PENGARUH ARAH GULUDAN LAHAN TERHADAP KADAR AIR TANAH DAN BIOMASSA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)
FITRA DIAN UTAMI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRAK FITRA DIAN UTAMI. Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing oleh MUH TAUFIK. Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) di Indonesia dibudidayakan pada dataran tinggi. Penanaman kentang di daerah dengan topografi miring memerlukan teknik pembuatan arah guludan yang efektif. Penelitian ini mengkaji pengaruh arah guludan terhadap kadar air tanah dan biomassa tanaman kentang. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan kadar air tanah dan biomassa tanaman (umbi) pada tiga perlakuan arah guludan; diagonal (GD), sejajar (GS), dan melintang (GM) terhadap kontur. Penerapan teknik pembuatan guludan menghasilkan nilai kadar air tanah yang bervariasi menurut waktu. Nilai kadar air tanah yang berbeda setiap perlakuan dapat disebabkan oleh perbedaan kehilangan air tanah melalui proses evapotranspirasi dan perbedaan kemampuan tanah dalam menahan air. Simpanan kadar air tanah yang tinggi belum tentu akan menghasilkan biomassa umbi yang tinggi pula. Tanaman kentang pada guludan dengan arah melintang dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan guludan dengan arah diagonal dan sejajar. Biomassa umbi paling tinggi terdapat pada guludan dengan arah melintang. Secara statistika, perlakuan faktor arah guludan dan blok tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah dan biomassa umbi pada taraf nyata (α) 5%. Kata kunci : Kentang, guludan, kadar air tanah, biomassa
ABSTRACT
FITRA DIAN UTAMI. The Effect of Guludan Direction to Soil Water Content and Biomass of Potato (Solanum tuberosum L.). Under direction of MUH TAUFIK. In Indonesia, potatoes (Solanum tuberosum L.) were cultivated in highland area. An effective techniques of deciding guludan direction are needed to plant potatoes in slope areas. This study examined influence of guludan direction to soil water content and biomass production. In this study, soil water content and biomass of plant (tubers) were measured on three treatments of guludan direction; diagonal (GD), parallel (GS), and cross (GM) of the contour. The techniques of deciding guludan causing the values of soil moisture content varied according to time. It occured due to the differences of evapotranspiration, interception, water absorption, runoff, and the ability of soil to hold water. High soil moisture content does not necessarily produced high biomass of tuber. Pototoes in guludan transverse direction may able to grow better than guludan with diagonal and parallel directions. The biggest biomass of tuber produced in guludan cross direction of the contour. Statistically, the impact of guludan direction treatments and blocks are not real to soil water content and biomass of tubers at α = 5%. Keywords : potato, guludan, soil water content, biomass
PENGARUH ARAH GULUDAN LAHAN TERHADAP KADAR AIR TANAH DAN BIOMASSA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)
FITRA DIAN UTAMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul : Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Nama : Fitra Dian Utami NRP
: G24080024
Menyetujui Pembimbing
Muh Taufik, S.Si, M.Si NIP. 19810303 200701 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi
Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Bapak Muh Taufik, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, pengarahan, dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc. yang memberikan bimbingan serta arahan selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi. 3. Bapak Bregas Budianto Ass. Dpl. sebagai kepala Workshop Instrumentasi atas bimbingan, kritik, dan saran selama kegiatan pembuatan alat penelitian. 4. Keluarga tersayang: Bapak Subechi, Ibu Endang Tutilarsih, Mbak Ken Ratna Dewi Purnama, Mas Agus, dan Khumaira Zanzabila atas segala bentuk kasih sayang, cinta, doa, dukungan, semangat dan nasehat yang tak pernah henti sampai saat ini. 5. Sahabat terdekat: I’fa, Kurnia, Wildan, Yoga, Cucu’, Yanu’, dan Dialsa yang telah banyak mengajarkan arti persahabatan dalam berbagi suka dan duka dan atas doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan. 6. Ibu Salwati, Yuda, Sintong, Dewa, Taufiq, dan para pekerja atas bantuan dan kerjasamanya di lapangan. 7. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku Ketua Departemen, Pak Nandang dan Pak Udin atas bantuan masalah teknis menyelesaikan masalah teknis material di Laboratorium Terpadu, Pak Azis atas bantuan administrasi, Bapak dan Ibu dosen serta staf Departemen Geofisika dan Meteorologi atas semua bantuannya. 8. Mirna, Fatha, Nia, Dila, dan Maria atas persahabatan, kesukacitaan, penderitaan, dan semangat selama ini. 9. Penghuni Wisma SQ Anni’, Hana, Fida, Lina, Kak Dayu, Kak Septi, Orin, Nia, Lia, dan Upeh terima kasih atas kegilaan dan keceriaan di kostan. 10. Aulia, Fella, Ferdy, Fida, Citra, Ketty, Hanifah, Akfia, Mela, Farrah, Fe atas semua kegilaan dan bantuan selama melakukan tugas di dalam maupun luar kampus. 11. Kak Nedy, Kak Azim, Kak Afdhal, Adi, Emod, Usel, Faiz, Iput, Fitri atas bantuan dan kerjasamanya dalam pembuatan maupun pengadaan alat penelitian. 12. Teman-teman GFM 45 lainnya terima kasih atas pengalaman dan kebersamaan selama ini. 13. Fokma Bahurekso Kendal (Ika, Yuni, Mas Fitrianto, Ulin, Elli, Ulya, Agus, dan lainnya yang tidak disebutkan satu per satu) atas kekeluargaan, bantuan dan motivasi baik moral ataupun spiritual. 14. Seluruh kakak kelas dan adik kelas GFM. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2012
Fitra Dian Utami
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kendal, Jawa Tengah pada tanggal 24 April 1990 dari pasangan Subechi dan Endang Tutilarsih. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan formal di TK Tunas Baru selama dua tahun (1994-1996). Kemudian melanjutkan ke SD Negeri 1 Rejosari sejak tahun 1996 dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2 Kendal dan lulus pada tahun 2005. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertama, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Kendal dan menyelesaikan pada tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama di IPB, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Kabupaten Kendal yaitu Fokma Bahurekso Kendal. Penulis juga menjadi anggota Himpunan Profesi HIMAGRETO masa jabatan 2009/2010 dan pengurus BPH (Badan Pengurus Harian) HIMAGRETO 2010/2011. Pada tahun 2011 penulis diberi kesempatan magang di BMKG Semarang selama satu bulan. Penulis membuat tugas akhir untuk mendapatkan gelar sarjana sains (S.Si) dengan judul Pengaruh Arah Guludan Lahan Terhadap Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) dibawah bimbingan Muh Taufik, S.Si, M.Si.
viii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ xi 1. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1 1.1 Latar belakang ................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ............................................................................................................................... 1 2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 2.1 Tanaman Kentang ............................................................................................................. 2.1.1 Botani Kentang ........................................................................................................ 2.1.2 Syarat Tumbuh Kentang .......................................................................................... 2.1.2.1 Ketinggian Tempat ....................................................................................... 2.1.2.2 Suhu dan Kelembaban ................................................................................. 2.1.2.3 Curah Hujan.................................................................................................. 2.1.2.4 Radiasi Matahari .......................................................................................... 2.1.2.5 Angin ........................................................................................................... 2.1.2.6 Tanah ........................................................................................................... 2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang ............................................... 2.2 Kadar Air Tanah ...............................................................................................................
1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 4 4
3. METODOLOGI ...................................................................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................... 3.2 Bahan dan Alat .................................................................................................................. 3.3 Metode Penelitian ............................................................................................................. 3.4 Observasi dan Pengambilan Data ...................................................................................... 3.4.1 Pembuatan Sensor Kadar Air Tanah ........................................................................ 3.4.2 Pemasangan dan Pengukuran Sensor Kadar Air Tanah ........................................... 3.4.3 Kalibrasi Alat ........................................................................................................... 3.4.4 Biomassa Tanaman ..................................................................................................
4 4 5 5 5 5 6 6 6
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................................. 4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian ........................................................................................ 4.2 Kadar Air Tanah ............................................................................................................... 4.3 Biomassa Tanaman ........................................................................................................... 4.3.1 Biomassa di atas tanah ............................................................................................. 4.3.2 Biomassa umbi ......................................................................................................... 4.4 Hubungan Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman .......................................................
6 6 7 10 10 11 12
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................................. 14 5.1 Kesimpulan ....................................................................................................................... 14 5.2 Saran .................................................................................................................................. 14 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14 LAMPIRAN ................................................................................................................................. 16
ix
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6
Halaman Rancangan percobaan ............................................................................................................. 5 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman tanah ............................................................. 6 Jumlah hari hujan dan hari tidak hujan selama pengukuran .................................................... 6 Nilai kadar air tanah rata-rata pada blok I dan blok II selama pengukuran ............................ 7 Hasil pengukuran biomassa di atas tanah ............................................................................... 11 Hasil pengukuran biomassa umbi ............................................................................................ 11
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Fisiologis tanaman kentang ..................................................................................................... 1 Bagian organ daun, batang dan stolon, akar, umbi, dan bunga kentang .................................. 2 Lay out lokasi penelitian ............................................................................................................ 5 Sensor kadar air tanah .............................................................................................................. 5 Pemisahan bagian daun, batang, akar, dan umbi ..................................................................... 6 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian pada bulan Maret-Juni 2012 ................................... 7 Profil kadar air tanah (a) Blok I dan (b) Blok II ...................................................................... 8 Kondisi curah hujan dan kadar air tanah perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran ................................................................................... 9 9 Biomassa umbi petak II saat tanaman berumur 87 HST (garis vertikal menunjukkan simpangan baku ........................................................................................................................ 12 10 Nilai simpanan kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran ..................................................................... 13
1 2 3 4 5 6 7 8
xi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman (a) 10 cm, (b) 20 cm, (c) 40 cm, (d) 60 cm, (e) 80 cm, dan (f) 100 cm ........................................................................................................ 17 2 Data kalibrasi pada berbagai kedalaman pengukuran .............................................................. 19 3 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah pada perlakuan GD1 sensor 1 .......................... 21 4 Data kadar air tanah (%vol) (a) Blok I dan (b) Blok II di lokasi penelitian.............................. 24 5 Data kadar air tanah (mm) (a) Blok I dan (b) Blok II di lokasi penelitian ................................ 26 6 Data berat kering daun ............................................................................................................. 28 7 Data berat kering batang .......................................................................................................... 29 8 Data berat kering akar .............................................................................................................. 30 9 Data berat kering umbi ............................................................................................................ 31 10 Biomassa tanaman (%) setiap perlakuan pada blok I (a, c, e) dan blok II (b, d, f) selama pengukuran .............................................................................................................................. 32 11 Hasil p-value dari Program SAS .............................................................................................. 33 12 Nilai kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran .................................................................................. 34 13 Data curah hujan terukur di lokasi penelitian .......................................................................... 35 14 Dokumentasi tanaman kentang ................................................................................................ 37 15 Dokumentasi kadar air tanah ................................................................................................... 39
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura (komoditas sayuran) penting di Indonesia. Kentang dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras (Gunarto 2003). Samadi (2007) menjelaskan bahwa setiap 100 gram kentang mengandung 347 kal., protein 0.3 g, lemak 0.1 g, karbohidrat 85.6 g, kalsium 20 mg, fosfor 30 mg, zat besi 0.5 mg, dan vitamin B 0.04 mg. Kandungan gizi yang tinggi pada kentang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam masyarakat (Nurtika 2007; Sengul et al 2004). Permintaan kentang di Indonesia setiap tahun diperkirakan akan terus meningkat terhadap pertumbuhan jumlah penduduk dan perkembangan industri makanan, seperti makanan siap saji dan makanan ringan (Sutrisna 2007). Penggunaan kentang sebagai bahan baku utama, mengakibatkan kebutuhan terhadap kentang olahan terus meningkat (Kusmana 2004). Air tanah merupakan salah satu sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman. Selain itu, tanah merupakan salah satu komponen penting sebagai sumber mineral dan air bagi tumbuhan di atasnya serta sebagai media tanam. Interaksi antara air dengan tanah dapat berpengaruh terhadap berbagai fungsi ekologi tanah dan pengolahan tanah seperti pembuatan guludan. Guludan merupakan tanah yang di-bumbun (tanah yang permukaannya ditinggikan) (Setiadi 2009). Interaksi ini akan menentukan berapa banyak air yang masuk ke dalam tanah dan yang mengalir di permukaan tanah. Tanaman kentang di Indonesia dibudidayakan pada daerah dataran tinggi (FAO 2008; Hamdani 2009). Penanaman kentang pada dataran tinggi dengan topografi miring memerlukan teknik pembuatan arah guludan yang efektif oleh petani. Penerapan teknik ini dapat mengoptimalkan air hujan yang masuk ke dalam tanah untuk menjaga air di dalam tanah selama proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arah guludan lahan terhadap kadar air tanah dan hasil biomassa pada tanaman kentang.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kentang 2.1.1 Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Setiadi 2009) : kingdom : Plantae divisi : Magnoliophyta / Spermatophyta kelas : Magnoliopsida / Dicotyledonae subkelas : Asteridae ordo : Solanales/Tubiflorae famili : Solamaceae genus : Solanum seksi : Petota spesies : Solanum tuberosum nama binomial : Solanum tuberosum LINN. (Solanum tuberosum L.)
Gambar 1 Fisiologis tanaman kentang (Sumber: www.potato2008.org) Kentang merupakan tanaman setahun, yang menyemak dan bersifat menjalar. Susunan tubuh utama kentang terdiri dari daun, bunga, buah, biji, batang, umbi, dan biji. Daun kentang berbentuk majemuk yang tersusun spiral dan menempel pada batang (rachis). Masing-masing rachis tersebut memiliki sepasang daun lateral primer. Bunganya berjenis kelamin dua dan memiliki
2
Gambar 2 Bagian organ daun, batang dan stolon, akar, umbi, dan bunga kentang (Sumber: Huaman 1986)
3
bagian terpenting, yaitu kelopak, mahkota, benang sari dan putik. Buah kentang terdapat dalam tandan, berbentuk bulat, berwarna hijau ketika muda, dan berwarna hitam ketika tua dengan ukuran sebesar kelereng (Huaman 1986). Batang tanaman kentang berbentuk segi empat atau segi lima (tergantung varietas), tidak berkayu, dan bertekstur agak keras (Samadi 2007). Umbi kentang merupakan modifikasi perubahan bentuk dari batang yaitu stolon yang tidak muncul ke permukaan tanah dan membesar (Huaman 1986; Kusmana 2004). Setiadi (2009) mengungkapkan bahwa sistem perakaran yang dimiliki berupa akar tunggang dan serabut. Akar tunggang tersebut dapat mencapai kedalaman 45 cm, sedangkan akar serabut menjalar ke samping dan menembus tanah dangkal. Untuk mencirikan varietas kentang dapat dilihat dari bentuk umbi, kedalaman mata tunas, warna kulit, dan warna daging umbi. Varietas kentang yang paling digemari oleh masyarakat adalah kentang Granola (Setiadi 2009). Jenis kentang tersebut merupakan varietas unggul karena produktivitasnya dapat mencapai 30-35 ton per hektar. Umur panen normal kentang varietas ini adalah 90 hari. Warna kulit dan daging umbi kuning dan bentuknya relatif lonjong (oval). 2.1.2 Syarat Tumbuh Kentang 2.1.2.1 Ketinggian Tempat Ketinggian suatu tempat atau letak geografis berhubungan erat dengan keadaan iklim setempat yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia pada umumnya kentang dibudidayakan di dataran tinggi. Tanaman kentang dapat tumbuh di daerah yang memiliki ketinggian 500–3000 m di atas permukaan laut dengan ketinggian ideal yang berkisar antara 1000–1300 m di atas permukaan laut (Setiadi 2009). 2.1.2.2 Suhu dan Kelembaban Suhu rata-rata harian yang ideal pada tanaman kentang berkisar antara 15–18 oC di dataran tinggi tropis (Haverkort 1990). Pertumbuhan umbi terhambat apabila suhu tanah kurang dari 10 oC dan lebih dari 30 oC (Kar et al 2007; Samadi 2007). Suhu yang tinggi dapat mendukung perkembangan daun namun menghambat pembentukan umbi. Suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi (Mahmood et al. 2006). Motez et al.
(1970) menjelaskan bahwa suhu tanah yang terlalu tinggi dapat mengurangi berat jenis hasil umbi yang dihasilkan. Kelembaban udara yang optimal bagi pertumbuhan tanaman kentang adalah 60-85% (Hartus 2001). Kelembaban udara yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman kentang rawan terkena penyakit yang disebabkan oleh cendawan. Kelembaban yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman dan umbi. 2.1.2.3 Curah Hujan Daerah dengan rata-rata curah hujan 1500 mm per tahun sangat sesuai dalam membudidayakan tanaman kentang (Samadi 2007). Curah hujan yang tinggi tersebut secara langsung akan mempengaruhi peningkatan kelembaban, penurunan suhu, pengurangan penyinaran cahaya matahari, dan peningkatan air tanah. Selain itu, curah hujan yang tinggi dapat mengakibatkan genangan air yang berlebihan. Genangan air tersebut dapat menimbulkan umbi membusuk pada saat umbi terbentuk. Keadaan basah dan lembab tersebut mengakibatkan tanaman peka terhadap serangan cendawan Phytophthora infestans yang mengakibatkan penyakit busuk daun dan layu. 2.1.2.4 Radiasi Matahari Radiasi matahari merupakan sumber energi yang diperlukan tanaman dalam proses fotosintesis. Lama penyinaran cahaya matahari berpengaruh terhadap waktu (kapan) umbi terbentuk dan lamanya proses perkembangan berlangsung. Intensitas cahaya matahari merupakan faktor cahaya yang sangat penting berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman terutama pembentukan umbi. Samadi (2007) mengungkapkan bahwa makin besar intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman, maka dapat mempercepat pembentukan umbi dan waktu pembungaan. 2.1.2.5 Angin Angin terlalu kencang kurang baik untuk tanaman berumbi. Angin kencang tersebut dapat merusak tanaman, mempercepat penularan penyakit, dan vektor penyebar bibit penyakit mudah terbawa kemana-mana (Setiadi 2009). 2.1.2.6 Tanah Penggunaan lahan bersifat dinamis tercermin dari keadaan pertumbuhan tanaman diatasnya. Namun, tidak semua tanah dapat digunakan untuk bercocok tanam kentang.
4
Karena memerlukan pengelolaan tanah yang baik untuk mencapai kesuburan yang diharapkan (Nurtika 2007). Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur atau sedikit mengandung pasir agar mudah diresapi air dan mengandung humus yang tinggi. Tanah yang gembur mengandung banyak humus ketika musim hujan sehingga tanah itu dapat menjaga kelembaban tanah. Setiadi (2009) mengatakan bahwa derajat keasaman tanah (pH tanah) yang sesuai untuk tanaman kentang tergantung dari varietasnya. Tanaman kentang membutuhkan pH tanah 5.0–5.5 (Sunarjono 2007). 2.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kentang Hasil suatu tanaman budidaya sangat ditentukan oleh proses pertumbuhan. Selain itu, interaksi antara tanaman dengan lingkungan (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, dan cahaya matahari) juga sangat menentukan hasil tanaman. (Nurmayulis 2008). Tipe pertumbuhan kentang ada tiga, yaitu: (1) rossette, dengan ciri sebagian besar daun dan tanaman berada di dekat permukaan tanah serta memiliki batang yang pendek; (2) prosstrate, dengan ciri batang menjalar dekat permukaan tanah; dan (3) tegak (Huaman 1986). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat bergantung pada hasil fotosintesis tanaman yang akan dialokasikan ke berbagai organ penyusun tanaman sebelum akhirnya dipanen berupa berat kering. Hasil berat kering tanaman sangat tergantung pada efisiensi fotosintesis tanaman. Gardner (1991) mengatakan bahwa berat kering tumbuhan adalah keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Jika respirasi lebih besar dibandingkan fotosintesis, maka tumbuhan itu akan berkurang berat keringnya. Ketika tanaman mulai terbentuk umbi, suplai air yang tidak merata dapat menyebabkan pertumbuhan kentang terganggu. Pertumbuhan dan perkembangan umbi akan terlambat bila tanaman tidak mendapatkan air yang cukup, jika keadaan tersebut berlangsung lama tanaman akan mengering atau layu (Pereira et al. 2006). 2.2 Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan fraksi air per massa atau volume tanah. Kadar air dalam tanah dapat dinyatakan dalam persen volume yaitu persen volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat memberikan gambaran tentang keter-
sediaan air pada pertumbuhan pada volume tanah tertentu. Metode dalam pengukuran KAT terdiri dari metode tidak langsung dan metode langsung. Metode yang digunakan untuk pengukuran KAT secara tidak langsung, antara lain heat pulse probe (HPP) atau penghamburan bahang (heat dissipation), Neutron Probe, Time Domain Reflectometry (TDR), dan Velocity Differen-tiation Domain (VDD) (Chow et al 2009). Pengukuran KAT menggunakan metode langsung yaitu metode gravimetrik dan volumetrik. Kadar air gravimetrik adalah massa air ralatif terhadap massa partikel tanah kering. Tanah kering tersebut umumnya didefinisikan sebagai tanah yang dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC sampai mencapai keseimbangan (Hillel 1998). Tanah kering udara akan mengandung beberapa persen lebih banyak air dibandingkan tanah kering oven. Hermawan (2004) menjelaskan bahwa metode gravimetrik merupakan metode standar dengan akurasi yang sangat tinggi. Namun, metode ini harus dilakukan di Laboratorium sehingga membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak untuk mendapatkan hasil pengukuran kadar air tanah. Kadar air tanah sangat beragam menurut ruang dan waktu, karena tanah menjadi basah oleh hujan, terdrainase secara gravitasi, serta mengalami kekeringan karena evaporasi dan penyerapan oleh akar tanaman. Kandungan air lebih baik dinyatakan dalam θ (sebagai pengganti w). Hal ini disebabkan karena penggunaan θ langsung bisa sesuai terhadap perhitungan aliran dan jumlah air yang ditambahkan ke tanah melalui irigasi atau hujan, dam untuk menyatakan besarnya air yang berkurang karena evapotranspirasi atau drainase.
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari–Juni 2012, bertempat di Desa Lebak Siuh, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Lokasi penelitian berada pada koordinat 6o50’28” LS dan 106o56’27” BT dengan ketinggian 1127 meter di atas permukaan laut. Penelitian ini diawali dengan pembuatan alat sensor kadar air tanah pada tanggal 29 Januari - 4 Februari 2012 di Workshop Instrumentasi Meteorologi. Penanaman kentang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret
5
dan 5 Maret 2012. Pemasangan alat dilakukan pada tanggal 5 - 7 Maret 2012. Pengambilan data curah hujan dilakukan setiap hari mulai tanggal 6 Maret 2012. Pengukuran data kadar air tanah dimulai tanggal 10 Maret 2012 sampai 29 Mei 2012 sekali dalam seminggu. Pengambilan sampel tanaman kentang dimulai tanggal 10 April 2012 sampai 29 Mei 2012 sekali dalam seminggu dan pengukuran biomassa dilakukan di Laboratorium Terpadu, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kentang varietas Granola. Alat yang digunakan yaitu sensor kadar air tanah, elektronik pengukur impedansi listrik, baterai 9 volt, bor tanah, oven, timbangan digital, kantong plastik, Digital Multimeter, gelas ukur, label, alat tulis, SAS 9.1.3, dan Microsoft Excel.
Tabel 1 Rancangan percobaan Blok D Guludan GD1 1 G GD2 2
S
M
GS1 GS2
GM1 GM2
3.4 Observasi 3.4.1 Pembuatan Sensor Kadar Air Tanah Sensor kadar air tanah menggunakan empat elektroda terbuat dari alumunium, dirangkaikan pada pipa PVC dengan panjang satu meter. Elektroda yang dirangkai tidak boleh bersentuhan satu sama lain. Setiap pipa terdapat enam titik pengukuran dengan kedalaman tanah 10 cm, 20 cm, 40 cm, 60 cm, 80 cm, dan 100 cm. Sensor kadar air tanah ini menggunakan prinsip pengukuran impedansi elektroda tiap kedalaman.
3.3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang menggunakan faktor arah guludan pada petak lahan yang berbeda sebagai blok I (G1) dan blok II (G2) (Gambar 3). Terdapat tiga macam arah guludan, yaitu diagonal (D), sejajar (S), dan melintang (M) terhadap kontur.
Gambar 4 Sensor kadar air tanah
Keterangan: Lokasi sensor kadar air tanah Gambar 3 Lay out lokasi penelitian
6
3.4.2 Pemasangan dan Pengukuran Kadar Air Tanah Sensor kadar air tanah dipasang secara acak sebanyak 2 buah untuk setiap perlakuan. Pemasangan sensor dilakukan dengan cara menggali tanah menggunakan bor tanah sedalam satu meter pada masing-masing titik pengamatan. Tanah hasil galian dimasukkan kembali ke dalam lubang sesuai kedalaman masing-masing setelah sensor dimasukkan ke dalam lubang. Pengukuran kadar air tanah mulai dilakukan satu minggu setelah pemasangan sensor. Setiap titik pengukuran pada setiap kedalaman tanah dapat menghasilkan enam kali pengulangan data. Ketika pengambilan data di lapangan, sensor dirangkaikan dengan perangkat elektronik pengukur impedansi, digital multimeter, dan catu daya baterai 9 volt. Pengukuran sensor dilakukan sekali dalam seminggu. 3.4.3 Kalibrasi Alat Setiap alat memerlukan kalibrasi untuk menerjemahkan bacaan sensor alat tersebut. Pada penelitian ini menggunakan data kalibrasi dari penelitian Manurung (2011) yang dilakukan di Pacet. Asumsi karakteristik tanah yang terdapat di Pacet dan Kadudampit adalah sama. Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman tanah yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman tanah No.
Kedalaman
Persamaan
R2
1
10
46.120x-0.425
0.985
20
-0.417
0.973
-0.388
0.985
-0.403
0.982
-0.363
0.976
-0.350
0.974
2 3 4 5 6
40 60 80 100
45.359x 41.955x 43.433x 42.272x 48.726x
3.4.4 Biomassa Tanaman Kentang Sampel tanaman kentang diambil saat kentang berumur 38 hari setelah tanam. Pengambilan sampel tanaman menggunakan metode destructive sampling yang dilaksanakan sekali dalam seminggu dengan dua kali ulangan setiap perlakuan. Tanaman kentang tersebut dipisahkan berdasarkan bagian organ tanaman, yaitu bagian daun, batang, akar, dan umbi kemudian ditimbang. Setelah ditimbang,
bagian organ tersebut dikeringkan dengan oven selama 48 jam (2 hari) pada suhu 70-80 o C untuk mendapatkan berat kering. Bagian organ tanaman yang sudah kering tersebut ditimbang kembali. Berat kering per tanaman untuk satuan luas 30x40 cm2 kemudian dikonversi ke biomassa per satuan luas (g/m2) dengan faktor konversi sebesar 0.12.
Gambar 5 Pemisahan bagian daun, batang, akar, dan umbi
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Wilayah Kajian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Lebak Siuh, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis, terletak pada koordinat 6o50’28” LS dan 106o56’27” BT dan berada pada ketinggian 1127 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang terukur di lokasi penelitian selama bulan Maret – Mei menunjukkan curah hujan yang tinggi dengan curah hujan bulanan lebih dari 200 mm (Gambar 6). Curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April sebesar 477 mm dengan hari hujan 27 hari dan hari tidak hujan 3 hari. Tabel 3 Jumlah hari hujan dan hari tidak hujan selama pengukuran Jumlah Hari Bulan Pengamatan Hujan (hari) Maret
26
13
April
30
23
Mei
31
14
Juni
2
2
7
penelitian ini adalah penggunaan arah guludan yang tepat.
500 C u r a h
450
H u j a n
250
400 350 300
200 150 100
( )
m m
50 0 Mar
Apr
Mei
Jun
Bulan
Gambar 6 Curah hujan bulanan di lokasi penelitian pada bulan Maret-Juni 2012 Kabupaten Sukabumi mempunyai bentang lahan yang bervariasi dari datar hingga bergunung adalah: datar (lereng 0-2)% sekitar 9.4%; berombak sampai bergelombang (lereng 2-15%) sekitar 22%; bergelombang sampai berbukit (lereng 15-40%) sekitar 42.7%; dan berbukit sampai bergunung (lereng>40%) sekitar 25.9% (Pemkab Sukabumi 2012). Wilayah kajian dalam penelitian ini merupakan daerah yang memiliki topografi dengan kemiringan yang beragam sekitar 25-40%. Kemiringan lahan tersebut dapat mempengaruhi jumlah air yang diperlukan tanaman. Salah satu cara untuk meminimalkan dampak dari curah hujan yang tinggi dan topografi kemiringan lahan dalam
4.2 Kadar Air Tanah Nilai kadar air tanah rata-rata yang terukur di lapangan pada blok I dan blok II setiap perlakuan menunjukkan nilai yang berbeda. Penerapan teknik pembuatan guludan dengan arah diagonal (GD), sejajar (GS), maupun melintang (GM) terhadap kontur memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar air tanah pada kedalaman 0–100 cm. Nilai kadar air tanah yang berbeda pada lapisan kedalaman yang sama dapat disebabkan oleh perbedaan kehilangan air tanah melalui proses evapotranspirasi dan perbedaan kemampuan tanah dalam menahan air. Nilai kadar air tanah masing-masing perlakuan pada blok I dan blok II dapat dilihat pada Tabel 4. Nilai kadar air tanah yang terukur untuk tiap kedalaman dari ketiga perlakuan tersebut berada pada kisaran 7-18% vol. Profil kadar air tanah terhadap kedalaman setiap perlakuan pada blok I dan blok II ditunjukkan pada Gambar 7. Kadar air tanah pada blok I berkisar antara 7-16% vol. Nilai kadar air tanah pada perlakuan GD1 berkisar antara 8-16% vol, perlakuan GS1 9-16% vol, dan perlakuan GM1 7-13% vol. Masingmasing perlakuan mengalami penurunan dan peningkatan nilai kadar air tanah hingga kedalaman 100 cm. Peningkatan kadar air tanah terlihat semakin besar pada kedalaman 60-100 cm. Ketiga perlakuan pada blok II memiliki nilai kadar air tanah berkisar antara 8-18% vol. Nilai kadar air tanah pada perlakuan GD2 memiliki kisaran 8-18% vol. Peningkatan kadar air tanah pada kedalaman 60-100 cm
Tabel 4 Nilai kadar air tanah rata-rata pada blok I dan blok II selama pengukuran Kedalaman (cm) 10 20 40 60 80 Pengukuran Blok I
Blok II
100
Kadar air tanah (%vol)
GD1
10
9
10
8
14
16
GS1
9
11
11
9
12
16
GM1
7
9
8
9
12
13
GD2
8
9
9
8
11
18
GS2
8
10
10
10
11
14
GM2
10
11
11
11
11
17
Keterangan: GD : Guludan dengan arah diagonal terhadap kontur GS : Guludan dengan arah sejajar terhadap kontur GM : Guludan dengan arah melintang terhadap kontur
8
a)
Kadar Air Tanah (%vol) 0
K e d a l a m a n
-10
6
8
10
12
14
16
18
16
18
-20 -30 -40 -50 -60 -70
(
-80 c m -90 -100
) b)
K e d a l a m a n
Kadar Air Tanah (%vol) 0 -10
6
8
10
12
14
-20 -30 -40 -50 -60 -70
( )
-80 c m -90 -100
Gambar 7 Profil kadar air tanah rata-rata pada (a) Blok I dan (b) Blok II dengan selisih perubahan terhadap kedalaman berkisar antara 3-7% vol. Kadar air tanah pada perlakuan GS2 memiliki kisaran 8-14% vol, sedangkan perlakuan GM2 berkisar 10-17% vol. Pada perlakuan GS2 dan GM2 terjadi peningkatan nilai kadar air tanah hingga kedalaman 100 cm. Secara keseluruhan, lapisan paling atas (kedalaman 10 cm) pada kedua blok (blok I dan blok II) memiliki nilai kadar air tanah yang kecil. Hal ini dapat terjadi akibat proses evaporasi di permukaan tanah. Kehilangan air akibat penyerapan air dan unsur hara menyebabkan air bergerak menuju lapisan di atasnya (gaya kapilaritas). Sehingga terjadi
penurunan nilai kadar air tanah pada kedalaman 40-60 cm. Pada kedalaman 60-100 cm terjadi peningkatan kadar air tanah karena pada kedalaman ini tidak terdapat akar kentang. Setiadi (2009) menyebutkan bahwa akar pada tanaman kentang dapat menembus sampai kedalaman 45 cm. Berdasarkan literatur tersebut, dapat dijadikan batasan untuk melihat pengaruh kadar air tanah terhadap hasil biomassa tanaman kentang pada kedalaman 10–60 cm. Perlakuan GS1 (blok I) dan GM2 (blok II) memiliki nilai kadar air tanah yang lebih tinggi sehingga dibandingkan perlakuan yang lainnya (Gambar 7). Pada blok I, guludan
9
a)
25
180 C 160 H
5
)
5
m m 10
)
)
10
C 180 H 160 m 140 m 120 / 100 m i 80 n 60 g g 40 u
(
(
m 120 m / 100 m 80 i 60 n g 40 g 20 u
15
200
20 K A T 15
(
140
25
(
200
K A 20 T m m
b)
30
20
)
0
0
0
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
Hari ke- (HST)
Hari ke- (HST)
c)
d) 30
200
30
200
25
180 C 160 H
25
180 C 160 H
K A 20 T
5
m m
140
m 120 m / 100 m 80 i 60 n g 40 g 20 u
15
)
)
m 10 m
(
(
m 120 m / 100 m 80 i 60 n g 40 g 20 u
10 5
)
)
0
0
0
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
30
Hari ke- (HST) 200
f)
180
140 120
15
100
)
10
60 40
5
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
Gambar 8
)
0
180 C H 160
K A 25 T 20
140
m 120 m / 100 m 80 i 60 n g 40 g 20 u
m m 15 10 5
)
20
30
)
80
m m / m i n g g u
200
(
( m m
160
35
(
K A 20 T
C H (
25
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
Hari ke- (HST)
e)
(
140
(
K A 20 T 15
0
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
Kondisi curah hujan dan kadar air tanah perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran
10
dengan arah sejajar terhadap kontur (GS1) posisi sensornya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan GD1. Selain itu, perlakuan GS1 juga menerima limpasan air dari perlakuan GD1. Perlakuan GM2 disamping posisi sensornya yang lebih rendah juga memiliki kemampuan tanah yang baik dalam menyerap air. Hal ini mengakibatkan kemungkinan terjadinya limpasan air sangat kecil. Oleh karena itu, nilai kadar air tanah perlakuan GM2 memiliki nilai rataan kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan guludan dengan arah diagonal (GD2) dan sejajar (GS2) terhadap kontur. Curah hujan merupakan unsur meteorologi paling penting terhadap kandungan air dalam tanah (Chen et al. 2010). Enni et al (2008) menjelaskan jika terjadi hujan maka kadar air tanah akan mengalami kenaikan pada hari berikutnya. Peningkatan kadar air tanah lebih dahulu terjadi pada lapisan atas diikuti lapisan di bawahnya. Curah hujan mingguan yang tinggi pada saat awal pengukuran menyebabkan nilai kadar air tanah meningkat terlihat pada Gambar 8. Seiring pertambahan waktu pengukuran, nilai kadar air tanah tidak hanya ditentukan oleh curah hujan saja sehingga berfluktuasi naik turun. Peningkatan curah hujan mingguan yang tidak diiringi dengan kenaikan nilai kadar air tanah dapat disebabkan oleh proses evapotranspirasi, intersepsi, dan penyerapan air oleh tanaman kentang. Namun, curah hujan yang mengalami penurunan dari minggu sebelumnya dengan nilai kadar air tanah yang semakin meningkat dapat terjadi karena mempunyai kemampuan tanah yang baik dalam menyimpan air. Sehingga masih terdapat simpanan air di dalam tanah akibat curah hujan yang lebih tinggi pada minggu sebelumnya. Pada akhir pengukuran, kadar air tanah mengalami peningkatan akibat tanaman kentang yang mulai layu dan mengering seiring dengan penambahan umur tanaman. Hal ini mengakibatkan proses evapotranspirasi, intersepsi, penyerapan air di dalam tanah mulai berkurang. Kadar air tanah bervariasi menurut kedalaman (Gambar 7). Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah arah guludan berpengaruh terhadap distribusi kadar air tanah setiap kedalamannya maka dilakukan analisis secara statistika. Hasil analisis statistika menggunakan program SAS menyebutkan bahwa nilai kadar air tanah pada kedalaman yang berbeda menunjukkan nilai p-value yang beragam selama pengukuran (Lampiran 11 (a)). Jika nilai p-value<0.05 (taraf nyata 5%) menunjuk-
kan bahwa pengaruh faktor arah guludan ataupun blok nyata terhadap kadar air tanah. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antar taraf (perlakuan) terhadap respon (kadar air tanah yang diamati). Pada kedalaman 10 cm, pengaruh arah guludan nyata terhadap kadar air tanah pada saat 73 HST, sedangkan blok tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah. Perlakuan dan blok memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air tanah di kedalaman 20 cm pada saat 59 dan 66 HST. Kedalaman 40 cm dan 100 cm terlihat bahwa pengaruh perlakuan dan blok tidak nyata terhadap kadar air tanah. Namun, pada kedalaman 60 cm perlakuan nyata pada saat 73 HST sedangkan blok nyata pada saat 66 HST. Pengaruh blok nyata terhadap kadar air tanah di kedalaman 80 cm pada saat 80 HST. 4.3 Biomassa Tanaman Biomassa tanaman merupakan ukuran yang sering digunakan untuk menggambarkan dan mempelajari pertumbuhan tanaman. Biomassa merupakan jumlah bahan organik yang diproduksi oleh tumbuhan per satuan unit area pada suatu waktu (Brown 1997). Unit satuan biomassa adalah g/m2 atau ton/ha. Biomassa tanaman dibagi menjadi biomassa per organ penting, yaitu daun, batang, akar, dan umbi. Pembedaan bagian biomassa ini disebut sebagai partisi biomassa. Biomassa dalam persentase untuk masingmasing organ tanaman setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 10. Setiap perlakuan pada kedua blok menghasilkan nilai biomassa yang berbeda-beda. 4.3.1 Biomassa di Atas Tanah Pertumbuhan tanaman dapat dilihat dari biomassa yang berada di atas permukaan tanah (above ground biomass) seperti biomassa daun dan batang. Hasil pengukuran biomassa di atas tanah yang merupakan penjumlahan dari biomassa daun dan batang (Tabel 5). Pada akhir pengukuran, nilai biomassa rata-rata tanaman di atas tanah yang dihasilkan pada blok I untuk perlakuan GD1 sebesar 109 g/m2, perlakuan GS1 sebesar 134 g/m2, dan perlakuan GM1 sebesar 152 g/m2. Pengambilan sampel biomassa pada perlakuan GS1 berhenti pada saat kentang berumur 73 HST. Perlakuan GD1 dan GM1 sampel biomassa berhenti ketika umur kentang 80 HST. Hal ini disebabkan tidak terdapat sampel tanaman lagi. Sebagian besar tanaman pada blok I banyak yang mati akibat terserang penyakit busuk layu. Sehingga tanaman yang
11
Tabel 5 Hasil pengukuran biomassa di atas tanah Biomassa tanaman di atas tanah (g/m2) Perlakuan 38 45 52 59 66 73 80
87
Rata-rata
GD1
52
128
158
154
113
50
-
-
109
GS1
62
67
163
253
126
-
-
-
134
GM1
42
129
292
205
100
147
-
-
152
GD2
31
97
190
92
110
94
45
98
95
GS2
66
94
210
166
115
186
52
52
118
GM2 37 165 190 217 174 Keterangan: GD : Guludan dengan arah diagonal terhadap kontur GS : Guludan dengan arah sejajar terhadap kontur GM : Guludan dengan arah melintang terhadap kontur
182
73
25
133
Blok I
Blok II
terserang penyakit ini dicabut (dipanen lebih awal) agar tidak menular ke tanaman kentang yang lainnya. Pada blok II, perlakuan GM2 memiliki nilai biomassa di atas tanah paling tinggi (sebesar 133 g/m2) dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan GD2 nilai biomassa di atas tanah sebesar 95 g/m2 dan perlakuan GS2 sebesar 118 g/m2. Tanaman kentang pada blok II ini sedikit sekali yang terserang penyakit sehingga pada akhir pengukuran (panen), masih terdapat tanaman kentang yang masih bisa digunakan sebagai sampel biomassa. Sehingga pengukuran biomassa masih dapat dilakukan. Secara umum, biomassa tanaman di atas tanah setiap perlakuan mengalami peningkatan setiap minggu. Namun, setelah mencapai suatu titik tertentu (kondisi optimal), akan terjadi penurunan hasil biomassa tanaman. Bagian daun sangat terkait erat dengan proses fotosintesis. Semakin tua umur tanaman kentang, daunnya akan menguning dan mengering sehingga efisiensi dalam
memanfaatkan radiasi surya semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan berat kering tanaman yang dihasilkan berkurang. Pereira et al. (2006) menjelaskan bahwa radiasi surya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan organ vegetatif tanaman, seperti batang, cabang, dan daun, serta organ generatif seperti bunga dan umbi. 4.3.2 Biomassa Umbi Biomassa umbi yang dihasilkan setiap minggu mengalami peningkatan (Tabel 6). Namun, semakin lama umur tanaman kentang maka hasil umbinya semakin menurun. Penurunan umbi tersebut terjadi karena kondisi tanaman yang tidak dapat dipertahankan hingga umur maksimal, akibat tanaman layu menghasilkan umbi busuk. Tanaman kentang tersebut mulai terserang penyakit busuk layu pada umur 60 HST. Sunarjono (2007) juga menjelaskan bahwa hujan lebat yang berkepanjangan menghambat pancaran
Tabel 6 Hasil pengukuran biomassa umbi Biomassa umbi hari ke- setelah tanam (g/m2) Perlakuan 38 45 52 59 66 73 80 87
Rata-rata
GD1
57
59
121
220
222
226
-
-
151
GS1
41
88
184
629
559
-
-
-
300
GM1
66
131
568
709
403
352
-
-
372
GD2
9
30
128
167
199
333
117
239
153
GS2
31
47
163
356
307
262
277
295
217
GM2 28 144 359 586 905 Keterangan: GD : Guludan dengan arah diagonal terhadap kontur GS : Guludan dengan arah sejajar terhadap kontur GM : Guludan dengan arah melintang terhadap kontur
521
343
371
407
Blok I
Blok II
12
sinar matahari, memperlemah energi surya, hingga fotosintesis tidak berlangsung optimal. Hal ini menyebabkan umbi yang terbentuk kecil dan produksinya rendah. Pengambilan sampel tanaman terakhir dilakukan pada saat tanaman kentang berumur 87 HST dengan kondisi tanaman sudah mengering semua. Pada blok I tidak terdapat sampel tanaman lagi akibat terserang penyakit busuk layu. Hasil pengukuran biomassa umbi pada blok II dapat dilihat pada Gambar 9. Perlakuan GM2 menghasilkan biomassa umbi lebih tinggi sebesar 371 g/m2, diikuti perlakuan GS2 sebesar 295 g/m2, dan perlakuan GD2 sebesar 239 g/m2. Perlakuan GM2 memiliki nilai biomassa tanaman di atas tanah dan biomassa umbi lebih tinggi daripada perlakuan GD2 dan GS2 (Tabel 5, dan Tabel 6, dan Gambar 9). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman kentang pada perlakuan GM2 dapat tumbuh lebih baik dibandingkan pada perlakuan GD2 dan GS2. 400 350
(
B 300 i o 250 m a 200 s g / s 150 a m2 ) u m b i
100 50 0 GD
GS
GM
Perlakuan
Gambar 9
Biomassa umbi blok II saat tanaman berumur 87 HST (garis vertikal menunjukkan simpangan baku)
Hasil analisis statistika pengaruh faktor arah guludan lahan terhadap biomassa umbi menggunakan program SAS ditunjukkan pada Lampiran 11 (b). Nilai p-value yang dihasilkan bervariasi selama waktu pengamatan. Perlakuan faktor arah guludan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa umbi. Namun, pengaruh blok nyata terhadap biomassa umbi pada saat tanaman kentang berumur 87 HST dengan nilai p-value sebesar
0.02. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan blok terhadap biomassa umbi yang dihasilkan. 4.4 Hubungan Kadar Air Tanah dan Biomassa Tanaman Salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman adalah ketersediaan air yang masih mengandalkan curah hujan sebagai sumber air (Baskoro et al. 2007). Samadi (2007) mengatakan bahwa pengaruh curah hujan terhadap pertumbuhan tanaman berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah dan keadaan iklim setempat. Pertumbuhan tanaman akan optimal apabila tanaman berada pada tanah pada kadar air yang sesuai. Kadar air yang tidak sesuai dapat mengakibatkan tanaman layu dan membusuk. Nilai kadar air tanah dan biomassa umbi untuk setiap perlakuan pada blok I dan blok II dapat dilihat pada Lampiran 12. Nilai kadar air tanah tersebut merupakan nilai kadar air tanah pada kedalaman 10-60 cm selama pengukuran. Jumlah air yang terkandung dalam tanah hingga kedalaman tersebut digunakan tanaman kentang selama proses pertumbuhan seperti pembentukan umbi. Dari gambar terlihat bahwa nilai kadar air tanah berfluktuasi setiap minggu. Pada kedalaman yang sama untuk masing-masing perlakuan akan memiliki nilai kadar air tanah yang berbeda-beda. Nilai simpanan kadar air tanah dan biomassa umbi yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10. Jika hujan yang turun di lokasi penelitian lebih besar dibandingkan dengan evapotranspirasi dan limpasan maka terdapat simpanan kadar air tanah (ditunjukkan dengan tanda positif). Tanda negatif menunjukkan bahwa tanaman mengalami defisit air. Hal ini memperlihatkan bahwa curah hujan yang tinggi belum tentu mengakibatkan simpanan kadar air tanah semakin besar pula. Hasil tanaman (biomassa umbi) ditentukan oleh proses pertumbuhan dan interaksi antara tanaman kentang dengan lingkungan (kondisi iklim setempat). Sehingga simpanan kadar air yang besar tidak diiringi dengan hasil biomassa umbi yang semakin besar. Biomassa umbi yang dihasilkan pada blok I dan blok II tidak hanya dipengaruhi oleh kadar air tanah saja, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim yang lain. Kehilangan air pada tanaman melalui proses evaporasi tanah dan transpirasi tanaman (evapotranspirasi) mengakibatkan nilai kadar air tanah berkurang. Selain itu, berkurangnya
13
a)
250
∆ 15 K A T 10
15 ∆ K 10 A T 5 (
B 300 i o 250 m a g 200 s / s m a 150 2
m m 0 / m -5 i n g -10 g u -15
)
)
5 m m / 0 m i -5 n g -10g u -15
50
350
(
(
(
B i 200 o m a 150 g s / s m a 2 100 u m b i
b)
20
u m b i
100 50
)
)
0
0
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
c)
700
d)
25
u m b i
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
f)
15 ∆ 10 K A 5 T
B 800 i 700 o m 600 a s g 500 s / 400 a m2 300 u 200 m b 100 i 0
m m / -10 m i -20 n g -30 g u 0
)
-25 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
∆ 20 K A 10 T
900
)
)
0
30
(
)
m m -5 / m -10 i n -15 g g -20 u
1000
(
(
0
(
700 B i 600 o m 500 a g s / 400 s m a 2 300 u 200 m b 100 i
)
800
m 5 m / m 0 i -5 n g -10 g u -15
50
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
e)
10
100
)
0
∆ 20 K A 15 T
B 350 i o 300 m a 250 g s / 200 s m a 2 150 )
)
100
25
(
(
(
200
400
(
∆ 20 K A 15 T 10 m 5 m / 0 m -5 i n -10 g -15 g u -20
B 600 i o m 500 a g 400 s / s m 300 a 2 u m b i
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
-40 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
Hari ke- (HST)
Gambar 10 Nilai simpanan kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran
14
kadar air tanah disebabkan oleh tertahannya air pada tajuk (intersepsi) tanaman. Penyerapan air oleh akar di dalam tanah juga mengakibatkan nilai kadar air tanah menjadi kecil (berkurang) dari minggu sebelumnya.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Teknik pembuatan arah guludan menghasilkan nilai kadar air tanah bervariasi menurut waktu. Perbedaan kehilangan air melalui proses evapotranspirasi, intersepsi, penyerapan air oleh akar, dan limpasan, serta perbedaan kemampuan tanah dalam menyimpan air mengakibatkan kadar air tanah setiap perlakuan berbeda-beda. Pada penelitian ini, simpanan kadar air tanah yang besar belum tentu menyebabkan hasil biomassa umbi yang dihasilkan mengalami peningkatan. Tanaman kentang yang ditanam pada guludan dengan arah melintang terhadap kontur pada petak lahan yang berbeda menghasilkan biomassa umbi yang paling tinggi dibandingkan dengan arah diagonal dan sejajar. Berdasarkan hasil analisis statistika, pengaruh faktor arah guludan lahan dan blok tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air tanah dan biomassa umbi yang dihasilkan. 5.2 Saran Penelitian lanjutan perlu memperhatikan proses evapotranspirasi dan intersepsi tajuk. Sebaiknya pada wilayah kajian penelitian ini, petani menerapkan teknik pembuatan guludan dengan arah melintang terhadap kontur.
DAFTAR PUSTAKA [FAO]. 2008. International Year of The Potato. http://www.potato2008.org [22 Juni 2012]. [Pemkab Sukabumi]. 2012. Kabupaten Sukabumi. http://www.kabupatensukabumi.go.id [10 Juni 2012]. Baskoro DPJ, Tarigan SD. 2007. Karakteristik Kelembaban Tanah pada Beberapa Jenis Tanah. J Tanah dan Lingkungan 9(2):7781. Brown. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest : a
Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. Rome : FAO. Chen C, Wang E, Yu Q. 2010. Modelling the effects of climate variability and water management on crop water productivity and water balance in the North China Plain. Agr Wat Manage 97(8):1175–1184. Chow L, Xing Z, Rees HW, Meng F, Monteith J, Stevens L. 2009. Field Performance of Nine Soil Water Content Sensors on a Sandy Loam Soil in New Brunswick, Maritime Region, Canada. Sensors 9:9398-9413. Enni DW, Haridjaja O, Soedodo H, Sudarsono. 2008. Pergerakan Air pada Tanah dengan Karakteristik Pori Berbeda dan Pengaruhnya pada Ketersediaan Air bagi Tanaman. Jurnal Tanah dan Iklim 28. Gardner W. 1991. Water content. In A. Klute (Ed). Methods of Soil Analysis. Part 1: Second edition. ASA, Inc., SSSA, Inc., Madison, Wisconcin, USA. pp. 493-544. Gunarto. 2003. Pengaruh Penggunaan Ukuran Bibit terhadap Pertumbuhan, Produksi, dan Mutu Umbi Kentang Bibit G4 (Solanum tuberosum). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 5(5):173-179. Hamdani JS. 2009. Pengaruh Jenis Mulsa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tiga Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.) yang Ditanam di Dataran Medium. J Agron 37(1):14–20. Haverkort AJ. 1990. Ecology of Potato Cropping Systems in Relation to Latitude and Altitude. Agric Syst 3(3):251-272. Hermawan B. 2004. Penetapan Kadar Air Tanah Melalui Pengukuran Sifat Dielektrik pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia 6(2):66-74. Hillel D. 1998. Pengantar Fisika Tanah. Edisi 1. Diterjemahkan oleh: Susanto RJ dam Purnomo RH. Yogyakarta: Mitra Gama Widya. Huaman Z. 1986. Systematic Botany and Morphology of the Potato. Technical Information Bulletin 6. International Potato Centre, Lima, Peru: 22 pp. Kar G, Kumar A. 2007. Effect of Irrigation and Straw Mulch on Water Use and Tuber Yield of Potato in Eastern India. Agr Wat Manage 94:109-116. Kusmana dan Basuki RS. 2004. Produksi dan Mutu Umbi Klon Kentang dan Kesesuaiannya sebagai Bahan Baku Kentang Goreng dan Keripik Kentang. J Hort 14 (4):246–252.
15
Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Edisi Kedua. Bogor: IPB Press. Mahmood MM, Farooq K, Hussain A, Sher R. 2002. Effect of Mulching on Growth and Yield of Potato Crop. Asian J Plant Sci 1(2):132-133. Manurung H. 2011. Perhitungan Limpasan dan Evapotranspirasi Berdasarkan Neraca Air pada Pertanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depertemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Motez JE, Greig JK. 1970. Specific Gravity, Potato Chip Color and Tuber Mineral Content as Affected by Soil Moisture and Harvest Dates. Am Potato J. 47(11): 413418. Nurmayulis, Maryati. 2008. Kandungan Nitrogen dan Bobot Biji Kentang yang Diberi Pupuk Organik Difermentasi, Azospirillum sp., dan Pupuk Nitrogen di
Cisarua, Lembang, Jawa Barat. J. Tanah Trop 13(3):217-224. Nurtika N. 2007. Tanggap Beberapa Varietas Kentang (Solanum tuberosum) terhadap Penggunaan Pupuk Anorganik. J Agrivigor 6(2):93-99. Pereira AB, Shock CC. 2006. A Review Of Agrometeorology And Potato Production. www.agrometeorology.org [13 Juni 2012] Samadi. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta: Kanisius. Setiadi. 2009. Budidaya Kentang +Berbagai Pilihan Varietas dan Pengadaan Benih. Depok: Penebar Swadaya. Sengul M, Keles F, Keles MS. 2004. The Effect of Storage Conditions (temperature, light, time) and Variety on the Glycoalkaloid Content of Potato Tubers and Sprouts. Food Control 15:281-286. Sunarjono. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Depok: Penebar Swadaya. Sutrisna. 2007. Pengaruh Bahan Organik dan Interval serta Volume Pemberian Air terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kentang di Rumah Kaca. J Hort. 17(3):224-236.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Persamaan kalibrasi pada berbagai kedalaman (a) 10 cm, (b) 20 cm, (c) 40 cm, (d) 60 cm, (e) 80 cm, dan (f) 100 cm
45
b) 40
40 K 35 A T 30 25
35 K 30 A T 25
a)
y = 46.12x-0.425 R² = 0.9855
y = 45.359x-0.417 R² = 0.9732
( (
20 % v 15 o 10 l
)
% 20 v 15 o l 10 5
)
0 0.00
5 5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
0 0.00
40.00
5.00
10.00
Impedansi (kΩ)
25.00
30.00
35.00
40.00
d) 45
40 K 35 A T 30 25
K A T
y = 41.955x-0.388 R² = 0.9847
(
(
% v o l
40 35 y = 43.433x-0.403 R² = 0.9824
30 25 20 15 10
)
% 20 v 15 o l 10 5
)
0 0.00
20.00
Impedansi (kΩ)
45
c)
15.00
5 5.00
10.00
15.00
20.00
Impedansi (kΩ)
25.00
30.00
35.00
40.00
0 0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
Impedansi (kΩ)
17
Lampiran 1 (Lanjutan)
f) 50
e) 45
45
40 K A 35 T 30
K 40 A 35 T 30
y = 42.272x-0.363 R² = 0.9761
(
25 % v 20 o 15 l 10
y = 48.726x-0.35 R² = 0.9743
(
25 % v 20 o 15 l 10
)
)
5 0 0.00
5 10.00
20.00
30.00 Impedansi (kΩ)
40.00
50.00
60.00
0 0.00
20.00
40.00
60.00 Impedansi (kΩ)
80.00
100.00
120.00
18
Lampiran 2 Data kalibrasi pada berbagai kedalaman pengukuran
Hari ke-
Stdev
1
R (kΩ) 1.50
10 KAT (%vol) 41
2
1.78
3
1.94
4
Kedalaman (cm) 40 KAT R Stdev (%vol) (kΩ) 45 7 1.36
Stdev
5
R (kΩ) 1.52
20 KAT (%vol) 40
60 KAT (%vol) 42
Stdev
3
R (kΩ) 1.29
80 KAT (%vol) 16
Stdev
21
R (kΩ) 1.72
100 KAT (%vol) 19
7
R (kΩ) 1.08
Stdev
37
5
1.86
37
7
1.13
41
6
35
5
2.14
35
7
1.20
39
6
1.44 1.51
39
3
1.32
37
3
1.37
15
19
1.83
17
17
15
18
1.99
16
16
2.40
32
5
2.62
32
7
1.46
36
7
1.86
34
3
1.68
14
16
2.53
15
15
5
2.88
30
5
3.12
30
7
1.74
34
7
2.24
32
3
2.01
13
15
3.07
14
14
6
3.37
28
5
3.57
28
6
7
4.20
25
5
4.25
25
6
2.04 2.55
32
7
2.65
29
7
3.37
30
3
2.38
13
14
3.68
14
12
27
3
3.04
12
12
4.69
13
11
8
4.91
23
6
4.76
23
5
3.04
27
7
4.02
25
3
3.66
11
11
5.91
12
10
9
5.82
22
5
5.46
22
5
3.80
25
7
4.93
23
3
4.58
11
10
7.52
12
9
10
6.78
20
5
11
7.81
19
5
6.26 7.13
20
4
4.64
19
4
5.62
23
7
5.90
21
2
5.58
10
9
9.29
11
7
21
7
6.98
19
2
6.76
10
8
11.26
11
7
12
8.71
18
5
7.88
18
4
6.52
20
7
7.97
18
2
7.81
10
7
13.08
11
6
13
9.77
17
5
8.77
17
4
7.52
18
6
9.06
17
2
8.89
10
7
14.84
11
5
14 15
10.50
16
11.67
15
5
9.40
4
10.29
17
3
8.45
17
7
10.07
16
2
10.02
10
6
17.12
11
5
16
3
9.54
17
6
11.24
15
2
11.26
10
6
19.60
11
4
16
14.01
14
4
12.65
15
3
12.10
15
7
14.36
14
2
14.51
10
6
25.93
11
4
17
14.95
14
4
13.46
14
3
13.07
15
6
15.41
13
2
15.75
10
6
28.43
11
4
18
16.56
19
18.20
13
4
14.95
14
3
14.65
14
7
17.37
13
2
17.87
11
6
32.62
12
5
13
4
18.39
13
3
16.42
14
7
19.44
13
2
20.46
12
7
37.39
13
5
20
21.43
12
5
19.68
13
3
19.31
13
7
22.90
12
2
24.47
12
8
45.17
14
7
19
19
Lampiran 2 (Lanjutan)
R (kΩ)
10 KAT (%vol)
Stdev
R (kΩ)
20 KAT (%vol)
21
22.66
12
4
20.90
22
26.43
12
5
23
34.48
12
24
38.86
11
Hari ke-
Kedalaman (cm) 40 KAT R Stdev (%vol) (kΩ)
Stdev
R (kΩ)
80 KAT (%vol)
12
2
27.09
29.88
11
3
7
42.08
11
7
47.95
11
Stdev
R (kΩ)
13
3
20.80
13
7
24.85
25.31
12
3
24.77
12
7
5
33.47
12
3
34.62
12
4
37.81
12
3
38.88
12
60 KAT (%vol)
Stdev
R (kΩ)
100 KAT (%vol)
13
9
50.03
15
8
33.52
14
11
64.48
17
10
2
48.12
17
17
97.15
21
16
3
57.27
19
19
116.63
24
20
Stdev
20
21
Lampiran 3 Contoh data hasil pengukuran kadar air tanah pada perlakuan GD1 sensor 1
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
10 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
40
71.3
78.8
72.7
73.7
59.8
-20
11.10
57.9
20.2
20.2
14.6
64.7
-40
51.6
46.2
67.8
67.8
60.9
33.5
-60
1035
1596
21.8
30
49
1011
-80
34.3
32.4
44.2
59.4
20.3
37.2
-100
10.36
16.99
11.47
8.13
12.85
16.08
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
17 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
83.3
76
76.6
59.6
71
73.6
-20
58
84.6
29.8
21.5
18.1
103
-40
126.5
42.4
34.6
97.6
128.7
27.2
-60
1404
1607
23.8
85.3
66.6
1368
-80
61.1
15
47.6
54
34.4
31.8
-100
41.9
19.53
39.5
52.2
29.8
33.2
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
24 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
15.60
65.6
24.6
35.6
24.6
66.2
-20
132.1
108.5
21.6
14.01
13.09
117.9
-40
27.1
48.5
52.4
31.9
37.2
52.1
-60
128
146.3
47.6
84.8
107.8
86.2
-80
61.3
13.20
67
54.9
31.2
38.4
-100
15.30
28
39.2
17.18
14.50
18.30
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
31 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
23.3
31.4
66.4
77.5
31
66.1
-20
83.1
36.4
30.8
33.5
34.3
48.8
-40
108.8
42.2
30.5
70.2
84.2
40.2
-60
50.2
58.9
55.7
44.9
41.6
64
-80
73
36.4
28.7
37.6
50.3
33.9
-100
48.3
21.8
49
51.8
27.9
30.1
22
Lampiran 3 (Lanjutan)
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
38 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
31.5
79.1
39.6
24
27.6
71.8
-20
46.6
68.2
20.8
21
24.6
52.8
-40
110.9
20.4
50.4
120.2
91.6
51.5
-60
43.5
76.2
38.1
73.3
51.8
55.5
-80
58.2
23.8
48.6
51.7
37.2
31.3
-100
18.4
15.11
24.3
13.88
14.79
16.01
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
46 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
13.64
36.8
15.8
16.6
32.2
23.2
-20
33.7
27.3
27.6
33.6
37.5
33.5
-40
12.01
13.73
18.6
21
17.07
14.29
-60
55
63.3
16.94
33.2
48.6
35.4
-80
15.17
18.27
45.2
56.7
15.54
40.8
-100
12.02
12.32
12.15
16.31
10.70
13.06
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
52 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
17.2
31.2
26.9
22.4
25
25.5
-20
43.2
33.8
38.1
36.7
39.1
36.1
-40
21.6
29.5
18.04
20.5
20.3
27.7
-60
156.7
140
32.2
26.3
24.8
123.9
-80
24.5
15.06
45.5
46.5
18.16
35.8
-100
10.65
13.3
17.99
17.53
11.53
12.81
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
59 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
15.16
14.72
13.77
13.17
13.53
12.37
-20
70.2
48.30
39.3
42.1
58.4
37.70
-40
37.6
30.6
29.4
29.2
39.3
27.7
-60
14.29
44
24.7
45.3
35.4
42.5
-80
29.8
23.2
57.1
56.8
30.4
46.3
-100
23.6
23.3
25.8
40.7
22.7
27.2
23
Lampiran 3 (Lanjutan)
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
66 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
84.1
83.4
79.6
72.7
89.1
84.3
-20
105.9
73
77.1
81
122.5
64
-40
47.7
27.9
35.2
27.5
30.8
32.8
-60
430
109.6
72.6
20.6
29.3
266.3
-80
11.31
23.6
32.4
54.2
10.96
54.9
-100
31.5
27
20.2
30.5
27.8
25.5
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
73 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
56.7
72.6
59.6
44.9
52.4
43.7
-20
59.1
90.8
61.2
46.3
42
146
-40
22.9
25.3
25.7
55
22.5
34.6
-60
165.5
185.5
110.1
172.3
125
161.4
-80
12.08
15.08
55.5
45.9
16.91
53.5
-100
30.8
29.9
26.4
25.4
39.6
25.5
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
80 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
45.4
49.1
40.5
41.5
46.3
47.2
-20
56.5
58.7
50.6
55.4
56.6
59.5
-40
16.06
17.6
27
17.61
17.12
16.34
-60
1206
961
42.9
42
39.5
1341
-80
11.42
12.9
40.7
45.5
12.86
45.9
-100
21.8
20.7
29.3
22.8
21.4
28.5
Pengukuran sensor (kΩ)
No. Sensor : 1
Kedalaman (cm)
87 HST
AB
BC
CD
AD
AC
BD
-10
149.2
187.8
153.2
112.8
188.8
112.2
-20
47.9
46.5
56.6
52.3
45.1
43.6
-40
20.3
20.8
28.1
27.3
20.2
27.6
-60
161
162.7
136
169.3
122.5
185.6
-80
40.1
42.5
58.6
49
49.4
46.4
-100
11.66
14.78
10.05
11.56
10.41
13.23
Lampiran 4 Data kadar air tanah (% vol) (a) Blok I dan (b) Blok II di lokasi penelitian
(a) Blok I Perlakuan
GD1
GS1
GM1
Kadar air tanah hari ke- setelah tanam (% vol)
Kedalaman (cm)
10
17
24
31
38
45
52
59
66
73
80
87
-10
10
7
12
10
8
11
11
11
7
10
10
-20
10
8
7
11
9
11
11
8
8
7
-40
9
6
8
8
8
12
11
9
10
-60
6
6
7
8
9
10
10
9
-80
13
15
14
13
14
14
15
-100
16
13
15
13
17
18
-10
14
10
13
9
8
7
-20
19
16
15
12
12
-40
11
11
11
12
-60
8
7
7
-80
15
8
-100
22
-10
Rata-rata
Stdev
8
10
2
7
8
9
2
10
12
11
10
2
8
7
8
10
8
1
12
14
12
17
14
14
1
18
15
14
14
19
20
16
2
9
5
8
7
10
6
9
3
8
9
7
7
9
9
7
11
4
13
13
14
12
12
7
12
8
11
2
8
8
8
12
9
9
8
10
13
9
2
9
8
11
11
12
12
15
11
14
15
12
3
13
12
14
13
20
17
13
17
16
18
18
16
3
7
9
8
7
7
9
7
7
8
9
7
3
7
2
-20
10
7
10
9
5
10
8
9
9
12
12
8
9
2
-40
8
9
9
7
7
9
7
7
8
9
7
4
8
2
-60
10
7
11
9
5
10
8
9
9
12
12
8
9
2
-80
9
10
11
12
14
15
11
11
11
11
13
11
12
2
-100
12
11
11
12
12
15
14
13
15
14
16
16
13
2
24
Lampiran 4 (Lanjutan)
(a) Blok II Perlakuan
GD2
GS2
GM2
Kadar air tanah hari ke- setelah tanam (% vol)
Kedalaman (cm)
10
17
24
31
38
45
52
59
66
73
80
87
-10
8
9
10
8
6
9
6
11
8
9
7
-20
12
11
13
10
9
9
7
8
9
11
-40
10
7
10
9
8
10
9
9
9
-60
4
10
6
7
7
11
8
9
-80
11
11
11
10
10
9
11
-100
18
10
19
19
16
19
-10
13
10
11
9
7
8
-20
8
13
14
11
10
-40
8
11
9
11
-60
9
11
8
-80
9
10
-100
15
-10
Rata-rata
Stdev
5
8
2
8
8
9
2
9
10
10
9
1
10
9
9
10
8
2
12
11
14
9
13
11
2
21
15
17
16
20
21
18
3
5
5
6
7
9
8
8
2
9
9
7
8
8
9
9
10
2
11
12
10
12
11
9
12
9
10
1
9
9
10
8
9
12
9
14
11
10
2
11
10
10
11
11
12
11
9
10
13
11
1
15
12
13
14
13
13
13
13
14
14
16
14
1
16
9
14
9
10
9
10
7
10
9
7
8
10
3
-20
14
12
10
11
9
11
9
9
10
12
10
11
11
2
-40
14
7
13
13
11
11
13
7
11
13
11
12
11
2
-60
10
6
9
11
13
9
12
9
13
15
12
16
11
3
-80
5
11
12
12
10
10
12
11
12
11
8
12
11
2
-100
18
19
15
17
18
15
16
13
20
14
21
22
17
3
25
Lampiran 5 Data kadar air tanah (mm) (a) Blok I dan (b) Blok II di lokasi penelitian
(a) Blok I Perlakuan
GD1
GS1
GM1
Kadar air tanah hari ke- setelah tanam (mm)
Kedalaman (cm)
10
17
24
31
38
45
52
59
66
73
80
87
-10
10
7
12
10
8
11
11
11
7
10
10
-20
10
8
7
11
9
11
11
8
8
7
-40
18
12
17
17
16
24
22
18
20
-60
12
12
15
17
18
21
20
18
-80
25
29
28
27
28
28
29
-100
32
26
30
26
34
36
-10
14
10
13
9
8
7
-20
19
16
15
12
12
-40
21
22
22
23
-60
16
14
14
-80
29
15
-100
44
-10
7
-20 -40
Rata-rata
Stdev
8
10
2
7
8
9
2
20
24
23
19
4
15
14
15
20
16
3
24
29
24
33
28
28
3
36
30
28
28
37
40
32
5
9
5
8
7
10
6
9
3
8
9
7
7
9
9
7
11
4
25
27
28
24
24
13
25
17
23
4
16
17
15
24
17
17
17
21
25
18
4
18
17
22
22
25
23
29
22
28
30
23
5
26
24
28
27
40
34
26
34
31
36
37
32
6
9
8
7
7
9
7
7
8
9
7
3
7
2
10
7
10
9
5
10
8
9
9
12
12
8
9
2
15
18
18
14
15
18
15
15
16
19
15
7
15
3
-60
21
15
21
17
10
20
16
18
19
24
23
16
18
4
-80
19
21
23
25
28
30
21
22
22
22
25
21
23
3
-100
24
22
22
23
23
30
28
25
29
28
32
32
27
4
26
Lampiran 5 (Lanjutan)
(b) Blok II Perlakuan
GD2
GS2
GM2
Kadar air tanah hari ke- setelah tanam (mm)
Kedalaman (cm)
10
17
24
31
38
45
52
59
66
73
80
87
-10
8
9
10
8
6
9
6
11
8
9
7
5
8
2
-20
12
11
13
10
9
9
7
8
9
11
8
8
9
2
-40
20
15
19
18
16
20
19
18
18
19
20
20
19
2
-60
9
19
13
15
14
21
16
18
19
19
18
19
17
4
-80
23
22
22
21
21
18
22
24
21
28
19
27
22
3
-100
37
21
39
38
32
37
41
30
33
33
40
41
35
6
-10
13
10
11
9
7
8
5
5
6
7
9
8
8
2
-20
8
13
14
11
10
9
9
7
8
8
9
9
10
2
-40
17
22
17
22
22
23
19
24
22
17
23
18
21
3
-60
19
23
17
18
18
20
15
17
25
18
28
21
20
4
-80
17
20
23
21
20
22
21
23
22
18
20
26
21
2
-100
29
30
24
26
27
26
27
26
26
28
27
31
27
2
-10
16
9
14
9
10
9
10
7
10
9
7
8
10
3
-20
14
12
10
11
9
11
9
9
10
12
10
11
11
2
-40
28
14
26
27
22
22
26
15
22
25
21
24
23
4
-60
19
11
17
22
25
17
23
18
27
31
24
32
22
6
-80
11
22
24
24
21
20
25
22
23
23
16
25
21
4
-100
35
37
31
33
37
31
33
25
39
28
43
44
35
6
Rata-rata
Stdev
27
Lampiran 6 Data berat kering daun
Perlakuan GD1 Blok I
GS1 GM1 GD2
Blok II
GS2 GM2
Berat kering daun hari ke- setelah tanam (g/tan)
Ulangan 38
45
52
59
66
73
80
87
1
3.4506
8.5209
13.2347
10.8418
9.9361
3.4621
*
*
2
3.6811
8.5376
11.6031
8.6546
3.8900
2.6932
*
*
1
2.3328
4.3674
12.9944
15.3239
4.0660
*
*
*
2
6.7937
4.9940
9.5860
19.1688
13.0506
*
*
*
1
2.7761
7.0609
29.8756
15.7001
5.0320
6.5582
*
*
2
3.5372
10.1272
14.0701
10.5211
6.5980
4.6641
*
*
1
3.1836
7.9764
9.2512
7.3837
5.0862
0.9034
1.7024
2.4493
2
1.3827
6.8408
18.3046
5.8608
8.2745
3.2957
4.4925
7.8708
1
6.8845
6.0940
12.2062
9.6313
10.4377
7.0515
2.0398
1.5302
2
2.6738
5.3754
15.2783
12.1457
5.4149
10.3811
1.9567
0.8267
1
3.3790
12.7252
15.2768
20.7564
10.7587
22.7348
5.6428
1.9046
2
2.1041
9.8528
13.9013
12.0260
13.1260
2.7120
2.3217
1.2418
Keterangan : * Tidak ada sampel tanaman lagi
28
Lampiran 7 Data berat kering batang
Perlakuan GD1 Blok I
GS1 GM1 GD2
Blok II
GS2 GM2
Berat kering batang hari ke- setelah tanam (g/tan)
Ulangan 38
45
52
59
66
73
80
87
1
2.1542
8.7001
1.8960
8.3855
6.0936
2.4110
*
*
2
3.0977
4.9896
11.2513
9.0653
7.2787
3.4349
*
*
1
2.1220
1.4489
6.1583
13.4516
3.9028
*
*
*
2
3.7232
5.2063
10.4908
12.8347
9.1797
*
*
*
1
1.6160
7.0870
18.0673
11.2270
5.6056
18.4545
*
*
2
2.1217
6.7227
8.0743
11.7819
6.6538
5.5917
*
*
1
2.0199
4.3154
7.3115
4.9046
7.1203
13.5593
2.3909
1.8455
2
0.9147
4.1940
10.7723
3.9515
5.9401
4.7897
2.1725
11.3706
1
3.8909
6.9054
12.2878
11.5917
6.8444
11.1471
4.4906
7.8217
2
2.2715
4.2470
10.6102
6.5714
4.7943
16.0129
3.8766
2.3516
1
2.0321
8.3318
6.9003
10.8410
8.2818
14.4697
5.9145
1.0971
2
1.2742
8.6724
9.5594
8.5111
9.6041
3.7608
3.5614
1.7054
Keterangan : * Tidak ada sampel tanaman lagi
29
Lampiran 8 Data berat kering akar
Perlakuan GD1 Blok I
GS1 GM1 GD2
Blok II
GS2 GM2
Berat kering akar hari ke- setelah tanam (g/tan)
Ulangan 38
45
52
59
66
73
80
87
1
1.0066
3.4119
2.0180
1.6546
1.3518
0.5925
*
*
2
1.9719
1.1531
1.5019
1.7178
1.2508
0.9878
*
*
1
1.4770
6.9755
2.0311
2.9430
1.7226
*
*
*
2
2.2960
3.1456
1.5318
2.5672
3.0169
*
*
*
1
1.4452
0.4380
0.9200
2.7510
1.5970
5.1290
*
*
2
1.3794
2.1798
0.8803
3.3794
1.5982
0.8879
*
*
1
1.3477
0.9929
0.9158
0.6040
0.8913
5.6297
0.5488
0.5887
2
0.5023
1.6033
2.8936
0.3877
1.1278
1.0849
1.0057
5.5374
1
2.6897
2.3815
2.9140
3.0964
0.5850
1.8472
1.4049
0.8606
2
1.2437
1.1424
1.9648
2.3869
1.7923
2.0958
0.6380
0.5806
1
1.8471
2.3583
3.0558
3.9328
5.0593
1.8471
0.7882
0.3344
2
0.6576
2.3994
3.1407
2.2653
2.6645
1.4947
0.5345
0.2201
Keterangan : * Tidak ada sampel tanaman lagi
30
Lampiran 9 Data berat kering umbi
Perlakuan GD1 Blok I
GS1 GM1 GD2
Blok II
GS2 GM2
Berat kering umbi hari ke- setelah tanam (g/tan)
Ulangan 38
45
52
59
66
73
1
4.9266
8.8891
20.4041
30.9187
32.9676
21.2352
80 *
87 *
2
8.6771
5.2510
8.6642
21.9950
20.3401
*
*
39.3741
32.9403 *
1
3.7323
6.9999
18.2022
58.8894
*
*
2
6.1658
14.2251
26.0237
91.9656
94.8809
*
*
*
1
4.5926
9.3135
77.6685
79.6726
37.1481
39.5598
*
* *
2
11.3206
22.1799
58.6550
90.4395
59.5179
44.9489
*
1
1.8605
2.8597
6.7687
29.2833
24.2483
49.8803
14.4095
51.4038
2
0.2519
4.3247
23.9556
10.7524
23.6205
30.1092
13.7060
16.5359
1
5.1606
7.6270
9.2879
39.0768
42.6423
46.7377
32.5684
36.0033
2
2.2342
3.7524
29.9273
46.4576
31.0410
16.0714
33.7942
21.9101
1
6.0153
14.8861
36.9651
85.6123
82.8042
70.2686
48.3815
45.0006
2
0.8048
19.7304
49.2914
55.0774
134.3130
54.7224
33.8290
25.5355
Keterangan : * Tidak ada sampel tanaman lagi
31
32
Lampiran 10 Biomassa tanaman (%) setiap perlakuan pada blok I (a, c, e) dan blok II (b, d, f) selama pengukuran
a)
b)
80
250
70 B i o m a s s a
B 200 i o m 150 a s s 100 a
60 50 40 30
(
(
20
%
50
)
)
% 10 0
0
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
Hari ke- (HTS)
c)
Hari ke- (HTS)
d)
80
240
70 B i o m a s s a
B i o m a s s a
60 50 40 30
160 120 80
(
(
20
200
% 40
)
)
% 10 0
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HTS)
Hari ke- (HTS) e)
f)
300
B i o m a s s a
250
B 80 i o m 60 a s s 40 a
200 150 100
(
(
% 20
50
)
)
%
100
0
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
Hari ke- (HTS)
Hari ke- (HTS)
Lampiran 11 Hasil p-value dari Program SAS
(a) Kadar air tanah Kedalaman p-value (cm) 10 20 40 60 80 100
Hari ke- setelah tanam (HST) 10
17
24
31
38
45
52
59
66
73
80
87
AG
0.645
0.250
0.941
0.750
0.750
0.269
0.864
0.250
0.500
0.045
0.269
0.875
B
0.626
0.423
0.826
1.000
1.000
0.742
0.510
0.423
0.807
0.423
0.270
0.625
AG
0.913
0.342
0.347
0.562
0.368
0.409
0.954
<0.0001
<0.0001
0.328
0.160
0.437
B
0.757
0.560
0.525
1.000
0.742
1.000
0.580
0.000
<0.0001
0.580
0.742
0.199
AG
0.871
0.100
0.700
0.591
0.350
0.406
0.840
0.391
0.500
0.413
0.500
0.761
B
0.660
0.742
0.529
0.438
0.742
0.807
1.000
0.423
0.826
0.370
0.742
0.431
AG
0.081
0.568
0.152
0.269
0.963
0.500
0.929
0.500
0.187
0.026
0.210
0.840
B
0.742
0.297
0.529
0.529
0.513
0.527
0.807
0.423
0.035
0.074
0.300
0.580
AG
0.107
0.387
0.525
0.380
0.500
0.781
0.679
0.432
0.750
0.300
0.406
0.250
B
0.074
0.874
1.000
0.840
0.095
0.183
0.456
0.423
0.321
1.000
0.042
0.529
AG
0.782
0.700
0.160
0.693
0.591
0.606
0.347
0.423
0.761
0.750
0.610
0.570
B
0.939
0.539
0.183
0.267
0.438
0.510
0.893
0.423
0.673
1.000
0.828
0.549
(b) Biomassa Umbi p-value
Hari ke- setelah tanam (HST) 38
45
52
59
66
73
80
87
AG
0.641
0.079
0.093
0.056
0.432
0.061
0.500
0.500
B
0.106
0.366
0.387
0.147
0.767
0.058
0.067
0.016
Keterangan : AG : Pengaruh perlakuan arah guludan B : Pengaruh blok 33
34
Lampiran 12 Nilai kadar air tanah dan biomassa umbi perlakuan GD, GS, dan GM pada Blok I (a, c, e) dan Blok II (b, d, f) selama pengukuran
a)
30
b)
250
(
)
5 0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
c)
100
K A 15 T m 10 m
50 u m b 0 i
)
)
m m 10
20
(
(
K 20 A T 15
B 300 i o 250 m a g 200 s s / m 150 a 2
)
200 B i o 150 m a s g 100 s / a m2
350
(
25
25
u m b 50 i
5
0
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
30
700
25
600
d)
B i 300 o m 250 a s g 200 s / a m2 150 350
K A 20 T
(
(
15 m m 10
(
(
)
)
)
m m 10
400
25
B 500 i o 400 m a 300 s g s / 200 a m 2
K 20 A T 15
30
u m 50 b i 0
)
100
5
5
100 u m 0 b i
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
Hari ke- (HST)
e)
30
f)
800
(
K A 25 T 20
)
)
m m 15
)
m m 10
900 B 800 i o 700 m 600 a g s 500 s / a m2 400
30
(
(
K 20 A T 15
1000
(
700 B i 600 o m 500 a s g 400 s / a m2 300
25
35
)
5
u 200 m
10
b i
5
100
0
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
300 u m 200 b 100 i
0
0 10 17 24 31 38 45 52 59 66 73 80 87 Hari ke- (HST)
35
Lampiran 13 Data curah hujan terukur di lokasi penelitian
Bulan Maret
CH (mm)
Ket
4
*
5 6
Bulan April
CH (mm)
Ket
*
1
41
*
*
2
7
HH
7
0
8
78
9
Bulan Mei
CH (mm)
Ket
HH
1
40
15
HH
2
3
35
HH
HTH
4
50
HH
5
34
0
HTH
6
10
0
HTH
11
5
12
0
13
0
14
Bulan Juni
CH (mm)
Ket
HH
1
7
HH
22
HH
2
18
HH
3
4
HH
HH
4
0
HTH
HH
5
0
HTH
20
HH
6
6
HH
7
5
HH
7
29
HH
HH
8
6
HH
8
3
HH
HTH
9
0
HTH
9
27
HH
HTH
10
4
HH
10
0
HTH
0
HTH
11
2
HH
11
0
HTH
15
0
HTH
12
13
HH
12
0
HTH
16
0
HTH
13
0
HTH
13
0
HTH
17
0
HTH
14
4
HH
14
7
HH
18
13
HH
15
23
HH
15
6
HH
19
1
HH
16
8
HH
16
0
HTH
20
5
HH
17
4
HH
17
5
HH
21
0
HTH
18
3
HH
18
0
HTH
22
0
HTH
19
23
HH
19
4
HH
23
10
HH
20
0
HTH
20
0
HTH
24
0
HTH
21
54
HH
21
0
HTH
25
0
HTH
22
2
HH
22
0
HTH
26
3
HH
23
31
HH
23
0
HTH
27
7
HH
24
0
HTH
24
3
HH
28
39
HH
25
0
HTH
25
0
HTH
29
15
HH
26
0
HTH
26
0
HTH
30
18
HH
27
59
HH
27
0
HTH
31
11
HH
28
34
HH
28
0
HTH
29
0
HTH
29
0
HTH
30
8
HH
30
16
HH
31
155
HH
Keterangan : * Tidak ada pengukuran HH : hari hujan HTH : hari tidak hujan
36
Lampiran 13 (Lanjutan)
Curah hujan kumulatif mingguan Tanggal
HST
CH (mm)
13 - 20 Maret 2012
11-17
19
20 - 27 Maret 2012
18-24
20
27 Maret - 3 April 2012
25-31
174
3 - 10 April 2012
32-38
118
10 - 17 April 2012
39-45
54
17 - 24 April 2012
46-52
113
24 April - 1 Mei 2012
53-59
141
1 - 8 Mei 2012
60-66
64
8 - 15 Mei 2012
67-73
40
15 - 22 Mei 2012
74-80
9
22 - 29 Mei 2012
81-87
3
37
Lampiran 14 Dokumentasi tanaman kentang
(a) Kentang umur 6 HST
(b) Kentang umur 10 HST
(c) Kentang umur 24 HST
(d) Kentang umur 32 HST
(e) Kentang umur 37 HST
(f) Kentang umur 73 HST
38
Lampiran 14 (Lanjutan)
(g) Kentang umur 75 HST
(h) Hama tanaman kentang
(i) Penyakit tanaman kentang
(j) Hasil umbi busuk
39
Lampiran 15 Dokumentasi alat pengukur kadar air tanah
40
Lampiran 15 (Lanjutan)
41