PENGARUH EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus Benth) DAN BUNGA KENOP (Gomphrena globosa L.) TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT TIKUS
ZILFIA NORA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) terhadap Proliferasi Sel Limfosit Tikus adalah karya saya sendiri dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2007
Zilfia Nora F251030081
ABSTRAK ZILFIA NORA. Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) terhadap Proliferasi Sel Limfosit Tikus. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI dan NURHENI SRI PALUPI. Daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan bunga kenop (Gomhprena globosa L) merupakan salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang telah dimanfaatkan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Selama ini penggunaan daun kumis kucing dan bunga kenop untuk pengobatan dilakukan berdasarkan pengalaman secara empiris selain itu belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap dua komoditas tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode pengeringan terbaik dalam pembuatan bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dan mengetahui pengaruh ekstrak kedua produk ini terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap; (1) tahap pertama adalah pembuatan bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop, (2) tahap kedua adalah ekstraksi daun kumis kucing dan bunga kenop dengan parameter analisis sifat fisik (warna bubuk dan ekstrak secara visual) dan kimia (total fenol, aktivitas antioksidan dan proksimat), dan (3) tahap ketiga adalah pengujian biologis dengan parameter analisis pengaruh minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop terhadap; (a) Berat badan tikus, (b) Proliferasi sel limfosit secara in vivo, (c) Proliferasi sel limfosit secara in vitro, dan (d) Proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro. Metode terbaik untuk pengeringan daun kumis kucing adalah pengeringan matahari (2-3 hari) dengan kadar total fenol ekstrak bubuk sebesar 22.74±0.03 mg/g berat kering dan Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) sebesar 1364.88±0.01 mM trolox/g berat kering. Sementara metode terbaik untuk pengeringan bunga kenop adalah pengeringan oven 50o C (10-12 jam) dengan kadar total fenol (3.08±0.02 mg/g berat kering) dan TEAC (110.46±0.03 mM trolox/g berat kering) lebih rendah daripada daun kumis kucing. Proses pengeringan ternyata dapat menurunkan kadar total fenol dan aktivitas antioksidan kedua produk tersebut dibandingkan bahan segar. Kemampuan ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop untuk menstimulasi proliferasi limfosit in vivo lebih tinggi daripada kontrol pada semua dosis yang diberikan. Secara in vitro, ekstrak bubuk daun kumis kucing dengan 7 tingkatan dosis (0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml medium Roswell Park Memorial Institute (RPMI)-1640, dapat menstimulasi peningkatan proliferasi limfosit dengan indeks stimulasi (IS) berturut-turut sebesar 1.72±0.11, 2.04±0.13, 2.77±0.20, 3.24±0.09, 4.08±0.19, 4.21±0.26 dan 4.71±0.21. Sedangkan ekstrak bubuk bunga kenop hanya dapat menstimulasi peningkatan proliferasi limfosit dari dosis 0.4 sampai 1.6 mg/ml medium RPMI dengan IS sebesar 1.25±0.32, 1.32±0.29 dan 1.32±0.26. Semakin tinggi dosis ekstrak daun kumis kucing semakin tinggi proliferasi sel limfositnya sebaliknya semakin tinggi dosis ekstrak bunga kenop semakin rendah proliferasi sel limfositnya.
Proliferasi limfosit secara in vivo-in vitro menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit tikus, namun respon proliferasi limfosit yang tertinggi ditunjukkan kelompok tikus yang mendapat perlakuan in vivo dosis 0.4 g/ekor/hari. Pemberian ekstrak bubuk daun kumis kucing secara in vitro dari dosis 0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml medium RPMI meningkatkan IS sebesar 0.99±0.09, 1.24±0.20, 1.29±0.05, 1.89±0.15, 2.86±0.75, 3.04±0.14 dan 4.47±0.46, sedangkan kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak dosis 0.8 g/ekor/hari peningkatan IS lebih rendah yaitu sebesar 0.92±0.11, 1.02±0.06, 1.12±0.06, 1.30±0.11, 1.74±0.10, 2.26±0.17 dan 3.27±0.12. Respon proliferasi limfosit pada kelompok tikus yang diberi ekstrak bunga kenop tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Perlakuan in vivo ekstrak bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari hanya dapat meningkatkan proliferasi limfosit dari dosis in vitro 0.4 sampai 0.8 mg/ml. Peningkatan dosis ekstrak bunga kenop secara in vitro dari 1.6, 3.2, 6.5, 13.1 dan 26.3 mg/ml justru menekan proliferasi limfosit. Tampaknya daun kumis kucing menga ndung senyawa yang bersifat imunomodulator di mana sampai dosis 38.4 mg/ml medium RPMI masih dapat meningkatkan proliferasi limfosit sedangkan bunga kenop hanya bersifat imunomodulator pada dosis rendah yaitu 0.8 mg/ml medium RPMI.
PENGARUH EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon stamineus Benth) DAN BUNGA KENOP (Gomphrena globosa L.) TERHADAP PROLIFERASI SEL LIMFOSIT TIKUS
ZILFIA NORA
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
Nama NRP
: Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) terhadap Proliferasi Sel Limfosit Tikus : Zilfia Nora : F251030081
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS Ketua
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 14 Maret 2007
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul ”Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) terhadap Proliferasi Sel Limfosit Tikus” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei 2005 sampai Januari 2006. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si selaku pembimbing, atas segala bimbingan dan arahannya. Ucapan terimakasih disampaikan juga kepada Dr. Ir. Endang Prangdimurti, M.Si selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Didah Nur Faridah, M.Si selaku ketua tim Research Grant Hibah Kompetisi B tahun 2005 atas segala bantuannya selama pelaksanaan dan pendanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih tak terhingga penulis haturkan kepada Papa, Mama, Uni dan adik-adik atas kasih sayang, untaian doa dan dukungannya. Ucapan terimakasih disampaikan kepada “my best friends” (Diah & mas Ropi, Rina, Santi & mas Ari, Bu Epi & keluarga) atas kebersamaan, bantuan dan dorongan semangatnya selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terima kasih juga untuk rekan-rekan di Program Studi Ilmu Pangan khususnya angkatan 2003 atas kebersamaan dan bantuannya selama ini. Semua laboran di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah banyak membantu serta Mbak Bamby, Inggrid dan Andreas (tim kumis kucing dan bunga kenop) atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2007
Zilfia Nora
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat pada tanggal 10 November 1980 dari ayah Fauzi Djalaludin, S.Sos dan Ibu Yusmaniar. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Bung Hatta Padang lulus tahun 2003 dan langsung melanjutkan studi pada Program Studi Ilmu Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 Latar Belakang ....................................................................................... Tujuan Penelitian .................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. Hipotesis Penelitian ................................................................................
1 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4 Botani Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) .......................... Botani Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) ..................................... Pengeringan Bahan Pangan..................................................................... Polifenol sebagai Antioksidan.................................................................
4 8 11 13
Respon Imun .......................................................................................... 14 Limfosit .................................................................................................. 15 Proliferasi Limfosit ................................................................................ 17 Kultur Sel Limfosit ................................................................................. 19 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 22 Bahan dan Alat ....................................................................................... Metode Penelitian ................................................................................... Tahap 1 Pembuatan Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop ........................................................................... Tahap 2 Ekstraksi Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop dengan Parameter Analisis Sifat Fisik dan Kimia sehingga Diperoleh Ekstrak Terbaik ...................................... Tahap 3 Pengujian Biologis .................................................................. Rancangan Percobaan ............................................................................
22 23 23
25 30 39
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 40 Karakteristik Fisik Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop .................. 40 Karakteristik Kimia Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop ................ 44 Karakteristik Biologis Pemberian Ekstrak Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop pada Tikus ........................................ 52
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 67 Simpulan ................................................................................................. 67 Saran ....................................................................................................... 68 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 69 LAMPIRAN .................................................................................................... 77
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Komposisi dan jumlah normal sirkulasi masing- masing elemen seluler pada darah manusia, mencit dan tikus ........................................ 16
2
Bahan-bahan yang ditanam ke dalam kultur sel ..................................... 37
3
Dosis ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop dari konsumsi normal perhari......................................................................... 38
4
Hasil analisa proksimat bubuk daun kumis kucing kering matahari dan bunga kenop kering oven.................................................................. 51
5
Jumlah ekstrak yang diminum dari rata-rata jumlah konsumsi minum per hari masing- masing kelompok tikus .................................... 53
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) ....................... 5
2
Tanaman bunga kenop (Gomphrena globosa L.) ................................... 8
3
Struktur kimia komponen gomphrenin dan isogomphrenin ................... 10
4
Diagram alir tahapan penelitian ............................................................ 24
5
Tahapan pengujian proliferasi sel limfosit secara in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro ........................................................ 31
6
Ekstrak bubuk minuman perlakuan ....................................................... 32
7
Bubuk daun kumis kucing....................................................................... 40
8
Ekstrak bubuk daun kumis kucing .......................................................... 42
9
Bubuk bunga kenop................................................................................. 43
10
Ekstrak bubuk bunga kenop .................................................................... 43
11
Total fenol ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan kering oven ................................................. 44
12
Aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan kering oven ................. 47
13
Tikus Spraque dawley yang diberi minum ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop ...................................................... 52
14
Pertambahan berat badan selama masa perlakuan pada setiap kelompok tikus ........................................................................................ 53
15
Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus (in vivo) yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dengan berbagai dosis selama 8 minggu......... 55
16
Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus secara in vitro dengan berbagai dosis ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop. PWM, Con-A dan LPS adalah kontrol untuk stimulasi sel T dan B ....................................................... 59
17
Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus setelah perlakuan secara in vivo selama 2 bulan dan secara in vitro dengan berbagai dosis ekstrak daun kumis kucing .................... 62
18
Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus setelah perlakuan secara in vivo selama 2 bulan dan secara in vitro dengan berbagai dosis ekstrak bunga kenop ............................. 64
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Perhitungan dosis dasar jumlah penggunaan daun kumis kucing dan bunga kenop segar untuk membuat ekstrak ...................................... 78
2
Perhitungan dosis dasar jumlah penggunaan bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop kering matahari dan oven untuk membuat ekstrak ........................................................................... 79
3
Komposisi Ransum Tikus ....................................................................... 80
4
Perhitungan dosis ekstrak bubuk daun kumis kucing sebagai minuman untuk tikus percobaan ............................................................. 81
5
Perhitungan dosis ekstrak bubuk bunga kenop sebagai minuman untuk tikus percobaan .............................................................................. 83
6
Konversi dosis antar spesies untuk penetapan dosis pada suatu spesies hewan/manusia .................................................................. 85
7
Komposisi media RPMI-1640 ................................................................. 86
8
Perhitungan konsentrasi ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop yang digunakan dalam kultur sel limfosit tikus ............................ 87
9
Absorbansi dan kurva standar asam tanat ............................................... 89
10
Absorbansi dan kurva standar trolox ....................................................... 90
11a Perbandingan total fenol pada 0 dan 24 jam antara ekstrak daun kumis kucing segar, pengeringan matahari dan pengeringan oven ............. 91 11b Analisis sidik ragam kandungan total fenol ekstrak daun kumis kucing segar, bubuk kering matahari dan oven selama penyimpanan .... 91 11c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap total fenol daun kumis kucing ............................ 91 12a Perbandingan total fenol pada 0 dan 24 jam antara ekstrak bunga kenop segar, pengeringa n matahari dan pengeringan oven .......... 92 12b Analisis sidik ragam kandungan total fenol ekstrak bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan oven selama penyimpanan ..... 92 12c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap total fenol bunga kenop ...................................... 92 13a Perbandingan aktivitas antioksidan pada 0 jam dan 24 jam antara ekstrak daun kumis kucing segar, pengeringan matahari dan pengeringan oven ............................................................... 93 13b Analisis sidik ragam aktivitas antioksidan daun kumis kucing selama penyimpanan ................................................................... 93
13c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan daun kumis kucing ........... 93 14a Perbandingan aktivitas antioksidan pada 0 dan 24 jam antara ekstrak bunga kenop segar, pengeringan matahari dan pengeringan oven ................ 94 14b Analisis sidik ragam aktivitas antioksidan bunga kenop selama penyimpanan ........................................................................................... 94 14c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan bunga kenop ..................... 94 15a Data perhitungan pertambahan berat badan dan jumlah konsumsi minuman perlakuan pada tikus ............................................... 95 15b Analisis sidik ragam pengaruh konsumsi minuman perlakuan terhadap pertambahan berat badan tikus ................................................. 96 15c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan pemberian minuman terhadap pertambahan berat badan tikus ............... 96 16a Jumlah sel limfosit yang diberi perlakuan in vivo selama 8 minggu ...... 97 16b Analisis sidik ragam proliferasi sel limfosit secara in vivo ..................... 97 16c Uji beda rataan perlakuan terhadap absorbansi dan indeks stimulasi proliferasi sel limfosit secara in vivo ....................................................... 97 17a Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit in vitro ...................................... 98 17b Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro ....................................... 98 17c Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro ....................................... 99 17d Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro ...................................................... 99 17e Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro ....................................................................... 99 18a Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari ................................................................. 100 18b Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kuc ing dosis 0.4 g/ekor/hari ....................................................... 100 18c Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari ....................................................... 101
18d Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kuc ing dosis 0.8 g/ekor/hari ....................................................... 101 18e Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari .............................................................................. 101 18f Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari .............................................................................. 102 18g Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari .............................................................................. 102 19a Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro dengan penambahan ekstrak bunga kenop pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 dan 0.8 g/ekor/hari .................................................................. 103 19b Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari .............................................................................. 103 19c Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari .............................................................................. 104 19d Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 1.2 g/ekor/hari .............................................................................. 104 19e Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari .............................................................................. 104 19f Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 1.2 g/ekor/hari .............................................................................. 104
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pentingnya hidup sehat dengan bahan alami mendorong meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk-produk yang alami. Hal ini seiring dengan berkembangnya pemikiran “back to nature”. Pengobatan modern mengakibatkan ketergantungan yang tinggi bagi penderita terhadap obat-obat sintetis. Disamping itu mahalnya harga obat sintetis dan bahaya yang ditimbulkannya pada pemakaian dalam jangka panjang membuat banyak orang beralih menggunakan tanaman obat untuk terapi pengobatan penyakit tertentu. Kondisi tersebut mendorong berkembangnya penelitian terhadap tanaman obat
terutama
pada
segi
farmakologi
maupun
fitokimia
berdasarkan
penggunaannya oleh sebagian masyarakat dengan khasiat yang teruji secara empiris. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 80% penduduk dunia mengandalkan obat tradisional untuk pertolongan pertama dengan pengobatan menggunakan ekstrak tanaman atau komponen bioaktifnya (Bruneton 1995). Indonesia memiliki beragam tanaman termasuk didalamnya tanaman yang dapat digunakan untuk pengobatan. Kekayaan sumberdaya hayati Indonesia kedua terbesar di dunia setelah Brazil. Berdasarkan Mahendra dan Fauzi (2005), tercatat sekitar 30.000 jenis tanaman berbunga dan sekitar 9.606 spesies diketahui berkhasiat obat, 940 jenis tanaman obat sudah ditemukan tetapi baru 80 jenis yang sudah diproduksi untuk pembuatan obat. Salah satu jenis tanaman obat yang dapat digunakan dalam pengobatan tradisional adalah daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan bunga kenop (Gomphrena globosa L). Menurut Dalimartha (2000) daun kumis kucing berkhasiat sebagai peluruh urine (diuretik), antiradang (anti- inflammasi), menghilangkan panas dan lembab, serta menghancurkan batu kandung kemih. Mahendra dan Fauzi (2005) menjelaskan bahwa berdasarkan uji praklinis, tanaman kumis kucing berkhasiat sebagai diuretikum, menurunkan kadar asam urat, hipertensi, diabetes mellitus, rematik, antibakteri dan pelarut batu kalsium. Sedangkan menurut Dalimartha (2000), bunga kenop berkhasiat sebagai obat
batuk, obat sesak nafas (asma), peluruh dahak (ekspektoran), obat radang mata, disentri, panas pada anak, penambah nafsu makan dan bronkhitis kronis. Bahanbahan tersebut cukup potensial unt uk dikembangkan menjadi pangan fungsional. Penelitian sebelumnya terhadap beberapa tanaman obat telah membuktikan bahwa beberapa tanaman obat seperti sari jahe, ekstrak cincau hijau, ekstrak tanaman secang memiliki khasiat dalam meningkatkan respon imun tubuh terhadap penyakit. Sari jahe mempunyai potensi menurunkan stres oksidatif dan melindungi sel imun dari stres oksidatif, senyawa oleoresin, gingerol dan shagoal dari rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) memberi efek proteksi terhadap limfosit (Nurrahman 1998; Tejasari 2000). Pandoyo (2000) melaporkan ekstrak air cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) dan ekstrak heksan akar cenderung memperlihatkan pengaruh imunostimulan pada konsentrasi rendah. Selanjutnya Puspaningrum (2003) menambahkan bahwa ekstrak tanaman secang (Caesalpinia sappan Linn) tidak bersifat toksik terhadap sel limfosit dan sel kanker K-562, bahkan dapat menstimulasi sel pada konsentrasi tinggi. Daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan bunga kenop (Gomphrena globosa L) merupakan salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang banyak terdapat di Indonesia dan telah dimanfaatkan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Potensi daun kumis kucing dan bunga kenop dengan senyawa bioaktifnya untuk menstimulasi peningkatan respon imun pada manusia perlu diteliti lebih lanjut. Kemampuan sel imun seperti limfosit untuk berproliferasi atau membentuk klon secara tidak langsung menunjukkan tingkat kekebalan tubuh seseorang terhadap penyakit. Salah satu cara pengujian yang dapat dilakukan adala h dengan mengkultur sel limfosit. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai “Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) terhadap Proliferasi Sel Limfosit Tikus”. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan metode pengeringan terbaik dalam pembuatan bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dengan melihat pengaruhnya terhadap kandungan senyawa fenolik dan aktivitas antioksidan.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit tikus secara in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro sehingga diketahui dosis konsumsi yang efektif.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai sifat imunomodulator ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop sehingga berpotensi dikembangkan sebagai minuman yang dapat meningkatkan sistem imun.
Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Proses pengeringan dapat menurunkan kandungan senyawa fenolik daun kumis kucing dan bunga kenop. 2. Daun kumis kucing dan bunga kenop mempunyai sifat imunomodulator karena dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit tikus.
TINJAUAN PUSTAKA Botani Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) merupakan salah satu tanaman obat-obatan yang sudah terkenal di dalam dan di luar negeri. Tanaman ini diduga berasal dari daerah Afrika, kemudian menyebar ke wilayah Georgia (Kaukasus), Kuba, Asia dan Australia. Penyebaran kumis kucing di Asia meliputi Indonesia, India, Malaysia, Vietnam dan Thailand (Mahendra dan Fauzi 2005). De Padua et al (1999) menjelaskan bahwa kumis kucing tumbuh di Pulau Jawa sejak tahun 1928. Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pulau-pulau lain seperti Sumatera dan Sulawesi. Sentra produksi kumis kucing yaitu Jawa Tengah (Ambarawa, Kopeng dan Blora), Jawa Barat (Sukabumi dan Bogor), Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh dan Sulawesi Utara. Kumis kucing termasuk tanaman tahunan yang tumbuh pada ketinggian 100150 cm. Batang berbentuk persegi empat agak beralur, berwarna hijau keunguan, bercabang dengan akar yang kuat. Sedangkan bentuk daun tunggal, bundar telur, elips atau memanjang, berambut halus, tepi bergerigi, ujung dan pangkal runcing, tipis dengan panjang 2-10 cm, lebar 1-5 cm dan berwarna hijau. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi. Bagian tanaman yang dipanen untuk dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya. Klon kumis kucing yang ditanam di Indonesia adalah klon berbunga putih dan ungu seperti pada Gambar 1. Menurut Dalimartha (2000) dan Anonim (2005a) bunga kumis kucing berupa tandan yang keluar di ujung cabang, berwarna ungu pucat, putih dan ada juga yang biru, benang sari lebih panjang dari tabung bunga. Buah berbentuk kotak, bulat telur dan berwarna hijau setelah tua berwarna cokelat. Bijinya kecil dan berwarna hitam. De Padua et al (1999) menjelaskan bahwa tanaman kumis kucing di berbagai daerah disebut dengan nama yang berbeda-beda, antara lain remujung (Jawa Tengah), kumis ucing (Jawa Barat), kumis kucing (Melayu), soengot koceng (Madura), mau xu cao (Cina), balbasdusa (Filipina), kapen prey (Kamboja) dan java tea (Inggris).
(a)
(b)
Gambar 1 Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth); (a) Kumis kucing berbunga putih, (b) Kumis kucing berbunga ungu (Anonim 2005b).
Kandungan Kimia Daun Kumis Kucing Dalimartha (2000) menjelaskan bahwa daun kumis kucing mengandung banyak
komponen
bioaktif
seperti
ortosiphonin
glikosida
(glikosides
orthosiphonins), polifenol (polyphenols), minyak atsiri (atsiri oil), minyak lemak (fat oil), saponin, sapofonin, garam kalium (potassium salt (0.6-3.5%)), mioinositol, dan sinensetin. Ditambahkan oleh de Padua et al (1999), kumis kucing mengandung 12% mineral dengan kandungan paling tinggi potassium (600-700 mg per 100 g daun segar), 0.2% lipophilic flavones, sinensetin, flavonol glicosides, turunan caffeic acid (terutama rosmarinic acid dan 2,3-dicaffeoyltartaric acid), inositol, phytosterol (β-sitosterol), saponin dan 0.7% essential oil. Olah et al (2003) menemukan komponen utama daun dan ekstrak alkohol kumis kucing adalah senyawa polifenol aktif polymethoxylated flavonoid dan turunan caffeic acid. Identifikasi lebih lanjut menunjukkan adanya kandungan caffeic acid, cichoric acid, rosmarinic acid, sinensetine dan eupatorin. Menurut Loon et al (2005), penentuan tiga jenis flavonoid dari kumis kucing di dalam plasma mencit dengan metode HPLC dan dideteksi dengan sinar ultraviolet menghasilkan sinensetin, eupatorin dan 3’-hydroxy-5,6,7,4’ tetramethoxyflavone. Menurut Ohashi et al (2000), komponen kimia yang telah diisolasi dari fraksi
larut
kloroform
atau
heksana
antara
lain benzochromene
baru
(orthochromene A), dua isopimarane baru jenis diterpenes (orthosiphonone A dan orthosiphonone B) dan dua pimarane baru jenis diterpenes (neoorthosiphol A dan neoorthosiphol B) serta delapan senyawa lainnya yang telah diketahui dan ditemukannya senyawa utama methylripariochromene dari air rebusan daun kumis kucing. Schmidt dan Bos (1986) menambahkan bahwa minyak essensial (essential oil) dari daun kumis kucing mengandung senyawa β-caryophyllene, βelemene, α-humulene, β-bourbonene, 1-octen-3-ol dan caryophyllene oxide.
Khasiat Daun Kumis Kucing Daun kumis kucing berkhasiat sebagai peluruh urine (diuretik), antiradang (antiinflammasi), menghilangkan panas dan lembab, serta menghancurkan batu kandung kemih (Dalimartha 2000). Menurut Anonim (2000) dalam pengobatan tradisional daun kumis kucing dipercaya memiliki sifat antialergi, antihipertensi, anti-inflammasi dan diuretik serta digunakan juga untuk mengobati gout, diabetes dan rematik. Van deer Veen et al (1979) melaporkan bahwa senyawa kalium (potassium), inositol dan lipophilic flavones yang terdapat pada daun kumis kucing mempunyai sifat diuretik dan bakteriostatik. Sedangkan de Padua et al (1999) menyatakan sifat diuretik daun kumis kucing diberikan oleh senyawa kalium (potassium), inositol dan 3’-hydroxy-5,6,7,4’ tetramethoxyflavone, sifat anti bakteri karena adanya senyawa turunan caffeic acid dan saponin serta lipophilic flavonoid sebagai antitumor dan anti- inflammasi yang menghambat proses cyclo-oxygenase dan lipoxygenase. Khasiat daun kumis kucing sebagai diuretikum dilaporkan oleh Sari (1985), efek maksimal terhadap sifat diuretikum dari rata-rata 1 ml infus dengan kandungan 5%, 10% dan 20% daun kumis kucing berturut-turut adalah 275.22%; 376.64% dan 646.12%. Penelitian lebih lanjut pada kelinci membuktikan daun kumis kucing dapat mengatasi gangguan saluran urin karena adanya kandungan kalium yang berfungsi sebagai pelarut batu ginjal dan batu saluran kemih. Casadebaig-Lafon et al (1989) dan Beaux et al (1999) menjelaskan bahwa ekstrak air dan ekstrak alkohol dari Orthosiphon stamineus Benth juga dapat meningkatkan aktivitas diuretik pada tikus dengan meningkatnya pengeluaran urin
serta ekskresi sodium dari kandung kemih. Adapun Garnadi (1998) menambahkan bahwa potensi diuretikum daun kumis kucing lebih baik dari pada batangnya dan daun muda lebih efektif sebagai diuretikum dibandingkan daun tua. Selain itu Nirdnoy dan Muangman (1991) menyatakan bahwa penelitian farmakologis yang dilakukan terhadap responden sehat yang meminum teh kumis kucing dapat mencegah asam urat dan terbentuknya batu yang mengandung asam urat dalam kandung kemih. Anonim (2000) menyatakan bahwa senyawa bioaktif sinensetin pada daun kumis kucing menunjukkan aktivitas antibakteri dengan konsentrasi terendah penghambatan (MIC/ Minimal Inhibitory Concentration) 7.8-23.4 mg/ml. Hal ini didukung oleh Sofiani (2003) yang melaporkan bahwa senyawa sinensetin daun kumis kucing memberikan daya hambat lebih tinggi terhadap bakteri S. epidermis dari pada E. coli. Ditambahkan de Padua et al (1999) bahwa kandungan sinensetin yang tertinggi (0.4%) terdapat dalam daun kumis kucing tua dari bunga berwarna blue-violet dan yang terendah (0.1%) dalam daun kumis kucing muda dari bunga berwarna putih. Yuvadee et al (1990) melakukan penelitian mengenai toksisitas (LD50 ) daun kumis kucing, dimana pemberian dosis 1 g/kg berat badan dapat menjadi lethal untuk tikus dan mencit setelah satu injeksi intraperitoneal, tetapi tidak ditemukan adanya pengaruh yang mematikan atau merugikan dengan pemberian makan sampai 5 g/kg berat badan. Ini memperlihatkan bahwa daun kumis kucing mempunyai toksisitas yang rendah ketika diberikan secara oral pada hewan percobaan. Padilla et al (1996) menyatakan ekstrak air daun kumis kucing tidak toksik pada dosis 2000 mg/kg (2 g/kg). Selanjutnya Anonim (2002) menyatakan bahwa batas toksisitas akut Orthosiphon stamineus dengan menggunakan dosis 5 g/kg berat badan selama 14 hari menunjukkan semua tikus Spraque Dawley tetap hidup. Kusumaningrum (2005) menyatakan pemberian minuman seduhan bubuk daun kumis kucing dosis 0.3 dan 0.6 g/kg/hari menunjukkan kadar sitokrom hati tikus semakin meningkat dengan meningkatnya dosis minuman yang diberikan (0.954 dan 1.207 nmol/mg protein) dibandingkan kontrol (0.759 nmol/mg protein). Pemberian minuman seduhan ini pada dosis rendah (0.3 g/kg/ha ri) lebih dapat meningkatkan aktivitas glutation S-transferase (GST) dalam hati sehingga senyawa yang dihasilkan tidak bersifat radikal dan tidak berbahaya bagi tubuh.
Botani Bunga Kenop (Gomphrena globosa L.) Gomphrena globosa merupakan salah satu jenis tanaman yang berasal dari famili Amaranthaceae. Tanaman ini banyak dijumpai di Panama dan Guatemala, tetapi di Indonesia juga telah banyak dibudidayakan. Nama daerah dari bunga kenop adalah bunga kenop, kembang puter, ratnapakaja (Sumatera dan Melayu), bunga kancing, adas-adasan (Jawa), taimantulu (Sulawesi) dan ratna (Bali) (Dalimartha 2000).
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 2 Tanaman bunga kenop (Gomphrena globosa L.); (a) Bunga kenop putih, (b) Bunga kenop merah jambu, (c) Bunga kenop orange, dan (d) Bunga kenop merah tua keunguan (Anonim 2006). Bunga kenop berasal dari Amerika tropis dan dapat tumbuh pada ketinggian 1-1300 m dari permukaan laut dan termasuk kedalam tanaman semusim. Batangnya berwarna hijau kemerahan, membesar pada ruas percabangan. Berdaun tunggal, bertangkai pendek dengan bentuk memanjang, ujung meruncing, tepi
rata, berwarna hijau, berambut kasar yang berwarna putih di permukaan atas dan berambut halus di permukaan bawah. Bunga tunggal dan berbentuk bulat seperti bola dengan beberapa warna seperti putih, merah jambu, orange, dan merah tua keunguan. Sedangkan buahnya kotak berbentuk segitiga yang dibungkus lapisan tipis berwarna putih dan berbiji satu (Gambar 2).
Kandungan Kimia Bunga Kenop Bunga kenop memiliki kandungan kimia yang khas yaitu Gomphrenin I, Gomphrenin II, Gomphrenin III, Gomphrenin V, Gomphrenin VI, amaranthin, minyak atsiri, flavon, atau saponin (Dalimartha 2000). Cai et al (2001) melaporkan bahwa bunga Amaranthaceae banyak mengandung komponen pigmen alami betasianin. Pada bunga kenop kandungan betasianin sebesar 1.3 mg/g bunga segar. Betasianin ini terdiri dari komponen gomphrenin I (betanidin 6-O-ß-glukosida) sebesar 16.9%, isogomphrenin I (isobetanidin 6-O-ß-glukosida) sebesar 8.8%, gomphrenin II (betanidin 6-O-(6’-O-E-4-coumarooyl)-ß-glukosida) sebesar 11.1%, isogomphrenin II (isobetanidin 6-O-(6’-O-E-4-coumarooyl)-ß-glukosida sebesar 3.5%, gomphrenin III (betanidin 6-O-(6’-O-E-4-feruroyl)-ß-glukosida sebesar 40.8%, isogomphrenin III (isobetanidin 6-O-(6’-O-E-4-feruroyl)-ß-glukosida) sedangkan komponen yang paling sedikit adalah amaranthine. Struktur kimia gomphrenin disajikan pada Gambar 3. Pigmen betasianin dikenal juga dengan nama betalain. Betalain adalah grup komponen warna yang mendekati warna visual flavono id yaitu kuning dan antosianin yaitu kemerah- merahan. Betalain terdapat juga pada buah kaktus, bunga bougenville dan amaranthus. Lebih kurang 70 jenis betalain yang telah dikenal dan semuanya mempunyai struktur yang sama yaitu 1,7-diazoheptamethyn (Cai et al 2001). Wettasinghe et al (2002) menjelaskan bahwa betasianin merupakan pigmen alami yang dapat larut di dalam air dan berwarna red-violet. Di dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yang membentuk ester dengan monosakarida. Betasianin pertama kali diisolasi dan diidentifikasi dari gula bit (Beta vulgaris) dan sudah dapat dimanfaatkan sebagai pigmen alami pada bahan pangan. Betasianin dari gula bit ternyata dapat menaikkan enzim fase II secara in vitro. Cai et al (2001)
menambahkan bahwa betasianin merah (betanin dan amaranthin) bersifat tahan terhadap panas dalam sistem buffer, tetapi bersifat tidak stabil pada suhu diatas 40oC dan bersifat lebih stabil pada suhu 40o C tanpa adanya udara dan cahaya.
Gambar 3 Struktur kimia komponen gomphrenin dan isogomphrenin (Cai et al 2001). Khasiat Bunga Kenop Bunga kenop berkhasiat sebagai obat batuk, obat sesak nafas (asma), peluruh dahak (ekspektoran), obat radang mata, disentri, panas pada anak, penambah nafsu makan dan bronkhitis kronis (Dalimartha 2000). Bagian yang digunakan dalam pengobatan tradisional adalah bunga atau seluruh herba segar maupun yang telah dikeringkan.
Stintzing et al (2004) melakukan penelitian terhadap Amaranthus spinosus L., tanaman yang biasa digunakan sebagai obat di Afrika menunjukkan adanya kandungan betalain yang diidentifikasi sebagai amaranthin dan isoamaranthin. Selain itu tanaman ini juga mengandung hidroksisinamat, quersetin dan kaempferol glikosida yang kesemuanya merupakan senyawa fenolik. Kapiszewska et al (2005) melakukan pengujian terhadap kandungan polifenol Amaranthus sp. yang menunjukkan bahwa penambahan ekstrak Amaranthus sp. dengan konsentrasi polifenol sampai dengan 0.2 mug/ml dapat meningkatkan perlindungan terhadap stress oksidatif oleh H2 O2 yang menginduksi kerusakan DNA dari limfosit. Pengujian ekstrak air Amaranthus sp. terhadap sel splenosit mencit BALB/c menunjukkan kemampuan ekstrak ini untuk menstimulasi proliferasi sel splenosit. Sel B yang diisolasi dapat distimulasi juga oleh ekstrak ini. Pemurnian ekstrak air dari Amaranthus sp menghasilkan protein (GF1) dengan berat molekul 313 kDa. GF1 mempunyai aktivitas imunostimulasi 309 kali ekstrak air yang belum dimurnikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air Amaranthus sp mempunyai aktivitas imunostimulasi yang secara langsung menstimulasi aktivitas proliferasi sel B dan proliferasi sel T secara in vitro (Lin et al 2005).
Pengeringan Bahan Pangan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Kandungan air bahan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroba tidak dapat tumbuh lagi pada bahan tersebut. Pengeringan mempunyai keuntungan yaitu bahan menjadi tahan lama disimpan dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan (Muchtadi 1997). Pengembangan daun kumis kucing dan bunga kenop agar nilai ekonomisnya meningkat dapat dilakukan dalam bentuk produk teh daun kumis kumis kucing dan bunga kenop. Pengeringan juga dapat mempengaruhi retensi zat gizi dalam bahan pangan karena zat gizi dapat terdegradasi oleh panas. Menurut Jayaraman dan Das Gupta (1995) selama proses pengeringan terjadi degradasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam daun seperti klorofil yang memberi warna hijau pada daun. Sokhansanj dan Jayas (1995) menambahkan bahwa degradasi klorofil tergantung
pada pH, waktu, kerja enzim, oksigen dan cahaya. Selain itu pengeringan dapat pula meningkatkan kualitas dan nilai nutrisi suatu produk pangan dan pakan seperti rasa yang lebih enak dan daya cerna serta perubahan metabolik yang meningkat. Berbagai cara pengeringan telah banyak dilakukan dalam proses pengolahan hasil pertanian dan bahan pangan. Salah satu metode pengeringan yang banyak dipakai dinegara berkembang adalah pengeringan matahari. Pengeringan dengan matahari adalah suatu metode pengeringan tradisional yang paling sering dilakukan dan lebih praktis. Metode ini sebagian besar digunakan untuk pengeringan buahbuahan seperti anggur dan prune kering (Jayaraman dan Das Gupta 1995). Pengeringan daun kumis kucing secara alami dengan bantuan sinar matahari dilakukan dengan mengangin-anginkan daun terlebih dahulu selama 24 jam agar stomata daunnya menutup sehingga tidak terjadi penguapan zat-zat yang terkandung didalamnya, selanjutnya daun kumis kucing di jemur dibawah sinar matahari langsung. Bila matahari bersinar penuh, lama pengeringan sekitar 2-3 hari atau setelah kadar airnya berkisar 7%. Sementara pengeringan dengan oven dapat dilakukan dengan suhu 60o C selama 3-6 jam (Mahendra dan Fauzi 2005). Masalah yang mungkin timbul pada pengeringan dengan sinar matahari adalah terjadinya hujan atau cuaca mendung, kontaminasi oleh debu, serangga, burung dan binatang lainnya, kurangnya pengawasan sehingga terjadi pengeringan melewati batas dan kemungkinan terjadi pembusukan baik secara kimiawi, enzimatis atau mikrobiologis karena waktu pengeringan yang lama (Jayaraman dan Das Gupta 1995). Selain itu dapat terjadi loss tambahan lainnya selama penyimpanan karena terjadi ketidakseragaman pengeringan (Imre 1995). Menurut Fellow (1990), ketika udara panas berada di atas suatu produk pangan, panas akan langsung ditransfer pada permukaan produk. Pengeringan makanan merupakan suatu proses yang lambat. Waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan dapat mencapai 6 sampai 8 jam bahkan lebih dan ditentukan juga oleh jenis produk (Parker 2002). Menurut Buckle et al (1987) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah: (1) Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi, kadar air); (2) Pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas (seperti nampan untuk
pengeringan; (3) Sifat-sifat dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan kecepatan udara); dan (4) Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas). De Padua et al (1999) menyatakan bahwa daun kumis kucing yang berkualitas bagus berwarna hijau, mempunyai aroma yang bagus, kadar air dibawah 14%, rasa pahit, kadar abu sekitar 10%, kadar kontaminasi kurang dari 2% dan tidak mengandung serangga atau jamur. Daun kumis kucing yang berwarna kehitam-hitaman disebabkan oleh kelebihan panas selama pengeringan atau terjadinya kontak dengan wadah logam.
Polifenol Sebagai Antioksidan Halliwell dan Gutteridge (2001) menjelaskan bahwa antioksidan adalah suatu substansi yang menghentikan atau menghambat kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target. Ditambahkan Pratt (1992) berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh antioksidan sintetik seperti Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), Propil Galat (PG) dan Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ) sedangkan sumber antioksidan alami banyak terdapat pada tumbuhan dan umumnya merupakan senyawa fenolik atau polifenolik yang berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional yang letaknya tersebar di seluruh bagian tumbuhan baik di kayu, biji, buah, daun, akar, bunga maupun serbuk sari. Ho et al (1997) menjelaskan flavonoid terdiri atas katekin, proantosianin, flavon, flavonol dan glikosida. Berdasarkan laporan Su et al (2003) flavonoid dikenal mempunyai aktivitas antioksidan dan kemampuan mengikat logam (metal chelating). Aktivitas antioksidan flavonoid meningkat dengan bertambahnya grup hidroksil pada cincin A dan B. Polifenol dan flavonoid merupakan antioksidan yang sangat kuat dan aktivitasnya berhubungan dengan struktur kimianya. Fuhrman (2002) menyatakan bahwa polifenol tumbuhan bersifat multifungsi dan bertindak sebagai senyawa pereduksi, antioksidan pendonor atom hidrogen, penangkap singlet oksigen dan beberapa polifenol juga bertindak sebagai antioksidan penangkap ion logam. Antioksidan fenolik (PPH) dapat menghambat peroksidasi lipid dengan cara mendonorkan atom hidrogennya dengan cepat pada radikal peroksil (ROO*) yang
dihasilkan dalam pembentukan hidroperoksida alkil (ROOH) seperti ditunjukkan reaksi berikut : ROO* + PPH
ROOH + PP*
Radikal polifenol fenoksil (PP*) yang dihasilkan dapat distabilkan oleh atom hidrogen donor dan pembentukan quinones, atau oleh reaksi dengan radikal lain termasuk radikal fenoksil lainnya, sehingga dapat memutus inisiasi rantai reaksi yang baru (Fuhrman 2002). Cai et al (2003) menyatakan aktivitas antioksidan pigmen betalain dari beberapa tanaman yang termasuk famili Amaranthaceae dengan menggunakan metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl) menunjukkan adanya aktivitas antioksidan yang kuat untuk semua tanaman yang diteliti (3.4-8.4 µM). Gomphrenin jenis betasianin (3.7 µM) dan betaxanthin (4.2 µM) menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat kuat, 3-4 kali lebih kuat dari asam askorbat (13.9 µM), rutin (6.1 µM) dan katekin (7.2 µM). Penelitian ini juga mempelajari hubungan antara struktur kimia dengan aktivitas antioksidan betalain. Aktivitas antioksidan dari betalain biasanya meningkat dengan meningkatnya jumlah gugus hidroksil dan juga tergantung dari posisi gugus hidroksil dan glikosilasi dari aglikon dalam molekulnya. Sejalan dengan pendapat Fukumoto dan Mazza (2000) bahwa aktivitas antioksidan biasanya meningkat dengan adanya peningkatan jumlah gugus hidroksil dan menurun dengan adanya glikosilasi.
Respon Imun Respon imun merupakan sistem interaktif komplek dari beragam jenis sel imunokompeten yang bekerjasama dalam proses identifikasi dan eliminasi mikroorganisme patogen dan zat-zat berbahaya lainnya yang masuk ke dalam tubuh. Semakin baik respon imun tubuh, semakin baik status kesehatan seseorang (Roitt dan Delves 2001). Respon imun dibedakan dalam respon imun spesifik dan nonspesifik. Respon imun nonspesifik timbul sebagai reaksi terhadap serangan mikroorganisme patogen dan zat asing lainnya melalui fagositosis oleh neutrofil dan monosit (makrofag), barier kimia melalui sekresi internal dan eksternal (lisozim dalam mucus, air mata, laktoperoksidase dalam saliva), protein darah (interferon, sistem kinin dan komplemen) dan sel Natural Killer (NK) (Bellanti 1993).
Respon imun menjalankan tiga fungsi yaitu pertahanan (defense), homeostatis dan pengawasan (surveillance). Fungsi pertahanan bertujuan untuk melawan invasi mikroorganisme
dan
senyawa
asing
lainnya.
Fungsi
homeostatis
untuk
mempertahankan dari jenis sel tertentu dan memusnahkan sel-sel yang rusak. Sedangkan fungsi pengawasan bertujuan untuk memonitor jenis-jenis sel yang abnormal atau sel mutan (Bellanti 1993).
Limfosit Darah adalah suspensi yang terdiri dari sel-sel dan plasma, yaitu larutan yang mengandung berbagai molekul organik dan anorganik. Sel-sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan butir pembeku (platelets) atau trombosit. Sel darah putih atau leukosit (bahasa Yunani leuko = putih) penampakannya bening, tidak berwarna, bentuknya lebih besar dari sel darah merah akan tetapi jumlahnya kecil. Bellanti (1993) menyatakan jumlah sel darah putih normal sekitar 4000-11.000 sel/µm darah manusia. Roitt dan Delves (2001) menyatakan leukosit disebut juga sel darah putih yang merupakan salah satu sel dalam sistem pertahanan tubuh dan apabila dibandingkan dengan eritrosit, leukosit memiliki ukuran molekul yang lebih besar dan bergerak bebas. Ditambahkan Baratawidjaja (2002) leukosit terdiri dari 75% sel granulosit dan 25% sel agranulosit yang terbentuk di dalam sumsum tulang belakang. Roitt dan Delves (2001) menjelaskan yang termasuk kelompok agranulosit adalah sel limfosit dan monosit, sedangkan basofil, neutrofil dan eosinofil termasuk dalam kelompok yang granulosit (bergranula). Komposisi dan jumlah normal sirkulasi masing-masing elemen seluler pada darah manusia, mencit dan tikus disajikan pada Tabel 1. Baratawidjaja (2002) menyatakan limfosit adalah sel darah putih (leukosit) yang berukuran kecil, berbentuk bulat (diameter 7-15 µm) dan banyak terdapat pada organ limfoid seperti limpa, kelenjar limfe dan timus. Sel limfosit dibentuk dalam kelenjar timus dan sum-sum tulang belakang dan tidak mempunyai kemampuan bergerak seperti amuba. Sel ini merupakan 20% dari semua sel leukosit yang beredar dalam darah manusia dewasa. Fungsi utama limfosit adalah memberi respon terhadap antigen (benda asing) dengan membentuk antibodi (immunoglobulin/Ig) yang bersirkulasi dalam darah (imunitas humoral) atau
dalam pengembangan imunitas seluler. Menurut Kresno (1991), sel limfosit mampu mengenal setiap jenis antigen, baik antigen yang terdapat intraselular maupun ekstra selular misalnya dalam cairan tubuh atau dalam tubuh. Tabel 1 Komposisi dan jumlah normal sirkulasi masing- masing elemen seluler pada darah manusia, mencit dan tikus Elemen-elemen seluler
Manusia
Mencit
Tikus
4.5-11
5-11
6-18
* Limfosit (%)
25-33
63-80
65-83
* Monosit (%)
3-7
1-14
1-4
* Neutrofil (%)
54-62
9-37
14-27
* Eosinofil (%)
1-3
0.3-4
0.1-4
0-0.75
-
-
Platelets ( x 109 /l)
150-350
250-1500
500-1000
Eritrosit ( x 1012 /l)
4.2-6.2
8.8-10.5
6.5-9.0
Leukosit (total x 109 /l)
* Basofil (%)
Sumber: Delves (1994)
Menurut Kresno (1991) sel limfosit berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B. Sel T berfungsi dalam imunitas seluler yang sebagian besar terdapat dalam sirkulasi darah, yaitu berjumlah 65-85% dan berasal dari sel hematopoetik di sumsum tulang belakang yang kemudian pindah ke timus dan menjadi dewasa. Pada proses pendewasaannya sel ini berdifferensiasi menjadi sel T-helper (Th) yang berfungsi untuk membantu pembentukan antibodi, sel T-supressor (Ts) menekan pembentukan antibodi dan sel T-cytotoxic (Tc) berfungsi membunuh selsel yang terinfeksi patogen intraselular. Roitt dan Delves (2001) menambahkan bahwa sel T dapat berproliferasi menjadi sel T memori dan berbagai sel effektor yang mensekresi berbagai limfokin. Limfokin ini berpengaruh pada aktivasi sel B, sel Tc, sel NK dan sel lain yang terlibat dalam respon imun. Limfosit dalam sistem imun mengikat antigen dengan menggunakan protein membran yang bersifat antigen-spesifik, yang disebut reseptor. Reseptor pada sel T atau TCR (T Cell Receptor) memiliki struktur serupa antibodi. Setiap TCR mengikat sebuah epitop antigen, yang merupakan peptida dengan panjang 9-20
asam amino. Peptida ini akan berikatan dengan molekul protein pada permukaan Antigen
Presenting
Cells
(APC)
yang
bertugas
mencocokkan
dan
mempresentasikan antigen kepada sel T, peptida tersebut dikenal sebagai molekul Major Histocompatibility Complex (MHC). Sel Th berikatan dengan peptida pada MHC kelas II pada APC yang memiliki antigen ekstraselular seperti bakteri, tetapi telah terinternalisasi ke dalam sel. Hal ini membuat sel Th teraktivasi sehingga terjadi sekresi interleukin yang menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel B, sehingga sel B mampu menghasilkan antibodi untuk melawan antigen. Sel Tc teraktivasi oleh MHC kelas I pada membran sel berinti yang terinfeksi virus. Dengan demikian, sel Tc akan mampu menbunuh sel yang terinfeksi tersebut (Roitt dan Delves 2001).
Proliferasi Limfosit Tejasari (2000) menjelaskan bahwa proliferasi limfosit merupakan fungsi biologis mendasar limfosit, yaitu proses diferensiasi dan pembelahan (mitosis) sel. Limfosit adalah sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sederhana dan secara konsisten tetap dalam tahap diam dan tidak membelah sampai ditambahkan mitogen, respon proliferatif kultur limfosit menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu. Menurut Zakaria et al (1992) Perhitungan jumlah limfosit pada kontrol yang hanya mengandung media dan serum janin sapi saja dan membandingkannya dengan jumlah limfosit media yang diberi bahan uji, maka dapat diketahui aktivitas dari senyawa pemacu proliferasi limfosit yang ada pada bahan uji. Mitogen adalah agen yang mampu menginduksi pembelahan sel baik sel T maupun sel B dalam persentase yang tinggi. Mitogen merupakan sumber ligan polipeptida yang berperan pada pelepasan sinyal dari tempat yang berdekatan parakrin dan diterima oleh reseptor membran plasma. Beberapa mitogen merupakan faktor pertumbuhan yang mengaktivasi tirosin kinase. Sinyal permulaan oleh mitogen mengakibatkan adanya urutan-urutan sinyal lain yang berpengaruh terhadap berbagai faktor transkripsi dan berpengaruh terhadap aktivitas gen di dalam sel (Decker 2001). Menurut Baratawidjaja (2002) pada umumnya mitogen berasal dari tumbuhan (lektin) atau merupakan gula terikat seperti concanavalin A (Con-A),
pokeweed (PWM) dan fitohemaglutinin (PHA). Mitogen ini tidak spesifik dan mempunyai daya mengaktifkan sejumlah sel limfosit tanpa memandang reaktifitas antigenik sel-sel yang bersangkutan. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan pada membran yang dirangsang oleh ikatan silang makromolekul sehingga dapat merangsang limfosit untuk membelah. Bellanti (1993) menyatakan mitogen PHA dan Con-A dapat merangsang transformasi blast subpopulasi sel T. Ditambahkan Kresno (1991) sebanyak 5060% sel T mampu memberikan respon terhadap stimulasi PHA dan Con-A. Selanjutnya Kuby (1992) menyatakan PWM dapat berikatan dengan di-Nacetylchitobiose dan bersifat mitogenik terhadap sel T dan sel B. Con-A berasal dari tanaman jack bean (Canavalia ensiformis), PHA berasal dari kacang merah (Phaseolus vulgaris) dan PWM berasal dari tumbuhan pokeweed (Phytolacca americana). Con-A adalah mitogen asal lektin legum yang bersifat sebagai imunomodulator karena dapat merangsang proliferasi limfosit, fungsinya pada sistem biologis adalah sebagai perekam informasi yang diikuti dengan produksi informasi sel. Lektin fitohemaglutinin (PHA) adalah protein non enzimatik yang berikatan dengan karbohidrat secara reversibel. Fungsi biologis dari lektin adalah kemampuan mengenal dan berikatan dengan struktur karbohidrat spesifik, khusus nya berikatan dengan oligosakarida. Lektin terdiri dari enam famili yang telah dikenal antara lain lektin legum, lektin sereal, lektin jenis P, C, S dan pentraxis (Letwin dan Quimby 1987). Tidak semua mitogen adalah lektin. Lipopolisakarida (LPS) merupakan komponen dinding sel bakteri gram negatif yang dapat juga berfungsi sebagai mitogen sel B. Aktivitas mitogenik LPS berasal dari bagian lipidnya yang berinteraksi dengan membran plasma sehingga menghasilkan aktivasi selular (Kuby 1992). Menurut Kresno (1991) stimulasi limfosit oleh mitogen berakibat pada serangkaian reaksi biokimia seperti fosforilasi nukleoprotein, sintesa DNA dan RNA serta peningkatan metabolisme lemak. Perubahan yang terjadi adalah transformasi blast yang di tunjukkan dengan pembesaran limfosit karena nukleus juga membesar, retikulum endoplasmik menjadi kasar dan tubulus mikro jelas, serta kecepatan sintesa DNA meningkat menuju mitosis.
Faridah (1996) melaporkan proliferasi limfosit dapat dilihat dari nilai Indeks Stimulasi (IS) yaitu rasio count per minute (cpm) sel yang dikultur dengan stimulan (mitogen/antigen) terhadap cpm sel yang hanya dikultur dengan medium pertumbuhan saja (tanpa stimulan/kontrol). Nilai IS menunjukkan kemampuan limfosit yang secara tidak langsung menggambarkan respon imunologik seseorang. Semakin tinggi nilai IS semakin tinggi pula respon imunologiknya. Pada kelompok remaja yang banyak mengkonsumsi makanan jajan tercemar dengan status gizi yang rendah ternyata dapat menurunkan respon imunologik yang ditandai dengan nilai IS limfosit yang rendah. Zakaria et al (1992) menyatakan bila sel dikultur dengan senyawa mitogen, maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik. Begitu juga, jika limfosit dikultur dengan antigen spesifik, misalnya kasein susu, maka kemampuan limfosit untuk merespon secara spesifik dapat diukur. Kresno (1991) mengatakan bahwa respon terhadap mitogen dianggap menyerupai respon limfosit terhadap antigen, sehingga uji proliferasi dengan rangsangan mitogen, banyak dipakai untuk menguji fungsi limfosit. Zakaria (1996) melaporkan berbagai jenis bahan pangan seperti jahe, kunyit, bawang putih telah diketahui dan diteliti memiliki aktivitas imunostimulan antara lain meningkatkan kemampuan proliferasi limfosit.
Kultur Sel Limfosit Doyle dan Griffiths (1997) menyatakan kultur sel limfosit secara in vitro merupakan suatu cara untuk mengembangbiakkan atau menumbuhkan sel limfosit di luar tubuh hewan atau manusia. Lingkungan dan bahan makanan untuk pertumbuhan sel secara in vitro diusahakan menyerupai keadaan sel secara in vivo. Oleh karena itu diperlukan suatu media pertumbuhan yang berisi asam-asam amino, vitamin, garam- garam anorganik, glukosa dan serum. Menurut Freshney (1994) media pertumbuhan yang digunakan disesuaikan dengan jenis sel yang akan ditumbuhkan namun sampai saat ini media yang paling baik untuk kultur sel limfosit adalah Roswell Park Memorial Institute (RPMI)-1640 yang merupakan media sintetis yang kaya nutrisi. Freshney (1994) menyatakan penggunaan kultur sel lebih menguntungkan karena lingkungan tempat hidup sel dapat dikontrol dan diatur, seperti pH,
tekanan osmosis, tekanan CO2 dan O2 sehingga kondisi fisiologis dari kultur relatif konstan, kultur dapat terekspos secara langsung dengan pereaksi pada konsentrasi rendah, beberapa jenis sel yang dibiakkan dapat disimpan dalam nitroge n cair. Namun teknik ini juga memiliki beberapa kelemahan antara lain (1) Kultur sel harus dilakukan dalam kondisi yang steril karena sel hewan tumbuh lebih lambat dari kontaminan, (2) Untuk pertumbuhan sel dalam kultur dibutuhkan lingkungan yang kompleks seperti di dalam tubuh, (3) Sel yang tumbuh akan mengalami perubahan sifat karena beberapa sifat dari sel akan hilang atau berubah seperti laju pertumbuhan dan kemampuan untuk berdiferensiasi dalam tiap populasi berbeda (sel menjadi tidak stabil). Serum yang biasa digunakan untuk kultur adalah Fetal Bovine Serum (FBS). Fungsi dari serum ini adalah sebagai protein pembawa hormon untuk menstimulasi pertumbuhan sel, faktor yang membantu terjadinya pelengketan sel dari jaringan ataupun cairan tubuh. Kultur sel limfosit manusia biasanya menggunakan serum manusia. Komponen serum sebagian besar adalah protein dan komponen lainnya seperti polipeptida, hormon-hormon, mineral dan bahan makanan seperti asam amino, glukosa, lemak, asam keto, etanolamin, fosfoetanol amin dan hasil- hasil metabolit lainnya (Freshney 1994). Untuk pertumbuhan sel limfosit diperlukan kondisi nilai pH 7.4, gas CO2 5% dengan suhu 37 + 0.5o C. Penambahan HEPES (N-2-hydroxyethylpiperazine-N’-2ethanesulfonic acid) pada media adalah sebagai buffer dan NaHCO3 berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan nilai pH. Kebutuhan gas oksigen sebesar 95% dan ketebalan medium kultur tidak boleh lebih dari 2-5 mm (0.2-0.5 ml/cm2 ) karena dapat mempengaruhi difusi oksigen kedalam sel (Freshney 1994). Penambahan antibiotik kedalam media berfungsi untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Menurut pendapat Cartwright dan Shah (1994), faktor utama dalam memilih jenis antibiotik untuk kultur sel adalah tidak bersifat toksik, memiliki spektrum antimikroba yang luas, ekonomis dan kecenderungan minimum untuk menginduksi pembentukan mikroba yang kebal. Agen antibakteri yang terbanyak digunakan adalah campuran penisilin (100 IU/ml) dan streptomisin (50 µg/ml). Gentamisin 50 µg/ml sering juga digunakan untuk mencegah kontaminasi
mikroba yang daya tahannya lebih besar. Agen antifungi yang banyak digunakan adalah amfoterisin B (2.5 µg/ml) dan nystatin (25 µg/ml). Doyle dan Griffiths (1997) menyatakan pengujian proliferasi sel dapat dilakukan dengan pewarnaan MTT (3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5-diphenyltetrazolium bromide). Prinsip metode MTT adalah konversi MTT menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase dari mitokondria sel hidup yang kemudian diukur absorbansinya dengan Spectrophotometer Microplate Reader. James et al (1994) menjelaskan enzim suksinat dehidrogenase merupakan enzim yang disintesa oleh semua sel pada mitokondria. Kandungan suksinat dehidrogenase relatif konstan di antara berbagai sel dengan tipe spesifik, sehingga jumlah formazan yang terbentuk proporsional terhadap jumlah sel limfosit yang hidup. Selain metode MTT, penghitungan sel dapat pula dilakukan dengan metode tryphane blue. Metode ini menggunakan prinsip penyerapan zat warna melalui membran sel, pewarna tryphane blue hanya dapat mewarnai jika membran sel rusak. Oleh karena itu pewarna tryphane blue dapat digunakan untuk membedakan sel hidup dan sel mati atau rusak. Sel hidup tidak akan berwarna (terang) dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan mengkerut (Doyle dan Griffiths 1997).
METODOLOGI PENELITIAN
Bahan dan Alat Bahan Bahan dasar yang digunakan adalah daun kumis kucing berbunga putih (Orthosiphon stamineus Benth) dan bunga kenop merah tua keunguan (Gomphrena globosa L.) yang diperoleh dari perumahan dosen dan taman bunga Institut Pertanian Bogor, Darmaga. Hewan percobaan yang digunakan untuk pengujian biologis adalah tikus jantan jenis Sprague Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil, ekor lebih panjang dari pada badan dan berumur 1.5 bulan dengan berat rata-rata berkisar antara 150-200 g. Tikus tersebut diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan (BALITBANG-GIZI) Departemen Kesehatan Bogor. Bahan-bahan yang digunakan pada analisis kimia daun kumis kucing dan bunga kenop adalah HCl (Merck, Jerman), H2 SO4 pekat (Kanto Chemical, Jepang), HgO (Merck, Jerman), K2SO4 (Kanto Chemical, Jepang), NaOH-Na2 S2O3 (Merck, Jerman), H3 BO3 (Kanto Chemical, Jepang), heksan, metilen merah (Kanto Chemical, Jepang), metilen biru (Kanto Chemical, Jepang), etanol 95% (Merck, Jerman), air bebas ion, Folin-ciocalteau (Sigma, USA), Na2CO3 (Merck, Jerman), standar asam tanat (Merck, Jerman), buffer asetat 100mM (Merck, Jerman), DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl) (Sigma, USA), trolox (Sigma, USA), metanol p.a (Merck, Jerman). Bahan-bahan kimia yang digunakan pada kultur sel limfosit antara lain bubuk Roswell Park Memorial Institute (RPMI)-1640 (Gibco, USA) sebagai medium pertumbuhan sel limfosit, antibiotik penicillin-streptomisin (Sigma, USA), mitogen [Concanavalin-A (Con-A), Lipopolisakarida S. thyphosa (LPS), Pokeweed (PWM) (Sigma, USA)] sebagai stimulan, NH4Cl (Merck, Jerman), tryphan blue (Wako, Jepang), NaHCO 3 (Merck, Jerman), aquabidest (Ikapharmindo Putramas, Jakarta), Phosfat Buffer Saline (PBS) (Sigma, USA), Fetal Bovine Serum (FBS) (Sigma, USA), MTT (3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5-diphenyl-tetrazolium bromide) (Sigma, USA), isopropanol (Merck, Jerman).
Alat Peralatan yang digunakan untuk pengeringan dan ekstraksi daun kumis kucing dan bunga kenop antara lain: oven, hot plate, kertas saring Whatman No. 41, timbangan analitik, saringan vakum, gelas piala dan aluminium foil. Sedangkan untuk keperluan analisis parameter meliputi: tabung reaksi, labu lemak, alat ekstraksi soxhlet, desikator, tanur, stop-watch, cawan petridish, labu Kjeldahl, pH-meter, alat destilasi, freeze drier, spektrofotometer, vorteks, kandang plastik, botol minum dan wadah ransum, gunting, pisau bedah, papan bedah, syringe bervolume 20 ml dan 10 ml. Adapun alat yang digunakan untuk kultur sel antara lain sentrifus (Kokusan H-26F), laminar flow hood, inkubator (5% CO2 , suhu 37o C) [Sanyo]), mikroskop elektron (Olympus), hemasitometer (Bright-Line), membran milipore 0.20 µm (Sartorius), tabung sentrifus steril (Nunc), multiplate microwell 96 (Costar), pipet pasteur, mikro pipet, tip biru dan kuning, Spectrofotometric ELISA Plate Reader.
Metode Penelitian Untuk mencapai tujuan yang dikehendaki maka pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam 3 tahapan kegiatan, yaitu: (1) Tahap 1: Pembuatan bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop (2) Tahap 2: Ekstraksi daun kumis kucing dan bunga kenop dengan parameter analisis sifat fisik dan sifat kimia sehingga diperoleh ekstrak terbaik (3) Tahap 3: Pengujian biologis dengan parameter analisis pengaruh minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop terhadap; (a) Berat badan tikus, (b) Proliferasi sel limfosit secara in vivo, (c) Proliferasi sel limfosit secara in vitro, dan (d) Proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro. Secara ringkas pelaksanaan penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 4.
Tahap 1 Pembuatan Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Pembuatan Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Daun kumis kucing yang digunakan berumur 14 bulan, batang berwarna hijau kemerahan, daun memanjang dengan pinggiran bergerigi dan bunga berwarna putih. Sedangkan bunga kenop yang digunakan berumur 3 bulan, berbunga tunggal, berbentuk bulat dan berwarna merah keunguan, berdaun tunggal, bertangkai pendek yang letaknya saling berhadapan. Kedua bahan tersebut diperoleh dari taman bunga dan perumahan dosen Institut Pertanian Bogor.
Tahap I
Tahap I
Tahap I
Gambar 4 Diagram alir tahapan penelitian
Bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dibuat dengan mensortasi bahan segar kemudian ditimbang dan dicuci bersih dengan air mengalir sebanyak dua kali, selanjutnya dilakukan pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan dua metode ya itu pengeringan matahari dan oven sampai mencapai kadar air akhir 7%. Nilai ini mengacu pada SNI-01-3836-2000 bahwa kadar air teh kering dalam kemasan adalah maksimal 8%. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan dengan menghamparkan daun kumis kucing dan bunga kenop diatas wadah lebar yang dialasi kertas dan dijemur secara langsung di bawah sinar matahari selama 2-3 hari untuk daun kumis kucing dan 3-4 hari untuk bunga kenop serta dibolak-balik setiap 4 jam sekali agar pengeringan yang dihasilkan lebih merata, sedangkan pengeringan oven dilakukan pada suhu 50o C selama 3-4 jam untuk daun kumis kucing dan 10-12 jam untuk bunga kenop. Daun kumis kucing dan bunga kenop yang telah kering, dihaluskan menggunakan blender menjadi bubuk berukuran 40 mesh.
Tahap 2 Ekstraksi Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop dengan Parameter Analisis Sifat Fisik dan Sifat Kimia sehingga Diperoleh Ekstrak Terbaik Ekstraksi Daun Kumis Kucing Dan Bunga Kenop Segar (Aquarini 2006) Daun kumis kucing dan bunga kenop segar yang dikonversikan kedalam dosis untuk pencegahan penyakit, diekstrak dengan perbandingan produk dan air sebesar 1.1835 g : 220 ml untuk daun kumis kucing (berdasarkan dosis untuk infeksi kandung kemih dan batu dalam kandung kemih) dan 3.6720 g : 80 ml untuk bunga kenop (berdasarkan dosis untuk pengobatan asthma bronchial) (Lampiran 1). Kemudian dihaluskan dengan mortar dan diseduh dengan akuades mendidih selama 5 menit. Selanjutnya disaring menggunakan pompa vakum dengan kertas saring Whatman no.41 sehingga diperoleh ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop segar. Ekstraksi Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop (Aquarini 2006) Bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop yang dikonversikan ke dalam dosis untuk pencegahan penyakit, diseduh dengan akuades mendidih dengan perbandingan produk dan air sebesar sebesar 1 g : 257 ml untuk bubuk daun kumis kucing (berdasarkan dosis untuk pencegahan infeksi kandung kemih, kencing batu dan infeksi saluran kemih) dan 0.8667 g : 80 ml untuk bubuk bunga kenop
(berdasarkan dosis untuk pengobatan asthma bronchial) dan didiamkan selama 5 menit. Hasil seduhan disaring menggunakan pompa vakum dengan kertas saring Whatman no. 41 sehingga diperoleh ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop. Pembuatan ekstrak ini dilakukan dengan perbandingan yang sama, baik untuk bubuk pengeringan oven maupun bubuk pengeringan matahari (Lampiran 2).
Parameter Analisis Analisis Sifat Fisik Dilakukan secara visual oleh peneliti sendiri dengan membandingkan warna bubuk dan ekstrak hasil pengeringan matahari, pengeringan oven dan bahan segar sebagai kontrol sehingga diperoleh produk terbaik dari kedua metode pengeringan yang memiliki warna bubuk dan warna ekstrak paling bagus.
Analisis Sifat Kimia Analisis sifat kimia dilakukan dengan pengujian kadar total fenol dan aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan oven pada saat setelah diekstrak (0 jam) dan setelah penyimpanan selama 24 jam di suhu ruang (25o C) pada ruang gelap. Sehingga di peroleh ekstrak terbaik yang memiliki kadar total fenol dan aktivitas antioksidan yang paling tinggi diantara dua metode pengeringan dengan ekstrak segar sebagai kontrol. Selanjutnya ekstrak terbaik dari hasil pengujian sifat fisik dan kimia di uji kadar proksimat bubuknya yang meliputi kadar air, lemak, abu, protein dan karbohidrat dan digunakan untuk pengujian biologis. Prosedur lengkapnya sebagai berikut: Pengujian Total Fenol dengan Metode Folin-Ciocalteu Colorimetric (Shetty et al 1995) Sebanyak 1 ml ekstrak sampel (daun kumis kucing/bunga kenop) dimasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah berisi 1 ml etanol 95%, selanjutnya ditambahkan 5 ml air bebas ion dan 0.5 ml Folin-ciocalteu reagent 50%, kemudian divortek dan didiamkan 5 menit selanjutnya ditambahkan 1 ml Na2 CO3 5%, lalu divortek dan disimpan dalam ruang gelap selama 60 menit. Sampel kemudian diambil, divortek kembali dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 725 nm. Kurva standar dipersiapkan dengan menggunakan asam tanat dalam etanol 95%. Larutan standar asam tanat dibuat denga n konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 mg/ml air bebas ion. Total fenol dihitung berdasarkan kurva standar asam tanat yang diperoleh pada Lampiran 9. Pengujian Aktivitas Antioksidan dengan Metode Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) (Kubo et al 2002) Larutan buffer asetat 100 mM (pH 5.5) sebanyak 1,5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 2.805 ml etanol dan 0.15 ml senyawa radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picryl hydrazyl) 3 mM dalam metanol lalu divortek. Sebanyak 0.045 ml ekstrak sampel (bubuk daun kumis kucing/ bunga kenop) dimasukkan ke dalam tabung reaksi tersebut kemudian di vortek dan disimpan dalam ruang gelap pada suhu kamar (25o C) selama 20 menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm. Untuk blanko digunakan 0.045 ml akuades sebagai pengganti sampel, sedangkan untuk kontrol DPPH diganti dengan metanol dan sampel diganti akuades. Penurunan absorbansi pada larutan yang berisi sampel menunjukkan adanya aktivitas scavenging atau aktivitas antioksidan. Sebagai standar digunakan Trolox (6-hidroxy-2,5,8tetramethly chroman-2-carboxylic acid) yaitu sejenis vitamin E yang larut air dengan konsentrasi 0.00, 1.25, 2.50, 5.00 mM. Aktivitas antioksidan dihitung berdasarkan kurva standar trolox yang diperoleh pada Lampiran 10 dan hasil akhir dinyatakan dalam konsentrasi milimolar TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Capacity).
Analisis Proksimat (Apriyantono et al 1989) Kadar Air : Metode Oven Cawan aluminium dikeringkan dalam oven pada suhu 100-102o C selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit lalu ditimbang (W1 ). Sampel ditimbang sebanyak 5 g (W2 ). Kemudian cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam (sampai beratnya konstan). Setelah itu cawan dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang (W3). Kadar air dihitung dengan rumus:
Kadar air (%bb) =
W 2 − (W3 - W1) x 100% W3 - W1
Kadar Protein : Metode Mikro-Kjeldahl Sampel sebanyak 0.5–3 g dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 1.9 ± 0.1 K2 SO4 , 40 ± 10 mg HgO dan 2.0 ± 0.1 ml H2 SO4 pekat, kemudian didestruksi dengan pemanasan sampai larutan berwarna jernih. Larutan hasil destruksi diencerkan dan didestilasi dengan penambahan 8-10 ml NaOH-Na2 S2O3 . Destilat ditampung dalam 5 ml larutan H3 BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0.2% dalam alkohol). Kemudian dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 50 ml destilat dalam erlenmeyer, lalu dititrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dari hasil titrasi ini total nitrogen dapat diketahui, kadar protein sampel dihitung dengan mengalikan total nitrogen dengan faktor konversi. Total Nitrogen (%) =
(ml HCl - ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100% bobot contoh (mg)
Kadar protein (%bb) = Total nitrogen (%) x 6.25
Kadar protein (%bk) =
Kadar protein (%bb) x 100% (100 - kadar air %bb)
Kadar Lemak : Metode Ekstraksi Soxhlet Labu lemak dikeringkan dalam oven (110o C selama 1 jam). Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap (Wlabu). Sampel sebanyak 5 g (Wsampel) di bungkus dengan kertas saring dimasukkan dalam labu soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor diatasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut hexana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105o C sampai beratnya tetap lalu
didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan labu beserta lemaknya hingga diperoleh bobot yang tetap (Wlemak). Kadar lemak ditentukan dengan rumus: Kadar lemak (%bb) =
Wlemak - Wlabu x 100% Wsampel
Kadar lemak (%bb) x 100% (100 - kadar air % bb)
Kadar lemak (%bk) =
Kadar Abu : Metode Total Abu Cawan porselin yang sudah diketahui bobot tetapnya (Wcawan) dimasukkan sampel yang telah ditimbang sebanyak 5 g (Wcawan-sampel awal). Sampel diarangkan di atas bunsen dengan nyala api kecil hingga asapnya hilang, selanjutnya dimasukkan kedalam tanur pada suhu 500 hingga 600o C sampai menjadi abu yang berwarna putih. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap (Wcawan-abu). Kadar abu ditentukan dengan rumus:
Kadar abu (%bb) =
Wcawan abu - Wcawan x 100% Wcawan sampel awal - Wcawan
Kadar abu (%bk) =
Kadar abu (%bb) x 100% (100 - kadar air %bb)
Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - ( % K.air + % K.abu + % K.protein + % K.lemak) Kadar karbohidrat (% bk) = 100 - %bk (K.abu + K.protein + K.lemak)
Tahap 3 Pengujian Biologis Pengujian biologis untuk melihat pengaruh pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop terpilih terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro menggunakan limfosit hewan. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus jantan spesies Rattus novergicus strain Sprague-Dawley berumur kurang lebih 1.5 bulan dengan berat rata-rata antara 150-200 g sebanyak 35 ekor. Kandang yang digunakan adalah kandang pemeliharaan biasa yang ditempatkan dalam ruangan dengan lama masa terang dan gelap masing- masing 12 jam. Komposisi ransum standar yang diberikan berdasarkan AOAC (1990) disajikan pada Lampiran 3. Prosedur pengujian secara rinci dijelaskan pada Gambar 5. Pelaksanaan kegiatan dimulai dengan mempersiapkan 35 ekor tikus dan dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dengan masing- masing kelompok berjumlah 7 ekor tikus. Perbedaan berat awal rata-rata tikus antar kelompok tidak lebih dari 5 g dan perbedaan dalam satu kelompok yang sama maksimal 10 g. Perlakuan percobaan dikelompokkan sebagai berikut: Kelompok I
: Tikus yang diberi minum aquades sebagai kontrol
Kelompok II : Tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g Kelompok III : Tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g Kelompok IV : Tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g Kelompok V : Tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 1.2 g Sebelum diberi perlakuan, tikus diadaptasikan terlebih dahulu dengan ransum standar dan diberi minum akuades secara ad libitum selama satu minggu. Pengukuran berat badan selama masa adaptasi dilakukan dua kali di awal dan di akhir masa adaptasi. Percobaan dilakukan selama 8 minggu terhitung sejak selesai masa adaptasi dengan perlakuan minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop. Dosis dasar untuk daun kumis kucing sebesar 6 g/hari/50 kg berat badan (BB) manusia dikonversikan ke dalam 70 kg BB manusia dan dikonversikan ke tikus (dikali 0.018) menjadi 0.15 g/hari/200 g BB. Sedangkan dosis untuk bunga kenop sebesar 9.5 g/hari/50 kg BB manusia yang dikonversikan ke dalam 70 kg BB dan dikonversikan ke tikus menjadi 0.24 g/hari/200 g BB.
Gambar 5 Tahapan pengujian proliferasi sel limfosit secara in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro Hasil konversi ke tikus kemudian dijadikan dasar untuk membuat minuman perlakuan setiap hari. Dosis bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop yang digunakan ada dua, yaitu dosis rendah (diberi kode 1) dan dosis tinggi (diberi kode 2). Bubuk daun kumis kucing dosis rendah sebesar 0.4 g/ekor/hari setara dengan 8.39 g/70 kg BB manusia dan dosis tinggi sebesar 0.8
g/ekor/hari 16.78 g/70 kg BB manusia sementara bubuk bunga kenop dosis rendah sebesar 0.6 g/ekor/hari setara dengan 13.35 g/70 kg BB manusia dan dosis tinggi sebesar 1.2 g/ekor/hari setara dengan 26.70 g/70 kg BB manusia. Penentuan dosis rendah dan dosis tinggi (0.4 dan 0.8 g untuk daun kumis kucing serta 0.6 dan 1.2 g untuk bunga kenop) berdasarkan hasil penelitian Aquarini (2006) pada limfosit manusia bahwa
ekstrak daun kumis kuc ing dapat
meningkatkan proliferasi limfosit sampai dosis 0.8 g dan bunga kenop pada dosis 1.2 g yang setara dengan 4 kali dosis normal pada manusia. Perhitungan kesetaraan dosis bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop berdasarkan Laurence dan Bacharach (1964) pada Lampiran 3 dan 4. Ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dosis rendah dan tinggi disajikan pada Gambar 6.
2
Gambar 6
1
2
1
(a) (b) Ekstrak bubuk minuman perlakuan; (a) daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g bubuk/ekor/hari, (b) bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g bubuk/ekor/hari
Proses pembuatan minuman perlakuan diawali dengan penimbangan sampel bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop, kemudian diseduh dengan akuades mendidih dan didiamkan selama 5 menit. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman no. 41. Pemberian minuman dilakukan secara ad libitum sebanyak 40 ml berdasarkan hasil rata-rata sisa minum tikus percobaan selama masa adaptasi. Penimbangan berat badan tikus dilakukan dua hari sekali, sisa ransum ditimbang setiap hari dan sisa minum diukur setiap hari. Diakhir masa perlakuan tikus dietanasi dan diambil limfanya untuk melihat proliferasi sel limfositnya. Secara rinci prosedur pengujian biologis, sebagai berikut:
a. Persiapan Pereaksi dan Media Kultur Pembuatan larutan NH4 Cl 0.85% Bubuk NH4 Cl sebanyak 0.85 g dilarutkan dalam 100 ml aquabidest dan diaduk hingga homogen. Kemudian larutan tersebut disterilisasi dengan membran sterilisasi 0.20 µm. Pembuatan Phosphate Buffer Saline (PBS) Satu tablet PBS dilarutkan dalam 200 ml aquabidest dan diatur hingga mencapai pH 7.4. Kemudian larutan tersebut disterilisasi dengan membran sterilisasi 0.20 µm. Pembuatan Indikator Tryphane Blue 0.20% Bubuk Tryphane Blue sebanyak 0.05 g dilarutkan dalam 20 ml PBS dan diaduk hingga homogen. Pembuatan Larutan Media RPMI-1640 sebagai Medium Kultur Sel Limfosit Medium yang digunakan untuk kultur dan pemeliharaan sel limfosit adalah RPMI-1640 bubuk 16.2 g yang telah mengandung L-glutamin dan 0.25 mM HEPES. Komposisi lengkap medium RPMI-1640 dapat dilihat pada Lampiran 7. Bubuk ini dilarutkan dengan air bebas pirogen sehingga diperoleh 1 liter larutan medium RPMI-1640. Kemudian ditambahkan 2 g NaHCO3 dan 1% penisilinstreptomisin. Medium selanjutnya disterilisasi dingin dengan membran filter 0.20 µm dan digunakan sebagai medium pertumbuhan dan medium pencuci. Untuk medium kultur sel limfosit digunakan medium RPMI-1640 dengan penambahan fetal bovine serum (FBS) 10% steril. Pembuatan medium dan tahap-tahap selanjutnya dalam isolasi sel limfosit dilakukan di dalam laminar flow yang steril dengan sistem pengaliran udara laminar. Sebelum digunakan, laminar flow ini disinari dahulu dengan sinar UV selama 15 menit. Pembuatan MTT 0.5% Bubuk MTT sebanyak 0.25 g dilarutkan dalam 50 ml PBS dan diaduk hingga homogen. Kemudian larutan disterilisasi dengan membran sterilisasi 0.20 µm.
Pembuatan Larutan HCl-isopropanol 0.04 N HCl 37% p.a (pekat) dipipet sebanyak 23.4 µl dan ditambahkan 8.97 ml isopropanol p.a dan diaduk hingga homogen sehingga didapatkan larutan HClisopropanol 0.04 N. Larutan ini harus dibuat segar tiap akan digunakan. Pembuatan Larutan Ekstrak Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop serta Mitogen Persiapan ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop dilakukan dengan terlebih dahulu membuat larutan stock ekstrak. Larutan stock dibuat dengan cara mengekstraksi bubuk hasil pengeringan terbaik sesuai dengan dosis untuk pencegahan penyakit. Hasil ekstraksi disaring menggunakan saringan vakum dengan kertas saring Whatman No. 41. Setelah itu hasil ekstraksi dikeringbekukan dengan freeze dryer. Tabung freeze dryer ditimbang (X1 ), setelah itu hasil ekstrak dimasukkan ke dalam tabung freeze dryer selama 48 jam dan ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari terjadinya oksidasi. Hasil freeze dryer (X2 ) ditimbang untuk menentukan rendemen. Re ndemen didapatkan dari perhitungan: Berat bubuk sampel awal (g)
= W1
Berat hasil freeze dryer (g)
= X2 – X1 = W2
Rendemen sampel (basis basah %)
=
W2 x 100% W1
Rendemen yang diperoleh, digunakan untuk membuat larutan stock ekstrak dan menjadi dasar untuk perhitungan dosis yang akan dimasukkan ke dalam kultur sel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Pembuatan larutan stock ekstrak dan mitogen sebagai berikut : Pembuatan larutan ekstrak (daun kumis kucing dan bunga kenop) Sampel hasil freeze dryer sebanyak 1 g dilarutkan dengan medium RPMI-1640, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 ml. Medium RPMI-1640 ditambahkan sampai tanda tera, sehingga didapatkan larutan stock dengan konsentrasi 200 mg/ml. Pembuatan larutan LPS dan Con-A Sebanyak 1 mg bubuk LPS atau Con-A dilarutkan dengan medium RPMI1640, kemudian dimasukkan kedalam labu takar 5 ml. Medium RPMI-1640
ditambahkan sampai tanda tera, sehingga didapatkan larutan stock dengan konsentrasi 200 µg/ml. Pembuatan larutan Pokeweed Sebanyak 0.005 g bub uk pokeweed dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan dilarutkan dengan medium RPMI-1640 sampai volume eppendorf 1 ml, sehingga didapatkan larutan stock dengan konsentrasi 500 µg/ml. Pembuatan larutan ekstrak daun kumis kucing, bunga kenop dan mitogen (LPS, Con-A dan Pokeweed) yang akan digunakan dalam kultur sel limfosit, dilakukan dengan cara mengencerkan larutan stock dengan medium RPMI-1640 sesuai dengan konsentrasi yang akan diujikan pada kultur. Misalkan untuk membuat 1 ml (V2 ) ekstrak daun kumis kucing dengan konsentrasi C2 =1.2 mg/ml (M2 ) maka larutan stock ekstrak dengan konsentrasi 200 mg/ml (M1 ) yang harus diambil (V1 ) adalah:
V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 200 mg/ml = 1 ml x 1.2 mg/ml V1 = 0.006015 ml = 6.015 µl ≈ 6 µl Jadi sebanyak 6 µl larutan stock ekstrak diambil dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 1 ml dan ditambah dengan medium RPMI-1640 sampai tanda tera (994 µl larutan RPMI-1640).
b. Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Secara in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro Isolasi Limfosit (Prangdimurti 1999) Tikus dietanasi dengan cara dislokasio cervicalis, lalu diambil limfanya secara steril dan dicuci dalam cawan petri yang berisi RPMI-1640 steril. Kemudian limfa dipindahkan ke dalam cawan petri lain yang berisi 5 ml RPMI1640 steril dan digerus untuk mendapatkan sel limfosit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sentrifus steril 15 ml dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet sel diberi 2 ml NH4 Cl 0.85% steril untuk melisis sel-sel darah merah selama tepat 2 menit dan segera ditambahkan 3 ml RPMI-1640. Suspensi sel kembali disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Endapan mengandung sel limfosit
sedangkan supernatan yang berisi sel darah merah yang lisis dibuang. Endapan sel limfosit dicuci kembali dengan RPMI-1640, kemudian diencerkan dengan 2 ml media RPMI-1640 dan di hitung jumlah sel yang hidup dengan bantuan pewarna tryphan blue dan menggunakan hemasitometer.
Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Secara in vivo dengan Penghitungan Jumlah Sel Hidup Menggunakan Metode Tryphan Blue (Doyle dan Griffiths 1997) Uji viabilitas sel dengan metode pewarna tryphan blue didasarkan atas adanya perbedaan permeabilitas membran antara sel hidup dan mati. Perhitunga n sel dilakukan dengan menggunakan hemasitometer. Suspensi sel dicampur dengan tryphan blue dengan perbandingan 1:1 (50 µl suspensi sel ditambah 50 µl pewarna tryphan blue). Sebanyak 50 µl campuran ditempatkan pada hemasitometer. Penghitungan dilakukan dengan perbesaran mikroskop 45 kali, sel yang hidup tampak terang, jernih dan berbentuk bulat sedangkan sel yang mati akan berwarna biru dan mengkerut. Berdasarkan hasil perhitungan pada area 2 kotak besar (@ 16 kotak kecil) dapat ditetapkan jumlah sel yang hidup setiap milimeter suspensi dengan rumus: N=
Keterangan : N V/2 F 104
V x F x 104 sel/ml 2
= jumlah sel/ml = rata-rata jumlah sel terhitung dari dua bidang pandang = faktor pengenceran (=2) = jumlah sel per luas bidang pandang (1.0 mm x 1.0 mm x 0.1 mm)
Jumlah sel yang hidup merupakan jumlah sel limfosit tikus yang telah berproliferasi secara in vivo yang dinyatakan dengan nilai Indeks Stimulasi (IS). Selanjutnya sel limfosit yang diperoleh langsung dikultur untuk melihat kemampuan proliferasinya setelah inkubasi selama 3 hari sebagai uji in vitro dan in vivo-in vitro dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing, bunga kenop dan mitogen sebagai stimulan. Menurut Tejasari (2000) untuk dapat digunakan sebagai
kultur sel, jumlah sel limfosit minimum dalam suspensi adalah 1x105 sel dengan 95% limfositnya hidup.
Pengujian Proliferasi Sel Limfosit Secara in vitro dengan Penghitungan Sel Hidup Menggunakan Metode MTT/ 3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5diphenyl-tetrazolium bromide (Kim et al 2003) Pengujian proliferasi sel limfosit in vitro ini bertujuan untuk melihat kemampuan proliferasi sel limfosit yang diberi ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop di luar tubuh atau jaringan melalui teknik kultur sel. Penelitian secara in vitro sering dilakukan untuk mempelajari perilaku sel hewan yang bebas dari keragaman sistemik yang biasanya muncul pada hewan selama homeostatis normal dan di bawah perlakuan percobaan. Sel limfosit yang digunakan adalah sel limfosit yang diisolasi dari limfa tikus yang tidak diberi perlakuan secara in vivo (tikus kelompok kontrol). Suspensi sel limfosit ditepatkan menjadi 2 x 106 sel/ml dalam medium RPMI-1640. Selanjutnya dikultur pada microplate 96 sumur dengan volume total masing- masing sumur 100 µl dengan bahan-bahan tambahan yang ditanamkan ke dalam kultur pada Tabel 2. Tabel 2 Bahan-bahan yang ditanam ke dalam kultur sel
90 20
Suspensi sel (µl) 70
Mitogen (µl) -
Ekstrak (µl) -
-
70
20
-
10
-
70
-
20
10
Perlakuan
RPMI (µl)
Blanko Kontrol Perlakuan mitogen* Perlakuan Ekstrak** * Mitogen ** Ekstrak
FBS (µl) 10 10
: Lipopolisakarida (LPS), Concanavalin A (Con-A) dan Pokeweed (PK). : Ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop dengan tujuh dosis seperti terlihat pada Tabel 3 dan Lampiran 6.
Ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop yang ditambahkan pada kultur terdiri dari 7 dosis pada Tabel 3.
Tabel 3 Dosis ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop dari konsumsi normal perhari
No. 1 2 3 4 5 6 7
Kumis kucing (mg ekstrak/ml medium RPMI) 0.6 1.2 2.4 4.8 9.6 19.2 38.4
Tingkatan dosis ekstrak C1 (dosis awal) C2 (2 x C1) C4 (2 x C2) C8 (2 x C4) C16 (2 x C8) C32 (2 x C16) C64 (2 x C32)
Bunga kenop (mg ekstrak/ml medium RPMI) 0.4 0.8 1.6 3.2 6.5 13.1 26.3
Aquarini (2006) menentukan dosis ekstrak untuk kultur sel berdasarkan perhitungan dosis ekstrak yang ada dalam darah manusia pada konsumsi normal yaitu 6 g untuk bubuk daun kumis kucing dan 9.5 g untuk bubuk bunga kenop, tanpa memperhitungkan efisiensi penyerapan dalam pencernaan (Lampiran 7). Kultur sel diinkubasi pada suhu 37o C dengan atmosfer mengandung CO2 5%, O2 95% dan RH 96% selama 72 jam. Enam jam sebelum masa inkubasi berakhir, ke dalam masing- masing sumur ditambahkan 10 µl larutan MTT 0.5% dan diinkubasi kembali selama 4 jam. Setelah masa inkubasi berakhir, 80 µl HCl- isopropanol 0,04 N ditambahkan pada setiap sumur. Kemudian absorbansi masing- masing sumur diukur dengan mengunakan microplate reader pada panjang gelombang 570 nm. Nilai OD hasil pembacaan menggunakan ELISA reader bersifat proporsional terhadap jumlah sel hidup. Indeks Stimulasi (IS) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: IS =
OD perlakuan OD kontrol
Pengujian Proliferasi Sel Limfosit secara in vivo–in vitro Metode kultur sel yang digunakan pada analisis in vivo-in vitro sama dengan analisis in vitro, yang berbeda hanyalah sel limfosit yang digunakan. Sel limfosit yang digunakan dalam analisis in vivo-in vitro ini adalah sel limfosit yang diisolasi dari limfa tikus yang telah diberi perlakuan in vivo minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari dan bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2
g/ekor/hari selama 8 minggu. Setelah itu tikus dietanasi, lalu diambil limfa dan diisolasi sel limfositnya mengikuti tahapan prosedur pada analisis in vitro.
Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan yang dilakukan pada uji total fenol dan aktivitas antioksidan sedangkan perlakuan yang diterapkan pada studi in vivo, in vitro dan in vivo-in vitro ada 2 macam yaitu jenis mitogen yang terdiri dari Con-A, PWM dan LPS serta ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop yang terdiri dari 7 dosis yang ditambahkan pada kultur sel. Yij = µ + αi + ε ij Keterangan: = hasil pengamatan pada perlakuan ke- i faktor α pada ulangan ke-j = nilai tengah populasi = pengaruh perlakuan ke- i dan faktor α = pengaruh kesalahan percobaan (galat baku) pada taraf ke- i, ulangan ke-j
Yij µ αi εij
Analisis data menggunakan analisis raga m. Jika hasil analisis ragam berbeda nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan multi range test untuk melihat perlakuan mana yang berbeda. Persamaan untuk menghitung uji lanjut Duncan multi range test yaitu: Rp = rp(a, p, dbg) S − Y
S− = Y
KTG
r
dimana: a
= Nilai tabel Duncan pada taraf nyata a
p
= Jarak peringkat 2 perlakuan
dbg
= Nilai derajat bebas galat
KTG = Nilai kuadrat tengah galat r
= Banyaknya ulangan
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Karakteristik Fisik Daun Kumis Kucing Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan kandungan air yang terdapat dalam daun sehingga dapat memperpanjang umur simpan dan mempermudah transportasi. Pengeringan daun kumis kucing dilakukan dengan dua metode yaitu pengeringan matahari dan pengeringan oven. Pengeringan matahari dilakukan selama 2-3 hari sedangkan pengeringan oven dilakukan pada suhu 50o C selama 34 jam sampai mencapai kadar air 7%. Risfaheri dan Hidayat (1996) menjelaskan bahwa pengeringan terhadap daun dan bunga untuk menjaga agar warna dan aroma tanaman aslinya tidak berubah dapat dikerjakan antara suhu 20o -50o C dan untuk simplisia yang juga mengandung minyak atsiri, umumnya proses pengeringan dilakukan pada suhu 50o C. Menurut de Padua et al (1999) untuk mendapatkan produk daun kumis kucing dengan kualitas tinggi sebaiknya daun kumis kucing dikeringkan pada suhu 45-50o C. Selanjutnya daun kumis kucing kering dihaluskan menjadi bubuk berukuran 40 mesh untuk memperoleh efisiensi ekstraksi yang tinggi. Makin kecil ukuran daun kumis kucing kering makin cepat waktu penyeduhan. Hasil pengeringan matahari bubuk daun kumis kucing berwarna hijau kekuningan sedangkan hasil pengeringan oven berwarna hijau kecoklatan (Gambar 7).
(a) Gambar 7
(b)
Bubuk daun kumis kucing; (a) pengeringan matahari, (b) pengeringan oven
Warna hijau kekuningan pada bubuk daun kumis kucing menunjukkan bahwa pengeringan matahari menyebabkan degradasi klorofil yang sedikit karena panas yang sampai ke produk tidak terlalu tinggi serta lama pengeringan yang hanya berkisar 4 jam perhari. Menurut Sokhansanj dan Jayas (1995), selama pengeringan matahari perbedaan suhu produk dengan suhu udara cukup kecil berkisar 5-15oC sehingga jumlah klorofil yang terkandung didalamnya masih banyak. Bubuk daun kumis kucing dengan pengeringan oven berwarna hijau kecoklatan hal ini disebabkan oleh banyaknya klorofil yang terdegradasi karena suhu pengeringan yang stabil dan panas yang cukup tinggi. Menurut de Padua et al (1999) dan Kidmose et al (2002) penurunan warna hijau karena pengeringan disebabkan terdegradasinya klorofil oleh kelebihan panas, kontak dengan wadah logam (bersuhu tinggi), oksidasi karena cahaya, oksigen dan aktivitas enzimatik. Ekstrak bubuk daun kumis kucing dengan pengeringan matahari berwarna coklat pekat. Hal ini disebabkan adanya senyawa tanin (pada teh disebut katekin) yang mengalami proses oksidasi lebih lama pada pengeringan matahari, sehingga klorofil menjadi tidak nampak karena mengalami pembongkaran me njadi feofitin yang berwarna coklat. Menurut Wong (1989), pemanasan menyebabkan perubahan pH sehingga ion Mg2+ yang terdapat dalam klorofil dengan mudah diganti oleh ion hidrogen (H) sehingga terbentuk feofitin, akibatnya warna hijau pada ekstrak daun kumis kucing berubah menjadi kecoklatan. Ekstrak bubuk daun kumis kucing pada pengeringan oven berwarna coklat terang seperti seduhan teh hijau. Daun kumis kucing dengan pengeringan oven lebih cepat mencapai kadar air 7% dibandingkan dengan pengeringan matahari, sehingga proses oksidasi senyawa fenol (khususnya tanin) lebih sedikit, akibatnya perombakan klorofil menjadi feofitin yang berwarna kecoklatan menjadi terhambat. Balentine et al (1997) menyatakan bahwa tanin yang juga disebut asam tanat dan asam galotanat adalah senyawa yang larut dalam air, tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat, memberikan rasa pahit dan astringensi atau kelat. Berdasarkan pengamatan secara subjektif, perbedaan warna bubuk dan ekstrak daun kumis kucing dengan dua metode pengeringan dapat disimpulkan bahwa pengeringan matahari memberikan karakteristik fisik lebih baik dibandingkan dengan pengeringan oven (Gambar 8).
(a)
(b)
Gambar 8 Ekstrak bubuk daun kumis kucing; (a) pengeringan matahari, (b) pengeringan oven. Karakteristik Fisik Bunga Kenop Hasil pengeringan matahari bubuk bunga kenop berwarna merah kusam (Gambar 9). Hal ini disebabkan cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan radiasi yang sangat besar sehingga menyebabkan terjadinya reaksi fotokimia yang dapat memutus ikatan rangkap pada struktur betalain yang mengakibatkan perubahan warna atau kehilangan warna merah. Sesuai dengan laporan Soewandi (1993) bahwa ikatan rangkap pada betalain bersifat tidak stabil dan sangat peka terhadap cahaya matahari. Sedangkan hasil pengeringan oven berwarna merah keputih-putihan. Diduga warna merah berasal dari pigmen betasianin yang banyak terdapat pada bunga kenop dan warna putih berasal dari kapas dan bonggol bunga yang terbentuk sewaktu bunga dihaluskan. Ekstrak bubuk bunga kenop kering matahari berwarna merah keruh sedangkan ekstrak bubuk bunga kenop kering oven berwarna merah terang (Gambar 10). Diduga hal ini disebabkan lamanya waktu pengeringan (10-12 jam) dan kontak dengan udara menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi pada ikatan rangkap dalam struktur betalain sehingga warna merah ekstrak menjadi pudar. Cai et al (1998) melaporkan bahwa pigmen betasianin dari famili Amaranthaceae sangat sensitif terhadap oksigen, cahaya, suhu, pH, dan aktivitas air. Sementara Jayaraman dan Das Gupta (1995) menyatakan bahwa kecepatan pengeringan berpengaruh terhadap degradasi zat-zat yang terkandung dalam bahan-bahan hasil pertanian. Sedangkan pada pengeringan oven, suhu yang digunakan tidak terlalu tinggi dan panasnya lebih stabil sesuai dengan pendapat Risfaheri dan Hidayat (1996) bahwa pengeringan terhadap bunga
untuk menjaga agar warna dan aroma tanaman aslinya agar tidak berubah dapat dikerjakan antara suhu 20o -50o C. Menurut Von Elbe et al (1974), pengeringan betalain optimal pada suhu 40o C sehingga pigmen yang terdegradasi sedikit. Sari et al (2005) melaporkan pemanasan kulit buah duwet pada suhu medium (40 dan 60oC) menunjukkan stabilitas warna antosianin diatas 80% sedangkan pada suhu tinggi (80 dan 100oC) stabilitas warna menurun tajam hingga dibawah 20%. Selanjutnya Arisasmita et al (1997) menyatakan pigmen betalain pada kulit buah manggis tidak stabil terhadap suhu panas (90oC) serta peka terhadap cahaya matahari dan udara karena adanya ikatan rangkap pada struktur betalain yang mudah teroksidasi. Menurut Jayaraman dan Das Gupta (1995) salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan metode pengeringan adalah bentuk dari bahan mentah dan sifat-sifatnya. Metode pengeringan oven yang digunakan memberikan karakteristik fisik terbaik dari warna bubuk maupun warna ekstrak yang dihasilkan.
(a)
(b)
Gambar 9 Bubuk bunga kenop; (a) Pengeringan matahari, (b) Pengeringan oven
(a)
(b)
Gambar 10 Ekstrak bubuk bunga kenop; (a) Pengering matahari, (b) Pengering oven
Karakteristik Kimia Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Kandungan Total Fenol Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Kandungan total fenol dalam bahan pangan umumnya berhubungan dengan aktivitas antioksidan sehingga perlu dilakukan pengujian total fenol terhadap ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop. Hasil analisis total fenol disajikan pada Gambar 11.
Total fenol (mg/g berat kering)
50
0 jam
45.73a
45 40
24 jam
40.18a
35 30 22.74b
25
b
20
17.05
15
16.47b b 13.77
10 a
5
a
3.40 1.98b
2.28b1.96b
3.08 2.93a
Segar
Pengeringan Matahari
Pengeringan Oven
0 Segar
Pengeringan Matahari
Pengeringan Oven
Daun Kumis Kucing
Bunga Kenop
Gambar 11 Total fenol ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan kering oven Daun Kumis Kucing Hasil pengujian total fenol ekstrak daun kumis kucing pada jam ke-0 dan jam ke-24 rata-rata berkisar antara 16.47±0.01–45.73±0.10 dan 13.77±0.01– 40.18±0.11 mg/g berat kering. Kadar total fenol ekstrak daun kumis kucing segar, bubuk kering matahari dan kering oven pada jam ke-0 berturut-turut sebesar 45.73±0.10, 22.74±0.03 dan 16.47±0.01 mg/g berat kering sedangkan setelah penyimpanan jam ke-24 kadar total fenol cenderung menurun baik pada ekstrak daun kumis kucing segar, bubuk kering matahari dan kering oven sebesar 40.18±0.11, 17.05±0.04 dan 13.77±0.01 mg/g berat kering (Gambar 11 dan Lampiran 11a). Kadar total fenol tertinggi diperoleh dari ekstrak daun kumis kucing segar dibandingkan dengan ekstrak bubuk kering matahari dan kering oven. Hal ini disebabkan daun kumis kucing segar tidak mengalami proses pemanasan sehingga
kandungan senyawa fenolnya tidak banyak yang rusak. Sebaliknya pengeringan matahari dan oven menyebabkan komponen bioaktif daun kumis kucing menjadi terdegradasi. Sesuai dengan laporan Standley et al (2001) bahwa pengolahan menyebabkan penurunan kandungan total polifenol pada teh rooibos. Ekstrak daun kumis kucing segar, bubuk kering matahari dan oven mengalami penurunan kadar total fenol setelah penyimpanan pada jam ke-24, hal ini disebabkan adanya perubahan reaksi dan pH. Menurut Jayaraman dan Das Gupta (1995), degradasi klorofil pada tanaman tergantung pada pH, waktu, kerja enzim, oksigen dan cahaya. Lemmens dan Wulijarni-Soetjipto (1992) menyatakan klorofil sebagai pigmen hijau sensitif pada kondisi asam dan cahaya. Tanaman seperti sayuran, buah-buahan, rempah dan obat mengandung senyawa antioksidan alami seperti senyawa golongan fenolik. Senyawa fenolik tersebut antara lain asam fenolat, flavonoid dan tanin dan distribusinya pada tanaman sangat luas yaitu di daun, batang, akar, bunga, buah, biji dan dalam makanan yang berasal dari tumbuhan (Muchtadi 1989). Kandungan total fenol beberapa herbal dan bahan pangan seperti sari bangle kering (Zingiber cassumunar Roxb) sebesar 1.98 mg/g tannic acid equivalent (TAE) (Arafah 2005), ekstrak marigold berkisar 14.49-57.47 mg/g chlorogenic acid equivalent (CAE) (Cetkovic et al 2004), ekstrak bunga mawar (Rosa damascena Mill.) segar sebesar 276.02 mg/g gallic acid equivalent (GAE), ekstrak air akar (Aia) cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) sebesar 1.64% (Pandoyo 2000) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii) sebesar 6.2% (Azima 2004). Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 11b dan 11c) menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan daun kumis kucing berpengaruh nyata (P=0.05) terhadap kadar total fenol. Hasil uji lanjut Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa kadar total fenol ekstrak bubuk daun kumis kucing kering matahari dan oven pada jam ke-0 dan ke-24 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan ekstrak daun kumis kucing segar pada jam ke-0 dan ke-24.
Bunga Kenop Hasil pengujian total fenol ekstrak bubuk bunga kenop segar, kering matahari dan kering oven pada jam ke-0 masing-masing sebesar 3.40±0.01, 2.28±0.01 dan
3.08±0.02 mg/g berat kering (Gambar 11 dan Lampiran 12a). Kadar total fenol ekstrak bunga kenop segar lebih tinggi bila dibandingkan dengan ekstrak bubuk kering matahari dan oven, hal ini disebabkan bunga kenop segar tidak mengalami proses pemanasan sehingga kandungan senyawa fenol maupun non fenol tidak rusak. Standley et al (2001), menyatakan ekstrak teh yang tidak difermentasi memiliki kandungan total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak teh dari proses fermentasi, pengeringan matahari dan pemanasan pasteurisasi. Ekstrak bubuk bunga kenop kering oven memiliki kadar total fenol lebih tinggi dibandingkan ekstrak bubuk kering matahari, hal ini disebabkan bunga kenop memiliki bonggol yang tebal sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lama (3-4 hari) yang menyebabkan komponen bioaktifnya teroksidasi oleh sinar ultraviolet dan radiasi matahari. Selain itu pemanasan yang tidak terkontrol dapat merusak komponen bioaktif bunga kenop khususnya struktur betalain menjadi terdegradasi sehingga menurunkan kadar total fenol. Menurut Imre (1995), ketidakseragaman pengeringan menyebabkan terjadinya penurunan mutu. Sebaliknya pada pengeringan oven bunga kenop lebih cepat mencapai kadar air 7% sehingga lebih sedikit komponen bioaktif yang terdegradasi. Hasil penyimpanan ekstrak bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan oven setelah jam ke-24 menunjukkan kadar total fenolnya cenderung turun. Kadar total fenol ekstrak bunga kenop segar, bubuk kering matahari, kering oven masing- masing turun menjadi 1.98±0.02, 1.96±0.02 dan 2.93±0.02 mg/g berat kering, hal ini disebabkan senyawa bioaktif terutama fenol dan betasianin yang merupakan pigmen utama pada bunga kenop bersifat tidak stabil, sehingga mudah mengalami oksidasi dan degradasi akibat pengaruh suhu dan pH selama penyimpanan. Menurut Cai et al (1998), pigmen betasianin dari famili Amaranthaceae sangat peka terhadap suhu, pH, cahaya, udara dan aktivitas air. Stabilitas pigmen lebih baik pada suhu rendah (<14o C) di ruang gelap dan tanpa cahaya. Pigmen betasianin kering lebih stabil disimpan pada suhu 25o C selama 23 bulan lebih lama dibandingkan ekstrak air yang hanya 1 bulan. Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12b dan 12c) menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan bunga kenop berpengaruh nyata (P=0.05) terhadap kadar total fenol. Hasil uji lanjut Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa kadar total
fenol ekstrak bubuk bunga kenop kering oven dan matahari pada jam ke-0 dan ke24 berbeda nyata tetapi berbeda tidak nyata dengan ekstrak bunga kenop segar pada jam ke-0 dan berbeda nyata pada jam ke-24.
Aktivitas Antioksidan Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop yang memiliki nilai aktivitas antioksidan tertinggi, diberikan kepada tikus untuk pengujia n proliferasi limfosit secara in vivo dan in vitro (Gambar 12).
2500
Aktivitas antioksidan
(mM trolox/g berat kering)
2129.93
a a2266.81
0 jam 24 jam
2000 b
1364.88 1355.88b
1500
1000 c
473.96 500
c
409.11
a
371.76
a
340.55
c
57.17 44.07
b
c
110.46
90.56
b
0 Segar
Pengeringan Matahari
Pengeringan Oven
Daun Kumis Kucing
Segar
Pengeringan Matahari
Pengeringan Oven
Bunga Kenop
Gambar 12 Aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan kering oven Daun Kumis Kucing Hasil pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing segar lebih tinggi daripada ekstrak bubuk kering matahari dan oven. Nilai rata-rata TEAC (Trolox Equivalent Antioxidant Capacity) masing- masing pada jam ke-0 sebesar 2129.93±0.05, 1364.88±0.01 dan 473.96±0.04 mM trolox/g berat kering. Hal ini menunjukkan kemampuan ekstrak daun kumis kucing segar dalam menangkap DPPH sebagai sumber radikal bebas lebih kuat daripada ekstrak bubuk yang dikeringkan dengan cahaya matahari dan oven (Gambar 12 dan Lampiran 13a). Tingginya aktivitas antioksidan ekstrak daun kumis kucing segar berkorelasi dengan kadar total fenol ekstrak yang juga tinggi sehingga daun kumis kucing
berpotensi sebagai sumber antioksidan alami. Selain itu senyawa klorofil sebagai pigmen hijau pada daun diduga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. LanferMarquez et al (2005) menyatakan aktivitas antioksidan enam turunan klorofil (klorofil a dan b, feofitin a dan b, feoforbid a dan b) dan Cu-klorofilin dengan metode bleaching β-carotene menunjukkan feoforbid b dan feofitin b merupakan senyawa antioksidan alami yang lebih kuat dibanding BHT. Sebaliknya pengujian dengan DPPH menunjukkan aktivitas antioksidan semua pigmen alami lebih rendah daripada trolox. Sedangkan Cu-klorofilin yang diuji dengan kedua metode tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan yang juga tinggi seperti klorofil alami. Pada perlakuan pengeringan aktivitas antioksidan ekstrak bubuk daun kumis kucing kering matahari lebih tinggi daripada kering oven. Hal ini disebabkan oleh kadar total fenol yang tinggi. Xin et al (2004) melaporkan bahwa senyawa fenolik berkonstribusi secara langsung terhadap aktivitas antioksidan. Korelasi positif antara aktivitas antioksidan dan total fenolik tanaman berasal dari efektivitas donor hidrogen dalam senyawa fenolik. Diperkuat oleh Gil et al (2002), konstribusi senyawa fenolik terhadap aktivitas antioksidan lebih tinggi dari pada vitamin C dan carotenoid. Sedangkan pada ekstrak bubuk kering oven diduga terjadi kerusakan klorofil dan senyawa bioaktif lainnya selama pemanasan sehingga aktivitas antioksidan menurun sejalan dengan kadar total fenol yang rendah. Menurut Bauzaite et al (2003) beberapa senyawa yang terkandung dalam suatu ekstrak dapat bersifat labil pada suhu tinggi dan proses pemanasan dapat menurunkan aktivitas antioksidan. Penyimpanan ekstrak daun kumis kucing selama 24 jam mempengaruhi aktivitas antioksidan. Setelah 24 jam, aktivitas antioksidan ekstrak daun segar mengalami peningkatan dari 2129.93±0.05 menjadi 2266.81±0.03 mM trolox/g berat kering, karena penyimpanan meningkatkan aktivitas senyawa fenolik yang belum aktif dalam menangkap radikal bebas. Hal ini sesuai dengan penelitian Standley et al (2001) bahwa ekstrak teh rooibos yang tidak difermentasi menunjukkan kemampuan mendonorkan atom hidrogen dan “scavenging” ion radikal superoksida yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak teh yang difermentasi dengan pengering buatan, pengeringan matahari serta pemanasan pasteurisasi. Aktivitas antioksidan ekstrak bubuk daun kumis kucing kering
matahari dan oven berturut-turut mengalami penurunan dari 1364.88±0.01 menjadi 1355.88±0.01 mM trolox/g berat kering dan 473.96±0.04 menjadi 409.11±0.03 mM trolox/g berat kering. Penurunan ini disebabkan terbentuknya asam-asam organik selama penyimpanan yang dapat menurunkan pH ekstrak. Penelitian Prangdimurti (2007) tentang kapasitas antioksian ekstrak daun suji secara in vivo menunjukkan penurunan kadar MDA hati, peningkatan aktivitas katalase hati dan superoksida dismutase hati secara nyata sebesar 70%, 40% dan 25%, namun tidak berpengaruh terhadap berat organ hati, limpa dan ginjal tikus. Selanjutnya Ozkan et al (2004) melaporkan aktivitas antioksidan ekstrak bunga mawar (Rosa damascena Mill.) segar sebesar 372.26 mg/g. Hasil analisis ragam (Lampiran 13b dan 13c) menunjukkan perlakuan pengeringan daun kumis kucing berpengaruh nyata (p=0.05) terhadap aktivitas antioksidan. Hasil uji lanjut Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak bubuk daun kumis kucing kering oven pada jam ke-0 dan ke24 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan ekstrak bubuk kering matahari dan sangat berbeda nyata dengan ekstrak daun kumis kucing segar.
Bunga Kenop Hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan oven (Gambar 12 dan Lampiran 14a) pada jam ke-0 masing- masing sebesar 371.76±0.01, 57.17±0.01 dan 110.46±0.03 mM trolox/g berat kering. Aktivitas antioksidan ekstrak bunga kenop segar lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak bubuk kering matahari dan oven. Hal ini berkorelasi dengan kadar total fenolnya yang juga tinggi. Cai et al (2003) menyatakan pigmen betalain dari tanaman famili Amaranthaceae menunjukkan aktivitas antioksidan yang kuat terhadap radikal bebas DPPH berkisar antara 3.4-8.4 µM/g berat kering. Aktivitas penangkap radikal bebas dari betalain tergantung pada jumlah dan posisi grup hidroksil serta glikosilasi aglikon dalam molekul betalain. Aktivitas antioksidan ekstrak bubuk bunga kenop kering oven lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak bubuk kering matahari, diduga suhu pemanasan yang stabil selama pengeringan oven menyebabkan senyawa bioaktif antioksidan yang terdegradasi sedikit, sedangkan pada pengeringan matahari banyak senyawa
bioaktif yang memiliki sifat antioksidan rusak oleh radiasi sinar matahari, oksidasi karena udara dan cahaya serta kadar total fenolnya yang juga rendah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Cai et al (1998) menyatakan pigmen betasianin yang terkandung dalam bunga kenop sangat peka terhadap suhu, pH, cahaya, udara dan aktivitas air. Stabilitas aktivitas antioksidan ekstrak bunga kenop setelah penyimpanan selama 24 jam pada suhu ruang cenderung mengalami penurunan. Aktivitas antioksidan ekstrak bunga kenop segar menurun dari 371.76±0.01 menjadi 340.55±0.01 mM trolox/g berat kering sedangkan ekstrak bubuk kering matahari turun dari 57.17±0.01 menjadi 44.07±0.01 mM trolox/g berat kering dan ekstrak bubuk kering oven turun dari 110.46±0.03 menjadi 90.56±0.01 mM trolox/g berat kering. Ketidakstabilan aktivitas antioksidan ekstrak bunga kenop disebabkan sifat komponen bioaktifnya yang mudah terdegradasi karena perubahan suhu dan pH selama penyimpanan. Didukung oleh laporan Cai et al (1998) bahwa stabilitas pigmen betasianin lebih baik pada suhu rendah (<14oC) di ruang gelap dan tanpa cahaya. Aktivitas antioksidan herbal marigold yang tumbuh liar; Calendula arvensis L. (GWM) dan yang dibudidayakan; Calendula officinalis L. (CM) menunjukkan bahwa ekstrak CM mempunyai aktivitas antioksidan dan penangkap radikal yang lebih baik dari pada ekstrak GWM dan ekstrak air menunjukkan aktivitas yang lebih tinggi dari pada ekstrak metanol. Ekstrak air CM menunjukkan sifat antioksidan paling baik pada konsentrasi 0.75 mg/ml ekstrak, karena mengeliminasi radikal hidroksil dalam sistem Fenton secara komplit, menangkap 92% DPPH dan 95% radikal peroksil selama peroksidasi lipid (Cetkovic et al 2004). Calliste et al (2001) mengamati aktivitas antioksidan 7 tanaman yang biasa digunakan masyarakat Perancis dalam pengobatan dengan menggunakan lima macam pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya (heksan, khloroform, etil asetat, methanol dan air) menunjukkan ekstrak dari tiga tanaman (Castania sativa, Filipendula ulmaria dan Betula pendula) pada fraksi yang lebih polar (air dan methanol) mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi. Hasil analisis ragam (Lampiran 14b dan 14c) menunjukkan perlakuan pengeringan bunga kenop berpengaruh nyata (p=0.05) terhadap aktivitas antioksidan. Hasil uji lanjut Duncan taraf 5% menunjukkan aktivitas antioksidan
ekstrak bunga kenop segar pada jam ke-0 dan ke-24 tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan ekstrak bubuk kering oven dan sangat berbeda nyata dengan ekstrak bubuk kering matahari.
Hasil Analisis Proksimat Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui perkiraan kandungan gizi suatu bahan pangan yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat bubuk daun kumis kucing kering matahari dan bunga kenop kering oven disajikan pada Tabel 4. Hasil proksimat menunjukkan kadar air bubuk daun kumis kucing kering matahari dan bunga kenop kering oven sebesar 7.69±0.16 dan 8.78±0.12 mengacu pada kadar air produk sejenis (seduhan teh) untuk memperpanjang umur simpan, karena daun kumis kucing dan bunga kenop segar memiliki kadar air awal cukup tinggi yaitu sebesar 81.42% dan 73.13%. Tabel 4 Hasil analisis proksimat bubuk daun kumis kucing kering matahari dan bunga kenop kering oven
Kandungan Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat*)
Bubuk daun kumis Bubuk bunga kenop kucing kering kering oven matahari Jumlah (% bk) 7.69±0.16 8.78±0.12 8.55±0.01 7.98±0.43 18.86±0.17 7.61±0.09 5.51±0.09 0.91±0.01 67.09±0.25 83.52±0.52
Keterangan : *) Karbohidrat dihitung by difference
Kadar protein yang cukup tinggi pada bubuk daun kumis kucing diduga karena adanya kandungan berbagai macam sumber nitrogen, seperti enzim dan asam-asam amino. Mahmudatussaadah (2005) melaporkan bahwa produk sejenis seperti bubuk teh hitam (Camellia sinensis assamica) juga mempunyai kandungan protein cukup tinggi sebesar 24.56%.
Karakteristik Biologis Pemberian Ekstrak Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop pada Tikus Hasil penelitian tahap 1 dan 2 berdasarkan karakteristik fisik (warna bubuk dan ekstrak) dan kimia (kadar total fenol, aktivitas antioksidan dan kadar proksimat) diperoleh bahwa bubuk daun kumis kucing kering matahari dan bubuk bunga kenop kering oven sebagai hasil terbaik. Dengan demikian minuman perlakuan yang diberikan pada tikus percobaan adalah minuman ekstrak dari bubuk daun kumis kucing kering matahari dan bunga kenop kering oven (Gambar 13).
Gambar 13 Tikus Sprague Dawley yang diberi minum ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop Pengaruh Konsumsi Minuman Ekstrak Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop terhadap Berat Badan Tikus Selama 2 bulan masa perlakuan, masing- masing kelompok tikus diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing, bunga kenop dan aquades sebagai kontrol sebanyak 40 ml setiap hari. Jumlah konsumsi minum masing- masing kelompok diukur setelah 24 jam dengan mengurangkan jumlah minum yang diberikan dengan sisa minum, sedangkan jumlah ekstrak yang diminum dari ratarata jumlah konsumsi minum perhari didapat dengan mengalikan jumlah konsumsi minum per hari dengan jumlah dosis pemberian ekstrak pada masingmasing kelompok. Rata-rata jumlah ekstrak yang diminum masing- masing kelompok tikus per harinya berkisar antara 9.48±0.41 – 29.06±1.31 ml/hari seperti tertera pada Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah ekstrak yang diminum dari rata-rata jumlah konsumsi minum per hari masing- masing kelompok tikus Jumlah yang diminum (ml/hari)
Perlakuan Kontrol
21.34±1.68
Ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g
9.48±0.41
Ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g
19.32±1.95
Ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g
15.89±0.90
Ekstrak bubuk bunga kenop dosis 1.2 g
29.06±1.31
Selama masa percobaan semua kelompok tikus perlakuan tetap mengalami pertambahan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dapat mempengaruhi pola makan atau minum dari tikus percobaan. Pertambahan berat badan rata-rata tikus kelompok kontrol, kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari serta bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari selama pengujian berturut-turut adalah sebesar 59.00±11.68, 50.83±13.32 dan 52.83±9.43 serta 64.67±10.09 dan 65.17±7.08 g (Gambar 14 dan Lampiran 15a).
Pertambahan Berat Badan (g)
250
200
150
100 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Hari Kontrol (KN) Bunga kenop dosis 0.6 g Bunga kenop dosis 1.2 g
Daun kumis kucing dosis 0.4 g Daun kumis kucing dosis 0.8 g
Gambar 14 Pertambahan berat badan selama masa perlakuan pada setiap kelompok tikus
Perubahan berat badan (delta/∆) Perubahan berat badan pada kelompok tikus yang diberi perlakuan ekstrak bubuk daun kumis kucing memiliki nilai peningkatan lebih kecil diband ingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini berkorelasi dengan sedikitnya jumlah minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing yang diminum dibandingkan kontrol karena rasa minuman yang agak pahit dan sifat diuretik dari daun kumis kucing (daun segar/kering). Casadebaig-Lafon et al (1989) dan Beaux et al (1999) melaporkan ekstrak air dan ekstrak alkohol dari Orthosiphon stamineus Benth dapat meningkatkan aktivitas diuretik pada tikus dengan meningkatnya pengeluaran urin serta ekskresi sodium dari kandung kemih. Selanjutnya Englert dan Harnischfeger (1992) melaporkan bahwa kandungan kalium pada ekstrak daun kumis kucing dapat meningkatkan ekskresi urin. Selama masa perlakuan dengan pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing, kemungkinan besar telah terjadi efek diuretik pada tikus. Kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari memiliki delta berat badan yang lebih tinggi dibandingkan kontrol karena jumlah ekstrak yang diminum juga lebih banyak. Diduga ekstrak bunga kenop dapat meningkatkan berat badan tikus sesuai dengan pendapat Dalimartha (2000), bunga kenop segar selain berkhasiat obat juga dapat meningkatkan nafsu makan. Pemberian dosis minuman ektrak bubuk daun kumis kucing sebesar 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari dan bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari dapat meningkatkan berat badan masing-masing kelompok tikus dan tidak menunjukkan adanya gejala toksik bagi tubuh. Hal ini disebabkan dosis yang digunakan tidak terlalu tinggi dan banyaknya faktor lain yang mempengaruhi metabolisme di dalam tubuh. Didukung oleh hasil penelitian Kusumaningrum (2005), pemberian minuman seduhan bubuk daun kumis kucing juga dapat meningkatkan aktivitas GST dalam hati sehingga senyawa yang dihasilkan tidak bersifat radikal dan tidak berbahaya bagi tubuh. Selanjutnya Yuvadee et al (1990) melaporkan bahwa LD50 daun kering atau ekstrak daun kumis kucing yang diberikan melalui injeksi intraperitoneal pada tikus jantan 0.93 g/kg BB dan 0.81 g/kg BB pada tikus betina, sedangkan pada mencit jantan 0.70 g/kg BB dan 0.84 g/kg BB pada mencit betina. Sementara itu, dosis LD50 bunga kenop lebih rendah yaitu sebesar 1450 mg/kg (Hilou et al 2005).
Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 15b) menunjukkan bahwa pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop tidak berpengaruh nyata (p = 0.05) terhadap perubahan berat badan tikus, tetapi jumlah minuman pada masing- masing kelompok tikus berpengaruh nyata (p = 0.05) terhadap pertambahan berat badan tikus. Hasil uji lanjut Duncan taraf 5% (Lampiran 15c) menunjukkan bahwa kelompok kontrol berbeda nyata dengan kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari dan bunga kenop dosis 1.2 g/ekor/hari tetapi berbeda sangat nyata dengan kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari dan bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari.
Pengaruh Minuman Ekstrak Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop terhadap Proliferasi Sel Limfosit Secara in vivo Minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop diberikan sebagai perlakuan pada tikus dengan tujuan untuk melihat pengaruh komponen bioaktif yang terkandung pada daun kumis kucing dan bunga kenop terhadap proliferasi limfosit. 5.0 4.5
IndeksStimulasi
4.0 3.5 3.0 c
2.5 2.0 1.5
ab
2.14
c
1.78
1.73 a
ab
1.45
1.38
1.0 0.5 0.0 Kontrol Aquades
0.4
0.8
daun kumis kucing
0.6
1.2
bunga kenop
Dosis minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop (g/ekor/hari)
Gambar 15 Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus (in vivo) yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dengan berbagai dosis selama 8 minggu. Hasil pengamatan (Gambar 15 dan Lampiran 16a) menunjukkan bahwa minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop mempunyai sifat imunomodulator yang ditunjukkan oleh tingginya indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit kelompok perlakuan daripada kontrol berturut- turut
sebesar 1.73±0.34, 2.14±0.10, 1.78±0.25, 1.45±0.12 dan 1.38±0.01. Indeks stimulasi (IS) yaitu banyaknya garam formazan (cpm) yang diserap oleh sel yang dikultur dengan stimulan dibandingkan dengan yang dikultur tanpa stimulan (kontrol). Indeks stimulasi yang lebih besar dari satu menunjukkan adanya stimulan yang meningkatkan aktivitas proliferasi limfosit tikus. Indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari lebih tinggi daripada 0.4 g/ekor/hari. Hal ini dihubungkan dengan kadar total fenol daun kumis kucing yang tinggi, terutama flavonoid dan rosmarinic acid yang merupakan antioksidan alami. Craig (2001) menyatakan bahwa flavonoids, triterpenes atau alkaloid yang terdapat pada akar, kulit kayu dan juga herba yang kaya flavonoid dan carotenoid dapat meningkatkan fungsi sistem imun. Komponen fenolik dalam ekstrak daun kumis kucing beragam jenisnya, ada yang termasuk golongan fenol atau golonga n flavonoid. Dari golongan fenol selain memiliki aktivitas antioksidan, saponin, turunan caffeic acid dan sinensetin juga memiliki aktivitas antimikroba. Sofiani (2003) melaporkan bahwa senyawa sinensetin pada daun kumis kucing dapat memberikan daya hambat relatif cukup besar terhadap bakteri S. epidermis pada konsentrasi 5, 10, 20 ppm sebesar 12.40; 12.65; 12.90 mm sedangkan pada E. coli tidak memberikan daya hambat. Indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari lebih tinggi daripada 1.2 g/ekor/hari. Diduga senyawasenyawa fenolik bunga kenop pada konsentrasi tinggi menekan proliferasi limfosit atau bersifat toksik bagi limfosit. Menurut Fardiaz (1996) aktivitas antioksidan fenolik pada konsentrasi tinggi dapat hilang dan berubah menjadi prooksidan. Dalimartha (2000) menyatakan penggunaan bunga kenop yang terlalu banyak dapat menimbulkan keracunan yang ditandai dengan gejala rasa kering di tenggorokan. Selain itu pigmen betasianin sebagai senyawa bioaktif utama dalam bunga kenop bersifat kurang stabil pada suhu ruang sehingga lebih cepat teroksidasi. Cai et al (1998) melaporkan bahwa pigmen betasianin yang terkandung dalam bunga kenop sangat peka terhadap suhu, pH, cahaya, udara dan aktivitas air. Kaplan et al (1998) menjelaskan mekanisme stimulasi proliferasi limfosit kemungkinan terjadi karena komponen bioaktif antioksidan yang merangsang sel
memproduksi cytokine dan interleukin (IL-2) untuk menginduksi siklus sel dari fase G1 ke S, karena proliferasi limfosit tergantung oleh adanya penerimaan sinyal untuk melengkapi transisi pembelahan sel dalam siklus sel. Aktivasi sel limfosit T memerlukan stimulasi cytokine untuk melanjutkan siklus sel dan perkembangan sel pada fase G1 ke S. Menurut Wu dan Meydani (2002) keutuhan membran sel sangat dipengaruhi oleh adanya oksidan dan antioksidan karena sifat komponen makromolekul pada membran yang mudah teroksidasi, yaitu protein dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Sel limfosit merupakan salah satu komponen sel darah putih atau sel imun, sehingga gangguan atau stimulasi pada kehidupan sel akan mempengaruhi daya tahan tubuh (Roitt dan Delves 2001). Pengujian pengaruh minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop terhadap proliferasi limfosit in vivo menggunakan organ limfa karena limfa merupakan salah satu organ limfoid sekunder yang termasuk dalam sistem limfoid. Menurut Baratawidjaja (2002), 9095% sel timus yang merupakan sel limfosit dengan berbagai fase diferensiasi akan mati dan hanya 5-10 % menjadi matang dan meninggalkan timus masuk ke organ sekunder. Jadi penggunaan sel limfosit dari limfa dimaksudkan agar sel yang dipakai adalah sel limfosit yang sudah matang. Berdasarkan analisis ragam (Lampiran 16b dan 16c) menunjukkan bahwa pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop berpengaruh nyata (p = 0.05) terhadap proliferasi limfosit secara in vivo. Hasil uji lanjut Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa kelompok kontrol berbeda tidak nyata dengan kelompok bunga kenop dosis 1.2 g/ekor/hari dan kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari, tetapi berbeda nyata dengan bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari dan berbeda sangat nyata dengan kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari.
Pengaruh Ekstrak Bubuk Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop terhadap Proliferasi Sel Limfosit Secara in vitro Pengujian proliferasi limfosit secara in vitro bertujuan untuk mempelajari perilaku sel hewan yang bebas dari keragaman sistemik yang biasanya muncul pada hewan selama homeostatis normal dan dibawah perlakuan percobaan.
Lingkungan dan bahan makanan untuk pertumbuhan sel secara in vitro diusahakan menyerupai keadaan pertumbuhan sel secara in vivo. Pengujian aktivitas proliferasi limfosit in vitro dilakukan dengan metode MTT dengan mengkonversi MTT menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase dari mitokondria sel hidup yang diukur absorbansinya dengan Spectrophotometer Microplate Reader. Metode ini cukup sensitif untuk melihat aktivitas sel hidup karena kandungan enzim suksinat dehidrogenase relatif konstan diantara berbagai sel dengan tipe spesifik, sehingga jumlah formazan yang diproduksi proporsional terhadap jumlah sel. Kemampuan imunostimulan dari ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop terhadap proliferasi limfosit dinyatakan dengan nilai indeks stimulasi (IS). Limfosit yang telah diisolasi dari tikus kontrol yang diberi perlakuan minum aquades digunakan untuk melakukan pengujian proliferasi limfosit secara in vitro. Jumlah limfosit awal yang digunakan untuk kultur in vitro adalah 2 x 106 sel per/ml. Sedangkan ekstrak yang akan diuji pada kultur terdiri dari tujuh dosis untuk ekstrak daun kumis kucing sebesar 0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2, 38.4 mg/ml dan untuk ekstrak bunga kenop sebesar 0.4, 0.8, 1.6, 3.2, 6.5, 13.1, 26.3 mg/ml. Ekstrak daun kumis kucing dibuat dengan menyeduh 0.63 g bubuk dalam 80 ml air (2 x dosis normal yang diujikan pada tikus). Dosis yang digunakan untuk manusia sebesar 5.99 g bubuk/hari dalam 770 ml air setara dengan 1.44 g ekstrak daun kumis kucing. Volume darah manusia dalam tubuh adalah 6 liter (6000 ml) maka konsentrasi teoritis ekstrak di dalam darah bila semua seduhan bubuk diserap sebesar 0.24 mg/ml. Volume ekstrak dalam kultur (0.1 ml) adalah 20 µl maka konsentrasi ekstrak sebesar 1.2 mg/ml (2 x konsentrasi awal). Dimana konsentrasi awal ekstrak sebesar 0.6 mg/ml. Ekstrak bunga kenop dibuat dengan menyeduh 2.38 g bubuk dalam 110 ml air (2 x dosis normal yang diujikan pada tikus). Dosis yang digunakan untuk manusia sehari- harinya sebesar 9.53 g bubuk dalam 440 ml air. setara dengan 0.99 g ekstrak bunga kenop. maka konsentrasi teoritis ekstrak di dalam darah bila semua seduhan bubuk diserap sebesar 0.16 mg/ml. Bila volume ekstrak dalam kultur (0.1 ml) adalah 20 µl sehingga konsentrasi ekstrak yang harus dipersiapkan adalah sebesar 0.82 mg/ml (2 x konsentrasi awal). Jadi konsentrasi awal ekstrak
sebesar 0.4 mg/ml. Konsentrasi masing- masing ekstrak ini ditarik dua taraf lebih tinggi untuk melihat tingkat toksisitasnya. Berdasarkan data pada Gambar 16, hasil penelitian menunjukkan bahwa limfosit yang diberi ekstrak daun kumis kucing mengalami peningkatan proliferasi lebih tinggi dibandingkan proliferasi limfosit kontrol, perlakuan mitogen dan ekstrak bunga kenop. Semakin tinggi dosis ekstrak daun kumis kucing yang ditambahkan ke dalam kultur semakin tinggi indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus. Indeks stimulasi (IS) ekstrak daun kumis kucing dari dosis 0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6 19.2 dan 38.4 mg/ml secara berurutan sebesar 1.72±0.11, 2.04±0.13, 2.77±0.20, 3.24±0.09, 4.08±0.193, 4.21±0.26 dan 4.71±0.21. Hal ini menunjukkan bahwa daun kumis kucing dapat bersifat imunomodulator, namun kemampuan sebagai imunomodulator tersebut tidak spesifik terhadap limfosit T atau B. 5.0
e 4.21e 4.71
4.5
4.08
Indeks Stimulasi
4.0 3.5
c 2.77
3.0
d 3.24
b a 2.04 1.72
2.5 2.0 1.5
f
a
a a 1.00 1.06 1.14 1.10
1.25
a a 1.32 a a 1.32 1.14 1.10 a
1.0
a a 1.07 0.79
Mitogen
Ekstrak Daun Kumis Kucing
Ekstrak Bunga Kenop
Dosis ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop (mg/ml)
Gambar 16 Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus secara in vitro dengan berbagai dosis ekstrak daun kumis kuc ing dan bunga kenop. PWM, Con-A dan LPS adalah kontrol untuk stimulasi sel T dan B Mekanisme ekstrak daun kumis kucing dalam meningkatkan proliferasi limfosit diduga diberikan oleh aktivitas antioksidan komponen bioaktifnya yang tinggi terutama senyawa fenol. Wu dan Meydani (2002) menjelaskan bahwa komponen bioaktif antioksidan dapat melindungi membran sel limfosit dari peroksidasi lipid sehingga meningkatkan kemampuan sel limfosit untuk merespon perubahan pada
26.3
13.1
6.5
3.2
1.6
0.8
0.4
38.4
19.2
9.6
4.8
2.4
1.2
0.6
LPS
Con-A
Kontrol
0.0
PWM
0.5
sistem imun. Sesuai dengan pernyataan Meydani et al (1995), sel imun membutuhkan konsentrasi antioksidan lebih tinggi daripada sel lainnya untuk melindungi membran selnya karena tersusun oleh asam lemak tidak jenuh lebih banyak. Respon peningkatan proliferasi limfosit pada ekstrak bunga kenop dimulai dari dosis 0.4 sampai 1.6 mg/ml dengan indeks stimulasi (IS) sebesar 1.25±0.32, 1.32±0.29 dan 1.32±0.26 (Lampiran 17a). Walaupun nilai IS ekstrak bunga kenop lebih kecil daripada ekstrak daun kumis kucing tetapi mempunyai kemampuan menstimulasi proliferasi limfosit. Mekanisme yang mungkin terjadi adalah karena adanya efek imunomodulator dari antioksidan yang terkandung dalam bunga kenop terutama dari senyawa-senyawa fenolnya. Senyawa-senyawa fenol pada bunga kenop yang dapat meningkatkan proliferasi limfosit berasal dari gomphrenin I, II, III, V dan VI. Menurut Cai et al (2003), gomphrenin jenis betasianin dan betaxanthin mempunyai aktivitas antioksidan yang sangatt kuat, 3-4 kali lebih kuat dari asam askorbat, dan juga lebih kuat dari rutin dan katekin. Peningkatan dosis sampai 26.3 mg/ml dapat menurunkan proliferasi limfosit atau bersifat toksik terhadap limfosit. Hal ini kemungkinan terjadi karena pada dosis tersebut senyawa-senyawa fenol dalam bunga kenop menunjukkan aktivitas prooksidan. Sifat yang tidak diinginkan ini menurut Kessler et al (2003) dapat dijadikan penjelasan terhadap toksisitas dari beberapa flavonoid secara in-vivo. Senyawa-senyawa fenol spesifik dari bunga kenop yang menyebabkan toksisitas terhadap limfosit belum diketahui. Perlakuan dengan penambahan mitogen Con-A, LPS dan PWM juga memberikan respon kenaikan proliferasi limfosit jika dibandingkan dengan kontrol. Con-A memberikan respon proliferasi lebih baik dibanding PWM dan LPS dengan indeks stimulasi (IS) masing- masing sebesar 1.14±0.15, 1.06±0.10 dan 1.10±0.13. Menurut Kresno (1991), stimulasi limfosit oleh mitogen berakibat pada serangkaian reaksi biokimia seperti fosforilasi nukleoprotein, sintesis DNA dan RNA serta peningkatan metabolisme lemak. Perubahan yang terjadi adalah transformasi blast yang di tunjukkan dengan pembesaran limfosit karena nukleus juga membesar, retikulum endoplasmik menjadi kasar dan tubulus mikro jelas, serta kecepatan sintesa DNA meningkat menuju mitosis.
Hasil analisis ragam (Lampiran 17b, 17c, 17e dan 17d) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak bunga kenop dan mitogen tidak berpengaruh nyata (p=0.05) tetapi penambahan ekstrak daun kumis kucing berpengaruh nyata (p=0.05) terhadap proliferasi limfosit secara in vitro. Hasil analisis sidik ragam pada taraf 5% menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kumis kucing dosis 0.6 mg/ml berbeda nyata dengan 1.2 mg/ml tetapi berbeda sangat nyata dengan 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml. Hasil pengujian in vitro ini berkorelasi positif dengan hasil pengamatan in vivo, pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop dapat menstimulasi peningkatan proliferasi limfosit daripada kontrol yang hanya diberi aquades. Dengan adanya uji in vitro dapat diketahui batasan dosis yang dapat dikonsumsi per harinya. Ekstrak daun kumis kucing masih aman dikonsumsi sampai dosis 38.4 mg/ml sedangkan bunga kenop hanya sampai dosis 1.6 mg/ml.
Pengaruh Ekstrak Daun Kumis Kucing dan Bunga Kenop terhadap Proliferasi Sel Limfosit Secara in vivo-in vitro Daun Kumis Kucing Limfosit yang diisolasi dari kelompok tikus yang mengalami 2 bulan perlakuan in vivo (minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari), digunakan untuk pengujian proliferasi limfosit secara in vitro. Hal ini bertujuan untuk melihat ketahanan sel limfosit dan hubungan sinergis komponen bioaktifnya. Penentuan dosis ekstrak daun kumis kucing yang ditambahkan ke kultur sama dengan pada pengujian in vitro. Ekstrak daun kumis kucing yang ditambahkan pada kultur terdiri dari tujuh dosis yaitu 0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa respon proliferasi limfosit secara in vivo-in vitro menunjukkan semakin tinggi dosis ekstrak yang ditambahkan maka indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit semakin meningkat.
d
4.47
4.5 4.0 3.5
3.04 c 2.86
3.0 2.5
1.89
c
f
3.27 e
2.26
b
1.74 ab c a 1.02 1.30 0.92 a bc a a 1.00 0.93 0.86 0.92 1.12
ab
2.0 1.29 a a a 1.14 1.10 1.5 1.00 0.95 a 0.99a 1.24 1.0
d
in vitro (mg/ml)
in vitro (mg/ml)
in vivo 0.4 g/ml/ekor/hari
in vivo 0.8 g/ml/ekor/hari
Dosis ekstrak daun kumis kucing in vivo dan in vitro
Gambar 17 Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus setelah perlakuan secara in vivo selama 2 bulan dan secara in vitro dengan berbagai dosis ekstrak daun kumis kucing Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 17 dan Lampiran 18a), menunjukkan bahwa peningkatan proliferasi limfosit dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan mitogen. Respon proliferasi limfosit yang diberi perlakuan in vivo ekstrak daun kumis kucing 0.4 lebih tinggi daripada 0.8 g/ekor/hari. Penambahan ekstrak dengan dosis 0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml pada kultur limfosit perlakuan in vivo 0.4 g/ekor/hari meningkatkan proliferasi limfosit dengan indeks stimulasi (IS) berturut-turut sebesar 0.99±0.09, 1.24±0.20, 1.29±0.05, 1.89±0.15, 2.86±0.75, 3.04±0.14 dan 4.47±0.46. Sedangkan pada kultur limfosit perlakuan in vivo 0.8 g/ekor/hari peningkatan proliferasi limfositnya lebih rendah dengan indeks stimulasi sebesar 0.92±0.11, 1.02±0.06, 1.12±0.06, 1.30±0.11, 1.74±0.10, 2.26±0.17 dan 3.27±0.12. Semakin tinggi dosis ekstrak daun kumis kucing yang diberikan secara in vivo semakin menurun proliferasi limfosit sedangkan penambahan ekstrak dengan berbagai dosis secara in vitro mampu meningkatkan proliferasi limfosit tikus. Proliferasi limfosit yang diberi perlakuan in vivo 0.4 g/ekor/hari menunjukkan peningkatan indeks stimulasi (IS) berkisar antara 0.99-4.47. Hal ini menunjukkan bahwa daun kumis kucing mempunyai sifat imunomodulator yang diberikan oleh aktivitas antioksidan dari senyawa polifenolnya terutama flavonoid dan rosmarinic acid yang merupakan antioksidan alami. Menurut Liang et al (1999), Grinberg et al
38.4
19.2
9.6
4.8
2.4
1.2
0.6
LPS
Con-A
PWM
Kontrol
38.4
19.2
9.6
4.8
2.4
1.2
0.6
LPS
Con-A
PWM
0.5 0.0 Kontrol
Indeks Stimulasi
5.0
(1994) dan Formica et al (1995) dalam Nakajima et al (2003), flavo noids adalah pigmen tanaman yang dilaporkan memiliki sifat imunomodulator, antioksidan dan aktivitas antiviral. Selain itu klorofil sebagai pigmen hijau daun pada umumnya bersifat antioksidan (Lanfer-Marquez et al 2005). Komponen fenolik yang banyak terdapat pada tumbuhan juga mampu melindungi membran sel yang mengandung banyak fosfolipid karena secara in vitro komponen ini merupakan penghambat peroksidasi lipid yang baik (Halliwell dan Gutteridge 2001). Sebaliknya pada kelompok tikus yang mendapat perlakuan in vivo dosis 0.8 g/ekor/hari dengan penambahan berbagai dosis ekstrak secara in vitro menunjukkan proliferasi limfosit yang rendah karena diduga banyaknya senyawa fenol yang terakumulasi didalam sel. Fardiaz (1996) mengatakan bahwa salah satu karakteristik fenol adalah kemampuannya sebagai antioksidan namun pada konsentrasi tinggi fenol dapat bersifat prooksidan. Sehingga proliferasi sel limfosit yang diberi perlakuan in vivo-in vitro tidak sama-sama sinergis dalam menjaga ketahanan sel pada dosis tinggi. Indeks stimulasi (IS) untuk penambahan mitogen Lipopolisakarida (LPS), Concanavalin A (Con-A) dan Pokeweed (PWM) menunjukkan bahwa semua mitogen menghambat proliferasi limfosit bila dibandingkan kontrol dan perlakuan penambahan ekstrak daun kumis kucing saja. Hal ini menunjukkan bahwa limfosit yang telah diberi pemaparan ekstrak daun kumis kucing dan selanjutnya ditambah mitogen sinergis menghambat proliferasi limfosit. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa pengujian proliferasi limfosi secara in vitro lebih baik dibandingkan dengan pengujian secara in vivo dan in vivo-in vitro dimana ekstrak daun kumis kucing dari dosis 0.4-38.4 mg/ml/hari masih aman bagi tubuh dan dapat meningkatkan proliferasi limfosit. Sidik ragam (Lampiran 18b, 18c 18d, 18e, 18f dan 18g) menunjukkan bahwa minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari berpengaruh nyata (p=0.05) terhadap kemampuan proliferasi limfosit tetapi penambahan mitogen tidak berpengaruh nyata (p=0.05) terhadap proliferasi limfosit tikus. Hasil uji Duncan taraf 5% menunjukkan bahwa pada dosis 0.4 g/ekor/hari; penambahan ekstrak dosis 0.6, 1.2 mg/ml tidak berbeda nyata tetapi berbeda tidak nyata dengan 2.4 mg/ml, berbeda nyata dengan 4.8 mg/ml, namun berbeda sangat nyata dengan 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml. Untuk dosis 0.8 g/ekor/hari; penambahan
ekstrak dosis 0.6 mg/ml berbeda tidak nyata dengan 1.2, 2.4 mg/ml tetapi berbeda nyata dengan 4.8 mg/ml dan berbeda sangat nyata dengan 9.6, 19.2 dan 38.4 mg/ml.
Bunga Kenop Limfosit yang diisolasi dari kelompok tikus yang diberi perlakuan in vivo (minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari) selama 2 bulan, digunakan untuk kultur sel limfosit secara in vitro dengan penambahan ekstrak bunga kenop sebanyak 7 tingkatan dosis yaitu 0.4, 0.8, 1.6, 3.2, 6.5, 13.1 dan 26.3 mg/ml. 5.0 4.5
3.5 3.0 2.5 2.0 a
b
a bc 1.23 a 0.69 a 1.17 a 0.80 0.76 c a 0.81 1.00 1.04 a a a b 0.88 b 0.88 b 0.79 0.78 a 0.74 0.77 0.67 0.68 0.63 a 0.70 0.44
Mitogen
Ekstrak
Mitogen
26.3
13.1
6.5
3.2
1.6
0.8
0.4
LPS
Con-A
PWM
Kontrol
26.3
13.1
6.5
Con-A
Kontrol
0.0
PWM
0.5
3.2
1.0
a
1.6
0.83
0.8
a a 0.79
1.00
0.4
1.5
LPS
IndeksStimulasi
4.0
Ekstrak
in vitro (mg/ml)
in vitro (mg/ml)
in vivo 0.6 g/ml/ekor/hari
in vivo 1.2 g/ml/ekor/hari
Dosis ekstrak bunga kenop in vivo-in vitro
Gambar 18 Peningkatan indeks stimulasi (IS) proliferasi limfosit tikus setelah perlakuan secara in vivo selama 2 bulan dan secara in vitro dengan berbagai dosis ekstrak bunga kenop Pada Gambar 18 terlihat, ekstrak bunga kenop secara in vivo-in vitro tidak bersifat sinergis dalam meningkatkan ketahanan limfosit untuk berproliferasi yang ditunjukkan dengan rendahnya indeks stimulasi perlakuan ekstrak dibandingkan kontrol dan mitogen. Penambahan ekstrak bunga kenop pada kultur limfosit tikus dosis 0.6 g/ekor/hari dapat meningkatkan proliferasi limfosit dari dosis 0.4 dan 0.8 mg/ml dengan indeks stimulasi (IS) sebesar 0.80±0.13 dan 0.88±0.08. Sedangkan peningkatan dosis dari 1.6-26.3 mg/ml menunjukkan penghambatan proliferasi limfosit dengan penurunan indeks stimulasi (IS) masing- masing sebesar 0.67±0.02, 0.69±0.05, 0.68±0.13, 0.63±0.08 dan 0.44±0.09.
Tikus yang telah diberi minuman dosis 1.2 g/ekor/hari hanya dapat meningkatkan proliferasi limfosit sampai dosis 0.4 mg/ml dengan indeks stimulasi (IS) sebesar 1.17±0.38. Peningkatan dosis dari 0.8, 1.6, 3.2, 6.5, 13.1 dan 26.3 mg/ml (IS 0.88±0.10, 0.81±0.01, 0.78±0.04, 0.76±0.09, 0.77±0.29, 0.70±0.18) dapat menghambat proliferasi limfosit atau bersifat toksik terhadap limfosit sehingga menyebabkan banyaknya limfosit yang mati. Hal ini mungkin disebabkan oleh senyawa fenol pada bunga kenop yang berikatan dengan komponen protein membran sel dan mengakibatkan kematian sel. Davidson (1983) menyebutkan bahwa kompone n fenol menyerang membran sitoplasma sehingga menyebabkan pembebasan kandungan sitoplasmik. Diduga yang diserang adalah komponen fosfolipidnya. Untuk keperluan proliferasi limfosit dibutuhkan inositol trifosfat untuk menstimulir protein kinase C yang diperlukan untuk ekspresi gen (pembelahan sel). Oleh karena itu kemampuan fenol merusak fosfolipid membran sel akan berakibat pada penurunan kemampuan proliferasi sel. Didukung hasil penelitian Aquarini (2006), ekstrak bunga kenop pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat bersifat racun pada manusia. Selanjutnya Setiawan (2006) melaporkan bahwa minuman ekstrak air bubuk bunga kenop pada konsentrasi tinggi (1.2 g/ekor/hari) tidak aman untuk dikonsumsi namun masih relatif aman pada konsentrasi rendah (0.6 g/ekor/hari). Pemberian mitogen seperti Con-A, LPS dan Pokeweed (Gambar 18 dan Lampiran 19a) tidak menunjukkan adanya respon proliferasi terhadap sel T dan B, dengan rendahnya indeks stimulasi (IS) pada tikus perlakuan in vivo 0.6 g/ekor/hari dari pada kontrol. Sedangkan pada tikus perlakuan in vivo 1.2 g/ekor/hari menunjukkan bahwa Pokeweed dan Con A bersama-sama ekstrak bunga kenop secara sinergis dapat menstimulasi peningkatan proliferasi limfosit dengan indeks stimulasi (IS) sebesar 1.23±0.24 dan 1.04±0.32. Pokeweed dapat menstimulasi proliferasi limfosit T dan B sedangkan Con-A lebih spesifik untuk limfosit T. Perbedaan kemampuan mitogen untuk menstimulasi proliferasi limfosit disebabkan adanya reaksi yang menyebabkan ketidakcocokan mitogen untuk berpasangan dengan reseptor pada permukaan sel sesuai dengan pendapat Paraskevas dan Foerster (1999) bahwa aktivasi mitogen memerlukan reseptor yang cocok sebagai tahap awal aktivasi limfosit. Lin et al (2005) melaporkan
bahwa ekstrak air Amaranthus spinosus Linn. (famili bunga kenop) menunjukkan pengaruh imunostimulan dengan mengaktivasi sel limfosit B dan proliferasi sel limfosit T secara in vitro. Menurut Baratawidjaja (2002), mitogen dan lektin merupakan bahan alamiah yang mempunyai kemampuan mengikat dan merangsang banyak klon limfoid untuk berproliferasi dan diferensiasi. Dugaan mekanisme stimulasi proliferasi sel limfosit oleh mitogen disebabkan oleh kemampuan mengenal dan berikatan dengan struktur spesifik karbohidrat khususnya oligosakarida. Ikatan kompleks yang terbentuk tersebut menyebabkan lektin dapat berikatan dengan berbagai sel-sel yang memiliki permukaan glikoprotein atau glikolipid seperti eritrosit dan limfosit, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya aktivasi siklus sel limfosit dan peristiwa mitosis ya ng menyebabkan terjadinya proliferasi sel limfosit. Hasil pengamatan ekstrak bunga kenop menunjukkan bahwa proliferasi sel limfosit secara in vivo tetap lebih baik dari pada proliferasi sel limfosit secara in vitro dan in vivo-in vitro. Pemberian dosis 0.6 g/ekor/hari lebih efektif dalam meningkatkan proliferasi limfosit. Hasil analisis ragam (Lampiran 19b, 19c, 19d, 19e dan 19f) menunjukkan bahwa minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari berpengaruh nyata (p=0.05) terhadap proliferasi limfosit sedangkan dosis 1.2 g/ekor/hari dan mitogen tidak berpengaruh nyata (p=0.05). Hasil uji Duncan pada taraf 5% menunjukkan bahwa ektrak bunga kenop dosis 26.3 mg/ml berbeda nyata dengan 1.6, 3.2, 6.5 dan 13.1 mg/ml dan berbeda sangat tidak nyata dengan 0.4 mg/ml tetapi berbeda sangat nyata dengan 0.8 mg/ml.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengeringan daun kumis kucing dengan sinar matahari memberikan hasil terbaik dilihat dari warna bubuk yang berwarna hijau kekuningan dan warna ekstrak coklat pekat dengan total fenol 22.74±0.03 mg/g berat kering dan aktivitas antioksidan sebesar 1364.88±0.01 mM trolox/g berat kering. Sedangkan pengeringan oven bunga kenop memberikan hasil terbaik dengan warna bubuk merah keputih-putihan dan warna ekstrak merah terang dengan total fenol 3.08±0.02 mg/g berat kering dan aktivitas antioksidan sebesar 110.46±0.03 mM trolox/g berat kering. Pemberian minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari serta bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari dapat meningkatkan proliferasi sel limfosit tikus dengan indeks stimulasi (IS) masing-masing sebesar 1.73±0.34, 2.14±0.10, 1.78±0.25, 1.45±0.12. Sebaliknya IS kontrol hanya sebesar 1.38±0.01. Jadi semakin tinggi dosis minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing in vivo semakin tinggi proliferasi limfosit sebaliknya semakin tinggi dosis minuman ekstrak bubuk bunga kenop in vivo semakin rendah proliferasi limfosit. Ekstrak daun kumis kucing secara in vitro dengan tujuh tingkatan dosis dapat meningkatkan proliferasi limfosit lebih tinggi dibandingkan kontrol dan mitogen. IS ekstrak daun kumis kucing selengkapnya dari dosis 0.6, 1.2, 2.4, 4.8, 9.6 19.2 dan 38.4 mg/ml secara berurutan sebesar 1.72±0.11, 2.04±0.13, 2.77±0.20, 3.24±0.09, 4.08±0.193, 4.21±0.26 dan 4.71±0.21. Sedangkan ekstrak bunga kenop dengan dosis 0.4, 0.8, 1.6, 3.2, 6.5, 13.1, 26.3 mg/ml dapat meningkatkan proliferasi limfosit lebih tinggi dibandingkan kontrol dan mitogen dari dosis 0.4, 0.8 dan 1.6 mg/ml dengan IS sebesar 1.25±0.32, 1.32±0.29 dan 1.32±0.26. Sementara respon proliferasi limfosit pada penambahan mitogen [Pokeweed (PWM), Lipopolisakarida (LPS) dan Concanavalin-A (Con-A)] hanya ditunjukkan oleh Con A dan LPS. Pengujian ekstrak daun kumis kucing secara in vitro dapat menstimulasi peningkatan proliferasi sel limfosit sampai dosis 38.4 mg/ml sedangkan ekstrak bunga kenop hanya dapat menstimulasi peningkatan proliferasi sel limfosit sampai dosis 1.6 mg/ml. Peningkatan dosis bunga kenop justru menekan proliferasi sel
limfosit. Ini menunjukkan bahwa daun kumis kucing pada dosis tinggi bersifat imunomodulator sedangkan bunga kenop pada dosis tinggi justru bersifat toksik. Pemberian ekstrak daun kumis kucing secara in vivo-in vitro menunjukkan respon proliferasi sel limfosit yang semakin meningkat. Peningkatan proliferasi sel limfosit yang paling tinggi ditunjukkan oleh kelompok tikus yang telah diberi perlakuan in vivo dosis 0.4 g/ekor/hari dibanding dosis 0.8 g/ekor/hari dengan IS sebesar 0.99±0.09, 1.24±0.20, 1.29±0.05, 1.89±0.15, 2.86±0.75, 3.04±0.14 dan 4.47±0.46. Sementara respon proliferasi sel limfosit pada kelompok tikus yang diberi ekstrak bunga kenop tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Perlakuan in vivo ekstrak bunga kenop dosis 0.6 dan 1.2 g/ekor/hari hanya dapat meningkatkan proliferasi limfosit dari dosis in vitro 0.4 sampai 0.8 mg/ml. Peningkatan dosis ekstrak bunga kenop secara in vitro dari 1.6, 3.2, 6.5, 13.1 dan 26.3 mg/ml justru menekan proliferasi limfosit. Sedangkan pemberian mitogen hanya menunjukkan respon proliferasi pada perlakuan in vivo dosis 1.2 g/ekor/hari yaitu Pokeweed dan Con A dengan IS sebesar 1.23±0.24 dan 1.04±0.32. Jadi pengujian secara in vivo-in vitro menunjukkan bahwa limfosit tikus yang telah terpapar minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop secara in vivo dan dipapar ekstrak lagi secara in vitro tidak menunjukkan pengaruh yang sinergis dalam meningkatkan proliferasi limfosit tikus. Sehingga pengujian secara in vivo-in vitro untuk selanjutnya tidak perlu dilakukan, cukup pengujian secara in vitro atau in vivo saja.
Saran Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk melihat pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap sel-sel kanker, efektifitas prosedur pengeringan daun kumis kucing dan bunga kenop agar bisa diproduksi dalam skala besar, serta mempelajari dan menjelaskan mekanisme seluler kemampuan ekstrak bunga kenop dalam menghambat proliferasi sel limfosit dan identifikasi senyawa bioaktif yang bersifat menghambat proliferasi sel limfosit.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2000. Misai Kuching (Orthosiphon stamineus). herbsorganics.com/herb2.htmMalaysia [9 Mei 2005].
http://www.
Anonim. 2002. Toxicology studies of Orthosiphon stamineus (Misai kucing) in Spraque Dawley Rats. http://www.imr.gov.my/nih/projects_2002.pdf [8 Agu 2005]. Anonim. 2005a. Kumis Kucing. http://www.iptek.net.id/ind/cakraobat/tanamanobat.php?id=44 [9 Mei 2005]. Anonim. 2005b. Orthosiphon stamineus Benth. fleurs.com/images/Orthosiphon.jpg [6 Apr 2007].
http://www.mytho-
Anonim. 2006. Gomphrena globosa L. http://biotech.tipo.gov.tw/plantjpg/Gomphrena globosa.jpg [6 Apr 2007]. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: IPB Pr. Aquarini TH. 2006. Kajian keamanan dan aktivitas immunomodulator ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) dan bunga kenop (Gomphrena globosa L.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arafah E. 2005. Perlindungan dan efek penyembuhan sediaan bangle (Zingiber cassumunar Roxb) terhadap peradangan hati tikus serta mekanismenya pada sel makrofag dan limfosit [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Arisasmita JH, Kuswardani I, Tjahjani L. 1997. Ekstraksi dan karakterisasi zat warna kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.). Di dalam: Budijanto S, Zakaria F, Dewanti-Hariyadi R, Satiawiharja B, editor. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan; Denpasar-Bali, 16-17 Jul 1997. Bali: PATPI dan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan Republik Indonesia. hlm. 509-516. Azima F. 2004. Aktivitas antioksidan dan anti-agregasi platelet ekstrak cassia vera (Cinnamomum burmannii) serta potensinya dalam pencegahan aterosklerosis pada kelinci [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Balentine DA, Wiseman SA, Bouwens LCM. 1997. The chemistry of tea flavonoids. Crit Rev Food Sci Nutr 37:693-704. Baratawidjaja KG. 2002. Imunologi Dasar. Ed ke-5. Jakarta: UI Pr.
Bauzaite RP, Venskutonis R, Gruzdiene D, Tirzite D, Tirzitis G. 2003. Radical Scavenging and Antioxidant Activity of Various Plants Grown in Lithuania. Di dalam: Dris R, Arun S, editor. Food Technology and Quality Evaluation. USA: Science. Beaux. D, Fleurentin J, Mortier F. 1999. Effect of extracts of Orthosiphon stamineus Benth, Hieracium pilosella L., Sambucus nigra L. and Arctostaphylos uva-ursi (L.) spreng in rats. J Phytother Res 13:222-5. Bellanti JA. 1993.Imunologi III. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Pr. Bruneton J, 1995. Pharmacognosy, Phytochemistry, Medicinal Plants. Lavoisier. Paris. Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH dan Wootton M. 1987. Ilmu Pangan. Hari Purnomo dan Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Food Science. Cai Y, Sun M, Corke H. 2003. Antioxidant activity of betalains from plants of the amaranthaceae. J Agric Food Chem 51: 2288-94. Cai. Y, Sun M, Corke H. 2001. Identification and distribution of sample and acylated betacyanin in the Amaranthaceae. J Agric Food Chem 49:19711978. Cai Y, Sun M, Wu H, Huang R, Corke H. 1998. Characterization and quantification of betacyanin pigments from diverse Amaranthus species. J Agric Food Chem 46:2063-2068. Calliste CA, Trouillas P, Allais DP, Simon A, Duroux JL. 2001. Free radical scavenging activities measured by electron spin resonance spectroscopy and B16 cell antiproliferative behaviors of seven plants. J Agric Food Chem 49:3321-3327. Cartwright T, Shah GP. 1994. Culture Media. Di dalam: Davis JM, editor. Basic Cell Culture, A Practical Approach. New York: Oxford Univ Pr. hlm. 57-89. Casadebaig-Lafon J, Jacob M, Cassanas G, Marion C, Puech A. 1989. Adsorbed plant extracts, use of extracts of dried seeds of Orthosiphon stamineus Benth). J Pharm Acta Helv 64:220-4. Cetkovic GS, Djilas SM, Canadanovic-Brunet JM, Tumbas VT. 2004. Antioxidant properties of marigold extracts. Food Res Int 37:643-650. Craig WJ. 2001. Herbal Remedies That Promote Health and Prevent Disease. Di dalam: Watson RR, editors. Vegetables, Fruits, and Herbs in Health Promotion. CRC Pr.
Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Volume ke-2. Jakarta: Trubus Agriwidya. De Padua LS, Bunyaprahatsara N, Lemmens RHMJ. 1999. Plant Resources of South-East Asia. Bibliography 12: Medicinal and Poisonous Plant, Bagian ke-1 [bibliografi]. Bogor: Prosea Foundation. Delves PJ. 1994. Cellular Immunology LabFax. London: Bios Scientific Academic Pr. Davidson PM. 1983. Phenolic Compounds. Di dalam: Branen AL dan PM Davidson, editors. Antimicrobial in Foods. New York and Basel: Marcel Dekker. Doyle A, Griffiths JB. 1997. Mamalian Cell Culture. Oxford. Englert J, Harnischfeger G. 1992. Diuretic action of aqueous Orthosiphon extract in rat. Planta Med 58:237-238. Fardiaz D. 1996. Antioksidan Non-Gizi Bahan Pangan Penangkal Senyawa Radikal. Di dalam: Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan; Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan; Jakarta, 4 Apr 1996. Jakarta: Pusat Studi Pangan dan Gizi dan Kedutaan Besar Perancis. hlm 31-40. Faridah DN. 1996. Hubungan antara respon imunologik dan status gizi dengan konsumsi makanan jajanan tercemar pada populasi remaja di Bo gor [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Fellows PJ. 1990. Food Processing Technology (Principles and Practice). London: Ellis Horwood. Freshney RI, editor. 1994. Animal Cell Culture: a Practical Approach. Oxford, Washington DC: IRL Pr. Fuhrman B, Aviram M. 2002. Polyphenols and Flavonoids Protect LDL Against Atherogenic Modifications. Di dalam: Cadenas E, Packer L, editor. Handbook of Antioxidants, Ed rev ke-2. New York and Basel: Marcel Dekker. Fukumoto LR, Mazza G. 2000. Assessing antioxidant and prooxidant activities of phenolic compound. J Agric Food Chem 48:3597-604. Gil MI, Tomas-Barberan FA, Hess-Pierce B, Kader AA. 2002. Antioxidant capacities, phenolic compounds, carotenoids and vitamin C contents of nectarine, peach and plum cultivars from California. J Agric Food Chem 50:4976-4982.
Garnadi Y. 1998. Perbandingan potensi diuretik antara infusa daun dan batang tumbuhan kumis kucing (Orthosiphon aristatus BI Miq) pada kelinci secara oral [skripsi]. Bandung: Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran. Halliwell B, Gutteridge JMC. 2001. Free Radicals in Biology and Medicine. Oxford. Hilou A, Nacoulma OG, Guiguemde TR. 2005. In vivo antimalarial activities of extracts from Amaranthus spinosus L. and Boerhaavia erecta L. in mice. J Ethno pharmacol. Ho CT, Chen CW, Wanasundara UN, Shahidi F. 1997. Natural antioxidant from tea. J AOCS Pr. Imre L. 1995. Solar Drying. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Dring. Volume ke-1. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker. hlm 373-451. James A, Davis JM, Cateer M. 1994. Basic Cell Culture Technique and The Maintenance of Cell Lines: Phases of the Cell Cycle. Di dalam: Davis JM, editor. Basic Cell Culture, A Practical Approach. New York: Oxford Univ Pr. Jayaraman KS, Das Gupta DK. 1995. Drying of Fruits and Vegetables. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Volume ke-1. Ed ke2. New York: Marcel Dekker. hlm. 643-690. Kapiszewska M, Soltys E, Visioli F, Cierniak A, Zajac G. 2005. The protective ability of the mediterranean plant extracts against the oxidative DNA damage, the role of the radical oxygen species and the polyphenol content. J Physiol Pharmacol 1:183-97. Kaplan MH, Daniel C, Schindler U, Grusby MJ. 1998. Stat protein control lymphocyte proliferating by regulating p27kip1 expression. Mol and Cell Biol 18:996-1003. Kessler M, Ubeaud G, Jung L. 2003. Anti- and Pro-oxidant activity of rutin and quercetin derivatives. J Pharm Pharmacol 55:131-42. Kidmose UM, Edelenbos R, Norble, Christensin LP. 2002. Colour Stability in Vegetables. Di dalam: MacDougall DB, editor. Colour in Food: Improving Quality. Canbridge: Woodhead. Kresno SB. 1991. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Ed ke-2. Jakarta: UI Pr. Kubo IN, Masuoka P, Xiao, Haraguchi. 2002. Antioxidant activity of dodecyl gallate. J Agr Food Chem 50:3533–3539. Kuby L. 1992. Immunology. New York: WH Freeman.
Kusumaningrum I. 2005. Mempelajari toksisitas minuman seduhan bubuk daun kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth.) terhadap tikus percobaan secara in vivo [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Lanfer-Marquez UM, Barros RMC, Sinnecker P. 2005. Antioxidant activity of chlorophylls and their derivatives. J Food Res Int 38:885-891. Laurence DR, Bacharah AL. 1964. Evaluation of Drug Activities Pharmacometrics. Volume ke-1. London and New York: Academic Pr. Lemmens RHMJ dan Wulijarni-Soetjipto N. 1992. Plants Resources of SouthEast Asia. Bibliography 3: Dye and Tannin-Producing Plants [bibliografi]. Bogor: Prosea Foundation. Letwin BW, Quimby FW. 1987. Effects of concanavalin A, phytohemaglutinin, pokeweed mitogen, and lipopolysaccharide on the replication and immunoglobulin synthesis by canine peripheral blood lymphocytes in vitro. Immunol Lett 14:79-85. Lin BF, Chiang BL, Lin JY. 2005. Amaranthus spinosus water extract directly stimulates proliferation of B lymphocytes in vitro. Int Immunol pharmacol 5:711-22. Loon YH, Wong JW, Yap SP, Yuen KH. 2005. Determination of flavono ids from Orthosiphon stamineus in plasma using a simple HPLC method with ultraviolet detection. J Chromatogr 816:161-166. Mahendra B, Fauzi RK. 2005. Kumis Kucing, Pembudidayaan dan Pemanfaatan untuk Penghancur Batu Ginjal. Jakarta: Penebar Swadaya. Mahmudatussaadah A. 2005. Pengaruh pemberian seduhan teh kayu manis-gum arab terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Meydani SN, Wu D, Santos MS, Hayek MG. 1995. Antioxidant and respon in aged persons: overview of present evidence. Am J Clin Nutr 62:1462S-1476S. Muchtadi D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan. Bogor: IPB Pr. Muchtadi TR. 1997. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bogor: IPB Pr. Nakajima N, Sugimoto M, Yokoi H, Tsuji H, Ishihara K. 2003. Comparison of acylated plant pigments: light-resistance and radical-scavenging ability. Biosci Biotechnol Biochem 67:1828-1831.
Nirdnoy M, Muangman V. 1991. Effects of Folia orthosiphonis on urinary stone promoters and inhibitors. J Med Assoc Thai 74:318-21. Nurrahman. 1998. Pengaruh konsumsi sari jahe terhadap perlindungan limfosit dari stress oksidatif pada mahasiswa Pondok Pesantren Ulil Al Baab di Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ohashi K, Bohgaki T, Shibuya H. 2000. Antihypertensive substance in the leaves of kumis kucing (Orthosiphon aristatus) in Java Island. Yakugaku Zasshi 120:474-82. Olah NK, Radu L, Mogosan C, Hanganu D, Gocan S. 2003. Phytochemical and pharmacological studies on Orthosiphon stamineus Benth. (Lamiaceae) hydroalcoholic extracts. J Pharm and Biomed Anal 33:117-123. Ozkan G, Sagdic O, Baydar NG, Baydar H. 2004. Antioxidant and antibacterial activities of Rosa damascene flower extracts. Food Sci Tech Int 10:277-281. Padilla MCL, Juana TC, Alberto HR, Jose LCF, Sonia CA. 1996. Efecto diuretico toxicidad aguda del Orthosiphon aristatus Blume (Te De Rinon). Rev Cubana Plant Med 1:26-30. Pandoyo AS, 2000. Pengaruh aktivitas ekstrak tanaman cincau hijau (Cyclea barbata L. Miers) terhadap proliferasi sel limfosit darah tepi manusia secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Parker P. 2002. Introduction to Food Science. Australia, Canada, Meksiko, Singapura, Spain, United Kingdom, United States: Delmar Thomson Learning. Paraskevas F, Foerster J. 1999. The Lymphatic System. Di dalam: Lee GR, Foerster J, Lukens J, Paraskevas F, Greer JP, Rodgers GM, editor. Wintrobe’s Clinical Hematology. Ed ke-10. Philadelphia: Williams & Wilkins. hlm. 430-465. Pratt DE. 1992. Natural Antioxidants from Plant Material. Di dalam: Huang MT, Ho CT, Lee CY, editor. Phenolic Compound in Food and Their Effect on Health Human. Washington DC: American Soc. Prangdimurti E. 1999. Efek perlindungan jahe terhadap respon imun mencit yang diberi perlakuan stress oksidatif oleh pestisida paraquat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prangdimurti E. 2007. Kapasitas antioksidan dan daya hipokolesterolemik ekstrak daun suji (Pleomele angustifolia N.E. Brown) [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Puspaningrum R. 2003. Pengaruh ekstrak kayu secang (Caesalpinia sappan Linn) terhadap proliferasi sel limfosit limpa tikus dan sel kanker K-562 (Chronic myelogenous leukimia) secara in vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Risfaheri, Hidayat T. 1996. Teknologi pengeringan simplisia untuk pedesaan. Di dalam: Prosiding Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII. Bogor: PERHIPBA. hlm. 79-84. Roitt IM, Delves PJ. 2001. Essential Immunology. 10th edition. London: Blackwell Science. Sari PW. 1985. Efek penyuntikan campuran infus daun meniran (Phyllanthus niruri Linn.) dan daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) terhadap jumlah tetes urine kelinci terbius [laporan penelitian]. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gajah Mada. Sari P, Agustina F, Komar M, Unus, Fauzi M, Lindriati T. 2005. Ekstraksi dan stabilitas antosianin dari kulit buah duwet (Syzygium cumini). J Teknol dan Industri Pangan 2:142-150. Schmidt S, Bos R. 1986. Volatile of Orthosiphon stamineus Benth Progress in Essential Oil Researsh. Berlin, New York: Walter Gruyter. Setiawan AF. 2006. Pengaruh minuman seduhan bubuk bunga kenop terhadap aktivitas enzim-enzim detoksifikasi pada hati tikus [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Shetty K, Curtis OR, Levin Re, Witkowsky R, Ang W. 1995. Prevention of vitrication associated with in vitro shoot culture of oregano (Origanum vulgare) by Pseudomonas spp. J Plant Physiol 147:447-451. Soewandi A. 1993. Kestabilan warna betasianin, zat warna merah dari umbi tanaman Beta vulgaris var. rubra. Bull ISFI. Jawa Timur. Sokha nsanj S, Jayas DS. 1995. Drying of Foodstuffs. Di dalam: Mujumdar AS, editor. Handbook of Industrial Drying. Volume ke-1. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker. hlm. 589-625. Sofiani YS. 2003. Isolasi, pemurnian dan uji aktivitas antibakteri senyawa sinensetin dari ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Standley L, Wintweton P, Marnewick JL, Gelderblom WCA, Joubert E, Britz TJ. 2001. Influence of processing stages on antimutagenic and antioxidant potentials of rooibos tea. J Agric Food Chem 49:114-117.
Stintzing FC, Kammerer D, Schieber A, Adama H, Nacoulma OG, Carle R. 2004. Betacyanins and phenolic compounds from Amaranthus spinosus L. and Boerhavia erecta L. Z Naturforsch 59:1-8. SNI 01-3836-2000. Teh Kering dalam Kemasan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Su YL, Leung LK, Huang Y, Chen ZY. 2003. Stability of tea theaflavin and catechin. J Food Chem 83:189-195. Tejasari. 2000. Efek proteksi komponen bioaktif oleoresin rimpang jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap fungsi limfosit secara in vitro [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Van deer Veen X, Makubard Th M, Zwazing JH. 1979. Pharmaceutisch Weekblad. Von Elbe JH, Klement JT, Amudson CH, Cassen RG, Lindsay RC. 1974. Evaluation of betalain pigments as sausage coloranth. J Food Sci 39:128-132. Wettasinghe M, Bolling B, Plhak L, Xiao H, Parkin K. 2002. Phase II enzyme inducing and antioxidant activities of beetroot (Beta vulgaris L) extract from phenotypes of different pigmentation. J Agric Food Chem 50:6704-6709. Wong D. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York: Van Nostrand Reinhold. Wu D, Meydani SN. 2002. Antioxidants and Immune Function. Di dalam: Cadenas E, Packer L, editor. Handbook of Antioxidants, Ed rev ke-2. New York and Basel: Marcel Dekker. Xin Z, Song KB, Kim MR. 2004. Antioxidant activity of salad vegetables grown in Korea. J Food Sci Nutr 9:289-294. Yuvadee W, Vongratanastit T, Atisook K, Jaiarj P, Peungvicha P. 1990. Toxicity study of Orthosiphon grandifolus. Thai J Pharmacol 12:63-9. Zakaria FR, Belleville F, Nabet P, Linden G. 1992. Allergenicity of bovine casein I: specific lymphocyte proliferation and histamin accumulation in the mastocyte as a result of casein feeding in mice. Agric Immunol 4:41-50. Zakaria FR. 1996. Sintesis senyawa radikal dan elektrofil dalam dan oleh komponen pangan. Di dalam: Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan; Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan; Jakarta, 4 Apr 1996. Jakarta: Pusat Studi Pangan dan Gizi dan Kedutaan Besar Perancis.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan dosis dasar jumlah penggunaan daun kumis kucing dan bunga kenop segar untuk membuat ekstrak §
Ekstraksi daun kumis kucing segar: Dosis yang digunakan yaitu dosis daun segar yang digunakan untuk mengobati infeksi kandung kemih dan batu dalam kandung kemih yaitu: 5-10 helai daun kumis kucing segar diekstraksi dengan ½ gelas air mendidih (110 ml). Kemudian dosis tersebut dikonversikan untuk dosis pencegahan penyakit oleh Aquarini (2006) menjadi 5 helai daun dalam 220 ml air (berat 5 helai daun = 1.1835 gr). Jadi dosis yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah: 1.1835 gr daun segar : 220 ml air
§
Ekstraksi bunga kenop segar: Dosis yang digunakan yaitu dosis bunga segar yang digunakan untuk menambah nafsu makan, yaitu: 20 gr bunga segar (33 kuntum) diekstrak dalam 3 gelas air mendidih direbus sampai tersisa 2 gelas (440 ml). Karena terlalu pekat, maka diambil dosis untuk pengobatan asthma broncial sebanyak 10 kuntum. Kemudian dikonversikan oleh Aquarini (2006) untuk dosis pencegahan penyakit yaitu sebanyak 5 kuntum bunga dalam 80 ml air (berat 5 kuntum bunga = 3.6720 gr). Jadi dosis yang didapatkan untuk pembuatan ekstrak adalah: 3.6720 gr bunga segar : 80 ml air
Lampiran 2 Perhitungan dosis dasar jumlah penggunaan bubuk daun kumis kucing dan bunga kenop kering matahari dan oven untuk membuat ekstrak §
Ekstraksi bubuk daun kumis kucing: Dosis yang digunakan yaitu dosis bubuk daun kumis kucing untuk pencegahan infeksi kandung kemih, kencing batu, dan infeksi saluran kemih, yaitu: 1-3 sendok takar (3-10 gr)/hari diekstraksi dengan 3.5 gelas air mendidih (770 ml). Kemudian dosis tersebut dikonversikan untuk dosis pencegahan penyakit oleh Aquarini (2006) dengan mengambil takaran 3 gr dalam 770 ml air, karena terlalu pekat maka diencerkan dengan mengurangi takaran menjadi
1 gr
dalam 257 ml air. Jadi dosis yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah: 1 gr bubuk : 257 ml air §
Ekstraksi bubuk bunga kenop: Dosis yang digunakan yaitu dosis bunga segar yang digunakan untuk menambah nafsu makan (sama dengan untuk ekstraksi bunga segar). Kemudian dikonversikan oleh Aqur ini (2006) berdasarkan ekstrak bunga segar (kadar air bunga segar 73.13%), maka didapatkan bubuk (kadar air 7%) sebesar: N x 93 = 3 gr x 26.87 N = 0.8667 gr bubuk. Jadi dosis yang didapatkan untuk pembuatan ekstrak adalah: 0.8667 gr bubuk : 80 ml air
Lampiran 3 Komposisi Ransum Tikus (AOAC 1990) Bahan
1
2
Jumlah (%)
Protein
X = (1.6 x 100) / % N sample
Minyak Jagung
8 – { ( X x % kadar lemak) / 100 }
Mineral Mixture1
5 – { ( X x % kadar abu) / 100 }
Vitamin Mixture2
1%
Sellulosa
1 – { ( X x % kadar serat kasar ) / 100}
Air
5 – { ( X x % kadar air) / 100 }
Pati
untuk membuat 100 %
Menggunakan vitamin mix merk Fitkom dengan komposisi vitamin mix (mg/100 g) terdiri atas: 1000 IU Vit A; 100 IU Vit D3; 1.4 mg Vit B1; 1.6 mg Vit B2; 2 mg Vit B6; 3 mcg Vit B12; 60 mg Vit C; 5 mg Vit E; 9 mg Nicotinamidum; 5 mg Ca-pantotenat. Komposisi mineral mix (g/kg) terdiri atas: 139.3 g NaCl; 0.79 g KI; 389.0 g KH2 PO4 ; 57.3 g MgSO4 anhidrat; 381.4 g CaCO3; 27.0 g FeSO4 .7H2 O; 4.01 g MnSO4 .H2 O; 0.548 g ZnSO4 .7H2 O; 0.477 g CuSO4 .5H2 O; 0.023 g CaCl2 .6H2 O.
Lampiran 4 Perhitungan dosis ekstrak bubuk daun kumis kucing sebagai minuman untuk tikus percobaan Sediaan uji yang digunakan yaitu dosis bubuk daun kumis kucing untuk pencegahan infeksi kandung kemih, kencing batu dan infeksi saluran kemih, yaitu sebanyak 1-3 sendok takar (3-10 g)/hari diekstraksi dengan 3.5 gelas air mendidih (770 ml). Selanjutnya dosis diatas dimodifikasi oleh Aquarini (2006) dengan dosis 3 g dalam 770 ml air, karena terlalu pekat dan rasanya sangat pahit maka diencerkan dengan mengurangi dosis menjadi 1 g dalam 257 ml air. Sehingga perbandingan yang didapatkan untuk pembuatan ekstrak adalah 1 g bubuk : 257 ml air. Konversi ke manusia (untuk kultur sel) digunakan 2 x dosis, menjadi 2 g bubuk daun kumis kucing dalam 257 ml air. Kemudian ekstrak dikeringkan dengan freeze dry, jumlah ekstrak yang diinginkan sebanyak 80 ml air ≈ 0.6226 g bubuk daun kumis kucing. Hasil freeze dry yang diperoleh sebanyak 0.15 g. Asumsi konsumsi minuman bubuk daun kumis kucing per hari/50 kg BB manusia = 770 ml. Untuk konsumsi sehari- hari bubuk yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah: 770 ml 0.6226 g x
= 5.992525 g 80 ml
Jadi dosis normal bubuk daun kumis kucing yang dapat dikonsumsi manusia adalah 5.992525 g/hari/50 kg BB manusia. Kemudian dikonversikan ke dalam 70 kg BB manusia menjadi 8.389535 g/hari 70 kg BB. Selanjutnya dikonversikan untuk kebutuhan tikus percobaan. Yang mana konversi ke tikus dikalikan dengan 0.018 berdasarkan Laurence dan Bacharah (1964) pada Lampiran 6 menjadi: • 8.389535 g/hari x 0.018 = 0.15 g/hari • 8.389535 g/hari 70 kg BB manusia
≈
0.15 g/hari 200 g BB tikus
Contoh perhitungan dosis minuman ekstrak dihitung berdasarkan berat badan tikus yang ditimbang setiap dua hari sekali. Misalkan rata-rata berat badan tikus kelompok minuman dosis rendah (KK1) = 170 g, maka: 0.15 gr/hari
≈
a g/hari
200 g
⇒ a = 0.13 g/hari
170 g
Jadi dosis yang diperlukan untuk kelompok tikus KK1 dengan berat rata-rata 170 g, dibutuhkan bubuk daun kumis kucing sebanyak 0.13 g/hari. Diasumsikan ratarata minum tikus/hari sebanyak 25 ml sehingga 0.13 g/hari : 25 ml/hari = 0.0052 g/ml. Perhitungan untuk 7 ekor tikus (1 ekor tikus diberikan 40 ml) adalah: • 7 x 40 ml = 280 ml • 280 ml x 0.0052 g/ml = 1.456 g bubuk daun kumis kucing Sehingga untuk tikus kelompok KK1 dengan rata-rata berat 170 g dibutuhkan bubuk daun kumis kucing sebesar 1.456 g dalam 280 ml air.
Pemberian minuman pada tikus ada 2 perlakuan yaitu kelompok dosis rendah (KK1) dan dosis tinggi (KK2): •
Kelompok KK1 adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis rendah (2 x dosis normal), maka dosis yang diberikan ke tik us untuk kelompok KK1 adalah: 1.456 x 2 = 2.912 g dalam 280 ml air ≈ 0.4 g bubuk daun kumis kucing/ekor/hari
•
Kelompok KK2 adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis tinggi (4 x dosis normal ≈ 0.8 g bubuk daun kumis kucing/ekor/hari)
Lampiran 5
Perhitungan dosis ekstrak bubuk bunga kenop sebagai minuman untuk tikus percobaan
Sediaan uji yang digunakan yaitu dosis bunga segar yang digunakan untuk menambah nafsu makan yaitu 20 gr bunga segar (33 kuntum) dalam 3 gelas air mendidih direbus sampai tersisa 2 gelas (440 ml). Karena terlalu pekat, maka diambil dosis untuk pengobatan asthma bronkhial sebanyak 10 kuntum. Selanjutnya dosis diatas dimodifikasi oleh Aquarini (2006) berdasarkan kadar air bunga segar 73.13%, maka didapatkan bubuk bunga kenop (kadar air 7%) sebesar : N x 93 = 3 g x 26.87 N = 0.8667 g bubuk Jadi dosis yang didapatkan untuk pembuatan ekstrak adalah 0.8667 g bubuk dalam 80 ml air. Konversi ke manusia (untuk kultur sel) digunakan 2 x dosis, menjadi 1.7334 g bubuk bunga knop dalam 80 ml air. Kemudian ekstrak dikeringkan dengan freeze dry, jumlah ekstrak yang diinginkan sebanyak 110 ml air ≈ 2.3834 g bubuk bunga kenop. Hasil freeze dry yang diperoleh sebanyak 0.247 g. Asumsi konsumsi ekstrak bubuk bunga kenop per hari/50 kg BB manusia = 440 ml. Untuk konsumsi sehari- hari bubuk yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah: 440 ml 2.3834 g x
= 9.5336 g 110 ml
Jadi dosis normal bubuk bunga kenop yang dapat dikonsumsi manusia adalah 9.5336 g/hari/50 kg BB manusia. Kemudian dikonversikan ke dalam 70 kg BB manusia menjadi 13.34704 g/hari 70 kg BB. Selanjutnya dikonversikan untuk kebutuhan tikus percobaan. Yang mana konversi ke tikus dikalikan dengan 0.018 berdasarkan Laurence dan Bacharah (1964) pada Lampiran 6 menjadi: • 13.34704 g/hari x 0.018 = 0.24 g/hari • 13.34704 g/hari 70 kg BB manusia
≈
0.24 g/hari 200 g BB tikus
Contoh perhitunga n dosis minuman seduhan dihitung berdasarkan berat badan tikus yang ditimbang setiap dua hari sekali. Misalkan rata-rata berat badan tikus kelompok minuman dosis rendah (KK1) = 160 g, maka: 0.24 g/hari 200 g
≈
a g/hari
⇒ a = 0.19 g/hari
160 g
Jadi dosis yang diperlukan untuk kelompok tikus BK1 dengan berat rata-rata 160 g, dibutuhkan bubuk bunga kenop sebanyak 0.19 g/hari. Diasumsikan rata-rata minum tikus/hari sebanyak 25 ml sehingga 0.19 g/hari : 25 ml/hari = 0.0076 g/ml. Perhitungan untuk 7 ekor tikus (1 ekor tikus diberikan 40 ml) adalah: • 7 x 40 ml = 280 ml • 280 ml x 0.0076 g/ml = 2.128 g bubuk bunga kenop Sehingga untuk tikus kelompok BK1 dengan rata-rata berat 170 g dibutuhkan bubuk bunga kenop sebesar 2.128 g dalam 280 ml air.
Pemberian minuman pada tikus ada 2 perlakuan yaitu kelompok dosis rendah (BK1) dan dosis tinggi (BK2): •
Kelompok BK1 adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis rendah (2 x dosis normal), maka dosis yang diberikan ke tikus untuk kelompok BK1 adalah: 2.128 x 2 = 4.256 g dalam 280 ml air ≈ 0.6 g bubuk bunga kenop/ekor/hari
•
Kelompok BK2 adalah kelompok tikus yang diberi perlakuan minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis tinggi (4 x dosis normal ≈ 1.2 g bubuk bunga kenop/ekor/hari)
Lampiran 6 Konversi dosis antar spesies untuk penetapan dosis pada suatu spesies hewan/manusia (Laurence dan Bacharah 1964) Mencit 20 g
Tikus 200 g
Marmut 400 g
Kelinci 1.5 kg
Kera 4 kg
Anjing 12 kg
Manusia 70 kg
1.0
7.0
12.25
27.8
64.1
124.2
387.9
Tikus 200 g
0.14
1.0
1.74
3.9
9.2
17.8
56.0
Marmut 400 g
0.08
0.57
1.0
2.25
5.2
10.2
31.5
Kelinci 1.5 kg
0.04
0.25
0.44
1.0
2.4
4.5
14.2
Kera 4 kg
0.016
0.11
0.19
0.42
1.0
1.9
6.1
Anjing 12 kg
0.008
0.06
0.10
0.22
0.52
1.0
3.1
0.0026
0.018
0.031
0.07
0.16
0.32
1.0
Mencit 20 g
Manusia 70 kg
Lampiran 7
Komposisi media RPMI-1640
Komponen
Konsentrasi (mg/ml)
ASAM AMINO
Arginin Asparagin Asam aspartat Sistin Asam glutamat Glutamin Glisin Histidin Hidroksi prolin Isoleusin Leusin Lisin- HCl Metionin Fenilalanin Prolin Serin Treonin Triptofan Tirosin Valin
Komponen
Konsentrasi (mg/ml)
VITAMIN
200 50 20 50 20 300 10 15 20 50 50 40 15 15 20 30 20 5 20 20
Biotin Vitamin B-12 Kalsium pantotenat Kolin klorida Asam folat I-inositol Nikotinamid Asam p-aminobenzoat Piridoksin HCl Riboflavin Tiamin HCl
0.2 0.005 0.25 3.0 1.0 35.0 1.0 1.0 1.0 0.2 1.0
GARAM ORGANIK NaCl KCl Na2 HPO4 .7H2 O MgSO4 .7H2 O NaHCO3 Ca(NO3 )2 .4H2 O
6000.0 400.0 1512.0 100.0 2000.0 100.0
Lampiran 8 Perhitungan konsentrasi ekstrak daun kumis kucing dan bunga kenop yang digunakan dalam kultur sel limfosit tikus A. Kumis kucing Asumsi konsumsi ekstrak bubuk daun kumis kucing per hari adalah 770 ml. Dari 0.6226 g bubuk daun kumis kucing yang diekstraksi dengan 80 ml air mendidih didapatkan 0.15 g ekstrak kering hasil freeze dry. Jika bubuk yang digunakan untuk pemb uatan ekstrak sehari- hari adalah 5.9925 g/770 ml dengan rendemen 24% (berat basah) maka jumlah ekstrak daun kumis kucing yang setara dengan 5.9925 g bubuk adalah: 5.9925 g x 24% = 1.4436 g Jika volume darah ma nusia dalam tubuh adalah 6 liter (6000 ml) maka konsentrasi teoritis ekstrak di dalam darah bila semua ekstrak diserap adalah: 1.4436 g = 2.406 x 10-4 g/ml = 0.2406 mg/ml 6000 ml darah Bila volume ekstrak dalam kultur (0.1 ml) adalah 20 µl maka konsentrasi ekstrak yang harus dipersiapkan adalah: V1 x M1
= V2 x M2
0.1 ml x 0.2406 mg/ml = M2
0.02 ml x M2
= 1.203 mg/ml (2 x konsentrasi awal)
Jadi konsentrasi awal ekstrak (C 1 ) adalah 0.6015 mg/ml. Dimana C1 adalah konsentrasi ekstrak untuk konsentrasi referensi yang dikonsumsi sehari- hari. Penentuan konsentrasi ekstrak daun kumis kucing pada taraf yang lainnya adalah dengan mengalikan C1 dengan kelipatan dua. Pada penelitian ini digunakan tujuh taraf konsentrasi yaitu C1 ,C2 , C4, C8, C16 , C 32 dan C64 seperti dibawah ini: C1 = 0.6015 mg/ml
C8
= 4.812 mg/ml
C2 = 1.203 mg/ml
C16 = 9.624 mg/ml
C4 = 2.406 mg/ml
C32 = 19.248 mg/ml C64 = 38.496 mg/ml
B. Bunga kenop Asumsi konsumsi ekstrak bubuk bunga kenop per hari adalah 440 ml. Dari 2.3834 g bubuk bunga kenop yang diekstraksi dengan 110 ml air mendidih didapatkan 0.247 g ekstrak kering hasil freeze dry. Jika bubuk yang digunakan untuk pembuatan ekstrak sehari-hari adalah 9.5336 g/440 ml dengan rendemen 10.36% (berat basah) maka jumlah ekstrak bunga kenop yang setara dengan 9.5336 g bubuk adalah: 9.5336 g x 10.36% = 0.9876 g Jika volume darah manusia dalam tubuh adalah 6 liter (6000 ml) maka konsentrasi teoritis ekstrak di dalam darah bila semua ekstrak diserap adalah: 0.9876 g = 1.646 x 10-4 g/ml = 0.1646 mg/ml 6000 ml darah Bila volume ekstrak dalam kultur (0.1 ml) adalah 20 µl maka konsentrasi ekstrak yang harus dipersiapkan adalah: V1 x M1
= V2 x M2
0.1 ml x 0.1646 mg/ml = M2
0.02 ml x M2
= 0.8230 mg/ml (2 x konsentrasi awal)
Jadi konsentrasi awal ekstrak (C 1 ) adalah 0.4115 mg/ml. Dimana C1 adalah konsentrasi ekstrak untuk konsent rasi referensi yang dikonsumsi sehari- hari. Penentuan konsentrasi ekstrak bunga kenop pada taraf yang lainnya adalah dengan mengalikan C1 dengan kelipatan dua. Pada penelitian ini digunakan tujuh taraf konsentrasi yaitu C1 ,C2 , C4, C8, C16 , C 32 dan C64 seperti dibawah ini: C1
= 0.4115 mg/ml
C16 = 6.584 mg/ml
C2
= 0.823 mg/ml
C32 = 13.168 mg/ml
C4
= 1.646 mg/ml
C64 = 26.336 mg/ml
C8
= 3.292 mg/ml
Lampiran 9
Absorbansi dan kurva standar asam tanat Tabel Absorbansi untuk Asam Tanat Asam Tanat (ug/ml) 5 10 25 50 100
No 1 2 3 4 5
Absorbansi 0.0580 0.0745 0.1775 0.4185 0.9430
1.0000 0.9000
0.9430
y = 0.0095x - 0.026 2
R = 0.993
Absorbansi
0.8000 0.7000 0.6000 0.5000
0.4185
0.4000 0.3000 0.2000
0.1775
0.1000 0.0000
0.0745 0.0580 0 10
20
30
40
50
60
70
80
Total fenol sebagai asam tanat (ug/ml)
Gambar Kurva standar Asam Tanat
90
100
110
Lampiran 10 Absorbansi dan kurva standar trolox
Tabel Absorbansi untuk Trolox (mM) No
Trolox (mM)
Absorbansi
1
0.00
0.0000
2
1.25
0.0315
3
2.50
0.2025
4
5.00
0.4575
0.5000 y = 0.0966x - 0.0384
0.4500
0.4575
2
R = 0.9679
0.4000
Absorbansi
0.3500 0.3000 0.2500 0.2000
0.2025
0.1500 0.1000 0.0500
0.0315
0.0000 0
0.0000
1
2
3
4
Aktivitas antioksidan sebagai trolox (mM)
Gambar Kurva standar Trolox
5
6
Lampiran 11a Perbandingan total fenol pada 0 dan 24 jam antara ekstrak daun kumis kucing segar, pengeringan matahari dan pengeringan oven Perlakuan KKS1 KKS2 KKM1 KKM2 KKO1 KKO2
Total fenol (mg/g berat kering) 0 jam 24 jam 53.18 48.55 38.28 31.80 23.33 17.96 22.16 16.13 16.59 13.94 16.35 13.60
Mean 0 jam 24 jam
0 jam
SD 24 jam
45.73
40.18
0.10
0.11
22.74
17.05
0.03
0.04
16.47
13.77
0.01
0.01
Lampiran 11b Analisis sidik ragam kandungan total fenol ekstrak daun kumis kucing segar, bubuk kering matahari dan oven selama penyimpanan Penyinpanan jam ke-
Sumber Keragaman Perlakuan
0
24
Galat Total Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 2
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F-hitung
Peluang
949.22
474.61
12.74
0.0342
3 5
111.72 1060.94 828.63 142.01 970.64
37.24 8.75
0.0560
2 3 5
414.32 47.34
Keterangan: P = perlakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata ( p<0.05) : sangat nyata (p<0.01) dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05)
Lampiran 11c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap total fenol daun kumis kucing Perlakuan KKS KKM KKO Keterangan :
Penyimpanan jam ke0 24 45.73a 40.16a 22.75b 17.05b 16.47b 13.77b angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.05
Lampiran 12a Perbandingan total fenol pada 0 dan 24 jam antara ekstrak bunga kenop segar, pengeringan matahari dan pengeringan oven Total fenol (mg/g berat kering) 0 jam 24 jam 3.36 1.87 3.44 2.10 2.32 2.08 2.24 1.84 2.97 2.76 3.20 3.10
Perlakuan BKS1 BKS2 BKM1 BKM2 BKO1 BKO2
Mean 0 jam 24 jam
0 jam
SD 24 jam
3.40
1.98
0.01
0.02
2.28
1.96
0.01
0.02
3.08
2.93
0.02
0.02
Lampiran 12b Analisis sidik ragam kandungan total fenol ekstrak bunga kenop segar, bubuk kering matahari dan oven selama penyimpanan Penyinpanan jam ke-
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung Peluang Keragaman bebas kuadrat tengah 2 1.33 0.67 60.93 0.0037 Perlakuan 3 0.03 0.01 0 Galat 5 1.37 Total 2 1.22 0.61 16.23 0.0246 Perlakuan 3 0.11 0.04 24 Galat 5 1.34 Total Keterangan : P = perlakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata ( p<0.05) : sangat nyata (p<0.01) dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05)
Lampiran 12c
Perlakuan BKS BKM BKO Keterangan :
Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap total fenol bunga kenop
Penyimpanan jam ke0 24 3.40a 1.99b 2.28b 1.96b 3.09a 2.93a angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.05
Lampiran 13a Perbandingan aktivitas antioksidan pada 0 jam dan 24 jam antara ekstrak daun kumis kucing segar, pengeringan matahari dan pengeringan oven
Perlakuan KKS1 KKS2 KKM1 KKM2 KKO1 KKO2
Aktivitas antioksidan (mM trolox/g berat kering) 0 jam 24 jam 2397.56 2413.90 1862.31 2119.72 1363.80 1358.04 1365.97 1353.72 517.91 440.09 430.01 378.13
Mean 0 jam
24 jam
SD 0 jam
24 jam
2129.93 2266.81
0.05
0.03
1364.88 1355.88
0.01
0.01
473.96
0.04
0.03
409.11
Lampiran 13b Analisis sidik ragam aktivitas antioksidan daun kumis kucing selama penyimpanan Penyinpanan Sumber Derajat Jumlah Kuadrat tengah F-hitung Peluang jam keKeragaman bebas kuadrat 2 2747534.71 1373767.35 28.01 0.0115 Perlakuan 0 3 147111.84 49037.28 Galat 5 2894646.55 Total 2 3451477.46 1725738.73 114.54 0.0015 Perlakuan 24 3 45199.79 15066.60 Galat 5 3496677.25 Total Keterangan : P = pelakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata ( p<0.05) : sangat nyata (p<0.01) dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05)
Lampiran 13c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan daun kumis kucing Perlakuan KKS KKM KKO Keterangan :
Penyimpanan jam ke0 24 2129.90a 2266.80a 1364.90b 1355.90b 474.00c 409.10c angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.05
Lampiran 14a Perbandingan aktivitas antioksidan pada 0 dan 24 jam antara ekstrak bunga kenop segar, pengeringan mataha ri dan pengeringan oven
Perlakuan BKS1 BKS2 BKM1 BKM2 BKO1 BKO2
Aktivitas antioksidan (mM trolox/g berat kering) 0 jam 24 jam 370.04 343.61 373.47 337.49 62.27 40.80 52.06 47.35 120.67 89.77 100.25 91.34
Mean
SD
0 jam 371.76
24 jam 340.55
0 jam 0.01
24 jam 0.01
57.17
44.07
0.01
0.01
110.46
90.56
0.03
0.01
Lampiran 14b Analisis sidik ragam aktivitas antioksidan bunga kenop selama penyimpanan Penyinpanan jam ke-
Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung Peluang Keragaman bebas kuadrat tengah 2 113388.20 56694.10 638.22 0.0001 Perlakuan 3 266.49 88.83 0 Galat 5 113654.69 Total 2 101703.54 50851.77 3683.94 0.0001 Perlakuan 3 41.41 13.80 24 Galat 5 101744.95 Total Keterangan : P = pelakuan lama penyimpanan berpengaruh nyata ( p<0.05) : sangat nyata (p<0.01) dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05)
Lampiran 14c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan lamanya penyimpanan terhadap aktivitas antioksidan bunga kenop Penyimpanan jam kePerlakuan 0 24 371.76a 340.55a BKS 57.17c 44.08c BKM 110.46b 90.56b BKO Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.05
Lampiran 15a Data perhitungan pertambahan berat badan dan jumlah konsumsi minuman perlakuan pada tikus
KN1 KN2 KN3 KN4 KN5 KN6 Rata-rata SD KK1.1 KK1.2 KK1.3 KK1.4 KK1.5 KK1.6 Rata-rata SD KK2.1 KK2.2 KK2.3 KK2.4 KK2.5 KK2.6 Rata-rata SD BK1.1 BK1.2 BK1.3 BK1.4 BK1.5 BK1.6 Rata-rata SD BK2.1 BK2.2 BK2.3 BK2.4 BK2.5 BK2.6
Σ Konsumsi Minum (ml/hari) 21.50 18.48 22.13 20.64 23.50 21.77 21.34 1.68 25.00 22.05 24.46 23.78 23.80 23.15 23.71 1.03 26.89 26.15 24.55 24.90 21.01 21.37 24.15 2.44 25.46 29.18 25.71 26.13 25.16 27.22 26.48 1.51 22.63 23.44 24.46 24.48 24.46 25.84
Σ yang diminum (ml/hari) 21.50 18.48 22.13 20.64 23.50 21.77 21.34 1.68 10 8.82 9.78 9.51 9.52 9.26 9.48 0.41 21.51 20.92 19.64 19.92 16.81 17.10 19.32 1.95 15.28 17.51 15.43 15.68 15.10 16.33 15.89 0.90 27.16 28.13 29.35 29.38 29.35 31.01
Rata-rata
24.22
29.06
65.17
SD
1.09
1.31
7.08
Perlakuan
∆ BB (g) 64 41 65 54 55 75 59 11.68 43 62 47 69 32 52 50.83 13.32 40 46 49 64 56 62 52.83 9.43 65 45 68 66 73 71 64.67 10.09 77 70 64 58 61 61
Lampiran 15b Analisis sidik ragam pengaruh konsumsi minuman perlakuan terhadap pertambahan berat badan tikus Perlakuan
Berat badan
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat bebas 4 25 29
Jumlah kuadrat 1041.67 2773.83 3815.50
Kuadrat tengah 260.42 110.95
F-hitung
Peluang
2.35
0.082
4 1242.66 310.67 166.38 0.0001 Perlakuan 25 46.68 1.87 Galat 29 1289.34 Total Keterangan : P = perlakuan minuman berpengaruh nyata ( p<0.05) : sangat nyata (p<0.01) dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) Jumlah minum
Lampiran 15c Uji beda rataan untuk membandingkan perlakuan pemberian minuman terhadap pertambahan berat badan tikus Perlakuan Kontrol KK1 KK2 BK1 BK2 Keterangan :
Pengaruh terhadap jumlah minum 21.34b 9.48e 19.32c 15.89d 29.06a angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.05
Lampiran 16a Jumlah sel limfosit yang diberi perlakuan in vivo selama 8 minggu Perlakuan Kontrol KK1 KK2 BK1 BK2
1 1.37 1.53 2.06 2.03 1.58
Ulangan 2 1.38 2.12 2.11 1.53 1.37
3 1.38 1.54 2.25 1.78 1.39
Rata2
SD
1.38 1.73 2.14 1.78 1.45
0.01 0.34 0.10 0.25 0.12
Lampiran 16b Analisis sidik ragam proliferasi sel limfosit secara in vivo Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F-hitung Peluang Keragaman bebas kuadrat tengah 4 0.40 0.10 4.66 0.022 Perlakuan Indeks 10 0.21 0.02 Galat stimulasi 14 0.61 Total Keterangan : P = perlakuan terhadap proliferasi sel limfosit berpengaruh nyata ( p<0.05) : sangat nyata (p<0.01) dan tidak berpengaruh nyata (p>0.05) Perlakuan
Lampiran 16c Uji beda rataan perlakuan terhadap absorbansi dan indeks stimulasi proliferasi sel limfosit secara in vivo Perlakuan
Proliferasi sel limfosit
Indeks stimulasi 1.55a KK2 1.29abc BK1 1.05c BK2 1.38ab Kontrol 1.26bc KK1 Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.05
Lampiran 17a Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit in vitro
Perlakuan Ekstrak Daun Kumis Kucing (mg/ml) C1 (0.6) C2 (1.2) C4 (2.4) C8 (4.8) C16 (9.6) C32 (19.2) C64 (38.4) Ekstrak Bunga Kenop (mg/ml) C1 (0.4) C2 (0.8) C4 (1.6) C8 (3.2) C16 (6.5) C32 (13.1) C64 (26.3) Mitogen PWM Con-A LPS Kontrol
Absorbansi 1 2 3
Indeks Stimulasi 1 2 3
Rata-rata IS
SD
0.348 0.424 0.507 0.645 0.755 0.834 0.952
0.342 0.375 0.520 0.611 0.786 0.759 0.869
0.309 0.384 0.581 0.624 0.829 0.853 0.916
1.799 2.189 2.618 3.329 3.898 4.306 4.914
1.764 1.938 2.685 3.157 4.059 3.919 4.489
1.597 1.985 3.000 3.222 4.282 4.406 4.731
1.720 2.037 2.768 3.236 4.080 4.211 4.711
0.108 0.133 0.204 0.087 0.193 0.257 0.213
0.173 0.198 0.219 0.201 0.201 0.172 0.152
0.289 0.310 0.313 0.250 0.229 0.270 0.131
0.264 0.257 0.235 0.208 0.210 0.181 0.175
0.893 1.021 1.131 1.040 1.038 0.886 0.783
1.494 1.601 1.616 1.291 1.184 1.392 0.678
1.365 1.329 1.215 1.076 1.086 0.935 0.905
1.251 1.317 1.321 1.135 1.103 1.071 0.789
0.316 0.290 0.259 0.136 0.074 0.279 0.114
0.208 0.223 0.213 0.252 0.202 0.243 0.194
0.184 0.196 0.197
1.151 1.299 1.253
0.952 1.010 1.015
1.059 1.137 1.104 1.000
0.100 0.148 0.130
1.074 1.100 1.045
Lampiran 17b Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Sumber Keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat Kuadrat tengah
Perlakuan 6 23.371 3.895 Galat 14 0.455 3.248E-02 Total 20 23.826 Keterangan: (p<0.05), * = berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
119.908
0.000*
Lampiran 17c Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Perlakuan
A 1.72000
B
Subset untuk alfa 0.05 C D
C1 C2 2.03733 C4 2.76767 C8 3.23600 C16 C32 C64 Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α : 0.05)
E
F
4.07967 4.21033 4.71133
Lampiran 17d Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 6 0.617 0.103 Galat 14 0.732 5.232E-02 Total 20 1.350 tn Keterangan: (p<0.05), = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
1.967
0.139tn
Lampiran 17e Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vitro Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 2 9.060E-03 4.530E-03 Galat 6 9.748E-02 1.625E-02 Total 8 0.107 Keterangan: (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
0.279
0.766tn
Lampiran 18a Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 dan 0.8 g/ekor/hari Kelompok Perlakuan Kumis Kucing Dosis 0.4 g/ekor/hari (KK1)
Mitogen
Kontrol Kumis Kucing Dosis 0.8 g/ekor/hari (KK2)
Mitogen
Kontrol
Konsentrasi Ekstrak (mg/ml) C1 (0.6) C2 (1.2) C4 (2.4) C8 (4.8) C16 (9.6) C32 (19.2)
1
2
3
1
2
0.331 0.427 0.462 0.645 0.842 1.129
0.392 0.554 0.491 0.746 1.392 1.198
0.399 0.417 0.497 0.742 0.989 1.097
0.880 1.136 1.229 1.715 2.239 3.003
C64 (38.4)
1.866
1.655
1.523
PWM Con A LPS C1 (0.6) C2 (1.2) C4 (2.4) C8 (4.8) C16 (9.6) C32 (19.2)
0.426 0.314 0.369 0.332 0.439 0.562 0.572 0.663 0.955 1.288
0.527 0.422 0.552 0.461 0.554 0.563 0.640 0.767 0.976 1.239
C64 (38.4)
1.785
PKW Con-A LPS
0.482 0.481 0.415 0.516
Absorbansi
Indeks Stimulasi 3
Rata2 IS
SD
1.043 1.473 1.306 1.984 3.702 3.186
1.061 1.109 1.322 1.973 2.630 2.918
0.995 1.239 1.285 1.891 2.857 3.035
0.099 0.203 0.050 0.152 0.757 0.137
4.963
4.402
4.051
4.472
0.460
0.327 0.340 0.323 0.335 0.485 0.510 0.596 0.659 0.871 1.109
1.133 0.835 0.981 0.376 0.818 1.047 1.065 1.235 1.778 2.399
1.402 1.122 1.468
0.870 0.904 0.859
0.266 0.150 0.322
1.032 1.048 1.192 1.428 1.818 2.307
0.903 0.950 1.110 1.227 1.622 2.065
1.135 0.954 1.103 1 0.917 1.015 1.122 1.297 1.739 2.257
1.801
1.683
3.324
3.354
3.134
3.271
0.119
0.493 0.503 0.492 0.529
0.520 0.491 0.471 0.566
0.898 0.896 0.773 0.537
0.918 0.937 0.916
0.968 0.914 0.877
0.928 0.916 0.897 1
0.036 0.021 0.074
Lampiran 18b Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 6 27.945 4.658 Galat 14 1.865 0.133 Total 20 29.810 Keterangan: (p<0.05), * = berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
34.971
0.000*
0.108 0.056 0.064 0.114 0.103 0.172
Lampiran 18c Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari Perlakuan
A 0.99467 1.23933 1.28567
Subset untuk alfa 0.05 B C
D
C1 C2 C4 1.28567 C8 1.89067 C16 2.85700 C32 3.03567 C64 Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α : 0.05)
4.47200
Lampiran 18d Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 6 13.035 2.173 Galat 14 0.173 1.237E-02 Total 20 13.209 * Keterangan: (p<0.05), = berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
175.610
0.000*
Lampiran 18e Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak daun kumis kucing terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari Perlakuan
Subset untuk alfa 0.05 C D
A B C1 0.91767 C2 1.01500 1.01500 C4 1.12233 1.12233 C8 1.29667 C16 1.73933 C32 C64 Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α : 0.05)
E
F
2.25700 3.27067
Lampiran 18f Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.4 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 2 5.613E-02 2.806E-02 Galat 6 0.394 6.567E-02 Total 8 0.450 Keterangan: (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
0.427
0.671tn
Lampiran 18g Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk daun kumis kucing dosis 0.8 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 2 9.073E-03 4.536E-03 Galat 6 0.104E-02 2.396E-03 Total 8 2.345E-02 Keterangan: (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
1.894
0.230tn
Lampiran 19a Indeks stimulasi proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro dengan penambahan ekstrak bunga kenop pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 dan 0.8 g/ekor/hari Kelompok Perlakuan Bunga Kenop Dosis 0.6 g/ekor/hari (BK1)
Mitogen
Kontrol Bunga Kenop Dosis 1.2 g/ekor/hari (BK2)
Mitogen
Kontrol
Konsentrasi Ekstrak (mg/ml) C1 (0.4) C2 (0.8) C4 (1.6) C8 (3.2) C16 (6.5) C32 (13.1)
Absorbansi
Indeks Stimulasi
1
2
3
1
2
0.316 0.296 0.252 0.231 0.222 0.198
0.243 0.329 0.253 0.264 0.224 0.258
0.331 0.352 0.238 0.263 0.307 0.242
0.856 0.802 0.683 0.626 0.602 0.537
C64 (26.3)
0.187
0.170
PWM Con-A LPS C1 (0.4) C2 (0.8) C4 (1.6) C8 (3.2) C16 (6.5) C32 (13.1)
0.338 0.296 0.357 0.484 0.433 0.241 0.235 0.221 0.223 0.129
C64 (26.3) PWM Con-A LPS
3
Rata2 IS
SD
0.659 0.892 0.686 0.715 0.607 0.699
0.897 0.954 0.645 0.713 0.832 0.656
0.804 0.883 0.671 0.685 0.680 0.631
0.128 0.076 0.023 0.051 0.131 0.084
0.124 0.507
0.461
0.336
0.435
0.088
0.314 0.310 0.269 0.366 0.359 0.285 0.235 0.237 0.243 0.283
0.261 0.266 0.194 0.257 0.220 0.229 0.232 0.216 0.193 0.256
0.916 0.802 0.967 0.369 1.505 0.838 0.817 0.768 0.775 0.448
0.851 0.840 0.729
0.707 0.721 0.526
0.107 0.061 0.221
1.248 0.991 0.817 0.824 0.845 0.984
0.765 0.796 0.806 0.751 0.671 0.890
0.825 0.788 0.741 1 1.173 0.875 0.813 0.781 0.764 0.774
0.250
0.146
0.211 0.869
0.508
0.733
0.703
0.183
0.366 0.251 0.077 0.339
0.415 0.405 0.393 0.293
0.278 0.237 0.212 0.231
1.272 1.443 0.873 1.408 0.268 1.366 0.288
0.966 0.824 0.737
1.227 1.035 0.790 1
0.241 0.324 0.551
0.376 0.102 0.006 0.038 0.087 0.286
Lampiran 19b Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 6 0.357 5.953E-02 Galat 14 0.115 8.181E-03 Total 20 0.472 Keterangan: (p<0.05), * = berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
7.276
0.001*
Lampiran 19c Hasil analisis beda Duncan pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari Perlakuan
A 0.43467
Subset untuk alfa 0.05 B
C64 C32 0.63067 C4 0.67133 C16 0.68033 C8 0.68467 C1 0.80400 C2 Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (α : 0.05)
C
0.80400 0.88267
Lampiran 19d Hasil analisis ragam pengaruh ekstrak bunga kenop terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 1.2 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 6 0.433 7.225E-02 Galat 14 0.554 3.954E-02 Total 20 0.987 Keterangan: (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
1.827
0.165tn
Lampiran 19e Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 0.6 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 2 1.063E-02 5.317E-03 Galat 6 0.128 2.129E-02 Total 8 0.138 Keterangan: (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
0.250
0.787tn
Lampiran 19f Hasil analisis ragam pengaruh mitogen terhadap proliferasi sel limfosit secara in vivo-in vitro pada kelompok tikus yang diberi minuman ekstrak bubuk bunga kenop dosis 1.2 g/ekor/hari Sumber Derajat Jumlah kuadrat Kuadrat tengah Keragaman bebas Perlakuan 2 0.287 0.144 Galat 6 0.934 0.156 Total 8 1.221 Keterangan: (p<0.05), tn = tidak berbeda nyata pada taraf nyata 5%
F hitung
P
0.923
0.447tn