ANALISIS KORELASI ANTARA BANGKITAN DEBU JATUH, KECEPATAN ANGIN DAN KADAR AIR TANAH
LIA AMALIAH
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin dan Kadar Air Tanah adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2013 Lia Amaliah NIM F44090007
ABSTRAK LIA AMALIAH. Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin dan Kadar Air Tanah. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO. Secara alamiah debu jatuh dapat dihasilkan dari tanah kering yang terbawa oleh angin. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa sesuai dengan Refisi Standar SNI 13-4703-1998. Hasil analisis menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh berkorelasi positif dengan kecepatan angin dan berkorelasi negatif dengan kadar air tanah. Pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol adalah 19.6%, Ultisol 36.6%, dan Andisol 22.5%. Pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol adalah 27.4% pada pengukuran di lapangan dan 72.6% pada pengukuran di laboratorium, tanah Ultisol 37.5% pada pengukuran di lapangan dan 79.5% pada pengukuran di laboratorium, dan tanah Andisol 29.3% pada pengukuran di lapangan dan 78.7% pada pengukuran di laboratorium. Banyaknya pengaruh faktor luar pada pengukuran di lapangan mengakibatkan korelasi yang dihasilkan lebih rendah daripada pengukuran di laboratorium. Kata kunci: Andisol, debu jatuh, Inceptisol, kadar air tanah, kecepatan angin, Ultisol
ABSTRACT LIA AMALIAH. Analysis Correlations Between Dustfall, Wind Speed and Soil Moisture Content. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO. Naturally dustfall can be generated from dry soil that carried away by the wind. The aim of the research is to analyze the correlations between dustfall, wind speed, and soil moisture content on three main types of soil found in Java Island according to Standard Rev. SNI 13-4703-1998. The results of analysis showed that the generation of dustfall correlated positively with wind speed and correlated negatively with soil moisture content. Effect of wind speed on the generation of dustfall on Inceptisol soil is 19.6%, Ultisol is 36.6%, and Andisol is 22.5%. Effect of soil moisture content on the generation of dustfall on Inceptisol soil is 27.4% on the measurements in the field and 72.6% on the measurements in the laboratory, Ultisol soil is 37.5% on the measurements in the field and 79.5% on the measurements in the laboratory, Andisol soil is 29.3% on the measurements in the field and 78.7% on the measurements in the laboratory. Many outside factors influence on the measurements in the field resulted in the resulting correlation lower than measurements in the laboratory. Keywords: Andisol, dustfall, Inceptisol, soil moisture content, Ultisol, wind speed
ANALISIS KORELASI ANTARA BANGKITAN DEBU JATUH, KECEPATAN ANGIN DAN KADAR AIR TANAH
LIA AMALIAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah Nama : Lia Amaliah NIM : F44090007
Bogor, Mei 2013 Disetujui, Pembimbing Akademik
Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc NIP. 19660321 199003 1 012
Diketahui oleh
Dr. Yudi Chadirin, S. TP., M. Agr Plh. Ketua Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari-Mei 2013 dengan judul Analisis Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin dan Kadar Air Tanah. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Dr.Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik, Dr.Ir. Erizal, M.Agr dan Allen Kurniawan, ST. MT selaku dosen penguji ujian akhir, kedua orang tua penulis dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan Angkatan 2009. Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga ide yang disampaikan dalam skripsi ini dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2013 Lia Amaliah
DAFTAR ISI Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
Waktu dan Tempat
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Penelitian
3
Teknik Pengukuran
4
Prosedur Analisis Data
5
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan
6
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium
7
Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah pada Tanah Inceptisol 9 Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah pada Tanah Ultisol 11 Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah pada Tanah Andisol 12 Simpulan
14
Saran
14
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4.
Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan Output minitab korelasi pengukuran di lapangan Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium Output minitab korelasi pengukuran di laboratorium
7 7 8 8
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Diagram alir penelitian Metode pengukuran konsentrasi debu jatuh Terowongan untuk pengukuran debu jatuh Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Inceptisol Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Inceptisol Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Ultisol Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Ultisol Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Andisol Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Andisol
4 5 6 8 9 10 11 12 13 14
PENDAHULUAN Latar Belakang Terjadinya pencemaran udara luar ruangan (outdoor) terutama di jalanan umum sangat membahayakan kesehatan manusia. Menurut Setiawan (1992), penyakit batuk, sakit tenggorokan, bronchitis akut dan kronik, asma, pneumonia, dan kanker paru merupakan manifestasi penyakit saluran pernapasan akibat adanya pemaparan terhadap pencemar udara secara terus menerus dan berlangsung cukup lama. Debu jatuh (dustfall) merupakan salah satu parameter pencemaran udara yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Debu jatuh merupakan partikel dengan ukuran di atas 500 dan memiliki kemampuan menetap setelah penghentian sementara di udara (Gorham 2002). Secara alamiah debu jatuh dapat dihasilkan dari tanah kering yang terbawa oleh angin. Bangkitan debu jatuh dipengaruhi oleh kondisi meteorologi, permukaan tanah, dan stabilitas atmosfer (Gillette dan Passi 1998; Kang et al. 2011). Menurut Marticorena dan Bergametti (1995), bangkitan debu jatuh yang dipengaruhi oleh angin setempat merupakan fungsi dari kekasaran permukaan, tekstur tanah dan kadar air tanah. Berdasarkan PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu debu jatuh untuk daerah pemukiman adalah 10 ton/km2.bulan dan untuk daerah industri adalah 20 ton/km2.bulan. Penentuan kadar debu jatuh di udara dapat dilakukan sesuai dengan standar SNI 13-47031998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dustfall Collector). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa tanah berpasir merupakan sumber debu jatuh yang dapat mengganggu kesehatan (Kellogg dan Griffin 2006; Laurent et al. 2006; Feng et al. 2008). Kecepatan angin tertentu dapat mengakibatkan terangkatnya fraksi-fraksi halus dari permukaan tanah sehingga menghasilkan debu jatuh (FAO 1960; Hai et al. 2007; Zhou 2010). Berdasarkan penelitian Liu et al. (2004), konsentrasi debu jatuh meningkat dengan meningkatnya erosi tanah akibat angin. Dilihat dari pola pergerakannya oleh angin ini, debu jatuh dapat berdampak secara lokal maupun global terhadap ekosistem (McTainsh dan Strong 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah yaitu (Morgan 1998; Koren dan Kaufman 2004; Washington et al. 2003; Fecan et al. 1990; Shang et al. 2012; Niu et al. 2004; Yoshioka et al. 2005): (1) Energi (erosivitas), meliputi kemampuan potensial hujan dan limpasan permukaan/angin; (2) Kepekaan tanah (erodibilitas), bergantung pada sifat fisik, mekanik dan kimia tanah; dan (3) Proteksi, berhubungan dengan penutupan lahan. Berdasarkan Akpinar et al. (2009), tingkat pencemaran udara termasuk debu jatuh pada daerah tertentu berkorelasi dengan kombinasi dari berbagai faktor meteorologi setempat. Atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin dan kadar air tanah pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa berdasarkan Soil Survey Staff (1998) yaitu tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol. Hasil yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan faktor emisi bangkitan debu jatuh berdasarkan jenis tanah yang spesifik di Indonesia.
2
Perumusan Masalah Penelitian ini dilakukan untuk mengukur bangkitan debu jatuh dengan variasi kecepatan angin dan kadar air tanah. Ide penelitian muncul karena debu jatuh yang berasal dari permukaan tanah pada kondisi tertentu merupakan masalah yang sering dijumpai dan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Perhatian khusus dibutuhkan pada lokasi-lokasi yang berpotensi menimbulkan debu jatuh dengan konsentrasi tinggi, sehingga dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan sekitar dapat diminimalisasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Kuantitas bangkitan debu jatuh yang terbentuk pada kecepatan angin dan kadar air tanah tertentu. 2. Bagaimana korelasi antara bangkitan debu jatuh dengan kadar air tanah. 3. Bagaimana korelasi antara bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengukur bangkitan debu jatuh dengan variasi kecepatan angin dan kadar air tanah. 2. Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh dan kecepatan angin. 3. Menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa.
Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini: 1. Memberikan informasi mengenai besarnya pengaruh kecepatan angin dan kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh. 2. Memperkirakan bangkitan debu jatuh yang terbentuk pada kondisi kecepatan angin dan kadar air tanah tertentu sehingga dampak negatif bagi manusia dan lingkungan sekitar dapat diantisipasi. 3. Sebagai maasukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam memantau dan menangani kondisi lingkungan akibat pencemaran debu jatuh sehingga memenuhi baku mutu. 4. Dapat dijadikan sebagai dasar penyusunan faktor emisi bangkitan debu jatuh. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini: 1. Penelitian dilakukan pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa berdasarkan Soil Survey Staff (1998), yaitu tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol.
3 2.
Penelitian ini membahas tentang pengaruh kadar air tanah dan kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh yang terbentuk.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari-Mei 2013. Pengukuran dilakukan pada tiga jenis tanah utama di Pulau Jawa berdasarkan Soil Survey Staff (1998), yaitu: 1. Tanah Inceptisol di Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor 2. Tanah Ultisol di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor 3. Tanah Andisol di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan 4. Sampel tanah Inceptisol, Ultisol, dan Andisol di Rumah Kompos Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan: 1. Dustfall collector [Model AS-2011-1] 2. Kipas angin [Hercules; = 24”; 220 V; 50 Hz: 170 W] 3. Digital Anemometer [Lutron AM-4201] 4. Digital Grain Moisture [OGA Model TA-5] 5. Terowongan (tunnel) [Dimensi P = 7.6 m; L = 0.76 m; T = 2.4 m] 6. Neraca analitik [OHAUS; Aventuror Pro] 7. Cawan petri [Ø=80 mm] 8. Kertas filter 10μ [Whatmann #41] 9. Universal Oven UNB 400 10. Pencatat waktu 11. Air destilasi 12. Sampel tanah [Inceptisol, Ultisol, Andisol] 13. Program perhitungan (spreadsheet) debu jatuh [© Arief Sabdo Yuwono, 2012]
Prosedur Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode gravimetrik sesuai Refisi Standar SNI 13-4703-1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dustfall Collector). Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1 Diagram alir penelitian
Teknik Pengukuran Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan Langkah-langkah pengukuran konsentrasi debu jatuh di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Penentuan lokasi pengukuran. 2. Penempatan alat Dustfall Collector dilakukan pada 3 titik yang mewakili lokasi penelitian yang bersangkutan. 3. Frekuensi pengukuran kecepatan angin dan kadar air tanah dilakukan 3 kali ulangan. 4. Teknik pengukuran (Gambar 2).
5 Filter dioven selama 1-2 jam
Filter dimasukkan ke dalam desikator 2-3 jam
Berat filter awal ditimbang (W1)
Filter dimasukkan pada Dustfall Ccllector
Sampel tanah diambil untuk diukur kadar airnya
Dicatat waktu pengukuran (t) dalam jam dan kecepatan angin (v) dalam m/dt
Kertas filter pada Dustfall Collector diambil
Dustfall Collector dan alat pengukur kecepatan angin dipasang di lokasi
Kertas filter dari Dustfall Collector dimasukkan kembali pada oven dan desikator masingmasing selama 2 jam
Berat filter akhir ditimbang (W2)
Selisih berat filter awal dan akhir merupakan berat dustfall yang terbentuk (W)
Bangkitan debu jatuh (dustfall) dihitung dengan menggunakan persamaan 1
Gambar 2 Metode pengukuran konsentrasi debu jatuh C= Keterangan:
(1) W = berat dustfall (ton) A = luas permukaan bejana (km2) C = bangkitan debu jatuh (ton/km2.bulan) T = waktu pengukuran (bulan)
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium Langkah-langkah pengukuran konsentrasi debu jatuh di laboratorium adalah sebagai berikut: 1. Sampel tanah setebal 3 cm ditempatkan di atas lantai dari terowongan (Gambar 3) yang terbuat dari bahan multipleks. 2. Peralatan utama yang dipasang pada terowongan mencakup kipas angin, pengukur kecepatan angin (Anemometer), dan pengukur kadar air tanah (Digital Grain Moisture Meter). 3. Kecepatan angin 1.2 m/dt dihembuskan pada sampel tanah dalam terowongan, sehingga bangkitan debu jatuh terbentuk di udara ambien dan terjadi perubahan kadar air tanah. 4. Pengukuran bangkitan debu jatuh dilakukan pada variasi kadar air tanah. 5. Pengukuran kecepatan angin dilakukan pada tiga ketinggian, yaitu: 0.4 m, 1.2 m, dan 2 m untuk diambil nilai rata-ratanya. 6. Bangkitan debu jatuh diukur dengan langkah-langkah seperti pada Gambar 2.
Prosedur Analisis Data Mengacu pada Sugiyono (2011), teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada penelitian ini adalah Teknik Korelasi Pearson. Analisis data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program olah data Minitab.
6
Gambar 3 Terowongan untuk pengukuran debu jatuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Lapangan Secara umum bangkitan debu jatuh di lapangan berada di bawah baku mutu menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara kecuali pada pengukuran di pembukaan lahan Perumahan The Forestry. Bangkitan debu jatuh di lokasi pembukaan lahan Perumahan The Forestry memiliki nilai yang tinggi dikarenakan tanah pada lokasi tersebut termasuk tanah terganggu akibat aktivitas manusia, sehingga kecenderungan bangkitan debu jatuh yang dihasilkan lebih besar, sementara bangkitan debu jatuh di Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) diperoleh nilai yang relatif rendah dikarenakan pada lokasi ini kondisi tanah relatif terjaga dengan masih banyak terdapatnya pohon-pohon dan sedikitnya aktivitas manusia yang dilakukan di sekitar lokasi pengukuran. Pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan dipengaruhi oleh keadaan lokal seperti gedung-gedung tinggi dan pohon; topografi (keadaan lembah dan pegunungan) dan cuaca atau faktor meteorologi setempat. Gambaran kondisi lokasi pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan Teknik Korelasi Pearson, Pvalue yang dihasilkan pada pengukuran di lapangan kurang dari nilai α (0.05). Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan nyata antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada jenis tanah Inceptisol, Ultisol, maupun Andisol. Koefisien Korelasi Pearson yang dihasilkan menunjukkan adanya korelasi negatif antara bangkitan debu jatuh dengan kadar air tanah dan adanya korelasi
7 positif antara bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin pada ketiga jenis tanah. Hal ini berarti semakin tinggi kadar air tanah maka akan semakin rendah bangkitan debu jatuh yang terbentuk. Akan tetapi, dengan semakin tingginya kecepatan angin, maka bangkitan debu jatuh yang terbentuk akan tinggi pula. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fecan et al. (1990) bahwa peningkatan kadar air tanah akan meningkatkan kekuatan kohesif antara partikel tanah, sehingga diperlukan kecepatan angin yang lebih tinggi untuk mengangkat fraksi-fraksi halus dari permukaan tanah dalam kondisi basah tersebut. Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil output minitab pada pengukuran secara langsung di lapangan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1 Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di lapangan Jenis tanah Inceptisol Ultisol Andisol
Bangkitan debu jatuh (ton/km2.bulan) 0.4-16.8 0.8-17.7 1.9-14.6
Kecepatan angin (m/dt) 0.2-0.4 0.3-1.2 0.2-1.2
Kadar air tanah (%) 18.9-24.7 22.7-26.8 18.9-35.3
Tabel 2 Output minitab korelasi pengukuran di lapangan Parameter Koefisien Pearson debu jatuh dan kadar air tanah P-Value Hubungan linier R-Sq (%) Hubungan kuadratik Koefisien Pearson debu jatuh dan kecepatan angin P-Value Hubungan linier R-Sq (%) Hubungan kuadratik
Jenis Tanah Inceptisol Ultisol Andisol -0.511 0.011 26.1 27.4
-0.613 0.045 37.5 40.0
-0.542 0.02 29.4 58.7
0.434 0.034 18.8 19.2
0.605 0.049 36.6 44.3
0.475 0.047 22.5 54.3
Pengukuran Bangkitan Debu Jatuh di Laboratorium Berbeda dengan pengukuran secara langsung di lapangan pada lahan terbuka, pengaruh faktor luar pada pengukuran di laboratorium dengan menggunakan terowongan lebih rendah. Hal ini dikarenakan pengukuran di laboratorium lebih terkontrol dibandingkan dengan pengukuran di lapangan. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh pada ketiga jenis tanah berbeda-beda pada kondisi kadar air tanah yang relatif sama. Hal ini disebabkan oleh sifat fisik dan kimia dari ketiga jenis tanah tersebut berbeda sehingga besarnya pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh juga berbeda. Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium pada ketiga jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 3.
8
Tabel 3 Hasil pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium Jenis tanah Inceptisol Ultisol Andisol
Bangkitan debu jatuh (ton/km2.bulan) 2.9- 19.2 8.5-35.6 2.1-25.1
Kecepatan angin (m/dt) 1.2 1.2 1.2
Kadar air tanah (%) 20.6-21.6 21.8-22.2 17.4-24.3
Pengukuran bangkitan debu jatuh di laboratorium dilakukan dengan memperhitungkan luas terowongan berdimensi panjang 7.6 m, lebar 0.76 m dan tinggi 2.4 m. Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah dengan terowongan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Pengukuran bangkitan debu jatuh pada sampel tanah Adanya korelasi juga ditunjukkan untuk hubungan antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah pada pengukuran di laboratorium dengan nilai Pvalue yang dihasilkan kurang dari α (0.05). Koefisien Pearson yang dihasilkan menunjukkan bahwa kadar air tanah berkorelasi negatif dengan bangkitan debu jatuh. Hasil output minitab untuk pengukuran di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Output minitab korelasi pengukuran di laboratorium Parameter Koefisien Pearson debu jatuh dan kadar air tanah P-Value Hubungan linier R-Sq (%) Hubungan kuadratik
Jenis Tanah Inceptisol Ultisol Andisol -0.852 0.004 72.6 83.9
-0.892 0.001 79.5 79.5
-0.886 0.000 78.7 94.1
9 Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah pada Tanah Inceptisol Korelasi antara bangkitan debu jatuh dan kecepatan angin pada tanah Inceptisol adalah kuadratik dengan R-Sq sebesar 19.6% untuk kecepatan angin 0.1-1.0 m/dt (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol dipengaruhi oleh kecepatan angin setempat sebesar 19.6%.
Gambar 5 Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Inceptisol Bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah mempunyai hubungan kuadratik pada pengukuran di lapangan dan mempunyai hubungan linier pada pengukuran di laboratorium yang disajikan pada Gambar 6. Hubungan kuadratik ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar air tanah sampai batas tertentu tidak akan berpengaruh signifikan terhadap penurunan bangkitan debu jatuh yang terbentuk. Kadar air tanah mempengaruhi 27.4% (R-Sq=27.4%) terhadap bangkitan debu jatuh pada pengukuran di lapangan dengan kadar air tanah 20.5-32.5%, sedangkan untuk pengukuran di laboratorium pada kadar air tanah 20.5-21.7% diperoleh R-sq sebesar 72.6%.
(a)
10
Gambar 6 Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Inceptisol di lapangan (a); dan di laboratorium (b) Rendahnya pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada pengukuran di lapangan dikarenakan masih terdapat faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Selain kecepatan angin, faktor meteorologi lain yang mempengaruhi pengukuran debu jatuh secara langsung di lapangan yaitu suhu, kelembapan relatif dan tekanan atmosfer (Akpinar 2009). Berdasarkan penelitian Naddafi et al. (2006), kelembapan relatif mempengaruhi 58.1%, kecepatan angin 66.9%, dan kadar air tanah 52.8% terhadap bangkitan debu jatuh yang terbentuk untuk pengukuran debu jatuh secara langsung di lapangan. Tekstur tanah diduga juga mempengaruhi korelasi antara bangkitan debu jatuh, kecepatan angin, dan kadar air tanah. Tekstur tanah merupakan faktor penting dalam erodibilitas tanah karena tekstur tanah menentukan konsistensi, kohesi, dan mobilitas tanah (Nandi 2012). Berdasarkan penelitian Sukartaatmadja et al. (2003), tanah Inceptisol mempunyai kandungan liat 70.71%, lempung 23.74%, dan pasir 5.55%. Kandungan liat yang tinggi pada tanah Inceptisol ini mengakibatkan tekstur tanah yang cenderung lengket dalam keadaan basah dan kekuatan kohesif antar butiran tanah yang tinggi. Akibatnya, bangkitan debu jatuh yang terbentuk menjadi rendah. Selain tekstur tanah, rendahnya pengaruh kecepatan angin dan kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada pengukuran di lapangan diduga dipengaruhi oleh kandungan C-organik. Kandungan C-organik pada tanah mempengaruhi sifat fisik tanah tersebut karena berfungsi sebagai perekat antar partikel tanah. Berdasarkan Airoldi dan Critter (1997), kandungan C-organik pada tanah Inceptisol adalah 3.3% per gram tanah yang ditentukan dengan titrasi sampel tanah dalam media asam.
11 Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah pada Tanah Ultisol Korelasi antara bangkitan debu jatuh dengan kecepatan angin pada tanah Ultisol adalah linier pada kecepatan angin 0.2-1.2 m/dt dengan R-Sq sebesar 36.6%. Grafik regresi linear yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Ultisol Hasil analisis korelasi juga menunjukkan adanya hubungan linier antara kadar air tanah dan bangkitan debu jatuh pada tanah Ultisol. Kadar air tanah mempengaruhi bangkitan debu jatuh sebesar 37.5% (R-Sq=37.5%) untuk pengukuran di lapangan pada kondisi kadar air tanah 22.5-27.5%, sedangkan kadar air tanah mempengaruhi sebesar 79.5% (R-Sq=79.5%) untuk pengukuran di laboratorium pada kadar air tanah 21.8-23%. Kondisi setiap lokasi pengukuran yang berbeda pada pengukuran secara langsung di lapangan dapat menyebabkan rendahnya korelasi antara debu jatuh dengan kadar air tanah yang dihasilkan. Akibatnya nilai R-Sq untuk hubungan antara debu jatuh dengan kadar air tanah pada pengukuran di laboratorium lebih mendekati 100% daripada pengukuran di lapangan. Grafik regresi linear yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 8. Kecepatan angin dan kadar air tanah berpengaruh lebih tinggi terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Ultisol daripada bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol pada pengukuran di lapangan. Hal ini diduga disebabkan oleh kandungan C-organik dan liat tanah Ultisol lebih rendah daripada tanah Inceptisol. Tanah Ultisol pada lahan terbuka mempunyai kandungan liat sebesar 56.15%, lempung 14.06%, dan pasir 29.79% (Teh 2012). Berdasarkan Budianta (2010), kandungan C-organik tanah Ultisol sangat rendah sampai sedang dengan nilai 2.05% di lapisan top soil (0-20 cm) dan turun menjadi 0.7% pada lapisan sub soil (20-40 cm). Rendahnya kandungan C-organik pada tanah Ultisol ini menyebabkan tanah tersebut peka terhadap erosi (Prasetyo et al. 2006).
12
(a)
Gambar 8 Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Ultisol di lapangan (a); dan di laboratorium (b)
Korelasi antara Bangkitan Debu Jatuh, Kecepatan Angin, dan Kadar Air Tanah pada Tanah Andisol Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan linier antara bangkitan debu jatuh dan kecepatan angin pada tanah Andisol dengan kecepatan angin 0.2-1.2 m/dt. Pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh pada jenis tanah Andisol adalah 22.5% (R-Sq=22.5%). Adapun grafik regresi linear yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 9.
13
Gambar 9 Korelasi antara debu jatuh vs kecepatan angin pada tanah Andisol Hubungan linier antara bangkitan debu jatuh dan kadar air tanah pada tanah Andisol dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa kadar air tanah mempengaruhi 29.4% (R-Sq=29.4%) terhadap bangkitan debu jatuh pada kadar air tanah 18.5-36.5%, sedangkan pada pengukuran di laboratorium dengan kadar air tanah 17.5-25.5% diperoleh R-Sq sebesar 78.7%. Berdasarkan penelitian Baskoro (2007), Andisol merupakan tanah dengan bahan organik tinggi, yaitu sekitar 12.2%, sehingga cenderung mempunyai struktur yang baik dan stabil. Meskipun kandungan C-organik tanah Andisol jauh di atas kandungan C-organik tanah Inceptisol maupun Ultisol, hasil analisis menunjukkan kecepatan angin dan kadar air tanah berpengaruh lebih tinggi terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Andisol daripada tanah Inceptisol pada pengukuran di lapangan. Hal ini dapat dikarenakan pengukuran di lapangan pada tanah Andisol umumnya dilakukan pada tegalan sawah (tanah terganggu), sehingga tekstur tanah dan kandungan C-organik pada tanah akan rusak pada tanah yang terganggu seperti tegalan sawah tersebut.
(a)
14
(b) Gambar 10 Korelasi antara debu jatuh vs kadar air tanah Andisol di lapangan (a); dan di laboratorium (b)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Bangkitan debu jatuh berkorelasi positif dengan kecepatan angin dan berkorelasi negatif dengan kadar air tanah. Pengaruh kecepatan angin terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol adalah 19.6%, Ultisol 36.6%, dan Andisol 22.5%. Pengaruh kadar air tanah terhadap bangkitan debu jatuh pada tanah Inceptisol adalah 27.4% pada pengukuran di lapangan dan 72.6% pada pengukuran di laboratorium, Ultisol 37.5% pada pengukuran di lapangan dan 79.5% pada pengukuran di laboratorium, dan Andisol 29.3% pada pengukuran di lapangan dan 78.7% pada pengukuran di laboratorium. Saran 1. 2.
3.
Perlu dilakukan penelitian pada jenis tanah lainnya yang umum di Indonesia, yaitu tanah Vertisol dan Entisol. Faktor-faktor meteorologi lain seperti kelembapan udara, suhu, dan intensitas matahari perlu diperhitungkan dalam menentukan bangkitan debu jatuh dari permukaan tanah. Penelitian mengenai pengaruh tekstur tanah, kandungan C-organik, dan persentase tutupan lahan terhadap bangkitan debu jatuh perlu dilakukan sehingga hasil analisis dapat lebih meyakinkan.
15
DAFTAR PUSTAKA [FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nations. 1960. Soil erosion by wind and measures for its control on agricultural lands. FAO Agricultural Development Paper. No. 71. Airoldi C, Critter SAM. 1997. Brazilian red Inceptisol a typic soil as an exchanger: a thermodynamic study involving Cu, Zn, Cd, Hg, Pb, Ca and Na. Clays and Clay minerals. 45(2): 125-131 Akpinar EA, Akpinar S, Oztop HF. 2009. Statistical analysis of meteorological factors and air pollution at winter months in Elazig, Turkey. Journal of Urban and Environmental Engineering. 3(1): 7-16. Baskoro DPT, Tarigan SD. 2007. Karakteristik kelembapan tanah pada beberapa jenis tanah. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 9(2): 77-81. Budianta D, Wiralaga AYA, Lestari W. 2010. Changes in some soil chemical properties of Ultisol applied by mulch from empty fruit bunches in an oil palm plantation. J. Trop Soil. 15(2): 111-118. Fecan F, Marticorena B, Bergametti G. 1999. Parametrization of the increase of the aeolian erosion threshold wind friction velocity due to soil moisture for arid and semi-arid areas. Annales Geophysicae. 17: 149–157. Feng JL, Zhu LP, Ju JT, Zhou LP, Zhen XL, Zhang W, Gao SP. 2008. Heavy Dustfall in Beijing, on April 16-17, 2006: Geochemical properties and indications of the dust provenance. Geochemical Journal. 42: 221-236. Gillette DA, Passi R. 1998. Modeling dust emission caused by wind erosion. Journal of Geophysical Research. 93: 14233–14242. Gorham R. 2002. Air Pollution From Ground Transportation; An assessment of Causes, Strategies and Tactics, and Proposed Actions For The International Community, United Nations. Hai C, Yuan C, Liu G, Li X, Zhang F, Zhang X. 2007. Research on the component of dustfall in Hohhot in comparison with surface soil components in different lands of inner Mongolia Plateau. Water, Air, and Solid Pollution. 190: 27-34. Kang J, Yoon S, Shao Y, Kim S. 2011. Comparison of vertical dust flux by implementing three dust emissionss schemes in WRF/CHEM. Journal of Geopghysical Research. 116(D9): 1-18. Kellogg CA, Griffin DW. 2006. Aerobiology and the global transport of desert dust. Trends in Ecology & Evolution. 21: 638–644. Koren I, Kaufman YJ. 2004. Direct wind measurements of saharan dust events from terra and aqua satellites. Geophysical Research Letters. 31(6) (art. no.L06122). Laurent B, Marticorena B, Bergametti G, Mei F. 2006. Modeling mineral dust emissions from Chinese and Mongolian deserts. Global and Planetary Change. 52: 121–141. Liu LY, Shi PJ, Gao SY, Zou XY, Erdon H, Yan P, Li XY, Ta WQ, Wang JH, Zhang CL. 2004. Dustfall in China’s Western Loess Plateau as influenced by dust storm and haze events. Atmospheric Environment. 38: 1699-1703. Marticorena B, Bergametti G. 1995. Modeling the atmospheric dust cycle. part 1: Design of a soil-derived dust emission scheme. J. Ge.ophys. 100: 16415-16430.
16 McTainsh G, Strong C. 2007. The role of aeolian dust in ecosystems. Geomorphology. 89: 39–54. Morgan RPC. 1998. Soil Erosion and Conservation. Hong Kong (HK): Longman Group. Naddafi K, Nabizadeh R, Soltanianzadeh R, Ehrampoosh MH. 2006. Evaluation of dustfall in the air of Yazd. Iran. J. Environ. Health. 3(3): 161-168. Nandi A, Luffman I. 2012. Erosion related changes to physicochemical properties of Ultisols distributed on calcareous sedimentary rocks. Journal of Sustainable Development. 5(8): 52-68. Niu RY, Zhou ZJ, Liu YW, Yang YQ. 2004. Causes of abnormal decreasing of dusty weather in China during the spring of 2003. Climatic and Environmental Research. 9(1): 24-33. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan tanah Ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 39-47. Setiawan T. 1992. Pengaruh polusi asap pabrik terhadap kesehatan lingkungan. Jurnal PSL Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia. 12(4): 217-228. Shang Z, Cheng L, Yu Q, He L, Lu Z. 2012. Changing Characteristics on Dust Strom in Jiangsu. Open Journal of Air Pollution. 1: 67-73. SNI 13-4703-1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dustfall Collector). Soil Survey Staff. 1998. Keys to Soil Taxonomy. Washington DC (US): World Soil Resources Staff, Natural Resources Conservation. Sugiyono. 2011. Statistika untuk Penelitian. Bandung (ID): Alfabeta. Sukartaatmadja S, Satol Y,Yamaij E. 2003. The effect of rainfall intensity on soil erosion and runoff for Inceptisol soil in Indonesia. Bul. Agron. 31(2): 71- 79. Teh CBS. 2012. The stability of individual macroaggregate size fractions of Ultisol and Oxisol soils. J. Agr. Sci. Tech. 14: 459-466. Washington R, Todd MC, Middleton NJ, Goudie AS. 2003. Dust storm source areas determined by the total ozone monitoring spectrometer and surface observations. Annals of the Association of American Geographers. 93 (2): 297313. Yoshioka M, Mahowald NM, Dufresne JL, Luo C. 2005. Simulation of absorbing aerosol indices for african dust. Journal of Geophysical Research. 110 (D18) (art. no.D18S17). Zhou XL. 2010. Discussion on some terms used for sand dust weather in the national standard. Scientia Meteorologica Sinica. 30(2): 234-238.
17
18
LAMPIRAN Lampiran 1 Gambaran kondisi lokasi penelitian Lokasi
Gambar
Jenis Tanah
Kampung Carangpulang, Desa Cikarawang, Kec. Darmaga, Kab. Bogor
Inceptisol
Gymnasium Kampus IPB, Darmaga, Bogor
Inceptisol
Pembukaan lahan perumahan The Foresty Bogor di Jalan Cifor Desa Bubulak, Kel. Bubulak, Kab. Bogor
Inceptisol
Perbatasan Kec. Jasinga dengan Desa Cigudeg, Kab. Bogor
Ultisol
GOR Jasinga, Kec. Jasinga, Kab. Bogor
Ultisol
19 Lampiran 1 (lanjutan) Lokasi
Gambar
Jenis Tanah
Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC)
Andisol
Lapangan terbuka SD 1 Cisantana, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan
Andisol
Kampung Palutungan, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan
Andisol
Kampung Pasir, Kec. Cigugur, Kab. Kuningan
Andisol
20
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kab. Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 19 Mei 1992 dari ayah Amud dan ibu N. Aliah. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara, kakak dari Fajar Sidiq dan Annisa Salsabila. Pada tahun 2006 penulis lulus dari MTsN Model Cigugur dan diterima di SMAN 3 Kuningan. Penulis lulus dari SMA pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Analisis Struktur semester genap tahun ajaran 2011/2012. Selain itu penulis pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2012. Penulis juga pernah aktif pada beberapa kepanitian dan pada tahun 2012 penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan (HIMATESIL) divisi keprofesian.