Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Pengukuran Kualitas Air Hulu Daerah Aliran Sungai Kali Brantas Berdasarkan Keragaman Taksa Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera Prigi Arisandi Program Studi Magister Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga
[email protected]
ABSTRACT Brantas Watershed is facing degradation of river’s carrying capacity due to conversion of water catchment area into agriculture and built area. The degradation of river’s carrying capacity will impacted on the structure and roles of biological communities, including water insects. To indicate healthy river ecosystem of upper Brantas River, the researcher used EPT Taxa Richness and EPT Percentage. Water insects in the group of Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera is very sensitive to water quality deterioration caused by water pollution. The results and data analysis shows that % EPT in 4 tributary streams of upper Brantas River is high that always more than 50% of total macroinvertebrate animals in samples. The highest %EPT was found in Sungai Leso (81,21%) and the lowest was found in Sungai Bladak (51,97%). The Family Biotic Index (FBI) Score range is 3,57 – 4,17 that indicates water quality belongs to catagoty unpolluted water to slightly polluted water. The FBI Score in Sungai Konto is 3,58 – 4,24 that indicates water quality is unpolluted to slightly polluted, while FBI Score in Sungai Krecek is 3,96 – 4,66 that indicate water quality in Sungai Krecek is slightly polluted to somewhat polluted. The FBI Score in Sungai Bladak is 4,07- 5,04 that indicate water quality in Sungai Bladak is slightly polluted to fair pollution. Key words : water quality, upper Brantas River, Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera
Pengantar Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas memiliki Daerah Pengaliran Sungai (DPS) seluas 12.000 km2 atau 25% dari luas Propinsi Jawa Timur. Panjang Kali Brantas secara keseluruhan mencapai 320 km, mengalir mengelilingi Gunung Kelud yang merupakan gunung berapi yang masih aktif dengan jumlah curah hujan rata-rata mencapai 2.000 mm/tahun dimana 85% dari jumlah tersebut jatuh pada musim hujan. DAS Brantas memiliki potensi air permukaan pertahun rata-rata 12 milyar m3 dengan potensi air yang termanfaatkan baru sebesar 2,6 - 3,0 milyar m3 (Jasa Tirta, 2000). Kerusakan pada daerah hulu sungai (catchment area) semakin pesat beberapa dekade terakhir, akibat dari perkembangan industri dan penduduk telah memberi dampak kerusakan pada lingkungan termasuk lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Telah terjadi pengurangan jumlah luas hutan di Hulu Brantas dari 5,21% pada tahun 2000 berkurang menjadi 2,75% pada tahun 2008, sebaliknya alih fungsi lahan menjadi pemukiman meningkat dari 17,08% pada tahun 2000 meningkat menjadi 29,55% pada tahun 2008. Kerusakan daerah hulu akan menimbulkan turunnya daya dukung lingkungan. Degradasi dan penurunan kualitas daya dukung lingkungan ini dapat mengubah stuktur dan fungsi dari komunitas yang ada, dan perubahan yang terjadi bergantung pada kemampuan toleransi masing–masing spesies penyusunnya. Tiap spesies organisme mempunyai ambang toleransi terhadap pencemaran yang berbeda dan akan berakibat pada kemampuan spesies untuk melakukan kompetisi pada suatu lingkungan (Odum, 1993). Metode pemantauan kualitas suatu
C - 298
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 perairan dapat menggunakan berbagai indikator, yaitu : indikator fisik, kimia dan biologis. Masing-masing indikator ini dapat memberikan berbagai informasi dan interpretasi terhadap kualitas air (Sudaryanti, 1997). Dalam memantau kualitas air sungai secara biologis, idealnya digunakan seluruh komunitas (full community) yang melibatkan semua taksa yang ada pada tingkat tropik (trophic level) yang berbeda-beda. Namun hal ini sulit dilakukan dan dalam praktek umumnya digunakan kelompok tunggal (single group) (Hellawel, 1977 dalam Hawkwes, 1979). NABS (2000) mengemukakan beberapa alasan penggunaan makroinvertebrata dalam biomonitong adalah: a. mudah dijumpai di mana saja, b. terdiri dari berbagai spesies, sehingga banyaknya jumlah spesies menghasilkan kisaran respon yang berbeda c. menempel pada substrat, sehingga tidak berpindah-pindah dan memungkinkan penentuan luasan ruang pergerakannya. Benthos digunakan untuk menyatakan seluruh hewan perairan yang hidup di atas
permukaan dan di dalam substrat dasar perairan. Benthos mencakup organisme yang hidup di air mengalir maupun di air tergenang, serta organisme air asin maupun air tawar. Mackie (1998) menyatakan variasi musiman dan spatial dalam keanekaragaman jenis zoobenthos cenderung memenuhi Thienemann's Principles yaitu : a. Semakin tinggi keanekaragaman kondisi lingkungan di suatu daerah, semakin besar jumlah jenis yang menyusun komunitas zoobenthos b. Semakin jauh penyimpangan kondisi lingkungan dari kondisi alaminya yaitu kondisi normal optimal bagi kebanyakan species, maka semakin kecil jumlah jenis yang ada dan semakin besar jumlah individu dari tiap species yang dapat bertahan c. Semakin lama suatu daerah berada pada kondisi lingkungan yang tidak berubah, semakin kaya komunitas biotiknya dan semakin stabil ekosistemnya.
Tabel 1. Proporsi Luasan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2000-2005-2007-2008 Di DAS Brantas – Propinsi Jawa Timur Tutupan Lahan
Tahun 2000 (Ha) (%) 80.938 5,21 273.484 17,16
Tahun 2005 (Ha) (%) 51.529 3,32 311.870 20,08
Tahun 2007 (Ha) (%) 42.759 2,76 115.501 7,44
Tahun 2008 (Ha) (%) 42.683 2,75 114.687 7,38
265.301 0 193 608.915 61.677 19.216
370.896 49.483 5 626.189 25.533 14.747
451.035 167.021 1 669.292 18.213 13.351
29,04 10,75 0,00 43,09 1,17 0,87
458.961 167.606 1 661.638 18.051 13.571
29,55 10,79 0,00 42,60 1,16 0,87
23.513 1,51 17.647 1,14 9.415 208.445 13,42 73.516 4,73 53.930 11.438 0,74 11.704 0,75 12.315 1.553.11 100,0 1.553.11 100,0 1.553.11 9 0 9 0 9 Sumber : Hasil Analisis Program “Menuju Indonesia Hijau” - KNLH
0,61 3,47 0,79 100,0 0
8.947 54.658 12.315 1.553.11 9
0,58 3,52 0,79 100,0 0
Hutan Kebun campuran Pemukiman Perkebunan Rawa Sawah Semak/Belukar Tambak/Empan g Tanah terbuka Tegalan/Ladang Tubuh Air Total
17,08 0,00 0,01 39,21 3,97 1,24
23,88 3,19 0,00 40,32 1,64 0,95
C - 299
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Tujuan utama dari studi ini adalah melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati makroinvertebrata yang berada di daerah hulu DAS Kali Brantas dan tujuan lainnya adalah untuk mengetahui kondisi tingkat pencemaran di daerah hulu DAS Kali Brantas dengan menggunakan indikator makroinvertebrata. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel penelitian di 4 sungai daerah hulu sumber air DAS Brantas, yaitu daerah hulu gunung Kawi, Kelud, Welirang dan pegunungan Wonosalam. Bahan dan Cara Kerja 1. Bahan Kerja Untuk melakukan inventarisasi makroinvertebrata digunakan alat-alat meliputi botol kolektor, jarum sonde, Hand Net dan Kick Net dengan mesh ukuran 500 µm, ponar grab, lensa mikro, lup, mikroskop binokuler, cawan petri, pinset, pipet, plot kuadrat ukuran 1m x 1 m, saringan benthos dengan mesh ukuran 0,5 mm, dan wadah-wadah plastik, Sampel makroinvertebrata dikoleksi dari daerah sungai sumber air DAS Brantas. 2. Cara Kerja Pada tiap-tiap sungai ditentukan daerah penelitan dengan radius 1 km dari sumber air, selanjutnya ditentukan 5 titik pengambilan sampel dengan ukuran masing-masing 1m x 1m, yang ditempatkan pada reparian atau kedua sisi sungai, dengan menggunakan Hand Net dan Kick Net dengan mesh ukuran 500 µm. Untuk daerah sungai yang tidak dapat dilakukan pengambilan dengan hand net, sampel diambil dengan menggunakan Ponar grab. Selanjutnya sampel dimasukkan dalam timba-timba plastik. Sampel yang terdapat dalam timba plastik, disaring dengan menggunakan saringan benthos ukuran mesh 0,5 mm untuk menghilangkan seresah dan kotoran yang besar yang tertahan pada saat C - 300
pengambilan sampel. Hasil penyaringan dimasukkan dalam wadah-wadah plastik, kemudian sampel yang terdapat di dalam wadah plastik ditambahkan alkohol 70 % dengan menggunakan pipet. Proses pengawetan dilakukan langsung di lokasi pengambilan sampel untuk menjaga preparat agar tidak rusak. Tahap berikutnya adalah : a. Sortir dan Pengawetan sampel. Sampel makroinvertebrata yang telah ada diletakkan pada tray. Kemudian diseleksi dan dipisahkan dari substrat atau benda lainnya yang menempel secara selektif dan hati–hati dengan menggunakan jarum sonde. Hasil sortir dimasukkan dalam botol–botol kolektor. Proses pengawetan yang kedua dilakukan setelah sortir, yaitu dengan menambahkan alkohol 70 % pada sample yang telah bersih di botol-botol kolektor. Analisis sampel Analisis sampel meliputi dua tahap yaitu pertama b. Identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan cara meletakkan masingmasing invertebrata makro pada cawan petri dan diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler dan lup. Pengamatan dilakukan pada morfologi dari masing–masing invertebrata makro dari berbagai buku kunci identifikasi makro invertebrata. Sampel yang telah diidentifikasi dihitung jumlahnya pada tiap-tiap stasiun. Analisis data makroinvertebrata untuk penilaian kesehatan sungai dapat dilakukan dengan menghitung metrik atau unit karakter komunitas makroinvertebrata bentik sebagai berikut. a. Keragaman taksa (Taxa Richness) Menghitung jumlah seluruh jenis taksa yang ditemukan, dapat dilakukan sampai level famili atau species. Umumnya semakin tinggi jenis keragaman taksa, semakin sehati ekosistem sungainya. Perbedaan yang mencolok dari
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 keragaman taksa antara 2 data makroinvertebrata mengindikasikan adanya masalah pencemaran kualitas air b. Keragaman taksa EPT (EPT Taxa Richness) Menghitung jumlah taksa makroinvertebrata bentik dari jenis Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera karena umumnya famili dari kelompok ini sangat sensitive terhadap pencemaran, sehingga tingginya keragaman taksa EPT mengindikasikan kualitas air yang baik dan ekosistem sungai yang sehat c. % EPT Menghitung perbandingan persentase jenis Ephemeroptera, Plecoptera, and Trichoptera (EPT) terhadap jumlah seluruh individu makroinvertebrata bentik dalam sampel. Jika dalam sampel terdapat 15 EPT dan jumlah seluruh individu 80 organisme, maka % EPT adalah 15/80 x 100% = 18.75%. Berkurangnya %EPT adalah petunjuk yang kuat dari gangguan kesehatan sungai dan pencemaran air d. Family Biotic Index (FBI) Perhitungan nilai indeks biotik makroinvertebrata bentik dengan Modified Family Biotic Index (FBI) telah banyak digunakan untuk mengindikasikan tingkat pencemaran organik di perairan, dimana tiap famili makroinvertebrata memiliki skor tertentu yang menunjukkan tingkat toleransi terhadap pencemaran organik. Perhitungan nilai indeks biotik di tiap lokasi penelitian menggunakan rumus sebagai berikut. i n
FBI
i 1
xi = jumlah individu kelompok famili ke-i ti = tingkat toleransi kelompok famili ke-i N = jumlah seluruh individu yang menyusun komunitas makroinvertebrata Interpretasi nilai biotik indeks untuk menentukan tingkat pencemaran organik dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Tabel 2.
x ι. ti N
Keterangan : FBI = nilai indeks makroinvertebrata bentik i = urutan kelompok familia yang menyusun komunitas makroinvertebrata C - 301
Tabel 2. Interpretasi nilai indeks biotik FBI untuk menilai kualitas air Family Kualitas Tingkat Biotic Air Pencemaran Index Organik 0,00 – Amat Tidak Tercemar 3,75 Sangat (Organic pollution Bagus unlikely) (Excellent) 3,76 – Sangat Kemungkinan 4,25 Bagus (Very Tercemar Ringan Good) (Possible slight organic pollution) 4,26 – Bagus Kemungkinan 5,00 (Good) Agak Tercemar (Some organic polluton probable) 5,01 – Sedang Tercemar Sedang 5,75 (Fair) (Fairly substantial pollution likely) 5,76 – Agak Buruk Tercemar Agak 6,50 (Fairly Berat Poor) (Substantial pollution likely) 6,51 – Buruk Tercemar Berat 7,25 (Poor) (Very substantial pollution likely) 7,26 – Sangat Tercemar Sangat 10,00 Buruk (Very Berat Poor) (Severe organic pollution likely)
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
HASIL DAN PEMBAHASAN Kekayaan Jenis Makroinvertebrata di Sungai Brantas Hulu Berdasarkan dari hasil pengamatan dan identifikasi, makroinvertebrata bentik yang ditemukan di daerah hulu DAS Brantas yaitu Sungai Konto, Leso, Bladak dan Krecek selama penelitian adalah sebanyak 64 taksa yaitu terdiri dari 18 ordo (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera, Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hemiptera, Odonata, Decapoda, Isopoda, Basommatophora, Mesogastropoda, dan Gordioidea) dan 8 class (Insekta, Crustacea, Hirudinea, Oligochaeta, Nematoda, Turbellaria, Collembolla, dan Gastropoda). Jumlah taksa, individu ataupun jenis makrozoobenthos dapat dilihat pada (Lampiran 1 dan 2). Jumlah taksa tertinggi ditemukan di Sungai Leso, sebanyak 40 taksa antara lain seperti Lampyridae, Dysticidae, Gyrinidae, Simulidae, Muscidae, Empididae, Culicidae, Parastacidae, Ephemerellidae, Atyidae, Palaemonidae, Baetidae, Ecdyonuridae, Gerridae, Pyralidae, Cordullidae, Lumbricullidae, Perliidae. Keanekaragaman makroinvertebrata bentik sangat tinggi karena sungai masih alami, belum banyak mendapatkan pengaruh dari aktifitas manusia. Walaupun daerah sempadan pada bagian atas di Sungai Leso ini sudah banyak yang digunakan sebagai lahan pertanian (kopi, jagung dan sawah) tetapi pepohonan yang tumbuh di kiri dan kanan sungai juga sangat rimbun dan heterogen. Naungan di sungai Leso rata-rata adalah sebesar 31% dan detritus sebanyak 29%. Banyaknya naungan dan detritus (luluran daun) di perairan merupakan sumber makanan utama bagi makroinvertebrata bentik yang hidup di daerah hulu. Selain itu, kondisi substrat berupa batu berkerikil (Tabel 2) juga mendukung tingginya keanekaragaman makroinvertebrata bentik. Menurut Odum
(1993) substrat batu yang datar/pipih dan batu kerikil biasanya menghasilkan variasi organisme benthos yang besar dan paling padat. Jumlah taksa terendah terdapat di Sungai Konto dengan 22 taksa. Beberapa jenis makroinvertebrata bentik yang ditemukan disana antara lain Elmidae, Tipulidae, Sundathelphusidae, Heptagenidae, Nematoda, Dugessiidae, Gordiidae, Aphisopodidae. Aktifitas manusia yang banyak memberikan masukan kepada sungai ini berasal dari warung-warung makan yang dibangun berdekatan dengan aliran sungai, sebagai dampak digunakannya daerah hulu Sungai Konto sebagai tempat wisata, yaitu air terjun. Sempadan yang ada masih alami dengan naungan rata-rata sebesar 24% dan detritus rata-rata sebanyak 26%, yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di kiri-kanan sungai. Rendahnya jumlah taksa yang ditemukan diduga karena pepohonan yang tumbuh disini kebanyakan terdiri dari jenis yang sama atau homogen, sehingga berpengaruh terhadap sumber makanan yang masuk ke perairan. Semakin heterogen jenis tumbuhannya maka luluran daun yang masuk ke dalam perairan juga semakin beragam, sehingga pilihan makanan untuk makroinvertebrata juga semakin banyak dan juga sebaliknya. Penelitian di Chesapeake Bay Amerika Serikat menunjukkan bahwa sungai yang mengalir melalui hutan menerima variasi terbesar dalam kualitas makanan untuk organisme, sehingga hutan di sepanjang sungai sangat dibutuhkan dengan tujuan untuk memastikan adanya keseimbangan yang tepat terhadap input makanan untuk rantai makanan. Semakin beragam pilihan makanan yang masuk ke dalam perairan, maka jenis organisme juga akan semakin bermacammacam.
C - 302
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
Tabel 3. Hubungan Makroinvertebrata Bentik dengan Fisik Lingkungan Nam Juml Faktor Fisik Lingkungan a ah Substrat Rata-Rata (%) Naun Keterangan Sung Taks B B B K K P L gan (Tata guna lahan) ai a Vegeta P B K B K si RataRata (%) LES 40 5 12 2 2 19 1 5 31 Adanya pertanian jagung, kopi dan O 6 1 2 persawahan. Tetapi kondisi sempadan masih alami, ditumbuhi oleh banyak pepohonan. Dan jarak dari pemukiman jauh. KRE 37 4 17 2 2 17 1 5 31 Adanya pertanian jagung dan CEK 6 0 1 persawahan, Tetapi kondisi sempadan masih alami. Jarak dari pemukiman dekat serta terdapat tumpukan sampah di daerah sempadan sungai. BLA 30 0 8 1 3 24 1 7 0 Adanya aktifitas penambangan batu DAK 6 0 5 dan pasir berskala besar yang dilakukan secara terus-menerus. Tidak ada naungan, sempadan hampir hilang, akibat penambangan dan erosi. KON 22 3 28 1 1 17 1 6 24 Sebagai tempat wisata air terjun, TO 9 6 1 sehingga banyak warung-warung makanan. Kondisi sempadan masih alami dan berupa hutan produksi sehingga pepohonan yang tumbuh homogen. Keterangan : BB : Batu Besar BK : Batu Kecil KB : Kerikil Besar KK : Kerikil Kecil P : Pasir L : Lumpur
%
C - 303
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 120 100 Makrofita 80
L umut P erifiton
60
Trailing vegetas i Naungan
40
L umpur 20
Detritus
0 S .Les o
S .K recek
S .B ladak
S .K onto
Gambar 1. Grafik Komponen Habitat Perairan Makroinvertebrata bentik yang ditemukan di Sungai Krecek adalah sebanyak 37 taksa, yaitu seperti Cambaridae, Pleidae, Platycnemididae, Chloroperlidae, Collembolla, Psychodidae, Ceratopogonidae, Caenidae, Hydropsychidae, Glossossomatidae, Ecnomidae, Tabanidae (Lampiran 2). Tata guna lahan yang ditemukan di sekitar aliran sungai ini berupa pertanian jagung dan persawahan, tetapi heterogenitas tumbuhan masih ditemukan di sepanjang aliran sungai. Pepohonan yang tumbuh di hulu sungai ini juga masih sangat alami, sedangkan daerah hilir yang berdekatan dengan pemukiman warga telah terdapat tumpukan sampah pada daerah sempadan sungai. Naungan (kanopi) yang dihasilkan oleh tumbuhan yang ada di sungai ini adalah sebesar 31% dan detritus (guguran daun) sebanyak 33%. Tipe substrat yang dimiliki oleh Sungai Krecek adalah batu berkerikil (Tabel 2). Kondisi ini sangat menunjang keanekaragaman makroinvertebrata bentik. Beberapa makroinvertebrata yang ditemukan di Kali Bladak seperti Corixidae, Nemouridae, Lymnaeidae, Hydrophilidae, Leptophlebiidae, Caenidae, Gomphidae, Limnephilidae. Sungai Bladak merupakan sungai yang dipergunakan untuk mengalirnya lahar dingin yang berasal dari Gunung Kelud, oleh karena itu sungai ini kaya akan bebatuan. Aktifitas manusia yang banyak ditemukan
ditemukan di sepanjang aliran sungai berupa penambangan batu dan pasir yang dilakukan dalam sekala besar. Aktifitas penambangan yang dilakukan secara terus-menerus ini telah mengakibatkan daerah sempadan yang ada di kiri dan kanan sungai hampir hilang, sehingga pembatas antara badan sungai dengan daratan adalah berupa tebing – tebing. Karena daerah sempadan sudah hampir hilang maka pepohonan yang seharusnya tumbuh di kiri dan kanan sungai sudah tidak ada lagi, sehingga naungan dan detritus yang dibutuhkan makroinvertebrata sebagai sumber makanan sama sekali tidak ada atau sangat sedikit sekali, yaitu naungan 0% dan detritus hanya sebesar 4% (lihat gambar 2). Luluran dedaunan (detritus) sangat sedikit sekali didapatkan karena diduga hanya berasal dari luluran pepohonan yang tumbuh di tebing – tebing sekitar sungai yang tertiup angin dan jatuh ke aliran sungai. Tetapi walaupun detritus sangat sedikit, perifiton dan lumut banyak ditemukan di sungai ini. Perifiton (alga yang tumbuh di batu-batuan) juga merupakan sumber makanan bagi beberapa jenis makroinvertebrata bentik. Terutama makroinvertebrata bentik yang memiliki sifat ”scrapers” atau pengerik. Hal ini didukung oleh tipe substrat yang terdapat di Sungai Bladak terdiri dari batu berkerikil sampai dengan kerikil berpasir. Selain itu, di aliran
C - 304
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 sungai ini juga banyak ditemukan tumbuhan Spongifera dan diduga juga menjadi sumber makanan bagi organisme akuatik. Komposisi Serangga EPT dan Non-EPT Makroinvertebrata dari kelompok serangga Ephemeroptera, Plecoptera dan Tricoptera(EPT) memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap pencemaran dan umumnya membutuhkan kondisi kualitas air yang bersih, sehingga merupakan indikator kondisi sungai yang masih bersih. Makroinvertebrata bentik yang termasuk di dalam golongan EPT, seperti Glossossomatidae, Chloroperlidae, Perlidae, Perlodidae dan Ephemerellidae (lihat Gambar 3). Hal ini dapat menunjukkan bahwa kondisi perairan di Sungai Leso, Krecek, Bladak dan Konto masih bagus. Jumlah EPT yang tertinggi terdapat di Sungai Leso karena di Sungai Leso banyak terdapat naungan (31%) sedangkan Sungai Krecek juga memiliki naungan yang sama (31%) tetapi telah terdapat tumpukan sampah di sempadannya sehingga berdampak terhadap %EPTnya. Sungai Bladak memiliki %EPT terendah (51,97%) sebab tidak memiliki naungan sama sekali dan naungan yang terdapat di Sungai Konto sebesar 24% dan tidak ditemukannya sampah di sepanjang aliran sungai sehingga %EPT yang dimilikinya cukup tinggi yaitu 79,42%. Komposisi % EPT dan Non EPT
% 100
20,58
18,79
36,32
80
48,03
60 40
79,42
81,21
63,68
51,97
20 0
S. Leso
S. Krecek S.Bladak EPT
S. Konto
Gambar 2. Grafik Komposisi % EPT di Sungai Konto, Leso, Bladak dan Krecek Makroinvertebrata bentik yang ditemukan hampir di semua lokasi penelitian adalah famili Baetidae, Ecdyonuridae, Perlidae dan Hydropsychidae. Baetidae hidup diantara bebatuan dan vegetasi di sungai, sehingga ia dapat bertahan pada arus yang deras (‘clinger’) (Hawking dan Smith, 1997). Baetidae dapat hidup baik pada sungai yang bergolak ‘riffle’ dan tergenang ‘pool’ dan mencari makan dengan memakan perifiton yang menempel pada batuan (Merritt dan Cummins, 1978). Ecdyonuridae dapat ditemukan pada sungai yang berarus cepat dan mempunyai substrat batuan (Quiqley, 1977). Perlidae biasanya ditemukan pada sungai yang bergejolak ‘riffle’ maupun yang menggenang ‘pool’, dengan substrat batu dan pasir, dan terdapat detritus di dalamnya. Sifat dari perlidae sendiri adalah memakan bahan organik kasar / detritus (‘shredder’) dan ‘scraper’ (Hawking dan Smith, 1997). Sedangkan Hydropsychidae bersifat omnivora tetapi dia lebih bersifat herbivora dibandingkan karnivora, selain itu hydropsychidae lebih menyukai sungai dengan arus yang deras (Eddington dan Hilbrew, 1981). Sebagai tambahan, hydropsychidae menurut Merritt dan Cummins (1978) menyukai sungai yang bergejolak ‘riffle’ dengan substrat batu dan pasir dengan detritus dan makrofita di dalamnya. Merritt dan Cummins (1978) mengatakan bahwa untuk bertahan terhadap arus yang deras, hydropsychidae membuat pintalan jaring yang berguna untuk menangkap makanannya. Semua organisme tersebut dapat ditemukan di hampir semua stasiun karena tipe substrat yang dimiliki oleh Sungai Leso, Krecek, Bladak dan Konto adalah sama yaitu didominasi oleh jenis bebatuan, kerikil dan pasir (lihat Gambar 3).
Non EPT
C - 305
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
Komposisi Substrat
Jenis substrat Clay 0 Silt
5
5
7
6
Sand
12
11
15
11
Gravel
19
17
24
17
Pebble
21
20 26
Cobble Boulder
26
12
17
10%
20%
S.Konto
16 16 28
4 30%
19
8
5
Bedrock 0%
30
40%
50%
S.Leso
60%
0 70%
S.Bladak
3 80%
90%
100%
S.Krecek
Gambar 3. Grafik Komposisi Substrat di Sungai Konto, Sungai Leso, Sungai Bladak dan Sungai Krecek
Kesimpulan a. Makroinvertebrata bentik yang ditemukan adalah sebanyak 72 taksa yaitu terdiri dari 18 ordo (Ephemeroptera, Plecoptera, Tricoptera, Coleoptera, Diptera, Lepidotera, Hemiptera, Odonata, Decapoda, Isopoda, Basommatophora, Mesogastropoda, dan Gordioidea) dan 8 class (Insekta, Crustacea, Hirudinea, Oligochaeta, Nematoda, Turbellaria, Collembolla, dan Gastropoda). Sungai Leso memiliki jumlah taksa tertinggi yaitu sebanyak 40 taksa dan Sungai Konto memiliki jumlah taksa terendah yaitu 22 taksa, sedangkan Sungai Krecek memiliki 37 taksa dan Sungai Bladak 30 taksa. b. Berdasarkan dari data penelitian dan intrepretasi data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kondisi kualitas air yang terdapat di Sungai Leso (Gunung Kawi) dan Sungai Konto (Gunung Anjasmoro) adalah tidak tercemartercemar ringan, kemudian Sungai Krecek (Gunung Welirang) memiliki kondisi kualitas air tercemar ringan-agak tercemar; sedangkan Sungai Bladak (Gunung Kelud) adalah tercemar ringantercemar sedang. Dari hasil analisis data
didapatkan hasil bahwa komposisi atau keanekaragaman makroinvertebrata bentik sangat dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan, yaitu vegetasi riparian (naungan) dan tipe substrat dasar perairan, daripada kualitas air. c. Dari analisis data didapatkan, komposisi %EPT yang ditemukan di 4 sungai tersebut menunjukkan bahwa %EPT di keempat sungai selalu melebihi 50%. %EPT tertinggi ditemukan di Sungai Leso (81,21%) dan terendah terdapat di Sungai Bladak (51,97%).Dan analisis FBI Sungai Leso adalah 3,57 – 4,17 yang berarti kualitas air Sungai Leso tidak tercemar sampai tercemar ringan; FBI Sungai Konto adalah 3,58 – 4,24 yang berarti kualitas air Sungai Konto tidak tercemar sampai dengan tercemar ringan; sedangkan FBI Sungai Krecek adalah 3,96 – 4,66 yang berarti kualitas air Sungai Krecek tercemar ringan – agak tercemar dan FBI Sungai Bladak 4,07- 5,04 yang berarti kualitas air Sungai Bladak tercemar ringan sampai tercemar sedang. Saran
C - 306
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 a. Perlu dilakukan kajian serupa di daerahdaerah hulu sungai yang lain di Sungai Kuncir (hulu di Air Terjun Sedudo), Sungai Song (Kawasan bendungan Wonorejo/Gunung Wilis) karena berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa masih banyak makroinvertebrata bentik khas yang hanya dapat ditemukan di hulu sungai tertentu. b. Perlu dilakukan pemantauan secara rutin kualitas air di Hulu dengan menggunakan Makroinvertebrata bentik untuk mengetahui dinamika perubahan komposisinya yang terus mengalami tekanan akibat aktivitas-aktivitas manusia yang menimbulkan perubahan lingkungan. Penekanan pengukuran kualitas air dengan menggunakan Makroinvertebrata bentik karena metode ini memiliki 4 keunggulan yaitu : a. Mudah, Masyarakat sangat familiar dengan biotilik, misalnya capung (Odonata), Anggang-anggang (Gerridae), bibis (kepik pinggan) dan yuyu (Crustaceae). Sebagian masyarakat sudah menduga bahwa pencemaran sungai menimbulkan (hilangnya) Kepindahan biota-biota tersebut. Murah, membutuhkan peralatan sederhana yang bisa dibuat sendiri, peralatan yang dibutuhkan adalah jaring biotilik dengan menggunakan kain kassa ukuran messnya 400/cm, Nampan sebagai wadah, sendok, pipet atau sedotan, pinset atau lidih dengan ujung mata jarum yang berfungsi sebagai pemilah dan bila perlu dibutuhkan kaca pembesar. Manfaat, melakukan aktivitas pemantauan dengan Makroinvertebrata bentik akan memberikan kepada kita informasi tentang kondisi kualitas air, indikasi awal sumber pencemaran dan apabila kita memiliki kepedulian atas kelestarian fungsi sungai kita bisa melakukan upaya untuk bisa meningkatkan kualitas air sungai disekitar kita. Kita akan belajar/membaca fenomena alam yang
memberikan informasi baru kebesaran Sang Maha Pencipta
tentang
KEPUSTAKAAN Allan, J.D. 1995. Stream Ecology. Structure and Function of Running Waters. Chapman and Hall. London. Barus, T.A. 2002. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Universitas Sumatra Utara. Medan. Bouchard, R. W., Jr. 2004. Guide To Aquatic Macroinvertebrates of The Upper Midwest. Water Resources Center, University of Minnesota, St. Paul, MN. Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Bagi Pengelolahan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.Kanisius. Yogyakarta. Hawkes, H. A. 1979. River Zonation. And Classification River Ecology. Ed. BA. Oxford, Hawking, J. H. 1995. Monitoring River Health Initiative Taxonomic Workshop Handbook. MurrayDarling Freshwater Research Centre Monitoring River Health Workshop. __________and F. J. Smith. 1997. Colour Guide to Invertebrates of Australian Inland Waters. Identification Guide No. 8. Cooperative Research Centre of Freshwater Ecology. Murray-Darling Freshwater Research Centre. PO.BOX 921 Albury NSW 2640. Hynes, H.B.N. 1972. The Ecology of Running Waters. 2 nd Edition. Liverpool University Press. Liverpool. _________. 1960. The Biology of Polluted Waters. Liverpool University Press. Liverpool. Merrit, R. W dan K. W. Cummins. 1978. An Introduction to the Aquatic Insects of North America. Kendall/Hunt Publishing Company. Iowa. United States of America.
C - 307
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012 Odum. E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Saunders Co. Ltd. Toppan Company. Tokyo. Japan. __________. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Pertama. Alih Bahasa. T. Samingan. Penerbit Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Quiqley, M. 1997. Invertebrates of Streams and Rivers. A Key to Identification. Edward Arnold Publisher. London. Roback, S. S. 1974. Pollution Ecology of Freshwater Invertebrates. Edited by Hart, C. W. Jr and Fuller, L. H. Academic Press. New York.
C - 308
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
Lokasi Penelitian 3 Lokasi Penelitian 4
MT. WELIRANG
Lokasi Penelitian 2
Lokasi Penelitian 1
C - 309