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya. Hasil penilaian responden pada tingkat kemampuan komunikatif kepala desa pada setiap indikator dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Skor Indikator No Komunikator 1.
2.
4
3
2
1
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
Menyampaikan informasi dengan jelas
26
89.7
3
10.3
0
0
0
0
29 100.0
Mengajak anggota membuat pertemuan
26
89.7
2
6.9
1
3.4
0
0
29 100.0
43
Lanjutan Tabel 20 Skor No 3.
4.
Indikator Komunikator
4
3
2
Total
1
n
%
N
%
n
%
n
%
N
%
Selalu menyampaikan informasi
17
58.6
12
41.4
0
0
0
0
29 100.0
Menyampaikan pesan dengan menarik
15
51.7
14
48.3
0
0
0
0
29 100.0
Bentuk komunikatif yang diperlukan pada kegiatan ecovillage seperti pesan yang disampaikan oleh kepala desa jelas serta menarik. Selain itu, kepala desa pernah mengajak untuk melakukan pertemuan untuk menjelaskan ecovillage. Berdasarkan Tabel 20 indikator yang tergolong tinggi dengan skor empat adalah Kepala Desa Mekarwangi mengajak anggota untuk membuat pertemuan dengan membahas program ecovillage memiliki persentase sekitar 90 persen. Indikator penyampaian informasi dengan jelas juga memiliki persentase yang tergolong tinggi yakni sekitar 90 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa 26 responden sangat setuju bahwa kepala desa menyampaikan informasi mengenai program ecovillage dengan jelas dan kepala desa mengajak anggota untuk membuat pertemuan mengenai program ecovillage. Akumulasi penilaian mengenai tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa Mekarwangi dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan komunikatif Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Komunikator No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Rendah 11 37.9 Tinggi 18 62.1 2. Total 29 100.0 Pada Tabel 21, menunjukkan bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan berkomunikator dalam program ecovillage tinggi dengan persentase sekitar 62 persen atau delapan belas anggota ecovillage menyatakan bahwa kepala desa memiliki kemampuan komunikator yang tinggi. Pada sebelas anggota responden lainya menyatakan bahwa kemampuan komunikator Kepala Desa Mekarwangi pada kategori rendah dengan persentase sekitar 38 persen. Kepala Desa Mekarwangi dalam tingkat kemampuan kepemimpinan komunikator yang tergolong tinggi. Kemampuan komunikator kepala desa dilihat dari bagaimana kepala desa menyampaikan informasi mengenai ecovillage kepada anggota secara jelas serta menarik. Selain itu, pengukuran kemampuan komunikator pada kepala desa juga dilihat bagaimana kepala desa berusaha menyampaikan informasi di segala kondisi. Kepala desa juga berusaha untuk mengajak anggota untuk aktif di
44
kegiatan. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara mendalam dengan responden sebagai berikut: “.....Kalau rapat indung suka ngebahas tentang lingkungan. Harus suka bersih-bersih terus harus suka jaga lingkungan juga. Kalau tentang ecovillage suka disampein pas rapat juga......”. (EN, 34 Tahun). Fasilitator Kemampuan fasilitator adalah kemampuan memfasilitasi keperluan yang dibutuhkan oleh anggota ecovillage. Keperluan yang dibutuhkan dari anggota ecovillage tidak hanya berupa barang atau materi tetapi juga memfasilitasi penyelesaian masalah serta cepat tanggap pada permasalahan yang ada. Penilaian pada setiap indikator kemampuan fasilitator kepala desa dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan fasilitator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Skor Total Indikator 4 3 2 1 No Fasilitator n % n % n % n % N % 1. Menyediakan fasilitas yang 21 72.4 7 24.1 1 3.4 0 0 29 100.0 dibutuhkan 2. Memberikan 12 41.4 16 55.2 1 3.4 0 0 29 100.0 dana 3. Mampu menyelesaikan 0 29 100.0 25 86.2 3 10.3 1 3.4 0 masalah bersama 4. Cepat tanggap menghadapi 23 79.3 6 20.7 0 0 0 0 29 100.0 masalah
Hasil dari penilaian responden mengenai kemampuan fasilitator kepala desa yang ditampilkan pada Tabel 22 menujukan bahwa 25 responden memberi skor tertinggi bahwa kepala desa mampu menyelesaikan masalah secara bersama dengan persentase tergolong tinggi dari indikator fasilitator lainya yaitu sekitar 86 persen. Pada indikator lainya juga responden dominan memberi skor empat dan tiga serta hanya satu responden yang memberi penilian skor 2 pada indikator menyediakan fasilitas, menyediakan dana, dan mampu menyelesaikan masalah bersama. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan juga menunjukkan akumulasi penilaian bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan fasilitator seperti pada Tabel 23.
45
Tabel 23 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan fasilitator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Fasilitator No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 11 37.9 1. Rendah 18 62.1 2. Tinggi Total 29 100.0 Pada Tabel 23, menunjukkan bahwa kemampuan kepala desa untuk memfasilitatori dominan tinggi dengan persentase sekitar 62 persen atau delapan belas responden menyatakan bahwa kemampuan memfasilitasi kepala desa adalah tinggi. Selain itu, sebelas responden lainya menyatakan bahwa kemampuan fasilitator kepala desa rendah dengan persentase sekitar 38 persen. Kemampuan memfasilitasi kepala desa tidak hanya secara materi tetapi sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan ecovillage. Menurut dari jawaban responden menggunakan kuesioner, kemampuan fasilitator Kepala Desa Mekarwangi tergolong tinggi (62%). Kemampuan fasilitator kepala desa pada setiap kegiatan ecovillage memang dirasakan oleh anggota. Kemampuan memfasilitasi kepala desa dengan menyediakan yang dibutuhkan oleh anggota. Selain itu, kepala desa juga memberikan fasilitas tempat untuk mengadakan kegiatan seperti rapat, pelatihan yang biasa dilaksanakan di kantor desa, dan juga memberikan fasilitas lahan untuk berkegiatan penanaman. Kemampuan memfasilitasi yang dimiliki oleh kepala desa tidak hanya dalam bentuk barang atau materi, tetapi juga kepala desa memfasilitasi untuk penyelesaian masalah. “...Iya memang kepala desa memfasilitasi biaya. Makan juga disediakan tapi biasanya kan dari anggaran program yang dikasih. Terkadang kan kalau lagi rapat atau kumpulkan suka perlu makan apalagi bapak-bapak buat rokok juga ya kepala desa ngasih pake uang pribadi...”. (WH, 35 Tahun). Hasil dari wawancara menjelaskan bahwa kepala desa memfasilitasi setiap kegiatan baik secara materi maupun secara fisik mengujungi anggota yang kegiatan. Kepala desa juga berusaha mengalokasikan dana baik menggunakan dana desa yang diajukan sebelumnya atau menggunakan uang pribadi sendiri. Berbeda dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermansyah (2015) melihat peran kepala desa dalam memfasilitasi Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hermansyah (2015) melihat peran kepala desa dalam memfasilitasi atau melengkapi kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembangunan yang berlangsung seperti merancang pembangunan dan aturanaturan yang menjadi rambu-rambu kehidupan masyarakat dalam desa serta mendanai pelaksanaan tersebut adalah segala bentuk aktifitas manusia (masyarakat dan pemerintah), di desa dalam membangun diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan di wilayah desa baik yang bersifat fisik, ekonomi, sosial, budaya, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan, agama dan
46
pemerintahan yang dilakukan secara terencana dan membawa dampak positif terhadap kemajuan desa. Mediator Mediator merupakan seseorang atau pihak yang berusaha menengahi atau pihak netral yang berusaha menengahi perundingan guna mencari kesepakatan tanpa ada konflik atau perdebatan. Perlunya peran mediator dalam menengahi setiap permasalahan untuk berusaha menyelesaikan masalah dengan solusi yang tepat. Pada program ecovillage, kepala desa memiliki kewenangan untuk menengahi setiap masalah dengan kemampuan memediatori. Kemampuan mediator yang perlu dimiliki seperti hadir dalam forum sebagai penengah, setiap permasalahan dicarikan solusi yang tepat tanpa ada pihak yang dirugikan, dan beriskap adil dengan yang memiliki masalah. Penilaian pada setiap indikator kemampuan mediator kepala desa dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator kemampuan mediator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Skor Total 4 3 2 1 No Indikator Mediator N % n % n % n % N % 1.
Hadir sebagai penengah
20
69.0
9
31.0
0
0
0
0
29 100.0
2.
Cepat tanggap pada setiap masalah
26
89.7
3
10.3
0
0
0
0
29 100.0
3.
Mencari solusi setiap masalah
25
86.2
4
13.8
0
0
0
0
29 100.0
4.
Bersikap adil pada setiap permasalahan
27
93.1
2
6.9
0
0
0
0
29 100.0
Hasil penilaian menggunakan kuesioner pada responden menunjukkan bahwa indikator cepat tanggap pada setiap masalah dengan skor empat tergolong tinggi dengan persentase sekitar 90 persen. Pada indikator lainya dengan skor empat dominan lebih tinggi dibanding dengan kategori setuju. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden menyetujui bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan untuk cepat tanggap pada setiap masalah. Keseluruhan akumulasi dari kemampuan mediator Kepala Desa Mekarwangi terlihat pada Tabel 25.
47
Tabel 25 Jumlah dan persentase tingkat kemampuan mediator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Mediator No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Rendah 4 13.8 Tinggi 25 86.2 2. Total 29 100.0 Hasil data di lapangan menunjukkan bahwa Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan mediator yang tinggi dengan persentase 86 persen dan 25 responden menyatakan hal tersebut. Dapat diartikan kemampuan kepemimpinan kepala desa untuk hadir sebagai penengah pada setiap masalah yang dihadapi anggota. Selain hadir, kepala desa juga mampu untuk cepat tanggap pada setiap masalah serta mencari solusi yang adil bagi seluruh anggota. Empat responden lainya menyatakan kemampuan mediator kepala desa rendah dengan persentase sekitar 14 persen. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hermansyah (2015) kepala desa memiliki peran seorang mediator merupakan peran yang menentukan keberhasilan setiap program dan rancangan pembangunan yang telah direncanakan. Peran kepala desa sebagai mediator samahalnya dengan penelitian ini melihat aspek mediator sebagai seorang yang tanggap permasalahan, kepala desa dapat memediasi dan mencari solusi dalam setiap permasalahan. Penelitian ini difokuskan pada permasalahan lingkungan di Desa Mekarwangi dan program ecoviilage. Motivator Motivator merupakan sikap seseorang yang berusaha memberikan saran atau dukungan. Sikap memotivator merupakan sikap yang diperlukan pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya atau bawahanya. Masyarakat pada umumnya akan terlibat pada suatu kegiatan pembangunan karena dorongan dari pemimpinnya yang nyata. Kemampuan memotivasi sangat diperlukan untuk menggerakkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Sikap motivator ini dapat berupa memberi semangat selama kegiatan, menjaga hubungan baik, serta memberikan dorongan pada setiap kegiatan. Indikatorindikator tersebut ditampilkan pada Tabel 26.
48
Tabel 26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat kemampuan memotivasi Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Skor No
Indikator Motivator
4
3
2
Total
1
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
1.
Memberi semangat
27
93.1
2
31.0
0
0
0
0
29
100.0
2.
Mendorong untuk terlibat
22
75.9
7
24.1
0
0
0
0
29
100.0
3.
Memotivasi
26
89.7
3
10.3
0
0
0
0
29
100.0
4.
Menjaga hubungan baik
27
93.1
2
6.9
0
0
0
0
29
100.0
Pada Tabel 26 menjelaskan pada setiap indikator dari kemampuan motivator Kepala Desa Mekarwangi. Indikator memberi semangat memiliki persentase tertinggi dengan penilaian skor empat dengan persentase sekitar 93 persen. Penilaian dengan skor dua dan satu tidak dipilih oleh responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden menilai Kepala Desa Mekarwangi menyetujui kemampuan motivator dengan indikator memberi semangat, mendorong untuk terlibat, memotivasi anggota, dan menjaga hubungan baik dengan anggota. Akumulasi penilaian dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Akumulasi jumlah dan persentase tingkat kemampuan motivator Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Motivator No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) Rendah 7 24.1 1. Tinggi 22 75.9 2. Total 29 100.0 Hasil data di lapangan menunjukkan Kepala Desa Mekarwangi memiliki kemampuan memotivasi anggota lainya pada kegiatan ecovillage yang dominan tinggi dengan persentase sekitar 76 persen atau 22 responden menyatakan kepemimpinan kepala desa memiliki kemampuan memotivasi anggota. Bentuk motivasi yang diberikan kepala desa kepada anggota berupa semangat sehingga mendorong dan memotivasi anggota untuk terlibat dalam kegiatan ecovillage. Hubungan baik antara kepala desa dengan anggota selama kegiatan ataupun diluar kegiatan. Beberapa responden lainya menggolongkan kemampuan motivator kepala desa rendah dengan persentase sekitar 24 persen. Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan memotivasi yang dimiliki oleh Kepala Desa Mekarwangi tergolong tinggi. Anggota merasa kepala desa sering memberi semangat secara langsung serta mengajak anggota untuk ikut berpartisipasi pada kegiatan ecovillage. Namun, beberapa responden tidak pernah
49
memberikan motivasi berupa hadiah atau imbalan. Tetapi, memberi motivasi secara langsung. Sehingga anggota akan merasa segan jika tidak menghadiri suatu kegiatan. Pemberian motivasi berupa dorongan moril dan verbal selalu disampaikan melalui forum rapat desa setiap bulannya. Pemberian motivasi yang diberikan kepala desa berhasil dirasakan anggota dengan anggota selalu hadir pada setiap kegiatan. “.....Iya saya semangat terus juga suka terjun langsung. Kita ngeliat ibu semangat jadi anggotanya juga semangat......” (YY, 51 Tahun). Kepala desa sering melakukan kunjungan serta menyemangati anggota secara langsung sehingga anggota termotivasi untuk hadir. Selain itu, kepala desa juga menerapkan peduli lingkungan di kehidupa sehari-harinya sehingga anggota terdorong untuk terlibat dalam program. Menurut Hermansyah (2015) menilai peran motivator sebagai sinergitas antara pembantu-pembantunya (bawahanya atau pengikutnya) dan mendayagunakan organisasi kemasyarakatan guna memotivasi masyarakat untuk berperan aktif secara terpadu agar mencapai hasil pembangunan yang telah direncanakan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian ini yag melihat peran memotivasi dari kepala desa dalam mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam program ecovillage. . .
50
Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Gaya kepemimpinan kepala desa diklasifikasikan ke dalam dua bentuk gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional. Kedua gaya tersebut digunakan untuk melihat bagaimana cara kepala desa untuk mempengaruhi masyarakat khususnya anggota pada program ecovillage. Gaya kepemimpinan transaksional dicirikan dengan gaya yang bersifat manager dan gaya transaksional yang lebih bergaya leader. Pemimpin tranformasional dicirkan dengan pengaruh yang diidealkan, stimulasi intelektual, kepedulian secara perorangan, dan motivasi inspirasional. Sementara itu, gaya transaksional memiliki karakteristik yang cenderung pada imbalan dan aturan. Berdasarkan pengertian tersebut, gaya kepemimpinan yang digunakan digolongkan sesuai dengan ciri dari kedua gaya tersebut yakni gaya transaksional berorientasi pada reward and punishment dan gaya transformasional yang berorientasi pada kebutuhan anggota dan tujuan bersama. Pembahasan mengenai gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala desa mengarahkan pada hipotesis uji yang pertama bahwa terdapat gaya yang dominan yang diterapkan oleh kepala desa. Gaya Kepemimpinan Transaksional Variabel yang digunakan untuk mengukur gaya kepemimpinan transaksional Kepala Desa Mekarwangi yakni berorientasi pada reward and punishment. Jika dilihat dari ciri gaya kepemimpinan transaksional yakni lebih bergaya manager yang menekankan pada tujuan suatu pihak atau lembaga sehingga lebih berorientasi pada aturan serta peningkatan produksi. Bass (1985) dikutip Pradana et al. (2013) mengemukakan karakteristik kepemimpinan transaksional yakni imbalan kontingen dan manajemen ekspresi. Imbalan kontingen merupakan cara pemimpin memberitahu bawahan tentang apa yang harus dilakukan bawahan jika ingin mendapatkan imbalan tertentu dan menjamin bawahan akan memperoleh apa yang diinginkannya sebagai pengganti usaha yang dilakukan. Manajemen eksepsi yaitu pemimpin berusaha mempertahankan prestasi dan cara kerja dari bawahannya, apabila ada kesalahan pemimpin langsung bertindak untuk memperbaikinya. Sesuai dengan hasil penelitian di lapangan, variabel dapat diukur dan dianalisis berdasarkan hasil perhitungan data kuesioner dan wawancara mendalam dengan responden. Berikut pemaparan mengenai hasil penilaian responden kepada gaya transaksional kepala desa pada Tabel 28.
51
Tabel 28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator gaya transaksional Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Skor Total Indikator gaya 4 3 2 1 No transaksional n % n % n % n % N % 1.
Sosialisasi aturan
20
69
8
27.6
0
0
1
3.4
29
100.0
2.
Aturan disepakati bersama
22
75.9
6
20.7
0
0
1
3.4
29
100.0
3.
Memberikan sanksi
14
48.3
13 44.8
0
0
2
6.9
29
100.0
4.
Membuat perjanjian target
6
20.7
3
10.3
1
3.4
19
65.5
29
100.0
5.
Memberikan bonus
10
34.5
2
6.9
1
3.4
16
55.2
29
100.0
6.
Memberikan hadiah
10
34.5
1
3.4
0
0
18
62.1
29
100.0
7.
Pernah mendapatkan hadiah
8
27.6
0
0
0
0
21
72.4
29
100.0
8.
Termotivasi dengan hadiah
20
69.0
5
17.2
1
3.4
3
10.3
29
100.0
9.
Hadiah diberikan kepada anggota yang melaksanakan tugas dengan baik
9
31.0
4
13.8
4
13.8
12
41.4
29
100.0
10. Hadiah diberikan langsung pada yang berhak
13
44.8
4
13.8
1
3.4
11
37.9
29
100.0
11. Pastikan hadiah diberikan pada yang berhak
13
44.8
3
10.3
3
10.3
10
34.5
29
100.0
Pada Tabel 28 menampilkan mengenai penilaian responden menggunakan kuesioner berdasarkan indikator gaya transaksional dari Kepala Desa Mekawangi.
52
Variabel gaya transaksional lebih beragam responden memilih skor dari empat sampai dengan satu. Untuk skor empat indikator aturan yang disepakati bersama memiliki persentase lebih tinggi dari pada indikator lainya (76%). hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok ecovillage memiliki aturan yang disepakati bersama. Pada indikator pernah mendapatkan hadiah sekitar 72 persen responden memilih skor satu artinya 21 responden tidak pernah mendapatkan hadiah dan beberapa responden lainya pernah mendapatkan hadiah. Penilaian yang sama diberikan pada indikator hadiah diberikan langsung kepada anggota yang berhak dan kepala desa memastikan bahwa hadiah diberikan pada yang berhak, responden memilih skor empat dengan persentase sekitar 45 persen. Akumulasi penilaian gaya transaksional kepala desa dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Jumlah dan persentase gaya transaksional Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage Tahun 2016 Gaya transaksional No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Rendah 13 44.8 2. Sedang 6 20.7 3. Tinggi 10 34.5 Total 29 100.0 Berdasarkan Tabel 29 menjelaskan bahwa sekitar 45 persen seluruh anggota ecovillage menyakatan bahwa kepala desa memiliki gaya transaksional yang rendah. Akan tetapi, 10 anggota ecovillge atau 34 persen menyatakan bahwa kepala desa memiliki gaya transaksional yang tinggi. Selain itu, 6 orang anggota lainya atau 21 persen menyatakan kepala desa memiliki gaya transakional yang tinggi. Gaya kepemimpinan transaksional memiliki kecenderungan pada penerapan aturan serta pemberian hadiah pada bawahan yang melaksanakan tugas dengan baik. Pada kelompok di Desa Mekarwangi, kepemimpinan Kepala Desa Mekawangi menerapkan aturan pada anggota salahsatu aturannya jika tidak hadir selama tiga kali berturut-turut akan dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu anggota ecovillage sebagai responden yang menyatakan bahwa: “.....Aturanya ada, aturanya harus ini tepat waktu harus rajin kalau berturut-turut tidak hadir selama tiga kali nanti dikeluarin. Yang buat aturnya semua anggota jadi bareng-bareng jadi keputusanya diputuskan oleh anggota bareng-bareng.....”.(YY, 51 Tahun). Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional merupakan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran yang mengarahkan organisasi pada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Melalui gaya transformasional, bawahan atau anggota merasa lebih dihargai dan merasa dipercaya oleh pemimpin. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan
53
transformasional pada Kepala Desa Mekarwangi terdapat dua variabel yang diukur, yakni orientasi pada kebutuhan anggota dan orientasi pada tujuan bersama. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat diukur dan dianalisis berdasarkan hasil perhitungan data kuesioner dan wawancara mendalam dengan responden. Tabel 30 Jumlah dan persentase responden berasarkan indikator tujuan bersama pada program ecovillage Tahun 2016 Indikator No Orientasi tujuan bersama
Skor 4
3
2
Total
1
n
%
n
%
n
%
n
%
N
%
1.
Diskusi tujuan bersama
24
82.8
4
13.8
0
0
1
3.4
29
100.0
2.
Melakukan kunjungan saat bekerja
24
82.8
5
17.2
0
0
0
0
29
100.0
Mengawasi secara langsung
26
89.7
3
10.3
0
0
0
0
29
100.0
Mengajak anggota untuk mewujudkan cita-cita lingkungan
27
93.1
2
6.9
0
0
0
0
29
100.0
5.
Memberikan semangat
25
86.2
4
13.8
0
0
0
0
29
100.0
6.
Menerapkan hidup cinta lingkungan
22
75.9
7
24.1
0
0
0
0
29
100.0
Memberikan tugas sesuai dengan kemampuan
21
72.4
8
27.6
0
0
0
0
29
100.0
Pembagian tugas secara jelas
25
86.2
4
13.8
0
0
0
0
29
100.0
Menjelaskan tugas sesuai tahapan
23
79.3
6
20.7
0
0
0
0
29
100.0
3.
4.
7.
8.
9.
Orientasi tujuan bersama dibentuk berdasarkan ciri dari gaya transformasional yakni pemimpin tranformasional dicirkan dengan pengaruh yang diidealkan, stimulasi intelektual, kepedulian secara perorangan, dan motivasi
54
inspirasional. Tabel 30 menampilkan hasil penilaian responden berdasarkan indikator tujuan bersama. Mayoritas responden menjawab pada skor tertinggi yakni empat dan tiga yang artinya responden menilai kepala desa membentuk tujuan porgram ecovillage ini bersama anggota. Penilaian tertinggi yang didapatkan yakni indikator mengajak anggota untuk mewujudkan cita-cita lingkungan dengan persentase sekitar 93 persen artinya responden menyetujui bahwa kepala desa mengajak anggota untuk mewujudkan cita-cita lingkungan. Samahalnya dengan orientasi kebutuhan bersama yang diadopsi dari ciri gaya transformasional kepedulian secara perorangan yaitu ciri pemimpin yang memperhatikan kebutuhan pengikutnya dan membantu pengikutnya agar mereka dapat bisa maju dan berkembang dalam karir dan kehidupan mereka. Hasil penilaian responden mengenai variabel kebutuhan anggota disajikan pada Tabel 31. Tabel 31 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator kebutuhan anggota program ecovillage di Desa Mekarwangi Tahun 2016 Indikator orientase No kebutuhan anggota 1. Memberikan ide-ide
Skor 4
3
2
Total
1
n
%
n
%
N
%
n
%
N
%
25
86.2
3
10.3
0
0
1
3.4
29
100.0
Mendorong untuk menggali ide
23
79.3
6
20.7
0
0
0
0
29
100.0
Memberikan simpati pada kebutuhan anggota
24
82.8
5
17.2
0
0
0
0
29
100.0
4.
Memberikan pelatihan
12
41.4
10 34.5
1
3.4
6
20.7
29
100.0
5.
Fasilitasi pelatihan
14
48.3
9
31
1
3.4
5
17.2
29
100.0
6.
Alokasi dana
20
69
7
24.1
2
6.9
0
0
29
100.0
2.
3.
Pada Tabel 31 menampilkan hasil penilaian responden menggunakan kuesioner berdasarkan indikator dari kebutuhan anggota. Tabel tersebut menunjukkan bahwa indikator memberikan ide-ide mengenai lingkungan memiliki nilai tergolong tinggi dengan skor nilai empat (86%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kepala desa dapat memberikan dan menyumbangkan ide-ide mengenai lingkungan kepada anggota. Untuk indikator memberikan pelatihan dan memfasilitasi pelatihan responden beragam memilih semua skor dan pada skor satu memiliki persentase yang cukup tinggi daripada skor dua. Akumulasi penilaian gaya transformasional dapat dilihat pada Tabel 32.
55
Tabel 32 Jumlah dan persentase gaya transformasional Kepala Desa Mekarwangi menurut responden Tahun 2016 Gaya transformasional No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Rendah 8 27.6 2. Sedang 9 31.0 3. Tinggi 12 41.4 Total 29 100.0 Berdasarkan Tabel 32 menunjukkan bahwa Kepala Desa memiliki gaya kepemimpinan transformasional yang tinggi dengan persentase 41 persen atau 12 anggota sebagai responden menyatakan bahwa kepala desa tergolong gaya transformasional yang tinggi. Pada kategori sedang kepala desa memiliki gaya transformasional dengan persentase 31 persen atau sembilan anggota responden menyatakan bahwa kepala desa memiliki gaya kepemimpinan transformasional yang sedang. Sebagian anggota lainnya yakni sebanyak delapan anggota sebagai responden menyatakan bahwa kepala desa memiliki gaya transformasional yang rendah. Gaya transformasional lebih cenderung untuk meningkatkan kreatifitas anggota dengan memberikan ide serta mendorong anggota untuk mengaspirasikan ide-ide yang dimiliki dengan memberikan anggota tugas sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dari setiap anggota. Kepala Desa Mekarwangi memberikan tugas pada setiap anggota untuk mengajak disetiap Rukun Warga atau RW untuk menyebarluaskan informasi dan pengetahuan mengenai lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara mendalam dengan anggota sebagai berikut: “...Iya pernah dapet tugas, tugasnya sesuai kemampuan saya. Setiap lingkungan dapet tugas yang beda-beda di setiap RW juga dapet tugasnya beda-beda jadi harus bisa memsosialisasikan tentang menjaga lingkungan, tentang kebersihan, dan jangan buang sampah sembarangan....”. (YY, 51 Tahun). Dalam menerapkan gaya kepemimpinan kepala desa memerlukan kemampuan dan pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kedua gaya kepemimpinan antara gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional dari kepala desa memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda. Akan tetapi, berdasarkan kedua gaya kepemimpinan terdapat gaya kepemimpinan yang dominan yang diterapkan oleh Kepala Desa Mekarwangi. Pada Tabel 33 yang menggambarkan kumulatif berdasarkan total skor yang diperoleh dari responden terhadap penerapan masing-masing gaya kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi. Hasil Tabel 33 memperlihatkan gaya kepemimpinan transformasional memiliki nilai kategori tinggi yang lebih besar (41%) daripada kategori tinggi pada gaya transaksional (34%). Hal tersebut cukup menggambarkan bahwa sebagian responden menilai bahwa gaya kepemimpinan dari Kepala Desa Mekarwangi pada program ecovillage yang dominan diterapkan adalah gaya kepemimpinan transformasional.
56
Tabel 33 Penialaian kumulatif penerapan kedua gaya kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi Tahun 2016
No. 1. 2. 3.
Gaya dominan yang diterapkan Tinggi Sedang Rendah Total
Gaya transaksional Frekuensi (n) 10 6 13 29
Persentase (%) 34.5 20.7 44.8 100.0
Gaya tranformasional Frekuensi (n) 12 9 8 29
Persentase (%) 41.4 31.0 27.6 100.0
Walaupun memiiki persentase lebih rendah, penerapan gaya transaksional diterapkan oleh kepala desa. Penerapan pada kedua gaya tersebut harus diterapkan di situasi-situasi tertentu dan sesuai dengan kondisinya. Pada penelitian sebelumnya pada Kepala Desa Situ Udik yang dilakukan oleh Karamallah (2014) yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan Kepala Desa Situ Udik dominan pada gaya kepemimpinan transformasional yang persentase kategori tinggi yang diperoleh. Ikhtisar Pemimpin yang dilihat tingkat kemampuanya adalah Kepala Desa Mekarwangi sebagai pembina dalam program ecovillage. Pengikut dari Kepala Desa Mekarwangi adalah seluruh anggota ecovillage di Desa Mekarwangi. Terdapat lima kemampuan kepala desa yang diteliti dalam penelitian, yakni bertanggung jawab, komunikatif, fasilitator, mediator, dan motivator. Pada variabel bertanggung jawab dan mediator memiliki nilai yang dominan tinggi dengan persentase sebesar 86 persen. Pada variabel komunikatif dan fasilitator memiliki nilai sama yang dominan tinggi sebesar 62 persen atau 18 anggota sebagai responden menyatakan kepala desa memiliki kemampuan kepemimpinan komunikatif dan fasilitator yang tinggi. Sebesar 38 persen atau sebelas responden menyatakan hal yang sebaliknya bahwa kepala desa memiliki kemampuan komunikatif dan fasilitator yang rendah. Sedangkan pada variabel motivator memiliki nilai sekitar 76 persen atau 21 anggota sebagai responden menyatakan bahwa kepala desa memiliki kemampuan memotivasi yang tinggi. Pada gaya kepemimpinan kepala desa diklasifikasikan ke dalam dua bentuk gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional. Gaya yang dominan pada Kepala Desa Mekarwangi adalah gaya transformasional. Hal ini ditunjukan dengan akumulasi penilaian responden menunjukkan persentase yang tergolong lebih tinggi dari gaya transaksional sekitar 41 persen.
57
TINGKAT PARTISIPASI ANGGOTA PROGRAM ECOVILLAGE Program ecovillage merupakan program yang bergerak pada aksi lingkungan dengan basis partisipasi dari masyarakatnya. Program ecovillage yang terlaksana di bawah naungan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat guna mendukung Citarum Bestari. Keterlibatan program ini diikuti oleh beberapa desa di sekitar kawasan Sungai Citarum. Desa yang digunakan pada penelitian ini adalah Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung. Kegiatan ecovillage yang berjalan di Desa Mekarwangi adalah perencanaan, bank sampah, pembuatan sumur resapan, dan penanaman lahan kritis. Pada kegiatan perencanaan program menggunakan teknik PRA atau Participatory Rural Appraisal seperti teknik sejarah, kelembagaan, analisa mata pencaharian, kalender musim, matriks ranking, peta transect, serta bidang sosial dan ekonomi. Kegiatan yang berjalan secara rutin adalah bank sampah dilaksanakan setiap dua minggu sekali pada setiap hari kamis. Sedangkan kegiatan yang lain seperti sumur resapan hanya dilakukan satu kali. Pengukuran partisipasi merujuk pada konsep Delapan Tangga Partisipasi Arstein (1969). Konsep partisipasi ini membagi partisipasi menjadi tiga golongan besar, yaitu non-partisipasi, tokenism, dan citizen power. Penilaian pada partisipasi anggota pada aprogram ecovillage menggunakan pertanyaan Ya dengan skor dua dan tidak dengan skor 1. Pada Tabel 34 memaparkan penilaian responden berdasarkan partisipasi anggota pada program ecovillage. Tabel 34 Jumlah dan persentase responden berdasarkan indikator tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 No 1.
2.
3.
4.
5.
Indikator tingkat partisipasi
Ya
Tidak
Total
n
%
n
%
N
%
Ikutserta selama perencanaan kegiatan ecovillage
28
96.6
1
3.4
29
100.0
Ikutserta selama proses pelaksanaan penanganan sampah
29
100.0
0
0
29
100.0
Ikutserta saat pembuatan lubang biopori
18
62.1
11
37.9
29
100.0
Ikutserta saat penanaman lahan kritis
27
93.1
2
6.9
29
100.0
Ikutserta pada setiap kegiatan sesuai dengan kebutuhan
29
100.0
0
0
29
100.0
58
Lanjutan Tabel 34 No
Indikator tingkat partisipasi
Ya
Tidak
Total
n
%
n
%
N
%
25
86.2
4
13.8
29
100.0
25
86.2
4
13.8
29
100.0
27
93.1
2
6.9
29
100.0
Pendapat saya dipertimbangkan
26
89.7
3
10.3
29
100.0
10. Menyuarakan saat pengambilan keputusan
23
79.3
6
20.7
29
100.0
11. Pendapat saya diterima baik
27
93.1
2
6.9
29
100.0
12. Menyanggah pendapat
21
72.4
8
27.6
29
100.0
6. 7. 8.
9.
Ikutserta pada evaluasi Saya merasa kehadiran saya diperhatikan Pada setiap rapat bulanan menyuarakan pendapat saya
Hasil penilaian menggunakan kuesioner pada tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari penilaian responden berdasarkan indikator tingkat partisipasi yang ditampilkan di Tabel 34 menunjukkan mayoritas anggota memiliki kemauan untuk memperbaiki lingkungan dengan terlibat pada program ecovillage. Selain kemauan, anggota juga memiliki kesempatan baik waktu untuk mengikuti program, peluang untuk masuk menjadi anggota, dan energi untuk melakukan keseluruhan kegiatan dari porgram tersebut. Pada tingkat partisipasi anggota baru sampai pada keterlibatan untuk memberikan saran dan mayoritas pengambilan keputusan atau tokenisme. Untuk sampai tahap tertinggi yang dirujuk pada Arstein (1969) anggota menginginkan adanya jaminan bahwa kewenangan untuk mengatur program serta memiliki tanggung jawab sepenuhnya terhadap kebijakan. Anggota pada program ecovillage didesa Mekarwangi belum sampai pada tingkat partisipasi tertinggi karena program ini merupakan program yang digalangkan oleh BPLHD selaku badan pemerintahan sehingga kebijakan dan kewenangan masih diatur oleh pemerintahan dan kepala desa selaku pembina desa. Penilaian terbesar pada indikator ikutserta pada pelaksanaan bank sampah dan hadir karena kesadaran akan kebutuhan dengan persantase 100 persen yang artinya anggota antusias pada program ecovillage serta kesadarakan akan pentingnya informasi mengenai lingkungan dan tindakan-tindakan aksi atas lingkungan guna mengurangi dampak yang akan terjadi kedepanya. Pada indikator ikutserta saat pembuatan biopori mayoritas memilih Ya (62%) tetapi tidak berbeda jauh dengan kategori tidak (38%). Hal ini menunjukkan bahwa sebelas anggota tidak ikutserta pada saat pembuatan biopori. Pemaparan mengenai akumulasi hasil penilaian responden mengenai tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage pada Tabel 35.
59
Tabel 35 Jumlah dan persentase tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tingkat partisipasi No Kategori Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Non-pastisipasi 5 17.2 2. Tokenism 24 82.8 3. Citizen Power 0 0 Total 29 100.00 Tingkat partisipasi pertama adalah tingkat partisipasi non-partisipasi. Pada tingkatan ini mengambarkan bahwa anggota tidak ikut serta pada setiap kegiatan ecovillage. Selain tidak ikut serta, anggota juga digambarkan ikut serta hanya hadir sebagai formalitas sehingga kehadiran dan pendapat tidak diakui. Kewewenangan juga tidak didapatkan pada tingkatan ini. Sebesar 17 persen responden termasuk kedalam tingkatan non-partisipasi. Hal tersebut menjelaskan bahwa lima responden tidak ikut terlibat secara aktif pada setiap kegiatan ecovillage atau ikut terlibat dalam kegiatan perencanaan, bank sampah, sumur resapan, dan penanaman lahan kritis tetapi hanya sebagai formalitas. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan salah satu anggota responden. “.....engga sih kalau saya gak nanya udah ikut aja sama ketuanya. Kan keputusanya juga sama ketuanya kan.....”. (AK, 22 Tahun). Pada tingkatan tokenism terdapat tiga tangga partisipasi menurut Arnstein dalam Nasdian (2014) yakni Informasi, Konsultasi, dan Placation atau Menenangkan. Pada tingkatan ini menjelaskan bahwa anggota mendapatkan informasi dan dapat menyuarakan pendapatnya tetapi tidak ada jaminan akan diakomodir saran tersebut. Selain itu, saran juga dapat diberikan kepada orang lain yang memiliki kedudukan tertinggi tetapi penentuan tetap pada yang memiliki kedudukan. Anggota tetap diberikan kesempatan untuk menyuarakan pendapat serta saranya. “..... suka sih ngasih saran tapi saya mah ngikut aja neng kan tetep aja yang suka ambil keputusanya ketua sama yang lain. Saya mah ikut aja.....”. (EL,39 Tahun). Sebesar 83 persen atau empat responden berada pada tingkatan tokenism (Tabel 35). Artinya, mayoritas responden atau 24 responden tersebut atau sebagian kecil anggota ikut serta dalam kegiatan ecovillage meliputi perencanaan, bank sampah, sumur resapan, dan penanaman lahan kritis. Namun, anggota hadir dan memberikan saran serta pendapat tetapi tetap persetujuan akhir berada pada pemegang kekuasaan tertinggi. Informasi diberikan yang dirasakan sebagaian kecil anggota hanya menerima tidak ada timbal balik. Tingkat partisipasi citizen power menggambarkan partisipasi masyarakat pada suatu kegiatan pemberdayaan pada tahap yang paling tinggi setelah tokenism dan non-partisipasi. Berada pada tahap tertinggi setelah ketika masyarakat dapat menegosiasikan dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Negosiasi antara
60
anggota dengan seseorang yang memiliki kuasa lebih tinggi akan mengakibatkan dominasi wewenang. Kontrol dan wewenang yang dimiliki oleh tetinggi dapat didelegasikan kepada orang lain sehingga masyarakat atau anggota program memiliki peran untuk menjamin berjalanya program tersebut. Pada tingkat citizen power terdapat tiga tangga yakni kemitraan (patnership), kekuasaan yang didelegasikan (delegated power), dan kontrol warga negara. Menurut Yulindra D (2013) menyatakan bahwa program pembangunan sangat memerlukan kontribusi dari masyarakat, karena keberhasilan program pembangunan ini tergantung dari tingkat partisipasi masyarakat, semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat maka, semakin tinggi tingkat keberhasilannya, begitupun sebaliknya. Untuk itu partisipasi masyarakat sangat diperlukan guna menunjang keberhasilan dari program pembangunan. Samahalnya pada keseluruhan program baik program pembangunan dari pemerintah atau program yang melibatkan masyarakat, keterlibatan masyarakat dapat menunjang keberhasilan program jika program tersebut tidak didukung dengan baik maka program tidak akan berjalan. Pada penelitian ini tidak ada anggota yang berada pada tingkat citizen power. Anggota ikut serta aktif dalam program serta dapat menyuarakan pendapatnya dan pendapat yang disampaikan diterima oleh pihak lain dalam setiap kegiatan. Tetapi kekuasaan tidak dapat didelegasikan dari pemegang kekuasaan kepada anggota atau masyarakat. Peran penting yang menjamin akuntabilitas program ecovillage dipegang oleh BPLHD selaku badan pemerintahan. Ikhtisar Berdasarkan hasil wawancara dan hasil data di lapang yang digambarkan pada Tabel 34 menjelaskan bahwa tingkat partisipasi anggota program ecovillage di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung dominan pada tingkat tokenism dengan persentase 83 persen. Hal ini di sebabkan oleh anggota yang memang secara aktif mengikuti program dari tahap perencanaan, kegiatan bank sampah, sumur resapan, dan penanaman lahan kritis. Selain itu, tidak hanya aktif berperan tapi aktif menyuarakan pendapat dan saran di setiap rapat yang diadakan sebulan sekali serta wewenang dalam mengambil keputusan yang setara antara anggota dengan pihak yang memiliki kekuasaan tertinggi.
61
PENGARUH KEPEMIMPINAN TERHADAP PARTISIPASI MASYARAKAT PADA PROGRAM ECOVILLAGE Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah diungkapkan, pada penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian yang meliputi (1) bagaimana pengaruh tingkat kemampuan terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage serta (2) bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage. Beberapa pertanyaan penelitian memunculkan hipotesis dalam penelitian yakni (1) diduga terdapat pengaruh antara tingkat kemampuan kepala desa terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage dan (2) diduga adanya pengaruh antara gaya kepemimpinan kepala desa terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage. Hipotesis diatas dijawab dan dibahas dalam bab ini berdasarkan hasil data dilapangan yang dianalisis menggunakan uji regresi linier. Berdasarkan aturan untuk menginterpretasikan pengaruh kedua variabel berdasarkan nilai jika angka signifikansi (p value) < 0.05 maka terdapat pengaruh yang signifikan. Tabel 36 Hasil uji regresi tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan Kepala Desa terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 Statistik kolineritas5 Varabel R t Sig Tolerance VIF Tingkat kemampuan .406 2.307 0.029 1.000 1.000 Gaya transformasional .073 -.382 .706 1.000 1.000 Gaya transaksional .105 .551 .586 1.000 1.000 Penjelasan pada setiap variabel akan dijelaskan pada subbab-subbab berikut. Pengaruh Tingkat Kemampuan Kepala Desa terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Program Ecovillage Penelitian ini salah satunya bertujuan untuk menjawab hipotesis uji mengenai pengaruh tingkat kemampuan dari Kepala Desa Mekarwangi terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage. Indikator dari tingkat kemampuan adalah bertanggung jawab, komunikator, fasilitator, mediator, dan motivator. Pada variabel dependent tingkat partisipasi merujuk pada Arnstien (1969) yaitu citizen power, tokenism, dan non-partisipasi. Peneliti mengasumsikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kemampuan kepala desa juga berpengaruh terhadap peningkatan dari tingkat partisipasi. Berdasarkan Tabel 37 dapat terlihat bahwa sekitar 68 persen tingkat kemampuan kepala desa rendah sedangkan tingkat partisipasi anggota berada pada tingkat tokenism. Sedangkan pada tingkat kemampuan kepada desa dengan kategori sedang, tingkat partisipasi anggota berada pada tingkat tokenism dengan persentase 90 persen dan tingkat kemampuan kepala desa di kategori tinggi pada
5
Collinearity Statistics untuk mengetahui apakah akan terjadi multikolinearitas pada data yang diuji statistik. Multikolinearitas tidak akan terjadi jika nilai tolerance >0,1 dan VIF >10
62
tingkat partisipasi anggota juga berada pada tingkat tokenism dengan persentase 83 persen. Tabel 37 Penilaian responden mengenai tingkat kemampuan Kepala Desa Mekarwangi dan partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 No 1. 2. 3. Total
Tingkat kemampuan kepala desa Rendah Sedang Tinggi
Tingkat partisipasi anggota Non-partisipasi Tokenism n % N % 2 33.3 4 66.7 1 9.2 10 90.9 2 16.7 10 83.3 5 17.2 4 13.8
Total N 6 11 12 29
% 100.0 100.0 100.0 100.0
Variabel tingkat kemampuan kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi diuji menggunakan uji regresi linier sederhana yang dilakukan terhadap variabel Y yakni variabel partisipasi anggota pada program ecovillage. Berdasarkan Tabel 36 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R) yang menunjukkan tingkat hubungan antara variabel dependent dan independent adalah 0.406. Untuk nilai R Square atau koefisien determinasi memiliki sebesar 0.165 atau sebesar 16.5 persen tingkat kemampuan kepala desa dapat dijelaskan oleh tingkat partisipasi dan 83.5 persen dijelaskan oleh faktor lain diluar dari tingkat kemampuan. Hasil regresi yang ditunjukan pada Tabel 36 dapat diketahui bahwa hasil uji regresi antara tingkat kemampuan kepala desa terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.029. Hipotesis uji pengaruh variabel tingkat kemampuan kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage sebegai berikut: = variabel tingkat kemampuan ( anggota = variabel tingkat kemampuan ( anggota
) tidak berpengaruh terhadap partisipasi ) berpengaruh terhadap partisipasi
Aturan untuk menginterpretasikan pengaruh antara variabel dependent dan independent berdasarkan nilai jika angka signifikansi (p value) < 0,05 maka terdapat pengaruh yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi tingkat kemampuan 0.029 < 0.05 maka berdasarkan hipotesis adalah ditolak dan diterima serta jika dilihat pada Collinearity Statistics pada Tabel 30 menunjukkan nilai tolerance dan VIF sebesar 1 maka tidak akan terjadi multikolinearitas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat kemampuan berpengaruh pada partisipasi anggota pada program ecovillage atau semakin tinggi nilai tingkat kemampuan maka semakin tinggi juga partisipasi anggota pada program ecovillage. Tingkat kemampuan dari kepala desa pada aspek bertanggung jawab, komunikatif, fasilitator, mediator, dan memotivasi pada program ecovillage tergolong tinggi dengan nilai persentase yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan
63
hasil uji regresi yang menunjukkan bahwa kedua variabel terdapat pengaruh. Sehingga mengindikasikan terdapat faktor-faktor yang mendukung kedua variabel tersebut memiliki pengaruh yang positif. Kemampuan dari Kepala Desa Mekarwangi selaku pembina dari program ecovillage yang bertanggung jawab atas keseluruhan kegiatan tersebut. Kemampuan bertanggung jawab kepala desa dirasakan tinggi pada program tersebut dari kemampuan tersebut kepala desa mendapatkan penghargaan Kepala Desa atau Pembina Terbaik Se-Provinsi Jawa Barat Tahun 2015. Pada aspek kemampuan komunikatif, kepala desa berusaha selalu menyampaikan pesan menyangkut program dengan frekuensi yang sering dan disampaikan dengan jelas. Selain itu, kepala desa juga berperan sebagai mediator dan motivator saat anggota menghadapi masalah baik masalah internal kelompok dan masalah lingkungan. Hal ini dibuktikan dengan: “...Kalau ada masalah yang pertama penyelesaianya diselesaikan sama kelompok karena ada ketua kita konsultasi dulu apabila kita menemukan solusi baru kita menayakan beliau Sebetulnya kalau di ecovillage itu kepala desa hanya bertanggung jawab kan kita ada ketua ada kepengurusan. Jadi hanya mendampingi, ngasih saran, pendapat, apabila kita juga ada yang kurang paham atau perlu bantuan beliau. Mangkanya sekarang kan udah periode ke tiga masih eksis, keanggotaan bukan berkurang tapi bertambah...”. (WW,36 Tahun). Berdasarkan pernyataan salah satu anggota ecovillage membuktikan bahwa kepala desa dapat mendorong anggota untuk terlibat dan mempertahankan keanggotaan yang dibentuk bahkan terdapat penambahan anggota baru pada program ecovillage. Hal lain juga diungkapkan oleh salah satu infroman berikut ini: “....Ada kemuan, kadang-kadang suatu saat gak diundang ga apa hadir. Nah itu, itu harus. Secara bicara itu enak, aturan regulasinya juga diatur dengan baik. Karena kepala desanya gitu ya yang lainya juga ikut. Mangkanya kepala desa yang lain harus mencontoh kepala desa mekarwangi, bank sampahnya sudah berjalan, mana yang lain mah ngomong doang. Di mekarwangi mah bank sampahnya jalan, buku tabunganya ada, nasabahnya ada. Padahal desa lain anak muda pendidikanya cukup tinggi dibanding pak yayat obi yang pendidikanya SD. Karena ada kemauan. Intinya keberhasilan didesa mekarwangi itu kepala desanya punya pengaruh yang kuat......”. ( HT, Fasilitator). Kemauan dari kepala desa untuk selalu hadir pada setiap kegiatan baik diundang atau tidak diundang membuat anggota termotivasi untuk selalu hadir. Kedekatan anggota dengan kepala desa juga terbentuk karena kepala desa tidak membatasi dirinya dengan anggota dan tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari anggota atau perangkat desa lainya. Hal ini dibuktikan dengan panggilan untuk
64
kepala desa dari anggota dan perangkat desa lainya adalah indung. Indung merupakan bahasa sunda yang artinya ibu atau orang tua perempuan. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Partisipasi Masyarakat Program Ecovillage Pada penelitian ini mengkaji pengaruh kedua gaya kepemimpinan yakni gaya transformasional dan gaya transaksional yang diterapkan oleh Kepala Desa Mekarwangi terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage dengan menggunakan uji statistik pada software SPSS versi 20.0. uji statistik tersebut melibatkan satu variabel orientasi gaya transaksional dan dua orientasi gaya transformasional sebagai variabel atau independent. Sedangkan, partisipasi anggota sebagai variabel Y atau dependent. Pengaruh gaya kepemimpinan kepala desa Mekarwangi terhadap partisipasi anggota ecovillage dengan menggunakan uji regresi linier sederhana yang dilihat adalah nilai signifikansi, nilai koefisien B, nilai collinearity (Kolinearitas) terdapat pada Tabel 36. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transaksional Kepala Desa Mekarwangi terhadap Partisipasi Anggota Program ecovillage Gaya transaksional yang diterapkan oleh kepala desa dapat diketahui berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana. Hasil uji statistik regresi linier sederhana pada Tabel akan menjelakan pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage. Berdasarkan aturan untuk menginterpretasikan pengaruh kedua variabel berdasarkan nilai jika angka signifikansi (p value) < 0,05 maka terdapat pengaruh yang signifikan. Untuk melihat pengaruh gaya kepemimpinan transaksional terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage dapat dilihat pada tabel tabulasi silang (Tabel 38). Tabel 38 Penilaian responden berdasarkan gaya kepemimpinan transaksional Kepala Desa Mekarwangi dan tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Gaya Tingkat partisipasi anggota Total kepemimpinan Non-partisipasi Tokenisme No transaksional n % n % N % kepala desa 1. Rendah 3 23.1 10 76.9 13 100.0 2. Sedang 1 16.7 5 83.3 6 100.0 3. Tinggi 1 10.0 9 90.0 10 100.0 Total 5 17.2 24 82.8 29 100.0 Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 38 dapat terlihat bahwa gaya kepemimpinan transaksional dengan kategori rendah pada tingkat partisipasi anggota di tingkat tokenism dengan persentase sekitar 78 persen. Untuk gaya kepemimpinan transaksional dari kepala desa dengan tingkat partisipasi anggota di tingkat tokenism memiliki persentase 83 persen. Pada gaya kepemimpinan transaksional kepala desa di kategori tinggi dengan tingkat partisipasi anggota di tingkat tokenism memiliki persentase 90 persen.
65
Variabel gaya kepemimpinan transaksional Kepala Desa Mekarwangi diuji menggunakan uji regresi linier sederhana yang dilakukan terhadap variabel Y yakni variabel partisipasi anggota pada program ecovillage. Berdasarkan Tabel 35 menunjukkan nilai koefisien korelasi (R) yang menunjukkan tingkat hubungan antara variabel dependent dan independent adalah 0.073. Hasil regresi yang ditunjukan pada Tabel 36 dapat diketahui bahwa hasil uji regresi antara gaya kepemimpinan transaksional kepala desa terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.706. Hipotesis uji pengaruh variabel tingkat kemampuan kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage sebagai berikut: = variabel gaya kepemimpinan transaksional ( partisipasi anggota = variabel gaya kepemimpinan transaksional ( partisipasi anggota
) tidak berpengaruh terhadap ) berpengaruh terhadap
Hipotesis diatas diuji berdasarkan nilai signifikansi hasil pengujian menggunakan SPSS dengan analisis regresi linier sederhana pada variabel gaya kepemimpinan. Penentuan hipotesis dapat diketahui jika nilai signifikasi > 0.05, maka diterima dan berkebalikan dengan ditolak. Sebaliknya, jika perolahan nilai signifikansi < 0.05 maka ditolak dan berkebalikan dengan diterima. Hasil uji regresi yang ditunjukan pada Tabel 36 diketahui bahwa variabel Reward and Punishment memiliki nilai signifikan sebesar 0.706 serta dijelaskan bahwa nilai koefisien B memiliki penurunan secara negatif sebesar -0.64 terhadap partisipasi artinya semakin tinggi gaya transaksional kepala desa maka semakin rendah partisipasi dari anggota dan berkebalikanya atau setiap kenaikkan satu satuan partisipasi maka akan menurunkan gaya transaksional kepala desa sebesar 0.064. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi Reward and Punishment adalah > 0.05 maka berdasarkan hipotesis uji adalah diterima dan diterima serta jika dilihat pada Collinearity Statistics pada Tabel 36 menunjukkan nilai tolerance dan VIF sebesar 1 maka tidak akan terjadi multikolinearitas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gaya transaksional tidak berpengaruh pada tingkat partisipasi anggota program ecovillage. Berbeda dengan penelitian sebelumnya mengenai kepemimpinan kepala desa terhadap partisipasi pada program pembangunan oleh Djanueri MA (1989) yang memiliki sumbangan pengaruh pada tingkat partisipasi masyarakat pada program pembangunan. Orientasi reward dan punishment merupakan ciri yang melekat pada gaya transaksional. Maka tingkat partisipasi anggota tidak dipengaruhi oleh hadiah atau aturan yang diberikan oleh kepala desa. Anggota berpartisipasi pada program tersebut didasarkan pada kebutuhan akan pengetahuan dan kebutuhan akan alam yang lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya bencana alam di kemudian hari. Hal ini dibuktikan dengan: “....Belum saya belum dapet hadiah, yang lain juga belum. Tapi kalau kelompok udah pernah dapet hadiah. Ya kalau hadiah juga jadi semangat.....”. (YY, 42 Tahun).
66
Beberapa anggota belum mendapatkan hadiah atau penghargaan baik dari kepala desa secara personal ataupun dari lembaga lain. Tetapi anggota tetap hadir dan terlibat dalam program ecovillage. Hal tersebut membuktikan bahwa keterlibatan anggota bukan didasarkan pada hadiah tetapi kemauan lain. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Desa Mekarwangi terhadap Partisipasi Anggota Program ecovillage Gaya tranformasional yang diterapkan oleh kepala desa dapat diketahui berdasarkan hasil uji regresi linier sederhana. Hasil uji statistik regresi linier sederhana pada Tabel akan menjelakan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage. Berdasarkan aturan untuk menginterpretasikan pengaruh kedua variabel berdasarkan nilai jika angka signifikansi (p value) < 0.05 maka terdapat pengaruh yang signifikan. Untuk melihat model summary dari gaya kepemimpinan transaksional terhadap tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Penilaian responden berdasarkan gaya kepemimpinan transformasional Kepala Desa Mekarwangi dantingkat partisipasi anggota pada program ecovillage Tahun 2016 Gaya Tingkat partisipasi anggota Total kepemimpinan Non-partisipasi Tokenisme No transaksional n % n % N % kepala desa 1. Rendah 0 0 8 100.0 13 100.0 2. Sedang 2 22.2 7 77.8 6 100.0 3. Tinggi 2 25.0 9 75.0 10 100.0 Total 5 17.2 24 82.8 29 100.0 Hasil tabulasi silang pada Tabel 39, gaya kepemimpinan transformasional kepala desa yang memiliki kategori rendah pada tingkat partisipasi anggota di tingkat tokenisme memiliki persentase 100 persen. Untuk gaya kepemimpinan transformasional sedang dengan tingkat partisipasi anggota di tingkat tokenism memiliki persentase 78 persen. Pada gaya transformasional kepala desa tinggi degan tingkat partisipasi anggota di tingkat tokenism memiliki persentase 75 persen. Untuk mendukung penelitian mengenai pengaruh dari kedua variabel tersebut maka perlu dilakukan uji regresi linier yang dapat dilihat pada Tabel 36. Variabel gaya kepemimpinan transformasional Kepala Desa Mekarwangi diuji menggunakan uji regresi linier sederhana yang dilakukan terhadap variabel Y yakni variabel partisipasi anggota pada program ecovillage. Seluruh variabel data yang diuji statistik memenuhi syarat untuk tidak terjadi multi kolinearitas. Seluruh variabel gaya kepemimpinan diuji menggunakan analisis uji regresi linier sederhana terhadap variabel atau independent dan variabel Y atau dependent.
67
Hasil regresi yang ditunjukan pada Tabel 36 dapat diketahui bahwa hasil uji regresi antara gaya kepemimpinan transformasional kepala desa terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.586. Hipotesis uji pengaruh variabel tingkat kemampuan kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage sebagai berikut: = variabel gaya transformasional ( ) tidak berpengaruh terhadap partisipasi anggota = variabel gaya gaya transformasional ( ) berpengaruh terhadap partisipasi anggota Hipotesis diatas diuji berdasarkan nilai signifikansi hasil pengujian menggunakan SPSS dengan analisis regresi linier sederhana pada variabel gaya kepemimpinan. Penentuan hipotesis dapat diketahui jika nilai signifikasi > 0.05, maka diterima dan berkebalikan dengan ditolak. Sebaliknya, jika perolahan nilai signifikansi < 0.05 maka ditolak dan berkebalikan dengan diterima. Hasil uji regresi yang ditunjukkan pada Tabel dapat diketahui bahwa variabel gaya transformasional memiliki nilai signifikasi sebesar 0.586. Hal ini menunjukkan bahwa nilai signifikansi gaya tranformasional adalah > 0.05. Maka hipotesis uji statistik menggunakan regresi uji adalah diterima dan berkebalikan dengan ditolak serta jika dilihat pada Collinearity Statistics pada Tabel 35 menunjukkan nilai tolerance dan VIF sebesar 1 maka tidak akan terjadi multikolinearitas. Perolehan nilai koefisien B variabel gaya transformasional sebesar 0.099 yang artinya setiap kenaikkan satu satuan partisipasi anggota akan menaikkan gaya kepemimpinan transformasional kepala desa sebanyak 0.999. Dengan demikian disimpulkan bahwa variabel gaya kepemimpinan transformasional Kepala Desa Mekarwangi tidak berpengaruh kepada tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan anggota dan perencaan tujuan secara bersama yang menjadi orientasi dari gaya transformasional tidak mempengaruhi dari partisipasi anggota program ecovillage. Samahalnya dengan gaya transaksional, anggota merasa kehadiranya bukan karena dari diperhatikanya kebutuhan anggota di kelompok tersebut dan perencaan tujuan secara bersama ataupun aturan yang diberlakukan. Kehadiran anggota atau keterlibatan anggota pada program tersebut karena kebutuhan akan pengetahuan mengenai lingkungan serta kekhawatiran sebagian masyarakat akan penurunan kualitas lingkungan akibat dari manusia sendiri seperti akibat dari penumpukan sampah di beberapa tempat maka terjadi bencana banjir di kawasan hilir sungai. Diperlukanya sinergitas antara masyarakat hulu dan hilir untuk berperilaku yang peduli lingkung an agar tidak terjadi bencana-bencana yang membahayakan.
Ikhtisar Uji regresi linier yang digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel tingkat kemampuan kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi dengan tingkat
68
partisipasi masyarakat sebagai variabel dependent. Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara variabel tingkat kemampuan kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi dengan tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage. Nilai sig yang dihasilkan dari pengujian adalah 0.029 dengan p>0.05 nilai tersebut menyatakan terdapat pengaruh. Hal ini karena kemampuan kepemimpinan dari Kepala Desa Mekarwangi dapat meningkatkan partisipasi dari anggota pada program ecovillage. Berdasarkan pernyataan salah satu anggota ecovillage membuktikan bahwa kepala desa dapat mendorong anggota untuk terlibat dan mempertahankan keanggotaan yang dibentuk bahkan terdapat penambahan anggota baru dapa program ecovillage. Uji regresi linier yang digunakan untuk menguji sejauhmana pengaruh gaya kepemimpinan dari Kepala Desa Mekarwangi terhadap partisipasi masyarakat. Variabel independent pada penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transaksional dan gaya kepemimpinan transformasional. Sedangkan, variabel dependent yang digunakan adalah tingkat partisipasi masyarakat pada program ecovillage. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara gaya transformasional terhadap tingkat partisipasi masyarakat dan juga tidak terdapat pengaruh antara gaya transaksional terdapat tingkat partisipasi masyarakat. Nilai sig yang diperoleh oleh gaya transformasional adalah 0.585 dan pada gaya transaksional sebesar 0.706. Hal ini dikarenakan anggota merasa kehadiranya bukan karena dari diperhatikanya kebutuhan anggota di kelompok tersebut dan perencaan tujuan secara bersama ataupun aturan yang diberlakukan. Kehadiran anggota atau keterlibatan anggota pada program tersebut karena kebutuhan akan pengetahuan mengenai lingkungan serta kekhawatiran sebagian masyarakat akan penurunan kualitas lingkungan akibat dari manusia sendiri seperti akibat dari penumpukan sampah di beberapa tempat maka terjadi bencana banjir di kawasan hilir sungai.
69
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kepemimpinan dari kepala desa dapat dilihat dari beberapa aspek terutama pada aspek lingkungan. Pada penelitian yang dilakukan di Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung untuk melihat program ecovillage di desa tersebut. Tingkat kemampuan yang dimiliki oleh kepala desa memiliki peranan dalam keterlibatan anggota khususnya pada program ecovillage. 1. Kemampuan kepala desa yang dilihat pada penelitian ini adalah kemampuan bertanggung jawab, memfasilitasi, komunikatif, memediasi, dan memotivasi. Kemampuan yang dominan yang dimiliki kepala desa adalah kemampuan bertanggung jawab dan mediator (86%). 2. Gaya transaksional dan gaya transformasional memiliki arti yang berbeda serta dengan karakteristik yang berbeda. Penerapan gaya yang dominan pada program ecovillage diterapkan oleh kepala desa, yaitu gaya kepemimpinan transformasional (41%) sehingga hasil tersebut menjawab pertanyaan penelitian bahwa terdapat gaya yang dominan yang diterapkan oleh kepala desa. Pada kedua variabel ini berdasarkan hasil penilaian anggota ecovillage tidak memiliki pengaruh kepada tingkat partisipasi anggota. 3. Tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage dominan berada pada tingkat tokenism. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan anggota pada program ecovillage memiliki kewewenangan untuk menyampaikan saran dan pendapatnya. Serta komunitas memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Namun anggota belum bisa bertanggung jawab secara penuh program ecovillage. 4. Partisipasi anggota untuk mengikuti program ini dipengaruhi oleh tingkat kemampuan dari kepala desa untuk bertanggung jawab, memfasilitasi, mengkomunikasikan, memediasi, dan memotivasi dengan nilai signifikansi 0.029 > 0.05. Maka keterlibatan anggota pada program dikarenakan sebagian besar peranan kemampuan dari kepala desa untuk mendorong serta berusaha mempengaruhi anggota agar ikut terlibat. Sedangkan pada kedua gaya kepemimpinan kepala desa baik transaksional dan gaya transformasional tidak memiliki pengaruh dengan tingkat partisipasi anggota pada program ecovillage. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat memberikan beberapa saran. Pertama untuk pengembangan ilmu bagi civitas akademika serta literatur bagi siapapun yang ingin mengetahui atau meneliti mengenai kepemimpinan kepala desa khususnya tingkat kemampuan dan gaya kepemimpinan kepala desa. Perlunya peningkatan kemampuan fasilitator, komunikator, dan memotivasi dari Kepala Desa Mekarwangi yang dapat meningkatkan partisipasi angggota pada program ecovillage sehingga kelompok di Desa Mekarwangi bisa sebagai panutan untuk kelompok desa lainya serta dari aspek kepemimpinan Kepala Desa Mekarwangi bisa dijadikan panutan oleh kepala desa lainnya.
70
Pada penerapan gaya kepemimpinan transaksional berdasarkan penilaian anggota sebagai responden memiliki akumulasi nilai yang tergolong lebih rendah dari gaya transformasional. Hal ini perlu dipertimbangkan oleh kepala desa untuk bisa meningkatkan gaya kepemimpinan transaksional dengan orientasi pada reward and punishment. Sebagian anggota menilai perlu adanya dorongan menggunakan hadiah sebagai penghargaan diri karena sudah terlibat sebagai anggota. Hadiah yang diberikan tidak hanya berupa materi tetapi berupa penghargaan atas kinerja yang telah dilakukan untuk meningkatkan semangat dari anggota tetapi hadiah tersebut bukan dijadikan dasar anggota untuk hadir secara aktif pada program ecovillage. Selain itu, perlunya perhatian pada penegasan aturan yang berlaku pada kelompok serta perlunya penegasan aturan atau pembuatan aturan secara tulisan bagi anggota serta untuk kelompok lebih terstruktur.
71
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta [ID]: Graha Ilmu. Alfian A. 2009. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Ancok D. 2012. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Jakarta [ID]: Erlangga. Ardilah T, Makmur M, Hanafi I. 2014. Upaya Kepala Desa Untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus : Desa Bareng Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang). Jurnal Administrasi Publik [Internet]. [diunduh pada tanggal: 10 Desember 2015, pukul 16.04 WIB]. Vol. 2 (1): hal 71-77. Tersedia pada:http://administrasi publik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/view/345/200 Arnstien SR. 1969. A Ladder of Citizen Participation. JAIP [Internet]. [diunduh pada tanggal 15 Februari 2016, pukul 16.22 WIB]. Vol. 35(4): hal 216-224. Tersedia pada: http://lithgow-schmidt.dk/sherry-arnstein/ladder-of-citizenparticipation.html DEPHUT. 2009. Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan DAS CitarumCiliwung [Internet]. [diunduh pada tanggal 13 Januari 2016, pukul 10.53 WIB]. Diunduh pada: www.dephut.go.id Djaenuri MA. 1989. Pengaruh Kepemimpinan Kepala Desa terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa di Kecamatan Tambun. http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/6244.pdf Effendi dan Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES. Gama B, Widodo Y, Tari AIN. 2014. Model Kepemimpinan Posdaya pada Kelompok Posdaya Mekarsari Desa Polokarto Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Scriptura [Internet]. [diunduh pada tanggal 22 Oktober 2015, pukul 18.37 WIB]. Vol. 4 (1): hal 1-9. Tersedia pada : http://scriptura.petra.ac.id/index .php/iko/article/view/19054/18687 Global Ecovillage Network. Definition About Ecovillage [Internet]. [diunduh pada tanggal 27 Januari 2016, pukul 18.15 WIB]. Terdapat pada: http://gen.ecovillage.org/en/projects.ac.id/jurnal/PeranankePemimpinandan PartisipasiMasyarakat.pdf Gibson JL, Ivancevich JM, Donnellly JH, Konopaske R. 2007. Organizations: Behavior, Stucture, Processes. 8th ed. Boston: Richard D. Irwin. Tersedia pada: http://dl.motamem.org/organizations_behavior _structure.pdf Hermansyah. 2015. Peran Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan Kecamatan Tana Lia Kabupaten Tana Tidung (Studi Kasus Di Desa Tanah Merah Dan Desa Sambungan). eJurnal Pemerintahan Integratif [Internet]. [diunduh pada tanggal 22 Januari 2016, pukul 21.37 WIB]. Tersedia pada: http://ejournal.pin.or.id/site/wpcontent/uploads/2015/04/JURNAL%20HER MANSYAH%20(04-28-15-01-15-08).pdf
72
Kahar IA. 2008. Konsep Kepemimpinan dalam Perubahan Organisasi (Organizational Change) pada Perpustakaan Perguruan Tinggi. Jurnal Studi Perpustakaan dan Infromasi [Internet]. [diunduh pada tanggal 21 September 2015, pukul 21.39 WIB]. Tersedia pada: http://journaldatabase.info/database /search.html?search_inp=Konsep+Kepemimpinan+dalam+Perubahan+Orga nisasi+%28Organization&search_type=Articles Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Pradana MA, Sununharyo BS, Hamid D. 2013. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada karyawan tetap PT. MUSTIKA BAHANA JAYA, Lumajang). Jurnal Pendidikan Ilmu Administrasi [Internet]. [diunduh pada 04 Februari 2016, pukul 14.40 WIB]. hal 1-11. Tersedia pada: http://goo.gl/xOgn9d Putro CPA. 2016. Perancangan Media Kampanye Penanggulangan Kerusakan Alam terhadap Pegiat Orr-Road Liar di Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Spektra [Internet]. [diunduh pada tanggal 16 Maret 2016, pukul 11.32 WIB]. Hal 1-11. Tersedia pada: file:///C:/Users/asus/Downloads/15.04.1195 _jurnal_eproc.pdf Rivai V dan Deddy M. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Rajawali Pers. Runtu JG. 2013. Gaya Kepemimpinan Camat dalam Peningkatan Pelayanan Publik di Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan. [Internet]. [diunduh pada 31 Mei 2016, pukul 18.05]. Hal 1 – 14. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/viewFile/1490/118 8 Ruvendi R. 2005. Imbalan Dan Gaya Kepemimpinan Pengaruhnya terhadap Kepuasan Kerja Karyawan di Balai Besar Industri Hasil Pertanian Bogor. Jurnal Ilmiah Binaniaga [Internet]. [diunduh pada tanggal 21 September 2015, pukul 21:34 WIB]. Vol 01 (1): hal 1-10. Tersedia pada: http:// myrahdika.ueuo.com/jurnal2/PEMIMPINANPENGARUHNYATERHADA PKEPUASANKERJAKARYAWAN.pdf Siagian, Sondang P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta (ID): Penerbit Bumi Aksara. Singarimbun M dan Effendi S. 2012. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. Silambi M. 2014. Kepemimpinan Kepala Desa dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat di Desa Kebon Agung Kecamatan Rantau Pulung Kabupaten Kutai Timur. e-Jurnal Ilmu Pemerintahan [Internet]. [diunduh pada tanggal 02 Oktober 2015, pukul 15.21 WIB ]. Vol 2 (2): hal 2716-2728. Tersedia pada: http://ejournal.ip.fisipunmul.ac.id/site/wpcontent/uploads/2014/08/ isi%20jornal%20monic%20(08-16-14-03-12-44).pdf
73
Surur M. 2013. Peran Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Rejoagung Ploso Jombang). eJurnal STKIP PGRI Jombang [Internet]. [diunduh pada tanggal 22 November 2015, pukul 23.32 WIB]. Tersedia pada: http://ejurnal.stkipjb.ac.id/index.php/AS/article/view File/180/116 Soekanto S. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo Persada. [UU] Undang Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. [UU] Undang Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Walla NN, dkk. 2015. Panduan Umum Pengembangan Desa Berbudaya Lingkungan Ecovillage. Bandung [ID]: BPLHD Jawa Barat. Widagdo L. 2006. Kepala Desa dan Kepemimpinan Perdesaan: Persepsi Kader Posyandu di Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Makara Kesehatan [Internet]. [diunduh pada 22 Oktober 2015, pukul 19.06 WIB]. Vol 10 (2). Tersedia pada: http://journal.ui.ac.id/index.php/health/article/ viewFile/173/169 Yulindra D. 2013. Peranan Lurah dalam Mendorong Partisipasi Masyarakat pada Program PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) di Kelurahan Karya Baru Kecamatan Alang-Alang Lebar Palembang. Artikel Jurnal [Internet]. [diunduh tanggal 18 November 2015, pukul 23.11 WIB]. Tersedia pada : http://www.akademik.unsri.ac.id/paper3/download/paper/TA_07081002084. pdf
74
75
LAMPIRAN
76
Lampiran 1. Peta Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung
77
Lampiran 2. Jadwal penelitian Kegiatan Penyusunan proposal Kolokium Pengambila n data lapang Pengolahan dan analisis data Penyususna n draft skripsi Uji kelayakan Sidang skripsi Perbaikan skripsi
Jan 3 4 1
Feb 2 3 4 1
Ma Apr 2 3 4 1 2 3
4
1
Mei 2 3 4
Jun 1
2 3 4
Jul 1
2
3
78
Lampiran 3. Daftar nama anggota ecovillage No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Nama WH KKM ET AN TS TW AG TTN CW AK WW RD IS EE ES NI IC NS YO EL EA TI YU LL YH EN AT YY EL
Umur 35 Tahun 41 Tahun 51 Tahun 46 Tahun 34 Tahun 37 Tahun 39 Tahun 44 Tahun 44 Tahun 22 Tahun 36 Tahun 29 Tahun 32 Tahun 30 Tahun 21 Tahun 28 Tahun 30 Tahun 41 Tahun 46 Tahun 35 Tahun 34 Tahun 34 Tahun 46 Tahun 49 Tahun 46 Tahun 34 Tahun 36 Tahun 51 Tahun 39 Tahun
79
Lampiran 4. Catatan Tematik Ibu WW merupakan Kepala Desa Mekarwangi, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung terpilih sebagai kepala desa melalui pemilihan secara langsung selama dua kali periode terpilih sebagai kepala desa. Beliau menaungi tiga dusun, sebelas Rukun Warga (RW), dan 34 Rukun Tetangga (RT) dengan luas desa sekitar 669,12 Ha serta jumlah penduduk sekitar 7.942 jiwa terdiri dari laki-laki 3.983 jiwa dan perempuan 2.971 dengan jumlah kepala keluarga sekitar 2.845. Kepadatan penduduk pada des a sekitar 130 jiwa per kilometer. Kepala desa sebagai wakil dari masyarakat pada wilayah desa memiliki peranan untuk menjaga, mengayomi, dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat atas hak-hak dan kewajiban dari masyarakat serta sebagai pelantara antara pemerintahan pusat dengan masyarakat. Kebutuhan yang diberikan dari pemerintahan pusat atau bahkan dari pihak lain biasanya disalurkan melalui pemerintahan desa. Kebutuhan atau bantuan dapat berupa materi, barang, atau bahkan bantuan program. Salah satu program yang dicanangkan pemerintah di Kabupaten Bandung melalui Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bandung guna mendukung dari Citarum Bestari adalah Ecovillage. Program ecovillage merupakan program lingkungan dengan basis pengembangan desa berbudaya serta pengembangan masyarakat. Program ini menggunakan teknik PRA sehingga masalah dan solusi mengenai lingkungan dapat diatasi oleh masyarakat itu sendiri. Menurut fasilitator di Desa Mekarwangi : “.....Kampung berbudaya lingkungan, masalah lingkungan harus diselesaikan dengan budaya yang ada di desa. Dimulai dari petani, peternak harus berbudaya. Kan budaya sifatnya rutinitas.......”. Program ini menyelaraskan kebudayaan yang dimiliki disetiap desa dengan kegiatan ekonomi dan lingkungan sehingga dapat mendukung lingkungan yang asri dan mendukung Citarum Bestari. Desa yang mengikuti program ini merupakan desa-desa yang dilintasi oleh Sungai Citarum. Program ecovillage yang dirasakan oleh masyarakat memiliki manfaat maka ada pengembangan kawasan yakni sungai Ciliwung pada tahun ini. Di desa Mekarwangi telah melaksanakan progam ecovillage sekitar Tahun 2014 seperti pada hasil wawancara dengan Bapak YY menyatakan bahwa “......jadi program ecovillage sekitar 3 tahun yang lalu yang bekerja sama dengan citarum bestari kebetulan program tersebut diselaraskan dengan program yang ada di desa Mekarwangi mengadposi program lingkungan tersbut yang kita masukan dalam rencana laporan desa.....”. Ibu WW selaku kepala desa, pada program ini Ibu WW juga sebagai pembina sehingga beliau bertanggung jawab sepenuhnya pada program ecovillage seperti yang dijelaskan oleh Bapak WH menyatakan bahwa “......jadi saling tunjung tanggung jawab antara ketua, fasilitator, pendamping lokal, dan kepala desa jadi disana ada koordinasi.....”. Secara keseluruhan tangungg jawab memang dipegang oleh kepala desa tetapi juga oleh kepengurusan program ecovillage sehingga diperlukanya komunikasi yang baik. Pada penelitian ini, ingin melihat tingkat kemampuan dan gaya dari kepemimpinan kepala desa. Kepala Desa Mekarwangi memiliki tingkat kemampuan kepemimpinan yakni kemampuan bertanggung jawab, kemampuan komunikatif, kemampuan fasilitator, kemampuan mediator, dan kemampuan memotivasi.
80
Kemampuan komunikator kepala desa dilihat dari bagaimana kepala desa menyampaikan informasi mengenai ecovillage kepada anggota secara jelas serta menarik. Selain itu, pengukuran kemampuan komunikator pada kepala desa juga dilihat bagaimana kepala desa berusaha menyampaikan informasi di segala kondisi. Kepala desa juga berusaha untuk mengajak anggota untuk aktif di kegiatan. Hal ini dijelaskan oleh Ibu EN menyatakan bahwa “.....Kalau rapat indung suka ngebahas tentang lingkungan. Harus suka bersih-bersih terus harus suka jaga lingkungan juga. Kalau tentang ecovillage suka disampein pas rapat juga......”. Dengan melihat kondisi tersebut, kepala desa sering menyampaikan pesan mengenai program ecovillage dapat dirasakan juga oleh anggota yang mengikuti rapat sehingga pesan yang disampaikan dapat diterapkan oleh anggota. Kemampuan kepala desa lainya adalah kemampuan fasilitator. Kemampuan fasilitator kepala desa pada setiap kegiatan ecovillage memang dirasakan oleh anggota. Kemampuan memfasilitasi kepala desa dengan menyediakan yang dibutuhkan oleh anggota. Selain itu, kepala desa juga memberikan fasilitas tempat untuk mengadakan kegiatan seperti rapat, pelatihan yang biasa dilaksanakan di kantor desa, dan juga memberikan fasilitas lahan untuk berkegiatan penanaman. Kemampuan memfasilitasi yang dimiliki oleh kepala desa tidak hanya dalam bentuk barang atau materi, tetapi juga kepala desa memfasilitasi untuk penyelesaian masalah. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara mendalam dengan Bapak WH menyatakan bahwa “...Iya memang kepala desa memfasilitasi biaya. Makan juga disediakan tapi biasanya kan dari anggaran program yang dikasih. Terkadang kan kalau lagi rapat atau kumpulkan suka perlu makan apalagi bapak-bapak buat rokok juga ya kepala desa ngasih pake uang pribadi...”. Kepala desa sering menyediakan keperluan yang diperlukan oleh anggota untuk kegiatan. Kepala desa juga harus memiliki kemampuan memediator. Jika masyarakat memiliki masalah khususnya pada kelompok ecovillage kepala desa sebagai pemimpin memiliki kewajiban untuk hadir sebagai penengah pada setiap masalah yang dihadapi anggota. Selain hadir, kepala desa juga mampu untuk cepat tanggap pada setiap masalah serta mencari solusi yang adil bagi seluruh anggota. Beberapa anggota merasa kepala desa memiliki kemampuan memediator seperti halnya yang diungkapkan oleh Bapak WH menyatakan bahwa “...Kalau ada masalah yang pertama penyelesaianya diselesaikan sama kelompok karena ada ketua kita konsultasi dulu apabila kita menemukan solusi baru kita menayakan beliau. Sebetulnya kalau di ecovillage itu kepala desa hanya bertanggung jawab kan kita ada ketua ada kepengurusan. Jadi hanya mendampingi, ngasih saran, pendapat, apabila kita juga ada yag kurang paham atau perlu bantuan beliau......”. Hal tersebut membuktikan bahwa kepala desa berusaha untuk memposisikan diri sebagai seseorang yang netral jika ada permasalahan di kelompok ecovillage. Selain itu, kepala desa tidak langsung untuk ikut campur jika ada permasalahan tetapi kepala desa membuka komunikasi untuk anggoa berkonsultasi apakah ada masalah atau ada informasi apa mengenai kegiatan dan kelompok. Memotivasi merupakan sikap yang diperlukan untuk memberi dukungan dan semangat kepada anggota. . Bentuk motivasi yang diberikan kepala desa kepada anggota berupa semangat sehingga mendorong dan memotivasi anggota untuk terlibat dalam kegiatan ecovillage. Hubungan baik antara kepala desa
81
dengan anggota selama kegiatan ataupun diluar kegiatan. Anggota merasa kepala desa sering memberi semangat secara langsung serta mengajak anggota untuk ikut berpartisipasi pada kegiatan ecovillage. Namun, beberapa responden tidak pernah memberikan motivasi berupa hadiah atau imbalan. Tetapi, memberi motivasi secara langsung. Sehingga anggota akan merasa segan jika tidak menghadiri suatu kegiatan. Pemberian motivasi berupa dorongan moril dan verbal selalu disampaikan melalui forum rapat desa setiap bulannya. Pemberian motivasi yang diberikan kepala desa berhasil dirasakan anggota dengan anggota selalu hadir pada setiap kegiatan. Hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara responden dengan Ibu YY “.....Iya saya semangat terus juga suka terjun langsung. Kita ngeliat ibu semangat jadi anggotanya juga semangat......”. Kepala desa sering melakukan kunjungan serta menyemangati anggota secara langsung sehingga anggota termotivasi untuk hadir. Selain itu kepala desa juga menerapkan peduli lingkungan di kehidupa sehari- harinya sehingga anggota terdorong untuk terlibat dalam program. Dalam pelaksanaan program ecovillage, kepala desa selaku pembina memberlakukan berupa aturan atau punishment pada anggota yang melanggar aturan. Aturan yang berlaku masih aturan berupa kesepakatan bersama belum berupa aturan yang tertulis. Aturan yang berlaku seperti jika anggota tidak hadir selama berturut-turut tanpa ada kabar maka akan dikeluarkan dari kelompok ecovillage. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu anggota dengan Ibu YY “.....Aturanya ada, aturanya harus ini tepat waktu harus rajin kalau berturutturut tidak hadir selama tiga kali nanti dikeluarin. Yang buat aturnya semua anggota jadi bareng-bareng jadi keputusanya diputuskan oleh anggota barengbareng.....”. Selain menerapkan punihment, kepala desa juga menerapkan pemberian hadiah berupa reward pada anggota. Hadiah yang berikan berupa penghargaan seperti pernah diberikan kepada salahsatu anggota yang rajin mengumpulkan sampah sehingga diberi penghargaan. Pada kegiatan bank sampah sudah berjalan hampir dua tahun terakhir. Bank sampah ini sudah bernasabahkan hampir sekitar 100 orang dan sudah memiliki motor pengangkut sampah dan kantor operasional. Ketua dari ecovillage mengatakan bahwa “..... bank sampah ini kumpul dua minggu sekali pada hari kamis dan nasabah juga udah hampir 100 orang. Bahkan ada anggota yang sudah menambung sampah hampir satu juta. Nanti setiap mau lebaran uangnya baru bisa diambil jadi setahun sekali.......”.
82
Lampiran 5. Hasil analisis regresi Hasil uji regresi tingkat kemampuan kepala desa terhadap partisipasi anggota program ecovillage a
Variables Entered/Removed Model Variables Variables Method Entered Removed b 1 Kemampuan . Enter a. Dependent Variable: Partisipasi b. All requested variables entered.
Model Summary R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate a 1 .406 .165 .134 .730 a. Predictors: (Constant), Kemampuan Model
R
a
Model Regression 1
Sum of Squares 2.838
ANOVA df
1
Mean Square 2.838 .533
Residual
14.403
27
Total
17.241
28
F 5.320
Sig. b .029
a. Dependent Variable: Partisipasi b. Predictors: (Constant), Kemampuan
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 1
(Constant)
Kemampuan a. Dependent Variable: Partisipasi
a
Std. Error 1.609
.416
.412
.178
Standardized Coefficients Beta .406
t
Sig.
3.864
.001
2.307
.029
83
Hasil uji regresi gaya kepemimpinan transaksional kepala desa terhadap partisipasi anggota pada program ecovillage a
Variables Entered/Removed Model Variables Variables Method Entered Removed b 1 Reward . Enter a. Dependent Variable: Partisipasi b. All requested variables entered.
Model Summary R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate a 1 .073 .005 -.031 .797 a. Predictors: (Constant), Reward Model
R
a
Model Regression 1
Sum of Squares .092
ANOVA df
1
Mean Square .092 .635
Residual
17.149
27
Total
17.241
28
F .146
Sig. b .706
a. Dependent Variable: Partisipasi b. Predictors: (Constant), Reward
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 2.638
.350
Reward -.064 a. Dependent Variable: Partisipasi
.167
1
(Constant)
Std. Error
a
Standardized Coefficients Beta -.073
t
Sig.
7.535
.000
-.382
.706
84
Hasil uji regresi gaya kepemimpinan transformasional kepala desa dengan partisipasi anggota program ecovillage a
Variables Entered/Removed Model Variables Variables Method Entered Removed Gaya 1 Transformasion . Enter b al a. Dependent Variable: Partisipasi b. All requested variables entered.
Model Summary R Square Adjusted R Std. Error of the Square Estimate a 1 .105 .011 -.026 .795 a. Predictors: (Constant), Gaya Transformasional Model
R
a
Model Regression 1
Sum of Squares .192
ANOVA df
1
Mean Square .192 .631
Residual
17.050
27
Total
17.241
28
F .304
Sig. b .586
a. Dependent Variable: Partisipasi b. Predictors: (Constant), Gaya Transformasional
a
Coefficients Unstandardized Coefficients
Model
B 1
(Constant)
Gaya Transformasional a. Dependent Variable: Partisipasi
Std. Error 2.305
.413
.099
.180
Standardized Coefficients Beta .105
t
Sig.
5.587
.000
.551
.586
85
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
Kegiatan gotong royong
Kegiatan penanaman lahan kritis
Kepala Desa Mekarwangi dan Camat Ibun sedang menanam dilahan kritis
Lahan kritis sebelum ditanami tanaman
Foto bersama dengan Kepala Desa Mekarwangi dan Ketua ecovillage
86
Penyerahan Piala kepada Kepala Desa Mekarwangi
Rumah Bank Sampah di Desa Mekarwangi
Wawancara dengan responden
87
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Fina Windayani lahir di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, pada tanggal 10 Januari 1994 dari pasangan Kusna Wijaya dan Fitri Lidiastuti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Pendidikan formal yang dijalani penulis dari mulai TK. Darrul Ihya (1998 - 2000), SDN Taman Pagelaran (2000 - 2006), SMP Negeri 7 Bogor (2006 - 2009), dan SMA Negeri 9 Bogor (2009 - 2012). Pada tahun 2012, penulis melanjutkan kejenjang perkuliahan dan diterima menjadi mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan jalur SNMPTN Tulis dan masuk pada angkatan 49. Hingga kini penulis masih menjadi mahasiswa aktif di IPB. Selain aktif pada kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan diberbagai acara, yaitu Himpunan Profesi atau Himpro di SKPM yang bernama Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat atau HIMASIERA pada tahun 2014 sebagai pengurus Divisi Public Relation. Beberapa kepanitiaan yang pernah dijalani penulis yaitu divisi Humas Connection, Bendahara II 2ND Connection, dan Eksternal Famnight.