25
PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE SEGMEN HULU
HAYATUL FITHRIA
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
26
PENGARUH PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI CISADANE SEGMEN HULU
HAYATUL FITHRIA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
27
RINGKASAN Hayatul Fithria. Pengaruh Perubahan tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Segmen Hulu. Dibimbing oleh Agus Priyono dan Omo Rusdiana. Peningkatan jumlah penduduk di wilayah DAS Cisadane segmen hulu menyebabkan tingginya pemanfaatan air sungai dan terjadinya perubahan tutupan lahan. Hal ini berdampak negatif pada timbulnya beban pencemaran dan sumber pencemar/limbah yang dapat mempengaruhi kualitas air sungai dan secara tidak langsung mempengaruhi tingkat pencemaran air sungai. Kualitas air sendiri sangat menentukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan air untuk masing-masing kegunaan. Oleh karena itu, penelitian tentang pengaruh perubahan tutupan lahan dan pemanfaatan sumberdaya air terhadap kualitas air sungai di DAS Cisadane segmen hulu ini perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan di wilayah DAS Cisadane segmen hulu dari bulan Juni hingga Agustus 2009. Bahan yang digunakan diantaranya data kualitas air, tutupan lahan, kependudukan, pemanfaatan air sungai, debit, dan peternakan. Alat yang digunakan adalah program Arcview 3.2 dan program MINITAB release 14. Pengolahan data dilakukan dengan analisis perubahan tutupan lahan, analisis perubahan kualitas air, beban pencemaran, daya tampung beban pencemaran, analisis pemahaman masyarakat, dan kajian pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air. Selama kurun waktu 2005-2008 terjadi perubahan tutupan lahan di wilayah DAS Cisadane segmen hulu yang ditunjukkan oleh penurunan luas hutan (72,88%), semak belukar (88,18%), tanah terbuka (91,14%), dan ladang (97,52%), serta peningkatan luas perkebunan (102,46%), dan pemukiman (34,21%). Pemanfaatan air sungai di wilayah DAS Cisadane segmen hulu tergolong cukup tinggi. Sebesar 93 % dari 190 KK yang diwawancarai memanfaatkan Sungai Cisadane untuk MCK. Sumber pencemar yang dapat dilihat adalah sampah (16%) dan limbah cair (30%). Beban pencemaran dominan berasal dari limbah domestik (4067,86 ton/bulan BOD dan 4129,80 TSS) serta limbah ternak (3,24 ton/bulan BOD dan 17,05 ton/bulan TSS). Beban pencemaran ini melebihi daya tampung beban pencemaran untuk BOD setiap bulannya yaitu berkisar dari 2484 ton/bulan hingga 3801 ton/bulan, sedangkan untuk TSS beban pencemaran belum melebihi daya tampung beban pencemaran setiap bulannya. Perubahan tutupan lahan dan pemanfaatan air sungai mempengaruhi kualitas air sungai. Hal ini dapat ditunjukkan dengan peningkatan TDS (18 mg/l), BOD (20,8 mg/l), fosfat (0,303 mg/l), dan COD (38 mg/l) yang cenderung melebihi baku mutu air. Jika dilihat berdasarkan parameter kunci kualitas air (BOD, COD, TSS), dari hasil uji korelasi pada taraf α 0,1 juga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan kualitas air, walaupun tingkat signifikansinya relatif kecil. Peningkatan beberapa parameter kualitas air menyebabkan penurunan Indeks Kualitas Air dari 85,58 menjadi 73,66, namun kondisi perairan masih tergolong sedang hingga baik.
Kata kunci: tutupan lahan, pencemaran air, kualitas air, beban pencemaran
28
SUMMARY HAYATUL FITHRIA. The Influence of Land Cover Cange and Water Resource Utilization of Water Quality in Cisadane River Watershed Upstream. Under Supervision of AGUS PRIYONO and OMO RUSDIANA. Increasing the number of residents in the Cisadane watershed area upstream segment cause high river water use and land cover changes. This negative impact on the incidence of pollution load and the source of pollutants/waste that may affect the water quality of rivers and indirectly affect the level of river water pollution. The water quality is very depend on the effort to meet the needs of water for each utility. Therefore, research on the effects of land cover change and water resources utilization of river water quality in the Cisadane watershed upstream segment needs to be done. This research was conducted in the Cisadane watershed area upstream from June to August 2009. Equipments used, such as water quality data, land cover, population, utilization of river water, debit, and livestock. The instrument used is a Arcview 3.2 program and MINITAB release 14. Data processing is done by analysis of land cover change, analysis of changes in water quality, pollution load, pollution load carrying capacity, the analysis of public understanding, and study the influence of land cover changes on water quality. During the period 2005-2008 land cover changes in the Cisadane watershed area upstream shown by the decrease of forest area (72.88%), shrubs (88.18%), open land (91.14%), and the fields ( 97.52%), and increasing plantation area (102.46%), and residential (34.21%).Utilization of river water in the Cisadane watershed area upstream was quite high. For 93% of the 190 families interviewed using Cisadane River for MCK. Pollutant sources that can be seen is garbage (16%) and wastewater (30%). The dominant pollution load comes from domestic waste (4067.86 tons/month 4129.80 BOD and TSS) and livestock waste (3.24 tons/month of BOD and 17.05 tons/month TSS). This pollution load exceeds the capacity for BOD pollution load of each month and it ranged from 2484 tons/month to 3801 tons/month, while for TSS pollution load capacity not exceeding pollution load for each month. Changes in land cover and use of river water affects river water quality. This can be demonstrated by increasing in TDS (18 mg/l), BOD (20.8 mg/l), phosphate (0.303 mg/l), and COD (38 mg/l) which tends to exceed water quality standards. If viewed based on key parameters of water quality (BOD, COD, TSS), the correlation of test results on the α level 0.1 also could be concluded that there is a relationship between changes of land cover with water quality, although the significance level is relatively small. The icreasing of water quality parameters caused the decrease of Water Quality Index from 85,58 to 73,66, but the condition of the waters is still relatively moderate to good.
Keywords: Land cover, water pollution, water quality, pollution load
29
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Segmen Hulu adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2010
Hayatul Fithria NRP E34051445
30
Judul Skripsi : Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Segmen Hulu Nama
: Hayatul Fithria
NIM
: E34051445
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Ir. Agus Priyono, MS NIP:19610812 198601 1 001
Dr.Ir.Omo Rusdiana, MSc NIP: 19630119 198903 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Prof. Dr. Ir. H. Sambas Basuni, MS NIP: 19580915 198403 1 003
Tanggal Lulus:
i
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Segmen Hulu” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan. Skripsi ini disusun dengan maksud memberikan pengetahuan dan informasi terkait dengan isu perubahan tutupan lahan sebagai salah satu bentuk degradasi lingkungan akibat terjadinya peningkatan jumlah penduduk di wilayah DAS Cisadane segmen hulu. Tingginya laju pertumbuhan penduduk ini juga menyebabkan peningkatan aktivitas pemanfaatan air sungai di wilayah DAS. Kedua hal ini dapat mempengaruhi kondisi kualitas air Sungai Cisadane akibat timbulnya limbah/sumber pencemar. Dalam skripsi ini diuraikan tentang perubahan tutupan lahan selama periode 2005-2008, perubahan kualitas air selama periode 2004-2008 dan bentuk pemanfaatan air sungai, sumber pencemaran air sungai, beban pencemaran, daya tampung beban pencemaran air sungai serta pemahaman masyarakat tentang pencemaran air sungai Cisadane. Selain itu, juga diuraikan tentang kajian pengaruh/hubungan antara perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air yang dilihat terhadap parameter kunci kualitas air (BOD, COD, dan TSS). Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan sripsi ini. Semoga apa yang disajikan di dalam skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.
Bogor, Januari 2010 Penulis
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Hayatul Fithria dilahirkan di Payakumbuh, Sumatera Barat pada tanggal 30 Mei 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Drs. H. Amri Suza dan Diati. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA N 1 Sijunjung dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di mayor Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB dan mengambil minor Agroforestry. Selama kuliah, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Bendahara Umum HIMAKOVA periode 2007-2008 dan anggota Kelompok Pemerhati
Ekowisata
(KPE).
Selain
itu
juga
aktif
sebagai
pemandu
Agroedutourism IPB. Penulis juga melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Nasional Gunung Ciremai dan KPH Indramayu, Praktek Konservasi Eksitu di Pusat Penangkaran Rusa Jonggol dan Kebun Raya Bogor dan Praktek Kerja Lapang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul”Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Terhadap Kualitas Air Sungai di Daerah Aliran Sungai Cisadane Segmen Hulu” dibawah bimbingan Ir. Agus Priyono, MS dan Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc.
iii
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih setinggi-tingginya kepada orang-orang yang telah berperan dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Ir. Agus Priyono, MS dan Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, masukan dan dorongan hingga penyelesaian tugas akhir ini. 2. Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop, Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc dan Dr. Ir. Arum Sekar Wulandari, M.S selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan bagi penyempurnaan skripsi ini. 3. Bapak, ibu dan adik tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya serta dukungan moral dan materi kepada penulis hingga tugas akhir ini selesai. 4. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, BPSDA Ciliwung-Cisadane, BPDAS Ciliwung Citarum, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Kantor Lingkungan Hidup Kota Bogor, Dinas Peternakan Kabupaten dan Kota Bogor, Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Kota Bogor serta Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor yang telah memberikan kemudahan dalam pengumpulan data. 5. Bapak Salahuddin, Bapak Yudi, Bapak Wahyudin, Bapak Yus, Bapak RT Yani, serta segenap staf dan aparat Kecamatan Caringin, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Rumpin, Desa Pasir Buncir, Desa Muara Jaya, Desa Cimande Hilir, Kelurahan Gunung Batu, Kelurahan Semplak, Kelurahan Bubulak, Desa Sukasari, Desa Rumpin, dan Desa Kampung Sawah yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data di lapangan. 6. Bapak Dadan Mulyana S.Hut dan Veve Pramesti S.Hut atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan. 7. Keluarga besar DKSHE’42 dan HIMAKOVA atas kebersamaan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini. Untuk Reni, Evi, Safinah, Arman,
iv
Neneng, Nina, Ino, Ainah, Wulan, Uci, ,Ika, Itink, Cimut, Ardi, Ozy terima kasih atas bantuan dan semangat yang telah diberikan. 8. Keluarga besar Wisma Eidelweis atas kebersamaan dan keceriaan selama 4 tahun ini. Untuk Trya, mbak Reni dan mbak Vidya terima kasih atas bantuan dan motivasi yang telah diberikan. 9. Keluarga besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang (IPMM) dan Himpunan Mahasiswa Sawah Lunto Sijunjung dan Sekitarnya (HIMASWISS) atas kebersamaan yang terjalin selama ini. Mohon maaf atas pihak-pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri.
Bogor, Januari 2010 Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................. i DAFTAR ISI................................................................................................ v DAFTAR TABEL ....................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... x I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 1.3 Manfaat ............................................................................................... 2 1.4 Ruang Lingkup Studi .......................................................................... 3 II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................... 4 2.2 Pencemaran Air .................................................................................. 5 2.3 Parameter Kualitas Air ....................................................................... 6 2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air ............................................................... 12 2.5 Pemanfaatan Sumberdaya Air ............................................................ 13 2.6 Perubahan Tutupan Lahan .................................................................. 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 16 3.2 Peralatan dan Objek Kajian ................................................................ 16 3.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 16 3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data................................................. 18 3.5 Analisis Data ...................................................................................... 20 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan Luas DAS Cisadane Segmen hulu ..................................... 25 4.2 Klimatologi ......................................................................................... 25 4.3 Karakteristik Topografi ...................................................................... 27 4.4 Jenis Tanah ......................................................................................... 27 4.5 Hidrologi............................................................................................. 28
vi
4.6 Kependudukan .................................................................................... 29 4.7 Tutupan Lahan .................................................................................... 30 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tutupan Lahan di DAS Cisadane Segmen Hulu ................................ 31 5.2 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat terhadap Pencemaran Air Sungai di DAS Cisadane Segmen Hulu .... 35 5.3 Perubahan Kualitas Air di DAS Cisadane Segmen Hulu ................... 45 5.4 Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap kualitas air (BOD, TSS, COD) dan Indeks Kualitas Air di DAS Cisadane Segmen Hulu ...................................................................................... 53 VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 61 6.2 Saran ................................................................................................... 62 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 63 LAMPIRAN ................................................................................................. 67
vii
DAFTAR TABEL Halaman
No. 1.
Klasifikasi tingkat pencemaran dari limbah domestik berdasarkan parameter kualitas air ......................................................... 5
2. Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi DO .................. 12 3. Titik pantau dan waktu pengukuran kualitas air Sungai Cisadane di DAS Cisadane segmen hulu ............................................................. 18 4.
Bobot parameter awal dalam perhitungan Indeks Kualitas Air-NSF WQI dan hasil modifikasi ...................................................................... 21
5.
Kriteria Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation ............... 22
6. Faktor koversi beban limbah dari domestik dan ternak ......................... 23 7. Tabel kerja untuk perhitungan beban pencemaran ................................ 24 8. Kondisi Klimatologi tahun 2008 di stasiun iklim Darmaga .................. 26 9. Sebaran kelas lereng di DAS Cisadane segmen hulu ............................ 27 10. Debit rata-rata setengah bulanan air Sungai Cisadane di bendung Cisadane-Empang tahun 2004-2008 (m3/detik) .................. 28 11. Luas, jumlah, dan kepadatan penduduk di DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005 dan 2008 ......................................................... 29 12. Tipe, luas, dan persentase tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005, 2007, 2008 .................................................... 31 13. Perubahan tutupan lahan selama kurun waktu 2005-2008..................... 33 14. Perubahan setiap jenis tutupan lahan dari tahun 2005 sampai tahun 2008 ................................................................................. 34 15. Persentase pemanfaatan sungai dan air sungai di DAS Cisadane segmen hulu ........................................................................................... 35 16. Persentase bentuk penanganan sampah ................................................. 38 17. Potensi beban pencemaran berdasarkan limbah pencemar .................... 40 18. Daya tampung beban pencemaran ......................................................... 41 19. Kualitas air yang dilihat dari beberapa parameter selama kurun waktu 2004-2008............................................................. 45 20. IKA maksimum dan minimum per tahun .............................................. 53
viii
21. Jenis tutupan lahan yang dominan dapat mempengaruhi parameter kunci kualitas air dilihat berdasarkan sumber pencemar ...................... 54
ix
DAFTAR GAMBAR Halaman
No.
1. Kerangka pemikiran penelitian ............................................................... 17 2. Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu ....................................... 25 3. Curah hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang ................. 26 4. Jumlah hari hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang ......... 27 5. Pemanfaatan air sungai untuk MCK ....................................................... 36 6. Pemanfaatan sungai untuk penggalian pasir ........................................... 36 7. Pembuangan sampah ke sungai............................................................... 37 8. Pembuangan limbah rumah tangga ke sungai ......................................... 38 9. Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Caringin ................. 42 10. Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Bogor Barat ............ 43 11. Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Rumpin .................. 43 12. Fluktuasi suhu air Sungai Cisadane di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ..................................................................................... 46 13. Fluktuasi TDS dan TSS di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ................ 47 14. Fluktuasi DO di tiga titik pantau tahun 2004-2008................................. 49 15. Fluktuasi BOD dan COD di tiga titik pantau tahun 2004-2008.............. 50 16. Fluktuasi pH di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ................................. 51 17. Fluktuasi fosfat di tiga titik pantau tahun 2004-2008 ............................. 52
x
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Peta tutupan lahan DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005, 2007, 2008 ........................................................................... 68 2. Peta tanah dan lokasi identifikasi pemanfaatan air sungai ...................... 71 3. Kuesioner indentifikasi pemanfaatan air sungai .................................... 73 4. Perhitungan modifikasi bobot parameter (Wi)........................................ 75 5. Hasil pengukuran kualitas air per titik pantau pada 11 x pengukuran .... 76 6. Hasil pengukuran dan perhitungan IKA-NSF WQI................................ 77 7. Hasil uji korelasi variabel jenis tutupan lahan dengan parameter kualitas air .............................................................................. 83 8. Potensi beban pencemaran air sungai .................................................... 85 9. Kurva sub indeks nilai IKA .................................................................... 89 10. PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ....................................................... 92
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk merupakan suatu faktor yang cukup berperan dalam peningkatan masalah lingkungan. Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan terjadinya berbagai degradasi lingkungan sebagai dampak dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidup. Perubahan tutupan lahan merupakan salah satu bentuk degdaradasi lingkungan yang diartikan sebagai bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik material maupun spritual (Arsyad 2006). Perubahan tutupan lahan ini terjadi di beberapa wilayah termasuk di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang memiliki fungsi gabungan beberapa faktor yaitu vegetasi, topografi, tanah dan manusia (Suripin 2002). Perubahan tutupan lahan dapat menyebabkan beberapa faktor tersebut mengalami perubahan, akibatnya fungsi DAS pun terganggu dan dapat menurunkan kualitas lingkungan salah satunya berdampak pada kualitas air sungai. Daerah Aliran Sungai Cisadane segmen hulu yang mencakup wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor adalah salah satu DAS yang mengalami perubahan tutupan lahan yang cukup besar. Selama kurun waktu 2005 sampai 2008 di DAS Cisadane segmen hulu ini telah terjadi perubahan tutupan lahan. Lahan yang awalnya berhutan berubah menjadi pemukiman, kebun campuran, tegalan dan persawahan. Penurunan luasan hutan megakibatkan terjadinya. peningkatan terhadap jenis tutupan lahan yang lainnya. Hal ini dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap lingkungan berupa terbentuknya lahan kritis, terjadinya erosi dan pencemaran air sungai. Tingginya aktivitas pemanfaatan air sungai di wilayah DAS Cisadane juga dapat menimbulkan pencemaran yang mempengaruhi kualitas air sungai. Sungai Cisadane dimanfaatkan oleh penduduk sekitar unrtuk berbagai keperluan seperti bahan baku air minum, mandi, mencuci, pengairan/irigasi pertanian, peternakan, perindustrian, perikanan, transportasi dan rekreasi. Akibatnya beberapa parameter
2
kualitas air akan mengalami peningkatan yang dapat mengindikasikan bahwa air sungai telah tercemar berat, ringan atau sedang. Hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup diketahui bahwa kualitas air Sungai Cisadane mengalami penurunan dan terdapat beberapa parameter yang cenderung melebihi baku mutu air. Oleh karena itu analisis pengaruh perubahan tutupan lahan dan pemanfaatan sumber daya air terhadap kualitas air perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh atau dampak yang ditimbulkan oleh berubahnya suatu jenis tutupan lahan terhadap tingkat pencemaran air sungai. Besarnya tingkat pencemaran ini dapat dilihat dari parameter kunci kualitas air yaitu BOD, TSS dan COD dan besarnya dampak juga dapat dilihat dari pengaruh tinggi rendahnya laju pertumbuhan penduduk. Hasil ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan tata lahan DAS agar pencemaran air sungai dapat dikurangi.
1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah 1. Menganalisis perubahan tutupan lahan tahun 2005-2008 2. Menganalisis perubahan kualitas air tahun 2004-2008 3. Mengidentifikasi pemanfaatan air sungai terkait dengan dampak pencemaran yang ditimbulkan. 4. Mengkaji hubungan perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air dan Indeks Kualitas Air (IKA-NSF WQI).
1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah 1. Teridentifikasinya dampak pencemaran air Sungai Cisadane yang ditimbulkan oleh perubahan tutupan lahan. 2. Sebagai
bahan
evaluasi
terhadap
kegiatan
pembangunan
yang
menyebabkan perubahan pola tutupan lahan dan dampaknya terhadap kualitas air Sungai Cisadane.
3
1.4 Ruang Lingkup Studi 1.
Lingkup lokasi Lokasi studi penelitian adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane segmen hulu yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan sebagian Kota Bogor.
2.
Sumber pencemar Sumber pencemar yang didentifikasi dan dikaji berupa sampah dan limbah cair dari penduduk, peternakan dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pemanfaatan air sungai.
3.
Beban pencemaran Identifikasi beban pencemaran di DAS Cisadane segmen hulu dihitung berdasarkan kontribusi jumlah penduduk terkait dengan limbah domestik dan kontribusi jumlah ternak.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai merupakan sumber air bagi kehidupan manusia. Sungai dicirikan dengan arus yang searah dan relatif kencang dengan kecepatan berkisar antara 0,1-1,0 m/detik dan sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada perairan sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan arus, erosi dan sedimentasi adalah tiga faktor yang mempengaruhi kehidupan flora fauna di dalamnya (Effendi 2003). Umumnya aliran sungai dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian hulu, bagian tengah dan bagian hilir. Bagian hulu adalah aliran yang melalui lembahlembah di daerah pegunungan, aliran tengah adalah bagian hilir setelah turun dari daerah pegunungan ke daerah yang mulai datar sehingga alirannya mulai lambat geraknya. Sedangkan bagian hilir adalah bagian dengan aliran air yang tidak deras lagi dan volume air tergolong besar (Prawirodihardjo 2003). Ekosistem sungai mencakup segala sesuatu komponen yang berkaitan dengan sungai tersebut. Adanya daerah tangkapan air atau daerah aliran sungai (DAS) sangat mempengaruhi ekosistem sungai dari kuantitas dan kualitasnya. Menurut Suripin (2002) DAS merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas alam seperti punggung, bukit atau gunung maupun batas buatan seperti jalan, tanggul yang menerima hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke laut, didalamnya terjadi interaksi antara faktor biotik, abiotik dan manusia. Secara sederhana Verbist et al. (2009) mendefenisikan DAS sebagai suatu daerah yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang melaluinya. DAS sebagai suatu wadas besar membentuk sistem yang kompleks untuk memproses input air dan mengeluarkannya dalam bentuk air pula melalui muara sungai, mata air, sumur arthesis dan lainnya (Suryanta 2007). Komponen masukan DAS adalah curah hujan sedangkan komponen keluarannya adalah debit air dan muatan sedimen. Wilayah DAS ini terbagi tiga yaitu DAS bagian hulu, bagian tengah dan hilir. Kualitas dari masing-masing DAS tersebut tergantung dari interaksi berbagai
5
komponen di dalamnya yang mampu mendukung fungsi perlindungan terhadap DAS tersebut. Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air (DKKSA 2004) menyatakan kondisi DAS dikatakan baik jika memenuhi beberapa kriteria : a. Debit sungai konstan dari tahun ke tahun b. Kualitas air baik dari tahun ke tahun c. Fluktuasi debit antara debit maksimum dan minimum kecil. d. Ketinggian muka air tanah konstan dari tahun ke tahun. 2.2 Pencemaran Air Pencemaran air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya (Fardiaz 1992). Pencemaran air menyebabkan terjadinya gangguan pada kuantitas dan kualitas air tersebut. Pencemaran air dapat juga didefenisikan sebagai suatu penyimpangan dari keadaan normal perairan yang terutama disebabkan oleh hasil aktivitas manusia dalam bentuk limbah yang masuk keperairan. Limbah ini dibedakan oleh Katz 1971 diacu dalam Warouw (1986) menjadi 4 tipe yaitu: 1. Limbah domestik 2. Limbah industri 3. Limbah pertanian 4. Limbah radioaktif Tingkat pencemaran dari limbah domestik dapat dikelompokkan berdasarkan parameter kualitas air seperti tertera pada tabel berikut : Tabel 1 No
Klasifikasi tingkat pencemaran dari limbah domestik berdasarkan parameter kualitas air
Parameter
Tingkat pencemaran Berat Sedang
1 Padatan total (mg/l) 1000 2 Bahan padatan terendapkan (mg/l) 12 3 BOD (mg/l) 300 4 COD (mg/l) 800 5 Nitrogen total (mg/l) 85 6 Amonia-nitrogen (mg/l) 30 7 Klorida (mg/l) 175 8 Alkalinitas(mg/l CaCO3) 200 9 Minyak dan lemak 40 Sumber: Rump dan Krist 1992, diacu dalam Effendi 2003
500 8 200 600 50 30 100 100 20
Ringan 200 4 100 400 25 15 15 50 0
6
Keadaan normal air masih tergantung pada kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air. Ukuran air disebut bersih dan tidak tercemar tidak ditentukan oleh kemurnian air (Wardhana 2001). Pencemaran air menurut Darmono (2006) terdiri dari beberapa jenis, antara lain pencemaran mikroorganisme dalam air, pencemaran air oleh bahan inorganik nutrisi tanaman, pencemaran oleh limbah organik, pencemaran oleh bahan kimia organik dan inorganik, pencemaran oleh sedimen, bahan tersuspensi dan substansi radioaktif. Mulyanto (2007) menyatakan bahwa pencemaran air dapat berasal dari sumber terpusat yang membawa pencemar dari lokasi-lokasi khusus seperti pabrik-pabrik, instansi pengolah limbah dan tanker minyak dan sumber tak terpusat yang ditimbulkan jika hujan dan salju cair mengalir melewati lahan dan menghanyutkan pencemar-pencemar diatasnya, sumber ini berperan utama menimbulkan pencemaran pada sungai-sungai. Ciri-ciri air yang tercemar ini sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan pencemaran. Fardiaz (1992) mengelompokkan polutan air atas 9 grup berdasarkan perbedaaan sifat-sifatnya, polutan tersebut yaitu : 1. Padatan 2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen 3. Mikroorganisme 4. Komponen organik sintetik 5. Nutrien tanaman, 6. Minyak 7. Senyawa anorganik dan mineral 8. Bahan radioaktif 9. Panas.
2.3 Parameter Kualitas Air Kelayakan suatu sumber air untuk digunakan dapat dilihat dan diuji dari kualitas airnya. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (Suripin 2002). Kualitas air juga dapat didefenisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk
7
hidup, zat,energi, atau komponen lain di dalam air yang dinyatakan dalam tiga parameter yaitu parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi (Effendi, 2003). Artiola et al. (2004) menyatakan kriteria yang bisa digunakan untuk ketiga parameter tersebut adalah 1) parameter fisika terdiri dari parameter utama (temperatur dan Total Suspensi Padatan/TSS) dan proses utama (aliran arus berupa aliran limbah/buangan masuk dan infiltrasi, perubahan keadaan oleh proses evapotranspirasi, kondensasi, solidfikasi dan sublimasi, serta campuran dari beberapa proses tersebut), 2) parameter kimia terdiri dari parameter utama {pH, total padatan terlarut (TDSs), kesadahan (total Ca+Mg), alkalinitas, total oksigen terlarut, kation terlarut(Ca, Mg, Na, K, NH4), anion terlarut (Cl, So4, HCO3, CO3, PO4, H2S, NO3), total karbon organik, dan BOD}, Bahan kimia inorganik {anion (Se,As,Cr (VI),V,Mo,B), kation (Fe, Al,Cu, Zn, Mn, Ba, Be, Co, Ni, Cd, Hg, Pb, Cr (III), Li, Sn, Th), netral (Si) dan radionuklida (U, Ra, Rn)}, 3) Fraksi karbon organik terdiri dari substansi alami (lignin, asam humik, klorofil, asam amino, asam lemak jenuh, fenol, poliaromatik dan hidrokarbon alifatik), proses utama (oksidasi, reduksi, disolusi, presipitasi) dan substansi antropogenik (hidrokarbon terklorisasi, Volatil organik hidrokarbon dan semi volatil hidrokarbon), 3) Parameter biologi dilihat dari indikator berupa mikrooganisme seperti bakteri, virus, protozoa, helmint, dan alga. Fardiaz (1992) menyebutkan bahwa sifat-sifat air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air antara lain : nilai pH, keasaman, suhu, warna, bau dan rasa, total padatan, nilai BOD dan COD, pencemaran mikroorganisme patogen, kandungan minyak, kandungan logam berat, dan kandungan bahan radioaktif.
2.3.1 Parameter fisika 2.3.1.1 Suhu Suhu air menentukan kelarutan oksigen dan secara tidak langsung mempengaruhi komposisi dan produktivitas ekosistem budidaya air (Lee 1988). Air buangan dari industri yang dibuang ke sungai dapat meningkatkan suhu air sungai. Fardiaz (1992) menyatakan kenaikan suhu air akan menimbulkan:
8
1. Jumlah oksigen terlarut dalam air akan menurun 2. Kecepatan reaksi kimia meningkat 3. Kehidupan ikan dan hewan air lainnya akan terganggu 4. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati. Suhu air sungai yang tinggi dapat ditandai dengan munculnya ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen. Suripin (2002) menyatakan suhu air tergantung dari sumbernya, untuk sistem air bersih suhu ideal berkisar antara 5°C sampai 10°C.
2.3.1.2 Warna, bau, dan rasa air Warna air yang tidak normal biasanya menunjukkan adanya pencemaran. Warna air dibedakan menjadi dua yaitu warna sejati yang disebabkan oleh bahanbahan terlarut dan warna semu yang selain disebabkan oleh bahan terlarut juga disebabkan oleh bahan tersuspensi (Fardiaz 1992). Wardhana (2001) menyatakan bahan buangan dan limbah pabrik dapat memyebabkan perubahan warna air dan menimbulkan bau yang menyengat pada hidung. Secara umum bau air ini tergantung dari sumbernya. Air yang normal umumnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang sering dikaitkan dengan bau yang tidak normal yang secara langsung menunjukkan adanya pencemaran.
2.3.1.3 Total padatan Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA 1976 diacu dalam Effendi 2003). Bahan padatan ini secara keseluruhan mempengaruhi kualitas air dalam proses koagulasi dan filtrasi (Suripin 2002). Menurut Fardiaz (1992) air yang tercemar selalu mengandung padatan dimana Fardiaz membedakannya atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifat lainnya terutama kelarutannya yaitu: padatan terendap (sedimen), padatan tersuspensi dan koloid (TSS), padatan terlarut (TDS), minyak, dan lemak. Padatan terendap (sedimen) terjadi akibat proses erosi yang mengangkut tanah lapisan atas yang subur yang mengalami sedimentasi dibagian hilir badan
9
air sehingga mengakibatkan pendangkalan. Kebanyakan sungai dan DAS selalu membawa endapan lumpur yang disebabkan oleh erosi alamiah dari pinggir sungai. Namun untuk kandungan sedimen yang terlarut selalu terjadi peningkatan pada sungai akibat erosi dari tanah pertanian, kehutanan, konstruksi dan pertambangan (Darmono 2006). Hal ini mempengaruhi kualitas air
berupa
penurunan nilai kecerahan serta peningkatan nilai kekeruhan.
Total Padatan Terlarut (TDS) Zat padat terlarut (TDS) adalah zat organik dan anorganik serta ion-ion terlarut dalam air (DTLH 2003). Rao (1992) diacu dalam Effendi (2003) menambahkan bahwa TDS adalah bahan terlarut yang berdiameter < 10-6 mm dan koloid yag berdiameter 10-6 mm-10-3 mm yang berupa senyawa-senyawa kimia serta bahan lain yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 μm. Nilai TDS dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan tanah dan pengaruh antropogenik. Baku mutu untuk nilai TDS pada suatu perairan berdasarkan SK. Gub. KDH TK./Jabar No. 38/1991 diacu dalam DTLH (2003) adalah 1000 ppm.
Total Padatan Tersuspensi (TSS) Jenis padatan lainnya adalah zat padat tersuspensi (TSS). Padatan tersuspensi didefenisikan oleh Effendi (2003) sebagai bahan tersuspensi yang berdiameter > 1μm yang terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang disebabkan oleh kikisan tanah dan erosi yang terbawa oleh badan air. Zamrin (2007) menambahkan bahwa padatan ini menyebabkan kekeruhan air, tidak larut dan tidak dapat mengendap lansung, adanya peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman, menurunnya luasan hutan dapat meningkatkan erosi yang berdampak pada peningkatan padatan tersuspensi. Klein (1971) menyatakan bahwa padatan tersuspensi mengandung bahan organik yang dapat mengalami pemubusukan, mudah mengendap dan menutupi dasar sungai sehingga dapat mengganggu tumbuhan dan kehidupan hewan aquatik seperti tidak sesuainya dasar sungai untuk tempat bertelur ikan. Berdasarkan SK. Gub. KDH TK./Jabar No. 38/1991 diacu dalam DTLH (2003) baku mutu untuk nilai TSS di perairan adalah sebesar < 200 ppm.
10
2.3.2 Parameter kimia 2.3.2.1 pH Nilai pH untuk air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan adalah berkisar antara 6,5-7,5 (Wardhana 2001). Sedangkan nilai pH untuk air yang tercemar menurut Fardiaz (1992) berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Umumnya bakteri tumbuh baik pada pH netral dan alkalis sedangkan jamur lebih menyukai pH rendah (Effendi 2003). Selain itu Lee (1988) menyatakan sungaisungai yang mengalir dari kawasan dimana batuan-batuan tahan terhadap pelapukan dan miskin akan ion penyebab alkalinitas maka penambahan asam terhadap sungai tersebut akan mengakibatkan pengurangan pH secara serius.
2.3.2.2 BOD William Dibdin (1882) diacu dalam Mayer (2001) menyatakan variabel BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah mg oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik yang dinyatakan dalam satu liter sampel air. Bahan organik tersebut adalah bahan biologis yang membusuk atau mengalami dekomposisi menjadi substansi sederhana oleh dekomposer seperti bakteri dan jamur. Peningkatan menstimulasi
jumlah
pertumbuhan
membutuhkan oksigen untuk
bahan
organik
populasi
dalam
dekomposer.
lingkungan Sejak
aquatik
dekomposer
respirasi, tumbuh menjadi jumlah yang besar
sehingga meningkatkan permintaan untuk oksigen terlarut. Pengaruh dari BOD di sungai berpengaruh terhadap tinggi rendahnya nilai DO dari nilai limbah yang ditambahkan. Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Jeffries dan mills 1996, diacu dalam Suripin 2002). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter dianggap telah mengalami pencemaran. Sementara itu Hill (2004) menyatakan bahwa BOD yang sifatnya alami seperti sisa tumbuhan dan kotoran satwa liar hampir selalu ada. Sedangkan sekarang, tingginya nilai BOD sering diindikasikan dengan tingginya hasil aktivitas manusia seperti kotoran ataupun limbah. Aktivitas manusia yang mudah menimbulkan limbah dan berpengaruh terhadap BOD meliputi pengolahan limbah
11
di perkotaan, industri makanan, pengolahan kimia tumbuhan, industri pulp dan kertas, penyamak kulit dan rumah pemotongan hewan. Nilai BOD yang tinggi bisa mengurangi ketersediaan oksigen dalam air yang secara umum dapat mempengaruhi ekosistem aquatik bahkan dapat menyebabkan kematian pada organisme aquatik. Hasil penelitian Zamrin (2007) tentang kualitas air sungai Cisadane juga menjelaskan bahwa penduduk dan peternakan memiliki peranan yang cukup signifikan terhadap peningkatan nilai BOD. Dengan asumsi bahwa semua penduduk di DAS Cisadane menggunakan septic tank maka diduga penduduk menyumbangkan bahan buangan yang meningkatkan BOD sebesar 9.442 ton/tahun, ternak sapi 3.939,2 ton/tahun, ternak kambing 2.162,9 ton/tahun, ayam 5.164,7 ton/tahun.
2.3.2.3 COD COD adalah jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang terdegradasi secara biologis maupun yang sukar terdegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O (Effendi 2003). Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan pertanian. Nilai COD pada perairan tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter, sedangkan pada perairan tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (UNESCO/WHO/UNEP 1992, diacu dalam Effendi 2003).
2.3.2.4 Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut merupakan parameter yang sangat penting sebagai indikator dalam kemurnian air. Konsentrasi DO di air ini juga merupakan kebutuhan dasar bagi organisme aquatik untuk keberlangsungan hidupnya. Organisme air seperti ikan biasanya memerlukan DO sebesar 5,8 mg/l (Palmeri 2001, diacu dalam Kurniawan 2005). Menurut Klein (1971), faktor-faktor yang mempengaruhi konsentrasi DO secara signifikan antara lain jumlah dan sifat bahan organik, temperatur, aktivitas bakteri, pengenceran, fotosintesis dan reaeration dari atmosphere. Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi
12
DO dalam % saturasi (tingkat kejenuhan oksigen dikaitkan dengan suhu) dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 2 Klasifikasi kualitas air sungai berdasarkan konsentrasi DO Tipe air sungai Bagus Sedang Agak tercemar Jelek/tercemar Sumber: Klein 1971
DO (% saturasi) >90 75-90 50-75 <50
2.3.2.5 Fosfat Fosfat merupakan senyawa yang mengandung unsur fosfor. Menurut Mahida (1984) diacu dalam Pribadi (2005), fosfor merupakan komponen yang sangat penting dalam permasalahan air, sumber-sumber fosfor berupa pencemaran industri, hanyutan dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan mineral-mineral fosfat. Keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif kecil dengan kadar lebih sedikit dari nitrogen karena sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan. Berdasarkan kadar fosfat total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu perairan oligotrofik yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/l; perairan mesotrofik yang memiliki kadar fosfat total 0,0021-0,005 mg/l; dan perairan eutrofik yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,2 mg/l (Effendi 2003).
2.4 Kriteria dan Baku Mutu Air Baku mutu air adalah batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain yang harus ada atau unsur pencemar yang masih diperbolehkan dalam sumber air tertentu, sesuai dengan peruntukannya (Effendi 2003). Baku mutu air dapat dilihat pada PP No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Mutu air diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu 1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
13
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; 4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
2.5 Pemanfaatan Sumberdaya Air Pemanfaatan sumberdaya air berkembang seiring dengan meningkatnya jumlah dan pengetahuan penduduk. Dalam perkembangannya terjadi variasi dalam penggunaan air berdasarkan jenis aktivitas manusia. Awalnya air hanya digunakan untuk kebutuhan minum dan pertanian. Namun dewasa ini air juga digunakan untuk keperluan perikanan, rekreasi, industri, pelayaran dan sebagainya. Air permukaan digunakan di kawasan insitu untuk rekreasi, perikanan, pelayaran, pembangkit listrik dan apresiasi estetika. Pemanfaatan air untuk berbagai macam akivitas ini dapat menimbulkan limbah/sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air. Berdasarkan penelitian Pramesti (2007) juga dijelaskan bahwa menurunnya kualitas air disebabkan oleh beberapa sumber pencemar diantaranya penduduk, ternak, industri, lahan kritis yang berupa erosi dan zat organik dan pertanian, semakin tinggi jumlah penduduk yang ada di suatu DAS maka semakin tinggi pula pencemar yang dihasilkan oleh penduduk tersebut. Wardhana (2001) menyatakan dalam pemanfaatan sumberdaya air diperlukan adanya standar air bersih guna menentukan kualitas air yang layak untuk berbagai keperluan. Namun hal ini tergantung pada faktor penentu berupa kegunaan air dan asal sumber air sebagai berikut : a. Kegunaan air 1. Air untuk minum 2. Air untuk keperluan rumah tangga 3. Air untuk industri
14
4. Air untuk mengairi sawah 5. Air untuk kolam perikanan, dan lain-lain b. Asal sumber air 1. Air dari mata air di pegunungan 2. Air danau 3. Air sungai 4. Air sumur 5. Air hujan, dan lain-lain Air bersih harus mempunyai kualitas tinggi secara fisik, kimiawi maupun biologi. 2.6 Perubahan Tutupan Lahan Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan juga meningkat. Hal ini mendorong terjadinya pemanfaatan lahan yang berupa eksploitasi atau konversi lahan secara berlebihan di beberapa tempat tidak terkecuali wilayah DAS. Arwindrasti (1997) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan di DAS Cisadane dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu pertanian, industri dan pemukiman. Kondisi ini menunjukkan terjadinya perubahan tutupan lahan di wilayah DAS yang awalnya berupa hutan menjadi lahan dengan beragam jenis tutupan sepeti lahan pertanian, perkebunan, pemukiman, industri, lahan kosong dan lain-lain. Kondisi tutupan lahan ini merupakan faktor penting yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas air di DAS tersebut. Marsono (2004) menyatakan bahwa air yang dihasilkan oleh suatu DAS sangat ditentukan oleh karakteristik ekosistem dan dipengaruhi oleh teknik pemanfaatan lahannya. Keberadan hutan dengan beragam vegetasi adalah suatu jenis tutupan lahan yang terdapat di DAS yang secara langsung mendukung fungsi suatu ekosistem DAS.
2.6.1 Pengaruh perubahan tutupan/penggunaan lahan terhadap kualitas air Hasil penelitian (Rasyidin 1995) menjelaskan bahwa perubahan tata guna lahan atau tanah mempengaruhi kualitas air pada musim hujan dan musim kemarau. Berkurangnya hutan dan bertambahnya penggunaan lahan menyebabkan
15
peningkatan parameter kualitas air seperti TSS, BOD dan COD pada musim penghujan dan musim kering. Hal yang serupa juga diperoleh Zamrin (2007) bahwa perubahan tutupan lahan mengakibatkan terjadinya peningkatan laju erosi yang berdampak pada nilai kekeruhan dan TSS air sungai. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspaningsih (1997) jenis tutupan lahan memiliki laju erosi yang berbeda tergantung pada persen tutupan tanah dan vegetasi. Laju erosi di tipe penggunaan lahan berupa kebun campuran lebih kecil daripada tipe penggunaan lahan berupa pemukiman karena banyaknya lahan pemukiman dengan tanah yang ditutupi bangunan dan jaringan jalan yang menyebabkan aliran permukaan besar. Prediksi erosi di hutan lindung, sawah dan kebun campuran dengan kerapatan tinggi lebih kecil daripada nilai erosi yang masih diperbolehkan tetapi tingkat erosi di semak belukar, tegalan, hutan tanaman dan pemukiman lebih besar daripada nilai erosi yang diperbolehkan. Sementara itu Lee (1988) mengemukakan bahwa adanya kegiatan konversi hutan berupa penggundulan, pemangkasan, pembalakan dan penebangan hutan akan cenderung mengurangi produksi air, meningkatkan erosi, pemakaian bahan kimia untuk kegiatan tersebut akan mempengaruhi kualitas air. Perubahan tutupan lahan tersebut juga akan berakibat buruk pada pola hidrologi DAS Cisadane (Arwindrasti 1997). Senada dengan hal tersebut, Marsono (2004) menyimpulkan secara umum bahwa jika ekosistem DAS tidak mengalami kerusakan akibat pemanfaatan yang berlebihan, maka jumlah, sebaran air dan kualitas airnya sepanjang tahun akan berjalan normal dan optimal sesuai dengan karakteristik DAS yang bersangkutan.
16
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Caringin, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan Rumpin untuk identifikasi pemanfaatan air Sungai Cisadane.
3.2 Peralatan dan Objek Kajian Peralatan yang digunakan adalah kuesioner, alat tulis menulis, kamera digital, perangkat lunak berupa MINITAB release 14.1 dan Microsoft Excel 2007 untuk pengolahan data statistik serta program Arcview 3.2 untuk pengolahan peta. Objek kajian adalah penduduk sekitar DAS Cisadane segmen Hulu yang secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan sumberdaya air Sungai Cisadane untuk berbagai aktivitas.Wawancara dilakukan secara fleksibel dan terbuka yang mengarah pada sasaran penelitian.
3.3 Kerangka Pemikiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane segmen hulu merupakan ekosistem sungai yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air dalam upaya konservasi sumber air. Peningkatan jumlah penduduk mengakibatkan tingginya pemanfaatan air sungai dan konversi lahan di DAS sehingga secara tidak langsung berdampak pada kualitas air sungai. Identifikasi sumber pencemar dari aspek pemanfaaatan sumber daya air sungai dan perubahan tutupan lahan di DAS ini perlu dilakukan untuk mengetahui sumber pencemar yang berpengaruh terhadap kualitas air di DAS Cisadane segmen hulu. Untuk kemudian dapat dianalisis pengaruh dari kedua aspek tersebut terhadap kualitas air sungai. Dalam melakukan identifikasi sumber pencemar dan analisis hubungan pemanfaatan air dan perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air dibutuhkan data dan informasi mengenai bentuk pemanfaatan sumberdaya air oleh masyarakat dan data perubahan tutupan lahan setiap tahunnya. Data yang diperoleh kemudian diidentifikasi dan analisis berdasarkan metode tertentu.
17
DAS Cisadane segmen hulu
Pemanfaatan sungai dan air sungai - domestik - pertanian - industri - peternakan - rekreasi dan lain-lain - dan lain lain-lain
Nilai IKA-NSF WQI
Identifikasi limbah dan beban pencemar Sungai Cisadane
mempengaruhi
Kualitas air (2004-2008)
diindikasikan Parameter kualitas air (TSS, BOD dan COD) mengalami perubahan
Analisis korelasi dan deskriptif
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Perubahan tutupan lahan selama kurun waktu 2005-2008
18
3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan meliputi : 1. Kondisi umum DAS Cisadane meliputi bentuk dan luas wilayah DAS, kondisi fisik (air, suhu kelembaban, iklim, topografi, geologi, tanah dll.), hidrologi, kondisi tutupan lahan, dan kependudukan. 2. Data kualitas air selama kurun waktu 2004-2008 3. Peta tutupan lahan tahun 2005, 2007, 2008 DAS Cisadane 4. Data jumlah penduduk 5. Data peternakan dan perikanan Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur. Studi literatur merupakan cara untuk mendapatkan data dengan mengumpulkan, mempelajari, dan menelaah buku, jurnal, laporan kegiatan dan sumber lainnya terkait dengan topik penelitian. Data kondisi umum DAS Cisadane diperoleh dari data BPDAS CitarumCiliwung, BPSDA Ciliwung-Cisadane, dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Data kualitas air selama 2004 -2008 diperoleh dari data hasil pengukuran yang dilakukan oleh BPSDA Ciliwung-Cisadane dan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan rincian sebagai berikut. Tabel 3 Titik pantau dan waktu pengukuran kualitas air Sungai Cisadane di DAS Cisadane segmen hulu No 1 2 3
Titik Pantau Cisalopa Batubeulah Rumpin/jembatan
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Bulan Juni, September, November Mei, Agustus, November Juni Juni, Agustus, Oktober Agustus
Sumber KNLH KNLH KNLH KNLH BPSDA CiliwungCisadane
Peta tutupan lahan DAS Cisadane secara keseluruhan tahun 2005, 2007 dan 2008 diperoleh dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Data jumlah penduduk diperoleh dari data statistik Kabupaten Bogor dan Kota Bogor yang dikeluarkan oleh BPS Kota Bogor dan Dinas Kependudukan serta BPS Kabupaten Bogor tahun 2005 dan 2008. Data peternakan sepeti jumlah dan jenis
19
ternak pada tahun 2008 diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. 3.4.2 Data primer Data primer yang dikumpulkan berupa data pemanfaatan air sungai dan pemahaman masyarakat tentang kualitas air sungai di wilayah DAS Cisadane segmen hulu. Bentuk pemanfaatan dilihat dari beberapa aktifitas penduduk seperti pertanian, MCK, peternakan dan lainnya. Data ini diperoleh melalui kegiatan wawancara secara langsung dengan menggunakan panduan kuesioner dan melalui pengamatan lapang. Kuesioner merupakan suatu cara interview tertulis yang menghubungkan peneliti dengan responden melalui suatu daftar pertanyaaan (Balitbang Depdagri dan Otonomi Daerah 2000). Daftar pertanyaan pada kuesiner mengarah pada tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi tingkat pemanfaatan air sungai di DAS Cisadane segmen hulu yang juga berisi pendapat dan pemahaman responden dalam kaitannya dengan perubahan kualitas air sungai, dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengamatan lapang bertujuan untuk memverifikasi antara data yang telah diperoleh dari studi literatur dan hasil informasi kegiatan wawancara dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Pengamatan lapang dilakukan terhadap kondisi umum kawasan dan kondisi sungai dilihat dari pemanfaatan air sungai oleh penduduk setempat. Wawancara dan pengamatan lapang dilakukan di tiga kecamatan dengan masing-masing tiga desa. Kecamatan tersebut antara lain Kecamatan Caringin (Desa Pasir Buncir, Desa Muara Jaya, Desa Cimande Hilir), Kecamatan Bogor Barat (Kelurahan Gunung Batu, Kelurahan Semplak, Kelurahan Bubulak) dan Kecamatan Rumpin (Desa Sukasari, Desa Rumpin, Desa Kampung Sawah). Penentuan dan pemilihan kecamatan, desa serta kepala keluarga (KK) sebagai sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling yaitu menggunakan persyaratan lebih ketat dalam menentukan jumlah, kriteria dan kemudahan pengambilan sampel (Ariestonandri 2006). Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini didasarkan atas informasi kunci yang telah didapat sebelumnya yang diduga dapat mewakili perubahan tutupan lahan yang terjadi, mewakili kondisi kualitas air dan mewakili tingkat pemanfaatan air sungai. Selain itu juga disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemampuan biaya dan waktu yang dimiliki
20
peneliti. Setiap desa dalam setiap kecamatan dipilih beberapa RT kemudian dilakukan pemilihan responden (KK) sehingga diperoleh 190 KK. 3.5 Analisis Data 1. Analisis perubahan tutupan lahan Perubahan tutupan lahan diperoleh melalui overlay peta tutupan lahan dengan peta administrasi wilayah penelitian menggunakan program Arcview 3.2 dan Microsoft Excel 2007. Besarnya persentase perubahan dihitung dengan rumus : x 100% Keterangan : n1 = luas tutupan lahan tahun I n2 = Luas tutupan lahan tahun II Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan membandingkan luas setiap jenis tutupan lahan dari tahun ke tahun. Kemudian hasil perbandingan ditabulasikan dalam bentuk grafik /tabel dan dianalisis secara deskriptif. 2. Analisis status mutu kualitas air Analisis data dilakukan dengan cara : 1. Analisis kualitas air tahun 2004-2008 dilakukan dengan membandingkan nilai maksimum dan minimum dari masing-masing
parameter untuk
setiap titik pantau dari tahun ke tahun dengan baku mutu air sungai yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Kemudian dievaluasi perubahan mutu kualitas air sungai Cisadane dari tahun 20042008 untuk setiap titik pantau tersebut. 2. Kondisi kualitas air sungai dari tahun ke tahun dapat dianalisis dengan menggunakan indeks kualitas air-National sanitation Foundation (NSFWQI) berdasarkan Ott (1978) diacu dalam Nugroho (2003) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap titik pantau. Parameter yang digunakan dalam analisa data menggunakan IKA-NSF WQI adalah suhu air, kekeruhan, kandungan padat tersuspensi, kandungan padat terlarut, pH, oksigen terlarut, BOD, nitrat, dan fecal
21
coli. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan 6 parameter disesuaikan dengan data yang diperoleh dari Kementerian Lingkungan Hidup dan BPSDA Ciliwung Cisadane. Enam parameter tersebut yaitu oksigen terlarut, pH, BOD, suhu, fosfat, dan padatan total (total zat padat terlarut). Tahapan analisis data : a. Menentukan bobot (W) untuk masing-masing parameter dan nilai sub indeks (I) untuk tiap parameter dengan membaca kurva fungsi sub indeks IKA-NSF WQI (Lampiran 8). Analisa data dalam penelitian ini hanya menggunakan 6 parameter sehingga untuk nilai bobot ini harus dilakukan modifikasi yang dapat dihitung dengan rumus : NKPmodifikasi = {
Σ y} + NKPawal
(Kurniawan 2005) Keterangan : NKPmodifikasi = Bobot parameter ke-I yang telah dimodifikasi NKPawal
= Bobot parameter awal yang dicari
Σx
= Σ NKP dari enam parameter yang digunakan
Σy
= Σ NKP dari enam parameter yang tidak digunakan
Hasil modifikasi dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4 Bobot parameter awal dalam perhitungan IKA-NSF WQI (Ott 1978 diacu dalam Nugroho 2003) dan hasil modifikasi No
Parameter
Satuan
Bobot parameter ke i(Wi a)
Bobot parameter ke-i modifikasi (Wib) 0.25 0.18 0.15 – 0.15 0.15 – 0.12 – 1
1 Oksigen terlarut % saturasi 0.17 2 pH 0.12 3 BOD mg/l 0.1 4 Nitrat mg/l 0.1 5 Fosfat mg/l 0.1 6 Suhu °C 0.1 7 Kekeruhan NTU 0.08 8 Padatan Total (TDS) mg/l 0.08 9 Fecal coli MPN/100 ml 0.15 Total 1 Keterangan:Wia = Bobot parameter menurut Ott 1978 Wib= Bobot parameter hasil modifikasi (langkah perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 4.
22
b. Menghitung nilai Indeks Kualitas air dengan menggunakan rumus IKA-NSF WQI ( Ott 1978, diacu dalam Nugroho 2003) IKA-NSF = Σ Wib .Ii IKA-NSF = Indeks kualitas air-National Sanitation Foundation Wib
= Bobot akhir masing-masing parameter setelah disesuaikan
Ii
= Sub Indeks kualitas air tiap parameter yang didapat dari hasil analisis dan hasil pengukuran yang dibandingkan dengan kurva sub indeks
n
= Jumlah parameter
Selanjutnya dari nilai IKA tersebut dapat ditentukan tingkat kualitas air, sebagaimana tertera pada tabel berikut. Tabel 5 Kriteria Indeks Kualitas Air-National Sanitation Foundation No Nilai 1 0-25 2 26-50 3 51-70 4 71-90 5 91-100 Sumber: Ott 1978 diacu dalam Kurniawan 2005
Kriteria Sangat buruk Buruk Sedang Baik Sangat baik
3. Analisis hubungan atau pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air Hubungan atau pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap kualitas air dianalisis dengan menggunakan uji
korelasi dan analisis deskriptif. Dalam
penelitian ini akan dianalisis hubungan antara beberapa variabel jenis perubahan tutupan lahan yang dominan berpengaruh terhadap parameter kualitas air yang terdiri dari BOD, TSS, COD dan nilai indeks kualitas air. Faktor yang mengurangi pencemaran seperti curah hujan dan lain- lain diabaikan. Besarnya korelasi dapat dilihat dari derajat korelasi yang dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Pudjirahardjo et al. (1993) menyatakan bahwa nilai r selalu berkisar antar -1 dan +1. Nilai yang positif menunjukkan perubahan antar variabel pada arah yang sama dan nilai korelasi yang negatif menunjukkan perubahan antar variabel yang berbanding terbalik. Menurut Santoso (2005), umumnya jika korelasi diatas 0,5 terdapat hubungan yang erat antar variabel dan
23
sebaliknya. Disamping nilai r, ada tidaknya pengaruh juga dilihat dari signifikansi hasil korelasi Hipotesis : Ho
= tidak ada korelasi yang nyata antar variabel
H1
= ada korelasi yang nyata antar variabel
Dasar pengambilan keputusan : Jika Pvalue > α, maka Ho diterima berarti belum dapat dibuktikan adanya hubungan antar variabel (tidak signifikan) Jika Pvalue < α, maka Ho ditolak berarti ada hubungan antar variabel (signifikan) Analisis korelasi ini dilakukan dengan menggunakan sofware Minitab 14. 4. Analisis beban pencemar terhadap kualitas air Analisis data melalui pendekatan Rapid Assesment of Source of Air, Water and Land Polution yaitu perhitungan beban pencemaran dari setiap unit penghasil limbah masing-masing dari pemukiman dan peternakan. Sumbangan sumber pencemar dilihat berdasarkan BOD dan TSS.Tahapan analisis data : a. Mengidentifikasi sumber pencemar b. Menghitung jumlah dan jenis bahan pencemar dari sumber pencemar c. Mengkoversi beban pencemar ke nilai parameter BOD dan TSS dengan menggunakan faktor konversi beban limbah. Tabel 6 Faktor konversi beban limbah dari domestik dan ternak Sumber limbah Limbah Cair domestik Ternak Sapi potong/kerbau Sapi perah Ayam/itik -ayam petelur Kambing Sumber : WHO 1989
orang
BOD5 (Kg/unit/tahun) 19,7
TSS (Kg/unit/tahun) 20
ekor ekor ekor ekor ekor
250 539 1,4 4,6 36,6
1716 14,6 201
Unit
24
d. Menyusun dalam sebuah tabel kerja sebagai berikut. Tabel 7 Tabel kerja untuk perhitungan beban pencemaran Beban pencemaran Sumber pencemar
Domestik
Satuan
Faktor konversi BOD (kg/unit/tahun)
orang
Ternak 1. kerbau 2. sapi potong 3. kambing 4. ayam/itik
Potensi BOD (kg/unit/tahun)
Faktor konversi TSS (kg/unit/tahun)
19,7
Total
Potensi TSS (kg/unit/tahun)
20
ekor
….kg/tahun ….ton/bulan
Total beban pencemaran
e. Daya tampung pencemaran dihitung dengan mengalikan debit perbulan pada tahun 2008 dengan nilai baku mutu kelas air. Rumus : DT = Q x BMA Keterangan : DT Q
= Daya tampung beban pencemaran (ton/bulan) = Debit air sungai (m3/detik)
BMA= Baku mutu kelas air (mg/l) 5. Analisis pemahaman masyarakat tentang pemanfaatan air sungai dianalisis secara deskriptif.
25
IV. KONDISI UMUM
4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17’-107º BT dan 6º02’-6º54’LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan pembagian oleh kementerian lingkungan hidup sendiri memiliki luas 110.481,91 ha sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Nanggung, Leuwiliang,
Pamijahan,
Cibungbulang,
Ciampea,
Cijeruk,
Caringin,
Megamendung, Cigombong, Ciawi, Kemang, Taman sari, Sukajaya, Parung, Rancabungur, Gunung Sindur, Rumpin, Cigudeg, Dramaga dan Ciomas) dan sebagian kecil Kota Bogor (Kecamatan Bogor Barat, Bogor Selatan dan Bogor Tengah). Wilayah ini terbagi menjadi 5 sub-DAS yaitu sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea, Cianten, dan sub-DAS Citempuan.
Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 4.2 Klimatologi Iklim di DAS Cisadane segmen hulu menurut klasifikasi SchmidthFerguson, digolongkan kedalam tipe A, yaitu daerah basah dengan vegetasi hutan hujan tropis sedangkan menurut klasifikasi Oldeman digolongkan kedalam tipe A1, yaitu sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks surya radiasi surya rendah sepanjang tahun.
26
Tabel 8 Kondisi klimatologi tahun 2008 di stasiun iklim Darmaga Temperatur rerata bulanan
RH (%)
Kecepatan angin (km/hari)
Penyinaran matahari (%)
Penguapan (mm/hari/)
Januari
25,7
84,5
1,96
60,8
4,0
Februari
24,5
89,8
1,90
18,3
2,6
Maret
25,1
87,1
1,79
53,4
4,1
April
25,6
86,5
1,61
65,1
4,1
Mei
25,8
82,2
1,59
81,5
3,8
Juni
25,6
83,4
1,44
79,2
3,6
Juli
25,3
77,6
1,70
93,1
4,0
Agustus
25,6
81,1
1,60
71,7
3,8
September
26,0
80,2
1,90
82,4
4,6
Oktober
25,8
84,4
1,69
70,3
4,4
November
25,8
86,3
1,96
56,8
3,9
Desember
25,5
87,6
1,91
32,5
3,6
Rata-rata 25,53 84,23 Sumber : BPDAS Citarum-Ciliwung
1,75
63,76
3,88
Bulan
Curah hujan secara umum berkisar antara 81-526 mm/bulan. Curah hujan yang terukur selama beberapa bulan pada tahun 2008 dapat dilihat pada gambar 3 Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan maret sebesar 602 mm/tahun dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 50 mm/tahun.
Gambar 3 Curah hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang. Jumlah hari hujan juga dapat diketahui setiap bulannya. Berdasarkan gambar, terlilhat musim hujan cenderung terjadi dari bulan Oktober sampai April dengan jumlah kejadian hujan terbanyak terjadi pada bulan Februari dan Maret sedangkan musim kemarau cendrung terjadi selam 5 bulan dari bulan Mei sampai bulan Agustus dengan jumlah kejadian hari hujan terkecil terjadi pada bulan Juli.
27
Sumber: BPSDA Ciliwung-Cisadane 2008
Gambar 4 Jumlah hari hujan per bulan pada tahun 2008 di Stasiun Empang
4.3 Karakteristik Topografi Wilayah DAS Cisadane segmen hulu memiliki topografi yang bervariasi. Sebaran kelas lereng di DAS Cisadane segmen hulu dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 9 Sebaran kelas lereng di DAS Cisadane segmen hulu No Kelas lereng 1 <2 2 2-8 3 8-15 4 15-25 5 25-40 6 40-60 Sumber : Peta topografi diolah
Deskripsi Datar Agak Landai Landai bergelombang Curam Sangat Curam
Luas (ha) 1100,49 22260,55 3576,37 34898,63 4080,54 44565,32
DAS Cisadane segmen hulu mempunyai ciri sungai pegunungan yang berarus deras, banyak tebing curam dengan dasar batuan pasir, berkerikil dan alur sungai yang berkelok-kelok, mempunyai hidrograf aliran dengan puncak-puncak yang tajam waktu menaik (rising stage) dan menurun (falling stage).
4.4 Jenis Tanah Wilayah DAS Cisadane segmen hulu terdiri dari 3 jenis tanah yang mendominasi, yaitu Asosiasi Latosol Coklat & Regosol Kelabu, Kompleks Rensina, Litosol dan brown soil; kompleks latosol merah kekuningan, latosol coklat, podsolik merah kekuningan & Litosol.
28
4.5 Hidrologi Sungai Cisadane memiliki hulu di kawasan Sukabumi. Beberapa anak sungai Cikaniki di bagian Barat, sungai Cianten dan Cihideung di bagian Tengah dan sungai Ciapus di bagian Timur. Disamping itu masih ada beberapa sungai kecil lain yang bermuara baik langsung ke sungai Cisadane maupun pada anakanak sungainya, karena itu kawasan hulu sungai Cisadane ini meliputi kawasan yang sangat luas sehingga aliran Cisadane merupakan kumulatif dari seluruh sungai-sungai tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran debit air sungai Cisadane yang diamati di bending Cisadane-Empang diketahui bahwa debit maksimum setengah bulanan Sungai Cisadane 3
sebesar 197,024 m /detik yang terjadi pada bulan Maret tahun 2008 dan debit minimum 3
sebesar 3,243 m /detik yang terjadi pada bulan Mei tahun 2007. Debit rata-rata setengah bulanan Sungai Cisadane yang diamati di stasiun pengamatan Empang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 10 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Debit rata-rata setengah bulanan air sungai Cisadane di bendung Cisadane-Empang tahun 2004-2008 (m3/detik) 2004 61,710 36,402 17,554 23,192 21,062 9,762 9,643 5,432 7,691 7,328 16,161 14,184
Debit (m3/detik) 2005 2006 31,650 11,853 8,799 13,742 14,377 8,179 7,355 9,722 9,255 7,593 8,166 5,232 13,762 5,451 9,680 4,640 7,380 4,152 7,485 4,374 6,643 6,527 10,697 9,591
2007 5,344 41,020 8,518 8,681 3,243 6,386 5,336 5,028 4,134 5,006 8,592 17,376
2008 168,937 185,021 197,024 125,694 86,350 76,817 57,167 33,132 77,779 111,942 189,981 157,802
Sumber : BPSDA Ciliwung Cisadane
Besarnya debit menunjukkan kemampuan air dalam proses pengenceran bahan pencemar yang masuk. Debit air sendiri dipengaruhi oleh tinggi rendahnya curah hujan. Debit akan mencapai maksimum pada musim hujan dan mencapai minimum pada musim kemarau. Menurut Arsyad (2006), rasio antara debit maksimum dan debit minimum menunjukkan keadaan DAS yang dilalui sungai. Semakin kecil rasio yang terjadi maka tata guna lahan dan keadaan vegetasi masih baik, begitu pun sebaliknya.
29
4.6 Kependudukan Wilayah DAS Cisadane bagian hulu masih memiliki kepadatan yang cukup tinggi terutama pada daerah perkotaan. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2005 dan 2008 sebesar 122.670 jiwa/tahun. Jumlah penduduk di beberapa kecamatan yang termasuk wilayah DAS Cisadane hulu dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut Tabel 11 Luas, jumlah dan kepadatan penduduk di DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005 dan 2008 Kecamatan Caringin Ciampea Ciawi Cibungbulang Cigudeg Cijeruk Ciomas Ciseeng Dramaga Gunungsindur Kemang Leuwiliang Megamendung Nanggung Pamijahan Parung Rancabungur Rumpin Sukajaya Tamansari Cigombong Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah Total
luas (km²) 76,14 68,98 29,55 38,32 35,84 47,02 18,06 39,74 25,52 36,41 24,81 126,65 1,14 144,05 112,06 22,39 22,49 94,81 4,63 38,66 45,19 29,35 21,85 1,14
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 1.740 3.731 3.335 3.398 695 1.877 3.135 2.227 3.513 1.495 2.785 1.713 2.060 1.102 1.541 3.395 1.981 1.418 498 1.606 2.103 5.412 5.797 12.691
Σ penduduk 2005 (jiwa) 132.487 257.354 98.560 130.201 24.911 88.263 56.606 88.509 89.664 54.433 69.093 216.953 2.338 158.742 172.685 76.012 44.569 134.447 2.308 62.087 95.028 158.842 126.686 14.434 2355212
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 1.912 2.729 3.589 3.765 713 2.373 7.931 2.569 3.709 1.678 1.257 1.799 2.283 652 1.682 1.379 4.475 1.123 825 3.788 2.056 6.018 6.329 13.445
Σ penduduk 2008 145.618 188.241 106.078 144.255 25.547 111.594 143.211 102.093 94.679 61.091 31.197 227.927 2.591 93.877 188.439 30.872 100.691 106.444 3.822 146.443 92.925 176.636 138.319 15.292 2477882
Sumber: BPS Kabupaten dan Kota Bogor, Dinas Kependudukan Kabupaten Bogor tahun 2008 dengan asumsi penduduk menyebar merata dan luas wilayah Kabupaten bogor dan Kota Bogor sama dengan tahun 2007 (belum ada pemekaran)
30
4.7 Tutupan Lahan Berdasarkan peta tutupan lahan DAS Cisadane tahun 2008, diketahui bahwa umumnya pola tutupan lahan di DAS Cisadane terdiri dari kawasan budidaya (58,43 %) sedangkan sisanya berupa kawasan lindung (41,57 %). Kawasan –kawasan ini tersebar menjadi beberapa tutupan lahan seperti hutan, kebun campuran, perkebunan, sawah, ladang/tegalan, tanah terbuka, semak belukar, dan badan air. Umumnya tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu didominasi oleh kebun campuran (30,49 %), sawah (28,3%), perkebunan(15,52 %) ,dan pemukiman (20,29 %). Keberadaan kebun campuran, sawah, perkebunan ini sangat berkaitan dengan mata pencarian penduduk yang dominan sebagai petani. Daerah paling hulu merupakan daerah pegunungan yang sangat cocok untuk digunakan sebagai lahan untuk berkebun dan sawah. Akibatnya tutupan lahan yang awalnya adalah hutan secara berangsur- angsur mengalami konversi menjadi sawah atau kebun camapuran. Tipe tutupan lahan atau penggunaan lahan ini
sangat dipengaruhi oleh
perkembangan penduduk di wilayah DAS yang selalu berubah secara dinamis dari tahun ke tahun.
31
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tutupan Lahan di DAS Cisadane Segmen Hulu 5.1.1 Pola tutupan lahan DAS Cisadane segmen hulu yang mencakup Kabupaten Bogor dan sebagian Kota Bogor memiliki beberapa jenis tutupan lahan dengan luasan yang berbeda setiap tahunnya. Beberapa tipe tutupan lahan yang ada di DAS Cisadane disajikan pada tabel berikut. Tabel 12 Tipe luas dan persentase tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005, 2007, dan 2008 Tipe Tutupan lahan
2005
2007
2008
ha
%
ha
%
ha
%
Hutan
14973,45
13,55
4410,49
3,99
4061,33
3,68
Kebun Campuran
30735,26
27,82
45720,08
41,38
33693,85
30,49
Perkebunan
8468,98
7,67
8754,98
7,92
17146,61
15,52
Permukiman
16707,69
15,12
20197,69
18,28
22424,06
20,29
27,38
0,03
0,64
0,001
0,64
0,001
28776,45
26,05
28109,09
25,44
31270,70
28,30
5880,86
5,32
1512,72
1,37
695,12
0,63
Rawa Sawah Semak/Belukar Tambak/Empang
8,93
0,01
11,96
0,01
7,65
0,001
Tanah Terbuka
1193,41
1,08
286,99
0,26
105,79
0,09
Tegalan/Ladang
2704,21
2,45
464,79
0,41
67,14
0,06
Tubuh Air
1005,29
0,91
1012,49
0,92
1009,02
0,91
Total 110481,91 110481,91 110481,91 Sumber : Peta Tutupan lahan DAS Cisadane Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2005, 2007, 2008 diolah.
Jenis tutupan lahan yang terdapat di DAS Cisadane segmen hulu dibedakan menjadi 11 jenis yaitu hutan, kebun campuran, perkebunan, pemukiman, rawa, sawah, semak belukar, tambak/empang, tanah terbuka, tegalan/ladang dan tubuh air. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa kebun campuran, pemukiman, dan sawah adalah jenis tutupan lahan yang memiliki luasan yang relatif besar dan cenderung mendominasi wilayah DAS Cisadane segmen hulu setiap tahunnya. Pada tahun 2005 tutupan lahan didominasi oleh kebun campuran (27,82%), sawah (26,05%), dan pemukiman (15,12%). Tutupan lahan pada tahun 2007 didominasi oleh kebun campuran (41,38%), sawah (25,44%) dan pemukiman (18,28%) serta pada tahun 2008 tutupan lahan juga didominasi oleh kebun campuran (30,49%), sawah (28,30%), pemukiman (20,29%).
32
Jenis tutupan lahan hutan terdiri dari hutan alam dan hutan hujan tropis dataran rendah. Hutan alam berupa hutan pegunungan yang berada pada ketinggian 1000-2700 mdpl dengan spesies tanaman yang bervariasi pada ketinggian dan lereng. Hutan hujan tropis dataran rendah berupa hutan dipterocarp dataran rendah dengan topografi datar, hampir 100% hutan ini dijadikan sebagai hutan tanaman, hutan produksi dengan sistem penebangan selektif, dan hutan konversi untuk penggunaan non-hutan seperti pemukiman, perkebunan kecil, pertanian dan tumpang sari. Hutan berupa hutan lindung merupakan kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Perkebunan merupakan usaha tani tanaman tahunan terdiri dari perkebunan karet, kelapa sawit, teh dan kopi baik yang dikelola oleh perusahaan besar maupun dikelola secara semi intensif oleh masyarakat lokal. Semak belukar sendiri adalah suatu lahan yang terdapat di sekitar kaki gunung atau perbukitan, biasanya ditumbuhi dengan tanaman keras yang tidak terlalu tinggi dengan diameter yang tidak begitu besar (± 10-15 cm). Jenis tutupan lahan berupa perkebunan dan semak belukar cukup banyak ditemukan di daerah hulu Kabupaten Bogor yang dekat dengan hulu Sungai Cisadane sendiri yaitu di daerah Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango. Lahan berupa kebun campuran
adalah lahan yang ditanami pepohonan
dengan berbagai jenis tanaman tahunan yang menyebar dan berbaur dengan pemukiman dan semak belukar. Kebun campuran ini salah satunya banyak terdapat di hulu DAS Cisadane tepatnya di hulu Kabupaten Bogor seperti Kecamatan Caringin, Cigombong, Cijeruk. Pemukiman yang berupa lahan terbangun terdiri dari perkampungan/pedesaan dan perumahan banyak ditemukan di Kota Bogor yang meliputi Kecamatan Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Selatan. Hal ini disebabkan oleh tingginya kepadatan penduduk di wilayah ini. Jenis tutupan lahan berupa tanah terbuka diidentifikasi sebagai hamparan lahan yang diatasnya tidak terdapat vegetasi dan kegiatan manusia dan umumnya hanya bersifat sementara. Tipe tutupan lainnya adalah sawah, tegalan/ladang, rawa, tambak/empang, dan tubuh air. Sawah berupa hamparan areal pertanian yang ditanami tanaman padi yang digenangi air secara periodik dan tegalan/ladang merupakan areal yang ditanami tanaman sejenis/tumpang sari yang umumnya terletak pada daerah yang datar dekat dengan pemukiman. Jenis tutupan lahan berupa rawa, sawah, ladang dan
33
tubuh air ini banyak ditemukan di sepanjang aliran sungai atau berada tidak jauh dengan aliran sungai.
5.1.2 Perubahan tutupan lahan Selama periode 2005-2008 terjadi perubahan tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu. Daerah yang dahulunya memiliki jenis tutupan lahan tertentu berubah menjadi jenis tutupan lahan lain dengan laju penambahan atau pengurangan luas yang cukup tinggi. Perubahan luas tutupan lahan ini dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Perubahan tutupan lahan selama kurun waktu 2005-2008 Tipe Tutupan lahan Hutan
2005-2008 ha -10912,12
% -72,88
Kebun Campuran
2958,59
9,63
Perkebunan
8677,63
102,46
Permukiman
5716,37
34,21
-26,74
-97,66
2494,25
8,67
-5185,75
-88,18
Rawa Sawah Semak/Belukar Tambak/Empang
-1,27
-14,27
Tanah Terbuka
-1087,62
-91,14
Tegalan/Ladang
-2637,07
-97,52
3,73
0,37
Tubuh Air Keterangan : + = bertambah - = berkurang
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa selama empat tahun terakhir yaitu tahun 2005-2008 telah terjadi perubahan luas lahan dengan laju pengurangan yang cukup tinggi yaitu hutan sebesar 72,88%, rawa sebesar 97,66%, semak belukar sebesar 88,18%, tambak/empang sebesar 14,23%, tanah terbuka sebesar 91,14%, dan ladang atau tegalan sebesar 97,52%. Sebaliknya, terjadi peningkatan luas perkebunan sebesar 102,46%, pemukiman sebesar 34,21%, kebun campuran sebesar 9,63%, sawah sebesar 8,67% dan tubuh air sebesar 0,37%. Hasil analisis SIG menjelaskan bahwa penurunan dan peningkatan luas dari setiap jenis tutupan lahan terjadi akibat beralih fungsi atau terkonversinya suatu lahan menjadi lahan lain seperti yang terlihat pada tabel berikut.
34
Tabel 14 Perubahan setiap jenis tutupan lahan dari tahun 2005 sampai tahun 2008 Luas tutupan lahan tahun 2008 (ha) 2005 (ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Total 1 4060,75 9025,10 1510,36 20,14 5,74 349,04 - 2,32 - 14973,45 2 0,57 19611,61 5074,17 1840,95 - 4199,45 - 7,58 0,93 30735,26 3 - 7368,09 228,62 872,27 8468,98 4 - 16707,69 5 7,42 18,96 - 0,64 0,36 27,38 6 - 2994,51 - 25781,94 - 28776,45 7 - 2687,94 2617,96 79,59 169,23 325,73 0,22 0,18 5880,86 8 1,26 0,004 7,65 8,93 9 519,15 118,36 334,41 93,24 20,35 0,07 105,57 2,26 1193,41 10 - 1841,37 438,71 218,14 141,16 - 64,82 2704,21 11 - 1005,29 1005,29 Total 4061,33 33693,85 17146,61 22424,06 0,64 31270,70 695,12 7,65 105,79 67,14 1009,02 110481,91 Keterangan : 1 = Hutan 7 = Semak belukar 2 = Kebun Campuran 8 = Tambak/empang 3 = Perkebunan 9 = Tanah terbuka 4 = Pemukiman 10 = Ladang/tegalan 5 = Rawa 11 = Tubuh air 6 = Sawah
Dari Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa lahan yang awalnya diketahui sebagai hutan dengan luasan sebesar 14.973,45 ha, pada tahun 2008 sebagian besar terkonversi menjadi kebun campuran sebesar 9.025,10 ha dan perkebunan sebesar 1.510,36 ha. Hal ini menyebabkan terjadinya penambahan luas kebun campuran dan perkebunan. Penurunan luas hutan ini sangat dipengaruhi oleh tingginya laju pertumbuhan penduduk yang menyebabkan peningkatan akan kebutuhan lahan akibatnya terjadi pembukaan lahan hutan secara besar-besaran. Jenis tutupan lahan berupa kebun campuran yang sebelumnya diidentifikasi memiliki luasan 30.735,26 ha, pada tahun 2008 mengalami variasi perubahan yang tidak begitu besar. Kebun campuran dominan berubah menjadi perkebunan seluas 5.074,17 ha, pemukiman 1.840,95 ha , dan sawah 4.199,46 ha, sisanya adalah kebun campuran sendiri seluas 19.611,61 ha. Perkebunan dengan luas 8.468,98 ha hanya mengalami perubahan kecil menjadi pemukiman seluas 228,62 ha dan sawah seluas 872,28 ha, sisanya masih terdapat perkebunan dengan luas 7.368,09 ha. Lahan berupa rawa memiliki luasan yang relatif kecil yaitu seluas 27,38 ha dan dominan terkonversi menjadi perkebunan 18,96 ha. Sawah dengan luasan 28.776,45 ha hanya sebagian kecil berubah menjadi pemukiman yaitu sebesar 2.994,511 ha dan sisanya sebesar 25.781,939 ha masih berupa area persawahan. Lahan berupa semak belukar seluas 5.880,86 ha sebagian besar berubah menjadi kebun campuran seluas 2687,94 ha dan perkebunan seluas 2.617,97 ha. Tambak/empang dengan luasan yang relatif kecil sebesar 8,93 ha berubah menjadi kebun campuran seluas 1,26 ha, dan sawah seluas 7,66 ha. Tanah terbuka dengan
35
luasan 1.193,41 ha dominan berubah menjadi kebun campuran seluas 519,15 ha, perkebunan seluas 118,36 ha dan pemukiman seluas 334,41 ha. Tegalan/ladang seluas 2.704,21 ha dominan berubah menjadi kebun campuran seluas 1.841,37 ha. Berbeda dengan tipe tutupan lahan yang lain, pemukiman dan tubuh air tidak mengalami perubahan tetapi mengalami penambahan luas akibat penurunan luasan tutupan lahan lain. Penambahan/penurunan luasan berbagai tipe tutupan lahan ini diduga akibat tingginya kepadatan penduduk yang menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap kebutuhan lahan untuk tempat tinggal atau pun lahan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Hal ini mendorong terjadinya konversi lahan di di wilayah DAS. Kondisi serupa juga dilaporkan oleh Zamrin (2007), berdasarkan hasil penelitiannya pada tahun 1999-2003 telah terjadi perubahan tutupan lahan di DAS Cisadane tepatnya di Kabupaten Bogor akibat ledakan jumlah penduduk yang berdampak pada peningkatan terhadap ketersediaan lahan untuk hidup.
5.2 Pemanfaatan Sungai dan Air Sungai serta Pemahaman Masyarakat terhadap Pencemaran Air Sungai di DAS Cisadane Segmen Hulu 5.2.1 Bentuk pemanfaatan sungai dan air sungai Sungai Cisadane yang mengalir di wilayah DAS Cisadane segmen hulu ini memiliki tingkat pemanfaatan yang cukup tinggi. Masyarakat yang berada di sepanjang sungai maupun yang berada pada jarak beberapa meter dari sungai lebih cenderung memanfaatkan sungai khususnya pada musim kemarau. Berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada 190 responden pengguna air yang berada di wilayah DAS Cisadane segmen hulu, diketahui bahwa sekitar 93% responden memanfaatkan air sungai untuk mandi, cuci, kakus (MCK), dan sisanya mereka memanfaatkan untuk keperluan lain seperti pertanian, industri, peternakan, minum dan lainnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 15 Persentase pemanfaatan sungai dan air sungai di DAS Cisadane segmen hulu No 1 2 3 4 5 6
Bentuk pemanfaatan sungai dan air sungai Minum Irigasi Pertanian Peternakan MCK Penggalian Pasir Industri
Persentase 1,5% 1,5% 2% 93% 0,5% 1%
36
Umumnya masyarakat yang berada paling dekat dengan sungai misalnya pada jarak 5-20 m secara rutin memanfaatkan sungai untuk MCK terutama yang tidak memiliki septic tank. Dari 190 responden yang telah diwawancarai diketahui bahwa 96 dari responden belum memiliki septic tank. Semua aliran limbah cair dialirkan ke sungai. Pemanfaatan sungai untuk keperluan MCK ini merata ditemukan di lokasi studi baik Kecamatan Caringin, Kecamatan Rumpin maupun Kecamatan Bogor Barat. Namun di Desa Cimande Hilir Kecamatan Caringin, pemanfaatan air sungai relatif lebih kecil dibandingkan dengan kecamatan lain. Hal ini disebabkan karena penduduk desa ini telah banyak yang memiliki septic tank dan jika ingin ke sungai pun sedikit kesulitan karena akses ke sungai yang agak curam.
Gambar 5 Pemanfaatan sungai untuk MCK.
Gambar 6 Pemanfaatan sungai untuk penggalian pasir.
Pemanfaatan air sungai untuk keperluan minum masih ditemukan di Kecamatan Caringin tepatnya di Desa Muara Jaya. Meskipun kecamatan ini berada di titik paling hulu dekat dengan hulunya Sungai Cisadane, air sungai yang ada tidak sejernih yang diperkirakan karena sudah tercemar oleh sampah dan limbah. Berdasarkan pengamatan di lapangan, air sungai masih layak digunakan untuk mandi tapi untuk minum harus melalui pertimbangan terlebih dahulu. Namun di Desa Muara Jaya ini masih ditemukan keluarga yang menggunakan air sungai sebagai bahan baku air minum tanpa melalui penyaringan. Jenis pemanfaatan lain yang dilakukan terhadap sungai adalah irigasi pertanian, peternakan, penggalian pasir, dan industri. Bentuk pemanfaatan berupa irigasi pertanian dan peternakan umumnya ditemukan di daerah hulu yang relatif masih banyak terdapat area persawahan. Kegiatan penggalian pasir ditemukan di Kecamatan Caringin dan Kecamatan Rumpin baik yang dilakukan oleh masyarakat
37
sendiri maupun yang dilakukan oleh perusahaan atau PT. Penggalian pasir dapat menyebabkan kekeruhan dan meningkatnya kandungan padatan tersuspensi pada air sungai. Aktivitas industri juga ditemukan di lokasi wawancara. Jenis industri yang ditemukan dan diidentifikasi berupa indusri rumah tangga yaitu pabrik tahu di Kecamatan Caringin.
5.2.2 Sumber pencemaran air sungai Bentuk pemanfaatan dengan dijadikannya sungai sebagai tempat buangan limbah dan sampah dari berbagai aktivitas dapat menjadi sumber pencemaran air sungai. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa sekitar 16% responden masih melakukan pembuangan sampah ke sungai, umumnya adalah penduduk yang rumahnya berada tidak jauh dari sungai yaitu ± 2-20 m dari sungai. Kondisi ini dipengaruhi oleh jarak rumah ke sungai. Hal serupa juga dilaporkan JICA dan KNLH (2008), berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Kota Bogor, Bandung dan Palembang diperoleh 30% orang yang tinggal dalam jarak 10 m dengan sungai melakukan pembuangan ke sungai.
(a) (b) Gambar 7 (a) dan (b) Pembuangan sampah ke sungai. Daerah perkotaan yang padat penduduk seperti Kota Bogor yaitu Kecamatan Bogor Barat memiliki ruang/lahan yang relatif padat sehingga tidak tersediaanya lahan untuk pembuangan sampah menjadi alasan utama masyarakat untuk membuang sampah ke sungai. Kondisi serupa juga disampaikan oleh Wijayanti (1998) diacu dalam Yulaswati et al. (2004), berdasarkan pengamatan yang dilakukan di Kota Bogor diketahui bahwa timbulan sampah dengan laju rata-rata 0,634
38
kg/orang/hari yang terus meningkat serta keterbatasan lahan pembuangan akhir menyebabkan masalah sampah perkotaan menjadi semakin rumit. Akibatnya sangat banyak terlihat sampah menumpuk di pinggir sungai baik itu sampah organik maupun sampah anorganik yang jika terjadi hujan akan terbawa hanyut ke sungai dan bisa menyebabkan banjir. Penangan sampah juga dilakukan dengan dikomposkan, dibuang ke anak sungai, dibuang ke pekarangan/kebun dan dibuang di tempat pembuangan yang dikelola bersama (Tabel 16). Tabel 16 Persentase bentuk penanganan sampah No 1 2 3 4 5 6
Bentuk penanganan sampah Dibakar Dibuang ke sungai Dibuang ke anak sungai Dibuang ke pekarangan/kebun Dikomposkan Dibuang ke tempat pembuangan yang dikelola bersama
Selain sampah,
Persentase (%) 64 16 7 6 5 2
limbah cair juga dapat menjadi sumber pencemaran air
sungai jika disalurkan ke sungai. Lebih kurang 61% masyarakat telah memiliki tempat penampungan limbah sendiri baik itu berupa empang maupun bangunan/dam khusus yang dikelola bersama atau dikelola pemerintah seperti yang ditemukan di Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Gunung Batu. Namun tidak sedikit juga yang masih mengalirkan ke sungai akibat belum adanya pengelolaan limbah sehingga seberapa jauh pun rumah tersebut dari sungai aliran limbah rumah tangga masih dialirkan kesungai melalui parit yang melewati setiap rumah.
(b) (a) Gambar 8 (a) dan (b) Pembuangan limbah rumah tangga ke sungai.
39
Sekitar 30% masyarakat masih menyalurkan limbah ke sungai, keadaan ini dapat ditemukan di kelurahan Gunung Batu Kecamatan Bogor Barat. Sisanya sekitar 9% masyarakat mengalirkan limbah ke anak sungai yang berada dekat dengan rumah mereka seperti keadaan di Kelurahan Semplak Kecamatan Bogor Barat, masyarakat mengalirkan limbah dari rumah mereka ke kali Cidepit disertai pembuangan sampah. Akibatnya kondisi kali tidak ubahnya seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Hal ini dapat mempengaruhi kualitas air terutama dapat meningkatkan nilai BOD. Limbah dari ternak dapat menjadi sumber pencemar air sungai jika tidak ada pengelolaan limbah lebih lanjut baik berupa kotoran maupun hasil dari rumah pemotongan hewan. Umumnya masyarakat mengelola limbah ternak dengan menggunakannya untuk pupuk langsung di kebun mereka (56%) dan dikomposkan (44%). Namun jika kebun berada dikelerengan yang cukup curam dan berada di tepi sungai maka jika terjadi hujan maka limbah yang berupa kotoran tersebut dapat terbawa air menuju sungai. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya pengendapan di badan sungai terutama musim kemarau dan secara tidak langsung mempengaruhi kualitas air sungai terutama BOD dan TSS. Limbah dari aktifitas pertanian juga dapat menyebabkan terjadinya pencemaran air sungai. Pemakaian pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber pencemar dari pertanian terutama unsur fosfat, nitrogen serta unsur lainnya. Pupuk dan pestisida yang mengandung unsur-unsur tersebut dapat menjadi limbah yang jika terjadi hujan dapat terbawa ke sungai dan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (penyuburan unsur hara) di badan sungai sehingga air sungai pun ikut tercemar. Menurut Prochazkova (1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan pertanian setiap hektarnya adalah sekitar 5- 50 kg N/ha/tahun dan fosfat sekitar 0,05 sampai 0,5 kg P/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi, dan intensitas curah hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat disebabkan oleh erosi yang berat.
5.2.3 Beban pencemaran dan daya tampung beban pencemaran air sungai Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau limbah. Besarnya beban pencemaran ini sangat mempengaruhi kualitas air dan dapat menjadi indikator tercemar atau tidaknya suatu perairan. Perhitungan beban pencemaran di wilayah DAS Cisadane segmen hulu
40
dititikberatkan pada limbah domestik dan ternak sedangkan limbah dari pertanian dan industri sulit diprediksikan karena ketidaktersediaan data berupa pemakaian pupuk per ha dan penyebaran lokasi industri yang masuk wilayah DAS Cisadane segmen hulu. Limbah domestik terdiri dari sampah dan limbah cair. Sampah merupakan limbah padat yang terdiri dari sampah alami yang dapat diuraikan dan sampah yang tidak dapat diuraikan. Wilayah perkotaan termasuk penghasil sampah terbesar. Menurut Yulaswati et al. (2004) kawasan perkotaan Indonesia menghasilkan laju timbulan sampah rata-rata per hari sekitar 0,76 kg/orang/hari yang didominasi oleh sampah pemukiman dengan produksi sampah organik/biodegradable yang cukup tinggi. Jika diasumsikan DAS Cisadane segmen hulu adalah daerah perkotaan maka dengan total penduduk 2.477.882 jiwa maka potensi sampah yang dihasilkan setiap harinya adalah sebesar 1.883,19 ton/hari. Sampah yang tidak dapat diuraikan dapat mencemari tanah dan air sehingga mengganggu kehidupan oganisme aquatik. Potensi pencemaran limbah cair sendiri dihitung berdasarkan adanya saluran limbah menuju sungai. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Potensi beban pencemaran berdasarkan limbah pencemar Limbah pencemar Domestik Ternak
Potensi beban pencemaran (ton/bulan) BOD 4067,86 3,24
TSS 4129,80 17,05
Berdasarkan perhitungan potensi limbah penduduk (domestik) terhadap peningkatan nilai BOD, diprediksikan jika semua penduduk menyalurkan semua limbah cairnya/dengan saluran limbah ke sungai maka potensi BOD dan TSS yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar 4.067,86 ton/bulan dan 4.129,80 ton/bulan. Jika dilihat dari potensi ternak terhadap peningkatan nilai BOD dan TSS, dipredikasikan bahwa dengan asumsi semua limbah ternak masuk ke sungai dapat diketahui besarnya nilai BOD dan TSS yang dihasilkan oleh ternak. Besarnya BOD dan TSS yang dihasilkan yaitu 3,24 ton/bulan dan 17,05 ton/bulan. Jumlah ternak ayam atau itik merupakan penyumbang BOD dan TSS terbesar, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pemeliharaan ternak oleh penduduk pada masa sekarang lebih suka atau lebih banyak memelihara ayam atau itik dibandingkan ternak lain.
41
Beban pencemaran ini dapat menyebabkan pencemaran pada perairan jika beban melebihi daya tampung beban pencemaran. Menurut PP No 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar. Untuk wilayah yang belum ditetapkan baku mutunya maka ditetapkan sebagai baku mutu kelas II. Wilayah DAS Cisadane segmen hulu termasuk wilayah dengan baku mutu kelas II. Besarnya daya tampung beban pencemaran dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 18 Daya tampung beban pencemaran Debit tahun 2008 (m3/detik)
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
168,937 185,021 197,024 125,694 86,35 76,17 57,167 33,132 77,779 111,942 189,981 157,802
baku mutu kelas II (mg/l) BOD TSS 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50 3 50
Daya tampung beban pencemaran (ton/bulan) BOD TSS 1.357,44 22.624,04 1.390,77 23.179,43 1.583,13 26.385,45 977,39 16.289,94 693,84 11.563,99 597,33 9.955,48 459,35 7.655,80 266,22 4.437,04 604,81 10.080,16 899,48 14.991,27 1.477,29 24.621,54 1.267,97 211.132,84
Jika dibandingkan dengan besarnya beban pencemaran yang bersumber dari domestik dan ternak maka dapat dilihat bahwa beban pencemaran baik dari domestik sendiri maupun dari domestik dan ternak setiap bulannya melebihi daya tampung beban pencemaran untuk parameter BOD, sedangkan untuk TSS masih berada di bawah daya tampung. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa perairan tercemar. Jika diasumsikan beban pencemaran juga bersumber dari industri dan pertanian maka diduga beban pencemaran akan melebihi daya tampung beban pencemaran baik BOD maupun TSS dengan selisih yang tinggi sehingga dapat meningkatkan pencemaran sungai. Kondisi ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian
pencemaran
air
sungai
ke
depannya
yaitu
dengan
membatasi/mengurangi limbah dari domestik dan ternak yang masuk ke sungai sehingga beban pencemaran masih berada di bawah daya tampung beban pencemaran.
42
5.2.3 Persepsi masyarakat tentang kualitas air sungai Hasil wawancara pendapat masyarakat menunjukkan bahwa sekitar 62% masyarakat mengatakan bahwa kondisi air sungai sekarang masih baik, umumnya masyarakat yang berada di daerah titik hulu dan hanya 38% yang mengatakan kondisi air sungai sudah jelek atau tercemar, umumnya masyarakat yang berada di titik tengah dan hilir DAS Cisadane segmen hulu. Pendapat ini dipengaruhi oleh musim pada waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Juli sampai Agustus, akibatnya ditemukan spekulasi pendapat yang berbeda bahwa kondisi air akan jelek jika musim hujan tiba karena air akan menjadi keruh dan kotor sedangkan pada musim kemarau air cukup bersih terutama di pagi hari. Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan terlihat bahwa kondisi air sungai sendiri cukup bervariasi dari titik di hulu (Kecamatan Caringin), titik tengah (Kecamatan Bogor Barat) sampai titik hilir (Kecamatan Rumpin) di DAS Cisadane segmen hulu. Mulai dari hulu kondisi air masih kelihatan bersih dan cukup jernih. Hal ini disebabkan karena di titik hulu masih terdapat hutan baik yang masih alami, sekunder maupun hutan tanaman seperti hutan pinus. Namun tidak jarang juga ditemukan terjadinya degradasi berupa konversi lahan menjadi perkebunan, sawah dan kebun campuran serta terdapatnya galian pasir.
(a) (b) (c) Gambar 9 Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Caringin: a) Desa Pasir Buncir, b) Desa Muara Jaya, c) Desa Cimande Hilir. Berbeda dengan daerah hulu, daerah yang berada dititik tengah memiliki kondisi air yang sudah kelihatan keruh dan kiri kanan sungai banyak terdapat tumpukan sampah seperti yang terlihat di beberapa desa di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. Namun kondisi ini tidak berpengaruh dalam pemanfaatan air sungai
43
untuk MCK. Tutupan lahan pun kurang bervariasi, umumnya berupa pemukiman dan hanya sebagian kebun campuran.
(a) (b) (c) Gambar 10 Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Bogor Barat: (a) Kelurahan Gunung Batu, (b) Kelurahan Bubulak, (c) Kelurahan Semplak. Lain halnya dengan daerah yang berada di titik hilir yaitu kecamatan Rumpin yang mencakup Desa Rumpin, Sukasari dan Kampung Sawah. Di daerah ini kondisi air sungai dipengaruhi oleh keberadaan aktivitas bahan galian yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang belum memiliki penampungan limbah aliran. Akibatnya langsung dialirkan ke sungai sehingga sungai menjadi dangkal, air sungai sering kelihatan keruh dan banyak mengandung lumpur. Kondisi lahan berupa daerah pegunungan dengan tebing-tebing yang curam.
(a) (b) (c) Gambar 11 Gambaran kondisi Sungai Cisadane di Kecamatan Rumpin: (a) Desa Sukasari (b) Desa Rumpin, (c) Desa Kampung Sawah. Jika dilihat perubahan kondisi air ini, lebih kurang 89% masyarakat mengatakan bahwa kondisi air mengalami perubahan perubahan setiap tahunnya. Bagi mereka yang merupakan penduduk asli dan sudah lama tinggal di pinggir
44
sungai, dahulu sungai tak ubahnya adalah sumber bahan baku air minum mereka karena kondisi air masih jernih dan bersih. Namun sekarang kondisi air sudah tidak layak lagi untuk diminum sehingga mereka kebanyakan mengambil air minum dari sumur galian. Adanya kegiatan industri dan peternakan yang mengalirkan limbahnya ke sungai menyebabkan kondisi sungai secara berangsur-angsur menjadi kotor. Hasil analisis pemahaman masyarakat tentang sumber pencemar sungai dan keberadaan fungsi hutan diketahui bahwa secara umum masyarakat telah paham bahwa membuang sampah ke sungai dapat mencemari sungai. Hasil wawancara menunjukkan 83% masyarakat tahu dan paham sedangkan sisanya 17% mereka belum paham. Masih terjadinya perilaku membuang sampah ke sungai ini dapat disebabkan oleh faktor kemudahan, kebiasaan yang sudah berlangsung lama atau disebabkan karena tidak adanya lahan untuk menampung sampah. Lebih kurang 74% masyarakat telah memiliki pemahaman bahwa pembuangan limbah cair, peternakan, pertanian
dan lainnya dapat
mencemari
sungai. Kebanyakan masyarakat telah memiliki tempat penampungan sendiri baik atas inisiatif sendiri maupun yang dikordinir oleh pemerintah daerah setempat seperti pembuatan saluran komunal namun kondisi belum merata karena keterbatasan dana dalam pengadaannya. Pemahaman tentang pentingnya peranan hutan dalam menjaga kondisi air sungai juga cukup tinggi. Sekitar 95% masyarakat sudah tahu dan paham tentang keberadaan hutan. Hutan yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dapat menjaga kuantitas air dengan cara menyimpan air di perakaran pohon dan hanya 5% dari meraka yang tidak paham tentang fungsi hutan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dari dahulu sudah tahu bahwa hutan ini sangat penting dan harus dijaga. Namun akibat desakan kebutuhan hidup, tidak jarang hutan sering digunduli dan ditebang. Keberadaan hutan ini juga berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar sungai. Salah satunya banyaknya terjadi sedimentasi di pinggir sungai akibat penggundulan hutan. Faktor topografi juga dapat menyebabkan kondisi di sekitar sungai rusak. Sekitar 41% masyarakat mengatakan bahwa kondisi di sekitar sungai sudah jelek karena banyak terjadinya erosi dan longsor di tebing-tebing sekitar sungai dan juga banyaknya sampah yang ditumpuk di pinggiran sungai sedangkan 59% masyarakat
45
mengatakan bahwa kondisi lingkungan sekitar sungai masih dalam keadaan baik, karena masih terdapat vegetasi meskipun itu berupa kebun campuran dan perkebunan. 5.3 Perubahan Kualitas Air Sungai Di DAS Cisadane Segmen Hulu Secara umum dapat dijelaskan bahwa selama kurun waktu 2004 sampai 2008 telah terjadi perubahan beberapa parameter kualitas air di DAS Cisadane segmen hulu yang cenderung melebihi baku mutu air. Perubahan ini dapat dilihat dari nilai maksimum dan minimum beberapa parameter dari tiga titik pantau yaitu Cisalopa, Batu Beulah dan Rumpin selama 11 kali pengukuran (Lampiran 5) yang disajikan secara umum per tahun, seperti yang terlihat pada tabel berikut. Tabel 19 Kualitas air yang dilihat dari beberapa parameter selama kurun waktu 2004-2008 Parameter
Satuan
Suhu TDS TSS pH BOD Fosfat Oksigen terlarut COD
°C mg/l mg/l mg/l mg/l
2004 2005 maks min maks min maks 30,6 25,9 28,3 26 29,4 86 46 79 38 147 212 28 96 18 22 7,7 6,9 7,8 6,4 6,9 7,2 2 2,9 1,2 10,66 0,032 0,005 0,16 0,029 0,05
2006 min 22,6 122 20 6,7 4,57 0,03
maks 29,5 195 26 7,8 5,44 0,08
2007 min 24 125 3 7,1 0,23 0,01
maks 27,7 104 116 7,7 28 0,335
2008 min 23,3 62 28 6,8 13 0,122
mg/l
7,1
3,6
7,6
5,6
7,7
7,2
7,47
0,77
7,98
7,24
mg/l
20
5,2
8,3
5,5 28,56
12,24
11,64
4
58
40
Dari Tabel 19 dapat diketahui bahwa berdasarkan nilai maksimum dan minimumnya, parameter TDS, BOD, fosfat, dan COD mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan tahun 2004. Peningkatan nilai beberapa kualitas air ini diduga dipicu oleh tingginya jumlah penduduk yang menyebabkan tingginya tingkat buangan limbah ke sungai dan juga disebabkan oleh tingginya perubahan tutupan lahan akibat konversi lahan yang terjadi. Secara rinci kondisi setiap parameter kualitas air dan perhitungan indeks kualitas airnya dapat dijelaskan sebagai berikut .
5.3.1 Parameter fisika 5.3.1.1 Suhu Suhu merupakan parameter fisika yang erat kaitannya dengan kualitas perairan dalam hal keberlangsungan hidup organisme aquatik yang berada di
46
dalamnya. Tinggi rendahnya suhu perairan mengindikasikan terjadi atau tidak terjadinya pencemaran di perairan tersebut. Berdasarkan nilai maksimum dan minimum suhu selama tahun 2004-2008 diketahui bahwa suhu tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan. Suhu masih berada dalam batas normal namun tidak ideal jika digunakan dalam sistem air bersih, karena suhu yang diharapkan berkisar antara 5-10°C (Suripin 2002). Jika dilihat berdasarkan baku mutu air yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, batas maksimum dan minimum suhu air ini tidak melebihi baku mutu air yang telah ditetapkan. Akibatnya masih dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan sesuai dalam peraturan tersebut. Nilai tertinggi suhu sebesar 30,6°C ditemukan pada titik pantau III (Rumpin) tahun 2004 (Gambar 12). Nilai ini tergolong cukup tinggi walaupun masih dibawah baku mutu air.
Gambar 12 Fluktuasi suhu air Sungai Cisadane di tiga titik pantau tahun 2004-2008. Besarnya pencemaran atau besarnya kandungan limbah yang masuk ke sungai akibat aktivitas rumah tangga, pertanian, peternakan, industri dapat menaikkan suhu air sungai yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi proses biodegradasi oleh bakteri pengurai. Menurut Darmono (2006) proses akan berlangsung cepat dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara. Hasil penelitian Tjiptadi et al. (1994) juga menjelaskan bahwa semakin meningkatnya jumlah industri dan aktivitas manusia dapat mengakibatkan kenaikan suhu air Sungai Cisadane dari hulu ke hilir dan waktu pengukuran juga dapat mempengaruhi nilai suhu air karena adanya kemampuan air menyerap panas dari lingkungannya.
47
5.3.1.2 TDS dan TSS Hasil pengukuran total padatan terlarut (TDS) dari tahun 2004 sampai tahun 2008 menunjukkan nilai yang cukup bervariasi. Pada tahun 2006 dan 2007 terlihat pada Tabel 19 nilai TDS cenderung mengalami peningkatan. Nilai TDS terendah terdapat pada tahun 2004 sebesar 46 mg/l sedangkan nilai tertinggi terdapat pada tahun 2007 sebesar 195 mg/l. Nilai tertinggi ini ditemukan di titik pantau II dan III pada bulan Agustus yang menurut data curah hujan merupakan bulan dengan jumlah hari hujan yang kecil. Kondisi ini diduga disebabkan banyaknya bahan-bahan terlarut yang masuk keperairan berupa limpasan tanah dan hasil kegiatan antropogenik. Berdasarkan baku mutu air, nilai rata-rata TDS ini masih dibawah baku mutu air karena nilai tertinggi TDS pada tahun 2007 sebesar 197,5 mg/l masih dibawah standar baku mutu air kelas I-IV yaitu 1000 mg/l untuk kelas I-III dan 2000 mg/l untuk kelas IV. Hal ini menunjukkan bahwa air masih bisa digunakan untuk berbagai keperluan sesuai dengan yang ditetapkan.
Keterangan : BM = Baku Mutu Air untuk kelas I dan II (PP No 82 Tahun 2001)
(a)
(b)
Gambar 13 Fluktuasi TDS (a) dan TSS (b) di tiga titik pantau tahun 2004-2008. Total padatan tersuspensi merupakan jenis padatan yang mengalami pengendapan di dasar perairan. Hasil pengukuran TSS menunjukkan fluktuasi yang cukup besar dari tahun 2004 sampai tahun 2008. Nilai terendah sebesar 3 mg/l pada tahun 2007 ditemukan di titik pantau II pada bulan Oktober dan nilai tertinggi sebesar 212 mg/l pada tahun 2004 ditemukan titik pantau II bulan Juni. Berdasarkan baku mutu air dalam peraturan pemerintah No. 82 tahun 2001 Nilai TSS ini cukup tinggi dan berada dalam kisaran baku mutu air. Tahun 2005 dan 2008 juga terdapat nilai TSS yang berada dalam kisaran baku mutu air yaitu 96 mg/l dan 116 mg/l. Ketiga nilai tersebut berada dalam kisaran baku mutu air kelas II-III. Hal ini berarti
48
bahwa perairan masih dapat digunakan untuk kepeluan pembudaidayaan ikan air tawar, rekreasi air, peternakan, mengairi tanaman dan peruntukan lain sesuai dengan peruntukannya yang sama dengan mutu air tersebut. Tingginya nilai TSS ini dipengaruhi oleh musim yang berkaitan dengan tinggi rendahnya curah hujan yang secara tidak langsung mempengaruhi arus dan volume air sungai. Sungai dengan aliran yang deras mampu melarutkan endapan di badan air sehingga proses pengenceran pun terjadi. Sedangkan sungai dengan aliran yang lambat dan volume air yang kecil akan sulit melakukan pengenceran dan peluang terjadinya pendangkalan badan sungai pun tidak dapat dihindari akibatnya kandungan sedimen tinggi sehingga nilai TSS pun tinggi seperti yang terjadi pada tahun 2004 tepatnya bulan Juni yang diketahui sebagai bulan dengan jumlah hari hujan tergolong kecil. Hal serupa juga dilaporkan oleh Tjiptadi et al. (1994) berdasarkan hasil penelitiannya tentang kualitas air Sungai Cisadane diketahui bahwa nilai TSS musim kemarau lebih tinggi dibandingkan pada musim hujan, diduga disebabkan karena terjadinya penurunan volume air selama musim kemarau sementara jumlah buangan sampah rumah tangga dan industri jumlahnya tetap. Selain itu kejadian erosi dan sedimentasi yang berasal dari perubahan tutupan lahan melalui kegiatan konversi lahan ataupun dari limbah domestik, pertanian dan peternakan yang berlangsung secara terus menerus dapat mengakibatkan
kandungan TSS terus mengalami
peningkatan.
5.3.2 Parameter kimia 5.3.2.1 Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) Oksigen terlarut adalah komponen kimia perairan yang sangat dibutuhkan oleh organisme aquatik sebagai unsur dalam pernapasannya. Terjadinya pencemaran dalam perairan dapat menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen terlarut dalam air tersebut yang berdampak pada kematian organisme aquatik. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa pada tahun 2004 nilai minimum oksigen terlarut berada pada kisaran baku mutu air berada pada kisaran kelas II-III dan pada tahun 2005 nilai minimum oksigen terlarut berada dalam kisaran kelas I dan II. Air dapat digunakan untuk peruntukan dalam budidaya perikanan, peternakan, irigasi dan lainnya. Untuk
49
kehidupan organisme air seperti ikan, dilihat dari nilai maksimum DO setiap tahunnya dapat menopang kehidupan organisme aquatik yaitu umumnya lebih dari 5,8 mg/l nilai yang seharusnya.
Keterangan : BM I,II,III,IV
= Baku Mutu Air Kelas I,II,III,IV
Gambar 14 Fluktuasi DO di tiga titik pantau tahun 2004-2008. Penurunan nilai oksigen terlarut ini dapat disebabkan oleh masuknya limbah atau bahan pencemar dalam jumlah yang besar ke dalam perairan yang mengakibatkan kenaikan suhu perairan. Limbah domestik merupakan salah satu limbah utama yang menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (Effendi 2003). Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi besarnya konsentrasi DO di air. Jika terjadi kenaikan suhu maka daya larut oksigen akan menurun dan sebaliknya (Odum 1971, diacu dalam Kurniawan 2005). Jika dilihat berdasarkan klasifikasi Klein (1971), hasil pengukuran Oksigen terlarut selama lima tahun pada tiga titik pantau ini, mewakili ke empat tipe air sungai yaitu dari kondisi bagus hingga tercemar. Hal ini dilihat dari persen saturasi yang berada pada kisaran 9% sampai 99%. Darmono (2006) juga menyatakan bahwa cepat atau lambatnya arus sungai juga mempengaruhi besarnya DO. Pada sungai yang besar dengan arus yang deras sejumlah kecil bahan pencemar akan mengalami pengenceran sehingga konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbaharui begitu pun sebaliknya.
5.3.2.2 BOD dan COD Damar (1996) menyatakan nilai BOD dan COD dapat dijadikan indikator pencemaran bahan organik. BOD merupakan parameter yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau
50
mengoksidasi bahan-bahan buangan dalam air (Fardiaz 1992). Perairan alami memiliki nilai BOD antara 0,5-7,0 mg/l (Jeffries dan mills 1996, diacu dalam Suripin 2002). Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter dianggap telah mengalami pencemaran. Hasil pengukuran selama 5 tahun sebanyak 11 pengukuran menunjukkan pada tahun 2004, 2005 dan 2007 nilai rata-rata BOD masih berada dalam batas normal untuk perairan alami. Sedangkan pada tahun 2008 nilai BOD telah melampaui batas maksimum kisaran batu mutu air kelas IV dengan nilai maksimum dan minimum masing-masingnya 28 mg/l dan 13 mg/l, sehingga dapat dikatakan perairan mengalami pencemaran.
Keterangan : BM I,II,III,IV = Baku Mutu Air Kelas I,II,III,IV
(a)
(b)
Gambar 15 Fluktuasi BOD (a) dan COD (b) di tiga titik pantau tahun 2004 2008. Kondisi ini menyebabkan perlu pertimbangan dan kewaspadaan dalam pemanfaatannya sesuai dengan peruntukannya. Nilai COD juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dan berada pada kisaran baku mutu air kelas I-IV. Nilai tertinggi sebesar 58 mg/l terdapat pada tahun 2008 di titik pantau III (Rumpin). Tingginya nilai BOD dan COD ini sangat dipengaruhi oleh besarnya limbah dan sampah yang masuk ke sungai tanpa mengalami dekomposisi yang sempurna. Limbah domestik, industri, pertanian, dan peternakan adalah penyumbang terbesar. Limbah ekskreta manusia menghasilkan bahan buangan organik yang dapat meningkatkan kadar BOD badan air (Yulaswati et al. 2004). Akibatnya jumlah oksigen yang diperlukan untuk biodegradasi bahan organik ini pun meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi DO dalam air yang secara tidak langsung mengancam kehidupan organisme aquatik. Penyumbang BOD terbesar yaitu pada titik pantau 3 tepatnya di Kecamatan Rumpin yang sudah merupakan perbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten
51
Tangerang. Daerah ini termasuk daeran lingkup perkotaan dengan pemukiman padat dan beragam aktivitas hidup salah satunya keberadaan bermacam jenis industri. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Hill (2004) bahwa tingginya nilai BOD sering diindikasikan dengan tingginya hasil aktivitas manusia seperti kotoran ataupun limbah meliputi pengolahan limbah di perkotaan, industri makanan, pengolahan kimia tumbuhan, industri pulp dan kertas, penyamak kulit dan rumah pemotongan hewan.
5.3.2.3 pH Nilai pH digunakan sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air. Air murni memiliki pH yang berkisar 7. Sedangkan nilai pH untuk air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan adalah berkisar antara 6,5-7,5 (Wardhana 2001). Hasil pengukuran pH setiap tahunnya menunjukkan bahwa nilai pH mengalami fluktuasi yang tidak jauh berbeda setiap tahunnya. Nilai pH masih memenuhi syarat pH air normal untuk kehidupan. Nilai pH ini juga masih memenuhi baku mutu air berdasarkan PP No.82 tahun 2001 tentang Pengelolaan kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air karena masih berada dalam rentang nilai pH untuk kelas I-IV yaitu 6-9
yang mengindikasikan
bahwa
air
masih
dapat
dipergunakan
sesuai
peruntukannya.
Keterangan : Rentang BM = Rentang Baku Mutu Air (PP No 82 Tahun 2001)
Gambar 16 Fluktuasi pH di tiga titik pantau tahun 2004-2008. Jika dilihat berdasarkan kisaran pH untuk syarat kehidupan, nilai pH dari beberapa tahun seperti tahun 2004, 2005, 2007 dan 2008 melebihi kisaran pH yang seharusnya. Namun hal ini belum bisa didindikasikan bahwa perairan tersebut sudah
52
dalam keadaan tercemar tapi dapat diasumsikan bahwa air tidak memenuhi syarat untuk kehidupan dan perlu pertimbangan dalam penggunaannya.
5.3.2.4 Fosfat Unsur fosfat merupakan salah satu parameter kimia kualitas air yang memiliki peranan yang cukup penting. Nilai terbesar fosfat terdapat pada tahun 2008 yaitu sebesar 0,335 mg/l pada titik pantau II dan terendah terdapat pada tahun 2004 sebesar 0,005 mg/l pada titik pantau III. Titik pantau II berada pada kawasan di titik pertemuan antara aliran sungai dari beberapa kecamatan di Kabupaten Bogor dan beberapa kecamatan di Kota Bogor. Berdasarkan PP No. 82 tahun 2001, nilai tertinggi fosfat ini masih berada dalam kisaran baku mutu air yaitu tergolong kelas I III yang mengindikasikan bahwa air tersebut masih dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya seperti irigasi, perikanan, peternakan dan lainnya.
Keterangan : BM I, II = Baku Mutu Air Kelas I, II (PP No 82 Tahun 2001)
Gambar 17 Fluktuasi fosfat di tiga titik pantau tahun 2004-2008. Tingginya kandungan fosfat di titik pantau II ini dapat disebabkan oleh akitivitas buangan rumah tangga seperti detergen, industri kimia
dan aktifitas
pertanian yang masuk ke sungai. Detergen merupakan bahan pembersih yang salah satu unsurnya adalah ortofosfat beracun (Fardiaz 1992). Peningkatan buangan detergen ke sungai dapat meracuni kehidupan oraginsme aquatik. Selain itu penggunaan pupuk dan insektisida yang berlebihan juga dapat meningkatkan kandungan fosfat sehingga dapat menyebabkan tejadinya eutrofikasi pada badan sungai.
53
5.3.3 Indeks Kualitas Air Kondisi buruk, baik sampai sangat baiknya suatu perairan dapat dilihat dengan menggunakan menggunakan Indeks Kualitas Air (IKA-NSF WQI). Hasil perhitungan pada Tabel 20 menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2004 sampai 2008 IKA sungai Cisadane di DAS Cisadane segmen hulu tergolong sedang-baik yaitu berada pada kisaran 64-87. Namun nilai IKA selalu mengalami penurunan selama lima tahun tersebut dengan nilai penurunan yang relatif kecil. Naiknya nilai beberapa parameter kualitas air dapat menyebabkan penurunan pada nilai IKA. Hal ini salah satunya juga dipengaruhi oleh perbedaan curah hujan atau musim. Namun perbedaan yang terlihat tidak terlalu signifikan. Tabel 20 IKA maksimum dan minimum per tahun IKA
Tahun
Maksimum 85,58 87,74 82,28 84,38 73,66
2004 2005 2006 2007 2008
Kriteria Baik Baik Baik Baik Baik
Minimum 69,68 82,11 69,60 64,16 68,21
Kriteria Sedang Baik Sedang Sedang Sedang
Nilai IKA tertinggi terdapat pada tahun 2005 di titik pantau II pada bulan Agustus dan nilai terendah terdapat pada tahun 2007 di titik pantau 3 pada bulan Oktober. Tingginya aktivitas penduduk baik itu berupa aktivitas industri, rumah tangga dan lainnya yang juga berkaitan dengan pola penggunaan lahan dapat menimbulkan sumber pencemaran yang mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas air sungai.
5.4 Pengaruh Perubahan Tutupan Lahan terhadap Kualitas Air (BOD, TSS, COD) dan Indeks Kualitas Air Di DAS Cisadane Segmen Hulu Perubahan tutupan lahan yang terjadi pada kurun waktu 2005 sampai 2008 di DAS Cisadane segmen hulu mempengaruhi kualitas air sungai Cisadane di DAS tersebut. Beberapa tipe tutupan lahan seperti hutan, pemukiman dan sawah dan lainnya diduga menjadi sumber pencemaran air sungai yang menyebabkan penurunan kualitas air sungai. Verbist et al. (2009) menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan hutan menjadi pertanian dan pemukiman merupakan faktor utama penyebab penurunan kualitas air sungai di daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara, dan pencemaran bahan kimia pestisida.
54
Tingkat pencemaran ini diindikasikan dengan meningkatnya beberapa parameter kunci kualitas air seperti BOD, COD, TSS yang secara tidak langsung mempengaruhi indeks kualitas air (IKA). Beberapa jenis tutupan lahan yang diduga dominan dapat mempengaruhi paramater kunci kualitas air berdasarkan sumber pencemar/polutannya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jenis tutupan lahan yang dominan dapat mempengaruhi parameter kunci kualitas air dilihat berdasarkan sumber pencemar Parameter kunci kualitas air BOD
COD TSS
Sumber pencemar/polutan Limbah domestik organik dan inorganik, potongan daun-daun/sisa tumbuhan, kotoran hewan (Verbist et al. 2009), pupuk, limbah industri. Limbah cair industri dan domestik, limbah pertanian (Fardiaz 1992). Partikel tanah, lumpur, tanah liat, limbah pertanian (Hill 2004), erosi (sedimentasi), limbah industri dan domestik (Effendi 2003).
Sumber dari tutupan lahan yang dominan Pemukiman, hutan, sawah, ladang, semak belukar
Pemukiman, sawah, ladang Hutan, pemukiman, ladang, tanah terbuka, perkebunan, kebun campuran, semak belukar.
Perubahan tutupan lahan dengan luasan yang yang cukup besar pada tahun 2005-2008 terjadi pada hutan, semak belukar, tanah terbuka, tegalan/ladang dan perkebunan. Jenis tutupan lahan ini berubah menjadi jenis tutupan lahan lain dengan laju penurunan dan peningkatan yang cukup besar. Hal ini diduga dapat mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas air dilihat terhadap parameter kunci kualitas air akibat timbulnya sumber pencemar/polutan seperti yang disajikan pada Tabel 21. 5.4.1 Pengaruh perubahan tutupan lahan hutan terhadap kualitas air Perubahan tutupan lahan hutan cukup berpengaruh terhadap peningkatan dan penurunan nilai BOD dan IKA dengan koefisien korelasi masing-masingnya 0,528 dan 0,965. Pengurangan luasan hutan yang mencapai 72,88 % dari 14.973,45 ha menjadi 4.060,75 ha dapat meningkatkan BOD namun dapat mengurangi besarnya IKA. Hal serupa juga dilaporkan oleh Rasyidin (1995), berdasarkan hasil penelitiannya di DAS Ciliwung diperoleh bahwa dengan berkurangnya hutan dan bertambahnya penggunaan hutan untuk lain-lain menyebabkan kualitas air salah satunya BOD, pada musim hujan dan musim kering cenderung lebih besar. Lahan hutan pada tahun 2005-2008 dominan berubah menjadi kebun campuran dan perkebunan serta sebagian kecil berubah menjadi pemukiman. Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan dan kebun campuran menyebabkan
55
pembukaan lahan hutan secara besar-besaran sehingga vegetasi yang awalnya heterogen dan padat berubah menjadi lahan dengan vegetasi yang cenderung homogen dan jarang. Sisa-sisa tumbuhan hasil penebangan dan pembabatan dapat menjadi sumber pencemar yang bersifat bahan organik dan dapat menyebabkan kandungan BOD dalam air sungai meningkat. Perubahan luasan tutupan hutan juga sangat berpengaruh pada kandungan padatan tersuspensi. Pengurangan luasan hutan yang cukup besar dapat meningkatkan kejadian erosi yang menyebabkan sedimentasi pada badan sungai sehingga kandungan TSS meningkat. Namun, berdasarkan uji korelasi terlihat bahwa pengaruh yang terjadi sangat lemah dengan nilai r sebesar 0,129. Hal ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik dari hutan sendiri yaitu hutan yang umumnya dikonversi adalah hutan hujan tropis dataran rendah yang berada pada lahan yang datar. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh dominansi luas setiap tahunnya dengan luasan terbesar dari tahun 2005-2008 dimiliki oleh jenis kebun campuran. Pengaruh yang cukup besar dapat terjadi jika konversi lahan hutan menjadi kebun campuran dan perkebunan ini terjadi pada hutan alam berupa hutan pegunungan dengan kelerengan yang bervariasi dan cenderung curam. Konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan di hutan alam ini dapat meningkatkan erosi akibat vegetasi yang ada umumnya monokultur. Disamping itu sering dilakukannya pembabatan terhadap vegetasi bawah dalam pembukan lahan perkebunan yang akan berdampak pada terjadinya leaching/pencucian unsur hara karena vegetasi bawah dapat menjaga tanah dari pukulan air hujan. Hal ini menyebabkan air limpasan pun meningkat sehingga dapat membawa sedimen atau bahan organik lain ke sungai. Kondisi ini diduga dapat menyebabkan kandungan TSS meningkat, seperti 96 mg/l pada tahun 2005 menjadi 116 mg/l pada tahun 2008 dan meningkatkan pencemaran air sungai (IKA menurun). Berubahnya lahan hutan menjadi pemukiman disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk. Hal serupa juga dilaporkan Budiarti et al. (2004) yang menyatakan bahwa
produk samping dari meningkatnya pertambahan penduduk
adalah tingginya tingkat pencemaran air, tanah dan udara, buruknya kondisi pemukiman, serta padatnya penduduk, rasa aman dan penggunaan lahan. Akibatnya timbul beragam akitifitas rumah tangga yang berdampak pada timbulnya limbah
56
buangan baik limbah cair maupun limbah padat. Jika limbah ini masuk ke sungai maka dapat meningkatkan nilai BOD dan COD. Peningkatan nilai BOD dan COD ini berdampak pada penurunan indeks kualitas air yang dapat menyebabkan perairan tersebut tercemar berat, sedang maupun ringan.
5.4.2 Pengaruh perubahan tutupan lahan semak belukar terhadap kualitas air Semak belukar mengalami koversi yang cukup besar hingga mengalami penurunan luas sebesar 5185,75 ha dari 5880,86 ha pada tahun 2005 menjadi 695,12 ha. Semak belukar dominan berubah menjadi kebun campuran, perkebunan dan sawah. Penurunan luasan semak belukar akibat terkonversi menjadi lahan lain ini dapat meningkatkan kandungan BOD dan sebaliknya. Berdasarkan hasil uji korelasi, pengaruh yang terjadi cukup kuat dengan korelasi sebesar 0,625. Pembabatan semak belukar secara besar-besaran untuk pembukaan lahan kebun campuran, perkebunan dan sawah menyebabkan timbulnya sumber pencemar BOD berupa bahan organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang dapat mengalami pembusukan di badan sungai. Perubahan lahan semak belukar menjadi area persawahan merupakan sumber pencemar kandungan BOD dari limbah pertanian yang dihasilkan berupa pupuk baik pupuk alami maupun buatan hasil pengolahan sawah sehingga BOD meningkat dan pencemaran air sungai meningkat (IKA menurun) sedangkan untuk kandungan TSS, luasan area sawah tidak terlalu bepengaruh jika dilihat dari sumber pencemar utama berupa partikel tanah, lumpur, tanah dan erosi karena masalah erosi pada sawah menurut Arsyad (2006) dapat dipecahkan dengan dibangunnya teras bangku dan penghanyutan lumpur keluar tertutup oleh lumpur yang dibawa air masuk ke sawah. Hal ini juga diperkuat oleh peryataan Abdurahcman dkk 1984; Ambar dan Syarifudin 1979 dalam Asdak (1995) diacu dalam Rushayati (1999) bahwa areal persawahan memiliki laju erosi yang lebih rendah daripada pertanian lahan keirng (ladang, tegalan). Potensi peningkatan TSS akibat konversi semak belukar ini, umumnya berasal dari peningkatan luas kebun campuran dan terutama lahan perkebunan yang berada pada lahan yang curam sehingga peluang terjadinya erosi tinggi.
57
5.4.3 Pengaruh perubahan tutupan lahan tegalan/ladang terhadap kualitas air Lahan berupa tegalan/ladang pada tahun 2005-2008 mengalami penurunan luas yang cukup besar sebesar 2637,07 ha akibat terkonversi secara dominan menjadi kebun campuran, perkebunan, pemukiman, dan sawah. Perubahan luasan tutupan lahan tegalan/ladang cukup berpengaruh terhadap fluktuasi kandungan BOD dan COD dalam air sungai, dengan korelasi masing-masingnya sebesar 0,620 dan 0,623 dengan hubungan yang berbanding terbalik. Hal ini berarti bahwa penurunan luasan ladang akibat terkonversinya menjadi lahan lain terutama pemukiman dan sawah dapat meningkatkan kandungan BOD dan COD dengan signifikansi yang kecil (tidak berpengaruh nyata) serta meningkatkan pencemaran air sungai (IKA menurun), diduga kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan BOD dari 2,9 mg/l pada tahun 2005 menjadi 28 mg/l pada tahun 2008 dan peningkatan COD dari 8,3 mg/l pada tahun 2005 menjadi 58 mg/l pada tahun 2008 (Tabel 19). Hal serupa juga dilaporkan oleh Rushayati (1999), terjadinya peningkatan areal persawahan, dan pemukiman dapat menimbulkan limbah yang banyak mengandung bahan organik, nitrit, dan nitrat sehingga dapat meningkatkan BOD dan mengurangi ketersediaan DO. Peningkatan luasan area sawah dan penurunan luasan ladang dapat menyebabkan kandungan BOD dan COD meningkat. Jika dilihat dari sumber pencemarnya, sawah dan ladang dapat menghasilkan bahan pencemar berupa sisa penggunaan pupuk dan sisa pengolahan tanah berupa sisa-sisa tumbuhan. Hal serupa juga dilaporkan oleh Hariyadi (1985) diacu dalam Rushayati (1999), berdasarkan hasil penelitiannya pada Sungai Ciliwung bagian hulu terlihat bahwa persentasi lahan sawah dan tegalan/ladang berpengaruh nyata salah satunya terhadap kandungan BOD. Keberadan lahan berupa tegalan/ladang ini sangat berpotensi mengalami erosi sehingga limpasan tanah dari ladang ini dapat menjadi sumber pencemar kandungan TSS dalam air sungai. Ladang termasuk lahan pertanian disamping sawah yang dapat menimbulkan limbah hasil pengolahan tanah sebagai sumber pencemar TSS. Hill (2004) menyatakan bahwa limbah berupa limpasan dari area pertanian merupakan sumber pencemar utama TSS (Hill 2004). Tegalan/ladang
yang
ditanami
tanaman
tahunan
yang
cenderung
homogen/seragam atau bahkan masih dilakukan dengan sistem ladang berpindah
58
dapat menyebabkan terjadinya erosi yang tinggi, dengan terjadinya penurunan luasan ladang ini dapat mengurangi kejadian erosi. Namun dengan terkonversinya tegalan/ladang menjadi kebun campuran dan terutama perkebunan masih dapat menyebabkan terjadinya erosi jika awalnya lahan ladang berada pada kelerengan yang curam sedangkan berubahnya fungsi ladang menjadi area persawahan dapat mengurangi terjadinya erosi dan tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan TSS dan IKA akibat adanya teras bangku.
5.4.4 Pengaruh perubahan tutupan lahan tanah terbuka terhadap kualitas air Selama kurun waktu 2005-2008 tanah terbuka mengalami penurunan luas sebesar 1087,62 ha akibat terkonversi dominan menjadi kebun campuran dan pemukiman. Tanah terbuka merupakan lahan yang diidentifikasi sebagai lahan kosong yang bersifat sementara sebelum digunakan untuk pertanian, pemukiman dan lainnya. Berubahnya tanah terbuka menjadi pemukiman dapat mempengaruhi kualitas air sungai dilihat dari parameter BOD dan COD. Keberadaan pemukiman merupakan sumber pencemar utama kandungan BOD dan COD dalam air sungai. Aktifitas pemanfaatan air sungai yang tinggi baik untuk MCK, industri, peternakan dan lainnya, menjadi sumber pencemar jika limbahnya disalurkan ke sungai. Limbah dapat berupa limbah rumah tangga (domestik) berupa detergen, sampah dan lainnya yang sifatnya organik dan inorganik. Limbah juga dapat berupa hasil kegiatan industri dan peternakan seperti industri kertas, industri penyamakan kulit, industri pupuk, kotoran hewan maupun limbah dari rumah pemotongan hewan (Hill 2004). Jika limbah tersebut masuk ke sungai maka dapat meningkatkan nilai BOD yang berdampak pada penurunan kandungan oksigen terlarut dalam air sehingga air dapat tercemar dan ekosistem aquatik pun terganggu. Perubahan luas lahan pemukiman berkorelasi positif terhadap rata-rata kandungan BOD dan COD, dengan kofisien korelasi masing-masingnya 0,848 dan 0,831 dengan tingkat signifikansi yang kecil. Hal ini berarti bahwa peningkatan luasan pemukiman akan dapat meningkatkan kandungan BOD dan COD dan sebaliknya. Tingginya peningkatan lahan pemukiman jelas sangat mempengaruhi tingkat pencemaran sungai. Tercemarnya badan air menurut Anonimus 1962, diacu
59
dalam yuristiarti 1994 adalah disebabkan oleh tiga hal yang dominan berasal dari pemukiman yaitu peningkatan konsumsi penggunaan air, terjadinya pemusatan penduduk dan industri yang didikuti peningkatan pembuangan limbah dan rendahnya investasi sosial ekonomi dan sosial budaya untuk memperbaiki lingkungan hidup. Pemukiman juga dapat mempengaruhi kualitas air dilihat dari parameter TSS disamping keberadaan lahan tanah terbuka dan konversi lahan menjadi kebun campuran. Tanah terbuka berupa lahan kosong, pemukiman dengan lahan yang bervegetasi jarang sampai kebun campuran yang memiliki vegetasi yang cukup rapat berpeluang untuk terjadinya erosi yang merupakan salah satu sumber pencemar TSS. Kejadian erosi ini jelas sangat berkaitan dengan keberadaan vegetasi dilahan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Puspaningsih (1997) menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan memiliki laju erosi yang berbeda tergantung pada persen tutupan tanah dan vegetasi. Hal ini berarti tanah terbuka dan pemukiman yang relatif tidak bervegetasi akan mengalami erosi yang tinggi jika dibandingkan dengan kebun campuran. Rustiadi et al. (2005) menyatakan lahan pemukiman merupakan lahan yang tidak memiliki kemampuan untuk menyimpan air karena tidak adanya vegetasi yang dapat menyimpan/meresapkan air sehingga mempercepat terjadinya erosi. Disamping itu adanya limbah industri dan domenstik dari pemukiman juga dapat meningkatkan kandungan TSS dalam air sungai.
5.4.5 Pengaruh perubahan tutupan lahan perkebunan terhadap kualitas air Perkebunan merupakan jenis tutupan lahan di wilayah DAS Cisadane segmen hulu yang mengalami peningkatan yang cukup besar yaitu sebesar 8677,63 ha (102,46%). Selama selang waktu 2005-2008 perkebunan tidak mengalami penurunan luas begitu besar yang menyebabkan terjadinya konversi lahan perkebunan secara besar. Perkebunan mengalami peningkatan luas akibat pengurangan luasan jenis tutupan lahan lain sedangkan jika dilihat dari perkebunan sendiri hanya sebagian kecil terkonversi menjadi kebun campuran, pemukiman, dan sawah serta sisanya masih berupa perkebunan. Kondisi ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh perubahan luasan perkebunan menjadi pemukiman dan sawah terhadap kualitas air terutama BOD dan COD berdasarkan sumber pencemar pada Tabel 21 cukup kecil sejauh
60
limbah yang dihasilkan tidak begitu besar dan masih dibawah daya tampung beban pencemaran. Pengaruh yang cukup besar dapat dilihat terhadap TSS walaupun untuk sawah tidak terlalu berpengaruh dan untuk pemukiman berdasarkan uji korelasi juga terlihat sangat lemah. Korelasi yang cukup kuat terlihat pada jenis tutupan lahan perkebunan sendiri yaitu sebesar 0,745 walau signifikansinya tergolong kecil (tidak berpengaruh nyata). Peningkatan luas perkebunan dapat meningkatkan kandungan TSS. Peningkatan luasan perkebunan melalui pola vegetasi monokultur dengan pembersihan vegetasi bawah secara menyeluruh dapat meningkatkan kejadian erosi sehingga menimbulkan limbah seperti partikel tanah, tanah liat dan sedimen dan saat terjadi hujan dapat menimbulkan sedimentasi di sungai. Hal ini menyebabkan kandungan TSS meningkat dan pencemaran air sungai pun meningkat. Pengaruh yang cukup kuat ini diduga disebabkan oleh tingginya peningkatan luas perkebunan ini selama tahun 2005-2008 di wilayah DAS Cisadane segmen hulu dan juga dipengaruhi oleh karakteristik lahan itu sendiri serta terdapatnya faktorfaktor tertentu yang sengaja diabaikan dan tidak diidentifikasi seperti topografi, curah hujan, keberadaan industri dan lain-lain. Secara umum, jika dilihat pengaruh perubahan jenis tutupan lahan tersebut terhadap besarnya IKA, maka secara umum dapat diketahui bahwa berkurangnya hutan dan meningkatnya tutupan lahan lainnya seperti pemukiman, sawah, perkebunan dan kebun campuran menyebabkan nilai IKA mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya beberapa parameter kualitas air yang menyebabkan nilai IKA menurun dan sebaliknya. Akibatnya kondisi perairan pun dapat mengalami perubahan dari kondisi baik menjadi sangat buruk dan pencemaran air sungai pun dapat meningkat.
61
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Laju pertumbuhan penduduk sebesar 122.670 jiwa/tahun selama kurun waktu 2005 -2008 telah menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan di DAS Cisadane segmen hulu. Perubahan yang dominan adalah penurunan luas hutan (72,88%), semak belukar (88,18%), tanah terbuka (91,14%), dan ladang (97,52%) serta peningkatan luas perkebunan (102,46%) dan pemukiman (34,21%). 2. Kualitas air mengalami perubahan pada kurun waktu 2005 sampai 2008. Perubahan yang cukup dominan ditunjukkan dengan peningkatan TDS (18 mg/l), BOD (20,8 mg/l), fosfat (0,303 mg/l), dan COD (38 mg/l) yang cenderung melebihi baku mutu air berdasarkan PP No. 82 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahkan rata-rata nilai fosfat dan BOD melebihi baku mutu. Jika dilihat berdasarkan indeks kualitas airnya, kualitas perairan sungai masih tergolong baik berkisar dari 85,58 menjadi 73,66,
namun setiap tahunnya cenderung mengalami
penurunan. 3. Pemanfaatan air sungai di wilayah DAS Cisadane segmen hulu tergolong cukup tinggi. Sebesar 93 % dari 190 KK yang diwawancarai memanfaatkan Sungai Cisadane untuk MCK dan masih ditemukan sekelompok masyarakat yang membuang sampah dan menyalurkan limbah ke sungai, walaupun secara dominan terlihat pengetahuan dan pemahaman mereka tentang pencemaran air sungai sudah tinggi. Sumber pencemar yang dapat dilihat adalah sampah (16%) dan limbah cair (30%). Beban pencemaran dominan berasal dari limbah domestik (4067,86 ton/bulan BOD dan 4129,80 TSS) serta limbah ternak (3,24 ton/bulan BOD dan 17,05 ton/bulan TSS). Beban pencemaran ini melebihi daya tampung beban pencemaran untuk BOD setiap bulannya yaitu berkisar dari 2.484 ton/bulan hingga 3.801 ton/bulan, sedangkan untuk TSS beban pencemaran belum melebihi daya tampung beban pencemaran setiap bulannya.
62
4. Terdapat keterkaitan/hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan kualitas air (BOD, COD, TSS). Korelasi antara perubahan tutupan lahan dengan kualitas air berdasarkan data hasil pemantauan kualitas air tergolong kuatlemah dengan tingkat signifikansi yang relatif kecil (tidak berpengaruh nyata). Berkurangnya luas hutan, semak belukar, tegalan/ladang, tanah terbuka dan meningkatnya luasan perkebunan, pemukiman, sawah dan lain-lain dapat mempengaruhi kualitas air terutama pada parameter BOD, COD, dan TSS yang ditimbulkan oleh limbah contohnya
limbah domestik dan ternak.
Peningkatan parameter kualitas air ini menyebabkan nilai IKA mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan peningkatan pencemaran sungai.
6.2 Saran 1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut melalui uji statistik dengan data tutupan lahan dan kualitas air dalam selang beberapa tahun untuk menunjukkan hubungan diantara keduanya dalam suatu persamaan sehingga dapat diprediksi seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan. 2. Kegiatan evaluasi dan pemantauan air sungai perlu diadakan secara rutin setiap bulan untuk mengetahui perubahan kualitas air yang lebih representatif dan kaitannya dengan tingkat pemanfaatan air oleh masyarakat. 3. Perlu dilakukan pengelolaan sampah dan limbah cair di beberapa tempat di wilayah DAS Cisadane segmen hulu yang mencakup Kabupaten Bogor dan sebagian Kota Bogor karena hal ini dapat menyebabkan pencemaran air sungai yang berat jika pembuangan sampah dan limbah berlangsung secara terus menerus.
63
DAFTAR PUSTAKA Ariestonandri P. 2006. Marketing Research for Beginner (Panduan Praktis Riset Pemasaran Bagi Pemula). Yogyakarta: Penerbit Andi. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Artiola JF, IL Pepper dan ML Brusseau. 2004. Environmental Monitoring and Characterization.USA: Elsevier Academic Press. Arwindrasti BK. 1997. Kajian Kharakteristik DAS Cisadane [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. [Balitbang Depdagri dan Otonomi Daerah]. 2000. Metode Penelitian Sosial (Terapan dan Kebijaksanaan). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. Budiarti S, S Sarbi, HS Alikodra, dan MS Saeni. 2004. Model Pengelolaan Sampah Perkotaan Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus di Kota ParePare). Forum Pascasarjana 27 (4): 329-338. Damar A. 1996. Pengaruh Penggunaan Lahan Terhadap Indeks Mutu Lingkungan Perairan dan Beban Limbah di Pesisir Indramayu [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. [DKKSA] Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumberdaya Air. 2004. Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. http://www.bappenas.go.id/index.php?module=Filemanager&func=downlo ad&pathext=ContentExpress/&view=85/Kajian_DAS_Acc.pdf [ 25 Jan 2009]. [DTLH] Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. 2003. Laporan Kegiatan Analisis Beban Pencemaran Air Sungai Ciliwung, Kalibaru, Cileungsi, Cikeas, Cisadane, dan Cikaniki. Bogor: Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Klein L. 1971. River Polution I. Chemical Analysis. London: Butterworths. [KNLH] Kementerian Negara Lingkungan hidup. 2008. Praktek Menghentikan Pembuangan Sampah ke Sungai. Jakarta: KNLH.
64
Kurniawan. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Kota Bogor Berdasarkan Indeks Kualitas air dan Indeks Biotik [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hill KM. 2004. Understanding Environmental Pollution. New York: Cambridge University Press. Lee R. 1988. Hidrologi Hutan. Sentot S, penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Forest Hydrology. Marsono D. 2004. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Di dalam : Dwi WH, editor. Yogyakarta: BIGRAF Publishing Bekerjasama dengan Sekolah TinggiTeknik Lingkungan (STTL). Mayer JR. 2001 Connections in Enviromental Science a Case Study Approach.New York: McGraw-Hill Companies,Inc Mulyanto HR. 2007. Ilmu Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nugroho AP. 2003. Evaluasi Kualitas Air sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta Melalui pendekatan Indeks Kualitas Air national Sanitation Foundation (IKA-NSF WQI) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Pramesti VI. 2007. Ketersediaan dan Kualitas Air di DAS Cisadane [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan.Institut Pertanian Bogor. Prawirodihardjo. 2003. Alam Sekitar Lingkungan Hidup Manusia. Jakarta: Balai Pustaka. Pribadi MA. 2005. Evaluasi Kualitas Air Sungai Way Sulan Kecil, Kabupaten Lampun Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Prochazkova L. 1978. Agricultural Impact on The Nitrogen and Phosphorus Concentration in Water. Di dalam: Duncan N, Rzoska J, editor. Land Use Impact on Lake and Reservoir Ecosystem; Poland, 26 Mei-2 Jun 1978. Facultas-Verlag. hlm 78-81. Pudjirahardo WJ, H Poernomo, dan MH Machfoed. 1993. Metode Penelitian dan Statistik Terapan. Surabaya: Airlangga University Press. Puspaningsih N. 1997. Studi Perencanaan Pengelolaan Penggunaan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
65
Rasyidin R. 1995. Pengaruh Perkembangan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi Hidrologi dan Kualitas Air Sungai (Studi Kasus Daerah Aliran Ciliwung). [tesis]. Jakarta: Program Pasca Sarjana.Universitas Indonesia. Rushayati SB. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Tengah. [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana.Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E, Rosnila, dan S.R.P Sitorus. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Keberadaan Situ (Studi Kasus Kota Depok). Forum Pascasarjana 28 (1): 11-23. Santoso S. 2005. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Parametrik Dan Non Parametrik. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sudarmo, Y Lisnawati, dan S.R.P. Sitorus. 2006. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Sungai dan Daya Dukung Lahan Di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor. Forum Pascasarjana 29 (4): 343353. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : penerbit ANDI. Suryanta G. 2007. DAS Sebagai Satu Kesatuan Pengelolaan Hutan. Padang Himba 4 (8): 10-11. Susilowati E. 2007. Struktur Makrozobenthos Sebagai Indikator Biologi Perairan di Hulu Sungai Cisadane [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tjiptadi W, M Yani, dan A Bey. 1994. Laporan Penelitian: Kajian Kualitas Air DAS Sungai Cisadane dan Ciliwung. Bogor: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Institut Pertanian Bogor. Verbist B, S Rahayu, RH Widodo, MV Noordwijk., dan I Suryadi. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor: World Agroforestry Centre. Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Warouw OOJ. 1986. Laporan Penelitian: Pengaruh Limbah Rumah tangga terhadap sungai Tondano di kota madya manado dan sekitarnya. Manado: Universitas Sam Ratulangi. WHO. 1989. Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber Pencemaran Air, Tanah dan Udara. Djajadiningrat ST, Amir HH, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Rapid Assesment of Sources of Air, Water and Land Pollution.
66
Yulaswati V, AR Sasongko, N Kartika, A Nugraha, M Showan, I Darmawan, M., N Marizi, R Primana, H Ishak, A., T Hermawan, H Santoso, S., S., A Sunari, A Haryana, N Rusono, S., dan J Indarto. 2004. Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Indonesia. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Yuristiari T. 1994. Dampak Limbah Cair Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Mojokerto Jawa Timur terhadap Kualitas Perairan Kali Magetan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Zamrin. 2007. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Wilayah Kabupaten Bogor Periode 1999-2003 [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
67
LAMPIRAN
68
Lampiran 1.Peta tutupan lahan DAS Cisadane segmen hulu tahun 2005, 2007, 2008
68
69
69
70
70
71
Lampiran 2. Peta tanah dan lokasi indentifikasi pemanfaatan air sungai
71
72
1
3
1
2
1
Titik pantau cisalopa
2
Titik pantau Batubeulah
3
Titik pantau Rumpin
1
1
1
72
73
Lampiran 3. Kuesioner Identifikasi Pemanfaatan Air Sungai Di Sub DAS Cisadane Hulu I. Pemanfaatan Air Sungai 1. Untuk diminum a. Ya b.Tidak 2. Untuk Irigasi Pertanian a. Ya b.Tidak 3. Untuk Perikanan a. Ya b.Tidak 4. Untuk Ternak a. Ya b.Tidak 5. Untuk MCK (ada/tidak ada septic tank) a. Ya b.Tidak 6. Untuk Industri a. Ya b.Tidak 7. Untuk Pertambangan (penggalian pasir) a. Ya b.Tidak II. Sumber Pencemaran 1. Penduduk Apakah sampah yang ada sudah dikelola? A. Jika Ya, bagaimana bentuk pengelolaannya ? a. Dibakar b. Dikomposkan c. Dimanfaatkan d. Dikelola bersama, seperti adanya tempat pembuangan B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap sampah tersebut? a. Dibuang ke sungai (rutin/jarang) b. Dibuang ke pekarangan 2. Limbah cair Apakah limbah cair yang ada sudah dikelola? A. Jika Ya, bagaimana bentuk pengelolaannya? a. Ditampung/ comberan b. Ada pengolahan air limbah c. Dimanfaatkan secara biogas B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap limbah cair tersebut a. Disalurkan ke sungai (rutin/jarang) b. Dll 2. Peternakan Apakah limbah peternakan yang ada sudah dikelola? A. Jika Ya, bagaimana bentuk pengelolaannya? a. Dikomposkan b. Digunakan untuk pupuk langsung c. Dijual langsung d. Dimanfaatkan sebagai biogas B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap limbah ternak tersebut?
74
a. Dibuang ke sungai b. Ditumpuk c. Dll C. Jumlah ternak (ayam, kerbau, sapi, dll) 3. Pertanian a. Sistem atau budidaya pertanian yang digunakan? b. Seberapa banyak penggunaan pupuk untuk pertanian per ha 4. Industri Apakah limbah industri yang ada sudah dikelola? A. Jika Ya, bangaimana bentuk pengelolaannya? a. Ada IPAL B. Jika Tidak, apakah yang dilakukan terhadap limbah industritersebut a. dibuang ke sungai b. atau ditampung 5. Pertambangan a. Bagaimana jenis pertambangan di daerah tersebut? b. Dimana lokasi pertambangan tersebut? c. Bagaimana penggunaan merkuri per hari (gram/hari) 6. Perikanan Apakah usaha perikanan dilakukan disungai? Jika Ya, bentuk usaha a. Keramba b. Tambak c. Dll III. Pendapat dan Pemahaman Masyarakat 1. Kondisi air sungai sekarang a. Baik b. Jelek/tercemar 2. Kondisi air sungai mengalami perubahan setiap tahunnya a. Ya b.Tidak 3. Sampah yang dibuang ke sungai mempengaruhi kualitas air sungai a. Ya b.Tidak 4. Limbah cair dari rumah tangga yang disalurkan ke sungai mempengaruhi kualitas air sungai a. Ya b.Tidak 5. Limbah peternakan mempengaruhi kualitas air sungai a. Ya b.Tidak 6. Limbah pertanian mempengaruhi kualitas air sungai a. Ya b.Tidak 7. Limbah industri mempengaruhi kualitas air sungai a. Ya b.Tidak 8. Hutan berperan menjaga kondisi air sungai a. Ya b.Tidak 9. Pengurangan luas hutan mempengaruhi kondisi air sungai baik kualitas maupun ketersediaan air sungai a. Ya b.Tidak 10. Kondisi lingkungan sekitar sungai a. Baik b. Jelek
75
Lampiran 4. Perhitungan modifikasi bobot parameter (Wi)
NKPmodifikasi = {
Σ y} + NKPawal
(Kurniawan, 2005) Keterangan : NKPmodifikasi = Bobot parameter ke-I yang telah dimodifikasi NKPawal
= Bobot parameter awal yang dicari
Σx
= Σ NKP dari tujuh parameter yang digunakan
Σy
= Σ NKP dari tujuh parameter yang tidak digunakan
Parameter yang tidak digunakan dari 9 parameter IKA adalah kekeruhan, nitrat dan fecal coli dengan masing-masing bobot parameter awal :0,08, 0,1 dan 0,15. Maka : Σy = 0,08+0,1+0,15 = 0,33 Σx = 1-0,33 = 0,67 Berikutnya dihitung bobot paramater modifikasi untuk masing-masing paramater yang digunakan Misalnya untuk oksigen terlarut NKPawal = 0,17 NKPmodifikasi = { = = 0,25
X 0,33 + 0,17
Σ y} + NKPawal
76
Lampiran 5 Hasil pengukuran kualitas air per titik pantau pada 11x pengukuran Parameter
Satuan
DO
mg/l
pH
-
BOD
mg/l
Fosfat
mg/l
Suhu
°C
TDS
mg/l
TSS
mg/l
COD
mg/l
TP I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III I II III
1 6.7 5.8 5.7 7.6 7.7 7.6 3.2 2 2.7 0.018 0.022 0.009 26 26 29 71 54 46 98 212 186 8.2 5.2 7.2
2 6.7 7.1 3.6 7.2 6.9 7.1 4.7 4.4 7.2 0.021 0.032 0.06 26 28 28 83 59 61 30 63 98 14 13 20
3 6.2 6.9 5.4 7.4 7.2 7.6 3.8 4.8 6.1 0.009 0.011 0.005 25.9 28.4 30.6 86 68 80 44 32 28 8.7 9.1 15.5
4 6.7 7.4 7 7.8 7.8 8 2.7 2.1 2.1 0.043 0.133 0.139 26 26 27 73 70 48 50 96 88 6 6.5 5.5
Ulangan 5 6 6.9 5.6 7.2 7.6 7 7.1 7.2 6.7 6.8 6.4 7.2 6.6 2.9 1.5 2.2 1.2 2.4 1.3 0.061 0.029 0.16 0.036 0.128 0.042 26 27.2 26.4 27.4 27.2 28.3 79 58 59 38 65 38 18 39 42 37 56 41 6.8 6 7.2 6 8 8
7 7.5 7.7 7.2 6.7 6.7 6.9 7.62 4.57 10.66 0.05 0.04 0.03 22.6 29.4 29.4 147 132 122 20 22 20 20.4 12.24 28.56
8 5.56 5.76 6.16 7.4 7.3 7.1 0.8 0.2 0.2 0.02 0.01 0.01 24 25 25 140 135 125 10 5 12 5.82 9.7 11.64
Keterangan : Ulangan 1= Juni 2004 Ulangan 2 = September 2004 Ulangan 3 = November 2004 Ulangan 4 = Mei 2005 Ulangan 5 = Agustus 2005 Ulangan 6 = November 2005
Ulangan 7 = Juni 2006 Ulangan 8 = Juni 2007 Ulangan 9 = Agustus 2007 Ulangan 10 = Oktober 2007 Ulangan 11 = Agustus 2008
9 3.88 7.47 6.89 7.5 7.3 7.3 1.75 3.59 5.44 0.05 0.03 0.07 25.5 25.4 26.6 185 195 195 15 12 26 4.07 10.18 4.07
10 4.97 1.55 0.77 7.8 7.7 7.7 4.97 1.55 0.77 0.08 0.01 0.06 25.7 28 29.5 175 180 125 5 3 5 6 4 8.1
11 7.98 7.75 7.24 7.7 6.8 7.1 13 20 28 0.122 0.335 0.202 23.3 27.7 26.8 104 92 62 28 72 16 40 51 58
77
Lampiran 6. Hasil Pengukuran dan Perhitungan IKA-NSF WQI Tahun 2004 Parameter Suhu deviasi Ii Wi WixIi Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi WixIi pH Ii Wi WixIi BOD Ii Wi WixIi Fosfat Ii Wi WixIi TDS Ii Wi WixIi IKA
P1 TP1 26 1.99 84.5 0.15 12.675 6.7 81.51 85.5 0,25 21.375 7,6 91 0,18 16,38 3,2 72,5 0,15 10,87 0,018 84.75 0,15 12,71 71 88,5 0,12 10,62 84,64
TP2 26 1.99 84.5 0.15 12.675 5.8 70.56 74 0,25 18.5 7,7 89.5 0,18 16,11 2 78 0,15 11,7 0,022 79,75 0,15 11,96 54 87,5 0,12 10,5 81,45
TP3 29 -1.01 87.5 0.15 13.125 5.7 73.36
P2 TP1 26 1.99 84.5 0.15 12.675 6.7 81.51
TP2 28 -0.01 93 0.15 13.95 7.1 89.65
77 0,25 19.25 7,6 91 0,18 16,38 2,7 74,5 0,15 11,17 0,009 88,25 0,15 13,24 46 86,5 0,12 10,38 83,55
85.5 0,25 21.375 7,2 93 0,18 16,74 4,7 58,5 0,15 8,77 0,021 78,25 0,15 11,74 83 88 0,12 10,56 81,86
92.5 0,25 23.125 6,9 90 0,18 16,2 4,4 62,5 0,15 9,37 0,032 76 0,15 11,4 59 89 0,12 10,68 84,73
TP3 28 -0.01 93 0.15 13.95 3.6 45.45 35 0,25 8.75 7,1 93 0,18 16,74 7,2 43,5 0,15 6,52 0,06 86,5 0,15 12,97 61 89,5 0,12 10,74 69,68
P3 TP1 25,9 2.09 81.5 0.15 12.225 6.2 75.43 78.5 0,25 19.625 7,4 92 0,18 16,56 3,8 67 0,15 10,05 0,009 88,25 0,15 13,24 86 87,5 0,12 10,5 82,19
TP2 28,4 -0.41 92.5 0.15 13.875 6.9 87.12 91 0,25 22.75 7,2 93 0,18 16,74 4,8 56,5 0,15 8,47 0,011 87,5 0,15 13,12 68 88,5 0,12 10,62 85,58
TP3 30,6 -2.61 82 0.15 12.3 5.4 70.77 76 0,25 19 7,6 91 0,18 16,38 6,1 44 0,15 6,6 0,005 88,75 0,15 13,31 80 87 0,12 10,44 78,03
77
78
Tahun 2005 Parameter Suhu deviasi Ii Wi WixIi Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi WixIi pH Ii Wi WixIi BOD Ii Wi WixIi Fosfat Ii Wi WixIi TDS Ii Wi WixIi IKA
P1 TP1 26 1,99 84,5 0.15 12,67 6,7 81,51 85,5 0,25 21,37 7,8 88 0,18 15,84 2,7 74,5 0,15 11,17 0,043
72,12 0,15 10,81 73 87,4 0,12 10,48 82,37
TP2 26 1,99 84,5 0.15 12,67 7,4 90,02 92,7 0,25 23,17 7,8 88 0,18 15,84 2,1 77,5 0,15 11,62 0,133 86,5 0,15 12,97 70 87,5 0,12 10,5 86,79
P2 TP3 27 0,99 93,5 0.15 14,02 7 86,74 89,7 0,25 22,42 8 87 0,18 15,66 2,1 77,5 0,15 11,62 0,139 86,75 0,15 13,01 48 86,1 0,12 10,33 87,08
TP1 26 1,99 84,5 0.15 12,67 6,9 83,94 86,7 0,25 21,67 7,2 93 0,18 16,74 2,9 76,5 0,15 11,47 0,061 63,5 0,15 9,52 79 87 0,12 10,44 82,53
TP2 26,4 1,59 85,5 0.15 12,82 7,2 87,59 94,12 0,25 23,53 6,8 88 0,18 15,84 2,2 77 0,15 11,55 0,16 86,12 0,15 12,91 59 89 0,12 10,68 87,34
TP3 27,2 0,79 91,5 0.15 13,72 7 86,74 89,7 0,25 22,42 7,2 93 0,18 16,74 2,4 75,5 0,15 11,32 0,128 86,75 0,15 13,01 65 87,6 0,12 10,51 87,74
TP1 27,2 0,79 91,5 0.15 13,72 5,6 69,39 71,12 0,25 17,78 6,7 86,5 0,18 15,57 1,5 88,5 0,15 13,27 0,029 76,25 0,15 11,44 58 86 0,12 10,32 82,11
P3 TP2 27,4 0,59 91 0.15 13,65 7,6 94,18 95,12 0,25 23,78 6,4 80 0,18 14,4 1,2 93 0,15 13,95 0,036 75,25 0,15 11,29 38 84,5 0,12 10,14 87,21
TP3 28,3 -0,31 91,7 0.15 13,75 7,1 89,65 92,5 0,25 23,12 6,6 85,5 0,18 15,39 1,3 92,5 0,15 13,87 0,042 72,25 0,15 10,84 38 84,5 0,12 10,14 87,12
78
79
Tahun 2006 Parameter
P1 TP1 22,6 5,39 36 0,15 5,4
TP2 29,4 -1,41 86 0,15 12,9
TP3 29,4 -1,41 86 0,15 12,9
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi WixIi
7,5 86,41 89,5 0,25 22,37
7,7 99,09 98 0,25 24,5
7,2 92,66 94,5 0,25 23,62
pH Ii Wi WixIi
6,7 86,5 0,18 15,57
6,7 86,5 0,18 15,57
6,9 90 0,18 16,2
BOD Ii Wi WixIi
7,62 41,5 0,15 6,22
4,57 56,5 0,15 8,47
10,66 31 0,15 4,65
0,05 0,15 10,31
0,04 72,5 0,15 10,87
0,03 76,25 0,15 11,43
147 81 0,12 9,72 69,60
132 83 0,12 9,96 82,28
122 84 0,12 10,08 78,89
Suhu deviasi Ii Wi WixIi
Fosfat Ii Wi WixIi TDS Ii Wi WixIi IKA
68,75
80
Tahun 2007 Parameter Suhu deviasi Ii Wi WixIi Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi WixIi pH Ii Wi WixIi BOD Ii Wi WixIi Fosfat Ii Wi WixIi TDS Ii Wi WixIi IKA
P1 TP1 24 3,99 53,5 0,15 8,02 5,56 65,18 66,5 0,25 16,62 7,4 92 0,18 16,56 0,8 94 0,15 14,1 0,02
78,5 0,15 11,77 140 82 0,12 9,84 76,92
TP2 25 2,99 72,5 0,15 10,87 5,76 68,73 72,5 0,25 18,12 7,3 92,5 0,18 16,65 0,2 96 0,15 14,4 0,01 87,5 0,15 13,12 135 82,5 0,12 9,9 83,07
P2 TP3 25 2,99 72,5 0,15 10,87 6,16 73,50 76,9 0,25 19,22 7,1 93 0,18 16,74 0,2 96 0,15 14,4 0,01 87,5 0,15 13,12 125 83,5 0,12 10,02 84,38
TP1 25,5 2,49 74,5 0,15 11,17 3,88 46,30 35 0,25 8,75 7,5 91,5 0,18 16,47 1,75 91,5 0,15 13,72 0,05 88,75 0,15 13,31 185 85,5 0,12 10,26 73,69
TP2 25,4 2,59 73,2 0,15 10,98 7,47 89,14 92,1 0,25 23,02 7,3 92,5 0,18 16,65 3,59 70 0,15 10,5 0,03 76 0,15 11,4 195 75 0,12 9 81,55
TP3 26,6 1,39 85,1 0,15 12,76 6,89 85,38 87,4 0,25 21,85 7,3 92,5 0,18 15,84 5,44 54,5 0,15 8,17 0,07 60,5 0,15 9,07 195 75 0,12 9 77,51
TP1 25,7 2,29 76 0,15 11,4 4,97 60,46 58,5 0,25 14,62 7,8 88 0,18 16,11 4,97 57 0,15 8,55 0,08 59,5 0,15 8,92 175 78,5 0,12 9,42 68,76
P3 TP2 28 -0,01 93 0,15 13,95 1,55 19,57 12 0,25 3 7,7 89,5 0,18 16,11 1,55 90 0,15 13,5 0,01 87,5 0,15 13,12 180 78 0,12 9,36 69,04
TP3 29,5 -1,51 85,9 0,15 12,88 0,77 9,91 5,5 0,25 1,37 7,7 89,5 0,18 16,11 0,77 94,5 0,15 14,17 0,06 64 0,15 9,6 125 83,5 0,12 10,02 64,16
80
81
Tahun 2008 Parameter
P1 TP1 23,3 4,69 44,5 0,15 6,67
TP2 27,7 0,29 92 0,15 13,8
TP3 26,8 1,19 86,5 0,15 12,97
Oksigen terlarut % saturasi Ii Wi WixIi
7,98 91,94 93,5 0,25 23,37
7,75 97,85 97,5 0,25 24,37
7,24 89,71 91,5 0,25 22,87
pH Ii Wi WixIi
7,7 89,5 0,18 16,11
6,8 88 0,18 15,84
7,1 93 0,18 16,74
BOD Ii Wi WixIi
13 23,5 0,15 3,52
20 12 0,15 1,8
28 5,5 0,15 0,82
Fosfat Ii Wi WixIi
0,122 0,15 8,32
0,335 49,75 0,15 7,46
0,202 52 0,15 7,8
TDS Ii Wi WixIi IKA
104 85 0,12 10,2 68,21
92 86,5 0,12 10,38 73,66
62 87,5 0,12 10,5 71,71
Suhu deviasi Ii Wi WixIi
55,5
82
Nilai IKA per Titik Pantau Pada 11x Pengukuran Rata-rata nilai IKA setiap titik pantau per tahun Tahun Titik IKA pantau 2004 1 82,89 2 83,92 3 77,09 2005 1 82,33 2 87,11 3 87,31 2006 1 69,6 2 82,28 3 78,89 2007 1 73,13 2 77,89 3 75,35 2008 1 68,21 2 73,66 3 71,71 Rata-rata nilai IKA per tahun Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
IKA 81,30 85,59 76,92 75,46 71,19
Kategori Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Baik Baik Baik Baik Baik Sedang Baik Baik
Kategori Baik Baik Baik Baik baik
83
Lampiran 7. Hasil uji Korelasi variabel jenis tutupan lahan dengan parameter kualitas air Correlations: BOD, Hutan, Pemukiman, Sawah, Ladang, Semak belukar BOD -0.528 0.646
Hutan
Pemukiman
0.799 0.411
-0.933 0.235
Sawah
0.979 0.131
-0.343 0.777
0.658 0.542
Ladang
-0.620 0.574
0.994 0.071
-0.967 0.163
-0.446 0.706
Semak beluka
-0.625 0.570
0.993 0.076
-0.969 0.159
-0.452 0.701
Hutan
Pemukiman
Sawah
Ladang 1.000 0.004
Semak beluka
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: COD, Pemukiman, Sawah, Ladang Pemukiman Sawah Ladang
COD 0.801 0.409
Pemukiman
0.978 0.133
0.658 0.542
-0.623 0.572
-0.967 0.163
Sawah
-0.446 0.706
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: TSS, Hutan, Pemukiman, Ladang, Semak beluka, tanah terbuk, ... TSS 0.149 0.905
Hutan
Pemukiman
0.217 0.861
-0.933 0.235
Ladang
0.038 0.976
0.994 0.071
-0.967 0.163
Semak beluka
0.031 0.980
0.993 0.076
-0.969 0.159
1.000 0.004
tanah terbuk
0.022 0.986
0.992 0.081
-0.971 0.153
1.000 0.010
perkebunan
0.745 0.465
-0.549 0.630
0.813 0.396
-0.639 0.559
Hutan
Pemukiman
Ladang
84
kebun campur
-0.861 0.339
-0.631 0.565
0.309 0.800
Semak beluka 1.000 0.006
tanah terbuk
perkebunan
perkebunan
-0.644 0.555
-0.651 0.549
kebun campur
-0.535 0.641
-0.527 0.647
tanah terbuk
-0.540 0.637
-0.302 0.804
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Correlations: IKA, Hutan, Pemukiman, Sawah, Ladang, Semak beluka, ... IKA 0.965 0.169
Hutan
Pemukiman
-0.995 0.066
-0.933 0.235
Sawah
-0.577 0.609
-0.343 0.777
0.658 0.542
Ladang
0.988 0.097
0.994 0.071
-0.967 0.163
-0.446 0.706
Semak beluka
0.989 0.093
0.993 0.076
-0.969 0.159
-0.452 0.701
tanah terbuk
0.991 0.087
0.992 0.081
-0.971 0.153
-0.460 0.696
perkebunan
-0.748 0.462
-0.549 0.630
0.813 0.396
0.974 0.147
kebun campur
-0.406 0.734
-0.631 0.565
0.309 0.800
-0.512 0.658
Ladang 1.000 0.004
Semak beluka
tanah terbuk
perkebunan
1.000 0.010
1.000 0.006
perkebunan
-0.639 0.559
-0.644 0.555
-0.651 0.549
kebun campur
-0.540 0.637
-0.535 0.641
-0.527 0.647
Hutan
Semak beluka tanah terbuk
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Pemukiman
Sawah
-0.302 0.804
83
Lampiran 8. Potensi potensi beban pencemaran air A. Potensi jumlah penduduk terhadap peningkatan BOD dan TSS Nama Kecamatan Caringin Ciampea Ciawi Cibungbulang Cigudeg Cijeruk Ciomas Ciseeng Dramaga Gunungsindur Kemang Leuwiliang Megamendung Nanggung Pamijahan Parung Rancabungur Rumpin Sukajaya Tamansari Cigombong Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah Jumlah
Jumlah penduduk (jiwa) 145.618 188.241 106.078 144.255 25.547 111.594 143.211 102.093 94.679 61.091 31.197 227.927 2.591 93.877 188.439 30.872 100.691 106.444 3.822 146.443 92.925 176.636 138.319 15.292 2.477.882
Faktor konversi BOD 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7 19.7
Faktor konversi TSS 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
Potensi BOD 2868674.6 3708347.7 2089736.6 2841823.5 503275.9 2198401.8 2821256.7 2011232.1 1865176.3 1203492.7 614580.9 4490161.9 51042.7 1849376.9 3712248.3 608178.4 1983612.7 2096946.8 75293.4 2884927.1 1830622.5 3479729.2 2724884.3 301252.4 48814275.4 4067,86 ton/bulan
Potensi TSS 2912360 3764820 2121560 2885100 510940 2231880 2864220 2041860 1893580 1221820 623940 4558540 51820 1877540 3768780 617440 2013820 2128880 76440 2928860 1858500 3532720 2766380 305840 49557640 4129,80 ton/bulan
85
84
B. Potensi ternak sapi terhadap peningkatan BOD dan TSS Nama Kecamatan Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Megamendung Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gn. Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah
Jumlah ternak (ekor) Sapi potong 32 13 67 175 0 18 0 51 13 39 153 20 0 129 61 290 309 835 2,249 14 51 0 41 0
kerbau
jumlah
1,324 306 609 360 316 180 74 133 390 218 367 170 134 70 133 104 382 349 461 569 2,557 20 24 0
1,356 319 676 535 316 198 74 184 403 257 520 190 134 199 194 394 691 1,184 2,710 583 2,608 20 65 0
Faktor konversi BOD (kg/unit/tahun)
Faktor konversi TSS
potensi peningkatan BOD
potensi peningkatan TSS
250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716 1716
339,000 79,750 169,000 133,750 79,000 49,500 18,500 46,000 100,750 64,250 130,000 47,500 33,500 49,750 48,500 98,500 172,750 296,000 677,500 145,750 652,000 5000 16250 0
2,326,896 547,404 1,160,016 918,060 542,256 339,768 126,984 315,744 691,548 441,012 892,320 326,040 229,944 341,484 332,904 676,104 1,185,756 2,031,744 4,650,360 1,000,428 4,475,328 34320 111540 0
Jumlah
Jumlah ternak (ekor) Sapi perah 0 0 1,071 890 38 38 0 25 803 26 605 165 358 120 0 0 44 0 0 0 0 214 0 0
Faktor konversi BOD
potensi peningkatan BOD
Total potensi peningktan BOD
Total potensi peningkatan TSS
539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539 539
0 0 577269 479710 20482 20482 0 13475 432817 14014 326095 88935 192962 64680 0 0 23716 0 0 0 0 115346 0 0
339,000 79,750 746,269 613,460 99,482 69,982 18,500 59,475 533,567 78,264 456,095 136,435 226,462 114,430 48,500 98,500 196,466 296,000 677,500 145,750 652,000 120346 16250 0 5,822,483
2,326,896 547,404 1,160,016 918,060 542,256 339,768 126,984 315,744 691,548 441,012 892,320 326,040 229,944 341,484 332,904 676,104 1,185,756 2,031,744 4,650,360 1,000,428 4,475,328 34320 111540 0 23,697,960
0,49 ton/bulan
1,97 ton/bulan
86
85
C. Potensi ternak kambing terhadap peningkatan BOD dan TSS Nama Kecamatan Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Mg.Mendung Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gn. Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah
Jumlah ternak kambing (ekor) 2,857 2,517 3,543 2,155 2,073 1,147 1,296 1,075 2,664 1,920 2,104 1,043 1,145 1,417 2,601 829 2,977 5,247 3,036 1,811 3,483 1600 2447 9 Jumlah
Faktor konversi BOD 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6 36.6
Faktor konversi TSS 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201 201
Total pontensi peningkatan BOD 104,566 92,122 129,674 78,873 75,872 41,980 47,434 39,345 97,502 70,272 77,006 38,174 41,907 51,862 95,197 30,341 108,958 192,040 111,118 66,283 127,478 58,560 89,560 329 1,866,454 1,87 ton/tahun = 0,16 ton/bulan
Total potensi peningkatan TSS 574,257 505,917 712,143 433,155 416,673 230,547 260,496 216,075 535,464 385,920 422,904 209,643 230,145 284,817 522,801 166,629 598,377 1,054,647 610,236 364,011 700,083 321,600 491,847 1,809 10,250,196 10,25 ton/tahun = 0,85 ton/bulan
87 8 85
86
D. Potensi ternak ayam/itik terhadap peningkatan BOD dan TSS Jumlah ternak (ekor) Nama Kecamatan
Nanggung Leuwiliang Pamijahan Cibungbulang Ciampea Dramaga Ciomas Tamansari Cijeruk Cigombong Caringin Ciawi Megamendung Kemang Rancabungur Parung Ciseeng Gn. Sindur Rumpin Cigudeg Sukajaya Bogor Selatan Bogor Barat Bogor Tengah
ayam
itik
jumlah
836,555 580,673 1,396,347 749,693 207,825 448,041 17,979 287,915 361,075 159,927 609,425 214,109 349,802 314,504 278,913 230,120 810,481 1,808,783 917,964 585,953 144,630 119513 172379 35363
1,695 1,117 7,753 826 230 605 779 170 1,395 1,190 1,325 1,140 3,249 1,102 1,738 1,239 4,247 12,374 3,527 4,314 2,847 1932 681 123
838,250 581,790 1,404,100 750,519 208,055 448,646 18,758 288,085 362,470 161,117 610,750 215,249 353,051 315,606 280,651 231,359 814,728 1,821,157 921,491 590,267 147,477 121,445 173,060 35,486
Faktor konversi BOD (kg/unit/ tahun) 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4
Faktor konversi TSS
potensi peningkatan BOD
potensi peningkatan TSS
14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6 14.6
1,173,550 814,506 1,965,740 1,050,727 291,277 628,104 26,261 403,319 507,458 225,564 855,050 301,349 494,271 441,848 392,911 323,903 1,140,619 2,549,620 1,290,087 826,374 206,468 170,023 242,284 49,680
12,238,450 8,494,134 20,499,860 10,957,577 3,037,603 6,550,232 273,867 4,206,041 5,292,062 2,352,308 8,916,950 3,142,635 5,154,545 4,607,848 4,097,505 3,377,841 11,895,029 26,588,892 13,453,769 8,617,898 2,153,164 1,773,097 2,526,676 518,096
Jumlah
Jumlah ternak (ekor) ayam petelur 35,000 3,000 0 40,000 0 0 0 0 30,000 28,500 40,000 0 40,000 141,000 0 164,000 30,000 1,422,288 1,078,500 168,000 0 500 0 0
Faktor konversi BOD
potensi peningkatan BOD
4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6 4.6
161000 13800 0 184000 0 0 0 0 138000 131100 184000 0 184000 648600 0 754400 138000 6542524.8 4961100 772800 0 2300 0 0
Total pontensi peningktan BOD
Total potensi peningkatan TSS
1,334,550 828,306 1,965,740 1,234,727 291,277 628,104 26,261 403,319 645,458 356,664 1,039,050 301,349 678,271 1,090,448 392,911 1,078,303 1,278,619 9,092,145 6,251,187 1,599,174 206,468 172,323 242,284 49,680 31,186,619 2,59 ton/bulan
12,238,450 8,494,134 20,499,860 10,957,577 3,037,603 6,550,232 273,867 4,206,041 5,292,062 2,352,308 8,916,950 3,142,635 5,154,545 4,607,848 4,097,505 3,377,841 11,895,029 26,588,892 13,453,769 8,617,898 2,153,164 1,773,097 2,526,676 518,096 170,726,078 14,23 ton/bulan
88
89
90
91
92
Lampiran 10. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas PARAMETER
SATUAN
FISIKA Temperatur Residu Terlarut Residu Tersuspensi
°C mg/l mg/l
KIMIA ANORGANIK pH
KELAS III
IV
KETERANGAN
I
II
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
Deviasi 5 2000 400
Deviasi temperatur dari keadaan alamiah
6-9
6-9
6-9
5-9
Apabila secara alamiah di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
BOD COD DO Total Fosfat sebagai P NO3 sebagai N NH3-N
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
2 10 6 0,2 10 0,5
3 25 4 0,2 10 (-)
6 50 3 1 20 (-)
12 100 0 5 20 (-)
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khron (VI) Tembaga
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,01 0,2
Bagi pengolahan air minum secara konvesional, residu tersupensi ≤5000 mg/l
Angka batas minimum
Bagi perikanan kandungan amonia bebas untuk ikan yang peka ≤0,02 mg/l sebagai NH3
92
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Cu ≤ 1 mg/l
93
PARAMETER
SATUAN
Besi
KELAS III (-)
mg/l
I 0,3
II (-)
IV (-)
Timbal
mg/l
0,03
0,03
0,03
1
Mangan Air Raksa
mg/l mg/l
1 0,001
(-) 0,002
(-) 0,002
(-) 0,005
Seng
mg/l
0,05
0,05
0,05
2
Khlorida Sianida
mg/l mg/l
1 0,02
(-) 0,02
(-) 0,02
(-) (-)
Fluorida Nitrit sebagai N
mg/l mg/l
0,5 0,06
1,5 0,06
1,5 0,06
(-) (-)
Sulfat Khlorin bebas Belerang sebagai H2S
mg/l mg/l mg/l
400 0,03 0,002
(-) 0,03 0,002
(-) 0,03 0,002
(-) (-) (-)
MIKROBIOLOGI Fecal coliform
Jml/100 ml
100
1000
2000
2000
Total coliform
Jml/100 ml
1000
5000
10000
10000
RADIOAKTIVITAS Gross-A
bg/l
0,1
0,1
0,1
0,1
Gross-B KIMIA ORGANIK Minyak dan lemak
bg/l
1
1
1
μg/l
1000
1000
1000
(-)
Detergen sebagai MBAS Senyawa fenol Sebagai fenol
μg/l μg/l μg/l
200 1
200 1
200 1
(-) (-)
KETERANGAN Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Fe≤ 0,1 mg/l Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Pb≤0,1 mg/l
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, Zn≤5 mg/l
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, NO2-N≤1 mg/l Bagi ABAM tidak dipersyaratkan
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤2000 jml/100 ml dan total coliform ≤ 10000 jml/100 ml
93 85
94
PARAMETER
SATUAN
BHC Aldrin/Dieldrin
KELAS III 210 (-)
μg/l μg/l
I 210 17
II 210 (-)
IV (-) (-)
Chlordane DDT Heptacchlor dan
μg/l μg/l μg/l
3 2 18
(-) 2 (-)
(-) 2 (-)
(-) 2 (-)
Heptachlor epoxide Lindane
μg/l
56
(-)
(-)
(-)
Methoxyctor Endrin Toxaphan
μg/l μg/l μg/l
35 1 5
(-) 4 (-)
(-) 4 (-)
(-) (-) (-)
KETERANGAN
Keterangan : mg = miligram μg = mikrogram ml = militer L = liter Bq = Bequerel MBAS= Methylene Blue Active Substance ABAM= Air Baku untuk Air Minum Logam berat merupakan logan terlarut Nilai diatas merupakan bats maksimu, kecuali untuk pH dan DO Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum Nilai DO merupakan batas minimum. Arti (-) diatas menyatakan bahwa untuk kelas termasuk, parameter tersebut tidak dipersyaratkan. Tanda ≤ adalah lebih kecil atau sama dengan Tanda < adalah lebih kecil. 94