AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN EFFERVESCENT NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
MONITA REKASIH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1. Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotocin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Oktober 2016 Monita Rekasih F251140441
RINGKASAN MONITA REKASIH. Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Othosiphon aristatus B1. Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi Streptozotocin. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA, TJAHJA MUHANDRI dan MEGA SAFITHRI. Formula minuman fungsional berbasis daun kumis kucing kaya akan polifenol dan flavonoid yang telah diteliti memiliki aktivitas antioksidan dan antihiperglikemik. Teknologi nanoenkapsulasi telah dipercaya dapat melindungi komponen bioaktif, serta dapat meningkatkan bioavailabilitas. Penelitian bertujuan untuk menginvestigasi kemampuan nanoenkapsulasi dalam meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dan dibandingkan dengan minuman ready to drink maupun mikroenkapsulasi. Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi berbasis daun kumis kucing dilakukan dengan metode gelasi ionik dan dikarakterisasi menggunakan PSA, SEM, serta analisis total fenol. Serbuk nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi dibuat menjadi effervescent. Uji aktivitas antihiperglikemik dilakukan pada tikus jantan galur Sprague Dawley yang diinduksi streptozotocin. Tikus yang telah diabetes, diberi minuman berbasis kumis kucing ready to drink dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, minuman mikroenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, dan dosis 7.28 mL/200 g bobot badan selama 14 hari. Paramater yang digunakan dalam pengujian berupa perubahan bobot badan dan jumlah ransum tikus yang dilakukan pada hari -7, 0, 7, dan 14, kadar glukosa darah pada hari ke- 0, 2, 9 dan 16, serta viabilitas pulau Langerhans dan sel beta melalui pewarnaan hematoksilin eosin dan imunohistokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing merupakan partikel dengan diameter rata-rata 537.8 nm, berbentuk bulat dan bersifat monodispersi. Seluruh jenis minuman memiliki kemampuan antihiperglikemik, minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan memberikan kemampuan paling baik dalam menekan penurunan jumlah ransum dan bobot badan, menurunkan kadar glukosa darah sebesar 18.15 %, dan perlindungan serta regenerasi sel beta dan pulau Langerhans pankreas dengan viabilitas masing-masing sebesar 49.09 % dan 32.50 %. Temuan ini mendukung minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai pangan baru yang dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Kata kunci: antihiperglikemik, bioavailabilitas, kumis kucing, minuman fungsional, nanoenkapsulasi.
SUMMARY MONITA REKASIH. Antihyperglycemic Activity of Nanoencapsulated Java Tea (Othosiphon aristatus B1. Miq)-Based Effervescent Functional Drinks in Streptozotocin-Induced Diabetic Rats. Supervised by C. HANNY WIJAYA, TJAHJA MUHANDRI and MEGA SAFITHRI. The formula of Java Tea-based functional drink, which is rich in polyphenolic and flavonoid compounds has been reported for their antioxidant and antihyperglycemic activities. Nanoencapsulation technology may offer protection toward these bioactive compounds and also enhance the bioavailability. The aim of this study was to investigate the possibility of nanoencapsulation improving the bioavailability of the Java Tea-based functional drink, compared to the ready to drink and microencapsulated beverages. Nanoencapsulated Java Tea-based functional drink was made by ionic gelation method and characterized with PSA, SEM, and total phenol analysis. Microencapsulated and nanoencapsulation powders made into effervescent. Antihyperglycemic activity was performed on male Sprague Dawley rats which were induced by streptozotocin. After confirmation of their diabetes status, animals were treated with ready-to-drink at dose 3.64 mL/200 g body weight, microencapsulated at dose 3.64 mL/200 g body weight, nanoencapsulated Java Tea-based functional drink at dose 3.64 mL/200 g body weight, and 7.28 mL/200 g body weight for 14 days. Parameters which were used in this study including feed intake and body weight of rats on day -7, 0, 7 and 14, blood glucose levels on day 0, 2, 9 and 16, and the viability of the islets of Langerhans and β cells with staining haematoxilyn eosin and immunohistochemistry. The result showed that the average particle size of nanoencapsulated Java Tea-based functional drink was found at 537.8 nm with 0.495 poly dispersity index (PDI), and spherical in shape. All of the beverage have the ability of antihyperglycemic, while nanoencapsulated beverage at a dose of 3.64 mL/200 g body weight showed the most excellent ability in suppressing the reduction of feed intake and body weight, decreasing blood glucose level (18.15 %), and better to protecting the viability of Langerhans (49.09 %) and β cell (32.50 %). Finding of this study might lend support to the development of nanoencapsulated Java Tea-based functional drink as novel functional food for controlling the blood glucose level.
Keywords: Antihyperglycemic, bioavailability, functional drink, Java Tea, nanoencapsulation.
© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan. penelitian. penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN EFFERVESCENT NANOENKAPSULASI BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus B1. Miq) PADA TIKUS DIABETES YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
MONITA REKASIH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Didah Nur Faridah, STP, MSi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Effervescent Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Tikus Diabetes yang Diinduksi dengan Streptozotocin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir C. Hanny Wijaya, MAgr, Bapak Dr Tjahja Muhandri, STP, MT dan Ibu Dr Mega Safithri, SSi, MSi selaku pembimbing yang telah memberi banyak kesempatan belajar, selalu memotivasi dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih kepada Ibu Dr Didah Nur Faridah, STP, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi selaku perwakilan Program Studi Ilmu Pangan, atas saran yang telah diberikan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Prof Dr Ir Latifah K. Darusman, MS, PhD, Ibu Susi Indariani, STP, MSi, beserta seluruh staf Pusat Studi Biofarmaka, drh. Okta, drh. Innes, beserta staff UKHP Pusat studi Biofarmaka. Ibu Yuliyani, STP dan Bapak Idris, SSi, Laboratorium Nanoteknologi Balai Besar Pasca Panen Bogor, seluruh staf Bagian Diagnotik Balai Veteriner Bogor, serta seluruh staf Laboratorium Patologi Pusat Studi Satwa Primata. Terima kasih kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan yang melalui program RISPRO dan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Ditjen Dikti, Depdiknas melalui program Hibah Kompetensi yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian tesis. Rasa syukur dan terimakasih penulis sampaikan untuk kedua orang tua, Bapak Alm Kaswira dan Ibu Almh Rasini, yang telah memberi motivasi tersendiri bagi penulis. Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan kepada suami, Selamat Riadi, ST, dan putra tercinta, Muhammad Jabbar Adhyastha atas kesabaran, keikhlasan, motivasi, dan kasih sayang tulus. Mamah, Papah, Ami Septiani, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga pencapaian ini memberi semangat dan pembelajaran untuk adik tercinta Putri Puspita Koswara dan Alfasah Koswara. Terimakasih yang dalam penulis sampaikan kepada Bapak Drs WH. Rahmanto, MSi, Ibu Drs Enny Facriyah, MSi, Bapak Dr M. Asy’ari, SSi, MSi, dan Bapak Ngadiwiyana, SSi, MSi yang telah memberikan banyak motivasi, dukungan dan kesempatan hingga penulis sampai pada tahap ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tim peneliti kumis kucing, Dewi, Mumut dan Ika. Seluruh rekan-rekan IPN (Diana P Novira, Sri Mulyani, Ruki Fainake, Tuti Rostianti, Atika, Maryam Jameela, Icha, Dita, Irfan, Gulit, Firat dkk), Khoirul Bariyah, Yunita, Edo, Putra, Irena, CHWers dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan, perhatian, kerja sama, semangat dan saran kepada penulis selama kuliah dan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Oktober 2016 Monita Rekasih
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2 2
TINJAUAN PUSTAKA Pangan Fungsional Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Nanoenkapsulasi Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan Bioavailabilitas Partikel Nano Diabetes Mellitus Radikal Bebas Diabetonik Imunohistokimia
2 2 3 4 5 6 6 8 8 10
METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian Prosedur Analisis Analisis Data
11 11 11 11 16 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Warna, Ukuran dan Morfologi Partikel Minuman Nanoenkapsulasi Kandungan Total Fenol Aktivitas Antihiperglikemik Konsumsi ransum dan bobot badan tikus putih Profil kadar glukosa darah tikus putih Profil pankreas, viabilitas sel β dan pulau Langerhans
19 19 21 23 23 26 29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
33 33 33
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12.
13.
14. 15. 16. 17.
Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C dan kelompok fosfat dari molekul TPP 5 Struktur aloksan 9 Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang diinduksi dengan aloksan 9 Struktur kimia streptozotocin 10 Tahap penelitian secara keseluruhan 12 Rancangan penelitian terhadap hewan percobaan 15 Warna serbuk dan minuman 20 Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 20 Penampakan morfologi minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing pada pembesaran 5000 X 21 Total fenol dari 3 jenis fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing 22 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap konsumsi ransum tikus (sebelum dan selama perlakuan) 23 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap bobot badan tikus (sebelum dan selama perlakuan) Error! Bookmark not defined.25 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap kadar glukosa darah tikus (sebelum dan selama perlakuan) 27 Morfologi pankreas dengan pewarnaan H & E, skala 50 μm 30 Sel β di pulau Langerhans dengan pewarnaan imunohistokimia anti insulin antibodi, skala = 50 μm 31 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada viabilitas sel β Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada viabilitas pulau Langerhans
DAFTAR TABEL 1. Persentase penurunan jumlah ransum tikus selama perlakuan 2. Persentase penurunan bobot badan selama perlakuan 3. Persentase perubahan glukosa darah tikus selama perlakuan
24 25 27
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pembuatan ekstrak daun kumis kucing 2. Pembuatan ekstrak kayu secang 3. Pembuatan ekstrak jahe 4. Pembuatan ekstrak temulawak 5. Pembuatan ekstrak jeruk 6. Pembuatan larutan stok pengental 7. Pembuatan minuman kumis kucing ready to drink 8. Pembuatan serbuk mikroenkapsulasi 9. Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi 10. Pembuatan formula effervescent untuk 100 mL minuman 11. Total fenol 12. Uji statistik pengaruh minuman terhadap konsumsi ransum 13. Uji statistik pengaruh minuman terhadap bobot badan 14. Uji statistik pengaruh minuman terhadap kadar glukosa darah 15. Pengaruh minuman terhadap viabilitas pulau Langerhans 16. Pengaruh minuman terhadap viabilitas sel beta 17. Ethical clearence 18. Hasil karakterisasi minuman nanoenkapsulasi dengan alat particle size analyzer
41 42
46 46 47
56
63 64
1
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Pangan enak dan memiliki efek bagi kesehatan menjadi tuntutan tersendiri bagi industri pangan. Produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh memiliki flavor yang cenderung kurang diterima oleh konsumen. Peningkatan kualitas sensori pangan menyehatkan (pangan fungsional) memerlukan flavor yang tidak hanya memberi fungsi murni sebagai atribut citarasa, tetapi juga memberikan kemampuan fungsional aktif atau yang dikenal dengan flavor fungsional (Wijaya dan Silamba 2010). Produk pangan yang dikembangkan dalam flavor fungsional umumnya berasal dari hayati. Hal ini menjadi peluang bagi Indonesia yang merupakan negara dengan kekayaan hayati terbesar kedua setelah hutan hujan Amazon (Elfahmi et al. 2014) Tanaman berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang memiliki aktivitas antihiperglikemik (Safithri et al. 2016). Kumis kucing merupakan tanaman yang sering digunakan masyarakat sebagai obat diabetes. Mohamed et al (2013) menyatakan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa sinensetin yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik. Hossain dan Rahman (2011) menunjukkan bahwa daun kumis mengandung enam jenis flavonoid yang berperan dalam menangkal radikal bebas. Kumis kucing juga mengandung asam polifenol berupa asam romarinat dan asam kafeinat yang juga berperan dalam aktivitas antioksidan (Muhammad et al. 2011). Wijaya et al (2007) memanfaatkan kumis kucing sebagai minuman fungsional dengan ditambahkan beberapa ekstrak rempah dan herbal seperti kayu secang, jahe gajah, temulawak, jeruk nipis, jeruk lemon dan jeruk purut. Ekstrak rempah dan herbal yang ditambahkan ke dalam minuman kumis kucing kaya akan komponen bioaktif, sehingga mampu meningkatkan aktivitas antioksidan minuman (Wijaya et al. 2011; Indariani et al. 2014). Minuman kumis kucing berupa ready to drink memiliki keterbatasan dalam distribusi. Untuk mengatasi hal tersebut, Wijaya et al (2013) mengembangkan minuman kumis kucing dalam bentuk serbuk dengan memanfaatkan teknologi nanoenkapsulasi yang juga dapat melindungi komponen bioaktif dari lingkungan yang merugikan (Ezhilarasi et al. 2013; Putheti 2015; Mohan et al. 2016). Nanoenkapsulasi telah dibuktikan mampu meningkatkan bioavailabilitas komponen aktif (Rao dan Khanum 2015; Venkatesh et al. 2015; Jang et al. 2013), namun belum ada penelitian tentang bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi berbasis daun kumis kucing dengan membandingkan aktivitas antihiperglikemik minuman berbasis kumis kucing berbentuk ready to drink dan mikroenkapsulasi dengan minuman hasil nanoenkapsulasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan bioavailabilitas minuman nanoenkapsulasi effervescent melalui aktivitas antihiperglikemik dan membandingkannya dengan bentuk minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi effervescent. Pemberian minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan dan dosis at 7.28 mL/200 g bobot badan juga dilakukan pada penelitian ini. Formula minuman nanoenkapsulasi, mikroenkapsulasi dan ready to drink berbasis ekstrak daun kumis kucing diberikan pada tikus diabet yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah. Minuman hasil enkapsulasi diduga
2 memiliki aktivitas antihiperglikemik lebih tinggi dibandingkan minuman ready to drink. Keberadaan enkapsulan menjadikan senyawa aktif terlindungi dari degradasi dan kecilnya ukuran membuat kontak lebih luas, sehingga minuman nanoenkapsulasi memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi. Perumusan Masalah Inovasi minuman fungsional berbasis kumis kucing telah dilakukan dengan cara nanoenkapsulasi menggunakan polisakarida C sebagai bahan penyalut. Minuman yang dihasilkan memiliki kualitas fisikokimia yang lebih meningkat dibandingkan dengan minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi. Profil terhadap bioavailabilitas belum dilaporkan, sehingga perlu mendapat perhatian dan kajian ilmiah untuk diteliti lebih lanjut, terutama mengenai aktivitas antihiperglikemik minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai pengontrol glukosa darah, pelindung pulau Langerhans dan sel β jaringan pankreas pada tikus diabet. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan antihiperglikemik minuman nanoenkapsulasi dibandingkan dengan minuman ready to drink dan mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing secara in vivo pada tikus diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini yaitu sebagai informasi ilmiah bahwa nanoenkapsulasi dapat meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, menjadikan minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai agen antihiperglikemik dan membantu penderita diabetes mengendalikan glukosa darahnya. Penelitian ini juga memberi nilai tambah tanaman obat melalui pengembangan minuman fungsional. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang ilmu teknologi pangan, khususnya kimia pangan, rekayasa proses pangan dan biokimia pangan dalam memperbaiki sifat fisiologis aktif produk minuman fungsional. 2 TINJAUAN PUSTAKA Pangan Fungsional Tuntutan produksi pangan saat ini tidak hanya mencakup perlindungan komponen makanan, tetapi juga memproduksi pangan yang memberi efek kesehatan bagi tubuh (Dziki et al. 2015). Tantangan utama pada pengembangan
3 produk pangan yang berkhasiat bagi tubuh adalah cita rasa produk yang cenderung kurang diterima oleh konsumen. Flavor fungsional diciptakan untuk memenuhi tantangan baru tersebut. Keunggulan flavor fungsional, tidak hanya memberi cita rasa pada produk, tetapi juga memiliki kemampuan fisiologis aktif (Wijaya dan Silamba 2010) sehingga mampu membantu fungsi tubuh. Flavor fungsional ditambahkan ke dalam pangan fungsional dapat memperbaiki kualitas sensori dan fungsi fisiologis pangan. Peran dari pangan fungsional bagi tubuh bertumpu pada komponen gizi dan non-gizi yang terkandung di dalamnya yang merupakan komponen bioaktif. Tanaman obat berupa rempah dan herbal terbukti mengandung banyak komponen aktif sebagai hasil dari metabolisme tumbuhan yang mampu menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan tubuh (Ho 2015). Beberapa fungsi fisiologikal pangan meliputi fungsi yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah timbulnya penyakit seperti hipertensi dan diabetes, membantu pemulihan kesehatan, mengatur kondisi ritme fisik tubuh, dan menghambat proses penuaan (Siro et al. 2008). Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan formula optimal telah dilakukan oleh Wijaya et al (2007). Minuman fungsional ini mengkombinasikan beberapa ekstrak alami yang berperan dalam kesehatan tubuh, seperti ekstrak daun kumis kucing, jahe, kayu secang, lemon, jeruk nipis, jeruk purut dan temulawak. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berdasarkan formula yang digunakan merupakan minuman fungsional yang berpotensi memiliki aktivitas antioksidan dan antihiperglikemik yang baik. Indariani et al (2014) menyatakan bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing memiliki aktivitas antioksidan sekitar 726.82 ppm AEAC dan memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sekitar 54.81%. Kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak penyusun minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berupa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin, triterpenoid, hidroquinon dan steroid (Indariani et al. 2014). Kemampuan antihiperglikemik pada minuman berbasis kumis kucing ditimbulkan oleh komponen aktif yang dimiliki oleh beberapa ekstrak formula minuman. Mohamed et al (2013) menunjukkan bahwa daun kumis kucing mengandung flavonoid berupa sinensetin yang bertanggung jawab terhadap efek antihiperglikemik melalui mekanisme extrapancreatic dan transpor aktif penyerapan glukosa usus pada mecit hiperglikemik yang diinduksi dengan streptozotocin. Jahe mengandung 6-gingerol yang memiliki potensi untuk melindungi hewan yang diinduksi arsenik dari stres oksidatif dan hiperglikemia melalui perbaikan sekresi insulin dari pankreas, dan juga modulasi respon insulin dalam hati tikus (Chakraborty et al. 2012). Glibenklamid pada jahe memiliki efek neuroprotektif terhadap kerusakan oksidatif tikus diabetes (Shanmugam et al. 2011). Menurut Daily et al (2015), pemberian 1.600 – 3.000 mg bubuk jahe per hari selama 8 - 12 minggu menurunkan kadar glukosa serum dan kadar HbA1c pada pasien dengan diabetes tipe 2. Brazilin dari secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dengan cara meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi
4 glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990). Senyawa golongan flavonoid pada jeruk berupa naringin dan hesperidin dipercaya dapat memperbaiki kondisi hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006). Aplikasi teknologi nanoenkapsulasi menjadikan minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing memiliki diameter ukuran partikel (223.4 nm) lebih kecil dibandingkan minuman ready to drink dan bersifat lebih homogen. Uji in vitro menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan secara in vitro minuman ready to drink (221.368 ppm AEAC) lebih tinggi dibandingkan dengan minuman nanoenkapsulasi (105.136 ppm AEAC). Hasil perhitungan secara kuantitatif aktivitas inhibisi αglukosidase pada minuman original (25.90%) juga lebih tinggi dari minuman nanoenkapsulasi (21.75%) (Wijaya et al. 2013). Nanoenkapsulasi Definisi nanoteknologi secara istilah adalah teknologi yang menghasilkan benda-benda dengan ukuran 1-100 nm atau < 100 nm (Zhi et al. 2013; Putheti 2015). Fakta di lapangan menunjukkan bahwa produk nanoenkapsulasi pangan umumnya terbuat dari bahan-bahan polimer yang sangat sulit dilakukan pengecilan ukuran hingga kurang dari 100 nm, sehingga FDA dan ilmuwan pangan dari CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation) Australia memberikan kekhususan definisi nanopartikel pada pangan dengan ukuran kurang dari 1000 nm yang menunjukkan karakteristik fisikokimia yang berbeda dengan partikel yang berukuran lebih besar atau berskala mikron (USFDA 2006; FOEA 2008 dalam Wijaya et al. 2013; Rao dan Khanum 2015). Nanoteknologi yang banyak diterapkan dalam bidang pangan berupa nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi adalah penggabungan bahan dalam vesikel kecil atau bahan berdinding dengan ukuran nano (atau submikron) (Surassmo et al. 2010). Teknologi nanoenkapsulasi dibuat untuk tujuan meningkatkan bahan pangan fungsional (neuraceuticals) dengan cara meningkatkan kelarutan, stabilitas termal, bioavailabilitas, atribut sensori dan efek psikologis (Putheti 2015). Nanomaterial ini menawarkan beberapa keunggulan seperti, pengiriman transport untuk bahan yang larut lipid, perlindungan dari degradasi selama pemrosesan atau GIT, mengendalikan lokasi pelepasan spesifik, kompatibel dengan konstituen makanan lain, waktu tinggal yang lebih lama dan penyerapan lebih besar (Chen et al. 2006a. 2006b; Weiss et al. 2006). Perlindungan senyawa bioaktif, seperti vitamin, antioksidan, protein, dan lipid serta karbohidrat dapat dicapai dengan menggunakan teknik ini untuk produksi makanan fungsional dengan peningkatan fungsi dan stabilitas. Nanoenkapsulasi dapat membuat penghematan yang signifikan untuk formulasi, karena dapat mengurangi jumlah bahan aktif yang dibutuhkan (Huang et al. 2009). Pembuatan nanoenkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya: metode koaservasi, spray drying, electrospinning dan electrospray, supercritical fluid. emulsion-difussion method, reserve micellar emulsion-droplet coalescence, salting out, ultrasonikasi dan high pressure homogenization. Metode spray drying merupakan teknik yang umum digunakan untuk enkapsulasi bahan makanan, karena murah dan sederhana. Larutan yang sudah dinanoenkapsulasi
5 cukup diproses dengan penyedot dari alat pengering semprot dan akan menghasilkan serbuk nanoenkapsulasi sebagai produk. Keuntungan pembuatan serbuk nanoenkapsulasi dengan metode pengering semprot diantaranya adalah biayanya relatif murah dan bersifat fleksibel (dapat digunakan untuk enkapsulasi bahan yang berbeda-beda serta suhu yang digunakan dapat diatur sesuai kebutuhan (Fathi et al. 2014). Polisakarida C sebagai Bahan Enkapsulan Bahan pembawa enkapsulasi harus foodgrade, biodegradabel, dan stabil dalam sistem pangan selama pengolahan, penyimpanan, dan konsumsi. Bahan pembawa skala nano yang paling cocok untuk aplikasi makanan berupa karbohidrat, proteinuria atau berbasis lipid. Sistem pengiriman berbasis polisakarida yang paling cocok untuk banyak aplikasi industri, karena bersifat biokompatibel, biodegradabel, dan memiliki potensi tinggi untuk dimodifikasi agar sifat yang diperlukan tercapai. Pengiriman berbasis karbohidrat dapat digunakan pada proses bersuhu tinggi, karena lebih stabil dibandingkan dengan lipid atau protein yang mungkin meleleh atau terdenaturasi. Sistem pengiriman berbasis karbohidrat dapat berinteraksi dengan berbagai senyawa bioaktif. Gugus fungsional pada karbohidrat membuat karbohidrat serbaguna untuk mengikat dan menjebak komponen hidrofilik dan hidrofobik bahan makanan (Fathi et al. 2014). Polisakarida C merupakan polisakarida ionik, tidak beracun, biokompatibel, biodegradabel dengan permeasi tinggi, sehingga diterima sebagai penyusun sistem nanoenkapsulasi (Nallamuthu et al. 2015). Gugus amino sepanjang rantai polisakarida C dapat menangkap asam, ion cross linking, sehingga memudahkan modifikasi kimia mejadi partikel pembawa (Yoksan et al. 2010).
Gambar 1 Interaksi elektrostatik antara ion amonium pada rantai polisakarida C dan kelompok fosfat dari molekul TPP (a). deprotonasi polisakarida C di tris penyangga (pH~8) (b) (Yoksan et al. 2010) . Metode pembuatan nanoenkapsulasi dilakukan secara kimia dengan metode gelasi ionik. Pencampuran larutan polisakarida C dalam asam asetat yang telah direduksi ukurannya dengan polianion STTP diharapkan menghasilkan interaksi elektrostatik sehingga membentuk nanopolisakarida C berpori melalui proses gelasi ionik. Proses terbentuknya nanopolisakarida C dengan gelasi ionik dapat dilihat pada Gambar 1. Penambahan surfaktan dapat memperkecil ukuran partikel senyawa
6 yang akan di enkapsulasi dan mencegah aglomerasi. Surfaktan yang banyak dipakai adalah surfaktan nonionik Tween 80. Selanjutnya penambahan formula minuman dengan senyawa bioaktif yang mengalami reduksi ukuran dapat terjerap masuk ke dalam nanopolisakarida C berpori tersebut. Proses keseluruhan tersebut dapat membentuk nanoenkapsulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. Bioavailabilitas Partikel Nano Bioavailabilitas didefinisikan sebagai pengukuran tingkat komponen aktif yang mencapai sistem dan lokasi target, dan merupakan salah satu penentu sifat farmakokinetik dari fitokimia. Komponen bioaktif memiliki manfaat untuk kesehatan tubuh, seperti polifenol dan karotenoid digunakan untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi faktor risiko kanker, mengatur sistem saluran pencernaan, memperkuat sistem kekebalan tubuh, mengatur pertumbuhan, mengatur konsentrasi gula dalam darah, menurunkan kadar kolesterol, dan sebagai agen antioksidan. Meskipun penggunaan polifenol dalam kapsul dan tablet berlimpah, efek biologis sering berkurang atau bahkan hilang karena penyerapan yang tidak sempurna dan hilang pada metabolisme awal (Huang et al. 2011). Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa sistem pengiriman obat, seperti nanopartikel padat lipid, kompleks fosfolipid dan siklodekstrin, dan nanopartikel polimer, bertujuan untuk meningkatkan bioavailabilitas (Zanotto-Filho et al. 2013). Pengaruh nanoenkapsulasi terhadap aktivitas antioksidan secara in vitro menunjukkan bahwa laju pelepasan senyawa aktif terhadap radikal bebas menjadi lebih lambat. Nanoenkapsulasi sangat potensial dalam sistem pengiriman nutrisi (Gupta et al. 2012). Enkapsulasi juga dapat meningkatkan aktivitas biologis ekstrak yang mengandung karotenoid (Pereira et al. 2015). Nanochemoprevention menjadi sangat berguna untuk meningkatkan kinerja polifenol dalam tubuh manusia, memungkinkan polifenol untuk mencapai situs target yang lebih mudah (Santos et al. 2012). Suspensi nelfinavir dan nelfinavir loaded PLGA-NP yang diberikan secara oral pada kelinci jantan Selandia Baru, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bioavailabilitas yang signifikan. Nilai AUC0-24 untuk nelfinavir loaded PLGA-NP ditemukan lebih tinggi (0.374±0.069 HLG / mL) dibandingkan dengan obat murni dalam suspensi (0.076±0.043 HLG / mL). PLGA-NP sangat meningkatkan bioavailabilitas nelfinavir, karena sistem pengiriman obat berbasis nano. Partikel ukuran nano mudah diserap ke dalam lipatan dinding usus, dan luas permukaan partikel yang besar sangat membantu obat cepat larut (Venkatesh et al. 2015). Diabetes Mellitus Hiperglikemia merupakan sindrom metabolik yang berhubungan dengan sistem endokrin disfungsional klinis disebut sebagai diabetes mellitus (DM). Meskipun etiologi DM adalah multifaset, prevalensi penyakit di seluruh dunia sering dikaitkan dengan genetik atau faktor fisiologis, gaya hidup, dan obesitas, yang kebiasaan diet yang buruk seperti konsumsi tinggi gula dan lemak jenuh selain asupan rendah polyunsaturated asam lemak (PUFA) telah terlibat menjadi faktor penyebab utama menuju perkembangan penyakit (Kemenkes 2014).
7 Indeks diagnostik awal dan umum DM adalah hiperglikemia dan glukosuria, Metabolisme karbohidrat yang tidak biasa di DM, dan penyesuaian mendalam terkait jalur glikolitik menimbulkan aktivasi alternatif jalur poliol metabolik dengan akumulasi intraseluler resultan dari sorbitol dan auto-oksidasi glukosa. Peristiwa metabolisme distortif telah terlibat dalam etiologi neuropati diabetes perifer, retinopati, dan katarak. Diabetes mempengaruhi sistem saraf pusat dan menghasilkan gangguan seperti perubahan neurobehavioral, disfungsi otonom, fungsi neuroendokrin diubah dan perubahan neurotransmitter sehingga mengarah ke kerusakan organ (Shangumam et al. 2011). Pada diabetes mellitus tipe 1, disfungsi kognisi (ditandai dengan penurunan memori dan perhatian) dalam subjek yang telah dipelajari. Selain itu, ada juga penurunan efisiensi psikomotorin, penurunan kecerdasan umum dan kecepatan motorik. Pada diabetes tipe 2, gangguan kognitif termasuk penurunan fungsi eksekutif, memori kerja, dan kefasihan lisan. Pasien tersebut juga menunjukkan peningkatan kejadian penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, serta peningkatan kejadian depresi, efek kognisi yang negatif (Akinola et al. 2011). Diabetes mellitus dikaitkan dengan meningkatnya pembentukan radikal bebas dan stress oksidatif. Keberadaan stres oksidatif yang dihasilkan dari peningkatan radikal bebas berkaitan dengan diabetes. Penelitian secara in vitro, dan pada hewan serta manusia, menunjukkan bahwa peran stres oksidatif, melalui peningkatan pembentukan radikal bebas dalam patofisiologi berimplikasi pada diabetes, seperti neurologis, kardiovaskuler, retina dan ginjal. Tingginya stress oksidatif dikarenakan hiperglikemia kronis, yang menyerang aktivitas enzim antioksidan dan dengan demikian memunculkan radikal bebas. Sistem syaraf pusat sangat rentan terhadap stres oksidatif. Sebagian besar spesies oksigen reaktif (ROS) tergantung pada gangguan saraf pusat telah diteliti dan benar disebabkan oleh keberadaan radikal bebas (Shangumam et al. 2011). DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrionologi Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM. yang meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan atau pendidikan kesehatan, dan pemberian obat hipoglikemia oral atau pemberian insulin. Pada penderita DM tipe II, obat hanya perlu diberikan, bila setelah melakukan diet dan latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Menurut Rayfield dan Valentine (2006), obat hipoglikemik secara oral mempunyai beberapa cara kerja dalam menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme kerja obat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: a. Menurunkan penyerapan glukosa dalam usus b. Meningkatkan penyerapan glukosa pada sel c. Menurunkan produksi glukosa oleh hati d. Meningkatkan sekresi insulin Penggunaan obat-obat hipoglikemik dapat menyebabkan beberapa efek samping. Penggunaan obat acarbose dapat menyebabkan flatulensi dan diare karena acarbose dapat menghasilkan metabolit berupa gas dari karbohidrat yang tidak terabsorbsi di kolon. Penggunaan metformin dapat menimbulkan efek samping seperti pusing, sakit perut dan diare (Rayfield dan Valentine 2006).
8 Penggunaan insulin yang tidak tepat jumlahnya juga dapat menyebabkan terlalu rendahnya kadar gula dalam tubuh (hipoglikemik). Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu molekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya sehingga sangat reaktif dan memicu terjadinya serangkaian reaksi radikal bebas. Radikal bebas dapat berupa ROS dan RNS. Spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan metabolit molekul oksigen (O2), seperti kimia dari singlet oksigen (1O2), superoksida (O2.-). Radikal peroksil (ROO.), dan asam hipoklorit (HOCl) (Buettner 2015). Spesies nitrogen reaktif (RNS) merupakan metabolit molekul nitrogen, berupa nitrit oksida (NO.), nitrogen dioksida (NO2.) dan nitrat radikal (NO3.) (Valko et al. 2007). Radikal bebas dihasilkan secara endogen maupun eksogen. Secara endogen radikal bebas dihasilkan melalui reaksi biokimia normal di dalam tubuh. Berbagai sumber radikal bebas yang terlibat dan dapat diklasifikasikan sebagai mitokondria, terutama dari Kompleks I dan III, dan extramitokondrial, seperti sitokrom P450, xantin oksidase, oksida nitrat sintase, dan NADPH oksidase. Neutrofil dan sel Kupffer adalah produsen utama radikal bebas dalam hati, sedangkan situs utama dari rilis ROS di hepatosit adalah sistem sitokrom P450 dan mitokondria (Valko et al. 2007). Target terpenting ROS adalah komponen sel, terutama lipid, protein, dan juga sel DNA. Pada konsentrasi tinggi, radikal bebas berbahaya bagi beberapa konstituen seluler. Pada konsentrasi rendah atau sedang, mereka dapat bertindak sebagai mediator regulasi dalam proses signaling (Valko et al. 2007). Diabetonik Hewan model untuk percobaan diabetes diantaranya berupa mencit Wistar (Samadder et al. 2012; Indariani et al. 2014) dan tikus Sprague Dawley (Safithri et al. 2012; Shanmugam et al. 2011). Kondisi diabetes pada tikus diperoleh dengan cara menggunakan bahan kimia diabetonik seperti aloksan dan streptozotocin dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas (Lenzen 2007). Sifat diabetonik aloksan maupun streptozotocin dimediasi oleh senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda. Aloksan Aloksan merupakan senyawa yang tidak stabil dan bersifat hidrofilik. Waktu paruhnya hanya 1.5 menit pada pH netral dan temperatur 37 oC, dalam suhu lebih rendah waktu paruhnya menjadi lebih lama. Aloksan secara selektif dapat merusak sel-sel β pankreas. Mekanisme toksisitas aloksan diawali dengan masuknya aloksan ke dalam sel-sel β pankreas dan kecepatan pengambilan akan menentukan sifat diabetonik aloksan. Kerusakan pada sel-sel β terjadi melalui beberapa proses secara bersamaan, yaitu melalui oksidasi gugus sulfidril dan pembentukan radikal bebas (Lenzen 2007) seperti pada Gambar 3.
9
Gambar 2 Struktur aloksan (Lenzen 2007) Mekanisme kerja aloksan menghasilkan kerusakan pada sel-sel β pankreas terutama menyerang senyawa-senyawa seluler yang mengandung gugus sulfidril, asam-asam amino sistein dan protein yang berikatan dengan dua gugus SH (termasuk enzim yang mengandung gugus SH). Aloksan bereaksi dengan dua gugus SH yang berikatan pada bagian sisi dari protein atau asam amino membentuk ikatan disulfida sehingga menginaktifkan protein yang berakibat pada gangguan fungsi protein tersebut (Lenzen 2007).
Gambar 3 Mekanisme pembentukan ROS di dalam sel β pankreas tikus yang diinduksi dengan aloksan. Gka (glukokinase aktif); Gki (gluokinase inaktif); HA- (radikal aloksan); SH: gugus sulfidril; S-S: disulfida (Lenzen 2007) Mekanisme kerja aloksan lainnya adalah menginduksi pembentukan radikal bebas karena bersifat polar sehingga dapat memberikan satu elektronnya kepada oksigen. Asam dialurat dibentuk sebagai hasil reduksi aloksan dengan menghasilkan metabolit intermediet radikal aloksan (HA*) melalui reaksi redoks. Asam dialurat kemudian dioksidasi kembali membentuk aloksan sehingga menghasilkan radikal ion superoksida (O2*). Anion superoksida dapat mengalami reaksi dismutasi oleh enzim SOD menjadi hidrogen peroksida. Radikal bebas tersebut dapat menyerang komponen penyusun sel sehingga menyebabkan kerusakan sel. Aloksan sering digunakan untuk membuat keadaan diabetes pada hewan percobaan secara eksperimental dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif pada sel-sel β pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu etiologi dari IDDM (diabetes tipe 1). Streptozotocin Streptozotocin (STZ,2-deoksi-2-(3-metil-3-(nitrosoureido)-D-glukopiranosa disintesis oleh Streptomycetes achromogenes dan biasanya digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Sifat diabetonik STZ diduga terjadi karena kerusakan DNA dalam sel-sel β pankreas. Elsner et al (2002) melaporkan
10 bahwa penyebab kematian sel-sel β pankreas hasil induksi STZ adalah proses alkilasi DNA. Kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari nitrogen oksida (NO) bersumber dari STZ. NO akan meningkatkan aktivitas xantin oksidase dan menurunkan konsumsi oksigen yang berdampak pada gangguan produksi ATP mengakibatkan kerusakan DNA di dalam mitokondria (Lenzen 2007). Pemberian STZ pada tikus dewasa dengan dosis rendah secara berulang (40 mg/kg selama 5 hari) dapat menginduksi diabetes tergantung insulin yang sangat mirip dengan bentuk autoimun (inflamasi pulau Langerhans dan kematian sel β) pada diabetes tipe 1 (Fr’’ode dan Medeiros 2008). Pemberian STZ dengan dosis tungal antara 60 dan 100 mg/kg juga dapat menginduksi diabetes tergantung insulin tetapi tidak memiliki profil autoimun (Yu et al. 2000 dalam Fr’’ode dan Medeiros 2008). Streptozotocin dapat menginduksi kondisi diabetes yang lebih stabil dan kerusakan pulau Langerhans yang permanen dibandingkan dengan aloksan (Diab et al. 2015).
Gambar 4 Struktur kimia streptozotocin (Lenzen 2007) Imunohistokimia Imunohistokimia merupakan suatu cara pemeriksaan untuk mengukur derajat imunitas atau kadar antibodi atau antigen dalam jaringan. Kata imunohistokimia diambil dari kata immune yang menunjukkan bahwa prinsip dasar dalam proses ini adalah penggunaan antibodi dan histo yang menunjukkan jaringan secara mikroskopis. Imunohistokimia adalah metode untuk mendeteksi keberadaan antigen spesifik di dalam sel suatu jaringan dengan menggunakan prinsip pengikatan antara antibodi (Ab) dan antigen (Ag) pada jaringan hidup. Pemeriksaan ini membutuhkan jaringan dengan jumlah dan ketebalan yang bervariasi tergantung dari tujuan pemeriksaan. Antibodi adalah suatu imunoglobulin yang dihasilkan oleh sistem imun dalam merespon kehadiran suatu antigen tertentu. Antibodi dibentuk berdasarkan antigen yang menginduksinya. Beberapa antibodi yang telah teridentifikasi adalah IgA, IgD, IgE, IgG, dan IgM. Antigen adalah suatu zat atau substansi yang dapat merangsang sistem imun dan dapat bereaksi secara spesifik dengan antibodi membentuk kompleks terkonjugasi. Ikatan antibodi-antigen divisualisasikan menggunakan senyawa label (marker). Teknik ini diawali dengan pembuatan irisan jaringan (histologi) untuk diamati di bawah mikroskop. Interaksi antara antigen-antibodi adalah reaksi yang tidak kasat mata. Tempat pengikatan antara antibodi dengan protein spesifik diidentifikasi dengan marker yang biasanya dilekatkan pada antibodi dan bisa
11 divisualisasi secara langsung atau dengan reaksi untuk mengidentifikasi marker. Marker dapat berupa senyawa berwarna yaitu luminescence (zat berfluoresensi). yaitu fluorescein, umbelliferon, tetrametil rodamin, logam berat yaitu colloidal microsphere emas, perak, label radioaktif, dan enzim Horse Radish Peroxidase (HRP) dan alkaline phosphatase. Enzim yang digunakan untuk melabel selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen, yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut yang dapat diamati dengan mikroskop bright field (mikroskop bidang terang). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan khususnya dunia biologi, teknik imunohistokimia dapat langsung diamati (tanpa direaksikan lagi dengan kromogen yang menghasilkan warna) dibawah mikroskop fluorescense (Key 2009).
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2015 hingga Mei 2016. Tempat yang digunakan untuk penelitian adalah Laboratorium Kimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB dan Seafast Center (produksi serbuk nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi, serta minuman ready to drink), Pusat Studi Biofarmaka IPB (tempat perlakuan ke hewan uji), Pusat Studi Satwa Primata IPB, dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam pembuatan serbuk minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing adalah rotary evaporator, magnetic stirrer, homogenizer armfield L4R, dan spray dryer BUCHI-B190. Alat yang digunakan untuk karakterisasi minuman nanoenkapsulasi adalah particle size analyzer (Malvern Technology, Germany), mikroskop elektron JEOL JSM-6510LA (karakterisasi serbuk nanoenkapsulasi), spektrofotometer UV-VIS (Thermo Scientific-Genesys 20, USA). Alat-alat lainnya yang digunakan untuk analisis antara lain: mikropipet, alat-alat uji antihiperglikemik dan alat-alat gelas lainnya. Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing adalah daun kumis kucing (kebun tanaman obat Pusat Studi Biofarmaka IPB), jahe gajah, kayu secang, jeruk nipis, jeruk lemon, jeruk purut, temulawak (Pasar Anyar Bogor), asam asetat, polisakarida C (Himedia GRM9358. India), STTP, pengemulsi B, CMC, pemanis (aspartam, asesulfam, dan sukralosa), bahan pengisi M, Na-bikarbonat, asam sitrat, asam tartarat (toko kimia), dan kertas saring Whatman 42. Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan dengan dua tahap. yaitu pembuatan minuman dan uji aktivitas antihiperglikemik. Minuman mikroenkapsulasi dan minuman nanoenkapsulasi menggunakan konsentrasi ekstrak yang sama dengan minuman ready to drink (hanya bentuknya saja yang berbeda). Tahap pembuatan minuman
12 nanoenkapsulasi dilakukan dengan metode gelasi ionik dan pembuatan serbuknya dengan spray dryer. Morfologi dan ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi dilakukan analisis dengan SEM dan PSA. Masing-masing minuman dibuat dalam bentuk effervescent dan dilakukan analisis total fenol. Tahap pengukuran aktivitas antihiperglikemik yang dilakukan meliputi analisis jumlah ransum, perubahan bobot badan tikus, kadar glukosa darah, uji pewarnaan hematoksilin eosin, dan pewarnaan imunohistokimia. Tahapan penelitian tersaji pada Gambar 5.
Ekstrak rempah dan herbal
Tahap I
Pembuatan produk minuman
Minuman nanoenkapsulasi
Minuman ready to drink
Minuman mikroenkapsulasi
Karakterisasi nanoenkapsulasi
Tahap II Uji aktivitas antihiperglikemik (In Vivo): 1. Pengukuran bobot badan tikus 2. Pengukuran jumlah konsumsi pakan 3. Pegukuran kadar glukosa darah 4. Pewarnaan hematoksilin pada pankreas 5. Pewarnaan imunohistokimia pankreas Gambar 5 Tahap penelitian secara keseluruhan
Pembuatan ekstrak dan pengental Ekstrak dan pengental dibuat seperti prosedur yang dikembangkan Wijaya et al (2007). Pembuatan ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang melibatkan air sebagai pengekstrak, sedangkan ekstraksi jahe, temulawak dan jeruk tidak ada penambahan air. Ekstrak daun kumis kucing dan kayu secang dibuat dengan cara dididihkan selama 15 menit dalam wadah tertutup. Daun kumis kucing segar yang diekstraksi sebanyak a gram dalam 600 mL air, sedangkan kayu secang digunakan sebanyak d gram dalam 500 mL air. Ekstrak temulawak, jahe, jeruk purut, lemon dan jeruk nipis diperoleh dengan menggunakan juice extractor.
13 Larutan pengental diperoleh dengan cara melarutkan CMC se3.banyak 10 g ke dalam 1000 mL air panas 65 oC dan diaduk dengan magnetic stirer di atas hot plate suhu 70 – 80 oC hingga homogen. Proses lengkap untuk mendapatkan ekstrak daun kumis kucing, jahe, kayu secang, temulawak, dan jeruk, serta larutan pengental dapat dilihat pada Lampiran 1 - 6. Pembuatan minuman ready to drink Minuman ready to drink dibuat menggunakan formula Febriani (2012) dengan modifikasi berupa tambahan bahan seperti Na-bikarbonat, asam sitrat, dan asam tartrat. Ekstrak daun kumis kucing A mL, ditambahkan ekstrak rempah dan herbal lain seperti temulawak B mL, jahe C mL, kayu secang D mL, jeruk nipis E mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL. CMC I mL ditambahkan ke dalam campuran ekstrak. Aspartam 0.0425 g, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa ditambahkan ke dalam campuran ekstrak. Air ditambahkan ke dalam campuran tersebut hingga bervolume 100 mL. Sebelum diberikan ke tikus minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ditambahkan Na-bikarbonat 2.16 g, 1.08 g asam sitrat, dan 0.76 g asam tartrat. Proses lengkap pembuatan minuman ready to drink dapat dilihat pada Lampiran 7. Pembuatan minuman mikroenkapsulasi Minuman mikroenkapsulasi dibuat menggunakan formula Kusumasari (2012). Campuran ekstrak daun kumis kucing A mL, temulawak B mL, jahe C mL, kayu secang D mL, jeruk nipis E mL, lemon F mL, dan jeruk nipis G mL ditambahkan air hingga bervolume 100 mL. Campuran yang dihasilkan kemudian diberi bahan pengisi (M) sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan dengan homogenizer Armfield L4R dengan kecepatan O rpm selama P menit. Homogenat dikeringkan menggunakan spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C, diameter nozzle R mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et al (2013). Serbuk mikroenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running sebanyak 4 g, ditambahkan 2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, 0.0425 g aspartam, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran kering dihomogenisasi dengan blender untuk menghasilkan serbuk mikroenkapsulasi effervescent. Sebelum diberikan ke tikus, serbuk mikroenkapsulasi effervescent di larutkan ke dalam air hingga membentuk minuman mikroenkapsulasi effervescent 100 mL. Proses lengkap pembuatan minuman mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 10. Pembuatan minuman nanoenkapsulasi Minuman nanoenkapsulasi dibuat dengan menggunakan polisakarida C sebanyak T g, sebagai enkapsulan. Pemilihan penggunaan polisakarida C sebagai enkapsulan dikarenakan memiliki beberapa keunggulan di antaranya food grade dan GRAS, serta memberikan perlindungan terhadap inti (Darmadji et al. 2012). Prosedur pembuatan nanoenkapsulasi minuman dilakukan seperti prosedur Wijaya et al (2013) dengan modifikasi (putaran magnetic stirrer yang digunakan menjadi 1500 rpm, yang sebelumnya digunakan 3000 rpm) yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Polisakarida C sebanyak T g dilarutkan dalam U mL asam asetat V % dan diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W menit. Bahan pengemulsi (B) X % sebanyak Y mL setetes demi setetes ditambahkan dan stirer
14 dibiarkan memutar hingga W menit. Tripolifosfat Z % sebanyak Y mL dan ditambahkan pekatan campuran ekstrak A mL (pekatan campuran ekstrak dibuat dengan cara memekatkan campuran ekstrak pada formula Febriani (2012) dengan rotary evaporator hingga volume akhir sama dengan sepersepuluh volume awal). Campuran tetap diaduk menggunakan magnetic stirer 1500 rpm selama W menit hingga membentuk larutan enkapsulasi minuman. Bahan pengisi M ditambahkan sebanyak N % (b/v) dan dihomogenkan menggunakan homogenizer dengan kecepatan O rpm selama C menit. Homogenat dikeringkan menggunakan spray dryer Buchi 190 dengan suhu outlet P °C, suhu inlet Q °C, diameter nozzle R mm, dan feed pump S mL/jam seperti yang dilakukan Wijaya et al (2013). Serbuk nanoenkapsulasi yang dihasilkan dalam setiap running sebanyak 4 g, ditambahkan 2.16 g Na-bikarbonat, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, 0.0425 g aspartam, 0.0157 g asesulfam, dan 0.0053 g sukralosa. Campuran kering dihomogenisasi dengan blender untuk menghasilkan serbuk nanoenkapsulasi effervescent. Sebelum diberikan ke tikus, serbuk nanoenkapsulasi effervescent di larutkan ke dalam air hingga membentuk minuman nanoenkapsulasi effervescent 100 mL. Proses lengkap pembuatan minuman mikroenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Hewan percobaan Tikus putih jantan galur Sprague Dawley usia 4-5 minggu di dapat dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOMRI). Selama masa adaptasi dan masa percobaan tikus mendapatkan pakan pellet standar (CP Rodent. Thailand) dengan komposisi karbohidrat 14.74 %, protein 17.31 %, lemak 10.63 %, air 5.88 %, dan abu 31.63 %. Seluruh tikus dibiarkan beradaptasi terlebih dahulu hingga usia 12 minggu. Pada hari pertama percobaan sebanyak 15 ekor hewan coba dibuat menjadi diabetes dengan cara diinduksi menggunakan streptozotocin dengan dosis 45 mg/kg. Sebelum diberi streptozotocin (hari ke-0), tikus dikeluarkan dari kandang dan diukur kadar glukosa darahnya. Streptozotocin dilarutkan dalam buffer sitrat (50 mM sodium sitrat pada pH = 4.5) dengan konsentrasi 1 mg/mL, secepatnya sebelum disuntikkan (< 15 menit). Streptozotocin disuntikkan secara intraperitoneal dengan menggunakan syring 1mL dengan jarum berukuran 25-G. Setelah itu tikus dimasukkan kembali ke dalam kandang dan disediakan air minum yang mengandung 10 % sukrosa. Pada hari ke-2, air minum tikus yaitu 10 % sukrosa diganti dengan air minum biasa dan dipuasakan selama 18 jam, kemudian diukur kadar glukosa darahnya. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah induksi diabetes yang telah dilakukan dengan streptozotocin berjalan dengan baik (kadar glukosa darah > 150 mg/dL). Tikus yang telah mengalami kondisi hiperglikemik dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang diberi asupan sampel minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ready to drink dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, kelompok yang diberi asupan sampel minuman fungsional mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, kelompok yang diberi asupan asupan sampel minuman fungsional nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, kelompok yang diberi asupan asupan sampel nanoenkapsulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, dan kelompok yang diberi air suling 3.64 mL/200 g bobot badan (kontrol positif diabetes). Satu kelompok yang
15 lain, yaitu kelompok kontrol normal (tikus normal yang diberi asupan air suling 3.64 mL/200 g bobot badan. Perlakuan pada setiap kelompok tikus dilakukan selama 14 hari (sampai hari ke 16 percobaan).
Tikus jantan galur Sprague dawley usia 4 minggu Diadaptasikan hingga usia 12 minggu F
A B
C
E D
Pengukuran jumlah konsumsi pakan (H-7, 0, 7, dan 14) Pengukuran bobot badan tikus (H-7, 0, 7, dan 14) Kadar glukosa darah (hari ke- 0 (16 jam setelah puasa), 2, 9, dan 16) Pewarnaan Hematoksilin Pewarnaan Imunohistokimia Keterangan : A: kelompok kontrol negatif yaitu kelompok tikus yang diinduksi NaCl 0.9% (b/v) dan dicekok akuades. B: kelompok kontrol positif yaitu kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok akuades. C: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman ready to drink berbasis ekstrak daun kumis kucing 3.64 mL/200 g BB. D: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman mikroenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 3.64 mL/200 g BB E: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 3.64 mL/200 g BB. F: kelompok tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin 45 mg/kg BB dan dicekok minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing 7.28 mL/200 g BB. Gambar 6 Rancangan penelitian terhadap hewan percobaan Parameter yang digunakan dalam analisis antihiperglikemik yaitu pengukuran kadar glukosa darah tikus pada hari ke-0 (sebelum induksi streptozotocin), hari ke-2, 9, dan 16 setelah induksi streptozotocin, pengukuran bobot badan setiap 7 hari
16 sekali dan jumlah konsumsi ransum diukur setiap 7 hari, serta histopatologik pulau langerhans dan sel β pankreas pada akhir masa percobaan. Aklimitasi tikus dilakukan selama 16 hari pada kondisi ruang dengan suhu 24±1º C, 12 jam terang dan 12 jam gelap, serta kelembaban berkisar 55-75% (Ojiako et al. 2015; Safithri 2012). Penelitian dilakukan atas pengawasan Komisi Etik Hewan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Pertanian Bogor dengan no 20 – 2016 IPB. Rancangan penelitian terhadap hewan uji dapat dilihat pada Gambar 6. Pembedahan tikus dan Pembuatan Sediaan Histopatologis Tikus putih terlebih dahulu dibius dengan ketamine (Hospira, USA) 80 mg/kg BB dan xilazin (Syntec, Brazil) 10 mg/kg BB sebelum dilakukan pembedahan. Tikus diposisikan terlentang pada papan bedah menggunakan pins. Tikus dibedah dengan melakukan sayatan sepanjang torak sampai pubis menggunakan gunting bengkok. Pankreas segera diambil, dan dicuci dengan larutan PBS (phosphate buffered saline pH 7.4), difiksasi dalam larutan 10 % buffer formalin selama minimal 24 jam. Sampel pankreas dipotong kecil dengan ketebalan kurang lebih 0.5 cm dan diletakkan di dalam tissue cassette, kemudian dilakukan dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, dijernihkan dalam silol dan diembedding dalam parafin. Blok paraffin dipotong serial dengan ketebalan 4 µm menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan di atas gelas objek. Proses deparafinasi dilakukan dengan xylol III, II dan I, rehidrasi dengan alkohol absolut III, II dan I, lalu alkohol 95 %, 90 %, 80 % dan 70 %, masing-masing selama 5 menit dan aquades selama 5 menit. Sediaan diwarnai dengan HE dan uji imunohistokimia (Beesley 1995). Prosedur Analisis Warna, ukuran partikel dan morfologi partikel minuman Penampakan fisik minuman diamati dengan membandingkan warna serbuk dan minuman yang digunakan dalam penelitian. Diameter partikel minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing ditentukan dengan teknik hamburan cahaya dinamis (DLS), menggunakan particle size analyzer (PSA). Sampel sebanyak 3 tetes diletakkan pada tempat preparat objek. Wadah tempat preparat objek ditutup dan dilakukan pengukuran menggunakan software NanoQ dengan input data berupa indeks bias pelarut dan kekentalannya serta dilakukan pengaturan intensitas sinar laser. Penembakan sinar laser dilakukan pada 30 titik medan sampel yang berbeda. Hasil ukuran partikel dan indeks polidispersitas dapat dilihat pada hasil keluaran metode kumulan (cumulant method) pada ZD dan PDI (Wu et al. 2012). Morfologi partikel serbuk minuman nanokapsulasi diamati dengan mikroskop elektron SEM. Bubuk sampel kering dibungkus dengan tip karbon konduktif dan diletakkan pada spesimen yang dilapisi dengan lapisan tipis emas dan platina konduktif menggunakan sputter coater. Tegangan yang digunakan 20 kV, tekanan 40 Pa, dan perbesaran 5000 kali. Foto morfologi partikel dapat diambil dengan sistem terintegrasi komputer (Wu et al. 2012).
17 Total fenol Kandungan total fenol ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu berdasarkan kemampuan senyawa fenol mereduksi fosfomolibdat dalam FolinCiocalteu membentuk molybdenum berwarna biru. Larutan reagen dibuat dengan mencampurkan reagen Folin-Ciocalteau (Merck, Germany) 50 mL dengan air suling 50 mL. Larutan Na2CO3 (Merck, Germany) dibuat dengan melarutkan 5 g Na2CO3 dalam 100 mL air suling. Supernatan sampel dibuat dengan melarutkan 1 mL sampel dari masingmasing minuman dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 1 mL etanol 95 % dan 5 mL air bebas ion, divortex, dan disentrifus pada 4000 rpm selama 5 menit. Supernatan sampel ditambahkan 0.5 mL larutan reagen. Setelah itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap, ditambahkan 1 mL larutan Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam ruang gelap selama 1 jam. Absorbansi larutan dari masing-masing minuman diukur pada panjang gelombang 725 nm, dan menggunakan larutan standar asam galat (Merck, Germany) dengan konsentrasi 10, 50, 75, 100, 125, 175, dan 250 ppm (Modifikasi Al-Owaisi et al. 2014). Perhitungan kadar total fenol dilakukan dengan cara memasukkan nilai absorbansi sampel pada persamaan garis yang diperoleh dari kurva standar (Lampiran 11). Pengukuran kadar glukosa darah Glukosa darah diukur menggunakan glukometer dengan menggunakan kit komersial strip Accu-Check (Germany). Glukotest ini secara otomatis akan hidup ketika strip dimasukkan dan akan mati ketika strip dicabut. Dengan menyentuhkan setetes darah ke strip, reaksi dari wadah strip akan otomatis menyerap darah ke dalam strip melalui aksi kapiler. Hasil pengukuran akan diperoleh selama 8 detik. Prinsip dasar metode ini adalah reaksi antara glukosa dalam darah dan NAD+ menjadi glukonolakton oleh enzim glukosa dehidrogenase (β-D-glukosa:NADOksido reduktase) yang ada pada strip. Kalium ferisianida yang terdapat pada strip akan tereduksi menjadi kalium ferosianida, karena adanya transfer elektron dari enzim glukosa dehidrogenase (berasal dari glukosa). Transfer elektron tersebut akan dengan cepat diubah oleh elektroda glukometer menjadi arus listrik yang akan menampilkan konsentrasi glukosa pada layar glukometer. Darah diambil melalui ujung ekor tikus yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70 %, diurut perlahan-lahan kemudian ujung ekor ditusuk dengan jarum kecil (syring 1 cc). Darah yang keluar kemudian disentuhkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terbaca di layar glukometer setelah beberapa detik dan kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dL. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan pada hari ke 0 (sebelum induksi streptozotocin), hari ke- 2, 9 dan 16 setelah induksi streptozotocin (Morakinyo et al. 2015). Pewarnaan Haematoxylin Eosin Pengamatan histopatologis dengan pewarnaan HE bertujuan untuk mengamati struktur umum jaringan. Sedian preparat yang telah dideparafinasi dan rehidrasi ditetesi dengan pewarna hematoksilin, dibilas dengan air kran mengalir dan dimasukkan ke dalam aquades. Sedian kemudian diwarnai dengan pewarna eosin kemudian dibilas dengan air kran mengalir. Proses dehidrasi sediaan dilakukan dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 70, 80, 90 dan 95 %,
18 alkohol absolut I, II dan III. Sediaan dimasukkan ke dalam xylol I, II dan III untuk proses penjernihan (clearing). Tahap terakhir dari pewarnaan ini adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan bantuan perekat entelan. Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 200 kali. Pengamatan dilakukan terhadap struktur umum jaringan normal maupun yang telah mengalami perubahan struktur (Beesley 1995 dengan modifikasi). Pewarnaan imunohistokimia Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi hormon insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas. Tahapan pewarnaan imunohistokimia dimulai dari pembuatan sediaan histopatologis seperti yang diuraikan di atas, tetapi gelas objek yang digunakan untuk menaruh sediaan adalah gelas objek yang sudah diberi perekat (poli-L-lisin). Preparat histopatologis yang telah dibuat dilakukan pewarnaan imunohistokimia terhadap insulin menggunakan metode tidak langsung dua tahap (metode antibodi berlabel enzim). Setelah deparafinasi dan rehidrasi, sediaan direndam dalam air bebas ion selama 15 menit, sediaan direndam dengan H2O2 dalam methanol (1:100) selama 15 menit untuk menghilangkan aktivitas peroksidase endogen. Sediaan direndam dalam air bebas ion lalu PBS masingmasing 2 kali selama 10 menit. Sediaan ditetesi dengan serum normal (BSA) 10 % (80 µL/sediaan) dan diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 45 menit lalu dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit (Beesley 1995 dengan modifikasi). Sediaan ditetesi dengan antibodi primermonoklonal anti-insulin dalam PBS (1:1000) sebanyak 80 µL/sediaan lalu diinkubasi pada suhu 4˚C (refrigerator) selama 24 jam, dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit. Sediaan ditetesi dengan antibodi sekunder Dako Envision Peroksidase sebanyak 80 µL/sediaan lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C. selama 1 jam. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit, ditetesi dengan diaminio benziden (DAB) sebanyak 80 µL/sediaan dan dibiarkan bereaksi dalam ruang gelap selama 25 menit. Sediaan dicuci dengan air bebas ion, diwarnai dengan hematoksilin. Setelah dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (70. 80, 90 dan 95 %, alkohol absolut I, II dan III ) dan penjernihan dengan xylol I, II dan III. Tahap akhir sediaan kemudian di-mounting dengan penutup gelas dengan perekat entelan dan siap diamati di bawah mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Pengamatan secara kualitatif dilakukan pada sel beta pancreas, yang jika positif ditunjukkan dengan warna coklat. Untuk mengintrepetasikan intensitas warna coklat dilakukan scoring dan penghitungan luas area berwarna coklat dari 10 lapang pandang pada setiap preparat pankreas sesuai dengan metode Kanter et al. 2004. Viabilitas pulau Langerhans dan sel β Jumlah pulau Langerhans dan sel β pada tikus kontrol normal (A) dijadikan kontrol untuk mengukur viabilitas pulau Langerhans dan sel β pada masing-masing perlakuan dari hasil imunohistokimia. Perhitungan presentase viabilitas pulau Lagerhans dan sel β dilakukan dengan membagi jumlah pulau Langerhans dan sel β perlakuan dengan total jumlah sel kontrol normal × 100 % (Ghorbani et al. 2015).
19 Analisis Data Semua data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata±standar deviasi (Rata-rata±SD). Data diolah dan dianalisis menggunakan metode sidik ragam (ANOVA) sistem rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 22 untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara rerata parameter yang diukur dilanjutkan dengan uji Duncan. Perbedaan dengan p < 0.05 dianggap signifikan secara statistik. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Warna, Ukuran dan Morfologi Partikel Minuman Nanoenkapsulasi Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Warna merupakan salah satu atribut kualitas yang sangat penting dari produk pangan, karena menjadi penilaian pertama mengenai kesukaan konsumen terhadap produk pangan (Joshi et al. 2011). Serbuk dan minuman nanoenkapsulasi memiliki kecerahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel minuman lainnya (Gambar 7). Hal tersebut dikarenakan senyawa aktif pada minuman nanoenkapsulasi tetap terenkapsulasi di dalam polisakarida C yang bersifat tidak larut dalam air, sehingga warna kuning sebagai ekspresi dari senyawa aktif tidak dapat terlihat. Minuman mikroenkapsulasi memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah dibandingkan dengan minuman nanoenkapsulasi, karena bahan pengkapsul pada minuman mikroenkapsulasi hanya bahan pengisi M yang bersifat larut air. Senyawa aktif yang sudah terenkapsulasi terpecah di dalam matrik air dan dapat mengekspresikan warna kuning.
Nanoenkapsulasi
Mikroenkapsulasi
Ready to drink
Mikroenkapsulasi
Nanoenkapsulasi
Gambar 7. Warna serbuk dan minuman fungsional berbasis daun kumis kucing pada berbagai jenis minuman. Dari warna minuman yang dihasilkan dapat diduga bahwa ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi lebih kecil dari partikel pada minuman mikroenkapsulasi
20 maupun ready to drink. Ron et al (2010) melaporkan bahwa ukuran nanoenkapsulasi senyawa aktif yang semakin kecil menyebabkan warna minuman menjadi lebih cerah. Semakin kecil ukuran partikel menyebabkan cahaya yang melewati objek tersebut semakin banyak yang dipantulkan (Giancoli 1998), sehingga kecerahan minuman nanoenkapsulasi lebih tinggi dibandingkan minuman lainnya. Partikel minuman nanoenkapsulasi memiliki diameter rata-rata 537.8 nm (Gambar 8). Minuman ini termasuk sebagai nanopartikel, yang didefinisikan sebagai bahan dengan ukuran 1 sampai 1000 nm (FDA 2012; Zhao et al 2014; Petros dan De Simone 2010). Ukuran partikel memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas nanoenkapsulasi, dan penurunan diameter partikel telah dilaporkan untuk meningkatkan bioavailabilitas senyawa yang dienkapsulasi (Ozturk et al. 2014). Konsentrasi TPP dan polisakarida C dikaitkan dengan peningkatan ukuran partikel, karena ikatan silang yang menghubungkan TPP dan polisakarida C mempengaruhi peningkatan viskositas dan kemampuan homogenisasi, sehingga mengarah ke pembentukan agregat dengan ukuran partikel yang besar (Elwerfalli et al. 2015). Ukuran partikel minuman nanoenkapsulasi pada penelitian ini (537.8 nm) lebih besar dibandingkan hasil penelitian Wijaya et al (2013) (224.3 nm), diduga karena perbedaan derajat deasetilasi polisakarida C yang digunakan (Elgadir et al. 2015). Derajat deasetilasi tinggi memberi kekuatan sizing yang lebih baik, sehingga menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil (Minagawa et al. 2007). Wijaya et al (2013) menggunakan polisakarida C dengan derajat deasetilasi > 90 %, sedangkan penelitian ini menggunakan polisakarida C dengan derajat deasetilasi > 75 %.
Gambar 8 Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas indeks minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing. Indeks polidispersitas (PDI) dari nanopartikel mencerminkan tingkat kecenderungan partikel terhadap sedimentasi dan agregasi (Jardim et al. 2015). PDI
21 adalah ukuran lebar distribusi partikel dengan kisaran 0.0 hingga 0.7 mewakili sifat homogen (monodispersi). Nilai indeks polidisperitas minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebesar 0.495 (Gambar 8), menunjukkan bahwa minuman ini tergolong ke dalam sistem homogen. Jayapraksha et al (2016) melaporkan bahwa efisiensi pembentukan nanopartikel kurkumin dengan ukuran distribusi yang sempit tergantung pada parameter proses yang terlibat.
Gambar 9 Penampakan morfologi serbuk nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing pada pembesaran 5000 X. Morfologi partikel serbuk nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing didominasi oleh partikel yang berbentuk bulat dan permukaan halus (Gambar 9). Bentuk bulat dengan ukuran partikel yang beragam merupakan karakteristik khas serbuk hasil spray drying. Morfologi ini juga ditemukan pada penelitian sebelumnya, yaitu pada serbuk nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing (Wijaya et al. 2013), partikel polisakarida C/Ag (Tokárová et al. 2013), dan minyak kopi yang dikeringkan dengan spray dryer (Frascareli et al. 2012). Bulatan penuh menunjukkan berhasilnya proses enkapsulasi, karena senyawa aktif dikemas dalam bulatan tersebut (Gomathi et al. 2014). Kalab (1979) dalam Frascareli et al (2012) melaporkan bahwa permukaan kasar pada serbuk mungkin dikarenakan gagalnya tetesan pada awal pengeringan dan aglomerasi antar partikel serbuk. Kandungan Total Fenol pada Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, triterpenoid, hidrokuinon, dan steroid (Indariani et al. 2014). Kandungan total fenol minuman ready to drink, mikroenkapsulasi, dan nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing ditentukan dengan menggunakan reagen Folin Ciocalteau (Al-Owaisi et al. 2014). Asam galat digunakan sebagai standar untuk mendapatkan kurva standar (Lampiran 11). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah total fenol tertinggi
22 ditemukan pada minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berbentuk ready to drink (998.95±1.964 ppm GAE), sedangkan total fenol terendah ditemukan di dalam minuman nanoenkapsulasi (662.992±2.227 ppm GAE) (p 0.05) pada Gambar 10.
Total fenol (ppm GAE)
1200
a
1000 800
b
600
c
RTD MIKRO
400
NANO
200 0 Minuman
Gambar 10 Total fenol dari 3 jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p <0.05 dengan menggunakan uji Duncan. Minuman enkapsulasi memiliki total fenol lebih rendah dibandingkan minuman ready to drink. Nalamuthu et al (2015), Alves et al (2016), Pereira et al (2015), Ghomati et al (2014) menyatakan bahwa rilis komponen aktif pada bahan enkapsulasi secara in vitro berjalan lambat dibandingkan dengan zat aktif yang tidak terenkapsulasi, sehingga komponen bioaktif yang terukur menjadi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak dienkapsulasi. Hal ini diduga karena mekanisme difusi pelepasan senyawa aktif pada minuman enkapsulasi ke permukaan. Komponen aktif, polisakarida C, dan bahan tambahan lainnya dalam proses nanoenkapsulasi telah membentuk sistem yang homogen (Yoksan et al. 2010). Komponen aktif harus melewati sistem homogen tersebut, sehingga rilisnya lebih lambat dan menyebabkan sedikitnya jumlah gugus OH yang mereduksi fosfomolibdat dan fosfowalframat pada pereaksi Folin Ciocalteu yang digunakan untuk menghitung jumlah senyawa fenol. Total fenol pada minuman nanoenkapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan minuman mikroenkapsulasi. Hal ini diduga karena semakin kecil ukuran partikel, bidang kontak dan gaya antar molekul antara partikel semakin kuat (Opalinski et al. 2016), sehingga proses pelepasan OH untuk mereduksi pada bahan nanoenkapsulasi lebih sulit dibandingkan dengan bahan mikroenkapsulasi. Kandungan total fenol minuman ready to drink pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan Indariani et al (2014), diduga karena adanya tambahan lemon yang kaya akan senyawa fenolat yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan (Baba et al. 2016; Fancello et al. 2016). Penambahan asam sitrat (De’Nobili et al. 2015) dan asam tartrat dalam penelitian juga diduga meningkatkan aktivitas antioksidan dalam minuman.
23 Akivitas Antihiperglikemik Pengaruh minuman terhadap konsumsi ransum dan bobot badan tikus putih Konsumsi ransum di tiap kelompok secara kontinyu dipantau, seperti nampak pada Gambar 11. Kelompok normal (A) menunjukkan peningkatan konsumsi ransum yang tidak berbeda signifikan (p < 0.05) di awal masa adaptasi (7 hari sebelum induksi streptozzotocin hingga hari ke-0), setelah itu konsisten stabil hingga hari ke-14. Tikus yang diinduksi streptozotocin menunjukkan konsumsi ransum yang stabil pada 7 hari sebelum induksi streptozotocin hingga hari ke-0.
Gambar 11 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap konsumsi ransum tikus (sebelum dan selama perlakuan). Nilai dengan huruf yang sama dalam satu kelompok tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p < 0.05 dengan menggunakan uji Duncan. Konsumsi ransum tikus diabetes menurun signifikan (p < 0.05) pada hari ke-0 hingga hari ke-7. Persentase penurunan konsumsi jumlah ransum dari masingmasing kelompok ditunjukkan pada Tabel 1. Penurunan konsumsi ransum yang dialami oleh tikus kelompok positif pada hari ke-0 hingga hari ke-7 sebesar 20.63 %. Pemberian seluruh jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mampu menekan penurunan konsumsi jumlah ransum pada interval waktu tersebut. Minuman yang paling efektif menekan penurunan konsumsi ransum adalah minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB dengan persentasi penurunan sebesar 5.08 %. Minuman mikroenkapsulasi (13.01 %) lebih mampu menekan penurunan konsumsi ransum dibandingkan dengan minuman ready to drink (15.23 %). Minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB (15.56 %) memberikan kemampuan menekan penurunan konsumsi ransum paling kecil dibandingkan minuman lainnya. Tikus kontrol positif (B) terus mengalami penurunan konsumsi ransum hingga hari ke-14 dan berbeda signifikan dengan hari ke-0 (sebelum induksi streptozotocin). Besarnya penurunan konsumsi ransum tikus kontrol positif (A) dari hari ke-0 hingga hari ke-14 adalah 24.13 %. Tikus diabetes yang diberi minuman fungsional mengalami kenaikan jumlah konsumsi ransum hingga tidak ada pakan yang tersisa, kecuali tikus diabetes yang diberi minuman nanoenkapsulasi dosis
24 7.28 mL/200 g BB (F). Penurunan konsumsi ransum kelompok minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB (F) dari hari ke-0 hingga hari ke-14 sebesar 2.86 %, namun tidak berbeda signifikan dengan hari ke-0. Tabel 1 Persentase penurunan jumlah ransum tikus selama perlakuan Kelompok perlakuan
Penurunan jumlah ransum (%)
Hari 0 - 7 Normal (A) Positif (B) Ready to drink 3.64 mL/200 g BB (C) Microenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (D) Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (E) Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB (F)
0 20.63 15.23 13.01 5.08 15.56
Hari 0 – 14 0 24.13 0 0 0 2.86
Induksi streptozotocin dapat menurunkan konsumsi ransum yang diduga karena tikus kekurangan insulin. Adeyi et al (2012) melaporkan bahwa kondisi kekurangan insulin bertanggung jawab atas fluktuasi bobot badan dan konsumsi ransum, hewan model tampak pucat dan kurus, menderita hairloss, dan rambut berubah menjadi kuning. Pemberian minuman fungsional berbasis kumis kucing mampu mengembalikan nafsu makan tikus, sehingga penurunan jumlah konsumsi ransum tikus yang lebih kecil dibandingkan kelompok positif (A). Ini menunjukkan bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing merupakan nutrisi yang baik untuk diabetes, seperti yang telah dilaporkan oleh Indariani et al (2014). Minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB paling mampu meningkatkan nafsu makan dibandingkan minuman lainnya, diduga karena bioavailabilitasnya paling tinggi. Kemampuan minuman mikroenkapsulasi dalam meningkatkan nafsu makan lebih baik dari minuman ready to drink, diduga karena bioavailabilitas minuman mikroenkapsulasi lebih tinggi dibandingkan dengan ready to drink. Bahan enkapsulan pada minuman nanoenkapsulasi dan mikroenkapsulasi melindungi komponen aktif dari oksidasi lingkungan. Minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB menunjukkan kemampuan paling kecil dalam meningkatkan nafsu makan. Hal ini diduga karena dosis tinggi sehingga lambung penuh dengan minuman, sehingga nafsu makan tidak sebaik minuman lainnya. Bobot badan tikus di tiap kelompok diamati secara kontinyu, seperti nampak pada Gambar 12. Bobot badan seluruh tikus meningkat pada 7 hari sebelum induksi streptozotocin hingga hari ke-0, kecuali kelompok minuman mikroenkapsulasi (D) yang menunjukkan bobot badan tetap. Tikus kelompok normal (A) menunjukkan kenaikan bobot badan yang signifikan (p < 0.05) di 7 hari sebelum induksi hingga hari ke-0, sedangkan kelompok lainnya kenaikan bobot badan tidak berbeda signifikan (p < 0.05). Induksi streptozotocin menyebabkan penurunan bobot badan tikus menurun pada selang hari ke-0 hingga hari ke-7, namun tidak berbeda signifikan (p < 0.05). Penurunan bobot badan juga dialami oleh tikus kelompok normal (A), namun tidak berbeda signifikan (p < 0.05).
25
Gambar 12 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap bobot badan tikus (sebelum dan selama perlakuan). Nilai dengan huruf yang sama dalam satu kelompok tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p < 0.05 dengan menggunakan uji Duncan. Bobot badan kelompok normal (A) meningkat kembali pada selang hari ke7 hingga hari ke-14. Kenaikan bobot badan tersebut tidak signifikan dengan hari ke-0, tetapi berbeda signifikan (p < 0.05) dengan 7 hari sebelum induksi streptozotocin. Hal ini menunjukkan bahwa bobot badan tikus kelompok normal meningkat signifikan (p < 0.05) selama periode penelitian. Berbeda dengan kelompok positif (B) yang terus mengalami penurunan bobot badan hingga hari ke14. Penurunan ini berbeda signifikan (p < 0.05) dengan hari ke-0 sebelum induksi streptozotocin. Pemberian minuman fungsional dapat menekan penurunan bobot badan tikus diabetes. Persentase penurunan bobot badan dari masing-masing kelompok terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 Persentase penurunan bobot badan tikus selama perlakuan Kelompok perlakuan Normal (A) Positif (B) Ready to drink 3.64 mL/200 g BB (C) Mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (D) Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (E) Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB (F)
Penurunan bobot badan (%) Hari 0 – 7 1.20 24.25 18.46 16.34 12.23 -0.65
Hari 0 – 14 0.09 47.29 22.15 25.65 7.70 5.20
Tanda (-) menunjukkan peningkatan bobot badan
Tikus yang diberi minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB (E) dan minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB (F) mampu menjaga kestabilan bobot badan. Besarnya penurunan masing-masing minuman tersebut adalah sebesar
26 7.70 % dan 5.20 %, namun tidak berbeda nyata dengan hari ke-0 (sebelum induksi streptozotocin). Penurunan bobot badan tikus yang diberi minuman mikroenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB (D) (25.65 %) dan ready to drink 3.64 mL/200 g bobot badan (C) (22.15 %) selama 14 hari, berbeda nyata dengan hari ke0 (sebelum induksi streptozotocin), namun tidak lebih besar dari kelompok diabetes (B) (47.29 %). Induksi streptozotocin dengan dosis 45 mg/kg bobot badan dapat menurunkan bobot badan. Penelitian lain (Eleazu et al. 2014) menunjukkan bahwa induksi streptozotocin 55 mg/kg bobot badan pada tikus Wistar mengakibatkan penurunan bobot badan selama 28 hari percobaan. Penurunan bobot badan tikus diabetes diduga disebabkan ketidakmampuan tikus menggunakan glukosa sebagai sumber energi, dikarenakan kekurangan insulin (Suarsana et al. 2010). Kekurangan insulin pada tikus diabetes terjadi karena induksi streptozotocin yang dapat merusak sel β pankreas penghasil hormon insulin (Diab et al. 2015). Kekurangan insulin menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga kebutuhan energi untuk tubuh diperoleh dari hasil lipolisis (Kim et al. 2006) dan katabolisme protein (Carvalho et al. 2016). Lemak di berbagai jaringan dimobilisasi dan didegradasi melalui proses beta oksidasi, sedangkan protein melalui siklus krebs untuk menghasilkan energi. Kehilangan lemak dan protein menyebabkan bobot badan menurun. Tikus diabetes yang diberi minuman nanoenkapsulasi baik dosis 3.64 mL/ 200 g BB (E) maupun dosis 7.28 mL/200 g BB (F) menunjukkan bobot badan yang stabil, diduga karena insulin mengalami perbaikan lebih cepat dibandingkan kelompok lainnya sehingga pemenuhan energi kembali normal. Penurunan konsumsi ransum tikus diabetes pada selang hari ke-0 hingga hari ke-7 mempengaruhi penurunan bobot badan, kecuali kelompok nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB yang mengalami kenaikan tetapi tidak signifikan (p < 0.05). Penelitian lain menunjukkan bahwa 14 hari setelah pemberian minuman ekstrak Piper crocatum (1260 mg/kg berat badan) pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi streptozotocin 50 mg/kg bobot badan dan diberi minuman campuran ekstrak sirih merah sebanyak 1260 mg/kg bb dapat menekan penurunan bobot badan sebesar 7.67 %, meskipun tidak mengalami perubahan konsumsi jumlah ransum (Safithri 2012). Profil kadar glukosa darah tikus putih Toleransi glukosa pada tikus diabetes diamati untuk memperjelas pengaruh berbagai bentuk minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap kadar glukosa darah tikus diabetes. Kadar glukosa darah di masing-masing kelompok setelah 14 hari pemberian minuman ditunjukkan pada Gambar 13. Kadar glukosa darah seluruh kelompok perlakuan pada hari 0 (sebelum induksi streptozotocin) berada pada tingkat normal, yaitu 70 - 95 mg/dL. Induksi streptozotocin dapat meningkatkan kadar glukosa darah secara signifikan (p < 0.05) pada hari ke-2, kecuali kelompok normal. Peningkatan glukosa darah kelompok normal (A) terjadi selama penelitian, namun tidak berbeda signifikan (p < 0.05) dan masih berada pada level normal. Kadar glukosa darah tikus yang diinduksi streptozotocin meningkat signifikan (p < 0.05) hingga kadarnya mencapai 200 – 450 mg/ dL.
27
Gambar 13 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing terhadap kadar glukosa darah tikus (sebelum dan selama perlakuan). Nilai dengan huruf yang sama dalam satu kelompok tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p < 0.05 dengan menggunakan uji Duncan. Tabel 3 Persentase perubahan glukosa darah tikus selama perlakuan Perubahan kadar glukosa darah (%) Aktivitas antihiperglikemik
Kelompok Hari 2 – 9 (X) Normal (A) Positif (B) Ready to drink 3.64 mL/200 g BB (C) Microenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (D) Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (E) Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB (F)
Hari 2 – 16 (Y)
(YKP –YB)
1.49 63.00
-2.24 -110.18
-
-
37.78
-4.63
105.55
Turun 5.55 %
53.09
7.60
117.78
Turun 17.78 %
42.30
7.98
118.16
Turun 18.16 %
16.05
-10.93
99.25
Menekan 99.26
Tanda (-) menunjukkan kenaikan kadar glukosa darah KP merupakan kelompok perlakuan (C, D. E, dan F)
Tikus yang diinduksi streptozotocin mengalami penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-9. Persentase perubahan kadar glukosa darah ditunjukkan pada Tabel 3. Kelompok positif (B) mengalami penurunan hingga 63.00 % dan berbeda signifikan (p < 0.05) dengan hari ke-2. Penurunan ini dapat membahayakan kondisi
28 tikus, sehingga perlu dihindari (Lenzen 2007). Pemberian minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dapat menekan terjadinya penurunan pada hari ke-9. Minuman yang paling dapat menekan penurunan kadar glukosa darah adalah minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB (42.30 %) maupun dosis 7.28 mL/200 g BB (16.05 %) yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tidak berbeda signifikan (p <0.05) dengan hari ke-2. Penurunan kadar glukosa darah tikus yang diberi minuman mikroenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB (D) (37.78 %) dan ready to drink 3.64 mL/200 g BB (C) (53.09 %) berbeda signifikan (p < 0.05) dengan hari ke-2, namun tidak lebih besar dari kelompok diabetes (B) (63.00 %). Tikus kelompok positif (B) mengalami kenaikan kadar glukosa darah yang signifikan (p <0.05), bahkan kenaikannya hingga 110.18 % (Tabel 3) setelah 16 hari penelitian. Pemberian minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dapat menekan kenaikan kadar glukosa darah, bahkan minuman mikroenkapsulasi dan nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB mampu menurunkan kadar glukosa darah. Penurunan kadar glukosa darah selang hari ke-2 hingga hari ke-16 pada kelompok mikroenkapsulasi (D) (7.60 %) dan nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB (E) (7.98 %) belum optimal dan tidak berbeda signifikan (p < 0.05). Jika dibandingkan dengan kenaikan kadar glukosa darah tikus kontrol positif (B), minuman berbentuk ready to drink, mikroenkapsulasi dan nanoenkapulasi dosis 3.64 mL/200 g mampu menurunkan kadar glukosa darah masing-masing sebesar 5.55 %; 17.78 %; dan 18.15 %, sedangkan minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g ganda hanya mampu menekan kenaikan kadar glukosa darah sebesar 99.25 %. Kadar glukosa darah tikus sebelum diinduksi diabetes berada pada posisi normal, seperti pada penelitian Yang et al (2016) kadar glukosa normal berada pada rentang 94-123 mg/dL. Setelah induksi streptozotocin, tingginya kadar glukosa darah sebagai akibat dari kurangnya sekresi insulin yang merupakan karakteristik hiperglikemia (Uma et al. 2014). Penurunan kadar glukosa darah pada hari ke-9 diduga dapat membahayakan tikus diabetes, karena dapat menyebabkan tikus kejang-kejang. Kejadian ini diduga karena konsumsi ransum yang menurun signifikan, sehingga nutrisi yang masuk ke dalam tubuh menjadi berkurang (Lanzen 2007). Penurunan kadar glukosa dapat berakibat fatal, yaitu tidak adanya glukosa saat kelaparan, khususnya ketika persediaan glikogen di hati habis. Transisi hipoglikemia yang berat ini merupakan hasil dari kelebihan insulin sebagai akibat dari induksi streptozotocin yang membuat pecahnya membran sel, membran plasma, dan organel subselular lainnya, termasuk retikulum endoplasma kasar dan kompleks Golgi. Membran luar dan dalam mitokondria juga mengalami perubahan struktural di fase ini. Ekspresi protein fungsional penting, seperti transporter glukosa GLUT2, glukokinase dan protein insulin juga hilang (Lenzen 2007). Kemampuan menurunkan kadar glukosa darah minuman nanoenkapsulasi (7.98 %) selama 14 hari pencemberian minuman tidak berbeda jauh dengan minuman mikroenkapsulasi (7.60 %), namun berdasarkan pola perubahan kadar glukosa darah selama 16 hari penelitian menunjukkan bahwa minuman nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g bobot badan lebih efektif dalam menstabilkan kadar glukosa darah dibandingkan minuman mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g bobot badan. Kondisi ini diduga dikarenakan ukuran partikel nano yang lebih kecil dapat meningkatkan permukaan kontak dari minuman, sehingga regenerasi sel β menjadi lebih cepat (Samadder et al. 2012).
29 Pemberian minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB dan minuman mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB selama 14 hari lebih mampu menekan peningkatan kadar glukosa darah pada tikus diabetes, dibandingkan minuman ready to drink 3.64 mL/200 g BB. Kejadian ini mungkin membuktikan bahwa enkapsulasi dapat melindungi komponen aktif dari degradasi dalam perjalanan menuju sel target, serta menunjukkan peningkatan bioavalabilitas (Jang et al. 2013;. Rao dan Khanum 2015; Venkatesh et al. 2015). Penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya, yaitu tentang Mus musculus yang dicekok dengan nanoenkapsulasi ekstrak Syzygium jambolanum selama 14 hari yang menunjukkan penurunan glukosa darah yang lebih baik dibandingkan dengan tikus diabetes yang diberi ekstrak nonenkapsulasi (Samadder et al 2012). Minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB menunjukkan kemampuan paling rendah dalam menekan peningkatan kadar glukosa darah. Hal ini mungkin disebabkan oleh stress yang ditimbulkan dari pencekokan yang melebihi kapasitas lambung, sehingga dosis 7.28 mL/200 g BB menjadi tidak efektif dalam penelitian ini. Profil pankreas, viabilitas sel β dan pulau Langerhans Morfologi pankreas setelah 14 hari pemberian minuman dapat diketahui dari hasil pewarnaan hematoksilin eosin pada Gambar 14. Pankreas kelompok normal (A) memiliki pulau Langerhans yang bulat normal dengan sejumlah besar sel beta tersebar di seluruh bagian pulau Langerhans tersebut (Gambar 14A). Bagian histopatologi endokrin di pankreas tikus kelompok positif (B) menunjukkan perubahan signifian terhadap morfologi pankreas. Ukuran pulau Langerhans ditemukan menyusut dan berubah (Gambar 14 B). Pankreas tikus diabetes yang diberi minuman ready to drink 3.64 mL/200 g BB (C) ditemukan ada perbaikan struktur pulau Langerhans, namun masih didominasi sel alfa yang merupakan penghasil glukagon yang berfungsi untuk meningkatkan kadar glukosa darah. Tikus diabetes yang diberi minuman mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (D) memiliki pankreas dengan perbaikan pulau Langerhans yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok tikus diabetes yang diberi minuman ready to drink (C), namun masih didominasi oleh sel alfa (Gambar 14 D). Morfologi pulau Langerhans tikus diabetes paling baik ditemukan pada tikus diabetes yang diberi minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB (E). Morfologi dan ukuran ukuran pulau Langerhans kelompok nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB mendekati morfologi normal dan didominasi sel β (Gambar 14 E). Pankreas dari tikus yang diberi minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g bobot badan (F) ditemukan memiliki morfologi Langerhans yang lebih baik dari minuman ready to drink maupun mikroenkapsulasi. dan didominasi sel beta (Gambar 14 F). Induksi streptozotocin dapat merubah morfologi pankreas tikus. Penyusutan pulau Langerhans pada tikus diabetes disebabkan oleh hilangnya sel β diduga sebagai akibat alkilasi dan aktivitas radikal NO streptozotocin pada DNA sel (Lenzen 2007). Morfologi pulau Langerhans seperti ini juga telah dilaporkan Wu et al (2016). Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dalam berbagai bentuk mampu memperbaiki morfologi pulau Langerhans, sesuai dengan penelitian Indariani et al (2014). Kemampuan minuman ready to drink, mikroenkapsulasi dan
30 nanoenkapsulasi nampak dengan jelas dalam memperbaiki atau menekan kerusakan sel β. Perbaikan morfologi pulau Langerhans yang paling efektif ditunjukkan oleh minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB dan selaras dengan kemampuannya dalam menekan kenaikan kadar glukosa darah, penurunan bobot badan dan jumlah ransum.
A
X
B
C
Y
D
E
F
Gambar 14 Morfologi pankreas dengan pewarnaan H & E. skala 50 μm; X : sel α yang ditandai dengan inti gelap; Y : sel β yang diandai inti lebih terang. A. Bagian dari kelompok kontrol normal; B. Bagian dari pankreas dari tikus diabetes; C. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman ready to drink 3.64 mL/200 g BB; D. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB; E. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB; F. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB. Keberadaan sel β pankreas diamati berdasarkan reaksi negatif atau positif terhadap pewarnaan dengan metode imunohistokimia anti insulin yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat, seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Sel β yang mengalami kerusakan akan menghasilkan reaksi negatif terhadap anti insulin sehingga tidak terbentuk warna coklat pada preparat histopat. Berdasarkan uji kualitatif imunohistokimia, pankreas dari tikus kontrol normal menunjukkan imunoreaktivitas yang kuat untuk insulin yang disekresikan oleh sel β dan ditandai dengan tingginya intensitas warna coklat (Gambar 15 A). Tikus kontrol positif (B) menunjukkan kurangnya insulin yang disekresikan oleh sel β di pulau Langerhans (Gambar 15 B). Tikus-tikus diabetes yang diberikan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing menunjukkan kenaikan yang jelas terhadap sekresi insulin. Tikus kelompok minuman ready to drink 3.64
31 mL/200 g BB (C) menunjukan immunoreaktivitas yang kurang (Gambar 15 C) dibandingkan dengan kelompok minuman mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (D). Tikus-tikus diabetes yang diberi minuman nanoenkapsulasi baik dosis 3.64 mL/200 g bobot badan, maupun dosis 7.28 mL/200 g bobot badan menunjukkan regenerasi sel β yang signifikan, ditunjukkan oleh peningkatan ekspresi sel β (Gambar 15 E dan F). Intensitas warna coklat pada tikus diabetes yang diberi minuman nanoekapsulasi dosis 3.64 mL/200 g bobot badan (E) semakin meningkat, jika dibandingkan dengan tikus diabates (B).
A
B
C
E
F
Z
F
Gambar 15 Sel β di pulau Langerhans dengan pewarnaan imunohistokimia anti insulin antibody. skala = 50 μm. Z : insulin yang diseksresikan oleh sel β, bewarna coklat. A. Bagian dari kelompok kontrol normal; B. Bagian dari pankreas dari tikus diabetes; C. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman ready to drink 3.64 mL/200 g BB; D. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB; E. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB; F. Bagian dari pankreas kelompok tikus yang diinduksi streptozotocin dan dicekok minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB. Secara kuantitatif, jumlah sel β dan pulau Langerhans pada pewarnaan imunohistokimia dapat digunakan untuk menghitung viabilitas jumlah sel β (Gambar 16) dan pulau Langerhans (Gambar 17). Pemberian minuman ready to drink (15.95 % dan 17.50 %), mikroenkapsulasi (20.26 % dan 25.00 %), dan nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB (28.00 % dan 25.00 %) mampu meningkatkan viabilitas sel β dan pulau Langerhans dibandingkan kelompok positif (6.49 % dan 10.00 %), namun tidak berbeda nyata. Minuman nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB paling mampu menjaga viabilitas fungsi sel β (49.09 %) dan pulau Langerhans (32.50 %), berbeda signifikan (p < 0.05) dengan viabilitas kelompok positif (B).
32 Peningkatan jumlah sel β diduga dapat meningkatkan kadar insulin, seperti pada penelitian Hasibuan et al (2016). Kondisi ini diduga karena penerapan nanoenkapsulasi terhadap minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dimungkinkan memiliki kelebihan seperti, (1) perlindungan senyawa aktif dalam perjalanan menuju sel target, yang dapat meningkatkan bioavailabilitas minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, (2) peningkatan permukaan kontak minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang dapat meningkatkan perbaikan sel. Penelitian ini didukung oleh penelitian lain yang menunjukkan kemampuan nanoenkapsulasi ekstrak Jambolanum syzygium dalam melindungi dan memperbaiki sel-sel L6 pada tikus diabetes yang diinduksi oleh arsenik (Samadder
et al. 2012). Gambar 16 Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada viabilitas sel β. Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p < 0.05 dengan menggunakan uji Duncan.
Gambar 17. Pengaruh berbagai jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada viabilitas pulau Langerhans. Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda secara statistik pada tingkat signifikan p < 0.05 dengan menggunakan uji Duncan.
33 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing berhasil dinanoenkapsulasi dengan diameter rata-rata 537.8 nm dengan nilai indeks polidispersitas indeks 0.495 dan berbentuk bulat. Minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing paling efektif dalam menstabilkan konsumsi pakan dan bobot badan tikus diabetes, menurunkan kadar glukosa darah paling tinggi (18.15 %), dan lebih mampu melindungi viabilitas sel beta (49.09 %) dan pulau Langerhans (32.50 %). Temuan dari penelitian ini mungkin dapat mendukung minuman nanoenkapsulasi berbasis ekstrak daun kumis kucing sebagai pangan baru untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Saran Waktu rilis komponen aktif dalam minuman nanoenapsulasi perlu dilakukan secara ex vivo untuk mengetahui jumlah komponen aktif di dalam minuman tersebut. Efektivitas penggunaan minuman nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g bobot badan dalam penelitian ini belum bisa ditentukan, oleh karena itu perlu dilakukan variasi konsentrasi formula tiap 100 mL minuman untuk mengetahui konsentrasi efektif. Aktivitas antihiperglikemik dalam penelitian ini berupa peningkatan penyerapan glukosa pada sel, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui mekanisme antihiperglikemik yang lain seperti peningkatan penyerapan glukosa dalam usus, penurunan produksi glukosa oleh hati, dan peningkatan sekresi insulin. DAFTAR PUSTAKA Adeyi AO, Idowu BA, Mafiana CF, Oluwalana SA, Ajayi OL, Akinloye OA. 2012. Rat model of food-induced non-obese-type 2 diabetes mellitus: comparative pathophysiology and histopathology. Int J Physiol Pathophysiol Pharmacol. 4(1);51-58. PMID: 22461957 Al-Owaisi M, Al-Hadiwi N, Khan SA. 2014. GC-MS analysis, determination of total phenolics, flavonoid content and free radical scavenging activities of various crude extracts of Moringa peregrina (Forssk.) Fiori leaves. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 4(12): 964-970 Alves ACS, Mainardes M, Khalil NM. 2016. Nanoencapsulation of gallic acid and evaluation of its cytotoxicity and antioxidant activity. Materials Science and Engineering. C. 60: 126–134 Akinola OB, Omotoso OG, Dosumu OO, Akinola OS, Olotufore F. 2011. Diabetesinduced prefrontal nissl substance deficit and the effects of neem-bitter leaf extract treatment. International Journal Morphology. 29(3); 850-85. Baba E, Acar U, Umit O, Ontas C, Kesbic, Osman S, Yılmaz S. 2016. Evaluation of Citrus limon peels essential oil on growth performance, immune response of
34 Mozambique tilapia Oreochromis mossambicus challenged with Edwardsiella tarda. Aquaculture. DOI: 10.1016/j.aquaculture.2016.08.023 Beesley JE. 1995. Immuno-cytochemistry : A Practical Approach. IRL. Press Oxford University Press. New York. Buettner GR. 2015. Moving free radical and redox biology ahead in the next decade(s). Free Radic. Biol. Med. 78: 236–238. DOI: 10.1016/j.freeradbiomed.2014.10.578 Carvalho HO, e Souza BSF, dos Santos IVF, Resque RL, Keita H, Fernandes CP, Carvalho JCT. 2016. Review: Hypoglycemic effect of formulation containing hydroethanolic extract of Calophyllum brasiliense in diabetic rats induced by streptozotocin. Rev Bras Farmacogn. DOI: 10.1016/ j.bjp.2016.04.004 Chakraborty D, Mukherjee A, Sikdar S, Paul A, Ghosh P, Khuda-Bukhsh ARB. 2012. [6]-Gingerol isolated from ginger attenuates sodium arsenite induced oxidative stress and plays a corrective role in improving insulin signaling in mice. Toxicology Letters. 210 : 34– 43. Chen H, Weiss J, Shahidi F. 2006a. Nanotechnology in nutraceuticals and functional foods. Food Tech. 03:30-36. Chen L, GE Remondetto, M Subirade. 2006b. Food protein-based materials as nutraceutical delivery systems. Trends Food Sci Tech. 17:272–283. Daily JW, Yang M, Kim DS, Park S. 2015. Efficacy of ginger for treating Type 2 diabetes: A systematic review and meta-analysis of randomized clinical trials. Journal of Ethnic Foods. 2 : 36 – 43. Darmadji P, Saloko S, Setiaji B, Pranoto Y. 2012. Inovasi Prototipe Produk Nanoenkapsulasi Biopreservatif Asap Cair Sebagai Pengawet Pangan Alami. Seminar Nasional Insinas 2012 [Internet]. [diunduh 2014 Oktober 29]. Tersedia pada: http://insentif.ristek.go.id/PROSIDING/RT-2012-1001.htm. De’Nobili MD, Soria M, Martinefsk MR, Tripodi VP, Fissore EV, Rojas AMM. 2015. Stability of L-(+)-ascorbic acid in alginate edible films loaded with citric acid for antioxidant food preservation. J of Food Eng. DOI: 10.1016/j.jfoodeng.2015.11.015. Diab RAH, Fares M, Abedi-Valugerdi M, Kumagai-Braesch M, Holgerssone J, Hassan M. 2015. Immunotoxicological effects of streptozotocin and alloxan: In vitro and in vivo studies. Immunology Letters. 163 : 193–198. Dziki D, Gawlik-Dziki U, Pecio L, Zyło RO, Swieca M, Krzykowski A, Rudy S. 2015. Ground green coffee beans as a functional food supplemente Preliminary study. LWT - Food Science and Technology. 63 : 691-699. Eleazu CO, Eleazu KC, Chukwuma SC, Okoronkwoa J, Emelike CU. 2014. Effect of livingstonepotato (Plectranthus esculenthus N. E. Br) on hyperglycemia. antioxidant activity and lipid metabolism of streptozotocin induced diabetic rats. Toxicology Reports. 1: 674–681. DOI: 10.1016/j.toxrep.2014. 08. 013 Elfahmi, Woerdenbag HJ, Kayser O. 2014. Jamu: Indonesian traditional herbal medicine towards rational phytopharmacological use. Journal of herbal medicine. 4 : 51–73. Elgadir MA, Uddin MUS, Ferdosh S, Adam A, Chowdhury AJK, Sarker MZI. 2015. Impact of chitosan composites and chitosan nanoparticle composites on various drug delivery systems: A review. J Food Drug Anal. 23: 619-629. DOI: 10.1016/j.jfda.2014.10.008.
35 Elsner M, Tiedge M, Guldbakke, Munday R, Lenzen S. 2002. Importance of the GLUT2 glucose transporter for pancreatic beta cell toxicity of alloxan. Diabetologia.45 : 1542-1549. Elwerfalli AM, Al-Kinani A, Alany RG, ElShaer A. 2015. Nano-engineering chitosan particles to sustain the release of promethazine from orodispersables. Carbohydr Polym. 131: 447-61. doi: 10.1016/j.carbpol.2015.05.064 Ezhilarasi PN, Karthik P, Chhanwal N, Anandharamakrishnan C. 2013. Nanoencapsulation techniques for food bioactive components : A Review. J Food Bioprocess Technol. Food and Bioprocess Technology. 6 (3) : 628-647. DOI: 10.1007/s11947-012-0944-0. Fancello F, Petretto GL, Zara S, Sanna ML, Addis R, Maldini M, Foddai M, Rourke JP, Chessaa M, Pintore G. 2016. Chemical characterization. antioxidant capacity and antimicrobial activity against food related microorganisms of Citrus limon var. pompia leaf essential oil. LWT - Food Science and Technology. 69 : 579-585. Fathi M, Mart AI, McClements DJ. 2014. Review Nanoencapsulation of food ingredients using carbohydrate based delivery systems. Trends in Food Science dan Technology. 39: 18-39. Febriani E. 2012. Peningkatan citarasa minuman fungsional berbasis daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq) berpemanis non-sukrosa berdasarkan optimasi pada kombinasi beberapa varietas jeruk [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Food and Drug Administration. 2012. FDA Regulation of Nanotechnology. Duvall. MN: USA. Available at http://apps.americanbar.org. Accessed November 15, 2015. Frascareli EC, Silva VM, Tonon RV, Hubinger MD. 2012. Effect of process conditions on the microencapsulation of coffee oil by spray drying. Food and Bioproducts Processing. 90:413–424. Fr¨ode TS, Medeiros YS. 2008. Review: Animal models to test drugs with potential antidiabetic activity. Journal of Ethnopharmacolog. 115 : 173–183. Giancoli DC. 1998. Physics : Principles with Applications. Sixth Edition. PrenticeHall Inc. page 288-320. Gomathi T, Govindarajan C, Maximas H, Rose HR, Sudha PN, Imran PKM, Venkatesan J, Kim SK. 2014. Studies on drug-polymer interaction, in vitro release and cytotoxicity from chitosan particles excipient. International Journal of Pharmaceutics. 468 : 214–222. Ghorbani R, Jalili C, Salahshoor MR, Shiasi M. 2015. The effect of time and temperature on viability and performance of Langerhans islets separated foem Balb/c mouse after death. Adv Biomed Res. 4: 93. DOI: 10.4103/22779175.156657. Gupta SS, Ghosh M. 2012. In vitro study of anti-oxidative effects of β-carotene anda-lipoic acid for nanocapsulated lipids. LWT - Food Science and Technology. 49 : 131-138. Hasibuan MS, Yasni S, Bintang M, Ranti AS. 2016. Antihyperglycemic activity of Piper crocatum leaves and Cinnamomum burmannii Bark mixture extract in streptozotocin-induced diabetic rats. J Math Fund Sci. 48 (2) : 178-191.
36 Ho C. 2015. Effect of processing and in-vivo metabolism on functional food bioactivities. Di dalam: Book of Abstract Annual Conference and Exhibiton ISNFF; 2015 September 20-23; Wuxi. China. PL5. Hossaina MA, Rahman SMM. 2015. Isolation and characterisation of flavonoids from the leaves of medicinal plant Orthosiphon stamineus. Arabian Journal of Chemistry. 8 : 218–221. Huang X, Du YZ, Yuan H, Hu FQ. 2009. Preparation and pharmacodynamics of low-molecular-weight chitosan nanoparticles containing insulin. Journal Carbohydrate Polymers. 76 : 368-373. Huang C, Yin M, Chiu L. 2011. Antihyperglycemic and antioxidative potential of Psidium guajava fruit in streptozotocin-induced diabetic rats. Food and Chemical Toxicology. 49 : 2189-2195. Indariani S, Wijaya CH, Rahminiwati M, Winarno MW. 2014. Antihyperglycemic activity of functional drinks based on Java Tea (Orthosiphon aristatus) in streptozotocin induced diabetic mice. International Food Research Journal. 21 : 349-355. Jang D, Kim ST, Oh E, Lee K. 2013. Enhanced oral bioavailability and antiasthmatic efficacy of curcumin using redispersible dry emulsion. BioMedical Materials and Engineering. 23 : S957–S970. Jardim KV, Joanitti GA, Azevedo RB, Parize AL. 2015. Physico-chemical characterization and cytotoxicity evaluation of curcumin loaded in chitosan/chondroitin sulfate nanoparticles. Materials Science and Engineering C. 56 : 294–304. DOI: 10.1016/j.msec.2015.06.036. Jayaprakasha GK, Murthy KNC, Patil BS. 2016. Enhanced colon cancer chemoprevention of curcumin by nanoencapsulation with whey protein. Eur J Pharmacol. DOI: 10.1016/ j.ejphar.2016.07.017. Joshi P, Jain S, Sharma V. 2011. Acceptability assessment of yellow colour obtained from turmeric in food products and at consumer level. As. J. Food AgInd. 4 (1) : 1-15. Jung UJ, Lee MK, Park YB, Kang MA, Choi MS. 2006. Effect of citrus flavonoids on lipid metabolism and glucose-regulating enzyme mRNA levels in type-2 diabetic mice. Int J Biochem Cell Biol. 38(7):1134-45. Key M. 2009. Immunohistochemical (IHC) Staining Methods. 15th Edn.. Dako North America. Carpinteria. California. Pages: 57-60. Lenzen S. 2007. The mechanisms of alloxan- and streptozotocin-induced diabetes. Diabetologia. 51: 119-137. DOI: 10.1007/s00125-007-0886-7 Kanter M, Omer C, Ahmet K, Sukru O. 2004. Effects of Nigella sativa on oxidative stress and β-cell damage in streptozotocin-induced diabetic rats. The Anatomical Record. Part A279A:685–691. Kementrian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan analisis diabetes. Infodatin pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC. 2006. Hypoglycemic and antihyperlipidemic effect of four Korean medicinal plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem and Biotech. 2 : 154-160. Kusumasari S. 2012. Optimasi formula minuman effervescent fungsional berbasis kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl.Miq) berdasarkan kemampuan anti hiperglikemik secara in vitro [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
37 Minagawa T, Okamura Y, Shigemasa Y, Minami S, Okamoto Y. 2006. Effects of molecular weight and deacetylation degree of chitin/chitosan on wound healing. Carbohydrate Polymers. 67 : 640–644. Mohamed EAH, Yam MF, Ang LF, Mohamed AJ, Asmawi MZ. 2013. Antidiabetic properties and mechanism of action of Orthosiphon stamineus Benth bioactive sub-fractionin streptozotocin-induced diabetic rats. J Acupunct Meridian Stud. 6(1) : 31-40. Mohan A, McClements DJ, Udenigwe CC. 2016. Encapsulation of bioactive whey peptides in soy lecithin-derived nanoliposomes: Influence of peptide molecular weight. Food Chem. DOI: 10.1016/j.foodchem.2016.06.075. Moon CK, Lee SH, Chung JH, Won HS, Kim JY, Khill LY, Moon CH. 1990. Effects of brazilin on glucose metabolism in isolated soleus muscles from streptozotocin induced diabetic rats. Archives of Pharmacol Research (Seoul). 13:359-364. Morakinyo AO, Samuel TA, Adekunbi DA, Adegoke OA. 2015. Niacin improves adiponectin secretion, glucose tolerance and insulin sensitivity in diet-induced obese rats. Egyptian journal of basic and applied sciences. 2 : 261–267. Muhammad H, Gomes-Carneiro MR, Poc KS, De-Oliveira ACAX, Afzan A, Sulaiman SA, Ismail Z, Paumgartten FJR. 2011. Evaluation of the genotoxicity ofOrthosiphon stamineusaqueous extract. Journal of Ethnopharmacology. 133 : 647–653. Nallamuthu I, Devi A, Khanum F. 2015. Chlorogenic acid loaded chitosan nanoparticles with sustained release property, retained antioxidant activity and enhanced bioavailability. Asian journal of pharmaceutical sciences.10 : 203-211. Ojiako OA, Chikezie PC, Ogbuji AC. 2015. Blood glucose level and lipid profile of alloxan-induced hyperglycemic rats treated with single and combinatorial herbal formulations. Journal of Traditional and Complementary Medicine. Page 1-9. Opalinski I, Chutkowski M, Hassanpour A. 2016. Rheology of moist food powders as affected by moisture content. Powder Technology. doi: 10.1016/j.powtec.2016.02.049. Ozturk B, Argin S, Ozilgen M, McClements DJ. 2014. Formation and stabilization of nanoemulsion-based vitamin E delivery systems using natural surfactants: quillaja saponin and lecithin. J Food Eng. DOI: 10.1016/ j.jfoodeng.2014.06.015 Pereiraa MC, Hill LE, Zambiazi RC, Talcott SM, Talcott S, Gomes CL. 2015. Nanoencapsulation of hydrophobic phytochemicals using poly (DL-lactide-coglycolide) (PLGA) for antioxidant and antimicrobial delivery applications: Guabiroba fruit (Campomanesia xanthocarpa O. Berg) study. LWT - Food Science and Technology. 63 : 100-107. Petros RA, DeSimone JM. 2010. Strategies in the design of nanoparticles for therapeutic applications. Nat Rev Drug Discov. 9:615-627. DOI: 10.1038/nrd2591. Putheti S. 2015. Application of nanotechnology in food. nutraceuticals and pharmaceuticals. e-Journal of Science dan Technology (e-JST). Rao PJ, Khanum H. 2015. A green chemistry approach for nanoencapsulation of bioactive compounde Curcumin. LWT - Food Science and Technology. 65 : 695702.
38 Rayfield EJ, Valentine MV. 2006. Pathophysiology and Clinical Management of Diabetes and Prediabetes. Di dalam: Mechanick JI, Brett EM, editor. Nutritional Strategies for The Diabetic and Prediabetic Patient. Boca Raton : CRC Press. Safithri M, Yasni S, Bintang M, Ranti AS. 2012. Toxicity study of antidiabetics functional drink of Piper crocatum and Cinnamomum burmannii. HayatiI Journal of Biosciences. 19 (1). 31-36. EISSN: 2086-4094. Safithri M. 2012. Study on antihyperglycemic mechanism of extract mixture of Piper crocatum leaves and Cinnamomum burmannii Bark as Potential Functional Drink [Phd Dissertation]. Institut Pertanian Bogor. Indonesia. Safithri M, Kurniawati A, Syaefudin. 2016. Formula of Piper crocatum. Cinnamomum burmanii. and Zingiber officinale extracts as a functional beverage for diabetics. International Food Research Journal. 23(3) : 1123-1130. Samadder A, Das S, Das J, Paul A, Khuda-Bukhsh AR. 2012. Ameliorative effects of Syzygium jambolanum extract and its poly (lactic-co-glycolic) acid nanoencapsulated form on arsenic-induced hyperglycemic stress: A multi-parametric evaluation. J Acupunct Meridian Stud 5(6):310-318. DOI: 10.1016/j.jams.2012.09.001. Santos IS, Ponte BM, Boonme P, Silva AM, Souto EB. 2012. Nanoencapsulation of polyphenols for protective effect against colon–rectal cancer. Biotechnology Advances. DOI: 10.1016/j.biotechadv.2012.08.005 Shanmugam KR, Mallikarjuna K, Kesireddy N, Reddy KS. 2011. Neuroprotective effect of ginger on anti-oxidant enzymes in streptozotocin-induced diabetic rats. Food and Chemical Toxicology. 49 : 893–897. Siro I, Kapolna E, Kapolna B, Lugasi A. 2008. Functional food. Product development. marketing and consumer acceptance—A review. Appetite 51: 456–467. Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Wresdiyati T, Bintang M. 2010. Sintesis glikogen di hati dan otot pada tikus diabetes yang diberi tempe. Jurnal Veteriner. 11(3):190-195. ISSN : 1411 – 8327. Surassmo S, Min SG, Bejrapha P, Choi MJ. 2010. Effects of surfactants on the physical properties of capsicum-oleoresinloaded nanocapsules formulated through the emulsion-diffusion method. Food Research International. 43 (1) : 817. Tokárová V, Kašpar O, Knejzlík Z, Ulbrich P, Štěpánek F. 2013. Development of spray-dried chitosan microcarriers for nanoparticle delivery. Powder Tech 235: 797–805. DOI: 10.1016/j.powtec.2012.12.005 Uma C, Suganyaa N, Vanitha P, Bhakkiyalakshmi E, Suriyanarayanan S, John KMM, Sivasubramanian S, Gunasekaran P, Ramkumar KM. 2014. Antihyperglycemic effect of Codariocalyx motoriusmodulated carbohydrate metabolic enzyme activities in streptozotocin-induced diabetic rats. Journal of Functional Foods. 11: 517–527. DOI: 10.1016/j.jff.2014.08.008. Valko M, Leibfritz D, Moncol J, Cronin MTD, Mazura M, Telser J. 2007. Free radicals and antioxidants in normal physiological functions and human disease. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology. 39: 44–84. DOI: 10.1016/j.biocel.2006.07.001. Venkatesh DN, Baskaran M, Karri VVSR, Mannemala SS, Radhakrishna K, Goti S. 2015. Fabrication and in vivo evaluation of Nelfinavir loaded PLGA
39 nanoparticles for enhancing oral bioavailability and therapeutic effect. Saudi Pharmaceutical Journal. 23 : 667–674 Weiss J, Takhistov P, McClements DJ. 2006. Functional materials in food nanotechnology. Journal of Food Science. 71(9) : 107-116. Wijaya CH, Achmadi SS, Herold, Indariani S. 2007. Formulasi minuman fungsional berbasis kumis kucing (Orthosiphon aristatus) dan proses pembuatannya. IPB Patent P00200700564. Wijaya CH, Nurtama B, Afandi FA. 2013. Pengaruh nanoenkapsulasi terhadap mutu sensori. fisikokimia. dan fisiologis aktif minuman fungsional berbasis kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq. Oktrooi Roosseno dan Dewan Rempah Indonesia Award. Manado. Wijaya CH, Rahminiwati M, Wu MC, Lo D. 2011. Inhibition of α-glucosidase and α-amylase activities of some Indonesia herb : in vitro study. The 12th ASEAN FOOD Conference. BITEC Bagna. Bangkok Thailand Wijaya CH, Silamba I. 2010. Prospek Pengembangan Flavor Fungsional Berbasis Bahan Baku Indegeneous Indonesia. Buletin teknologi pasca panen pertanian vol 6 no 1. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Bogor. Wu Y, Luo Y, Wang Q. 2012. Antioxidant and antimicrobial properties of essensial oils encapsulated in zein nanoparticles prepared by liquid-liquid dispersion method. Journal Food Science and Technology. 48 : 283-290. Yang HJ, Lim JH, Park KJ, Kang S, Kim DS, Park . 2016. Methyl jasmolate treated buckwheat sprout powder enhances glucose metabolism by potentiating hepatic insulin signaling in estrogen-deficient rats. Nutrition. 32 : 129–137. doi: 10.1016/j.nut.2015.07.012. Yoksan R, Jirawutthiwongchai J, Arpo K. 2010. Encapsulation of ascorbyl palmitate in polisakarida C nanoparticles by oil-in-water emulsion and ionic gelation processes. Colloids and Surfaces B: Biointerfaces. 76 : 292–297. Zanotto-Filho A, Coradini K, Braganhol E, Schröder R, de Oliveira CM, SimõesPires A, Battastini AMO, Pohlmann AM, Guterres SS, Forcelini CM, Beck RCR, Moreira JCF. 2013. Curcumin-loaded lipid-core nanocapsules as a strategy to improve pharmacological efficacy of curcumin in glioma treatment. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 83 : 156–167. Zhao L, Seth A, Wibowo N, Zhao C, Mitterb C, Yu C, Middelberg APJ. 2014. Review: Nanoparticle vaccines. Vaccine 32: 327–337. 10.1016/j.vaccine. 2013. 11.069. Zhi Z, Khan F, Pickup JC. 2013. Multilayer nanoencapsulation: A nanomedicine technology for diabetes research and management. Diabetes Research and Clinical Practice. 100:162–169. DOI: 10.1016/j.diabres.2012.11.027.
40 LAMPIRAN Lampiran 1. Pembuatan ekstrak daun kumis kucing (Wijaya et al. 2007) Daun kumis kucing segar sebanyak a g (b.k)
Diblansir dengan air mendidih selama 5 menit
Direbus dengan air mendidih 600 mL selama 10-15 menit dalam panci tertutup dengan api kecil
Disaring vakum (kertas Whatman No. 42) (b.k) Ampas dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator hingga volume akhir = 1/3 x volume awal, suhu 65 oC, dengan kecepatan putar skala 75 % Dibotolkan dalam botol kaca steril Dipasteurisasi pada suhu 80 oC selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling) dengan menggunakan es selama 15 menit
Ekstrak air kumis kucing
Disimpan dalam refrigtor
Larutan stock kumis kucing
41 Lampiran 2. Pembuatan ekstrak kayu secang (Wijaya et al. 2007) Irisan kayu secang sebanyak d g (b.k)
Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Direbus dengan air mendidih 500 mL selama 10-15 menit dalam panci tertutup dengan api kecil
Disaring vakum (kertas Whatman No. 42) (b.k) Ampas dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator hingga volume akhir = 1/3 x volume awal, suhu 65 oC, dengan kecepatan putar skala 75 % Dibotolkan dalam botol kaca steril Dipasteurisasi pada suhu 80 oC selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling) dengan menggunakan es selama 15 menit
Ekstrak air secang
Disimpan dalam refrigtor
Larutan stock secang
42 Lampiran 3. Pembuatan ekstrak jahe (Wijaya et al. 2007) Rimpang jahe segar sebanyak c g Dicuci dan disikat dengan sikat plastik slice dengan ukuran ±3 mm Diblansir dalam air mendidih selama 3 menit Dihancurkan dengan juice extracor tanpa penambahan air Ekstrak jahe 1 Disaring dengan kain saring dan saringan plastik Ampas padatan kasar dibuang Ekstrak jahe 2 Dibotolkan Didekantasi dalam refrigerator semalaman (pengendapan pati) Endapan pati dibuang Dibotolkan dalam botol kaca steril Ekstrak jahe 3 Dipasteurisasi pada suhu 80 oC selama 30 menit Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling) dengan es selama 15 menit Ekstrak jahe final Disimpan dalam refrigtor Larutan stock ekstrak jahe
43 Lampiran 4. Pembuatan ekstrak temulawak (Wijaya et al. 2007) Rimpang temulawak segar sebanyak e g Dicuci dan disikat dengan sikat plastik Slice dengan ukuran ±3 mm Diblansir dalam air mendidih selama 3 menit Dihancurkan dengan juice extracor tanpa penambahan air Ekstrak temulawak 1 Disaring dengan kain saring dan saringan plastik Ampas padatan kasar dibuang Ekstrak temulawak 2 Dibotolkan Didekantasi dalam refrigerator semalaman (pengendapan pati) Endapan pati dibuang Dibotolkan dalam botol kaca steril Ekstrak temulawak 3 Dipasteurisasi pada suhu 80 oC selama 30 menit Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling) dengan es selama 15 menit Ekstrak temulawak final Disimpan dalam refrigtor Larutan stock ekstrak temulawak
44 Lampiran 5. Pembuatan ekstrak jeruk (Wijaya et al. 2013) Estrak jeruk dibuat segar setiap kali akan digunakan Buah jeruk utuh (jeruk nipis/ jeruk purut/ lemon
Dicuci bersih
Dibelah dua Diperas dengan juice extracor
Disaring dengan kain saring Ampas dibuang Dibotolkan dalam botol kaca steril
Ekstrak jeruk
Lampiran 6. Pembuatan larutan stok pengental (Wijaya et al. 2013) CMC serbuk 10 g Dilarutkan dalam air 1000 mL air panas 65 oC Diaduk dengan magnetic stirer di atas hot plate suhu 70-80 oC hingga homogen Dibotolkan dalam botol kaca steril Larutan CMC 1 % Dibiarkan pada suhu ruang semalaman Disimpan dalam refrigator Larutan stock pengental
45 Lampiran 7. Pembuatan minuman kumis kucing ready to drink (Wijaya et al. 2007 dengan modifikasi) Aspartam 0.0425 g Asesulfam 0.0157 g Sukralosa 0.0053 g
Ekstrak rempah dan herbal sesuai dengan formula Febriani (2012)
Larutan stock pengental I mL
Dicampurkan dan dimasukkan ke dalam suatu wadah Ditambahkan air minum hingga volume total menjadi 100 mL Diaduk hingga homogen Dikemas dalam botol kaca yang sudah disterilkan Dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 30 menit Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling) dengan es selama 15 menit
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing
Ditambahkan Na-bikarbonat 2.16 g, 1.08 g asam sitrat, 0.76 g asam tartrat, (shock cooling) Minuman ready to drink
46 Lampiran 8. Pembuatan serbuk mikroenkapsulasi (Wijaya et al. 2013) Formula minuman Febriani (2012) tanpa pemanis sebanyak 100 mL Ditambahkan bahan pengisi (M) N % (b/v) Dikeringkan menggunakan spray dryer dengan suhu inlet Q oC, suhu outlet P oC, diameter nozzle R mm, feed pump S mL/jam Serbuk miroenkapsulasi minuman
Lampiran 9. Pembuatan serbuk nanoenkapsulasi (Wijaya et al. 2013) Polisakarida C sebanyak T g dilarutkan dalam U mL asam asetat (B) X % (v/v) Diaduk menggunakan Magnetic stirer dengan kecepatan 1500 rpm selama B menit Ditambahkan bahan pengemulsi (E) Y % sebanyak V mL setetes demi setetes dan dibiarkan memutar selama W menit Ditambahkan tripoliposfat Z % sebanyak V mL dan ditambahkan juga pekatan minuman A mL Diaduk menggunakan Magnetic stirer dengan kecepatan 1500 rpm selama B menit Larutan enkapsulasi minuman Ditambahkan bahan pengisi (M) N % Dihomogenkan dengan homogenizer Armfield L4R dengan kecepatan Q rpm selama C menit Dikeringkan menggunakan spray dryer Buchi 190 dengan suhu inlet Q oC, suhu outlet P oC, diameter nozzle R mm, feed pump S mL/jam Serbuk nanoenkapsulasi
47 Lampiran 10. Pembuatan formula minuman nanoenkapsulasi atau mikroenkapsulasi effervescent untuk 100 mL minuman Pencampuran kering: 2.16 g natrium bikarbonat + 1.08 g asam sitrat + 0.76 g asam tartrat + 4 g serbuk nanokapsul atau mikrokapsul + 0.0425 g aspartam + 0.0157 g asesulfam + 0.0053 sukralosa
Dilakukan homogenisasi dengan blender
Formula effervescent Ditambahkan air hingga 100 mL
Minuman mikroenkapsulasi/ nanoenkapsulasi
48 Lampiran 11. Total fenol Larutan standar (ppm) 50 75 100 125 150 175 200 225 250
3,5
Absorbansi 1
Absorbansi 2
0.374 0.580 0.953 1.282 1.595 1.906 2.264 2.530 2.843
Absorbansi 3
0.354 0.576 0.959 1.313 1.608 1.887 2.272 2.540 2.826
0.353 0.575 0.932 1.299 1.642 1.913 2.258 2.565 2.830
Absorbasi ratarata 0.362 0.577 0.948 1.298 1.615 1.902 2.278 2.545 2.833
Kurva standar Uji Fenol
absorbansi (A)
3 2,5
y = 0,0127x - 0,309 R² = 0,9985
2
Series1
1,5
Linear (Series1)
1 0,5 0 0
Minuman RTD1 RTD2 RTD3 MIKRO1 MIKRO2 MIKRO3 NANO1 NANO2 NANO3
100 200 [asam galat] (ppm) Y 0.327 0.325 0.324 0.158 0.160 0.157 0.110 0.113 0.113
X 50.079 49.921 49.843 36.772 36.929 36.693 32.992 33.228 33.228
300
fp
total fenol
SD
rata-rata total fenol 998.950
20 1001.575 1.964 20 998.425 20 996.850 20 735.433 1.964 735.958 20 738.583 20 733.858 20 659.843 2.227 662.992 20 664.567 20 664.567
49 Uji statistik total fenol Duncana.b Subset 2
minuman N 1 3 NANO 3 663.950 MIKRO 3 735.958 RTD 3 998.950 Sig. 1.000 1.000 1.000 Rata-ratas for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed Rata-ratas. The error term is Rata-rata Square(Error) = 1.102. a. Uses Harmonic Rata-rata Sample Size = 3.000. b. Alpha = .05.
50 Lampiran 12. Uji statistik konsumsi ransum tiap kelompok Standar Kelompok Rata-rata Deviasi Kelompok H -7 98.333 7.638 normal H ke-0 105.000 0.000 H ke-7 105.000 0.000 H ke-14 105.000 0.000
N 3 3 3 3
Kelompok positif
H -7 H ke-0 H ke-7 H ke-14
105.000 105.000 83.333 79.667
0.000 0.000 5.774 4.509
3 3 3 3
Kelompok ready to drink
H -7 H ke-0 H ke-7 H ke-14
105.000 105.000 89.333 105.000
0.000 0.000 3.215 0.000
3 3 3 3
Kelompok H -7 Mikroenkapsulasi H ke-0 H ke-7 H ke-14
105.000 105.000 91.000 105.000
0.000 0.000 5.292 0.000
3 3 3 3
Kelompok Nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB
H -7 H ke-0 H ke-7 H ke-14
105.000 105.000 99.667 105.000
0.000 0.000 0.577 0.000
3 3 3 3
Kelompok Nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB
H -7 H ke-0 H ke-7 H ke-14
105.000 105.000 88.667 102.000
0.000 0.000 3.215 5.196
3 3 3 3
1. Kelompok normal Jumlah ransum Duncana.b Subset Hari N 1 -7 3 98.333 0 3 105.000 7 3 105.000 14 3 105.000 Sig. .080
51
2. Kelompok positif Duncana.b
Jumlah ransum Subset
Hari 14 7 -7 0 Sig.
N 3 3 3 3
1 79.667 83.333
.255
2
105.000 105.000 1.000
3. Kelompok ready to drink Duncana.b
Jumlah ransum Subset
Hari 7 -7 0 14 Sig.
N 3 3 3 3
1 89.333
1.000
2 105.000 105.000 105.000 1.000
4. Kelompok mikroenkapsulasi Jumlah ransum a.b Duncan Subset Hari N 1 2 7 3 91.333 -7 3 105.000 0 3 105.000 14 3 105.000 Sig. 1.000 1.000
52
5. Kelompok nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB Duncana.b
Jumlah ransum Subset
Hari 7 -7 0 14 Sig.
N 3 3 3 3
1 99.667
1.000
2 105.000 105.000 105.000 1.000
6. Kelompok nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB Duncana.b
Jumlah ransum Subset
Hari 7 14 -7 0 Sig.
N 3 3 3 3
1 88.667
1.000
2 102.000 105.000 105.000 .282
53
Lampiran 13. Uji statistik pengaruh minuman terhadap bobot badan Kelompok (A) Kelompok Normal
Hari -7 0 7 14 Total (B) Kelompok -7 Positif 0 7 14 Total (C) Ready To -7 Drink 0 7 14 Total (D) Kelompok -7 Mikroenkapsulasi 0 7 14 Total (E) Kelompok H-7 hari Nanoenkapsulasi Hari 0 dosis 3.64 Hari 9 mL/200 g BB Hari 17 Total (F) Kelompok H-7 hari Nanoenkapsulasi Hari 0 dosis 7.28 Hari 9 mL/200 g BB Hari 17 Total
Rata-rata 373.667 387.333 382.667 387.000 382.667 209.000 221.333 167.667 116.667 198.667 305.000 316.000 257.667 246.000 258.667 318.000 318.333 266.333 236.667 282.333 283.000 294.333 258.333 261.667 274.333 345.667 359.000 361.333 340.333 351.583
Standar deviasi 5.735 7.364 0.471 2.450 16.019 20.216 21.669 16.028 12.472 70.3847 22.760 23.367 20.6774 31.969 98.772 10.708 22.896 42.193 28.241 104.038 29.201 26.713 22.867 20.238 99.017 7.930 3.742 24.730 11.116 47.517
N 3 3 3 3 12 3 3 3 3 12 3 3 3 3 12 3 3 3 3 12 3 3 3 3 12 3 3 3 3 12
54
1. Kelompok normal Bobot badan a.b Duncan Subset Hari N 1 2 -7 3 373.667 7 3 382.667 382.667 14 3 387.000 0 3 387.333 Sig. .099 .381 2. Kelompok positif Bobot badan a.b Duncan Subset Hari N 1 2 14 3 166.667 7 3 197.667 197.667 -7 3 209.000 209.000 0 3 221.333 Sig. .054 .242 3. Kelompok ready to drink Bobot badan a.b Duncan Subset Hari N 1 2 14 3 166.667 7 3 197.667 197.667 -7 3 209.000 209.000 0 3 221.333 Sig. .054 .242
4. Kelompok mikroenkapsulasi Bobot badan Duncana.b Subset Hari N 1 2 14 3 236.667 7 3 256.333 256.333 -7 3 318.000 0 3 318.333 Sig. .508 .069
55
5. Kelompok nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB Bobot badan a.b Duncan Subset Hari N 1 7 3 258.333 14 3 261.667 -7 3 283.000 0 3 294.333 Sig. .212
6. Kelompok nanoenkapsulasi dosis 7.28 mL/200 g BB Bobot badan Duncana.b Subset Hari N 1 14 3 340.333 -7 3 345.667 0 3 359.000 7 3 361.333 Sig. .203
56
Lampiran 14. Uji statistik pengaruh minuman terhadap kadar glukosa darah Perubahan kadar Kelompok Kadar glukosa darah glukosa darah 0 2 9 15 H9-H2 H15-H2 Normal 1 76 86 81 84 -5 -2.326 Normal 2 75 93 80 90 -13 -3.226 Normal 3 79 89 103 100 14 12.360 Positif 1 79 262 113 454 -149 73.282 Positif 2 70 211 93 474 -118 124.645 Positif 3 63 254 63 600 -191 136.220 Ready to drink 1 94 392 252 289 -140 -26.276 Ready to drink 2 110 296 170 316 -126 6.757 Ready to drink 3 93 220 143 345 -77 56.818 Mikroenkapsulasi1 86 304 45 202 -259 -33.553 Mikroenkapsulasi 2 96 286 74 301 -212 5.245 Mikroenkapsulasi 3 101 252 276 275 24 9.127 Nanoenkapsulasi (3.64 mL/200 g BB) 1 91 287 221 341 -66 18.815 Nanoenkapsulasi (3.64 mL/200 g BB) 2 59 217 59 238 -158 9.677 Nanoenkapsulasi (3.64 mL/200 g BB) 3 87 449 226 298 -223 -33.630 Nanoenkapsulasi (7.28 mL/200 g BB) 1 96 381 297 411 -84 7.874 Nanoenkapsulasi (7.28 mL/200 g BB) 2 94 349 276 371 -73 6.304 Nanoenkapsulasi (7.28 mL/200 g BB) 3 90 286 280 345 -6 20.629
Kelompok
A B C D E F
Rata-rata kadar glukosa darah (mg/dL) Hari 0 Hari 2 Hari 9 Hari 16 76.67 89.33 88.00 91.33 70.67 242.33 89.67 509.33 99.00 302.67 188.33 316.67 94.33 280.67 131.67 259.33 79.00 317.67 168.67 292.33 93.33 338.67 284.33 375.67
% perubahan 2.24 110.18 4.63 -7.60 -7.97 10.93
Aktivitas antihiperglikemik
105.55 117.78 118.15 99.25
Turun 5.55 % Turun 17.78 % Turun 18.15 % Menekan 99.25
57
1. Kelompok normal Glukosa darah Duncana.b Subset Hari N 1 0 3 76.667 9 3 88.000 2 3 89.333 16 3 91.333 Sig. .066 2. Kelompok positif Glukosa darah a.b Duncan Subset Hari N 1 2 0 3 70.667 9 3 89.667 2 3 242.333 16 3 Sig. .611 1.000
3
509.333 1.000
3. Kelompok ready to drink Glukosa darah Duncana.b Subset Hari N 1 2 0 3 99.000 9 3 188.333 2 3 302.667 16 3 316.667 Sig. .076 .758
4. Kelompok mikroenkapsulasi Glukosa darah a.b Duncan Subset Hari N 1 2 0 3 94.3333 9 3 131.667 131.667 16 3 259.333 2 3 Sig. .528 .054
3
259.333 280.667 .716
58 5. Kelompok nanoenkapsulasi dosis 3.64 mL/200 g BB Glukosa darah Duncana.b Subset Hari N 1 2 0 3 79.000 9 3 168.667 168.667 16 3 292.333 2 3 317.667 Sig. .212 .062
6. Kelompok nanoenkapsulasi dosis 3.68 mL/200 g BB Glukosa darah a.b Duncan Subset hari N 1 2 3 0 3 93.333 9 3 284.333 2 3 338.667 338.667 16 3 375.667 Sig. 1.000 .057 .168
59 Lampiran 15. Pengaruh minuman terhadap viabilitas pulau Langerhans
Group Normal Normal Positif Positif Ready to drink 3.64 mL/200 g BB Ready-to-drink (C) Microenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB
Puau % Langerhans Viabilitas 21 19 20 2 10 2 10 5 2
25 10
6
30
4
20
8
40
5
25
6
30
4
20
X
% viabilitas = ((perlakuan/X)*100)
% Viability Langerhans islet Standar Kelompok Rata-rata Deviasi Kelompok Positif (B) 10.00 0.00 Kelompok Ready to 17.50 7.50 drink (C) Kelompok 25.00 5.00 Mikroenkapsulasi (D) Kelompok Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (E) Kelompok Nanoenapsulasi 7.28 mL/200 g BB (F)
N 2 2 2
32.50
7.50
2
25.00
5.00
2
60 Viabilitas PulauLangerhans a,b
Duncan
Subset Kelompok N 1 2 Kelompok Positif (B) 2 10,0000 Kelompok Ready to 2 17,5000 17,5000 drink (C) Kelompok 2 25,0000 25,0000 Mikroenkapsulasi (D) Kelompok 2 25,0000 25,0000 Nanoenapsulasi 2 (F) Kelompok 2 32,5000 Nanoenkapsulasi 1 (E) Sig. ,133 ,133 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = 65,000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000. b. Alpha = 0,05.
61 Lampiran 16. Pengaruh minuman terhadap viabilitas sel beta Kelompok Sel beta % Viabilitas Normal 2262 Normal Positif Positif Ready to drink 3.64 mL/200 g BB Ready-to-drink (C) Mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Mikroenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB Nanoenkapsulasi 7.28 mL/200 g BB
2234 126 166
2248 5.61 7.38
157 560
6.98 24.91
587
26.11
324
14.41
1368
60.85
839
37.32
969
43.11
290
12.90
6.50
Standar Deviasi 0.89
X
% Viabilitas sel= (perlakuan/X)*100)
Dependent Variable: Kelompok Kelompok Positif (B) Kelompok Ready to drink (C) Kelompok Mikroenkapsulasi (D) Kelompok Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (E) Kelompok Nanoenapsulasi 7.28 mL/200 g BB (F)
Sel beta Rata-rata 15.95 20.26
8.96 5.85
49.09
N 2 2 2 2
11.77 28.00
2 15.10
62 Duncana.b
Viabilitas Sel beta Subset
Kelompok Kelompok Positif (B) Kelompok Ready to drink (C) Kelompok Mikroenkapsulasi (D) Kelompok Nanoenapsulasi 7.28 mL/200 g BB (F) Kelompok Nanoenkapsulasi 3.64 mL/200 g BB (E) Sig.
N
2
2
1 6.50
2
15.95
15.95
2
20.26
20.26
2
28.00
28.00
2
49.09 .195
.071
63 Lampiran 17. Ethical clearence
64 Lampiran 18. Diameter rata-rata dan indeks polidispersitas minuman nanoenkapsulasi
65 RIWAYAT HIDUP Monita Rekasih lahir di Cirebon, 21 Desember 1987, anak pertama dari pasangan Bapak Alm. Kaswira dan Ibu Almh. Rasini. Penulis diterima di program sarjana Universitas Diponegoro melalui jalur Seleksi Masuk Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2005. Ia memperoleh gelar sarjana kimia dari Jurusan Kimia, MIPA UNDIP tahun 2009. Selama Kuliah S1 penulis pernah menjadi asisten praktikum kimia dasar I dan II, kimia organik, dan kimia fisik, aktif dalam kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan Kimia dan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas MIPA. Kecintaan terhadap riset dimulai dari sekolah menengah atas dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Kelompok Ilmiah Remaja, dan dilanjutkan di tingkat perguruan tinggi dengan aktif di biro penelitian Valensi Jurusan Kimia. Prestasi selama kuliah S1 di UNDIP antara lain menjadi juara ke-2 penyaji kelompok Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional tahun 2007, menjadi ketua penelitian tentang elektrodekolorisasi limbah batik dan anggota penelitian tentang karaterisasi lempung terpilar sebagai katalis pemecah rantai karbon oli bekas pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian yang didanai DIKTI tahun 2007, anggota penyelenggara sosialisasi dan pelatihan pembuatan briket gambut sebagai energi alternatif di masyarakat kecamatan Bawen dalam Program Kreativitivitas Mahasiswa bidang Masyarakat yang didanai DIKTI tahun 2008, ketua peneliti pembuatan pupuk berasam humat tinggi dari tongol jagung dan jerami padi yang didanai oleh program Indofood Riset Nugraha tahun 2008, terpilih sebagai penyaji untuk program Indofood Riset Nugraha tahun 2008 di Jawa Tengah dan DIY, anggota sosialisasi dan pelatihan pembuatan pupuk organik di Ambarawa, Semarang. Penulis masuk Program Pascasarjana Ilmu Pangan IPB pada tahun 2014. Prestasi penulis selama kuliah S2 di IPB sebagai juara 3 oral presentation dalam The 3rd International Postgraduate Symposium on Food, Agriculture and Biotechnology in ASEAN (IPSFAB) 2016, Thailand. Penulis pernah bekerja sebagai staf R & D di PT Green Planet Indonesia pada tahun 2010, sebagai pengajar privat dan kelas PT. Maestro Pendidikan Indonesia pada tahun 2010 dan mendapat penghargaan sebagai pengajar terbaik, sebagai guru pengganti kimia di SMAN 32 Jakarta tahun 2011, sebagai pengajar fisika dan kimia SMP dan SMA Sint John Bumi Serpong Damai Tangerang tahun 2010-2012.