AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI.Miq) PADA MENCIT HIPERGLIKEMIK YANG DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCIN
SUSI INDARIANI
PROGRAM STUDI ILMU PANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) pada Mencit Diabetes yang Diinduksi dengan Streptozotocin adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, April 2011
Susi Indariani NIM. F 251080071
ABSTRACT SUSI INDARIANI. Antihyperglycemic Activities of Functional Drink Based on Java Tea (Orthosiphon aristatus BI. Miq) in Streptozotocin Induced Diabetic Mice. Under directions of C.HANNY WIJAYA and MIN RAHMINIWATI.
Diabetes is a group of diseases marked by high levels of blood glucose resulting from defects in insulin production, insulin action, or both. Diabetes can lead to serious complications and premature death. Antioxidant compounds in functional drinks such as flavonoid may offer some protection against the early stage of diabetic mellitus and the development of complications. The objective of this study was to investigate the antihyperglycemic effects of functional drinks based on java tea with different variety of java tea (white and purple flowers) and addition ginger extract in functional drink formulas on streptozotocin induced diabetic mice. These results indicated that the administration of functional drinks thats added java tea with white flowers and ginger extracts in diabetic mice can inhibit a more stable the increasing of blood glucose level and its can inhibited the rate of pancreatic beta cells damage. TLC profile and HPLC analysis show that the bioactive compounds in the extract ingredient are sinensetin, 6-gingerol, 8-gingerol, 10-gingerol, 6-shogaol, curcumin, desmethoxycurcumin, brazilin, hesperidin and naringin.
Keywords : antihyperglycemic, functional drinks, java tea, streptozotocin
RINGKASAN SUSI INDARIANI. Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Mencit Hiperglikemik yang Diinduksi dengan Streptozotocin. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA dan MIN RAHMINIWATI. Diabetes melitus adalah sebuah penyakit sindrom metabolik yang dikarakterisasi dengan keadaan hiperglikemik akibat pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan secara efektif. Penanganan yang terlambat terhadap penyakit tersebut, akan menimbulkan beberapa komplikasi bahkan dapat menyebabkan kematian dini. Kematian akibat diabetes di dunia pada tahun 2000 mencapai 2.9 juta jiwa, sedangkan jumlah penderita diabetes di dunia, diperkirakan meningkat dari 171 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030. Fenomena saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen yang cenderung kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam penggunaan obatobat hipoglikemik. Terdapat banyak spesies tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk menangani berbagai gejala diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah mempunyai kemampuan antihiperglikemik. Salah satu bentuk pemanfaatan tanaman-tanaman obat tersebut diantaranya adalah dengan memformulasikannya dalam bentuk minuman fungsional berbasis herbal. Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2010), menunjukkan bahwa formula minuman fungsional berbasis kumis kucing mampu meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel pada diafragma mencit secara ex vivo. Kemampuan minuman dalam meningkatkan penyerapan glukosa pada sel diafragma mencit diduga diperoleh dari jahe gajah dan jeruk purut, sehingga formula minuman ini berpotensi dalam menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap tanaman-tanaman yang digunakan dalam formula minuman, dalam bentuk ekstrak tunggalnya, menunjukkan adanya aktivitas antihiperglikemik secara in vivo, akan tetapi belum ada penelitian yang mempelajari kemampuan antihiperglikemik dari suatu formula minuman yang mengandung campuran ekstrak tanaman tersebut. Selain itu, belum ada penelitian mengenai pengaruh perbedaan jenis kumis kucing, yaitu kumis kucing berbunga ungu dan kumis kucing berbunga putih, yang digunakan dalam formulasi minuman terhadap kemampuan formula minuman tersebut dalam meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma serta pengaruh penambahan ekstrak jahe pada formula minuman terhadap aktivitas antihiperglikemik secara in vivo, karena pada uji in vitro menunjukkan bahwa ekstrak jahe cenderung tidak memiliki aktivitas inhibisi terhadap enzim glukosidase. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diujicobakan formula minuman fungsional berbasis kumis kucing dengan perbedaan jenis kumis kucing dan perbedaan jenis formula minuman pada mencit hiperglikemik yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah secara berulang.
Tujuan utama penelitian ini adalah menentukan jenis tanaman kumis kucing terbaik yang dapat meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit dan mempelajari kemampuan antihiperglikemik minuman fungsional berbasis kumis kucing secara in vivo pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin dengan dosis rendah secara berulang. Pada penelitian ini juga dipelajari karakteristik ekstrak sebagai ingredien dalam minuman dan karakteristik minumannya, kandungan senyawa bioaktif yang diduga berperan sebagai senyawa penciri, dan stabilitas minuman selama penyimpanan dalam refrigerator. Pada tahap awal penelitian, dilakukan pengujian aktivitas antioksidan, analisis kadar total fenol dari masing-masing ekstrak serta formula minuman serta kandungan senyawa bioaktif pada masing-masing ekstrak. Analisis stabilitas minuman selama penyimpanan dilakuan dengan mempelajari perubahan aktivitas antioksidan dan perubahan derajat warna minuman. Pengujian penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit secara ex vivo dilakukan untuk menentukan formula minuman dengan jenis tanaman kumis kucing yang memiliki aktivitas paling baik. Pengujian antihiperglikemik dilakukan melalui 2 tahap pengujian, yaitu pengujian antihiperglikemik sesaat untuk menentukan konsentrasi total ingredien dalam formula minuman yang bersifat antihiperglikemik pada mencit normal. Konsentrasi total ingredien dalam formula minuman yang diuji adalah 1, 4 dan 16 kali. Konsentrasi minuman terbaik selanjutnya digunakan untuk pengujian antihiperglikemik secara in vivo pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah berulang. Pada pengujian tersebut digunakan 2 jenis formula minuman yaitu formula minuman dengan dan tanpa penambahan ekstrak jahe. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki aktivitas antioksidan dan kadar total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun kumis kucing berbunga ungu. Profil kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing mengandung senyawa sinensetin, ekstrak rimpang temulawak mengandung kurkumin dan demetoksikurkumin, ekstrak kayu secang mengandung brazilin, ekstrak rimpang jahe mengandung gingerol, ekstrak buah jeruk purut dan buah jeruk nipis mengandung hesperidin. Demikian juga dengan hasil kromatografi cairan kinerja tinggi menunjukkan kandungan senyawa bioaktif yang sama, akan tetapi pada ekstrak buah jeruk purut terdeteksi adanya senyawa naringin. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, senyawasenyawa bioaktif tersebut telah terbukti memiliki aktivitas antihiperglikemik, sehingga pencampuran ekstrak-ekstrak tersebut menjadi suatu formula minuman diduga memiliki aktivitas antihiperglikemik. Stabilitas sampel minuman sangat dipengaruhi oleh kondisi pengemasan dan penyimpanan yang ditandai dengan perubahan aktivitas antioksidan dan perubahan warna minuman selama penyimpanan. Penyimpanan minuman fungsional berbasis kumis kucing yang dikemas menggunakan botol coklat bertutup, pada suhu refrigerator selama 21 hari penyimpanan, dapat mempertahankan aktivitas antioksidan minuman sebesar 70.03 % dan dapat dikarakteristik dengan adanya perubahan warna. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna minuman selama penyimpanan 21 hari, dimana nilai ˚Hue dan Nilai L (derajat kecerahan) minuman mengalami peningkatan
sedangkan nilai a dan b minuman mengalami penurunan. Warna minuman mengalami perubahan dari warna kuning kehijauan dengan derajat kecerahan lebih tinggi menjadi berwarna kuning kehijauan dengan derajat kecerahan semakin putih atau pudar warnanya selama penyimpanan. Untuk menjaga stabilitas minuman perlu dilakukan perbaikan teknik pengolahan, pengemasan dan penyimpanan yang lebih baik seperti menggunakan teknik UHT (Ultra High Temperature), HTST (High Temperature Short Time), serta pengemasan menggunakan Tetrapack atau pengemasan vakum. Minuman yang diformulasi dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sebesar 54.81 % dan 58.07 %, aktivitas antioksidan sebesar 726.818 ppm AEAC/ml dan 733.292 ppm AEAC/ml serta kandungan total fenol sebesar 440.157 ppm GAE/ml dan 474.184 ppm GAE/ml, lebih tinggi dibandingkan dengan minuman yang diformulasi dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu. Pada pengujian aktivitas antihiperglikemik sesaat menggunakan mencit normal yang diinduksi dengan pemberian glukosa, diperoleh bahwa minuman dengan konsentrasi total ingredien 16 kali dari formula awal dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih baik dibandingkan dengan minuman pada konsentrasi 1 dan 4 kali formula. Perbedaan kemampuan aktivitas antihiperglikemik sesaat tersebut dipengaruhi oleh kemampuan aktivitas antioksidan dan kadar total fenol pada masing-masing konsentrasi total ingredien minuman. Pengujian aktivitas antihiperglikemik pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin menggunakan formula minuman dengan konsentrasi 16 kali total ingredien dalam minuman, terdiri dari 2 jenis formula minuman yaitu minuman yang mengandung ekstrak jahe dan minuman yang tidak mengandung ekstrak jahe. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa minuman yang diformulasi dengan penambahan ekstrak jahe memiliki aktivitas antihiperglikemik yang lebih stabil daripada minuman yang diformulasi tanpa penambahan ekstrak jahe dengan kemampuan menghambat kenaikan kadar glukosa darah sebesar 65.83 %. Ekstrak jahe dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga dapat menstabilkan penyerapan glukosa dari saluran darah ke sel tubuh. Kerusakan sel β pankreas diamati berdasarkan reaksi positif terhadap pewarnaan dengan metode imunohistokimia anti insulin yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat. Kemampuan antara minuman yang diformulasi dengan atau tanpa penambahan jahe dan kemampuan insulin dalam menekan kerusakan sel β pankreas tidak berbeda secara signifikan (p < 0.05). Minuman fungsional berbasis kumis kucing yang diformulasi dengan menggunakan ekstrak kumis kucing berbunga putih, jahe, secang, temulawak, jeruk purut dan jeruk nipis, memiliki aktivitas antihiperglikemik yang lebih baik daripada formula minuman lainnya dan mampu menekan kerusakan sel β lebih lanjut.
Kata
Kunci
: antihiperglikemik, streptozotocin
minuman
fungsional,
kumis
kucing,
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a.
Pengutipan
hanya
untuk
kepentingan
pendidikan,
penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIK MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS EKSTRAK DAUN KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus BI.Miq) PADA MENCIT HIPERGLIKEMIK YANG DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCIN
SUSI INDARIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hj. Endang Prangdimurti, MSi.
Judul Tesis
: Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada
Mencit
Hiperglikemik
yang
Diinduksi
dengan
Streptozotocin Nama
: Susi Indariani
NRP
: F251080071
Disetujui Komisi Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr
drh. Min Rahminiwati, M.S., Ph.D
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
Tanggal Ujian : 5 April 2011
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 ini ialah antihiperglikemik, dengan judul Aktivitas Antihiperglikemik Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) pada Mencit Hiperglikemik yang Diinduksi dengan Streptozotocin. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Ibu drh. Min Rahminiwati, M.S., Ph.D. selaku pembimbing serta Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti selaku dosen penguji. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada drh. M. Wien Winarno (Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes Depkes RI) yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S., PhD. beserta seluruh staf Pusat Studi Biofarmaka, Ibu drh. Eko Handharyani beserta staf Laboratorium Histopatologi Departemen KRP FKH, seluruh staf Laboratorium Fisiologi dan Laboratorium Farmakologi Departemen AFF FKH atas bantuan yang telah diberikan, serta program BPPS dan proyek penelitian HIKOM yang telah membantu penulis dalam melaksanakan studi dan penelitian tesis. Ungkapan terima kasih yang tak ternilai penulis sampaikan kepada suami, kedua putri tercinta, Luthfia Nazkia Eka Putri dan Nabila Nuzhatul Fikrah, Bapak, Mama, Apa, Umi, serta seluruh keluarga, atas segala doa, pengertian, motivasi dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh rekan-rekan IPN (Zaim, Siti, Herlin, Nindira, Elisa, Nunung, Nono, Muti, Titin, Isak, dkk), Frendy, Diana, dan rekan-rekan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan bantuan, perhatian, kerja sama, semangat dan saran kepada penulis selama kuliah dan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2011 Susi Indariani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 27 Mei 1976 dari ayah D. Subandi, S.PdI. dan Ibu Sutidjah, Amd. Penulis merupakan putri pertama dari delapan bersaudara. Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program studi Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian. Pada tahun 2008, penulis diterima di Program Studi Ilmu Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB sejak tahun 2000.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .......................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvii
PENDAHULUAN ........................................................................................ Latar Belakang ......................................................................................... Perumusan Masalah .................................................................................. Tujuan Penelitian ...................................................................................... Hipotesis ................................................................................................... Manfaat Penelitian ....................................................................................
1 1 5 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... Diabetes Mellitus ...................................................................................... Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing .................. Ekstrak Tanaman Obat dalam Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing ..................................................... Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) ................................. Jahe (Zingiber officinale) ..................................................................... Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L.) ................................................ Jeruk Purut (C. hystrix) dan Jeruk Nipis (C. aurantifolium) ............... Temulawak (Curcuma xanthorriza) .................................................... Streptozotocin ..........................................................................................
8 8 10 13 13 15 16 17 19 20
METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................ Metode Penelitian .................................................................................... Prosedur Analisis ...................................................................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data .................................................
23 23 23 24 27 40
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... Karakteristik Ekstrak sebagai Ingredien dalam Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing ..................................................... Kandungan Senyawa Bioaktif dalam Ekstrak ......................................... Stabilitas Minuman selama Penyimpanan pada Suhu Refrigerator ......... Pengaruh Perbedaan Jenis Formula Minuman terhadap Aktivitas Penyerapan Glukosa secara Ex Vivo dan Aktivitas Antioksidan ............. Aktivitas Antihiperglikemik Sesaat Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing .................................................... Aktivitas Antihiperglikemik Minuman pada Mencit Diabetes ............... Efek Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing terhadap Perubahan Morfologi Pulau Langerhans dan Sel β ...................
41 41 44 54 56 62 65 68
xii
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... Simpulan ................................................................................................. Saran ........................................................................................................
76 76 76
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
78
LAMPIRAN .................................................................................................
87
xiii
DAFTAR TABEL Halaman 1 . Karakteristik ekstrak .................................................................................
41
2 Hasil analisis proksimat minuman …………… ........................................
43
3 Kandungan senyawa fitokimia dalam setiap ekstrak ………………… ...
45
4 Rf beberapa senyawa bioaktif dalam ekstrak ...........................................
46
5 Kandungan senyawa penciri yang diduga sebagai senyawa aktif pada masing-masing ekstrak ……………………………………….. .......
48
6 Kemampuan penyerapan glukosa oleh sel diafragma secara ex vivo……
59
7 Aktivitas antioksidan dan kadar total fenol minuman fungsional .. ..........
60
8 Jumlah area berwarna coklat dengan scoring intensitas warna pada setiap perlakuan ………………………………………….………...
73
9 Luas area berwarna coklat pada setiap sediaan histopat ………………...
74
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Mekanisme kerja insulin dalam menjaga homeostasis glukosa darah ....
9
2
Struktur kimia streptozotocin …………………………………………..
22
3
Diagram alir penelitian ............................................................................
24
4 Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH ……………………....
28
5
Aktivitas antioksidan dan total fenol komponen ekstrak tunggal dalam minuman ..................................................................................................
42
6
Ekstrak yang digunakan dalam formula minuman .................................
42
7
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing .....................
43
8
Profil kromatografi lapis tipis ekstak .....................................................
47
9
Kromatogram KCKT ekstrak daun kumis kucing ..................................
48
10 Struktur kimia sinensetin ........................................................................
49
11 Kromatogram KCKT ekstrak kayu secang ............................................
49
12 Struktur kimia brazilein dan brazilin ......................................................
49
13 Kromatogram KCKT ekstrak rimpang temulawak .................................
50
14 Struktur kimia kurkuminoid ....................................................................
51
15 Kromatogram KCKT ekstrak rimpang jahe ............................................
51
16 Struktur kimia gingerol dan shogaol .......................................................
51
17 Kromatogram KCKT ekstrak buah jeruk purut ......................................
52
18 Kromatogram KCKT ekstrak buah jeruk nipis .......................................
53
19 Struktur kimia hesperidin dan naringin ...................................................
53
20 Aktivitas antioksidan minuman selama penyimpanan pada suhu refrigerator ......................................................................................
55
21 Derajat perubahan warna (nilai L, a, b, dan °Hue) minuman selama penyimpanan pada suhu refrigerator .......................................................
56
xv
22 Kemampuan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dalam meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit ...
59
23 Aktivitas antioksidan, total fenol dan aktivitas penyerapan glukosa oleh sel diafragma beberapa jenis minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing .......................................................
60
24 Data respon kadar glukosa darah mencit normal serta mencit hiperglikemia yang mendapat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman (1, 4 dan 16 kali formula minuman) serta insulin ............................................................... 63 25 Aktivitas antioksidan dan kadar total fenol minuman dalam beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman ...........................................
64
26 Perubahan kadar glukosa darah selama percobaan .................................
65
27 Perubahan kadar glukosa darah mencit pada hari ke 0 dan hari ke 20 percobaan ................................................................................................
66
28 Pola perubahan bobot badan mencit selama 20 hari Percobaan ................................................................................................
68
29 Morfologis pankreas dengan pewarnaan HE pada pembesaran 400 x ...
70
30 Sel β pada pulau Langerhans dengan pewarnaan imunohistokimia antibodi anti insulin pada pembesaran 400 x ..........................................
72
31 Proporsi jumlah area berwarna coklat pada setiap perlakuan .................
74
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Daun Kumis Kucing ........................
87
2 Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstrak Rimpang Jahe .......................
88
3 Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstrak Kayu Secang .........................
89
4 Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstrak Rimpang Temulawak ...........
90
5 Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstrak Buah Jeruk Purut ..................
91
6 Diagram Alir Proses Pembuatan Ekstrak Buah Jeruk Nipis ..................
92
7 Diagram alir pembuatan larutan stok CMC 1% .....................................
93
8
Diagram alir pembuatan larutan stok Natrium Benzoat .........................
94
9
Diagram alir pembuatan minuman fungsional .......................................
95
10 Hasil identifikasi tanaman kumis kucing di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor .............................
96
11 Kadar air dan rendemen bahan baku tanaman obat ...............................
96
12 Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan ekstrak ..............................
97
13 Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan minuman berbasis kumis kucing dengan perbedaan jenis ekstrak daun kumis kucing dan perbedaan jenis formula minuman ..................................................
98
14 Hasil analisis statistik aktivitas minuman pada beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman ..............................................................
99
15 Hasil analisis statistik kadar total fenol ekstrak .....................................
100
16 Hasil analisis statistik kadar total fenol minuman dengan perbedaan jenis ekstrak daun kumis kucing ............................................................
101
17 Hasil analisis statistik kadar total fenol minuman dengan beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman ..........................................
102
18 Hasil analisis statistik aktivitas penyerapan glukosa minuman secara ex vivo ....................................................................................................
103
19 Data respon kadar glukosa darah pada pengujian hiperglikemik sesaat
104
xvii
20 Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat menit ke-0 .....
105
21 Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat menit ke-30....
106
22 Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat menit ke-60 ..
107
23 Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat menit ke-120
108
24 Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat menit ke-180
109
25 Kadar glukosa darah (mg/dL) selama 21 hari percobaan .......................
110
26 Hasil analisis statistik kadar glukosa pada saat sebelum induksi ..........
111
27 Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke -0 .............................
112
28 Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-5 ..............................
113
29 Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-10 ............................
114
30 Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-15 ............................
115
31 Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-20 ...........................
116
32 Luas area berwarna coklat pada setiap sediaan histopat .........................
117
33 Hasil analisis statistik luas area berwarna coklat (positif sel beta pada pewarnaan imunohistokimia) ..................................................................
118
34 Hasil analisis statistik intensitas warna coklat sel beta positif (imunohistokimia) menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji lanjut Dunn ........................................................................................
119
35 Hasil analisis aktivitas antioksidan minuman selama penyimpanan ......
120
36 Hasil analisis statistik kecerahan (L) minuman selama penyimpanan ...
121
37 Hasil analisis statistik nilai a minuman selama penyimpanan ................
122
38 Hasil analisis statistik nilai b minuman selama penyimpanan ...............
123
39 Hasil analisis statistik nilai ºHue minuman selama penyimpanan .........
124
40 Hasil analisis statistik korelasi antioksidan dengan warna .....................
125
xviii
PENDAHULUAN Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan sebuah penyakit serius yang jika tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan beberapa komplikasi serta terjadinya kematian dini. Berdasarkan hasil penelitian, kematian akibat DM pada tahun 2000 sebesar 2.9 juta jiwa atau sebanding dengan 5.2 % dari seluruh kematian di dunia. Angka kematian yang disebabkan oleh DM di negara-negara miskin mencapai 2-3 % dari kematian dan mencapai lebih dari 8 % kematian di Amerika Serikat, Kanada serta Timur Tengah. Pada orang dengan usia 35-64 tahun, kematian akibat DM mencapai 6-27 % dari seluruh kematian (Roglic et al. 2005). Jumlah prevalensi DM meningkat akibat pertumbuhan populasi, penuaan, urbanisasi, dan meningkatnya prevalensi obesitas serta kurangnya aktifitas fisik. Prevalensi DM untuk semua kelompok umur di dunia mencapai 2.8 % pada tahun 2000 dan diperkirakan mencapai 4.4 % pada tahun 2030. Jumlah penderita DM pada tahun 2000 mencapai 171 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 366 juta jiwa pada tahun 2030 (Wild et al. 2004). Jumlah penderita DM di Indonesia menempati posisi ke-4 terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, penderita DM di Indonesia sebesar 8.4 juta jiwa dan pada tahun 2030 diperkirakan penderita DM di Indonesia mencapai 21.3 juta jiwa (Wild et al. 2004). Menurut Depkes (2006), penderita DM di Indonesia telah mencapai 14 juta jiwa. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2007) menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke2 yaitu 14.7%, sedangkan di daerah pedesaan menduduki ranking ke-6 yaitu 5.8%. Hal ini menunjukkan betapa cepatnya pertambahan jumlah penderita DM di Indonesia. Jika tidak ditangani dengan baik, hal tersebut dapat mengurangi kualitas
sumber
daya
manusia
Indonesia
sehingga
akan
menghambat
pembangunan Indonesia dalam rangka menciptakan masyarakat yang sehat dan sejahtera. DM terjadi akibat pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan secara
2
efektif, sehingga penyakit ini dapat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah menjadi tinggi atau hiperglikemia (WHO 2008). DM merupakan suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan sehingga penderita perlu penanganan diet khusus, pola hidup yang teratur serta sangat tergantung pada obat-obat hipoglikemik. Penggunaan obat-obat hipoglikemik dapat menyebabkan beberapa efek samping, diantaranya yaitu penggunaan obat acarbose dapat menyebabkan flatulensi dan diare karena acarbose dapat menghasilkan metabolit berupa gas dari karbohidrat yang tidak terabsorbsi di kolon (Buchanan 1988), penggunaan metformin dapat menimbulkan efek samping seperti pusing, sakit perut dan diare (Rayfield dan Valentine 2006) sedangkan penggunaan insulin yang tidak tepat jumlahnya juga dapat menyebabkan terlalu rendahnya kadar glukosa dalam darah (hipoglikemik). Fenomena saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen yang cenderung kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam penggunaan obatobat hipoglikemik. Terdapat banyak spesies tanaman obat yang telah dimanfaatkan untuk menangani berbagai gejala diabetes dan sebagian dari tanaman tersebut telah dibuktikan secara ilmiah mempunyai kemampuan antihiperglikemik. Beberapa tanaman yang telah teruji berkhasiat dalam menangani DM adalah kumis kucing, jahe, secang dan flavonoid jeruk. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, menunjukkan bahwa tanaman-tanaman obat tersebut, dalam bentuk ekstrak tunggalnya memiliki kemampuan antihiperglikemik atau antidiabetik baik secara in vitro maupun in vivo. Daun kumis kucing telah terbukti memiliki kemampuan antihiperglikemik secara in vivo (Sriplang et al. 2007). Jahe memiliki aktivitas antidiabetik secara in vivo pada tikus diabetes (tipe-I) yang diinduksi dengan streptozotocin dan meningkatkan jumlah insulin plasma (Akhani et al. 2004). Ekstrak alkohol jahe mampu menurunkan glukosa darah pada kelinci dan tikus (Mascolo et al. 1989; Ahmed & Sharma 1997). Brazilin dari secang secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes tetapi tidak meningkatkan kadar insulin, meningkatkan sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot hewan diabetes yang diberi asupan brazilin (Moon et al. 1990). Senyawa golongan flavonoid jeruk yaitu naringin dan
3
hesperidin dapat memperbaiki kondisi hiperlipidemia dan hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006). Salah satu bentuk pemanfaatan tanaman-tanaman obat tersebut diantaranya adalah dengan memformulasikan dalam bentuk makanan atau minuman fungsional berbasis herbal. Pangan fungsional merupakan pangan yang karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan, diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung didalamnya. Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan (BPOM 2005). Penggunaan tumbuhan obat sebagai bahan baku pembuatan pangan fungsional, di antaranya sebagai minuman cair fungsional, akan memberi nilai tambah baik dari segi ekonomi maupun kemanfaatannya. Pengkayaan jenis bahan baku dan formulasi akan membuka peluang untuk meningkatkan khasiat dan pangsa pasar yang lebih besar. Pemanfaatan tanaman obat menjadi minuman fungsional telah dilakukan, salah satunya dilakukan oleh Herold (2007) dengan memformulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang diformulasi dengan beberapa ekstrak tanaman obat lainnya seperti kayu secang, rimpang jahe gajah, rimpang temulawak dan buah jeruk lemon ini selain memiliki aktivitas sebagai antioksidan juga memiliki citarasa yang dapat diterima oleh konsumen. Kordial (2009), juga telah melakukan modifikasi proses pasteurisasi serta mengganti salah satu ingredien minuman tersebut yaitu ekstrak buah jeruk lemon dengan ekstrak buah jeruk purut, sehingga dapat meningkatkan umur simpan minuman fungsional berbasis kumis kucing tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2010), menunjukkan bahwa formula minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing tersebut mempunyai kemampuan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase secara in vitro. Ekstrak tanaman herbal dalam minuman yang diduga berperan dalam
inhibisi α-glukosidase
4
minuman adalah ekstrak kayu secang dan buah jeruk purut, sedangkan ekstrak lainnya seperti ekstrak daun kumis kucing dan jahe gajah tidak memiliki kemampuan inhibisi α-glukosidase. Ekstrak tanaman herbal dalam minuman yang berperan dalam inhibisi α-amilase minuman diduga diperoleh dari ekstrak buah jeruk purut, sedangkan ekstrak lainnya seperti daun kumis kucing, kayu secang, dan jahe gajah tidak mempunyai kemampuan inhibisi α-amilase. Ekstrak jahe gajah justru memiliki potensi dalam mengaktivasi enzim α-amilase. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ini mampu meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel pada diafragma mencit secara ex vivo. Kemampuan minuman dalam meningkatkan penyerapan glukosa diduga diperoleh dari jahe gajah dan buah jeruk purut. Peningkatan penyerapan glukosa oleh buah jeruk purut dan minuman fungsional tidak berbeda nyata terhadap kontrol positifnya yaitu insulin, sedangkan ekstrak lainnya dalam minuman, yaitu daun kumis kucing dan kayu secang, tidak dapat meningkatkan penyerapan glukosa pada sel diafragma mencit. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing lebih berpotensi dalam stimulasi penyerapan glukosa dari saluran darah ke sel dibandingkan dengan inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase, sehingga minuman ini lebih berpotensi dalam menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi (Diana 2010). Walaupun beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang digunakan dalam formula minuman, dalam bentuk ekstrak tunggalnya memiliki aktivitas antihiperglikemik secara in vivo, akan tetapi belum ada penelitian yang mempelajari kemampuan antihiperglikemik dari suatu formula minuman yang mengandung campuran ekstrak tanaman tersebut. Selain itu, belum ada penelitian mengenai pengaruh perbedaan jenis daun kumis kucing, yaitu daun kumis kucing berbunga ungu dan daun kumis kucing berbunga putih, yang digunakan dalam formulasi minuman terhadap kemampuan formula minuman tersebut dalam meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma. Oleh karena itu dalam penelitian ini diujicobakan formula minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada mencit hiperglikemik yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah secara berulang. Minuman tersebut diharapkan dapat menurunkan kadar glukosa darah.
5
Perumusan Masalah Selama ini obat-obatan di Indonesia sebagian besar diimpor dari luar negeri, dan biasanya berharga mahal. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat perlu untuk dimanfaatkan secara optimal. Kecenderungan "back to nature" bagi industri pangan fungsional dan industri farmasi serta masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia, dan semakin meningkatnya penderita diabetes mendorong untuk menemukan suatu formula pangan fungsional komersial yang mempunyai nilai jual dan bermanfaat. Pangan fungsional berbasis tanaman obat asli Indonesia selain diharapkan dapat mengurangi efek samping juga dapat digunakan untuk mencari nilai tambah sumberdaya hayati. Salah satu faktor terjadinya penyakit DM yaitu glukosa darah
pada
penderita DM tidak dapat masuk ke dalam sel karena kekurangan hormon insulin, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa di dalam pembuluh darah (hiperglikemia). Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing telah terbukti secara ex vivo dapat menstimulasi penyerapan glukosa pada sel diafragma mencit (Diana 2010), sehingga minuman tersebut berpotensi dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel-sel tubuh. Pengujian secara in vitro dan ex vivo merupakan pengujian yang hanya menggambarkan kondisi suatu bagian dalam sistem metabolisme tubuh. Pengujian inhibisi enzim secara in vitro hanya menggambarkan kondisi dalam usus halus dan pengujian stimulasi penyerapan glukosa secara ex vivo hanya mengambarkan kondisi dalam sel tubuh. Minuman fungsional yang masuk ke dalam tubuh, akan melewati sistem pencernaan yang kompleks, mulai dari mulut menuju ke lambung hingga akhirnya menuju usus besar. Lambung manusia mengandung HCl yang mampu mempengaruhi aktivitas dari komponen-komponen dalam minuman fungsional, selain itu setelah diabsorpsi dan masuk ke dalam tubuh akan terjadi mekanisme aktivasi dan inaktivasi, distribusi dan sekresi suatu senyawa yang melibatkan berbagai reaksi kimia dan enzimatis, sehingga diperlukan pengujian aktivitas antihiperglikemik
dalam
keseluruhan
sistem
metabolisme
tubuh
untuk
memperoleh data yang lebih representatif. Selain itu, campuran dari beberapa ekstrak akan menyebabkan terjadinya interaksi yang mengakibatkan hubungan
6
sinergisme ataupun antagonisme pada komponen penyusun formula tersebut. Perbedaan jenis ekstrak daun kumis kucing yang digunakan dalam formula minuman, yaitu daun kumis kucing berbunga putih dan daun kumis kucing berbunga ungu, akan mempengaruhi aktivitas penyerapan glukosa oleh sel-sel diafragma secara ex vivo karena adanya perbedaan komposisi senyawa fitokimia dalam ekstrak tersebut. Selain itu, perbedaan jenis formula minuman serta perbedaan komposisi ekstrak sebagai ingredien dalam minuman, yaitu dengan dan tanpa penambahan ekstrak jahe juga akan mempengaruhi kemampuan aktivitas antihiperglikemik minuman tersebut. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut tentang aktivitas antihiperglikemik minuman fungsional tersebut secara in vivo.
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemampuan antihiperglikemik minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing secara in vivo pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah secara berulang. Penelitian ini juga diharapkan dapat menentukan jenis ekstrak daun kumis kucing dalam minuman yang memiliki kemampuan meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma dan pengaruh penambahan ekstrak jahe dalam formula minuman terhadap kemampuan aktivitas antihiperglikemik. Selain itu, juga mempelajari karakteristik fisikokimia ekstrak-ekstrak yang digunakan dalam formula minuman dan karakteristik minuman serta kandungan senyawa bioaktif dalam ekstrak tanaman herbal yang diduga berperan sebagai senyawa penciri.
Hipotesis •
Perbedaan jenis ekstrak daun kumis kucing dalam minuman fungsional akan menyebabkan perbedaan kemampuan aktivitas peningkatan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit.
•
Penambahan ekstrak jahe dalam formula minuman dapat mempengaruhi kemampuan aktivitas antihiperglikemik.
•
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit hiperglikemik.
7
Manfaat Penelitian •
Memperoleh
informasi
mengenai
kemampuan
antihiperglikemik
dari
minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing pada mencit diabetes. •
Membantu penderita diabetes agar dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya.
•
Meningkatkan nilai ekonomis tanaman obat melalui pengembangan minuman fungsional.
TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Melitus Diabetes melitus (DM) merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Dalimartha 2003). Seseorang dapat menderita penyakit DM karena berbagai faktor berikut ini (Utami et al. 2003): (1)
Faktor genetik atau keturunan
(2)
Virus dan bakteri
(3)
Bahan toksik atau beracun
(4)
Nutrisi
Secara klinis DM dibedakan menjadi Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tergantung insulin (DMTI) dan Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tidak tergantung insulin (DMTTI). Penyebab DM adalah aktivitas insulin yang tak memadai baik karena sekresi insulin yang berkurang (DMTI) atau karena adanya resistensi insulin pada jaringan yang peka insulin (DMTTI). Akhir-akhir ini pada sebagian penderita DMTTI yang disebut MODY (maturity onset diabetes of the young), selain terdapatnya resistensi insulin juga ditemukan pula cacat (defect) pada sekresi insulin. Namun pada MODY sekresi insulin masih dapat ditingkatkan dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO), sedangkan pada DMTI kekurangan insulin hanya dapat diatasi dengan pemberian insulin eksogen atau dengan transplantasi. Berikut ini adalah klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO (2008): A. Kelas klinis I. Diabetes Melitus (DM) 1. DM tipe I atau DM Tergantung Insulin (DMTI) 2. DM tipe II atau DM Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) 3. DMTM (DM Terkait Malnutrisi) 4. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
9
II. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) Penderita gangguan toleransi glukosa (GTG) dinyatakan dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) dimana nilainya ada di daerah perbatasan yaitu di atas normal, tetapi di bawah nilai diagnostik untuk DM (Dalimartha 2003). III. DM pada kehamilan (gestational DM) Pada waktu hamil, akan terjadi perubahan-perubahan biokimia akibat kehamilan seperti adanya hormon plasenta yang bersifat insulin antagonis dan meningkatnya pemecahan insulin oleh plasenta, merupakan faktor diabetogenik (Adam 1987). B. Kelas resiko statistik Semua orang dengan toleransi glukosa normal tetapi mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengidap DM. Penderita yang termasuk dalam golongan ini adalah penderita yang kedua orang tuanya menderita DM, pernah menderita GTG kemudian normal lagi, pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg (Dalimartha 2003).
Gambar 1 Mekanisme kerja insulin dalam menjaga homeostasis glukosa darah (www.google.com) DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Untuk mengendalikan penyakit DM, Perkumpulan Endokrionologi Indonesia (Perkeni) menetapkan empat pilar utama dalam penatalaksanaan DM, yang meliputi perencanaan diet, latihan jasmani, penyuluhan atau pendidikan
10
kesehatan, dan pemberian obat hipoglikemia oral atau pemberian insulin. Pada penderita DM tipe II, obat hanya perlu diberikan, bila setelah melakukan diet dan latihan jasmani secara maksimal tetapi tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Ada dua macam obat hipoglikemik berdasarkan cara pemberiannya, yaitu berupa suntikan dan berupa tablet yang disebut obat hipoglikemik oral atau antidiabetes oral. Menurut Rayfield dan Valentine (2006), obat hipoglikemik secara oral mempunyai beberapa cara kerja dalam menurunkan kadar glukosa darah. Mekanisme kerja obat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu: a. Menurunkan penyerapan glukosa dalam usus b. Meningkatkan penyerapan glukosa pada sel c. Menurunkan produksi glukosa oleh hati d. Meningkatkan sekresi insulin Penggunaan obat-obat hipoglikemik dapat menyebabkan beberapa efek samping, diantaranya yaitu penggunaan obat acarbose dapat menyebabkan flatulensi dan diare karena acarbose dapat menghasilkan metabolit berupa gas dari karbohidrat yang tidak terabsorbsi di kolon (Buchanan 1988), penggunaan metformin dapat menimbulkan efek samping seperti pusing, sakit perut dan diare (Rayfield dan Valentine 2006) sedangkan penggunaan insulin yang tidak tepat jumlahnya juga dapat menyebabkan terlalu rendahnya kadar gula dalam tubuh (hipoglikemik). Fenomena saat ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih cenderung menggunakan tanaman obat dalam mengatasi berbagai gejala penyakit termasuk penyakit diabetes.
Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) Salah satu pemanfaatan tanaman obat adalah dengan mengolahnya menjadi pangan fungsional. Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Beberapa persyaratan yang harus
11
dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan alami; (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari; (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dikonsumsi, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, mencegah penyakit tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan. Dari konsep yang telah dikembangkan, jelas bahwa pangan fungsional tidak sama dengan food supplement atau obat. Pangan fungsional dibedakan dari suplemen makanan atau obat berdasarkan penampakan dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu dan bisa dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi. Peran dari pangan fungsional bagi tubuh semata-mata bertumpu pada komponen gizi dan non-gizi yang terkandung di dalamnya yang merupakan komponen bioaktif. Bila fungsi obat terhadap penyakit bersifat kuratif, maka pangan fungsional lebih bersifat pencegahan terhadap penyakit, rehabilitatif dan promotif. Walaupun konsep pangan fungsional baru populer beberapa tahun belakangan, sesungguhnya banyak jenis makanan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan sebagai pangan fungsional. Banyak produk makanan dan minuman tradisional Indonesia yang mengandung rempah-rempah atau tanaman obat sebagai bahan penyusunnya bermanfaat bagi kesehatan (Antara 1997). Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan hasil formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007), dengan memanfaatkan beberapa jenis rempah dan tanaman herrbal atau obat. Formula minuman tersebut mengandung beberapa jenis ekstrak tanaman obat yaitu daun kumis kucing, kayu secang, rimpang jahe, rimpang temulawak dan buah jeruk lemon dengan komposisi ekstrak daun kumis kucing lebih banyak dibandingkan ekstrak tanaman obat lainnya. Bahan tambahan pangan yang terdapat dalam minuman tersebut adalah sukrosa (gula pasir) sebagai pemanis, CMC (karboksimetil selulosa) sebagai penstabil, dan kalium sorbat atau benzoat sebagai pengawet.
12
Formula minuman dengan kombinasi ekstrak daun kumis kucing a %, ekstrak jahe b %, ekstrak kayu secang c %, ekstrak buah jeruk lemon d %, dan ekstrak temulawak e % (dari total campuran ekstrak dalam minuman) dipilih sebagai minuman dengan formula optimal yang memiliki aktivitas antioksidan cukup baik (621.78 ppm Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity, disingkat AEAC) dan tidak berbeda nyata dibandingkan aktivitas antioksidan tertinggi yang mampu dicapai komponen tunggalnya. Minuman formula optimal tersebut terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang secara nyata lebih tinggi dibandingkan aktivitas antioksidan beberapa produk minuman fungsional berbasis rempah komersil, dengan skor kesukaan panelis yang cukup baik (Herold 2007). Kordial (2009), telah melakukan modifikasi proses pasteurisasi serta mengganti salah satu ingredien minuman yaitu ekstrak buah jeruk lemon dengan ekstrak buah jeruk purut sehingga dapat meningkatkan umur simpan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing tersebut. Ekstrak buah jeruk purut dipilih dari buah jeruk lainnya untuk menggantikan buah jeruk lemon dari formulasi sebelumnya berdasarkan skor kesukaan aroma dan rasa. Setelah dilakukan penambahan ekstrak jeruk purut, pengemasan dengan botol gelas steril berwarna gelap, dan pasteurisasi pada suhu 80˚C selama 30 menit, maka dapat diperoleh minuman fungsional berbasis kumis kucing dengan umur simpan minimal 3 bulan pada suhu ruang. Penelitian yang dilakukan oleh Diana (2010), menunjukkan bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing tersebut (dengan melakukan modifikasi pada pemanis yang digunakan dalam formula, yaitu mengganti sukrosa dengan sukralosa) mempunyai kemampuan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase dengan IC50 sebesar 217.12 dan 217.41 mg/ml (in vitro). Ekstrak dalam minuman yang diduga berperan dalam inhibisi α-glukosidase minuman adalah kayu secang (IC50 0.54 mg/ml) dan buah jeruk purut (IC50 26.33 mg/ml), sedangkan ekstrak lainnya seperti daun kumis kucing dan jahe gajah tidak memiliki kemampuan inhibisi α-glukosidase. Ekstrak dalam minuman yang berperan dalam inhibisi αamilase minuman diduga diperoleh dari ekstrak buah jeruk purut (IC50 15.08 mg/ml), sedangkan ekstrak lainnya seperti daun kumis kucing, kayu secang, dan jahe gajah tidak mempunyai kemampuan inhibisi α-amilase. Jahe gajah justru
13
memiliki potensi dalam mengaktivasi enzim α-amilase. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ini mampu meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit sebesar 37.48 µg glukosa/g sel (ex vivo). Kemampuan minuman dalam meningkatkan penyerapan glukosa diduga diperoleh dari jahe gajah dan jeruk purut yang dapat meningkatkan penyerapan glukosa sebanyak 17.91 dan 35.16 µg glukosa/g sel. Peningkatan penyerapan glukosa oleh ekstrak buah jeruk purut dan minuman fungsional tidak berbeda nyata terhadap kontrol positifnya yaitu insulin (31.77 µg glukosa/g sel). Ekstrak lainnya dalam minuman yaitu daun kumis kucing dan kayu secang, tidak dapat meningkatkan penyerapan glukosa pada sel diafragma mencit. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing lebih berpotensi dalam stimulasi penyerapan glukosa dari saluran darah ke dalam sel-sel tubuh dibandingkan dengan inhibisi enzim α-glukosidase dan α-amilase, sehingga minuman ini lebih berpotensi dalam menurunkan kadar glukosa darah yang tinggi (Diana 2010).
Ekstrak Tanaman Obat dalam Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq)
Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) Tanaman kumis kucing termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, sub divisi
Angiospermae,
kelas
Dicotyledonae,
keluarga
Lamiaceae,
genus
Orthosiphon, dan spesies Orthosiphon spp. Tanaman ini mempunyai sinonim nama latin yaitu Orthosiphon stamineus Bent. Tanaman ini disebut kumis kucing karena kumpulan sari bunganya yang panjang dan menjulur dari dua sisi yang berbeda sehingga mirip dengan kumis kucing. Terdapat dua jenis kumis kucing yaitu kumis kucing dengan bunga berwarna ungu dan kumis kucing dengan bunga berwarna putih. Tanaman yang umumnya tumbuh liar ini, kini banyak ditanam di pekarangan rumah sebagai tanaman obat. Bagian tanaman kumis kucing yang umumnya digunakan sebagai obat adalah bagian daunnya terutama bagian pucuk daun karena bagian ini memiliki kandungan bahan obat lebih tinggi dibanding dengan bagian yang lain (Puspita 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Harinu
14
(1989) yang menunjukkan bahwa daun muda tanaman kumis kucing memiliki khasiat diuretik yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun tua. Tanaman kumis kucing mempunyai khasiat untuk penyakit yang berkaitan dengan saluran urin, hipertensi, reumatik, diabetes melitus, peradangan, dan kelainan menstruasi (Awale et al. 2003). Kumis kucing juga mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Kapasitas antioksidan dari kumis kucing adalah 90.21% dengan DPPH dan 77.72% dengan sistem β-karoten (Khamsah et al. 2006). Menurut Khamsah et al. (2006), kemampuan kumis kucing dalam menangkap radikal bebas tidak hanya disebabkan oleh komponen fenol (9.71 mg/g bobot kering), tetapi juga oleh komponen terpenoid lainnya. Penelitian lebih lanjut terhadap kemampuan kumis kucing sebagai antidiabetes telah banyak dilakukan. Berdasarkan penelitian Minggawati (1990), pemberian infus daun kumis kucing 0.129 g/kg bb tidak dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci, sedangkan pemberian infus daun sambiloto 0.3 g/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah kelinci secara nyata. Namun, pemberian infus kombinasi (daun kumis kucing 0.129 g/kg bb dan daun sambiloto 0.3 g/kg bb) mempunyai efek penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan infus daun sambiloto saja. Hal ini menunjukkan adanya efek sinergisme antara kumis kucing dan sambiloto sebanding dengan glibenklamid. Penelitian Sriplang et al. (2007) menunjukkan bahwa ekstrak air dari kumis kucing, yang mengandung komponen fenol dan flavonoid masing-masing sebesar 13.24 mg/g dan 1.73 mg/g, memiliki pengaruh signifikan dalam menurunkan kadar glukosa plasma darah dan meningkatkan HDL plasma dengan pemberian ekstrak 0.5 g/kg selama 14 hari dan 1.0 g/kg berat badan tikus pada OGTT mendekati glibenklamid 5 mg/kg BB. Sriplang et al. (2007) juga menyatakan bahwa pemberian ekstrak sebanyak 100 µg/ml secara in situ pada pankreas berpotensi dalam menginduksi sekresi insulin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Myint et al. (2003), pemberian ekstrak air kumis kucing dari 25 gram daun kumis kucing secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes sebesar 35% jika dibandingkan dengan kontrol. Kemampuan antioksidan dari kumis kucing juga diduga dapat mencegah atau memperlambat perkembangan penyakit diabetes dan
15
komplikasinya (Jung et al. 2006).
Jahe (Zingiber officinale) Jahe merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Zingiberaceae dan genus Zingiber. Terdapat 3 varietas utama jahe di Indonesia berdasarkan bentuk, ukuran dan warna rimpangnya, yaitu jahe gajah, jahe emprit, dan jahe merah (Hamiudin 2007). Rimpang jahe telah dimanfaatkan secara luas sebagai bumbu masak dan tanaman obat untuk menanggulangi berbagai kondisi (Kimura et al. 2005). Umur panen untuk rimpang jahe yang akan dimanfaatkan sebagai tanaman obat adalah 10-12 bulan karena mempunyai kandungan senyawa aktif yang tinggi (Hamiudin 2007). Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, jahe mempunyai kemampuan dalam memodifikasi kerja sistem pencernaan, sistem kardiovaskular
dan
sebagai
antiemetik
(mencegah
muntah),
antiradang,
kemoprotektif, hipolipidemik, antimikroba, serta penghilang stress (Kimura et al. 2005). Menurut Ali et al. (2007), komponen pemberi rasa pedas pada jahe segar adalah gingerol dengan komponen utama [6]-gingerol, sedangkan pemberi rasa pedas pada jahe kering adalah [6]-shogaol yang merupakan produk dehidrasi dari [6]-gingerol. Jahe kering mengandung 0.6-1.1 % b/b [6]-gingerol dan 0.05-0.1% b/b shogaol, sedangkan jahe segar mengandung 0.2-0.7% b/b [6]-gingerol dan 0.3-0.7% b/b shogaol. Hal ini disebabkan karena gingerol berubah menjadi shogaol pada suhu tinggi (Kano 1987 dalam Kimura et al. 2005). Jahe juga dikenal karena kemampuannya sebagai antioksidan. Kandungan antioksidan pada jahe adalah 40.9 mEq/kg dengan kandungan total polifenol sebesar 60.1 ± 0.14 mg% (Chanwitheesuk et al. 2004). Penelitian Kikuzaki dan Nakatani (1993) menunjukkan bahwa [6]-gingerol memiliki efisiensi dalam inhibisi autooksidasi asam linoleat yang lebih rendah jika dibandingkan dengan [6]-shogaol. Penelitian tentang kemampuan jahe dalam mengatasi diabetes telah banyak dilakukan. Sharma dan Sukla (1977) telah menunjukkan bahwa jahe yang diperas segar mempunyai kemampuan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes.
16
Penelitian Kar et al. (2003) menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari jahe dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada tikus diabetes dengan pemberian ekstrak sebanyak 500 mg/kg selama 2 minggu. Kadar glukosa serum darah pada tikus diabetes dapat menurun sebanyak 50% dengan pemberian ekstrak jahe dan kemampuan antioksidan dari jahe diduga berperan dalam mengurangi kerusakan oksidatif atau nitrosatif pada jaringan ginjal (Al-Qattan et al. 2008). Penelitian Akhani et al. (2004) menyatakan bahwa kemampuan antidiabetik jahe mungkin disebabkan oleh perannya pada reseptor serotonin (5hidroksitriptamin (5-HT)) dalam pengendalian glikemik pada tikus. Ekstrak jahe diduga bekerja pada reseptor serotonin sehingga memiliki aktivitas antiserotonin yang menyebabkan penurunan serotonin dan mengakibatkan peningkatan sekresi insulin.
Kayu Secang (Caesalpinia sappan) Kayu secang merupakan bagian lignin dari tanaman kelas Magnoliopsida dan genus Caesalpinia. Kayu secang banyak digunakan sebagai pewarna pada minuman. Kayu secang bewarna jingga (brazilin) saat awal setelah ditebang dan dengan cepat berubah warna menjadi merah (brazilein) karena terekspos dengan oksigen. Ekstrak kayu secang juga digunakan sebagai indikator asam basa karena pada suasana asam brazilin bewarna kuning (pH 2-5) dan pada suasana basa brazilein bewarna merah (pH 6-7) (Adawiyah dan Indriati 2003). Kayu secang memiliki aktivitas farmakologi seperti relaksasi pembuluh darah, antiaterosklerosis (anti penebalan dinding arteri), analgesik (penahan sakit), hipoglikemik, antiinflammasi, sitotoksik, antibakteri, antiviral, dan antioksidan (Jun et al. 2008). Komponen fenol yang terkenal dengan kemampuan antioksidan yang terdapat pada kayu secang umumnya adalah homoisoflavonoid dan komponen turunannya, protosappanin A, protosappanin B, brazilin, dan brazilein. Jun et al. (2008) menyatakan bahwa komponen ini memiliki kemampuan antioksidan yang berbeda-beda. Ekstrak kayu secang, protosappanin A dan protosappanin B menunjukkan inhibisi yang lebih besar terhadap MDA dan hidrogen peroksida sedangkan brazilein menunjukkan kemampuan dalam menangkap radikal hidroksil.
17
Ekstrak kayu secang secara tradisional digunakan sebagai obat diabetes oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Ekstrak methanol dari kayu secang menunjukkan aktivitas antihiperglikemik dengan metode toleransi glukosa (Widiyanto 2006). Menurut penelitian Moon et al. (1990), brazilin secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan tidak terdapat kenaikan dalam kadar insulin. Selain itu, terdapat kenaikan pada sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot pada hewan diabetes yang diberi brazilin 3 x 500 mg sehari selama 14 hari. Komponen kaesalpin P, sappankalkon, 3-deoksisappanon, brazilin, dan protosappanin A telah diidentifikasi sebagai inhibitor terhadap enzim aldosa reduktase yang dapat menyebabkan komplikasi pada diabetes, dimana pemberian sappankalkon dengan dosis sebesar 105 mol/l dapat menghambat aldosa reduktase sebesar 84% (Moon 1986 dan Morota et al. 1990 dalam Li et al. 2004) sehingga dapat menghambat terjadinya diabetes neuropati.
Jeruk Purut (Citrus histryx DC) dan Jeruk Nipis (Citrus aurantiifolia) Jeruk purut dan jeruk nipis merupakan tanaman dari kingdom plantae, ordo Sapindales, famili Rustaceae, dan genus Citrus. Genus Citrus kemudian dibagi kembali menjadi dua sub genus yaitu Eucitrus dan Papeda. Papeda mempunyai rasa yang pahit, berbunga ungu, dan perkecambahan epigeous yang membuat jenis jeruk ini berbeda dengan subgenus Eucitrus. Subgenus Papeda kemudian dibagi lagi menjadi Papeda dan Papedocitrus. Jeruk yang termasuk dalam Papedocitrus adalah C. ichangensis, C. latipes, C. junos dan C. wilsonii, sedangkan jeruk yang termasuk dalam Papeda antara lain C. celebica, C. macrophylla, C. macroptera, C. combara, C. kerrii, C. excels, C. micrantha dan C. hystrix (Wiart 2001). Jeruk purut banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat sebagai obat sakit perut akibat gangguan pencernaan serta dimanfaatkan untuk berbagai masakan (ekstrak buah dan daun). Jeruk purut memiliki ukuran lebih kecil dari kepalan tangan, berbentuk buah pir, banyak tonjolan sehingga bentuknya susah dipertahankan. Kulit buahnya tebal dan berwarna hijau, hanya buah yang masak benar yang akan berwarna sedikit kuning. Daging buahnya berwarna hijau
18
kekuningan, rasanya sangat masam dan kadang pahit. Citrus aurantiifolia dikenal dengan nama jeruk nipis, memiliki sinonim yaitu lain yaitu Limonia aurantifolia Christm., Limon spinosum Mill., Citrus limonia Osbeck, Citrus lima Luman, Citrus spinosissima G.F.W. Meyer, Citrus acida Roxb., Citrus aurantium. Buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm berwarna (kulit luar) hijau atau kekuning-kuningan. Tanaman jeruk nipis mempunyai akar tunggang. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Jeruk nipis Citrus aurantiifolia (Cristm.) Swingle mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bemanfaat, seperti asam sitrat, asam amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, felandren, lemon kamfer, kadinen, geranilasetat, linalilasetat, aktilaldehid, nonildehid), damar, glikosida, asam sitrat, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin 7rutinosida), tangeretin, naringin, eriositrin, eriositrosida. Jeruk nipis juga mengandung 7% minyak esensial yang mengandung sitral, limonen, terpineol, bisabolene, dan terpenoid lainnya (Budipratama et al. 2011). Buah jeruk nipis berkhasiat sebagai obat batuk, obat penurun panas, dan obat pegal linu. Selain itu, buah jeruk nipis juga bermanfaat sebagai obat disentri, sembelit, ambeien, haid tidak teratur, difteri, jerawat, kepala pusing/vertigo, suara serak batuk, menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, ketombe, flu/demam, menghentikan kebiasaan merokok, amandel, penyakit anyanganyangan, mimisan, radang hidung (getahnya), dan lain sebagainya (Budipratama et al. 2011). Beberapa jenis jeruk seperti C. aurantium atau C.aurantifolia, C. sinensis dan C. grandis telah terbukti mempunyai kemampuan anti-diabetes (Abo et al. 2008 dan Kim et al. 2009). Serat tak larut dari ekstrak kulit buah jeruk C. sinensis dapat meningkatkan absorpsi glukosa dan menghambat aktivitas enzim α-amilase secara in vitro sehingga diduga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Chau et al. 2003). Flavonoid dari juice lemon dapat menekan terjadinya stress oksidatif pada mencit diabetes (Miyake et al. 1998). Senyawa golongan flavonoid jeruk yaitu naringin dan hesperidin dapat memperbaiki kondisi hiperlipidemia dan
19
hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol, serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006). Hesperidin juga memiliki aktivitas antihiperglikemik sehingga dapat menghambat terjadinya komplikasi pada otak mencit diabetes (Ibrahim 2008).Senyawa flavonoid jeruk lainnya yaitu naringenin dapat menekan produksi glukosa hepatik (Purushotham et al. 2008).
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Tanaman temulawak merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk salah satu jenis temu-temuan dari famili Zingiberales. Eksistensi temulawak sebagai tumbuhan obat telah lama diakui, terutama di kalangan masyarakat Jawa, rimpang temulawak merupakan bahan pembuatan obat tradisional yang paling utama, disamping sebagai upaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, atau pengobatan penyakit. Dalam hal ini temulawak umumnya digunakan dalam bentuk ramuan jamu (Sidik et al. 2005). Kandungan kimia rimpang temulawak dibedakan atas beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, fraksi kurkuminoid, dan fraksi minyak atsiri. Kandungan fraksi pati merupakan kandungan terbesar dalam rimpang temulawak. Fraksi kurkuminoid merupakan komponen pemberi warna kuning pada rimpang dan diketahui memiliki aktivitas biologik dalam spektrum yang luas. Fraksi minyak atsiri temulawak terdiri dari senyawa turunan monoterpen dan seskuiterpen. Fraksi minyak atsiri ini juga diketahui memiliki aktivitas biologik dengan spektrum luas yang dalam beberapa hal bekerja sinergistik dengan fraksi kurkuminoid (Sidik et al. 2005). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ekstrak temulawak ternyata mempunyai efek antioksidan. Jitoe et al. (1992) mengukur efek antioksidan dari sembilan jenis rimpang temu-temuan dengan metode Tiosianat dan metode Asam Tiobarbiturat (TBA) dalam sistem air-alkohol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak temulawak ternyata lebih besar dibandingkan dengan aktivitas tiga jenis kurkuminoid yang diperkirakan terdapat dalam temulawak sehingga diduga ada zat lain selain ketiga kurkuminoid tersebut yang mempunyai efek antioksidan. Selanjutnya Masuda et al. (1992) berhasil
20
mengisolasi analog kurkumin baru dari rimpang temulawak, yaitu: 1-(4-hidroksi3,5-dimetoksifenil)-7-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-(1E.6E)-1,6-heptadien-3,4-dion. Senyawa tersebut ternyata menunjukkan efek antioksidan melawan auto-oksidasi asam linoleat dalam sistem air-alkohol. Penelitian yang dilakukan oleh Meghana (2007), menunjukkan bahwa kurkumin memiliki aktivitas melindungi sel β pankreas terhadap kerusakan oksidatif akibat induksi streptozotocin. Kurkumin juga dapat menghambat produksi glukosa hepatik (Fujiwara et al. 2008).
Streptozotocin Hewan coba seperti mencit, tikus, kelinci maupun monyet telah digunakan secara luas sebagai hewan model dalam penelitian diabetes. Penggunaan hewan model tersebut dapat menggambarkan dengan baik berbagai keadaan diabetes pada manusia baik dari aspek fisiologi, morfologi maupun heterogenitas genetiknya. Hewan model juga merupakan sarana yang baik untuk memanipulasi beberapa keadaan yang tidak memungkinkan dilakukan pada manusia (Andayani 2003). Hewan model untuk percobaan diabetes diantaranya dapat diperoleh dengan cara menggunakan bahan kimia diabetonik seperti aloksan dan streptozotocin dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas (Szkudelski 2001). Sifat diabetonik aloksan maupun streptozotocin dimediasi oleh senyawa oksigen reaktif yang terbentuk melalui cara yang berbeda. Aloksan secara selektif dapat merusak sel-sel β pankreas. Mekanisme toksisitas aloksan diawali dengan masuknya aloksan ke dalam sel-sel beta pankreas dan kecepatan pengambilan akan menentukan sifat diabetonik aloksan. Kerusakan pada sel-sel β terjadi melalui beberapa proses secara bersamaan, yaitu melalui oksidasi gugus sulfidril dan pembentukan radikal bebas (Szkudelski 2001). Mekanisme kerja aloksan menghasilkan kerusakan pada sel-sel β pankreas terutama menyerang senyawa-senyawa seluler yang mengandung gugus sulfidril, asam-asam amino sistein dan protein yang berikatan dengan dua gugus SH (termasuk enzim yang mengandung gugus SH). Aloksan bereaksi dengan dua gugus SH yang berikatan pada bagian sisi dari protein atau asam amino
21
membentuk ikatan disulfida sehingga menginaktifkan protein yang berakibat pada gangguan fungsi protein tersebut (Szkudelski 2001). Mekanisme kerja aloksan lainnya adalah menginduksi pembentukan radikal bebas karena bersifat polar sehingga dapat memberikan satu elektronnya kepada oksigen. Melalui reaksi redoks, asam dialurat dibentuk sebagai hasil reduksi aloksan dengan menghasilkan metabolit intermediet radikal aloksan (HA*). Asam dialurat kemudian dioksidasi kembali membentuk aloksan sehingga menghasilkan radikal ion superoksida (O2*). Anion superoksida dapat mengalami reaksi dismutasi oleh enzim SOD menjadi hidrogen peroksida. Radikal bebas tersebut dapat menyerang komponen penyusun sel sehingga menyebabkan kerusakan sel. Aloksan sering digunakan untuk membuat keadaan diabetes pada hewan percobaan secara eksperimental dengan dosis yang dapat menyebabkan kerusakan selektif pada sel-sel β pankreas sehingga menghasilkan hiperglikemia permanen yang merupakan salah satu etiologi dari IDDM (diabetes tipe 1). Streptozotocin (STZ,2-deoksi-2-(3-metil-3-(nitrosoureido)-D-glukopiranosa) disintesis oleh Streptomycetes achromogenes dan biasanya digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Sifat diabetonik STZ diduga terjadi karena kerusakan DNA dalam sel-sel β pankreas. Elsner et al. (2002), melaporkan bahwa penyebab kematian sel-sel β pankreas hasil induksi STZ adalah proses alkilasi DNA. Disamping itu, kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari nitrogen oksida (NO) bersumber dari STZ. Dalam mitokondria NO akan meningkatkan aktivitas xantin oksidase dan menurunkan konsumsi oksigen yang berdampak pada gangguan produksi ATP mengakibatkan kerusakan DNA (Szkudelski 2001). Pada mencit dewasa, pemberian STZ dengan dosis rendah secara berulang (40 mg/kg, selama 5 hari) dapat menginduksi diabetes tergantung insulin yang sangat mirip dengan bentuk autoimun (inflamasi pulau Langerhans dan kematian sel β) pada diabetes tipe 1. (Fr’’ode dan Medeiros 2008). Pemberian STZ dengan dosis tungal antara 60 dan 100 mg/kg juga dapat menginduksi diabetes tergantung insulin tetapi tidak memiliki profil autoimun (Yu et al. 2000 dalam Fr’’ode dan Medeiros 2008 ). Streptozotocin dapat menginduksi kondisi diabetes yang lebih
22
stabil dan kerusakan pulau Langerhans yang permanen dibandingkan dengan aloksan (Andrade et al. 2000).
Gambar 2 Struktur kimia streptozotocin (Konrad et al. 2001)
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari Mei 2010 sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, Laboratorium Fisiologi dan Laboratorium Histopatologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, serta Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun kumis kucing berbunga putih dan daun kumis kucing berbunga ungu berasal dari Kebun Balittro Cigombong, rimpang jahe dan kayu secang dari pasar setempat, rimpang temulawak dari UKBB Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB, buah jeruk purut dan buah jeruk nipis dari hypermart - Giant Bogor, CMC (Toko Kimia Setiaguna), sukralosa, Natrium benzoat (Toko Kimia Setiaguna), kertas saring Whatman 42, sukrosa, streptozotocin (Sigma), larutan buffer sitrat (0,05M Sodium sitrat pH=4,5), Insulin Actrapid®, KCl, MgCl2, NaHCO3, FeCl3, D-glukosa, glukosa oksidase (WAKO), peroksidase (WAKO), buffer asetat, PBS , buffer formalin, xylool, parafin, larutan tirode, oksigen 95 %, amil alkohol, air suling, Na2CO3, diklorometan, kloroform, etil asetat, metanol, dietil eter, heksana, asam sitrat, ammonium asetat, reagen folin ciocalteau, asam format, etanol, anisaldehid, vanillin, H2SO4, methanol, DPPH (Sigma), gingerol (Sigma), kurkuminod (Sigma), brazilin (Sigma), sinensetin (Sigma), hesperidin (Sigma), naringin (Sigma), asam trifloroasetat, H2O2, hematoksilin, eosin, serum normal (BSA), peroksidase (DAKO), anti insulin (I-2018), DAB,
bahan-bahan uji kualitatif
fitokimia dan mencit ddY. Alat-alat yang digunakan adalah kompor gas, saringan plastik, kain saring, rotary evaporator, panci, pisau, penyaring vakum, juice extractor, neraca analitik dan neraca kasar, hot plate, stirrer, cawan aluminium, oven, refrigerator, desikator, mikropipet, pH meter, sonde, alat-alat bedah, alat jarum dan alat suntik, inkubator, gelas objek, chamber KLT, CAMAG-linomat V, spektrofotometer UV-
24
Vis,
HPLC (LC 20 AD Shimadzu dan UV-Vis Detector L-2420 Hitachi),
glukometer One Touch Ultra dan alat-alat gelas lainnya. Metode Penelitian Penelitian terdiri dari empat tahap. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Persiapan Sampel Tanaman Obat
• Kadar Air • Identifikasi Tanaman Kumis Kucing
Ekstraksi
Stok Ekstrak
Karakterisasi Formula Minuman Fungsional Semua formula minuman (MAKP,MAKU, MFKP, MFKU) : • Aktivitas antioksidan • Total polifenol Minuman terpilih (MFKP) : • Derajat warna • Nilai pH • Nilai TPT • Proksimat
Pembuatan Minuman Fungsional
Pemilihan Jenis Formula Minuman dan Jenis Ekstrak Kumis Kucing Uji Aktivitas Antihiperglikemik Sesaat ( in vivo) Uji Aktivitas Antihiperglikemik ( in vivo)
Gambar 3 Diagram alir penelitian
Karakterisasi Ekstrak • Perhitungan rendemen • Aktivitas antioksidan • Total polifenol • Profil kromatografi lapis tipis • Analisis Senyawa Aktif • Uji penyerapan glukosa • Aktivitas antioksidan • Total polifenol • Pengukuran kadar glukosa darah • Pengukuran kadar glukosa darah • Pengukuran berat badan • Histopatologik sel β pankreas
25
Pada tahap pertama dilakukan karakterisasi ekstrak yang digunakan sebagai ingredien dalam minuman dan sampel minumannya. Parameter pengujian ekstrak yang dianalisis yaitu kadar air bahan baku, rendemen, kadar total fenol, aktivitas antioksidan, uji fitokimia, profil kromatografi lapis tipis dan kadar senyawa bioaktif yang diduga sebagai senyawa penciri. Parameter pengujian pada semua formula minuman yang dianalisis yaitu aktivitas antioksidan dan kadar total fenol, sedangkan pengujian yang dilakukan pada sampel atau formula minuman terpilih yaitu MFKP, meliputi pengukuran nilai pH, analisis proksimat, total padatan terlarut, serta perubahan warna dan aktivitas antioksidannya selama penyimpanan pada suhu refrigerator sebagai indikator kerusakan sampel. Tahap penelitian kedua dilakukan pengamatan untuk mempelajari perbedaan jenis ekstrak daun kumis kucing dalam formula minuman serta perbedaan jenis formula minuman terhadap aktivitas penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit secara ex vivo (Sabu dan Subburaju 2002 dengan modifikasi), kadar total fenol, aktivitas antioksidan serta identifikasi tanaman kumis kucing tersebut di Bogoriensis LIPI. Formula minuman dengan jenis ekstrak daun kumis kucing yang terpilih digunakan dalam penelitian tahap selanjutnya. Sampel minuman dikemas dalam botol gelap steril dan disimpan dalam refrigerator sampai digunakan untuk uji antihiperglikemik. Penelitian tahap ketiga yaitu pengujian aktivitas antihiperglikemik sesaat pada mencit normal (Suarsana 2009). Tahap ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi formula minuman yang bersifat antihiperglikemik pada mencit normal dalam keadaan hiperglikemik sesaat yang diinduksi dengan larutan glukosa sebanyak 1 g/kg BB. Penentuan konsentrasi formula minuman yang bersifat antihiperglikemik dilakukan secara in vivo menggunakan mencit sebanyak 36 ekor yang dikelompokkan menjadi 6 kelompok (n=6). Kelompok I (kontrol negatif, mencit dengan pemberian perlakuan air suling 0.52 ml/20 g BB), Kelompok II (kontrol positif hiperglikemik, mencit dengan pemberian larutan glukosa sebanyak 1 g/kg), Kelompok III (mencit dengan perlakuan pemberian larutan glukosa 1 g/kg dan sampel minuman sebanyak 0.52 ml/20 g BB dengan konsentrasi 1 x formula minuman), Kelompok IV (mencit dengan perlakuan pemberian larutan glukosa 1 g/kg dan sampel minuman sebanyak 0.52 ml/20 g
26
BB dengan konsentrasi 4 x formula minuman), Kelompok V (mencit dengan perlakuan pemberian larutan glukosa 1 g/kg dan sampel minuman sebanyak 0.52 ml/20 g BB dengan konsentrasi 16 x formula minuman) dan Kelompok VI (mencit dengan perlakuan pemberian larutan glukosa 1 g/kg dan insulin). Pakan yang diberikan adalah ransum standar dan air minum ad libitum. Sebelum diberi perlakuan, mencit diadaptasikan selama 1 minggu. Pemberian sampel dan larutan glukosa dilakukan setelah mencit dipuasakan selama 16 jam. Pengukuran dilakukan pada menit ke 0, 30, 60, 120, dan 180 setelah perlakuan. Kadar glukosa darah mencit percobaan diukur menggunakan glukometer. Pada tahap keempat dilakukan pengujian aktivitas antihiperglikemik formula minuman dengan atau tanpa penambahan ekstrak jahe, pada konsentrasi formula minuman terpilih, secara in vivo pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah secara berulang (Wu dan Huan 2008). Pada penelitian ini, mencit jantan yang digunakan sebanyak 36 ekor (berat 25 – 30 g, umur 8 – 12 minggu) yang dikelompokkan menjadi 6 kelompok (n=6). Kelompok I (kontrol positif diabetes, mencit diabetes dengan perlakuan pemberian air suling), Kelompok II
(mencit diabetes dengan perlakuan pemberian sampel formula
minuman sebanyak 0.52 ml/20 gBB pada konsentrasi terpilih), Kelompok III (mencit diabetes dengan perlakuan pemberian sampel formula minuman tanpa jahe sebanyak 0.52 ml/20 gBB pada konsentrasi terpilih), Kelompok IV (mencit diabetes dengan perlakuan pemberian insulin), Kelompok V (mencit normal dengan perlakuan pemberian sampel formula minuman sebanyak 0.52 ml/20 g BB pada konsentrasi terpilih) dan Kelompok VI (kontrol negatif, mencit normal dengan perlakuan pemberian air suling). Seluruh mencit dibiarkan beradaptasi terlebih dahulu selama 5 hari sebelum dilakukan percobaan. Pada hari pertama percobaan sebanyak 24 ekor hewan coba dibuat menjadi diabetes dengan cara diinduksi menggunakan streptozotocin dengan dosis rendah (konsentrasi akhir 40 mg/kg) secara berulang selama 5 hari berturut-turut. Sebelum diberi streptozotocin, mencit dikeluarkan dari kandang dan diberi air suling. Streptozotocin dilarutkan dalam buffer sitrat (50 mM sodium sitrat pada pH=4.5) dengan konsentrasi 6 mg/ml, secepatnya sebelum disuntikkan (< 15 menit). Streptozotocin disuntikkan secara intraperitoneal dengan
27
menggunakan syring 1ml dengan jarum berukuran 25-G. Setelah itu mencit dimasukkan kembali ke dalam kandang dan disediakan air minum yang mengandung 10 % sukrosa. Pada hari ke-6, air minum mencit yaitu 10 % sukrosa ganti dengan air minum biasa. Pada hari ke 14 (9 hari setelah penyuntikan streptozotocin terakhir), semua mencit dipuasakan selama 6 jam, kemudian diukur kadar glukosa darahnya. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah induksi diabetes yang telah dilakukan dengan streptozotocin berjalan dengan baik (kadar glukosa darah > 150 mg/dl). Mencit yang telah mengalami kondisi hiperglikemik dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok yang diberi asupan sampel minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan konsentrasi terpilih hasil penelitian pendahuluan, kelompok yang diberi asupan sampel minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing tanpa penambahan ekstrak jahe, kelompok yang diberi asupan insulin dan kelompok yang diberi air suling (kontrol positif diabetes). Dua kelompok yang lain, yaitu kelompok kontrol negatif (mencit normal yang diberi asupan air suling) dan mencit normal yang diberi sampel minuman dengan konsentrasi dan volume yang sama. Perlakuan pada setiap kelompok mencit dilakukan selama 20 hari (sampai hari ke 34 percobaan). Parameter
yang
digunakan
dalam
analisis
antihiperglikemik
yaitu
pengukuran kadar glukosa darah mencit setiap 5 hari sekali, pengukuran berat badan setiap 5 hari sekali dan jumlah konsumsi ransum diukur setiap hari serta histopatologik sel β pankreas pada akhir masa percobaan. Prosedur Analisis Rendemen Ekstrak (b/b) Penentuan rendemen ekstrak dilakukan dengan penimbangan sampel bahan baku dan ekstrak yang diperoleh. Perhitungan rendemen dilakukan dengan menggunakan rumus : Rendemen (%) = W1/W2 x 100 % Keterangan :
W1 = Berat ekstrak W2 = Berat bahan baku
28
Aktivitas Antioksidan, metode DPPH (Kubo et al. 2002; Molyneux 2004) Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH▪ (1,1diphenyl-2-picrylhydrazil radical-scavenging). Formula minuman yang terdiri dari campuran kelima ekstrak tanaman obat serta komponen tunggal ekstrak dalam minuman diukur aktivitas antioksidannya. Asam askorbat digunakan sebagai standar pembanding terhadap aktivitas antioksidan yang dimiliki formula minuman atau komponen tunggal minuman. Aktivitas antioksidan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity). Metode pengukuran aktivitas antioksidan dapat dilihat pada Gambar 4. Dicampur 2 ml larutan buffer asetat (pH 5.5), 3.75 ml metanol, dan 200 µl larutan DPPH 3 mM dalam metanol Larutan campuran divorteks Ditambah 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan Diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit Dibaca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada λ = 517 nm Gambar 4 Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH (Kubo et al. 2002; Molyneux 2004) Total Fenol (Strycharz dan Shetty 2002) Larutan standar dibuat dengan melarutkan 10, 25, 50, 75, 100, 125, dan 150 ppm asam galat dalam air suling. Larutan reagen dibuat dengan mencampurkan reagen folin-ciocalteau 50 ml dengan air suling 50 ml. Larutan Na2CO3 dibuat dengan melarutkan 5 g Na2CO3 dalam 100 ml air suling. Larutan standar atau sampel sebanyak 1 ml dilarutkan dalam 5 ml air suling dan 0.5 ml larutan reagen. Setelah itu, larutan didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap kemudian ditambahkan 1 ml larutan Na2CO3 dan diinkubasi kembali dalam ruang gelap
29
selama 1 jam. Setelah inkubasi, larutan divorteks dan diukur absorbansinya pada 725 nm. Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid Uji alkaloid dilakukan dengan melarutkan 1 gram sampel dalam beberapa tetes NH3, kemudian ditambah 5 ml kloroform dan disaring. Setelah disaring, filtrat ditambah dengan H2SO4 2 M sampai terbentuk lapisan asam. Beberapa tetes lapisan asam tersebut diambil dan direaksikan dengan pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner. Jika terbentuk endapan jingga pada reagen Dragendorrf, endapan putih pada reagen Mayer, dan endapan coklat pada reagen Wagner berarti sampel mengandung komponen alkaloid. Uji Triterpenoid dan steroid Uji terpenoid ini disebut juga uji Liebermann-Bouchard. Uji dilakukan dengan melarutkan sampel dalam etanol panas kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian dipanaskan sampai etanol menguap semua. Setelah itu, ditambah 1 ml dietil eter dan dihomogenkan. Larutan kemudian ditambah 1 tetes H2SO4 pekat. Jika terbentuk warna hijau berarti ekstrak mengandung steroid. Setelah itu ditambah 1 tetes CH3COOH anhidrat. Jika terbentuk warna merah atau ungu berarti ekstrak mengandung triterpenoid. Uji Saponin Uji ini dilakukan dengan melarutkan 5 gram sampel dalam air suling yang dipanaskan 5 menit dan kemudian disaring. Filtrat yang telah dihasilkan kemudian dikocok dengan kuat sampai terbentuk buih. Jika buih yang terbentuk stabil dalam 5 menit maka ekstrak tersebut mengandung saponin. Uji Tanin Uji ini dilakukan dengan melarutkan 5 gram sampel dalam air suling yang dipanaskan 5 menit dan kemudian disaring. Filtrat yang telah dihasilkan kemudian ditambah 3 tetes FeCl3. Jika terbentuk warna hitam kehijauan berarti ekstrak mengandung tanin.
30
Uji Hidrokuinon Uji ini dilakukan dengan melarutkan 1 gram sampel dalam metanol panas kemudian disaring. Filtrat yang dihasilkan kemudian diberi NaOH 10% beberapa tetes. Jika terbentuk warna merah berarti sampel mengandung hidrokuinon. Uji Flavonoid Uji ini dilakukan dengan melarutkan 5 gram sampel dalam air suling yang dipanaskan 5 menit dan kemudian disaring. Filtrat kemudian ditambah serbuk Mg, HCl:etanol (1:1), dan amil alkohol sampai terbentuk lapisan amil alkohol. Jika lapisan tersebut berwarna jingga maka dalam sampel tersebut terdapat komponen flavonoid. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Ekstrak daun kumis kucing (Arafat et al. 2008) Ekstrak ditotolkan dengan linomat V pada plat silika gel 60 F254 (10 x 2 cm) yang telah diaktivasi dengan pemanasan di oven selama 5 menit. Plat yang telah disiapkan kemudian dimasukkan dalam chamber berisi eluen etil asetat : kloroform = 7 : 3 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Hasil plat kemudian difoto dengan sinar UV 366 nm. Ekstrak kayu secang (Kharbade dan Agrawal 1985) Ekstrak ditotolkan dengan linomat V pada plat silika gel 60 F254 (10 x 2 cm) yang telah diaktivasi dengan pemanasan di oven selama 5 menit. Plat yang telah disiapkan kemudian dimasukkan dalam chamber berisi eluen etil asetat : metanol : air = 5 : 0.825 : 0.630 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Hasil plat kemudian difoto dengan sinar UV 366 nm. Ekstrak jahe gajah (Anonim 1999) Ekstrak ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 (10 x 2 cm) yang telah diaktivasi dengan pemanasan di oven selama 5 menit. Plat yang telah disiapkan kemudian dimasukkan dalam chamber berisi eluen dietil eter : heksana = 6 : 4 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Hasil plat kemudian dicelupkan dalam reagen warna yang terdiri dari 5 ml asam sulfat pekat, 85 ml metanol, 10 ml asam asetat, dan 500 µL anisaldehida. Plat kemudian dikeringkan dalam oven selama 3 menit dan difoto dengan sinar tampak atau dengan sinar UV 254 nm.
31
Ekstrak buah jeruk purut dan jeruk nipis (Wagner dan Bladt 1996 dengan modifikasi) Ekstrak ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 (10 x 2 cm) yang telah diaktivasi dengan pemanasan di oven selama 5 menit. Plat yang telah disiapkan kemudian dimasukkan dalam chamber berisi etil asetat: asam format : asam asetat : air = 5 : 0.55 : 0.55 : 1.3 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Hasil plat dibiarkan sampai kering, kemudian plat difoto dengan sinar UV 254 nm dan 366 nm. Ekstrak temulawak (Miftahuddin 2009) Ekstrak ditotolkan pada plat silika gel 60 F254 (10 x 2 cm) yang telah diaktivasi dengan pemanasan di oven selama 5 menit. Plat yang telah disiapkan kemudian dimasukkan dalam chamber berisi diklorometan : kloroform = 3.25: 6.75 yang telah dijenuhkan terlebih dahulu. Hasil plat disemprot dengan reagen vanilin (vanilin 1 gram dalam asam sulfat 5 ml dan etanol 95 ml) dan dioven 3 menit. Setelah kering, plat difoto dengan sinar UV 366 nm. Analisis Senyawa Penciri yang Diduga sebagai Senyawa Aktif Analisis senyawa penciri dari masing-masing ekstrak tanaman obat dilakukan menggunakan Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi. Pengukuran kadar curcumin ekstrak temulawak dilakukan sesuai dengan metode Almeida et al. (2005), pengukuran kadar gingerol dan shogaol pada ekstrak jahe dilakukan sesuai dengan metode Lee et al. (2007), pengukuran kadar sinensetin pada ekstrak kumis kucing dilakukan sesuai dengan metode Akowuah et al. (2004), pengukuran kadar brazilin pada ekstrak secang dilakukan sesuai dengan metode Batubara et al. (2010) dan pengukuran kadar hesperidin dan naringin ekstrak jeruk purut dan jeruk nipis dilakukan sesuai dengan metode Abeysinghe et al. (2007). Analisis sinensetin Analisis menggunakan KCKT LC 20 Shimadzu dilengkapi dengan manual injektor, oven kolom, dan detektor diode array. Kolom yang digunakan yaitu kolom C18 (150 x 4.6 i.d. mm). Temperatur pada suhu ruang, dengan volume injeksi 20 µl dan kecepatan aliran 1 ml/min. Fase gerak yang digunakan yaitu metanol : air : tetrahidrofuran (45:50:5 v/v). Peak dideteksi pada panjang gelombang 340 nm dan diidentifikasi sesuai dengan standar. Waktu retensi dan
32
spektrum dibandingkan dengan standar. Penghitungan dilakukan berdasarkan metode standar eksternal. Analisis gingerol dan shogaol Analisis menggunakan KCKT Hitachi yang dilengkapi dengan detektor UV. Kolom yang digunakan adalah kolom C18 (150 x 4.6 mm), fase terbalik, elusi dilakukan dengan menggunakan fase gerak menggunakan elusi gradien mengandung asetonitril dan air, temperatur 40°C dan volume injeksi 20 µL. Peak dideteksi pada panjang gelombang 282 nm. Waktu retensi dan spektrum dibandingkan dengan standar. Penghitungan dilakukan menggunakan metode standar eksternal. Analisis kurkumin Analisis dilakukan dengan menggunakan KCKT Hitachi dilengkapi dengan detektor UV pada 425 nm, kolom ODS C18 (150 mm × 4.6 mm i.d.). Elusi menggunakan fase gerak asetonitril : asam asetat 25 % (45:55, v/v), kecepatan alir 1 mL/min pada 30 ºC. Waktu retensi dan spektrum dibandingkan dengan standar. Penghitungan dilakukan menggunakan metode standar eksternal. Analisis naringin dan hesperidin Analisis dilakukan dengan menggunakan KCKT LC 20 Shimadzu dengan fase terbalik dan detektor diode array, kolom C18 (250 mm x 4.6 mm i.d.) (Shimadzu, Japan). Fase gerak mengandung 75 mM asam sitrat and 25 mM ammonium asetat dalam air bebas ion (A) dan metanol (B) dengan rasio 60:40 (v/v) pada kecepatan alir 1 ml/min. Volume injeksi 10 µl dan deteksi pada panjang gelombang 282 nm. Waktu retensi dan spektrum dibandingkan dengan standar. Penghitungan dilakukan menggunakan metode standar eksternal. Analisis brazilin Analisis menggunakan KCKT LC-20A series (Shimadzu, Japan) dengan detektor diode array, kolom C18 (150 mm × 4.6 mm i.d.) (Shimadzu, Japan). Elusi pada temperatur 30 ºC, kecepatan alir 1 mL/min pada 280 nm. Fase gerak menggunakan elusi gradien selama 45 menit dari 5% sampai 50 % metanol dalam 0.05% asam trifluoroasetat. Waktu retensi dan spektrum dibandingkan dengan standar. Penghitungan dilakukan menggunakan metode standar eksternal.
33
Pengujian penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit (Sabu dan Subburaju 2002 dengan modifikasi) Larutan tirode dibuat dengan melarutkan 8 g NaCl, 0.2 g KCl, 0.2 g CaCl2, 0.1 MgCl2 dalam 250 ml air suling sebagai larutan A dan 0.05 g NaH2PO4, 1 g NaHCO3 dalam 250 ml air suling sebagai larutan B serta 1 g glukosa dalam 500 ml air suling sebagai larutan C. Setelah itu, campurkan 250 ml larutan A dengan 250 ml larutan B dan 500 ml larutan C. Larutan insulin dibuat dengan melarutkan 400 μl larutan insulin reguler 100 IU/ml dengan air suling sampai volume campuran menjadi 100 ml. Mencit dengan bobot 15-20 g dipelihara dengan ransum standar, air ad libitum, dan dipuasakan semalam sebelum diambil diafragmanya. Mencit dibunuh dengan cara dislocatio cervicalis dan diafragma diambil dengan cepat untuk mencegah trauma. Setelah itu, difragma dicuci menggunakan larutan tirode tanpa glukosa. Sampel pada analisis ini berupa minuman formula dengan penambahan ekstrak kumis kucing bunga putih dan minuman formula dengan penambahan ekstrak kumis kucing bunga ungu. Pengukuran penyerapan glukosa oleh sel diafragma dilakukan dengan melarutkan 2 ml larutan tirode dengan 2 ml larutan sampel atau 2 ml larutan insulin sebagai pembanding positif atau 2 ml air suling sebagai blanko. Setelah larutan reaksi disiapkan, kemudian diafragma mencit dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan diinkubasi. Inkubasi dilakukan selama 30 menit dengan suhu 37˚C dengan penambahan O2 95% dalam inkubator bergoyang 140 rpm. Setelah diinkubasi, diafragma dibilas dengan air suling, kemudian dikeringkan bagian luarnya dan ditimbang dengan neraca analitik. Larutan tirode yang telah ditambahkan sampel atau insulin diukur kadar glukosanya sebelum dan sesudah inkubasi dengan diafragma. Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan metode glukosa oksidase. Perhitungan kadar glukosa menggunakan rumus : Kadar glukosa yang terserap = [(G1-G2)]/W Keterangan:
G1 = Kadar glukosa dalam larutan sebelum inkubasi (μg) G2 = Kadar glukosa dalam larutan sesudah inkubasi (μg) W = Bobot diafragma (g)
34
Kadar Glukosa dengan Metode Glucose Oxidase (AOAC 969.39 1995) Larutan enzim dibuat dengan melarutkan 40 mg kromogen (oDianisidine.2HCl), 40 mg horseradish peroxidase dan 0.4 ml glucose oxidase 1000 unit/ml pada buffer asetat 0.1 M sampai 100 ml. Standar glukosa (1 mg/ml) diperoleh dengan melarutkan glukosa dengan air sampai 1000 ml dan didiamkan selama 2 jam. Kurva standar dibuat dengan membuat berbagai konsentrasi larutan standar glukosa. Larutan standar glukosa dibuat dengan memipet 0.5, 1, 1.5, 2, 3, dan 4 ml glukosa standar (1 mg/ml) dan dilarutkan dengan air suling sampai 50 ml. Analisis dilakukan dengan memipet 1 ml larutan standar glukosa sebagai larutan standar atau 1 ml air suling sebagai blanko atau 1 ml sampel dan diinkubasi pada suhu 30˚C selama 5 menit. Setelah itu, larutan enzim ditambahkan sebanyak 500 μl dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 30˚C. Reaksi kemudian dihentikan dengan menambahkan 5 ml H2SO4(1+3). Campuran reaksi kemudian divorteks dan diukur pada panjang gelombang 540 nm. Hasil absorbansi yang telah diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar sehingga dapat diperoleh kadar glukosanya. Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995) Sejumlah sampel (kurang lebih 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui bobotnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100 0C hingga diperoleh bobot konstan. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar air (wet basis) (%) = c- (a-b) x 100 % c Keterangan: a = bobot cawan dan sampel akhir (g) b = bobot cawan (g) c = bobot sampel awal (g)
35
Kadar Abu (AOAC, 1995) Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600 0C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600 0C selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus: Kadar abu = berat abu (g) x 100 % berat sampel (g) Kadar Protein (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml kemudian ditambahkan 1,9 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Sampel didinginkan dan ditambah sejumlah kecil air secara perlahan-lahan kemudian didinginkan kembali. Isi tabung dipindahkan ke alat destilasi dan labu dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air. Air cucian dipindahkan ke labu destilasi. Erlenmeyer berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian biru metilen 0,2% dalam alkohol) diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3, ditambah larutan NaOH-Na2SO3 sebanyak 8-10 ml kemudian didestilasi dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai terjadi perubahan warna. Penetapan untuk blanko juga dilakukan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar N (%)
= (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14.007 x 100 mg sampel
Kadar protein (%) = %N x faktor konversi (6,25)
36
Kadar Lemak, Metode Soxhlet (AOAC, 1995) Labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-110
0
C kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel dalam bentuk tepung ditimbang dalam sebanyak 5 gram lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana. Refluks dilakukan minimum selama 5 jam dan pelarut yang ada di dalam labu lemak kemudian didestilasi. Selanjutnya, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskandalam oven pada suhu 100 0C hingga beratnya konstan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan rumus: Kadar lemak (%) = berat lemak (g) x 100 % berat sampel (g) Kadar Karbohidrat by Difference (AOAC, 1995) Kadar karbohidrat dengan metode by difference merupakan penentuan kadar karbohidrat bahan makanan secara kasar yang diperoleh berdasarkan perhitungan, dengan rumus sebagai berikut : Kadar karbohidrat (%) = 100 % - % (protein + lemak + abu + air) Nilai pH (AOAC 1995) Sebanyak 30-50 ml sampel langsung diukur nilai pH-nya dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0.
Total Padatan Terlarut (AOAC 1995) Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Filtrat sampel diteteskan di atas prisma refraktometer yang sudah distabilkan lalu dilakukan pembacaan. Sebelum dan setelah digunakan, prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam °Brix sukrosa.
37
Derajat Warna, metode Hunter (Hutching 1999) Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meter. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meter bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam (misalnya cawan petri). Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan nilai b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0–100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0–(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0–70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0–(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung °Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan °Hue = arc tan (b/a). Pengukuran Kadar Glukosa Darah pada Mencit Percobaan Kadar glukosa darah mencit percobaan ditentukan dengan metode glucose oxidase biosensor, menggunakan alat Blood Glucose Test Meter One Touch Ultra Easy. Darah diambil melalui ujung ekor mencit yang sebelumnya dibersihkan dengan alkohol 70 %, kemudian diurut perlahan-lahan kemudian ujung ekor ditusuk dengan jarum kecil (syring 1 cc) (Kerato et al. 2006). Darah yang keluar kemudian disentuhkan pada strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terbaca di layar One Touch Ultra Easy setelah beberapa detik dan kadar glukosa darah dinyatakan dalam mg/dl. Pengukuran kadar glukosa darah pada uji aktivitas antihiperglikemik sesaat dilakukan setelah pemberian glukosa dan sampel minuman sedangkan pengukuran kadar glukosa darah pada saat uji aktivitas antihiperglikemik pada mencit diabetes yang setiap hari diberi sampel minuman, dilakukan setelah mencit dipuasakan selama 6 jam.
38
Histopatologi sel β pankreas (Langerhans) Analisa histopatologi dilakukan terhadap organ pankreas. Analisa ini meliputi tahap pembuatan sediaan histopatologis (Kiernan 1990), pewarnaan HE dan pewarnaan imunohistokimia (Beesley 1995).
Pembuatan Sediaan Histopatologis Pankreas segera diambil, dan dicuci dengan larutan PBS (phosphate buffered saline pH 7.4) kemudian difiksasi dalam larutan 10 % buffer formalin selama minimal 24 jam. Sampel pankreas dipotong kecil dengan ketebalan kurang lebih 0.5 cm dan diletakkan di dalam tissue cassette kemudian dilakukan dehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat, kemudian dijernihkan dalam silol dan di-embedding dalam parafin. Blok paraffin dipotong serial dengan ketebalan 4 µm menggunakan mikrotom dan sayatan dilekatkan di atas gelas objek. Setelah dilakukan proses deparafinasi dengan xylol III, II dan I, selanjutnya dilakukan rehidrasi dengan alkohol absolut III, II dan I, lalu alkohol 95 %, 90 %, 80 % dan 70 %, masing-masing selama 5 menit dan aquades selama 5 menit. Sediaan kemudian siap diwarnai dengan HE dan uji imunohistokimia.
Pewarnaan HE Pengamatan histopatologis dengan pewarnaan HE bertujuan untuk mengamati struktur umum jaringan. Sedian preparat yang telah dideparafinasi dan rehidrasi ditetesi dengan pewarna hematoksilin, selanjutnya dibilas dengan air kran mengalir kemudian dimasukkan ke dalam aquades. Sedian kemudian diwarnai dengan pewarna eosin kemudian dibilas dengan air kran mengalir. Tahap selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 70, 80, 90 dan 95 %, alkohol absolut I, II dan III. Selanjutnya dilakukan penjernihan (clearing), yaitu sediaan dimasukkan ke dalam xylol I, II dan III. Tahap terakhir dari pewarnaan ini adalah mounting, yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan bantuan perekat entelan. Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali. Pengamatan dilakukan terhadap struktur umum jaringan normal maupun yang telah mengalami perubahan struktur.
39
Pewarnaan Imunohistokimia (Beesley 1995, dengan modifikasi) Pewarnaan imunohistokimia dilakukan untuk mendeteksi hormon insulin yang dihasilkan oleh sel β pankreas. Tahapan pewarnaan imunohistokimia dimulai dari pembuatan sediaan histopatologis seperti yang diuaraikan di atas, tetapi gelas objek yang digunakan untuk menaruh sediaan adalah gelas objek yang sudah diberi perekat (poli-L-lisin). Tahapan selanjutnya preparat histopatologis yang telah dibuat dilakukan pewarnaan imunohistokimia terhadap insulin menggunakan metode tidak langsung dua tahap (metode antibodi berlabel enzim). Setelah deparafinasi dan rehidrasi, sediaan direndam dalam air bebas ion selama 15 menit, sediaan direndam dengan H2O2 dalam methanol (1:100) selama 15 menit untuk menghilangkan aktivitas peroksidase endogen. Sediaan direndam dalam air bebas ion lalu PBS masing-masing 2 kali selama 10 menit. Kemudian, sediaan ditetesi dengan serum normal (BSA) 10 % (80 µl/sediaan) dan diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 45 menit lalu dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit. Sediaan ditetesi dengan antibodi primer monoklonal anti-insulin dalam PBS (1:1000) sebanyak 80 µl/sediaan lalu diinkubasi pada suhu 4˚C (refrigerator) selama 24 jam, kemudian dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya, sediaan ditetesi dengan antibodi sekunder Dako Envision Peroksidase sebanyak 80 µl/sediaan lalu diinkubasi pada suhu 37 ˚C, selama 1 jam. Sediaan dicuci dengan PBS 3 kali masing-masing selama 5 menit, lalu ditetesi dengan diaminio benziden (DAB) sebanyak 80 µl/sediaan dan dibiarkan bereaksi dalam ruang gelap selama 25 menit. Sediaan dicuci dengan air bebas ion, selanjutnya diwarnai dengan hematoksilin. Setelah dilakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (70, 80, 90 dan 95 %, lalu alkohol absolut I, II dan III ) dan penjernihan dengan xylol I, II dan III. Tahap akhir sediaan kemudian di-mounting dengan penutup gelas dengan perekat entelan dan siap diamati di bawah mikroskop cahaya pembesaran 400 kali. Pengamatan secara kualitatif dilakukan pada sel beta pankreas, yang jika positif ditunjukkan dengan warna coklat. Untuk mengintrepetasikan intensitas warna coklat dilakukan scoring dan penghitungan luas area berwarna coklat dari 10 lapang pandang pada setiap preparat pankreas sesuai dengan metode Kanter et al. 2004.
40
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Semua data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata + standar deviasi (Mean + SD). Selanjutnya data diolah dan dianalisis menggunakan metode sidik ragam (ANOVA) sistem rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3 untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara rerata parameter yang diukur dilanjutkan dengan uji Duncan. Model aditif linear untuk rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut : Yij = µ + βi + εij Keterangan : Yij = nilai pengamatan taraf ke-i ulangan ke-j µ = komponen aditif dari rataan βi = pengaruh utama faktor ke-i, ulangan ke-j εij = galat perlakuan ke-i, ulangan ke-j Untuk mengetahui hubungan antara perubahan aktivitas antioksidan dengan perubahan warna selama penyimpanan pada suhu refrigerator, data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji Korelasi Pearson pada program SPSS versi 17. Data hasil histopat dengan metode imunohistokimia dianalisis menggunakan statistik non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis pada program SPSS versi 17 untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur, kemudian dilanjutkan dengan uji Dunn untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antara parameter yang diukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Ekstrak sebagai Ingredien dalam Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Karakterisasi ekstrak bertujuan untuk
melakukan standarisasi ekstrak
sebagai ingredien dalam formula minuman, hal ini sangat berguna dalam menentukan kualitas ekstrak sehingga diperoleh formula minuman yang terstandar. Parameter yang dianalisis adalah rendemen ekstrak,
kadar air bahan baku ekstrak,
aktivitas antioksidan komponen tunggal ekstrak dalam
minuman dan kadar total fenol ekstrak. Karakteristik ekstrak yang digunakan pada penelitian ini seperti tertera pada Tabel 1. Tabel 1 Karakteristik ekstrak Jenis Ekstrak Daun Kumis kucing bunga ungu Daun Kumis kucing bunga putih Kayu Secang Rimpang Temulawak Rimpang Jahe Buah Jeruk Purut Buah Jeruk Nipis
Rendemen Ekstrak (%) 25.79 + 1.99 23.81 + 0.05 21.83 + 3.56 37.24 + 2.76 52.00 + 2.00 13.25 + 5.23 31.40 + 2.59
Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC) 556.21 + 71.89 bc 666.89 + 9.27 b 1055.22 + 7.86 a 386.22 + 82.50 d 529.56 + 7.07 c 294.56 + 56.57 de 194.0 + 60.50 e
Total Fenol (ppm GAE/g) 748.15 + 1.51 a 787.63 + 5.45 a 727.38 + 65.64 a 465.64 + 1.03 b 232.63 + 35.56 d 353.76 + 7.13 c 272.09 + 33.19 d
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
Pengujian aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa komponen tunggal ekstrak
dalam minuman, yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi yaitu
ekstrak kayu secang. Ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki kemampuan antioksidan sebesar 666.89 + 9.22 ppm AEAC, lebih tinggi daripada ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu yang memiliki aktivitas antioksidan sebesar 556.21 + 71.89 ppm AEAC, walaupun tidak berbeda secara signifikan (Gambar 5). Ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki kadar total fenol paling besar diantara ekstrak lainnya. Kadar total fenol ekstrak daun kumis kucing berbunga putih dan kadar total fenol ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu masing-masing setara dengan 787.63 + 5.45 ppm GAE/g ekstrak (b.b) dan 748.15
42
+ 1.51 ppm GAE/g ekstrak (b.b), tetapi tidak berbeda secara signifikan (Gambar 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak tersebut tidak dipengaruhi oleh kadar total fenol ekstrak, hal ini dapat terjadi karena perbedaan komposisi dan jumlah senyawa-senyawa fenolik dalam ekstrak berbeda. Perlu pengukuran golongan senyawa fenolik yang lebih spesifik untuk mengetahui golongan senyawa fenolik yang berpengaruh terhadap kemampuan aktivitas antioksidan.
1200
1055.22
1000 748.15 787.63 666.89 556.21 600 800
727.38 465.64 386.22
400 200
529.56 353.76 272.09 294.56 232.63 194
Aktivitas antioksidan (ppm AEAC) Total fenol (ppm GAE/g)
0 KKU
KKP
SC
TM
JH
JP
JN
Jenis Ekstrak
Gambar 5 Aktivitas antioksidan dan total fenol komponen ekstrak tunggal dalam minuman ( KKU = kumis kucing bunga ungu, KKP = kumis kucing bunga putih, SC = secang, TM = temulawak, JH = jahe, JP = jeruk purut, JN = jeruk nipis)
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
Gambar 6 Ekstrak yang digunakan dalam formula minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing. (a) daun kumis kucing, (b) kayu secang, (c) buah jeruk nipis, (d) buah jeruk purut, (e) jahe, (f) temulawak. Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus B1. Miq) merupakan hasil formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007) & Kordial (2009) serta formulasi Ahmad (2010), dengan memanfaatkan beberapa
43
jenis rempah dan tanaman obat. Formula minuman tersebut mengandung beberapa jenis ekstrak tanaman obat yaitu daun kumis kucing, kayu secang, rimpang jahe, rimpang temulawak, buah jeruk purut dan buah jeruk nipis dengan komposisi ekstrak daun kumis kucing lebih banyak dibandingkan ekstrak tanaman obat lainnya. Bahan tambahan pangan yang terdapat dalam minuman tersebut adalah sukralosa sebagai pemanis, CMC (karboksimetil selulosa) sebagai penstabil, flavor enhancer dan kalium sorbat atau benzoat sebagai pengawet.
(a)
(b)
Gambar 7 Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing. (a) Minuman dalam kemasan botol coklat, (b) Penampakan warna minuman Hasil analisis proksimat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil analisis proksimat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing formula MFKP Parameter Kadar Air Kadar Protein Kadar Lemak Kadar Abu Kadar Karbohidrat Kadar Serat Total Kalori Total padatan terlarut pH
Nilai 98.88 + 0.10 0.14 + 0.01 0.60 + 0.01 0.14 + 0.02 0.24 + 0.14 0 6.92 0
3.7 + 0.1
Satuan % b.b % b.b % b.b % b.b % b.b % b.b kkal/100 g °Brix -
44
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mengandung komponen gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak dan mineral (kadar abu), selain mengandung komponen non gizi (senyawa fitokimia) yang merupakan komponen bioaktif. Dengan demikian minuman tersebut dapat memenuhi persyaratan sebagai minuman fungsional seperti yang dinyatakan oleh BPOM. Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan fungsional adalah: (1) Harus merupakan produk pangan (bukan berbentuk kapsul, tablet, atau bubuk) yang berasal dari bahan alami; (2) Dapat dan layak dikonsumsi sebagai bagian dari diet atau menu sehari-hari; (3) Mempunyai fungsi tertentu pada saat dikonsumsi, serta dapat memberikan peran dalam proses tubuh tertentu, seperti memperkuat mekanisme
pertahanan
tubuh,
mencegah
penyakit
tertentu,
membantu
mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit, menjaga kondisi fisik dan mental, serta memperlambat proses penuaan. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu dan bisa dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, serta lezat dan bergizi. Minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing hanya memberikan kalori bagi tubuh yang cukup kecil, yaitu sebesar 6.92 kkal/100 g. Hal ini menunjukkan bahwa minuman tersebut cukup sesuai bagi penderita hiperglikemik yang harus mengatur jumlah kalori dari dietnya untuk menjaga kestabilan kadar glukosa darah. Kandungan Senyawa Bioaktif dalam Ekstrak Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya
45
dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Senyawa-senyawa tersebut banyak terkandung dalam sayuran dan kacang-kacangan, termasuk tanaman rempah dan tanaman obat (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Hasil pengujian fitokimia pada masing-masing ekstrak secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 3. Kandungan senyawa fitokimia dari masing-masing ekstrak berbeda dengan hasil pengujian fitokimia yang dilakukan oleh Diana (2010). Perbedaan kandungan senyawa fitokimia dapat disebabkan karena jenis ekstrak yang berbeda. Ekstrak yang digunakan dalam penelitian Diana (2010) adalah ekstrak dalam bentuk kering (serbuk) hasil pengeringan beku, sedangkan ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk cair, tidak dikeringkan dengan pengeringan beku. Selain itu perbedaan kandungan senyawa fitokimia dalam ekstrak juga dapat dipengaruhi oleh asal bahan baku ekstrak yang digunakan. Perbedaan tempat tumbuh dan kondisi lingkungan di sekeliling tanaman akan mempengaruhi proses pembentukan baik dalam hal jumlah maupun jenis senyawa fitokimia. Pengujian fitokimia juga merupakan analisis secara kualitatif sehingga tidak dapat mendeteksi keberadaan suatu senyawa dengan jumlah kecil karena limit deteksinya tinggi. Akan tetapi, hasil pengujian kandungan senyawa fitokimia ini dapat digunakan sebagai acuan untuk spesifikasi ekstrak-ekstrak yang digunakan dalam formulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing agar memperoleh aktivitas yang diinginkan secara optimum. Tabel 3 Kandungan senyawa fitokimia dalam setiap ekstrak Ekstrak
Senyawa fitokimia
Daun Kumis Kucing
Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Saponin, Triterpenoid, Hidroquinon
Kayu Secang
Flavonoid, Tanin, Saponin, Triterpenoid, Hidroquinon
Temulawak
Alakaloid, Flavonoid, Tanin, Triterpenoid, Hidroquinon
Jahe
Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Triterpenoid, Hidroquinon
Buah Jeruk Purut
Alkaloid, Flavonoid, Tanin, Steroid
Buah Jeruk Nipis
Flavonoid, Tanin, Steroid
46
Hasil pengujian kromatografi lapis tipis untuk mengamati profil kromatografi dengan menggunakan standar senyawa penciri ekstrak yang diduga sebagai senyawa aktif pada masing-masing ekstrak, menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing mengandung tiga spot yang salah satu diantaranya merupakan senyawa sinensetin. Kromatografi lapis tipis ekstrak rimpang temulawak memiliki delapan spot, diantaranya merupakan senyawa golongan kurkuminoid yaitu kurkumin dan demetoksikurkumin. Kromatografi lapis tipis ekstrak kayu secang memiliki enam spot dan salah satunya merupakan senyawa brazilin. Kromatografi ekstrak rimpang jahe juga memiliki enam spot, salah satunya merupakan senyawa gingerol. Kromatografi lapis tipis ekstrak buah jeruk nipis dan buah jeruk purut menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa hesperidin, walaupun hasil pemisahan pada kromatografi tersebut kurang bagus karena masih berekor, sedangkan senyawa naringin tidak terdeteksi pada pengujian kromatografi lapis tipis tersebut (Tabel 4 dan Gambar 8). Tabel 4 Rf beberapa senyawa bioaktif dalam ekstrak Sampel
Rf
Komponen
Daun Kumis kucing
0.59
Sinensetin
Rimpang Temulawak
0.35
Kurkumin
0.15
Demetoksikurkumin
Rimpang Jahe
0.22
Gingerol
Kayu Secang
0.10
Brazilin
Buah Jeruk Purut
0.40
Hesperidin
0.60
Naringin
0.40
Hesperidin
Buah Jeruk Nipis
47
sinensetin
kurkumin
desmetoksi kurkumin
(a)
(b)
brazilin
(c)
naringin
hesperidin
gingerol
(d)
(e)
Gambar 8 Profil kromatografi lapis tipis ekstrak. (a) Daun Kumis kucing; (b) Temulawak; (c) Secang; (d) Jahe; (e) Buah Jeruk purut dan Jeruk nipis Analisis senyawa penciri ekstrak yang diduga sebagai senyawa aktif selanjutnya dilakukan dengan menggunakan kromatografi cairan kinerja tinggi (KCKT). Kandungan senyawa penciri dalam masing-masing ekstrak yang diduga sebagai senyawa aktif disajikan pada Tabel 5. Hasil kromatografi cairan kinerja tinggi menunjukkan bahwa ekstrak daun kumis kucing mengandung senyawa
sinensetin (Gambar 9). Sinensetin
merupakan komponen flavonoid (Daniel, 2008). Ekstrak air daun kumis kucing
48
yang digunakan dalam formulasi minuman mengandung senyawa sinensetin sebesar 23.54 mg/L. Menurut Sriplang et al. (2007), ekstrak air dari kumis kucing, yang memiliki komponen fenol dan flavonoid memiliki pengaruh signifikan dalam menurunkan kadar glukosa plasma darah dan meningkatkan HDL plasma pada pemberian ekstrak 0.5 g/kg selama 14 hari dan 1.0 g/kg berat badan tikus pada OGTT mendekati glibenklamid 5 mg/kg berat badan tikus. Sriplang et al. (2007) juga menyatakan bahwa pemberian ekstrak sebanyak 100 µg/ml secara in situ pada pankreas berpotensi dalam menginduksi sekresi insulin. Tabel 5 Kandungan senyawa penciri yang diduga sebagai senyawa aktif pada masing-masing ekstrak Jenis Ekstrak
Senyawa penciri
Daun Kumis kucing
Sinensetin
0.024
Kayu Secang
Brazilin
1.320
Rimpang Temulawak
Kurkumin
0.077
Desmetoksi kurkumin
0.014
6-Gingerol
1.019
8-Gingerol
0.200
10-Gingerol
0.472
6-Shogaol
0.067
Hesperidin
0.092
Naringin
0.010
Hesperidin
0.026
Rimpang Jahe
Buah Jeruk Purut Buah Jeruk Nipis
Jumlah (mg/ml)
sinensetin
Waktu retensi (menit)
Gambar 9 Kromatogram KCKT ekstrak daun kumis kucing
49
Gambar 10 Struktur kimia sinensetin (Akowuah 2004) Hasil kromatografi cairan kinerja tinggi ekstrak secang menunjukkan bahwa ekstrak air kayu secang mengandung senyawa brazilin yang merupakan flavonoid berwarna jingga dan mudah teroksidasi menjadi brazilein (Gambar 11).
brazilin
Waktu retensi (menit)
Gambar 11 Kromatogram KCKT ekstrak kayu secang
Gambar 12 Struktur kimia brazilein dan brazilin (Kharbade & Agrawal 1985)
50
Menurut penelitian Moon et al. (1990), brazilin secara signifikan dapat menurunkan kadar glukosa pada plasma darah tikus diabetes dengan meningkatkan sensitivitas insulin dan tidak terdapat kenaikan dalam kadar insulin. Selain itu, terdapat kenaikan pada sintesis glikogen, glikolisis, dan oksidasi glukosa pada otot pada hewan diabetes yang diberi brazilin. Hasil kromatografi cairan kinerja tinggi ekstrak rimpang temulawak menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mengandung senyawa kurkumin dan desmetoksikurkumin (Gambar 13). Senyawa desmetoksikurkumin dan kurkumin yang termasuk dalam kelompok kurkuminoid terdapat dalam ekstrak temulawak. Kelompok kurkuminoid merupakan kelompok yang banyak terdapat dalam temulawak dan memiliki warna kuning cerah. Penelitian yang dilakukan oleh Meghana (2007), menunjukkan bahwa kurkumin memiliki aktivitas melindungi sel β pankreas terhadap kerusakan oksidatif akibat induksi streptozotocin. Kurkumin juga dapat menghambat produksi glukosa hepatik (Fujiwara et al. 2008). kurkumin
desmetoksi kurkumin
Waktu retensi (menit)
Gambar 13 Kromatogram KCKT ekstrak rimpang temulawak
51
Gambar 14 Struktur kimia kurkuminoid (Jayaprakasha et al. 2006) Kromatogram
ekstrak
rimpang
jahe
hasil
analisis
menggunakan
kromatografi cairan kinerja tinggi menunjukkan bahwa ekstrak jahe mengandung senyawa 6-gingerol, 8-gingerol, 10 gingerol dan 6-shogaol (Gambar 15).
6-Gingerol
10-Gingerol
8-Gingerol Shogaol
Waktu retensi (menit)
Gambar 15 Kromatogram KCKT ekstrak rimpang jahe
Gambar 16 Struktur kimia gingerol dan shogaol (Lee et al. 2007)
52
Sharma dan Sukla (1977) telah menunjukkan bahwa jahe yang diperas segar mempunyai kemampuan menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes. Penelitian Kar et al. (2003) menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari jahe dapat menurunkan kadar glukosa darah secara signifikan pada tikus diabetes dengan pemberian ekstrak sebanyak 500 mg/kg selama 2 minggu. Serum darah pada tikus diabetes dapat menurun sebanyak 50% dengan pemberian ekstrak jahe dan kemampuan antioksidan dari jahe diduga berperan dalam mengurangi kerusakan oksidatif atau nitrosatif pada jaringan ginjal (Al-Qattan et al. 2008). Penelitian Akhani et al. (2004) dan Heimes et al. (2009) menyatakan bahwa kemampuan antidiabetik jahe diduga disebabkan oleh perannya pada reseptor serotonin (5hidroksitriptamin (5-HT)) dalam pengendalian glikemik, dimana jahe memiliki aktivitas anti serotonin. Sekiya et al. (2004) juga melaporkan bahwa gingerol dalam ekstrak jahe dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia. Kromatogram hasil analisis kromatografi cairan kinerja tinggi ekstrak buah jeruk purut menunjukkan bahwa ekstrak buah jeruk purut mengandung senyawa hesperidin dan naringin dalam jumlah lebih kecil (Gambar 17), sedangkan ekstrak buah jeruk nipis hanya mengandung senyawa hesperidin (Gambar 18). Hesperidin
Naringin
Waktu retensi (menit)
Gambar 17 Kromatogram KCKT ekstrak buah jeruk purut
53
Hesperidin
Waktu retensi (menit)
Gambar 18 Kromatogram KCKT ekstrak buah jeruk nipis Senyawa naringin dan hesperidin merupakan golongan flavonoid. Kedua senyawa tersebut dapat memperbaiki kondisi hiperlipidemia dan hiperglikemia pada hewan diabetes tipe-2 dengan mengatur sebagian metabolisme asam lemak dan kolesterol, serta mempengaruhi ekspresi gen untuk enzim-enzim metabolisme glukosa (Jung et al. 2006), sedangkan naringenin dapat menekan produksi glukosa hepatik (Purushotham et al. 2008). Senyawa flavonoid jeruk yaitu hesperidin, memiliki aktivitas antihiperglikemik sehingga dapat menghambat terjadinya komplikasi pada otak mencit diabetes (Ibrahim 2008).
Gambar 19 Struktur kimia hesperidin dan naringin (Abeysinghe et al. 2007)
54
Dengan demikian, ekstrak-ekstrak yang digunakan dalam formulasi minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing ini terbukti mengandung senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki aktivitas antihiperglikemik dalam bentuk ekstrak tunggal atau senyawa murninya. Proses pencampuran ekstrak yang dilakukan dalam formulasi minuman akan menyebabkan terjadinya interaksi dari masing-masing senyawa bioaktif yang dapat menghasilkan efek yang berbeda. Stabilitas Minuman selama Penyimpanan pada Suhu Refrigerator Penyimpanan minuman dilakukan pada suhu refrigerator (± 4 ˚C). Sampel minuman yang digunakan dalam pengujian stabilitas adalah sampel minuman formula terpilih hasil pengujian aktivitas penyerapan glukosa secara ex vivo, yaitu formula MFKP. Sampel minuman dikemas dalam botol gelap bertutup dan dilapisi plastik segel. Sebelum dikemas, minuman dipanaskan sampai 80 ˚C untuk mengeluarkan oksigen dari dalam minuman sehingga diharapkan diperoleh kondisi anaerob pada saat dikemas serta head space yang sekecil mungkin pada saat pengemasan, untuk menekan terjadinya reaksi oksidasi. Parameter yang diamati untuk melihat stabilitas minuman selama penyimpanan yaitu perubahan aktivitas antioksidan dan perubahan warna minuman. Aktivitas antioksidan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan perubahannya selama penyimpanan mengingat klaim minuman fungsional ini berdasarkan aktivitas antioksidannya.
Gambar 20 menunjukkan bahwa
penyimpanan minuman dengan kemasan botol coklat bertutup pada suhu refrigerator selama 21 hari dapat mempertahankan aktivitas antioksidan minuman sebesar 70.03 %. Turunnya aktivitas antioksidan pada minuman diduga karena masih adanya senyawa oksigen residual di dalam minuman (Gregory, 1996). Adanya senyawa oksigen residual tersebut dapat mengakibatkan senyawa flavonoid dalam minuman mendonorkan gugus hidroksilnya (-OH) untuk mempertahankan kestabilan minuman.
Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC)
55
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
7
14
21
Waktu Penyimpanan (hari)
Gambar 20 Aktivitas antioksidan minuman selama penyimpanan pada suhu refrigerator Warna merupakan atribut utama yang tampak pada makanan dan merupakan karakteristik penting yang menunjukkan kualitas pangan, sehingga perubahannya selama penyimpanan perlu diamati. Gambar 21 menunjukkan terjadinya perubahan warna minuman selama penyimpanan 21 hari, dimana nilai ˚Hue minuman mengalami peningkatan dari 94.2 menjadi 97.9. Menurut MacDougall (2002), suatu bahan yang memiliki nilai ˚Hue dengan kisaran 54-90 ˚Hue warnanya kuning kemerahan. Semakin tinggi nilai ˚Hue maka warnanya semakin kuning karena bahan yang memiliki nilai ˚Hue berkisar antara 90-126 adalah berwarna kuning. Berdasarkan sistem notasi warna Hunter, nilai L a dan b minuman yang diperoleh menunjukkan bahwa minuman berwarna kuning kehijauan. Terjadi perubahan warna minuman selama penyimpanan, yaitu menjadi berwarna kuning tetapi lebih kehijauan dan kecerahannya semakin pudar. Nilai L (derajat kecerahan) minuman mengalami peningkatan selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman mengalami perubahan derajat kecerahan menjadi semakin putih atau pudar warnanya selama penyimpanan. Nilai a dan b minuman pada awal penyimpanan masing-masing sebesar -2.92 dan 39.30, hal ini menunjukkan bahwa minuman berwarna kuning kehijauan. Selama penyimpanan, nilai a dan b mengalami penurunan, masing-masing menjadi -4.94 dan 35.26, dengan demikian minuman mengalami perubahan warna menjadi kuning
56
kehijauan
tetapi warna kuningnya semakin pudar. Semakin pudarnya warna
minuman diduga disebabkan oleh degradasi pigmen brazilin. Degradasi pigmen brazilin ini dapat diakibatkan oleh proses oksidasi dan adanya sinar ultraviolet (Adawiyah dan Indriati, 2003). Hubungan antara perubahan derajat warna dan perubahan aktivitas antioksidan minuman selama 21 hari penyimpanan pada suhu refrigerator berkorelasi negatif nyata untuk nilai L dan °Hue dengan nilai r masing-masing sebesar -0.777 dan -0.83. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai ºHue dan L maka semakin rendah aktivitas antioksidan minuman. Sedangkan hubungan aktivitas antioksidan dengan perubahan nilai a dan b berkorelasi positif nyata, dengan nilai r masing-masing sebesar 0.836 dan 0.756 pada α = 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai a dan b maka semakin tinggi juga aktivitas antioksidan minuman.
120 100
Derajat warna
80 L
60
a
40
b
20
°Hue
0 ‐20
0
7
14
21
Waktu Penyimpanan (hari)
Gambar 21 Derajat perubahan warna (nilai L, a, b, dan °Hue) minuman selama penyimpanan pada suhu refrigerator Pengaruh Perbedaan Jenis Formula Minuman terhadap Aktivitas Penyerapan Glukosa secara Ex Vivo dan Aktivitas Antioksidan Pada penelitian ini terdapat 4 jenis minuman yang diperoleh berdasarkan 2 formulasi,
yaitu formulasi Herold (2007) & Kordial (2009) serta formulasi
Ahmad (2010) dan 2 jenis ingredien ekstrak kumis kucing, yaitu kumis kucing
57
berbunga ungu dan kumis kucing berbunga putih. Perbedaan formula minuman akan menyebabkan perbedaan kemampuan fisiologis aktif. Oleh karena itu dilakukan pemilihan jenis formula minuman yang memiliki kemampuan aktivitas antioksidan dan aktivitas peningkatan penyerapan glukosa secara ex vivo yang optimum selain itu juga didasari oleh citarasa minuman yang lebih diterima oleh konsumen. Minuman fungsional berbasis kumis kucing yang dibuat sesuai dengan formulasi yang dilakukan Herold (2007) dan Kordial (2009) memiliki nilai pH sekitar 4.0 + 0.1 sedangkan minuman fungsional hasil optimasi yang dilakukan oleh Ahmad (2010) memiliki nilai pH sekitar 3.7 + 0.1. Perbedaan nilai pH minuman tersebut terjadi akibat adanya perbedaan jumlah ingredien ekstrak jeruk purut dan jeruk nipis dalam formula minuman. Formula minuman hasil optimasi yang dilakukan Ahmad (2010) merupakan perbaikan formula minuman dari formula awal (formula Herold (2007) & Kordial (2009)), yang lebih disukai secara citarasa oleh panelis. Analisis penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit dilakukan secara ex vivo. Analisis ex vivo adalah analisis dengan mengambil bagian tubuh hewan percobaan dan dianalisis di luar tubuh hewan percobaan. Analisis ini dilakukan dengan mengeluarkan diafragma mencit dari tubuhnya dan diinkubasi dalam tabung reaksi yang berisi larutan glukosa. Diafragma adalah jaringan otot yang memisahkan bagian dada dengan bagian perut. Diafragma merupakan sel otot lurik (skeletal) yang mudah untuk diisolasi. Analisis penyerapan glukosa dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak dalam mendorong penyerapan glukosa ke dalam sel sehingga glukosa dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi di dalam sel. Glukosa yang tidak masuk ke dalam sel akan terakumulasi dalam pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan hiperglikemik. Kemampuan penyerapan glukosa dilakukan dengan menghitung selisih dari kadar glukosa awal (sebelum diberi sel diafragma) dengan kadar glukosa akhir (setelah diberi diafragma dengan inkubasi 30 menit pada suhu 37°C), kemudian dibagi dengan bobot diafragma. Kadar glukosa dalam larutan diukur dengan menggunakan metode glucose oxidase. Metode ini menggunakan prinsip oksidasi glukosa sehingga dapat
58
menghasilkan peroksida yang dapat mengoksidasi o-Dianisidine (tidak bewarna) menjadi o-Dianisidine teroksidasi (berwarna coklat). Reaksi ini kemudian dihentikan dengan penambahan H2SO4 sehingga warna dari o-Dianisidine berubah menjadi merah muda dan dapat diukur dengan spektrofotometer 540 nm. Kontrol positif dari stimulasi penyerapan glukosa pada sel diafragma ini adalah insulin. Insulin digunakan sebagai kontrol positif karena insulin merupakan hormon yang berperan dalam memasukkan glukosa ke dalam sel. Penyerapan glukosa dengan insulin dapat terjadi karena insulin dapat menghasilkan sinyal transduksi yang memungkinkan masuknya glukosa ke dalam sel melalui GLUT 4. Proses masuknya glukosa dalam sel dibagi menjadi penyerapan glukosa yang tergantung pada insulin (insulin stimulated glucose uptake) dan penyerapan glukosa yang tidak bergantung pada insulin (non-insulin stimulated glucose uptake). Transporter glukosa yang berperan dalam penyerapan glukosa dengan insulin adalah GLUT 4 dan transporter glukosa yang umumnya berperan dalam penyerapan glukosa yang tidak tergantung insulin adalah GLUT 1 (Romero et al. 2000). Sampel yang digunakan pada analisis penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit terdiri dari 4 jenis formula minuman yaitu MAKU (minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu), MAKP (minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih), MFKU (minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu) dan MFKP (minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih). Hasil analisis menunjukkan bahwa formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel yang lebih baik daripada formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu, baik formula minuman awal yang sesuai dengan formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007) dan Kordial (2009) (MAKP dan MFKP), maupun formula minuman hasil optimasi citarasa yang dilakukan oleh Ahmad (2010) (MAKU dan MFKU). Kemampuan minuman yang diformulasi menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih dan minuman yang diformulasi dengan menggunakan
59
ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu dalam meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel berbeda secara signifikan (Tabel 6 dan Gambar 22). Tabel 6 Kemampuan penyerapan glukosa oleh sel diafragma secara ex vivo Penyerapan glukosa (μg glukosa / g diafragma) 23.08 + 12.46 c 38.56 + 9.28 b 33.87 + 9.51 bc 58.07 + 15.80 a 30.57 + 11.71 bc 54.81 + 10.91 a
Jenis Sampel Kontrol Insulin MAKU MAKP MFKU MFKP
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %. (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
Berdasarkan hasil pengamatan, menunjukkan bahwa penyerapan glukosa oleh sel secara ex vivo menggunakan diafragma mencit berhubungan erat dengan aktivitas antioksidan minuman dan juga kandungan senyawa fenolik dalam
Penyerapan glukosa (μg glukosa/ g diafragma)
minuman yang mampu memberikan efek fisiologis.
70 60 50 40 30 20 10 0
58.07 38.56
33.87
54.81 30.57
23.08
Kontrol
Insulin
MAKU
MAKP
MFKU
MFKP
Jenis Sampel
Gambar 22 Kemampuan minuman fungsional berbasis kumis kucing dalam meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma mencit, (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
60
Pada formula minuman sesuai Herold (2007) dan Kordial (2009), minuman yang diformulasi dengan menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih (MAKP) memiliki kemampuan antioksidan lebih tinggi daripada minuman yang diformulasi dengan menggunakan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu (MAKU) (Tabel 7 dan Gambar 23). Demikian juga dengan formula minuman hasil optimasi yang dilakukan Ahmad (2010), minuman yang diformulasi menggunakan ekstrak daun kumis kucing putih (MFKP) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi daripada minuman yang diformulasi menggunakan ekstrak daun kumis kucing ungu (MFKU) (Tabel 7 dan Gambar 23). Tabel 7 Aktivitas antioksidan dan kadar total fenol minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing Jenis Minuman MAKU MAKP MFKU MFKP
Aktivitas Antioksidan (ppm AEAC/ml ) 587.042 + 23.596 b 733.292 + 5.907 a 545.032 + 12.564 b 726.818 + 19.285 a
Total Fenol (ppm GAE/ml) 397.713 + 33.095 a 474.184 + 74.020 a 394.871 + 32.014 a 440.157 + 55.836 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %. (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
800 600
Aktivitas antioksidan (ppm AEAC)
400
Total fenol (ppm GAE/ml)
200 0 MAKU
MAKP
MFKU
MFKP
Penyerapan glukosa (µg glukosa/ g diafragma)
Jenis Minuman
Gambar 23 Aktivitas antioksidan, total fenol dan aktivitas penyerapan glukosa oleh sel diafragma beberapa jenis minuman fungsional berbasis kumis kucing, (MAKU = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing ungu, MAKP = minuman formula Herold (2007) dan Kordial (2009) dengan daun kumis kucing putih, MFKU = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing ungu, MFKP = minuman formula Ahmad (2010) dengan daun kumis kucing putih).
61
Formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing bunga putih juga memiliki kadar total fenol yang lebih besar daripada formula minuman yang menggunakan ekstrak daun kumis kucing bunga ungu, baik formula minuman awal (MAKP dan MAKU) yang sesuai dengan formulasi yang dilakukan oleh Herold (2007) dan Kordial (2009), maupun formula minuman hasil optimasi (MFKP dan MFKU) yang dilakukan oleh Ahmad (2010), tetapi kadar total fenol keempat jenis minuman juga tidak berbeda secara signifikan. Hal ini diduga adanya perbedaan jenis atau komposisi dan jumlah masingmasing senyawa fenolik yang terdapat dalam minuman sehingga perbedaan aktivitas antioksidan minuman tidak sesuai dengan kadar total fenol minuman secara statistik. Akan tetapi kemampuan aktivitas antioksidan minuman diperoleh dari kandungan senyawa fenolik dalam minuman. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa senyawa fenolik memiliki aktivitas antioksidan karena mampu mendonorkan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya pada senyawa radikal, sehingga senyawa fenolik membentuk senyawa radikal fenoksi yang relatif lebih stabil. Senyawa fenoksi dapat bereaksi dengan senyawa radikal lainnya membentuk senyawa yang stabil (Green 2007). MAKP dan MFKP memiliki aktivitas penyerapan glukosa dan aktivitas antioksidan lebih baik dibandingkan dengan MAKU dan MFKU karena dari hasil pengujian aktivitas antioksidan dan kadar total fenol, ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki aktivitas antioksidan dan kadar total fenol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu walaupun secara statistik tidak berbeda nyata (p < 0.05). Selain itu minuman hasil formulasi Herold (2007) dan Kordial (2009) memiliki kemampuan aktivitas penyerapan glukosa, aktivitas antioksidan dan kadar total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman hasil formulasi Ahmad (2010), hal ini disebabkan adanya perbedaan ingredien dalam komposisi formula minuman. Formula minuman Kordial (2009) hanya menggunakan ekstrak buah jeruk purut, sedangkan formula minuman Ahmad (2010) mengganti sebagian ekstrak buah jeruk purut dengan ekstrak buah jeruk nipis, selain itu juga dilakukan penambahan flavor enhancer untuk memperbaiki citarasa minuman. Hal ini akan mempengaruhi kadar senyawa fenolik terutama senyawa flavonoid dalam
62
minuman, karena buah jeruk nipis hanya mengandung senyawa hesperidin dalam jumlah kecil sedangkan buah jeruk purut mengandung senyawa hesperidin dalam jumlah yang lebih banyak dan juga mengandung senyawa flavonoid lainnya yaitu naringin. Hesperidin dan naringin memiliki aktivitas menurunkan kadar glukosa darah. Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dipilih minuman dengan formula MFKP karena memiliki aktivitas antioksidan dan penyerapan glukosa oleh sel yang tidak berbeda nyata dengan MAKP. Selain itu, MFKP merupakan formula hasil optimasi cita rasa yang lebih diterima oleh konsumen atau panelis (Ahmad 2010).
Aktivitas Antihiperglikemik Sesaat Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing Pengujian aktivitas antihiperglikemik sesaat formula minuman dilakukan menggunakan formula minuman terpilih, yaitu MFKP, dengan beberapa konsentrasi (1,4 dan 16 kali total ingredien dalam formula minuman), kondisi hiperglikemik sesaat dilakukan dengan cara menginduksi hewan coba menggunakan glukosa. Menurut Suarsana (2009), kadar glukosa darah normal hewan coba dapat ditingkatkan hingga mencapai keadaan hiperglikemik sesaat dengan pemberian glukosa, sukrosa atau karbohidrat. Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh konsentrasi minuman yang memiliki daya antihiperglikemik sesaat akibat kenaikan kadar glukosa postprandial, yang akan digunakan pada tahap pengujian in vivo selanjutnya. Pada pengujian antihiperglikemik sesaat dilakukan pengamatan kadar glukosa darah hewan coba selama 3 jam (0, 30, 60, 120 dan 180 menit) setelah pemberian glukosa dan minuman sampel. Berdasarkan data respon kadar gula darah, menunjukkan bahwa kadar glukosa darah normal mencit berkisar antara 67 – 89 mg/dL. Setelah pemberian glukosa terjadi keadaan hiperglikemik pada menit ke 30 dan pada menit ke 60 mulai terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai menit ke 180 kadar glukosa darah mencapai keadaan normal kembali (Gambar 24).
63
Kadar Glukosa Darah (mg/dL)
250 Kontrol Normal
200 Hiperglikemik
150 Hiperglikemik + Minuman 1x Formula
100
Hiperglikemik + Minuman 4x Formula
50
Hiperglikemik + Minuman 16x Formula
0
Hiperglikemik + Insulin
0
30
60
120
180
Menit ke‐
Gambar 24 Data respon kadar glukosa darah mencit normal serta mencit hiperglikemia yang mendapat minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman (1, 4 dan 16 kali formula minuman) serta insulin. Pada menit ke 120 setelah pemberian glukosa dan sampel minuman fungsional, minuman dengan konsentrasi minuman 1 dan 4 kali formula belum dapat menurunkan kadar glukosa darah, sedangkan konsentrasi minuman 16 kali formula dapat menurunkan kadar glukosa darah setelah 2 jam pengamatan dengan sedikit penurunan yaitu mencapai nilai kadar glukosa darah 97.6 mg/dL, nilai tersebut berada di bawah nilai kadar gula darah mencit hiperglikemik (kontrol posistif) (100.6 mg/dL) tetapi masih di atas nilai kadar gula darah mencit hiperglikemik yang diberi perlakuan insulin (77.4 mg/dL). Mekanisme kerja diperkirakan menyerupai insulin, yaitu minuman dengan konsentrasi 16 kali formula mampu meningkatkan penyerapan glukosa dalam darah ke dalam sel sehingga dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah setelah pemberian sukrosa. Aktivitas antihiperglikemik sesaat tersebut diduga karena minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing mempunyai kemampuan inhibisi α-glukosidase dan α-amilase dengan IC50 sebesar 217.12 dan 217.41 mg/ml (in vitro) (Diana 2010). Oleh karena itu, minuman tersebut dapat mengurangi dampak terjadinya
kenaikan
kadar
glukosa
postpandrial
dengan
memperlambat
penyerapan glukosa di membran brush border usus. Oleh karena itu kenaikan
64
darah secara tiba-tiba dapat ditekan karena minuman pada konsentrasi tersebut dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah. Perbedaan
kemampuan
antihiperglikemik
minuman
pada
beberapa
perbedaan konsentrasi tersebut disebabkan oleh perbedaan daya antioksidan dan kandungan senyawa bioaktif yang berbeda dari setiap jenis konsentrasi minuman. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian kemampuan antioksidan dan total fenol dari masing-masing minuman pada konsentrasi 1, 4 dan 16 kali formula (Gambar 25).
1516.765
1600 1400
1222.533
1200 1000
1070
1000 867.143
800 600
Aktivitas antioksidan (ppm AEAC)
546.939
Total fenol (ppm GAE/ml)
400 200 0 1
4
16
Konsentrasi total ingredien dalam minuman
Gambar 25 Aktivitas antioksidan dan kadar total fenol minuman dalam beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman Minuman dengan konsentrasi 16 kali formula memiliki daya antioksidan dan total fenol yang lebih besar dari minuman dengan konsentrasi 1 dan 4 kali formula. Akan tetapi nilai daya antioksidan serta total fenol dari minuman dengan 16 kali formula menunjukkan bahwa nilainya bukan merupakan hasil kelipatanya, hal ini dapat disebabkan karena adanya pengurangan daya antioksidan akibat terjadi kerusakan senyawa bioaktif seperti senyawa fenolik pada saat pemekatan minuman untuk memperoleh minuman dengan konsentrasi 4 dan 16 kali formula awal. Selain itu, diduga bahwa peningkatan konsentrasi minuman atau kadar total fenol dalam minuman
tidak terlalu efektif dalam meningkatkan kemampuan
aktivitas antioksidan. Hal ini diduga karena kemampuannya sudah mencapai suatu
65
tingkat kejenuhan serta akibat faktor keterbatasan dalam teknik analisis. Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antihiperglikemik sesaat maka dipilih konsentrasi minuman dengan 16 kali formula untuk pengujian antidiabetes secara in vivo yang diinduksi dengan streptozotocin. Aktivitas Antihiperglikemik Minuman pada Mencit Diabetes Pengujian aktivitas antihiperglikemik pada mencit diabetes yang diinduksi dengan streptozotocin dosis rendah secara berulang (Multiple low-dose streptozotocin (MLDSTZ)). Metode induksi tersebut dapat menghasilkan hewan coba diabetes tipe 1 (diabetes tergantung insulin) yang mengakibatkan suatu infiltrasi selular pada sel-sel pulau Langerihans (Rossini 1977) dan mekanisme imun seperti yang terjadi dalam patogenesis diabetes mellitus tipe 1(Rossini 1985). Perlakuan pemberian sampel minuman dilakukan selama 20 hari percobaan dengan pengukuran kadar glukosa darah setiap 5 hari sekali. Sampel minuman yang digunakan dalam percobaan adalah minuman dengan konsentrasi 16 kali formula minuman. Hasil pengukuran kadar glukosa darah pada mencit percobaan diperlihatkan pada Gambar 26.
Kadar glukosa darah (mg/dL)
500 400 300 200 100 0 Sebelum 0 5 10 15 DM DM + Minuman Pengamatan hari ke‐ induksi (H‐ DM + Insulin 14)DM + Minuman tanpa jahe Normal + Minuman
20
Kontrol (‐)
Gambar 26 Perubahan kadar glukosa darah selama percobaan.
66
Rata-rata kadar glukosa darah semua kelompok perlakuan sebelum mencit diinduksi berkisar antara 100 - 116 mg/dL. Setelah dilakukan induksi diabetes menggunakan streptozotocin dengan dosis rendah (40 mg/kg BB) secara berulang selama 5 hari berturut-turut, rata-rata kadar glukosa darah pada semua kelompok yang diinduksi meningkat menjadi 222 – 307 mg/dL, sedangkan rata-rata kadar glukosa kelompok mencit normal adalah 128 mg/dL dan 139 mg/dL. Kadar glukosa darah mencit selama pengamatan sangat bervariasi, hal ini dapat disebabkan oleh adanya daya tahan individu mencit yang berbeda terhadap streptozotocin sehingga kondisi awal diabetes tidak seragam (Kim et al. 2006). Mulai hari ke-5 sampai hari ke-20, kadar glukosa darah kelompok mencit DM yang diberi minuman lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan kelompok mencit DM, sedangkan pada kelompok mencit kontrol negatif dengan kelompok mencit normal yang diberi minuman kadar glukosa darahnya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa minuman dengan konsentrasi 16 kali total ingredien dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah peda mencit diabetes, sedangkan pada mencit normal minuman ini tidak menyebabkan penurunan kadar glukosa darah.
500 439.5 450 364.67 400 314.67 350 307 288.17 300 249.83 233.83 250 229.17 200 151.83 154.83 139 128 150 72.99 68.54 65.83 100 50 0 DM
Hari ke‐0 Hari ke‐20 % Penghambatan
DM + DM + DM + Normal + Kontrol (‐) Minuman Minuman Insulin Minuman tanpa jahe
Gambar 27 Perubahan kadar glukosa darah mencit pada hari ke 0 dan hari ke 20 percobaan.
67
Apabila dibandingkan dengan kelompok mencit kontrol negatif selama 20 hari percobaan, kadar glukosa darah kelompok mencit DM mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 91.78 %, sedangkan kelompok mencit DM yang diberi minuman dengan penambahan ekstrak jahe terjadi peningkatan kadar glukosa darah sebesar 25.95 % dan kelompok DM yang diberi minuman tanpa ekstrak jahe mengalami peningkatan kadar glukosa darah sebesar 18.79 %. Dengan demikian, pemberian minuman dengan dan tanpa penambahan ekstrak jahe pada mencit diabetes dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah masing-masing sebesar 65.83 % dan 72.99 %. Data ini menunjukkan bahwa pemberian minuman pada mencit diabetes mampu menurunkan kadar glukosa darah walaupun tidak sampai ke tingkat kadar glukosa darah normal, akan tetapi penurunan kadar glukosa darah pada kelompok DM yang diberi minuman tanpa ekstrak jahe kurang stabil walaupun pada akhir percobaan penurunannya lebih besar dibandingkan dengan kelompok DM yang diberi formula minuman dengan penambahan ekstrak jahe. Minuman dengan penambahan ekstrak jahe memiliki
kemampuan
antihiperglikemik yang lebih stabil dibandingkan dengan minuman tanpa penambahan ekstrak jahe, karena mampu menurunkan kadar glukosa darah yang lebih stabil selama 20 hari percobaan. Hal ini diduga karena gingerol dalam ekstrak jahe dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga dapat memperbaiki keadaan hiperglikemia Sekiya et al. (2004). Diana (2010) juga melaporkan bahwa ekstrak jahe gajah dapat meningkatkan penyerapan glukosa sebanyak 17.91 µg glukosa/g sel secara ex vivo menggunakan diafragma mencit. Asupan minuman sebanyak 0.52 ml/20 g BB mencit dengan konsentrasi 16 kali total ingredien setara dengan konsumsi minuman sebanyak 3.2 L pada manusia per hari, dengan demikian minuman tersebut jika dikonsumsi secara normal tidak akan langsung memberikan efek sebagai antihiperglikemik secara langsung, tetapi diperlukan pemakaian yang rutin dengan jumlah dan waktu tertentu sehingga diharapkan suatu proses akumulasi senyawa bioaktif minuman dalam tubuh yang akhirnya dapat membantu mengatasi keadaan hiperglikemik atau dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah.
68
Respon perubahan bobot badan mencit selama 20 hari percobaan disajikan pada Gambar 28. Pada penderita DM, walaupun tubuh memperoleh asupan diet yang cukup serta kadar glukosa darah yang tinggi, tetapi glukosa tersebut tidak dapat digunakan sebagai sumber energi, sehingga tubuh menggunakan simpanan energi seperti glikogen, lemak dan protein sebagai sumber energi. Gambar 28 menunjukkan bahwa bobot badan kelompok mencit DM lebih rendah daripada bobot badan mencit normal serta mencit yang mendapat perlakuan pemberian
Berat badan mencit (g)
minuman atau insulin.
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sebelum induksi (H‐14) DM
0
5
10
15
20
Pengamatan hari ke‐ DM + Minuman
DM + Minuman tanpa jahe
DM + Insulin
Normal + Minuman
K (‐)
Gambar 28 Pola perubahan bobot badan mencit selama 20 hari percobaan. Efek Minuman Fungsional Berbasis Ekstrak Daun Kumis Kucing terhadap Perubahan Morfologi Pulau Langerhans dan Sel β Pankreas adalah kelenjar tubuloasinar ganda yang tidak memiliki kapsula dan lobules yang jelas. Pankreas memiliki dua unit kelenjar yaitu eksokrin dan endokrin. Eksokrin pankreas menghasilkan sejumlah enzim pencernaan yang berfungsi untuk mencerna makanan yang telah dicerna di lambung setelah memasuki duodenum. Kelenjar endokrin pankreas disebut pulau Langerhans. Pulau Langerhans merupakan suatu clusters dari kelenjar endokrin yang tersebar
69
di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas dan banyak dilalui oleh kapiler-kapiler darah. Pulau Langerhans merupakan kelompok sel-sel yang menyebar di antara alveoli dan duktus pankreas dengan beberapa jenis sel epitel yang terdapat di dalamnya, yaitu sel α, sel β, sel δ dan sel PP (polipeptida pankreas). Sel α mensekresikan glukagon yang bersifat antagonis terhadap hormon insulin, sel β mensekresikan hormon insulin yang berperan penting dalam mencegah diabetes mellitus, sel δ mensekresikan somatostatin, sel PP menghasilkan polipeptida pankreas. Keempat sel tersebut tidak menyebar secara acak di pulau Langerhans, tapi terletak spesifik di suatu area. Sel-sel α, sel δ dan sejumlah kecil sel PP terdapat di tepi pulau Langerhans, sedangkan sel β terletak di tengah dalam jumlah terbanyak sekitar 80 % dari volume pulau Langerhans (Murray et al. 2003). Penggunaan zat diabetonik streptozotocin dapat merusak sel beta pada pulau Langerhans. STZ menyebabkan kematian sel-sel β pankreas akibat proses alkilasi DNA. Disamping itu, kerusakan DNA pada sel-sel β pankreas juga akibat aktivitas senyawa oksigen reaktif nitrogen oksida (NO) yang dihasilkan dari STZ. Hasil pengamatan histopat dengan pewarnaan HE menunjukkan pemberian minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing pada mencit normal tidak mempengaruhi morfologis pulau Langerhans. Sel-sel dalam pulau Langerhans memiliki bentuk dan proporsi yang normal, tidak berbeda dengan selsel pulau Langerhans pada mencit normal yang hanya diberi air suling (Gambar 29). Pada mencit diabetes, hasil histopatologi pankreas menunjukkan bahwa pulau Langerhans mengalami kerusakan berupa pengecilan ukuran (atropi), bentuknya hampir sama dengan asinus pankreas bahkan pada beberapa bagian lapang pandang dari preparat pankreas tidak terdapat pulau Langerhans. Sel-sel β mengalami perubahan morfologis karena bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan insulin akibat kadar glukosa darah yang tinggi. Atropi adalah salah satu perubahan morfologis pulau Langerhans yang merupakan karakteristik terjadinya diabetes tipe 1. Pemberian minuman pada mencit diabetes mampu menekan kerusakan lebih lanjut pada pulau Langerhans. Pulau Langerhans yang teramati pada mencit diabetes, baik yang diberi minuman dengan atau tanpa penambahan
70
ekstrak jahe, maupun mencit diabetes yang diberi insulin, memiliki jumlah pulau Langerhans lebih banyak dan bentuknya lebih besar daripada kelompok mencit kontrol positif (diabetes), akan tetapi masih jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pulau Langerhans yang terdapat pada kelompok mencit normal. Pada kelompok mencit diabetes yang diberi insulin, dapat diamati adanya perbaikan dalam pulau Langerhans.
A
B
C
D
E
F
Gambar 29 Morfologis pankreas dengan pewarnaan HE pada pembesaran 400 x. Tanda menunjukkan pulau Langerhans. (a) mencit diabetes; (b) mencit diabetes + minuman; (c) mencit diabetes + minuman tanpa jahe; (d) mencit diabetes + insulin; (e) mencit normal; (f) mencit normal + minuman.
71
Pengamatan histopat pankreas menggunakan pewarnaan HE tidak dapat menggambarkan secara spesifik kerusakan sel β sehingga kemampuan minuman yang diformulasi dengan atau tanpa penambahan ingredien ekstrak jahe ataupun insulin dalam memperbaiki atau menekan kerusakan sel β tidak dapat teramati dengan baik. Oleh karena itu dilakukan histopatologis pankreas menggunakan pewarnaan imunohistokimia anti insulin sehingga dapat mengamati tingkat kerusakan yang lebih spesifik pada sel β. Keberadaan sel β pankreas diamati berdasarkan reaksi negatif atau positif terhadap pewarnaan dengan metode imunohistokimia anti insulin yang ditandai dengan terbentuknya warna coklat (Gambar 30). Sel β yang mengalami kerusakan akan menghasilkan reaksi negatif terhadap anti insulin sehingga tidak terbentuk warna coklat pada preparat histopat, sedangkan jika sel β tidak mengalami kerusakan maka akan menghasilkan reaksi positif terhadap anti insulin sehingga terbentuk warna coklat pada preparat histopat. Warna coklat yang terbentuk dianalisis berdasarkan luas area dan intensitas warnanya. Berdasarkan hasil pewarnaan imunohistokimia menunjukkan bahwa kelompok mencit diabetes mengalami kerusakan sel β yang sangat parah karena luas area berwarna coklat dan intensitas warnanya berbeda nyata dengan sel β pada kelompok mencit normal (p < 0.05). Hasil pengamatan histopat pankreas pada kelompok mencit diabetes yang diberi perlakuan pemberian minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing, baik minuman dengan atau tanpa penambahan ekstrak jahe atau mencit diabetes yang diberi insulin dapat menghambat kerusakan sel β lebih lanjut, hal ini dapat dilihat dari intensitas warna dari masing-masing area coklatnya yang cukup berbeda dengan mencit diabetes serta luas area berwarna coklat pada setiap preparat pankreas yang dilihat dari 10 lapang pandang (Tabel 8 dan Tabel 9).
72
A
B
C
D
E
F
Gambar 30 Sel β pada pulau Langerhans ( ) dengan pewarnaan imunohistokimia antibodi anti insulin pada pembesaran 400 x. (a) mencit normal (intensitas kuat); (b) mencit diabetes (intensitas rendah); (c) mencit diabetes + minuman (intensitas sedang); (d) mencit diabetes + minuman tanpa jahe (intensitas sedang); (e) mencit diabetes + insulin (intensitas agak kuat); (f) mencit normal + minuman (intensitas kuat).
73
Tabel 8 Jumlah area berwarna coklat dengan scoring intensitas warna pada setiap perlakuan Jumlah area berwarna coklat pada intensitas warna 3 0 4 1 2 (agak (tidak (kuat) (rendah) (sedang) kuat) berwarna)
Kelompok
n
Diabetes
30
20b
6b
4a
0a
0a
30
9ab
7b
6a
1a
7ab
30
18b
2ab
6a
3a
1a
Diabetes + Insulin
30
8ab
2ab
8a
11a
1a
Normal + Minuman
30
0a
0a
1a
7a
22b
Normal
30
3a
0a
2a
5a
20b
Diabetes + Formula Minuman Diabetes + Formula Minuman Tanpa Jahe
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
Sel β pankreas memiliki enzim-enzim antioksidan dalam jumlah sedikit dan tidak dapat mengatur enzim-enzim tersebut setelah terpapar glukosa dalam konsentrasi tinggi. Dengan demikian, meningkatnya produksi ROS dengan sistem pertahanan antioksidan yang rendah dapat menyebabkan terakumulasinya ROS dan terjadinya stres oksidatif dalam sel β. Peningkatan jumlah ROS mempengaruhi
fungsi
dan
kelangsungan
hidup
sel β
akibat
oksidasi
makromolekul seluler seperti DNA dan lipid, dan aktivasi jalur sinyal seluler yang sensitif terhadap stres (Wu et al. 2004). Sistem pertahanan antioksidan merupakan suatu jaringan kompleks dengan interaksi, sinergi dan tugas spesifik untuk memberikan suatu daya antioksidan. Efisiensi mekanisme pertahanan pada kondisi diabetes mengalami perubahan, oleh karena itu, tidak efektifnya reaksi penangkalan radikal bebas memainkan peran penting dalam menentukan kerusakan (Polidori et al. 2001). Kemampuan minuman dalam menghambat laju kerusakan sel β pankreas, diduga karena minuman dalam konsentrasi 16 kali formula mampu meningkatkan penyerapan glukosa darah ke dalam sel akibat adanya senyawa gingerol dan brazilin yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa sehingga penggunaan insulin lebih efektif, dengan demikian dapat menekan terjadinya
74
kerusakan sel β. Menurut Hayden et al. (2007), keadaan hiperglikemia akan menyebabkan permintaan insulin meningkat untuk menurunkan kadar glukosa darah, akibatnya sel β mengalami kelelahan dan menginisiasi proses degeneratif. Produksi insulin yang terus meningkat karena hiperglikemia kronis menyebabkan stres oksidatif dan berakibat pada disfungsi sel β yang diikuti dengan reduksi
Jumlah area berwarna coklat pada berbagai intensitas warna
massa sel β (Marchetti et al. 2007).
35 30 25 20 4 (kuat)
15
3 (agak kuat)
10
2 (sedang) 5
1 (rendah)
0
0 (tidak berwarna)
Gambar 31 Proporsi jumlah area berwarna coklat pada setiap perlakuan (n = 3, lapang pandang = 10). Tabel 9 Luas area berwarna coklat pada setiap sediaan histopat Kelompok Diabetes Diabetes + Formula Minuman Diabetes + Formula Minuman Tanpa Jahe Diabetes + Insulin Normal + Minuman Normal
Rata-rata total area berwarna coklat (μm2) 7.506 + 8.64b 54.302 + 66.82ab 65.060 + 77.26ab 89.248 + 61.31ab 187.602 + 46.56a 180.897 + 143.63a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
75
Oleh karena itu, minuman ini sangat baik sebagai antihiperglikemik karena dapat menekan kerusakan sel β dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa, bukan dengan cara meningkatkan sekresi insulin yang akan menyebabkan kerusakan sel β lebih parah. Kandungan senyawa fenolik dalam minuman juga dapat membantu menghambat kerusakan sel β akibat stres oksidatif akibat akumulasi senyawa radikal yang dihasilkan dari induksi STZ. Senyawa fenolik memiliki kemampuan aktivitas antioksidan dengan mendonorkan gugus hidroksilnya pada senyawa radikal sehingga membentuk senyawa fenoksi yang relatif lebih stabil.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki aktivitas antioksidan dan kadar total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu. Minuman yang diformulasi dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih memiliki potensi meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel diafragma sebesar 54.81 % dan 58.07 %, aktivitas antioksidan sebesar 726.818 ppm AEAC/ml dan 733.292 ppm AEAC/ml serta kandungan total fenol sebesar 440.157 ppm GAE/ml dan 474.184 ppm GAE/ml, lebih tinggi dibandingkan dengan minuman yang diformulasi dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga ungu. Penyimpanan minuman pada suhu refrigerator selama 21 hari, dapat mempertahankan aktivitas antioksidan minuman sebesar 70.03 % dengan penciri fisik perubahan warna dari warna kuning cerah menjadi kuning pucat. Minuman dengan konsentrasi 16 kali formula, yang diformulasi dengan penambahan ekstrak daun kumis kucing berbunga putih dan ekstrak jahe memiliki daya antihiperglikemik yang lebih stabil pada mencit diabetes sebesar 65.83 %, dengan meningkatkan sensitivitas insulin terhadap glukosa serta dapat menekan kerusakan sel β lebih lanjut, sedangkan pada mencit normal minuman ini tidak menyebabkan penurunan kadar glukosa darah. Senyawa penciri yang diduga merupakan senyawa bioaktif dalam ingredien ekstrak minuman yaitu sinensetin, kurkumin, brazilin, gingerol, shogaol, hesperidin dan naringin.
Saran Perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui mekanisme lebih lanjut pada peroxisome proliferator activated reseptor (PPAR) dalam meningkatkan sensitivitas insulin, mekanisme pada produksi glukosa hepatik, mekanisme pada reseptor insulin dan glucose transporter pada membran sel serta pengaruh terhadap enzim-enzim penangkal oksidan dalam tubuh. Perlu dilakukan pengujian secara klinis pada penderita diabetes untuk memperoleh bukti ilmiah yang lebih refresentatif. Perlu dilakukan pengujian stabilitas senyawa bioaktif selama proses
77
pengolahan dan penyimpanan pada skala pilot atau industri dalam rangka menjaga kualitas minuman. Selain itu, untuk menjaga stabilitas minuman perlu dilakukan perbaikan teknik pengolahan, pengemasan dan penyimpanan yang lebih baik seperti menggunakan teknik UHT (Ultra High Temperature), HTST (High Temperature Short Time), serta pengemasan menggunakan Tetrapack atau pengemasan vakum.
DAFTAR PUSTAKA Abeysinghe DC et al. 2007. Bioactive compounds and antioxidant capacities in different edible tissues of citrus fruit of four species. Food Chemistry 104 : 1338-1344. Abo KA, Fred-Jaiyesimi AA, dan Jaiyesimi AEA. 2008. Ethnobotanical studies of medicinal plants used in the management of diabetes mellitus in South Western Nigeria. J Ethnopharmacol 115:67–71. Adam JMF. 1987. Diabetes Gestasi. Cermin Dunia Kedokteran 42 : 41- 43. Adawiyah DR dan Indriati. 2003. Color stability of natural pigmen from secang wood (Caesalpinia sappan L). Di dalam : Proceedings of The 8th Asean Food Conference; Hanoi, 8-10 Oktober 2003. Ahmad F. 2010. Upaya Peningkatan Penerimaan Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI.Miq) Menggunakan Varietas Yang Berbeda dan Flavor Enhancer. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ahmed RS dan Sharma SB. 1997. Biochemical studies on combined effects of garlic (Allium sativum Linn) and ginger (Zingiber officinale Roscoe) in albino rats. Indian J Exp Biol 35 : 841–843. Akhani SP, Vishwakama SL, Goyal RK. 2004. Anti-diabetic activity of Zingiber officinale in streptotzotocin-induced type 1 diabetic rats. J Pharm Pharmacol 56 : 101–105. Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I, Sadikun A, Khamsah SM. 2004. Sinensetin, eupatorin, 30-hydroxy-5, 6, 7, 40-tetramethoxyflavone and rosmarinic acid contents and antioxidative effect of Orthosiphon stamineus from Malaysia. Food Chem 87 : 559–566. Ali BH, Blunden D, Tanira MO, Nemmar A. 2007. Some phytochemical, pharmacological and toxicological properties of ginger (Zingiber officinale Roscoe): A review of recent research. Food and Chem Toxicol 46:409– 420. Almeida LP, APF Cherubino, RJ Alves, L Dufosse´, MBA Glo´ ria. 2005. Separation and determination of the physico-chemical characteristics of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Research International 38 : 1039–1044. Anonim. 1999. Zingiber Officinale. Natural Remedies, Bagalore.
79
Al-Qattan K, Thomson M, Ali M. 2008. Garlic (Allium sativum) and ginger (Zingiber officinale) attenuate structural nephropathy progression in streptozotocin-induced diabetic rats. Eur J Clinical Nutrition and Metabolism 3. Andayani Y. 2003. Mekanisme Aktivitas Antihiperglikemik Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris Linn) Pada Tikus Diabetes Dan Identifikasi Komponen Aktif [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Andrade SI et al. 2000. Streptozotocin and alloxan in experimental diabetes : Comparison of the two models in rats. Acta Histochem, Cytochem 33 (3) : 201-208. [Anonim]. 2008. Citrus hystrix DC. http://www.ics.trieste.it. [23 Okt 2009]. Arafat OM et al. 2008. Studies on diuretic and hypouricemic effects of Orthosiphon stamineus methanol extracts in rats. J Ethnopharmacol 118:354–360. Antara NT. 1997. Aplikasi Teknik Kokristalisasi dalam Pengembangan Produk Minuman Sehat. Di dalam: S. Budijanto, F. Zakaria, R. Dewanti-Hariyadi, dan B. Satiawiharja, editor. Prosiding Seminar Teknologi Pangan. Perhimpunan Ahli dan Teknologi Pangan Indonesia; Denpasar-Bali, 16-17 Juli 1997. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of Analysis, 16th Ed. AOAC, Arlington, VA. Awale S, Tezuka Y, Banskota AH, Adnyana IK, Kadota S. 2003. Nitric oxide inhibitory isopimarane-type diterpenes from Orthosiphon stamineus of Indonesia. J Natural Products 66:255–258. Batubara I, Rafi M, Sa’diah S, Zaim MA, Indariani S and Mitsunaga T. 2010. Brazilin content, antioxidative and lipase inhibition effects of Sappanwood (Caesalpinia Sappan) from Indonesia. Journal of Chemistry and Chemical Engineering 4 (10) : 50-55. Beesley JE. 1995. Immuno-cytochemistry : A Practical Approach. IRL. Press Oxford University Press, New York. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK 00.05.52.0685. http://www.pom.go.id. [15 Maret 2010]. Buchanan DR et al. 1988. Effectiveness of acarbose, an alpha-glucosidase inhibitor in uncontrolled non-obese non-insulin dependent diabetes. Eur J Clinical Pharmacol 34:51-53.
80
Budipratama et al. 2010. Jeruk Nipis. http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ ensiklopedia/ensiklopedia-tanaman-anti-kanker/j/jeruk-nipis/. [10 Januari 2011] Chanwitheesuk A, Teerawutgulrag A, Rakariyatham N. 2004. Screening of antioxidant activity and antioxidant compounds of some edible plants of Thailand. Food Chem 92:491–497. Chau CF, Huang YL, Lee MH. 2003. In Vitro Hypoglycemic effects of different insoluble fiber-rich fractions prepared from the peel of Citrus Sinensis L. cv. Liucheng. J Agric Food Chem 51 (22) : 6623–6626. Culvenor CCJ dan Fitzgerald JS. 1963. A field method for alkaloid screening of plants. Journal of Pharmaceutical Science 52:1071-1095. Dalimartha S. 2003. Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Daniel M. 2008. Medicinal Plant: Chemistry and Properties. Science Publisher, Enfield. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2006. Penderita diabetes di Indonesia 14 juta orang.http:// www.depkes.go.id. [15 Maret 2010]. Diana. 2010. Aktivitas Anti-hiperglikemik dari Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) secara In Vitro dan Ex Vivo [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Elsner M, Tiedge M, Guldbakke, Munday R, Lenzen S. 2002. Importance of the GLUT2 glucose transporter for pancreatic beta cell toxicity of alloxan. Diabetologia 45 : 1542-1549. Fr¨ode TS dan Medeiros YS. 2008. Review : Animal models to test drugs with potential antidiabetic activity. Journal of Ethnopharmacology 115 : 173– 183. Fujiwara H et al. 2008. Curcumin inhibits glucose production in isolated mice hepatocytes. Diabetes Research and Clinical Practice 80 : 185– 191. Gregory JF. 1996. Vitamins. Di dalam: OR Fennema (Ed.). Food Chemistry 3rd Ed. Marcel Dekker Inc., New York, Basel. Hamiudin, 2007. Budidaya Jahe Zingiber officinale. http://www.skma.org. [2 Okt 2009]. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia : Penentuan cara modern menganalisis tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB.
81
Harinu NKDA. 1989. Perbandingan Khasiat Diuretika dari Infus Daun Muda dan Daun Tua Tanaman Kumis Kucing (Orthoshiphon stamineus Benth) pada Kelinci [Skripsi]. Surabaya : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Airlangga. Hayden MR et al. 2007. Longitudinal ultrastructure study of islet amyloid in the HIP rat modelof type 2 diabetes mellitus. Exp Biol Med 232 : 772-779. Heimes K, Feistel B, dan Verspohl EJ. 2009. Impact of the 5-HT3 receptor channel system for insulin secretion and interaction of ginger extracts. European Journal of Pharmacology 624 : 58–65. Herold. 2007. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) yang Didasarkan pada Optimasi Aktivitas Antioksidan, Mutu Citarasa, dan Warna [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance. Chapman and Hall Food Science Book. Aspen Publishers, Inc., Gaithersburg, Maryland. Ibrahim SS. 2008. Protective effect of hesperidin, a citrus bioflavonoid, on diabetes-induced brain damage in rats. J Appl Sci Res 4(1) : 84-95. Jayaprakasha GK, Rao LJ, Sakariah KK. 2006. Antioxidant activities of curcumin, demethoxycurcumin and bisdemethoxycurcumin. Food Chemistry 98 : 720–724. Jitoe A et al. 1992. Antioxidant activity of tropical ginger extracts analysis of the contained curcuminoids. J Agric Food Chem 40: 1337-1340. Jun H et al. 2008. Antioxidant activity in vitro of three constituents from Caesalpinia sappan L. Tsinghua Sci and Technol 13(4):474-479. Jung UJ, Lee MK, Park YB, Kang MA, Choi MS. 2006. Effect of citrus flavonoids on lipid metabolism and glucose-regulating enzyme mRNA levels in type-2 diabetic mice. Int J Biochem & Cell Biol 38 : 1134–1145. Jung UJ, Lee MK, Park YB, Jeon SM dan Choi MS. 2006. Antihypeglycemic and antioxidant properties of caffeic acid in DB/DB mice. JPET Fast Forward 106:105-163. Kano, Y. 1987. Chemistry of zingiberis rhizoma. Journal of Traditional SinoJapan Medicine 8: 51-56. Kanter M, Omer C, Ahmet K dan Sukru O. 2004. Effects of Nigella sativa on oxidative stress and β-cell damage in streptozotocin-induced diabetic rats. The Anatomical Record Part A 279A:685–691.
82
Kar A, Choudhary BK, Bandyopadhyay NG. 2003. Comparative evaluation of hypoglycaemic activity of some Indian medicinal plants in alloxan diabetic rats. J Ethnopharmacol 84:105-108. Khamsah SM, Akowah G, Zhari I. 2006. Antioxidant activity and phenolic content of Orthosiphon stamineus Benth from defferent geographical origin. J Sustainability Sci & Management 1(2):14-20. Kharbade BV, Agrawal OP. 1985. Identification of natural red dyes in old Indian textiles, evaluation of thin-layer chromatographic systems. J Chrom 3 (47) : 447-454. Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods : Theory & Practice. 2nd ed. New York : Pergamon Press. Kikuzaki H, Nakatani N. 1993. Antioxidant effect of some ginger constituents. J Food Sci 56 (6) : 1407-1410. Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC. 2006. Hypoglycemic and antihyperlipidemic effect of four Korean medicinal plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem and Biotech 2 : 154-160. Kim GN, Shin JG, dan Jang HD. 2009. Antioxidant and antidiabetic activity of Dangyuja (Citrus grandis Osbeck) extract treated with Aspergillus saitoi. Food Chemistry 117:35–41. Kimura I, Pancho LR, Tsuneki H. 2005. Pharmacology of ginger. Di dalam: Ravindran PN, Babu KN, editor. Ginger the Genus of Zingiber. Boca Raton : CRC Press. Konrad RJ, Mikolaenko I, Tolar JF, Liu K dan Kudlow JE. 2001. The potential mechanism of the diabetogenic action of streptozotocin : inhibition of pancreatic β-cell O-GlcNAc-selective N-acetyl-β-D-glucosaminidase Biochem. J. 356 : 31-41. Kordial N. 2009. Perpanjangan Umur Simpan dan Perbaikan Citarasa Minuman Fungsional Berbasis Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus BI. Miq) Menggunakan Ekstrak Berbagai Varietas Jeruk [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Krisnayunita P. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Sari Asam Jawa (Tamarindus indica L.) dan Sari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Kubo I, Masuoka N, Xiao P, Haraguchi H. 2002. Antioxidant activity of dodecyl gallate. J Agric Food Chem 50: 3533–3539.
83
Laurence DR, Bacharach AL. 1964. Evaluation of Drug Activities : Pharmacometrics. Volume 1. London & New York : Academic Press. Li WL, Zheng HC, Bukuru J, De Kimpeb N. 2004. Review: Natural medicines used in the traditional Chinese medical system for therapy of diabetes mellitus. J Ethnopharmacol 92:1–21. Lee S, Koo C, Halstead CW, Huynh T, Bensoussan A. 2007. Liquid chromatographic determination of 6-, 8-, 10-Gingerol, and 6-Shogaol in ginger (Zingiber officinale) as the raw herb and dried aqueous extract. J AOAC Intl 90: 1219-1226. MacDougall, D.B. 2002. Colour Measurement of Food: Principles and Practice. Di dalam: MacDougal, D.B (Ed.). Colour in Food Improving Quality. Marchetti P et al. 2007. The endoplasmic reticulum in pancreatic beta cells of type 2 diabetes patients. Diabetologia 50 : 2486-2494. Mascolo N, Jain R, Jain SC, Capasso F. 1989. Ethnopharmacologic investigation of Z. officinale (Zingiber officinale). J Ethnopharmacol 27 : 129–140. Masuda T, Isobe J, Jitoe A, Nakatani N. 1992. Antioxidative curcuminoids from rhizomes of Curcuma xanthorrhiza. Phytochemistry 31 (10): 3645-3647. Meghana K, Sanjeev G, Ramesh B. 2007. Curcumin prevents streptozotocininduced islet damage by scavenging free radicals: A prophylactic and protective role. Eur J Pharmacol 577 : 183–191. Miftahuddin A. 2009. Diferensiasi Temulawak, Kunyit, dan Bagle Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis [skripsi]. Bogor : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor. Minggawati, 1990. Studi Perbandingan Sambiloto dan Daun Kumis Kucing Tersebut dalam Keadaan Tunggal Darah Kelinci pada Uji Toleransi Fakultas Farmasi WIDMAN.
Pengaruh Infus Kombinasi Daun (7:1) dengan Infus Kedua Tumbuhan terhadap Perubahan Kadar Glukosa Glukosa Oral [skripsi]. Surabaya :
Miyake Y, Yamamoto K, Tsujihara N, Osawa T. 1998. Protective effects of lemon flavonoids on oxidative stress in diabetic rats. Lipids 33 (7) : 689-695. Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for estimating antioxidant activity. Songklanakarin J Sci Technol 26 (2): 211-219. Moon CK, penemu. 1986. Drugs from Caesalpinia. Paten Korea DE 3546505.
84
Moon CK et al. 1990. Effects of brazilin on glucose metabolism in isolated soleus muscles from streptozotocin induced diabetic rats. Archives of Pharmacol Research (Seoul) 13:359-364. Morota T, Takeda H, Sasaki H, Sato S, penemu. 1990. Aldose reductase inhibitors containing phenols of Caesalpinia sappan. Paten Jepang JP 02264718. Myint Y, Chit K, Than A. 2003. Orthosiphon aristatus B.L. in type 2 diabetes mellitus. Proceeding of the 18th International Diabetes Federation Congress; Paris, 24-29 Agustus 2003. Polidori M, Stahl W, Eichler O, Niestroj I, Sies H. 2001. Profiles of antioxidants in human plasma. Free Radic. Biol. Med. 30: 456-462. Purushotham A, Tian M, Belury MA. 2008. The citrus fruit flavonoid naringenin suppresses hepatic glucose production from Fao hepatoma cells. Molecular Nutrition & Food Research 53 (2) : 300 – 307. Puspita ID. 2007. Mengeruk khasiat kumis kucing. http://www.agrina-online.com. [30 September 2009]. Rayfield EJ, Valentine MV. Pathophysiology and Clinical Management of Diabetes and Prediabetes. Di dalam: Mechanick JI, Brett EM, editor. Nutritional Strategies for The Diabetic and Prediabetic Patient. Boca Raton : CRC Press. Roglic G et al. 2005. The burden of mortality attributable to diabetes - realistic estimates for the year 2000. Diabetes Care 28 : 2130–2135. Romero R, Casanova B, Pulido N, Suarez AI, Rodrigues E dan Rovira A. 2000. Stimulation of glucose transport by thyroid hormone in 3T3-L1 adipocytes: increased abudance of GLUT 1 and GLUT 4 glucose transporter proteins. Journal of Endocrinology 164 : 187-195. Rossini AA, Appel, MC dan Like AA. 1977. Genetic influence of the steptozotocin-induced insulitis and hyperglycemia. Diabetes 26 : 916-920. Rossini A, Mordes J dan Like AA. 1985. Immunology of insulin-dependent diabetes mellitus. Ann. Rev. Immunol. 3 : 289-320. Sabu MC, Subburaju T. 2002. Effect of Cassia auriculata Linn. on serum glucose level, glucose utilization by isolated rat hemidiaphragm. J Ethnopharmacol 80:203-206. Sejati NIP. 2002. Formulasi, Karakterisasi Kimia, dan Uji Aktivitas Antioksidan Produk Minuman Fungsional Tradisional Berbasis Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Asam Jawa (Tamarindus indica Linn.) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
85
Sekiya K, Atsuko O, Shuichi K. 2004. Enhancement of insulin sensitivity in adipocytes by ginger. Biofactor 22 (1-4 ) : 153-156. Sharma JN, Sukla S. 1977. Hypoglycemic effect of ginger. J Res Indian Medicine and Yoga Homeopath 12:127-130. Sidik MW, Moelyono, Muhtadi A. 2005. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Phytomedica. Sriplang K, Adisakwattana S, Rungsipipat A, Yibchok-anun S. 2007. Effects of Orthosiphon stamineus aqueous extract on plasma glucose concentration and lipid profile in normal and streptozotocin-induced diabetic rats. J Ethnopharmacol 109 : 510–514. Strycharz S, Shetty K. 2002. Effect of Agrobacterium rhizogenes on phenolic content of Menthapulegium elite clonal line for phytoremediation applications. Process Biochemistry 38: 287-293. Suarsana IY. 2009. Aktivitas Hipoglikemik dan Antioksidatif Ekstrak Metanol Tempe Pada Tikus Diabetes [disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Szkuldeski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in cells of the rat pancreas. Physiol Res 50 : 536-546. Utami P. 2003. Tanaman Obat untuk Mengatasi Diabetes Mellitus. Jakarta: Agromedia Pustaka. Wagner H, Bladt S. 1996. Plant Drug Analysis. Springer Verlag. [WHO] World Health Organization. 2008. Diabetes. http://www.who.int. [16 Maret 2010]. Wiart, C. 2001. Medicinal Plant of Asia and the Pasific. CRC press, Boca Raton . Widiyanto A et al. 2006. Aktivitas antihiperglikemia ekstrak metanol kayu secang (Caesalpinia sappan Linn). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan 5(1):41. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. 2004. Global prevalence of diabetes - estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 27:1047–1053. Winarti, C. dan N. Nurdjanah. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 24(2). Wu KK, Huan Y. 2008. Streptozotocin-induced diabetic models in mice and rats. Curr. Protoc. Pharmacol. 40:5.47.1-5.47.14.
86
Wu L, Nicholson W, Knobel S, Steffner R, May J, Piston D, Powers A. 2004. Oxidative stress is a mediator of glucose toxicity in insulin-secreting pancreatic islet cell lines. J. Biol. Chem. 279 (13) : 12126-12134.
Lampiran 1. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air daun kumis kucing (Herold 2007) Daun kumis kucing segar
Ditimbang daun sebanyak 5.74 g (b.k.)
Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Direbus dengan air mendidih 600 ml selama 10-15 menit dalam panci tertutup dengan api kecil
Disaring vakum (kertas Whatman No. 42) ampas dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator hingga volume akhir = 1/3 x volume awal, suhu 65°C (skala 7.5) dengan kecepatan putar skala 75%
Dibotolkan dalam botol kaca steril
Dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)
Ekstrak air kumis kucing
Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
88
Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan ekstrak rimpang jahe (Herold 2007) Rimpang jahe segar
Dicuci dan disikat dengan sikat plastik Diiris tipis-tipis (±3 mm) Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit Dihancurkan dengan juice extractor tanpa penambahan air
Ekstrak Jahe I Disaring dengan kain saring dan saringan plastik ampas padatan kasar dibuang Ekstrak Jahe II Dibotolkan
Didekantasi dalam refrigerator selama semalam (pengendapan pati)
Dipindahkan ke botol steril endapan pati dibuang Ekstrak Jahe III Dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)
Ekstrak Jahe (final) Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
89
Lampiran 3. Diagram alir proses pembuatan ekstrak air kayu secang (Herold 2007) Irisan kayu secang
Ditimbang irisan kayu sebanyak 18.16 g (b.k.)
Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Direbus dengan air mendidih 500 ml selama 10-15 menit dalam panci tertutup dengan api kecil
Disaring vakum (kertas Whatman No. 42) ampas dibuang Dipekatkan dengan rotary evaporator hingga volume akhir = 1/3 x volume awal, suhu 65°C (skala 7.5) dengan kecepatan putar skala 75%
Dibotolkan dalam botol kaca steril
Dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)
Ekstrak air secang
Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
90
Lampiran 4. Diagram alir proses pembuatan ekstrak temulawak (Herold 2007) Rimpang temulawak segar
Dicuci dan disikat dengan sikat plastik Diiris tipis-tipis (±3 mm) Diblansir dengan air mendidih selama 3 menit
Dihancurkan dengan juice extractor tanpa penambahan air
Ekstrak Temulawak I Disaring dengan kain saring dan saringan plastik ampas padatan kasar dibuang Ekstrak Temulawak II
Dibotolkan
Didekantasi dalam refrigerator selama semalam (pengendapan pati)
Dipindahkan ke botol steril endapan pati dibuang Ekstrak Temulawak III
Dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)
Ekstrak Temulawak (final) Disimpan dalam refrigerator sebagai larutan stok
91
Lampiran 5. Diagram alir proses pembuatan ekstrak buah jeruk purut (Kordial 2009)
Buah jeruk purut utuh
Dicuci bersih
Dibelah dua
Diperas dengan juice extractor jeruk
Disaring dengan kain saring ampas dibuang Dimasukkan ke dalam botol yang sudah steril
Sari jeruk purut Dibuat segar setiap akan digunakan
92
Lampiran 6. Diagram alir proses pembuatan ekstrak buah jeruk nipis (Kordial 2009)
Buah jeruk nipis utuh
Dicuci bersih
Dibelah dua
Diperas dengan juice extractor jeruk
Disaring dengan kain saring ampas dibuang Dimasukkan ke dalam botol yang sudah steril
Sari jeruk nipis Dibuat segar setiap akan digunakan
93
Lampiran 7. Diagram alir pembuatan larutan stok CMC 1% (Krisnayunita 2002; Sejati,2002)
CMC (serbuk)
Ditimbang sebanyak 10 g
Dilarutkan dalam 1000 ml air panas 65°C
Diaduk dengan magnetic stirrer di atas hot plate suhu 70-80°C hingga homogen
Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan
Larutan stok CMC 1%
Dibiarkan pada suhu ruang selama semalam
Disimpan dalam refrigerator
94
Lampiran 8. Diagram alir pembuatan larutan stok Natrium Benzot 5000 ppm (Herold 2007)
Natrium Benzot (serbuk)
Ditimbang sebanyak 5 g
Dilarutkan dalam 1000 ml air minum
Dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan
Larutan stok Natrium Benzoat 5000 ppm
Disimpan dalam refrigerator
95
Lampiran 9. Diagram alir pembuatan minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing (per 100 ml minuman) (Herold 2007 & Kordial 2009)
Larutan stok CMC dan Natrium Benzoat
Ekstrak rempah
Sukralosa
Ditimbang sebanyak 15 mg
Ditimbang masing-masing ekstrak rempah sesuai formula hingga berat total mencapai 10 g
Diambil sebanyak 10 ml dari masingmasing lar. stok Dicampurkan dan dimasukkan ke dalam suatu wadah
Ditambahkan air minum hingga volume total menjadi 100 ml
Diaduk hingga homogen
Dikemas dalam botol kaca yang sudah disterilkan
Dipasteurisasi pada suhu 75°C selama 30 menit
Dilakukan proses penurunan suhu secara tajam (shock cooling)
Minuman fungsional berbasis ekstrak daun kumis kucing
96
Lampiran 10. Hasil identifikasi tanaman kumis kucing di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor Nama Tanaman Kumis Kucing Berbunga Putih Kumis Kucing Berbunga ungu
Jenis
Suku
Nomor BO
Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.
Lamiaceae
BO 1886567
Orthosiphon aristatus (Blume) Miq.
Lamiaceae
BO 1886568
Lampiran 11. Kadar air dan rendemen bahan baku tanaman obat Jenis tanaman Daun Kumis kucing bunga ungu Daun Kumis kucing bunga putih Kayu Secang Rimpang Temulawak Rimpang Jahe Buah Jeruk Purut Buah Jeruk Nipis
Kadar air (% bb) 81.67 + 0.76 81.67 + 0.75 9.19 + 0.17 80.14 + 0.73 89.38 + 0.28 79.73 + 0.33 83.18 + 0.18
Rendemen (% bb) 25.79 + 1.99 23.81 + 0.00 21.83 + 3.56 37.24 + 2.76 52.00 + 2.00 13.25 + 5.23 31.40 + 2.59
97
Lampiran 12. Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan ekstrak
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
959921.9735
159986.9956
58.85
<.0001
Error
7
19030.4975
2718.6425
13
978952.4710
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
1051.22
2
S
B
666.89
2
KKP
556.21
2
KKU
529.56
2
J
386.22
2
T
294.56
2
JP
194.00
2
JN
B C
B
C C
D D E
D
E E
98
Lampiran 13. Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan minuman berbasis ekstrak daun kumis kucing dengan perbedaan jenis kumis kucing dan perbedaan jenis formula minuman
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
55610.56142
18536.85381
33.06
0.0028
Error
4
2242.85837
560.71459
Corrected Total
7
57853.41980 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
733.29
2
I
A
726.82
2
III
B
587.04
2
II
545.03
2
IV
A A
B B
99
Lampiran 14. Hasil analisis statistik aktivitas antioksidan minuman pada beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
2
42468.02721
21234.01360
6.01
0.0892
Error
3
10590.81631
3530.27210
Corrected Total
5
53058.84351
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
1070.00
2
III
1000.00
2
II
867.14
2
I
A B
A
B B
100
Lampiran 15. Hasil analisis statistik kadar total fenol ekstrak
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
6
681843.7362
113640.6227
117.76
<.0001
Error
7
6755.3543
965.0506
13
688599.0906
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
787.63
2
KKP
748.15
2
KKU
A
727.38
2
S
B
465.64
2
T
C
353.76
2
JP
D
272.09
2
JN
232.63
2
J
A A A A
D D
101
Lampiran 16. Hasil analisis statistik kadar total fenol minuman dengan perbedaan jenis kumis kucing Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
3
8578.36267
2859.45422
1.07
0.4566
Error
4
10716.80538
2679.20135
Corrected Total
7
19295.16805
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
474.18
2
MAKP
440.16
2
MFKP
397.71
2
MAKU
394.87
2
MFKU
A A A A A A
102
Lampiran 17. Hasil analisis statistik kadar total fenol minuman dengan beberapa konsentrasi total ingredien dalam minuman
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
2
989041.4791
494520.7396
18094.2
<.0001
Error
3
81.9912
27.3304
Corrected Total
5
989123.4703
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
1516.765
2
16 x formula
B
1222.533
2
4 x formula
C
546.939
2
1 x formula
103
Lampiran 18. Hasil analisis statistik aktivitas penyerapan glukosa minuman secara ex vivo
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
5762.281852
1152.456370
8.26
<.0001
Error
30
4186.227459
139.540915
Corrected Total
35
9948.509311 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
58.071
6
VI
A
54.805
6
IV
B
38.559
6
II
33.869
6
V
30.568
6
III
23.083
6
I
A A
B C
B
C
B
C
B
C C
104
Lampiran 19. Data respon kadar glukosa darah pada pengujian hiperglikemik sesaat Kelompok Kontrol negatif Kontrol positif 1 kali formula minuman 4 kali formula minuman 16 kali formula minuman Insulin 0.104 IU
0 83.2 + 6.1ab 68.6 + 7.3ab 67.8 + 8.8b 78.4 + 14.1ab 76.8 + 12.1ab 89.2 + 26.9a
Kadar glukosa (mg/dL) pada menit ke30 60 120 b b 107.4 + 10.1 99.6 + 5.4 95.4 + 2.9ab 193.4 + 76.2a 154.2 + 62.9ab 100.6 + 31.5ab 223.4 + 38.3a 179.4 + 25.7a 108 + 25.2ab 203.4 + 37.5a 158.8 + 15.5ab 112 + 25.2a 194.8 + 20.4a 152.8 + 33.8ab 97.6 + 15.1ab 174.8 + 86.2ab 118.6 + 76.7ab 77.4 + 27.8 b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
180 80.4 + 3.1a 80.6 + 29.1a 80.6 + 27.9a 83.0 + 12.3a 71.0 + 8.6a 76.4 + 26.3a
105
Lampiran 20. Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat pada menit ke-0 Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
1719.066667
343.813333
1.67
0.1803
Error
24
4941.600000
205.900000
Corrected Total
29
6660.666667 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
89.200
5
VI
83.200
5
I
78.400
5
IV
76.800
5
V
68.600
5
II
67.800
5
III
A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B B
106
Lampiran 21. Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat pada menit ke-30
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
40391.0667
8078.2133
2.92
0.0340
Error
24
66486.4000
2770.2667
Corrected Total
29
106877.4667 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
223.40
5
III
203.40
5
IV
194.80
5
V
193.40
5
II
174.80
5
VI
107.40
5
I
A A A A A A A B
A
B B
107
Lampiran 22. Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat pada menit ke-60 Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
21350.70000
4270.14000
2.15
0.0936
Error
24
47622.00000
1984.25000
Corrected Total
29
68972.70000
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
179.40
5
III
158.80
5
IV
154.20
5
II
152.80
5
V
118.60
5
VI
99.60
5
I
A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B B
108
Lampiran 23. Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat pada menit ke-120 Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
3662.70000
732.54000
1.34
0.2798
Error
24
13074.80000
544.78333
Corrected Total
29
16737.50000
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
112.00
5
IV
108.00
5
III
100.60
5
II
97.60
5
V
95.40
5
I
77.40
5
VI
A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B B
109
Lampiran 24. Hasil analisis statistik aktivitas antihiperglikemik sesaat pada menit ke-180 Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
465.86667
93.17333
0.22
0.9508
Error
24
10204.80000
425.20000
Corrected Total
29
10670.66667
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
83.00
5
IV
80.60
5
III
80.60
5
II
80.40
5
I
76.40
5
VI
71.00
5
V
A A A A A A A A A A
110
Lampiran 25. Kadar glukosa darah (mg/dL) selama 21 hari percobaan
114 113.33
Kadar glukosa (mg/dL) Hari ke 0 5 10 229.17 335.17 331.83 249.83 279 259.17
100.67 115.33 113.5 103.17
307 233.83 128 139
Kelompok seb induksi Diabetes + air suling Diabetes + minuman Diabetes + minuman tanpa jahe Diabetes + Insulin Normal + minuman Normal + air suling
408.67 279.17 153.5 155
295.5 242.83 123.8333 128.67
15 373.5 294.83
20 439.5 314.67
383.5 267 142.3333 153.33
364.67 288.17 151.8333 154.83
111
Lampiran 26. Hasil analisis statistik kadar glukosa pada saat sebelum induksi
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
1209.66667
241.93333
0.39
0.8528
Error
30
18684.33333
622.81111
Corrected Total
35
19894.00000
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
115.33
6
IV
114.00
6
I
113.50
6
V
113.33
6
II
103.17
6
VI
100.67
6
III
A A A A A A A A A A
112
Lampiran 27. Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke -0
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
141456.4722
28291.2944
5.16
0.0016
Error
30
164360.5000
5478.6833
Corrected Total
35
305816.9722
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
307.00
6
III
249.83
6
II
233.83
6
IV
A
229.17
6
I
B
139.00
6
VI
128.00
6
V
A A A A A A
B B
113
Lampiran 28. Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-5
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
302534.2500
60506.8500
7.29
0.0001
Error
30
248972.5000
8299.0833
Corrected Total
35
551506.7500 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
408.67
6
III
335.17
6
I
279.17
6
IV
279.00
6
II
155.00
6
VI
153.50
6
V
A B
A
B B B B
C C C
114
Lampiran 29. Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-10
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
223289.4722
44657.8944
3.61
0.0113
Error
30
371136.1667
12371.2056
Corrected Total
35
594425.6389 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
331.83
6
I
295.50
6
III
259.17
6
II
242.83
6
IV
128.67
6
VI
123.83
6
V
A A A B
A
B
A
B
A
B B B B
115
Lampiran 30. Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-15
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
324750.2500
64950.0500
8.15
<.0001
Error
30
239092.5000
7969.7500
Corrected Total
35
563842.7500 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
383.50
6
III
373.50
6
I
294.83
6
II
267.00
6
IV
153.33
6
VI
142.33
6
V
A B
A
B
A
B
A
B B
C C C
116
Lampiran 31. Hasil analisis statistik kadar glukosa pada hari ke-20
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
394689.8889
78937.9778
12.62
<.0001
Error
30
187602.6667
6253.4222
Corrected Total
35
582292.5556 Means with the same letter are not significantly different.
Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
439.50
6
I
364.67
6
III
314.67
6
II
288.17
6
IV
154.83
6
VI
151.83
6
V
A B
A
B B B B
C C C
117
Lampiran 32. Luas area berwarna coklat pada setiap sediaan histopat Kelompok
ulangan
Diabetes
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Diabetes + Formula Minuman Diabetes + Formula Minuman Tanpa Jahe Diabetes + Insulin
Normal + Minuman
Normal
Total area berwarna coklat dari 10 lapang pandang (μm2) 17.277 4.351 0.889 21.053 131.228 10.626 151.018 1.404 42.760 150.739 28.117 88.889 217.871 133.988 210.947 94.971 346.713 101.006
Rata-rata + SD (μm2) 7.506 + 8.64b
54.302 + 66.82ab
65.060 + 77.26ab
89.248 + 61.31ab
187.602 + 46.56a
180.897 + 143.63a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
118
Lampiran 33. Hasil analisis statistik luas area berwarna coklat (positif sel beta pada pewarnaan imunohistokimia)
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
5
78476.5831
15695.3166
2.54
0.0862
Error
12
74132.7340
6177.7278
Corrected Total
17
152609.3171
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping A
Mean
N
perlakuan
187.60
3
V
180.90
3
VI
89.25
3
IV
65.06
3
III
54.30
3
II
7.51
3
I
A A A B
A
B
A
B
A
B
A
B
A
B B
119
Lampiran 34. Hasil analisis statistik intensitas warna coklat sel beta positif (imunohistokimia) menggunakan uji Kruskal Wallis dan uji lanjut Dunn Descriptive Statistics N
Mean
Std. Deviation Minimum Maximum
tidak_berwarna
18
3.2222
3.00109
.00
9.00
intensitas_rendah
18
.9444
1.21133
.00
4.00
intensitas_sedang
18
1.5000
1.58114
.00
6.00
intensitas_agak_kuat
18
1.5000
1.68907
.00
5.00
Intensitas_kuat
18
2.8333
3.48526
.00
10.00
kelompok
18
3.50
1.757
1
6
Test Statisticsa,b intensitas_rend intensitas_seda intensitas_agak tidak_berwarna ah ng _kuat Intensitas_kuat Chi-Square df
12.274
12.380
5.497
9.622
13.152
5
5
5
5
5
.030
.358
.087
.022
Asymp. Sig. .031 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: kelompok
Uji lanjut Dunn Kelompok I II III IV V VI
Tidak berwarna mean rank 15.33b 9.5ab 14.17b 9ab 3.5a 5.5a
Intensitas Rendah mean rank 14b 15b 9.5ab 9.5ab 4.5a 4.5a
Intensitas Kuat mean rank 4.5a 9.67ab 6.17a 6.17a 15.67b 14.83b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf sama pada satu kolom menunjukkan tidak beda nyata pada taraf 5 %.
120
Lampiran 35. Hasil analisis aktivitas antioksidan minuman selama penyimpanan 21 hari
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
785479.3410
46204.6671
149.87
<.0001
Error
6
1849.7311
308.2885
23
787329.0722
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
1009.79
8
Minuman 16 x formula
A
973.08
8
Minuman 16 x formula tanpa jahe
B
734.12
8
Minuman 1 x formula
A A
121
Lampiran 36. Hasil analisis statistik kecerahan (L) minuman selama penyimpanan
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
4067.855583
239.285623
287143
<.0001
Error
6
0.005000
0.000833
23
4067.860583
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Minggu
A
54.33167
6
2
B
53.93000
6
3
C
52.31500
6
1
D
51.00000
6
0
122
Lampiran 37. Hasil analisis statistik nilai a minuman selama penyimpanan
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
498.8330083
29.3431181
242840
<.0001
Error
6
0.0007250
0.0001208
23
498.8337333
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
Minggu
A
1.110000
6
0
B
0.728333
6
1
C
0.073333
6
2
D
-0.058333
6
3
123
Lampiran 38. Hasil analisis statistik nilai b minuman selama penyimpanan
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
1192.061704
70.121277
127816
<.0001
Error
6
0.003292
0.000549
23
1192.064996
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
minggu
A
32.21667
6
0
B
31.61000
6
1
C
29.15833
6
2
D
28.75333
6
3
124
Lampiran 39. Hasil analisis statistik nilai ºHue minuman selama penyimpanan
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
17
1997.440833
117.496520
169195
<.0001
Error
6
0.004167
0.000694
23
1997.445000
Corrected Total
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
minggu
A
87.93333
6
2
B
87.86667
6
3
C
86.55000
6
1
D
86.35000
6
0
125
Lampiran 40. Hasil analisis statistik korelasi antioksidan dengan warna
L antioksidan
-0,777 0,023
a 0,836 0,010
b 0,756 0,030
hue -0,832 0,010
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Jika p value kurang dari alpha 5% artinya korelasi nyata