IDENTIFIKASI KUALITAS SUB DAS CISADANE HULU DENGAN PARAMETER PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN DEBIT AIR
SERJENSIL SETIOPUTRO
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Kualitas Sub DAS Cisadane Hulu dengan Parameter Perubahan Tutupan Lahan dan Debit Air Tenggara adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Serjensil Setioputro NIM E34100098
ABSTRAK SERJENSIL SETIOPUTRO. Identifikasi Kualitas Sub DAS Cisadane Hulu dengan Parameter Perubahan Tutupan Lahan dan Debit Air. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan OMO RUSDIANA. Ekosistem DAS memiliki peran penting dalam mejaga stabilitas lingkungan dan ekosistem disekitarnya. Penelitian ini dilakukan di Sub DAS Cisadane hulu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perubahan penutupan lahan dan menganalisis hubungan perubahan penutupan lahan terhadap fluktuasi debit air. Penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu pada tahun 2002-2014 didominasi oleh lahan hutan dengan luasan mengalami penurunan sebesar -2846.86 ha (-27.51%) dengan laju perubahan tutupan lahan 237.24 ha (-2.29%) per tahun. Hasil analisis menunjukan bahwa kondisi hidrologi Sub DAS Cisadane Hulu berdasarkan rasio debit maksimum-minimum pada tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 masing-masing sebesar 4.37, 3.31 2.22, dan 4.69 memiliki trend meningkat, namun menurut kriteria Kunkle kondisi tersebut masih tergolong baik. Berdasarkan nilai koefisien air larian pada tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 masing-masing 0.38 (38.35), 0.15 (15.50%), 0.19 (18.68%), dan 0.21 (20.96%) memiliki trend meningkat, maka kondisi tersebut cenderung memburuk karena mengalami peningkatan. Kata kunci: debit air, sub DAS Cisadane Hulu, perubahan tutupan lahan
ABSTRACT SERJENSIL SETIOPUTRO. Identification of Cisadane Hulu Sub Watershed Quality with Land Cover Change and Water Discharge Parameter. Supervised by LILIK BUDI PRASETYO and OMO RUSDIANA. Ecosystem of watershed has an important role in protecting stability of the surrounding environment and ecosystem. This research was conducted at Cisadane Hulu Sub Watershed. The aim of this research was evaluating land cover change and its impact on discharge water fluctuations. Land cover change of Cisadane Hulu Sub Watershed in 2002-2014 was dominated by forest, however, its area has been decreasing of about 2 846.86 ha (27.51%). The Annual deforestation rate during that period was 237.24 ha (2.29%). Analysis showed that Qmax and Qmin proportion in 2002, 2006, 2010, and 2014 were 4.37, 3.31, 2.22, and 4.69, respectively. The increase trend has indicated that the watershed condition was worsen, however, base on Kunkle criteria, it still was classified as good. Base on runoff coefficients in 2002, 2006, 2010, and 2014 are 0.38 (38.35), 0.15 (15.50%), 0.19 (18.68%), and 0.21 (20.96%), respectively. The increase trend has indicated that the watershed condition in tended to worsen. Key words: Cisadane Hulu sub watershed, land cover change, water discharge
IDENTIFIKASI KUALITAS SUB DAS CISADANE HULU DENGAN PARAMETER PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN DEBIT AIR
SERJENSIL SETIOPUTRO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilakukan pada bulan September - Desember 2014 ini menghasilkan karya ilmiah yang berjudul “Identifikasi Kualitas Sub DAS Cisadane Hulu dengan Parameter Perubahan Tutupan Lahan dan Debit Air”. Terima kasih penulis sampaikan kepada bapak Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Dr Ir Omo Rusdiana, MSc sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian, baik dalam pengumpulan dan dan pengolahan data yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan Nepenthes rafflesiana, HIMAKOVA, Jamaah Yusuf 47, TPB A.13. Terakhir, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga yaitu ibu Sasmiyati dan bapak Tumin, serta saudari kandung Runtut Istiarmalah dan Salsa Putri Permata Hati atas segala do’a dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016
Serjensil Setioputro
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat Penelitian
2
Bahan
3
Alat
3
Metode Pengumpulan Data
3
Prosedur Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan dan Akurasi
6
Analisis Karakteristik Hidrologi
10
Hubungan Perubahan Tutupan Lahan dan Debit Air
15
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
DAFTAR TABEL 1 Penutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu 2 Laju perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu 3 Karakterisik hidrologi yang terjadi pada Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2002-2014 4 Hubungan tutupan lahan dengan fluktuasi debit
7 8 13 15
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi penelitian 2 Skema alur pembuatan peta 3 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2002 4 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2006 5 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2010 6 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2014 7 Grafik fluktuasi debit bulanan di Outlet Empang 8 Grafik curah hujan rata-rata bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 9 Peta wilayah curah hujan Sub DAS Cisadane Hulu 10 Grafik hubungan curah hujan dan debit 11 Debit Cisadane Hulu 2002, 2006, 2010, dan 2014 12 Curah hujan, Fluktuasi debit, dan Respon hidrologi 13 Trend hubungan curah hujan dan debit
2 4 8 9 9 10 11 11 12 13 14 14 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil uji akurasi 2 Kordinat stasiun curah hujan dan presentase pembagian luas wilayah curah hujan 3 Curah hujan rata-rata wilayah 4 Koefisien air larian 5 Data debit bulanan outlet Empang 6 Kriteria parameter
19 19 20 20 21 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungaisungai kecil ke sungai utma (Asdak 1995). Ekosistem DAS memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas lingkungan dan ekosistem disekitarnya. DAS mampu menjadi akuifer air alami, menjadi habitat bagi fauna dan menjaga stabilitas debit air. DAS mampu menjadi akuifer air alami, menjadi habitat bagi fauna dan menjaga stabilitas debit air. Menurut Asdak (1995), ekosistem DAS biasa dibagi menjadi daerah hulu, tengah, dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, dengan kemiringan lereng lebih besar dari 15%, bukan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan jenis vegetasi umumnya ditegakan hutan. Pertumbuhan penduduk di Pulau Jawa semakin meningkat setiap tahunnya. Konversi lahan hutan menjadi pusat pemukiman dan industri berdapampak pada perubahan penutupan lahan yang dapat menurunkan kualitas DAS. Konversi lahan yang terjadi tidak hanya pada kawasan yang diperbolehkan saja namun konversi lahan juga terjadi pada kawasan yang dilindungi. Perubahan tutupan lahan merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan pengaruhnya terhadap kualitas (sifat dan karakteristik terutama fisik, kimia, biologi, sedimentasi, dan debit) DAS. Menurut Ardi (2014), perubahan penutupan lahan dari lahan yang memiliki vegetasi menjadi penutupan lahan yang memiliki vegetasi rendah atau tidak memiliki vegetasi sama sekali menyebabkan penurunan kualitas DAS dari segi hidrologi yakni menurunya respon hidrologi yang akan menyebabkan menurunya kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air sehingga akan terjadi peningkatan pada debit air. Salah satu DAS yang memiliki kondisi sangat kritis adalah DAS Cisadane yang termasuk ke dalam Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane bersama dengan tiga DAS lainnya yaitu DAS Ciliwung, DAS Kali Buaran, dan DAS Kali Bekasi. Penetapan DAS prioritas ini berdasarkan beberapa kriteria yaitu daerah yang hidroorologis kritis, daerah yang telah, sedang, atau akan dibangun bangunan vital dengan investasi besar seperti waduk, daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, dan daerah yang rawan banjir dan kekeringan (Arsyad 2009). Hulu sungai Cisadane merupakan kawasan lindung sehingga harus dijaga kondisinya karena terletak pada kemiringan yang cukup tinggi. Pada tahun 1987-1995 telah terjadi perubahan cukup besar, yang mengakibatkan terjadi dua kali banjir yaitu pada tahun 1990 dan tahun 1993 (Puspaningsih 1999). Menurut Ardha (2013), Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah teknologi yang memungkinkan pengguna untuk melihat lokasi, peristiwa, dan perubahan lingkungan dengan kejelasan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penerapan SIG, penginderaan jauh, dapat dikembangkan untuk pengelolaan DAS dalam upaya menangani terjadinya perubahan fluktuasi debit karena perubahan tutupan lahan.
2 Tujuan Penelitian
1. 2.
Tujuan dari penelitian ini adalah : Mengevaluasi perubahan penutupan lahan yang terjadi di DAS Cisadane Hulu selama periode 2002-2014 Menganalisis hubungan perubahan penutupan lahan terhadap respon hidrologi dan fluktuasi debit air di DAS Cisadane Hulu Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan data tambahan mengenai kualitas DAS berdasarkan parameter perubahan tutupan lahan dan debit air terkait pengelolaan DAS Cisadane Hulu. METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Oktober-November 2014 di Sub DAS Cisadane Hulu, Bogor, Jawa Barat (Gambar 1). Pengelolaan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial, Departemen Koservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
3 Bahan Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah peta administrasi dan data Citra Landsat path/row 122/65 dengan tanggal akusisi 5 Desember 2014, data curah hujan serta data debit air. Alat Alat yang dipergunakan dalam pengolahan data penelitian ini adalah seperangkat komputer dilengkapi dengan software ArcGIS dan Erdas imagine untuk pengolahan data spasial dan penginderaan jauh, microsoft excel untuk pengolahan data dalam grafik, dan microsoft word untuk penulisan laporan, serta alat untuk pengambilan data groundcheck adalah GPS (Global Positioning System) untuk menyimpan data Ground Control Point (GCP), kamera untuk pengambilan data lokasi groundcheck, alat tulis untuk menyimpan data hasil groundcheck, dan flasidisk untuk menyimpan data softfile Curah Hujan (CH) dan debit sungai. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan melalui groundcheck dengan berpedoman pada Ground Control Point (GCP) yang dicatat koordinatnya dengan GPS. GCP diperoleh dari pengoalahan data citra landsat tahun 2014. Data debit dan curah hujan berupa data sekunder yang diperoleh melalui BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung dan BPSDA (Balai Pendayagunaan Sumberdaya Air) Ciliwung-Cisadane. Prosedur Analisis Data Klasifikasi tutupan lahan Klasifikasi tutupan lahan merupakan bagian penting dalam remote sensing, dalam hal ini klasifikasi didefinisikan sebagai suatu metode untuk memberikan label pada pixel berdasarkan karakter spectral yang dimiliki oleh pixel tersebut. Klasifikasi tutupan lahan diperoleh dari hasil pengolahan citra landsat tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 melalui metode klasifikasi terbimbing (supervised classification) yang dibagi menjadi 8 kelas (Hutan, Kebun campuran, Pertanian lahan kering, Sawah, Semak belukar, Lahan terbuka, Lahan terbangun, dan Badan air). Metode klasifikasi terbimbing dalam proses pengambilan data referensinya menggunakan bantuan data GCP (Ground Control Point). Proses pengambilan data referensi juga mengambil data referensi untuk 2 kelas tambahan (Awan dan Bayangan awan) yang kemudian dilakukan proses recode menjadi 10 kelas untuk mempermudah perhitungan data agar tidak terjadi perbedaan data luasan tutupan lahan pada setiap tahunnya. Peta hasil proses recode yang telah dibagi menjadi 10 kelas harus melalui proses uji akurasi (accuracy assessment) agar peta hasil tersebut dapat diterima. Uji akurasi dilakukan dengan menggunakan data GCP yang diambil pada tahun yang sama dengan peta yang akan diuji. Pada penelitian ini uji akurasi hanya dilakukan pada peta tutupan lahan tahun 2014 karena ketersediaan data GCP. Hasil proses uji akurasi dapat dikatakan valid dengan presentase minimal 85%. Skema alur pembuatan peta dapat dilihat pada Gambar 2.
4
Kordinat Stasiun Debit Empang
Citra Landsat tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 Path/Row 122/65
ArcSWAT
Layerstack
Kordinat Stasiun CH
Polygon thiessen
Koreksi Peta batas Sub DAS Cisadane Hulu
Citra terkoreksi
Clip
Subset image
Peta pembagian wilayah curah hujan Sub DAS CIsadane Hulu
Peta Sub DAS Cisadane Hulu
Groundchec k
Peta pembagian wilayah curah hujan
Suppervissed Classification Recode
Accuracy Assesment
Ya
Peta Tutupan Lahan Gambar 2 Skema alur pembuatan peta
Tidak
5 Hubungan perubahan komposisi penutupan lahan dan debit air Analisis hubungan antara perubahan penutupan lahan dan fluktuasi debit dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan tabel. Koefisien air larian (C) digunakan juga untuk melihat kemampuan penutupan lahan untuk mengurangi kelebihan air hujan agar tidak menjadi air limpasan tinggi (Handayani 2011). Karakteristik debit yang dikaji disajikan dalam bentuk grafik dengan analisis deskriptif. Koefisien Rezim Sungai (KRS) digunakan untuk menggambarkan kestabilan aliran sepanjang tahun (Sucipto 2008) dan koefisien air larian (C) digunakan untuk melihat hubungan antara penutupan lahan dan debit. Sedangkan untuk respon hidrologi (C) dihitung dengan rumus sebagai berikut (Asdak 1995): 12
C =∑
(di x 86400 x Q) (P x A)
1
Keterangan: C Q P A di
= Koefisien air larian = Air larian (m3) = Curah hujan rata-rata setahun (mm) = Luas DAS (m2) = Jumlah hari dalam bulan ke-i
Koefisien Rezim Sungai (KRS) (Kunkle 1976 dalam Handayani 2011) dapat dihitung sebagai berikut: KRS = Q (max) (m3/s) Q (min) (m3/s) Keterangan: KRS = Koefisien Rezim Relatif Q (max) = Debit maksimum (m3/s) Q (min) = Debit minimum (m3/s) Analisis data curah hujan diolah dengan metode menggunakan metode Poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen menghiutang nilai curah hujan berdasarkan ketersediaan data dari pos-pos curah hujan yang mewakili luasan masing-masing polygon. Nilai curah hujan rata-rata didapatkan dengan persamaan (Asdak 1995): P = P1A1 + P2A2 + P3A3 + … + PnAn A1 + A2 + A3 Keterangan: P = Tinggi curah hujan rata-rata (mm) An = Luas tanah yang diwakili oleh pos-n (ha) Pn = Tinggi curah hujan pada pos n (mm)
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian Secara umum Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane terdapat pada wilayah administrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor (Provinsi Jawa Barat). Melihat kawasan yang dilalui oleh sungai Cisadane dan beberapa anak sungai yang bermuara pada sungai ini, maka pengelolaan dan pemanfaatan sungai tersebut menjadi sangat penting dan strategis terutama dalam pemanfaatan sumberdaya air serta lahan disekitarnya (Purnama 2008). Secara geografis Sub DAS Cisadane Hulu terletak diantara 6o36’0 sampai o 6 47’20 LS dan 106o44’0 sampai 106o56’50 BT. Sub DAS Cisadane Hulu dibatasi oleh sub DAS Cimanceuri di sebelah barat dan DAS Ciliwung di sebelah timur. Sungai Cisadane berhulu di Gunung Salak dan Gunung Pangrango, Kabupaten Bogor (Provinsi Jawa Barat) dan mengalir ke arah utara melalui Kota dan Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten) dan bermuara di Laut Jawa. Sungai Cisadane mempunyai anak-anak sungai antara lain Cikaniki, Cianten, Cibeber, Ciampea, dan sebagainya. Luas Sub DAS Cisadane hulu sekitar 24 366.66 ha. Sub DAS ini melingkupi Wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Caringin, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cigombong, Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Tamansari) dan Wilayah Kota Bogor (Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Barat, dan Kecamatan Bogor Tengah). Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan dan Akurasi Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi tingkat produktivitas sumber daya lahan dan kondisi ekosistem secara keseluruhan, baik wilayah hulu DAS maupun wilayah hilir DAS (Redjekiningrum 2011). Perubahan tutupan lahan merupakan faktor yang sangat penting dikaitkan pengaruhnya terhadap sifat dan karakteristik DAS terutama fisik, kimia, biologi, sedimentasi, dan debit. Pada penelitian ini tutupan lahan dibagi menjadi 8 kelas yaitu: 1. Hutan (Hamparan lahan yang didominasi oleh pepohonan, umumnya hutan alam) 2. Kebun campuran (Hamparan lahan yang didominasi oleh tanaman perkebunan yang berupa pohon seperti karet, pinus, dan jabon) 3. Pertanian lahan kering (Hamparan lahan pertanian berupa singkong, kacangkacangan, jagung, ubi) 4. Sawah (Hamparan lahan pertanian lahan basah berupa padi) 5. Semak belukar (Hamparan lahan semak belukar bekas pembukaan lahan atau perladangan yang telah ditumbuhi vegetasi) 6. Lahan terbuka (Hamparan tanah terbuka) 7. Lahan terbangun (Hamparan daerah pemukiman, industry, dan badan jalan) 8. Badan air (Sungai atau danau) Penutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu berdasarkan hasil klasifikasi terbimbing pada citra Landsat dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil analisis tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu pada tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 memberikan
7 gambaran bahwa tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu di dominasi oleh lahan hutan. Tabel 1 Penutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu Luas
1
Kelas Tutupan Lahan H
2
KC
1 268.22
5.20
1 888.70
7.75
2 745.61
11.27
2 692.28
11.05
3
PLK
3 004.68
12.33
4 563.56
18.73
3 289.66
13.50
3 865.47
15.86
4
S
2 970.03
12.19
2 982.30
12.24
3 118.02
12.80
1 824.09
7.49
5
SB
249.33
1.02
823.07
3.38
1 567.45
6.43
1 053.54
4.32
6
Lbu
2 771.24
11.37
1 149.82
4.72
1 162.73
4.77
2 455.40
10.08
7
Lba
2 456.03
10.08
2 921.84
11.99
3 405.89
13.98
3 527.62
14.48
8
BA
1 045.69
4.29
1 193.86
4.90
856.10
3.51
1 006.43
4.13
9
A
199.52
0.82
199.52
0.82
199.52
0.82
199.52
0.82
10
Baw
53.96
0.22
53.96
0.22
53.96
0.22
53.96
0.22
24 366.66
100
24 366.66
100
24 366.66
100
24 366.66
100
No
Total
2002
2006 ha
2010
ha
%
%
10 347.96
42.47
8 590.02
35.25
ha
2014 %
ha
%
7 967.73
32.70
7 688.35
31.55
*keterangan: H (Hutan), KC (Kebun Campuran), PLK (Pertanian Lahan Kering), S (Sawah), SB (Semak Belukar), Lbu (Lahan Terbuka), Lba (Lahan Terbangun), BA (Badan Air), A (Awan), Baw (Bayangan Awan)
Berdasarkan Tabel 1 dapat diperoleh data luas lahan hutan pada tahun 2002 sebesar 10347.96 ha (42.47%), namun luasannya terus berkurang menjadi 7688.35 ha (31.55%) pada tahun 2014. Perubahan tutupan lahan dapat dartikan sebagai perubahan kondisi atau kenampakan permukaan bumi baik karena faktor manusia maupun alam yang berubah secara temporal (Lillesand dan Kiefer 1997). Konversi lahan hutan menjadi ladang menjadi penyebab terbesar berkurangnya luasan lahan hutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Berdasarkan hasil observasi lapang wawancara, lahan ladang masih mempergunakan air dari sistem irigasi. Penggunaan lahan sebagai ladang berlangsung selama musim kering saat ketersediaan air terbatas sedangkan pada musim hujan lahan ladang dikonversi menjadi lahan sawah karena ketersediaan air yang melimpah. Masa peralihan konversi lahan ladang menjadi lahan sawah atau sebaliknya menyebabkan munculnya lahan semak belukar atau lahan terbuka, hal ini lah yang membuat presentase laju perupahan tutupan lahan semak belukar sebesar 804.21 ha (322.55%) yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan lahan hutan memiliki presentase penuruan luas terbesar dengan laju perubahan sebesar -221.63 ha (-0.91%) per tahun. Mengacu kepada Undang –Undang Rebublik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan bahwa luas kawasan hutan dalam setiap daerah aliran sungai (DAS) dan atau pulau minimal 30% dari luas daratan, jika hal tersebut terus terjadi maka luasan lahan hutan di Sub DAS Cisadane Hulu akan berada dibawah 30%.
8 Tabel 2 Laju perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu
No
Kelas Tutupan Lahan
1 2 3 4 5 6 7 8
Hutan Kebun Campuran Pertanian Lahan Kering Sawah Semak Belukar Lahan Terbuka Lahan Terbangun Badan Air
Laju Perubahan Tutupan Lahan 2002-2014 Total Per Tahun ha % ha % -2659.61 -25.70 -221.63 -0.91 1424.06 112.29 118.67 0.49 860.79 28.65 71.73 0.29 -1145.94 -38.58 -95.50 -0.39 804.21 322.55 67.02 0.28 -315.84 -11.40 -26.32 -0.11 1071.59 43.63 89.30 0.37 -39.25 -3.75 -3.27 -0.01
*(-) berarti laju perubahan berkurang
Dalam sistem hidrologi, peranan vegetasi sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut amat besar. Vegetasi dapat merubah sifat tanah dalam hubungannya dengan air, dapat memengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian memengaruhi besar-kecilnya aliran permukaan tanah atas (Asdak 1995). Perubahan tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada gambar Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6.
Gambar 3 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2002
9
Gambar 4 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2006
Gambar 5 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2010
10
Gambar 6 Peta penutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2014 Tabel 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5, dan Gambar 6 memberikan informasi mengenai laju perubahan lahan sawah yang mengalami penurunan sebesar -95.50 ha (-0.39%) per tahun. Sementara jika kita lihat pada Tabel 1 penurunan luasan lahan sawah hanya terjadi pada tahun 2014, hal ini dapat terjadi karena perbedaan bulan pada data citra yang diambil. Citra tahun 2002, 2006, dan 2010 diambil pada saat musim hujan sedangkan citra tahun 2014 diambil pada saat musim kering, hal ini menyebabkan terjadinya konversi dari lahan sawah menjadi lahan ladang, lahan terbuka, atau lahan semak belukar yang berdampak pada penurunan laju perubahan tutupan lahan pada kelas lahan sawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardi (2014) bahwa penutupan lahan yang diisi oleh vegetasi musiman seperti sawah dan tegalan luasannya cenderung menurun, seperti juga pada lahan gundul tanpa vegetasi penutup (lahan terbuka). Analisis Karakteristik Hidrologi Debit Debit merupakan gabungan dari intersepsi saluran, air larian, dan aliran air bawah permukaan (Asdak 1995). Pemerintah mengelola data debit secara rutin dan berkala melalui badan-badan pemerintah yang telah ditunjuk dan diberikan perintah untuk mengelola data tersebut, namun dalam beberapa pihak swasta juga mengelola data debit tersebut secara pribadi Pada penelitian ini data debit yang digunakan berasal dari Outlet Empang yang diperoleh melalui Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung dan Balai Pendayagunaan Sumber Daya Air (BPSDA) Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane. Gambar 7 menunjukkan bahwa debit maksimum terjadi pada November 2002 sebesar 76.41 m3/s sedangkan
11
Debit (m3/s)
debit minimum terjadi pada September 2014 sebesar 7.46 m3/s. Data debit rata-rata per bulannya yang terjadi selama tahun 2002-2014 berkisar antara 15.87-37.55 m3/s. 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
76.41
7.46
Bulan 2002
2006
2010
2014
Gambar 7 Grafik fluktuasi debit bulanan di Outlet Empang
Tinggi Curah Hujan (mm)
Curah hujan Curah hujan (CH) rata-rata bulanan di Sub DAS Cisadane Hulu pada tahun 2002-2012 bersifat fluktuatif dapat dilihat pada Gambar 8.
700.00 600.00 500.00 400.00 300.00 200.00 100.00 0.00
628.87
24.96
Bulan 2002
2006
2010
2014
Gambar 8 Grafik curah hujan rata-rata bulanan Sub DAS Cisadane Hulu Berdasarkan Gambar 8 CH maksimum terjadi pada Februari 2002 sebesar 628.87 mm dan CH minimum terjadi pada September 2014 sebesar 24.96 mm. Hal
12 ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardi (2014) bahwa CH minimum terjadi pada musim kemarau yang berlangsung selama bulan Mei-September sedangkan CH maksimum terjadi pada musim hujan yang berlangsung selama bulan Oktober-April.
Gambar 9 Peta wilayah curah hujan pada Sub DAS CIsadane Hulu Berdsarkan Gambar 9 dapat dilihat data curah hujan di daerah Sub DAS Cisadane Hulu diambil dari 4 titik stasiun curah hujan yaitu Stasiun Cipopohkol, Gunung Mas, Empang, dan Katulampa. Data curah hujan diolah dengan menggunakan metode Polygon Thiessen berdasarkan ketersediaan dari pos-pos curah hujan yang mewakili luasan masing-masing poligon. Pembagian wilayah curah hujan dapat dilihat pada Gambar 8. Pembagian wilayah curah hujan pada masing masing stasiun yaitu Cipopohkol seluas 16093 ha (66.05%), Gunung Mas 941.55 ha (3.86%), Katulampa 2824.88 ha (11.59%), dan Empang 4506.88 ha (18.50%). Respon hidrologi Gambar 10 memberikan kita gambaran bahwa telah terjadi kenaikan volume debit dan tinggi curah hujan tahunan di Sub DAS Cisadane Hulu. Angka volume debit dan curah hujan tertinggi terjadi pada yang sama yaitu tahun 2002. Angka volume debit dan curah hujan terendah juga terjadi pada tahun yang sama yaitu tahun 2006. Data yang diperoleh menujukkan bahwa semakin tinggi angka curah hujan akan berdampak kepada tingginya angka debit pada suatu DAS. Kenaikan volume debit pada suatu DAS merupakan indikasi bahwa limpasan permukaan yang terjadi pada DAS tersebut meningkat (Ardi 2014). Hasil observasi lapang
13
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2000
500.00 400.00 300.00 200.00
Debit (m3/s)
Curah Hujan (mm)
mendapati masih banyaknya sampah pad aliran sungai Cisadane yang diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya kenaikan volume debit tahunan tersebut.
100.00
2004
2008
0.00 2016
2012
Tahun Curah Hujan
Debit
Gambar 10 Grafik hubungan curah hujan dan debit Tabel 3 Karakterisik hidrologi yang terjadi pada Sub DAS Cisadane Hulu tahun 2002-2014 Tahun
Variabel 2002
2006
2010
2014
4166.58
1974.98
2691.4
2515.16
Qrata-rata
37.55
15.18
18.29
20.52
Qmax
76.41
27.48
26.96
35.02
Qmin
17.48
8.30
12.12
7.46
KRS
4.37
3.31
2.22
4.69
C
0.38
0.15
0.19
0.21
CHrata-rata
Keterangan: KRS (Koefisien Rezim Sungai) dan C (Koefisien Air Larian)
Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 12 dapat kita lihat bahwa nilai KRS pada Sub DAS Cisadane Hulu mengalami penuruan dari tahun 2002-2010 namun mengalami kenaikan kembali pada tahun 2014. Nilai KRS pada suatu DAS menandakan kerenggangan jarak antara debit air maksimum (Qmax) dan debit air minimum (Qmin). Nilai KRS yang semakin besar akan menandakan bahwa debit air suatu DAS yang akan meluap semakin besar (banjir) disaat musim hujan sedangkan debit air yang tersedia akan semakin kecil (kering) di saat musim kering. Pada tahun 2014 memiliki nilai KRS tertinggi sebesar 4.69 yang menyebabkan terjadinya banjir di Sub DAS Cisadane Tengah dan Hilir.
14
90.00 80.00
76.41
Debit (m3/s)
70.00 60.00 50.00 40.00
37.55
35.02 27.48
30.00 20.00
17.48
26.96 12.12
8.30
10.00
20.52
18.29
15.18
7.46
0.00 2002
2006 Tahun Qrata-rata
2010
Qmax
2014
Qmin
CH (m)/KRS/C
Gambar 11 Debit Cisadane Hulu 2002, 2006, 2010, dan 2014 5.00 4.50 4.00 3.50 3.00 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
4.69
4.37 4.17 3.31 2.69 2.22
1.97
0.38 2002
0.21
0.19
0.15 2006 Tahun CHrata-rata
2.52
KRS
2010
2014
C*
Gambar 12 Curah hujan, Fluktuasi debit, dan Respon hidrologi Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 12 Koefisien air larian (C) di Sub DAS Cisadane Hulu pada tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 masing-masing sebesar 0.38, 0.15, 0.19, dan 0.21. Artinya sebanyak 38.35% (2002), 15.50% (2006), 18.68% (2010), dan 20.96% (2014) air hujan yang jatuh pada Sub DAS Cisadane Hulu akan menjadi air larian. Data KRS yangBerdasarkan data nilai KRS dan C dapat kita lihat bahwa respon hidrologi pada Sub DAS Cisadane Hulu semakin menurun. Kunkle (1976) dalam Handayani 2011 menyatakan respon hidrologi suatu DAS masih tergolong baik jika memiliki nilai KRS masih kurang dari 43.5, dengan begitu maka respon hidrolohi Sub DAS Cisadane masih tergolong baik.
15 Hubungan Perubahan Tutupan Lahan dan Debit Air Perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu di dominasi oleh lahan hutan, namun luasannya terus berkurang sedangkan lahan terbangun yang berupa pemukiman luasannya terus meningkat. Dalam sistem hidrologi, peranan vegetasi sangat penting artinya karena kemungkinan intervensi manusia terhadap unsur tersebut amat besar. Vegetasi dapat merubah sifat tanah, dan dengan hubungannya dengan air, dapat memengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian memengaruhi besar kecilnya aliran permukaan atas (Asdak 1995). Hutan terutama yang mempunyai tajuk yang berlapis dapat berperan dalam mengatur tata air secara langsung maupun tidak langsung (Ginting 2006). Luasan yang diisi oleh vegetasi musiman seperti sawah terus menurun berbanding terbalik dengan lahan ladang dan lahan semak yang juga bersifat musiman namun luasannya terus meningkat. Komposisi tutupan lahan pada Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 4. Komposisi tutupan lahan memiliki pengaruh terhadap debit air yang dapat kita lihat melalui nilai koefisien Rezim Sungai (KRS) yang menggambarkan fluktuasi debit aliran sebagai respon dari curah hujan yang masuk ke dalam outlet DAS dan sering digunakan sebagai indikator keberhasilan pengelolaan DAS di daerah yang relative basah (Feri 2007). Pengaruh komposisi tutupan lahan juga dapat kita lihat melalui nilai koefisien air larian (C) yang menunjukkan nilai perbandingan antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan (Asdak 1995). Komposisi tutupan lahan, besarnya debit tahunan, nilai KRS dan nilai C pada Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat komposisi tutupan lahan di Sub DAS Cisadane pada tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 didominasi oleh lahan bervegetasi pohon masing masing 47.67%, 43.00%, 42.92%, dan 41.83% namun presentase luasannya terus menurun. Berbeda dengan lahan hutan yang luasannya terus menurun, lahan non vegetasi luasannya mengalami penurunan pada tahun 2002-2006 namun pada 2006, 2010, dan 2014 terus mengalami peningkatan masing-masing 21.45%, 16.71%, 19.79%, dan 25.32%. Tabel 4 Hubungan tutupan lahan dengan fluktuasi debit Tahun
Parameter 2002
2006
2010
2014
Lahan bervegetasi pohon
47.67
43.00
42.92
41.83
Pertanian lahan kering
12.33
18.73
13.50
15.86
Sawah
12.19
12.24
12.80
7.49
1.02
3.38
6.43
4.32
21.45
16.71
19.79
25.32
Badan Air
4.29
4.90
3.51
4.13
KRS
4.37
3.31
2.22
4.69
C
0.38
0.15
0.19
0.21
Semak belukar Lahan non vegetasi
Keterangan: KRS (Koefisien Reim Sungai) dan C (Koefisien Air Larian)
16
5.00
0.50
4.00
0.40
3.00
0.30
2.00
0.20
1.00
0.10
0.00 0.00 41.00 42.00 43.00 44.00 45.00 46.00 47.00 48.00 Lahan Bervegetasi Pohon (%) KRS C* Gambar 13 Hubungan curah hujan dan debit air
C
KRS
Berdasarkan Keputusan Meteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai kondisi penutupan lahan bervergetasi tersebut dalam kategori sedang. Kelas lainnya yaitu pertanian lahan kering, sawah, semak belukar, lahan terbuka, dan badan air memiliki luasan yang fluktuatif pada rentang tahun 2002-2014. Penurunan respon hidrologi pada Sub DAS Cisadane Hulu disebabkan oleh terjadinya perubahan tutupan lahan dari lahan yang memiliki vegetasi terutama hutan menjadi lahan vegetasi non pohon (sawah, pertanian lahan kering, semak belukar) atau menjadi lahan tidak bervegetasi sama sekali (lahan terbangun dan lahan terbuka) (Ardhi 2014). Nilai KRS di Sub DAS Cisadane Hulu berdasarkan Tabel 4 pada tahun 2002, 2006, dan 2010 terus mengalami penurunan dengan nilai masing-masing 4.37, 3.31, dan 2.22 namun mengalami kenaikan tajam pada tahun 2014 menjadi 4.69. Berdasarkan Keputusan Meteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai kondisi KRS pada Sub DAS Cisadane Hulu berada dalam kategori baik. Berdasarkan table 4 dapat dilihat nilai C pada tahun 2002-2006 mengalami penurunan dari 0.38 menjadi 0.15 namun pada tahun 2006, 2010, dan 2014 terus mengalami kenaikan dengan nilai masing masing 0.15, 0.19, dan 0.21. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/Menhut-II/2014 Tentang Monitoring dan Evaluasi Penglolaan Daerah Aliran Sungai nilai C pada Sub DAS Cisadane Hulu berada dalam kategori baik. Nilai C yang semakin besar menandakan semakin banyak pula air hujan yang menjadi air larian, karena besarnya air yang akan menjadi air tanah berkurang, serta meningkatkan ancaman terjadinya erosi dan banjir (Asdak 1995). Gambar 13 menunjukkan terjadinya kenaikan trend nilai KRS dan C terhadap vegetasi lahan bervegetasi pohon. Menurunnya luasan lahan bervegetasi pohon (hutan dan kebun campuran) telah menjadi salah satu penyebab terjadinya penuruan kemampuan tanah untuk menyerap dan menyimpan air yang berdampak kepada naiknya nilai KRS dan C. Vegetasi dapat merubah sifat tanah, dan dengan hubungannya dengan air, dapat memengaruhi kondisi permukaan tanah, dan dengan demikian memengaruhi besar kecilnya aliran permukaan atas (Asdak 1995). Faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup, dan intensitas hujan (Arsyad 2009).
17 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1.
2.
Pada periode 2002-2014 telah terjadi perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu. Pengurangan tutupan lahan terbesar terjadi pada hutan sebesar -2 846.86 ha (-27.51%) dengan laju perubahan tutupan lahan -237.24 ha (2.29%) per tahun. Kenaikan tutupan lahan terbesar terjadi pada lahan kebun campuran sebesar 1424.06 ha (112.29%) dengan laju perubahan tutupan lahan 118.67 ha (9.36%) per tahun. Penutupan lahan tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 didominasi oleh lahan hutan dengan luas tutupan lahan masing-masing sebesar 10 347.96 ha (42.47%), 8 590.02 ha (35.25%), 7 713.26 (31.65%), dan 7 501.11 ha (30.78%). Berdasarkan keputusan menteri kehutanan presentase lahan bervegetasi pohon tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 terus mengalami penurunan masing-masing sebesar 47.67%, 43.00%, 42.92%, dan 41.83% berada dalam kategori sedang. Koefisien Rezim Sungai tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 masing-masing sebesar 4.37, 3.31, 2.22, dan 4.69, besaran nilai KRS cenderung menurun pada tahun 2002, 2006, dan 2010 namun nilai KRS naik tajam hingga melebihi dua kali lipat pada tahun 2014 masih berada dalam kategori baik. Koefisien air larian (C) tahun 2002, 2006, 2010, dan 2014 masing masing sebesar 0.38 (38.35%), 0.15 (15.50%), 0.19 (18.68%), dan 0.21 (20.96%) masih berada dalam kategori baik, besaran nilai C mengalami penurunan pada periode 20022006 namun pada periode selanjutnya terus mengalami kenaikan. Saran
Melalui hasil penelitian ini didapatkan hasil penurunan luasan tutupan lahan vegetasi pohon maupun vegetasi non pohon menjadi lahan non vegetasi. Penurunan luasan tutupan lahan tersebut menyebabkan kemampuan tutupan lahan untuk menahan air tanah menurun sehingga terjadi kenaikan debit air. Perlu adanya pengawasan dalam hal konversi lahan di Sub DAS Cisadane Hulu. DAFTAR PUSTAKA Ardha MJ. 2013. Identifikasi Sebaran Spasial Resiko Tanah Longsor Sebagai Upaya Mitigasi Bencana di Sub DAS Cisadane Hulu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ardi TE. 2014. Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Debit Air di Sub DAS Cicatih Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Arsyad S. 2009. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Feri T. 2007. Analisis Perubahan Pengelolaan DAS Lokal (Sebagai Wacana Dalam Pengelollan Sub DAS Cicatih) [Prosiding]. Bogor: Departemen Kehutana,
18 Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Ginting AN. 2006. Hutan, Tata Air, dan Kelestarian DAS Citatih [Prosiding]. Bogor: Departemen Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan. Handayani W, Indrajaya Y. 2011. Analisis Hubungan Curah Hujan dan Debit Sub Sub DAS Ngatabaru, Sulawesi Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol 8(2): 143-153. Lillesand TM, Kiefer TW. 1997. A Physi-based algorithm for retrieving landsurface emissvity and 18emperature from EOS/MODIS data. IEEE Trans. Geoscience and Remote Sensing v35. Lillesand TM, Kiefer TW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Ed ke3. Sutatnto, penerjemah; Dulbari, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation Purnama A. 2008. Pemetaan Kawasan Rawan Banjir di Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu Menggunakan Sistem Informasi Geografis [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purwadhi FSH. 2001. Inferpretasi Ci1r.u Digiful. Grasindo, Jakarta [ID]. Puspaningsih N. 1999. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 5: 4553. Redjekiningrum P. 2011. Pengembangan Model Alokasi Air Untuk Mendukung Optimal Water Sharing – Kasus DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Republik Indonesia. 2001. Keputusan Meteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Sekretarian Kementerian Kehutanan. Jakarta. Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/Menhut-II/2014 Tentang Monitoring dan Evaluasi Penglolaan Daerah Aliran Sungai. Sekretarian Kementerian Kehutanan. Jakarta. Sucipto. 2008. Kajian Sedimentasi Sungai Kaligarang dalam Upaya Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kaligarang – Semarang [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
19 Lampiran 1 Hasil uji akurasi ACCURACY TOTALS ----------------
Class Name
Reference Classified Number Producers Users Totals
Tidak Ada Data Hutan Kebun Campuran Ladang Sawah Semak Belukar Lahan Terbuka Lahan Terbangun Badan Air Awan Bayangan Awan Totals
Totals
0 8 16 25 21 19 26 27 20 0 0 162
0 10 22 22 18 15 30 30 15 0 0 162
Correct Accuracy Accuracy 0 7 87.50% 70.00% 16 100.00% 72.73% 21 84.00% 95.45% 18 85.71% 100.00% 15 78.95% 100.00% 25 96.15% 83.33% 26 96.30% 86.67% 14 70.00% 93.33% 0 0 142
Overall Classification Accuracy = 87.65% ----- End of Accuracy Totals ----
Lampiran 2 Kordinat stasiun curah hujan dan presentase pembagian luas wilayah curah hujan No
Nama Stasiun
Luas
Kordinat X
Y
ha
%
1 Cipopohkol
106.8574
-6.73257
16093.36
66.05
2 Gunung Mas
106.9675
-6.70944
941.55
3.86
3 Katulampa
106.8235
-6.63333
2824.88
11.59
4 Empang Total
106.7934
-6.607278
4506.88
18.50
24366.66
100
20 Lampiran 3 Data debit bulanan outlet Empang (m3/s) No
Bulan
Tahun 2002
2006
2010
2014
1
Januari
45.61
23.71
25.94
35.02
2
Februari
61.21
27.48
26.96
26.27
3
Maret
35.54
16.36
17.29
31.80
4
April
26.55
19.44
16.25
29.45
5
Mei
36.47
15.19
18.05
21.24
6
Juni
23.95
10.46
20.81
10.81
7
Juli
27.39
10.90
19.23
13.22
8
Agustus
18.47
9.28
16.87
11.45
9
September
17.48
8.30
16.17
7.46
10
Oktober
30.10
8.75
12.12
10.68
11
November
76.41
13.05
13.43
30.83
12
Desember
51.42
19.18
16.40
18.01
Jumlah
450.60
182.11
219.52
246.25
Qmax
76.41
27.48
26.96
35.02
Qmin
17.48
8.30
12.12
7.46
Qrata”
37.55
15.18
18.29
20.52
Lampiran 4 Koefisien air larian (C) No
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
C C (%)
2002 0.04 0.05 0.03 0.02 0.03 0.02 0.02 0.02 0.01 0.03 0.07 0.04 0.38 38.35
Tahun 2006 0.02 0.02 0.01 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.02 0.15 15.50
2010 0.02 0.02 0.01 0.01 0.02 0.02 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.19 18.68
2014 0.03 0.02 0.03 0.03 0.02 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.03 0.02 0.21 20.96
21
Lampiran 5 Data curah hujan wilayah sub DAS Cisadane Hulu No
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tahunan
Curah hujan rata-rata wilayah (mm) 2002 2006 2010 2014 583.86 628.87 585.16 537.97 297.58 134.84 164.37 88.86 172.24 201.42 332.98 438.42
366.03 337.52 134.13 126.32 135.06 87.58 42.42 61.73 44.05 93.40 159.51 387.21
297.07 459.85 299.52 95.53 172.78 156.20 136.38 227.23 278.28 226.55 156.57 185.43
462.29 337.33 399.62 159.14 186.77 116.26 124.84 117.51 24.96 97.83 258.62 229.98
4166.58
1974.98
2691.40
2515.16
Lampiran 6 Kriteria parameter No
Kriteria
Baik
Sedang
Buruk
1
Lahan bervegetasi pohon
>75%
30-75%
< 30%
2
Koefisien Rezim Sungai (KRS)
<50
50-120
> 120
3
Koefisien Air Larian (C)
< 0.3
0.3-0.4
> 0.4
Keterangan:
Kriteria no 1 dan 2 Berdasarkan Keputusan Meteri Kehutanan Nomor: 52/KptsII/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan kriteria no 3 Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.61/Menhut-II/2014 Tentang Monitoring dan Evaluasi Penglolaan Daerah Aliran Sungai
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Juni 1992. Penulis merupakan putra ke 2 dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Tumin dan Ibu Sasmiyati. Pendiikan formal ditemuh di TK Kuncup Harapan tahun 1997-1998, SD Bantarjati V Bogor Utara tahun 1998-2004, SMP Negeri 2 Bogor tahun 2004-2007, SMA Negeri 6 Bogor tahun 2007-2010, dan pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Intitut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif berorganisasi sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) dan anggota Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) Sarpedon. Penulis pernah mengikuti kegiatan ekspedisi Rafflesia (Eksplorasi Fauna Folar dan Ekowisata Indonesia) Himakova 2012 di Cagar Alam Tangkuban Perahu, Sukabumi, Jawa Barat; Surili (Studi Konservasi Lingkungan) Himakova 2012 di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) Provinsi Riau; Rafflesia Himakova 2013 di Cagar Alam Bojonglarang Jayanti, Cianjur Selatan, Jawa Barat; dan Surili Himakova 2013 di Taman Nasional Manusela (TNM) Provinsi Maluku. Penulis melaksanakan praktek dan kegiatan lapangan antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) 2012 di Indramayu (KPH Cemara) – Ciremai (TNGC) Provinsi Jawa Barat; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) 2014 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat; dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) 2014 di Taman Nasional Way Kambar (TNWK) Provinsi Lampung. Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Identifikasi Kualitas Sub DAS Cisadane Hulu dengan Parameter Perubahan Tutupan Lahan dan Debit Air” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Dr Ir Omo Rusdiana, MSc sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan IPB.