No. 009, Maret 2016
Penyunting : Tonny K. Moekasan, Laksminiwati Prabaningrum, Nikar di Gunadi, dan Asih K. Karjadi
(Tanggal diunggah 11 Maret 2016) Redaksi Pelaksana : Abdi Hudayya, Fauzi Haidar
Produksi Benih Kentang ( Solanum tuberosum L.) Oleh : Asih K. Karjadi BALAI PENELITIAN TANAMAN SAYURAN Jl. Tangkuban Parahu No. 517, Lembang – Bandung Barat 40391
PENDAHULUAN Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan komoditas hortikultura yang cukup strategis dalam penyediaan bahan pangan untuk mendukung ketahanan pangan . Oleh karena itu produksi kentang yang berkualitas perlu diupayakan dengan benih bermutu dan bersertifikat. Sampai saat ini ketersediaan benih kentang bersertifikat masih terbatas, salah satu penyebabnya adalah keterbatasan benih sumber sehingga produksi dan penangkaran benih kelas selanjutnya dalam sistim alur benih menjadi terbatas. Produksi benih kentang dan benih tanaman yang diperbanyak secara vegetatif harus seperti air mengalir. Benih benih yang kelasnya setara atau lebih rendah dari kelas benih ditargetkan tidak boleh digunakan. Produksi benih harus menggunakan benih bersertifikat agar kesehatan benih terjamin karena hal itu yang bersangkutan sudah termasuk dalam persyaratan sertifikasi benih.
1
Benih sehat dimaksudkan untuk meminimalkan sumber infeksi pada awal pertanaman. Dimana kesehatan benih asal menentukan kesehatan hasil panen berikutnya. Penyakit terbawa umbi diminimalkan atau dicegah dengan melakukan pengendalian selama pertanaman atau melakukan roguing di pertanaman. Benih kentang yang sehat harus mempunyai karakter : (1) umbi benih kentang tidak terinfeksi oleh penyakit terbawa umbi, (2) kemampuan bertunas baik, (3) varietas benar, tidak tercampur varietas lain, dan (4) berukuran umbi benih.
1. Arti Kelas Benih Kentang Go : Benih hasil eliminasi/ eradikasi penyakit terutama penyakit-penyakit sistemik,dapat berbentuk plantlet /tanaman in vitro, stek atau umbi mini yang diproduksi dalam kondisi terkontrol (di laboratorium atau rumah kassa) , toleransi kandungan hama dan penyakit 0% dengan pengawasan instansi penyelenggara Pemuliaan. G1 : Benih yang memenuhi standar G1 atau dihasilkan dari pertanaman G0 atau kelas yang lebih tinggi dengan pengawasan dari instansi penyelenggara Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih G2 : Benih yang memenuhi standar G2 atau yang dihasilkan dari pertanaman G1 atau kelas yang lebih tinggi dengan pengawasan
dari instansi penyelenggara Sertifikasi dan
Pengawasan Peredaran Benih
2. Teknik Produksi Benih Kentang A. Jumlah batang dalam produksi kentang Pengertian jumlah batang dalam pertanaman kentang ada dua yaitu : (1) jumlah tanaman per satuan
luas dan (2).jumlah batang pertanaman . Jumlah batang
pertanaman akan meningkatkan jumlah umbi, tetapi menurunkan ukuran umbi ( bobot dan diameter ). Dalam produksi kentang untuk ukuran benih, dilakukan penanaman secara rapat atau yang akan menghasilkan jumlah batang tinggi per satuan luas, agar didapatkan umbi berukuran benih yaitu 25 – 30 umbi per kilogram. 2
Kerapatan tanaman per satuan luas dalam pertanaman kentang sangat ditentukan oleh: (a) Lingkungan tumbuh tanaman: pertanaman kentang yang ditanam dalam kondisi kurang baik (tanah tidak subur ,pemupukan/pemeliharan tidak tepat) , mengakibatkan pertumbuhannya
tidak maksimal, sehingga produksi per
tanaman atau per satuan luas tidak meningkat. (b) Tujuan penanaman untuk kentang konsumsi atau benih. (c) Varietas tanaman.
Pada
beberapa varietas kentang,
pertumbuhan daun
lebat/rimbun, sehingga daerah di sekitar tanaman lembab, akibatnya tanaman mudah terserang penyakit layu.
B. Penyakit tular umbi/terbawa umbi benih (1) Penyakit sistemik virus (PLRV,PVY,PVX )
(Sumber : Major Potato Diseases, Insect and Nematodes,CIP ,1996)
Pengendalian penyakit virus merupakan hal yang penting dalam produksi umbi benih, karena penyakit virus ini akan menurunkan hasil 70 – 80 %. Selain itu penyakit ini akan terbawa pada tanaman berikutnya yang dinamakan penyakit degeneratif. Penyakit virus ini ada yang ditularkan melalui kutudaun), thrips atau secara kontak. Untuk membatasi penularan dan penyebaran penyakit virus di pertanaman perlu dilakukan upaya pencegahan dan pemberantasan. Apabila tanaman induk sudah terinfeksi penyakit virus akan terus menular atau menyebarkan pada generasi-generasi berikutnya.
3
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengatasi penyakit virus pada pembuatan benih kentang. Ada 5 upaya pencegahan penularan dan penyebaran virus pada benih kentang , yaitu: (1) menggunakan benih bersertifikat minimal setingkat lebih tinggi, (2) memusnahkan tanaman terinfeksi, (3) membatasi jumlah dan keaktifan vektor, (4) memberi perlindungan fisik.dan (5) pengendalian OPT kentang melalui pengendalian hama terpadu. (2) Penyakit busuk daun
(Sumber : Major Potato Diseases, Insect and Nematodes,CIP ,1996)
Penyalit busuk daun juga dikenal dengan nama cacar daun (late blight) . Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Phytophthora
infestans. Di Indonesia (daerah tropik)
penyakit ini dapat menyerang semua stadia tanaman. Serangan terjadi apabila kondisi lingkungan lembab, berkabut atau pada musim hujan. Penyakit busuk daun tergolong airborne disease atau penyakit yang ditularkan melalui udara. Namun penyakit ini juga disebarkan melalui umbi benih yang sudah terinfeksi.
(3) Penyakit bercak daun
(Sumber : Major Potato Diseases, Insect and Nematodes,CIP ,1996)
Serangan penyakit ini disebabkan oleh cendawan Alternaria solani . Pada umumnya penyakit ini muncul ketika tanaman sudah mendekati tua. Serangan hebat dapat terjadi pada musim kemarau , bila suhu pada malam hari rendah ( 15 – 20 oC). 4
(4) Penyakit kudis (Scab)
(Sumber : Major Potato Diseases, Insect and Nematodes,CIP ,1996)
Penyakit yang disebabkan oleh cendawan Streptomyces scabies ini hanya menyerang kulit umbi dalam tanah. Penyakit kudis menular melalui tanah sehingga disebut soil borne disease. Tanaman yang terserang penyakit kudis tidak pernah menimbulkan gejala pada daun dan batang, tetapi akan mengakibatkan produksi rendah dan mutu umbinya sangat rendah.
(5) Penyakit busuk lunak (Soft rot)
(sumber : Major Potato Diseases, Insect and Nematodes,CIP ,1996)
Penyakit busuk lunak disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora yang menyerang melalui luka atau sel lenti pada umbi . Pada suhu 25 – 29 oC bakteri ini berkembang subur , tetapi akan mati pada suhu rendah. Penyakit ini menular melalui tanah, menyerang umbi, batang tanaman dan umbi di gudang penyimpanan.
5
(6) Nematoda Sista kuning /NSK
(sumber : Major Potato Diseases, Insect and Nematodes,CIP ,1996)
Nematoda ini berukuran sangat kecil dan hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop. Pada akar halus atau akar samping , mematoda ini membentuk kista yang dapat dilihat dengan mata. Gejala khas serangan nematode sulit dikenali. Tanaman yang terserang menjadi layu, tumbuh kerdil dan akhirnya mati. Umumnya tanaman tidak mampu membentuk umbi.
C. Seleksi tanaman dan roguing 1. Seleksi positif dan seleksi negatif. Pada pertanaman kentang yang hasil umbinya akan dipergunakan sebagai benih dilakukan seleksi positif untuk populasi tanaman yang pertumbuhannya kurang baik dan seleksi negatif untuk populasi tanaman yang pertumbuhannya baik. Adapun seleksi ini dilakukan pada saat tanaman berumur 30 – 45 hari setelah tanam sampai panen umbi. Sebaiknya seleksi ini dilakukan lebih dari satu kali dengan memberi tanda/ajir pada tanaman yang terpilih pada seleksi positif dan membuang /mencabut tanaman pada seleksi negatif. Arti
dari
positif
dan
negatif
seleksi
adalah
(1)
mengambil/memilih tanaman sehat dari populasi tanaman
seleksi dan
positif
yaitu
(2) seleksi negatif
adalah membuang tanaman sakit/terinfeksi dari populasi tanaman. Kedua teknik ini tidak menjamin umbi yang dihasilkan akan sehat dan baik. 2. Roguing Roguing adalah suatu kegiatan unatuk membuang tanaman yang terserang penyakit sistemik terutama virus (PLRV,PVX,PVY), campuran varietas lain, atau penyakit 6
lainnya. Kegiatan ini harus dilakukan sedini mungkin ketika tanaman berukuran tinggi 15 – 20 cm, dan dilakukan setiap minggu selama satu musim tanam. Adapun caranya dengan
mencabut
/membuang
tanaman
terserang
penyakit,
tanaman
yang
pertumbuhannya menyimpang atau tanaman yang berpotensi menjadi sumber inokulum . Roguing adalah cara untuk mempertahankan tanaman tetap sehat.
D. Produksi benih kentang 1. Pemilihan lokasi Dalam memproduksi benih kentang harus dipilih lokasi pertanaman yang sesuai dengan persyaratan pertanaman kentang, Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh varietas,
kualitas
sumber
benih
(umur
fisiologis
benih,
keadaan
tunas
umbi/dormansi), variasi tanah, kelembaban, iklim, pemeliharaan dan pemupukan tanaman . Produksi benih di Indonesia sebaiknya dilakukan di dataran tinggi dengan ketinggian > 1400 m di atas permukaan laut. Pada ketinggian tersebut pertumbuhan tanaman kentang benar-benar dapat dibedakan antara tanaman sehat dan tanaman yang terinfeksi penyakit, dan perbedaan varietas atau campuran varietas lain. Suhu pada ketinggian tersebut sesuai pula untuk pembentukan umbi. Serangan penyakit layu bakteri akan semakin berkurang dengan menurunnya temperatur atau di lokasi semakin tinggi dari permukaan laut. Selain penyakit sistemik virus, penyakit layu bakteri merupakan penyakit tular tanah yang paling bahaya di daerah tropis. Tanah (lokasi) untuk pertanaman kentang khususnya untuk produksi benih sebaiknya bebas dari penyakit – penyakit tular umbi (layu , bakteri , NSK, scab, Fusarium sp). Selain itu di tanah (lokasi) untuk perbenihan sebaiknya dilakukan rotasi tanaman dengan baik.
2. Isolasi Lokasi perbenihan kentang/pertanaman kentang untuk benih sebaiknya terisolasi dari pertanaman kentang lainnya, untuk mencegah penularan penyakit dan hama yang berbahaya dalam produksi benih . 7
Di Indonesia sulit ditemukan daerah terisolir untuk pertanaman benih kentang. Penyakit berbahaya yang menyerang peranaman kentang
adalah layu bakteri
sehingga isolasi tidak hanya dimaksudkan lokasi yang jauh dari pertanaman kentang, melainkan ditujukan untuk mencegah sumber penularan bakteri layu. Sumber infeksi pada pertanaman kentang bukan hanya pada tanaman kentang saja, tetapi termasuk inang alternatif seperti jenis-jenis gulma atau tanaman sayuran lain. Untuk mencegah infeksi virus dari luar kebun dianjurkan menggunakan isolasi jarak sepanjang 10 m dari pertanaman kentang konsumsi atau pertanaman sefamili ( cabai, tomat, terung dan tembakau).
3. Seleksi Untuk menghasilkan benih sehat dan murni perlu dilakukan seleksi dengan membuang/mencabut tanaman yang terserang penyakit atau tanaman yang menimpang /”off type” kegiatan ini dinamakan rouging. Dalam menghasilkan benih baik bersertifikat dilakukan seleksi masa negatif , dengan melakukan pembersihan terhadap tanaman yang tidak dikenhendaki.
Adapun
pembersihan (rouging) dilakukan terhadap: a. Varietas yang menyimpang atau tercampur varietas lain, untuk mempertahankan kemurnian benih. b. Tanaman yang terserang penyakit yang akan terbawa umbi ( layu bakteri, virus, Fusarium dll). c. Tanaman yang pertumbuhannya tidak normal. Roguing/ pembersihan terhadap tanaman dilakukan sejak awal stadia pertumbuhan sampai dengan panen. Untuk menjamin mutu/ kualitas benih yang dihasilkan , dilakukan pemeriksaan tanaman di lapangan oleh BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih) atau instansi yang berwenang. Pada umumnya pemeriksaan dilakukan dua kali selama pertumbuhan, yaitu saat keadaan pertumbuhan paling cocok untuk membedakan varietas campuran dan keadaan serangan penyakit pada umur 40 – 50 hari setelah tanam dan 55 – 60 hari setelah
8
tanam, untuk memeriksa apakah seleksi atau rouging tersebut benar-benar dilakukan dengan baik. 4. Produksi umbi ukuran benih Untuk menghasilkan umbi berukuran benih harus ditanam umbi yang mempunyai ukuran tertentu karena ada kecenderungan bahwa dengan menanam umbi berukuran besar akan diperoleh umbi kecil dan demikian sebaliknya. Salah satu kultur teknis yang mempengaruhi produksi ukuran benih ialah jarak tanam. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan untuk tanaman kentang ialah 70 cm x 30 cm atau 80cm x 30 cm. Dari bebearapa penelitian didapatkan jarak tanam sempit akan menghasilkan persentase umbi ukuran benih lebih tinggi. 5. Panen, Sortasi dan Grading Panen tanaman dilakukan setelah tanaman memasuki masa senesens /tua atau disesuaikan dengan umur varietas yang ditanam. Varietas genjah /berumur pendek dapat dipanen pada umur 100 hari setelah tanam sedangkan varietas berumur dalam/panjang 120 – 140 hari setelah tanam. Tanda- tanda bahwa umbi telah siap dipanen adalah kulit umbi telah melekat dengan daging umbi dan tidak terkelupas kulitnya apabila ditekan. Saat panen diusahakan pada saat suaca cerah, tidak hujan. Umbi dibiarkan beberapa saat di lapangan sehingga tanah yang menempel pada umbi akan kering. Saat sortasi dan umbi dibawa ke gudang dalam keadaan bersih dari tanah yang menempel di umbi. Pemilihan umbi-umbi yang cacat/rusak mekanis, busuk, terinfeksi hama dan penyakit, nematoda, scab, umbi yang menyimpang dan umbi berukuran sangat kecil dilakukan di lapang (sortasi). Untuk umbi calon benih dilakukan grading di gudang benih.
6. Penyimpanan Penyimpanan umbi calon benih dapat dilakukan dalam gudang gelap atau gudang terang, dalam keadaan suhu rendah ( 2 oC s.d 4 o C) atau dalam keadaan suhu ruang. Penyimpanan dalam gudang gelap akan menghasilkan tunas umbi panjang dan kurus. 9
Sedangkan dalam gudang terang tunas akan kuat/vigor, berwarna gelap serta berukuran pendek. Penyimpaan calon umbi benih pada suhu rendah akan menghambat/memperlambat pertunasan, sedangkan di suhu ruang/ suhu tinggi akan mempercepat pertunasan . Pada umumnya calon benih tidak bertunas dalam beberapa minggu/bulan setelah panen. Lamanya masa istirahat /dormansi tergantung pada varietas dan perlakuan calon umbi benih. Masa calon benih bertunas/pecahnya masa dormansi sangat bergantung pada : (a) Suhu penyimpanan : penyimpanan
pada suhu rendah akan menghambat
pertunasan dan sebaliknya . (b) Kelembaban : pengaturan kelembaban
di dalam ruang penyimpanan sangat
penting. Kelembaban tidak boleh terlalu rendah , untuk mencegah kehilangan bobot karena terlalu kering. Apabila terlalu lembab akan meningkatkan infeksi penyakit.Kelembaban
tinggi
akan
mempermudah
pengembunan
yang
menyebabkan umbi sangat lembab dan mudah bertunas serta kemungkinan pembusukan oleh mikro organisma akanmeningkat. (c) Sistim peredaran udara: Sistim peredaran udara dalam penyimpanan calon benih sangat diperlukan untuk memperoleh peredaran udara dingin , bersih dan merata. Sistim peredaran udara ini sangat tergantung pada cara penyimpanan calon benih di gudang, di dalam waring , di peti benih atau di rak benih. (d) Pertunasan sebelum ditanam: Pertunasan berarti menumbuhkan tunas, keadaan tunas sehat dari umbi calon benih beberapa minggu sebelum di tanam, sehingga akan mendapatkan tanaman yang seragam di lapangan. Umbi yang menghasilkan tunas-tunas yang tidak sehat harus dibuang. Umbi berukuran besar akan menghasilkan tunas yang lebih banyak daripada umbi berukuran kecil. Tujuan utama penumbuhan tunas adalah untuk menumbuhkan tunas berukuran 2 – 3 cm, dengan tunas yang sehat , berwarna cerah, kekar /vigor sehingga tidak mudah patah waktu akan ditanam. Suatu hal yang perlu diperhatikan apabila benih disimpan dalam suhu rendah harus dikeluarkan dan ditunaskan 4 – 6 minggu
10
sebelum
ditanam,
sebab
apabila
langsung
ditanam
akan
menghambat
pertumbuhan tanaman kentang di lapangan. (e) Perlakuan calon benih : Untuk mencegah serangan hama dan penyakit di gudang, calon benih diberi perlakuan dengan perendaman atau fumigasi insektisida dan fungisida. Selain itu dilakukan pemeliharaan calon benih dengan melakukan sortasi benih setiap 2 – 4 minggu sekali. 7. Sertifikasi benih Sertifikasi benih merupakan suatu pekerjaan khusus dalam produksi benih kentang. Nilai atau harga dari benih sangat ditentukan oleh kualitas dari benih tersebut, terutama kesehatan benih dan kemurniannya. Kualitas diukur dari kemurnian dan besarnya derajat serangan hama dan penyakit berbahaya terutama yang ditularkan melalui umbi. Penilaian terhadap faktor-faktor di atas dilakukan di lapangan (pertanaman) dan di gudang yaitu setelah umbi dipanen. Syarat lain yang harus dipenuhi yaitu lokasi dari per tanaman harus lebih dari 1400 m diatas permukaan laut.. Sertifikasi didasarkan pada hasil pemeriksaan di lapangan dan di gudang oleh BPSB (Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih) atau lembaga yang berwenang. Apabila hasil pemeriksaaan ternyata tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam standar sertifikasi, kelas benih yang dihasilkan dapat diturunkan ke kelas benih yang lebih rendah atau tidak lulus menjadi benih. Dengan adanya sertifikasi benih diharapkan ada peningkatan penggunaan benih dengan kualitas lebih tinggi sehingga produksi per satuan luas akan meningkat.
11
Tabel . Persyaratan Kesehatan Benih di Lapangan dan Gudang No 1
Parameter LAPANGAN a. Campuran varietas lain b. Penyakit Jumlah tanaman yang terserang OPT (paling banyak) Virus (PLRV,PVX,PVY) -
2.
Satuan
Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum ) Nematoda Sista Kuning (NSK) (Globodera sp) c. Pengelolaan lapang lainnya UMBI DI GUDANG a. Kesehatan umbi Jumlah umbi terserang : Busuk coklat dan lunak ( maks) Common scab, black scurf, powdery scab, late blight ( infeksi ringan) (maks) Busuk kering ( maks) Kerusakan oleh penggerek umbi (Phthorimaea operculella) (maks) Nematoda bintil akar ( maks) ( infeksi ringan) b. Campuran varietas lain ( maks) c. Kerusakan mekanis ( maks)
Kelas Benih G0
G1
G2
%
0
0.0
0.0
%
0
0.0
0.1
%
0
0.0
0.5
%
0
0
0
% %
0 0
0.0 0.5
0.3 3.0
% %
0 0
0.1 0.5
1.0 1.0
%
0
0.5
3.0
% %
0 0
0.0 0.5
0.0 3.0
Daftar Pustaka Asandhi, A.A. et al. 1989. Kentang (edisi kedua), Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Hortikultura Lembang, 197 pp. Ati. S.D. 2006. Dukungan penelitian Virus dalamPengembangan Perbenihan Kentang. Orasi Pengukuhan Peneliti Utama sebagai Profesor Riset Bidang Hama dan Oenyakit Tanaman. Badan Litbang Pertanian. Deptan. 20 pp. Bryan , J.E. 1983. On farm seed improvement by the potato seed plot technique. Technical information Bull. 7. CIP – Lima Peru. 13 pp. Cartbaoui, R. 1984. Roguing potatoes. Technical Information. Bull 5. CIP – Lima Peru, 12 pp. Direktorat Perbenihan Hortikultura, Dirjen Hortikultura. 2015. Standar Operasional Prosedur Produksi Benih kentang (Solanum tuberosum L), Kelas benih BS,BD,BP dan BR, , 63 hal. Struik, P.C. and Wiersema, S.G. 1999. Seed Potato technology. Wageningen Pers, Wageningen . The Netherlands. Sunarjono, H. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya kentang. Agromedia. Pustaka Jakarta, 109 pp. Wiersema, S.G. 1987. Effect of stem density on potato production . Technical Information Bull 1. ( Revised) . CIP – Lima Peru.
12