Pengaruh Ekonomi-Politik Internasional dan Respons Masyarakat Sipil Indonesia
Oleh: Wahyu Susilo
Pembuka Walau umur Republik Indonesia lebih tua daripada usia DUHAM,
dan konstitusi RI (UUD’45) dianggap sebagai konstitusi yang sudah dijiwai oleh semangat HAM, namun perbincangan mengenai HAM acapkali berseberangan dengan kebijakan politik negara Jika dimasa Soekarno, HAM dianggap sebagai propaganda nekolim, maka di masa Soeharto HAM dianggap sebagai isu “kiri baru” berbarengan dengan isu lingkungan hidup Pada akhir dekade 80-an hingga awal dekade 90-an, masalah “HAM dan lingkungan hidup” dianggap isu subversif yang menjadi bahan ceramah tentang kewaspadaan nasional bagi para pengajar kewiraan, Purek III, Pudek III dan ormas HAM dan lingkungan hidup dianggap sebagai ancaman eksternal yang akan menganggu keutuhan NKRI
HAM sebagai “intervensi asing” Paradoksnya: kalau isu HAM dan lingkungan hidup dianggap
sebagai intervensi asing, namun rejim Soeharto tetap saja mendanai (dan mengkorupsi) kebijakan ekonominya dari duit utang. Pandangan ultra-nasionalist mengenai HAM sebagai intervensi asing ini juga terus direproduksi oleh rejim-rejim pelanjut Soeharto Hukuman Mati: HAM vs Kedaulatan Negara Ketergantungan pendanaan dari utang, baik dari donor bilateral maupun donor multilateral tidak dianggap sebagai “intervensi asing”. Bahkan pola eksploitasi tersebut diinstitusionalisasi dalam wadah IGGI CGI Menurut studi Human Rights Watch, hingga tahun 2005, CGI adalah penentu kebijakan ekonomi-politik di Indonesia
Adopsi Setengah Hati Isu HAM baru diadopsi dan diakui sebagai bagian dari
kebijakan pembangunan setelah Vienna Declaration 1993, dimana delegasi Pemerintah Indonesia ikut serta Pasca Vienna Declaration: @pendirian Komnas HAM @@RAN HAM 1993-1998 Itu pun masih setengah hati…. Secara internasional, Vienna Declaration juga mempengaruhi lembaga-lembaga multilateral lainnya untuk mengadopsi HAM sebagai prinsip-prinsip dasar Effek dari Third-wave democratization
Indonesia Dalam Rejim Ekonomi Global dan Rejim HAM Hingga saat ini Indonesia adalah negara yang terikat
dengan rejim global ekonomi, dimana utang luar negeri, lapar investasi dan ketertundukan pada rezim pasar bebas, dengan policy conditionalities menjadi pengikatnya Aktor-aktor utama rejim ekonomi global adalah: IMF, World Bank, WTO, G8 -> G20, OECD, MNC Hingga saat ini seluruh produk kebijakan ekonomipolitik Indonesia sangat dipengaruhi oleh rejim global ekonomi
Indonesia Dalam Rejim Ekonomi Global dan Rejim HAM (lanjutan) Jika sebelumnya lembaga-lembaga
multilateral tidak memasukkan HAM dalam pertimbangan, maka perkembangan politik global juga memaksa mereka memasukkan HAM sebagai dasar pemberian pertimbangan. Meskipun belum menjadi pertimbangan mutlak Pada masa Orde Baru, ini menjadi peluang bagi organisasi HAM di Indonesia untuk “mempersoalkan” pelanggaran HAM di Indonesia dengan menggunakan tangan lembaga multilateral tersebut strategi meminjam demokrasi
Indonesia Dalam Rejim Ekonomi Global dan Rejim HAM (lanjutan) Keterikatan Indonesia dalam rejim HAM
ditandai dengan institusionalisasi HAM melalui Komnas HAM dan domestifikasi instrumen HAM melalui ratifikasi konvensikonvensi HAM menjadi alat tagih janji Namun hingga saat ini tidak ada progres yang signifikan ketika Indonesia mengikatkan diri dalam rejim HAM, bahkan sekedar untuk kosmetika demokrasi Perikatan Indonesia dengan rejim HAM juga makin memperluas cakupan advokasi HAM lintas batas
Post Soeharto Ada evaluasi mendalam dari pola advokasi berbasis
HAM post kejatuhan Soeharto Disadari bahwa dominasi advokasi HAM lebih baca fokus pada isu hak-hak sipil dan politik harus juga memberi perhatian pada isu hak-hak ekonomi, sosial dan budaya Krisis ekonomi perangkap IMF menyadarkan bahwa sebenarnya lembaga keuangan multilateral bukan merupakan human rights agency bahkan sebenarnya merupakan bagian dari human rights violator yang bertanggungjawab terhadap bencana ekonomi Indonesia
Another world is possible Menguatnya gerakan anti globalisasi juga
makin mempertajam kritik terhadap rejim global ekonomi Mempertanyakan legitimasi lembaga keuangan internasional mendorong delegitimasi lembaga keuangan internasional Menguatkan argumentasi bahwa lembaga keuangan internasional adalah pelanggar HAM
Reformasi UN Penguatan peran UN dan demokratisasi
pengambilan keputusan Transformasi Komisi HAM Dewan HAM Ruang yang lebih terbuka bagi partisipasi kelompok marginal mengadvokasi hak-haknya dalam mekanisme UN
CSO Dalam Arena Diplomasi Ekonomi Politik Internasional CSO adalah non state actor dalam proses diplomasi isu-isu pembangunan di Indonesia, baik dalam for a bilateral, regional dan multilateral
CSO Dalam UN Mechanism
Beberapa NGO level nasional, regional dan internasional yang berstatus sebagai NGO in Special Consultative Status with Economic and Social Council of the United Nations, memiliki akses untuk berpartisipasi dalam setiap evant yang diselenggarakan oleh UN, baik dalam GA, UN Treaty Body dan event-event UN yang lain
Posisi ini tentu sangat strategis untuk mengartikulasikan aspirasi masyarakat sipil. Apalagi sekarang ini ada tuntutan masyarakat internasional untuk penguatan peran UN (UN Reform) era MDGs era SDGs?
Dalam posisi sebagai non state actor, didalam forum UN, peran yang dapat dimainkan oleh CSO Indonesia adalah: 1. Mengkritisi/mengapresiasi sikap politik Pemerintah Indonesia dalam berposisi terhadap masalah yang dibahas dalam UN 2. Memberikan informasi alternatif/pembanding pada setiap report yang disampaikan Pemerintah Indonesia dalam UN Session
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan CSO dalam UN Event
Submitted Written Statament pada setiap UN Human Rights Council Intervensi (mengirim delegasi) pada setiap UN Human Rights Council Session (melalui oral intervention), juga dengan penyelenggaraan side event (paralel event) Submitted respons atas report Special Prosedur UN tentang Indonesia atau thematic issue (misalnya Laporan Special rapporteur on Migrant Rights, Torture, Human Rights Defender) Submitted Shadow Report dan Alternative Report dari Initial Report yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia sebagai negara pihak dalam International Convention atau International Commitment (ICCPR, ICESCR, CEDAW, CRC, CAT, CERD, MDGs) Partisipasi dalam Event-event UN lainnya, misalnya UNFCCC, CSW, UN DESA, Dll Terlibat dalam poses panjang pembahasan Post-2015 Development Agenda cum SDGs (yang belum selesai hingga saat ini)
Advokasi Lembaga Keuangan Internasional
Sejatinya lembaga keuangan multilateral (IMF dan World Bank) adalah bagian dari UN, lembaga ini dibentuk untuk merekonstruksi kehancuran dunia akibat Perang Dunia II
Dalam perkembangannya, lembaga ini melepaskan diri dari mekanisme UN (dimana voting powernya adalah one vote one nation), dan mengembangkan kelembagaan dan proses pengambilan keputusan seperti model bank (yaitu berdasar kepemilikan saham)
Dari sinilah kekuasaan lembaga keuangan internasional dibajak oleh kekuatan barat neo liberal (yang menganggap dirinya pemenang dari PD II dan perang dingin), dan makin lengkap dengan adanya WTO
Lembaga keuangan internasional menjadi instrumen eksploitasi ekonomi politik global
Dalam situasi seperti ini, muncul desakan dari berbagai CSO dan gerakan sosial adanya perubahan mendasar dalam tata kelola lembaga keuangan internasional dan mengembalikannya melalui mekanisme UN
Tranformasi dari G7/G8 menjadi G20 (dan didalamnya ada pengelompokan BRICS)
Advokasi Regional Regionalisme adalah jawaban atas kegagalan mekanisme mondial
(UN system), bisa juga merupakan jawaban atas ekspansi globalism. Penguatan regional akan memperkuat kawasan tersebut dalam berhadapan dengan mekanisme-mekanisme baru globalisasi (kesepakatan traktat dagang WTO) Regionalisme Dalam Geo-politik Indonesia adalah: ASEAN, APEC, ADB Bi-Regionalisme: ASEM, A-A-A Regionalisme yang sekarang ini menguat adalah ASEAN ASEAN Economic Community 2015 ADB juga harus mendapat perhatian karena merupakan lembaga keuangan regional, tetapi didominasi oleh Jepang, USA dan negara-negara Eropa
Advokasi Bilateral dan Intergovernmental
Dulu, INFID dibentuk sebagai respons atas mekanisme pendanaan untuk Indonesia (utang luar negeri) melalui IGGI CGI
Setelah Dibubarkan tahun 2007, maka advokasi untuk monitoring utang luar negeri dilakukan melalui advokasi bilateral (misalnya advokasi ODA Jepang, advokasi penghapusan utang kapal perang Jerman)
Mengembangkan model-model advokasi utang: 1. 2. 3. 4. 5.
Odious debt (utang najis) Illegitimate debt Debt cancellation for MDGs achievement Debt swap Debt audit