RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA ALAT UKUR DEBU JATUH (Dustfall)
SAMSUAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Ukur Debu Jatuh (Dustfall) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor,
Juli 2011
Samsuar F 451090041
ABSTRACT SAMSUAR. Design and Performance Test of Dustfall Measurement Instrument. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and SATYANTO KRIDO SAPTOMO. Dustfall is one of the ambient air quality parameters based on Government Regulation No. 41/1999 pertaining on Air Pollution Control. The conventional dustfall measurement system practiced today still needs to be improved in order to simplify the measurement technique in the field and to shorten analysis time in the laboratory. The purposes of this research were to: a) to design and develop a simple, practical, and economical dustfall measurement instrument, b) to carry out performance test of dustfall measurement instrument and to analyze the results of field measurements in several different location. Dustfall canister was developed based on polyvinyl chloride (PVC) material which was then connected to the filter house. Filter stabilisation chamber was developed by using acrylic and steel as casing material, and equipped with a closed-loop temperature control system based on PID (proportional-integral-derivative). The results showed that the design of dustfall canister had been able to shorten the sample analysis time in the laboratory. The new developed system allows direct insertion of dustfall filter followed by weighing step which in turn could shorten analysis time. Another result obtained was that the stabilisation chamber control system had showed a well function to set a temperature point. The performance of PID control system produced a stable temperature regime in the stabilisation chamber during the process of filter stabilisation. The test results showed that acrylic materials were relatively less safe for the filter stabilisation chamber due to lack of heat resistance, while the steel metal was more secure and subsequently selected as the final structure of the material. The results also indicated that the filter drying could be done within three hours. With this system, the overall measurement of dustfall in ambient air can be simplified. The field measurement showed that human activities and the use of fossil fuel vehicles affected the concentration of dustfall in the air. Density of vegetation also affected the concentration of dust fall in the air Keyword: air pollution, ambient air, dustfall, design and performance test, stabilisation chamber
RINGKASAN SAMSUAR. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Ukur Debu Jatuh (Dustfall). Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara menyebutkan bahwa udara merupakan sumberdaya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya dan harus dijaga serta dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya. Salah satu parameter pencemaran yang perlu dikendalikan yaitu konsentrasi debu jatuh dalam udara ambien. Debu jatuh terdiri dari material yang kompleks dengan komposisi yang konstan dan konsentrasi logam berat di dalamnya sangat bervariasi. Dustfall adalah debu yang jatuh akibat dari pengaruh gravitasi maupun yang terikut air hujan yang diukur setelah pengambilan contoh air uji berupa air hujan menggunakan peralatan ”Deposite Gauge” yang dipaparkan di udara selama 1 bulan. Sistem pengukuran debu jatuh saat ini dengan menggunakan peralatan Deposite Gauge masih perlu diperbaiki karena sampel debu yang diambil dari lapangan masih dalam bentuk air yang tercampur dengan debu sehingga memerlukan waktu yang lebih lama untuk analisis di laboratorium. Untuk itu perlu dikembangkan suatu metode dan instrumen untuk mempersingkat waktu analisis sampel. Metode yang dikembangkan yaitu dengan membuat suatu sistem penangkap debu sekaligus menyaring debu yang akan ditimbang.Tujuan dari penelitian ini adalah: a) merancang dan membangun alat ukur debu jatuh (dustfall) yang mudah, praktis dan ekonomis, b) Menguji kinerja alat ukur debu jatuh dan menganalisis hasil pengukuran di lokasi yang beragam. Alat penangkap debu jatuh terdiri atas dua bagian utama yaitu alat penangkap debu jatuh (dustfall canister) dan filter stabilisation chamber. Untuk pengujian di lapangan dibutuhkan juga konstruksi alat penopang dustfall canister. Pengujian alat ukur debu jatuh ini dilakukan di beberapa lokasi yang mewakili wilayah pinggiran jalan raya, daerah industri, lahan terbuka dan kompleks perumahan. Alat ukur debu jatuh ini diletakkan pada tempat yang terbuka. Syarat penempatan alat ini yaitu dalam rentang 60o tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi jatuhnya debu dan ketinggian dustfall canister antara 1.5 m - 2.5 m dari permukaan tanah. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya percikan tanah yang masuk ke dalam dustfall canister pada saat terjadi hujan. Filter yang digunakan untuk melakukan pengambilan contoh uji kadar debu jatuh di udara, terlebih dahulu diuji kemampuannya dalam mengalirkan air. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan dimensi dustfall canister yang dibuat. Dustfall canister merupakan struktur penangkap dan penyaring debu jatuh di lapangan. Filter yang telah diaplikasikan di lapangan merupakan filter yang telah berisi debu jatuh. Dustfall canister terdiri dari dua bagian yaitu rumah filter dan corong penangkap debu. Canister dibuat dari bahan polimer. Canister tersebut memiliki diameter permukaan 16.5 cm dengan tinggi 33 cm serta volume
2.2 liter. Hasil perhitungan penentuan volume optimum dari canister menunjukkan bahwa canister tersebut akan penuh terisi dengan air hujan selama 56 jam. Filter stabilisation chamber dirancang sebagai sebuah ruang kecil (chamber) yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi filter yang diaplikasikan dalam dustfall canister. Filter stabilisation chamber untuk pengukuran debu jatuh dirancang menggunakan sistem kontrol loop tertutup (closed loop). Sistem kontrol suhu yang digunakan berbasis PID (Proportional, Integral, Derivative). Stabilisation chamber terbuat dari material akrilik dan besi (metal). Pengujian kestabilan suhu dalam ruang stabilisasi menunjukkan bahwa respon suhu berlangsung dengan baik. Set point suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35oC dan 40oC. Set point 35oC merupakan suhu beberapa derajat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara ambien di Indonesia. Hasil pengujian terhadap stabilisation chamber dengan material akrilik menunjukkan bahwa material tersebut tidak tahan terhadap suhu di atas 40oC sehingga dipilih metal sebagai material akhir dari stabilisation chamber tersebut. Hasil pengujian karaketristik pengeringan filter debu jatuh menunjukkan bahwa filter yang akan digunakan untuk pengukuran debu jatuh di lapangan sebaiknya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam stabilisation chamber selama kurang lebih 1 jam. Pengujian karakteristik filter setelah pengujian di lapangan menunjukkan bahwa berat filter sudah relatif stabil setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 3 jam. Hasil pengujian alat ukur debu jatuh pada beberapa lokasi pengujian menunjukkan bahwa kegiatan manusia dan kerapatan vegetasi sangat berpengaruh terhadap konsentrasi debu jatuh dalam udara ambien. Sektor transportasi dan sektor industri merupakan sektor yang paling banyak menyumbang peningkatan konsentrasi debu jatuh di udara. HAK CIPTA
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
HALAMAN JUDUL
RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA ALAT UKUR DEBU JATUH (DUSTFALL)
SAMSUAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PENGUJI LUAR KOMISI
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr
Judul Tesis : Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Ukur Debu Jatuh (Dustfall) Nama : Samsuar NRP : F 451090041
Disetujui : Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc Ketua
Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si Anggota
Diketahui :
Ketua Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Dr. Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian: 26 Juli 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat yang dikaruniakan-Nya sehingga penelitian dengan judul “Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Ukur Debu Jatuh (Dustfall)“ ini dapat diselesaikan. Terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc dan Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP., M.Si selaku komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan arahan dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. I Made Dewa Subrata, M.Agr atas kesediaannya untuk menjadi penguji luar komisi. Kepada seluruh dosen dan staf pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan diucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas nasihat dan bantuannya selama ini. Ucapan terima kasih setulus hati disampaikan kepada: 1. Kedua orang tua, ayahanda H.Sukawati, SH dan Ibunda Hj.Rahmatiah atas segala limpahan doa dan kasih sayangnya selama ini 2. Nenek tercinta, Hj. Intang yang senantiasa memberi motivasi kepada penulis selama menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor. 3. Nunik Lestari, yang selama ini terus memberi semangat dan menemani penulis dalam suka dan duka. 4. Teman-teman seperjuangan di Teknik Sipil dan Lingkungan, Nazif, Fadli, Pak Tatang, Dena, Nova, dan Kak Oni atas segala kepedulian dan kebersamaannya. 5. Teman-teman bermain badminton dan teman-teman di Wisma Pinus atas semangat dan nasihatnya 6. Segenap pihak yang telah membantu penyusunan tesis ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Bogor, Agustus 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Watampone pada tanggal 9 Juli 1985 dari ayah H.Sukawati, SH dan ibu Hj.Rahmatiah. Penulis merupakan putra kedua dari enam bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMUN 5 Makassar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Hasanuddin melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2008 penulis telah menyelesaikan jenjang studi sarjana. Setelah menempuh program sarjana, penulis diterima di Lembaga Penelitian Universitas Hasanuddin sebagai staf dalam bidang penelitian sumberdaya alam dan kelautan. Tahun 2009 penulis diterima di Program Magister Teknik Sipil dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh jenjang
studi
S2,
penulis
sempat
mengikuti
beberapa
seminar
yang
diselenggarakan oleh INACID (Indonesian National Committee of ICID), IATPI (Ikatan Ahli Teknik Penyehatan dan Teknik Lingkungan Indonesia) dan Perteta (Perhimpunan Teknik Pertanian Indonesia).
Karya ilmiah yang berjudul
“Rancang Bangun dan Uji Kinerja Filter Stabilisation Chamber pada Sistem Pengukuran Debu Jatuh” telah disajikan pada Seminar Nasional IATPI di Surabaya pada tahun 2011. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian program S2 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xxv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxvi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xxvii PENDAHULUAN............................................................................................................ 1 1.1.
Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2.
Rumusan Masalah.................................................................................. 4
1.3.
Tujuan Penelitian................................................................................... 4
1.4.
Kerangka Penelitian............................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................. 7 2.1.
Pencemaran Udara ................................................................................. 7
2.2.
Komponen Pencemar Udara .................................................................. 8
2.3.
Partikel (Particulate) ............................................................................. 9
2.4.
Pemantauan Kualitas Udara Ambien.................................................... 15
2.5.
Perancangan Alat (Produk) .................................................................. 18
2.6.
Sistem Kontrol..................................................................................... 19
METODOLOGI ............................................................................................................. 21 3.1.
Waktu dan Tempat............................................................................... 21
3.2.
Alat dan Bahan .................................................................................... 21
3.3.
Prosedur Perancangan.......................................................................... 21
3.4.
Prosedur Pengujian Alat ...................................................................... 22
3.5.
Pengamatan ......................................................................................... 24
3.6.
Analisis Data ....................................................................................... 24
PENDEKATAN RANCANGAN ................................................................................ 25 4.1.
Kriteria Rancangan .............................................................................. 25
4.2.
Rancangan Fungsional ......................................................................... 25
4.3.
Rancangan Struktural........................................................................... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 31 5.1.
Kemampuan Filter Mengalirkan Air .................................................... 31
5.2.
Disain Dustfall Canister ...................................................................... 32
5.3.
Disain Filter Stabilisation Chamber..................................................... 35
5.4.
Karakteristik Pengeringan Filter Debu Jatuh ........................................ 36
5.5.
Analisis Kadar Debu Jatuh................................................................... 38
5.6.
Keunggulan Alat Hasil Rancangan....................................................... 48
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 49 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51 LAMPIRAN ...................................................................................................... 53
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Toksisitas relatif polutan udara......................................................................2 2 Bentuk dan komponen penyusun partikel ......................................................9 3 Partikel-partikel logam yang berbahaya bagi kesehatan...............................13
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian .................................................................. 5 2 Skema desain survei pemantauan kualitas udara ........................................ 17 3 Diagram alir prosedur penelitian ................................................................ 22 4 Prosedur pengujian alat ukur debu jatuh..................................................... 23 5 Struktur rumah filter .................................................................................. 27 6 Struktur dustfall canister............................................................................ 27 7 Alur logika rangkaian sistem kontrol suhu pada stabilisation chamber....... 28 8 Rangkaian sistem kontrol suhu stabilisation chamber ................................ 29 9 Rata-rata curah hujan bulanan kota Bogor tahun 1996 - 2008..................... 31 10 Grafik kemampuan filter mengalirkan air................................................... 32 11 Grafik kemampuan filter mengalirkan air + debu ....................................... 32 12 Grafik pengukuran debu jatuh dengan menggunakan rumah filter .............. 34 13 Grafik pengukuran debu jatuh dengan menggunakan rumah filter .............. 34 14 Grafik kestabilan suhu dalam ruang stabilisation chamber......................... 36 15 Grafik penurunan berat filter sebelum pengukuran di lapangan .................. 38 16 Grafik penurunan berat filter setelah pengukuran di lapangan .................... 38 17 Konsentrasi debu jatuh di Kelurahan Margajaya - Bogor ........................... 39 18 Konsentrasi debu jatuh di daerah industri Musi Banyuasin......................... 41 19 Konsentrasi debu jatuh di daerah industri Belitung Timur .......................... 42 20 Konsentrasi debu jatuh di tambang kapur Ciampea .................................... 44 21 Konsentrasi debu jatuh di daerah jalan raya Dramaga ................................ 46 22 Konsentrasi debu jatuh lapangan terbuka 1 ................................................ 47 23 Konsentrasi debu jatuh lapangan terbuka 2 ................................................ 48
DAFTAR LAMPIRAN
1
Halaman Baku mutu udara ambien nasional .......................................................... 53
2
Curah hujan kota Bogor.......................................................................... 54
3
Hasil pengujian kemampuan filter mengalirkan air ................................. 55
4
Hasil pengujian kemampuan filter mengalirkan air + debu...................... 56
5
Hasil pengukuran awal konsentrasi debu jatuh di udara .......................... 57
6
Penurunan berat filter selama dalam ruang stabilisation chamber sebelum pengukuran di lapangan. ........................................................... 58
7
Penurunan berat filter selama dalam ruang stabilisation chamber setelah pengukuran di lapangan. ............................................................. 59
8
Hasil pengukuran debu jatuh dengan menggunakan canister dengan diameter rumah filter 1 inchi dan 1.5 inchi.............................................. 60
9
Data kestabilan suhu dalam filter stabilisation chamber .......................... 61
10 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh wilayah pemukiman penduduk di Kelurahan Margajaya - Bogor............................................................. 62 11 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di daerah pinggiran jalan raya Dramaga - Bogor .................................................................................... 63 12 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di PT. “X” di Musi Banyuasin. 64 13 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di PT. “Y” di Belitung Timur.. 65 14 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di tambang kapur Ciampea...... 66 15 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di lapangan terbuka 1 .............. 67 16 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di lapangan terbuka 2 dengan menggunakan canister dengan berdiameter permukaan 16.5 cm dan 12 cm ..................................................................................................... 68
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur, virus, bakteri, dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih berada dalam batas-batas tertentu masih dapat dinetralisir, tetapi jika sudah melampaui ambang batas maka proses netralisir akan terganggu. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam udara tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Fenomena pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan konsekuensi dari revolusi industri. Sejak polusi udara menghancurkan lingkungan, banyak negara telah melakukan penelitian untuk masalah ini dan telah mengembangkan sejumlah besar program untuk pengendalian pencemaran udara. Saat ini polusi udara merupakan masalah universal dan ribuan orang menderita dari masalah ini setiap saat (Nadaffi et al. 2006). Pencemaran lingkungan sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui kegiatan industri dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan manusia dapat lebih ditingkatkan. Dampak positif dari kegiatan industri dan teknologi yaitu meningkatnya taraf hidup manusia. Namun demikian, kegiatan industri dan teknologi dapat memberikan dampak negatif jika terjadi pencemaran lingkungan akibat kegiatan tersebut. Dampak negatif inilah yang perlu dikurangi dan bila mungkin ditiadakan sama sekali. Oleh karena itu semua orang yang ingin memperoleh dan meningkatkan kualitas hidupnya perlu terlibat dalam usaha mengatasi dampak pencemaran lingkungan. Sudah menjadi keharusan bagi manusia untuk menyadari dan memahami bahwa pola kehidupan antroprocentris perlu diubah menjadi pola kehidupan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya, yaitu satu kehidupan manusia yang seimbang dan harmonis dengan sistem alam. Hubungan yang seimbang dan harmonis hanya dapat terjadi apabila manusia menyadari dan
memahami bahwa lingkungan hidup mempunyai keterbatasan dalam memurnikan kembali kondisi lingkungan untuk kembali pada keadaan normal. Dengan demikian, setiap kegiatan yang dilakukan manusia tidak melampaui ambang batas lingkungan. Polutan udara primer dibedakan menjadi 5 kelompok besar yaitu : karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), hidrokarbon (HC), sulfur dioksida (SOx) dan partikel. Sumber polusi yang utama berasal dari kegiatan transportasi, dimana hampir 60 % dari polutan yang dihasilkan terdiri dari karbon monoksida dan sekitar 15 % terdiri dari hidrokarbon. Sumber-sumber polusi lainnya misalnya pembakaran, proses industri, pembuangan limbah, dan lain-lain. Polutan yang utama adalah karbon monoksida yang mencapai hampir setengahnya dari seluruh polutan udara yang ada (Suratmi 2010). Toksisitas kelima kelompok polutan tersebut berbeda-beda. Tabel 1 menyajikan toksisitas relatif masing–masing kelompok polutan tersebut. Ternyata polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan adalah partikulat, diikuti berturutturut dengan NO2, SO2, Hidrokarbon, dan yang paling rendah toksisitasnya adalah Karbon Monoksida. Tabel 1 Toksisitas relatif polutan udara No
Polutan
1 Karbon Monoksida (CO) 2 Nitrogen Oksida (NO2) 3 Hidrokarbon 4 Sulfur Dioksida (SO2) 5 Partikulat Sumber : Suratmi (2010)
Level Toleransi ppm µg/m3 32.0 40,000 19,300 0.5 1,430 0.25 514 375
Toksisitas Relatif 1.0 2.07 28.0 77.8 106.7
Penurunan kualitas udara dirasakan pada tahun-tahun terakhir ini terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Medan serta pada pusat-pusat pertumbuhan industri. Pemantauan terhadap parameter kualitas udara ambien seperti debu, SO2 (sulfur dioksida), NO2 (nitrogen oksida), CO (karbon monoksida), dan HC (hidrokarbon) di kota-kota tersebut menunjukkan keadaan yang cukup memprihatinkan (BPLHD Jabar 2007) Menurut BPLHD Jabar (2007) salah satu penyebab pencemaran udara yaitu partikel. Partikel-partikel ini muncul dalam banyak ukuran dan bentuk dan dapat
3
terdiri dari ratusan bahan kimia yang berbeda. Sebagian partikel, dikenal sebagai partikel primer yang dipancarkan secara langsung dari sumbernya, seperti lokasi konstruksi, jalan beraspal, cerobong asap, kebakaran dan lain-lain. Bentuk lainnya berasal dari reaksi bahan kimia yang kompleks di atmosfer seperti oksida belerang dan oksida nitrogen yang dipancarkan dari pembangkit listrik, industri dan mobil. Partikel-partikel ini, dikenal sebagai partikel sekunder, yang membuat sebagian besar polusi partikel halus di negara Amerika Serikat. Istilah debu jatuh (dustfall) mengacu pada aerosol dengan diameter sama atau lebih besar dari 10 μm dan memiliki kemampuan untuk menetap setelah penghentian sementara di udara (Sami et al. 2006). Debu jatuh merupakan salah satu bentuk pencemaran udara primer. Debu jatuh ini terdiri dari material yang kompleks dengan komposisi yang konstan dan konsentrasi logam berat di dalamnya sangat bervariasi. Ukuran partikel debu jatuh di daerah perkotaan diketahui menjadi penyebab utama penyakit asma (Wieringa et al. 1997; USEPA 2003). Salah satu kegiatan dalam pengendalian pencemaran udara adalah pemantauan kualitas udara. Pemantauan kualitas udara memiliki peran yang sangat penting. Data kualitas udara merupakan bahan evaluasi untuk penentuan kebijakan pengelolaan lingkungan yang dipilih oleh pemerintah. Pemantauan kualitas udara perlu direncanakan dengan baik karena memerlukan biaya yang besar, waktu yang cukup lama, keterampilan personel dan kehandalan paralatan analisa. Perancangan alat pengukur debu jatuh (dustfall) dilakukan dengan melihat dampak dari pencemaran udara khususnya pencemaran partikel yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Perancangan alat ini dimaksudkan agar pemantauan kualitas udara khususnya debu jatuh dapat dilakukan lebih akurat dan lebih singkat. Data hasil pegukuran alat ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penetapan kebijakan lingkungan di suatu daerah. Selain melihat dari sisi pencemaran udara, perancangan alat ukur debu jatuh ini juga mempertimbangkan sisi upaya untuk menumbuhkan industri sederhana dalam negeri. Alat ukur debu jatuh sebelumnya telah ada di pasaran, namun untuk memperoleh alat ini khususnya di Indonesia, perlu diimpor dari negara asalnya yaitu Amerika Serikat. Pengadaan instrumen tersebut membutuhkan biaya yang
sangat besar untuk memperolehnya dan juga membuat ketergantungan dalam hal perlehan suku cadang dari alat tersebut. Oleh karena itu penelitian ini dibuat alat ukur debu jatuh dengan menggunakan material yang mudah didapatkan dalam negeri serta memiliki kualitas yang baik. Selain itu penggunaan alat ukur debu jatuh ini dianalisis di laboratorium dan lebih menghemat waktu dalam pengukuran di lapangan. 1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian alat pengukur debu jatuh (dustfall) ini adalah: 1.
Pertumbuhan industri dalam negeri khususnya industri dalam bidang instrumentasi lingkungan kurang berkembang, sehingga menyebabkan ketergantungan yang sangat besar pada pihak luar negeri
2.
Alat ukur debu jatuh buatan Indonesia belum ada
3.
Sistem pengukuran debu jatuh masih perlu disempurnakan.
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Merancang dan membangun alat ukur debu jatuh (dustfall) yang mudah, praktis dan ekonomis
2.
Menguji kinerja alat ukur debu jatuh dan menganalisis hasil pengukuran di lokasi yang beragam.
1.4. Kerangka Penelitian Alat ukur debu jatuh (dustfall) memiliki prinsip kerja yaitu debu yang berada bebas di udara secara perlahan-lahan jatuh ke permukaan bumi karena adanya gaya gravitasi. Debu yang jatuh tersebut langsung masuk ke bagian penangkap dari alat. Sebelum keluar lagi debu akan disaring terlebih dahulu oleh filter yang dipasang pada rumah filter.
5
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara Udara bersih adalah udara kering yang berada di atmosfer yang ditemukan pada wilayah pedesaan atau udara yang berada di atas samudra yang jauh dari sumber polusi. Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara yang bersih dan kering disusun oleh zat-zat berikut (Wardhana 2004): Nitrogen
(N2)
= 78.09 % volume
Oksigen
(O2)
= 20.94 %
Argon
(AR)
= 0.93 %
Karbon dioksida
(CO2)
= 0.032 %
Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa polutan sama sekali. Beberapa gas seperti Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Sulfida (H2S), dan Karbon Monoksida (CO) selalu dibebaskan ke udara sebagai produk sampingan dari proses-proses alami seperti aktivitas vulkanik, pembusukan sampah tanaman, kebakaran hutan, dan sebagainya. Selain disebabkan polutan alami tersebut, polusi udara juga dapat disebabkan oleh aktivitas manusia. Polutan yang berasal dari kegiatan manusia secara umum dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu polutan udara primer (mencakup 90 % jumlah polutan udara seluruhnya) dan polutan udara sekunder (BPLHD Jabar 2007). Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dari komponen pencemar lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP 41 Tahun 2009). Kehadiran bahan atau zat-zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama dapat mengganggu kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Semakin meningkatnya pembangunan secara pesat khususnya di bidang industri dan teknologi serta semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak) menyebabkan udara
disekitar (udara ambien) menjadi makin tercemar oleh gas-gas buangan hasil pembakaran. Secara umum penyebab pencemaran udara ada 2 macam, yaitu: a. Faktor internal (secara alamiah), contohnya : 1. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin 2. Abu (debu) yang dikeluarkan akibat dari letusan gunung berapi berikut gasgas vulkanik 3. Proses pembusukan sampah organik. b. Faktor eksternal (karena kegiatan manusia), contohnya: 1. Hasil pembakaran bahan bakar fosil 2. Debu/serbuk dari kegiatan industri 3. Pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara. Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang yang masuk ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya (Wardhana 2004). 2.2. Komponen Pencemar Udara Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industri dan teknologi serta lalu-lintas yang padat, udaranya relatif sudah tidak bersih lagi. Udara di daerah industri kotor karena terkena bermacam-macam pencemar. Dari beberapa macam komponen pencemar udara, yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran udara adalah komponen-komponen berikut ini: 1.
Karbon Monoksida
(CO)
2.
Nitrogen Oksida
(NO2)
3.
Belerang Oksida
(SO2)
4.
Hidro Karbon
(HC)
5.
Partikel
(Particulate)
Komponen pencemar udara diatas dapat mencemari udara secara sendirisendiri, atau dapat pula mencemari udara secara bersamaan. Jumlah komponen pencemar udara tergantung pada sumbernya.
9
2.3. Partikel (Particulate) Sumber utama partikel adalah cerobong asap dan gas buang kendaraan bermotor. Partikel-partikel ini tinggal di udara dalam beberapa hari. Partikel yang kecil dapat bertahan selama berminggu-minggu di udara. Sedangkan partikel yang besar segera jatuh dekat dengan sumbernya (Sastrawijaya 2000). Partikulat merupakan partikulat-partikulat kecil padatan dan droplet cairan. Beberapa partikulat dalam berbagai bentuk dapat melayang di udara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lumpur merupakan fraksi yang dominan dalam debu yang berkisar antara 27-63% dari debu. Selain itu terdapat cukup banyak logam berat seperti Pb, Zn, Cd, Ni, dan Co. Logam berat ini berasal dari emisi kendaraan bermotor dan transportasi udara. Bentuk dan komponen penyusun partikulat tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 (Modaish 1997). Tabel 2 Bentuk dan komponen penyusun partikel No Komponen Bentuk 1 Karbon 2 Besi Fe2O3, Fe3O4 3 Magnesium MgO 4 Kalsium CaO 5 Aluminium Al2O3 6 Sulfur SO2 7 Titanium TiO2 8 Karbonat CO39 Silikon SiO2 10 Fosfor P2O5 11 Kalium K2O 12 Natrium Na2O 13 Lain-lain Sumber: BPLHD Jabar (2007) Sifat kimia masing-masing partikulat berbeda-beda, akan tetapi secara fisik ukuran partikulat berkisar antara 0.0002 – 500 mikron. Pada kisaran tersebut partikulat mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikulat tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikulat serta aliran (turbulensi) udara. Secara umum kenaikan diameter akan meningkatkan kecepatan pengendapan. Kenaikan diameter sebanyak 10,000 kali menyebabkan kecepatan pengendapan sebesar 6 juta kalinya. Partikulat yang berukuran 2 – 40 mikron (tergantung densitasnya) tidak bertahan terus di udara dan segera mengendap.
Partikulat yang tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikulat-partikulat tersebut tetap di udara karena gerakan udara (BPLHD Jabar 2007). Menurut Wardhana (2004), partikel adalah pencemar udara yang dapat bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni sebagai bahan pencemar udara dalam bentuk padatan. Dalam pengertian yang lebih luas dalam kaitannya dengan masalah pencemaran lingkungan, pencemaran partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai dengan bentuk yang rumit atau kompleks yang kesemuanya merupakan bentuk pencemaran udara. Partikel di udara meliputi berbagai macam bentuk yang dapat berupa keadaan-keadaan berikut ini: a. Aerosol, adalah istilah umum yang menyatakan adanya partikel yang terhambur dan melayang di udara b. Fog atau kabut, adalah aerosol yang berupa butiran-butiran air yang berada di udara c. Smoke atau asap, adalah aerosolyang berupa campuran antara butiran padatan dan cairan yang terhambur melayang di udara. d. Dust atau debu, adalah aerosol yang berupa butiran padat yang terhambur dan melayang diudara karena adanya hembusan angin e. Mist, artinya mirip dengan kabut. Penyebabnya adalah butiran-butiran zat cair yang terhambur dan melayang di udara (bukan butiran air) f. Fume, artinya mirip dengan asap hanya saja penyebabnya adalah aerosol yang berasal dari kondensasi uap panas g. Plume adalah asap yang keluar dari cerobong asap suatu industri (pabrik) h. Haze, adalah setiap bentuk aerosol yang mengganggu pandangan di udara. i. Smog adalah bentuk campuran antara smoke dan fog. j. Smaze adalah campuran antara smoke dan haze. Pencemaran partikel adalah istilah untuk campuran partikel padat dan tetesan cair yang ditemukan di udara. Beberapa partikel seperti debu, kotoran, jelaga maupun asap dapat dilihat dengan mata telanjang. Partikel kasar mempunyai diameter berkisar antara 2.5 sampai 10 µm sedangkan partikel halus memiliki diameter kurang dari 2.5 µm (Sami 2006).
11
Pencemaran partikel yang berasal dari alam seringkali dianggap wajar. Kalaupun terjadi gangguan terhadap lingkungan yang mengurangi tingkat kenyamanan hidup maka hal tersebut dianggap sebagai musibah bencana alam. Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup, yaitu pada saat partikel masih melayang-melayang sebagai pencemar diudara sebelum jatuh ke bumi. Waktuhidup partikel berkisar antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, massa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah jatuh ke bumi dapat melayang-layang lagi ke udara apabila tertiup angin yang kencang (Wardhana 2004). Sumber pencemaran partikel akibat kegiatan manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi. Di negara-negara industri, pemakaian batubara sebagai bahan bakar merupakan sumber utama pencemaran partikel. Berbagai proses alami mengakibatkan penyebaran partikulat di atmosfer, misalnya letusan gunung berapi dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalampenyebaran partikulat, misalnya dalam bentuk partikulat-partikulat debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikulat yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar kendaraan dan diikuti oleh proses-proses industri. Terdapat hubungan antara ukuran partikulat polutan dengan sumbernya. Partikulat yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari prosesproses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Partikulat yang berukuran diameter 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah, debu, dan produkproduk pembakaran dari industri lokal dan pada tempat-tempat tertentu juga mencakup garam laut. Partikulat yang berukuran antara 0.1 – 1 mikron terutama merupakan produk-produk pembakaran dan aerosol fotokimia. Partikulat yang mempunyai diameter kurang dari 0.1 mikron belum diidentifikasi secara kimia, tetapi diduga
berasal dari sumber-sumber pembakaran. Konsentrasi partikulat dinyatakan dalam satuan mikro gram per meter kubik (µg/m3). Untuk mengubah dari µg/m3 menjadi ppm dengan basis volume, diperlukan data mengenai berat molekul partikulat tersebut. Karena komposisi partikulat bervariasi, maka sulit untuk menentukan berat molekulnya. Menurut BPLHD Jabar (2007) secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernafasan atau pneumokoniosis. a. Dampak Pada Tanaman Pengaruh partikulat terhadap tanaman terutama adalah dalam bentuk debunya,dimana debu tersebut jika bergabung dengan uap air atau air hujan gerimis akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun, dan tidak dapat tercuci dengan air hujan kecuali dengan menggosoknya. Lapisan kerak tersebut mengganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer. Akibatnya petumbuhan tanaman menjadi terganggu. Bahaya lain yang ditimbulkan dari pengumpulan partikulat pada tanaman adalah kemungkinan bahwa partikulat tersebut mengandung komponen kimia yang berbahaya bagi hewan yang memakan tanaman tersebut (Wieringa 1997) b. Dampak Pada Manusia Polutan partikulat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan. oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan terutama adalah ukuran partikulat, karena ukuran partikulat yang menentukan jauhnya penetrasi partikulat ke dalam sistem pernafasan dan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran lebih dari 5 mikron tertahan di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron tertahan pada saluran pernafasan bagian tengah. Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, masuk ke dalam
13
kantong udara paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi, berukuran kurang dari 1 mikron ikut keluar saat nafas dihembuskan (Zhang 2005). Tabel 3 Partikel-partikel logam yang berbahaya bagi kesehatan No 1
2
3 4 5
Elemen
Sumber Minyak diesel, minyak residu, batu arang, asap Nikel tembakau, bahan kimia dan katalis, baja dan logam lain Batu karang, industri tenaga Berilium nuklear Batu arang, bahan pembersih, kedikteran, Boron industri gelas dan industri lain Germanium Batu arang Batu arang, petroleum, Arsenik deterjen, Pestisida
Pengaruh Kanker paru-paru (sebagai karbonil) Keracunan akut dan khronis, kanker Tidak beracun kecuali dalam bentuk boran Keracunan ringan Kemungkinan kanker
Karang gigi, karsinogenik pada tikus, penting pada mamalia pada dosis rendah Karsinogenik terhadap tikus 7 Tirarium Batu arang, petroleum jika kontak dalamwaktulama Batu arang, baterai elektrik, Kerusakan syaraf dan 8 Merkuri industri lain kematian Petroleum, kimia dan katalis, Tidak berbahaya pada 9 Vanadium baja, dan logam lain konsentrasi yang pernah ada Penyakit jantung dan Batu arang, peleburan seng, hipertensi pada manusia, 10 Kadmium pipa air, asap tembakau mengganggu metabolisme seng dan tembaga 11 Antimoni Industri Memperpendek umur tikus Kerusakan otak, Buangan mobil (dari bensin), 12 Timbal konvulsi,gangguan tingkah cat (sebelum 1948) laku, kematian Sumber: BPLHD Jabar (2007) 6
Selenium
Batu arang, Sulfur
Partikulat-partikulat yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu: a. Partikulat tersebut mungkin beracun karena sifat-sifat kimia dan fisiknya. b. Partikulat tersebut mungkin bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran pernafasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya.
c. Partikulat-partikulat tersebut mungkin dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorpsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paruparu yang sensitif. Karbon merupakan partikulat yang umum dengan kemampuan yang baik untuk mengabsorbsi molekul-molekul gas pada permukaannya (BPLHD Jabar 2007). Partikulat-partikulat yang beracun biasanya tidak terdapat dalam jumlah banyak di atmosfer, kecuali aerosol asam sulfat. Tabel 3 memperlihatkan berbagai partikulat logam yang berbahaya yang biasanya terdapat dalam jumlah sangat kecil, tetapi konsentrasi tersebut dapat meningkat karena aktivitas manusia. Pneumokoniosis adalah penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pneumokinosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Jenis penyakit pneumokinosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi adalah, Silikosis, Basinosis, Asbestosis, Antrakosis dan Beriliosis (BPLHD Jabar 2007). c. Dampak Pada Sinar Matahari dan Iklim Partikulat yang terdapat di atmosfer berpengaruh terhadap jumlah dan jenis radiasi sinar matahari yang dapat mencapai permukaan bumi. Pengaruh ini disebabkan oleh penyebaran dan absorbsi sinar oleh partikulat. Salah satu pengaruh utama adalah penurunan visibilitas. Sinar yang melalui objek ke pengamat akan diabsorbsi dan disebarkan oleh partikulat sebelum mencapai pengamat, sehingga intensitas yang diterima dari objek dan dari latar belakangnya berkurang(BPLHD Jabar 2007). Akibatnya perbedaan antara kedua intensitas intensitas sinar tersebut hilang sehingga keduanya (objek dan latar belakang) menjadi kurang kontras atau kabur. Penurunan visibilitas ini dapat membahayakan, misalnya pada waktu mengendarai kendaraan atau pesawat terbang. Jumlah polutan partikulat bervariasi dengan manusia atau iklim. Pada musim gugur dan salju, sistem pemanas didalam rumahrumah dan gedung meningkat sehingga dibutuhkan tenaga yang lebih tinggi yang mengakibatkan terbentuknya lebih banyak partikulat.
15
Iklim dapat dipengaruhi oleh polusi partikulat dalam dua cara. Partikulat di dalam atmosfer dapat mempengaruhi pembentukan awan, hujan dan salju dengan cara berfungsi sebagai inti dimana air dapat mengalami kondensasi. Selain itu penurunan jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi karena adanya partikulat dapat mengalami kondensasi. Selain itu penurunan jumlah radiasi matahari yang mencapai permukaan bumi karena adanya partikulat dapat mengganggu keseimbangan panas pada atmosfer bumi. Suhu atmosfer bumi ternyata menurun sedikit sejak tahun 1940, meskipun pada beberapa abad terakhir ini terjadi kenaikan kandungan CO2 di atmosfer yang seharusnya mengakibatkan kenaikan suhu atmosfer. Peningkatan refleksi radiasi matahari oleh partikulat mungkin berperan dalam penurunan suhu atmosfer tersebut(BPLHD Jabar 2007). 2.4. Pemantauan Kualitas Udara Ambien Kualitas udara merupakan fenomena yang dinamis dan komplek mengingat lingkupnya yang luas dan banyaknya faktor penentu. Kondisi yang dinamis pada lapisan atmosfer merupakan gambaran kualitas udara dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. perubahan laju emisi pada sumber 2. perubahan kondisi iklim (meteorologi) dan topografi yang berperan dalam pengenceran, proses reaksi zat-zat kimia, dan pengendalian penghilangan beberapa zat pencemar (BPLHD Jabar 2007). Suatu survei pemantauan yang dirancang untuk mengetahui karakteristik kualitas udara di suatu daerah dapat menjadi komplek karena memerlukan ketersediaan data untuk menjelaskan kondisi dinamis kualitas udara. Belakangan ini pemantauan kualitas udara ambien menjadi bagian penting dari kegiatan penyusunan status pencemaran lingkungan suatu daerah yang merupakan bahan untuk kebijakan pengelolaan lingkungan di wilayah tersebut. Hal ini menjadikan survei kualitas udara semakin komplek dan memerlukan perencanaan yang matang agar dicapai sasarannya. Suatu perencanaan survei yang komprehensif dan pengaturan manajemen yang baik sangat diperlukan karena pemantauan memerlukan biaya yang besar, waktu yang cukup lama, keterampilan personel dan kehandalan paralatan analisa.
Suatu perencanaan pemantauan kualitas udara diawali dengan penentuan sasaran dari pemantauan tersebut. Sasaran pemantauan sangat diperlukan karena akan menentukan lingkup pemantauan seperti parameter yang dipantau, faktor eksternal, tingkat presisi, metode pengambilan contoh uji, periode pemantauan dan metode analisa di laboratorium (Lodge 1988). Suatu perencanaan survei kualitas udara perlu mempertimbangkan beberapa hal. Prosedur untuk perencanaan suatu survei pengambilan contoh uji kualitas udara terdiri dari (BPLHD Jabar 2007) : 1. Sasaran survei 2. Parameter yang akan diukur 3. Lokasi titik pengambilan contoh uji 4. Jadwal pengambilan contoh uji 5. Metode pengambilan/pengukuran 6. Peralatan pengambilan contoh uji 7. Kalibrasi peralatan 8. Metode dokumentasi data 9. Analisis Data Skema desain survei pemantauan kualitas udara dapat dilihat pada Gambar 2 Penentuan lokasi pengambilan contoh uji debu jatuh (dustfall) harus bebas dari gangguan langsung dari cerobong asap. Jika pengambilan contoh dilakukan di daerah pemukiman, alat tidak boleh ditempatkan dekat dari dinding vertikal atau atap.Alat ukur jatuh harus berada pada ketinggian 1.5 sampai 2.5 m dari permukaan tanah untuk menghindari adanya percikan tanah yang masuk ke dalam kolektor debu.Untuk menghindari kesalahan yang tidak diinginkan, digunakan perbandingan yaitu dengan memasang dua buah alat pada lokasi pengambilan contoh uji (SNI 13-4703 1998; Nadaffi et al. 2006).
17
Gambar 2 Skema desain survei pemantauan kualitas udara (BPLHD Jabar 2007)
2.5. Perancangan Alat (Produk) Menurut Harsokoesomo (2000), perancangan dan pembuatan produk merupakan bagian yang sangat besar dari semua kegiatan teknik yang ada. Kegiatan perancangan dimulai dengan didapatkannya persepsi tentang kebutuhan manusia, kemudian disusul oleh penciptaan konsep produk, disusul kemudian dengan perancangan, pengembangan dan penyempurnaan produk, kemudian diakhiri dengan pembuatan dan distribusi produk. Keberadaan produk di dunia ini ditempuh melalui tahap-tahap siklus kehidupan yang terdiri dari identifikasi kebutuhan produk, tahap perancangan dan pengembangan produk, tahap pembuatan dan pendistribusian produk, tahap pemakaian atau pemanfaatan produk, dan tahap pemusnahan produk ketika produk sudah tidak dapat menjalankan fungsinya lagi. Dalam proses merancang, seorang perancang memerlukan pengalaman dan pengetahuan tentang proses perancangan serta semua pengetahuan yang terkait dengan produk dan pembuatan produk yang sedang direncanakan seperti, fisika, mekanika, ilmu material, dan lain-lain. Merancang produk untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah problem perancangan yang memerlukan pemecahan. Pemecahan problem perancangan adalah solusi yang berupa produk tersebut. Solusi dari suatu problem perancangan dapat tidak hanya sebuah saja, melainkan dapat berupa solusi
yang semuanya benar dalam arti memenuhi kebutuhan
manusia (Harsokoesomo 2000). Menurut Harsokoesomo (2000), proses perancangan suatu produk berlangsung melalui kegiatan-kegaiatan yang berurutan, yaitu: a. Fase analisis masalah, penyusunan spesifikasi dan perencanaan proyek b. Fase perancangan konsep produk c. Fase perancangan produk d. Fase evaluasi produk hasil rancangan dan e. Fase penyusunan dokumen untuk pembuatan produk.
19
2.6. Sistem Kontrol Sistem kontrol adalah proses pengaturan/pengendalian terhadap satu atau beberapa basaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu harga atau dalam suatu rangkuman harga (range) tertentu. Dalam istilah lain disebut juga teknik pengaturan, sistem pengendalian atau sistem pengontrolan. Kontrol otomatik di industri dikenal aksi kontrol dua posisi atau on-off, PID dan PID autotunning (Pakpahan 1994). Pada sistem kontrol dua posisi, elemen penggerak hanya mempunyai dua posisi tetap, yang dalam beberapa hal benar-benar merupakan posisi on dan off. Kontrol dua posisi atau on-off
relatif sederhana dan murah, oleh karenanya
banyak digunakan dalam industri maupun rumah. Pada kontrol dua posisi, sinyal keluaran kontroller akan tetap pada harga maksimum dan minimumnya, bergantung pada tanda sinyal kesalahan penggerak, positif atau negatif. Daerah harga sinyal kesalahan penggerak antara posisi ‘on dan off’ disebut celah diferensial yang menyebabkan keluaran kontroller tetap pada harga sekarang sampai sinyal kesalahan penggerak bergeser sedikit dari harga nol. Pada beberapa kasus, celah diferensial ini disebabkan oleh gesekan yang tidak diinginkan dan kelambanan gerak, namun sering diinginkan adanya celah diferensial untuk mencegah oposisi mekanisme “on-off” yang terlalu sering (Ogata 1995). Kontrol PID adalah gabungan kontrol Proporsional, Integral dan Derivative yang mempunyai keunggulan dibandingkan dengan masing-masing dari tiga aksi kontrol tersebut. Perbaikan kualitas pada sistem proportional diberikan oleh kontrol PID (proportional + integral + derivative), yang mulai dicoba di industri proses. Kehadiran komponen integral telah berhasil menghilangkan ciri offset yang timbul pada kontroller proportional, karena itu komponen ini juga dikenal sebagai ‘auto-reset’. Sedangkan kehadiran komponen ‘derivative’ memberikan konstribusi kepada kecepatan dicapainya kondisi mantap. Dari persoalanpersoalan yang muncul dalam sistem pengontrolan telah ditemukan banyak solusi yang dapat dipenuhi dari sistem kontrol dengan kontroller PID. Pada tahun 1942 Ziegler dan Nicholas mengemukakan suatu metode praktis bagaimana memilih ketiga parameter kontroller tersebut hingga diperoleh unjuk kerja yang optimal. Namun demikian kompleksitas dinamika sistem serta gangguan menyebabkan
persoalan ‘PID tunning’ tetap merupakan persoalan yang aktual hingga kini (Tjokronegoro 1994). Menurut Pakpahan (1994), salah satu pengelompokan sistem kontrol adalah kontrol jaringan tertutup (closed-loop). Sistem ini merupakan salah satu pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran keluaran sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan dengan besaran yang diinginkan. Menurut Ogata (1995), bahwa sistem loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung terhadap pengontrolan. Jadi, sistem loop tertutup adalah sistem kontrol berumpan balik. Sinyal kesalahan terhadap penggerak merupakan selisih antara sinyal masukan dan sinyal umpan balik (yang dapat berupa sinyal keluaran atau suatu fungsi sinyal keluaran dan turunannya), diumpanakan ke kontroller untuk memperkecil kesalahan dengan membuat agar keluaran sistem mendekati harga yang diinginkan. Dengan kata lain istilah loop tertutup berarti menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem. Suatu kelebihan sistem loop tertutup adalah penggunaan umpan balik yang membuat respon sistem relatif kurang peka terhadap gangguan eksternal dan perubahan internal pada parameter sistem. Jadi mungkin dapat digunakan komponen-komponen yang relatif kurang teliti dan murah untuk mendapatkan pengontolan yang teliti (Ogata 1995). Implementasi praktis teori kontrol optimal di industri proses hingga saat ini masih dirasakan belum berarti, sementara produk kontroller elektronik telah beredar semakin baik. Konstribusi komputer digital dirasakan jauh lebih cepat menguasai produk-produk kontroller yang beredar dipasar. Autotuning PID controller adalah salah satu produk yang saat ini telah tersedia. Suatu konsep sistem kontrol dengan parameter kontroller yang dapat selalu menyesuaikan dengan perubahan parameter proses dikenal sebagai kontrol adaptif. Dengan konstribusi komputer, kini banyak produk kontroller digital PID yang dilengkapi fasilitas algoritma untuk melakukan estimasi parameter kontroller secara on-line. Autotuning controller adalah salah satu produknya (Ferdinand 1994).
21
METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai pada bulan Oktober 2010 sampai Juni 2011 di Laboratorium Teknik Lingkungan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, Laboratorium Lingkungan dan Bangunan Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB, dan beberapa bengkel disekitar kampus IPB. Pengujian alat dilakukan di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor Dramaga, yang mewakili daerah pinggiran jalan raya, daerah industri (tambang kapur Ciampea), lahan terbuka dan kompleks perumahan. Pengujian alat juga dilakukan di beberapa lokasi industri yang ada di Indonesia. 3.2. Alat dan Bahan Alat penagkap debu jatuh terdiri atas tiga bagian utama yaitu alat penangkap debu jatuh (dustfall canister), filter stabilisation chamber dan struktur penopang dustfall canister di lapangan. Alat dan bahan yang diperlukan untuk pengujian dan pengukuran kadar debu jatuh di lapangan yaitu kertas filter (filter biasa, kertas filter Whatman #1, dan kertas filter Whatman #41), timbangan digital dengan ketelitian 0.0001 gram, sprayer, cawan petri, pinset dan aquadest. 3.3. Prosedur Perancangan Perancangan alat ukur debu jatuh dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu tahap perancangan, tahap pengumpulan alat dan bahan, tahap pembuatan dan perakitan alat, tahap pengujian hasil rancangan, tahap pengamatan, dan analisis data. 1. Tahap Perancangan, meliputi pembuatan gambar detail rancangan struktural alat, gambar tiga dimensi alat, gambar bagian-bagian alat, penentuan ukuran, penentuan bahan konstruksi. 2. Tahap Pengumpulan Alat dan Bahan, meliputi penentuan jumlah bahan-bahan konstruksi yang diperlukan, pembelian bahan, dan penyediaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses perakitan.
3. Tahap Pembuatan dan Perakitan, meliputi pembuatan rumah filter, dustfall canister, ruang chamber, sistem kontrol stabilisation chamber dan struktur penopang dustfall canister di lapangan 4. Tahap Pengujian, merupakan tahapan untuk mencoba apakah alat yang telah dirancang dapat bekerja dan berfungsi sesuai dengan yang diharapkan. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian 3.4. Prosedur Pengujian Alat Pengujian alat ukur debu jatuh ini dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi pengambilan contoh uji dalam hal ini lokasi yang mewakili wilayah pinggiran jalan raya, daerah industri, lahan terbuka dan kompleks perumahan serta mempertimbangkan waktu pengambilan contoh uji dalam hal ini mewakili musim
23
kemarau dan musim hujan. Sebelum pengujian, filter harus dikondisikan terlebih dahulu agar kondisi sebelum dan sesudah pengukuran sama. Hal ini dilakukan agar berat filter tetap sama sebelum dan setelah pengukuran karena adanya persamaan suhu dan kelembaban. Pengkondisian filter dilakukan dengan cara memasukkan filter ke dalam filter stabilisation chamber. Alat ukur debu jatuh ini diletakkan pada tempat yang terbuka. Syarat penempatan alat ini yaitu dalam rentang 60o tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi jatuhnya debu dan ketinggian dustfall canister antara 1.5 m - 2.5 m. hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya percikan tanah yang masuk ke dalam dustfall canister pada saat terjadi hujan. Berdasarkan peraturan yang ada pengukuran dilakukan selama 30 hari. Setelah pengukuran selesai filter dimasukkan kembali ke dalam stabilisation chamber setelah itu filter ditimbang. Dengan demikian berat yang diperoleh adalah berat debu sesungguhnya.
Gambar 4 Prosedur pengujian alat ukur debu jatuh
3.5. Pengamatan Pengamatan difokuskan terhadap kondisi dustfall canister pada saat pengujian di lapangan dan kinerja dari filter stabilisation chamber. Pengamatan pada dustfall canister yaitu melihat kemampuan filter dalam mengalirkan air selama pengujian dan kekuatan dari struktur dustfall canister hasil rancangan. Parameter yang diamati untuk stabilisation chamber yaitu kestabilan suhu selama pengeringan filter. Kestabilan suhu dalam ruang chamber diamati tiap 1 menit selama 1 jam. Pengamatan yang dilakukan selajutnya yaitu penurunan berat filter setelah dimasukkan ke dalam ruang stabilisation chamber. Pengamatan penurunan berat filter dilakukan tiap 1 jam sampai berat filter sudah stabil. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan digital dengan ketelitian 0.0001 gram. Timbangan tersebut tidak menyatu dengan ruang stabilisation chamber. Penimbangan filter dilakukan dengan cara memasukkan filter ke dalam cawan petri kemudian dimasukkan kedalam timbangan. 3.6. Analisis Data Data hasil percobaan, pengukuran dan perhitungan yang diperoleh disajikan dan dianalisis dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil pengukuran debu jatuh di lapangan dikonversi sesuai dengan satuan baku mutu yang telah ditetapkan dalam PP. 41 Tahun 1999 yaitu dalam satuan ton/km2/bulan.
25
PENDEKATAN RANCANGAN 4.1. Kriteria Rancangan Pada prinsipnya suatu proses perancangan terdiri dari beberapa tahap atau proses sehingga menghasilkan suatu desain atau prototipe produk yang sesuai dengan kebutuhan. Perancangan alat ukur debu jatuh ini bertujuan untuk mempersingkat waktu pengukuran dan analisis sample hasil pengukuran di lapangan. Selain itu hasil pengukuran debu jatuh dengan menggunakan alat hasil rancangan dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat. Prinsip kerja dustfall canister yaitu debu jatuh yang diakibatkan oleh gravitasi akan masuk ke dalam canister. Debu yang masuk kedalam canister tersebut selanjutnya disaring oleh filter yang telah dipasang pada rumah filter yang terletak di bagian bawah dari canister. Prinsip kerja untuk filter stabilisation chamber sama halnya dengan prinsip kerja dari oven. Perbedaannya yaitu stabilisation chamber hasil rancangan didisain untuk suhu yang tidak terlalu tinggi dan tidak ada aliran udara yang tinggi selama proses pengeringan filter. 4.2. Rancangan Fungsional Alat ukur debu jatuh terdiri dari empat komponen utama yaitu, rumah filter, dustfall canister, filter Stabilisation Chamber dan sistem penopang dustfall canister di lapangan. Ketiga komponen alat ukur debu jatuh tersebut diharapkan dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih akurat. Untuk memenuhi tujuan tersebut maka diperlukan fungsi-fungsi yang dapat menunjang alat ukur debu jatuh tersebut berjalan dengan baik sesuai dengan kebutuhan. Rumah filter berfungsi sebagai tempat meletakkan filter yang digunakan untuk pengambilan contoh uji di lapangan. Rumah filter tersebut dikombinasikan dengan dustfall canister dalam pengukuran dilapangan. Dustfall canister berfungsi untuk menangkap debu jatuh dari udara. Debu jatuh yang biasanya juga terikut dengan air hujan kemudian disaring dengan menggunakan filter. Untuk menunjang kebutuhan filtrasi ini maka dibuat suatu tempat untuk meletakkan filter tersebut. Konstruksi dari rumah filter tersebut dihubungkan dengan dustfall canister yang dibuat. Perancangan dustfall canister beserta dengan rumah filter
dibuat dengan teliti untuk memastikan bahwa debu beserta air hujan yang tertangkap dapat dialirkan seluruhnya melalui sistem filtrasi. Filter Stabilisation Chamber berfungsi untuk menciptakan suatu kondisi yang sama pada filter sehingga diperoleh berat filter yang relatif sama sebelum dan sesudah aplikasi di lapangan. Kondisi yang diharapkan yaitu dengan menciptakan suhu yang stabil dalam ruang stabilisation chamber. Untuk memenuhi kebutuhan suhu tersebut digunakan heater sebagai sumber panas yang dikontrol dengan suatu unit pengontrolan suhu. Sistem penopang dustfall canister berfungsi sebagai pemegang dustfall canister pada saat pengukuran di lapangan. Selain berfungsi sebagai penopang canister, juga berfungsi sebagai sarana untuk mengalirkan air hujan yang telah tersaring pada canister. 4.3. Rancangan Struktural Dalam perancangan, pemilihan bentuk, dimensi, dan bahan yang digunakan merupakan hal yang sangat penting karena berdampak langsung pada kinerja alat atau mesin yang dirancang. Secara umum alat ukur debu jatu terdiri dari empat bagian utama, yaitu: rumah filter, canister, stabilisation chamber dan struktur penopang dustfall canister. 1. Rumah Filter Rumah filter berbentuk lingkaran yang terbuat dari water mur 1 inchi dengan tempat filter berdiameter 2 inchi. Rumah filter merupakan tempat untuk meletakkan filter. Susunan dari filter yang digunakan yaitu kasa aluminium, filter dan pengaman filter yang terbuat dari plastik. Penyusunan filter dalam rumah filter perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan filter pada saat pengujian di lapangan. Bahan yang dibutuhkan untuk membuat rumah filter tersebut adalah: a. Water mur ukuran 1 inchi b. Kasa aluminium c. Plastik pengaman filter d. Ring karet.
27
Gambar 5 Struktur rumah filter 2. Dustfall Canister Dustfall canister yang dibuat berbentuk seperti cawan dengan diameter penangkap debu 16.5 cm. Dimensi dari alat pengukur debu ini disesuaikan dengan kondisi curah hujan maksimum di Indonesia agar dalam pengujian di lapangan air hujan yang tertangkap bersama debu tidak meluap. Dustfall canister terbuat dari bahan polimer. Total tinggi canister adalah 26.5 cm.
Gambar 6 Struktur dustfall canister 3. Filter Stabilisation Chamber Stabilisation Chamber terdiri dari dua buah bagian utama yaitu sistem control suhu dan ruang chamber stabilisasi filter. Stabilisation chamber tersebut dibuat dari material akrilik dengan tebal 5 mm dan material besi (metal). Untuk memudahkan pengerjaan, material metal yang dipilih terbuat dari panel listrik. Sistem kontrol stabilisation chamber dibuat dengan menggunakan sistem loop tertutup (closed loop) dengan sistem kontrol suhu berbasis PID (Proportional, Integral dan Derivative). Pemilihan sistem kontrol loop tertutup dikarenakan output yang dihasilkan lebih stabil dan mendekati set point yang
diinginkan. Dengan kata lain, istilah ‘loop tertutup’ berarti menggunakan aksi umpan balik untuk memperkecil kesalahan sistem (Ogata, 1970). Pemilihan sistem kontrol suhu berbasis PID ini didasarkan pada kemampuan kerja kontrol yang lebih stabil sehingga sensitifitas atau kecepatan responnya menjadi lebih besar. Bahan yang dibutuhkan dalam perancangan filter stabilisation chamber ini adalah: a. Thermocontroller [Autonic Tipe TZN4S – 14R] b. Thermocouple tipe K (Sensor Suhu) c. Ruang (Chamber) [akrilik 5 mm] dan metal [Panel listrik ukuran 30 cm x 40 cm x 20 cm] d. Heater Tubular [300 Watt/220 Volt] e. Relay [Omron 10A/250V Tipe MK2P-I] f. Box Rangkaian Aluminium ukuran 20 cm x 17 cm x 9 cm g. Papan PCB h. Terminal Listrik [600V/25A; 6 Point] i. Saklar “on – off” [2A/220V] j. Kabel [Kabel cooper 2.5 450/750 Volt, Kabel Power 0.75mm2] k. Mur dan baut.
Gambar 7 Alur logika rangkaian sistem kontrol suhu pada stabilisation chamber (Modifikasi dari Ogata 1970) 4. Sistem Penopang Dustfall Canister Desain rangka alat pengukur debu jatuh ini dibuat dengan model kaki tiga (tripod). Hal ini dimaksudkan agar rangka tetap ringan dan kuat menopang beban di atasnya. Rangka ini harus kuat untuk menopang plat pengukur debu dan bak penampungan air. Model lain yang dapat dibuat yaitu dengan menggunakan bipa paralon 1 inchi. Pipa tersebut berfungsi memegang canister yang terhubung langsung di bagian atas pipa. Untuk memudahkan aplikasi di
29
lapangan dapat dihubungkan dengan kayu agar dapat ditancapkan di tanah. Rangka ini dibuat dengan tinggi 1.5 m. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari adanya percikan tanah yang masuk ke dalam bak penampungan ketika terjadi hujan. Kejadian masuknya percikan tanah ke dalam canister menyebabkan hasil pengukuran menunjukkan kadar debu yang sangat tinggi.
Gambar 8 Rangkaian sistem kontrol suhu stabilisation chamber
31
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kemampuan Filter Mengalirkan Air Filter yang digunakan untuk melakukan pengambilan contoh uji kadar debu jatuh di udara, terlebih dahulu diuji kemampuannya dalam mengalirkan air. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan dimensi dustfall canister yang dibuat. Hasil perhitungan kemampuan mengalirkan air dari filter dibandingkan dengan curah hujan tertinggi yang terjadi di Indonesia. Curah hujan kota Bogor dipilih untuk mewakili curah hujan yang ada di Indonesia karena curah hujan di kota tersebut merupakan salah satu curah hujan tertinggi yang terjadi di Indonesia. Volume optimum dustfall canister hasil rancangan diperoleh berdasarkan data curah hujan tersebut. Kertas filter yang diuji adalah kertas filter biasa, kertas filter Whatman #1, kertas filter Whatman #41 dan kertas filter Whatman #42. Kertas filter Whatman #1 memiliki diameter pori 11 µm, kertas filter Whatman #41 memiliki diameter pori 20-25 µm sedangkan kertas filter Whatman #42 memiliki
Curah Hujan (mm)
diameter pori 2.5 µm. 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Jan
Feb Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt Nov Des
Bulan
Gambar 9 Rata-rata curah hujan bulanan kota Bogor tahun 1996 - 2008 Pengujian filter dilakukan dengan mengalirkan air melalui filter dan mengalirkan air ditambah dengan debu. Air sampel yang digunakan berasal dari air biasa yang digunakan dalam rumah tangga sehari-hari, sedangkan sampel air ditambahkan dengan debu berasal dari pengambilan debu yang menempel pada
tanaman. Hasil pengukuran waktu yang dibutuhkan oleh filter untuk mengalirkan air disajikan dalam Gambar 10 dan 11. 1200
Volume Air (ml)
1000 800 600 400 200 0 0
2
4
6
8
10
Waktu (Jam) Kertas Filter Biasa
Kertas Whatman #1
Kertas Whatman #42
Gambar 10 Grafik kemampuan filter mengalirkan air 1000
Volume Air (ml)
800 600 400 200 0 0
5
10
15
20
25
30
Waktu (Jam) Kertas Filter Biasa
Kertas Whatman 1
Kertas Whatman 42
Gambar 11 Grafik kemampuan filter mengalirkan air + debu 5.2. Disain Dustfall Canister Dustfall canister merupakan struktur penangkap dan penyaring debu jatuh di lapangan. Filter yang telah diaplikasikan di lapangan merupakan filter yang telah berisi sejumlah tertentu debu jatuh yang terkoleksi selama aplikasi dustfall canister di lapangan. Dustfall canister terdiri dari dua bagian yaitu rumah filter dan corong penangkap debu. Model awal dari canister terbuat dari corong plastik yang dihubungkan dengan rumah filter yang terbuat dari water mur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model awal canister yang dibuat kurang baik
33
karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan polimer yang lebih kuat dan tebal. Canister model yang kedua ini memiliki diameter permukaan 16.5 cm dengan tinggi 33 cm serta volume 2.2 liter. Untuk mengetahui volume optimal dari corong dalam menampung air hujan maka dilakukan perbandingan antara curah hujan harian maksimum di suatu daerah dengan volume canister yang dibuat. Curah hujan yang diambil yaitu curah hujan Kota Bogor yang diasumsikan sebagai curah hujan tertinggi di Indonesia. Curah hujan harian tertinggi yang pernah terjadi berdasarkan data curah hujan Stasiun Klimatologi Dramaga yaitu 24.7 mm/hari. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa canister tersebut akan penuh terisi dengan air hujan selama kurang lebih dua setengah hari. Hasil perhitungan tersebut merupakan hasil perhitungan dengan asumsi bahwa air hujan yang tertampung dalam canister tidak mengalir. Namun, disain canister hasil rancangan hanya akan melewatkan air hujan yang tertampung dalam canisiter. Jadi untuk pengukuran di lapangan, canister tersebut tidak akan penuh terisi oleh air hujan. Hasil perhitungan tersebut dianggap dapat mewakili volume optimum dari canister yang telah dibuat. Hasil pengujian juga menunjukkan hasil pengukuran yang sama dengan corong biasa namun memiliki bentuk yang lebih baik dan struktur yang lebih kuat. Perkembangan model canister terus dilakukan. Model canister yang kedua, secara teknis sudah dapat digunakan untuk melakukan pengambilan contoh uji (sampling) debu jatuh di lapangan. Namun yang menjadi kendala selanjutnya yaitu dimensi dari dustfall canister tersebut. Dustfall canister dengan diameter permukaan 16.5 cm dan dan tinggi 33 cm dianggap terlalu besar sehingga dalam hal transportasi ke lokasi sampling memerlukan tempat yang cukup besar. Oleh karena itu dibuat dustfall canister model yang ketiga. Dustfall canister model ketiga tersebut tetap terbuat dari bahan polimer namun dimensinya lebih kecil. Dimensi dari dustfall canister tersebut yaitu memiliki diameter permukaan 12 cm dengan tinggi 29 cm. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan data pengukuran dustfall dengan menggunakan canister model kedua dan ketiga memberikan hasil pengukuran yang seragam.
Rumah filter yang digunakan terbuat dari water mur dengan diameter 1 inchi. Penentuan ukuran ini dipilih karena hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa dengan ukuran 1 inchi menunjukkan hasil pengukuran yang lebih seragam dibandingkan dengan ukuran 1.5 inchi. Hal ini juga didasarkan dengan melihat dari diameter filter yang tersedia di pasaran yaitu 4.7 cm sehingga cocok untuk digunakan ke dalam rumah filter. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 01
F - 02
Kode Filter
F - 03
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
Gambar 12 Grafik pengukuran debu jatuh dengan menggunakan rumah filter berdiameter 1.5 inchi 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 04
F - 05
F - 06
Kode Filter
Gambar 13 Grafik pengukuran debu jatuh dengan menggunakan rumah filter berdiameter 1 inchi
35
5.3. Disain Filter Stabilisation Chamber Filter Stabilisation Chamber dirancang sebagai sebuah ruang kecil (chamber) yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi filter yang diaplikasikan dalam dustfall canister. Filter Stabilisation Chamber untuk pengukuran debu jatuh dirancang menggunakan sistem kontrol loop tertutup (closed loop). Sistem loop tertutup adalah sistem kontrol yang sinyal keluarannya mempunyai pengaruh langsung terhadap pengontrolan. Sistem ini merupakan salah satu jenis pengontrolan dimana besaran keluaran memberikan efek terhadap besaran keluaran sehingga besaran yang dikontrol dapat dibandingkan dengan besaran yang diinginkan. Sedangkan sistem kontrol suhu yang digunakan berbasis PID (Proportional, Integral, Derivative). Pemilihan sistem kontrol berbasis PID ini didasarkan pada kemampuan kerja kontrol yang lebih stabil sehingga sensitifitas atau kecepatan responnya menjadi lebih besar. Sensor suhu yang digunakan yaitu termokopel tipe K. Pemilihan sesnsor tersebut didasarkan pada thermocontroller yang digunakan sudah mendukung pembacaan sensor suhu jenis tersebut. Termokopel tipe K merupakan sensor suhu elektrik dengan rentang suhu antara -200OC - 1350OC. Sensor suhu tersebut diletakkan di dalam ruang chamber untuk pembacaan kondisi suhu dalam chamber tersebut. Disain awal Stabilisation Chamber terbuat dari bahan akrilik (acrylic). Pemilihan material akrilik ini didasarkan pada kemudahan dalam membentuk ruangan dari material tersebut. Sistem pengontrolan suhu dalam ruang pengering filter sudah berlangsung dengan baik. Set point suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 35oC dan 40oC. Set point 35oC merupakan suhu beberapa derajat lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara ambien di kota-kota di Indonesia. Pengamatan kestabilan suhu dalam ruang chamber dilakukan tiap 1 menit selama 1 jam. Respon pengontrolan suhu berlangsung dengan baik. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan suhu yang berlangsung dengan stabil dimana suhu dalam ruang stabilisasi tersebut tidak jauh melebihi set point suhu rancangan. Hasil pengujian Stabilisation Chamber yang terbuat dari material akrilik ini memiliki kelemahan. Material ini tidak tahan terhadap suhu mendekati 40 oC. Selama pengujian berlangsung rak tempat sampel melengkung akibat menerima panas yang berlebihan. Oleh sebab
itu, untuk menghindari resiko terjadinya
kebakaran pada alat, disimpulkan akrilik tidak cocok sebagai material dasar ruang stabilisasi filter debu jatuh. Disain Stabilisation Chamber selanjutnya dibuat dari bahan yang lebih tahan panas. Material yang kemudian dipilih yaitu material metal (besi). Untuk lebih memudahkan dalam pengerjaan material yang terbuat dari metal tersebut, maka ditetapkan panel listrik berbentuk kotak yang terbuat dari metal sebagai ruang stabilisasi filter. Respon kontrol yang diberikan oleh sistem kontrol menggunakan bahan ini juga berlangsung dengan baik. Dalam Stabilisation Chamber model kedua ini ruang stabilisasi dan sistem kontrolnya dipisahkan, namun demikian dihubungkan dengan kabel. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya hubungan pendek antara sistem kontrol dan ruang stabilisasi filter. Suhu dalam ruang tetap stabil selama proses stabilisasi filter. Grafik kestabilan suhu selama proses pengkodisian filter dapat dilihat pada Gambar 14. 42
Suhu ( oC )
40 38 36 34 32 30 0
10
20
30
40
50
60
Waktu ( Menit) Set Point : 35 C
Set Point : 40 C
Gambar 14 Grafik kestabilan suhu dalam ruang stabilisation chamber 5.4. Karakteristik Pengeringan Filter Debu Jatuh Kertas filter yang digunakan untuk pengujian laju penurunan kadar air filter selama disimpan dalam ruang stabilisasi filter adalah kertas filter Whatman #1. Kertas filter ini merupakan kertas filter yang lazim digunakan dalam sistem pengukuran debu jatuh. Kertas filter Whatman #1 memiliki diameter pori 11 µm. Dalam SNI No. 19 Tahun 1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh disebutkan bahwa filter yang digunakan untuk menyaring
37
debu jatuh yaitu filter jenis Whatman #41 dengan diameter pori 20-25 µm. Kertas filter Whatman #1 dan Whatman #41 memiliki karakteristik yang sama. Kertas filter tersebut terbuat dari bahan selulose. Filter yang digunakan untuk pengambilan contoh uji debu jatuh ditimbang dengan menggunakan timbangan dengan ketelitian 0.0001 gram. Suhu yang digunakan dalam pengkondisian filter tersebut yaitu suhu 35 oC. Penimbangan filter dilakukan setiap satu (1) jam selama enam (6) jam. Hasil penimbangan filter selama berada dalam ruang stabilisasi sebelum dilakukan pengukuran di lapangan menunjukkan adanya penurunan berat filter. Berat filter menurun secara signifikan setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 1 jam pertama. Berat filter setelah 1 jam pertama tidak menunjukkan perubahan yang berarti atau dengan kata lain, perubahan berat sangat kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa filter yang digunakan untuk pengukuran debu jatuh di lapangan sebaiknya dimasukkan terlebih dahulu ke dalam ruang stabilisasi (Stabilisation Chamber) selama kurang lebih 1 hingga 1.5 jam. Pengukuran debu jatuh dilakukan di sebuah pekarangan di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor, Jawa Barat dengan menempatkan alat penangkap debu (dustfall canister) selama tujuh (7) hari di lapangan. Lokasi penempatan alat penangkap debu jatuh di Margajaya tersebut merupakan kawasan pemukiman penduduk yang relatif jauh dari jalan raya. Setelah 7 hari filter kemudian diambil dan ditimbang guna mengetahui konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut. Filter yang baru diperoleh di lapangan tidak dapat langsung ditimbang karena kondisinya relatif basah. Hal ini juga untuk menghindari terbangya kembali debu yang telah tersaring di filter tersebut. Hasil penimbangan setelah dimasukkan ke dalam ruang stabilisasi menunjukkan adanya penurunan berat filter yang signifikan setelah 2 jam. Dari hasil tersebut diketahui bahwa berat filter sudah relatif stabil setelah dimasukkan kedalam ruang stabilisasi selama 3 jam.
Gambar 15 Grafik penurunan berat filter sebelum pengukuran di lapangan
Gambar 16 Grafik penurunan berat filter setelah pengukuran di lapangan 5.5. Analisis Kadar Debu Jatuh 5.5.1. Daerah Pemukiman Penduduk Pengukuran debu jatuh di wilayah pemukiman dilakukan untuk melihat konsentrasi debu jatuh di daerah padat penduduk yang diindikasikan dapat mengganggu kesehatan masyarakat. Pengukuran debu jatuh untuk mewakili wilayah tersebut dilakukan di daerah pemukiman yang terletak di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor. Daerah tersebut merupakan daerah dengan kepadatan penduduk yang tidak terlalu tinggi. Lokasi pengambilan contoh uji di Kelurahan Margajaya terletak cukup jauh dari jalan raya. Lalu lintas untuk wilayah tersebut masih tidak terlalu ramai. Secara umum kondisi wilayah Kelurahan Margajaya
39
masih dikelilingi vegetasi yang cukup banyak dengan berbagai jenis pohon yang tumbuh di wilayah tersebut. Pengukuran konsentrasi debu jatuh di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor dilakukan selama 7 hari. Data hasil pengukuran kemudian diekstrapolasi untuk memperoleh nilai sesuai dengan satuan baku mutu yang berlaku. Pengukuran debu jatuh dilakukan di suatu titik dengan memasang alat penangkap debu (dustfall canister) sebanyak tiga (3) buah. Hasil pengukuran menunjukkan ratarata konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut sebesar 1.09 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi yaitu 1.19 ton/km2/bulan seperti disajikan dalam
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
Gambar 17. 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 17 Konsentrasi debu jatuh di Kelurahan Margajaya - Bogor Hasil analisis ini memberi indikasi bahwa konsentrasi debu jatuh masih jauh dibawah baku mutu nasional yaitu 10 ton/km2/bulan untuk daerah pemukiman. Rendahnya konsentrasi debu jatuh di daerah tersebut bisa disebabkan oleh lokasi pengukuran yang cukup jauh dari jalan raya. Sebab lain yang menyebabkan rendahnya kadar debu jatuh di wilayah tersebut adalah karena tidak adanya sumber debu seperti pabrik yang berada di sekitar lokasi tersebut. Konsentrasi debu jatuh di wilayah tersebut diperkirakan berasal dari proses alamiah yang terjadi seperti tiupan angin. Kegiatan manusia yang dapat memicu timbulnya debu di wilayah tersebut yaitu kegiatan pembakaran sampah oleh masyarakat dan sebagian kecil dari kendaraan yang melintas di wilayah tersebut. Kondisi jalan yang masih terbuat dari batu diperikaran menjadi salah satu penyebab meningkatnya konsentrasi debu di wilayah tersebut. Menurut Makarim (2002)
peningkatan kadar debu diudara yang bersumber dari kegiatan rumah tangga berasal dari kegiatan pembakaran sampah dan penggunaan bahan bakar fosil dan kayu untuk memasak dan sebagainya. Hasil pengukuran debu jatuh di wilayah pemukiman tersebut sesuai dengan pendapat Wardhana (2004) bahwa sumber pencemaran partikel akibat kegiatan manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas buangan alat transportasi. Di negara-negara industri, pemakaian batubara sebagai bahan bakar merupakan sumber utama pencemaran partikel. 5.5.2. Daerah Industri Pengukuran debu jatuh di wilayah industri dilakukan untuk melihat pengaruh keberadaan industri di suatu lokasi dalam peningkatan konsentrasi debu jatuh di udara. Pengukuran dilakukan di tiga buah lokasi industri yag berbeda yaitu yang petama di lokasi instalasi pengolahan gas (gas plant) PT.”X” di Musi Banyuasin, yang kedua di lokasi rencana pembukaan tambang timah PT.”Y” di Belitung timur dan yang terakhir di lokasi tambang kapur Ciampea Kabupaten Bogor. Baku mutu konsentrasi debu jatuh untuk wilayah industri berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 adalah 20 ton/km2/bulan. a. Instalasi Pengolahan Gas (Gas Plant) Pengukuran konsentrasi debu jatuh di lokasi industri pengolahan gas PT. “X” di Musi Banyuasin dilakukan di beberapa titik pengambilan contoh uji. Penentuan titik pengambilan contoh uji dilakukan untuk mewakili seluruh wilayah lokasi industri dan wilayah pemukiman penduduk di sekitar lokasi tersebut. Pengukuran debu jatuh dilakukan dengan cara pemaparan dustfall canister selama 2 hari di lokasi. Secara umum wilayah industri pengolahan gas PT. “X” ditutupi dengan vegetasi yang relatif lebat. Kegiatan manusia di sekitar lokasi industri tidak terlalu banyak karena lokasi tersebut sebagian masih tertutup dengan hutan. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh di wilayah PT. “X” jauh berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Ratarata hasil perhitungan kadar debu jatuh di daerah ini 0.89 ton/km2/bulan dengan
41
konsentrasi tertinggi 1.94 ton/km2/bulan. Rendahnya konsentrasi kadar debu jatuh di wilayah tersebut dikarenakan sebagian besar wilayah industri PT. “X” masih berupa tutupan vegetasi yang cukup lebat dimana kegiatan yang bersifat antropogenik relatif sedikit. Keberadaan vegetasi yang sangat lebat tersebut sangat berpengaruh dalam penurunan konsentrasi debu jatuh di udara. Selain itu kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh industri tersebut pada umumnya tidak memicu meningkatnya konsentrasi debu. Kegiatan yang mungkin dapat memicu timbulnya debu pada lokasi tersebut berasal dari proses pembakaran dengan menggunakan bahan bakar batu bara. Konsentrasi debu tertinggi berasal dari hasil pengukuran yang dilakukan di daerah pemukiman penduduk. Penyebab tingginya konsentrasi debu jatuh dikarenakan oleh kondisi jalan pada daerah pemukiman tersebut yang masih dalam tahap pengerasan. Pada umumnya jalan yang berada di lokasi tersebut masih berupa jalan tanah yang kemungkinan besar dapat memicu meningkatnya konsentrasi debu akibat proses alamiah. Hasil pengukuran konsentasi debu jatuh di wilayah industri PT.”X” dapat dilihat pada Gambar 18. Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
2.0 1.6 1.2 0.8 0.4 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
F - 04
Kode Filter
Gambar 18 Konsentrasi debu jatuh di daerah industri Musi Banyuasin b. Tambang Timah Lokasi pengukuran di wilayah PT.”Y” di Belitung Timur merupakan lokasi rencana pembukaan tambang timah. Kegiatan pengukuran kualitas udara di wilayah tersebut dilakukan untuk melihat pengaruh keberadaan tambang timah
terhadap kualitas udara ambien di sekitar lokasi tambang. Secara umum kondisi lokasi pengambilan contoh uji ditutupi dengan vegetasi yang cukup lebat. Aktivitas manusia di wilayah tersebut masih sangat terbatas. Kepadatan transportasi juga masih sangat rendah di wilayah tersebut. Lokasi pengambilan contoh uji dilakukan pada empat titik yang berada pada lokasi perencanaan pembukaan tambang tersebut. Lokasi titik pengambilan contoh uji berada di sebelah Utara, Timur, Selatan dan Barat lokasi tambang. Pengukuran kadar debu jatuh di lokasi tersebut dilakukan selama 3 hari. Hasil pengukuran kemudian diekstrapolasi agar sesuai dengan satuan standar baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh menunjukkan bahwa lokasi tersebut memiliki kadar debu jatuh yang sangat kecil. Rata-rata hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut adalah 0.34 ton/km2/bulan, dengan konsentrasi maksimum 1.1 ton/km2/bulan. Konsentrasi debu jatuh tersebut masih sangat jauh dari baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran debu jatuh yang tertinggi diperkirakan karena terjadinya hembusan angin yang mengarah ke satu titik tersebut. Dari hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentrasi debu jatuh di lokasi tambang PT.”Y” berasal dari proses alamiah yang terjadi di alam. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatu di lokasi tambang PT.”Y”
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
dapat dilihat pada Gambar 19. 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
F - 04
Kode Filter
Gambar 19 Konsentrasi debu jatuh di daerah industri Belitung Timur
43
c. Tambang Kapur Ciampea Pengukuran konsentrasi debu jatuh selanjutnya dilakukan di sekitar tambang kapur yang berlokasi di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Tambang kapur Ciampea merupakan tambang kapur tradisional yang sampai sekarang ini masih beroperasi. Namun, saat ini tambang kapur Ciampea mengalami degradasi lahan yang sangat cepat akibat penambangan yang menggunakan bahan peledak. Aksi penambangan kapur di wilayah tersebut merupakan salah satu penyebab penurunan kualitas udara di sekitar wilayah tambang. Selain dari tambang kapur tersebut, aktivitas manusia juga menyumbang peningkatan kadar debu di udara. Aktivitas manusia tergolong cukup ramai di wilayah tersebut karena adanya pasar dan terminal angkutan umum di lokasi dekat tambang. Lokasi pengambilan contoh uji debu jatuh dilakukan di satu titik lokasi dengan memasang tiga buah dustfall canister. Lokasi pengambilan contoh uji berjarak ± 500 meter dari lokasi tambang dan ± 200 meter dari Pasar Ciampea. Pengukuran konsentrasi debu jatuh dilakukan dengan cara memasang dustfall canister selama 5 hari di lokasi. Alat ukur debu jatuh tersebut dipasang di dekat rumah warga dengan ketinggian 1.7 meter dari permukaan tanah. Hasil pengukuran kadar debu jatuh menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh di lokasi tersebut rata-rata 2.6 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi 3 ton/km2/bulan. Konsentrasi debu jatuh tersebut masih di bawah baku mutu yang telah ditetapkan. Namun dengan kadar debu jatuh yang demikian sudah cukup untuk menimbulkan penyakit bagi masyarakat di sekitar lokasi tambang. Tingginya kadar debu jatuh di wilayah tersebut disebabkan oleh aktivitas tambang tersebut dan berasal dari kegiatan manusia di Pasar Ciampea. Masyarakaat di sekitar lokasi tambang kapur merasakan adanya penurunan kesehatan terhadap diri mereka akibat dari seringya menghirup debu dari lokasi tambang tersebut. Keluhan masyarakaat pada umumnya masalah pernafasan dan iritasi kulit pada anak-anak mereka. Hal ini sesui dengan penelitian Susetyo (1993) bahwa pencemaran udara dari pembakaran kapur berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya pada paru-paru, mata, dan kulit. Berdasarkan hasil survei di lapangan kadar debu jatuh tertinggi berada pada lokasi pembakaran batu kapur tersebut. Lokasi pembakaran batu kapur tersebut
berada sekitar 1 km dari lokasi pengambilan contoh uji. Tingginya konsentrasi debu jatuh di lokasi pembakaran batu kapur disebabkan oleh penggunaan oli bekas dan ban bekas sebagai bahan bakar dalam proses pembakaran. Pembakaran dengan menggunakan bahan bakar tersebut akan memicu timbulnya asap tebal
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
akibat dari proses pembakaran yang tidak sempurna. 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 20 Konsentrasi debu jatuh di tambang kapur Ciampea 5.5.3. Daerah Jalan Raya Pengambilan contoh uji kadar debu jatuh untuk mewakili daerah pinggiran jalan raya dilakukan di pinggiran jalan raya Dramaga tepatnya di lokasi kompleks perumahan Dramaga Cantik. Jalan raya Dramaga termasuk dalam jalan besar dengan kepadatan lalu lintas yang sangat tinggi. Pengukuran kadar debu jatuh di lokasi pinggiran jalan raya dilakukan untuk mengetahui pengaruh kendaraan bermotor dalam peningkatan konsentrasi debu di udara. Lokasi titik pengambilan contoh uji debu jatuh berada pada jarak 14 meter dari jalan raya, dengan ketinggian canister 1.7 meter dari permukaan tanah. Pengukuran kadar debu jatuh di lapangan dilakukan dengan memasang dustfall canister selama 7 hari. Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh menunjukkan bahwa kadar debu jatuh di lokasi tersebut rata-rata 3.4 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu jatuh tertinggi 3.6 ton/km2/bulan. Hasil perhitungan kadar debu jatuh tersebut masih berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan pemeritah. Tingginya kadar debu jatuh di lokasi tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh tingginya
45
jumlah kendaraan bermotor yang melalui wilayah tersebut. Berdasarkan data hasil pengukuran tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah kendaraan bermotor sangat berpengaruh terhadap konsentrasi debu di udara. Menurut Satriyo (2008) pencemaran udara yang terjadi di kebanyakan kota besar dunia disebabkan terutama oleh adanya energi yang digunakan dalam transportasi dan industri. Peningkatan kadar debu di lokasi pengambilan contoh uji yang disebabkan oleh tingginya penggunaan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil sebagai tenaga penggeraknya. Emisi yang dikeluarkan dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor pada umumnya juga menghasilkan debu yang dapat meningkatkan pencemaran udara. Berdasarkan jenisnya, sepeda motor merupakan penyumbang emisi debu terbesar dari tahun ke tahun (Makarim 2002). Debu yang bersumber dari gas buang kendaraan bermotor tersebut dapat menimbulkan dampak yang sangat berbahaya karena meracuni sistem pernafasan dan menghalangi pembentukan sel darah merah (CDC 2001). Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh untuk wilayah pinggiran jalan raya dapat dilihat pada Gambar 21. Pengendalian pencemaran udara terutama yang berasal dari penggunaan kendaraan bermotor sudah saatnya untuk dilakukan. Pemilihan teknologi pengendalian pencemaran udara dan penegasan kebijakan penggunaan bahan bakar untuk kendaraan bermotor diharapkan dapat lebih meningkatkan kualitas udara. Teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya pengendalian pencemaran udara yang berasal dari kendaraan bermotor yaitu peggunaan bensin tampa timbal atau pengadaan solar/diesel dengan kandungan sulfur rendah. Teknologi terbaru yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan bahan bakar alternatif untuk kendaraan seperti penggunaan bahan bakar gas.
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 21 Konsentrasi debu jatuh di daerah jalan raya Dramaga 5.5.4. Daerah Lahan Terbuka Pengukuran konsentrasi jatuh untuk lahan terbuka dilakukan untuk melihat pengaruh vegetasi dalam mengurangi kandungan debu di udara. Pengukuran dilakukan di sebuah kebun yang terletak di Kelurahan Margajaya, Kota Bogor. Pengukuran konsentrasi debu jatuh pada lahan tersebut dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada musim kemarau dan musim hujan. Pengukuran debu jatuh dilakukan dengan menempatkan 3 buah dustfall canister selama 5 hari di lapangan. Secara umum lokasi pengambilan contoh uji dikelilingi oleh vegetasi yang cukup lebat yang pada umumnya berupa tanaman pisang. Sumber debu pada lokasi tersebut yaitu kegiatan yang bersifat antropogenik dan proses alamiah di alam. Hasil pengukuran debu jatuh menunjukkan bahwa konsentrasi debu jatuh pada wilayah tersebut rata-rata 1.5 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu tertinggi 2 ton/km2/bulan. Hasil pengukuran tersebut masih sangat jauh dibawah baku mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kartikasari (1998) bahwa kerapatan vegetasi berpengaruh terhadap penurunan kadar debu di udara. Dari berbagai pengamatan yang dirangkum oleh Bianpoen (1977) dalam Suharsono (1992), diketahui bahwa kumpulan pohon yang terdapat di sebidang tanah seluas 300 x 400 m 2 mampu menurunkan konsentrasi debu di udara dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter.
47
Pengukuran kadar debu jatuh pada musim kemarau dan musim hujan memberikan hasil perhitungan yang berbeda signifikan. Pengukuran debu jatuh pada musim kemarau menunjukkan hasil pengukuran rata-rata 1.5 ton/km2/bulan dengan konsentrasi debu tertinggi 2 ton/km2/bulan. Pengukuran yang dilakukan pada saat musim hujan memberikan hasil pengukuran yang labih tinggi. Hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi debu jatuh rata-rata 2.4 ton/km2/bulan dengan konsentasi debu tertingi 3.4 ton/km2/bulan. Hasil pengukuran yang lebih tinggi pada saat musim penghujan diperkirakan karena terjadinya ikatan debu dan molekul air pada saat di udara sehingga pada saat hujan, debu yang terikut beserta hujan tersebut ikut tersaring dalam dustfall canister. Hasil pengukuran debu jatuh pada saat musim kemarau dan musim penghujan dapat dilihat pada Gambar 22
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
dan Gambar 23. 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 22 Konsentrasi debu jatuh lapangan terbuka 1
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bln)
3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 F - 01
F - 02
F - 03
Kode Filter
Gambar 23 Konsentrasi debu jatuh lapangan terbuka 2 5.6. Keunggulan Alat Hasil Rancangan Alat ukur debu jatuh hasil rancangan memberikan kemudahan dalam operasional di lapangan. Metode pengukuran debu jatuh yang sudah ada memberikan kesulitan dalam hal penanganan sample di laboratorium. Metode pengukuran debu jatuh sebelumnya memberikan hasil sampling berupa debu yang tercampur dengan air hujan. Hasil sampling tersebut kemudian harus disaring dan kemudian dioven sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Metode pengukuran debu jatuh dengan menggunkan dustfall canister mempersingkat waktu, khususnya waktu analisis hasil sampling di laboratorium. Hasil sampling yang akan di bawa dari lapangan hanya berupa filter beserta dengan debu yang telah tertangkap. Hasil pengukuran dengan metode tersebut akan mempersingkat waktu analisi karena hasil sampling dari lapangan dapat langsung di masukkan ke dalam stabilisation chamber dan kemudian di timbang. Keunggulan lain dari alat ukur debu jatuh hasil rancangan yaitu material yang digunakan dalam merancang alat tersebut semuanya berasal dari dalam negeri. Hal ini kemudian menjadi kemudahan dalam hal memproduksi alat tersebut karena tidak lagi bergantung dari barang-barang impor, sehingga alat yang dihasilkan dapat diperoleh dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan dengan mendatangkan alat hasil produksi luar negeri.
49
SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Simpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah: 1. Dustfall canister untuk pengukuran debu jatuh di lapangan hasil perancangan dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih cepat karena hasil pengambilan contoh uji dapat langsung ditimbang di laboratorium. 2. Alat ukur debu jatuh hasil rancangan terbuat dari material produk dalam negeri sehingga lebih ekonomis untuk dibuat. 3. Ruang stabilisasi (Stabilisation Chamber) filter untuk pengukuran debu jatuh telah dirancang dan dibangun menggunakan material dasar akrilik dan besi dengan sistem kontrol berbasis PID (Proportional – Integral - Drivative). Uji kinerja Stabilisation Chamber untuk memperoleh karakteristik pengeringan filter debu jatuh dengan sistem kontrol PID menunjukkan bahwa: a. Suhu yang stabil selama proses stabilisasi filter. b. Proses stabilisasi filter berlangsung selama 3 jam dimana selama selang waktu tersebut berat filter sudah relatif stabil. Stabilisation Chamber bersama-sama dengan dustfall canister menunjang penyederhanaan sistem pengukuran debu jatuh. 4. Pengukuran konsentrasi debu jatuh di beberapa lokasi pengambilan contoh uji menunjukkan bahwa kegiatan manusia dan kerapatan vegetasi di suatu wilayah sangat berpengaruh terhadap konsentrasi debu jatuh dalam udara ambien. 6.2. Saran 1. Analisis kadar debu jatuh di laboratorium sebaiknya digunakan timbangan dengan ketelitian 0.0001 gram agar hasil pengukuran lebih akurat. 2. Dustfall canister hasil rancangan sebaiknya dikalibrasi dengan alat ukur debu jatuh yang sudah terkalibrasi agar diperoleh hasil pengukuran yang lebih akurat. 3. Perlu adanya revisi dalam SNI No.134703-1998 tentang Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dust Fall Collector) terutama dalam hal penentuan jenis kertas filter dan metode pengukuran debu jatuh.
51
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, 2007. Pengembangan Sistem Pemantauan Udara Passive Sampler, Kegiatan Pengendalian Pencemaran Udara di Jawa Barat. Laporan Akhir. Kerjasama dengan PT. Dua Ribu Satu Pangripta. Centers for Disease Control and Prevention (CDC), National Center for Environmental Health (NCEH), 2001, Laporan Akhir. Pemaparan Timbal dan Anemia pada Anak-anak di Jakarta, Indonesia. Ferdinand, Sinaga. 1994 Perkembangan Strategi Kontrol Otomatik di Industri Proses. Laboratorium Instrumentasi dan Kontrol Teknik Fisika. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Harsokoesoemo, Darmawan. 2000. Pengantar Perancangan Teknik (Perancangan Produk). Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional. Kartikasari, Pria. 1998. Pengaruh Vegetasi Terhadap Iklim Mikro, Kadar Timah Hitam dan Kadar Debu di Udara Lalu Lintas jalur Utama Kotamadya Semarang. Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Lodge Jr, James P. 1988. Method of Air Sampling and Analysis. Third Edition. Intersociety Committee. Lewis Publishers, Inc. Makarim, Nabiel. 2002. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2002. Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Modaish, A.S. 1997. Characteristic and Composition of The Falling Dust Sediments on Riyadh City, Saudi Arabia. Journal Of Arid Environments (1997) 36: 211-223 Nadaffi, K, R. Nabizadeh, Z. Soltainanzadeh, M.H. Ehrampoosh. 2006. Evaluation of Dustfall in Air of Yazd. Iran Journal of Environment Health Science Engineering., 2006 Vol.3, No.3, pp. 161-168 Ogata, Katsuhiko, 1970. Modern Control Engineering. Dalam Edi Laksono., 1995. Teknik Kontrol Automatik. Penerbit Erlangga, Jakarta. Pakpahan, Sahat., 1994. Kontrol Otomatik. Penerbit Erlangga, Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Lampiran Baku Mutu Kualitas Udara Ambien, 1999.
Sami. Muhammad, Amir Waseem, Sher Akbar. 2006. Quantitative Estimation of Dustfall and Smoke Particles in Quetta Valley. University of Balochistan, Quetta. Pakistan. Journal of Zhejiang University Science B 2006 7(7): 542-547 Sastrawijaya, A. Tresna. 2000. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Satriyo, Saputro. 2007. Studi kondisi Kimiawi Penyebaran Pb, Debu dan Kebisingan di Kota Jakarta. Jurnal Kajian Ilmiah Lembaga Penelitian Ubhara Jaya Vol. 9 No. 2 Tahun 2008. SNI 13-4703-1998. Penentuan Kadar Debu di Udara dengan Penangkap Debu Jatuh (Dust Fall Collector).Badan Standarisasi Nasional. Suharsono, H. 1992. Dampak terhadap Kualitas Udara dan Kebisingan. Kumpulan Kuliah Kursus AMDAL 3. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suratmi, Margaretha. 2010. Analisis Karbon Monoksida (CO) Dalam Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Dengan Sensor Gas Semikonduktor. Tesis, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara. Tjokronegoro. A. Harijono. Perkembangan Teknik Kontrol Modern, Laboratorium Instrumentasi dan Kontrol Teknik Fisika. Institut Teknologi Bandung, Bandung. USEPA, 2003. Fourth External Review Draft of Air Quality Criteria for Particulate Matter (June 2003). EPA/400/391/003Ad, Environmental Protection Agency, Research Triangle Park A.C. Wahyono, Budiarto. 2008. Analisis Hubungan Kualitas Udara Ambien dengan Kejadian Penyakit ISPA. Thesis. Universitas Indonesia. Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. Wieringa, M.H., Weyler, J.J., Van Bastelaer, F.J., Nelen, V.J., Van Sprundel, M.P. and Vermeire, P.A. 1997. Higher Asthma Occurance in an Urban than a Suburban Area: Role of House Dust Mite Skin Allergy. Eur Resipiration Journal 1997: 10: 1460-1466. Doi: 10.1183/09031936.97.10071460 Zhang, Yuanhui. 2005. Indoor Air Quality Engineering. CRC Press. Boca Raton, Florida.
53
Lampiran 1 Baku mutu udara ambien nasional No
1
2
3
Parameter SO2 (Sulfur dioksida) CO (Karbon Monoksida)
NO2
Waktu Pengukuran 1 Jam
900 µg/Nm3
24 Jam
365 µg/Nm3
Baku Mutu
Metode Analisis
Peralatan
Pararosanilin
Spektrofotometer
NDIR
NDIR Analyzer
Saltzman
Spektrofotometer
Chemiluminescent
Spektrofotometer
3
3 Tahun
60 µg/Nm
1 Jam
30.000 µg/Nm3
24 Jam
10.000 µg/Nm3
3 Tahun
-
1 Jam
400 µg/Nm3
24 Jam
150 µg/Nm3 3
3 Tahun
100 µg/Nm
1 Jam
235 µg/Nm3
1 Tahun
50 µg/Nm3
4
O3 (Oksidan)
5
HC (Hidro Karbon)
3 Jam
160 µg/Nm3
Flame Ionization
PM10
24 Jam
150 µg/Nm3
Gravimetric
Gas Chromatografi Hi – Vol
Gravimetric
Hi – Vol
Gravimetric
Hi – Vol
Gravimetric Ekstaktif Pengabuan
Hi – Vol
Gravimetric
Canister
6
7
8
PM2.5 TSP (Total Suspended Partikel) Pb
3
24 jam
65 µg/Nm
1 Tahun
15 µg/Nm3
24 jam
230 µg/Nm3
1 Tahun
90 µg/Nm3
24 Jam
2 µg/Nm3
1 Tahun
1 µg/Nm3
AAS
2
9
Dustfall (Debu Jatuh)
10 Ton/km /Bulan (Pemukiman) 30 Hari
Sumber: PP 41 Tahun 1999
20 Ton/km2/Bulan (Industri)
Lampiran 2 Rata-rata curah hujan bulanan (mm) di kota Bogor Curah Hujan (mm) Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jumlah (mm)
1996
352
538
504
596
523
138
243
403
342
425
355
308
4727
1997
391
109
230
404
457
51
24
34
136
231
422
357
2846
1998
524
423
741
456
209
399
222
252
189
573
181
135
4304
1999
311
271
98
397
326
231
252
207
123
421
381
234
3252
2000
297
286
98
276
491
227
327
208
377
191
480
79
3337
2001
383
352
276
364
335
340
366
142
445
307
445
70
3825
2002
629
475
414
578
247
345
312
128
118
298
416
385
4345
2003
212
556
471
309
501
180
25
91
270
552
326
398
3891
2004
404
327
432
640
374
169
209
166
392
277
401
432
4223
2005
537
580
568
308
429
682
215
163
320
351
423
252
4828
2006
640
434
138
164
324
73
31
191
152
152
355
363
3017
2007
373
438
276
473
198
274
134
248
206
236
444
476
3776
2008
251
377
673
527
277
172
172
162
343
311
509
255
4028
Ratarata
408
397
378
422
361
252
195
184
263
333
395
288
3877
Tahun
55
Lampiran 3 Hasil pengujian kemampuan filter mengalirkan air Waktu (jam)
Filter Biasa
Whatman #1
Whatman #42
Volume (ml)
Volume (ml)
Volume (ml)
0
0
0
0
0.5
200
160
-
1
350
230
120
1.5
460
300
-
2
560
380
200
3
620
520
300
4
840
680
340
5
900
770
430
6
940
830
500
7
970
860
560
8
990
890
610
9
-
910
-
10
-
920
700
19
-
-
780
23
-
-
790
28
-
-
800
43
-
-
800
Lampiran 4 Hasil pengujian kemampuan filter mengalirkan air + debu Waktu (jam)
Filter Biasa
Whatman #1
Whatman #42
Volume (ml)
Volume (ml)
Volume (ml)
0
0
0
0
1
50
200
-
2
90
340
-
3
110
460
-
4
160
580
-
5
200
690
-
6
260
760
-
7
310
790
-
8
410
820
-
9
490
860
-
10
530
880
-
20
-
-
-
24
982
-
400
28
985
-
-
48
-
-
410
57
Lampiran 5 Hasil pengukuran awal konsentrasi debu jatuh di udara Tanggal
31 Oktober 2010
Lama Pengukuran
7 Hari
Lokasi Pengukuran
Kelurahan Margajaya - Bogor
Jenis Kertas Filter
Whatman #1 10 Ton/km2/bln
Baku Mutu
2
Pemukiman
20 Ton/km /bln
Industri
No
Kode Canister
Diameter Filter (inchi)
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
1
F - 01
1.25'
0.2931
0.3222
0.0291
27
572.27
2.1793
2
F - 02
1.5'
0.4160
0.4445
0.0285
22
379.94
3.2148
3
F - 03
1'
0.2099
0.2356
0.0257
22
379.94
2.8990
Rata-rata (Ton/km2/bulan)
2.7644
Lampiran 6 Penurunan berat filter selama dalam ruang stabilisation chamber sebelum pengukuran di lapangan. Tanggal Pengukuran
: 8 Februari 2011
Kertas Filter
: Whatman #1
Set Point Suhu
: 35 oC
Waktu Mulai
: 09.52
Berat Cawan Rata-Rata Berat Cawan
99.1038
II
99.1049
III
99.1045 99.1044
gram
Berat Cawan + Filter (gram)
Kode Cawan
F - 01
I
1 jam
2 Jam
3 jam
4 jam
5 jam
6 jam
I
Cawan + Filter 99.5210
99.5068
99.5066
99.5064
99.5072
99.5063
99.5061
II
99.5208
99.5075
99.5075
99.5064
99.5072
99.5060
99.5062
III
99.5208
99.5074
99.5093
99.5068
99.5068
99.5063
99.5063
Rata-Rata
99.5209
99.5072
99.5078
99.5065
99.5071
99.5062
99.5062
Berat Filter I
0.4165 99.5193
0.4028 99.5078
0.4034 99.5065
0.4021 99.5075
0.4027 99.5070
0.4018 99.5058
0.4018 99.5054
II
99.5191
99.5079
99.5071
99.5076
99.5079
99.5060
99.5058
III
F - 02
99.5192
99.5083
99.5070
99.5075
99.5066
99.5063
99.5051
Rata-Rata
99.5192
99.5080
99.5069
99.5075
99.5072
99.5060
99.5054
Berat Filter I
0.4148 99.5167
0.4036 99.4956
0.4025 99.4960
0.4031 99.4968
0.4028 99.4979
0.4016 99.4971
0.4010 99.4970
II
99.5166
99.4969
99.4973
99.4967
99.4978
99.4974
99.4972
III
99.5166
99.4972
99.4971
99.4971
99.4982
99.4974
99.4974
F - 03
Rata-Rata
99.5166
99.4966
99.4968
99.4969
99.4980
99.4973
99.4972
Berat Filter I
0.4122 99.2962
0.3922 99.2865
0.3924 99.2864
0.3925 99.2870
0.3936 99.2871
0.3929 99.2872
0.3928 99.2866
II
99.2964
99.2875
99.2860
99.2881
99.2881
99.2875
99.2870
III
F - 04
99.2961
99.2878
99.2873
99.2880
99.2883
99.2872
99.2871
Rata-Rata
99.2962
99.2873
99.2866
99.2877
99.2878
99.2873
99.2869
Berat Filter I
0.1918 99.2992
0.1829 99.2911
0.1822 99.2913
0.1833 99.2912
0.1834 99.2915
0.1829 99.2907
0.1825 99.2907
II
99.2992
99.2925
99.2921
99.2914
99.2920
99.2911
99.2909
III
F - 05
99.2992
99.2924
99.2923
99.2920
99.2918
99.2916
99.2912
Rata-Rata
99.2992
99.2920
99.2919
99.2915
99.2918
99.2911
99.2909
Berat Filter I
0.1948 99.3014
0.1876 99.2932
0.1875 99.2936
0.1871 99.2941
0.1874 99.2941
0.1867 99.2932
0.1865 99.2935
II
99.3013
99.2940
99.2942
99.2941
99.2940
99.2938
99.2935
III
99.3014
99.2940
99.2940
99.2941
99.2940
99.2936
99.2936
Rata-Rata
99.3014
99.2937
99.2939
99.2941
99.2940
99.2935
99.2935
Berat Filter
0.1970
0.1893
0.1895
0.1897
0.1896
0.1891
0.1891
F - 06
59
Lampiran 7 Penurunan berat filter selama dalam ruang stabilisation chamber setelah pengukuran di lapangan. Lama Pengukuran di Lap.
: 7 Hari
Tanggal Pengukuran
: 18 Februari 2011
Kertas Filter
: Whatman #1
Set Point Suhu
: 35 oC
Berat Cawan
I
100.0135
II
100.0135
III
100.0136
Rata-Rata Berat Cawan
gram
100.0135
Berat Cawan + Filter (gram)
Kode Cawan I
Cawan + Filter *
1 jam
2 Jam
3 jam
4 jam
5 jam
6 jam
*
101.1829
100.7810
100.4337
100.4247
100.4254
II
*
*
101.1826
100.7805
100.4332
100.4255
100.4252
III
*
*
101.1824
100.7806
100.4335
100.4249
100.4253
Rata-Rata
-
-
101.1826
100.7807
100.4335
100.4250
100.4253
Berat Filter I
*
*
1.1691 101.0826
0.7672 100.7320
0.4199 100.4351
0.4115 100.4254
0.4118 100.4260
II
*
*
101.0824
100.7316
100.4354
100.4257
100.4264
F - 01
F - 02
III
*
*
101.0820
100.7315
100.4351
100.4255
100.4262
Rata-Rata
-
-
101.0823
100.7317
100.4352
100.4255
100.4262
Berat Filter I
*
100.4323
1.0688 100.4202
0.7182 100.4210
0.4217 100.4235
0.4120 100.4175
0.4127 100.4168
II
*
100.4322
100.4205
100.4211
100.4229
100.4177
100.4172
III
*
100.4324
100.4200
100.4212
100.4224
100.4173
100.4172
Rata-Rata
100.4323
100.4202
100.4211
100.4229
100.4175
100.4171
Berat Filter I
0.4067 100.2093
0.4076 100.2096
0.4094 100.2107
0.4040 100.2081
0.4035 100.2080
F - 03
F - 04
*
0.4188 100.2155
II
*
100.2119
100.2095
100.2099
100.2109
100.2085
100.2080
III
*
100.2118
100.2096
100.2099
100.2107
100.2081
100.2082
Rata-Rata
-
100.2131
100.2095
100.2098
100.2108
100.2082
100.2081
Berat Filter I
*
0.1995 100.5435
0.1959 100.2201
0.1963 100.2158
0.1972 100.2161
0.1947 100.2123
0.1945 100.2131
II
*
100.5430
100.2203
100.2163
100.2164
100.2138
100.2139
F - 05
III
*
100.5432
100.2202
100.2161
100.2163
100.2139
100.2141
Rata-Rata
-
100.5432
100.2202
100.2161
100.2163
100.2133
100.2137
Berat Filter I
*
0.5297 *
0.2067 100.3293
0.2025 100.2184
0.2027 100.2165
0.1998 100.2145
0.2002 100.2143
II
*
*
100.3285
100.2187
100.2167
100.2146
100.2147
III
*
*
100.3282
100.2189
100.2169
100.2149
100.2146
Rata-Rata
-
-
100.3287
100.2187
100.2167
100.2147
100.2145
Berat Filter
-
-
0.3151
0.2051
0.2031
0.2011
0.2010
F - 06
*) Filter tidak ditimbang karena kondisi filter terlalu basah
Lampiran 8 Hasil pengukuran debu jatuh dengan menggunakan canister dengan diameter rumah filter 1 inchi dan 1.5 inchi Tanggal
: 9 Februari 2011
Lama Pengukuran
: 7 Hari
Jenis Kertas Filter
: Whatman #1
Lokasi Pengukuran
: Desa Margajaya
Set Suhu
: 35 oC
Baku Mutu
: 10 Ton/km2/bln
Pemukiman
: 20 Ton/km2/bln
Industri
No
Kode Filter
Diameter Filter (inchi)
Diameter Lubang filter (inchi)
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
1
F - 01
3
1.5
0.4018
0.4118
0.0100
25
490.63
0.8706
2
F - 02
3
1.5
0.4010
0.4127
0.0116
25
490.63
1.0162
3
F - 03
3
1.5
0.3928
0.4035
0.0107
25
490.63
0.9376
4
F - 04
2
1
0.1825
0.1945
0.0120
25
490.63
1.0511
5
F - 05
2
1
0.1865
0.2002
0.0136
25
490.63
1.1909
6
F - 06
2
1
0.1891
0.2010
0.0119
25
490.63
1.0366
Rata-Rata (Ton/km2/bulan)
0.9415
1.0929
61
Lampiran 9 Data kestabilan suhu dalam filter stabilisation chamber Waktu (Menit)
Suhu (OC) Set Point: 35 oC
Set Point: 40 oC
0
30
30
2
31
31
4
34
36
6
36
39
8
37
40
10
37
41
12
36
40
14
35
40
16
35
39
18
35
39
20
35
40
22
35
40
24
35
40
26
36
40
28
35
40
30
35
40
32
35
40
34
35
40
36
35
40
38
35
39
40
35
40
42
35
40
44
35
40
46
35
40
48
35
40
50
35
40
52
35
41
54
35
40
56
35
40
58
35
40
60
35
40
Lampiran 10 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh wilayah pemukiman penduduk di Kelurahan Margajaya - Bogor Tanggal
: 9 Februari 2011
Lama Pengukuran
: 7 Hari
Jenis Kertas Filter
: Whatman #1
Lokasi Pengukuran
: Desa Margajaya
Set Suhu
: 35 oC
No
Kode Filter
Diameter Filter (mm)
Diameter Lubang filter (inchi)
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
1
F - 01
47
1
0.1825
0.1945
0.0120
25
490.63
1.0511
2
F - 02
47
1
0.1865
0.2002
0.0136
25
490.63
1.1909
3
F - 03
47
1
0.1891
0.2010
0.0119
25
490.63
1.0366
Rata-Rata (Ton/km2/bulan)
1.0929
63
Lampiran 11 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di daerah pinggiran jalan raya Dramaga - Bogor Tanggal
16 Juni 2011
Lama Pengukuran
7 Hari
Jenis Kertas Filter
PM #10
Lokasi Pengukuran
Dramaga Cantik
Set Suhu Inkubator
35 oC
47
Diameter Lubang filter (inchi) 1
Berat Awal (gram) 0.1420
Berat Akhir (gram) 0.1568
Berat Debu (gram) 0.0149
Diameter Permukaan (cm) 16.5
Luas Permukaan (cm2) 213.72
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan) 3.1800
47
1
0.1409
0.1578
0.0169
16.5
213.72
3.6078
47
1
0.1423
0.1586
0.0162
16.5
213.72
3.4723
No
Kode Filter
Diameter Filter (mm)
1
F - 01
2
F - 02
3
F - 03
Rata-Rata (Ton/km2/bulan)
3.4201
Lampiran 12 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di PT. “X” di Musi Banyuasin Tanggal Jenis Kertas Filter Lokasi Pengukuran Set Suhu Inkubator
13 - 16 Mei 2011 PM #10 Musi Banyuasin 35 oC
No
Kode Canister
Diameter Filter (mm)
Diameter Lubang filter (inchi)
1 2 3 4
F - 01 F - 02 F - 03 F - 04
47 47 47 47
1 1 1 1
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
0.1423 0.1404 0.1407 0.1419
0.1451 0.1409 0.1421 0.1419
Lama Pemasangan Alat di Lapangan (Hari) 1.95 0.98 1.02 1.80
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
Rata-rata (Ton/km2/bulan)
0.0028 0.0005 0.0014 0.0001
25 16.5 16.5 16.5
490.63 213.72 213.72 213.72
0.8610 0.6732 1.9468 0.0936
0.8936
65
Lampiran 13 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di PT. “Y” di Belitung Timur Tanggal
24-27 Mei 2011
Jenis Kertas Filter
PM #10
Lokasi Pengukuran
Belitung
Set Suhu Inkubator
35 oC
No
Kode Canister
Diameter Filter (mm)
Diameter Lubang filter (inchi)
1
TM - 1
47
1
0.1422
0.1426
Lama Pemasangan Alat di Lapangan (Hari) 3.06
2
TM - 2
47
1
0.1401
0.1402
3.11
0.0001
16.5
213.72
0.0541
3
TM - 3
47
1
0.1426
0.1427
3.12
0.0001
16.5
213.72
0.0360
4
TM - 4
47
1
0.1418
0.1442
3.07
0.0024
16.5
213.72
1.1005
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
0.0004
16.5
213.72
0.1653
Rata-rata (Ton/km2/bulan)
0.3389
Lampiran 14 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di tambang kapur Ciampea Tanggal Jenis Kertas Filter Lokasi Pengukuran Set Suhu Inkubator
14 - 19 Juni 2011 Whatman #41 Tambang Kapur Ciampea 35 oC
No
Kode Canister
Diameter Filter (mm)
Diameter Lubang filter (inchi)
1
F-1
47
1
0.1691
0.1800
Lama Pemasangan Alat di Lapangan (Hari) 5.125
2
F-2
47
1
0.1751
0.1847
5.125
0.0096
16.5
213.72
2.6386
3
F-3
47
1
0.1728
0.1809
5.125
0.0081
16.5
213.72
2.2094
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
0.0109
16.5
213.72
2.9764
Rata-rata (Ton/km2/bulan)
2.6081
67
Lampiran 15 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di lapangan terbuka 1 Tanggal Jenis Kertas Filter Lokasi Pengukuran Set Suhu Inkubator
20-25 Juni 2011 Whatman #41 Margajaya 35 oC
No
Kode Canister
Diameter Filter (mm)
Diameter Lubang filter (inchi)
1
F-1
47
1
0.1817
0.1890
Lama Pemasangan Alat di Lapangan (Hari) 5.11
0.0073
16.5
213.72
2.0127
2
F-2
47
1
0.1708
0.1745
5.11
0.0036
16.5
213.72
0.9972
3
F-3
47
1
0.1816
0.1879
5.11
0.0064
16.5
213.72
1.7474
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Rata-Rata Jatuh (Ton/km2/bulan) 2 (Ton/km /bulan)
1.5857
Lampiran 16 Hasil pengukuran konsentrasi debu jatuh di lapangan terbuka 2 dengan menggunakan canister dengan berdiameter permukaan 16.5 cm dan 12 cm Tanggal Jenis Kertas Filter Lokasi Pengukuran Set Suhu Inkubator
20-25 Juni 2011 Whatman #41 Margajaya 35 oC
No
Kode Canister
Diameter Filter (mm)
Diameter Lubang filter (inchi)
1
F-1
47
1
0.1706
0.1830
Lama Pemasangan Alat di Lapangan (Hari) 5.02
0.0124
16.5
213.72
3.46
2
F-2
47
1
0.1730
0.1806
5.02
0.0076
16.5
213.72
2.12
3
F-3
47
1
0.1696
0.1755
5.02
0.0060
16.5
213.72
1.67
4
F-4
47
1
0.1723
0.1788
5.02
0.0066
12
113.04
3.47
5
F-5
47
1
0.1725
0.1761
5.02
0.0036
12
113.04
1.90
6
F-6
47
1
0.1717
0.1749
5.02
0.0032
12
113.04
1.69
Berat Awal (gram)
Berat Akhir (gram)
Berat Debu (gram)
Diameter Permukaan (cm)
Luas Permukaan (cm2)
Kadar Debu Jatuh (Ton/km2/bulan)
Rata-Rata (Ton/km2/bulan)
2.42
2.36