PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN BERKELANJUTAN DI SUB DAS CISADANE HULU
MUHAMMAD AZIZ AHSONI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor,
Maret 2008
Muhammad Aziz Ahsoni
ABSTRAK MUHAMMAD AZIZ AHSONI. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan SURIADARMA TARIGAN. Penduduk Sub DAS Cisadane Hulu yang sebagian besar adalah petani menggantungkan hidupnya dari lahan yang ada. Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap lahan juga tinggi yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Hal ini mengakibatkan kerusakan lahan dan pada akhirnya menyebabkan kesejahteraan masyarakat semakin menurun. Penelitian ini bertujuan mengkaji agroteknologi dan menyusun perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Penetapan alternatif pola tanam dan agroteknologi dilakukan dengan simulasi model prediksi erosi USLE sehingga diperoleh lahan dengan nilai erosi (E) lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan (Etol). Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi alternatif ditetapkan menggunakan analisa ekonomi pada berbagai pola tanam dan agroteknologi alternatif sehingga diperoleh pendapatan lebih besar dari pada standar hidup layak (SHL). Jika SHL tidak dapat dicapai dari berbagai pola tanam dan agroteknologi alternatif yang ada, maka ditambahkan alternatif pendapatan lain diluar sektor pertanian. Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan diperoleh berdasarkan kajian rekomendasi agroteknologi, peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani, kajian manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani dan kajian program stakeholder terkait. Penggunaan lahan berkelanjutan untuk tanaman semusim adalah tumpangsari tanaman jagung manis dan kacang/timun/buncis/tomat/terong, jagung manis dan cabe yang bisa dilaksanakan di lereng kelas I (0% - 8%) dan II (8% – 15%) dengan pengolahan tanah menurut kontur atau pengolahan tanah menurut kontur ditambah dengan strip rumput. Pada kelas lereng II (8% – 15%) dan III (15% - 25%) diperlukan teras gulud yang ditanami rumput pada guludannya untuk pengendalian erosi. Agroforestry dilaksanakan pada lahan kelas lereng III (15% – 25%) – V ( >45% ) dan pada lahan dengan potensi bahaya erosi tinggi sampai dengan sangat tinggi diperlukan adanya teras bangku dengan penguat rumput. Penerapan agroteknologi tersebut dapat mengendalikan erosi (5,9 – 43,8 ton/ha/tahun) menjadi lebih kecil dari Etol (14,0 – 44,0 ton/ha/tahun) dan peningkatan pendapatan keluarga petani menjadi Rp. 20.242.400,00 – Rp. 23.234.800,00/KK/tahun. Masyarakat bersedia melaksanakan hasil rekomendasi penggunaan lahan berkelanjutan dengan alasan secara ekonomi tidak mengurangi hasil yang di dapat (100%) dan baik untuk lingkungan (75%) tetapi belum mampu untuk melaksanakan dengan alasan tidak ada modal (95%) dan tidak tahu melaksanakannya/belum ada contoh (85%). Rata-rata nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu pada tahap pembuatan teras (tahun 1) sebesar Rp -1.615.294,00/ha/tahun dan pada tahap pemeliharaan teras petani memperoleh manfaat tidak langsung sebesar Rp 1.446.420,00 /ha/tahun.
ABSTRACT MUHAMAD AZIZ AHSONI. Planning of Sustainable Land Uses in Sub Watershed of Cisadane Hulu. Under academic supervision of DWI PUTRO TEJO BASKORO and SURIADARMA TARIGAN. Inhabitants of Sub Watershed of Cisadane Hulu, who are mostly farmers, rely on the existing land for their livelihood. Considerably high rate population growth, accompanied by low income, create high pressure on land, and stimulate uses of land which are not in accordance with the land capability. This phenomena cause further land degradation which will ultimately reduce the community welfare. The objective of this study was studying the agrotechnology and compiling plan for sustainable land uses in Sub Watershed of Cisadane Hulu. Determination of alternatives of cropping pattern and agrotechnology was conducted by model simulation of USLE erosion prediction, so that land with erosion value (E) smaller than tolerable erosion (Etol) was obtained. Recommendation of cropping pattern and agrotechnology alternatives was determined by using economic analysis at various cropping pattern and agrotechnology alternatives, so that income which was greater than the appropriate living standard (ALS), was obtained. If the ALS could not be achieved from the various cropping pattern and the existing agrotechnology alternatives, then there was addition of other alternative incomes from outside the agriculture sector. Planning of sustainable land uses was obtained by study on agrotechnology recommendation, probability of application of agrotechnology recommendation by the farmers, study on environmental economic benefit of erosion prevention for the farmer, and study on program of related stakeholders. Sustainable land uses for annual crop were intercropping of sweet corn and peanut / cucumber / string bean / tomatoes / eggplant; and sweet corn and chili, which could be conducted in slope class I (0 % - 8 % ) and II ( 8 % - 15 % ) with contour tillage, or countur tillage with grass strip. In slope class II (8 % - 15 % ) and III (15 % - 25 %) there were needs for bund terraces with grasses in the bunds to control erosion. Agroforestry was practiced in land with slope class III (15 % 25 %) – V (> 45 %), while on land with high to very high erosion hazard, bench terraces to strengthened with grasses were necessary. The application of this agrotechnology could reduce erosion to (5.9 – 43.8 tonnes / ha / year) whice are lower than the tolerable erosion (14.0 – 44.0 tonnes / ha / year) and increase income of farmer family to Rp 20.242.400,00 – Rp 23.234.800,00 / family / year. People are willing to practice the recommended due to economic reason (100 %) and enviromental reason (75 %), but they had not been able to practice it due to lack of capital (95 %) and they had no knowledge on how to practice it / there had been no any examples (85 %). Average value of environmental economic benefit of erosion prevention for farmers in the intensive observation location of Sub Watershed of Cisadane Hulu at the terrace construction stages (year 1) was - Rp 1.615.294,00 / ha / year. During the terrace maintenance stage, the farmer obtained indirect benefit as much as Rp. 1.446. 420,00 / ha / year.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERENCANAAN PENGGUNAAN LAHAN BERKELANJUTAN DI SUB DAS CISADANE HULU
MUHAMMAD AZIZ AHSONI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Penelitian : Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu Nama : Muhammad Aziz Ahsoni NIM : A252050041
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc Anggota
Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan DAS
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 10 Maret 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2007 ialah penggunaan lahan berkelanjutan, dengan judul Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc dan Dr. Ir. Suriadarma Tarigan, MSc sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MSc sebagai dosen penguji luar komisi yang telah banyak memberi saran dan masukan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc yang telah memberi jalan untuk terlaksananya penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman S-2 Program Studi Pengelolaan DAS Angkatan 2005 yang telah memberikan dorongan untuk percepatan penyelesaian tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu (alm) serta seluruh keluarga dan terkhusus kepada alfia (istri) dan affan (anakku) atas segala do’a dan kasih sayangnya. Saran dan kritik sangat diharapkan dalam penyempurnaan tesis ini, dan semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor,
Maret 2008
Muhammad Aziz Ahsoni
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Boyolali Jawa Tengah pada tanggal 13 Februari 1973 dari Ayah Abdullah Satari dan Ibu Siti Choiriyah. Penulis merupakan putra ketiga dari tujuh bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 1 Boyolali dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Fakultas Kehutanan UGM pada Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan yang diselesaikan tahun 1997. Kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi ilmu pengelolaan DAS pada tahun 2005 atas beasiswa dari Departemen Kehutanan. Penulis bekerja di Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan mulai tahun 1998 sampai dengan sekarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv PENDAHULUAN ............................................................................................. Latar Belakang ....................................................................................... Kerangka Pemikiran ............................................................................... Tujuan Penelitian ................................................................................... Kegunaan Penelitian ..............................................................................
1 4 9 9
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... Pengelolaan DAS Terpadu ..................................................................... Pembangunan Pertanian Berkelanjutan .................................................. Penggunaan Lahan ................................................................................. Erosi dan Dampak Erosi.......................................................................... Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan ................................................. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS ........................
10 11 14 15 18 20
BAHAN DAN METODE ................................................................................. Waktu dan Tempat ................................................................................. Data dan Alat .......................................................................................... Data .............................................................................................. Alat ............................................................................................... Pengumpulan Data ................................................................................. Analisa Data ........................................................................................... Alternatif Agroteknologi .............................................................. Rekomendasi Agroteknologi ........................................................ Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani .................................................................................. Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ........................... KEADAAN UMUM WILAYAH ..................................................................... Keadaan Biofisik .................................................................................... Letak dan Tipe Penggunaan Lahan .............................................. Topografi ...................................................................................... Jenis Tanah ................................................................................... Iklim dan Hidrologi ...................................................................... Keadaan Sosial Ekonomi ....................................................................... Kependudukan ............................................................................. Lingkungan Sosial Ekonomi ........................................................
24 24 24 25 25 32 32 33 33 35 36 36 38 38 39 40 40 42
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... Karakteristik Lokasi Pengamatan Intensif ............................................. Iklim ........................................................................................... Topografi .................................................................................... Tanah ........................................................................................... Penggunaan Lahan ...................................................................... Satuan Lahan Homogen ............................................................. Kependudukan ............................................................................ Pendidikan ................................................................................... Kesehatan .................................................................................... Mata Pencaharian ........................................................................ Tipe Penggunaan Lahan ......................................................................... Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi ............................................... Prediksi Erosi ......................................................................................... Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani ... Alternatif pola Tanam dan Agroteknologi ............................................. Analisa Biaya dan Pendapatan Petani .................................................... Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi ....................................... Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan ..................................... Keberlanjutan Ekologi ............................................................... Keberlanjutan Ekonomi ............................................................. Keberlanjutan Sosial dan Budaya ..............................................
46 46 46 47 48 51 54 54 56 56 59 61 65 69 71 77 86 91 91 92 92
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... Kesimpulan ............................................................................................. 94 Saran ....................................................................................................... 95 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 96 LAMPIRAN ....................................................................................................... 98
DAFTAR TABEL Halaman 1. Luas wilayah Sub DAS Cisadane Hulu berdasar administrasi kecamatan ...................................................................................................... 36 2. Sebaran penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu ............................... 38 3. Sebaran kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu ........................................ 38 4. Sebaran jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu .............................................. 39 5. Curah hujan tahunan Sub DAS Cisadane Hulu ............................................ 40 6. Jumlah dan kepadatan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu ..................... 40 7. Tingkat pendidikan penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu .......................... 41 8. Mata pencaharian utama penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu.................. 42 9. Sebaran kelas lereng di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................................... 46 10. Jenis dan karakteristik umum tanah di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ...................................................................................... 47 11. Penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................................... 49 12. Sebaran penggunaan lahan menurut kelas lereng di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 50 13. Satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .............................................................................................. 53 14. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir............. 55 15. Persentase tingkat pendidikan petani penggarap di lokasi pengamatan intensif di Sub DAS Cisadane Hulu .............................................................. 56 16. Mata pencaharian masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir ............... 57 17. Persentase luas lahan garapan masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 58 18. Pola tanam masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 59 19. Jenis penutupan lahan dan tanaman di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ...................................................................................... 61
20. Pola tanam aktual di beberapa titik pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 64 21. Nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Cisadane Hulu ................................. 66 22. Nilai erodibilitas tanah (K) di Sub DAS Cisadane Hulu............................... 67 23. Rata-rata nilai LS berdasar kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu........... 67 24. Luas kisaran kelas indeks bahaya erosi setiap pola penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................... 69 25. Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 72 26. Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................... 74 27. Alternatif agroteknologi berdasar CP Maksimum di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 75 28. Rata-rata pendapatan masyarakat dari pertanian berdasar pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................... 78 29. Rata-rata pendapatan petani diluar usaha tani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 79 30. Rata-rata pendapatan masyarakat diluar usahatani lahan kering berdasar pola tanam lahan kering aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................... 80 31. Pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ...................................................................................... 80 32. Analisis biaya dan pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 82 33. Rata-rata pendapatan keluarga petani berdasar agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .............................. 83 34. Analisis biaya dan pendapatan masyarakat berdasar pola tanam dan agroteknologi alternatif (teras bangku) untuk tanaman semusim lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 84 35. Rata-rata pendapatan keluarga petani berdasar agroteknologi alternatif (teras bangku) di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ....... 85
36. Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi berdasar nilai CP Maksimum di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............ 89
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu .............................................................................. 6 2. Tahapan pelaksanaan penelitian perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu ................................................... 7 3. Sub DAS Cisadane Hulu berdasar wilayah administrasi kecamatan ............ 37
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta jenis tanah Sub DAS Cisadane Hulu ..................................................... 99 2. Peta penggunaan lahan Sub DAS Cisadane Hulu ......................................... 100 3. Peta kelas lereng Sub DAS Cisadane Hulu ................................................... 101 4. Rata-rata curah hujan bulanan pada 5 Stasiun pengukur curah hujan Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................... 102 5. Peta arahan fungsi dan pemanfaatan ruang Sub DAS Cisadane Hulu .......... 103 6. Peta kelas lereng lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ....... 104 7. Peta jenis tanah lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ......... 105 8. Peta penggunaan lahan lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................................... 106 9. Peta satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 107 10. Peta pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 108 11. Nilai erosivitas hujan (R) Sub DAS Cisadane Hulu .................................... 109 12. Kriteria dan nilai erodibilitas tanah (K) Sub DAS Cisadane Hulu .............. 110 13. Faktor panjang dan kemiringan lereng Sub DAS Cisadane Hulu ................. 111 14. Pola tanam aktual dan nilai CP di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 112 15. Nilai faktor C berbagai tanaman dan pola tanam ......................................... 116 16. Nilai faktor tindakan konservasi dan pengelolaan lahan (CP) ..................... 117 17. Hasil prediksi erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................................... 118 18. Peta indeks bahaya erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 119 19. Perhitungan nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu (tahap pembuatan teras) ............................................................................... 120
20. Perhitungan nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu (tahap pemeliharaan teras) ........................................................................... 121 21. Nilai biaya pencegahan erosi di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 122 22. Nilai manfaat pencegahan penurunan produktivitas lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 123 23. Nilai manfaat pencegahan kehilangan unsur hara di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 125 24. Evaluasi kelayakan ekonomi upaya pencegahan erosi dengan pembuatan teras di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................................... 127 25. Perhitungan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan (Etol) di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 128 26. Contoh perhitungan usaha tani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................... 129 27. Rata-rata pendapatan petani dari usaha sawah di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 134 28. Rata-rata pendapatan petani dari usaha ternak domba di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 135 29. Rata-rata pendapatan petani dari usaha lain-lain di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 136 30. Pola tanam alternatif berdasar tingkat produktivitas lahan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 137 31. Evaluasi kelayakan ekonomi agroteknologi agroforestry di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu.............................................. 138 32. Peta pola tanam dan agroteknologi alternatif di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu .................................................................. 139 33. Peta pola tanam dan agroteknologi alternatif di Sub DAS Cisadane Hulu ............................................................................................................... 140
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan salah satu modal dasar pembangunan pertanian. Sejalan dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, kebutuhan lahan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, industri, pertokoan, pendidikan, pariwisata, transportasi, pertanian dan lain-lain juga meningkat. Sementara itu jumlah lahan yang tersedia relatif tetap sehingga terjadi ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan kebutuhan lahan yang mengakibatkan terjadinya konversi lahan pertanian, penyerobotan tanah negara, perambahan hutan, pengusahaan lahan kering perbukitan dan lahan berlereng yang seringkali tidak sesuai dengan kemampuan daya dukung lahan tersebut. Pengelolaan
Daerah
Aliran
Sungai
(DAS)
sebagai
bagian
dari
pembangunan wilayah sampai saat ini masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Permasalahan tersebut antara lain kesadaran masyarakat yang rendah tentang pelestarian manfaat sumber daya alam dan masih belum adanya keterpaduan antar sektor dan antar instansi
sehingga
mengakibatkan terjadinya erosi, banjir dan kekeringan. Kompleksitas permasalahan pengelolaan DAS memunculkan adanya paradigma baru dalam pengelolaan DAS berupa pemberdayaan masyarakat dalam usaha pengelolaan DAS ditingkat operasional dan pelaksanaan dengan menggunakan pendekatan bottom up. Ada beberapa hal penting dalam paradigma baru ini yaitu (1) pengelolaan dilaksanakan secara terpadu lintas sektoral, (2) peningkatan peran serta masyarakat (partisipatif), (3) peningkatan penyuluhan baik kualitas dan kuantitas, (4) penguatan institusi dan (5) pemberian insentif
2
kepada petani di kawasan DAS (khususnya bagian hulu) (Priyono dan Cahyono 2003). Pola pemanfaatan lahan di kawasan hulu DAS merupakan salah satu bagian yang paling krusial dalam pengelolaan DAS. Jika upaya peningkatan kesejahteraan dan usaha ekonomi masyarakat di kawasan hulu DAS ini bisa disinergikan dengan perbaikan pengeloaan DAS, maka upaya menemukan pola pemanfaatan lahan yang sesuai bisa dinilai telah mendekati kenyataan. Untuk menemukan pola pemanfaatan lahan yang sesuai bukan saja dibutuhkan pengetahuan teknis, ekonomi dan agro-ekologi, melainkan juga pemahaman situasional antar masyarakat kawasan DAS. Pemahaman situasional ini mencakup aspek hubungan saling menghargai (mutual respect) secara sosial, politik, budaya dan keamanan bersama (LP3ES 2006). Banjir besar yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada Bulan Februari 2007 telah membuka kesadaran kembali terhadap pentingnya pengelolaan DAS secara terpadu. Penanganan banjir saat ini dititikberatkan pada pengendalian banjir di bagian hilir dengan pembuatan berbagai bangunan sipil seperti bendungan, dam penahan, sodetan sungai, pendalaman sungai dan kanalisasi. Sementara sumber penyebab banjir yang diantaranya adalah kerusakan daerah resapan dibagian hulu yang berupa lahan kritis yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologis daerah hulu kurang mendapat perhatian. Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk mengurangi lahan kritis adalah dengan merehabilitasi lahan kritis tersebut yang dituangkan dalam suatu rencana rehabilitasi lahan dan konservasi tanah dengan jalan meningkatkan pengetahuan pada tingkat lapangan
3
dan adopsi bentuk penggunaan lahan yang sesuai dengan praktek pengelolaan lahan yang cocok (Nugroho, 2002) Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane seluas 156.043,0 ha yang berhulu di Kabupaten Bogor dan bermuara di teluk Jakarta, sehingga ikut menyumbang terjadinya banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. Secara administratif Sub DAS Cisadane Hulu terletak di Kecamatan Cijeruk, Caringin, Ciawi, Tamansari, Ciomas dan Cisarua Kabupaten Bogor dan Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur dan Bogor Tengah dan Bogor Barat Kota Bogor Propinsi Jawa Barat. Topografi di Sub DAS Cisadane Hulu bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam. Dari hasil analisis kelerengan sebagian besar Sub DAS Cisadane Hulu berada pada kelas lereng I (datar) seluas 10.530,8 ha (44,36%) dan kelas lereng V (sangat curam) seluas 4.974,4 ha (20,95%).
Laju pertumbuhan
penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu sebesar 1,2 % / tahun dengan tingkat pendapatan berkisar antara Rp. 1.850.000,00 s/d Rp. 1.900.000,00 /kapita/tahun (BP DAS Citarum Ciliwung, 2003). Laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah mengakibatkan tekanan terhadap lahan semakin tinggi yang menyebabkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannnya. Hal ini mengakibatkan kerusakan lahan dan pada akhirnya akan menyebabkan kesejahteraan masyarakat semakin menurun. Berdasarkan uraian diatas, masalah yang dapat disusun dalam penelitian ini adalah : (1) penggunaan lahan di lokasi umumnya tidak menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang benar sehinga menimbulkan kerusakan lahan, dan
4
(2) tingkat kesejahteraan penduduk masih rendah. Oleh karena itu perlu adanya suatu perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Kerangka Pemikiran Sebagai bagian hulu dari DAS Cisadane, Sub DAS Cisadane Hulu berperan sebagai daerah resapan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan fungsi hidrologi, sementara penggunaan lahan dan pengelolaan sumberdaya alam untuk kegiatan pertanian masih mendominasi kehidupan masyarakat di kawasan tersebut. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan, tekanan terhadap lahan juga meningkat yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan sehingga mengganggu fungsi hidrologi daerah hulu dan pada akhirnya akan menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan adanya pemahaman tentang pola penggunaan lahan dan sumberdaya alam pertanian sehingga dapat dirumuskan perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan. Untuk dapat memahami penggunaan lahan yang dilakukan di Sub DAS Cisadane Hulu, karena keterbatasan waktu dan biaya diperlukan adanya lokasi pengamatan intensif yang dapat menggambarkan pola pemanfaatan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu secara keseluruhan. Lokasi pengamatan intensif dilaksanakan di Areal Model Penanganan Konservasi Tanah dan Air Sub DAS Cisadane Hulu DAS Cisadane yang secara administratif terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya yang merupakan salah satu wilayah resapan DAS Cisadane yang telah mengalami banyak perubahan penggunaan lahan seperti dari perkebunan dan semak belukar menjadi pertanian semusim. Lokasi pengamatan intensif seluas 1.800,8 ha
5
sebagian besar dimiliki oleh perusahaan swasta yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan pertanian
meskipun tidak sesuai dengan kelas
kemampuan lahan dan hutan yang dikelola oleh Balai TN. Gunung Gede Pangrango serta sebagian kecil tanah milik masyarakat berupa pemukiman dan sawah. Topografi lokasi didominasi oleh kelas lereng agak curam sampai sangat curam yang digunakan untuk kebun dan hutan (1.672,6 ha) dan sebagian kecil pada kelas lereng datar dan bergelombang yang digunakan untuk sawah dan pemukiman (97,4 ha) (BP DAS Citarum Ciliwung, 2007). Masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya sebagian besar (67,71%) menggantungkan hidupnya dari pertanian dan dari petani tersebut 51% sebagai buruh tani dan 31% penggarap (Distanhut 2006) dengan rata – rata pendapatan Rp.11.849.550,00/tahun. Pemilihan
lokasi
pengamatan
intensif
ini
didasarkan
beberapa
pertimbangan, antara lain (i) merupakan wilayah model yang akan dijadikan contoh untuk kegiatan penanganan konservasi tanah dan air lokasi lain yang merupakan unsur penting dalam pengelolaan DAS, (ii) merupakan bagian hulu DAS Cisadane yang sebagian wilayahnya telah beralih fungsi yang dapat mengancam fungsi hidrologis dari DAS Cisadane, (iii) adanya praktek pertanian yang belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang benar, dan (iv) tingkat pendapatan dan pendidikan masyarakat yang masih rendah. Penggunaan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat pada dasarnya merupakan resultan dari berbagai faktor sosial, ekonomi dan kondisi sumberdaya lahan yang dihadapi. Secara umum terdapat 4 kelompok faktor yang memiliki pengaruh terhadap pola penggunaan lahan dan sumberdaya alam yaitu : (1) faktor lingkungan sosial ekonomi, (2) karakteristik rumah tangga petani, (3)
6
teknologi dan (4) faktor lingkungan biofisik yang dihadapkan pada petani. Kerangka pemikiran perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Gambar 1. Permasalahan penggunaan lahan dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah di Sub DAS Cisadane Hulu dapat diselesaikan dengan cara penyusunan rencana penggunaan lahan berkelanjutan. Tahapan pelaksanaan penelitian dalam penyusunan rencana penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada gambar 2.
7
Lingkungan Sosial Ekonomi
1. Faktor penyebab masyarakat memanfaatkan lahan 2. Faktor penyebab masyarakat melakukan tipe agroteknologi saat ini
Karakteristik petani
Lingkungan biofisik
Teknologi
Agroteknologi saat ini
Alternatif agroteknologi
Valuasi Ekonomi (Manfaat lingkungan pencegahan erosi untuk petani)
Rekomendasi agroteknologi
Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani
Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan
Kebijakan dan program stakeholder
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu
8
Lokasi pengamatan intensif
Overley peta : penggunaan lahan, jenis tanah, kelas lereng Satuan lahan homogen A < ETol
Ya
Tidak Alternatif agroteknologi
Pendapatan > Standar hidup layak
Alternatif pendapatan diluar pertanian
Tidak
Ya Rekomendasi agroteknologi Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani
Valuasi Ekonomi
Biaya
Pendapatan
Pencegahan dampak negatif
Kenaikan Produktifitas lahan
Penurunan kehilangan unsur
Biaya bangunan KTA
Pendapatan akibat kenaikan produktifitas lahan
Biaya penurunan penggunaan pupuk
Nilai manfaat lingkungan pencegahan erosi utk petani
Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan
Kebijakan dan program stakeholder
Gambar 2. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu
9
Tujuan Penelitian 1. Mengkaji agroteknologi yang dapat diterapkan dalam rangka penggunaan lahan berkelanjutan. 2. Menyusun perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan di Sub DAS Cisadane Hulu. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemilik/pengguna lahan untuk mengelola lahannya dan pemerintah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan instansi terkait lainnya dalam pengelolaan penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu, khususnya untuk lahan yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan DAS Terpadu Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan (Dephut 2006). Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumberdaya yang menyangkut berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak pihak, tidak sematamata oleh pelaksana langsung di lapangan tetapi oleh pihak-pihak yang berperan dari tahapan perencanaan, monitoring sampai dengan evaluasinya (Dephut 2006). Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa hal yang mengharuskan pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu adalah: 1. Terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan (multi sektor) dalam pengelolaan sumberdaya dan pembinaan aktifitasnya. 2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan mencakup berbagai bidang kegiatan. 3. Batas DAS tidak selalu bertepatan (coincide) dengan batas wilayah administrasi pemerintahan. 4. Interaksi daerah hulu sampai hilir yang dapat berdampak negatif maupun positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak. Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak
11
dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil-hasilnya Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka ( Komisi Brundtland 1987, dalam Fauzi 2006). Konsep pembangunan berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang.
Keberlanjutan pembangunan dilihat dalam tiga dimensi
keberlanjutan sebagaimana dikemukakan oleh Seregeldin (19960 sebagai “a trianguler framework”, yakni keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi. Spangenber (1999) menambahkan dimensi kelembagaan (institution) sebagai dimensi keempat, sehingga keempat dimensi tersebut membentuk suatu prisma keberlanjutan (prism of sustainability) (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju 2006). Menurut (Reijntjes, Haverkort dan Bayer 1992, dalam Noy 2005) pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan melestarikan sumberdaya alam. Namun demikian, banyak orang menggunakan definisi yang lebih luas dan menilai pertanian bisa dikatakan pertanian berkelanjutan jika mencakup hal-hal berikut : 1. Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dan manusia, tanaman dan hewan sampai oragnisme tanah ditingkatkan. Kedua hal
12
ini akan dipenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa dan energi bisa ditekan serendah meungkin serta mampu mencegah pencemaran. 2. Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/ atau pendapatan sendiri serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan. Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk usaha tani yang langsung, namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan sumberdaya alam dan meminimalkan resiko. 3. Adil, yang berarti bahwa sumberdaya dan kekuasaan terdistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin. 4. Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman, hewan dan manusia) dihormati. Integritas budaya dan spiritualitas masyarakat dijaga dan dipelihara. 5. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usaha tani yang berlangsung terus, misalnya pertambahan penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan sebagainya. Hal ini meliputi bukan hanya perkembangan teknologi yang baru dan sesuai, namun juga inovasi dalam hal sosial budaya.
13
Menurut Sinukaban (1994) penerapan pertanian konservasi merupakan salah satu alternatif yang perlu diprogramkan untuk membangun pertanian berkelanjutan di lahan kering. Sistem pertanian konservasi (conservation farming system) adalah sistem pertanian yang mengintegrasikan teknik konservasi tanah dan air kedalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesejahteraan petani dan sekaligus menekan erosi sehingga sistem pertanian tersebut dapat berlanjut secara terus menerus tanpa batas (sustainable). Lebih lanjut dikatakan bahwa ciri-ciri sistem pertanian konservasi (conservation farming system) adalah sebagai berikut : 1. Produksi pertanian cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya. 2. Pendapatan petani cukup tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dan pendapatan usaha taninya. 3. Teknologi yang diterapkan, baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi adalah teknologi yang dapat diterapkan (sesuai kemampuan) dan diterima oleh petani dengan senang hati sehingga sistem pertanian tersebut dapat diteruskan oleh petani dengan kemampuannya tanpa bantuan dari luar secara terus menerus. 4. Komoditi yang diusahakan adalah komoditi yang sesuai dengan kondisi biofisik daerah, dapat diterima oleh petani, dan laku dipasar. 5. Erosi
sangat
minimal,
sehingga
produktivitas
ditingkatkan (produktivitas cukup tinggi secara lestari).
dapat
dipertahankan/
14
6. Penguasaan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang (longterm investment security). Penggunaan lahan Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) lahan didefinisikan sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Menurut Arsyad (2006) penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian se cara garis besar dibedakan kedalam macam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam penggunaan lahan seperti tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang dan sebagainya. Lebih lanjut dikatakan bahwa jika berbagai aspek lain penggunaan lahan seperti skala usaha atau luas tanah yang diusahakan, intensitas penggunaan input, penggunaan tenaga kerja, orientasi pasar dan sebagainya dipertimbangkan , maka akan didapatkan tipe penggunaan lahan yang memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai penggunaan lahan seperti 1) ladang, 2) tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, tidak intensif, 3) tanaman semusim campuran, lahan kering permanen, intensif, 4) sawah beririgasi, satu kali setahun, tidak intensif, 5) sawah beririgasi, dua kali setahun, intensif, 6) perkebunan rakyat
15
(karet, kopi, coklat, jeruk) tidak intensif, 7) perkebunan besar, intensif, 8) hutan produksi alami, 9) hutan produksi, tanaman pinus, 10) padang penggembalaan, tidak intensif dan lain-lain. Erosi dan Dampak Erosi Arsyad (2006) mendefininisikan erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Jadi pada peristiwa erosi tanah atau bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tersebut terjadi oleh media alami yaitu air dan angin. Lebih lanjut dikatakan bahwa erosi ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia. Perkiraan jumlah erosi yang akan terjadi
pada suatu lahan bila
pengelolaan tanah tidak mengalami perubahan dilakukan dengan menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) (Wischmeier and Smith 1978) yaitu : A = R x K x LS x C x P Dengan pengertian bahwa : A = Jumlah erosi dalam ton/ha/tahun, R = faktor erisivitas hujan, K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, C = faktor tanaman (penggunaan tanah), P = faktor teknik konservasi tanah. Dari kelima faktor yang menentukan nilai prediksi erosi tersebut, faktorfaktor yang memungkinkan untuk dimodifikasi secara teknologi dan ekonomi adalah faktor C dan P. Beberapa cara untuk memodifikasi nilai CP misalnya penanaman secara terus menerus, rotasi tanaman, pergiliran tanaman, tumpang sari, mulsa dan lain-lain. Nilai CP untuk setiap jenis pola tanam ditentukan
16
berdasarkan hasil-hasil penelitian plot erosi, baik di dalam maupun di luar daerah penelitian. Pengaruh pola tanam dan jenis tanaman tidak saja tergantung pada jenis vegetasi, kerapatan, kualitas pertumbuhan, pengelolaan tanaman, tetapi bervariasi antara bulan dan musim. Oleh karena itu, efektifitas tanaman dalam menurunkan tingkat erosi sangat tergantung pada kelebatannya selama perlindungan yang diberikan oleh tanaman dan sistem pengelolaannya yang paling sedikit (Sinukaban 1989). Erosi merupakan suatu proses alami yang pasti terjadi selama adanya agen pembawa erosi, sehingga tidak dapat dihindari seluruhnya. Upaya pencegahan erosi, berarti upaya mengurangi laju erosi sampai mendekati laju erosi yang terjadi karena proses alami, dengan demikain diperlukan adanya suatu pemahaman yang benar tentang proses terjadinya erosi (Morgan 1986). Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransi adalah perlu oleh karena tidaklah mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng. Akan tetapi suatu kedalaman tanah tertentu harus dipelihara agar terdapat suatu volume tanah yang cukup dan baik bagi tempat berjangkarnya akar tanaman dan tempat untuk menyimpan air serta unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sehingga tanaman/tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Laju erosi yang dinyatakan mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktifitas yang tinggi secara lestari disebut erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan (Arsyad 2006)
17
Erosi yang terjadi dapat mengakibatkan hilangnya lapisan tanah atas yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air, sementara itu
tanah yang terangkut akan
diendapkan ditempat lain. Menurut Arsyad (2006) kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi terjadi di 2 tempat yaitu 1) pada tanah tempat erosi terjadi dan 2) pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak yang diakibatkan oleh erosi tersebut dapat langsung maupun tidak langsung. Dampak langsung erosi di tempat kejadian erosi (on-site) antara lain kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman, kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah, peningkatan penggunaan energi untuk produksi, kemerosotan produktivitas tanah, kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya dan pemiskinan penggarap/pemilik tanah. Dampak di luar tempat kejadian erosi (off-site) yang secara langsung terjadi antara lain pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya; kerusakan ekosistem perairan dan lain-lain. Dampak tidak langsung di tempat kejadian erosi (on-site) antara lain berkurangnya alternatif penggunaan lahan, timbulnya dorongan/tekanan untuk membuka lahan baru dan lain-lain, sementara dampak tidak langsung di luar tempat kejadian erosi (off-site) antara lain kerugian oleh memendeknya umur waduk, meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir. Pembangunan pertanian dengan intensifikasi pertanian menyebabkan terjadinya peningkatan pencemaran lingkungan akibat pemakaian pupuk dan pestisida yang cukup besar. Bahan pupuk dan pestisida ini tidak diam di dalam
18
tanah atau seluruhnya diangkut tanaman melainkan ada yang larut di dalam aliran permukaan. Bahan ini menjadi sumber polusi setelah memasuki badan air dan dikenal dengan non-point source pollution (NPSP). Dampak non-point source pollution ini dapat dikategorikan dalam dua bagian yaitu (i) dampak yang terjadi pada badan air (in stream impact) dan (ii) dampak di luar badan air (off stream impact) (Sihite 2001). Lebih lanjut dikatakan bahwa banyak dampak yang terjadi dapat diamati pada badan-badan air yang ada seperti sungai, danau, atau waduk; sehingga dampak yang ditimbulkan disebut dampak instream. Sedangkan dampak yang lain dapat terjadi sebelum partikel-partikel tanah tersebut mencapai badan-badan air atau sesudahnya seperti dijumpai pada kejadian banjir, penggunaan air untuk kebutuhan domestik, irigasi, atau yang lain; sehingga dampak yang ditimbulkan disebut sebagai dampak off-stream. Mencegah terjadinya erosi di daerah rawan erosi (kemiringan lereng terjal, pinggir sungai) atau ditempat dimana praktek-praktek pertanian dilakukan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, adalah usaha yang paling ekonomis dan efektif untuk dilaksanakan dalam rangka menurunkan laju erosi (Asdak, 2004) Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Sumberdaya alam, selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi secara langsung maupun tidak langsung juga menghasilkan manfaat ekologi. Permasalahan yang sering muncul dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya penggunaan lahan adalah adanya berbagai dampak negatif yang diakibatkan oleh pemanfaatan lahan yang tidak tepat sehingga menimbulkan
19
dampak negatif yang besar, seperti banjir, hilangnya mata air dll. Dengan demikian manfaat yang diperoleh dari penggunaan lahan tidak sebanding dengan biaya sosial yang harus ditanggung akibat kerusakan sumber daya alam yang telah terjadi. Kebijakan lingkungan banyak dipengaruhi oleh ekonomi lingkungan. Kebijakan mengurangi suatu dampak lingkungan akan dipengaruhi oleh perhitungan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurangi (preventif) atau memperbaiki dan manfaat yang akan diperoleh kemudian (Spash, 1997 dalam Sihite 2001). Preventif dipahami sebagai perlakuan sebelum terjadinya dampak (ex-ante) sedangkan perbaikan merupakan perlakuan setelah dampak terjadi (expost). Pengambilan kebijakan ataupun keputusan apakah preventif atau perbaikan harus dibuat terutama untuk melihat besar investasi yang dikeluarkan untuk tindakan preventif maupun biaya untuk memperbaiki dampak yang sudah terjadi (Barrett dan Segerson, 1997 dalam Sihite 2001). Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS adalah bahwa keuntungan dari program pengelolaan DAS seperti fungsi hidrologis yang baik, erosi yang rendah dan berkurangnya dampak ikutan di hilir (banjir, sedimentasi) tidak mempunyai nilai ekonomi atau tidak mempunyai nilai pasar langsung. Oleh karena itu, perlindungan ini tidak mempunyai nilai moneter langsung. Di dalam ekonomi hal ini dikenal dengan eksternalitas. Metode yang umum digunakan dalam melihat manfaat perlindungan DAS adalah perubahan produktivitas. Pendekatan ini didasarkan kepada interaksi dan perubahan dalam input/output dalam sistem produksi yang dipengaruhi oleh keberadaan program perlindungan DAS. Ini dapat digunakan untuk mengukur
20
pengaruh erosi terhadap sistem usahatani, atau sedimentasi di waduk. Dalam hal ini ada beberapa pendekatan analisis biaya yang juga dapat dilakukan. Misalnya seberapa besar manfaat yang diperoleh dengan membiayai pencegahan dampak (pendekatan pengeluaran preventif) dan biaya ganti dari jasa lingkungan (misalnya penggunaan pupuk akibat kehilangan hara dalam erosi tanah) (Sihite 2001). Lebih lanjut dikatakan bahwa analisis biaya dan manfaat (ABM) merupakan salah satu teknik valuasi ekonomi yang koheren untuk mengorganisasi dan mengemukakan informasi yang diinginkan dalam terminologi nilai moneter. Sama dengan teknik lainnya, pemahaman akan interaksi lingkungan dan ekonomi tetap diperlukan (Enters, 1998). Langkah utama yang diperlukan dalam ABM antara lain adalah (i) identifikasi semua komponen yang relevan dengan analisis; (ii) kuantiifikasi dampak fisik dan (iii) valuasi dampak dalam nilai moneter. Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengelolaan DAS Permasalahan pengelolaan DAS yang berupa semakin rusaknya kondisi DAS yang ditandai dengan terganggunya siklus hidrologi, penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam di DAS berupa tanah, air, vegetasi dan lain-lain yang mengakibatkan penurunan produktivitas lahan, baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian didalam menganalisis sebab dan akibat serta usaha-usaha penanggulangannya, adalah wajar bila disepakati dengan diagnosis ekologi disamping ekonomi sehingga manfaat dari pembangunan DAS yang diorientasikan kepada segi-segi pengawetan tanah dan air, dengan titik berat kepada peningkatan kesejahteraan
21
masyarakat dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat (Alrasyid dan Heryati 2002). Dephut (2006) menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan akhir pengelolaan DAS yaitu terwujudnya kondisi yang optimal dari sumber daya tanah, air dan vegetasi, maka kegiatan pengelolaan DAS meliputi empat upaya pokok, yaitu: 1. Pengelolaan lahan melalui usaha konservasi tanah dalam arti yang luas. 2. Pengelolaan air melalui pembangunan sumber daya air. 3. Pengelolaan vegetasi, khususnya pengelolaan hutan yang memiliki fungsi perlindungan terhadap tanah dan air. 4. Pembinaan kesadaran dan kemampuan manusia dalam penggunaan sumber daya alam secara bijaksana, sehingga ikut berperan serta pada upaya pengelolaan DAS. DAS sebagai satu ekositem berimplikasi pada setiap kegiatan yang akan dilakukan perlu mengikuti suatu perencanaan yang tidak merusak lingkungan hidup atau sumber daya alam sehingga tetap dapat menjaga kondisi keseimbangan berbagai unsur yang membentuk ekosistem DAS tersebut. Unsur utama yang ada di dalam DAS antara lain terdiri dari komponen-komponen vegetasi, tanah, termasuk tanah pertanian dan pemukiman, air (sungai), makhluk hidup termasuk manusia dan segala upaya yang dilakukan di dalam DAS (Alrasyid dan Heryati 2002). Menurut LP3ES (2006) Pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan masyarakat pada dasarnya merupakan resultan dari berbagai faktor sosial, ekonomi dan kondisi sumberdaya lahan yang dihadapi. Secara umum
22
terdapat 4 kelompok faktor yang memiliki pengaruh terhadap pola pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yaitu : (1) faktor lingkungan sosial ekonomi, (2) karakteristik rumah tangga petani, (3) teknologi dan (4) faktor lingkungan fisik yang dihadapkan pada petani. Lebih lanjut dikatakan bahwa faktor lingkungan sosial ekonomi meliputi 4 komponen utama yaitu: (1) kebijakan pemerintah seperti penyaluran kredit bersubsidi, pengendalian harga, pengaturan tata niaga komoditas yang diusahakan petani, dan seterusnya; (2) kelembagaan yang terkait dengan kegiatan produksi pertanian seperti lembaga penyuluhan, lembaga keuangan desa, kelompok tani dan koperasi unit desa; (3) budaya masyarakat seperti norma dan orientasi kegiatan produksi, pola kerja sambatan, pola bawon dalam kegiatan panen; dan (4) infrastruktur ekonomi dan pertanian seperti sarana transportasi dan jaringan irigasi. Karakteristik petani dapat berupa penguasaan lahan garapan, pemilikan modal usahatani, ukuran rumah tangga, sumber pendapatan rumah tangga, dan pola konsumsi rumah tangga. Faktor teknologi meliputi metoda, alat dan kualitas input yang digunakan dalam kegiatan pertanian. Sedangkan faktor lingkungan fisik dapat berupa kesuburan lahan yang dimiliki petani, kondisi topografi lahan garapan, kondisi iklim (seperti curah hujan) dan tata air setempat. Keempat kelompok faktor tersebut bekerja secara simultan mempengaruhi pola pemanfaatan lahan yang dimiliki petani, kegiatan produksi pertanian, kualitas usahatani, pola usahatani yang dilakukan petani, dan pemanfaatan sumberdaya alam lainnya. Dinamika faktor-faktor tersebut akan menentukan output yang dihasilkan petani baik dalam kuantitas maupun kualitas.
23
Lebih lanjut output yang dihasilkan petani dapat diwujudkan menjadi pendapatan rumah tangga petani. Dalam hal ini besarnya pendapatan yang diperoleh kembali dipengaruhi oleh bekerjanya faktor sosial ekonomi melalui mekanisme pembentukan harga baik pada pasar input maupun pasar output. Tingkat pendapatan yang diperoleh selanjutnya akan mempengaruhi pola pemanfatan lahan dan sumberdaya alam lainnya, kegiatan produksi pertanian, kualitas usahatani dan pola usahatani yang dilakukan petani melalui aktivitas konsumsi rumah tangga dan investasi. Dalam jangka panjang interaksi keempat kelompok faktor di atas bersifat dinamis. Kebijakan pemerintah dapat diubah dan disesuaikan dengan tujuan dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan. Begitu pula faktor teknologi dapat berubah sejalan dengan temuan teknologi yang senantiasa berkembang. Sedangkan kondisi lingkungan fisik seperti kondisi iklim juga dapat mengalami perubahan dalam jangka panjang akibat perubahan ekosistem baik yang terjadi secara lokal atau secara global seperti anomali iklim El Nino dan La Nina yang semakin sering terjadi akhir-akhir ini. Pada skala mikro perubahan kondisi lingkungan fisik dapat berupa turunnya kesuburan lahan akibat erosi. Dinamika jangka panjang seluruh faktor di atas pada gilirannya akan berpengaruh terhadap dinamika pola pemanfaatan lahan dan sumberdaya alam yang dilakukan oleh masyarakat pedesaan, yang pada gilirannya hal ini akan berpengaruh besar terhadap tata air setempat (LP3ES 2006).
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama 3 bulan dari bulan Juli sampai dengan September 2007 di Sub DAS Cisadane Hulu, yang secara administratif terletak di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor Propinsi Jawa Barat dengan lokasi pengamatan intensif di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat (Gambar 3). Data dan Alat Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer yang meliputi (1) data biofisik lokasi pengamatan intensif yaitu tekstur tanah, struktur tanah, panjang dan kemiringan lereng, kandungan NPK tanah, penggunaan lahan, metode konservasi tanah yang sudah digunakan yang diperoleh dari hasil pengukuran dan pengamatan di lapangan dan (2) data sosial ekonomi budaya yaitu kependudukan, sarana produksi, pendapatan keluarga, kepemilikan lahan, respon terhadap penggunaan lahan berkelanjutan, pengetahuan tentang teknik konservasi tanah dan air, alasan pemanfaatan lahan yang diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner. Data sekunder meliputi (1) data biofisik Sub DAS Cisadane Hulu yaitu peta tanah tinjau mendalam DAS Cisadane Hulu skala 1 : 100.000 (Puslittanah dan Agroklimat 1992), peta rupa bumi skala 1 : 25.000 lembar 1209-143 (Bakosurtanal 1998), 1209-141, 1209-142 (Bakosurtanal 1999), 1209-123,1209124,1209-132 (Bakosurtanal 2000), peta faktor erodibilitas tanah dan klas lereng DAS Cisadane Hulu skala 1 : 50.000 (Bakosurtanal, Puslittanah, Fak Geografi
25
dan PPLH UGM 1987), data curah hujan bulanan (BMG Dramaga Bogor 2007, peta RTRW Kabupaten Bogor, Peta RTRW Kota Bogor, Kabupaten Bogor Dalam Angka 2007, Kota Bogor dalam Angka 2007, Monografi Kecamatan dan Kecamatan dalam angka, Laporan tahunan dan rencana kerja stake holder (Dinas Pertanaian dan Kehutanan, Dinas Peternakan dan Perikanan, BP DAS Ciliwung Cisadane, Dinas Agroindistri, UPTD penyuluhan, TN. Gunung Gede Pangrango). Alat Alat yang digunakan adalah peta kerja, abney level untuk mengukur kemiringan lereng, meter roll untuk mengukur panjang lereng, GPS untuk menentukan posisi dan arah lokasi pengamatan, plastik contoh untuk menentukan kandungan N dan P, kandungan bahan organik, tekstur dan struktur tanah, alat dokumentasi dan seperangkat komputer PC. Pengumpulan Data Data primer diperoleh melalui pengamatan, pengukuran, wawancara dan kuisioner di lokasi pengamatan intensif dengan menggunakan sampel berdasarkan kriteria sebagai berikut : a. Lokasi pengamatan intensif ditentukan secara purposif yaitu di areal Model Penanganan Konservasi Tanah dan Air Sub DAS Cisadane Hulu DAS Cisadane, yang secara administratif terletak di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringan dan Desa Wates Jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor b. Satuan lahan homogen, diperoleh dengan cara menumpangsusunkan (overley) 1) peta jenis tanah (Lampiran 1), 2) peta penggunaan lahan (Lampiran 2) dan 3) peta kelas lereng (Lampiran 3).
26
c. Tanah, contoh tanah diambil dengan teknik pengambilan sampel secara stratified random sampling dengan kriteria : 1) lokasi mewakili tipe penggunaan lahan yang ada (kebun campuran, tegalan, hutan, sawah), 2) lokasi mewakili kelas kelerengan 0 – 8%, 8 – 15%, 15 – 25%, 25 – 35% dan > 45%. d. Responden, penentuan responden dalam penelitian ini adalah petani pemilik lahan atau penggarap atau penyewa sebanyak 20%. Selain itu juga dipilih responden yang memiliki keterkaitan dengan penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu secara purposif seperti kepala desa, ketua RW, petugas penyuluh kehutanan dan pertanian, tokoh masyarakat, pejabat dinas kehutanan, pertanian, serta pemilik lahan (PT. PAP, PT. Panggung, CV Kertajaga, Balai TN Gunung Gede Pangrango). Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai instansi terkait seperti BP DAS Citarum-Ciliwung, Dinas Pertanian dan Kehutanan kabupaten Bogor, dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor, BMG, BPS, BPSDA, Kantor Kecamatan, Kantor kelurahan dan lain-lain seperti kebijakan pemerintah dan pemilik lahan, tugas pokok dan fungsi, program kerja, infra struktur ekonomi, peta-peta dan lain-lain. Secara rinci data yang diperlukan dan cara pengumpulannya dalam penelitian ini adalah : a. Lingkungan sosial ekonomi meliputi (1) kebijakan pemerintah dan pemilik lahan seperti tugas pokok dan fungsi, program kerja, perencanaan penggunaan lahan, program penyuluhan dan lain-lain; (2) kelembagaan yang terkait dengan kegiatan produksi pertanian seperti lembaga penyuluhan, lembaga
27
keuangan desa, kelompok tani dan koperasi unit desa; (3) budaya masyarakat seperti norma dan orientasi kegiatan produksi, pola kerja dan tata waktu; dan (4) infrastruktur ekonomi dan pertanian seperti sarana transportasi, pasar, bank, pabrik, home industri dan jaringan irigasi diperoleh dari wawancara, kuisioner dan data sekunder. b. Karakteristik petani meliputi penguasaan lahan garapan, pemilikan modal usahatani, ukuran rumah tangga, sumber pendapatan rumah tangga, ketrampilan/kemampuan dibidang lain dan pola konsumsi rumah tangga diperoleh dengan wawancara dan kuisioner. c. Teknologi pertanian yang sudah dilaksanakan meliputi jenis tanaman dan pola tanam, metoda, alat dan teknik konservasi tanah yang digunakan dalam kegiatan pertanian diperoleh dengan pengamatan di lapangan dan wawancara. d. Lingkungan fisik dapat berupa tekstur dan struktur tanah, kondisi topografi lahan garapan, kondisi iklim (seperti curah hujan, suhu) dan tata air setempat yang diperoleh dengan pengamatan di lapangan dan data sekunder e. Faktor penyebab masyarakat memanfaatkan lahan perusahaan diperoleh melalui kuesioner dengan menghitung prosentase faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat memanfaatkan lahan perusahaan meliputi lahan sendiri tidak cukup atau tidak punya lahan (x1), diijinkan oleh perusahaan (x2), pendapatan keluarga tidak cukup (x3), lahan tidak dikelola/lahan terlantar (x4), ikut-ikutan yang lain (x5), banyak waktu luang (x6), lain-lain (x7) f. Tipe penggunaan lahan
diperoleh berdasarkan pengamatan di lapangan
dengan mencatat pola penanaman dan vegetasi dominan.
28
g. Faktor penyebab masyarakat menerapkan agroteknologi saat ini diperoleh melalui kuesioner dengan menghitung prosentase faktor penyebab masyarakat menerapkan teknologi penggunaan lahan saat ini meliputi menyesuaikan dengan modal (x1), ketersediaan tenaga kerja (x2), pengetahuan tentang teknik konservasi tanah dan air (x3), kebiasaan bertani (x4), bukan lahan sendiri (x5), lain-lain (x6). h. Analisa usaha tani Analisa usaha tani saat ini dilakukan untuk menilai pendapatan petani dari lahan yang dikelola saat ini dengan analisis anggaran arus uang tunai (cash flow analysis) (Soekartawi 2002) diperoleh dengan cara kuesioner dan wawancara. -
Penerimaan usaha tani (TR), merupakan perkalian antara produksi tanaman ke-i (Yi) dan harga produksi tanaman ke-I (Pyi) dan dapat ditulis sebagai : TR = Yi Pyi =
n
∑
( Y1 Py1 + Y2 Py2 + … + Yn Pyn )
i =1
dimana : TR = total penerimaan usaha tani, Yi = produksi tanaman ke-i, Pyi = harga produksi tanaman ke-i. -
Total biaya usaha tani, merupakan nilai semua keluaran yang dipakai dalam usaha tani selama proses produksi baik yang langsung maupun tidak langsung. dan dapat ditulis sebagai : TC = FC + VC n
VC = Xi Pxi =
∑ i =1
( X1 Px1 + X2 Px2 + … + Xn Pxn )
29
dimana : TC = total biaya usaha tani, FC = biaya tetap, VC = biaya tidak tetap, Xi = input usaha tani ke-i, Pxi = harga input usaha tani ke-i. -
Pendapatan bersih usaha tani (π), merupakan selisih antara penerimaan (TR) dan biaya (TC) yang dapat ditulis sebagai : π = TR - TC
i. Erosi Jumlah tanah yang tererosi diprediksi menggunakan model the universal soil loss equation (USLE) (Wischmeier and Smith 1978) dengan rumus : A = R x K x LS x C x P Dengan pengertian bahwa : A = Jumlah erosi dalam ton/ha/tahun, R = faktor erosivitas hujan, K = faktor erodibilitas tanah, LS = faktor panjang dan kemiringan lereng, C = faktor tanaman (penggunaan tanah), P = faktor teknik konservasi tanah . Parameter yang digunakan dalam penggunaan rumus USLE : - Penentuan nilai faktor erosivitas hujan (R) Nilai erosivitas hujan dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain RM = 2.21 (Rain)m 1.36 dimana RM = erosivitas hujan bulanan, (Rain)m = curah hujan bulanan (cm), Nilai R setahun diperoleh dengan menjumlahkan RM selama setahun - Penentuan faktor erodibilitas tanah (K) Nilai K dihitung berdasarkan nilai K yang disesuaikan (Hammer 1981) K = { 2.71 x 10-4 x (12 – OM) x M114 + 4.20 x (s-2) + 3.23 x (p-3)}/100 dimana K = faktor erodibilitas tanah, OM = persentase bahan organik, S = kelas struktur tanah (berdasarkan USDA Soil survey manual 1951), P =
30
kelas permeabilitas tanah (berdasarkan USDA Soil survey manual 1951), M = (% debu + % pasir sangat halus) x (100 - % liat) - Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) Panjang dan kemiringan lereng diukur di lapangan. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) dihitung menggunakan rumus (Arsyad 2006) : LS =
x(0,0138s + 0,00965s + 0.00138s 2
dimana : x = panjang lereng dalam meter, s = kemiringan lereng dalam persen. - Penentuan faktor tanaman (C) Nilai C merupakan perbandingan yang berhubungan dengan tanah hilang tahunan pada areal yang bervegetasi dengan areal yang sama jika areal tersebut kosong dan ditanami secara teratur (Dephut 1998). Nilai C ditentukan berdasar pengamatan dilapangan dan wawancara dengan responden meliputi jenis tanaman dan pola tanam kemudian dibandingkan dengan indeks pengelolaan tanaman yang sudah ada. - Penentuan faktor konservasi tanah (P) Tindakan konservasi tanah tidak hanya tindakan konservasi tanah secara mekanik atau fisik saja, tetapi termasuk juga berbagai macam usaha yang bertujuan untuk mengurangi erosi tanah (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001). Nilai P ditentukan berdasar pengamatan dilapangan dan wawancara dengan responden meliputi teknik konservasi tanah yang dilakukan, tingkat penerapan teknik konservasi tanah, upaya pencegahan erosi kemudian dibandingkan dengan indeks konservasi tanah yang sudah ada.
31
j. Erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) dihitung menggunakan persamaan Wood and Dent (1983) dalam (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001) ⎡ DE - D min ⎤ + kecepatan pembentukan tanah ETol = ⎢ ⎣ Kelestarian tanah ⎥⎦ dimana : ETol = erosi yang dapat ditoleransikan, DE= kedalaman ekuivalen (kedalaman efektif x faktor kedalaman), D min = kedalaman tanah minimum yg diperbolehkan. Kecepatan pembentukan tanah adalah rata-rata laju pembentukan tanah di Indonesia yaitu 1 mm/tahun (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2001) dan kelestarian tanah adalah 250 tahun. k. Tanah Data tanah diperoleh dari pengamatan lapangan dan analisis sampel di laboratorium. Pengamatan lapangan meliputi pengamatan profil tanah dan pengambilan sampel tanah pada satuan lahan terpilih. Sifat-sifat fisik tanah seperti sifat kimia (N-total, P-tersedia) dan tekstur tanah diperoleh dari analisis sampel tanah komposit. l. Kehilangan unsur hara (N dan P) dihitung berdasar pengukuran sampel tanah dan jumlah tanah yang tererosi. m. Peningkatan produktivitas didekati dengan menggunakan referensi yang sudah ada yaitu penurunan produksi akibat adanya erosi. n. Biaya pencegahan dampak negatif didekati dengan biaya pembuatan bangunan konservasi tanah dan air (pembuatan teras)
32
o. Pendapatan petani Pendapatan petani adalah semua pendapatan yang dihasilkan dalam satu keluarga petani baik dari usaha tani (on farm) maupun di luar usaha tani (off
farm) dalam 1 tahun. p. Standar hidup layak Standar kehidupan layak untuk pertanian berkelanjutan adalah pendapatan bersih harus lebih besar dari pemenuhan kebutuhan fisik minimum (KFM) ditambah 1) 50% KFM untuk kebutuhan pangan, pakaian, perumahan dan kesehatan, 2) 50% KFM untuk kebutuhan pendidikan, 3) 50% KFM untuk kebutuhan rekreasi, kegiatan sosial dan tabungan (Sinukaban, 2007) Standar kehidupan layak = KFM x 2.5, dimana KFM adalah setara 320 kg beras/tahun/kapita. q. Peluang penerapan rekomendasi agroteknologi oleh petani diperoleh melalui kuesioner dengan menganalisa jawaban dan alasannya. Analisa Data Penetapan Alternatif Agroteknologi
Penentuan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) digunakan sebagai patokan kegiatan penggunaan lahan berkelanjutan, sehingga kegiatan yang direncanakan harus memiliki nilai erosi dibawah atau sama dengan nilai erosi yang masih dapat ditoleransikan. Alternatif pola tanam dan agroteknologi dilakukan dengan simulasi model prediksi erosi USLE, dimana nilai parameter R, K, dan LS adalah konstan sehingga agroteknologi ditentukan dengan simulasi nilai faktor C dan P. Simulasi dilakukan dengan menggunakan data jenis tanaman, pola penanaman dan teknik
33
konservasi tanah yaitu dengan melakukan perubahan komponen tanaman (C) dan tindakan konservasi (P) sehingga diperoleh nilai erosi yang lebih kecil atau sama dengan nilai erosi yang masih dapat dibiarkan. Jenis tanaman yang digunakan adalah jenis tanaman yang secara ekologis hidup ditempat tersebut dan dikehendaki oleh masyarakat. Alternatif agroteknologi disimulasikan berdasarkan kriteria nilai CP maksimum, dimana CP maksimum adalah perbandingan antara nilai ETol dengan faktor RKLS. Dengan demikian agroteknologi alternatif yang ditetapkan memiliki nilai CP ≤ CP maksimum. Rekomendasi Agroteknologi
Rekomendasi agroteknologi adalah penggunaan lahan dengan nilai E < ETol dan menghasilkan pendapatan > standar hidup layak dan jika hal tersebut tidak dapat dicapai maka digunakan E < ETol dan peningkatan pendapatan disertai adanya alternatif pendapatan diluar sektor pertanian. Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani
Penilaian manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani ditujukan untuk memberi gambaran tentang pengorbanan yang telah dilakukan petani dalam upaya pencegahan erosi sehingga dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam penyusunan program kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan erosi. Nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi, dianalisis dengan analisis biaya dan manfaat yaitu seberapa besar manfaat yang diperoleh dengan membiayai pencegahan dampak (pendekatan pengeluaran preventif) dan biaya ganti dari jasa lingkungan. Nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi difokuskan pada nilai yang berhubungan langsung dengan petani setempat. Hal
34
ini ditujukan untuk mengetahui manfaat ekonomi lingkungan yang diperoleh oleh petani dalam pelaksanaan pencegahan erosi. Nilai manfaat ekonomi lingkungan dianalisis berdasarkan nilai prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE dan simulasi daur terpanjang tanaman yang dibudidayakan. Dalam penelitian ini yang di kategorikan sebagai biaya berupa biaya pembuatan bangunan konservasi tanah, sementara manfaat berupa peningkatan produktivitas dan penurunan penggunaan pupuk. MELPE = MPE – BPE dimana : MELPE (Manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi), MPE (manfaat pencegahan erosi), BPE (biaya pencegahan erosi) MPE = Peningkatan produktivitas + penurunan penggunaan pupuk, dimana : Peningkatan produktivitas = didekati dengan nilai penurunan produktivitas komoditi x harga komoditi, yang dapat dituliskan sebagai : NMPPr = Σ (IPPi x HKi) dimana : NMPPr = nilai manfaat peningkatan produksi (Rp), IPPi = indeks penurunan produktivitas komoditi-i (diperoleh dari pengaruh erosi terhadap penurunan produktivitas (data sekunder hasil penelitian)) (ton/ha), Hki = harga komoditi-i (Rp/ton) Penurunan penggunaan pupuk = didekati dengan ( jumlah unsur N,P dan K tererosi (selisih simulasi dengan kondisi saat ini) x ekvivalen pupuk x harga yang dapat dituliskan sebagai : NMPPk = Σ (JUHRij x HPi x LAj) JUHRij = Σ (ERij x PUHRij)
35
dimana, NMPPk = nilai manfaat penurunan penggunaan pupuk (Rp), JUHRij = jumlah unsur hara ke - i yang hilang dari tanah yang tererosi, sebesar j (kg/ha), HPi = harga pupuk perjenis i (Rp/kg), LAj = luas areal ke-j (ha), Erij = jumlah tanah tererosi per hektar di land unit j (ton/ha), PUHRij = proporsi unsur hara ke-i dari 1 ton tanah yang tererosi (kg), i = jenis unsur hara/pupuk (Urea dan TSP),j = satuan lahan homogen (Persamaan diadopsi dari Sihite, 2001). BPE = didekati dengan biaya pembuatan bangunan konservasi tanah air (teras) Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan
Perencanaan penggunaan lahan berkelanjutan disusun berdasarkan hasil kajian rekomendasi agroteknologi, faktor yang menyebabkan masyarakat memanfaatkan lahan, faktor yang menyebabkan masyarakat menerapkan agroteknologi saat ini, peluang masyarakat menerapkan hasil rekomendasi, analisa ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani dan program-program stakeholder.
KEADAAN UMUM WILAYAH Keadaan Biofisik Letak dan Tipe Penggunaan Lahan
Sub DAS Cisadane Hulu dengan luas wilayah 23.739,4 ha merupakan bagian dari DAS Cisadane (156.043 ha), terletak di 106˚44’ – 106˚56’ LS dan 6˚36’ – 6˚47’ BT dan secara administratif berada di kecamatan Cijeruk, Caringin, Ciawi, Tamansari, Ciomas dan Cisarua Kabupaten Bogor dan Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Tengah dan Bogor Barat Kota Bogor Propinsi Jawa Barat. Luas Sub DAS Cisadane Hulu berdasarkan wilayah administrasi kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 3. Tabel 1. Luas Wilayah Sub DAS Cisadane Hulu berdasarkan Administrasi Kecamatan. Kabupaten/Kota Kota Bogor
Jumlah Kota Bogor Kabupaten Bogor
Kecamatan Bogor barat Bogor selatan Bogor tengah Bogor timur Caringin Ciawi Cigombong Cijeruk Ciomas Cisarua Tamansari
Jumlah Kabupaten Bogor Jumlah Sub Das Cisadane Hulu Sumber : Peta rupa bumi (Bakosurtanal, 1998-2000)
Luas (ha) (%) 52,3 0,22 2.904, 5 12,23 76,6 0,32 16,1 0,07 3.049,4 12,85 7.679,3 32,35 3.193,4 13,45 4.576,0 19,28 4.693,8 19,78 73,1 0,31 109,5 0,46 364,2 1,53 20.689,7 87,15 23.739,1 100,00
Penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu
bervariasi meliputi
pemukiman, sawah, perkebunan, ladang/tegalan, tanah kosong dan semak belukar yang didominasi oleh sawah dan hutan sebesar 51,35%. Sebaran penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.
37
Gambar 3. Sub DAS Cisadane Hulu berdasar Administrasi Kecamatan
38
Tabel 2. Sebaran Penggunaan Lahan di Sub DAS Cisadane Hulu Jenis Penggunaan Luas Lahan (ha) (%) Hutan 5.256,2 22,14 Perkebunan 3.740,4 15,76 Tegalan/ladang 3.889,3 16,38 Sawah 4.591,1 19,34 Semak/belukar 2.231,2 9,40 Tanah kosong 430,0 1,81 Pemukiman 3.522,4 14,84 Danau/Sungai 78,5 0,33 Jumlah 23.739,1 100,00 Sumber : Peta rupa bumi (Bakosurtanal 1998-2000)
Topografi
Topografi di Sub DAS Cisadane Hulu bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam. Dari hasil analisis kelerengan sebagian besar Sub DAS Cisadane Hulu berada pada kelas lereng I (datar) seluas 10.530,8 ha (44,36%) dan kelas lereng V (sangat curam) seluas 4.974,4 ha (20,95%). Sebaran kelas lereng di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 3. Tabel 3. Sebaran Kelas Lereng di Sub DAS Cisadane Hulu Kemiringan Kelas Klasifikasi Luas (%) Lereng (ha) (%) 0-8 I Datar 10.530,8 44,36 8 - 15 II Landai 4.625,1 19,48 15 - 25 III Agak Curam 1.921,1 8,09 25 - 45 IV Curam 1.687,8 7,11 > 45 V Sangat Curam 4.974,4 20,95 Jumlah 23.739,1 100,00 Sumber : Bakosurtanal,Puslittanah, Fak Geografi dan PPLH UGM (1987)
Jenis Tanah
Sub DAS Cisadane Hulu terdiri dari 7 macam tanah Troporthents, Typic Fluvaquen, Typic Tropopsaments,
yaitu Typic
Andic Humitropepts,
Typic Humitropepts, Typic Eutropepts dan Typic Hapludands. Asosiasi Typic Hapludands-Typictropopsament mendomonasi wilayah Sub DAS Cisadane Hulu (Tabel 4 dan Lampiran 1).
39
Tabel 4. Sebaran Jenis Tanah di Sub DAS Cisadane Hulu Jenis Tanah Kompleks typic troporthents-typic fluvaquen Typic tropopsaments Asosiasi Typic tropopsaments-andic humitropepts Asosiasi typic humitropepts-typic eutropepts Typic humitropepts Typic eutropepets Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Jumlah Sumber : Puslittanah dan Agroklimat (1992)
Luas ha 1.756,0 647,7 3.868,7
% 7,40 2,73 16,30
458,1 2.440,3 2.042,6 4.622,7 7.903,0 23.739,1
1,93 10,28 8,60 19,47 33,29 100,00
Iklim dan Hidrologi
Salah satu unsur iklim yang besar pengaruhnya terhadap penggunaan lahan di suatu DAS adalah curah hujan. Curah hujan di Sub DAS Cisadane Hulu tergolong tinggi dengan rata rata curah hujan 3.303,9 mm/tahun. Iklim di Sub DAS Cisadane Hulu adalah bertipe hujan A menurut klasifikasi SchmidtFerguson, dengan nilai Q berkisar dari 0,00 dan 0,0357. Sedangkan berdasar klasifikasi iklim menurut Oldeman termasuk tipe B1 dengan distribusi hujan bulanan cukup merata (Lampiran 4), dengan bulan basah (bulan dengan jumlah hujan ≥ 200 mm) terjadi selama 8 sampai dengan 10 bulan yaitu dari bulan Agustus atau September sampai April atau Mei dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 100 mm) hanya satu bulan, yaitu bulan Juni atau Juli. Berdasarkan kondisi curah hujan tersebut, maka iklim di Sub DAS Cisadane Hulu tidak menjadi faktor pembatas untuk pengembangan pertanian. Berdasarkan hasil analisis polygon Thiessen pada 5 stasiun yang mempengaruhi Sub DAS Cisadane Hulu, curah hujan tahunan Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 5.
40
Tabel 5. Curah Hujan Tahunan Sub DAS Cisadane Hulu Stasiun
Curah hujan Luas Rata-rata CH (mm/tahun) (ha) (mm/tahun) Empang 4.083,4 1.974,8 3.303,9 Pd. Gedeh 3.060,3 10.136,9 Ciawi 3.542,9 5.245,0 Kebun raya 4.065,6 21,9 Pasir jaya 3,250,2 6.360,5 Jumlah 18.011,4 23.739,1 Sumber : BMG Dramaga (2007) dan hasil analisis
Keadaan Sosial Ekonomi Kependudukan
Data kependudukan diperoleh pada tingkat desa yang masuk sebagian atau keseluruhan wilayahnya dalam Sub DAS Cisadane Hulu. Jumlah dan Kepadatan Penduduk. Penduduk di Sub DAS Cisadane
Hulu berjumlah 659.210 orang dengan kepadatan penduduk sebesar 28 orang/km2. Secara rinci data jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten/Kota Kecamatan Kota Bogor Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Jumlah Kota Bogor
Luas (km2)
Penduduk (orang)
Kepadatan (orang/ km2)
52,3 2.904,4 76,6 16,1 3.049,4
16.182 154.079 20.213 8.797 199.271
309 53 264 546 65
Kabupaten Bogor Caringin 7.679,3 Ciawi 3.193,4 Cigombong 4.576,0 Cijeruk 4.693,8 Ciomas 73,1 Cisarua 109,5 Tamansari 364,1 Jumlah Kabupaten Bogor 20.689,7 Jumlah Sub Das Cisadane Hulu 23.739,1 Sumber : Monografi Kecamatan (2007)
95.528 45.620 62.766 187.238 15.910 16.748 36.129 459.939 659.210
127 14 13 40 218 153 99 22 28
41
Pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat merupakan salah satu kunci
keberhasilan pembangunan, khususnya dalam upaya penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan baru sehingga masyarakat dapat berkembang ke arah yang lebih baik. Tingkat pendidikan masyarakat di Sub DAS Cisadane Hulu sudah relatif baik, dapat dilihat dari adanya masyarakat yang berpendidikan akademi sampai dengan S-3 (Tabel 7). Hal ini diharapkan dapat mendukung adanya inovasi baru dalam penggunaan lahan berkelanjutan. Tabel 7. Tingkat Pendidikan Penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu Tingkat Pendidikan
Jumlah % orang 13,67 Belum Sekolah 90.199 Tidak Tamat SD 137.685 20,89 Tamat SD 222.259 33,72 Tamat SLTP 104.079 15,79 Tamat SLTA 91.203 13,84 Tamat Akademi 8.397 1,27 Tamat S1-S3 5.847 0,83 Jumlah 659.210 100,00 Sumber : Diolah dari BPS (2003) dan Monografi Kecamatan (2007)
Mata Pencaharian. Masyarakat di Sub DAS Cisadane Hulu tersebar dari
wilayah perkotaan (hilir DAS) sampai pedesaan (hulu DAS) sehingga memiliki keragaman mata pencaharian yang tinggi. Dalam upaya penggunaan lahan berkelanjutan diperlukan adanya kerja sama antara masyarakat di hulu dan hilir DAS. Mata pencaharian masyarakat di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 8. Dari masyarakat yang bergerak di bidang pertanian, terdapat 28.556 keluarga petani dan 2.572 diantaranya termasuk kategori petani gurem (BPS 2003)
42
Tabel 8. Mata Pencaharian Utama Penduduk di Sub DAS Cisadane Hulu Mata Pencaharian Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik dan Gas Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Angkutan Lembaga keuangan lainnya Jasa Lain-lain Jumlah Sumber : BPS (2003)
Jumlah % Keluarga 42.678 51,97 504 0,61 8.252 10,05 60 0,07 3.512 4,28 14.321 17,44 2.117 2,58 28 0,03 9.218 11,22 13.430 16,35 82.124 100,00
Lingkungan Sosial Ekonomi Kebijakan Pemerintah. Kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam
tujuan pengembangan wilayah Kabupaten Bogor (RTRW Kabupaten Bogor) berdasarkan pola dasar pembangunan daerah dan kondisi obyektif wilayah yang mendukung penggunaan lahan berkelanjutan antara lain : 1. Memantapkan fungsi lindung, terutama berkenaan dengan hutan lindung, sempadan sungai dan kawasan peresapan (recharge area) 2. Mengoptimalkan pemanfaatan ruang wilayah, sesuai dengan potensi atau daya dukung, sehingga bentuk-bentuk kegiatan yang memanfaatkan ruang akan seimbang/sesuai dengan daya dukung ruang tersebut. Kabupaten Bogor yang posisinya di hulu dibandingkan dengan wilayah lain (Jabodetabek), maka fungsi lindung yang diemban oleh Kabupaten Bogor selain ditujukan untuk wilayahnya sendiri juga untuk wilayah lain yang ada di hilir. Arahan pengembangan struktur tata ruang, meliputi : 1. Memanfaatkan perkembangan di bagian wilayah tengah dengan pemantapan fungsi kota-kota yang menjadi pusat pelayanan dan pengintesifan produksi
43
2. Membatasi perkembangan dibagian wilayah hulu, karena itu tidak dikembangkan simpul atau pusat pelayanan. Bagian wilayah ini dilayani oleh simpul-simpul atau pusat di bagian wilayah tengah. Arahan fungsi dan pemanfaatan ruang (Lampiran 5), dibagi dalam 3 (tiga) klasifikasi, yaitu : 1. Wilayah dominasi fungsi lindung, merupakan komplek ekologi hulu dan dalam wilayah ini masih dimungkinkan adanya fungsi budidaya, namun dibatasi agar dominasi fungsi lindung dapat dipertahankan dan dimantapkan. Pengembangan prasarana wilayah, yaitu jalan raya relatif terbatas. 2. Wilayah intensifikasi (peningkatan pengembangan), komplek ekologi hulu sampai hilir merupakan wilayah pelayanan kepada wilayah secara keseluruhan, serta mendukung langsung kegiatan utama produksi wilayah yaitu perkebunan dan pertanian tanaman pangan. 3. Wilayah ekstensifikasi (pengembangan baru), komplek ekologi tengah dan hilir merupakan pengembangan dari kegiatan pada sumbu wilayah, terutama kegiatan perkebunan, tanaman pangan, palawija dan hortikultura. Sejalan dengan upaya pengembangan Kabupaten Bogor, kebijakan Dinas Pertanian dan Kehutanan antara lain : 1. Peningkatan produksi dan produktivitas komoditas unggulan padi, palawija, hortikultura, perkebunan dan kehutanan untuk perbaikan pendapatan petani serta penyediaan bahan baku industri (ketahanan pangan) 2. Peningkatan
pertumbuhan
vegetasi
dan
bangunan
konservasi
untuk
mengurangi/menahan laju erosi dan sedimentasi pada lahan kritis serta meningkatkan kapasitas air tanah (revegetasi)
44
3. Peningkatan penguasaan jaringan informasi dan inovasi teknologi pertanian dan kehutanan (IPTEK on dan off farm) 4. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaan pertanian yang berorientasi agribisnis (SDM) 5. Peningkatan usaha tani pertanian dan kehutanan dengan memenuhi kebutuhan infrastruktur serta akses pemasaran komoditas pertanian dan kehutanan (sapras). Kelembagaan Pertanian. Kelembagaan pertanian di Sub DAS Cisadane
Hulu meliputi kelembagaan formal pemerintah yang diemban oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor dan UPTD dibawahnya, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor serta Dinas Agroindustri Kota Bogor. Lembaga non formal meliputi kelompok tani dan LSM yang bergerak dibidang pertanian. Kelompok tani yang berorientasi pada agribisnis terdiri dari kelompok usaha pelayanan jasa alat dan mesin pertanian (alsintan) (UPJA) 1 kelompok, P4S (Pusat pelatihan pertanian dan pedesaan swadaya) 5 kelompok, kelompok tani pertanian organik 4 kelompok, penangkar benih 15 kelompok tani dan 19 perusahaan, kelompok tani yang sudah menjalin kemitraan dengan pihak ketiga sebanyak 14 kelompok dan kelompok pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM) 1 kelompok (Distanhut 2006). Infrastruktur Ekonomi dan Pertanian Infrastruktur ekonomi dan pertanian di Sub DAS Cisadane Hulu yang menunjang kegiatan ekonomi dan pertanian cukup tersedia, meliputi jalan beraspal sepanjang 257,63 km, jalan kerikil 145,17 km dan jalan tanah 60,35 km
45
yang kondisinya cukup memadai, selain itu juga telah tersedia 4 kios sarana produksi pertanian (tidak termasuk kota Bogor). Untuk menunjang pengolahan hasil pertanian dan perkebunan di Sub DAS Cisadane Hulu tersedia unit pengolahan hasil pala 4 lokasi dan teh 3 lokasi. Selain itu juga terdapat kelompok pengolah hasil pertanian seperti kripik, rangginan, manisan pala, malaka, sirup markisa, sirup nenas, dodol, tahu, tempe, instan herbal, dapros, slodok dan kutu mayang. Dalam rangka mendukung pengolahan padi, di Sub DAS cisadane hulu telah ada 41 perusahaan penggilingan padi. (Distanhut 2006). Hasil pertanian dan perkebunan dapat di pasarkan di 11 buah pasar tradisional di Sub DAS Cisadane Hulu dan supermarket yang telah ada di Kota Bogor. Sarana dan Prasarana Lain. Sarana pendidikan formal yang ada yaitu
282 gedung SD/MI, 71 gedung SLTP/Tsanawiyah, 39 gedung SLTA/Aliyah, 5 Akademi/Perguruan Tinggi baik negri maupun swasta.Untuk menunjang proses pendidikan non formal berupa kegiatan penyuluhan kepada masyarakat di Sub DAS Cisadane hulu, dilayani oleh 3 (tiga) UPTD penyuluhan pertanian dan kehutanan yaitu UPTD Dramaga, Ciawi dan Caringin. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan telah tersedia 2 lembaga penelitian/pelatihan yaitu Balai Besar Diklat Agribisnis Pertanian dan Keswa (Kecamatan Caringin) dan Balai Penelitian Ternak (Kecamatan Ciawi). Sarana kesehatan berupa 168 buah posyandu, 22 buah puskesmas, 20 buah klinik/balai pengobatan dan 1 buah rumah sakit.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Pengamatan Intensif Iklim
Secara geografis, lokasi pengamatan intensif terletak antara 106o 49’ 48’’ – 106o 55’ 48’’ Bujur Timur dan 6o 45’36’’ – 6o 47’24’’ Lintang Selatan, dengan luas 1.800,8 ha. Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari stasiun Pasir Jaya curah hujan di lokasi pengamatan intensif cukup tinggi dengan rata-rata curah hujan tahunan 3.256 mm. Distribusi hujan bulanan cukup merata, dengan bulan basah (bulan dengan jumlah hujan ≥ 200 mm) terjadi selama 9 bulan yaitu dari bulan September sampai Mei dan bulan kering (bulan dengan curah hujan < 100 mm) hanya satu bulan, yaitu bulan Juni. Dengan kondisi curah hujan demikian, maka berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, iklim di lokasi pengamatan intensif termasuk tipe B1 dan tidak menjadi faktor pembatas untuk pengembangan pertanian. Topografi
Kondisi topografi di lokasi pengamatan intensif sangat beragam dengan kelerengan dari datar sampai sangat curam (Tabel 9 dan Lampiran 6). Tabel 9. Sebaran Kelas Lereng di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Lereng Luas Kelas (%) Klasifikasi (ha) (%) I 0-8 Datar 136,1 7,56 II 8 - 15 Landai 25,5 1,41 III 15 - 25 Agak Curam 86,2 4,79 IV 25 - 45 Curam 392,2 21,78 V >45 Sangat Curam 1.160,8 64,46 Jumlah 1.800,8 100,00 Sumber : Bakosurtanal, Puslittanah, Fak Geografi dan PPLH UGM 1987
47
Secara umum lokasi pengamatan intensif didominasi oleh lahan dengan kemiringan sangat curam (kemiringan > 45 %) yang meliputi lebih dari 64 % dari total luasan lokasi pengamatan intensif. Kondisi kelerengan yang demikian menyebabkan lokasi pengamatan intensif sangat potensial untuk terjadinya kerusakan lahan akibat laju erosi yang sangat tinggi, terutama jika digunakan untuk pertanian intensif. Tanah
Tanah di lokasi pengamatan intensif tidak terlalu bervariasi hanya dijumpai 3 (tiga) jenis tanah yaitu Andic Humitropepts, Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments. Berdasarkan peta jenis tanah yang ada (skala 1 : 100.000) Typic Hapludands dan Typic Tropopsamments tidak dapat dipisahkan sehingga terbentuk 2 kelompok jenis tanah yaitu Andic Humitropepts dan Asosiasi Typic Hapludands-Typic Tropopsamments dengan karakteristik umum seperti disajikan pada Tabel 10 dan Lampiran 7. Tabel 10. Jenis dan Karakteristik Umum Tanah di Lokasi Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Jenis Tanah
Bahan Induk
Andic Humitropepts
Tuf andesit
Solum Dangkal
Asosiasi Typic Abu volkan Dalam Hapludands-Typic Tropopsamments Jumlah Sumber : Puslittanah dan Agroklimat 1992
Tabel
10
menunjukan
Drainase
Tekstur
Baik
Berliat sangat halus
Baik dan Cepat
Berliat sangat halus
bahwa
Typic
Luas (ha) (%) 153,1 8,50 1.647,7
91,50
1.800,8
100,00
Hapludands
dan
Typic
Tropopsamments mendominasi tanah di lokasi pengamatan intensif yang mencakup luasan seluas 1.647,7 ha (91,50 %). Tanah ini merupakan tanah yang subur yang terbentuk dari bahan induk abu vulkan dengan kedalaman yang tergolong dalam, tekstur yang sedang dan kasar, dan kandungan bahan organik
48
yang tinggi. Drainase umumnya baik dengan kemampuan melalukan air yang tergolong baik . Oleh karena itu kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah ini umumnya tergolong rendah. Potensi tanah cukup baik untuk tanaman palawija dan sayuran. Jenis tanah lain yang dijumpai adalah Andic Humitropepts yang berkembang dari bahan induk tuf andesitik. Tanah ini umumnya bersolum dangkal dengan tekstur halus. Drainase tergolong baik dengan kemampuan meresapkan tanah yang sedang, sehingga kepekaan terhadap erosinya tergolong rendah. Potensi tanah cukup baik untuk tanaman palawija dan sayuran. Penggunaan Lahan
Berdasarkan peta konsep arahan fungsi dan pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten Bogor, lokasi pengamatan intensif termasuk dalam wilayah dominasi fungsi lindung (Lampiran 5). Meskipun demikian, berdasarkan arahan fungsi dan pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten Bogor pada wilayah ini masih dimungkinkan adanya fungsi budidaya, namun dibatasi agar dominasi fungsi lindung dapat dipertahankan dan dimantapkan dan berdasar pengamatan lapang saat ini lahan tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pertanian intensif yang dapat mengakibatkan kerusakan lahan sehingga untuk menjaga kelestarian lahan tersebut diperlukan adanya perencanaan pengggunaan lahan yang baik dan benar. Penggunaan lahan di lokasi pengamatan intensif cukup bervariasi yaitu pemukiman, sawah, ladang/tegalan, kebun campuran dan hutan. Sebaran luas penggunaan lahan disajikan pada Tabel 11 dan Lampiran 8.
49
Tabel 11. Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Penggunaan Lahan
Luas (ha) 1.086,8 10,9 12,5 68,9 621,6 1.800,8
(%) 60,35 Hutan 0,61 Kebun campuran 0,69 Pemukiman 3,83 Sawah 34,52 Tegalan/Ladang 100,00 Jumlah Sumber : Peta RBI Skala 1: 25.000 Lembar 1209-123 dan 1209-124 (Bakosurtanal 2000) dan pengamatan lapang
Penggunaan lahan hutan mendominasi wilayah Sub DAS Cisadane Hulu yang meliputi luasan sekitar 1.086,8 ha ( 60,35 %) dari luasan lokasi pengamatan intensif. Areal hutan ini sebagian besar merupakan hutan alam dan hutan pinus yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penggunaan lahan hutan umumnya dijumpai dibagian hulu DAS dengan kemiringan lereng yang curam sampai sangat curam (Tabel 12). Penggunaan lain yang cukup luas penyebarannya adalah ladang/tegalan yang mencakup luasan sekitar 621,6 ha (34,52 %). Tanaman yang diusahakan umumnya adalah jagung, kacang-kacangan, cabe dan ubi kayu. Tanaman ditanam secara mokultur, tumpangsari dan tumpang gilir dengan sebagian besar tanaman di tanam secara mokultur sepanjang tahun. Pada beberapa lokasi ditemui adanya berbagai tanaman tahunan seperti sengon, mahoni, afrika, pulai, kelapa, pisang yang jumlahnya masih sedikit. Ladang/tegalan dikelola secara intensif oleh masyarakat dan dijumpai pada lahan dengan kemiringan curam dan sangat curam (Tabel 12) sehingga sangat berpotensi untuk terjadinya kerusakan lahan. Sebagian besar (57,48%) ladang/tegalan tersebut tidak sesuai untuk kegiatan pertanian intensif dengan faktor pembatasnya berupa lereng yang sangat curam dan 18,18%
50
mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan tanaman yang dapat diusahakan dan atau memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati. Penggunaan lahan kebun campuran dijumpai di sekitar pemukiman atau masuk dalam lingkungan pemukiman serta pada lahan-lahan dengan kemiringan diatas 45% yang belum diolah secara intensif oleh masyarakat. Kebun campuran belum dikelola dengan baik oleh masyarakat sehingga tidak berproduksi secara optimal. Tanaman yang dijumpai misalnya campuran antara tanaman kayu-kayu seperti sengon, mahoni, pinus dan buah-buahan seperti durian, pala, alpokat, pisang dan kopi dengan tanaman semusim dengan tumbuhan bawah seperti kapulaga dan kumis kucing. Luas kebun campuran ini sekitar 10,9 ha (0,61 %) dari luasan lokasi pengamatan intensif, terutama dijumpai pada lahan dengan kemiringan curam sehingga potensi kerusakan lahan juga tinggi. Sawah umumnya merupakan sawah irigasi semi teknis dan dijumpai memanjang di kiri kanan sungai (lembah sempit) dengan kemiringan lahan yang tidak terlalu curam. Tabel 12. Sebaran Penggunaan Lahan menurut Kelas Lereng di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Penggunaan Lahan Hutan Kebun Campuran Tegalan/ ladang Pemukiman Sawah
ha 8,4 0,0
% 0,47 0,00
ha 0,0 0,0
% 0,00 0,00
Kelas Lereng III IV ha % ha % 17,2 0,95 265,5 14,74 0,0 0,00 10,9 2,61
60,9
3,38
21,2
1.18
69,2
3,84
113,0
6,27
357,0
19,84
9,9 52,8
0,55 2,93
0,0 4,2
0,00 0.23
0,4 1,5
0,02 0,08
2,2 6,4
0,12 0,36
0,0 4,0
0,00 0,22
I
II
V ha 795,7 0,0
% 44,19 0,00
Penggunaan lahan pemukiman umumnya merupakan pemukiman desa dengan pola yang tidak teratur dan luas areal diperkeras (jalan aspal, atap rumah,
51
pavement) yang tidak terlalu dominan. Pemukiman sebagian besar tersebar dilahan-lahan dengan kemiringan datar. Satuan Lahan Homogen
Satuan lahan homogen dibentuk berdasarkan faktor fisik yang berpengaruh terhadap erosi dan produktivitas lahan yaitu lereng, jenis tanah dan penggunaan lahan sehingga diperoleh lahan dengan ciri-ciri fisik yang sama yang digunakan untuk satuan analisis. Berdasarkan hasil tumpang susun (overley) peta kelas lereng, peta jenis tanah dan peta penggunaan lahan serta pengamatan tipe penggunaan lahan di lapang di lokasi pengamatan intensif diperoleh 48 satuan lahan homogen. (Tabel 13 dan Lampiran 9). Penggunaan lahan hutan didominasi satuan lahan homogen 4, yaitu lahan hutan yang memiliki kelas lereng V (>45%) dan jenis tanah Typic Hapludands dan Typic Tropopsaments. Penggunaan lahan ladang/tegalan dodimonasi satuan lahan homogen 38, yaitu ladang/tegalan dengan kelas lereng V (>45%) dan jenis tanah Typic Hapludands dan Typic Tropopsaments dengan tipe penggunaan lahan berupa jagung, kacang, singkong, alang-alang, tumpangsari jagung dan kacang, tumpangsari jagung dan singkong, tumpangsari jagung dan timun, tumpangsari pisang dan jagung, pergiliran tanaman jagung dan kacang, kebun campuran dan hutan pinus. Penggunaan lahan kebun campuran didominasi satuan lahan homogen 8, yaitu kebun campuran dengan kelas lereng IV (25-45%) dan jenis tanah Andic Humitropepts. Penggunaan sawah didominasi satuan lahan homogen 14, yaitu sawah dengan kelas lerng I (0-8%) dan jenis tanah Andic Humitropepts. Penggunaan lahan pemukiman didominasi satuan lahan homogen 11, yaitu pemukiman di kelas lereng I (0-8%) dan jenis tanah Andic Humitropepts.
52
Tabel 13. Satuan Lahan Homogen di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satuan Lahan Homogen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Jenis Tanah
Kelas Lereng
Penggunaan Lahan
Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Andic humitropepts Andic humitropepts Andic humitropepts Andic humitropepts Andic humitropepts Andic humitropepts
III (15-25%) IV (25-45%) V (>45%) III (15-25%) III (15-25%) IV (25-45%) IV (25-45%) I (0-8%) I (0-8%) III (15-25%) IV (25-45%) I (0-8%) I (0-8%) II (8-15%) II (8-15%) III (15-25%) III (15-25%) IV (25-45%) V (>45%) I (0-8%) V (>45%) V (>45%) IV (25-45%) IV (25-45%) III (15-25%) I (0-8%) I (0-8%) I (0-8%) II (8-15%)
Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Hutan Kebun Campuran Pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Sawah Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan
Luas (ha) 4,9 229.3 795.7 9,8 2.4 36.2 10.9 8.1 1.8 0.4 2.2 30.6 22.2 3.2 1.0 0.7 0.8 6.4 4.0 8.4 2.2 51.0 12.9 4.6 12.5 0.5 2.0 1.6 1.2
Tipe Penggunaan Lahan ha ha ha hp hp hp kbn Pemukiman Pemukiman Pemukiman Pemukiman Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis Sawah irigasi semi teknis sk+jg,jg,sk+kc,jg+kc, kc, jg+sk+kc,kbn jg+kc, jg, kc hp, jg, jg+sk, jg+kc jg,sk,a,jg+kc,pg,c,kbn, lap bola jg, sk+kc, jg+kc, kbn, kc, hp sk+jg, sk+kc, jg+kc, kc, jg+sk+kc jg+kc, kc jg+pepaya+c, kt jg, jg+kc jg, jg+kc, sk+kc
53
Tabel 13 (lanjutan) Satuan Lahan Homogen 30
Jenis Tanah
Kelas Lereng
Penggunaan Lahan
Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments
IV (25-45%)
Ladang/tegalan
14.3
sk+tls, pepaya+pisang, j+kc+pepaya, jg, jg+kc, jg+tm, sk+pepaya,jg+kckc,jg+pisang,kc,pepaya+kc,a
31 32
Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts
III (15-25%) IV (25-45%)
Ladang/tegalan Ladang/tegalan
24.1 8.6
33 34 35 36 37 38
Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments
IV (25-45%) IV (25-45%) IV (25-45%) IV (25-45%) V (>45%) V (>45%)
Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan
11.0 4.3 25.3 31.8 37.8 246.0
39 40 41 42 43 44
Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments Andic humitropepts Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments
III (15-25%) II (8-15%) I (0-8%) I (0-8%) I (0-8%) III (15-25%)
Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan Ladang/tegalan
18.8 20.1 3.1 2.6 15.6 13.7
hp sk+tls, pepaya+pisang, j+kc+pepaya, jg, jg+kc, jg+tm, sk+pepaya,a, jg, jg+kc, jg+kc-kc jg, sk, jg+kc, jg+tm jg, jg+tm, jg+kc, kc, sk jg, sk+kc, jg+kc, kbn, hp jg, sk, sk+jg, jg+kc, kc, hp jg, jg+kc,a, kc, jg-kc, sk, pg, jg+pisang, jg+sk, jg+tm, kbn, hp jg+kc, jg-kc, jg+tm, jg, sk+kc, kbn jg, jg+kc, sk+kc, a, kbn hp hp, kbn, jg, jg+kc jg+kc, jg, sk, sk+kms kucing, kbn jg+sk, jg, jg+kc, jg+kc+sk, sk+pisang+sengon, kc, sk+kc jg-kc, jg+kc, sk-kc, kbn jg, sk, jg+sk, sk+pisang+sengon, jg+kc jg, kc, jg+kc, sk+kc, sk jg
45 46 47 48
Luas (ha)
Tipe Penggunaan Lahan
Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Ladang/tegalan 19.9 Andic humitropepts V (>45%) Ladang/tegalan 20.4 Asosiasi typic hapludands-typictropopsaments I (0-8%) Ladang/tegalan 15.5 Andic humitropepts IV (25-45%) Ladang/tegalan 0.3 Jumlah 1800.8 Keterangan : ha : hutan alam, hp : hutan pinus, kbn : kebun campuran, jg : jagung, Kc : kacang, sk : singkong, tm : timun, tls : talas, a : alang-alang, + : tumpangsari, - : pergiliran tanaman
54
Kependudukan
Masyarakat yang bermukim di lokasi pengamatan intensif tersebar di RW 05 Desa Pasir Buncir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, meliputi 3 RT, yaitu RT 01 (Kampung Sungapan: 40 KK), RT 02 (Kampung Lengkong: 165 KK), dan RT 03 (Kampung Cipeucang: 48 KK) dan RW 05, Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, yang tersebar di 4 RT, yaitu RT 01 dan RT 02 (Kampung Lengkong Girang : 72) dan RT 03 dan RT 04 (Kampung Ciwaluh: 68 KK). Jumlah penduduk di Desa Pasir Buncir dan Desa Wates Jaya sebanyak 13.030 orang yang terdiri dari 6.842 laki-laki dan 6.188 perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3.276 orang. Pendidikan
Sekolah yang ada di kedua kampung itu adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Sibyan Kampung Lengkong Desa Pasir Buncir dan SD Negeri di Kampung Lengkong Girang Desa Wates Jaya. Lulusan MI dan SD melanjutkan ke SMP Harapan (swasta) di Cijeruk berjarak 5 km dan ke SMP Terbuka (Negeri). Salah satu masalah bidang pendidikan adalah masih tingginya masyarakat yang tidak melanjutkan pendidikan setelah SD. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, hal ini disebabkan oleh relatif tingginya biaya transpotasi. Lokasi SMP yang terdekat ditempuh dengan jalan kaki sekitar 1 jam, karena belum adanya angkutan umum atau jika menggunakan ojek sepeda motor dengan biaya Rp. 10.000,00 pulang pergi karena jalan yang rusak. Penyebab lain dari tingginya angka putus sekolah adalah anggapan dari sebagian orang tua bahwa menempuh pendidikan yang lebih tinggi juga tidak memberikan nilai tambah dimana masyarakat juga melihat dengan menempuh pendidikan yang
55
lebih tinggi juga banyak yang masih menganggur. Untuk perempuan, kalau bekerja di garmen akan memperoleh pendapatan yang sama. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam penerimaan inovasi dan perubahan perilaku yang berpengaruh pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan, akan semakin cepat pula menyerap dan melaksanakan inovasi yang diberikan baik melalui kegiatan penyuluhan maupun melalui pengamatan yang dilakukan masyarakat sendiri. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya relatif masih rendah yang ditandai dengan masih banyaknya masyarakat yang tidak tamat SD atau hanya tamat SD (80%). Tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Wates Jaya dan Pasir Buncir Tingkat Pendidikan
Desa
Jumlah Prosentase Pasir Buncir Wates Jaya Pasir Buncir Wates Jaya SD 80 2.034 49,69 64.67 SLTP 40 709 24,84 22.54 SLTA 28 324 17,39 10.30 Akademi 5 43 3,11 1.37 Sarjana 8 35 4,97 1.11 Jumlah 161 3.145 100,00 100.00 Sumber : Distanhut (2006)
Rata-rata 57.18 23.69 13.85 2.24 3.04 100.00
Petani yang menggarap lahan di lokasi pengamatan intensif dan keluarganya belum memperoleh pendidikan yang baik. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya petani dan keluarganya yang hanya mengeyam pendidikan sampai SLTP (94,42%). Alasan utama masyarakat tidak melanjutkan pendidikan adalah kebutuhan ekonomi karena mahalnya biaya pendidikan, anak dapat membantu orang tua bekerja di ladang dan sekolah yang relatif jauh sehingga
56
mahal biaya transportasi. Pendidikan petani dan keluarganya dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Persentase Tingkat Pendidikan Petani Penggarap di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Pendidikan Persentase Keterangan Tidak SD 4,97 1. Sekolah SLTP dan SD 31,68 SLTA jauh dari desa Tamat SD 37,89 2. Jumlah penduduk tamat SLTP 9,94 SLTP 94,42% Tamat SLTP 9,94 SLTA 1,24 Tamat SLTA 2,48 PT 1,24 Tamat PT 0,62 Jumlah 100,00 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)
Kesehatan
Masyarakat memperoleh pelayanan Puskesmas Keliling dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor setiap hari Rabu. Biaya pengobatan (termasuk obat) di Puskesmas keliling Rp. 4.000,00 / pasien.
Sedangkan kegiatan Posyandu
dilaksanakan sendiri oleh kader Posyandu sebulan sekali. Di Desa Pasir Buncir, terdapat dua Posyandu yang masing-masing melayani 70 dan 25 balita. Untuk keperluan mendadak, warga memanfaatkan fasilitas Puskesmas yang ada di Cigombong berjarak 7 km dan di Cinagara jarak 10 km. Mata Pencaharian
Sebagian besar keluarga petani berusia produktif yaitu 74% yang dapat membantu mengerjakan lahan garapan dan memelihara ternak serta kegiatan lain yang membantu meningkatkan pendapatan keluarga. Masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya sebagian besar menggantungkan hidupnya dari pertanian, yaitu 67,71% dan dari petani tersebut sebagian besar adalah sebagai buruh tani 51,00% dan penggarap 31,00%. Mata pencaharian masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya dapat dilihat pada Tabel 16.
57
Tabel 16. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Pasir Buncir dan Wates Jaya No A 1 2 3 4 5
Mata Pencaharian Pekerjaan PNS/TNI Pedagang Buruh Petani Jasa Jumlah
Jumlah Ps. Buncir Watesjaya
Prosentase Ps. Buncir Watesjaya
Rata-rata
117 27 55 1.824 50 2.073
137 117 290 491 1.035
5,64 1,30 2,65 87,99 2,41 100,00
13,24 11,30 28,02 47,44 100,00
9,44 6,30 15,34 67,71 1,21 100,00
Petani berdasarkan status Pemilik 150 Penggarap 225 Penyakap 25 Buruh Tani 310 Jumlah 710 Sumber : Distanhut (2006)
20 156 20 295 491
21,13 31,69 3,52 43,66 100,00
4,07 31,77 4,07 60,08 100,00
12,60 31,73 3,80 51,87 100,00
B 1 2 3 4
Lahan kering yang diusahakan masyarakat untuk budidaya pertanian adalah milik PT. PAP, PT. Panggung dan CV. Kertajaya dan masyarakat hanya bekerja sebagai penggarap lahan. Sementara untuk lahan sawah dan lahan pekarangan adalah milik pribadi. Sebelum bekerja di lahan pertanian, masyarakat bekerja sebagai buruh tani, penggali pasir, buruh bangunan atau pekerjaan serabutan. Luas lahan garapan masyarakat di lokasi pengamatan intensif relatif kecil sehingga belum bisa untuk mendukung kehidupan yang layak. Sebagian besar petani menggarap lahan kering dengan luas berkisar 0,10 – 0,25 ha (34,62%) (Tabel 16) dan 55,56% petani tersebut mengerjakan lahan seluas 0,20 ha. Tipologi masyarakat berdasar lahan garapan di lokasi pengamatan intensif adalah 13,33% petani menggarap sawah saja, 43,33% petani menggarap lahan kering saja dan 43,33% petani menggarap lahan kering dan sawah. Tipologi petani berdasar luas kepemilikan lahan garapan dapat dilihat pada Tabel 17.
58
Tabel 17. Prosentase Petani berdasar Luas Lahan Garapan di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Jenis Luas Lahan Garapan (ha) Lahan 0-0,1 0,1-0,25 0,25-0,50 0,50-1,0 Sawah 23,53 23,53 23,53 17,65 Lahan kering 15,38 34,62 15,38 13,08 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)
1,0-2,0 5,88 7,69
>2,0 5,88 3,85
Sumber penghasilan masyarakat di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu sebagian besar mengandalkan dari lahan yang diolahnya disamping mencari sumber panghasilan lain seperti ternak, buruh tani, buruh bangunan, ojek dan berdagang. Berdasar hasil wawancara, masyarakat menjual hasil usaha taninya kepada tengkulak setempat, hal ini disebabkan karena sulitnya transportasi untuk menjual secara langsung ke pasar atau bibit tanaman berasal dari tengkulak karena petani kekurangan modal. Selisih harga jual antara tengkulak dengan pasar sekitar 10% - 20%. Sumber pendapatan masyarakat di lokasi pengamatan intensif dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu pendapatan masyarakat berasal dari kegiatan 1) pertanian saja (30,00%), 2) pertanian dan ternak (23,33%), 3) pertanian dan diluar pertanian (33,33%), dan 4) pertanian, ternak dan diluar pertanian (13,33%). Lahan kering memberikan sumbangan terhadap pendapatan keluarga petani paling besar (43,41%), diikuti dengan sawah (30,37%), kegiatan diluar sektor pertanian (21,06%) dan usaha budidaya ternak domba (5,15%). Pendapatan keluarga petani digunakan untuk memenuhi semua aktifitas kehidupannya sehingga seluruh komponen hidup bersumber dari pendapatan keluarga tersebut. Rata – rata pendapatan usaha tani 11.849.550,00 rupiah/tahun sehingga belum memenuhi standar hidup layak. Rincian pendapatan masyarakat
59
berdasarkan pola tanam yang dilakukan di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 29. Sebagian besar masyarakat belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air yang baik dalam usaha budidaya pertanian. Pembuatan teras masih sederhana bahkan sebagian belum diteras meskipun pada lahan yang bertopografi lebih besar dari 45%. Masyarakat masih mengolah lahan secara bersih sempurna sehingga kalau terjadi hujan akan menyebabkan terjadinya erosi. Pola tanam yang dilakukan masyarakat terbagi dalam 5 kelompok yaitu 1) monokultur (jagung, singkong, kacang-kacangan, sawah), 2) pergiliran tanaman (kacang-kacangan, jagung, padi huma), 3)tumpangsari (jagung + kacangkacangan, jagung + tomat, jagung + timun, jagung + tomat + singkong, dll), 4) tumpangsari dan dilanjutkan penanaman tanaman semusim lain dan 5) tumpangsari kayu-kayuan dan tumbuhan bawah (sengon + alpokat + kapulaga, pinus + kumis kucing, kapulaga, dll). Pola tanam masyarakat di lokasi pengamatan intensif dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pola Tanam Masyarakat di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Pola tanam Monokultur Tumpangsari Pergiliran tanaman Tumpangsari dan dilanjutkan penanaman tanaman semusim lain Tumpangsari kayu-kayuan dan tumbuhan bawah Jumlah Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)
Jumlah petani (%) 52,27 25,00 9,09 9,09 4,54 100.00
Tipe Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu bervariasi meliputi hutan, perkebunan, ladang/tegalan, sawah, semak belukar, tanah kosong, pemukiman,
60
dan air (sungai dan danau) yang luasnya cukup seragam kecuali tanah kosong dan air (Tabel 2). Hutan yang ada di Sub DAS Cisadane Hulu merupakan hutan lindung yang berada di gunung salak dan gunung gede pangrango. Dilihat dari fungsinya hutan tersebut merupakan wilayah konservasi yang dapat menjaga fungsi hidrologi sehingga ketersediaan air dapat terjaga. Berdasarkan pengamatan di lapangan masyarakat sudah mulai merambah kawasan hutan. Perambahan hutan yang terjadi di wilayah Sub DAS Cisadane Hulu seluas 31,69 ha (Distanhut 2006) Di lokasi pengamatan intensif hutan yang ada berupa hutan alam dibagian atas dan hutan pinus dibagian bawah dengan tumbuhan bawah berupa semak, kaliandra, kopi, kumis kucing dan kapulaga. Sebagian kawasan hutan pinus tersebut dijadikan oleh masyarakat untuk menambah pendapatan dengan budidaya kumis kucing, kopi dan kapulaga serta mencari pakan ternak. Di lokasi pengamatan intensif diperoleh adanya perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan yaitu lahan yang pada awalnya berupa perkebunan rapat menjadi semak belukar dan saat ini telah berubah menjadi ladang/tegalan yang dikelola secara intensif oleh masyarakat. Perubahan penggunaan lahan tersebut tidak diiringi dengan upaya pemanfaatan lahan secara benar menurut kaidah konservasi tanah dan air, dimana lahan dengan kemiringan diatas 40% (curam sampai dengan sangat curam) hanya ditanami tanaman semusim tanpa adanya perlakuan konservasi tanah dan air. Hal ini mengakibatkan terjadinya erosi yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan produktivitas (berdasarkan wawancara dengan masyarakat produktivitas jagung yang pada tahun 1999 mencapai 900 - 1.000 kg /kg bibit/musim tanam saat ini hanya 600 – 700 kg/kg
61
bibit/musim
tanam),
sedimentasi
dan
penurunan
infiltrasi
yang
dapat
menyebabkan banjir dan tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan tersebut juga menyebabkan terjadinya penurunan kedalaman air tanah, hal ini dibuktikan dengan matinya beberapa sumur warga di Dusun Lengkong. Ladang /tegalan yang ada di lokasi pengamatan intensif ditanami dengan berbagai jenis tanaman berupa jagung, singkong, kacang-kacangan, cabe, pepaya, pisang dan sedikit pohon-pohonan. Kebun campuran merupakan lahan dengan dominasi tanaman kayu-kayuan dan buah-buahan seperti sengon, mahoni, pisang, alpokat, durian, pisang dan adanya tumbuhan bawah baik semak, rumput, kumis kucing dan kapulaga. Luas masing-masing tipe penggunaan lahan disajikan pada Tabel 13 dan Lampiran 9. Sedangkan hasil pengamatan untuk masing-masing jenis penutupan lahan dan jenis tanamannya disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Jenis Penutupan Lahan dan Tanaman di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Penggunaan Lahan Sawah Tegalan/ladang
Penutupan lahan Padi irigasi semi teknis Tanaman semusim
Kebun campuran
Tanaman tahunan
Hutan
Hutan
Jenis Tanaman Padi Jagung, singkong, kacang tanah, kacang panjang, timun, cabe, kacang merah, padi gogo, alang-alang Hutan pinus, sengon, afrika, mahoni, kelapa, durian, alpokat, duku, pisang, kumis kucing, kapulaga, semak Hutan alam, pinus, kaliandra, kopi, kapulaga
Sumber : Pengamatan di lapangan
Evaluasi Pola Tanam dan Agroteknologi
Masyarakat belum menerapkan teknik konservasi tanah dan air secara benar dan baik dalam pengelolaan lahan. Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya masyarakat yang melakukan pertanian intensif pada lahan dengan
62
lereng curam sampai dengan sangat curam tanpa kegiatan konservasi tanah dan air seperti tidak adanya pembuatan teras dan penanaman menurut lereng sehingga menimbulkan erosi yang lebih besar dari pada erosi yang masih dapat ditoleransikan (Tabel 25). Pola tanam yang ada saat ini ditentukan sendiri oleh petani yang disebabkan oleh faktor kebiasaan bertani (80%), iklim (80%) dan menyesuaikan dengan modal (70%). Pola tanam merupakan pola dan jenis tanaman yang ada dilapangan selama 1 (satu) tahun. Pola tanam aktual di lokasi pengamatan intensif dapat dilihat pada Tabel 20 dan Lampiran 10. Pola tanam A merupakan penanaman jagung sepanjang tahun yang dapat panen rata-rata 3 kali setahun. Varietas yang ada cukup beragam yaitu jagung biasa (Jaya 1, P12, P16, P18) dan jagung manis (golden sweet, sweet boy dan
hawai) sebagian besar adalah jagung biasa. Pola tanam B merupakan penanaman tumpangsari jagung dengan tanaman semusim lain, tanaman semusim lain ditanam seminggu sebelum atau sesudah penanam jagung tergantung jenis tanaman yang diusahakan. Pola tanam B ini dapat panen rarta-rata 3 kali setahun. Pola tanam C merupakan pergiliran tanaman antara jagung dengan tanaman semusim lain, setelah panen jagung baru ditanami tanaman semusim lain dan setelah itu jagung lagi, sehingga jagung dapat panen 2 kali setahun dan tanaman semusim lain 1 kali panen setahun. Pola tanam D merupakan tumpang gilir, dimana setelah panen tumpangsari jagung dengan tanaman semusim lain dilanjutkan dengan penanaman jenis tanaman semusim lain dan setelah itu kembali tumpangsari jagung dengan tanaman semusim lain. Pada pola D ini ratarata dapat panen 2 kali setahun untuk tumpangsari jagung dengan tanaman semuism lain dan 1 kali panen tanaman semusim lain. Pola tanam E merupakan
63
penanaman singkong sepanjang tahun, pada pola ini dapat panen 1,5 kali setahun. Pola tanam F merupakan tumpangsari singkong dengan tanaman semusim lain, pada pola ini jarak tanam singkong agak jarang. Tanaman semusim lain ditanam bersamaan dengan singkong, sehingga dalam 1 tahun hanya dapat panen 1.5 kali. Pola tanam G merupakan pergiliran tanaman antara singkong dengan tanaman semusim lain, setelah panen singkong kemudian berganti dengan tanaman semusim lain sehingga pada pola ini masing-masing tanaman hanya dapat panen 1 kali setahun. Pola tanam H merupakan pergiliran tanaman semusim lain, selain jagung dan singkong yang biasanya ditanam secara monokultur. Pada pola H ini rata-rata dapat panen 3 kali setahun. Pergiliran tanaman semusim (kacang tanah, cabe, padi gogo, kacang panjang, kacang merah, kacang buncis dan kacang sapu) dengan jenis yang berubah-ubah disesuaikan dengan modal, musim, kebutuhan keluarga dan harga pasar. Pola tanam I merupakan perpaduan antara tanaman buah-buhan dengan tanaman semusim, dimana tanaman semusim ditanam dibawah tanaman buah-buahan. Pola tanam J merupakan kebun campuran yang berupa perpaduan antara tanaman kayu-kayuan seperti mahoni, sengon, afrika dan atau tanaman buah-buahan seperti alpokat, duku, durian, pala serta adanya tanaman bawah berupa kapulaga, kumis kucing maupun semak belukar. Pola tanam J ini tersebar pada lereng-lereng yang curam yang belum dimanfaatkan untuk pertanian semusim. Pola tanam K merupakan hutan alam yang dikelola oleh Balai Taman Nasioanal Gunung Gede Pangrango yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Pola tanam L merupakan hutan pinus yang sebagian masuk dalam kawasan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan lahan milik perusahaan
swasta.
Hutan
pinus
merupakan
hutan
hasil
kegiatan
64
reboisasi/penghijauan berlokasi di Balai TN Gunung Gede Pangrango dan lahan miliki perusahaan swasta. Sebagian dimanfaatkan oleh masyarakat untuk penanaman tumbuhan bawah seperti kopi, kapulaga dan kumis kucing dan sebagian besar terdiri dari hutan pinus murni dengan seresah dan tumbuhan semak serta kaliandra. Pola tanam M merupakan tumpangsari jagung dengan singkong, sehingga dapat panen 1.5 tahun sekali. Pola tanam N merupakan sawah irigasi semi teknis dengan tanaman padi yang bisa di panen 5 kali selama 2 tahun dengan varietas yang ditanam adalah Ciherang, Fatmawati dan Situ Bagendit. Hasil padi selain dikonsumsi sendiri juga dijual kepada tengkulak. Tabel 20. Pola Tanam Aktual di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu KPT A B C D
Pola Tanam
Satuan Lahan
Luas (ha) 171,1 142,2 27,4 1,8
Jagung 20-24,28-30,32-34,37-40,42-44,46-48 Jagung + tanaman semusim lain 20-26,27-29,32-40,42-47 Jagung - tanaman semusim lain 38,3945 Jagung + tanaman semusim lain – 30,33 tanaman semusim lain E Singkong 23,34,35,37,38,43,46,47 36,0 F Singkong + tanaman semusim lain 20,24,25, 29,30,32,36,39,40,43,44,47 20,0 G Singkong - tanaman semusim lain 45 4,0 H Pergiliran tanaman semusim lain 20,21,23,25,26,30,32,35,37,38,40,44,47 58,0 I Buah-buahan + tanaman semusim 27,30,32,38,44,46 13,3 J Kebun campuran 7,20,23,24,36,38,39,40,42,43,45 44,6 K Hutan alam 1,2,3 1.030,0 L Hutan Pinus 4,5,6,7,22,31,36,37,38,41,42 130,0 M Jagung + singkong 20,22,25,37,38,44,46 39,4 N Sawah 12-19 69,0 O Pemukiman dan penggunaan lain 8-11,23 16,4 Jumlah 1.800,8 Keterangan : KPT) Kode pola tanam, (+) tumpangsari, (-) pergiliran tanaman, tanaman semusim lain terdiri dari kacang panjang, kacang tanah, kacang sapu, kacang buncis, cabe, padi gogo, talas, tomat, terong, kecipir, timun dan lain-lain.
Alang-alang dijumpai di sela-sela pola penanaman lain yang diakibatkan karena pemilik tidak melakukan penanaman tanaman semusim dalam jangka waktu yang relatif lama. Sebagian besar masyarakat menanam jagung di lahan kering baik secara monokultur, tumpangsari dengan kacang panjang/timun/tomat
65
maupun tumpang gilir. Singkong biasanya ditanam oleh petani sebagai alternatif terakhir karena kekurangan modal dan kesibukan keluarga, juga sebagai pembatas (ditepi lahan garapan). Selain dijual singkong juga digunakan untuk campuran pakan domba. Pepaya merupakan tanaman buah-buahan yang sudah dibudidayakan oleh masyarakat (jumlahnya belum banyak), ditaman secara teratur dan dibawahnya ditanam tanaman semusim (jagung, kacang, cabe). Saat ini banyak petani yang baru mulai menanam pepaya (berumur 2 minggu - 1 bulan). Tanaman buah lain yang ada belum dibudidayakan, hanya tumbuh disela-sela tanaman, di tepi batas (pisang) dan di kebun campuran dan pekarangan (durian, duku, alpokat, jengkol, pete). Tanaman kayu-kayuan yang banyak mendominasi kebun campuran adalah sengon dan mahoni, sebagian sudah ditanam secara teratur dan sebagian besar ditanam secara tersebar di kebun campuran. Pola tanam dan agroteknologi yang diterapkan masyarakat sebagian besar masih belum berkelanjutan. Hal ini dapat dilihat dengan masih tingginya nilai erosi sehingga diatas nilai Etol (Tabel 26). Prediksi Erosi
Sebagai daerah yang beriklim basah, faktor iklim yang mempunyai pengaruh besar terjadinya erosi adalah hujan yang mempunyai peranan dalam pelepasan butir-butir tanah dan sekaligus membawa hasil pelepasan tersebut ke tempat yang lebih rendah. Berdasarkan data dari 5 stasiun curah hujan yang ada, rata-rata CH bulanan minimum 77 mm di wilayah yang diwakili stasiun Pasir Jaya dan CH bulanan maksimum 542 mm di wilayah yang diwakili stasiun Kebun Raya. CH tahunan minimum adalah 3.256 mm wilayah yang diwakili stasiun
66
Pasir Jaya dan CH tahunan maksimum 4.083 mm wilayah yang diwakili stasiun Empang dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 3.303 mm. Rata-rata jumlah hari hujan bulanan berkisar antara 4,4 – 22,8 hari. Rata-rata curah hujan maksimum selama 24 jam bulanan berkisar antara 29 mm di wilayah yang diwakili stasiun Pasir Jaya dan 100 mm di wilayah yang diwakili stasiun Empang. Berdasarkan data curah hujan dari 5 stasiun pengukur curah hujan yang mempengaruhi wilayah Sub DAS Cisadane Hulu, nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat di Tabel 21 dan Lampiran 11. Tabel 21. Nilai Erosivitas Hujan ( R ) di Sub DAS Cisadane Hulu Stasiun
Nilai R
Luas ha Empang 3.291,40 1.974,8 Pd Gedeh 2.285,84 10.136,9 Ciawi 2.789,74 5.245,0 Kebun Raya 3.304,62 21,9 Pasir Jaya 2.450,75 6.360,5 Sumber : BMG Bogor (2007) dan hasil analisis
% 8,32 42,70 22,09 0,09 26,79
Nilai erosivitas hujan yang tinggi sebagaimana pada Tabel 21 tersebut, mengindikasikan bahwa curah hujan di Sub DAS Cisadane Hulu sangat berpotensi untuk menimbulkan erosi karena curah hujan yang tinggi dengan bulan basah yang relatif lama dalam setahun. Nilai K di lokasi pengamatan intensif dihitung berdasarkan contoh tanah sementara wilayah di luar lokasi pengamatan intensif menggunakan data sekunder yaitu peta faktor erodibilitas tanah DAS Cisadane Hulu (Bakosurtanal, puslittanah, Fak Geografi dan PPLH UGM 1987). Nilai erodibilitas tanah (K) di Sub DAS Cisadane Hulu cukup bervariasi dari sangat rendah sampai dengan tinggi (0,05 – 0,45), yang didominasi wilayah dengan nilai K yang sangat rendah (73,58 %), dengan demikian sebagian besar tanah di Sub DAS Cisadane Hulu
67
tidak peka terhadap erosi sebagaimana disajikan pada Tabel 22. Kriteria Nilai erodibilitas tanah (K) dan hasil perhitungan nilai K disajikan pada Lampiran 12. Tabel 22. Nilai Erodibilitas Tanah (K) di Sub DAS Cisadane Hulu Jenis Tanah
Nilai K
Klasifikasi
Typic Humitropepts, Typic Eutropepts Andic Humitropets Typic Hapludands Typic Troporthents, Typic Fluvaquen Typic Tropopsaments Jumlah
0,05 0,07 0,08 0,27 0,45
Sangat rendah Sangat rendah Sangat rendah Sedang Tinggi
Luas ha % 4.941,0 20,81 4.622,7 19,47 7.903,0 33,29 5.624,7 23,69 647,7 2,73 23.739,1 100,00
Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) ditentukan berdasarkan pengukuran lapangan di lokasi pengamatan intensif (Lampiran 13) dan dijadikan pedoman untuk wilayah diluar lokasi pengamatan intensif. Rata-rata nilai LS di Sub DAS Cisadane hulu dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rata – rata Nilai LS Berdasar Kelas Lereng di Sub DAS Cisadane Hulu Kelas Lereng I (0-8%) II (8-15%) III (15-25%) IV (25-45%) V (>45%)
Nilai
LS
lokasi
Panjang (m)
Kemiringan (%)
Nilai LS
53 50 59 53 48
4 13 19 37 48
2.07 4.27 6.34 10.82 13.26
pengamatan
intensif
tergolong
tinggi
yang
mengindikasikan lokasi tersebut sangat peka terhadap erosi. Hal ini berhubungan dengan sifat alami air yang bergerak dari tempat potensial tinggi ke tempat potensial rendah. Lereng yang curam dan panjang, selain memperbesar jumlah aliran permukaan juga meningkatkan kecepatan aliran permukaan sehingga daya angkut meningkat dan erosi menjadi bertambah besar. Nilai faktor tanaman (C) ditentukan dengan melihat pola penggunaan lahan dan penutupan lahan di lokasi pengamatan intensif (Lampiran 14) yang dibandingkan dengan hasil penelitian nilai C yang telah ada (Lampiran 15) dan
68
nilai faktor pengelolaan/tindakan konservasi (P) ditentukan berdasarkan tindakan konservasi yang dilakukan di lokasi pengamatan intensif (Lampiran 14) yang dibandingkan dengan hasil penelitian nilai P yang telah ada (Lampiran 16). Hasil prediksi erosi pada masing-masing satuan lahan homogen di lokasi pengamatan intensif disajikan pada Lampiran 17. Salah satu cara untuk menunjukkan bahaya erosi pada suatu lahan adalah dengan menggunakan indeks bahaya erosi (Wood dan Dent 1983) yaitu dengan membandingkan prediksi erosi yang terjadi (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (Etol). Luas Kisaran Kelas Indeks Bahaya Erosi di lokasi pengamatan intensif dapat dilihat di Tabel 24 dan Lampiran 18. Potensi bahaya erosi yang rendah terjadi pada pola penggunaan lahan sawah, pemukiman, hutan pinus dan hutan alam, sementara sebagian besar penggunaan lahan dengan tanaman semusim akan menyebabkan potensi bahaya erosi yang sedang sampai dengan sangat tinggi (Tabel 24). Hal ini disebabkan karena pada lahan yang ditanami tanaman semusim penutupan lahan relatif kecil dan sering terbuka pada saat paska panen maupun pengolahan lahan sehingga energi kinetik air hujan akan lebih besar jika dibandingkan dengan tanaman tahunan yang berstrata. Selain itu tanah yang diolah lebih mudah terdispersi oleh air hujan jika dibandingkan dengan tanah yang tidak diolah.
69
Tabel 24. Luas Kisaran Kelas Indeks Bahaya Erosi setiap Pola Tanam Aktual di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satauan Lahan
KPT
65 45 55 56 50 47 51 64 60 52 40 54 63 46 49 61 57 41,53 15 12 59 10 62 42 43 44 1-9 8,11,48,58 14 28-39
A A,B A,B,C,E,H,I,J,L,M A,B,C,F,J A,B,D A,B,D,F,H,I A,B,E A,B,E,F,H A,B,E,F,J A,B,E,H A,B,E,H,J,O A,B,E,H,L,M A,B,E,I,M A,B,F A,B,F,H,I A,B,F,H,I,M A,B,F,H,J A,B,F,H,J,L A,B,F,H,J,M A,B,H A,B,J,L A,B,L,M B,C,G,J B,F,H,M B,H H,I K L L,J N Jumlah Pemukiman Jumlah total
Luas Berdasar Kisaran Kelas Indeks Bahaya Erosi (ha) Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Jumlah ≤1 1.01 – 4.0 4.1 - 10 ≥ 10.01 0,0 0,0 0,0 0,3 0,3 0,0 0,0 1,6 0,0 1,6 0,0 0,0 0,0 246,0 246,0 0,0 0,0 18,8 0,0 18,8 0,0 0,0 0,0 11,0 11,0 0,0 0,0 0,0 14,3 14,3 0,0 4,3 0,0 0,0 4,3 0,0 0,0 15,5 0,0 15,5 0,0 0,0 15,6 0,0 15,6 0,0 0,0 0,0 25,3 25,3 0,0 0,0 0,0 12,9 12,9 0,0 0,0 0,0 37,8 37,8 0,0 0,0 20,4 0,0 20,4 0,0 0,0 0,0 1,2 1,2 0,0 0,0 0,0 8,6 8,6 0,0 0,0 13,7 0,0 13,7 0,0 0,0 20,1 0,0 20,1 0,0 0,0 0,0 36,4 36,4 0,0 8,4 0,0 0,0 8,4 0,0 0,0 0,0 2,2 2,2 0,0 2,6 0,0 0,0 2,6 0,0 0,0 0,0 51,0 51,0 0,0 19,9 0,0 0,0 19,9 0,0 0,0 12,5 0,0 12,5 0,0 0,5 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 2,0 0,0 2,0 1.030,7 0,0 0,0 0,0 1.030,7 74,9 0,0 0,0 0,0 74,9 0,0 0,0 10,9 0,0 10,9 68,9 0,0 0,0 0,0 68,9 1.174,5 355 131,2 446,8 1.788,3 12,5 1.800,8
Keterangan : 1. KPT) Kode pola tanam, A). jagung, B). tumpangsari jagung dan tanaman semusim, C). pergilirang jagung dan tanaman semusim lain, D) tumpangsari jagung dan tanaman semusim dilanjutkan tanaman semusim lain, E) singkong, F) tumpangsari singkong dan tanaman semusim lain, G) pergiliran singkong dan tanaman semusim lain, H) pergiliran tanaman semusim lain, I) tumpangsari buah-buahan dan tanaman semusim, J) kebun campuran, K) hutan alam, L) hutan pinus, M) tumpangsari jagung dan singkong, N) sawah 2. Pemukiman tidak dianalisis
Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani
Tindakan pencegahan erosi pada lahan yang sebagian besar memiliki topografi curam sampai dengan sangat curam memerlukan input biaya yang besar,
70
karena menggunakan metode mekanik (penterasan). Nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi yang langsung berdampak kepada petani perlu diketahui untuk dapat memberikan informasi kepada stakeholders dalam mengalokasikan berbagai sumberdaya untuk mendukung kegiatan pertanian berkelanjutan. Rata-rata nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu pada tahap pembuatan teras (tahun 1) sebesar Rp -1.615.294,00/ha/tahun, yaitu biaya pencegahan erosi (pembuatan teras) Rp 3.923.571,00/ha/tahun dan manfaat pencegahan erosi Rp 2.308.277,00/ha/tahun 1.701.716,00/ha/tahun 606.562,00/ha/tahun),
(pencegahan dan
pencegahan
sementara
pada
penurunan kehilangan tahap
memperoleh manfaat sebesar Rp 1.446.420,00
produktivitas unsur
pemeliharaan
hara teras
Rp. Rp. petani
yaitu biaya pencegahan erosi
(pemeliharaan teras) Rp 861.857,00/ha/tahun dan manfaat pencegahan erosi Rp 2.308.277,00/ha/tahun 1.701.716,00/ha/tahun
(pencegahan dan
pencegahan
penurunan kehilangan
produktivitas unsur
hara
Rp. Rp.
606.562,00/ha/tahun) (Lampiran 19 dan 20). Perhitungan biaya pencegahan erosi didasarkan pada biaya pembuatan teras (Lampiran 21), perhitungan nilai pencegahan penurunan produktivitas lahan berdasarkan pola tanam alternatif (Lampiran 22), sementara nilai pencegahan kehilangan unsur hara didasarkan pada penggunaan pupuk urea dan TSP yang banyak digunakan oleh masyarakat setempat (Lampiran 23). Petani di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu pada tahun pertama belum dapat menikmati manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi,
71
karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada manfaat yang diperolehnya dan baru mulai tahun kedua petani akan mendapatkan manfaat tidak langsung sebesar Rp 1.446.420,00/ha/tahun. Berdasarkan evaluasi kelayakan ekonomi (Lampiran 24) upaya pencegahan erosi dengan pembuatan teras sampai dengan tahun ke 20 tidak layak dilaksanakan, karena nilai NPV -1.730.233 (NPV < 0), nilai IRR 8.10% (IRR < 10%) dan nilai BCR 0,85 (BCR < 1). Hal ini berarti bahwa upaya pencegahan erosi dengan pembuatan teras tidak memberikan keuntungan finansial untuk petani. Pelaksanaan upaya pencegahan erosi secara ekonomi lingkungan tidak menguntungkan petani secara langsung dan memerlukan modal awal yang cukup besar, jika tindakan konservasi tanah yang dilakukan adalah pembuatan teras bangku (Rp. 6.360.000,-/ha/tahun). Hal ini mengakibatkan petani sulit untuk menerapkannya jika tidak disertai dengan upaya peningkatan produktivitas lahan atau adanya insentif dari pemerintah maupun pihak terkait lain sehingga dapat mendukung keberhasilan penggunaan lahan berkelanjutan. Alternatif Pola Tanam dan Agroteknologi
Salah satu indikator keberlanjutan penggunaan lahan dapat dilihat dari perbandingan antara erosi yang masih dapat ditoleransikan (Etol) dengan prediksai erosi yang terjadi (A), jika nilai A > ETol berarti penggunaan lahan masih menimbulkan erosi yang tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan produktivitas sehingga kesejahteraan petani menurun, dengan demikian penggunaan lahan tersebut tidak berkelanjutan. Perhitungan nilai ETol berdasarkan rumus Wood and Dent (1983) disajikan pada Lampiran 25.
72
Perbandingan hasil prediksi erosi (A) dan erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) berdasar pola tanam aktual disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Perbandingan Hasil Prediksi Erosi dan Etol Berdasar Pola Tanam Aktual di Sub DAS Cisadane Hulu KPT
Satuan Lahan
Erosi ETol (ton/ha/thn) (ton/ha/thn) A 65 1.032,56 24,40 A,B 45 234,26 28,00 A,B,C,E,H,I,J,L,M 55 839,16 44,00 A,B,C,F,J 56 188,59 44,00 A,B,D 50 792,37 44,00 A,B,D,F,H,I 47 752,86 40,40 A.B.E 51 159,79 44,00 A,B,E,F,H 64 187,43 44,00 A,B,E,F,J 60 138,08 28,00 A,B,E,H 52 923,06 44,00 A,B,E,H,J,O 40 1.308,00 28,00 A,B,E,H,L,M 54 1.399,06 44,00 A,B,E,I,M 63 242,50 28,00 A,B,F 46 327,28 28,00 A,B,F,H,I 49 821,92 28,00 A,B,F,H,I,M 61 443,29 44,00 A,B,F,H,J 57 197,13 44,00 A,B,F,H,J,L 41,53 526,46 – 663,90 28,00 – 44,00 A,B,F,H,J,M 15 72,93 28,00 A,B,H 12 1.294,67 28,00 A,B,J,L 59 69,33 44,00 A,B,L,M 10 772,95 44,00 B,C,G,J 62 114,16 44,00 B,F,H,M 42 240,92 28,00 B,H 43 55,30 28,00 H,I 44 129,97 28,00 K 1,2,3,4,6,7,9 5,52 – 14,72 30,00 L 5,8,11,13,48,58 2,45 – 14,82 30,00 L,J 14 132,11 14,00 N 28,29,30,31,32,33,34,35, 36,37,38,39 4,00 – 29,50 26,00 – 42,00 Keterangan : KPT) Kode pola tanam, A). jagung, B). tumpangsari jagung dan tanaman semusim, C). pergilirang jagung dan tanaman semusim lain, D) tumpangsari jagung dan tanaman semusim dilanjutkan tanaman semusim lain, E) singkong, F) tumpangsari singkong dan tanaman semusim lain, G) pergiliran singkong dan tanaman semusim lain, H) pergiliran tanaman semusim lain, I) tumpangsari buah-buahan dan tanaman semusim, J) kebun campuran, K) hutan alam, L) hutan pinus, M) tumpangsari jagung dan singkong, N) sawah
Berdasarkan Tabel 25 dapat dilihat bahwa sebagian besar lahan memiliki nilai prediksi erosi lebih besar dari nilai ETol sehingga diperlukan adanya alternatif agroteknologi agar penggunaan lahan yang ada dapat berkelanjutan. Nilai prediksi erosi yang lebih besar dari ETol disebabkan karena pemilihan pola tanam yang salah dan belum adanya tindakan konservasi tanah dan air.
73
Alternatif pola tanam dan agroteknologi ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yaitu peningkatan pendapatan dan penggunaan lahan secara lestari yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Dari hasil forum group discusion (FGD) dengan kelompok Tani Bersaudara (sebagian besar penggarap lokasi pengamatan intensif), anggota menyepakati pola yang ingin dikembangkan ke depan yaitu pertanian berbasis pohon, setidaknya dengan 2 (dua) strata tajuk. Untuk jenis pohon diidentifikasi jenis tanaman yang diinginkan kelompok tani yaitu pala, jengkol, pete, duren, sengon, rambutan, alpukat, nangka, mangga, manggis, kelapa, sukun, melinjo, pisang, dan muncang (kemiri). Sedangkan untuk tanaman di bawah tegakan pohon adalah kumis kucing, kopi, kapulaga, jarak, serta tanaman obat seperti kunyit, jahe. Berdasarkan hasil kuisioner dan wawancara dengan masyarakat di lokasi pengamatan intensif diperoleh berbagai alternatif pola tanam dan agroteknologi berdasarkan nilai CP Maksimum. Hasil prediksi besarnya erosi dari agroteknologi alternatif yang terjadi berdasarkan pola tanam (Tabel 26) dan berdasarkan nilai CP Maksimum (Tabel 27) Tabel 26 menunjukkan bahwa penambahan teknik konservasi tanah seperti pembuatan teras gulud, pembuatan teras bangku, penanaman menurut kontour, pemberian mulsa, strip rumput dan variasi pola tanam dapat menurunkan laju erosi yang akan terjadi sampai pada batas erosi yang masih dapat ditoleransikan.
74
Tabel 26. Perbandingan Hasil Prediksi Erosi dengan ETol berdasar Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif di Lokasi Pengamatan Intensif Agroteknologi Alternatif a+tb a+tb,hp a+tb,hp,a a+tb+st a+tg,a pk pk+sr pk+sr,a pk+sr,a,hp pk+st pk+st,a sr+st tg ha hp s
KPT
Satuan Lahan
Erosi (ton/ha/thn) 7,38 – 17,65
ETol (ton/ha/thn) 26,00 – 46,00
ABL,BH, BFH,BI,ABD,A B,BFJ,ABHJ,B LJ,ABJL,ABHL ,ABHIJLM BJL BHJO,ABHJ ABJ,BFJ BD,HI BFG BFHJ BJL B BFJ,BCJ BFG B K L N
10,12,42,47,50,51,52,6 3,65 14,53,54,55
11,40 – 29,86
16,00 – 46,00
41 40,49 56,57 43,44 64 15 59 45 60,62 61 46 1-9 11,13,48,58 28-39
13,79 15,15 – 16,39 10,06 – 13,58 16,15 – 25,21 28,17 14,86 6,58 6,93 10,72 – 15,82 17,17 5,52 1,28 – 5,52 1,66 – 10,48 2,83 – 20,86
30,00 30,00 46,00 30,00 46,00 30,00 46,00 46,00 30,00 – 46,00 46,00 30,00 32,00 32,00 26,00 – 42,00
Keterangan : KPT) kode pola tanam, a) agroforestry, s) sawah, ha) hutan alam, hp) hutan pinus, pk) penanaman menurut kontur, tb) teras bangku, tg) teras gulud, st) sisa tanaman dijadikan mulsa, sr) strip rumput.
Tabel 27 menunjukkan bahwa penambahan teknik konservasi tanah seperti pembuatan teras gulud, pembuatan teras bangku, penanaman menurut kontour, pemberian mulsa, strip rumput dan variasi pola tanam dapat menghasilkan nilai CP yang lebih kecil dari pada nilai CP maksimum.
75
Tabel 27. Alternatif Agroteknoloi berdasar CP Maksimum di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu CP Maksimum 0,007 0,011 0,012 0,013 0,014
0,015 0,016 0,018 0,019 0,020 0,022 0,023 0,024 0,025 0,027 0,028 0,029 0,031 0.038 0,039 0,046 0,051 0,058 0,059 0,065 0,069 0,075 0,079 0,092 0,097 0,121 0,133 0,139 0,149 0,163
CP Alternatif 0,005 0,001 0,001 0.010 0,007 0,005 0,007 0,008 0,001 0,005 0,009 0,001 0,005 0,001 0,010 0,010 0,008 0,005 0,008 0,001 0,005 0,009 0,010 0,011 0,001 0,005 0,009 0,010 0,010 0,017 0,017 0,015 0,010 0,032 0,010 0,015 0,017 0,028 0,046 0,078 0,005 0.010 0,081 0,020 0,010 0,056
Alternatif Agroteknologi a+tb,hp ha ha s a+tb+st a+tb a+tb a+tb,hp,a a+tb+st ha hp a+tb,hp ha a+tb ha s s a+tb,hp a+tb a+tb ha hp a+tb,hp a+tb a+tb ha hp a+tb s s tg sr+st a+tg,a s pk s a+tg,a pk+st pk+st,a pk+sr,a pk hp s pk+sr pk+sr,hp,a s pk+st,a
Satuan Lahan 14 4 3 28 40 12 63 41 49 1 5 54 6 65 7,9 33 36 55 47 42 2 8 53 50 52 5 48 51 31 38 46 61 56 35 44 32,34 57 45 60 15 43 13,58 30,37,39 64 59 29 62
Keterangan : a) agroforestry, p) pemukiman, s) sawah, ha) hutan alam, hp) hutan pinus, pk) penanaman menurut kontur, tb) teras bangku, tg) teras gulud, st) sisa tanaman dijadikan mulsa, sr) strip rumput.
76
Alternatif agroteknologi yang diterapkan menyebabkan luas lahan garapan efektif untuk tanaman semusim akan berkurang. Dengan demikian untuk tetap memperoleh pendapatan dari usaha tani diperlukan adanya perbaikan jenis tanaman yang diusahakan ( varietas, jenis tanaman dan pola tanam) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Di lokasi pengamatan intensif, alternatif tanaman yang memiliki nilai tinggi untuk tanaman semusim antara lain jagung manis, cabe, kacang panjang dan kacang tanah, tanaman buah durian, pete, pala dan alpokat serta kumis kucing dan kapulaga untuk tumbuhan bawah. Selain itu, untuk menunjang pendapatan keluarga diperlukan usaha lain diluar lahan pertanian. Berdasarkan wawancara dan kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat, ternak domba dipilih sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan selain perbaikan harga jual hasil pertanian (mentah maupun olahan). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, harga jual hasil pertanian dapat ditingkatkan 10 – 20% jika petani menjual sendiri ke pasar atau ke kelompok tani, bukan ke tengkulak. Usaha ternak merupakan penunjang utama dalam pertanian lahan kering, selain bisa dijual kotoran ternak dapat dimanfaatkan untuk pupuk sehingga menguarangi ongkos produksi pertanian. Untuk menunjang usaha budidaya ternak domba, diperlukan ketersediaan pakan yang cukup (sepasang domba (jantan dan betina) memerlukan pakan 3,158 ton/tahun). Penanaman rumput (setaria
spacelata) disepanjang teras dijadikan alternatif untuk mencukupi pakan ternak tersebut (9,9 – 15,6 ton/ha/tahun) selain rumput lapangan/ramban dan limbah pertanian yang sudah tersedia dilapangan. Komposisi pakan ternak terdiri dari 70% limbah pertanian dan ramban dan 30% rumput, sehingga 1 ha teras yang
77
ditanami rumput (setaria spacelata) dapat mencukupi kebutuhan domba sebanyak 13 pasang. Rumput juga dapat ditanam di kebun campuran, pekarangan atau sebagai batas lokasi penggarapan dan sebagai strip untuk hutan pinus. Analisis Biaya dan Pendapatan Petani
Pendapatan petani adalah semua pendapatan yang dihasilkan dalam satu keluarga petani baik dari usaha tani (on farm) maupun diluar usaha tani (off farm). Analisis biaya dan pendapatan dari usaha tani terdiri dari usaha tani tegalan/ladang, sawah dan kebun campuran di lokasi pengamatan intensif. Sedangkan pendapatan petani diluar usaha tani seperti dagang, ternak, buruh tani, buruh bangunan, ojek, satpam digabungkan sebagai pendapatan petani untuk menilai tingkat kelayakan hidup petani. Analisis biaya yang dilakukan terdiri dari analisis input usaha tani berupa komponen tenaga kerja, bibit/benih, peralatan, pupuk dan pestisida, dan analisis out put yang berupa pendapatan petani meliputi total produksi, harga jual dan biaya input. Analisis biaya dan pendapatan khusus dilakukan pada usaha tani tegalan dan dilakukan selama 1 tahun usaha tani dengan luas lahan garapan 0,2 ha yang merupakan luas lahan terbanyak yang digarap petani (tipiccal farm size) di lokasi pengamatan intensif. Pendapatan usaha tani diperoleh dari perhitungan penjualan hasil usaha tani dikurangi dengan biaya produksi, termasuk didalamnya upah tenaga kerja petani dan keluarganya. Rata-rata pendapatan petani dari lahan kering berdasar pola tanam aktual dapat dilihat pada Tabel 28 dan contoh perhitungan usaha tani (Lampiran 26) sementara rata-rata pendapatan lain dapat dilihat pada Tabel 32.
78
Tabel 28. Rata-rata Pendapatan Masyarakat dari Pertanian Berdasar Pola Tanam Aktual di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/0,2 ha/tahun) KPT A1 A2 B C D
E F G H I J M
Jenis Tanaman Jagung biasa Jagung manis Jagung + kacang panjang/tomat/timun/terong Jagung - kacang panjang/tomat/timun/terong Jagung + kacang panjang/tomat/timun/terong – Kacang tanah/kacang panjang/tomat/ timun/terong Singkong Singkong + kacang panjang/tomat/timun/terong Singkong - kacang panjang/tomat/timun/terong kacang panjang/cabe-kacang tanah/tomat/timun /terong Buah-buahan + kacang tanah/jagung/kacang panjang Sengon/mahoni/afrika/durian/duku/ alpokat+kapulaga/semak /kumis kucing/kopi Jagung + singkong
Pendapatan Kotor 3.840.000 6.720.000 7.935.000
Biaya 1.421.800 2.112.000 3.135.100
Pendapatan Bersih 2.418.200 4.608.000 4.799.900
4.736.600
1.936.400
2.736.000
7.990.000
2.641.000
5.349.000
1.800.000 3.120.000
717.000 1.696.500
1.083.000 1.423.500
3.000.000
962.500
2.037.500
9.250.000
3.755.000
5.495.000
4.837.500
3.370.000
2.187.500
1.940.000
844.000
1.096.000
4.260.000
1.905.000
2.355.000
Keterangan : KPT) Kode pola tanam, A). jagung, B). tumpangsari jagung dan tanaman semusim, C). pergilirang jagung dan tanaman semusim lain, D) tumpangsari jagung dan tanaman semusim dilanjutkan tanaman semusim lain, E) singkong, F) tumpangsari singkong dan tanaman semusim lain, G) pergiliran singkong dan tanaman semusim lain, H) pergiliran tanaman semusim lain, I) tumpangsari buah-buahan dan tanaman semusim, J) kebun campuran, K) hutan alam, L) hutan pinus, M) tumpangsari jagung dan singkong, N) sawah dan O) pemukiman dan penggunaan lain
Tabel 28 menunjukkan bahwa pola tanam A2, B, D dan H menghasilkan pendapatan yang relatif besar untuk petani dibandingkan dengan pola tanam yang lain. Selain bersumber dari lahan kering, pendapatan keluarga petani juga berasal dari sawah, ternak dan usaha lain. Sebagian besar petani (76,47%) mengerjakan sawah berkisar kurang dari 0,5 ha, dan 23,08% diantaranya menggarap lahan seluas 0,3 ha. Berdasar hal tersebut rata-rata pendapatan masyarakat dari sawah diperoleh dari usaha tani sawah seluas 0,3 ha dengan pendapatan sebesar Rp. 7.021.250,00/tahun (Lampiran 27). Rata-rata pendapatan petani dari usaha ternak
79
adalah Rp. 551.040/tahun (rata-rata petani memelihara 4 ekor ternak domba) (Lampiran 28). Pendapatan petani di luar sektor usaha tani lahan kering dan sawah di lokasi pengamatan intensif terdiri dari dagang, karyawan perusahaan, ojek, ternak, buruh tani dan buruh bangunan dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Rata-rata Pendapatan Petani diluar Usaha Tani Lahan Kering di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Jenis
Prosentase Pendapatan Petani (KK/tahun) Karyawan 3,33 6.000.000 Buruh tani 16,67 768.000 Buruh bangunan 6,66 4.500.000 Ojek 3,33 5.400.000 Dagang 16,67 3.750.000 Ternak domba 30,56 1.440.000 Satpam 6,66 12.600.000 Ternak lele 3,33 2.400.000 Lain-lain 3,33 1.200.000 Sumber : Diolah dari hasil kuisioner (2007)
Rata-rata pendapatan petani dari usaha lain berdasar pola tanam lahan kering dihitung berdasarkan jumlah pendapatan rata-rata usaha lain-lain ditambah upah tenaga petani dan keluarganya pada masing-masing pola penggunaan lahan kering dapat dilihat pada Tabel 31. Rata-rata pendapatan lain-lain (Lampiran 29) sebesar Rp.4.038.300,00 dihitung berdasarkan rata-rata pendapatan petani diluar sektor pertanian (Rp.1.878.300,00) ditambah upah tenaga petani dan keluarganya dalam usaha tani yaitu Rp.2.160.000,00 yang terdiri dari sawah (Rp. 1.044.000,00) dan usaha ternak Rp.1.116.000,00.
80
Tabel 30. Rata-rata Pendapatan Masyarakat diluar Usaha Tani Lahan Kering berdasar Pola Tanam Lahan Kering Aktual di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/0,2 ha/tahun/KK) KPT A1 A2 B C D E F G H I J M Jumlah Rata-rata
Upah tenaga petani dan keluarganya 552,000 503,250 801,000 560,500 652,000 210,000 566,250 475,000 1,056,000 745,000 720,000 388,000 7,229,000 602,417
Lain-lain 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 4.038.300 48,459,600 4,038,300
Jumlah 4,590,300 4,541,550 4,839,300 4,598,800 4,690,300 4,248,300 4,604,550 4,513,300 5,094,300 4,783,300 4,758,300 4,426,300 55,688,600 4,640,717
Rata-rata pendapatan keluarga petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Rata-rata Pendapatan Keluarga Petani berdasar Pola Tanam Aktual di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/kk/tahun) Lahan Kering KPT Jumlah A1 2,418,200 A2 4,608,000 B 4,799,900 C 2,800,200 D 6,240,000 E 1,083,000 F 1,423,500 G 2,037,500 H 5,495,000 I 1,467,500 J 1,096,000 M 2,355,000 Jumlah 35,823,800 Rata-rata 2,985,317
Diluar Lahan Kering Sawah Ternak Lain-lain 7,021,250 551,040 4,590,300 7,021,250 551,040 4,541,550 7,021,250 551,040 4,839,300 7,021,250 551,040 4,598,800 7,021,250 551,040 4,690,300 7,021,250 551,040 4,248,300 7,021,250 551,040 4,604,550 7,021,250 551,040 4,513,300 7,021,250 551,040 5,094,300 7,021,250 551,040 4,783,300 7,021,250 551,040 4,758,300 7,021,250 551,040 4,426,300 84,255,000 6,612,480 55,688,600 7,021,250 551,040 4,640,717
Jumlah 14,580,790 16,721,840 17,211,490 14,971,290 18,502,590 12,903,590 13,600,340 14,123,090 18,161,590 13,823,090 13,426,590 14,353,590 182,379,880 15,198,323
Berdasarkan wawancara dan kuisioner yang disebarkan ke masyarakat, pendapatan keluarga berkisar dari Rp. 1.979.000,-/tahun sampai dengan Rp. 53.751.000,-/tahun. Pendapatan keluarga petani digunakan untuk memenuhi
81
semua aktifitas kehidupannya sehingga seluruh komponen hidup bersumber dari pendapatan keluarga tersebut. Pendapatan keluara petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu dengan rata-rata jumlah keluarga 5 orang untuk memenuhi hidup layak adalah Rp.18.000.000,00/KK/tahun (320 kg beras x 5 orang x Rp. 4.500,00) + 150 % x (400 kg beras x 5 orang x Rp. 4.500,00). Berdasarkan wawancara dan kuisioner yang telah dilakukan, masyarakat yang telah memenuhi hidup layak sebesar 21.05% dan 79,95% belum memenuhi standar hidup layak. Masyarakat yang sudah memenuhi standar hidup layak tersebut disebabkan karena luas lahan yang diusahakan relatif lebih luas dibanding dengan yang lain, pendapatan diluar sektor pertanian (ternak dan pendapatan lainlain) dan jumlah keluarga yang sedikit. Usaha sampingan yang dilakukan masyarakat relatif tidak beragam, sehingga belum bisa
mendukung untuk mencapai kehidupan layak. Ternak
domba yang banyak digemari masyarakat sangat potensial untuk di kembangkan, dimana pakan ternak sampai saat ini masih tersedia dan mudah di dapat. Ternak domba dijadikan oleh pemiliknya sebagai tabungan dan dijual jika ada keperluan mendadak. Usaha budidaya ternak domba yang baik akan menyebabkan peningkatan pendapatan masyarakat. Pemilihan pola tanam dan agroteknologi alternatif juga didasarkan pada keuntungan yang akan diperoleh dari pola tanam dan agroteknologi alternatif tersebut. Pada lahan yang memiliki nilai erosi lebih rendah dari pada Etol, agroteknologi yang diterapkan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan dengan melakukan perubahan pola tanam dan perbaikan jenis, analisis biaya dan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 32. Pada lahan yang memiliki nilai erosi lebih
82
besar dari pada Etol diperlukan adanya berbagai teknik konservasi tanah dan air baik dengan metode vegetatif maupun mekanik seperti pengolahan menurut kontur, strip rumput, penggunaan mulsa, teras gulud dan teras bangku (Tabel 34), sementara untuk agroforestry pada Tabel 36. Pendapatan diluar usaha tani lahan kering dapat dilihat di Tabel 37. Tabel 32. Analisis Biaya dan Pendapatan Masyarakat Berdasar Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif untuk Tanaman Semusim di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/0,20 ha/tahun) KPT
A B C D
E F G H I
M
Peningkatan Produktivitas Lahan Peningkatan Jenis Tanaman Pendapatan Biaya Pendapatan Harga Jual Kotor Bersih Jagung biasa 4.500.000 1.698.000 2.802.000 450.000 Jagung manis 6.720.000 2.112.000 4.608.000 672.000 Jagung + kacang panjang/tomat/timun /terong 11.562.000 5.148.500 6.413.500 1.156.200 Jagung - kacang panjang/tomat/ timun/terong 6.880.000 2.497.000 4.383.000 688.000 Jagung + kacang panjang/tomat/timu n/terong – kacang panjang/tomat/timu n/terong 8.004.000 3.267.000 4.737.000 800.400 Singkong 2.047.500 808.500 1.239.000 204.750 Singkong + kacang 3.120.000 1.696.500 1.423.500 312.000 panjang/tomat/timu n/terong Singkong - kacang 3.000.000 962.500 2.037.500 300.000 tanah Cabe-kacang tanah 9.250.000 3.230.600 6.019.400 925.000 Kacang panjang – kacang tanah 4.800.000 462.000 4.338.000 480.000 Buah-buahan + 8.137.500 4.030.000 4.107.500 813.750 kacang tanah/ jagung/ kacang panjang Jagung + singkong 4.260.000 1.905.000 2.355.000 426.000
Jumlah Pendapatan Bersih 3.252.000 5.280.000 7.569.700 5.071.000
5.537.400 1.443.750 1.735.500 2.337.500 6.944.400 4.818.000 4.921.250
2.781.000
Berdasarkan Tabel 32, perubahan pola tanam dan varietas tanaman dapat meningkatkan pendapatan petani. Pola tanam dan varietas alternatif merupakan pola tanam dan varietas yang sudah dilaksanakan oleh masyarakat setempat yang
83
dipilih berdasarkan perhitungan produktivitas tertinggi yang dihasilkannya dengan pengaturan sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 30. Peningkatan pendapatan tersebut tidak dapat mencapai taraf hidup layak sehingga diperlukan tambahan pendapatan dari sektor lain. Penambahan jumlah ternak dapat ditingkatkan menjadi 10 ekor/KK. Ketersediaan pakan ternak dapat diperoleh dari penanaman rumput yang juga berfungsi sebagai penguat teras, penanaman rumput disekitar pekarangan, penanaman rumput di hutan pinus yang merupakan wilayah penyangga Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta pakan tambahan yang sudah umum dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan hasil wawancara dengan peternak domba setempat, tenaga kerja yang dikeluarkan untuk mengelola sampai dengan 10 ekor ternak tidak memerlukan tambahan tenaga kerja diluar keluarga petani sehingga tidak menimbulkan biaya tambahan. Rata-rata pendapatan keluarga petani berdasarkan agroteknologi alternatif dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Rata-rata Pendapatan Keluarga Petani berdasar Agroteknologi Alternatif di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/kk/tahun) Lahan Kering KPT Jumlah A1 3.252.000 A2 5.280.000 B 7.569.700 C 5.071.000 D 5.537.400 E 1.443.750 F 1.735.500 G 2.337.500 H 6.944.400 I 4.633.250 M 3.386.000 Jumlah 47.190.500 Rata-rata 4.290.045
Diluar Lahan Kering Sawah Ternak Lain-lain 8.024.250 2.801.600 4.590.300 8.024.250 2.801.600 4.541.550 8.024.250 2.801.600 4.839.300 8.024.250 2.801.600 4.598.800 8.024.250 2.801.600 4.690.300 8.024.250 2.801.600 4.248.300 8.024.250 2.801.600 4.604.550 8.024.250 2.801.600 4.513.300 8.024.250 2.801.600 5.094.300 8.024.250 2.801.600 4.783.300 8.024.250 2.801.600 4.426.300 88.266.750 30.817.600 50.930.300 8.024.250 2.801.600 4.630.027
Jumlah 18.668.150 20.647.400 23.234.850 20.495.650 21.053.550 16.517.900 17.165.900 17.676.650 22.864.550 20.242.400 18.638.150 217.205.150 19.745.923
Berdasarkan Tabel 33, agroteknologi alternatif untuk tanaman semusim yang dapat mencapai hidup layak adalah pola tanam A2, B,C,D,H dan I yang
84
dapat dilaksanakan di lereng kelas I dan II dengan pengolahan tanah menurut kontur atau pengolahan tanah menurut kontur ditambah dengan strip rumput. Pada kelas lereng II dan III diperlukan teras gulud yang ditanami rumput pada guludannya untuk pengendalian erosi. Tabel 34. Analisis Biaya dan Pendapatan Masyarakat Berdasar Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif (Teras Bangku) untuk Tanaman Semusim di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/0,20 ha/tahun) Peningkatan Produktivitas Lahan Peningkatan Jumlah Pendapatan Biaya Pendapatan Harga Jual Pendapatan Kotor Bersih Bersih A1 4.050.000 2.693.800 1.356.200 405.000 1.761.200 A1. 2+tb 4.050.000 1.842.000 2.208.000 405.000 2.613.000 A1 6.048.000 3.384.000 2.664.000 604.800 3.268.800 A2. 2+tb 6.048.000 2.256.000 3.792.000 604.800 4.396.800 B1 10.405.800 4.407.100 5.998.700 1.040.580 7.039.280 B.2+tb 10.405.800 5.292.500 5.113.300 1.040.580 6.153.880 C1 6.192.000 3.208.400 2.983.600 619.200 3.602.800 C.2+tb 6.192.000 2.641.000 3.551.000 619.200 4.170.200 D1 7.203.600 3.022.000 4.181.600 720.360 4.901.960 D.2+tb 7.203.600 3.411.000 3.792.600 720.360 4.512.960 E1 1.842.750 1.989.000 (146.250) 184.275 38.025 E.2+tb 1.842.750 952.500 890.250 184.275 1.074.525 F1 2.808.000 2.968.500 (160.500) 280.800 120.300 F.2+tb 2.808.000 1.840.500 967.500 280.800 1.248.300 G1 2.700.000 2.234.500 465.500 270.000 735.500 G.2+tb 2.700.000 1.106.500 1.593.500 270.000 1.863.500 H1 8.325.000 5.027.000 3.298.000 832.500 4.130.500 H.2+tb 8.325.000 3.374.600 4.950.400 832.500 5.782.900 I1 7.323.750 5.590.000 1.733.750 732.375 2.466.125 I.2+tb 7.323.750 4.462.000 2.861.750 732.375 3.594.125 M1 5.085.000 4.101.000 984.000 508.500 1.492.500 M.2+tb 5.085.000 2.973.000 2.112.000 508.500 2.620.500 Keterangan : 1) tahap pembuatan teras, 2) tahap pemeliharaan teras, tb) teras bangku Agroteknologi
Pembuatan teras bangku dengan asumsi tidak terjadinya subsoiling sebagian besar tidak menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat jika disertai dengan perubahan pola tanam dan varietas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 34. Pendapatan keluarga petani berdasarkan agroteknologi alternatif teras bangku dapat dilihat pada Tabel 35.
85
Tabel 35. Rata-rata Pendapatan Keluarga Petani berdasar Agroteknologi Alternatif (teras bangku) di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/kk/tahun) Lahan Kering KPT Jumlah A1+tb 2.613.000 A2+tb 4.396.800 B+tb 6.153.880 C+tb 4.170.200 D+tb 4.512.960 E+tb 1.074.525 F+tb 1.248.300 G+tb 1.863.500 H+tb 5.782.900 I+tb 3.594.125 M+tb 2.620.500 Jumlah 37.042.690 Rata-rata 3.367.517
Diluar lahan Kering Sawah Ternak Lain-lain 8.024.250 2.801.600 4.590.300 8.024.250 2.801.600 4.541.550 8.024.250 2.801.600 4.839.300 8.024.250 2.801.600 4.598.800 8.024.250 2.801.600 4.690.300 8.024.250 2.801.600 4.248.300 8.024.250 2.801.600 4.604.550 8.024.250 2.801.600 4.513.300 8.024.250 2.801.600 5.094.300 8.024.250 2.801.600 4.783.300 8.024.250 2.801.600 4.426.300 88.266.750 30.817.600 50.930.300 8.024.250 2.801.600 4.630.027
Jumlah 18.029.150 19.764.200 21.819.030 19.594.850 20.029.110 16.148.675 16.678.700 17.202.650 21.703.050 19.203.275 17.872.650 208.045.340 18.913.213
Berdasarkan Tabel 35, agroteknologi alternatif dengan menggunakan teras bangku sampai pada tahap pemeliharaan (tahun 2) yang dapat mencapai hidup layak adalah pola tanam B+tb, D+tb dan H+tb, sementara pada tahap pembuatan teras bangku belum diperoleh taraf hidup layak. Berdasarkan analisis kelayakan ekonomi (Lampiran 31), agroteknologi dengan menggunakan agroforestry dan teras bangku pada tahun ke-20 layak dilaksanakan dimana nilai NPV : 9.675.921, nilai IRR : 13,59% dan nilai BCR : 1,30 . Pendapatan mulai tahun ke-2 sampai ke-4 telah mencapai taraf hidup layak, tetapi pada tahun ke- 5 dan ke-6 terjadi penurunan pendapatan sehingga belum mencapai hidup layak dan baru mulai tahun ke-7 pendapatan sudah dapat mencapai hidup layak (Rp. 22.365.050,00). Agroforestry dilaksanakan pada lahan kelas lereng III – V dan pada lahan dengan potensi bahaya erosi tinggi sampai dengan sangat tinggi diperlukan adanya teras bangku dengan penguat rumput. Tanaman tahunan yang ditanam berupa buah-buhan seperti durian, pala, pete, kemiri dengan jarak tanam 5 x 5 m,
86
tanaman semusim berupa tumpang sari jagung manis dan kacang/terong/timun atau jagung manis ditaman diantara tanaman tahunan sampai umur sekitar 5 tahun, dan setelah itu diganti dengan tumbuhan bawah berupa kapulaga dan kumis kucing. Usaha budidaya ternak domba sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan pola tanam dan agroteknologi alternatif, dimana masyarakat dapat memanfaatkan rumput untuk pakan ternak dan kotoran ternak untuk pupuk serta penjualan daging. Ternak domba yang diusahakan petani 10 ekor sehingga waktu petani tidak banyak tersita. Ternak domba dapat diberikan lebih banyak untuk petani yang memiliki lahan relatif kecil. Penjualan hasil pertanian dan domba dapat ditingkatkan dengan cara menjual langsung ke pasar atau melalui kelompok sehingga diperlukan adanya kelompok yang kuat yang didukung dengan sarana transportasi yang baik. Rekomendasi Pola Tanam dan Agroteknologi
Petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu mulai memanfaatkan lahan kering sekitar tahun 1999 sehingga belum terbentuk suatu karakter usaha tani dan masih mencoba hal-hal yang baru. Inovasi agroteknologi yang dirasa memberi manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat akan cepat dipraktekkan oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan beralihnya masyarakat menanam jagung biasa menjadi jagung manis, menanam kumis kucing di sekitar pekarangan, beralihnya budidaya kambing menjadi domba dan berubahnya sistem kandang domba (bantuan domba berasal dari Dinas peternakan dan perikanan). Masyarakat memanfaatkan lahan kering milik perusahaan swasta disebabkan karena pendapatan keluarga tidak cukup 90%, lahan sendiri tidak
87
cukup/tidak punya lahan (85%), lahan tidak dikelola/terlantar/menjadi semak belukar (75%). Kebutuhan hidup yang semakin meningkat ditandai dengan kurangnya pendapatan keluarga serta lahan garapan yang terbatas mengakibatkan tekanan
terhadap
lahan
semakin
besar
sehingga
masyarakat
berupaya
memanfaatkan lahan yang ada tanpa mempertimbangkan kemampuan lahan. Usaha tani lahan kering yang dilaksanakan pada lahan dengan topografi curam sampai dengan sangat curam yang seharusnya digunakan untuk fungsi lindung (RTRW Kabupaten Bogor) sangat potensial untuk menimbulkan erosi yang berdampak pada penurunan produktifitas lahan dan longsor yang dapat membahayakan jiwa masyarakat. Sebagai kawasan yang berfungsi lindung, agroteknologi alternatif yang diterapkan di lokasi pengamatan intensif diharapkan dapat menurunkan
laju erosi sampai pada batas erosi yang diperbolehkan.
Penerapan agroteknologi alternatif dengan menggunakan teras mengakibatkan areal efektif untuk pertanian intensif berkurang, dengan demikian di perlukan adanya pemilihan jenis tanaman yang secara ekonomis menguntungkan dan tidak menyebabkan peningkatan erosi sehingga menghasilkan pertanian yang berkelanjutan. Lahan garapan yang sangat terbatas (68% petani menggarap lahan kering kurang dari 0,50 ha dan rata-rata penggarapan lahan 0,2 ha serta 70,59% petani menggarap sawah kurang dari 0,5 ha) menyebabkan alternatif agroteknologi tidak dapat mengandalkan dari usaha pertanian saja, sementara saat ini sumber pendapatan keluarga sebanyak 43,41% dari lahan kering dan 30,37% berasal dari sawah. Untuk meningkatkan pendapatan keluarga diperlukan adanya tambahan
88
ketrampilan yang dimiliki oleh petani dengan berbagai pelatihan budidaya tanaman maupun pengolahan paska panen. Kesamaan kondisi fisik wilayah dapat didasarkan pada erosi yang dapat ditoleransikan (ETol) dan erosi potensialnya sehingga berdasarkan keterwakilan unit lahan lokasi pengamatan intensif yang telah ditetapkan agroteknologi dan pola tanamnya, selanjutnya diekstrapolasikan untuk seluruh Sub DAS Cisadane Hulu. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bappeda dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, rekomendasi agroteknologi harus mengacu pada arahan fungsi tata ruang yang sudah ada (RTRW Kabupaten Bogor) (Lampiran 5). Rekomendasi pola tanam dan agroteknologi berdasarkan nilai CP maksimum dapat dilihat pada Tabel 36 dan Lampiran 32 dan 33.
89
Tabel 36. Rekomendasi pola Tanam dan Agroteknologi berdasar Nilai CP Maksimum di Sub DAS Cisadane Hulu No 1
CP Maksimum 0,005
0,007
0,008
3
0,009
4
0,010
Pola Tanam dan Agroteknologi
Kode
Pendapatan
Pada kawasan lindung, hutan dengan kerapatan sedang 2. Pada kawasan lindung, hutan pinus tetap dipertahankan sebagai hutan pinus 3. Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi agroforestry dengan tanaman buah-buahan berupa pala, durian, pete, kemiri, alpokat dan tanaman semusim berupa jagung manis, kacangtanah, cabe yang di sertai dengan adanya teras bangku serta sisa tanaman dijadikan mulsa Pada kawasan intensifikasi dan eksten sifikasi agroforestry dengan tanaman buah-buahan berupa pala, durian, pete, kemiri, alpokat dan tanaman semusim berupa jagung manis, kacangtanah, cabe yang disertai dengan adanya teras bangku serta sisa tanaman dijadikan mulsa Pada kawasan intensifikasi dan eksten sifikasi agroforestry dengan tanaman buah berupa pala, durian, pete, kemiri, alpokat dan tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/ timun/ terong yang disertai dengan adanya teras bangku serta sisa tanaman dijadikan mulsa Pada kawasan intensifikasi dan eksten sifikasi agroforestry dengan tanaman buah-buahan berupa pala, durian, pete, kemiri, alpokat dan tumpangsari tana man semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong yang disertai dengan adanya teras bangku Sawah tetap dipertahankan sebagai sawah Pemukiman tetap dipertahankan sebagai pemukiman Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi agroforestry dengan tanaman buah-buahan berupa pala, durian, pete, kemiri, alpokat dan tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong yang disertai dengan adanya teras bangku
ha + UT + UL
tidak dianalisis
1.
hp + UT + UL a+tb+st + UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
a+tb+ UT + UL
a+tb+st+ UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
a+tb+ UT + UL
a+tb+ UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
a+tb+ UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
s + UT + UL
tidak dianalisis
p + UT + UL
tidak dianalisis
a+tb+ UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
90
Tabel 36. (Lanjutan) No
CP Maksimum
Pola Tanam dan Agroteknologi
Kode
Pendapatan
5
0,011
a+tb+ UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
4
0,015
Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi kebun campuran rapat yang terdiri dari tanaman kayu-kayuan seperti sengon, mahoni, afrika dan adanya tumbuhan bawah seperti kapulaga dan kumis kucing atau semak belukar Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi agroforestry dengan tanaman buah-buahan berupa pala, durian, pete, kemiri, alpokat dan tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong yang disertai dengan adanya teras gulud Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi di lereng kelas I berupa tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong atau tumpang gilir jagung+ kacang panjang, kacang— kacangan atau tanaman semusim monokultur yang disertai dengan pengolahan menurut kontur dan sisa tanaman dijadikan mulsa
a+tg + UT + UL
Rp. 21.901.050 pada tahun 7
pk+st + UT + UL
Rp. 23.232.850
Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi di lereng kelas I berupa tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong atau tumpang gilir jagung+ kacang panjang, kacang— kacangan atau tanaman semusim monokultur yang disertai dengan pengolahan menurut kontur dan strip rumput Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi di lereng kelas I berupa tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong atau tumpang gilir jagung+ kacang panjang, kacang— kacangan atau tanaman semusim monokultur yang disertai dengan pengolahan menurut kontur dan sisa tanaman dijadikan mulsa
pk+sr+ UT + UL
Rp. 23.232.850
pk+st + UT + UL
Rp. 23.232.850
0,017
5
0,020
6
0,028
91
Tabel 36. (Lanjutan) No
CP Maksimum
Pola Tanam dan Agroteknologi
Kode
Pendapatan
7
0,046
Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi di lereng kelas I berupa tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong atau tumpang gilir jagung+ kacang panjang, kacang— kacangan atau tanaman semusim monokultur yang disertai dengan pengolahan menurut kontur dan strip rumput
Pk+sr + UT + UL
Rp. 23.232.850
8
0,078
Pada kawasan intensifikasi dan ekstensifikasi tumpangsari tanaman semusim berupa jagung + kacang tanah/kacang panjang/timun/terong atau tumpang gilir jagung+ kacang panjang, kacang—kacangan atau tanaman semusim monokultur yang disertai dengan pengolahan menurut kontur
pk + UT + UL
Rp. 23.232.850
Keterangan : a) agroforestry, p) pemukiman, s) sawah, ha) hutan alam, hp) hutan pinus, ptb) penambahan tumbuhan bawah, pk) penanaman menurut kontur, tb) teras bangku, tbs) teras bangku sedang, tg) teras gulud, st) sisa tanaman dijadikan mulsa, mj) mulsa jeramai 4 ton/ha, UT) usaha ternak, UL) usaha lain
Pada dasarnya masyarakat menyetujui hasil rekomendasi pola tanam dan agroteknologi yang disajikan dengan alasan secara ekonomi tidak mengurangi hasil yang di dapat (100%) dan baik untuk lingkungan (75%) tetapi belum mampu untuk melaksanakan dengan alasan tidak ada modal (95%) dan
tidak tahu
melaksanakannya/belum ada contoh (85%). Perencanaan Penggunaan Lahan Berkelanjutan Keberlanjutan Ekologi
Pola tanam yang dilakukan petani belum menerapkan agroteknologi yang berkelanjutan sehingga menyebabkan terjadinya erosi (55,3 – 1.399,1 ton/ha/tahun) masih lebih besar dari ETol (14,0 – 44,0 ton/ha/tahun). Penerapan rekomendasi agroteknologi menghasilkan nilai erosi sebesar (9,8 – 37,8 ton/ha/tahun) sehingga lebih kecil dari pada laju ETol. Pola tanam dan
92
agroteknologi saat ini disebabkan karena faktor kebiasaan bertani (80%), iklim (80%) dan menyesuaikan dengan modal (70%). Program/kegiatan yang bisa dilakukan untuk memperbaiki pola tanam antara lain : peningkatan mutu intensifikasi padi dan palawija, budidaya jagung manis dan ubi jalar, pengadaan dan penyebaran bibit pertanian dan kehutanan, peningkatan pemanfaatan teknologi lahan kering, pelatihan budidaya tanaman perkebunan (pepaya, pala, durian dan lain-lain). Keberlanjutan Ekonomi
Pola tanam yang dilakukan petani belum menerapkan agroteknologi yang berkelanjutan karena menghasilkan pendapatan keluarga yang masih rendah (ratarata Rp.11.849.550,00/KK/tahun) sehingga belum memenuhi standar hidup layak (rata-rata Rp. 18.000.000,00/KK/tahun). Penerapan rekomendasi agroteklogi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dapat tercapai taraf hidup layak (Rp. 20.242.400,00 – Rp. 23.234.800,00/KK/tahun). Program/kegiatan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pendapatan antara lain : 1) pelatihan paska panen tanaman pertanian dan kehutanan, 2) pembentukan gapoktan, 3) pelatihan manajemen kelompok tani menuju agribisnis, 4) pelatihan bidang ternak domba, kelinci, lele, ikan mas dan lain-lain, 5) perbaikan infrastruktur jalan dan lain-lain. Keberlanjutan Sosial dan Budaya
Pemilihan jenis tanaman dilakukan melalui forum discusin group (FGD) dengan petani sehingga tanaman yang dipilih merupakan tanaman yang dapat diterima oleh masyarakat dan sudah dikenal oleh masyarakat. Petani bersedia melaksanakan hasil rekomendasi penggunaan lahan berkelanjutan tetapi belum
93
mampu untuk melaksanakan dengan alasan tidak ada modal dan
tidak tahu
melaksanakannya/belum ada contoh. Kemauan petani untuk melaksanakan hasil rekomendasi tersebut merupakan modal untuk keberhasilan dari upaya penggunaan lahan berkelanjutan. Program/kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi tidak adanya modal petani dan tidak tahu melaksanakannya/belum ada contoh antara lain : 1) bantuan kredit lunak untuk petani, 2) bantuan modal usaha tani, bantuan revolving domba, 3) pembuatan teras bangku, pengadaan bibit GNRHL, 4) pengadaan dan penyebaran bibit tanaman pertanian dan kehutanan, 5) percontohan usaha tani dan palawija, 6) pembangunan areal model hutan rakyat, 7) penyuluhan pertanian dan lain-lain.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh di Sub DAS Cisadane Hulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penggunaan lahan kering di Sub DAS Cisadane Hulu belum berkelanjutan dimana nilai erosi yang terjadi (55,30 – 1.399,06 ton/ha/tahun) masih lebih besar dari ETol (14,00 – 44,00 ton/ha/tahun) yang mengakibatkan penurunan produktivitas lahan. Hal ini berakibat pada rendahnya pendapatan keluarga (Rata-rata Rp.11.849.550,00/KK/tahun) sehingga belum memenuhi standar hidup layak (Rp. 18.000.000,00/KK/tahun). Pola tanam dan agroteknologi aktual disebabkan karena faktor kebiasaan bertani (80%), iklim (80%) dan menyesuaikan dengan modal (70%). 2. Penggunaan lahan untuk tanaman semusim di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu adalah tumpangsari tanaman jagung manis dan kacang/timun/buncis/tomat/terong, jagung manis dan cabe yang bisa dilaksanakan di kelas lereng I (0% - 8%) dan II (8% - 15%) dengan pengolahan tanah menurut kontur atau pengolahan tanah menurut kontur ditambah dengan strip rumput. Pada kelas lereng II (8% - 15%) dan III (15% 25%) diperlukan teras gulud yang ditanami rumput pada guludannya untuk pengendalian erosi. Agroforestry dilaksanakan pada kelas lereng III (15% 25%) – V (>45%) dan pada lahan dengan potensi bahaya erosi tinggi sampai dengan sangat tinggi diperlukan adanya teras bangku dengan penguat rumput. Tanaman tahunan yang ditanam berupa buah-buahan seperti durian, pala, pete, kemiri dengan jarak tanam 5 x 5 m, tanaman semusim berupa tumpang sari
95
jagung manis dan kacang/terong/timun atau jagung manis ditanam diantara tanaman tahunan sampai umur sekitar 5 tahun, dan setelah itu diganti dengan tumbuhan bawah berupa kapulaga dan kumis kucing. Penerapan agroteknologi tersebut dapat mengendalikan erosi (9,8 – 37,8 ton/ha/tahun) menjadi lebih kecil dari Etol (14,0 – 44,0 ton/ha/tahun). 3. Pendapatan keluarga petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu
dapat
ditingkatkan
menjadi
Rp.
20.242.400,00
–
Rp.
23.234.800,00/KK/tahun dengan perbaikan jenis dan pola tanam, penambahan usaha budidaya domba, peningkatan harga jual hasil usaha tani (melalui kelompok tani atau langsung ke pasar) dan pendapatan lain diluar sektor pertanian
sampai
dapat
memenuhi
standar
hidup
layak
(Rp.
18.000.000,00/KK/tahun). 4. Masyarakat bersedia melaksanakan hasil rekomendasi penggunaan lahan berkelanjutan dengan alasan secara ekonomi tidak mengurangi hasil yang di dapat (100%) dan baik untuk lingkungan (75%) tetapi belum mampu untuk melaksanakan dengan alasan tidak ada modal (95%) dan
tidak tahu
melaksanakannya/belum ada contoh (85%). 5. Rata-rata nilai manfaat ekonomi lingkungan pencegahan erosi untuk petani di lokasi pengamatan intensif Sub DAS Cisadane Hulu pada tahap pembuatan teras (tahun 1) sebesar Rp -1.615.294,00/ha/tahun dan pada tahap pemeliharaan teras petani memperoleh manfaat tidak langsung sebesar Rp 1.446.420,00 /ha/tahun
96
Saran
Perlu adanya insentif, demplot, penyuluhan dan pembinaan kepada petani untuk dapat menerapkan penggunaan lahan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA . Alrasyid H, Heryati Y. 2002. Pemecahan Masalah Kerusakan Sumberdaya Tanah dan Air di Daerah Aliran Sungai Dipandang dari Segi Ekologi. Bul. Litbang Kehutanan 2: 157-169. Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [BP DAS Citarum Ciliwung] Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung. 2003. Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah DAS Cisadane. Bogor: BP DAS Citarum Ciliwung. [BP DAS Citarum Ciliwung – Fahutan IPB] Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung dan Fakultas Kehutanan IPB. 2003. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciliwung. Bogor: BP DAS Citarum Ciliwung [Dephut] Departemen Kehutanan. 2006. Pedoman Penyusunan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu. Jakarta: Dephut. [Dirjend RRL Dephut] Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departemen Kehutanan. 1998. Pedoman Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Dirjend RRL Dephut. [Distanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2006. Programa Pertanian dan Kehutanan UPTD Penyuluhan Wilayah caringin Kabupaten Bogor. Bogor: Distanhut. Hardjowigeno S, Widiatmaka 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Bogor: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. (LP3ES) 2006. Studi Tentang Pola Pemanfatan Lahan Di Kawasan Hulu DAS dalam rangka Pengembangan Mekanisme Pembayaran Jasa Perlindungan DAS. www.lp3es.or.id di akses tanggal 28 Nopember 2006 Morgan RPC. 1986. Soil Erosion and Conservation. Hongkong: Longman Scientific & Technical. Noy Erlina HS. 2005. Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Sub DAS Lahumbuti Sulawesi Tenggara. [Tesis]: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Priyono CNS, Cahyono SA. 2003. Status dan Strategi Pengembangan Pengelolaan DAS di Masa Depan di Indonesia. Alami 8: 1-5 Puspaningsih N. 1997 Studi Perencanaan Pengelolaan Penggunaan LahanSub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor. [Tesis]: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor
98
Sihite J. 2001. Evaluasi Dampak Erosi Tanah, Model Pendekatan Ekonomi Lingkungan dalam Perlindungan DAS : Kasus Sub DAS Besai DAS Tulang Bawang Lampung. [Disertasi]: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sinukaban N. 1989. Konservasi Tanah dan Air di Daerah Transmigrasi. PT. Indeco Duta Utama International Development Consultan berasosiasi dengan BCEOM. ___________. 1994. Pentingnya Pola Pertanian Konservasi dalam Pembangunan Pertanian Lahan Kering. Prosiding/Temu Lapang Teknik Budidaya Tebu lahan Kritis: 1-10 ___________. 2007. Konservasi Tanah Berkelanjutan. Jakarta: Dirjen RLPS
dan
Air
Kunci
Pembangunan
Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Wischmeier WH, DD.Smith.1978. Predicting Raninfall Erosion Losses-A Guide to Conservation Planning. U.S. Department of Agriculture. Agriculture Hand Book 537
LAMPIRAN
99
Lampiran 1. Peta Jenis Tanah Sub DAS Cisadane Hulu
100
Lampiran 2. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu
101
Lampiran 3. Peta Kelas Lereng Sub DAS Cisadane Hulu
102
Lampiran 4. Rata-rata Curah Hujan Bulanan pada 5 Stasiun Pengukur Curah Hujan di Sub DAS Cisadane Hulu No
Stasiun
1
Empang
2
Pd. Gedeh
3
Ciawi
4
Kebun Raya
5
Pasir Jaya
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata 2002 2003 2004 2005 2006 Rata-rata 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata
Jan 660 96 481 367 420 404.8 613 108 288 425 367 360.2 769 168 633 603 487 532 673 269 458 420 555 475 432 389 203 379 355 351.6
Feb 459 630 311 526 500 485.2 268 357 424 365 433 369.4 422 571 473 522 521 501.8 416 722 336 590 415 495.8 441 305 331 617 322 403.2
Mar 480 390 316 532 195 382.6 387 319 274 231 260 294.2 427 206 277 626 100 327.2 462 493 472 521 148 419.2 440 347 299 240 361 337.4
Apr 570 616 660 268 337 490.2 325 140 505 234 287 298.2 323 343 345 166 163 268 682 633 736 271 389 542.2 202 526 313 539 207 357.4
Mei 263 511 326 464 234 359.6 297 285 220 176 244.5 335 255 371 321.5 234 303.3 305 552 275 412 322 373.2 304 432 219 307 238 300
Jun 244 78 117 681 248 273.6 85 118 56 234 36 105.8 121 57 69 0 139 77.2 162 212 57 784 222 287.4 0 46 69 43 227 77
Curah Hujan (mm) Jul Agt Sept 341 133 316 26 63 300 181 77 336 277 291 329 71 78 144 179.2 128.4 285 143 113 122 9 168 375 67 0 164 147 150 286 92 71 31 91.6 100.4 195.6 284 123 62 43 385 361 133 1 224 235 337 289 89 4.5 29 156.8 170.1 193 364 163 119 25 97 279 67 57 267 428 228 368 17 49 115 180.2 118.8 229.6 210 130 182 182 111 113 6 174 326 57 0 385 186 227 264 128.2 128.4 254
Okt 265 582 319 459 265 378 165 208 281 299 65 203.6 182 185 240 346 157 222 409 601 204 334 119 333.4 225 178 240 203 366 242.4
Nov 431 347 256 235 445 342.8 278 230 344 325 327 300.8 316 267 472 336.5 297 337.7 479 326 480 176 211 334.4 150 325 201 412 403 298.2
Des 487 208 458 162 555 374 598 541 538 303 500 496 246 517 311 324 871 453.8 336 379 396 156 130 279.4 26 597 392 535 312 372.4
Jumlah 4649.0 3847.0 3838.0 4591.0 3492.0 4083.4 3097.0 2870.0 3226.0 3219.0 2645.0 3011.4 3610.0 3358.0 3549.0 4106.0 3091.5 3542.9 4570.0 4588.0 3805.0 4688.0 2692.0 4068.6 2742.0 3551.0 2773.0 3717.0 3468.0 3250.2
Rata-rata 387.4 320.6 319.8 382.6 291.0 340.3 258.1 239.2 268.8 268.3 220.4 251.0 300.8 279.8 295.8 342.2 257.6 295.2 380.8 382.3 317.1 390.7 224.3 339.1 228.5 295.9 231.1 309.8 289.0 270.9
103
Lampiran 5. Peta Arahan Fungsi dan Pemanfaatan Ruang Sub DAS Cisadane Hulu
104
Lampiran 6. Peta Kelas Lereng Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
105
Lampiran 7. Peta Jenis Tanah Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
106
Lampiran 8. Peta Penggunaan Lahan Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
107
Lampiran 9. Peta Satuan Lahan Homogen di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
108
Lampiran 10. Peta Pola Tanam Aktual Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
109
Lampiran 11. Nilai Erosivitas Hujan (R) Sub DAS Cisadane Hulu No 1
2
3
4
5
Stasiun Empang
Pd Gedeh
Ciawi
Kebun Raya
Pasir Jaya
Rata-rata CH ∑ HH CH max 24 jam R ∑R CH ∑ HH CH max 24 jam R ∑R CH ∑ HH CH max 24 jam R ∑R CH ∑ HH CH max 24 jam R ∑R CH ∑ HH CH max 24 jam R ∑R
Jan 404.80 15.20 75.40
Feb 485.20 19.00 82.80
Mar 382.60 15.80 69.40
Apr 490.20 17.40 88.60
Mei 359.60 12.40 85.00
Bulan Jun Jul 273.60 179.20 8.60 9.00 75.40 53.40
339.03 3291.40 360.20 19.20 80.00
433.76
314.00
439.85
288.61
199.01
369.40 19.20 79.00
294.20 20.00 50.00
298.20 16.00 74.80
244.50 13.75 56.00
289.26 2285.84 532.00 22.80 87.80
299.36
219.66
223.73
501.80 24.60 66.30
327.20 18.60 53.00
491.62 2789.74 475.00 17.40 100.40
454.06
Agt 128.40 6.80 43.20
Sept 285.00 10.60 85.40
Okt 378.00 17.40 70.20
Nov 342.80 14.60 61.40
Des 374.00 18.80 58.60
111.93
71.13
210.37
308.87
270.43
304.44
105.80 6.80 46.80
91.60 6.80 33.60
100.40 5.80 44.60
195.60 9.20 50.60
203.60 12.40 47.00
300.80 19.60 59.60
496.00 23.80 70.80
170.79
54.66
44.93
50.90
126.08
133.15
226.39
446.94
268.00 14.00 81.20
303.30 12.40 82.20
77.20 32.40 38.80
156.80 8.00 57.20
170.10 5.20 57.80
193.00 10.60 50.90
222.00 14.60 58.00
337.70 19.00 70.60
453.80 22.00 65.60
253.83
193.49
228.95
35.61
93.34
104.27
123.81
149.77
264.97
396.03
495.80 20.00 93.40
419.20 14.60 72.00
542.20 16.40 88.40
373.20 9.80 95.40
287.40 8.20 68.20
180.20 6.20 54.20
118.80 5.00 45.40
229.60 7.40 81.40
333.40 11.20 72.80
334.40 14.40 65.20
279.40 12.00 71.40
421.40 3304.62 351.60 11.80 67.60
446.69
355.54
504.49
303.55
212.78
112.78
63.99
156.79
260.39
261.45
204.77
403.20 19.80 62.40
337.40 15.60 48.20
357.40 11.80 83.40
300.00 11.60 60.20
77.00 4.40 29.20
134.20 6.60 46.00
128.40 4.40 68.20
254.00 7.80 74.80
242.40 9.20 50.00
298.20 14.80 50.20
372.40 16.80 60.20
279.91 2450.75
337.21
264.65
286.21
225.57
35.48
75.53
71.13
179.87
168.79
223.73
302.67
110
Lampiran 12. Kriteria Nilai Erodibilitas Tanah dan Hasil Perhitungan Nilai K Sub DAS Cisadane Hulu a. Kriteria Nilai Erodibilitas Tanah (K) No 1 2 3 4 5 6
Nilai K 0,00 – 0,10 0,11 – 0,20 0,21 – 0,32 0,33 – 0,43 0,44 – 0,55 0,56 – 0,64
Kelas Sangat Rendah Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
b. Hasil Perhitungan Nilai K Sub DAS Cisadane Hulu No
Sampel Tanah
Tekstur
Nilai M
a
b
c
Pasir Halus (%)
C-Org Debu Liat (%) (%) (%) Andic humitropepts 1 t3 1.17 3.79 17.53 61.97 2 t5 0.66 7.87 12.74 25.28 3 t12 1.67 1.98 22.31 68.74 4 kc2 1.50 2.01 21.63 67.11 5 s2 3.01 3.16 39.90 48.93 Rata-rata 1.54 3.52 20.05 59.57 Asosiasi typic hapludands-typic tropopsamments 1 t2 1.42 3.18 21.46 66.69 2 t8 1.84 1.81 12.97 77.00 3 kc1 2.42 2.20 30.89 58.10 4 kc3 1.00 2.09 20.41 65.88 5 h1 2.67 1.56 22.56 69.33 6 h2 3.84 1.81 19.02 69.56 Rata-rata 2.20 2.11 21.22 67.76
Nilai K
810.79 1,539.97 759.30 777.51 2,199.07 1,035.07
0.0202 0.0114 0.0288 0.0259 0.0519 0.0266
2 2 2 2 2 2.00
2 2 2 2 2 2.00
0.0423 0.1150 0.0374 0.0391 0.1844 0.0836
820.75 339.94 1,386.47 767.70 739.76 634.06 781.44
0.0245 0.0317 0.0417 0.0172 0.0460 0.0662 0.0379
3 3 3 3 3 3 3.00
2 2 2 2 2 2 2.00
0.0757 0.0325 0.1314 0.0708 0.0680 0.0582 0.0727
Nilai K jenis tanah yang lain mengacu pada peta erodibilitas tanah Sub DAS Cisadane Hulu (Puslittanah, Bakosurtanal, Fak Geografi, PPLH UGM, 1987)
111
Lampiran 13. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satuan Lahan
Panjang (m)
Kemiringan (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
80 58 50 60 55 55 55 52 60 60 50 60 53 60 60 70 60 60 55 40 40 45 50 60 50 40 40 60 40 60 60 60 50 40 50 50 50 50 40 40 55 55 55 50 40 40 60 30
20 37 63 21 24 43 43 5 4 20 35 4 4 12 12 20 20 35 25 4 46 55 42 35 22 4 8 4 14 35 20 35 35 35 35 35 70 45 20 14 4 4 4 20 4 46 4 35
Nilai LS 7.79 11.40 17.33 7.04 7.56 12.80 12.80 2.10 2.21 6.75 10.10 2.11 1.99 4.44 4.44 7.29 6.75 11.07 7.70 1.73 11.62 14.57 11.94 11.07 6.69 1.73 2.68 2.11 4.10 11.07 6.75 11.07 10.10 9.04 10.10 10.10 19.30 12.73 5.51 4.10 2.02 2.02 2.02 6.16 1.73 11.62 2.11 7.83
112
Lampiran 14. Pola tanam Aktual dan Nilai CP di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satuan Lahan 1,2,3 4,5,41 22
6 21
7
20
8-11 12-19 23
24
25
26 27
Pola Tanam Hutan alam hutan pinus hutan pinus jagung jagung+singkong jagung+kacang hutan pinus jagung+kacang jagung kacang-kacangan Sengon+pisang+rumput+tumbuhan bawah kelapa+pisang+singkong+kumis kucing Hutan pinus singkong+jagung jagung singkong + kacang jagung+kacang kacang-kacangan jagung+singkong+kacang Sengon+afrika+tumbuhan bawah pemukiman sawah jagung singkong alang-alang jagung + kacang padi gogo cabe sengon/pisang+rumput+tumbuhan bawah lapangan bola jagung singkong+kacang jagung+kacang sengon, kelapa, semak Hutan pinus singkong+jagung singkong + kacang jagung+kacang kacang-kacangan jagung+singkong+kacang jagung+kacang kacang-kacangan Jagung+pepaya+cabe Kacang tanah
Penutupan Lahan % 100 100 40 35 10 15 100 15 80 5 15 10 75 10 5 25 30 10 10 10 100 100 35 10 5 20 5 5 10 10 30 10 30 25 5 10 30 40 10 10 50 50 50 50
Nilai C
Nilai P
0.005 0.005 0.005 0.7 0.56 0.14 0.005 0.14 0.7 0.2 0.2 0.21 0.005 0.56 0.7 0.16 0.14 0.2 0.112 0.2 0.01 0.01 0.7 0.8 0.7 0.14 0.561 0.9 0.2 1 0.7 0.16 0.14 0.2 0.005 0.56 0.16 0.14 0.2 0.112 0.14 0.2 0.315 0.2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai CP 0.005 0.005 0.324
0.005 0.591
0.055
0.224
0.010 0.010 0.581
0.318
0.191
0.170 0.258
113
Satuan Lahan 28 29
30
31 32
33
34
35
36
37
Pola Tanam jagung jagung+kacang jagung jagung+kacang singkong+kacang singkong+talas pepaya + pisang jagung+kacang+pepaya jagung jagung + kacang jagung + timun singkong + pepaya jagung+kacang- kacang jagung+pisang kacang-kacangan pepaya + kacang alang-alang hutan pinus singkong+talas+rumput pepaya + pisang jagung+kacang+pepaya jagung jagung + kacang jagung + timun singkong + pepaya alang-alang jagung jagung+kacang jagung+kacang - kacang-kacangan jagung singkong jagung+kacang jagung+timun jagung jagung+timun jagung+kacang kacang-kacangan singkong jagung singkong+kacang jagung+kacang sengon, kelapa, semak Hutan pinus jagung singkong singkong+jagung jagung+kacang kacang-kacangan hutan pinus
Penutupan Lahan % 80 20 50 30 20 7 7 7 30 11 11 7 5 2 4 5 4 100 10 10 10 30 15 10 10 5 60 30 10 60 20 10 10 50 5 15 10 20 30 10 30 25 5 40 5 15 20 5 15
Nilai C
Nilai P
0.7 0.14 0.7 0.14 0.16 0.688 0.250 0.350 0.700 0.140 0.140 0.400 0.170 0.350 0.200 0.100 0.700 0.005 0.100 0.500 0.140 0.700 0.140 0.140 0.400 0.700 0.7 0.14 0.17 0.1 0.1 0.14 0.14 0.7 0.14 0.14 0.2 0.8 0.7 0.16 0.14 0.2 0.005 0.700 0.800 0.560 0.140 0.2 0.005
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai CP 0.588 0.424
0.415
0.005 0.394
0.479
0.108
0.558
0.318
0.443
114
Satuan Lahan 38
39
40
42
43
44
45
Pola Tanam jagung jagung+kacang alang-alang kacang-kacangan jagung-kacang singkong padi gogo jagung+pisang jagung+singkong jagung+timun mahoni+sengon+tumbuhan bawah jagung+durian+pete mahoni+sengon+alpokat+duku+tumbuhan bawah hutan pinus jagung+kacang jagung-kacang jagung+timun jagung singkong+kacang petai+nangka+afrika+kelapa+tumbuhan bawah sengon+kopi+kumis kucing+singkong jagung jagung+kacang singkong+kacang alang-alang sengon, kelapa,jengkol,tumbuhan bawah Hutan pinus Sengon+durian+pisang+rumput+semak jagung jagung+kacang jagung+kacang jagung singkong singkong+kumis kucing Sengon+durian+pisang+talas+rumput+se mak jagung+singkong jagung jagung+kacang jagung+singkong+kacang singkong+pisang+sengon kacang-kacangan singkong+kacang jagung-kacang jagung+kacang singkong-kacang sengon,mahoni, alpokat, tumbuhan bawah
Penutupan Lahan % 25 22 1 12 5 7 2 1 8 1 3 1
Nilai C
Nilai P
0.7 0.14 0.7 0.2 0.5 0.8 0.561 0.4 0.56 0.14 0.2 0.7
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
5
0.2
1
7 63 17 8 2 2
0.005 0.14 0.45 0.14 0.7 0.16
1 1 1 1 1 1
4
0.2
1
4 30 20 20 20 10 45 30 20 5 30 20 10 10
0.2 0.7 0.14 0.16 0.02 0.2 0.005 0.2 0.7 0.14 0.14 0.7 0.8 0.4
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
30
0.2
1
29 30 13 3 3 13 9 60 10 20 10
0.56 0.7 0.14 0.112 0.175 0.2 0.16 0.45 0.14 0.5 0.2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai CP 0.403
0.209
0.294
0.209
0.362
0.440
0.404
115
Satuan Lahan 46
47
48
Pola Tanam jagung singkong jagung+singkong singkong+pisang+sengon jagung+kacang jagung kacang-kacangan jagung+kacang singkong+kacang singkong jagung
Penutupan Lahan % 40 20 2 2 36 38 26 2 8 26 100
Nilai C
Nilai P
0.1 0.1 0.56 0.175 0.1 0.7 0.2 0.14 0.16 0.8 0.7
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Nilai CP 0.111
0.542
0.700
116
Lampiran 15. Nilai faktor C berbagai Tanaman dan Pola Tanam
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Jenis Tanaman dan pengelolaannya/ Tipe Penggunaan lahan Tanah bera tanpa tanaman, diolah searah lereng Hutan alami serasah baik/tinggi Hutan alami serasah sedang Hutan produksi tebang pilih Sawah beririgasi Padi gogo Tegalan, tanaman tidak dispesifikasi Perladangan berpindah Ubi kayu Jagung Kacang-kacangan, tidak dispesifikasi Kacang Jogo Kacang Tanah Kacang Tanah + Mulsa jerami 4 ton/ha Kedelai Sereh wangi (Citronella) Kentang, penanaman menurut kontur Kentang, penanaman searah lereng Bawang, penanaman menurut kontur Talas Tebu Pisang (jarang sebagai monokultur) Karet (penutup tanah buruk) Teh (penutup tanah buruk) Kelapa Sawit (penutup tanah buruk) Kelapa (penutup tanah buruk) Kopi dengan penutup tanah Karet (penutup tanah baik) Teh (penutup tanah baik) Kelapa Sawit (penutup tanah baik) Kelapa (penutup tanah baik) Kebun campuran kerapatan tinggi Kebun campuran kerapatan sedang Kebun campuran kerapatan rendah Kebun campuran, tanaman semusim ubi kayu dan kedelai Padi gogo - jagung (dalam rotasi) Padi gogo - jagung (dalam rotasi) + mulsa jagung Padi gogo-jagung (dalam rotasi) + mulsa jerami + 10 ton pukan Jagung dan kacang tanah, sisa tanaman sebagai mulsa Ubi kayu tumpangsari dengan kedelai Ubi kayu tumpangsari dengan kacang tanah Padigogo + jagung + Ubi Kayu, mulsa jerami 6 ton/ha setelah padi ditanami kacang tanah Padi gogo - jagung - kacang tanah, dalam rotasi
Nilai Faktor C
Sumber
1 0.001 0.005 0.2 0.01 0.565 0.3 0.4 0.363 0.7 0.2 0.161 0.452 0.049 0.399 0.434 0.35 1 0.08 0.85 0.2 0.6 0.8 0.5 0.5 0.5 0.2 0.1 0.08 0.08 0.08 0.1 0.3 0.5 0.2 0.209 0.083
1 1,2 1,2 1,2 1,2 2 1 1 1 1 1 2 2 3 2 1,2 3 3 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3
0.03 0.014 0.181 0.195
3 3 2 2
0.079 0.357
2 2
117
Lampiran 16. Nilai Faktor Tindakan Konservasi dan Pengelolaa Lahan (CP) Nilai Faktor CP
No
Tindakan konservasi dan pengelolaan tanaman
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Teras bangku kontruksi baik Teras bangku kontruksi sedang Teras bangku kontruksi buruk Teras tradisional Rorak (split pits) Pemberian mulsa Jerami 6 ton/Ha Pemberian mulsa Jerami 3 ton/Ha Pemberian mulsa Jerami 1 ton/Ha Penanaman menurut kontur pada lereng 0 - 8 % Penanaman menurut kontur pada lereng 8 - 20 % Penanaman menurut kontur pada lereng > 20 % Kacang tanah di teras bangku Jagung + mulsa jerami 4 ton/ha di teras bangku Jagung di teras bangku Strip rumput bahia dengan tanaman kedelai Strip crotalaria dengan padi gogo Strip crotalaria dengan tanaman kedelai
0.037 0.15 0.35 0.35 0.4 0.3 0.5 0.8 0.5 0.75 0.9 0.009 0.006 0.012 0.02 0.34 0.111
1,2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2
18
Strip kacang tanah dalam tanaman jagung, sisa tanaman sebagai mulsa
0.05
2
0.015 0.063
3 3
0.006
3
0.105 0.015 0.009 0.145 0.195
3 3 3 3 3
19 20 21 22 23 24 25 26
Padi gogo dan jagung dalam rotasi, diteras gulud Ubi kayu di teras gulud baik Jagung dan kacang tanah dalam rotasi, sisa tanaman sebagai mulsa, diteras gulud Kacang tanah dan kedelai dalam rotasi, diteras gulud Jagung-ubi kayu/kedelai dalam rotasi, diteras bangku Kacang tanah-kacang tanah, diteras bangku Strip crotalaria dalam kacang tanah - ubi kayu Strip crotalaria dalam padi gogo - ubi kayu
Sumber
Sumber : 1. Hammer, W. I. 1980. A Soil Degradation Assesment Methodology. Soil Conservation Consultant Report. INS/78/006, Technical Note No 7. Centre for Soil Research, Bogor. 2. Abdurachman, et. Al., 1984. Pengelolaan Tanah Dan Tanaman Untuk Usaha Konservasi Tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk. No. 3, Pusat Penelitian Tanah. 3. Undang, K dan Suwardjo. 1984. Kepekaan Erosi Beberapa Jenis Tanah di Jawa Barat menurut Metode USLE. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 3. Pusat Penelitian Tanah. Bogor.
118
Lampiran 17. Hasil Prediksi Erosi di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satuan Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Nilai LS 7.79 11.40 17.33 7.04 7.56 12.80 12.80 2.10 2.21 6.75 10.10 2.11 1.99 4.44 4.44 7.29 6.75 11.07 7.70 1.73 11.62 14.57 11.94 11.07 6.69 1.73 2.68 2.11 4.10 11.07 6.75 11.07 10.10 9.04 10.10 10.10 19.30 12.73 5.51 4.10 2.02 2.02 2.02 6.16 1.73 11.62 2.11 7.83
Nilai K 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0769 0.0769 0.0668 0.0668 0.0769 0.0769 0.0668 0.0769 0.0668 0.0769 0.0668 0.0769 0.0668 0.0769 0.0769 0.0668 0.0769 0.0769 0.0769 0.0769 0.0769 0.0769 0.0769 0.0668 0.0668 0.0769 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0668 0.0769 0.0668 0.0668 0.0769 0.0668 0.0769
Nilai R 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75 2450.75
Nilai CP 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.005 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.010 0.224 0.591 0.324 0.581 0.318 0.191 0.170 0.258 0.588 0.424 0.415 0.005 0.394 0.479 0.108 0.558 0.318 0.443 0.403 0.209 0.294 0.005 0.209 0.362 0.440 0.404 0.111 0.542 0.700
Erosi (ton/ha/th) 6.38 9.33 14.19 5.76 6.19 10.48 12.06 3.95 3.62 11.05 19.04 3.98 3.26 8.36 7.27 13.74 11.05 20.86 12.61 72.93 1294.67 772.95 1308.00 663.90 240.92 55.30 129.97 234.26 327.28 752.86 5.52 821.92 792.37 159.79 923.06 526.46 1399.06 839.16 188.59 197.13 1.66 69.33 138.08 443.29 114.16 242.50 187.43 1032.56
119
Lampiran 18. Peta Indeks Bahaya Erosi Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
120
Lampiran 19. Perhitungan Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani Sub DAS Cisadane Hulu (tahap pembuatan) Satuan Lahan
7 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Jumlah Rata-rata
Manfaat Pencegahan Penurunan Produktivitas Lahan 450,505 188,899 4,755,288 1,751,166 4,550,422 2,492,118 782,986 108,797 385,788 867,146 1,130,438 2,659,492 2,797,904 2,772,666 558,857 3,167,120 1,830,751 4,974,620 2,882,515 679,718 623,991 244,488 424,395 1,590,654 382,722 836,123 500,794 3,257,682 47.648.044 1.701.716
Manfaat Pencegahan Kehilangan Unsur Hara
Biaya Pencegahan Erosi
143,320 68,951 1,524,349 1,083,007 1,535,062 771,909 201,034 35,727 135,143 269,918 373,204 1,066,644 956,450 1,113,036 209,608 1,298,522 733,880 1,963,254 273,668 250,941 268,241 89,985 151,224 611,013 140,999 269,015 228,365 1,217,258 16.983.726 606.562
6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 2,700,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 2,700,000 2,700,000 6,360,000 6,360,000 109,860,000 3.923.571
Manfaat Pencegahan Erosi (5,766,175) 257,850 (80,363) (3,525,827) (274,516) (3,095,973) (5,375,980) 144,524 520,931 1,137,063 (1,196,359) (2,633,864) (2,605,647) (2,474,298) (5,591,536) (1,894,358) (3,795,368) 577,874 (3,203,817) (1,769,341) (1,807,768) 334,473 575,619 2,201,667 523,721 (5,254,862) 729,159 (1,885,060) (45.228.331) (1.615.294)
121
Lampiran 20. Perhitungan Nilai Manfaat Ekonomi Lingkungan Pencegahan Erosi untuk Petani Sub DAS Cisadane Hulu (tahap pemeliharaan) Satuan Lahan
7 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Jumlah Rata-rata
Manfaat Pencegahan Penurunan Produktivitas Lahan 450,505 188,899 4,755,288 1,751,166 4,550,422 2,492,118 782,986 108,797 385,788 867,146 1,130,438 2,659,492 2,797,904 2,772,666 558,857 3,167,120 1,830,751 4,974,620 2,882,515 679,718 623,991 244,488 424,395 1,590,654 382,722 836,123 500,794 3,257,682 47.648.044 1.701.716
Manfaat Pencegahan Kehilangan Unsur Hara
Biaya Pencegahan Erosi
143,320 68,951 1,524,349 1,083,007 1,535,062 771,909 201,034 35,727 135,143 269,918 373,204 1,066,644 956,450 1,113,036 209,608 1,298,522 733,880 1,963,254 273,668 250,941 268,241 89,985 151,224 611,013 140,999 269,015 228,365 1,217,258 16.983.726 606.562
1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 540.000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 1,272,000 540,000 540,000 1,272,000 1,272,000 24,132,000 861,857
Manfaat Pencegahan Erosi (678,175) 257,850 5,007,637 1,562,173 4,813,484 1,992,027 (287,980) 144,524 520,931 1,137,063 (1,196,359) 2,454,136 2,482,353 2,613,702 (503,536) 3,193,642 1,292,632 5,665,874 1,884,183 390,659 352,232 334,473 575,619 2,201,667 523,721 (166,862) 729,159 3,202,940 40,499,769 1,446,420
122
Lampiran 21. Nilai Biaya Pencegahan Erosi di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/tahun/ha) Satuan Lahan
7 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 Jumlah Rata-rata
Metode Konservasi Tanah dan Air a+tb pk+sr,a a+tb a+tb a+tb+st a+tb,hp,a a+tb pk pk pk+st tg a+tb a+tb+st a+tb a+tb a+tb a+tb,hp a+tb,hp a+tb,hp a+tg,a a+tg,a hp pk+sr,hp,a pk+st,a sr+st pk+st,a a+tb pk+sr a+tb
Biaya Pencegahan Erosi 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 2,700,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 6,360,000 2,700,000 2,700,000 6,360,000 6,360,000 109,860,000 3.923.571
Keterangan
Teras Bangku memerlukan 530 HOK/ha/tahun Teras gulud memerlukan 225 HOK/ha/tahun
123
Lampiran 22. Nilai Manfaat Pencegahan Penurunan Produktivitas Lahan di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/tahun/ha) Satuan
Erosi
Erosi
Pencegahan
Lahan
Alternatif
Aktual
Penurunan erosi
7 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
ton/ha/th 16.12 25.74 13.28 24.97 21.43 20.30 16.16 25.21 24.23 9.80 18.34 13.70 25.03 24.99 16.67 24.68 23.61 37.77 24.53 19.21 14.22 2.45 9.72 15.83 24.28 22.38
ton/ha/th 186.83 126.32 1585.64 1093.12 1849.79 977.23 373.23 55.30 194.96 331.29 462.85 1150.01 1255.51 1227.54 195.71 1305.40 848.88 1769.68 1300.02 266.71 278.79 2.45 102.41 203.96 626.91 161.44
ton/ha/th 170.70 100.58 1572.36 1068.16 1828.36 956.94 357.07 30.09 170.73 321.49 444.51 1136.31 1230.47 1202.55 179.04 1280.72 825.28 1731.91 1275.50 247.50 264.56 0.00 92.70 188.13 602.63 139.07
cm 1.71 1.01 15.72 10.68 18.28 9.57 3.57 0.30 1.71 3.21 4.45 11.36 12.30 12.03 1.79 12.81 8.25 17.32 12.75 2.48 2.65 0.00 0.93 1.88 6.03 1.39
Pencegahan Penurunan Produktivitas Kacang Tanah % 1.91 1.13 16.95 11.68 19.57 10.50 3.98 0.34 1.91 3.59 4.95 12.40 13.39 13.10 2.01 13.92 9.09 18.59 13.87 2.77 2.96 0.00 1.04 2.11 6.68 1.56
Rp 75,352 29,656
770,440 104,541 26,666 326,572
651,100 1,160,261 687,773 913,582
166,006 262,868
Jagung Rp 273,833 125,734 3,233,969 1,857,072 3,733,098 1,668,902 126,636 37,686 684,780 707,710 1,971,780 1,405,485 2,082,840 382,844 2,213,338 1,300,133 4,136,938 4,409,281 440,210 376,270 165,574 201,092 849,134 248,081
Singkong Rp 23,132
Kacang Panjang Rp 287,054 148,280 2,542,588
597,892
81,542
50,633
93,018
60,571
21,581
1,834,381 1,968,169 896,067 44,444 251,209 538,383 834,616 1,395,215 1,657,516 1,473,800 300,997 1,305,117 1,533,272 2,090,902 519,148 443,743 195,264 237,152 1,126,575 292,567
Jumlah Rp 636,239 326,802 5,776,557 2,454,964 6,337,919 3,637,071 1,208,786 108,797 577,781 1,223,162 1,592,959 4,018,096 4,223,262 4,244,413 683,841 4,432,037 2,926,423 6,227,840 4,409,281 959,358 880,584 360,838 625,831 2,238,577 540,649
124
Satuan
Erosi
Erosi
Pencegahan
Lahan
Alternatif
Aktual
Penurunan erosi
Pencegahan Penurunan Produktivitas Kacang Tanah
Jagung
Singkong
Kacang Panjang
Jumlah
Rp Rp Rp Rp ton/ha/th ton/ha/th ton/ha/th cm % Rp 46 19.52 297.01 277.49 2.77 3.10 162,840 394,512 465,256 1,022,608 47 39.84 265.07 225.23 2.25 2.52 198,547 280,595 38,717 189,092 706,951 48 15.35 2149.45 2134.10 21.34 22.64 2,971,292 3,599,281 6,570,573 Keterangan : 1. Produktivitas lahan untuk jagung : 24.460 kg/ha, kacang tanah : 5.250 kg/ha, kacang panjang : 18.750 kg/ha dan singkong : 40.950 kg/ha 2. Harga jagung : Rp. 1.300,00/kg, kacang tanah : Rp. 5.000,00/kg, kacang panjang : Rp 2.000,00/kg dan singkong Rp 250,00/kg 3. Prosentase penurunan produktivitas lahan didekati dengan persamaan : y = 1.1263x-0.0030695x2 dimana y = penurunan produktivitas (%), x = tebal tanah yang tererosi (cm)
125
Lampiran 23. Nilai Manfaat Pencegahan Kehilangan Unsur Hara di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/tahun/ha) Satuan Lahan 7 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Kandungan Unsur Hara Tanah N % 0.13 0.13 0.13 0.14 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.14 0.13 0.14 0.14 0.14 0.14 0.14 0.13 0.14 0.14 0.14 0.14 0.13 0.14 0.14
P % 0.0298 0.0298 0.0298 0.0453 0.0298 0.0298 0.0298 0.0298 0.0298 0.0298 0.0298 0.0453 0.0298 0.0453 0.0453 0.0453 0.0453 0.0453 0.0298 0.0453 0.0453 0.0453 0.0453 0.0298 0.0453 0.0453
Erosi
Erosi
Penurunan
Alternatif ton/ha/thn 16.12 25.74 13.28 24.97 21.43 20.30 16.16 25.21 24.23 9.80 18.34 13.70 25.03 24.99 16.67 24.68 23.61 37.77 24.53 19.21 14.22 2.45 9.72 15.83 24.28 22.38
Aktual ton/ha/thn 186.83 126.32 1585.64 1093.12 1849.79 977.23 373.23 55.30 194.96 331.29 462.85 1150.01 1255.51 1227.54 195.71 1305.40 848.88 1769.68 1300.02 266.71 278.79 2.45 102.41 203.96 626.91 161.44
Erosi ton/ha/thn 170.70 100.58 1572.36 1068.16 1828.36 956.94 357.07 30.09 170.73 321.49 444.51 1136.31 1230.47 1202.55 179.04 1280.72 825.28 1731.91 1275.50 247.50 264.56 0.00 92.70 188.13 602.63 139.07
Pencegahan Kehilangan Unsur Hara N P kg/ha/thn kg/ha/thn 213 49 123 28 2,054 471 1,499 485 2,347 538 1,216 279 427 10 6 1 222 51 388 89 542 124 1,587 513 1,574 361 1,686 546 251 81 1,798 582 1,155 374 2,444 791 427 98 352 114 370 120 130 42 217 50 844 273 195 63
Pencegahan Kehilangan Pupuk Urea kg/ha/thn 98 56 945 690 1,080 560 196 3 102 179 249 730 724 776 116 827 531 1,124 196 162 170 60 100 388 90
TSP kg/ha/thn 23 13 221 228 253 131 5 1 24 42 58 241 170 256 38 273 176 372 46 54 56 20 23 128 30
Urea Rp/ha/thn 137,271 79,008 1,323,004 965,666 1,511,328 783,307 274,718 4,085 142,934 250,001 349,114 1,021,876 1,013,761 1,085,953 161,746 1,157,964 743,711 1,573,922 274,718 226,665 238,530 83,465 139,623 543,480 125,381
TSP Rp/ha/thn 57,412 33,044 553,332 570,097 632,097 327,610 11,490 1,709 59,781 104,560 146,013 603,282 423,995 641,111 95,489 683,624 439,062 929,192 114,898 133,816 140,820 49,275 58,396 320,852 74,021
Jumlah Rp/ha/thn 194,683 112,052 1,876,336 1,535,763 2,143,425 1,110,917 286,207 5,794 202,715 354,561 495,127 1,625,157 1,437,755 1,727,064 257,235 1,841,587 1,182,773 2,503,114 389,615 360,481 379,350 132,741 198,019 864,332 199,403
126
Satuan Lahan
Kandungan Unsur Hara Tanah N %
P %
Erosi
Erosi
Penurunan
Alternatif ton/ha/thn
Aktual ton/ha/thn
Erosi ton/ha/thn
46 0.13 0.0298 19.52 297.01 47 0.14 0.0453 39.84 265.07 48 0.13 0.0298 15.35 2149.45 Keterangan : Kandungan N dalam urea : 46% , P dalam TSP : 47%
277.49 225.23 2134.10
Pencegahan Kehilangan Unsur Hara N P kg/ha/thn kg/ha/thn 337 352 2,738
77 114 628
Pencegahan Kehilangan Pupuk Urea kg/ha/thn
TSP kg/ha/thn
Urea Rp/ha/thn
TSP Rp/ha/thn
155 162 1,260
36 54 295
217,206 226,634 1,763,533
90,844 133,797 737,579
Jumlah Rp/ha/thn 308,050 360,431 2,501,112
127
Lampiran 24. Evaluasi Kelayakan Ekonomi Upaya Pencegahan Erosi dengan Pembuatan Teras di lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Tahun ke 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Discount Faktor (10%) 1.000 0.909 0.826 0.751 0.683 0.621 0.564 0.513 0.467 0.424 0.386 0.350 0.319 0.290 0.263 0.239 0.218 0.198 0.180 0.164 0.149
Biaya
Keuntungan
NPV
3,923,571 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857 861,857
(1,615,294) 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420 1,446,420
(3,923,571) (6,175,526) (5,692,417) (5,253,226) (4,853,961) (4,490,994) (4,161,023) (3,861,050) (3,588,347) (3,340,435) (3,115,061) (2,910,175) (2,723,915) (2,554,588) (2,400,654) (2,260,715) (2,133,497) (2,017,844) (1,912,705) (1,817,125) (1,730,233)
IRR
BCR
-20.42% -13.40% -8.40% -4.72% -1.95% 0.19% 1.86% 3.20% 4.28% 5.16% 5.89% 6.49% 7.00% 7.43% 7.79% 8.10%
0.00 -0.31 -0.05 0.13 0.27 0.38 0.46 0.52 0.58 0.62 0.66 0.69 0.72 0.75 0.77 0.78 0.80 0.81 0.83 0.84 0.85
128
Lampiran 25. Perhitungan Nilai Erosi yang masih dapat ditoleransikan (ETol) di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu Satuan Lahan
D (mm)
NFK
De
D min (mm)
LPT (mm/th)
MPT (th)
BI
ETol (ton/ha/th)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
1000 1000 1000 1000 1000 1000 600 600 1000 1000 600 600 1000 600 1000 600 1000 600 1000 600 600 1000 600 600 600 600 600 600 600 1000 1000 600 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 600 1000 1000 600 1000 600
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1000 1000 1000 1000 1000 1000 600 600 1000 1000 600 600 1000 600 1000 600 1000 600 1000 600 600 1000 600 600 600 600 600 600 600 1000 1000 600 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 600 1000 1000 600 1000 600
500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 250 250 250 250 250 250 250 250 500 500 500 150 150 150 150 150 150 150 240 500 150 150 150 150 150 150 150 150 150 500 150 150 150 150 150 150 240
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
30 30 30 30 30 30 14 14 30 30 14 24 40 24 40 24 40 24 40 14 14 30 28 28 28 28 28 28 28 40 30 28 44 44 44 44 44 44 44 44 30 44 28 44 44 28 44 24
129
Lampiran 26. Contoh Perhitungan Usaha Tani di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (0,2 ha/tahun) a. Pola Tanam Aktual Jagung Biasa (P12 atau P16) Jarak Tanam 40 x 70 cm Ternak domba 4 ekor NO
KEGIATAN
VOLUME
1 I A. 1
2
3
a b c d e
2 a b
c d
B. a b C.
II. A .1 a b c d e
Lahan Kering Biaya Upah Pengolahan lahan 5 hari, 1 org Penanaman 1 hari, 2 org Pemupukan 1 hari, 2 org Penyiangan 2 hari, 2 org perempuan Pemanenan - baby corn, - jagung Sarana produksi Bibit tanaman Pupuk - kandang - urea - TSP Pembasmi hama - Furadan Peralatan usaha tani - cangkul, parang, sprayer) Jumlah A Pendapatan Kotor baby corn jagung Jumlah B Pendapatan Bersih Jagung B-A Ternak Domba Biaya Upah memberi makan membersihkan kandang memandikan/mengobati mengambil rumput mengawinkan
HARGA SATUAN (Rp) 4
JUMLAH (Rp) 5
15
HOK
12,000
180,000
6
HOK
12,000
72,000
6
HOK
12,000
72,000
12
HOK
8,000
96,000
8100 1800 6300
Kg Kg Kg
50 50 50
405,000
9
Kg
20,000
karung kg kg
5,000 1,400 2,500
180,000 270,000 75,600 22,500
kg
16,000
32,000
30,000
90,000 1,495,100
500 500
900,000 3,150,000 4,050,000
54 54 9 2 3
1800 6300
kg kg
2,554,900
2 16 20 53 1
HOK HOK HOK HOK HOK
12,000 12,000 12,000 12,000 12,000
24,000 192,000 240,000 636,000 12,000
130
NO f 2 a b B 1 2 3
1
HOK
HARGA SATUAN (Rp) 12,000
4 1
ekor buah
400,000 100,000
1,600,000 100,000 2,816,000
4 1670.4
ekor kg HOK
800,000 100 12,000
3,200,000 167,040 3,367,040 551,040 3,105,940
KEGIATAN menjual Sarana produksi bibit domba, umur 6 bulan Pemeliharaan kandang Jumlah A Pendapatan Kotor domba Kotoran domba, 417,6 kg/th/ekor Buruh domba Jumlah B Pendapatan Bersih Ternak Total Pendapatan Usaha Tani
VOLUME
JUMLAH (Rp) 12,000
a. Pola Tanam Agroteknologi Alternatif Tanaman semusim : tumpangsari jagung manis dan kacang panjang Pohon : durian dan pala Tumbuhan Bawah : kumis kucing Metode KTA Sipil : teras bangku Tahun 1 NO
KEGIATAN
VOLUME
1 I
2
3
Lahan Kering BIAYA Upah 1 Pembuatan teras bangku 10,6 hari, 10 orang 2 Pembuatan lubang tanam 80 lubang, 20 lubang/OH 2 hari, 2 org 3 Pengolahan lahan 9 hari, 3 org 4 Penanaman 6 hari, 2 org 5 Pemupukan 6 hari, 2 org 6 Penyiangan 6 hari, 4 org perempuan 7 Pemanenan - baby corn, - jagung - kacang panjang 8 Pemasangan turus 3 hari, 2 org A.2 Sarana produksi 1 Bibit tanaman - jagung
HARGA SATUAN (Rp) 4
JUMLAH (Rp) 5
A. A.1
106 HOK
12,000
1,272,000
4 HOK
12,000
48,000
27 HOK
12,000
324,000
12 HOK
12,000
144,000
12 HOK
12,000
144,000
24 HOK
8,000
192,000
1008 Kg 2880 Kg 60 HOK 6 HOK
50 50 12,000 12,000
50,400 144,000 720,000 72,000
130,000
436,800
3.36 Kg
131
NO
1
B.
E F
KEGIATAN
2 - kacang panjang - bibit Pala/Durian - rumput 2 Pupuk - kandang - urea - TSP - KCL 3 Pembasmi hama - Furadan 4 Peralatan usaha tani - cangkul, parang, sprayer) 5 Turus BIAYA
VOLUME
3 6.6 kg 80 batang 400 rumpun 80 karung 288 kg 72 kg 72 kg
5,000 1,400 2,500 2,000
JUMLAH (Rp) 5 198,000 800,000 200,000 400,000 403,200 180,000
3 kg
16,000
48,000
3 4400 btg
30,000 100
90,000 440,000 6,306.,400
700 1,300 2,000
705,600 3,744,000 4,800,000 9,249,600 2,943,200
2 HOK 16 HOK 20 HOK 53 HOK 1 HOK 1 HOK
12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000
24,000 192,000 240,000 636,000 12,000 12,000
10 ekor 1 buah
400,000 500,000
4,000,000 500,000 5,616,000
10 ekor 4176 kg
800,000 100
8,000,000 417,600 8,417,600 2,801,600 5,744,800
PENDAPATAN KOTOR 1 baby corn 1008 kg 2 jagung 2880 kg 3 kacang panjang 2400 kg PENDAPATAN KOTOR PENDAPATAN BERSIH LAHAN KERING
TERNAK DOMBA BIAYA Upah 1 memberi makan 2 membersihkan kandang 3 memandikan/mengobati 4 mengambil rumput 5 mengawinkan 6 menjual A.2 Sarana produksi 1 bibit domba, umur 6 bulan 2 Kandang BIAYA B PENDAPATAN KOTOR 1 domba 2 Kotoran domba, 417,6 kg/th/ekor PENDAPATAN KOTOR PENDAPATAN BERSIH TERNAK Total Pendapatan Usaha Tani
HARGA SATUAN (Rp) 4 30,000 10,000 500
II. A A.1
Tahun ke 2 - 4 I A. A.1 1 3
Lahan Kering BIAYA Upah Pemeliharaan teras bangku 6 hari, 2 orang Pengolahan lahan 9 hari, 3 org
12
HOK
12,000
144,000
27
HOK
12,000
324,000
132
NO
1 4 5 6 7
8 A.2 1
2
3 4 5
B. 1 2 3 E F II. A A.1 1 2 3 4 5 6 A.2
KEGIATAN
2 Penanaman 6 hari, 2 org Pemupukan 6 hari, 2 org Penyiangan 6 hari, 4 org perempuan Pemanenan - baby corn, - jagung - kacang panjang Pemasangan turus 3 hari, 2 org Sarana produksi Bibit tanaman - jagung - kacang panjang - bibit Pala/Durian/Pete/Alpokat - rumput Pupuk - kandang - urea - TSP - KCL Pembasmi hama - Furadan Peralatan usaha tani - cangkul, parang, sprayer) Turus BIAYA PENDAPATAN KOTOR baby corn jagung kacang panjang PENDAPATAN KOTOR PENDAPATAN BERSIH LAHAN KERING TERNAK DOMBA BIAYA Upah memberi makan membersihkan kandang memandikan/mengobati mengambil rumput mengawinkan menjual Sarana produksi
VOLUME
12
3 HOK
HARGA SATUAN (Rp) 4 12,000
12
HOK
12,000
144,000
24
HOK
8,000
192,000
1008 2880 60 6
Kg Kg HOK HOK
50 50 12,000 12,000
50,400 144,000 720,000 72,000
3.36 6.6 0 400
Kg kg batang rumpun
130,000 30,000 5,000 500
80 288 72 72
karung kg kg kg
436,800 198,000 200,000 400,000 403,200 180,000
5,000 1,400 2,500 2,000
JUMLAH (Rp) 5 144,000
3
kg
16,000
48,000
3 4400
btg
30,000 100
90,000 440,000 4,330,400
1008 2880 2400
kg kg kg
700 1,300 2,000
705,600 3,744,000 4,800,000 9,249,600 4,919,200
2 16 20 53 1 1
HOK HOK HOK HOK HOK HOK
12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000
24,000 192,000 240,000 636,000 12,000 12,000
133
NO
1 1 2 B 1 2
KEGIATAN
2 bibit domba, umur 6 bulan Pemeliharaan kandang BIAYA PENDAPATAN KOTOR domba Kotoran domba, 417,6 kg/th/ekor PENDAPATAN KOTOR PENDAPATAN BERSIH TERNAK Total Pendapatan Usaha Tani
VOLUME
10 1
3 ekor buah
HARGA SATUAN (Rp) 4 400,000 100,000
10 4176
ekor kg
800,000 100
JUMLAH (Rp) 5 4,000,000 100,000 5,216,000 8,000,000 417,600 8,417,600 3,201,600 8,120,800
Keterangan : Pendapatan bersih tahun ke 5 (Rp. 3.431.600,00), tahun ke 6 (Rp. 4.631.600,00), tahun ke 7 (Rp. 8.861.600,00), tahun ke 8 (Rp. 10.061.600,00), tahun ke 9 (Rp. 10.061.600,00) Tahun ke 5 -6 adalah pergantian tanaman semusim dengan tumbuhan bawah. Tahun ke 7 mulai panen tanaman buah dan berulang setiap 3 tahun untuk peremajaan tumbuhan bawah.
134
Lampiran 27. Rata-rata Pendapatan Masyarakat dari Usaha Sawah di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (0,3 ha/tahun) NO
KEGIATAN
VOLUME
1 A. 1
2
3
a
b c d e f h i 2 a b
c d
Biaya Upah Pengolahan lahan cangkul pembukaan, 5 hari 3 org penghalusan, 2 hari 3 org perataan, 1 hari 1 org Penanaman 1 hari, 5 org perempuan Penyiangan I 1 hari, 3 org perempuan Pemupukan 1 hari, 2 org Penyiangan II 1 hari, 3 org perempuan Penyemprotan hama 1 hari, 2 org Babad guludan 1 hari, 2 org Pemanenan Sarana produksi Bibit tanaman Pupuk - kandang - urea - TSP Pembasmi hama - Furadan Peralatan usaha tani - cangkul, parang, sprayer) JUMLAH A
B. a
Pendapatan Kotor Beras
C.
JUMLAH B Pendapatan Bersih B-A
HARGA SATUAN (Rp) 4
JUMLAH (Rp) 5
72.5
HOK
12,000
870,000
17.5
HOK
8,000
140,000
10
HOK
8,000
80,000
5
HOK
12,000
60,000
7.5
HOK
8,000
60,000
5
HOK
12,000
60,000
5
HOK
12,000
60,000
5250
Kg
150
787,500
37.5
Kg
5,000
75 100 17.5
karung kg kg
5,000 1,400 2,500
187,500 375,000 140,000 43,750
16,000
40,000
30,000
75,000 2,978,750
4,000
10,000,000
2.5
kg
2.5
2500
kg
10,000,000 7,021,250
135
Lampiran 28. Rata-rata Pendapatan Masyarakat dari Usaha Ternak Domba di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (4 ekor/tahun) NO
KEGIATAN
VOLUME
1
2
3
A A.1 1 2 3 4 5 6 A.2 1 2 B 1 2
A A.1
TAHUN 1 BIAYA Upah memberi makan membersihkan kandang memandikan/mengobati mengambil rumput mengawinkan menjual Sarana produksi bibit domba, umur 6 bulan Pembuatan kandang BIAYA PENDAPATAN KOTOR domba Kotoran domba, 417,6 kg/th/ekor PENDAPATAN KOTOR PENDAPATAN BERSIH TAHUN1
A.2 1 2 B 1 2
JUMLAH (Rp) 5
2 16 20 53 1 1
HOK HOK HOK HOK HOK HOK
12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000
24,000 192,000 240,000 636,000 12,000 12,000
4 1
ekor buah
400,000 500,000
1,600,000 500,000 3,216,000
4 1670.4
ekor kg
800,000 100
3,200,000 167,040 3,367,040 151,040
2 16
HOK HOK
12,000 12,000
24,000 192,000
memandikan/mengobati 20 mengambil rumput 53 mengawinkan 1 menjual 1 Sarana produksi bibit domba, umur 6 bulan 4 Pemeliharaan kandang 1 BIAYA PENDAPATAN KOTOR domba 4 Kotoran domba, 417,6 kg/th/ekor 1670.4 PENDAPATAN KOTOR PENDAPATAN BERSIH TERNAK TAHUN 2
HOK HOK HOK HOK
12,000 12,000 12,000 12,000
240,000 636,000 12,000 12,000
ekor buah
400,000 100,000
1,600,000 100,000 2,816,000
ekor kg
800,000 100
3,200,000 167,040 3,367,040 551,040
TAHUN 2 BIAYA Upah 1 memberi makan 2 membersihkan kandang 3 4 5 6
HARGA SATUAN (Rp) 4
136
Lampiran 29. Rata-rata Pendapatan Masyarakat dari Usaha Lain-lain di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (Rp/KK/tahun) KPT A1 A2 B C D E F G H I J M Jumlah Rata-rata
Pendapatan diluar sektor pertanian 360,000 300,000 672,000 5,400,000 936,000 5,250,000 536,000 7,250,000 420,000 1,416,000 22,540,000 1,878,300
Rata-rata upah tenaga kerja keluarga petani ternak sawah 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 1,116,000 13,392,000 1,116,000
1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 1,044,000 12,528,000 1,044,000
Jumlah 2,520,000 2,460,000 2,832,000 7,560,000 2,160,000 3,096,000 7,410,000 2,696,000 9,410,000 2,580,000 2,160,000 3,576,000 48,460,000 4,038,300
Keterangan : KPT : Kode Pola Tanam, Asumsi tenaga kerja petani adalah 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, ternak 4 ekor domba dan sawah seluas 0.3 ha.
137
Lampiran 30. Pola Tanam Alternatif Berdasarkan Tingkat Produktivitas Lahan (0.2 ha/tahun) No
Pola Tanam dan Jenis Tanaman
1
Jagung Biasa
2
Jagung + kacang panjang a. Jagung Kacang panjang b. Jagung Kacang panjang
3
Jarak tanam (cm)
Biaya (Rp)
Pendapatan Kotor (Rp)
Pendapatan Bersih (Rp)
40x50 40x70 80x85
1.698.500 1.495.100 1.072.400
4.500.000 4.050.000 2.970.000
2.802.000* 2.554.900 1.897.600
80x80 40x80 80x80 80x80
3.352.000
9.360.000
6.008.000*
2.918.200
6.510.000
3.591.000
2.641.000
7.990.000
5.349.000
2.112.000
6.720.000
4.608.000
5.148.500
11.562.000
6.413.500
Jagung+kacang panjang – kacang tanah Jagung Kacang panjang Kacang tanah
80x80 80x40 30x30
4
Jagung Manis
85x100
5
Jagung Manis + kacang panjang Jagung Kacang panjang
85x100 85x40
6
Kacang panjang
50x100 40x85
2.380.000 3.267.000
6.000.000 7.200.000
3.620.000 3.933.000*
7
Kacang tanah
30x30 40x40
1.386.000 1.424.250
5.250.000 5.062.500
3.864.000* 3.638.250
8
Singkong
120x85 100x100 100x80 80x80
649.500 717.000 750.750 808.500
1.470.000 1.800.000 1.875.000 2.047.500
820.500 1.083.000 1.124.250 1.239.000*
9.
Singkong + jagung a) Singkong Jagung b) Singkong Jagung manis
80x80 80x80 80x80 80x80
1.905.000
4.260.000
2.355.000
2.829.000
5.650.000
2.821.000*
138
Lampiran 30 (lanjutan) No
10.
11.
Pola Tanam dan Jenis Tanaman Singkong-kacang tanah Singkong Kacang tanah
Jarak tanam (cm)
100x80 30x30
Biaya
Pendapatan Kotor (Rp)
Pendapatan Bersih (Rp)
962.500
3.000.000
2.037.500
1.696.500
3.120.000
1.423.500
(Rp)
Singkong+kacang panjang Singkong Kacang panjang
120x85 45x85
12.
Cabe
50x50
3.460.750
9.375.000
5.914.250
13.
Kacang tanah-cabe Cabe Kacang tanah
50x50 30x30
3.755.000
9.250.000
5.495.000
Pepaya+jagung Pepaya Jagung
300x500 100x80
3.370.000
4.837.500
1.467.500
14.
Keterangan : *) dipilih sebagai pola alternatif
139
Lampiran 31. Evaluasi Kelayakan Ekonomi Agroteknologi Agroforestry di Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu (0,2 ha) Tahun ke
Discount Faktor (10%)
Biaya
Keuntungan
NPV
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1.000 0.909 0.826 0.751 0.683 0.621 0.564 0.513 0.467 0.424 0.386 0.350 0.319 0.290 0.263 0.239 0.218 0.198 0.180 0.164 0.149
6,306,400 4,330,400 4,330,400 4,330,400 3,226,000 2,026,000 2,004,000 3,204,000 2,004,000 2,004,000 3,204,000 2,004,000 2,004,000 3,204,000 2,004,000 2,004,000 3,204,000 2,004,000 2,004,000 3,204,000 2,004,000
2,943,200 4,919,200 4,919,200 4,919,200 230,000 1,430,000 5,660,000 6,860,000 6,860,000 5,660,000 6,860,000 6,860,000 5,660,000 6,860,000 6,860,000 5,660,000 6,860,000 6,860,000 5,660,000 6,860,000
(6,306,400) (7,567,491) (7,080,879) (6,638,505) (5,482,027) (6,597,201) (6,921,210) (5,660,893) (3,395,533) (1,336,115) (389,221) 1,312,777 2,860,049 3,571,464 4,850,201 6,012,689 6,547,186 7,507,920 8,381,314 8,782,889 9,504,703
IRR
BCR
-33.16% -19.06% -18.49% -14.89% -5.89% 0.00% 3.70% 5.86% 7.79% 9.23% 10.15% 11.03% 11.73% 12.19% 12.64% 13.01% 13.27% 13.52%
0.00 0.26 0.49 0.61 0.72 0.68 0.68 0.76 0.86 0.95 0.99 1.05 1.10 1.12 1.17 1.20 1.22 1.24 1.27 1.28 1.30
Keterangan : suku bunga 10%, tanaman buah-buahan produktif sampai umur 20 tahun
140
Lampiran 32. Peta Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif Lokasi Pengamatan Intensif Sub DAS Cisadane Hulu
141
Lampiran 33. Peta Pola Tanam dan Agroteknologi Alternatif Sub DAS Cisadane Hulu