PENGARUH KECEPATAN ANGIN, KADAR AIR TANAH, DAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP BANGKITAN DEBU JATUH DAN TOTAL SUSPENDED PARTICULATE (TSP)
NAURATUL ASLAH
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah, dan Tutupan Lahan terhadap Bangkitan Debu Jatuh dan Total Suspended Particulate (TSP) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Nauratul Aslah F44120034
ABSTRAK NAURATUL ASLAH. Pengaruh Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah, dan Tutupan Lahan terhadap Bangkitan Debu Jatuh dan Total Suspended Particulate (TSP). Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO Debu jatuh dan partikel tersuspensi total (TSP) merupakan bahan pencemar udara. Keberadaan TSP dan debu jatuh mengakibatkan banyak efek negatif yang terjadi sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai bangkitan debu jatuh dan TSP. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan menganalisis bangkitan debu jatuh dan TSP sesuai dengan SNI 13-4703-1998 dan SNI 19-7119.3-2005 serta korelasinya dengan kecepatan angin, kadar air tanah, dan tutupan lahan pada tanah Mediteran. Analisis tekstur tanah dilakukan dengan metode hidrometri yang mengacu pada USDA. Rata-rata bangkitan debu jatuh yang dihasilkan adalah sebesar 15 ton/km2/bulan serta rata-rata bangkitan TSP adalah sebesar 96 µg/Nm3. Bangkitan debu jatuh dan TSP berkorelasi positif dengan kecepatan angin dan berkorelasi negatif dengan kadar air tanah dan tutupan lahan. Kata kunci: debu jatuh, kadar air tanah, kecepatan angin, partikel tersuspensi total (TSP), tanah mediteran, tutupan lahan
ABSTRACT NAURATUL ASLAH. The Effects of Wind Speed, Soil Moisture Content, and Land Cover on Dustfall and Total Suspended Particulate (TSP) Generation. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO Dustfall and TSP are air pollutants. Many negative effects were caused by the existence of TSP and dustfall, therefore more research on dustfall and TSP generation need to be conducted. This study aimed to measure and analyze dustfall and TSP generation in accordance with SNI 13-4703-1998 and SNI 19-7119.32005 and their correlation with wind speed, soil moisture content, and land cover on Mediteran soil. Soil texture analysis was conducted by using hydrometri method of USDA standards. The results showed that the average generated dustfall was 15 ton/km2/month and the average TSP generation was 96 µg/Nm3. The dustfall and TSP generation positively correlated with wind speed, but negatively correlated with soil moisture content and land cover. Key words: dustfall, land cover, mediteran soil, soil moisture content, total suspended particulate (TSP), wind speed
PENGARUH KECEPATAN ANGIN, KADAR AIR TANAH, DAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP BANGKITAN DEBU JATUH DAN TOTAL SUSPENDED PARTICULATE (TSP)
NAURATUL ASLAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas karunia, hidayah, dan rahmatNya, sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Kecepatan Angin, Kadar Air Tanah, dan Tutupan Lahan terhadap Bangkitan Debu Jatuh dan Total Suspended Particulate (TSP) dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan sebagian penelitian payung yang sedang dilakukan oleh pembimbing akademik. Terima kasih diucapkan kepada Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik, Bapak Sutoyo S.TP, M.Si dan Ibu Joana Febrita T. S.T, M.T selaku dosen penguji atas arahan dan bimbingan yang telah diberikan. Ungkapan terima kasih diucapkan kepada Ibunda Pocut Nurul Alam dan Ayahanda Muthiillah dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan. Terima kasih juga diucapkan kepada Ibu Ety Herwati, Dipl. Kim selaku PLP lanjutan di Laboratorium Limbah B3 dan Kualitas Udara, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB dan kepada Mang Handi yang telah memberikan bantuan selama pengambilan data. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman sebimbingan atas kerja samanya selama penelitian ini berlangsung yaitu kepada Rika, Arum, Andin, Andita, Yoga dan Ario serta kepada Ida, Najwa, Pasca, yang telah membantu proses pengambilan data dan penulisan karya ilmiah ini. Penghargaan juga disampaikan kepada teman-teman SIL 49 dan Genoit yang telah memberikan dukungan Karya ilmiah ini jauh dari sempurna, tetapi diharapkan karya ilmiah ini tetap bermanfaat bagi akademisi khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Bogor, Agustus 2016
Nauratul Aslah
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Partikel Udara (Partikulat) Debu Jatuh (Dustfall) Total Suspended Particulate (TSP) Tanah Mediteran METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh Teknik Pengukuran Konsentrasi TSP HASIL DAN PEMBAHASAN Bangkitan Debu Jatuh dan TSP Tanah Mediteran Faktor Emisi Debu Jatuh dan TSP pada Tanah Mediteran SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
v v 1 1 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 6 8 9 9 12 13 13 13 14 17 21
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram alir penelitian 2 Terowongan pengukuran dustfall 3 Tahapan pengukuran debu jatuh 4 Tahapan pengukuran konsentrasi TSP 5 Terowongan pada pengukuran konsentrasi TSP 6 Korelasi bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin dan kadar air tanah 7 Korelasi TSP dengan kecepatan angin dan kadar air tanah 8 Korelasi bangkitan debu jatuh dan TSP dengan tutupan lahan
6 7 7 9 9 11 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Contoh tanah, HVAS dan dustfall canister 18 2 Rata-rata bangkitan debu jatuh (DF) dan TSP, kecepatan angin dan kadar air tanah pada tanah Mediteran 19 3 Contoh perhitungan menggunakan faktor emisi debu jatuh dan TSP yang disusun 20
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan (Fardiaz 1992). Udara juga merupakan atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan manusia di dunia ini. Hesam (2005) dalam Naddafi et al. (2006) menyatakan bahwa manusia dapat terus hidup tanpa makanan selama lima minggu dan tanpa air selama 5 hari, namun tidak lebih dari beberapa menit tanpa udara. Pencemaran udara dapat diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di dalam udara dalam jumlah dan jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia, hewan, maupun tumbuhan (Wardhana 2004). Salah satu bahan pencemar udara adalah debu jatuh dan TSP. Konsentrasi TSP dan debu jatuh di udara ambien diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Debu partikulat ini terutama dihasilkan dari emisi gas buang kendaraan. Sekitar 50% - 60% dari partikel melayang merupakan debu berdiameter 10 μm atau dikenal dengan PM10. Debu PM10 ini bersifat sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru-paru. Akibatnya akan mengganggu sistem pernafasan bagian atas maupun bagian bawah (alveoli). Pada alveoli terjadi penumpukan partikel kecil sehingga dapat merusak jaringan atau sistem jaringan paru-paru, sedangkan debu yang lebih kecil dari 10 μm, akan menyebabkan iritasi mata, mengganggu serta menghalangi pandangan mata (Chahaya 2003). Partikel debu dapat menggangu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker paru-paru. Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada Solubity (mudah larut), komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu (Pudjiastuti 2002). Menurut BPLHD Jabar (2007) secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernafasan atau pneumokoniosis. Dikarenakan banyak dampak negatif yang terjadi akibat keberadaan TSP dan debu jatuh sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai bangkitan debu jatuh dan TSP sehingga dapat diketahui sumbernya dan parameter penghasilnya. Menurut penelitian Fecan et al. (1990) kadar air tanah dan kecepatan angin berhubungan erat dengan bangkitan debu jatuh dan TSP. Serta tutupan vegetasi merupakan salah satu pengontrol emisi debu (Bacon et al. 2010). Oleh karena itu, penelitian ini meneliti pengaruh dari kecepatan angin, kadar air tanah dan persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP.
2 Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengukur bangkitan debu jatuh dan TSP (Total Suspended Particulate) dengan variasi kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan. Debu jatuh dan TSP yang dihasilkan oleh setiap jenis permukaan tanah berbeda dan sering mengganggu aktivitas masyarakat sekitar lokasi sumber. Diperlukan analisis khusus pada lokasi yang berpotensi memiliki kandungan debu jatuh dan TSP dengan konsentrasi tinggi untuk mengurangi dampak negatif yang berbahaya bagi kegiatan manusia. Debu jatuh yang berasal dari permukaan tanah pada kondisi tertentu merupakan masalah yang sering dijumpai dan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Perhatian khusus dibutuhkan pada lokasi-lokasi yang berpotensi menimbulkan debu jatuh dan TSP dengan konsentrasi tinggi, sehingga dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan sekitar dapat diminimalisasi Oleh karena itu, permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kuantitas bangkitan debu jatuh dan TSP dengan variasi kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan. 2. Pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur bangkitan debu jatuh dan TSP dengan variasi kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan. 2. Menganalisis pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP. 3. Menyusun faktor emisi debu jatuh dan TSP pada tanah Mediteran. Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini yaitu : 1. Memberikan informasi mengenai besarnya pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan terhadap kuantitas bangkitan debu jatuh dan TSP. 2. Memperkirakan bangkitan debu jatuh dan TSP yang terbentuk pada kondisi kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan tertentu sehingga memudahkan masyarakat dalam mengantisipasi dampak negatif bagi manusia dan lingkungan. 3. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat timbulan debu jatuh dan TSP sehingga memenuhi baku mutu. 4. Sebagai dasar penyusunan faktor emisi bangkitan debu jatuh sehingga memudahkan upaya rancang bangun instrumen pengukur dan pemantau emisi debu jatuh dan TSP.
3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini : 1. Penelitian ini hanya dilakukan pada jenis tanah Mediteran yang diambil dari Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan. 2. Penelitian ini membahas tentang pengaruh kecepatan angin, kadar air tanah, dan persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh dan TSP yang terbentuk.
TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Udara Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut peraturan pemerintah (PP 1999) pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Partikel Udara (Partikulat) Partikulat merupakan partikulat-partikulat kecil padatan dan droplet cairan. Beberapa partikulat dalam berbagai bentuk dapat melayang di udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lumpur merupakan fraksi yang dominan dalam debu yang berkisar antara 27-63% dari debu. Selain itu terdapat cukup banyak logam berat seperti Pb, Zn, Cd, Ni, dan Co. Logam berat ini berasal dari emisi kendaraan bermotor dan transportasi udara (Modaihsh 1997). Materi partikulat atau Particulate Matter (PM) adalah istilah yang digunakan untuk campuran partikel padat dan tetesan cairan (droplet) yang tersuspensi di udara. Terdapat empat parameter partikulat, yaitu partikel materi <10 μm (PM10), partikel materi ukuran <2.5 μm (PM2.5), total suspended particulate (TSP), dan debu jatuh (dustfall) (PP 1999).
Debu Jatuh (Dustfall) Istilah debu jatuh (dustfall) mengacu pada aerosol dengan diameter sama atau lebih besar dari 10 μm dan memiliki kemampuan untuk menetap setelah penghentian sementara di udara (Sami et al. 2006). Debu jatuh merupakan salah satu bentuk pencemaran udara primer. Debu jatuh ini terdiri dari material yang kompleks dengan komposisi yang konstan dan konsentrasi logam berat di dalamnya sangat bervariasi. Debu jatuh meujuk pada aerosol dengan diameter sama atau lebih besar dari PM10 dan memiliki kemapuan menetap sementara di udara (Gorham
4 2002). Ukuran partikel debu jatuh di daerah perkotaan diketahui merupakan penyebab utama penyakit asma (Wieringa et al. 1997). Selain itu pengertian dustfall dalam Junaidi (2009) adalah debu jatuh akibat dari pengaruh gravitasi maupun air hujan yang diukur setelah pengambilan contoh uji berupa air hujan menggunakan peralatan Deposite Gauge yang dipaparkan di udara selama 1 bulan. Berdasarkan peraturan pemerintah (PP 1999), baku mutu debu jatuh untuk daerah permukiman adalah 10 ton/km2/bulan dan untuk daerah industri adalah 20 ton/km2/bulan. Total Suspended Particulate (TSP) Suspended partikulat adalah partikel halus di udara yang terbentuk pada pembakaran bahan bakar minyak. Terutama partikulat halus yang disebut PM10 sangat berbahaya bagi kesehatan (Soemarwoto 2004). Suspended partikulat adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap serta melayang di udara. Selain itu menurut Vesilind (1994) TSP termasuk kategori non-gaseous polutan. Total Suspended Particulate (TSP) atau disebut juga dengan partikel debu tersuspensi terdapat di udara dengan ukuran berkisar antara kurang dari 1 mikron hingga maksimal 500 mikron. Keberadaan debu ini akan memberi dampak buruk bagi kesehatan manusia terutama untuk saluran pernafasan. Partikel debu tersebut melayang-layang di udara dalam waktu yang lama sehingga akan mudah masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara (Puriwigati 2010). Tanah Mediteran Tanah Mediteran merupakan hasil pelapukan batuan kapur keras dan batuan sedimen. Warna tanah ini berkisar antara merah sampai kecoklatan. Tanah Mediteran banyak terdapat pada dasar-dasar dolina dan merupakan tanah pertanian yang subur di daerah kapur daripada jenis tanah kapur yang lainnya. Dalam USDA, tanah Mediteran merupakan tanah ordo alfisol. Alfisol berkembang pada iklim lembab dan sedikit lembab. Curah hujan rata-rata untuk pembentukan tanah alfisol adalah 500 sampai 1300 mm tiap tahunnya. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah, liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal Dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama gerakan air perkolasi (Hardjowigeno 1993).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Pengambilan data dilaksanakan dari bulan Februari hingga April 2016. Simulasi bangkitan debu jatuh dan TSP dilakukan di tunnel yang berada di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan sedangkan analisis data bangkitan dilakukan di Laboratorium Limbah B3 dan Kualitas Udara, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fateta IPB.
5 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan yaitu dustfall canister [model AS-2011-1], high volumetric air sampler (HVAS) [Staplex; TFIA-2], kipas angin (blower) [Hercules; Ø = 24”; 220 V; 50 Hz: 170 W], digital anemometer [Lutron AM- 4201], soil moisture meter [PMS – 714], terowongan (tunnel) [dimensi P = 7.6 m; L = 0.76 m; T = 2.4 m], neraca analitik [OHAUS; Adventurer Pro], cawan petri [Ø=80 mm], kertas filter 10µ [Whatmann #41], universal oven UNB 400, stopwatch, air destilasi, sampel tanah Mediteran dan program perhitungan (spreadsheet) debu jatuh [© Arief Sabdo Yuwono, 2012]. Prosedur Penelitian Pengukuran bangkitan debu jatuh pada penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetrik sesuai dengan SNI 13-4703-1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dustfall Canister). Bangkitan debu jatuh dan TSP yang dihasilkan sangat berkaitan dengan tekstur tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis tekstur tanah. Analisis tekstur tanah dilakukan berdasarkan metode hidrometri. Pengukuran bangkitan debu jatuh dilakukan selama 13 hari dengan waktu operasi 11 jam untuk setiap jenis tanah. Untuk pengukuran bangkitan partikel tersuspensi (TSP), pengoperasian alat hanya dilakukan selama satu jam dengan pengukuran laju alir pada HVAS dilakukan lima kali dalam satu jam. Penentuan jenis tanah dilakukan berdasarkan jenis tanah yang umumnya terdapat di Pulau Sumatera. Penentuan tersebut mengacu pada Peta Tanah Indonesia B/13/01 (1975). Berdasarkan peta tersebut dapat diketahui lokasi jenis tanah yang terdapat di Pulau Sumatera. Pengukuran kecepatan angin dilakukan dua kali setiap hari. Pengukuran dilakukan pada tiga titik di dalam tunnel, yaitu pada pinggir kiri dan kanan serta di bagian tengah tunnel pada ketinggian 75, 150, dan 225 cm. Pengukuran dilakukan pada jarak 780 cm dari blower (kipas). Pengukuran kadar air tanah dilakukan dengan tiga kali ulangan pada tiga titik pengujian dalam tunnel. Titik pengujian berada pada jarak 0, 390, dan 780 cm dari blower (kipas). Variasi kadar air tanah diatur tiga hari agar dapat diketahui korelasi antara variasi kadar air tanah dengan bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi yang ditimbulkan. Pengukuran kadar air tanah dan kecepatan angin dilakukan dua kali yaitu pada pagi hari pukul 06.00 – 07.00 WIB dan sore hari pada pukul 17.00 – 18.00 WIB untuk debu jatuh dan untuk TSP hanya dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 06.00 – 07.00 WIB. Kecepatan angin yang tersedia pada blower sebanyak tiga pilihan, dengan rata-rata kecepatan yaitu 0.7 m/det – 0.9 m/det. Setiap variasi kecepatan angin dilakukan selama tiga hari. Variasi tutupan lahan dilakukan selama empat hari dengan variabel kecepatan angin dan kadar air tanah dibuat tetap. Hal ini dilakukan agar korelasinya dapat diketahui. Vegetasi yang digunakan pada pengujian adalah tumbuhan padi dengan tinggi tumbuhan rata-rata 15 cm. Skema penelitian disajikan pada Gambar 1.
6
Mulai Studi literatur
Perumusan masalah
Penyiapan alat dan bahan
Pengukuran
Debu Jatuh
TSP
Dustfall Pengolahan dan analisis data
Korelasi debu jatuh dan TSP terhadap kecepatan angin
Korelasi debu jatuh dan TSP terhadap kadar air tanah
Korelasi debu jatuh dan TSP terhadap persentase tutupan lahan
Selesai
Gambar 1 Diagram alir penelitian Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh Langkah pengukuran yang perlu dilakukan antara lain menentukan lokasi pengukuran, menempatkan alat dustfall canister pada tiga titik yang mewakili lokasi penelitian, pengukuran kecepatan angin dan kadar air tanah dilakukan tiga kali ulangan, kemudian bangkitan debu jatuh diukur. Ilustrasi terowongan yang
7 digunakan pada pengukuran debu jatuh disajikan pada Gambar 2 (dimensi dalam cm). Tahapan pengukuran debu jatuh disajikan pada Gambar 3.
(tampak samping)
(tampak depan)
(tampak atas) Gambar 2 Terowongan pengukuran dustfall
Filter dioven dan ditimbang (W1)
Filter dimasukkan ke dalam dustfall canister
Dustfall canister dipasang di tunnel
Filter ditimbang (Massa filter + debu jatuh) (W2)
Data kecepatan angin dan kadar air tanah dicatat
Pengoperasian dustfall canister
Konsentrasi debu jatuh (ton/km2/bulan)
Gambar 3 Tahapan pengukuran debu jatuh Berdasarkan BSN (1998) konsentrasi bangkitan debu jatuh dapat diketahui dengan Persamaan (1). C=
𝑊 𝐴
𝑥
30 𝑇
(1)
8 Keterangan : W = berat dustfall (g) A = luas penampang bagian atas (m2) 30 = Jumlah hari dalam satu bulan T = waktu sampling (hari) C = Konsentrasi debu jatuh (g/m2/bulan) Teknik Pengukuran Konsentrasi TSP Tahapan pengukuran konsentrasi TSP disajikan pada Gambar 4. Ilustrasi terowongan yang digunakan untuk mengukur TSP disajikan pada Gambar 5 (Rochimawati et al. 2014). Menurut BSN (2005) konsentrasi TSP didapat dengan menggunakan Persamaan (2), (3) dan (4). 1
𝑄𝑠 = 𝑄0 × 𝑉= 𝐶=
𝑇 ×𝑃 2 ⌈𝑇𝑠 ×𝑃0 ⌉ 0 𝑠
Qs1+Qs2 2
𝑥𝑇
(w2−w1)𝑥 106 v
(2) (3) (4)
Keterangan: V : volume udara yang diambil (m3) 𝑄𝑆1 : laju alir ke-1 pada pengukuran (m3/menit) 𝑄𝑆2 : laju alir ke-2 pada pengukuran (m3/menit) T : durasi pengambilan contoh uji (menit) C : konsentrasi massa partikel tersuspensi (μg/Nm3) W1 : berat filter awal (gram) W2 : berat filter akhir (gram) V : volume udara yang diambil (m3) 106 : konversi dari gram ke μg
Berdasarkan nilai kontribusi relatif (C) dan persamaan eksponensial dengan nilai R-Sq tertinggi dapat dianalisis faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi total (Yuwono et al. 2014). Hal ini dijelaskan pada persamaan (5). 𝐸 = (𝑋 𝐴 ) × 𝐶1 + (𝑌 𝑈 ) × 𝐶2 + (𝑍 𝑉 ) × 𝐶3
Keterangan : E = Faktor emisi X = Pers. Linear dengan R-Sq tertinggi pada kadar air tanah Y = Pers. Linear dengan R-Sq tertinggi pada kecepatan angin Z = Pers. Linear dengan R-Sq tertinggi pada tutupan lahan A = Kadar air tanah U = Kecepatan angin V = Persentase tutupan lahan C1, C2, C3 = Kontribusi relatif
(5)
9
Filter dioven dan ditimbang (W1)
HVAS dioperasikan selama sejam
Filter ditimbang (Massa filter + debu jatuh) (W2)
Laju alir (Q), m3/menit dan waktu pengambilan contoh uji (t, menit) dicatat
Kelembapan udara (%) dicatat
Filter ditempatkan pada filter holder
Berat TSP W1-W2, (gram))
Gambar 4 Tahapan pengukuran konsentrasi TSP
76 cm Tampak Atas
90 cm
Blower HVAS
150 cm
780 cm cm
Tampak Samping
Tampak Depan
Gambar 5 Terowongan pada pengukuran konsentrasi TSP
HASIL DAN PEMBAHASAN Bangkitan Debu Jatuh dan TSP Tanah Mediteran Secara umum pengukuran bangkitan debu jatuh pada tanah Mediteran berada di atas baku mutu berdasarkan peraturan pemerintah (PP 1999), demikian juga untuk TSP melebihi batas baku mutu. Baku mutu debu jatuh untuk daerah pemukiman dan industri serta baku mutu TSP di udara ambien berturut-turut sebesar 10 ton/km2/bulan, 20 ton/km2/bulan dan 230 μg/Nm3 (PP 1999). Rata-rata
10 bangkitan debu jatuh yang dihasilkan adalah sebesar 15 ton/km2/bulan serta ratarata bangkitan TSP adalah sebesar 96 µg/Nm3 Berdasarkan penelitian Laurent et al. (2006), konsentrasi debu jatuh sangat tergantung pada kecepatan angin, kekasaran permukaan, dan stabilitas atmosfer. Selain itu ukuran partikulat akan mempengaruhi kemampuan partikulat dalam mengendap. Kecepatan pengendapan debu tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang jatuh mengendap di bumi, dapat kembali melayang apabila tertiup oleh angin kencang (Wardhana 2004). Korelasi bangkitan debu jatuh tanah Mediteran tersebut pada variasi kecepatan angin dan kadar air tanah disajikan pada Gambar 6. Menurut Yuwono et al. (2014), Amaliah (2014), Rochimawati et al. (2014), semakin tinggi kadar air tanah maka semakin kecil bangkitan debu jatuh yang dihasilkan. Terlihat pada Gambar 6 bangkitan debu jatuh menurun apabila kadar air yang diberikan pada tanah semakin tinggi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fecan et al. (1990) bahwa peningkatan kadar air tanah akan meningkatkan kekuatan kohesif antara partikel tanah, sehingga diperlukan kecepatan angin yang lebih tinggi untuk mengangkat fraksi-fraksi halus dari permukaan tanah dalam kondisi basah tersebut. Selain itu pada Gambar 6 pada tanah Mediteran menunjukkan bangkitan debu jatuh yang dihasilkan selalu bertambah seiring dengan bertambahnya kecepatan angin. Hasil yang didapatkan ini sesuai dengan penelitian Zakey et al. (2006), Du et al. (2008), Amaliah (2013), Yuwono et al. (2014), Rochimawati et al. (2014) bahwa peningkatan kecepatan angin dapat meningkatkan jumlah partikel di udara secara signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bangkitan debu jatuh pada kedua jenis tanah tersebut berkorelasi positif yang tinggi dengan kecepatan angin sedangkan kadar air berkorelasi negatif yang tinggi terhadap bangkitan debu jatuh yang dihasilkan. Selain kecepatan angin dan kadar air tanah, faktor meteorologi lain yang mempengaruhi pengukuran debu jatuh secara langsung di lapangan yaitu suhu, kelembapan relatif dan tekanan atmosfer (Akpinar 2009). Menurut Rochimawati et al. (2014), generasi TSP pada tanah Andisol juga berkorelasi positif dengan kecepatan angin dan berkorelasi negatif dengan kelembapan tanah dan tutupan lahan. Hal yang sama juga terjadi pada tanah Mediteran berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa TSP pada tanah Mediteran berkorelasi negatif dengan kadar air namun berkorelasi positif terhadap kecepatan angin. Korelasi bangkitan debu jatuh dan TSP tersebut pada variasi tutupan lahan disajikan pada Gambar 8. Menurut Bacon et al. (2011) dalam Mulyani (2015), faktor potensial yang secara signifikan dapat mengontrol emisi debu yaitu melindungi tanah dari erosi angin (aeolian) seperti dengan penambahan vegetasi. Hal ini sesuai dengan Gambar 8 yang menunjukkan hubungan korelasi negatif yang tinggi antara bangkitan debu jatuh dan TSP dengan tutupan lahan. Apabila jumlah tutupan lahan meningkat maka bangkitan debu dan TSP berkurang. Namun jumlah bangkitan yang didapatkan dari penelitian ini dapat terganggu oleh cuaca yang dapat mempengaruhi kadar air serta pemadaman listrik.
11 Debu jatuh (ton/km2/bulan)
Debu jatuh (ton/km2/bulan)
27 y = 66,819e-0,086x R² = 0,97
22 17
y=
12 7 2
714,27e-0,2666x R² = 0,98
y = 121,17e-0,164x R² = 0,93 5
10
15
20
27 y = 8,1214e1,3118x R² = 0,95
22 17 12
y = 0,8898e3,4175x R² = 0,99 y = 0,3315e4,1618x R² = 0,93
7 2 0,5
25
0,7
0,9
Kecepatan angin (m/det)
Kadar air tanah (%)
Gambar 6 Korelasi bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin dan kadar air tanah 150
150
90
y = 184,76e-0,036x R² = 0,98
TSP
TSP (µg/Nm3)
110
(µg/Nm3)
y = 175,88e-0,025x R² = 0,91
130
y = 177,34e-0,045x R² = 0,99
70 50 5,0
15,0 Kadar air tanah (%)
y = 33,255e1,4842x R² = 0,99
130 110
y = 43,537e1,0372x R² = 0,99 y = 12,871e2,2948x R² = 0,99
90 70
25,0
50 0,5
0,7
0,9
Kecepatan angin (m/det)
Gambar 7 Korelasi TSP dengan kecepatan angin dan kadar air tanah Tanah Mediteran termasuk dalam ordo alfisol dalam pembaagian menurut Soil Taxonomy (USDA) yang dikembangkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1975. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah, liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal Dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama gerakan air perkolasi (Hardjowigeno 1993). Tekstur tanah adalah perbandingan relatif dalam persen (%) antara fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur erat hubungannya dengan plastisitas, permeabilitas, keras dan kemudahan, kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah geografis tertentu (Hakim et al. 1986) Berdasarkan pengamatan tekstur tanah di lapang yang dilakukan Wijanarko et al. (2007) dengan mengikuti metode Notohadiprawiro (1985) dengan mengambil segumpal tanah kemudian diberi air dan dipirit di tangan. Bila terasa kasar maka tanah didominasi pasir, tetapi bila terasa licin dan lekat sekali maka tanah didominasi oleh liat. Pada kedalaman 0-20 cm tekstur tanah agak kasar hingga agak licin atau agak halus (liat berpasir, lempung berliat, lempung liat berpasir dan lempung berdebu).
105 1,55
95
TSP (µg/Nm3)
Debu jatuh (ton/km2/bulan)
12
1,35 1,15
y = 1,82e-0,015x R² = 0,97
0,95 0
10
20
30
40
Tutupan lahan (%)
50
85 75 65 y = 123,75e-0,021x R² = 0,94
55 45 0
10
20 30 40 Tutupan lahan (%)
50
Gambar 8 Korelasi bangkitan debu jatuh dan TSP dengan tutupan lahan Tanah basah dipirit terasa agak kasar hingga licin agak kasar. Pada kedalaman 20-40 cm tekstur tanah agak halus sampai halus (liat berdebu dan liat), agak licin sampai licin dan lekat sekali. Menurut Wijanarko et al. (2007) komposisi liat lebih banyak terdapat di kedalaman 20-40 cm. Berbeda dengan yang dilakukan Wijanarko et al. (2007) analisis tekstur tanah Mediteran yang dilakukan menggunakan metode hidrometri. Menurut Azmi (2015) semakin banyak fraksi pasir (partikel yang lebih besar) pada suatu jenis tanah tertentu, semakin besar bangkitan debu jatuhnya. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa tanah Mediteran tidak menghasil bangkitan debu terlalu besar sebab kandungan pasir dari tanah tersebut tidak besar. Hal ini di karenakan partikulat berukuran kecil (PM10 dan PM2.5) membutuhkan waktu harian sampai dengan tahunan untuk mengendap dan dapat menempuh jarak lebih dari 1000 km dalam atmosfer yang tenang, tetapi dapat dicuci oleh hujan dengan sangat cepat (Kruell et al. 2013). Dari hasil analisis tekstur tanah Mediteran didapatkan bahwa kandungan pasir sebanyak 22.6%, debu 37.8% dan liat 39.6% Faktor Emisi Debu Jatuh dan TSP pada Tanah Mediteran Pada Gambar 6 hingga 8 persamaan eksponensial hasil korelasi bangkitan debu jatuh dan TSP dengan kecepatan angin, kadar air tanah, dan tutupan lahan kemudian apabila digabungkan dengan kontribusi relatif (C) maka didapatkan faktor emisi debu jatuh dan TSP pada tanah. Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan Mulyani (2015) persamaan eksponensial yang digunakan adalah persamaan yang terbatas, yaitu yang memiliki R-Sq tinggi dengan kadar air, tutupan lahan dan kecepatan angin yang bernilai konstan. Untuk mengetahui nilai kontribusi relatif (C) serta korelasi Pearson (R) dari bangkitan debu jatuh dan TSP dengan kecepatan angin (U), kadar air tanah (A) dan tutupan lahan (V) pada tanah Mediteran maka dilakukan analisis statistik, yang ditampilkan pada Tabel 1.
13 Tabel 1 Hasil analisis Statistik
R R2 C
Bangkitan debu jatuh A U 0.99 0.99 0.98 0.99 0.33 0.34
TSP V 0.98 0.97 0.33
R R2 C
A 0.99 0.99 0.34
U 0.99 0.99 0.34
V 0.97 0.94 0.32
Berdasarkan Tabel 2 kadar air dan kecepatan angin memengaruhi bangkitan debu jatuh sebesar 33% dan 34%, sedangkan kadar air dan kecepatan angin memengaruhi bangkitan TSP sebesar 34% dan 34%. Dengan demikian berdasarkan nilai kontribusi relatif (C) pada Tabel 2 dan persamaan eksponensial dengan nilai R-Sq tertinggi dari tiap faktor yang dianalisis dapat disusun faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi total mengacu pada penelitian yang telah dilakukan Yuwono et al. (2014) yang mengikuti pola seperti pada persamaan (5). Faktor emisi debu jatuh dan partikel tersuspensi total pada tanah Mediteran dan hasil penelitian adalah sebagai berikut. 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝐷𝐹 = (714.2𝑒 −0.26𝐴 ) × 0.33 + (0.889𝑒 3.417𝑈 ) × 0.34 + (1.824𝑒 −1.49𝑉 ) × 0.33 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝑇𝑆𝑃 = (177.3𝑒 −0.04𝐴 ) × 0.34 + (12.87𝑒 2.294𝑈 ) × 0.34 + (123.7𝑒 −2.15𝑉 ) × 0.32
Faktor emisi (EMED) dapat digunakan sebagai pendekatan untuk memprediksi dampak kuantitatif dari kegiatan seperti deforestasi, konstruksi (Yuwono et al. 2014). Faktor emisi cocok untuk area yang memiliki tanah berjenis Mediteran, menurut Yuwono et al. (2014) faktor emisi ini juga sangat berguna dan memudahkan sebagai sarana penilaian kuantitatif untuk perubahan kualitas udara yang diakibatkan oleh pembukaan lahan.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini yaitu rata-rata bangkitan debu jatuh yang dihasilkan adalah sebesar 15 ton/km2/bulan serta rata rata jumlah TSP adalah sebesar 96 µg/Nm3, bangkitan debu jatuh melebihi baku mutu sedangkan TSP tidak melebihi baku mutu. Bangkitan debu jatuh dan partikel tersuspensi total (TSP) berkorelasi positif dengan kecepatan angin dan berkorelasi negatif dengan kadar air tanah volume dan tutupan lahan. Faktor emisi debu jatuh pada tanah mediteran adalah 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝐷𝐹 = (714.2𝑒 −0.26𝐴 ) × 0.33 + (0.889𝑒 3.417𝑈 ) × 0.34 + (1.824𝑒 −1.49𝑉 ) × 0.33 dan faktor emisi TSP nya adalah 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝑇𝑆𝑃 = (177.3𝑒 −0.04𝐴 ) × 0.34 + (12.87𝑒 2.294𝑈 ) × 0.34 + (123.7𝑒 −2.15𝑉 ) × 0.32
Saran Saran yang dapat diberikan guna penyempurnaan penelitian yaitu perlu dilakukan penelitian pada jenis tanah lainnya seperti latosol, alluvial. Faktor-faktor
14 meteorologi lain seperti kelembaban udara, suhu, dan intensitas matahari harap diperhitungkan dalam menentukan bangkitan debu jatuh dan TSP dari permukaan tanah pada penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Akpinar EA, Akpinar S, Oztop HF. 2009. Statistical analysis of meteorological factors and air pollution at winter months in Elazig, Turkey. Journal of Urban and Environmental Engineering. 3(1): 7-16. Alias M, Hamzah Z, Kenn L S. 2007. PM10 and Total Suspended Particulates (TSP) measurements in various power stations. The Malaysian Journal of Analytical Sciences. 11(1):255-261 Amaliah L. 2014. Analisis Bangkitan Debu Jatuh Udara Ambien dari Lima Jenis Tanah Utama di Pulau Jawa [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Azmi A. 2015. Analisis Bangkitan Debu Jatuh dari Tanah Regosol di Pulau Jawa [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bacon SN, McDonald EV, Amit R, Enzel Y, Crouvi O. 2011. Total suspended matter at high friction velocities from desert landform. Journal of Geophysical Research.. 116 (F03019):1-17. [BPLHD] Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat. 2007. Pemantauan Kualitas Udara dengan Passive Sampler. Bandung (ID): BPLHD Jabar. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1988. Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dust Fall Collector). SNI 13-4703-1998. Jakarta (ID): BSN [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Cara Uji Partikel Tersuspensi Total Menggunakan Peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan Metode Gravimetri. SNI 19-7119.3-2005. Jakarta (ID): BSN Chahaya I. 2003. Pengendalian Pencemaran Udara Melalui Penanganan Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatra Utara Du WP, Jinyuan X, Wang MW, Gao QX, Li ZQ, Wang YS. 2008: Photometric measurements of spring aerosol optical properties in dust and non-dust periods in China. Atmos. Environ. 42 (2008): 7981-7987. Fardiaz S. 1992. Polutan Air dan Polusi Udara. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Fecan F, Marticorena B, Bergametti G. 1999. Parametrization of the increase of the aeolian erosion threshold wind friction velocity due to soil moisture for arid and semi-arid areas. Annales Geophysicae. 17: 149–157. Gorham R. 2002. Air Pollution From Ground Transportation; An assessment of Causes, Strategies and Tactics, and Proposed Actions For The International Community, United Nations. Hakim, Nurhajati. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung (ID): Universitas Lampung Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): Akademika Pressindo Junaidi. 2009. Analisis kadar debu jatuh (dust fall) di Kota Banda Aceh. [Tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
15 Kang J, Yoon S, Shao Y, Kim S. 2011. Comparison of vertical dust flux by implementing three dust emissions schemes in WRF/CHEM. Journal of Geopghysical research. 116(D9): 1-18 Kruell W, Schultze T, Tobea R, Willms I. 2013. Analysis of dust properties to solve the complex problem of non-fire sensitivity testing of optical smoke detectors. Journal of Engineering. 62:859-867. Laurent B, Marticorena B, Bergametti G, Mei F. 2006. Modeling mineral dust emissions from Chinese and Mongolian deserts. Global and Planetary Change. 52: 121–141. Modaihsh AS. 1997. Characteristic and composition of the falling dust sediments on Riyadh City, Saudi Arabia. Journal of Arid Environments. 36: 211-223 Mulyani F. 2015. Bangkitan Debu Jatuh dan Partikel Tersuspensi Total (TSP) dari Tanah Regosol dan Kompleks Mediteran Merah-Kuning dan Grumosol [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Naddafi K, Nabizadeh R, Soltanianzadeh R, Ehrampoosh MH. 2006. Evaluationof dustfall in the air of Yazd. Iran Journal of Environmental Health. 3(3): 161168. National Coordination Agency for Surveys and Mapping. 1975. Indonesia Tanah B/13/01. National Coordination Agency for Surveys and Mapping Notohadiprawiro T. 1985. Selidik Cepat Ciri Tanah di Lapangan. Jakarta (ID) : Ghalia Indonesia [PP] Peraturan Pemerintah. 1999. Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 Pudjiastuti W., 2002. Debu Sebagai Bahan Pencemar Yang Membahayakan Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. Puriwigati, A. 2010. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Pengukur Total Suspended Particulate (Tsp) Dengan Metode High Volume Air Sampling [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Rochimawati NR, Yuwono AS, Saptomo SK. 2014. Prediction and modelling of Total Suspended Particulate generation on Ultisol and Andisol soil. ARPN Journal of Science and Technology. 4(6): 329-333. Sami M, Amir W, Sher A. 2006. Quantitative estimation of dustfall and smoke particles in Quetta Valley. Journal of Zhejiang University Science B. 7(7): 542-547 Soemarwoto O. 2004. Buku Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta (ID): Djambatan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pencemaran Lingkungan Vesilind PA, Peirce JJ, Weiner RF. 1994. Environmental Engineering 3rd Edition. Washington (US): Butterworth-Heinemann Wardhana WA. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Wieringa MH, Weyler JJ, Van Bastelaer FJ . 1997. Higher asthma occurrence in an urban than a suburban area: role of house dust mite skin allergy. Eur Respir J 10:1460–1466 Wijanarko A, Sudaryono, Sutarno. 2007. Karakteristik Sifat Kimia dan Fisika Tanah Alfisol di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Iptek Tanaman Pangan . 2(2): 214-222
16 Yuwono AS, Amaliah L, Rochimawati NR, Kurniawan A, Mulyanto B. 2014. Determination of emission factors for soil oborne dustfall and particulate in ambient air. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences.9(9): 14171422. Zakey AS, Solmon F, Giorgi F. 2006. Development and testing of a desert dust module in a regional climate model. Atmospheric Chemistry and Physics Discussions,6: 1749-1792.
17
LAMPIRAN
18 Lampiran 1 Contoh tanah, HVAS dan dustfall canister Sampel tanah Mediteran
HVAS di terowongan (tunnel)
Posisi dustfall canister di terowongan (tunnel)
19 Lampiran 2 Rata-rata bangkitan debu jatuh (DF) dan TSP, kecepatan angin dan kadar air tanah pada tanah Mediteran
4.6 6.9 20 5 14 24 15 19
Kadar air tanah (%) 20.7 16.1 11.7 18.4 15.2 12.5 17.6 14.0
26 1.6 1.3 1.2 1.0
11.3 11.8 11.9 12.2 12.9
DF (ton/km2/bulan)
TSP (µg/Nm3) 64.3 81 94.2 80.4 100.4 108.5 101.7 110.3 126.8 100.9 83.7 58.9 55.6
Kadar air tanah (%) 22.6 17.3 14.1 22.7 17.3 14.3 22.7 17.3 14.2 14.1 14.1 14.1 14.1
Kecepatan angin (m/det) 0.7 0.6 0.7 0.7 0.8 0.8 0.9 0.9 0.9 0.6 0.7 0.6 0.7 Kecepatan angin (m/det) 0.7 0.6 0.7 0.8 0.9 0.8 0.9 0.9 0.9 0.6 0.7 0.6 0.8
Keterangan Blower 1 Blower 2 Blower 3 Blower 1 Blower 2 Blower 3 Blower 1 Blower 2 Blower 3 Tutupan lahan 10% Tutupan lahan 20% Tutupan lahan 30% Tutupan lahan 40%
Keterangan Blower 1 Blower 2 Blower 3 Blower 1 Blower 2 Blower 3 Blower 1 Blower 2 Blower 3 Tutupan lahan 10% Tutupan lahan 20% Tutupan lahan 30% Tutupan lahan 40%
20 Lampiran 3 Contoh perhitungan menggunakan faktor emisi debu jatuh dan TSP yang disusun Diketahui : Jenis tanah : Mediteran Kadar air tanah : 20 % Kecepatan angin : 0.7 m/det Tutupan Lahan
:0%
𝐸𝑀𝐸𝐷.𝐷𝐹 = (714.2𝑒 −0.26𝐴 ) × 0.33 + (0.889𝑒 3.417𝑈 ) × 0.34 + (1.824𝑒 −1.49𝑉 ) × 0.33 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝐷𝐹 = (714.2𝑒 −0.26(22) ) × 0.33 + (0.889𝑒 3.417(0.7) ) × 0.34 + (1.824𝑒 −1.49(0) ) × 0.33 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝐷𝐹 = 0.77 + 3.30 + 0.60 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝐷𝐹 = 4.6 ton/km2/bulan
𝐸𝑀𝐸𝐷.𝑇𝑆𝑃 = (177.3𝑒 −0.04𝐴 ) × 0.34 + (12.87𝑒 2.294𝑈 ) × 0.34 + (68. 𝑒 −2.15𝑉 ) × 0.32 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝑇𝑆𝑃 = (177.3𝑒 −0.04(20) ) × 0.34 + (12.87𝑒 2.294(0.7) ) × 0.34 + (123.7𝑒 −2.15(0) ) × 0.32 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝑇𝑆𝑃 = 27 + 22 + 39 𝐸𝑀𝐸𝐷.𝑇𝑆𝑃 = 88 µg/Nm3
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Banda Aceh pada tanggal 29 Desember 1994. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Muthiillah dan Ibu Pocut Nurul Alam. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MIN Teladan Banda Aceh pada tahun 2006 dan pendidikan menengah pertama di SMPN 19 Percontohan Banda Aceh pada tahun 2009. Penulis lulus dari SMAN 10 Fajar Harapan Banda Aceh pada tahun 2012 dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur SNMPTN Undangan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Bangunan Konservasi Tanah dan Air pada semester ganjil tahun ajaran 2015/2016. Penulis juga pernah aktif pada beberapa kepanitiaan. Pada periode 2013/2014 penulis menjadi pengurus HIMATESIL di Departemen Pengembangan Masyarakat. Selain itu penulis juga aktif sebagai Bendahara Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia di HIMATESIL pada periode 2014/2015. Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan dan kepanitian yang diselenggarakan oleh HIMATESIL. Penulis pernah melaksanakan kegiatan praktik lapang di PT. Lafarge Cement Indonesia – Aceh dan menulis laporan berjudul Pengaruh Aspek Teknik Lingkungan di PT. Lafarge Cement Indonesia – Aceh.