Mengakhiri Peliyanan (Pengucilan) Buruh Migran Indonesia Dari Kebijakan Sosial Dari Kebijakan Oleh: Wahyu Susilo (
[email protected])
Perspektif Historis Kebijakan Migrasi Tenaga Kerja Indonesia • P Pada d mulanya l b bermigrasi i i untuk t k bekerja b k j itu it memiliki iliki basis b i kultural dan historis dalam dinamika masyarakat Indonesia, meskipun migrasi tenaga kerja juga dipakai sebagai instrumen kolonialisasi • Hingga saat ini, migrasi tenaga kerja yang berbasis kultural dan historis masih memiliki jejak dan terus menerus berlangsung • Sementara negara “ironisnya” memilih pola migrasi tenaga k j yang berakar kerja b k dari d i kebijakan k bij k kolonialisasi k l i li i yang berorientasi pada “mobilisasi tenaga kerja” • Pilihan ini dengan sendirinya mendeligitimasi pola migrasi tenaga kerja berbasis kultural dan historis • Muncullah dikotomi migrasi: legal dan ilegal
Diskriminasi Sebagai Basis Kebijakan Buruh Migran Indonesia • • • 1 1. 2. 3. 4. 5 5.
Bermula dari paradigma “comparative advantage” untuk “comparative advantage” untuk menembus pasar tenaga kerja internasional ‐> perempuan, penurut, upah murah Industri pengerahan tenaga kerja ‐> pengambilan keuntungan sebesar‐ besarnya dari ketidaktahuan/keterbatasan pengetahuan pencari tenaga kerja Diskriminasi yang paling vulgar dalam akses terhadap pekerjaan: Untuk pekerjaan upah rendahan harus melalui mekanisme birokrasi penempatan tenaga kerja berbiaya tinggi Untuk pekerjaan upah tinggi dibebaskan dari mekanisme pembeban y biaya Menegaskan dikotomi pekerjaan: formal – informal, skill – unskill Dikotomi inilah yang menjadi basis diskriminasi Berbasis dikotomi diskriminatif tersebut merancang skema moratorium moratorium dan penghapusan pekerjaan sektor rumah tangga di tahun 2017
Meliyankan Buruh Migran • Jik Jika kebijakan k bij k social policy berbasis i l li b b i pada d data demografi d t d fi maka k sejatinya buruh migran tak memiliki legitimasi untuk mengakses kebijakan social policy • Data BPS tidak D t BPS tid k pernah h menyatakan t k data resmi d t i buruh b h migran i Indonesia • Sensus Penduduk tidak menghitung jumlah buruh migran Indonesia yang berada b d di luar l negerii • Indikator‐indikator pembangunan dalam APBN, RPJM tidak menggunakan data mobilitas tenaga kerja Indonesia ke luar negeri sebagai b i basis pengukuran b i k upaya peningkatan i k k j h kesejahteraan masyarakat • Ini mengakibatkan masalah buruh migran Indonesia tidak menjadi bagian dari strategi kebijakan pembangunan manusia Indonesia
Implikasi implikasi Implikasi‐implikasi • • • • • •
Tengoklah dalam pengurusan dokumen kewarganegaraan : ada ada perbedaan perlakuan terhadap buruh migran Seluruh skema kebijakan sosial (akses terhadap kesehatan, akses terhadap pendidikan jaminan sosial ketenagakerjaan, akses pendidikan,jaminan ketenagakerjaan akses bantuan hukum) yang hukum) yang dinikmati oleh warga negara Indonesia dikecualikan untuk buruh migran Skema asuransi TKI yang menjadi salah satu instrumen perlindungan g menjadi j mesin p penghasil g uangkorporasi g p asuransi dan rente‐ buruh migran nya Persepsi pemberi/penyedia layanan publik: buruh migran adalah warga negara kelas dua, dilayani belakangan Persepsi masyarakat awam: buruh migran adalah pekerjaan yang memalukan, merendahkan martabat bangsa Menghasilkan “kelas” dalam Diaspora Indonesia: profesional, ekspatriat, mahasiswa/pelajar, pengusaha f i l k i h i / l j h dan d baru b “b h “buruh migran/TKI” disebut
Rekomendasi • M Menyertakan t k dan d memastikan tik buruh b h migran i d dan anggota keluarganya tercakup dalam skema kebijakan perlindungan sosial yang disediakan yang disediakan oleh pemerintah Indonesia • Mengakhiri skema asuransi TKI komersiil TKI komersiil yang yang hanya menguntungkan pihak korporasi asuransi dan rente‐nya • Memastikan kesempatan yang sama bagi WNI yang akan bekerja ke luar negeri dengan k b k perlindungan kebijakan l d b h migran beserta buruh b diplomasi luar negerinya